Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“Degradasi Tanah”

DOSEN PENGAMPU:

DR. H. SIDHARTA ADYATMA, M.SI

DISUSUN OLEH:

DIAS ANGGRAENI PUTRI NOOR’REKA

2210115220017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Degradasi Tanah” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Geografi Tanah Dan Lingkungan. Terlebih dahulu, saya
mengucapkan terima kasih kepada Bapak DR. H. SIDHARTA ADYATMA, M.SI.
Selaku Dosen Geografi Tanah Dan Lingkungan yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang saya tekuni ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu, makalah ini hasil terbaik yang sudah saya usahakan, saran
pembaca untuk makalah ini jika ada salah sangat berguna bagi penulis untuk lebih
baik lagi kedepannya

i
DAFTAR ISI

BAB I......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................3
1.3 Tujuan....................................................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................5
2.1 Pengertian Degradasi Tanah..................................................................................................5
2.2 Faktor penyebab degradasi tanah dan permasalahan degradasi tanah................................5
2.3 Dampak Degradasi Tanah......................................................................................................7
2.4 Tipe degradasi tanah.............................................................................................................9
2.5 Solusi mengatasi degradasi tanah........................................................................................10
BAB III..................................................................................................................................................13
KESIMPULAN.......................................................................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara global degradasi lahan terus melaju dan kekeringan terus mening- kat.
Pada Konferensi Rio+20, pemimpin dunia telah menyatakan dengan jelas bahwa
penggurunan, degradasi lahan, dan kekeringan (Desertification, Land Degradation,
and Drought, DLDD) me- rupakan tantangan berdimensi global yang berpengaruh
terhadap pemba- ngunan berkelanjutan di setiap negara, khususnya negara
berkembang, seperti Indoneia (Soegiri dan Syaiful Anwar, 2013).

Paragraf 205-207 dari Rio+20 outcome "The Future We Want" me- nunjukkan
komitmen para pemimpin dunia untuk berusaha mencapai de gradasi lahan yang
netral (Land Degra- dation Neutral World) dalam konteks pembangunan
berkelanjutan dan me- monitor degradasi lahan global. De- gradasi Lahan Netral
adalah visi Zero Net Land Degradation yang diusung oleh konvensi PBB untuk
Penanggu- langan Degradasi Lahan (UNCCD), yaitu adanya
keseimbangan antara laju

degradasi lahan dan laju restorasi/rehabilitasi lahan terdegradasi. Kajian global


me-- nunjukkan bahwa persentase lahan yang sangat terdegradasi meningkat dari
15% (1991) menjadi 25% (2011). Proses degradasi lahan melaju dengan cepat
sekali di abad ini dengan perkiraan sekitar 24 miliar ton tanah subur tererosi (FAO,
2011). Apabila skenario degradasi lahan terus dibiarkan seperti ini business as
usual, (BAU), maka permintaan global akan pangan, energi dan air tidak akan
berkelanjutan dan lestari, kecuali kita melindungi dan merestorasi kesuburan tanah
kita. Apabila kita tidak bisa melindungi dan merestorasi kesuburan tanah, maka pada
tahun 2050 akan diperlukan 3 planet bumi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
manusia yang terus meningkat.

1
Tren global seperti pertumbuhan dan dinamika populasi yang mengakibatkan
permintaan akan energi, pangan dan air, diperkirakan meningkatkan tekanan terha
dap lahan secara dramatik. Sampai tahun 2030, secara global akan diperlukan 175-
220 juta hektare lahan tambahan untuk pertanian guna mencukupi kebutuhan yang
meningkat hingga 50%. Kebutuhan ini tidak akan tercukupi kecuali kita melindungi.
mengonservasi, dan merestorasi lahan kita, atau kita menciptakan planet bumi lagi
yang merupakan pekerjaan yang lebih sulit (Soegiri dan Syaiful, 2013).

Degradasi berasal dari kata bahasa Inggris degradation yang berarti proses
pe nurunan status (Webster's New Standard Dictionary, 1969). Dari kata-kata
tersebut dapat diartikan bahwa benda-benda alami yang mengalami degradasi
berarti status atau nilainya makin menurun dan penurunan nilai tersebut dapat dalam
bentuk kualitas atau kuantitas.

Tanah sebagai sumber daya alam kalau telah mengalami degradasi berarti
ku- alitasnya menurun dan dalam arti yang luas dikatakan produtivitasnya menurun.
Degradasi tanah dapat terjadi dalam banyak bentuk dan akan menimbulkan berma-
cam-macam akibat. Misalnya dalam usaha pertanian di lahan kering, yang potensial
menimbulkan dampak adalah aktivitas manusia dalam pemanfaatan lahan yang ti-
dak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, penggunaan agroche-
mical (pupuk buatan dan pestisida) yang tidak ramah lingkungan, sistem
budidaya monokultur.

2
Faktor biofisik atau faktor alami sebagai penyebab terjadi degradasi di
wilayah tropis basah, seperti di Indonesia adalah faktor topografi berupa wilayah
dengan topografi berombak, bergelombang dan berbukit dengan lereng curam
sampai sangat curam, dan diiringi pula erodibilitas tanah yang tinggi serta faktor
iklim dengan curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi. Kondisi tersebut akan
menimbulkan run-off, erosi dan pencucian klei, bahan organik dan kation-kation
basa. Selain itu, pengelolaan tanah tanpa memperhatikan teknik-teknik konservasi
tanah dan air, akan menyebabkan turunnya produktivitas tanah dan degradasi tanah
di lahan pertanian di Indonesia, misalnya tanah-tanah mineral masam yang telah
merupakan lahan marginal seperti Ultisol, Oxisol, dan sebagian Inceptisol yang
penyebarannya cukup luas di Indonesia. Di Indonesia, uasan lahan yang mengalami
degradasi ini terus meningkat, karena ada dua hal penyebab: (1) pengelolaan tanah
pertanian sering tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air,
terutama pada lahan pertanian, dan (2) terkait pula dengan kebijakan deforestasi
terhadap hutan- hutan di Indonesia.

Misalnya, pada tanah Ultisol terbentuk di daerah-daerah beriklim basah


(humid), iklim sedang (warm temperate), dan iklim tropis, di mana pelapukan terjadi
secara intensif. Masalah utama yang dihadapi dalam pendayagunaan tanah mineral
masam (misalnya, Ultisol dan Oxisol), khususnya untuk budidaya tanaman semusim
atau pangan adalah produktivitasnya yang rendah dan penurunan produktivitas yang
cepat. Rendahnya produktivitas tanah ini bukan hanya karena rendahnya
kandungan hara, tetapi juga dan lebih penting adalah buruknya sifat fisika dan kimia
tanahnya. Penurunan produktivitas tersebut terjadi karena adanya proses degradasi
tanah, seperti terjadinya erosi yang pada dasarnya disebabkan oleh tidak
memadainya penggunaan atau penerapan teknik-teknik konservasi tanah dan air
dalam sistem budidaya tanaman semusim yang diterapkan. Degradasi kualitas sifat
fisika sangat sukar diperbaiki bila dibandingkan dengan degradasi sifat kimia.

1.2 Rumusan Masalah

2. Apa itu degredasi tanah?


3. Apa penyebab dan permasalahan degradasi tanah
4. Apa saja tipe degradasi tanah?
5. Apa saja dampak degradasi tanah?

3
6. Bagaimana cara mengatasi degradasi tanah?

1.3 Tujuan

2. Mengetahui ap aitu degradasi tanah


3. Mengetahui penyebab dan permasalahan degradasi tanah
4. Mengetahui tipe degradasi tanah
5. Mengetahui dampak degradasi tanah
6. Mengetahui cara mengatasi degradasi tanah

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Degradasi Tanah

Defenisi degradasi tanah cukup banyak diungkapkan oleh para pakar tanah,
namun kesemuanya menunjukkan penurunan atau memburuknya sifat-sifat tanah
apabila dibandingkan dengan tanah tidak terdegradasi. Degradasi tanah menurut
FAO adalah hasil satu atau lebih proses terjadinya penurunan kemampuan tanah
secara aktual maupun potensial untuk memproduksi barang dan jasa. Defenisi
tersebut menunjukkan pengertian umum dengan cakupan luas tidak hanya berkaitan
dengan pertanian (Firmansyah, 2003).

2.2 Faktor penyebab degradasi tanah dan permasalahan degradasi tanah

Degradasi tanah pada umumnya disebabkan karena 2 hal yaitu faktor alami dan
akibat faktor campur tangan manusia. Degradasi tanah dan lingkungan, baik oleh
ulah manusia maupun karena ganguan alam, semakin lama semakin meningkat.
Lahan subur untuk pertanian banyak beralih fungsi menjadi lahan non pertanian.
Sebagai akibatnya kegiatan-kegiatan budidaya pertanian bergeser ke lahan-lahan
kritis yang memerlukan infut tinggi dan mahal untuk menghasilkan produk pangan
yang berkualitas (Mahfuz, 2003).

Menurut Firmansyah (2003) faktor alami penyebab degradasi tanah antara


lain: areal berlereng curam, tanah yang muda rusak, curah hujan intensif, dan lain-
lain. Faktor degradasi tanah akibat campur tangan manusia baik langsung maupun
tidak langsung lebih mendominasi dibandingkan faktor alami, antar lain: perubahan
populasi, marjinalisasi penduduk, kemiskinan penduduk, masalah kepemilikan lahan,
ketidakstabilan politik dan kesalahan pengelolaan, kondisi sosial dan ekonomi,
masalah kesehatan, dan pengembangan pertanian yang tidak tepat.

Lima faktor penyebab degradasi tanah akibat campur tangan manusia secara
langsung, yaitu : deforestasi, overgrazing, aktivitas pertanian, ekploitasi berlebihan,
serta aktivitas industri dan bioindustri. Sedangkan faktor penyebab tanah
terdegradasi dan rendahnya produktivitas, antara lain : deforestasi, mekanisme
dalam usaha tani, kebakaran, penggunaan bahan kimia pertanian, dan penanaman
secara monokultur (Lal, 2000). Faktor-faktor tersebut di Indonesia pada umumnya

5
terjadi secara simultan, sebab deforestasi umumnya adalah langkah permulaan
degradasi lahan, dan umumnya tergantung dari aktivitas berikutnya apakah
ditolerenkan, digunakan ladang atau perkebunan maka akan terjadi pembakaran
akibat campur tangan manusia yang tidak terkendali (Firmansyah, 2003).

Umumnya faktor-faktor penyebab degradasi baik secara alami maupun


campur tangan manusia menimbulkan kerusakan dan penurunan produktivitas
tanah. Pada sistem usaha tani tebas dan bakar atau perladangan berpindah masih
tergantung pada lama waktu bera agar tergolong sistem usaha yang berkelanjutan
secara ekologis. Secara khusus disebutkan bahwa sistem tersebut pada beberapa
daerah marjinal dan tekanan populas terhdap lahan cukup tinggi, kebutuhan
ekonomi makin meningkat mengakibatkan masa bera makin singkat sehingga
sangat merusak dan menyebabkan degradasi tanah dan lingkungan. Banyak
penelitian yang menyatakan bahwa setelah 5 tahun sejak pembakaran maka
konsentrasi unsur hara menurun, persentase Al tinggi, dan persentase kejenuhan
basa rendah di subsoil setelah 2-5 tahun kebakaran. Tanah menjadi subyek erosi,
subsoil menjadi media tumbuh tanaman, dan tingginya konsentrasi Al pada tingkat
meracun serta rendahnya kejenuhan basa mendorong penurunan produksi tanaman
(Firmansyah, 2003).

Pengaruh antropogenik terhadap degradasi tanah akan sangat tinggi apabila


tanah diusahakan bukan untuk non pertanian. Perhitungan kehilangan tanah yang
ditambang untuk pembuatan bata merah sangat besar. Akibat penimbunan
permukaan tanah dengan tanah galian sumur tambnag emas di Sukabumi
mengakibatkan penurunan status hara, menurunkan populasi mikroba dan artropoda
tanah, dan merubah iklim mikro (Hidayati, 2000).

Laju deforestrasi di Indonesia sebesar 1,6 juta ha per tahun, sedangkan luas
lahan kritis pada awal tahun 2000 keseluruhan seluas 23,2 juta ha (Dephut, 2003).
Deforstasi mengakibatkan penuruna sifat tanah. Handayani (1999) menyatakan
bahwa deforestrasi menyebabkan kemampuan tanah melepas N tersedia (amonium
dan nitrat) menurun. Degradasi lahan akibat land clearing dan penggunaan tanah
untuk pertanaman secara terus-menerus selama 17 tahun memicu hilangnya biotan
tanah dan memburuknya sifat fisik dan kimia tanah.

6
Dibandingkan tanah non terdegradsai, maka terdegradasi lebi rendah 38% C
organik tanah, 55% lebih rendah basa-basa dapat ditukar, 56% lebih rendah
biomass mikroba, 44% lebih rendah kerapatan mikroartropoda, sebaliknya 13% lebih
tinggi berat isi dan 14% pasir. Nilai pH non terdegradasi lebih tinggi daripada tanah
terdegradasi. Begitu pula ditemukan bahwa dekomposisi daun dan pelepasan unsur
hara lebih rendah pada tanah terdegradasi daripada non terdegradasi selama 150
percobaan (Firmansyah, 2003).

Kebakaran hutan seringkali terjadi di Indonesia, data menunjukkan bahwa


luas kebakaran hutan pada tahun 2002 sebesar 35.496 ha (Dephut, 2003).
Kebakaran menyebabkan perubahan warna agregat luar memiliki hue dan chroma
lebih rendah dan hue menjadi lebih merah dibandingkan warna dalam agregat.
Selama itu terjadi penurunan Cadd dan meningkatkan kejenuhan Al. Penggunaan
warna tanah setelah kebakaran untuk menduga kesuburan tanah sangat terbatas,
sebab kesuburan tanah berubah lebih cepat darpada warna tanah (Firmansyah,
2003). Kebakaran juga menyebabkan meningkatnya ammonium, P tersedia, Na+,
K+, Mg2+, menurunya nitrat, KTK dan Ca2+, serta bahan organik, sedangkan erosi
akibat kebakaran dapat berkisar sekitar 56 dan 45 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan tanah tidak terbakar masing-masing pada intensitas tinggi dan sedang
(Garcia et a.l, 2000).

2.3 Dampak Degradasi Tanah

Sumber daya lahan/tanah mempunyai tiga fungsi utama yang harus dipelihara, yaitu
fungsi produksi dalam kaitannya dengan bidang pertanian, fungsi hidrologis yang
berkaitan dengan pengaturan tata air (siklus air), dan fungsi orologis yang
berhubungan dengan unsur perlindungan alam lingkungan.

Pada lahan yang sudah dikelola dan dimanfaatkan untuk budidaya tanaman, proses
dinamisasi tanah (lahan) sangat tergantung kepada aktivitas manusia dan
vegetasi/tanaman yang tumbuh diatasnya. Manusia dapat melakukan tindakan-
tindakan yang mendorong kerusakan tanah atau sebaliknya memberi perlakuan
yang akan meningkatkan tingkat kesuburan dan produktivitas tanah. Cara manusia
mengelola tanah serta menentukan pilihan tanaman di suatu lahan sangat
berpengaruh terhadap perubahan tanah tersebut.

7
Degradasi tanah berdampak terhadap peurunan produktivitas tanah. Kehilangan
produktivitas dicirikan terjadinya erosi akibat tanah terdegradasi diperkirakan 272
juta Mg pangan dunia hilang berdasarkan tingkat produksi tahun 1996 (Lal, 2000).
Tanah yang mengalami kerusakan sifat fisik, kimia dan biologi memiliki pengaruh
terhadap penurunan produksi padi mencapai 22% pada lahan semi kritis, 32% pada
lahan kritis, dan 38% pada sangat kritis; sedangkan untuk kacang tanah mengalami
penurunan 9%, 46%, 58% masing-masing pada tanah semi kritis, kritis, dan sangat
kritis. Sifat tanah yang berkorelasi nyata terhadap produksi padi adalah kedalaman
solum, kandungan bahan organik. P2O5 tersedia, Fe dan Cu; sedangkan pada
kacang tanah adalah kedalaman solum, ketebalan topsoil, kandungan bahan
organik, P2O5 tersedia, P2O5 total, K2O total, Fe, Cu dan Zn (Sudirman dan Vadari,
2000).

Selain dampak yang telah disebutkan di atas, degradasi tanah tidak hanya
berdampak buruk terhadap produktivitas lahan tetapi juga mengakibatkan kerusakan
atau gangguan fungsi lahan pertanian sehingga dapat menyebabkan:

1. Menurunnya produktivitas lahan akibat penurunan kesuburan tanah baik fisik,


kimia maupun biologi tanah yang disebabkan oleh terjadinya erosi tanah dan
air. Hal ini karena tanah lapisan atas yang memiliki tingkat kesuburan yang
paling tinggi dan menurun pada lapisan bawahnya sehingga lahan tersebut
akan menurun tingkat kesuburannya akibat erosi air. Penyebab utama
menurunnya kesuburan tanah adalah hilangnya kadar bahan organik yang
berada ada lapisan atas yang memiliki peran penting sebagai sumber dan
penyimpan unsur hara serta berperan dalam memperbaiki tekstur dan struktur
tanah (Langdale, 1979; Lal, 1985; Matheus, 2014)
2. Menurunnya produktivitas dan produksi pertanian akibat penurunan
kesuburan tanah. Hal tersebut juga dapat disebabkan oleh degradasi jenis
lain seperti kebakaran hutan (lahan) dan longsor dan konversi lahan pertanian
ke non pertanian
3. Penurunan sumber daya air. Hal ini disebabkan oleh terjadinya erosi tanah,
sehingga dapat menyebabkan pendangkalan dam-dam penyimpan cadangan
air dan saluran sungai, pendangkalan badan-badan sungai, dan
pengendapan sedimen-sedimen pada daerah cekungan

8
4. terkikisnya fungsi-fungsi pertanian (multi fungsionality) lahan pertanian.
Fungsi-fungsi tersebut (tangible product dan intangible product) dapat terkikis
oleh erosi dan pencemaran kimiawi yang dapat berlangsung lebih cepat lagi
akibat terjadinya longsor, banjir dan konversi lahan. Tangibel product
merupakan fungsi lahan pertanian sebagai penghasil produk pertanian yang
dapat dikonsumsi dan dijual, sedangkan intangible product merupakan fungsi
lahan pertanian sebagai pengendali erosi, mitigasi banjir, pemeliharaan
pasokan air tanah, penambat gas karbon, penyegar udara, pendaur-ulang
bahan organik, dan pemelihara keanekaragaman hayati (Agus
dan Husen, 2004).

Multifungsi tersebut perlu dilindungi antara lain dengan strategi sebagai berikut:

1. meningkatnya citra pertanian beserta multi fungsinya


2. mengubah kebijakan produk pertanian harga murah
3. meningkatkan upaya konservasi lahan pertanian, dan (4) menerapkan lahan
pertanian abadi (Abdulrahman, 2006).

2.4 Tipe degradasi tanah

Klasifikasi tanah terdegradasi cukup banyak dimunculkan diantaranya adalah


GLASOD (Globall Assessmen of Soil Degradation), suatu proyek yang dirancang
UNEP (United Nations Environment Programme) yang dikoordinir olrh ISRIC
(International Soil Reference and Information Centre) bekerjasama dengan ISSS
(International Soil Society of Soil Science). The Winand Staring Centre for Integrated
Land, Soil and Water Research (SC/DLO), and Food and Agricultural Organization
(FAO). Klasifikasi GLASOD didasarkan atas keseimbangan antara kekuatan rusak
iklim dan resisensi alami kelerengan terhadap kekutan merusak akibat intervensi
manusia, sehingga dihasilkan penurunan kapasitas tanah saat ini atau kedepan
untuk mendukung kehidupan manusia. Tipe degradasi tanah terbagi 2 macam,
pertama berhubungan dengan displasemen bahan tanah yang terdiri dari erosi air
(hilangnya top soil dan deformasi lereng) dan erosi angin (hilangnya top soil,
deformasi lereng, dan overblowing). Kedua berdasarkan deteroriasi in situ terdiri
dari degradasi kimia (hilangnya unsur hara/ bahan organik, salinisasi, acidifikasi, dan
polusi), dan degradasi fisik (kompaksi, crusting , sealing, banjir, subsiden bahan
organik). Derajat tipe degradasi terbagi menjadi rendah sedang, kuat dan ekstrim,

9
dengan faktor penyebab adalah deforestasi, overgrazing, kesalahan pengelolaan
pertanian, eksploitasi berlebihan, dan aktivitas industri (Oldeman, 1994)

2.5 Solusi mengatasi degradasi tanah

Degradasi lahan merupakan peristiwa alam yang bersifat negatif. Hal ini karena
degradasi lahan merupakan penurunan kualitas dan juga kuantitas suatu lahan yang
meliputi beberapa aspek, seperti aspek fisika, kimia, dan juga biologi yang terdapat
pada suatu tanah (baca: jenis tanah). Degradasi kahan sering terjadi seiring dengan
aktivitas pertanian yang dilakukan oleh manusia. padahal kita sangat mengetahui
bahwa Indonesia masih sangat mengunggulkan pertaniannya. Masyarakat Indonesia
masih banyak yang bergantung kepada pertanian, sehingga pertanian ini tidak
mudah atau mbahkan tidak mungkin lepas dari wilayah Indonesia. Hal ini berarti
bahwa degradasi lahan dapat terjadi kapan saja dan tanpa diinginkan
kedatangannya. Maka dari itulah sangat penting kiranya bagi kita untuk melakukan
berbagai hal yang dapat mengurangi potensi terjadinya degradasi lahan. Berbagai
cara dapat dilakuikan untuk memperbaiki lahan yang terlanjur terkena degradasi
lahan. Beberapa upaya tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Mengubah lahan menjadi hutan


Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi degradasi lahan
yang pertama adalah mengubah lahan menjadi hutan (baca: jenis hutan hujan
tropis). Hutan merupakan kawasan yang sangat penting yang ada di bumi
karena hutan dapat menyelamatkan kehidupan di planet bumi. Hutan sebagai
paru- paru dunia dapat menjadi penyeimbang di bumi dari berbagai macam
bencana atau kerusakan. Tentu tidak semua lahan akan diubah menjadi
hutan karena manusia juga masih membutuhkan lahan untuk dimanfaatkan.
Lahan- lahan yang dijadikan hutan adalah lahan- lahan yang sifatnya tidak
cocok untuk pertanian. Sebagai contoh adalah lahan- lahan yang berada di
lereng gunung, atau lahan- lahan di tanah kapur yang sangat tidak cocok
untuk pertanian maka bisa dirubah menjadi kawasan hutan. dengan demikian
lahan tersebit tidak akan menjadi lahan gundul yang dapat menurunkan
kualitas tanah sewaktu- waktu.

10
2. Lahan dibuat teras
Upaya kedua yang dapat dilakukan unyuk mengatasi degradasi lahan adalah
membuat teras di permukaan tanah. Teras dapat mengurangi aliran air (baca:
jenis air) yang ada di permukaan tanah. Lahan- lahan yang dibuat teras ini
hanya lahan- lahan yang sifatnya kering. Lahan- lahan yang kering sebaiknya
dibuat teras supaya dapat mengurangi aliran di permukaan.
3. Membuat saluran pelepas air di wilayah yang memiliki curah hujan tinggi
Upaya selanjutnya yang dapat dilakukan untuk mengatasi degradasi lahan
dengan cara membuat saluran pelepas air. Biasanya di daerah yang memiliki
curah hujan tinggi tanahnya akan lebih sering basah dan juga terkena aliran
air hujan. Apabila tanah tersebut berupa lerang gunung atau bukit atau
bahkan dataran tinggi, maka solusi yang pas untuk mencegah penurunan
kualitas tanah dengan cara membuat sengkedan atau terasering. Namun hal
ini dirasa belum cukup karena degradasi lahan dapat mengancam kapan
saja. kita tidak hanya membuat sengkedan atau terasering saja, namun perlu
juga untuk membuat saluran pelepas air supaya dapat mengatasi degradasi
lahan dengan lebih baik lagi. Saluran pelepas air ini dapat dibuat memanjang
sepanjang lereng tersebut.
4. Menghindari penyiangan yang bersih di antara tanaman keras
Yang harus diperhatikan dan merupakan salah satu upaya mengatasi
degradasi lahan selanjutnya adalah kita harus memperhatikan jika akan
melakukan penyiangan terhadap lahan. Hindari penyiangan yang bersih di
antara tanaman- tanaman yang keras. Apabila tidak ada pupuk kompos atau
pupuk hijau untuk menutup tanah, maka kita dapat menutup dengan
menggunakan rumput hijau yang tidak berbahaya bagi tanaman pokok yang
kita tanam. Keberadaan tanaman penutup tanah juga akan menentukan
tingkat erosi tanah yang etrjadi. Maka dari itulah kita harus benar- benar
memperhatikan supaya tidak salah dalam bertindak.
5. Melakukan reboisasi terhadap lahan yang sudah kritis
Reboisasi merupakan solusi yang terbaik untuk menyelamatkan lingkungan,
terlebih menyelamatkan tanah, udara, lingkungan dan binatang. Penananam
hutan kembali atau reboisasi pada lahan- lahan gundul dapat memberikan
nafas baru bagi lingkungan. Ternyata penanaman pohon kembali ini tidak
hanya dilakukan pada lahan- lahan gundul (baca: cara mencegah hutan

11
gundul) saja namun juga lahan kritis. Lahan kritis memiliki kualitas yang
menurun dibandingkan dengan lahan di sekitarnya. Untuk menyelamatkan
lahan kritis ini kita perlu menanaminya dengan pepohonan. Pepohonan tidak
hanya akan menyelamatkan erosi tanah, namun juga memapu menyimpan
dan mengunci ar tanah sehingga manusia di sekitarnya pun juga akan
menuai manfaatnya.
6. Tidak membakar hutan pada waktu musim kemarau
Membakar hutan sebenarnya bukanlah termasuk kejahatan yang mutlak.
Pada waktu- waktu etrtentu kita diperbolehkan untuk membakar hutan.
namun hal ini tidak berlaku di musim kemarau. Pembakaran hutan di musim
kemarau justru akan mengakibarkan degradasi lahan. Maka dari itulah kita
harus menghindandari membakar hutan ketika musim kemarau datang.

12
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Defenisi degradasi tanah cukup banyak diungkapkan oleh para pakar tanah, namun
kesemuanya menunjukkan penurunan atau memburuknya sifat-sifat tanah apabila
dibandingkan dengan tanah tidak terdegradasi. Degradasi tanah menurut FAO
adalah hasil satu atau lebih proses terjadinya penurunan kemampuan tanah secara
aktual maupun potensial untuk memproduksi barang dan jasa. Defenisi tersebut
menunjukkan pengertian umum dengan cakupan luas tidak hanya berkaitan dengan
pertanian (Firmansyah, 2003).

Degradasi tanah pada umumnya disebabkan karena 2 hal yaitu faktor alami dan
akibat faktor campur tangan manusia. Degradasi tanah dan lingkungan, baik oleh
ulah manusia maupun karena ganguan alam, semakin lama semakin meningkat.
Lahan subur untuk pertanian banyak beralih fungsi menjadi lahan non pertanian.
Sebagai akibatnya kegiatan-kegiatan budidaya pertanian bergeser ke lahan-lahan
kritis yang memerlukan infut tinggi dan mahal untuk menghasilkan produk pangan
yang berkualitas (Mahfuz, 2003).

Degradasi tanah berdampak terhadap peurunan produktivitas tanah. Kehilangan


produktivitas dicirikan terjadinya erosi akibat tanah terdegradasi diperkirakan 272
juta Mg pangan dunia hilang berdasarkan tingkat produksi tahun 1996 (Lal, 2000).
Tanah yang mengalami kerusakan sifat fisik, kimia dan biologi memiliki pengaruh
terhadap penurunan produksi padi mencapai 22% pada lahan semi kritis, 32% pada
lahan kritis, dan 38% pada sangat kritis; sedangkan untuk kacang tanah mengalami
penurunan 9%, 46%, 58% masing-masing pada tanah semi kritis, kritis, dan sangat
kritis. Sifat tanah yang berkorelasi nyata terhadap produksi padi adalah kedalaman
solum, kandungan bahan organik. P2O5 tersedia, Fe dan Cu; sedangkan pada
kacang tanah adalah kedalaman solum, ketebalan topsoil, kandungan bahan
organik, P2O5 tersedia, P2O5 total, K2O total, Fe, Cu dan Zn (Sudirman dan Vadari,
2000).

13

Anda mungkin juga menyukai