Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIKUM

KESEHATAN DAN KESUBURAN TANAH


“PENGARUH PENAMBAHAN PUPUK ORGANIK DAN
PUPUK ANORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN
TANAMAN JAGUNG MANIS”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Kesehatan Dan
Kesuburan Tanah

Disusun Oleh:
Nama : Arief Septiawan
NIM : 4442160067
Kelas : IV A
Kelompok : 2 (Dua)

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2018
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat taufik


hidayah-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan laporan praktikum sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah
kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para
sahabatnya, dan umatnya yang setia sampai akhir zaman.
Laporan praktikum ini berjudul “Pengaruh Penambahan Pupuk Organik
dan Pupuk Anorganik Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis”. Praktikan
menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan praktikum ini masih
jauh dari kata kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
akan diterima oleh praktikan dengan lapang dada. Semoga laporan praktikum ini
dapat bermanfaat, khususnya bagi praktikan dan umumnya bagi para pembaca.

Serang, Mei 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................1
1.2 Tujuan ....................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Tanaman Jagung .........................................................3
2.2 Sifat dan Ciri Tanah Latosol ..................................................................5
2.3 Pupuk Organik Kotoran Hewan ............................................................6
2.4 Pupuk Anorganik ...................................................................................8
2.5 Perangkat Uji Tanah dan Pupuk (PUTS, PUTK dan PUP)..................13
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat ...............................................................................15
3.2 Alat dan Bahan .....................................................................................15
3.3 Cara Kerja ............................................................................................15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil .....................................................................................................20
4.2 Pembahasan ..........................................................................................21
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ..............................................................................................27
5.2 Saran .....................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................28
LAMPIRAN ..........................................................................................................32

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data hasil pengamatan tanggi tanaman jagung ....................................... 20


Tabel 2. Data hasil pengamatan jumlah daun tanaman jagung ............................. 20
Tabel 3. Data bobot basah dan bobot kering tanaman jagung .............................. 21
Tabel 4. Hasil analisis tanah sebelum dan setelah perlakuan................................ 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai
ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber
utama karbohidrat setelah beras. Di Indonesia produksi jagung ditingkat petani
masih rendah. Produktivitas jagung nasional baru mencapai 4,8 t/ha (BPS, 2013).
Banyak kendala yang dihadapi dalam usaha untuk meningkatkan produksi
jagung, salah satunya adalah rendahnya kesuburan tanah dan mahalnya harga
pupuk. Permintaan jagung yang tinggi membutuhkan suatu usaha atau cara untuk
meningkatan produksi jagung. Salah satu upaya peningkatan produksi jagung di
Indonesia dapat dilakukan dengan penggunaan pupuk yang efektif dan efisien.
Latosol merupakan jenis tanah yang penyebarannya cukup luas dan
menempati area sekitar 9% daratan di Indonesia (Soepardi, 1983).
Tanah latosol memiliki solum tanah yang tebal, bahan organik sekitar 3%
hingga 9%, namun pada umumnya hanya 5% saja dan umumnya memiliki unsur
hara sedang hingga sangat rendah dengan lapisan atas sedikit mengandung bahan
organik. Tanah latosol dapat ditingkatkan kesuburannya melalui pengelolaan yang
tepat, upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesuburan tanah, sehingga
tanaman dapat berproduksi dengan optimal antara lain dengan pemupukan, baik
pupuk organik maupun pupuk anorganik. Karena itu, pemupukan merupakan
faktor penentu keberhasilan budidaya jagung.
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan, bahan tanaman
dan limbah. Pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik
dan alami dari pada bahan pembenah buatan/sintesis. Pada umumnya pupuk
organik mengandung hara makro N, P, K rendah, tetapi mengandung hara mikro
dalam jumlah cukup yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman
(Sutanto, 2002).
Penambahan pupuk anorganik majemuk NPK pada budidaya jagung dapat
meningkatkan produksi pada dosis yang optimal. Hara N, P, dan K merupakan
hara esensial bagi tanaman.

1
Nitrogen merupakan unsur yang paling cepat memberikan pengaruh pada
tanaman dengan mencolok. Sebagian besar nitrogen dalam tanah berada dalam
bentuk N organik baik yang terdapat dalam bahan organik maupun fiksasi N oleh
mikroba tanah yang tidak tersedia bagi tanaman dan hanya sebagian kecil berupa
N-anorganik yaitu NH4+ dan NO3- (Prasetyo et al., 2004).
Fosfor merupakan salah satu sumber untuk hara bagi tanaman, karena
dibutuhkan dalam jumlah yang banyak dan bersifat essensial, sangat penting, dan
tidak dapat digantikan. Fosfor menjadi masalah karena ketersediaannya yang
rendah.
Kalium dalam tanah sering ditemui sebagai faktor pembatas, karena K
merupakan unsur hara yang mobil dan sangat peka terhadap pencucian, terutama
di daerah tropik dengan curah hujan yang tinggi. Kalium diserap dalam bentuk ion
K+ terutama pada tanaman muda atau bagian tanaman yang banyak mengandung
protein.
Mengingat betapa pentingnya mengetahui cara uji kimia tanah di
laboratorium, cara menghitung kebutuhan pupuk berikut penggunaan pupuk yang
efektif dan efisien, kelebihan dan kekurangan pupuk organik dan pupuk anorganik
beserta kombinasinya maka praktikan ingin membuat laporan praktikum yang
berjudul “Pengaruh Penambahan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis”.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mengetahui kelebihan dan kekurangan pupuk organik dan
pupuk anorganik.
2. Mahasiswa dapat membandingkan antar perlakuan yang telah
diaplikasikan di praktikum.
3. Mahasiswa dapat melakukan uji kimia tanah di laboratorium.
4. Mahasiswa dapat menghitung kebutuhan pupuk.
5. Mahasiswa memahami pentingnya memelihara kesehatan dan kesuburan
tanah.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tanaman Jagung


Tanaman jagung manis diklasifikasikan ke dalam:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisio : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Subdivisio : Angiospermae (Berbiji tertutup)
Class : Monocotyledone (berkeping satu)
Order : Graminae (Rumput- rumputan)
Family : Graminaceae
Genus : Zea
Species : Zea mays Saccharata
(Purwono dan Hartono, 2011).
Jagung manis termasuk tanaman berumah satu (Monoecius), dengan tulang
daun sejajar, dan bunga jantan berwarna putih dengan banyak tassel. Tanaman
jagung berakar serabut terdiri dari akar seminal, akar adventif dan akar udara. Biji
jagung berkeping tunggal, berderet rapi pada tongkolnya. Jagung manis berumur
lebih genjah (60-70 hari) dan memiliki tongkol yang lebih kecil dibandingkan
jagung biasa. Perbedaan lain yaitu dapat dilihat dari warna bunga jantan. Bunga
jantan jagung manis berwarna putih, sedangkan pada jagung biasa berwarna
kuning kecoklatan (Suwarto et al., 2000).
Perkecambahan benih jagung terjadi ketika radikula muncul dari kulit biji.
Benih jagung akan berkecambah jika kadar air benih pada saat di dalam tanah
meningkat >30%. Kandungan gula jagung manis 4-8 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan jagung normal pada umur 18-22 hari setelah penyerbukan.
Sifat ini ditentukan oleh gen sugary (sul) (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Tanaman jagung manis berasal dari daerah tropis. Jagung manis dapat
tumbuh di daerah yang terletak antara 0o-50o lintang utara hingga 0o-40o lintang
selatan. Jagung manis tidak beradaptasi dengan baik pada kondisi tropika basah.
Maka, apabila ditanam di daerah beriklim tropis dengan perawatan yang baik,
jagung manis akan menghasilkan produksi yang maksimal. Pertumbuhan jagung

3
manis paling baik pada musim panas. Kondisi pH tanah yang paling cocok untuk
pertumbuhan jagung manis yaitu berkisar antara 6,0-6,5 (Syukur dan Rifianto,
2014).
Perkecambahan benih optimum terjadi pada suhu antara 21o- 27oC, suhu
rendah sangat menghambat pertumbuhan. Jagung manis tumbuh baik pada tanah
liat, karena mampu menahan lengas yang tinggi. Jagung manis responsif terhadap
pemupukan taraf tinggi. Untuk mendapatkan hasil yang tinggi, penambahan hara
biasanya diperlukan. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman jagung manis yaitu
200 kg ha-1 N, 150 kg ha-1 P, dan 150 kg ha-1 K (Haryawan et al., 2013).
Jagung manis termasuk keluarga Graminae dari suku Maydeae yang pada
mulanya berkembang dari jagung tipe dent dan flint. Jagung tipe dent (Jagung gigi
kuda) mempunyai lekukan di puncak bijinya karena adanya zat pati keras pada
bagian tepi dan pati lembek pada bagian puncak biji. Jagung tipe flint (Jagung
mutiara) berbentuk agak bulat bagian luarnya keras dan licin. Jagung manis
berkembang dari mutasi kedua jenis jagung ini (Syukur dan Rifianto, 2014).
Jagung manis membutuhkan N untuk pertumbuhan jaringan marismatik.
Nitrogen diperlukan untuk produksi protein, pertumbuhan daun, dan mendukung
proses metabolisme seperti fotosistesis (Subhan dan Gunadi, 2009).
Gejala kekurangan N pada jagung manis tampak pada daun tanaman muda
yang berwarna kuning dan pada daun tua terjadi proses menguning mulai dari
ujung daun ke arah tulang daun. Unsur P diperlukan tanaman saat awal
pertumbuhan yaitu untuk merangsang pembentukan akar dan saat pembentukan
biji. Gejala kekurangan P tampak pada awal pertumbuhan yaitu daun berwarna
keunguan dan batang kecil serta ukuran tongkol dan bijinya kecil. Sedangkan K
berfungsi dalam pembentukan tongkol dan biji. Jika tanaman kekurangan K maka
tongkol yang dihasilkan kecil dan ujungnya meruncing (Haryawan et al., 2013).
Jagung manis siap dipanen pada umur 7-8 minggu. Hasil tanaman jagung
manis ditentukan oleh bobot segar tongkol pertanaman, semakin tinggi bobot
tongkol pertanaman maka akan didapat hasil yang semakin tinggi. Hasil pada
tanaman jagung manis ini selain ditentukan oleh bobot segar tongkol juga
ditentukan oleh kualitasnya yaitu ukuran tongkol dan kandungan gulanya.

4
Ukuran tongkol yang disukai konsumen adalah tongkol yang beratnya 200-250 g
atau 4-5 buah tongkol jagung muda (Susylowati, 2001).

2.2 Sifat dan Ciri Tanah Latosol


Tanah Latosol terbentuk melalui proses latosolisasi. Proses latosolisasi terjadi
di bawah pengaruh curah hujan dan suhu yang tinggi di daerah tropik dimana
gaya-gaya hancuran bekerja lebih cepat dan pengaruhnya lebih ekstrim daripada
daerah dengan curah hujan dan suhu sedang. Pelapukan dan pencucian sangat
intensif dan mineral silikat cepat hancur. Pada banyak tempat di daerah tropik,
musim basah dan kering terjadi silih berganti. Hal ini berakibat semakin
meningkatnya kegiatan kimia dalam tanah (Dudal dan Soepraptohardjo, 1957).
Latosol umumnya telah mengalami perkembangan lanjut, solum tebal, batas
horizon baur, lapisan atas sedikit mengandung bahan organik, lapisan bawah yang
berwarna merah, kadar fiksasi liat yang agak tinggi sampai tinggi dan hampir
merata pada semua horizon. Horizon B kaya akan seskuioksida (Al2O3+Fe2O3)
bertekstur halus, struktur lemah sampai gumpal, konsistensi gembur sampai agak
teguh, porositas sedang sampai baik, permeabilitas dan drainase sedang sampai
cepat dan cadangan mineral rendah sampai sedang (Dudal dan Supraptohardjo,
1957).
Proses hidrolisis dan oksidasi berlangsung sangat intensif, sehingga basa-basa
Seperti Ca, Mg, K, Dan Na Cepat dibebaskan oleh bahan organik. Oleh Karena
itu, tanah Latosol memiliki kejenuhan basa rendah (<35%) dan KTK yang sangat
rendah (<24 me/100g) (Soepraptohardjo, 1961).
Kesuburan tanah Latosol umumnya sedang sampai sangat rendah, kandungan
akan mineral primer (kecuali kwarsa) dan unsur hara tanah rendah. Tanah
bereaksi masam sampai sangat masam dan fiksasi ion fosfat tinggi. Masalah
kemasaman ini akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman, tapi pengapuran
kurang nyata pengaruhnya karena kapasitas pertukaran basa rendah sehingga
penambahan bahan kapur akan meninggalkan efek residu yang sangat terbatas
atau kecil. (Kalpage, 1974).

5
2.3 Pupuk Organik Kotoran Hewan
Tanah sebagai media pertumbuhan tanaman berada dalam kondisi yang
optimum jika komposisinya terdiri dari : 25% udara, 25% air, 45% mineral dan
5% bahan organik. Atas dasar perbandingan ini, nampak kebutuhan tanah
terhadap bahan organik adalah paling kecil. Namun demikian kehadiran bahan
organik dalam tanah mutlak dibutuhkan karena bahan organik merupakan bahan
penting dalam menciptakan kesuburan tanah, baik secara fisika, kimia maupun
dari segi biologi tanah (Lengkong dan Kawulusan, 2008).
Pupuk organik adalah pupuk yang terdiri dari bahan organik yang berasal dari
tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dan dapat berbentuk
padat atau cair, yang memiliki peranan cukup besar terhadap perbaikan sifat
fisika, kimia dan biologi tanah. Sifat fisik tanah yang dapat diperbaiki oleh bahan
organik adalah permeabilitas tanah, porositas tanah dan mengurangi kehilangan
air akibat evaporasi (Pirngadi, 2009).
Bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di
dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa
mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang
stabil atau humus. Komponen organik tanah berasal dari biomassa yang
mencirikan suatu tanah aktif. Komponen organik tak hidup terbentuk dari melalui
pelapukan kimia dan biologi, yang dipisahkan ke dalam bahan-bahan yang
anatomi bahan aslinya masih tampak dan bahan-bahan yang telah terlapuk
sempurna (Hardjowigeno, 2003).
Secara umum fungsi pupuk organik adalah sebagai berikut :
1. Kesuburan tanah bertambah. Adanya penambahan unsur hara, humus, dan
bahan organik ke dalam tanah menimbulkan efek residual, yaitu berpengaruh
dalam jangka panjang.
2. Sifat fisik dan kimia tanah diperbaiki. Pemberian pupuk organik
menyebabkan terjadinya struktur tanah. Akibatnya sifat fisik dan kimia tanah
diperbaiki. Tata udara tanah yang baik dengan kandungan air cukup akan
menyebabkan suhu tanah lebih stabil serta aliran air dan aliran udara tanah
lebih baik

6
3. Sifat biologi tanah dapat diperbaiki dan mekanisme jasad renik menjadi
hidup. Pendapat beberapa ahli menyebutkan bahwa pemberian pupuk organik
akan meningkatkan populasi musuh alami mikroba tanah, sehingga menekan
aktifitas saprofitik dari patogen tanaman.
4. Keamanan penggunaannya dapat terjamin. Pupuk organik tidak akan
merugikan kesehatan ataupun mencemari lingkungan.
(Musnamar, 2003).
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan, bahan tanaman
dan limbah. Pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik
dan alami dari pada bahan pembenah buatan/sintesis (Sutanto, 2002).
Pupuk kandang didefinisikan sebagai semua produk buangan dari binatang
peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik,
dan biologi tanah. Apabila dalam memelihara ternak tersebut diberi alas seperti
sekam pada ayam, jerami pada sapi, kerbau dan kuda, maka alas tersebut akan
dicampur menjadi satu kesatuan dan disebut sebagai pukan pula. Beberapa petani
di beberapa daerah memisahkan antara pukan padat dan cair (Sumarsono, 2005).
Pupuk kandang dari kotoran sapi memiliki kandungan serat yang tinggi. Serat
atau selulosa merupakan senyawa rantai karbon yang akan mengalami proses
dekomposisi lebih lanjut. Proses dekomposisi senyawa tersebut memerlukan
unsur N yang terdapat dalam kotoran. Sehingga kotoran sapi tidak dianjurkan
untuk diaplikasikan dalam bentuk segar, perlu pematangan atau pengomposan
terlebih dahulu. Pupuk kandang kotoran sapi mempunyai kadar N 0,92%, P
0,23%, K 1,03%, Ca 0,38%, Mg 0,38%, yang akan dapat dimanfaatkan oleh
tanaman kalau sudah teruraI (Susetyo dan Suwardi, 1969).
Pupuk kandang dari ayam atau unggas memiliki kandungan unsur hara yang
lebih besar daripada jenis ternak lain. Penyebabnya adalah kotoran padat pada
unggas tercampur dengan kotoran cairnya. Sebelum digunakan pupuk kandang
perlu mengalami proses penguraian dengan demikian kualitas pupuk kandang juga
turut ditentukan oleh C/N rasio. Pupuk kandang yang banyak menganduk jerami
memiliki C/N rasio yang tinggi sehingga mikroorganisme memerlukan waktu
yang lebih lama untuk menyelesaikan proses penguraiannya (Novizan, 2005).

7
Secara visual, pupuk kandang yang sudah matang ditandai dengan tidak
berbau kotoran, dingin, berwarna gelap, dan kadar airnya relatif rendah. Secara
kimia, pupuk kandang yang baik mengandung air 30-40%, bahan organik 60-
70%, N 1,5-2%, P2O5 0,5-1% dan K2O 0,5-1%, C/N 10-12% (Marsono dan
Lingga, 2001).
Pupuk kandang sebaiknya dipergunakan setelah mengalami penguraian atau
pematangan terlebih dahulu, dan disebarkan dua minggu sebelum tanam. Dosis
anjuran untuk tanaman sayur-sayuran dan buah-buahan sebanyak 20 t ha-1 (setara
dengan 3 kg/plot) (Sutedjo, 2002).
Pemberian pupuk kandang dapat memperbaiki kondisi lingkungan
pertumbuhan tanaman yang pada akhirnya mampu meningkatkan hasil produksi
suatu tanaman. Bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah juga
dapat meningkatkan jumlah dan aktifitas mikroorganisme tanah (Hsieh and Hsieh,
1990).
Peningkatan hasil produksi tanaman dengan pemberian pupuk kandang bukan
saja karena pupuk kandang merupakan sumber hara N dan juga unsur har lainnya
untuk pertumbuhan tanaman, selain itu pupuk kandang juga berfungsi dalam
meningkatkan daya pegang tanah terhadap pupuk yang diberikan dan
meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah (Karama, 1990).

2.4 Pupuk Anorganik


Tanaman jagung manis memerlukan pupuk agar pertumbuhan dan produksi
tidak mengalami hambatan. Dosis pupuk per hektar yang dianjurkan untuk
diaplikasikan pada tanaman jagung adalah 300 kg Urea, 150 kg SP-36, dan 100 kg
KCl, atau 300 kg NPK dan 200 kg Urea (Syukur dan Rifianto, 2014).
Pemupukan N, P, dan K memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap
umur berbunga bunga betina, berpengaruh nyata terhadap persentase tinggi
tanaman, dan berat jerami kering jemur pada tanaman jagung yang dibudidayakan
di tanah Vertisol Isimu Utara Kabupaten Gorontalo (Nurdin, dkk., 2008).
Pemupukan dengan N, P, dan K dapat mendukung pertumbuhan tinggi dan
diameter batang tanaman jagung manis sehingga pertumbuhan tanaman lebih
cepat daripada tanaman yang tidak dipupuk dengan pupuk N, P, dan K. Unsur

8
hara tidak diserap sekaligus oleh tanaman untuk pertumbuhan tinggi dan diameter
batang. Namun, tanaman akan memanfaatkan serapan unsur hara untuk
pertumbuhan tinggi terlebih dahulu, kemudian untuk diameter batang saat
tanaman memasuki akhir vegetatif (Puspadewi, dkk., 2014).
Pemupukan jagung manis dengan kombinasi pupuk organik 5 ton ha-1 dan
pupuk anorganik (Urea 150 kg ha-1; SP-36 127,5 kg ha-1; dan KCl 100 kg ha-1)
menghasilkan pertumbuhan, perakaran, dan hasil jagung manis yang lebih baik
karena pupuk organik mampu memperbaiki sifat-sifat fisik tanah, tetapi kurang
menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman jagung manis. Namun,
ketersediaan ini dapat dipenuhi oleh pupuk anorganik yang diaplikasikan (Hayati,
dkk., 2011).
Pemupukan menggunakan pupuk anorganik dengan dosis Urea 400 kg ha-1;
SP-36 300 kg ha-1; dan KCl 250 kg ha-1 dapat menghasilkan pertumbuhan dan
produksi tanaman yang lebih baik di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, di
antaranya pada tinggi tanaman dan lilit batang yang lebih besar, serta berat
tongkol per rumpun dan per hektar (Hayati, 2006).
Nitrogen merupakan unsur yang paling banyak tersedia di alam dan memiliki
peran yang sangat penting bagi tanaman, misalnya sebagai komponen penyusun
asam amino, protein, enzim, hormon, klorofil, dan sel (Lakitan, 2013).
Hilangnya N dari tanah karena digunakan oleh tanaman atau mikroorganisme.
N dalam bentuk NH4+ dapat diikat oleh mineral liat jenis illit sehingga tidak dapat
digunakan oleh tanaman. N dalam bentuk NO3- mudah dicuci oleh air hujan,
banyaknya hujan N menjadi rendah, dan tanah pasir mudah merembeskan air
sehingga N lebih rendah dari tanah liat sehingga N dalam tanah liat rendah
(Hardjowigeno, 2003).
Amonium dalam kadar yang tinggi dapat meracuni tanaman. Hal ini
disebabkan oleh adanya amoniak (NH3) yang terbentuk dari amonium. Bagi
tanaman yang berwarna hijau mengandung N protein terbanyak dan meliputi 70%
– 80 % dari total N tanaman. Nitrogen asam nukleat terdapat sekitar 10% dan
asam amino terlarut hanya sebanyak 5% dari total dalam tanaman (Rosmarkam
dan Yuwono, 2002).

9
Pengaruh jangka panjang pemupukan nitrogen dalam biosfer tidak diketahui,
tetapi pemupukan ini merupakan bahaya yang terpendam bagi pencemaran nitrat
terhadap air tanah dan eutrofikasi danau. Penting untuk disadari bahwa
penambahan lebih banyak nitrogen kedalam tanah lebih penting sebagai pupuk
tidak selalu berakibat lebih banyak pencucian nitrat sampai ke permukaan tanah.
Hal ini merupakan akibat dari kenyataan bahwa pertumbuhan tanaman yang
sangat meningkat memerlukan lebih banyak pengambilan nitrogen. Tetapi,
kehilangan nitrogen meningkatkan kemampuan tanah dalam imobilisasi
terlampaui (Foth, 1994).
Nitrogen merupakan unsur yang paling cepat memberikan pengaruh pada
tanaman dengan mencolok. Hampir pada seluruh tanaman, nitrogen menjadi
pengatur dari penggunaan kalium, fosfor, dan penyusun lainnya, namun dalam
tanah jumlahnya sedikit, yaitu berkisar antara 0.02-0.4%. Secara alamiah, N yang
terdapat dalam tanah berasal dari air hujan, bahan organik dan fiksasi jasad renik.
Air hujan diperkirakan memberikan 22.4 kg N/ha/tahun tergantung lokasi dan dari
fiksasi biologi yang diperkirakan antara 16.8-50.4 kg N/ha/tahun. Dengan laju
dekomposisi bahan organik 2% pertahun, sumber tersebut diperkirakan
memberikan 22-45 kg N/ha/tahun (Soepardi, 1983).
Selain nitrogen, tanaman juga membutuhkan fosfor (P) yang dapat diperoleh
dari tanah, pupuk, dan hasil dekomposisi mineral organik. Jenis pupuk yang
mengandung unsur P adalah SP-36 dengan kadar P2O5 sebanyak 36%. Fosfor (P)
merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang besar
sehingga kebutuhan tanaman dapat terpenuhi. Jumlah P dalam tanah cukup besar,
tetapi yang tersedia bagi tanaman hanya sekitar 0,01-0,2 mg kg-1 tanah
(Handayanto dan Hairiyah, 2007).
Mobilitas P dalam tanah sangat rendah karena reaksi dengan komponen
tanah maupun dengan ion-ion logam dalam tanah seperti Ca, Al, Fe, dan lain-lain
membentuk senyawa yang kurang larut dengan tingkat kelarutan berbeda-beda.
Reaksi tanah (pH) memegang peranan sangat penting dalam mobilitas unsur P
(Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

10
Fosfor di dalam tanah dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu P-organik dan
P-anorganik. Kandungannya sangat bervariasi tergantung pada jenis tanah
(Handayanto dan Hairiyah,2007).
Fosfor merupakan unsur hara esensial makro yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman. Tanaman memperoleh unsur P seluruhnya berasal dari
tanah atau dari pemupukan serta hasil dekomposisi dan mineralisasi bahan
organik. Jumlah P total dalam tanah cukup banyak, namun yang tersedia bagi
tanaman jumlahnya rendah hanya 0,01 – 0,2 mg/kg tanah (Handayanto dan
Hairiyah,2007).
Unsur fosfat (P) adalah unsur esensial kedua setelah N yang berperan penting
dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Ketersediaan P dalam tanah jarang
yang melebihi 0,01 % dari total P. Sebagian besar bentuk P terikat oleh koloid
tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Tanah dengan kandungan organik
rendah seperti Ultisols yang banyak terdapat di Indonesia kandungan P dalam
organik bervariasi dari 20-80%, bahkan bisa kurang dari 20% tergantung
Tempatnya (Simanungkalit et al., 2006).
Ketersediaan fosfor yang sangat rendah adalah salah satu masalah penting
pada tanah masam. Kelarutan Al dan Fe yang tinggi akan menyebabkan
terhambatnya ketersediaan fosfat. Bahkan pada kondisi ini, mobilitas P menjadi
rendah dan cepatnya unsur P dari pupuk dijerap tanah dalam bentuk Al-P, Fe-P,
atau bentuk lain. Reaksi kimia antara ion fosfat dengan Al atau Fe tersebut
menghasilkan bentuk hidroksi fosfat yang tidak larut. Konsekuensi dari hasil
reaksi ini menyebabkan bentuk fosfat yang tidak larut, atau hanya sedikit ion
H2PO-4 yang tersedia bagi tanaman. Mekanisme dari reaksi ini yakni ion fosfat
menggantikan kedudukan ion OH dari koloid tanah atau mineral. Reaksi terjadi
sebagai berikut:

Untuk mencegah ion fosfat dan atau melepaskan fosfat yang telah terikat pada
keadaan ini maka dua mekanisme yang memungkinkan yakni: i) mengendapkan
Fe dan Al menjadi tidak larut, melalui penetralan pH tanah; dan ii) mengkompleks
Al atau Fe melalui pengkelatan oleh bahan organik tanah (Basuki, 2007).

11
Kalium juga merupakan unsur makro esensial bagi tanaman dan sangat
diperlukan untuk melangsungkan kehidupan. Kalium juga telah tersedia dalam
bentuk pupuk yang dapat diaplikasikan ke tanah atau tanaman untuk menyediakan
unsur hara bagi tanaman, misalnya pupuk KCl mengandung K2O sebanyak 60%.
Kalium memiliki peran sebagai pengatur proses fisiologis tanaman seperti
fotosistesis, yang merupakan proses bagi tanaman untuk menghasilkan energi.
Selain itu, kalium berperan membuka dan menutup stomata atau mulut daun yang
juga berpengaruh pada proses kelangsungan hidup bagi tanaman (Hanafiah,
2005).
Kalium dalam tanah sering ditemui sebagai faktor pembatas, karena K
merupakan unsur hara yang mobil dan sangat peka terhadap pencucian, terutama
di daerah tropik dengan curah hujan yang tinggi. Kalium diserap tanaman dalam
jumlah yang cukup besar atau bahkan kadang-kadang melebihi jumlah nitrogen
terutama pada tanaman umbi-umbian, walaupun K tersedia terbatas (Hakim et al.,
1986).
Persediaan kalium di dalam dapat berkurang oleh tiga hal, yaitu pengambilan
kalium oleh tanaman, pencucian kalium oleh air, dan erosi tanah. Biasanya
tanaman menyerap kalium lebih banyak kecuali nitrogen. Pada tanah ber-pH
rendah ketersediaan kaliumnya sangat rendah. Faktor lain yang berpengaruh
dalam menghitung jumlah kalium adalah kapasitas tukar kation, jenis tanaman,
hasil yang diterapkan, dan persetase kejenuhan basa. Kalium didalam jaringan
tanaman tetap berbentuk ion K+. Tidak ditemukan dalam senyawa organik.
Kalium bersifat mobil (mudah bergerak) sehingga siap dipindahkan dari organ
satu ke organ lain yang membutuhkan (Novizan, 2005).
Tanaman yang tumbuh pada tanah yang kekurangan unsur kalium akan
memperlihatkan gejala-gejala seperti daun mengerut atau kering terutama pada
daun tua walaupun tidak merata. Kemudian pada daun akan timbul bercak-bercak
merah cokelat. Selanjutnya, daun akan mengering, lalu mati. Buah tumbuh tidak
sempurna, kecil mutunya jelek, hasilnya rendah, dan tidak tahan daya simpan
(Lingga, 1992).

12
2.5 Perangkat Uji Tanah dan Pupuk (PUTS, PUTK dan PUP)
A. PUTK
Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK) adalah suatu alat untuk analisis
kadar hara tanah lahan kering, yang dapat digunakan dilapangan dengan
cepat, mudah, murah dan cukup akurat. PUTK dirancang untuk mengukur
kadar P, K, C-organik, pH dan kebutuhan kapur (Balittanah, 2018).
Prinsip kerja PUTK adalah mengukur hara P, dan K tanah yang terdapat
dalam bentuk tersedia secara semi kuantitatif. Penetapan P dan pH dengan
metode kolorimetri (pewarnaan). Hasil analisis P dan K tanah selanjutnya
digunakan sebagai dasar penentuan rekomendasi pemupukan P dan K spesifik
lokasi untuk tanaman jagung, kedelai dan padi gogo (Balittanah, 2018).
Satu Unit Perangkat Uji Tanah Kering terdiri dari: (1) satu paket bahan
kimia dan alat untuk penetapan P, K, bahan organik, pH, dan kebutuhan
kapur, (2) bagan warna P dan pH tanah; bagan K, kebutuhan kapur dan
Corganik tanah, (3) Buku Petunjuk Penggunaan PUTK serta Rekomendasi
Pupuk untuk jagung, kedelai dan padi gogo (Balittanah, 2018).
Satu kemasan alat PUTK dapat digunakan untuk analisa contoh tanah
sebanyak ± 50 contoh. Jika dirawat dan ditutup dengan rapat segera setelah
dipergunakan maka masa kadaluarsa bahan kimia yang ada dalam PUTK ini
adalah 1-1,5 tahun (Balittanah, 2018).
B. PUTS
Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) merupakan alat untuk mengukur
kadar hara P dan K serta pH tanah yang dapat dikerjakan oleh penyuluh
pertanian atau petani secara langsung dilapangan (Setyorini, et al., 2006).
Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) adalah suatu alat untuk analisis
kadar hara tanah secara langsung di lapangan dengan relatif cepat, mudah,
murah dan cukup akurat. PUTS ini dirancang untuk mengukur kadar N, P, K
dan pH tanah (Balittanah, 2018).
Prinsip kerja PUTS ini adalah mengukur kadar hara N, P, dan K tanah
dalam bentuk tersedia, yaitu hara yang larut dan atau terikat lemah dalam
kompleks jerapan koloid tanah. Kadar atau status hara N, P, dan K dalam

13
tanah ditentukan dengan cara mengekstrak dan mengukurhara tersedia di
dalam tanah (Balittanah, 2018).
Satu Unit Perangkat Uji Tanah Sawah terdiri dari: (1) satu paket bahan
kimia dan alat untuk ekstraksi kadar N, P, K dan pH, (2) bagan warna untuk
penetapan kadar pH, N, P, dan K, (3) Buku Petunjuk Penggunaan serta
Rekomendasi Pupuk untuk padi sawah, (4) Bagan Warna Daun (BWD)
(Balittanah, 2018).
Satu kemasan alat PUTS dapat digunakan untuk analisa contoh tanah
sebanyak ±50 sampel dengan masa kadaluarsa 1-1,5 tahun setelah kemasan
dibuka (Balittanah, 2018).
C. PUP
Perangkat Uji Pupuk (PUP) adalah alat penetapan kadar hara pupuk
secara cepat di lapangan. Alat ini merupakan penyederhanaan secara
kualitatif dari analisis pupuk di laboratorium. Oleh karena itu hasil yang
diperoleh tidak tepat seperti di laboratorium, namun merupakan estimasi
pengukuran kuantitatif dalam selang nilai tertentu. Alat ini bermanfaat untuk
membantu pelaku pasar dan petani untuk mengetahui kualitas pupuk secara
cepat di lapangan. Alat ini dapat digunakan pula oleh pengawas pupuk untuk
memonitor kualitas pupuk yang beredar di pasaran, agar segera dapat
mengambil langkah-langkah yang diperlukan (Balittanah, 2018).
Prinsip kerja PUP adalah mengukur kadar hara nitrogen (N), fosfor (P)
dan kalium (K) dalam pupuk secara semi kuantitatif dengan metode
kolorimetri (pewarnaan) dan pembentukan endapan (Balittanah, 2018).
Satu paket PUP terdiri dari : (a) satu set larutanpengekstrak/pereaksi
untuk penetapan N, P dan K (b) peralatan pendukung, (c) bagan warna N, P
dantabel K, (d) buku petunjuk penggunaan, serta (e)kemasan tas (Balittanah,
2018).
Satu kemasan PUP dapat digunakan untuk analisis contoh pupuk
sebanyak ± 50 sampel. Jika dirawat dan ditutup dengan rapat segera setelah
dipergunakan maka masa kadaluarsa bahan kimia yang ada dalam PUP ini
adalah sekitar 1 tahun (Balittanah, 2018).

14
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan dari tanggal 20 Maret - 30 April 2018 pukul 14.40
s/d selesai. Bertempat di Laboratorium Bioteknologi, Agroekoteknologi, Fakultas
Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum yaitu polybag, label, pulpen, ember,
plastik, neraca analitik, pH meter, gelas beaker, labu ukur, erlenmeyer, tabung
reaksi, rak tabung reaksi, batang pengaduk, sendok laboratorium, sentrifuse, pipet
tetes, saringan, dan magnetic stirrer. Sedangkan bahan yang digunakan dalam
praktikum ini yaitu tanah, pupuk kompos atau kotoran hewan, pupuk NPK, air,
benih jagung manis, aquades , pereaksi P, pereaksi K, pereaksi pH, dan pereaksi
C.

3.3 Cara kerja


3.3.1 Tahap Budidaya
1. Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan oleh praktikkan
(Lampiran 1 dan Lampiran 2).
2. Tanah yang diambil dari Lahan Karangkitri, pupuk NPK dan pupuk
kompos masing-masing ditimbang sebanyak 1 kg.
3. Dibuat tiga perlakuan, yaitu dengan dicampurkan tanah dengan pupuk
kompos, tanah dengan pupuk NPK, dan tanah dengan pupuk NPK dan
pupuk kompos sampai rata.
4. Tanah yang telah dicampur pupuk dimasukkan ke dalam polybag.
5. Tanah dilubangi dengan kedalaman 3-5 cm.
6. 2 benih jagung manis dimasukkan ke dalam lubang dan disiram dengan
air (Lampiran 3).
7. Polybag diberi label dan diletakkan di atap Laboratorium Bioteknologi
(Lampiran 4).

15
8. Pengamatan dilakukan setiap 10 HST.

3.3.2 Tahap Panen dan Setelah Panen


1. Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan (Lampiran 5).
2. Tanaman jagung yang sudah berumur 40 HST dipanen.
3. Tanah sesuai perlakuan disaring menggunakan saringan (Lampiran 6).
4. Tanaman jagung yang sudah dipanen ditimbang bobot basah
menggunakan neraca analitik (Lampiran 7).
5. Hasil pengamatan dicatat dalam bentuk tabel.

3.3.3 Tahap Analisis Tanah Sebelum dan Setelah Perlakuan


1. Tahap Analisis Tanah Sebelum Perlakuan
A. Cara kerja dalam praktikum PUTK tanah kontrol adalah
 Uji P
- Dimasukkan ½ sendok spatula tanah contoh ke dalam tabung
reaksi.
- Ditambahkan 3 ml pereaksi P-1, lalu dihomogenkan dengan
pengaduk kaca.
- Ditambahkan ±10 butir P-2, lalu dikocok selama 1 menit.
- Didiamkan ±10 menit.
- Dibandingkan warna larutan jernih dengan indikator.
 Uji K
- Dimasukkan ½ sendok spatula tanah contoh ke dalam tabung
reaksi.
- Ditambahkan 4 ml K-1, lalu diaduk hingga homogen.
- Didiamkan 5 menit sampai larutan jernih.
- Ditambahkan 2 tetes K-2, lalu dikocok dan didiamkan 5 menit.
- Ditambahkan 2 ml K-3 lewat dinding secara perlahan, lalu
diamati endapan putih yang terbentuk antara larutan K-3 dengan
dibawahnya.

16
 Uji pH
- Dimasukkan ½ sendok spatula tanah contoh ke dalam tabung
reaksi.
- Ditambahkan 4 ml pH-1, lalu diaduk dengan pengaduk kaca.
- Ditambahkan 1-2 tetes pH-2, lalu didiamkan ±10 menit sampai
ada endapan.
- Dibandingkan larutan yang jernih dengan indikator
- Ditambahkan pereaksi kapur sampai muncul warna hijau.
 Uji C-Organik
- Dimasukkan ½ sendok spatula tanah contoh ke dalam tabung
reaksi.
- Ditambahkan 1 ml C-1, lalu diaduk sampai homogen dengan
pengaduk kaca.
- Ditambahkan 3 tetes C-2, namun tidak perlu diaduk.
- Didiamkan 10 menit, kemudian diamati ketinggian busa.
B. Cara kerja dalam praktikum PUP adalah:
 Uji N
- Dimasukkan 0,25 gram pupuk ke dalam tabung sentrifuse 50 ml.
- Ditambahkan 2,5 ml N-1, lalu kocok perlahan dan didiamkan 10
menit.
- Ditambahkan aquades hingga larutan 50 ml, lalu dikocok hingga
homogen.
- Dimasukkan 1 ml ekstrak jernih pupuk ke tabung reaksi.
- Ditambahkan 4,5 ml air, lalu dikocok dan ditambahkan 1 ml N-
2.
- Ditambahkan 1ml N-3 dengan pipet tetes, lalu kocok.
- Ditambahkan 0,05 gram N-4 dengan spatula, lalu dikocok dan
dibiarkan 25-30 menit sambil dikocok sebanyak 4 kali.
- Bila sudah jernih, ditambahkan 1 ml N-5 dengan pipet tetes, lalu
dibiarkan 6-10 menit.
- Dibandingkan dengan indikator.

17
 Uji P
- Dimasukkan 0,25 gram pupuk ke dalam tabung sentrifuse 50 ml.
- Ditambahkan P-1 sampai 5 ml, lalu dikocok dan dibiarkan
hingga gelembung hilang.
- Ditambahkan air hingga larutan 50 ml.
- Dicampurkan P-2 5 ml, P-3 5 ml, lalu dikocok sampai homogen.
- Dimasukkan 6,5 ml ekstrak jernih ke dalam tabung, lalu dikocok
sampai homogen.
- Didiamkan 2-5 menit, lalu dibandingkan dengan indikator.
 Uji K
- Dimasukkan 0,25 gram pupuk ke dalam tabung sentrifuse 50 ml,
lalu dicampurkan 7,5 ml K-1.
- Ditambahkan air sampai 50 ml, lalu dikocok sampai homogen
dan ditunggu sampai jernih.
- Ditambahkan 3 ml K-2 ke dalam tabung reaksi.
- Ditambahkan ekstrak contoh tetes demi tetes ke dalam K-2,
dilihat kadar.
2. Tahap Analisis Tanah Sesudah Perlakuan
A. Cara kerja dalam praktikum PUTK tanah perlakuan adalah:
 Uji P
- Dimasukkan ¼ sendok spatula tanah contoh ke dalam tabung
reaksi (Lampiran 9).
- Ditambahkan 1,5 ml pereaksi P-1, lalu dihomogenkan dengan
pengaduk kaca (Lampiran 10).
- Ditambahkan ±5 butir P-2, lalu dikocok selama 1 menit
(Lampiran 11).
- Didiamkan ±10 menit.
- Dibandingkan warna larutan jernih dengan indikator (Lampiran
12).
 Uji K
- Dimasukkan ¼ sendok spatula tanah contoh ke dalam tabung
reaksi.

18
- Ditambahkan 2 ml K-1, lalu diaduk hingga homogen.
- Didiamkan 5 menit sampai larutan jernih.
- Ditambahkan 1 tetes K-2, lalu dikocok dan didiamkan 5 menit
(Lampiran 13).
- Ditambahkan 1 ml K-3 lewat dinding secara perlahan, lalu
diamati endapan putih yang terbentuk antara larutan K-3 dengan
dibawahnya.
 Uji pH
- Dimasukkan ¼ sendok spatula tanah contoh ke dalam tabung
reaksi.
- Ditambahkan 2 ml pH-1, lalu diaduk dengan pengaduk kaca.
- Ditambahkan 1 tetes pH-2, lalu didiamkan ±10 menit sampai
ada endapan (Lampiran 15).
- Dibandingkan larutan yang jernih dengan indikator.
 Uji C-Organik
- Dimasukkan ¼ sendok spatula tanah contoh ke dalam tabung
reaksi.
- Ditambahkan 0,5 ml C-1, lalu diaduk sampai homogen dengan
pengaduk kaca.
- Ditambahkan 2 tetes C-2, namun tidak perlu diaduk.
- Didiamkan 10 menit, kemudian diamati ketinggian busa.
B. Cara kerja dalam praktikum Uji pH dengan Metode pH 1:5 H2O atau
KCl adalah:
 Ditimbang 10 gram tanah Lahan Karangkitri.
 Dimasukkan ke dalam gelas beaker.
 Ditambahkan 50 ml H2O atau KCl dikocok dengan magnetic
stirrer.
 Ditunggu 10 menit, lalu didiamkan 5 menit.
 Diukur dengan pH meter.

19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Tanggi Tanaman Jagung
HST
Perlakuan 10 20 30 40
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
17,7 18,9 31 38
Tanah Kontrol - - - -
cm cm cm cm
Tanah + Pupuk 31,8 23 58 53
- - - -
Kotoran Hewan cm cm cm cm
Tanah +
- - - - - - - -
Pupuk NPK
Tanah + Pupuk
Kotoran Hewan + - - - - - - - -
Pupuk NPK

Tabel 2. Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Jagung


HST
Perlakuan 10 20 30 40
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
Tanah Kontrol 3 3 4 4 - - - -
Tanah + Pupuk
4 3 6 6 - - - -
Kotoran Hewan
Tanah + Pupuk
- - - - - - - -
NPK
Tanah + Pupuk
Kotoran Hewan + - - - - - - - -
Pupuk NPK

20
Tabel 3. Data Bobot Basah Tanaman Jagung
Perlakuan Bobot Basah
Tanah Kontrol 0,010 gram
Tanah + Pupuk Kotoran Hewan 0,025 gram
Tanah + Pupuk NPK -
Tanah + Pupuk Kotoran Hewan + Pupuk NPK -

Tabel 4. Hasil Analisis Tanah Sebelum dan Setelah Perlakuan


Asal Tanah pH 1 : 5 Status Hara dan Rekomendasi Pupuk
Perlakuan H2O KCl pH P K C-organik
Agak
Tanah Kontrol 5,72 4,55 Sedang Sedang Rendah
masam
Tanah + Pupuk Agak
6,39 5,57 Tinggi Tinggi Rendah
Kotoran Hewan masam
Tanah + Pupuk Agak
5,94 5,29 Tinggi Sedang Rendah
NPK masam
Tanah + Pupuk
Agak
Kotoran Hewan 6,37 5,48 Sedang Tinggi Rendah
masam
+ Pupuk NPK

4.1 Pembahasan
Pada praktikum kesehatan dan kesuburan tanah mengenai pengaruh
penambahan pupuk organik dan pupuk anorganik terhadap pertumbuhan tanaman
jagung manis ini praktikan membahas tentang bagaimana pengaruh penambahan
pupuk organik dan pupuk anorganik pada tanaman jagung manis, kelebihan dan
kekurangannya berikut penggunaan pupuk yang efektif dan efisien berikut dari
beberapa kombinasi media tanam yang berbeda antara lain tanah kontrol yang
tidak diberi penambahan pupuk apapun, sebagai contoh pembanding antar
perlakuan lainnya, perlakuan kedua yaitu tanah dan pupuk kotoran hewan dengan
perbandingan 1:1, perlakuan ketiga tanah dan pupuk NPK dengan perbandingan
1:1, perlakuan terakhir kombinasi ketiganya yaitu tanah, pupuk kotoran hewan

21
dan pupuk NPK yang masing-masing perlakuan diberi dua ulangan. Tanah yang
digunakan diambil dari lahan percobaan Karang Kitri yang telah diketahui
memiliki jenis tanah latosol. Selain itu praktikan juga melakukan analisis tanah
sebelum dan sesudah panen atau perlakuan, untuk sebelum perlakuan dilakukan
uji PUTK kontrol (uji P,K,pH,dan C-Organik) dan uji PUP sedangkan setelah
perlakuan dilakukan analisis tanah dengan uji PUTK perlakuan dan uji pH dengan
Metode pH 1:5 H2O atau KCl.
Menurut Suganda et al (2002) Pengambilan contoh tanah merupakan tahapan
penting untuk penetapan sifat-sifat fisik tanah di laboratorium. Prinsipnya, hasil
analisis sifat-sifat fisik tanah di laboratorium harus dapat menggambarkan
keadaan sesungguhnya sifat fisik tanah di lapangan.
Pengambilan sampel tanah di lahan Karang Kitri kurang sesuai dengan
literatur yang ada, hal tersebut dikarenakan tanah yang diambil belum dapat
menjamin untuk dapat mewakili seluruh tanah lahan yang akan diuji, karena
praktikan hanya mengambil satu titik saja tidak mengambil beberapa sampel dari
setiap sudut lahan mengingat setiap “jengkal” tanah memiliki kandungan hara
yang berbeda sehingga untuk analisis tanah sebelum perlakuan hanya dapat
digunakan untuk praktikum ini saja karena data yang diperlukan hanya kandungan
hara tanah sebelum perlakuan untuk budidaya tanaman jagung manis yang
selanjutnya akan dianalisis kembali setelah selesai perlakuan bukan untuk
kebutuhan data lanjutan terkait lahan percobaan Karang Kitri.
Berdasarkan data hasil pengamatan tinggi tanaman jagung manis setiap 10 hst
dengan empat perlakuan media tanam yang berbeda, masing-masing perlakuan
diberi dua ulangan. Perlakuan media tanam tanah dengan penambahan pupuk
kotoran hewan menjadi perlakuan terbaik diikuti perlakuan tanah kontrol saja,
sedangkan pada perlakuan media tanam tanah dengan penambahan pupuk NPK
serta perlakuan tanah dengan penambahan pupuk NPK plus pupuk kotoran hewan
malah tidak tumbuh karena benih jagung yang ditaman membusuk. Selain itu
untuk hst ke 30 dan ke 40 mengalami human eror tidak memiliki data akibat
hilangnya data pengamatan.
Tanah dengan penambahan pupuk kotoran hewan menjadi perlakuan terbaik
dengan tinggi tanaman 58cm dan 53cm pada 20 hst, dikarenakan unsur hara yang

22
terkandung didalam pupuk kotoran hewan lengkap dan telah mampu memenuhi
kebutuhan nutrisi bagi tanaman, terlebih pemberiannya yang cukup banyak yaitu 1
kg tanah ditambah 1 kg pupuk kotoran hewan. Dapat dilihat perbedaannya dengan
perlakuan tanah kontrol di 20 hst yang hanya memiliki tinggi tanaman 31cm dan
38cm karena kebutuhan nutrisinya terbatas untuk pertumbuhan tanaman jagung
manis tersebut.
Kalpage (1974) menyatakan kesuburan tanah latosol umumnya sedang
sampai sangat rendah, kandungan akan mineral primer (kecuali kwarsa) dan unsur
hara tanah rendah.
Tanah kontrol yang diambil dari Karang Kitri dengan kategori atau jenis
tanah latosol memang memiliki hara yang ralatif rendah berdasarkan uji PUTK
pada tabel 4 dan Kalpage (1974) mempertegasnya, sehingga penambahan pupuk
kotoran hewan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman jagung.
Menurut Lengkong dan Kawulusan (2008) Kehadiran bahan organik dalam
tanah mutlak dibutuhkan karena bahan organik merupakan bahan penting dalam
menciptakan kesuburan tanah, baik secara fisika, kimia maupun dari segi biologi
tanah.
Kandungan bahan organik yang rendah menyebabkan partikel tanah mudah
pecah apabila kekurangan air karena tanah yang mengandung bahan organik
tinggi dapat menahan air lebih baik dari tanah yang memiliki bahan organik
rendah. Rendahnya kandungan bahan organik tanah dapat juga disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara peran bahan dan hilangnya bahan organik dari tanah
utamanya melalui proses oksidasi biologis dalam tanah.
Selaras dengan hasil penelitian Sukmawati (2015) yang menyatakan bahan
organik merupakan salah satu faktor pembatas yang sangat berperan untuk
menambah hara dan sebagai penyangga hara. Penambahan bahan organik dapat
meningkatkan daya menahan air tanah, mampu mengikat air dalam jumlah besar
sehingga mengurangi jumlah air yang hilang.
Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah
untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun,
kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun.

23
Menurunnya kadar bahan organik dapat merusak sifat fisika, sifat kimia dan sifat
biologi tanah berujung menurunkan kesehatan dan kesuburan tanah itu sendiri.
Hanafiah (2005) yang menyatakan bahwa apabila peningkatan kadar bahan
organik terjadi maka kadar N dalam tanah pun ikut meningkat. Jika ketersediaan
kadar N didalam tanah sedikit dapat berdampak buruk untuk tanaman yang
tumbuh diatasnya. Pasalnya apabila kadar C organik dalam tanah sangat rendah
dapat menyebabkan N didalam tanahpun menurun.
Sesuai dengan pendapat Hardjowigeno (2003) yang menjelaskan nitrogen
dalam tanah berasal dari bahan organik tanah (bahan organik halus, N tinggi, L/N
rendah, dan bahan organik kasar, N rendah rasio l/n tinggi).
Sedangkan untuk perlakuan dua lainnya tidak tumbuh bahkan benih
mengalami kebusukan, hal tersebut dikarenakan penambahan pupuk anorganik
majemuk berupa NPK dengan kadar yang sangat tinggi sehingga benih tidak dapat
tumbuh akibat banyak sekali faktor yang mempengaruhinya misalnya saja
keracunan hara sedangkan kita ketahui benih tidak memerlukan nutrisi untuk
proses perkecambahan karena benih telah memiliki cadangan makanan sendiri
berupa endosperm sampai dengan proses perkecambahan berakhir, selain itu
terkait dengan fisiologi tanaman yaitu difusi-osmosis benih dengan tanah karena
dapat kita ketahui konsentrasi tanah jauh lebih tinggi setelah penambahan pupuk
NPK dibandingkan konsentrasi benih jagung sehingga air, cairan atau ion pada
benih jagung tertarik keluar lingkungan yang seharusnya benih menyerap air
dalam proses (imbibisi). Belum lagi residu yang ditimbulkan dari pupuk anorgaik
tersebut di dalam tanah yang sangat besar akibat pemberiannya yang berlebihan.
Diperparah dengan N yang sifatnya sangat mudah berubah kebentuk lain, dalam
hal ini mengalami penguapan yang dapat menyebabkan pH tanah menjadi naik
dan suhu tanah menjadi meningkat sehingga dari keempat faktor itu saja sudah
sangat jelas yang membuat benih tanaman jagung tidak tumbuh bahkan
membusuk.
Data hasil pengamatan jumlah daun memiki data yang sama dengan tinggi
tanaman yaitu tanah dengan pemberian pupuk kotoran hewan memberikan hasil
yang terbaik pada jumlah daun tanaman jagung yang dipraktikumkan dan setiap

24
media tanam yang diberi penambahan pupuk NPK tidak tumbuh akibat benih
mengalami kebusukan.
Data hasil pengamatan bobot basah tanaman jagungpun demikian
menunjukan tanah dengan pemberian pupuk kotoran hewan memberikan hasil
yang terbaik pada bobot basah tanaman jagung dengan berat 0,025 gram diikuti
oleh perlakuan media tanam tanah kontrol yang memiliki bobot basah sebesar
0,010 gram sedangkan media tanam yang diberi penambahan pupuk NPK tidak
tumbuh baik tanah plus NPK maupun kombinasi antara tanah, pupuk kotoran
hewan dan pupuk NPK. Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas penambahan
pupuk NPK yang berlebihan menyebabkan benih mengalami kerusakan fisiologis
baik akibat keracunan hara, terkait dengan difusi-osmosis, residu pupuk maupun
penguapan N.
Menurut Palungkun dan Budiarti (2004) menyatakan pupuk yang diberikan
pada tanaman biasanya didasarkan kepada kebutuhan tanaman dan tersedianya
unsur hara di dalam tanah untuk tanaman. Dosis pupuk yang dibutuhkan sangat
tergantung oleh kesuburan tanah dan diberikan secara bertahap. Anjuran dosis
pupuk untuk tanaman jagung manis rata-rata adalah : Urea = 435 kg/ha, TSP =
335 kg/ha (SP 36 = 428 kg/ha) dan KCl = 250 kg/ha. Sedangkan untuk pupuk
organik adalah 10 ton/ha. Dari literatur ini cukup jelas bahwasannya pemberian
pupuk majemuk NPK sangat berlebihan mengingat apabila di hitung kedalam
hektar sekitar 2000 kg NPK/ha apabila asumsi ketebalan tanah 20 cm dengan bv
1dm/kg atau sekitar 320 kg N,P dan K yang ditambahkan kedalam tanah dengan
asumsi 16:16:16 sedangkan rekomendasinya hanya berkisar kurang dari 100 kg
N,P dan K yang ditambahkan kedalam tanah.
Pengamatan yang terakhir yaitu analisis tanah sebelum dan sesudah
pemupukan. Pada pengujian analisis tanah menggunakan PUTK sebelum
perlakuan (tanah kontrol) dan PUP memiliki pH yang agak masam dengan
kandungan P tersedia sedang, kadar K sedang, dan C-Organik yang rendah.
Sedangkan untuk analisis tanah menggunakan PUTK setelah perlakuan pada tanah
yang diberi pupuk kotoran hewan mengalami peningkatan kandungan P tersedia
dari yang sebelum perlakuan sedang menjadi tinggi dan kadar K yang meningkat
menjadi kategori tinggi sedangkan pH tanah dan kandungan C-Organik tidak

25
berubah. Untuk media tanam tanah dengan penambahan pupuk NPK setelah
perlakuan mengalami peningkatan kandungan P tersedia saja yang semula sedang
menjadi tinggi sisanya baik pH, K dan C-Organik tetap atau tidak berubah. Lain
halnya dengan media tanam tanah dengan penambahan pupuk kotoran hewan dan
pupuk NPK yang meningkatkan kadar K didalam tanah sedangkan kandungan P
tersedia, pH, dan C-Organik sama atau tidak berubah.
Uji pH dengan metode pH buffer 1:5 lebih spesifik menganalisa pH tanah
dari masing-masing perlakuan media tanam yang didapati hasil tanah kontrol
memiliki pH tanah sangat rendah ketimbang perlakuan lainnya setelah perlakuan
yaitu 5,72 dengan H2O dan hanya 4,55 dengan KCl sedangkan perlakuan tanah
dengan penambahan pupuk kotoran hewan memiliki kadar pH tanah terbaik
karena mendekati netral yaitu 6,39 dengan pengujian H2O dan 5,57 dengan KCl.
Dari hasil pengamatan terlihat pengukuran pH dengan KCl lebih rendah
kemasamannya jika dibandingkan dengan H2O. Pengukuran pH dengan larutan
pengekstrak KCl akan memberikan nilai lebih rendah kisaran 1 satuan pH
dibanding jika menggunakan H2O demikian dikarenakan garam KCl akan
melepaskan H+ dari kompleks serapan sehingga tanah akan lebih masam. Tanah
yang masam kerana kandungan H+ yang tinggi dan mungkin banyak mengandung
ion Al3+ yang bersifat masam karena air ion tersebut menghasilkan H+

26
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa pemberian pupuk kotoran hewan
dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah dan kadar hara
didalam tanah. Pemberian pupuk anorganik majemuk berupa NPK berlebih dapat
menyebabkan benih mengalami kerusakan fisiologis baik akibat keracunan hara,
terkait dengan difusi-osmosis, residu pupuk maupun penguapan N. Pengujian
analisis tanah sebelum dan sesudah pemupukan memberikan hasil yang berbeda
dimana setelah pemupukan terjadi peningkatan unsur hara tertentu di setiap
perlakuan dan berdasarkan uji pH dengan metode pH buffer 1:5 pemberian pupuk
dapat meningkatkan pH tanah dari yang tadinya masam naik menjadi cenderung
netral.

5.2 Saran
Dalam praktikum pengaruh penambahan pupuk organik dan pupuk anorganik
terhadap pertumbuhan tanaman jagung manis ini masih mempunyai beberapa
kekurangan, sebaiknya pada saat praktikum kita semua lebih memperhatikan
asisten laboratorium, menjaga kondisifitas ruangan agar praktikum berjalan lebih
baik, lebih teliti, fokus, usahakan mempelajari terlebih dahulu materi yang akan
dipraktikumkan dan menjaga data pengamatan sebaik mungkin serta pada saat
pengambilan sampel tanah diusahakan untuk menggunakan metode yang tepat
agar sampel dapat mewakili tanah dalam satu luas lahan.

27
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS). 2013. Produksi sayuran di Indonesia 2007-2009.


www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 25 Mei 2018 pukul 18.47 WIB.
Balittanah (Balai Penelitian Tanah). 2018. Perangkat Uji Tanah Dan Pupuk.
www.Balittanah.org. Diakses pada tanggal 29 Mei 2018 pukul 12.00 WIB.
Basuki, T. 2007. Pengaruh kompos, pupuk fosfat dan kapur terhadap perbaikan
sifat kimia tanah Podzolik Merah Kuning, serapan fosfat dan kalsium serta
pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. [tesis]. Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Dudal, R., dan Soepraptohardjo, M. 1957. Klasifikasi Tanah di Indonesia.
Pemberitaan Balai Besar Penyelidikan Tanah. Bogor.
Foth, H. D, 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Jilid ke Enam . Erlangga. Jakarta.
Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G.Nugroho, M.R. Saul, M.A. Diha, G.B.
Hong, H.H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. UNILA Press.
Lampung.
Hanafiah. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo. Jakarta.
Handayanto,E dan Hairiyah,K. 2007. Biologi Tanah Landasan Pengelolaan Tanah
Sehat. Edisi 3. Pustaka Adipura. Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.
Haryawan, B., Sofjan, J., dan Yetti, H. 2013. Pemberian Kompos Tandan
Kosong Kelapa Sawit dan Pupuk N, P dan K terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Tanaman Jagung Manis (Zea mays. L Var saccarata Sturt). JOM
Faperta. Vol. 2(2).
Hayati, M., E. Hayati, dan D. Nurfandi. 2011. Pengaruh pupuk organik dan
anorganik terhadap pertumbuhan beberapa varietas jagung manis di lahan
tsunami. Jurnal Floratek (6): 74-83.
Hayati, N. 2006. Pertumbuhan dan hasil jagung manis pada berbagai waktu
aplikasi bokashi limbah kulit buah kakao dan pupuk anorganik. Jurnal
Agroland. Vol. 3(3): 256-259.

28
Hsieh, S.C. and C. F. Hsieh. 1990. The use of organic matter in crop production.
Paper Presented at Seminar on “ The Use of Organic Fertilizer in Crop
Production “ at Soweon, South Korea, 18-24 June 1990.
Kalpage, F.S.C.F. 1974. Tropical Regions, Classification, Fertility and
Management. Mac Millan Co. of India Limited. India.
Karama A.S. 1990. Penggunaan pupuk dalam produksi pertanian. Makalah
disampaikan pada Seminar Puslitbang Tanaman Pangan, 4 Agustus 1999
di Bogor.
Lakitan, B. 2013. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Pers. Jakarta.
Leiwakabessy, F.M., dan Sutandi, A. 2004. Pupuk dan pemupukan.
DepartemenTanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lengkong, J.E., dan Kawulusan R.I. 2008. Pengelolaan Bahan Organik Untuk
Memelihara Kesuburan Tanah. Jurnal Soil Environment. Vol. 6(2): 91-97.
Lingga, P. 1992. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.
Marsono dan Lingga, P. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Musnamar, E. I. 2003. Pupuk Organik: Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. AgroMedia Pustaka.
Jakarta.
Nurdin, P. Maspeke, Z. Ilahude, dan F. Zakaria. 2008. Pertumbuhan dan hasil
jagung yang dipupuk N, P, dan K pada tanah vertisol Isimu Utara
Kabupaten Gorontalo. Jurnal Tanah Tropika. Vol. 14(1): 49-56.
Palungkun, R dan A. Budiarti. 1995. Sweet Corn dan Baby Corn. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Pirngadi, K. 2009. Peran Bahan Organik dalam Peningkatan Produksi Padi
Berkelanjutan Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Jurnal
Pengembangan Inovasi Pertanian. Vol. 2(1): 48‒64.
Prasetyo, B.H., A.J. Sri, S. Kasdi, R.D.M. Simanungkalit. 2004. Tanah Sawah dan
Teknologi Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen
Pertanian.

29
Purwono dan Hartono. 2011. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Puspadewi, S., W. Sutari, dan Kusumiyati. 2014. Pengaruh konsentrasi pupuk
organik cair (POC) dan dosis pupuk N, P, K terhadap pertumbuhan dan
hasil tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) kultivar Talenta.
Agriculture Science Journal. Vol. 1(4): 197-207.
Rosamarkam, A dan Yuwono, N.W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius.
Yogyakarta.
Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi dan
Gizi, Jilid 1. ITB Press. Bandung.
Setyorini, D., D. Suriadikarta, D. Santoso, A.Kasno dan W. Suastika. 2006.
Pengembangan pupuk majemuk NPK Pusri untuk tanaman pangan dan
hortikultura serta pembentukan Desa Binaan Pusri. Balai Penelitian Tanah.
Badan Litbang Pertanian.
Simanungkalit, R.D.M., R. Saraswati, R.D. Hastuti dan E. Husen. 2006. Bakteri
penambat nitrogen. Hlm113-140 dalam R.D.M. Simanungkalit, D.A. Suri
adikart a, R. Saraswati, D. Setyorini, dan W. Hartatik (Ed.). Pupuk
organik dan pupuk hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan
Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan ciri tanah. Departemen Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soepraptohardjo, M. 1961. Jenis-jenis Tanah di Indonesia. Lembaga Penelitian
Tanah. Bogor.
Subhan, N.N., dan Gunadi, N. 2009. Respons Tanaman Tomat terhadap
Penggunaan Pupuk Majemuk NPK 15-15-15 pada Tanah Latosol pada
Musim Kemarau. Jurnal Hort. Vol. 19(1): 40-48.
Suganda, Husein., Achmad Rachman, dan Sutono. 2002. Petunjuk Pengambilan
Contoh Tanah. www.Balittanah.org. Diakses pada tanggal 29 Mei 2018
pukul 12.20 WIB.
Sukmawati. 2015. Analisis Ketersediaan C-Organik di Lahan Kering Setelah
Diterapkan Berbagai Model Sistem Pertanian Hedgerow. Jurnal Galung
Tropika. Vol. 4(2):35-42.

30
Sumarsono. 2005. Peranan pupuk organik untuk perbaikan penampilan dan
produksi hijauan rumput gajah pada tanah cekaman salinitas dan
kemasaman. Fakultas Pertanian UNS. Surakarta.
Susetyo, S., Kismoro dan Suwardi, B. 1969. Hijauan Makanan Ternak. Direktorat
Peternakan Rakyat. Dirjen Departemen Pertanian. Jakarta
Susylowati. 2001. Pengaruh Pupuk Kalium terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Jagung Manis. Jurnal Budidaya Pertanian. Vol. 7(1): 36-45.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan
Pengembangannya. Kanisius.Yogyakarta.
Sutedjo, M.M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.
Suwarto, W., Qamara., dan Santiwa, C. 2000. Sweet Corn Baby Corn. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Syukur, M. dan A. Rifianto. 2014. Jagung Manis. Penebar Swadaya. Jakarta.

31
LAMPIRAN

Lampiran 1. Benih jagung yang digunakan

Lampiran 2. Media tanam (tanah) yang digunakan dalam praktikum

Lampiran 3. Benih ditanam dalam polybag yang diisi oleh tanah dengan berbagai
perlakuan yang sudah ditentukan

32
Lampiran 4. Polybag diberi label sesuai dengan perlakuan yang sudah diberikan

Lampiran 5. Alat dan bahan yang digunakan pada tahap pemaenan

Lampiran 6. Tanah perlakuan disaring menggunakan saringan

33
Lampiran 7. Tanaman jagung ditimbang menggunakan neraca analitik

Lampiran 8. Hasil pengambilan sampel tanah

Lampiran 9. ¼ sendok spatula tanah contoh dimasukkan ke dalam tabung reaksi

34
Lampiran 10. 1,5 ml pereaksi P-1 ditambahkan, lalu dihomogenkan dengan
pengaduk kaca.

Lampiran 11. 5 butir P-2 ditambahkan, lalu dikocok selama 1 menit.

Lampiran 12. Dibandingkan warna larutan jernih dengan indikator.

35
Lampiran 13. 1 tetes K-2 ditambahkan, lalu dikocok dan didiamkan 5 menit

Lampiran 14. 1 tetes pH-2 ditambahkan, lalu didiamkan ±10 menit sampai ada
endapan.

36

Anda mungkin juga menyukai