Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

MATA KULIAH TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN MAKANAN

BUDIDAYA TANAMAN PALAWIJA DENGAN SISTEM SURJAN DI LAHAN

PASANG SURUT

OLEH : Kelompok 7

Andi Rianto

Dodi Damanik

Eka Budi Atmaja

Fauzi Gunawan

Risky Gunawan

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

PEKANBARU

2019
i

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat

menyelesaikan makalah kelompok ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak

akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah

curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.

Paper ini di susun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Ekologi

Tanaman”, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.

Paper ini memuat tentang Budidaya Tanaman Palawija Dengan Sistem Surjan

DiLahan Pasang Surut. Semoga paper ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih

luas kepada pembaca. Walaupun paper ini memiliki kelebihan dan kekurangan.

Penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun. Terimakasih.

Pekanbaru, Desember 2019

Penyusun
ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................

I. PENDAHULUAN .............................................................................................

A. Latar Belakang ..............................................................................................

B. Tujuan ...........................................................................................................

II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................

III. SUHU DAN PENGARUHNYA TERHADAP TANAMAN ..........................

A. Tanaman Palawija ........................................................................................

B. Sistem Surjan ...............................................................................................

C. Lahan Pasang Surut .......................................................................................

IV. KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................................

A. Kesimpulan ..................................................................................................

B. Saran ............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk peningkatan

produkivitas tanaman pangan khususnya tanaman padi. Beras sebagai salah satu sumber

pangan utama penduduk Indonesia dan kebutuhannya terus meningkat karena selain

penduduk terus bertambah dengan laju peningkatan sekitar 2% per tahun, juga adanya

perubahan pola konsumsi penduduk dari non beras ke beras. Disamping itu terjadinya

penciutan lahan sawah irigasi akibat konversi lahan untuk kepentingan non pertanian

dan munculnya penomena degradasi kesuburan lahan menyebabkan produktivitas padi

sawah irigasi cenderung melandai (Deptan, 2008). Berkaitan dengan perkiraan

terjadinya penurunan produksi tersebut maka perlu diupayakan penanggulanggannya

melalui peningkatan intensitas pertanaman dan produktivitas lahan sawah yang ada,

pencetakan lahan irigasi baru dan pengembangan lahan potensial lainnya termasuk lahan

marginal seperti lahan rawa pasang surut.

Lahan rawa pasang surut merupakan lahan marginal yang memiliki potensi cukup

besar untuk pengembangan pertanian khususnya untuk pengembangan tanaman pangan.

Luas lahan ini di Indonesia diperkirakan mencapai 20,11 juta hektar, sekitar 9,53 juta

hektar diantaranya berpotensi sebagai areal pertanian, sudah direklamasi sekitar 4,186

juta hektar sehingga diperkirakan masih tersedia 5,344 juta hektar yang bisa

dimanfaatkan menjadi areal pertanian, sedangkan dari 4.186 juta ha yang telah

direklamasi juga belum dimanfaatkan secara maksimal.

Sebagai lahan marginal, memanfaatkan lahan rawa pasang surut untuk usaha

pertanian memang tidak semudah memanfaatkan lahan-lahan subur yang selama ini
2

banyak dimnfaatkan untuk usaha pertanian seperi lahan irigasi dan lainnya. Salah satu

dai ciri kemarginalan lahan ini adalah tingkat kemasaman tanah yang tinggi (pH < 4),

kandungan besi (Fe2+) cukup tinggi dan lapisan pirit yang dangkal. Oleh karenanya

dalam mengelola lahan ini menjadi lahan pertanian terlebih dahulu harus ketahui sifat

dan karakteristiknya yang khas tersebut. Jika salah kelola akan berakibat fatal dan

memerlukan biaya dan waktu yang lama untuk memperbaikinya.

Sistem surjan merupakan suatu cara pengelolaan tanah dan air yang disesuaikan

dengan kondisi alam setempat. Sistem ini, tidak saja dilakukan di lahan pasang surut

tetapi juga dapat dilakukan pada lahan gambut dangkal yang marginal. Namun yang

perlu diperhatikan dalam menggunakan sistem ini adalah penerapan pola tanam tumpang

sari (multicroping) yang berkelanjutan dan produktif dalam waktu lama. Hal ini

misalnya dapat terlihat dari adanya pola suksesi dari pertanaman padi menjadi tanaman

perkebunan kelapa atau kebun karet atau pohon buah-buahan dan perikanan.

Dengan penerapan sistem surjan, maka lahan akan menjadi lebih produktif, karena

pada lahan tersebut akan tersedia dua tatanan lahan, yaitu: (1) Lahan tabukan yang

tergenang (digunakan untuk menanam padi atau digabungkan dengan budidaya

ikan/minapadi); dan (2) Lahan guludan/tembokan/baluran sebagai lahan kering

(digunakan untuk budidaya palawija, buah-buahan, tanaman tahunan/perkebunan).

Saat ini tanaman kedelai merupakan salah satu bahan pangan yang penting setelah

beras disamping sebagai bahan pakan dan industri olahan. Karena hampir 90%

digunakan sebagai bahan pangan maka ketersediaan kedelai menjadi faktor yang cukup

penting (Anonimous, 2004c). Selain itu, kedelai juga merupakan tanaman palawija yang

kaya akan protein yang memiliki arti penting sebagai sumber protein nabati untuk
3

peningkatan gizi dan mengatasi penyakit kurang gizi seperti busung lapar Perkembangan

manfaat kedelai di samping sebagai sumber protein, makanan berbahan kedelai dapat

dipakai juga sebagai penurun cholesterol darah yang dapat mencegah penyakit jantung.

Selain itu, kedelai dapat berfungsi sebagai antioksidan dan dapat mencegah penyakit

kanker.

Oleh karena itu, ke depan proyeksi kebutuhan kedelai akan meningkat seiring

dengan kesadaran masyarakat tentang makanan sehat. Produk kedelai sebagai bahan

olahan pangan berpotensi dan berperan dalam menumbuhkembangkan industri kecil

menengah bahkan sebagai komoditas ekspor.Kebutuhan kedelai pada tahun 2004

sebesar 2,02 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri baru mencapai 0,71 juta ton dan

kekurangannya diimpor sebesar 1,31 juta ton (Anonimous 2005c) Hanya sekitar 35%

dari total kebutuhan dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri sendiri. Upaya untuk

menekan lajuimpor tersebut dapat ditempuh melalui strategi peningkatan produktivitas,

perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi produksi, penguatan kelembagaan petani,

peningkatan kualitas produk, peningkatan nilai tambah, perbaikan akses pasar, perbaikan

sistem permodalan, pengembangan infra struktur, serta pengaturan tataniaga dan insentif

usaha (Anonimous, 2004c; 2005c).

B. Tujuan

Adapun tujuan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui teknik budidaya tanaman palawija menggunakan system surjan

di lahan rawa pasang surut.


II. PEMBAHASAN

A. Tanaman Palawija

Tanaman palawija merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan

karena hasilnya dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat, sumber protein nabati, dan

bahan dasar berbagai industri. Sebagian besar tanaman palawija bukan merupakan

tanaman asli Indonesia, namun demikian tanaman tersebut sudah beradaptasi dan

dibudidayakan di Indonesia. Tanaman palawija meliputi jagung, kedelai, kacang tanah,

kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar, serta masih banyak yang lainnya.

Jagung berasal dari Amerika, di Indonesia jagung memegang peranan kedua

sesudah padi. Sebagai bahan makanan, jagung bernilai gizi tidak kalah dibandingkan

dengan beras. Selain untuk bahan makanan manusia, jagung dapat digunakan untuk

makanan ternak, bahan dasar industri, minuman, sirup, kopi, kertas, minyak, dan cat.

Hasil jagung per ha di Indonesia masih rendah dibandingkan negara lain. Rendahnya

hasil terutama disebabkan oleh belum menyebarnya pemakaian varietas unggul,

pemakaian pupuk yang sangat sedikit, serta cara bercocok tanam yang belum diperbaiki.

Kedelai yang tersebar di Indonesia bukan tanaman asli, melainkan berasal dari

Cina. Kedelai sudah cukup lama mendapat tempat di hati masyarakat karena mempunyai

manfaat yang tinggi, kedelai dapat diolah menjadi bahan makanan (tahu dan tempe),

minuman, serta penyedap cita rasa makanan. Tidak hanya biji yang bermanfaat, tetapi

daun dan batang yang sudah agak keringpun dapat digunakan sebagai makanan ternak

dan pupuk hijau. Tanah bekas ditanami kedelai biasanya baik sekali untuk ditanam padi,

sebab pada kedelai terdapat bintil-bintil yang dapat mengikat unsur N (Nitrogen) dari

udara dengan memanfaatkan aktivitas bakteri Rhizobium.


5

Kacang tanah berasal dari Brazil. Kacang tanah berperan memenuhi kebutuhan

pangan nasional sebagai sumber protein nabati, minyak, dan nutrisi lain. Produksi dan

produktifitas kacang tanah Nasional dari tahun ke tahun terus meningkat, namun laju

permintaannya masaih lebih besar dari pada ketersediaannya. Maka dari itu, antara lain

dengan perluasan areal serta perbaikan teknologi budi daya dan pasca panen.

Pengembangan budi daya kacang hijau di Indonesia menempati urutan ketiga

dalam kebutuhan kacang-kacangan setelah kedelai dan kacang tanah. Permintaan kacang

hijau cenderung meningkat, sedang persedian produksi kacang hijau nasional belum

dapat mencukupi kebutuhan di dalam negeri, sehingga harus di impor, kacang hijau

tidak hanya dijadikan bahan makanan, tetapi juga digunakan sebagai pakan ternak.

Ubi kayu atau sering disebut singkong berasal dari Brasil. Di Indonesia, hasil ubi

kayu melimpah ruah dibeberapa tempat, tetapi belum ditangani secara serius. Hal

tersebut mengakibatkan Indonesia menjadi negara kedua penghasil singkong terbesar di

dunia. Hasil panen berupa umbi dapat disimpan dalam keadaan segar, yaitu dengan

menyimpan ubi kayu di dalam tanah atau sekam lembab.

Meskipun ubi jalar merupakan sumber karbohidrat setelah jagung, singkong, atau

sagu, tetapi merupakan tanaman kesayangan petani karena bernilai ekonomi tinggi. Ubi

jalar adalah tanaman merambat yang banyak varietasnya, dalam hal warna, batang,

umbi, dan bentuk daun. Banyaknya variasi mengakibatkan nama ubi jalar bermacam-

macam.

Pemanfaatan ubi jalar sampai sekarang terbatas sebagai tanaman sampingan saja.

Bukan merupakan tanaman pokok, seperti padi, jagung, dan singkong. Ubi jalar hanya
6

ditanam di tempat-tempat tertentu, terutama di daerah-daerah yang berdekatan dengan

kota.

B. Sitem Surjan

Surjan atau sorjan (bahasa banjar) merupakan sebuah sistem pertanian di lahan

rawa yang memadukan antara sistem sawah dengan sistem tegalan. Kata surjan diambil

dari bahasa Jawa yang artinya lurik atau garis-garis. Hamparan surjan memang tampak

dari atas seperti susunan garis-garis selang seling yang merupakan bagian dari tembokan

atau guludan, atau tegalan (raised bed) dan bagian tabukan atau sawah (sunken bed).

Dalam sistem surjan ruang dan waktu usahatani dioptimalkan dengan beragam

komoditas dan pola tanam. Sistem sawah atau persawahan (untuk padi sawah) dan

sistem tegalan untuk tanaman padi gogo dan palawija, atau sistem kebun untuk tanaman

perkebunan/tanaman tahunan hanya dapat memberikan kontribusi Sistem Surjan Model

Pertanian Lahan Rawa Adaptif Perubahan Iklim secara partial kepada petani dengan

basis utama hanya dengan satu komoditas. Misalnya pada sistem sawah, komoditas

utama adalah padi. Demikian juga pada sistem tegalan yang menjadi komoditas utama

adalah jagung, sedangkan pada sistem kebun yang menjadi komoditas utama antara lain

karet, kelapa, kakao atau jeruk. Pada sistem surjan usahatani atau pertanian dikelola

dalam bentuk multi-guna lahan dan multi-komoditas sehingga dalam sistem

usahataninya dihasilkan produksi yang lebih beragam yang tujuannya agar dapat

memberikan kontribusi pendapatan lebih banyak dan keuntungan lebih besar.

Berikut ini beberapa macam lahan untuk merancang sistem surjan :

 Lahan di daerah irigasi Lahan tanah yang layak untuk irigasi umumnya
digunakan untuk penanaman padi dengan tekstur tanah liat, lempung liat
7

sampai sangat liat, dengan kedalaman solum yang memadai. Lahan ini cocok

untuk tanah persawahan maupun sistem surjan. Pola tanam dilakukan sesuai

dengan 5 kebiasaan dan ketersediaan air irigasi Untuk lahan tanah nonirigasi

atau lahan kering, irigasi berdasarkan tadah hujan, air tanah umumnya dalam,

tekstur tanah lempung atau liat, dengan suatu rekayasa lahan ini dapat dibangun

sistem surjan yang hanya dilakukan pada musim penghujan.

 Lahan daerah banjir Di daerah cekungan atau dataran banjir, dapat dijumpai
tanah lempung liat atau liat, adanya lapisan keras atau tanah alluvial, dan

kondisi genangan banjir tertentu yang dapat dimanfaatkan sebagai sawah atau

dapat dikelola dengan sistem surjan.

 Lahan dataran rendah Dataran rendah berupa rawa di dalam pengelolaannya


perlu dilakukan dengan cermat sesuai dengan prinsip pengelolaan yang tepat

karena kondisi lahan yang memiliki berbagai kendala agrofisik. Genangan air di

lahan dataran rendah dapat dibedakan yang dipengaruhi oleh air pasang dan

yang hanya dipengaruhi oleh curah hujan. Macam-macam lahan dapat

dibedakan sebagai berikut:

(a) Lahan potensial Umumnya tanah alluvial mempunyai bermacam tekstur

tanah dari tanah lempung, tekstur lempung liat berpasir halus, sampai tekstur

liat berdebu. Dengan tanah ini dapat direncanakan pembangunan sistem surjan

dengan memperhatikan tipe genangan banjir daerah setempat.

(b) Lahan sulfat masam Tanah sulfat masam merupakan tanah alluvial, tetapi

mempunyai lapisan yang mengandung bahan racun pirit atau lapisan sulfidik ,

pH rendah, kesuburan rendah, yang biasa dijumpai di lahan pertanian rawa.


8

Untuk menata lahan dan air untuk sawah atau sistem surjan,diperlukan kajian

yang teliti yaitu tipe genangan atau peluapan air setempat.

Surjan berbentuk lajur-lajur tanah tinggi sebagai bedengan atau guludan, yang

berselang seling dengan tanah rendah, sebagai tabukan atau parit saluran. Penampang

melintang berbentuk trapesium atau empat pesegi panjang, tergantung macam tanah

yang membentuknya, dan dinyatakan dalam kemiringan

Penentuan jarak antarparit surjan

Ada dua macam cara untuk menentukan jarak antarparit surjan, cara pertama

surjan dipandang sebagai lahan dengan irigasi parit (furrow irrigation) dan cara kedua

guludan surjan sebagai lahan budi daya tanaman dikelola secara intensif dengan

dukungan kecukupan air sepanjang hari.

Sesuai dengan keadaan lapangan, surjan bagian bawah atau tabukan mempunyai

ukuran lebih lebar dari parit surjan sempit, dari beberapa meter, 3 meter, 5 meter sampai

dengan 15 meter, 12 meter sampai dengan 14 meter atau 10 meter sampai dengan 20

meter yang ditanami padi 6 sawah. Bagian atas dengan ukuran beberapa meter, 3 meter

sampai dengan 6 meter, tinggi guludan 0,6 meter yang ditanami palawija seperti

tanaman kacang tanah, kedele , jagung, atau tanaman sayuran Apabila ditanam

pepohonan atau tanaman keras khususnya, sebaiknya arah lajur membentang timur -

barat agar areal lahan mendapat sinar matahari penuh sepanjang hari.. Pada tabukan

dataran rendah dianjurkan untuk membuat saluran cacing atau kemalir, yaitu saluran

sedalam 20 cm yang dibuat di sekeliling petakan sawah atau tabukan dengan interval 6

meter sampai dengan 9 meter, yang berguna untuk mencuci senyawa beracun yang
9

mengganggu tanaman terutama tanaman padi.(khususnya daerah rawa pasang surut)

Persiapan Pembuatan Irigasi

Persiapan dimaksudkan agar pemberian air ke petak lahan dapat dilaksanakan

sesuai rencana sebelumnya. Beberapa hal berikut agar diperhatikan dalam persiapan.

(a) Jaringan yang terdiri dari bangunan dan saluran dipastikan berfungsi dengan

baik dengan pemeliharaan dan perbaikan seperlunya.

(b) Apabila jumlah air sedikit, pemberian air dilakukan secara giliran atau rotasi.

(c) Untuk musim penghujan khususnya, saluran pembuang harus benar-benar

berfungsi dengan baik, dengan pemeliharaan dan perbaikan, serta kelebihan

air hujan dapat dibuang.

(d) Kesiapan kegiatan operasi dan pemeliharaan yang dilkelola oleh organisasi

P3A, sesuai dengan kebutuhan dan pola tanam.

Tingkat teknis pemberian air

Rencana pemberian air di petak surjan dan tahapan pemeliharaan yang sesuai

dengan tingkatan teknis pembagian dan pemberian air, dibedakan atas tiga macam yang

berikut:

(a) Jaringan sederhana atau belum teknis, belum ada bangunan tersier, saluran

pembawa dan pembuang belum terpisah, setiap sawah dapat mengambil air

langsung dari saluran tersier, air dapat dialirkan ke petak, dan kelebihan air

dapat dibuang.

(b) Jaringan semiteknis, bangunan tersier sudah ada, saluran pembawa dan

pembuang sudah terpisah, sekelompok sawah mempunyai satu tempat

pengambilan di saluran tersier, air dapat diatur namun belum dapat diukur.
10

(c) Jaringan teknis, bangunan tersier sudah ada, saluran pembawa dan pembuang

sudah terpisah, dapat untuk rotasi baik antar sub tersier atau antar petak

kuarter, air dapat diatur dan diukur.

Pola tanam

Perlu disusun pola pertanaman pada satu petak lahan dalam siklus satu tahun

danpelaksanaan masa tanam musim penghujan atau kemarau ditetapkan dengan jadwal

tanam sesuai dengan program jaringan utama. Sistem surjan berkembang di daerah

irigasi di tempattempat tertentu sesuai dengan kondisi setempat yang mendukung,

misalnya di Brebes dengan penanaman bawang merah, dengan irigasi sederhana,

semiteknis maupun teknis Tanaman bawang 7 merah banyak diproduksi di daerah ini

sebagai produk andalan, dibudidayakan dengan pola tanam sayuran atau palawija di

musim kemarau dengan sistem surjan sempit, sedangkan penanaman padi dilaksanakan

di musim penghujan.

Kebutuhan air di petak surjan

Banyaknya pemberian air yang dialirkan pada petak surjan yaitu di areal

pertanaman, secara kuantitatif dapat diperkirakan atau dihitung dengan beberapa

perumusan sebagai berikut.

(a) Air yang digunakan tanaman atau consumptive use (CU) adalah terdiri dari

transpirasi dan evaporasi atau disebut evapotranspirasi (ET).

(b) Kebutuhan air adalah air yang digunakan tanaman ditambah dengan perkolasi

(ET + P).

(c) Kebutuhan air irigasi terdiri dari kebutuhan air dikurangi curah hujan efektif

(ET + P) – Re.
11

(d) Kebutuhan air untuk areal pertanaman adalah sama dengan kebutuhan air

irigasi ditambah air hilang yang tidak diperlukan dari areal pertanaman (ET +

P – Re + S).

(e) Kebutuhan air yang diperlukan dari sumber (yang dihitung dari kebutuhan air

untuk areal pertanaman) harus ditambah air yang hilang dalam saluran

pembawa

Penanaman

Rencana diversifikasi tanaman pada surjan lebar dengan cara tumpang sari di areal

lahan tabukan tanaman padi, di guludan ditanam palawija dan / atau sayuran. Pada

surjan sempit dengan program tanam palawija dan atau sayuran di guludan dapat

ditanam dengan intensitas tanam sesuai dengan kebiasaan dan kondisi setempat. Pada

guludan dapat pula ditanam tanaman industri seperti kopi, jahe yang ditumpang sarikan

dengan palawija atau sayuran.

Pelaksanaan Sistem Surjan

1. Alat pengerjaan tanah

Beberapa peralatan tradisional yang masih umum digunakan adalah antara lain

sabit , parang, cangkul, garpu, sekop, penggaruk tanah, garu kecil, dan alat pembantu

lainnya seperti antara lain benang, patok kayu, palu, dan pipa plastik untuk penyipat

datar.

2. Pembersihan lapangan

Pembersihan lapangan antara lain meliputi pembersihan sisa-sisa jerami dan

rumput rumputan yang ada, pembersihan pohon-pohon besar, semak belukar dengan

cara memotong atau memangkas menggunakan sabit atau parang dan sejenisnya.
12

Tanah juga perlu dibersihkan dari batu-batu besar atau tanggul-tanggul yang masih

tertinggal, dengan menggunakan cangkul.

3. Pengolahan tanah

Perlu dibedakan pengolahan tanah kondisi kering dan basah. *Pengolahan tanah

pada kondisi kering Beberapa macam pekerjaan pengolahan tanah pada kondisi

kering, berupa mencangkul atau membajak, menyisir, dan membuat bedengan atau

guludan.

4. Mencangkul atau membajak

Apabila petakan tanah sempit, tanah diolah cukup dengan mencangkul saja,

tetapi apabila petakan luas, pengerjaannya dapat dikerjakan dengan cara membajak

dengan maksud untuk mempercepat selesainya pekerjaan. Tujuan mencangkul atau

membajak adalah untuk memecah dan membalik tanah, serta memcampur tanah

lapisan atas yang baik dengan lapisan di bawahnya. Cara ini dapat menambah bahan

organis untuk memperkaya zat hara yang sangat dibutuhkan bagi kehipupan

tanaman.

5. Menyisir atau menggaru

Pekerjaan menyisir tanah dimaksudkan adalah untuk lebih menghancurkan dan

menggemburkan tanah agar akar-akar tanaman dapat tumbuh lebih mudah masuk

kedalam tanah. *Pengolahan tanah kondisi basah Untuk menghasilkan tanah yang

baik bagi tanaman padi, tanah perlu dikelola dengan sebaik-baiknya, ditandai dengan

tanah yang melumpur sempurna, dengan kedalaman sedalam 15 cm sampai dengan

25 cm, dengan menggunakan cangkul, bajak atau traktor. Keuntungan lain

pengolahan tanah secara sempurna seperti tersebut di atas adalah dapat mengurangi
13

atau memperlambat kehilangan air permukaan akibat rembesan atau infiltrasi

sehingga genangan air permukaan dapat dipertahankan lebih lama. Caranya sama

dengan pada mengerjakan pengolahan tanah secara kering.

C. Lahan Pasang Surut

Lahan rawa adalah lahan yang tergenang secara terus menerus akibat drainase

buruk. Lahan rawa di bagi menjadi dua yaitu rawa lebak dan rawa pasang surut. Lahan

rawa pasang surut merupakan lahan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

Lahan pasang surut merupakan suatu lahan yang terletak pada zone/wilayah

sekitar pantai yang ditandai dengan adanya pengaruh langsung limpasan air dari pasang

surutnya air laut atau pun hanya berpengaruh pada muka air tanah. Sebagian besar jenis

tanah pada lahan rawa pasang surut terdiri dari tanah gambut dan tanah sulfat masam.

Lahan rawa pasang surut jika dikembangkan secara optimal dengan meningkatkan

fungsi dan manfaatnya maka bisa menjadi lahan yang potensial untuk dijadikan lahan

pertanian di masa depan. Untuk mencapai tujuan pengembangan lahan pasang surut

secara optimal, ada beberapa kendala. Kendala tersebut berupa faktor biofisik, hidrologi

yang menyangkut tata air, agronomi, sosial dan ekonomi

Kemudian tanah pasang surut biasanya dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan

terutama untuk lahan persawahan. Luas lahan pasang surut yang dapat dimanfaatkan

berfluktuasi antara musim kemarau dan penghujan. Pemanfaatan lahan pasang surut

telah menjadi sumber mata pencaharian penting bagi masyarakat disekitarnya meskipun

belum dapat menggunakannya sepanjang tahun. Rata - rata lahan pasang surut hanya

dapat ditanami sekali dalam setahunnya selebihnya dibiarkan dalam keadaan bero

karena tergenang air. Tergenangnya lahan pasang surut secara periodik ada kaitannya
14

dengan kepentingan pembangkit tenaga listrik dan meluapnya air pada musim

penghujan.

Lahan rawa pasang surut memiliki potensi yang besar dan prospek pengembangan

yang baik, serta merupakan salah satu pilihan strategis sebagai areal produksi pertanian

guna mendukung ketahanan pangan nasional. Reklamasi atau pengembangan lahan rawa

pasang surut untuk pertanian telah dilakukan pemerintah sejak tahun 1970-an. Pada awal

reklamasi, sistem jaringan tata air yang dibangun masih merupakan sistem jaringan

terbuka dengan fungsi utama untuk drainase. Pengaturan tata air sepenuhnya masih

bergantung pada kondisi alam, sehingga kemampuan pelayanan tata air masih sangat

rendah. Pada sistem jaringan terbuka, tipe luapan air pasang menjadi pertimbangan

utama dalam penerapan sistem usahatani. Dengan dibangunnya infrastruktur pengendali

air (pintu air), maka beberapa pokok persoalan teknis mulai dapat dipecahkan, namun

dalam pelaksanaannya masih terhambat oleh kondisi yang beragam di lapangan.

Berbagai pemikiran dan penelitian terus dilakukan dalam upaya peningkatan

produksi pertanian dan indeks pertanaman (IP). Berbagai hasil penelitian menunjukkan

bahwa pengelolaan air merupakan kunci keberhasilan dalam pengembangan pertanian

lahan rawa pasang surut. Pengelolaan air dapat mengendalikan kondisi muka air tanah di

petak lahan yang fluktuatif. Namun demikian, pengelolaan air masih terkendala oleh

kondisi infiastruktur pengendali air yang belum memadai. Sebagian besar jaringan tata

air di daerah reklamasi rawa pasang surut masih belum dilengkapi dengan infrastruktur

pengendali air yang memadai. Tanpa pintu air, terutarna di saluran tersier, maka

pengendalian muka air tanah di petak lahan akan sulit dilakukan. Selain itu, teknik yang

diterapkan juga masih bergantung pada pengamatan muka air tanah secara langsung di
15

lapangan, yaitu dengan membuat sumur-sumur pengamatan. Meskipun memiliki akurasi

yang tinggi, namun pengamatan secara langsung memerlukan waktu, tenaga, dan biaya

yang besar. Informasi yang diperoleh juga terbatas pada titik pengamatan dan jangka

waktu pengamatan tertentu. Oleh karena itu, perlu dibangun suatu model penduga muka

air tanah, sehingga kondisi muka air tanah di petak lahan dapat diketahui secara cepat

melalui parameterparameter model sebagai prediktor.

Pada pertanian lahan rawa pasang surut, tanaman akan tumbuh dan berkembang

dengan baik apabila kedalaman muka air tanah dapat diatur sesuai dengan zona

perakaran tanaman, dan pirit yang ada di dalam tanah tidak teroksidasi. Penman muka

air tanah hingga di bawah lapisan tanah yang mengandung pirit akan menyebabkan

terjadinya oksidasi pirit yang menghasilkan senyawa sulfat. Asam sulfat bersifat racun,

sehingga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Oksidasi pirit dapat dikendalikan

dengan menekan kandungan oksigen yang tersedia di dalam tanah, yaitu dengan

mengatur kedalaman muka air tanah.

Untuk meningkatkan produktivitas lahan rawa pasang surut, pengelolaan air

memegang peranan sangat penting. Pengelolaan air dilakukan dengan memperhatikan

kedalaman gambut, tingkat pelapukan gambut, lapisan bawah gambut (substratum), ada

tidaknya bahan pengkayaan, dan tipe luapan pasang surut. Untuk menanggulangi,

mengurangi, dan menghilangkan kemasaman serta untuk meningkatkan hasil komoditas

yang dibudidayakan di lahan sulfat masam, pengelolaan air didasarkan pada tipologi

lahan pasang surut dan tipe luapan. Tipologi lahan sulfat masam potensial dengan tipe

luapan A, tipologi lahan sulfat masam aktual dengan tipe luapan B, C, D


16

Berdasarkan kemampuan arus pasang mencapai daratan, maka tipe luapan pada lahan

rawa pasang surut dibedakan menjadi 4 macam tipe luapan yaitu :

Tipe A : Lahan yang selalu terluapi air pasang, baik pada saat pasang maksimum

(spring tide) maupun pasang minimum (neap tide).

Tipe B : Lahan yang terluapi air pasang pada saat pasang besar.

Tipe C : Lahan yang tidak pernah terluapi air pasang, tetapi air pasang berpengaruh

pada air tanah dan kedalaman muka air tanah kurang dari 50 cm.

Tipe D : Lahan yang tidak pernah terluapi air pasang, tetapi air pasang berpengaruh

pada air tanah dan kedalaman muka air tanah lebih dari 50 cm.

Pengembangan Lahan Pasang Surut, Ada 4 kunci sukses pengelolaan lahan rawa

yang selain dapat meningkatkan produktivitasnya juga dapat melestarikan kesuburan

tanah sehingga pertanian berkelajutan (sustainable agricultural) dapat dicapai. Adapun

keempat kunci sukses dimaksud adalah: (1) Pengelolaan air; (2) Penataan lahan; (3)

Pemilihan Komoditas adaptif dan prospektif dan (4) Penerapan teknologi budidaya yang

sesuai.

1. Pengelolaan Air

Kunci utama keberhasilan pemanfaatan lahan rawa pasang surut untuk pertanian

adalah pengelolaan air . Sistem pengelolaan air yang sesuai di lahan pasang surut adalah

sistem satu arah pada lahan-lahan tipe A dan B, dan sistem konservasi pada lahan tipe C

dan D. Secara specifik pengelolaan air di lahan pasang surut bertujuan untuk : (1)

Memenuhi kebutuhan air pada penyiapan lahan, (2) Memenuhi kebutuhan air untuk

pertumbuhan tanaman, (3) Memberikan suasana kelembaban yang ideal bagi

pertumbuhan tanaman dengan mengatur tinggi muka air tanah, (4) Memperbaiki sifat
17

fisiko-kimia tanah dengan cara mencuci zat-zat yang bersifat meracun bagi tanaman, (5)

Mengurangi semaksimal mungkin terjadinya oksidasi pirit pada tanah sulfat; (6)

Mencegah terjadinya proses kering tak balik pada gambut, (7) Mencegah terjadinya

penurunan permukaan tanah (subsidence) terlalu cepat; dan (8) Mencegah masuknya air

asin ke petakan lahan.

Penerapan sistem tata air satu arah pada lahan tipe luapan A dan B dapat

dilakukan dengan menggunakan pintu air otomatis pada tingkat saluran sekunder/ tersier

yang berfungsi untuk memisahkan fungsi saluran antara sekunder/tersier untuk saluran

irigasi dan untuk saluran drainase. Air masuk pada saat pasang masuk melalui saluran

irigasi dengan mendorong pintu air otomatis, sementara pintu pada saluran

sekunder/tersier drainase akan tertutup. Sebaliknya pada saat air surut, pintu air pada

saluran sekunder/tersier irigasi akan tertutup akibat dorongan air balik, sementara pada

saluran sekunder/tersier drainase arus air balik akan mendorong pintu air menjadi

terbuka sehingga air bebas keluar. Dengan demikian sirkulasi air pada tingkat lahan

pertanaman dan pencucian dapat berlangsung dengan baik

2. Penataan Lahan

Guna mengoptimalkan pengembangan lahan rawa pasng surut untuk usaha

pertanian yang sekaligus meningkatkan diversifikasi hasil pertanian dan pendapatan,

maka perlu dilakukan penataan lahan. Adapun tujuan penataan lahan adalah untuk : (1)

mengurangi resiko kegagalan total dalam usaha tani; (2) meningkatkan keragaman usaha

tani melalui difersifikasi tanaman; (3) meningkatkan pendapatan usaha tani melalui

difersifikasi tanaman; (4) mempertahankan kesuburan tanah. Penataan lahan di lahan

rawa pasang surut dapat dilakukan berdasarkan kepentingan dan keadaan tipologi lahan
18

3. Pemilihan Komoditas adaptif dan prospektif

Dengan penerapan sistem tata air dan penataaan lahan yang sesuai, lahan rawa

pasang surut tidak hanya dapat diperuntukan untuk tanaman padi, namun berbagai

komoditas dapat dikembangkan. Penganekaragam komoditas dapat dilakukan untuk

meningkatkan pendapatan dan mengurangi resiko kegagalan usahatani. Namun demikian

sebelum memilih/ menetapkan komoditas yang akan diusahakan, setidaknya ada empat

pertimbangan yang perlu diperhatikan agar komoditas yang diusahakan dapat

berproduksi secara optimal dan memiliki nialai jual yang cukup tinggi. Adapun ke empat

pertimbangan dimaksud adalah (1) agroteknis, (2) ekonomis, (3) sosial, dan (4)

pemasaran.

Aspek agroteknis adalah kesesuaian lahan. Kesesuaian lahan harus menjadi

pertimbangan utama, karena bila tidak, maka tanaman tidak akan menghasilkan secara

optimum. Pengusahaaan tanaman pada lahan yang kurang sesuai akan memerlukan

perlakuan-perlakuan dan penambahan input tertentu yang akan menambah biaya,

sehingga menyebabkan tidak kompetitif dengan produk sejenis dari daerah lain, atau

dengan komoditas saingannya. Teknologi yang diberikan sedapat mungkin tak terlalu

banyak menambah biaya, kalaupun ada tambahan hasilnya (manfaatnya) akan lebih

besar dari tambahan biayanya. Dari pengalaman dan hasil observasi diberbagai lokasi

lahan rawa pasang surut menunjukkan bahwa beberapa komoditas pertanian yang

prospektif baik berupa tanaman pangan (padi dan palawija) maupun tanaman

hortikultura (sayur-sayuran dan buah-buahan) dapat dikembangkan dilahan rawa pasang

surut. Sedangkan pemilihan jenis dan varietasnya disesuaikan dengan preferensi

petaninya atau prospek pasarnya pada wilayah pengembangan.


19

4. Penerapan Teknologi Budidaya Yang Sesuai

Selain dari faktor pengelolaan air, penataan lahan, pemilihan komoditas yang

adaptif dan prospektif, penerapan teknologi budidaya sesuai komodtias harus dilakukan

dalam upaya untuk mengoptialkan produktivitas lahan rawa. Teknologi budidaya

dimaksud meliputi penyiapan lahan, pemberian bahan amelioran, penggunaan varietas

yang adaptif, pemupukan, pengaturan tanam, pemberantasan hama penyakit dan lain-

lain.

Penyiapan lahan adalah kegiatan penebasan dan atau pembersihan rerumputan

serta pengo lahan tanah, yang ditujukan agar lahan menjadi rata dan lebih seragam serta

memberikan media tumbuh yang baik bagi perakaran tanaman. Pada lahan yang baru

dilakukan penataan dengan sistem surjan, untuk menyeragamkan tinggi genangan air

dan kesuburan tanah di bagian tabukan, perlu dilakukan perataan lahan bersamaan

dengan kegiatan pengolahan tanah. Dengan demikian, penanaman dapat dilakukan lebih

mudah dan hasilnya lebih baik.

Sebelum melakukan penanaman, tanaman padi dan hortikultura umumnya

terlebih dahulu disemaikan walaupun padi juga dapat ditanam dengan cara tanam benih

langsung, sedangkan tanaman palawija baik jagung maupun jenis kacang-kacangan

umumnya tanam langsung. Persemaian untuk tanaman padi dapat dilakukan pada lahan

kering yang tanahnya digemburkan atau lahan basah dengan kondisi airnya macak-

macak. Kepadatan benih 100-150 g/m2 dan setelah umur 21 hari dapat ditanam dilahan

sawah. Penyemaian untuk tanaman hortikultura dilakukan secara kering di lahan yang

letaknya agak tinggi, dan kemudian setelah berumur 7 10 hari dipindah kedalam polibag

kecil. Dan ditata dengan teratur diatas rak atau ditempat teduh Penanaman dilakukan
20

dengan cara tanam pindah untuk padi sawah dan beberapa jenis sayuran atau tanam

benih langsung untuk palawija.

Sebelum melakukan penaman, mengingat tanah di lahan dilahan rawa pasang

surut pada umumnya memiliki keragaman tanah yang tinggi dengan tingkat kesuburan

tanahnya umumnya rendah dan pH 4 5 maka diperlukan pemberian bahan ameliorasi

dan pemupukan untuk meningkatkan hasil tanamannya. Takaran bahan ameliorasi

diperlukan umumnya 1.000 kg/ha untuk bukaan baru dan 500 kg/ha untuk lahan yang

sudah biasa ditanami dan pupuk yang diperlukan sangat tergantung pada tingkat

kesuburan tanah dan varietas yang ditanam sehingga untuk pemberian pupuk yang tepat

dan efisien sebaiknya dilakukan uji tanah di setiap wilayah pengembangan

Gulma, hama dan penyakit merupakan masalah dalam pengembangan usahatani

tanaman di lahan rawa pasang surut. Gulma atau rerumputan di lahan rawa pasang surut

tumbuh subur dan berkembang cepat. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan

penyiangan (manual) atau dengan aplikasi herbisida efektif, maupun kombinasi

keduanya. Hama utama tanaman khususnya padi adalah tikus dan penggerek batang padi

putih serta ulat daun dan buah untuk sayuran. Serangan hama tikus umumnya terjadi

pada saat tanaman memasuki fase bunting, sehingga upaya pengendalian dini sangat

bermanfaat dalam menurunkan populasi tikus. Pada dasarnya pengendalian hama dan

penyakit dilakukan secara terpadu menggunakan teknologi PHT melalui penggunaan

varietas tahan, musuh alami, penerapan teknik budidaya yang baik dan sanitasi

lingkungan sedangkan penggunaan pestisida kimiawi dilakukan sebagai tindakan

terakhir. Untuk menunjang keberhasilan pengendalian hama dan penyakit ini sangat
21

diperlukan partisipasi aktif petani dan dukungan aparat pemerintah serta sarana dan

prasarana penunjang yang memadai.

Penanganan panen dan pasca panen merupakan faktor penting dalam mengurangi

kehilangan hasil dan meningkatkan mutu hasil baik padi, palawija maupun tanaman

hortikultura. Penentuan saat panen serta cara panen dan pengelolaan pasca panen yang

tepat melalui penggunaan alsintan ataupun manual perla dilakukan guna meningkatkan

mutu hasil yang baik. Untuk tanaman padi saat panen yang tepat adalah saat gabah padi

telah dalam fase masak fisiologis, yaitu hampir semua gabah matang. Panen hendaknya

dilakukan dengan sabit bergerigi. Perontokan hasil dilakukan dengan mesin perontok

(power thresher) atau digebot untuk padi, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau,

sedangkan untuk jagung dengan mesin pemipil jagung. Pengeringan hasil dilakukan

secepatnya, baik dengan dijemur maupun menggunakan mesin pengering (dryer)

tergantung ketersediaannya. Untuk menjaga kualitas hasil agar tetap baik dan tidak

dimakan hama atau terinfeksi jamur, hasil pertanian tersebut perlu disimpan pada tempat

penyimpanan yang baik.


III. KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Tanaman palawija merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan karena

hasilnya dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat, sumber protein nabati, dan bahan

dasar berbagai industri.

Surjan atau sorjan (bahasa banjar) merupakan sebuah sistem pertanian di lahan rawa

yang memadukan antara sistem sawah dengan sistem tegalan.

Lahan pasang surut merupakan suatu lahan yang terletak pada zone/wilayah sekitar

pantai yang ditandai dengan adanya pengaruh langsung limpasan air dari pasang

surutnya air laut atau pun hanya berpengaruh pada muka air tanah.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari

kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada

banyak sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari itu penulis

mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di

atas.
DAFTAR PUSTAKA

Anwarhan dan S. Sulaiman. 1985. Pengembangan Pola Usahatani di Daerah Lahan

Pasang Surut dalam rangka peningkatan Produksi Tanaman Pangan. Jurnal

Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol. IV no 4. Jakarta.

Ar-Riza, I. 2002. Peningkatan produksi padi lebak. Makalah Seminar Nasional.

Perhimpunan Agronomi Indonesia, PERAGI, tanggal 29-30 Oktober 2002 di

Bogor.

Balittra. 2004. Laporan Tahunan 2003. Balai Penelitian Pertanian Lahan rawa.

Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Tanjung Jabung Timur. 2007. Laporan

Tahunan tahun 2006.

Anda mungkin juga menyukai