Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

AGROSAINS
“Akuakultur (Hidroponik)”

Dosen Pengampu:
1. Anjar Putro Utomo, S.Pd., M.Ed
2. Aris Singgih Budiarso, S.Pd., M.Pd
3. Diah Wahyuni, S.Pd., M.Sc

Oleh:
1. Savira Putri Nandasari (180210104001)
2. Difia Margaret (180210104007)
3. Eka Putra Bagus D. (180210104011)
4. Firdatul Hasanah (180210104016)
5. Sevi Yuana Sari (180210104018)
6. Salma Alvirani (180210104035)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat-Nya
yang telah memberi kemampuan dan ilmu yang bermanfaat sehingga mahasiswa
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Akuakultur
(Hidroponik)”.
Akuakultur (Hidroponik) dalam pembelajaran merupakan salah satu materi
yang ada di mata kuliah Agrosains. Di samping itu penyusunan makalah ini
dimaksudkan sebagai persyaratan tugas dan penilaian yang diwajibkan oleh dosen
mata kuliah Agrosains, Program Studi Pendidikan IPA, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Jember. Makalah ini merupakan salah satu aspek
penilaian dalam kontrak kuliah semester V. Pada kesempatan ini, kami
menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam
penyusunan dan penulisan karya tulis ini sehingga selesai dengan lancar.
Terimakasih atas bantuan, bimbingan, serta dukungan kami sampaikan kepada:
1. Anjar Putro Utomo, S.Pd., M.Ed
2. Aris Singgih Budiarso, S.Pd., M.Pd
3. Diah Wahyuni, S.Pd., M.Sc
4. Teman-teman yang menjadi motivator sehingga kami bersemangat untuk
menyelesaikan makalah ini
Kami menyadari bahwa makalah ini kurang dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun dibutuhkan dari semua pihak untuk membuat
makalah ini menjadi lebih baik. Semoga makalah kami berkenan di hati pembaca.

Jember, 18 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 2
BAB II. PEMBAHASAN .................................................................................................. 4
2.1 Pengertian Akuakultur ..................................................................................... 4
2.2 Unsur-unsur dalam Akuakultur ...................................................................... 4
2.3 Keuntungan Aplikasi Total Akuakultur ......................................................... 5
2.4 Esensi Akuakultur ............................................................................................ 5
2.5 Ruang Lingkup Akuakultur ............................................................................ 6
2.6 Macam-Macam Media Hidroponik ................................................................. 9
2.7 Metode yang Digunakan dalam Hidroponik ................................................ 16
2.8 Sistem Produksi pada Hidroponik ................................................................ 21
2.9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman Secara
Hidroponik .................................................................................................................. 24
2.10 Jenis-Jenis Tanaman yang Dikembangkan Secara Hidroponik ................. 26
2.11 Kelebihan dan Kekurangan Hidroponik ...................................................... 26
BAB III. PENUTUP ........................................................................................................ 28
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 28
3.2 Saran ................................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 30

ii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan hasil pertanian kini semakin meningkat seiring dengan jumlah
penduduk yang semakin meningkat pula, akan tetapi lahan pertanian semakin
terbatas. Oleh karena itu, istilah hidroponik (hydroponics) banyak digunakan dalam
aktivitas pertanian. Hidroponik itu sendiri adalah teknik bercocok tanam tanpa
menggunakan tanah sebagai media tanamnya.
Seiring perkembangan zaman, jika awalnya hidroponik hanya diartikan
sebagai sistem budidaya tanaman yang mengandalkan air, saat ini hidroponik
berkembang menjadi soilless culture (bercocok tanam tanpa tanah). Dalam hal ini
termasuk ketika bercocok tanam di dalam pot atau wadah yang menggunakan air
atau bahan porous lainnya, seperti pecahan genting, pasir kasar, kerikil, ataupun
serabut kelapa.
Oleh karena itu, penting kiranya untuk mengetahui secara detail mengenai
kegiatan bercocok tanam menggunakan hidroponik, mulai dari media yang
digunakan, berbaai jenis metode dan teknik hidroponik, sistem produksi, faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan pada hidroponik serta jenis tanaman apasaja
yang dapat dikembangkan melalui budidaya hidroponik.
Kebutuhan masyarakat akan ikan semakin bertambahan dari waktu ke waktu
sedangkan produksi ikan hasil tangkapan telah menurun selama dasawarsa terakhir
ini (Philips et al, 2016). Penurunan ini disebabkan karena Pemanfaatan berlebih
pada sumber daya yang terbatas, pengoperasian alat tangkap yang merusak, konflik
dan sistem regulasi yang tidak memadai merupakan kontributor dalam menunjang
kerusakan sumber daya perikanan. Oleh karena itu, akuakulture (budidaya
perikanan) dibutuhkan untuk menjawab permasalahan ini. Akuakulture (Budidaya
perikanan) didefinisikan sebagai suatu kegiatan untuk memproduksi biota
(organisme) akuatik secara terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan
(profit). Perikanan budidaya di masa mendatang merupakan bagian kunci dalam
menyediakan pasokan ikan dalam sistem perikanan untuk pangan nasional, regional

1
dan dunia; menciptakan lapangan pekerjaan; dan menjaga ikan agar tersedia di
tingkat harga yang layak bagi konsumen yang miskin sumberdaya.
Hasil analisis mengindikasikan bahwa perikanan budidaya akan melampaui
perikanan tangkap sebagai sumber utama ikan di Indonesia sebelum tahun 2030 dan
bahwa investasi dalam sektor ini akan menjadi bagian penting agar pasokan dan
konsumsi ikan dalam negeri dapat ditingkatkan, agar harga ikan tetap terjangkau
untuk konsumen dalam negeri dan konstribusi dari perikanan bagi ketahanan
pangan dan gizi Indonesia tetap terjaga (Philips et al, 2016).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1.2.1 Apakah yang dimaksud metode akuakultur?
1.2.2 Bagaimana unsur-unsur dalam akuakultur?
1.2.3 Bagaimana keuntungan aplikasi total akuakultur (TA)?
1.2.4 Bagaimana esensi dari akuakultur?
1.2.5 Apa saja ruang lingkup akuakultur?
1.2.6 Apakah macam-macam media hidroponik?
1.2.7 Bagaimana metode yang digunakan dalam hidroponik?
1.2.8 Bagaimana sistem produksi pada hidroponik?
1.2.9 Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara
hidroponik?
1.2.10 Apa saja jenis-jenis tanaman yang dikembangkan secara hidroponik?
1.2.11 Apa saja kelebihan dan kekurangan hidroponik?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah :
1.3.1 Mendeskripsikan pengertian akuakultur
1.3.2 Mendeskripsikan unsur-unsur dalam akuakultur
1.3.3 Mendeskripsikan keuntungan aplikasi total akuakultur (TA)

2
1.3.4 Mendeskripsikan esensi dari akuakultur
1.3.5 Mendeskripsikan ruang lingkup akuakultur
1.3.6 Mendeskripsikan macam-macam media hidroponik
1.3.7 Mendeskripsikan metode yang digunakan dalam hidroponik
1.3.8 Mendeskripsikan sistem produksi pada hidoponik
1.3.9 Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman
secara hidroponik
1.3.10 Mendeskripsikan jenis-jenis tanaman yang dikembangkan secara
hidroponik
1.3.11 Menjelaskan kelebihan dan kekurangan hidrponik

3
BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Akuakultur


Akuakultur merupaka istilah serapan yang berasal dari bahasa inggris yang
yakni aqua yang bermakna perairan dan culture yang beraeti budidaya. Akuakultur
merupakan suatu proses pembiakan/ pembudidayaan organisme perairan dimulai
dari proses produksi, penanganan hasil hingga pemasaran. Kegiatan ini merupakan
upaya produksi biota maupun organisme perairan melalui penerapan teknik
domestifikasi, mulai dari kegiatan penumbuhan organisme termasuk dalam
pengembangiakan hingga pengelolaan usaha yang berorientasi ekonomi (Mulyono,
2019).
Definisi akuakultur menurut para ahli,
 Akuakultur merupakan usaha untuk memproduksi biota air pada skala besar
(komersial) berkaitan dengan beberapa disiplin ilmu, termasuk ilmu
pertanian, perikanan, hukum, ekonomi, kimia, teknik dan biologi. ( Dwi,
2004)
 Akuakultur merupakan kegiatan pemeliharaan flora dan fauna air, tetapi
tidak termasuk dalam kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan dan
pembenihan jenisjenis biota untuk akuarium, biota untuk eksperimen atau
percobaan di laboratorium, dan biota yang dipelihara khusus untuk memenuhi
kebutuhan perseorangan (Landau, 1992).
 Akuakultur adalah kegiatan untuk memproduksi biota air (termasuk di
dalamnya: pemeliharaan, penanganan, pengolahan, dan pemasaran) untuk
tujuan komersial (Barnabe, 1990)

2.2 Unsur-unsur dalam Akuakultur


Akuakultur adalah suatu usaha atau kegiatan pemeliharaan akuatik secara
terkontrol baik tidah hanya terbatas pada ikan tepapi juga pada moluska, krustasea
dan tumbuhan air, misalnya rumput laut. (Muchlisin, 2019:1)
Istilah total akuakultur (TA) pertama kali disosialisasikan oleh almarhum
Prof. Komar Sumantadinata dari IPB dimana sistem ini menerapkan semua unsur

4
yang dapat mempengaruhi produktivitas suatu budidaya seara simultan dan sebaik
mungkin. Dengan demikian kemungkinan timbulnya masalah yang dapat
mengurangi produktivitas maupun kegagalan dapat teratasi.
Unsur-unsur yang dapat mempengaruhi produktivitas mulai dari masalah air
sebagai tempat hidup komoditi yang dikembangkan (ikan, moluska, krustacea, dll),
kondisi mahkluk hidup tersebut, bibit, pemenuhan nutrisi tambahan, teknologi
pemacu pertumbuhan dan peningkatan daya tahan, serta skala usaha yang optimal.
Semua harus dijaga dalam kondisi optimal bagi budidaya yang disesuaikan dengan
jenis komoditinya.

2.3 Keuntungan Aplikasi Total Akuakultur


Penerapan budidaya dengan sistem TA diyakini akan lebih menjamin
keberlangsungan usaha suatu budidaya ikan. Sebagai contoh penggunaan sistem
terpadu UGADI (udang galah dan padi) dan benih udang galah GIMacro II dapat
meningkatkan penghasilan pembudidaya udang galah yang tadinya hanya
mengandalkan budidaya udang galah 100-125kg/1000m2 menjadi 150-160 kg
untuk luas areal yang sama. Disamping itu, kenaikan dalam produksi beras dari
500-600kg menjadi 750-800 kg/1000m2 (Nugroho, et.al., 2017: 8-9).

2.4 Esensi Akuakultur


FAO memprediksikan bahwa akuakultur akan menjadi barometer utama
dalam menopang produk perikanan sebagai bagian dalam upaya peemenuhan
kebutuhan pangan masyarakat global. Fenomena perubahan iklim dalam hal ini
global warming juga berkontribusi besar terhadap menurunnya produktivitas
perairan, terjadinya bleaching pada terumbu karang, dan kenaikan suhu air laut
menjadi penyebab utama menurunnya produksi sumber daya ikan di perairan.
Cocon (2019) mengatakan tren prosduksi perikanan tangkap dunia mulai menurun
di tahun 2000-an, sedangkan akuakultur cenderung naik. Dan FAO memprediksi
bahwa hingga tahun 2030, kontribusi akuakultur terhadap kebutuhan perikanan
dunia mencapai 58%. Berdasarkan fakta ini, maka yang akan memenuhi kebutuhan
produk perikanan sangat bergantung pada produk akuakultur.

5
Menurut perikanan FAO, untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat
dunia pada tahun 2050, maka sector yang berbasis pangan termasuk akuakultur
harus lebih dari 60%. Negara-negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk
lebih banyak cenderung riskan menderita kekurangan gizi dan kelaparan. Oleh
karena itu, peluang untuk mengurangi kemiskinan dan ketahanan pangan global ada
pada sector pertanian, peternakan, dan akuakultur.
Selain itu, sumber pangan yang berasal dari hasil produksi akuakultur lebih
mudah untuk diproduksi masal, melalui pengelolaan secara bertanggungjawab dan
berkelanjutan serta berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Dengan begitu, di satu
sisi kebutuhan pangan akan mampu tercukupi, dan di sisi lain akan berdampak pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sub sector akuakultur merupakan bagian ekonomi maritim yang
keberadaannya sangat strategis dalam mendorong pergerakan ekonomi masyarakat,
lokal, regional dan tentunya akan berimbas pada pergerakan ekonomi nasional.
Pada ajang konsultasi teknis akuakultur di Kyoto tahun 1976, sub sector
akuakultur diakui sebagai sector ekonomi yang penting bagi perkembangan
ekonomi global. Komitmen lainnya, ntr lin deklarasi Bangkok pada tahun 2000
yang menegaskan tentang perlunya kesadaran bersama khususnya negara-negara
Asean akan pentingnya hasil penyelenggaraan Konferensi Akuakultur Global di
Phuket Thailand pada tahun 2010 dan tindak lanjut pertemuan Tingkat Menteri
Regional Asia sebagai bentuk komitmen politik tentang pentingnya akuakultur. Hal
ini menandakan bahwa ada pengakuan secara luas terhadap pentingnya akuakultur
terutama dalam memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan Millenium
Development Goal (MDGs) khususnya terkait dengan pengentasan kemiskinan,
keamanan pangan dan gizi, perlindungan lingkungan dan keragaman hayati.

2.5 Ruang Lingkup Akuakultur


2.5.1 Sumber air
a. Budidaya air tawar (freshwater culture)
Akuakultur tawar merupakan pemeliharaan biota atau organisme air dalam
air tawar. Organisme yang dipelihara bukan hanya ikan, namun mencakup

6
binatang dan tumbuhan yang sebagian maupun selama sikus hidupnya
berada di dalam air (Rustadi, 2019:1).
b. Budidaya air payau (brackishwater culture)
Budidaya air payau merupakan kegiatan produksi dengan menggunakan air
payau. Komoditas yang biasa dipelihara diantaranya bandeng dan udang
windu.
c. Budidaya air laut (mariculture)
Budidaya air laut merupakan kegiatan produksi yang dilakukan dengan
menggunakan air laut. Spesies yang dapat dipelihara yaitu ikan kerapu, ikan
kakap, dan lain-lain
2.5.2 Jenis organisme yang dipelihara
a. Fish culture
b. Shirmp culture
c. Budidaya tiram
d. Budidaya karang mutiara
e. Budidaya rumput laut
2.5.3 Tipe dan sistem akuakultur
a. Sistem kolam air tenang
Kolam air tenang merupakan wadah pemeliharaan ikan dimana air
didalamnya bersifat menggenang (stagnant). Air yang masuk ke dalam kolam
ini hanya untuk mengganti air yang hilang akibat penguapan (evaporasi) atau
rembesan (infiltrasi) sehingga tinggi permukaan air kolam dipertahankan
tetap.
b. Sistem kolam air deras
Kolam air deras (raceway) adalah kolam yang didesain untuk memungkinkan
terjadinya aliran air (flowthrough) dalam pemeliharaan ikan. Aliran air yang
melimpah dan relatif deras serta kaya akan oksigen ini penting untuk
mensuplai oksigen dalam respirasi ikan dan membuang (flushng out) limbah
metabolisme ikan, terutama amoniak. Dengan kondisi demikian, pada kolam
air deras bisa ditebar (stocking) ikan dengan padatan tinggi.

7
c. Tambak
Tambak sebenarnya adalah kolam air tenang, namun menggunakan air payau
sebagai sumber airnya. Karena menggunakan sumber air payau maka lokasi
tambak dusahaan sedekat mungkin dengan sumber air tersebut, yaitu di dekat
pantaoi dan muara sungai. Tenaga pasang surut dapat dimanfaatkan untuk
mengisi air tambak.
d. Sistem keramba
Keramba adalah budidaya berupa kandang yang terbuat dari kayu, papan atau
bambu dan ditempatkan di dasar sungai.
e. Sistem tambang (longline)
Longline adalah sistem budidaya perikanan dengan menggunakan tambang
sebagai komponen utama wadah produksi. Tambang bverfungsi sebagai
tempat untuk menambatkan komoditas budidaya perikanan baik secara
langsung maupun tidak langsung.
f. Sistem rakit
Fungsi rakit hampir sama dengan longline, yaitu sebagai tempat untuk
menambatkan komoditas budidaya perikanan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Komponen utama pada sistem ini adalah rangka (bambu,
kayu, alumunium), pelampung, jangkar, dan rumah jaga.
2.5.4 Jumlah jenis organisme
a. Monokultur
Budidaya monokultur adalah pemeliharaan ikan dalam satu wadah yang
terdiri atas satu spesies.
b. Polikultur
Budidaya ini menggunakan lebih dari satu jenis ikan dalam satu wadah
pemeliharaan. Pemilihan jenisnya harus saling menguntungkan dan tidak
bersifat predator. Contohnya ikan mujaer atau ikan nila yang dipelihara
dengan ikan gurame (Farchman dan Mulyono, 2011:14 ).
2.5.5 Sistem pengelolaan akuakultur
a. Sistem ekstensif

8
Sistem budidaya yang dilakukan dengan memanfaatka pakan alami yang ada
di kolam tanpa ada penambahan pakan buatan. Ikan di tebar di kolam alami
(kolam tanah) dan dibiarkan dampai siap panen.
b. Sistem intensif
Sistem budidaya intensif banyak diterapkan pada budidaya air tawar dan
tambak. Teknologi budidaya intensif ditandai dengan petak tambak/kolam
untuk pemeliharaan yang lebih kecil.

2.6 Macam-Macam Media Hidroponik


Hidroponik secara harfiah berarti hydro = air, dan ponic = pengerjaan.
Sehingga secara umum berarti sistem budidaya pertanian tanpa menggunakan tanah
tetapi menggunakan air yang berisi larutan nutrient. Budidaya hidroponik bisanya
dilaksanakan di dalam rumah kaca (greenhouse) untuk menjaga supaya
pertumbuhan tanaman secara optimal dan benar-benar terlindung dari pengaruh
unsur luar seperti hujan, hama penyakit, iklim, dan lain-lain. Hidroponik adalah
lahan budidaya pertanian tanpa menggunakan media tanah, sehingga hidroponik
merupakan aktivitas pertanian yang dijalankan dengan menggunakan air sebagai
medium untuk menggantikan tanah. Hidroponik juga dapat diartikan sebagai
metode bercocok tanam tanpa menggunakan media tanah, melainkan dengan
menggunakan larutan mineral bernutrisi atau bahan lainnya yang mengandung
unsur hara seperti sabut kelapa, serat mineral, pasir, pecahan batu, serbuk kayu, dan
lain-lain sebagai pengganti tanah.
Metode tanam menggunakan sistem hidroponik pastinya memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan hidroponik diantaranya; produksi tanaman
lebih tinggi dibandingkan menggunakan tanah, lebih terjamin kebebasan tanaman
dari hama dan penyakit, tanaman tumbuh lebih cepat dan pemakaian air dan pupuk
lebih hemat, kualitas daun, buah atau bunga yang lebih sempurna dan tidak kotor,
dan lain-lain. Kekurangan hidroponik diantaranya; butuh biaya untuk investasi
yang tinggi pada skala komersil, butuh perawatan intensif terhadap peralatan,
ketersediaan air harus konstan, dan lain-lain.

9
Media tanam hidroponik adalah suatu media yang terbuat dari material atau
bahan selain tanah yang digunakan sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya
akar tanaman. Media tanam hidroponik berfungsi sebagai tempat menompang
tanaman agar mampu berdiri tegak sehingga tidak mudah roboh. Media tanam yang
tepat sangat mempengaruhi hasil yang ditanam. Sebelum menggunakan media
tanam maka hal yang tidak boleh dihindari adalah kriteria dalam memilih media
tanam hidroponik. Media tanam yang baik diantaranya; media harus mampu untuk
menyimpan kandungan air, sehingga tanaman memperoleh nutrisi yang cukup dari
kandungan air yang tersimpan pada media, media memiliki struktur yang gembur,
subur, dan bisa menyerap air dengan baik, memiliki kandungan garam yang rendah,
media memiliki kandungan kapur atau unsur kalsium, tidak mudah berubah bentuk
atau tidak mudah menjadi kering saat suhu yang ada di ruangan berubah, dan lain-
lain. Macam-macam media tanam hidroponik diantaranya:
a. Media arang sekam
Media arang sekam merupakan media tanam yang mudah ditemui,
ekonomis, cukup popular digunakan oleh para petani hidroponik. Arang sekam
merupakan media tanam organik sehingga ramah lingkungan, pH netral, memiliki
daya ikat air yang cukup bagus serta aerasi yang baik, steril dari bakteri dan
cedawan. Media arang sekam umumnya digunakan untuk hidroponik tomat,
paprika, dan mentimun.
Media arang sekam mempunyai kelebihan, diantaranya; harganya relatif
murah, bahannya mudah didapat, beratnya ringan, media lebih steril, dan
mempunyai porositas yang tinggi. Selain kelebihan, media arang sekam juga
memiliki kekurangan yaitu jarang tersedia di pasaran dan hanya dapat digunakan
dua kali.
b. Media cocopeat
Media cocopeat tergolong sebagai media tanam organik. Sabut kelapa yang
pada umumnya dijumpai sebagai alat pencuci panci, dijadikan sapu, dan kesetan ini
sekarang penggunaannya mulai berkembang menjadi media tanam hidroponik yang
ditemukan pada tahun 80-an oleh Dutch Plantin. Bentuk dan tekstur cocopeat lebih

10
menyerupai serbuk kayu hasil gergaji dan lebih lembut dibandingkan media
coconut coir lainnya.
Cocopeat mampu menyerap air dengan penyerapan yang cukup
tinggi,dengan kadar keasamannya cukup stabil yaitu 5,0-6,8. Penggunaan cocopeat
harus dicampur dengan arang sekam dengan perbandingan 50:50, dengan tujuan
meningkatkan pasokan oksigen. Peningkatan oksigen akan meningkatkan aerasi
sehingga berpengaruh sangat baik terhadap pertumbuhan akar. Cocopeat diketahui
mampu menyimpan air hingga 73% atau 609 kali lipat volumenya, sehingga media
tanam ini cocok digunakan dalam hidropnik karena akan lebih hemat air karena
intensitas penyiraman dilakukan lebih jarang.
c. Media batang dan akar pakis
Media batang dan akar pakis juga tergolong dalam media tanam organik.
Batang pakis secara umum terbagi menajdi dua yakni batang pakis warna hitam dan
batang pakis warna coklat. Batang pakis warna hitam yang paling sering digunakan
sebagai media tanam. Batang pakis warna hitam berasal dari tanaman pakis yang
sudah tua. Batang pakis warna hitam lebih mudah dipotong menjadi potongan-
potongan kecil karena batangnya sudah kering. Umumnya media tanam ini
digunakan untuk menanam anggrek.
Kekurangan dari batang pakis adalah sering dijadikan semut atau binatang
kecil lainnya sebagai sarang. Keunggulan media tanam dari pakis adalah mudah
untuk mengikat iar, memeliki aerasi dan drainase yang baik, memiliki tekstur lunak
sehingga mudah ditembus oleh akar tanaman. Akan tetapi, akar pakis kurang
menyerap air sehingga dalam penggunaannya harus ditambahkan arang sekam atau
cocopeat sehingga dapat menghasilkan tanaman hidroponik yang lebih baik.
d. Media kerikil
Kerikil adalah media tanam yang cukup baik dan biasanya digunakan di
dalam pot atau vas bunga. Penggunaan kerikil sebagai media tanam sebenarnya
memiliki beberapa persamaan dengan pasir. Hal ini karena kedua jenis media tanam
ini mempunyai sifat yang sama, akan tetapi kerikil mempunyai pori-pori makro
lebih banyak daripada pasir. Kerikil biasa digunakan sebagai media tanam
hidroponik untuk membantu peredaran lautan unsur hara dan udara sehingga

11
memberikan ruang bagi akar tanaman agar dapat tumbuh pada prinsipnya tidak
menekan pertumbuhan akar.
Kerikil mempunyai sifat sulit mengikat air, mudah basah dan cepat kering
oleh karena itu bila menggunakan media tanam ini perlu dilakukan penyimpanan
secara utuh. Saat ini banyak dijumpai penggunaan kerikil sintetis. Kelebihan kerikil
sintesis dibandingkan dengan kerikil biasa adalah pada kemampuan mengikat air
dengan baik. Selain itu sistem drainase pada jenis kerikil juga sangat baik sehingga
bisa mempertahankan kelembaban dan sirkulasi udara pada media tanam.
e. Media pasir
Pasir merupakan salah satu media tanam hidroponik yang sering dijumpai
di wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara. Pasir memiliki ukuran butiran, warna,
dan bentuk beragam. Berdasarkan ukuran partikelnya, pasir dibagi menjadi
beberapa kelompok; kerikil lembut (2mm), pasir sangat kasar (1,0-2,0 mm), pasir
kasr (0,5-1,0 mm), pasie medium (0,25-0,5 mm), pasir lembut (0,1-0,25 mm), dan
pasir sangat lembut (0,05-0,1 mm). Jenis tanaman yang bisa dibudidayakan dengan
menggunakan media tanam pasir diantaranya kubis, mentimun, terong, selada,
okra, tomat, dan turnip.
Media tanam pasir biasanya digunakan untuk penyemaian benih,
penumbuhan bibit tanaman, serta penumbuhan tanaman dengan teknik stek. Sifat
pasir yang cepat kering memudahkan proses pemindahan bibit tanaman ke media
lain. Keunggulan lain dari emdia ini adalah bisa meningkatkan sistem drainase dan
aerasi pada media tanam. Penggunaan pasir harus dikombinasikan dengan media
tanam lain seperti kerikil, batu-batuan atau bisa disesuaikan dengan tanaman yang
akan dibudidayakan.
f. Media spons
Spons merupakan media tanam hidroponik yang banyak mempunyai pori
yang cukup besar sebagai saranam mengalirkan air nutrisi ke akar tanaman. Media
spons mempunyai bobot sangat ringan sehingga saat diaplikasikan akan mudah
untuk dipindahkan dan ditempatkan dimana saja. Bobot ringan yang dimiliki spons
sebagai media tanam tidak memerlukan pemberat lagi karena setelah disiram air
maka spons akan menyerap air sehingga tanaman akan menajdi tegak. Keunggulan

12
spons adalah mampu menyerap air dan menahan serapan air yang cukup tinggi
sampai waktu dua minggu dan memiliki kekebalan terhadap jamur yang beresiko
merusak tanaman. Spons dapat berfungsi sebagai media semai dan media tanam.
Hasil yang diperoleh dengan memanfaatkan media tanam hidroponik berupa spons
adalah pertumbuhan tanaman yang lebih prima. Kekurangan dari emdia tanam ini
adalah tidak tahan lama karena bahannya mudah hancur, sehingga bila spons sudah
tidak layak pakai harus segera diganti dengan baru.
g. Media kapas
Kapas merupakan media tanam yang sangat baik sebagai langkah awal
dalam penyemaian benih sebelum benih ditanam pada media tanam lain.
Penyemaian perlu dilakukan untuk tanaman yang memiliki benih kecil dan/atau
memiliki masa tanam menengah hingga panjang. Kapas memiliki daya serap
terhadap air sangat tinggi sehingga pemberian nutrisi untuk tanaman hidroponik
sangat bagus.
h. Media gabus/styrofoam
Gabus adalah jenis bahan anorganik yang dibuat dari campuran kopolimer
styrene yang dapat digunakan sebagai alternative media tanam yang disebut
“styrofoam”. Pada awalnya media tanam ini hanya digunakan sebagai aklimatisasi
bagian tanaman sebelum ditanam di lahan luas. Saat ini beberapa nursery
menggunakan gabus sebagai salah satu campuran untuk meningkatkan porositas
pada media tanam.
i. Media rockwool
Rockwool merupkan salah satu mineral fiber atau mineral wool yang sering
igunakan sebagai media tanam hidroponik. Rockwool berasal dari baru (umumnya
batu kapur, basalt, atau batu bara), kaca, atau keramik yang dilelehkan dengan suhu
tinggi kemudian ‘dipintal’ membentuk serat-serat mirip seperti membuat gula
kapas arum manis. Setelah dingin, mineral wool dipotong-potong sesuai dengan
ukuran yang diinginkan. Kegunaan media tanam dengan menggunakan rockwool
adalah dapat digunakan sebagai media semai dan media tanam.
Sebagai media tanam, rockwool memiliki kemampuan menahan air dan
udara (oksigen atau aerasi) dalam jumlah besar yang sangat dibutuhkan untuk

13
pertumbuhan akar dan penyerapan nutrisi pada metode hidroponik. Struktur serat
alami yang dimiliki rockwool juga sangat baik untuk menopang batang dan akar
tanaman sehingga dapat tegak dengan stabil. Media tanam rockwool mempunyai
kelebihan diantaranya; ramah lingkungan, tidak mengandung pathogen, mampu
menampung air 14 kali kapasitas tamping tanah, dapat meminimalkan penggunaan
disinfektan, dan dapat mengoptimalkan peran pupuk. Kekurangan rockwool yaitu;
memiliki massa jenis yang ringan, adanya angin dapat menerbangkan rockwool,
dan rockwool cenderung memiliki pH tinggi bagi beberapa jenis tanaman sehingga
memerlukan perlakuan khusus sebelum rockwool dijadikan sebagai media tanam.
j. Media moss
Moss tergolong media tanam hidroponik organik paling bagus. Media tanam
ini diperoleh dari akar paku-pakuan atau bisa juga ditemukan di kawasan hutan.
Moss biasanya digunakan sebagai media tanam saat memasuki masa penyemaian
benih hingga masa pembungaan. Keunggulan media tanam moss yaitu; memiliki
banyak rongga membuat kaar lebih leluasa untuk tumbuh dan berkembang, mampu
mengikat air, dan memiliki sistem aerasi dan drainase yang baik. Penanaman
hidroponik dengan moss sebagai media tanam akan mendapatkan hasil lebih
sempurna bilamana sipadukan dengan media tanam lain seperti kulit kayu dan daun
kering.
k. Media hydroton
Hydroton merupakan media tanam hidroponik yang sedang terkenal di
Negara Jerman. Bentuknya bulat dan tidak memiliki sudut maka akan menjamin
tanaman tidak akan rusak karena bersentuhan dengan hydroton. Bahan dasar
hydroton adalah tanah liat yang sudah dikeringkan dengan cara pemanasan dan
dibentuk menjadi bulatan kecil dengan diameter 1-2,5 cm. hydroton memiliki pH
yang stabil dan netral. Hydroton dapat digunakan berulang kali, yaitu dengan cara
mencuci hingga bersih yang dapat menghilangkan kotoran seperti lumut yang
menempel pada sisi bagian hydroton.
Keunggulan dari media tanam hydroton yaitu; tingkat porositas yang tinggi
sehingga jarang terjadinya penyumbatan, mampu mempertahankan akar tanaman
untuk selalu beroksidasi, ramah lingkungan dan dapat diperbarui, dapat digunakan

14
kembali, mudah penggunaannya, dan koloni yang baik untuk populasi mikroba.
Kelemaha dari media ini adalah; hydroton memiliki daya ikat air yang rendah, harga
hydroton relative mahal, dan dapat mengakibatkan penyumbatan pada pipa.
l. Perlite
Perlite adalah sejenis bebatuan yang berwarna putih dan berasal dari batu
silica yang telah dipanaskan dengan suhu yang sangat tinggi. Media perlite dalam
penggunaannya sebaiknya ditambah media lain seperti cocopeat. Kelebihan media
perlite diantaranya; memiliki aerasi yang cukup bagus, memiliki pH yang netral
atau stabil, memiliki berat yang ringan seperti gabus, dan memiliki daya serap yang
tinggi.
m. Media vermiculite
Vermikulit merupakan media anorganik steril yang dihasilkan dari
pemansan kepingan mika serta mengandung potassium dan helium. Media tanam
ini merupakan jenis media tanam yang memilki kemampuan kapasitas kation yang
cukup tinggi terutama ketika dalam keadaan padat dan basah. Vermikulit bisa
menurunkan berat jenis dan meningkatkan daya serap air ketika digunakan sebagai
campuran pada media tanam. Vermikulit memiliki daya serap yang lebih tinggi dan
bobot yang lebih berat dibandingkan perlite. Bentuk vermikulit seperti kerang laut.
n. Media pumice
Pumice adalah media tanam hidroponik yang dapat menopang dalam
pembudidayaan tanaman. Jenis media tanam yang satu ini berasal dari batuaan jenis
basal hasil letusan gunung berapi. Pumice mempunyai warna putih pucat seperti
kapur. Kemampuan mengikat air pada pumice hampir sama dengan kerikil,
sehingga dalam pengaplikasian pumice sebaiknya dicampur dengan media tanam
lain seperti arang sekam bakar atau vermikulit.
o. Hydrogel
Hydrogel merupakan kristal polimer yang biasa digunakan sebagai media
tanam bagi tanaman hidroponik. Penggunaan media tanam jenis ini sangat mudah
dan efisien karena tidak perlu mengganti, menyiram, atau memupuk. Hydrogel pada
umumnya media tanam hidroponik bukan untuk pembudidayaan. Biasanya
digunakan untuk menanam tanaman hias di dalam ruangan, karena hydrogel

15
memiliki berbagai warna dan berbentuk. Hampir semua jenis tanaman indoor bisa
ditanam di dalam media ini contohnya anthurium dan philodendron. Tetapi jenis
media tanam ini tidak cocok untuk tanaman yang memiliki akar keras seperti
tanaman bonsai dan adenium. Keunggulan lain dari media tanam gel adalah tetap
terlihat cantik meskipun bersanding dengan media lain.

2.7 Metode yang Digunakan dalam Hidroponik


Beberapa metode hidroponik yang sering digunakan, antara lain:
1. Sistem sumbu (wick system)
Sistem sumbu (wick system) merupakan salah satu sistem yang paling
sederhana dari semua sistem hidroponik karena tidak memiliki bagian yang
bergerak sehingga tidak menggunakan pompa atau listrik. Sistem sumbu
merupakan sistem pasif dalam hidroponik karena akar tidak bersentuhan langsung
dengan air. Dinamakan sistem sumbu karena dalam pemberian asupan nutrisi
melewati akar tanaman disalurkan dengan media atau bantuan berupa sumbu.
Beberpa bahan umum yang digunakan untuk sistem sumbu seperti kain flannel, tali
fibrosa, jenis propylene, sumbu obor tiki, tali rayon atau mop helai kepala, benang
poliuretan dikepang, wol tebal, tali wol atau strip, tali nilon, tali kapas, stripe kain
dari pakaian atau selimut tua.
Keunggulan dari sistem sumbu diantaranya; biaya untuk mengumpulkan
bahan yang diperlukan tergolong sangat murah , bentuk yang sederhana dan
pembuatannya yang mudah memugkinkan hidroponik sistem sumbu dapat
dilakukan bagi pemula, frekuensi penambahan nutrisi lebih jarang dikarenakan
menggunakan sumbu sebagai media penyalur nutrisi, tidak tergantung listrik
sehingga biaya relative lebih murah, dan mudah untuk dipindahkan. Kekurangan
dari sistem sumbu yaitu; jumlah tanaman yang dihidroponikkan apabila berjumlah
banyak maka akan sedikit sulit dalam mengontrol pH air, dan hanya cocok untuk
jenis tanaman yang tidak memerlukan banyak air karena kemampuan kapiler sumbu
dalam menyalurkan nutrisi bersifat terbatas.
Prinsip kerja sistem sumbu (wick system) menggunakan prinsip kapilaritas,
yaitu dengan menggunakan sumbu sebagai penyambung atau jembatan pengalir air

16
nutrisi dari wadah penampung air ke akar tanaman. Sumbu yang digunakan dalam
sistem ini biasanya berupa kain flanel atau bahan lain yang dapat menyerap air.
2. Sistem rakit apung (water culture system)
Sistem rakit apung (water culture system) merupakan cara bercocok tanam
hidroponik modern yang dikembangkan oleh Massantini pada tahun 1976 di Italia
dan Jensen tahun 1980 di Arizona. Sistem rakit apung adalah sistem paling
sederhana dari semua sistem hidroponik aktif, cukup mudah digunakan karena tidak
membutuhkan alat yang terlalu banyak, yang dibutuhkan box atau wadah yang
terbuat dari bahan plastikm Styrofoam, dan aerator.
Kelebihan sistem rakit apung yaitu: biaya pembuatan yang murah, bahan
yang diperlukan untuk pembuatan mudah dan dicari di lingkungan sekitar,
perawatannya tidak sulit, tidak bergantung pada ketersediaan listrik sehingga bisa
lebih hemat pengeluaran, dan lebih hemat air dan nutrisi. Kekurangan dari sistem
rakit apung anatra lain; rancangan hidroponik tanaman dengan sistem rakit apung
lebih cocok dilakukan di dalam ruangan, bukan ditempatkan di luar ruangan., akan
tanaman lebih rentan mengalami pembusukan karena terus tergenang dalam air
larutan nutrisi, dan kadar oksigen yang sedikit.
Prinsip kerja sistemrakit apung hampir sama dengan sistem sumbu, yaitu
berupa sistem statis dan sistem hidroponik sederhana. Perbedaannya dalam sistem
ini tidak menggunakan sumbu sebagai kapiler air, tetapi media tanam dan akar
tanaman langsung menyentuk air nutrisi. Sistem rakit apung penggunaan airnya
lebih banyak dari sistem sumbu. Sistem rakit apung dapat digunakan untuk tanaman
sayuran yang membutuhkan air banyak dengan jangka waktu tanam relative singkat
seperti kangkung, caisim, pakchoy, dan petsai.
3. Sistem NFT (Nutrient Film Technique System)
Sistem NFT pertama kali dikembangkan oleh Dr. A. J. Cooper di
Greenhouse Crops Research Institute, Inggris. Konsep dasar NFT ini adalah suatu
metode budidaya tanaman dengan akar tanaman tumbuh pada lapisan nutrisi yang
dnagkal dan tersirkulasi sehingga tanaman dapat memperoleh cukup air, nutrisi, dan
oksigen.

17
Tanaman tumbuh dalam lapisan polyethylene dengan akar tanaman
terendam dalam air yang berisis larutan nutrisi yang disirkulasikan secara terus-
menerus dengan pompa. Daeraah perakaran dalam larutan nutrisi dapat
berkembang dan tumbuh dalam larutan nutrisi dangkal sehingga bagian atas akar
tanaman berada di permukaan antara larutan nutrisi dan Styrofoam, adanya bagian
akar dalam udara ini memungkinkan oksigen masih bisa terpenuhi dan mencukupi
untuk pertumbuhan secara normal. Nutrisi yang disediakan untuk tanaman akan
diterima oleh akar secara terus-menerus menggunakan pompa air yang ditemoatkan
pada penampung nutrisi yang disusun sedemikian rupa agar pengaliran menjadi
efektif. Juga diperlukan timer untuk mengatur air yang mengalir, dan aerator yang
menunjang pertumbuahn akar.
Kelebihan sistem NFT diantaranya; sangat cocok untuk tanaman yang
membutuhkan banyak air, karena sistem NFT akan membuat aliran air dapat
terpenuhi dengan mudah, stabil, dan baik sehingga memungkinkan akar tanaman
untuk menyerap nutrisi lebih banyak sehingga terjadi proses fotosintesis yang lebih
baik, dengan sistem NFT maka masa tanam tanaman menjadi lebih singkat
sehingga melakukan penanaman tanaman lebih banyak dibanding sistem
hidroponik konvensional, dengan cara bercocok tanam hidroponik NFT dapat
memperoleh untung lebih besar karena dalam satu waktu bisa panen hasil berkali-
kali, perawatan, pengontrolan, dan pemantauan aliran maupun kondisi nutrisi lebih
mudah dikarenakan nutrisi ditempatkan dalam satu tempat atau wadah sehingga
tidak perlu mengecek berulang kali, sistem NFT mendapatkan aliran yang
stabildalam satu jalur nutrisi sehingga kondisi nutrisi di semua bagian menjadi
seragam. Kekurangan dari sistem NFT ini diantaranya; perlengkapan untuk
membuat hiroponik tergolong snagat mahal meskipun banyak alternative yang bisa
digunakan, tidak cocok untuk pemmula karena NFT membutuhkan ilmu,
kemampuan, dan ketelitian agar dapat berhasil, bergantung pada listrik, dan rentan
terhadap penyakit apabila beberapa tanamn terkena penyakit.
4. Sistem irigasi tetes (drip irrigation system)
Sistem irigasi tetes atau drip sistem adalah salah satu sistem hidroponik yang
menggunakan teknik yang menghemat air dan pupuk dengan meneteskan larutan

18
perlahan langsung pada akar tanaman. Sistem irigasi tetes disebut juga sistem
fertigasi karena pengairan dan pemberian nutrisi dilakukan secara bersamaan.
Sistem irigasi tetes bisa dirancang sesuai kebutuhan dan lahan, bisa dari skala kecil
mapun skala besar. Akan tetapi leih efektif cara ini untuk tanaman yang agak besar
yang membutuhkan ruang yang lebih untuk pertumbuhan akar.
Kelebihan sistem irigasi diantaranya; waktu pemberian nutrisi harus sesuai
dengan umur tanaman, akar tanaman lebih mudah tumbuh dan berkembang,
terjamin kebersihan dan bebas dari penyakit, dan penggunaan nutrisi atau pupuk
yang tepat. Kekurangan sistem irigasi tetes yaitu; modal yang digunakan untuk
menyiapkan instrument atau komponen perancang relative tinggi, diperlukan
wawasan lebih luas dan mendalam mengenai tanaman, perwatan harus intensi, dan
apabila ada masalah dalam pengairan maka akan berpengaruh terhadap hasil
pertanian.
Sistem irigasi tetes ada 2 cara tetes yaitu Roating Drip System (sistem tetes
putar) dan Statis Drip System (sistem tetes statis/nonsirkulasi). Sistem tetes
putar/sirkulasi/rotasi pada prinsipnya mengalirkan nutrisi ke tanaman di netpot
secara berulang memakai air yang dialirkan dari penampungan ke tanaman dan
kembali ke penampungan. Kelemahan dari drip sistem ini adalah pH air yang
cenderung berubah pada kurun waktu tertentu, maka harus dilakukan pengecekan
pH air secara rutin agar tidak merusak tanaman. Hidroponik sistem tetes non-
sirkulasi bekerja dengan prinsip tetes tapi air yang digunakan tidak kembali ke
penampungan, melainkan hanya dialirkan ke tanaman saja.
Prinsip irigasi untuk mendistribusikan nutrisi menggunakan selang dengan
didorong oleh pompa yang telah dipasang timer sebagai pengatur. Nutrisi diteteskan
di dekat tanaman sehingga media tanam dan akar akan cepat basah sehingga nutrsi
lebih efektif diserap oleh akar. Sedangkan tanaman ditempatkan pada media tanam
yang ditempatkan pada pot.
5. Sistem pasang surut (ebb and flow system)
Ebb and Flow System atau disebut juga Flood and Drain System atau Sistem
Pasang Surut merupakan salah satu sistem hidroponik dengan prinsip kerja yang
cukup unik. Dalam sistem hidroponik ini, tanaman mendapatkan air, oksigem. Dan

19
nutrisi melalui pemompaan dari bak penampung yang dipompakan ke media yang
nantinya akan dapat membasahi akar (pasang). Selang beberapa waktu air bersa
dengan nutrisi akan turun kembali menuju bak penampung (surut). Waktu pasang
dan surut menggunakan timer sesuai kebutuhan tanaman sehingga tanaman tidak
akan tergenang atau kekurangan air.
Prinsip kerja sistem ini ada dua fase, yaitu fase pasang dimana tanaman
dibanjiri larutan nutrisi, dan fase surut dimana tanaman tidak dibanjiri larutan
nutrisi (nutrisi disurutkan). Sistem seperti ini umumnya dilakukan dengan pompa
air yang dibenamkan dalam larutan nutrisi (submerged pump) yang dihubungkan
dengan timer (pengatur waktu). Ketika timer menghidupkan pompa, larutan nutrisi
akan dipompa ke grow tray (kerangjang/tempat/pot tanaman). Ketika timer
mematikan pompa air, larutan nutrisi akan mengalir kembali ke bak penampungan.
Teknik ini menggunakan sistem sirkulasi yaitu larutan nutrisi yang telah digunakan
akan digunakan kembali secara berulang-ulang. Dalam melakukan sirkulasi
dilakukan dengan cara bertahap, menggunakan irigasi yang memungkinkan untuk
pasang dan surut.
Keunggulan dari sistem pasang surut ini diantaranya; tanaman mendapat
suplai iar, oksigen, dan nutrisi secara periodik, suplai oksigen lebih baik karena
terbawa air pasang dan surut, dan mempermudah perawatan karena tidak perlu
melakukan penyiraman. Kekurangan dari sistem ini yaitu; biaya pembuatan cukup
mahal, tergantung pada listrik, dan kualitas nutrisi yang sudah dipompakan berkali-
kali tidak senaik awalnya.
6. Teknik aeroponik
Teknik menanam tanaman dengan aeroponik berasal dari kata ‘aero’ yang
berarti udara dan ‘phonic’ yang berarti cara menanan. Jadi, aeroponik merupakan
cara bertanam dengan media perkarannya udara. Sistem aeroponik merupakan cara
bercocok tanam dengan menyemprotkan nutrisi ke akar tanaman. Nutrisi yang
disemprotkan mempunyai bentuk seperti kabut. Aeroponik adalah suatu sistem
penanaman sayuran yang paling baik dengan menggunakan udara dan ekosistem
air tanpa menggunakan tanah. Desain aeroponik merupakan desain yang paling
canggih dari semua sistem hidroponik. Akar tanaman menggantung ke dalam

20
wadah dan hara disemprotkan terus-meneurs dengan semburan bergantian secara
kontinu (misalnya satu menit “on” satu menit “off”).
Proses pengkabutan berasal dari sebuah pompa air yang diletakkan di bak
penampungan dan disemprotkan dengan menggunakan nozzle, sehingga dengan
begitu nutrisi yang diberikan ke tanaman akan lebih cepat diserap akar tanaman
yang menggantung. Sistem aeroponik merupakan langkah yang tepat dan baik
dalam pembudidayaaan tanaman sebab dari teknik ini tanaman akan mendapatkan
dua hal yaitu nutrisi serta oksigen secara bersamaan.
Kelebihan dari sistem aeroponik ini diantaranya; mampu mengendalikan
akar tanaman, mampu memenuhi kebutuhan air dengan baik dan mudah,
keseragaman nutrisi dan juga kadar konsentrasi nutrisi dapat diatur sesuai dengan
umur dan jenis tanaman, tanaman dapat diproduksi hingga beberapa kalo dengan
periode yang pendek, dan dapat dijadikan sebagai media eksperimen sebab adanya
variabel yang dapat dikontrol sehingga dapat memungkinkan hasil tanaman high
planting density. Kelemahan dari sistem ini yaitu; memerlukan investasi dan biaya
perawatan yang sangat mahal, sangat tergantung pada energi listrik, dan mudah
terserang penyakit apabila tidak dirawat dengan baik dan benar.
Prinsip kerja sistem aeroponik yaitu penggunaan sprinkler dapat menjamin
ketepatan wkatu penyiraman, jumlah air dan keseragaman distribusi air di
permukaan akar tanaman secara terus-menerus selama pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Cara tersebut ddapat menciptakan uap iar di udara
sekeliling tanaman serta memberikan lapisan air pada akar, sehingga menurunkan
suhu sekitar daun dan mengurangi evatranspirasi. Sistem pancaran dan pengabutan
dapat diatur secara bergantian nyala-mati (on-off) bergantian menggunakan timer.
Pemompaan dilakukan selama 15-20 menit.

2.8 Sistem Produksi pada Hidroponik


Bahan tanam pada sistem produksi dibagi dalam 2 kelompok yaitu generatif
dan vegetatif. Cara generatif dilakukan dengan menggunakan biji, sedangkan cara
vegetatif dengan sambungan (grafting/entring) atau stek (cutting). Untuk sayuran
umumnya adalah secara generatif menggunakan biji yang dapat ditanam secara

21
langsung maupun dengan persemaian. Secara langsung yaitu biji yang siap ditanam,
atau sebagai benih, langsung disebar pada lahan atau areal pertanaman. Persemaian
atau pembibitan yaitu menanam benih pada tempat khusus terlebih dahulu sampai
pada umur tertentu tergantung dari jenis tanamannya. Biasanya benih untuk
persemaian ini berasal dari sayuran yang berbiji halus. Secara umum tujuan dari
persemaian ini adalah untuk memperoleh bibit yang baik dan seragam. Namun tidak
begitu saja usaha persemaian ini selalu berhasil baik, disini sangat diperlukan
perawatan dan pengawasan sampai pada tahap pemindahan bibit.
Untuk memulai proses penanaman membutuhkan antara lain benih
tanaman, netpot, media tanam (rockwool/perlite/cocopeat), sumbu (pada beberapa
teknik) dan nutrisi. Penanaman menggunakan benih secara langsung dilakukan
dengan cara memasukan benih ke dalam media tanam dengan menggunakan pinset.
Setelah itu netpot hidroponik diletakan di dalam set hidroponik yang digunakan.
Penanaman menggunakan bibit dilakukan dengan cara mengambil bibit secara hati-
hati dari wadah pembibitan, kemudian bagian akar diselimuti menggunakan media
tanam, dan selanjutnya diletakan ke dalam set pot yang telah diatur pada set
hidroponik.
Menurut Roidah (2014) sistem dari tanaman hidroponik ini adalah sebagai
berikut:
1. Memberikan bahan makanan dalam larutan mineral atau nutrisi yang
diperlukan tanaman dengan cara siram atau diteteskan
2. Melalui teknik ini dapat dipelihara lebih banyak tanaman dalam satuan ruang
yang lebih sempit. Bahkan, tanpa media tanah dapat dipelihara sejumlah
tanaman lebih produktif
3. Sistem dari tanaman hidroponik ini harus bebas pestisida sehingga tidak ada
serangan hama dan penyakit
4. Aeroponik adalah modifikasi hidroponik terbaru, tanaman diletakkan diatas
Styrofoam hingga akarnya menggantung
Pada prinsipnya tanaman dapat hidup di tanah karena tersedianya nutrisi dan
jika nutrisi tersebut dapat disediakan dalam air dengan perlakuan maka tanaman
juga dapat hidup dan memberikan hasil yang sama. Faktor nutrisi menjadi salah

22
satu faktor penentu yang paling penting dari hasil dan kualitas tanaman. Dari
beberapa hasil penelitian sebelumnya bahwa nutrisi dalam proporsi yang tinggi
tidak dimanfaatkan oleh tanaman dan juga tidak mempengaruhi produksi tanaman.
Larutan nutrisi dengan konsentrasi tinggi menyebabkan penyerapan nutrisi yang
berlebihan dan dapat menyebabkan kecacunan pada tanaman, walaupun beberapa
penelitian menyebutkan ada juga pengaruh positif seperti pembungaan yang lebih
cepat pada Salvia sp. atau meningkatnya berat kering buah, berat total buah dan
jumlah lycopene pada tomat.
Sistem budidaya tanaman secara hidroponik memerlukan perawatan
tanaman yang intensif. Oleh karena itu kegiatan perawatan dan pemeliharaan
tanaman merupakan hal yang sangat pentik dalam budidaya tanaman secara
hidroponik. Beberapa kegiatan yang perlu diperhatikan adalah memastikan kondisi
tanaman dan nutrisi tanaman yang digunakan sesuai dengan kebutuhan tanaman,
terutama kondusi nilai pH larutan, EC larutan nutrisi, dan suhu. Ketiga hal ini
merupakan hal yang sangat vital dalam pertumbuhan tanaman yang tidak
menggunakan media tanam tanah dalam produksi tanaman. Maka dari itu
perawatan dan pengawasan atau monitoring keadaan tanaman harus dilakukan
setiap hari. Kelembaban yang tinggi (> 80%) memicu perkembangan jamur patogen
yang menyerang tanaman. Menjaga aerasi dan sanitasi di lingkungan hidroponik
juga menjadi syarat penting agar tanaman tumbuh baik.
Berikut ini beberapa kegiatan perawatan dan pemeliharaan yang perlu
dilakukan dalam produksi tanaman secara hidroponik:
1. Pengukuran pH nutrisi
pH penting diketahui untuk mengatur serapan unsur hara tanaman agar tidak
terjadi defisiensi. Kadar nutrisi dalam larutan dapat diukur dengan TDS (Total
Dissolved Solids) atau PPM (Parts Per Millions). Hasil pengukuran menunjukkan
nilai EC larutan yang sangat menentukan kecepatan metabolisme tanaman yaitu
jika nutrisi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman.
2. Pengendalian hama dan penyakit
Hama yang sering menyerang tanaman hidroponik adalah kutu putih, kutu
Aphid, siput, lalat pengorok daun dan semut. Jenis penyakit pada tanaman

23
hidroponik umumnya sama dengan tanaman yang dibudidayakan di tanah.
Penyebab penyakit disebabkan oleh jamur, bakteri dan virus yang ditularkan
melalui vektor serangga ataupun penggunaan alat-alat tanam yang terkontaminasi.
Gulma bukan merupakan masalah karena teknik hidroponik meminimalisir
tumbuhnya gulma.
3. Penyulaman
Penyulaman dilakukan untuk menyamakan tinggi tanaman dan umu
tanaman pada saat panen atau juga mengganti tanaman yang rusak dan mati agar
pertumbuhannya seragam.
4. Perawatan jaringan irigasi
Perawatan jaringan irigasi sistem hidroponik atau pengontrolan instalasi ini
dilakukan untuk menjaga kelancaran pemberian nutrisi apabila terjadi kerusakan
yang mengganggu pertumbuhan. Perawatan ini dilakukan dengan mengontrol pipa-
pipa, apakah alirannya lancer atau ada yang terhambat.
5. Panen dan pasca panen
Masing-masing komoditas memiliki umur panen dan perlakuan panen yang
berbeda. Untuk skala bisnis sangat penting untuk memperhatikan waktu panen dan
penanganan pascapanen yang tepat.

2.9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman Secara


Hidroponik
Terdapat beberapa faktor penentu pertumbuhan pada tanaman hidroponik,
diantaranya adalah air, oksigen, cahaya, suhu, dan nutrisi mineral. Berikut ini
adalah uraian faktor-faktor tersebut:
1. Air
Kualitas air dalam tanaman hidroponik dapat menjadi masalah serius karena
air dengan kadar garam tinggi dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kandungan
nutrisi dan gangguan pertumbuhan tanaman.
2. Oksigen
Selain digunakan untuk respirasi, oksigen juga digunakan dalam sistem
perakaran, yaitu untuk menyerap air dan unsur hara. Pada tanaman hidroponik,

24
pasokan oksigen yang larut dalam air akan cepat terkuras dan berkurang drastis saat
suhu air terlalu tinggi. Akar menjadi rusak atau mati ketika kebutuhan oksigen tidak
terpenuhi.
3. Cahaya
Umumnya,jenis tanaman sayuran daun, buah, dan bunga memerlukan 8-10
jam sinar matahari langsung setiap harinya agar menghasilkan kualitas tanaman
yang baik. Namun, ada juga beberapa tanaman yang justru tidak dapat terkena terik
panas matahari.
4. Suhu
Tanaman akan dapat tumbuh dengan baik hanya dalam rentang suhu
terbatas. Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mengakibatkan
pertumbuhan tanaman yang terganggu, sehingga mengurangi prosuktivitas tanaman
tersebut. Umunya suhu ideal tanaman hidroponik adalah 23-26˚C.
5. Nutrisi mineral
Tanaman memerlukan pasokan mineral tertentu melalui akar untuk dapat
bertahan hidup. Pada metode hidroponik, unsur-unsur penting yang dibutuhkan
dibuat dari garam-garam mineral yang telah dimurnikan, sehingga larut dalam air
dan diukur keseimbangannya.
6. Unsur hara
Pemberian unsur hara yang teratur sangat penting bagi tanaman hidroponik,
karena media hanya berfungsi sebagai penopang tanaman dan sarana meneruskan
larutan atau air yang berlebihan. Larutan nutrisi yang berisi unsur hara tersedia bagi
tanaman pada pH 5.5-7.5, tetapi yang terbaik adalah 6.5. pada kondisi ini unsur hara
dalam keadaan tersedia bagi tanaman. Unsur hara makro dibutuhkan dalam jumlah
besar dan konstentrasi tinggi, seperti N, P, K, Ca, Mg, S. Sedangkan unsur hara
mikro hanya diperlukan dalam konsentrasi rendah, seperti Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo,
dan Cl.
7. Nitrogen
Fungsi nitrogen untuk tanaman diantaranya, merangsang pertumbuhan
tanaman secara keseluruhan, sintesa asam amino dan protein dalam tanaman,
merangsang pertumbuhan vegetative, dsb.

25
8. Fosfor
Fungsi fosfor untuk tanaman diantaranya, untuk pengangkutan energi hasil
metabolism dalam tanaman, merangsang pertumbuhan pembungaan dan
pembuahan, merangsang pertumbuhan akar, dan merangsang pembentukan biji.
9. Kalium
Kalium merupakan unsur hara yang digunakan untuk kekebalan tanaman
sehingga ia berperan penting dalam produksi tanaman karena mampu menjaga
kondisi tanaman kebal dari serangan penyakyit. Fungsi lain dari kalium untuk
tanaman diantaranya, memperkuat bagian kayu tanaman, meningkatkan kualitas
buah, menambah ketahanan terhadap hama, penyakit, serta kekeringan.

2.10 Jenis-Jenis Tanaman yang Dikembangkan Secara Hidroponik


Hampir semua jenis tanaman bisa dianaman dengan menggunakan sistem
hidroponik. Namun biasanya masyarakat banyak yang menanam tanaman semusim.
Golongan tanaman hortikultura yang biasa ditanam dengan media tersebut,
meliputi: tanaman sayur, tanaman buah, tanaman hias, dan tanaman obat–obatan.
Sedangkan jenis tanaman yang dapat ditanam dengan sistem hydroponik antara lain
bunga (misalnya : krisan, gerberra, anggrek, kaktus), sayur – sayuran ( misal:
selada, sawi, tomat, wortel,asparagus, brokoli, cabe, terong),buah – buahan ( misal:
melon, tomat,mentimun,semangka, strawberi ) dan juga umbi – umbian (Roidah,
2014).

2.11 Kelebihan dan Kekurangan Hidroponik


Budidaya tanaman hidroponik merupakan salah satu cara mengembangkan
tanaman dengan teknik yang tanpa menggunakan tanah. Sama halnya dengan
sistem tanam yang lain, budidaya dengan sistem hidroponik memeiliki beberapa
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurangan tersebut yaitu tanaman yang
dihasilkan dari budidaya dengan sistem hidroponik lebih sehat karena bertanaman
dengan sistem hidroponik tidak menggunakan pestisida seperti pada pertanian pada
tanah. Hal ini dapat dicapai dengan menempatkan tanaman hidroponik pada
greenhouse. Kelebihan yang lain yaitu petani dengan sistem hidroponik tetap bisa

26
berproduksi meskipun kondisi tanah sedang tidak baik atau tercemar, karena
bertanam dengan sistem hidroponik tidak bergantung pada kondisi tanah. Hal ini
menjadi kelebihan tersendiri bagi sistem hidroponik dibandingkan dengan sistem
lain. Di beberapa tempat banyak lahan kosong, tetapi tidak dapat ditanami karena
beberapa alasan seperti tanah berpasir, berbatu atau tanah tercemar (Setiawan,
2017: 9-10).
Hidroponik bersifat fleksibel karena dapat diterapkan pada berbagai
kondisi. Sebagai contoh daerah perkotaan dengan penduduk yang padat dan lahan
sempit, hidroponik dapat dilakukan di teras rumah, tanam dalam ruang, di depan
jendela, di dapur atau di atap rumah. Hidroponik memungkinkan larutan nutrisi
yang digunakan dijamin seimbang sehingga mudah dikontrol. Pada sistem
hidroponik akan lebih mudah menambahkan atau mengurangi unsur hara. Selain
itu, pengontrolan pH atau tingkat keasaman juga mudah dilakukan sehingga nilai
pH optimum untuk pertumbuhan tanaman dapat dipertahankan. Hidroponik
menghasilkan produk sayur atau tanaman lainnya yang seragam, karena media
tanam yang digunakan lebih stabil dan sistem irigasi serta sirkulasi nutrisi bersifat
standar. Hal ini sulit terjadi pada sistem konvensional dengan media tanah yang
seringkali bervariasi karakter fisik, biologi dan kimianya. . Kekurangan hidroponik
diantaranya; butuh biaya untuk investasi yang tinggi pada skala komersil, butuh
perawatan intensif terhadap peralatan, ketersediaan air harus konstan, dan lain-lain.

27
BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah:
3.1.1 Akuakultur merupakan suatu proses pembiakan/ pembudidayaan organisme
perairan dimulai dari proses produksi, penanganan hasil hingga pemasaran.
Kegiatan ini merupakan upaya produksi biota maupun organisme perairan.
3.1.2 Unsur-unsur yang dapat mempengaruhi produktivitas mulai dari masalah air
sebagai tempat hidup komoditi yang dikembangkan, kondisi mahkluk hidup,
bibit, pemenuhan nutrisi tambahan, teknologi pemacu pertumbuhan dan
peningkatan daya tahan, serta skala usaha yang optimal.
3.1.3 Penerapan budidaya dengan sistem TA diyakini akan lebih menjamin
keberlangsungan usaha suatu budidaya ikan. Sebagai contoh penggunaan
sistem terpadu UGADI (udang galah dan padi) dan benih udang galah
GIMacro II.
3.1.4 Sumber pangan yang berasal dari hasil produksi akuakultur lebih mudah
untuk diproduksi masal, melalui pengelolaan secara bertanggungjawab dan
berkelanjutan serta berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Dengan begitu,
di satu sisi kebutuhan pangan akan mampu tercukupi, dan di sisi lain akan
berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
3.1.5 Ruang lingkup akuakultur terdiri dari sumber air (budidaya air tawar, payau,
dan laut), jenis organisme yang dipelihara (fish culture, shrimp culture,
budidaya tiram, budidaya karang mutiara, dan budidaya rumput laut), tipe dan
sistem akuakultur (sistem kolam air tenang, deras, tambak, sistem keramba,
tambang, rakit), jumlah jenis organisme (monokultur dan polikultur), sistem
pengelolaan akuakultur (sistem ekstensif dan intensif).
3.1.6 Media yang dapat digunakan dalam sistem hidroponik yaitu media arang
sekam, cocopeat, batang dan akar pakis, kerikil, pasir, spons, kapas,
gabus/styrofoam, rockwool, moss, hydrpton, perlite, vermiculite, pumice, dan
hydrogel.

28
3.1.7 Metode yang digunakan dalam penanaman secara hidroponik adalah sistem
sumbu, rakit apung, NFT, irigasi tetes, pasang surut, dan aeroponik.
3.1.8 Sistem produksi pada hidroponik dapat dilakukan dengan perawatan dan
pemeliharaan yang meliputi pengukuran pH nutrisi, pengendalian hama dan
penyakit, penyulaman, perawatan jaringan irigasi, panen dan pasca panen.
3.1.9 Faktor penentu pertumbuhan pada tanaman hidroponik yaitu air, oksigen,
cahaya, suhu, dan nutrisi mineral.
3.1.10 Jenis-jenis tanaman yang dapat dikembangkan secara hidroponik yaitu
bunga, sayur-sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian.
3.1.11 Salah satu kelebihan hidroponik yaitu hidroponik bersifat fleksibel karena
dapat diterapkan pada berbagai kondisi, seperti daerah perkotaan dengan
penduduk yang padat dan lahan sempit serta kekurangannya yaitu butuh
perawatan intensif terhadap peralatan dan ketersediaan air harus konstan.

3.2 Saran
Budidaya ikan dengan cara akuakultur merupakan cara yang tepat untuk
menanggulangi kerusakan sumber daya perikanan. Selain itu untuk tanaman, dalam
membudidayakan tanaman yang hemat tempat dapat menggunakan penanaman
menggunakan cara hidroponik, tetapi perlu diperhatikan tanaman apa yang akan
dikembangkan, media yang dapat digunakan, metode apa yang akan digunakan,
bagaimana sistem produksi yang harus dilakukan, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas tanaman.

29
DAFTAR PUSTAKA

Cocon. 2019. Akuakultur dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta:


KRP Press.
Dwi, E. D. S. 2004. Pengetahuan dasar akuakultur. Oseana 1(1): 27-32.
Farchman, M. dan Mulyono, M. 2011. Dasar-Dasar Budidaya. Jakarta: STP Press.
Hendra, Setiawan. 2017. Kiat Sukses Budidaya Cabai Hidroponik. Yogyakarta: Bio
Genesis.
Muchlisin, Z.A. 2019. Pengantar Akuakultur. Banda Aceh : Syiah Kuala
University Press.
Mulasari, S. A. 2018. Penerapan teknologi tepat guna (penanam hidroponik
menggunakan media tanam) bagi masyarakat sosrowijayan yogyakarta.
Jurnal Pemberdayaan: Publikasi Hasil Pengabdian Kepada Masyarakat.
2(3): 425-430.
Mulyono, M., dan L. B. Ritonga. 2019. Kamus Akuakultur: Budidaya Perikanan.
Jakarta: STP Press Jakarta.
Nugroho, E. dan Joni H. 2017. Budidaya Lele Dengan Sistem Total Akuakultur.
Jakarta : Penebar Swadaya.
Phillips M, Henriksson PJG, Tran N, Chan CY, Mohan CV, Rodriguez U-P, Suri
S, Hall S dan Koeshendrajana S. 2016. Menjelajahi Masa Depan Perikanan
Budidaya Indonesia. Penang, Malaysia: WorldFish.
Roidah, I.S. 2014. Pemanfaatan lahan dengan menggunakan sistem hidroponik.
Jurnal Universitas Tulungagung Bonorowo. 1(2):43-50.
Rustadi. 2019. Manajemen Akuakultur Tawar. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Setiawan, Hendra. 2017. Kiat Sukses Budidaya Cabai Hidroponik. Yogyakarta:
Biogenesis. (9-13).
Susilawati. 2019. Dasar-dasar Bertanam Secara Hidroponik. Palembang: Unsri
Press.
Swastika, S., Yulfida, A., dan Sumitro, Y. 2017. Budidaya Sayuran Hidroponik
(Bertanam Tanpa Media Tanah). Pekanbaru: BPTP.

30
Tusi, Ahmad. 2016. Teknik Hidroponik #1: Teknik Dasar Budidaya dan Sistem
Hidroponik. Indonesia: Inspirationbuch.

31

Anda mungkin juga menyukai