Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN

APLIKASI EKSTRAK KOMPOS DAN BIOPESTISIDA PADA


TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.) VARIETAS DENA 1

THE APPLICATION OF COMPOST EXTRACT AND


BIOPESTICIDE ON SOYBEAN (Glycine max L.) DENA 1
VARIETY

Teguh Randi Pradana


05071281621024

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN

APLIKASI EKSTRAK KOMPOS DAN BIOPESTISIDA PADA


TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.) VARIETAS DENA 1

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

Teguh Randi Pradana


05071281621024

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

APLIKASI EKSTRAK KOMPOS DAN BIOPESTISIDA PADA


TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.) VARIETAS DENA 1

PRAKTEK LAPANGAN

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pertanian


pada Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

Oleh:

Teguh Randi Pradana


05071281621024

Indralaya, November 2019


Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Nuni Gofar, M.S. Erise Anggraini, S.P., M.Si.
NIP 196408041989032002 NIP 198902232012122001

Koordinator Program Studi Koordinator Program Studi


Ilmu Tanah Agroekoteknologi

Dr. Ir. Dwi Setyawan, M.Sc. Dr. Ir. Munandar, M.Agr.


NIP 196402261989031004 NIP 196012071985031005

Mengetahui,
Ketua Jurusan Budidaya Pertanian

Dr. Ir. Firdaus Sulaiman, M.Si.


NIP 195908201986021001
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kedelai (Glycine max L.) merupakan salah satu jenis tanaman polong yang
memiliki kandungan protein dan minyak nabati yang cukup tinggi. Kedelai juga
menjadi salah satu tanaman pangan utama strategis terpenting di Indonesia setelah
padi dan jagung (Aldillah, 2015). Di Indonesia, kedelai dapat dimanfaatkan
dalam bidang industri seperti dalam proses pembuatan kecap, olahan susu kedelai,
pembuatan tempe dan tahu serta berbagai produk lainnya (Krisnawati, 2017).
Peningkatan jumlah penduduk pada setiap tahunnya berdampak pada
meningkatnya kebutuhan kedelai pada setiap tahunnya. Pada tahun 2015,
konsumsi kedelai mencapai 2,54 juta ton biji kering yang terdiri atas konsumsi
langsung penduduk 2,3 juta ton, benih 39.000 ton, industri non makanan 446.000
ton, dan susu 49.000 ton. Sedangkan produksi kedelai di Indonesia yang dicapai
pada tahun 2015 yaitu 963.183 ton (Badan Pusat Statistik, 2015). Hal ini
menjadikan pemerintah Indonesia terus berupaya dalam memenuhi kebutuhan
kedelai di dalam negeri salah satunya dengan melakukan impor.
Salah satu kendala yang dihadapi dalam budidaya tanaman kedelai adalah
gangguan dari serangan hama. Beberapa hama yang diketahui menyerang
tanaman kedelai adalah Lalat bibit kacang (Ophiomya phaseoli), Lalat batang
(Melanagromyza sojae), Lalat pucuk (Melanagromyza dolicostigma), Aphis
(Aphis glycines), Kutu bemisia (Bemisia tabaci), Tungau merah (Tetranychus
cinnabarius), Kumbang kedelai (Phaedonia inclusa), Ulat grayak (Spodoptera
litura), Ulat jengkal (Chrysodeixis chalsites), Ulat penggulung daun (Lamprosema
indicata), Ulat helicoverpa (Helicoverpa spp.), Kepik Polong (Riptortus linearis),
Kepik hijau (Nezara viridula), Kepik piezedorus (Piesodorus hypner) dan
Penggerek polong kedelai (Etiella spp.) ( Marwoto et al. 2013).
Peningkatan produktivitas tanaman kedelai dapat dilakukan dengan
banyak cara. Salah satu upaya yang berpengaruh terhadap hasil produksi kedelai
adalah pemupukan dan pengendalian hama tanaman kedelai. Pemupukan
dilakukan untuk meningkatkan unsur hara yang tersedia di dalam tanah (Meirina

1 Universitas Sriwijaya
et al., 2009). Sedangkan untuk mengendalikan serangan hama yang aman
terhadap lingkungan dapat dilakukan dengan aplikasi bioinsektisida (Yuningsih,
2016). Pengembangan teknologi pemupukan dan pengendalian penyakit di dalam
pertanian organik telah melahirkan berbagai temuan baru. Salah satu produknya
adalah pengembangan teknologi pengomposan.
Dalam hal ini pupuk yang digunakan adalah esktrak kompos kulit udang
(EKKU) dan ekstrak kompos media tanam jamur (EKMTJ). Sedangkan
bioinsektisida yang digunakan adalah insektisida berbahan aktif Beauveria
bassiana. Maka dari itu, praktek lapangan ini perlu dilakukan untuk memperoleh
informasi tentang efektivitas pemupukan EKKU dan EKTMJ serta bioinsektisida
berbahan aktif Beauveria bassiana yang diberikan pada tanaman kedelai.

1.2. Tujuan
Praktek lapangan ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian
pupuk EKKU (Ekstrak Kompos Kulit Udang) dan EKMTJ (Ekstrak Kompos
Media Tanam Jamur) terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai serta
Bioinsektisida berbahan aktif Beauveria bassiana terhadap pengendalian hama
tanaman kedelai.

1.3. Manfaat
Hasil yang diperoleh dari praktek lapangan ini diharapkan dapat menjadi
acuan informasi untuk menyusun strategi dalam meningkatkan pertumbuhan dan
produksi serta pengendalian hama pada tanaman kedelai.

2 Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kedelai


2.1.1. Klasifikasi Tanaman
Adapun klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut (Cahyono, 2007
dalam Munziah, 2013):
Kingdom :Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Polypetales
Famili : Leguminosea
Genus : Glycine
Species : Glycine max (L.) Merril

2.1.2. Morfologi Tanaman


2.1.2.1. Akar
Akar tanaman kedelai terdiri atas akar lembaga, akar tunggang dan akar
cabang berupa akar rambut. Perakaran kedelai dapat menembus tanah pada
kedalaman ± 150 cm, terutama pada tanah yang subur. Perakaran tanaman kedelai
mempunyai kemampuan membentuk bintil (nodula-nodula) akar yang merupakan
koloni dari bakteri Rhizobium japonicum. Bakteri Rhizobium bersimbiosis dengan
akar tanaman kedelai untuk menambat Nitrogen bebas dari udara (Munziah,
2013).

2.1.2.2. Batang
Tanaman kedelai termasuk berbatang semak yang dapat mencapai
ketinggian antara 30-100 cm, batang beruas-ruas dan memiliki percabangan antara
3-6 cabang. Daun kedelai mempunyai ciri-ciri antara lain helai daun oval, bagian
ujung daun meruncing dan tata letaknya pada tangkai daun bersifat majemuk
berdaun tiga (Munziah, 2013).

3 Universitas Sriwijaya
2.1.2.3. Bunga
Tanaman kedelai memiliki bunga sempurna, yakni pada tiap kuntum
bunga terdapat alat kelamin betina (putik) dan alat kelamin jantan (benang sari).
Umur keluarnya bunga tergantung pada varietas kedelai, pengaruh suhu, dan
penyinaran matahari. Tanaman kedelai menghendaki penyinaran pendek, ± 12 jam
per hari. Tanaman kedelai di Indonesia pada umumnya mulai berbunga pada umur
30 – 50 hari setelah tanam (Munziah, 2013).

2.1.2.4. Daun
Daun pada tanaman kedelai memiliki dua bentuk yaitu oval (bulat) dan
lancip (lanciolate). Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik.
Daun ini berfungsi sebagai alat untuk proses asimilasi, respirasi dan transpirasi
dalam jaringan tanaman (Munziah, 2013).

2.1.2.5. Buah
Buah kedelai disebut polong seperti jenis kacang-kacangan lainnya.
Polong kedelai yang sudah tua ada yang berwarna coklat, coklat tua, coklat muda,
coklat kekuning-kuningan, coklat keputih-putihan dan kehitaman. Tiap polong
kedelai berisi antara 1 – 5 biji, jumlah polong pertanaman dipengaruhi pada
varietas kedelai, kesuburan tanah, dan jarak tanam yang digunakan. Kedelai yang
ditanam pada tanah subur pada umumnya dapat menghasilkan antara 100 – 200
polong/pohon (Munziah, 2013).

2.1.2.6. Biji
Biji kedelai umumnya berbentuk bulat sampai bulat-lonjong. Warna kulit
biji bervariasi antara lain kuning, hijau, coklat dan hitam tergantung dari jenis
varietas yang digunakan. Di indonesia ukuran biji kedelai diklasifikaikan dalam 3
kelas, yaitu biji kecil (6 – 10 gr/100 biji), sedang (11 – 12 gr/100 biji) dan besar
(13 gr atau lebih/100 biji) (Munziah, 2013).

4 Universitas Sriwijaya
2.1.3. Syarat Tumbuh Tanaman
2.1.3.1. Iklim
Pada umumnya, kondisi iklim yang paling cocok untuk pertumbuhan
tanaman kedelai adalah daerah – daerah yang mempunyai suhu antara 250 - 280 C
dengan kelembaban udara rata-rata 60% dan penyinaran matahari 12 jam/hari atau
minimal 10 jam/hari, serta curah hujan paling optimum antara 100 - 400
mm/bulan atau berkisar antara 300 - 400 mm/3 bulan. Ketika umur tanaman masih
muda, tanaman kedelai memerlukan iklim yang basah kemudian menjelang tua
memerlukan iklim yang kering. Untuk memperoleh produksi yang baik, tanaman
kedelai memerlukan hawa panas. Jika iklim terlalu basah, kedelai tumbuh subur
tetapi produksi bijinya kurang (Munziah, 2013).

2.1.3.2. Tanah
Tanaman kedelai mempunyai daya adaptasi yang luas terhadap berbagai
jenis tanah. Kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah asal drainase (tata air)
dan aerasi (tata udara) tanah cukup baik. Dalam praktek di lapangan, sering
digunakan pedoman yaitu apabila tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik pada
suatu jenis tanah, tanaman kedelaipun dapat tumbuh baik pada jenis tanah
tersebut. Selain itu, tanaman kedelai akan tumbuh dengan baik dan berproduksi
tinggi pada tanah yang subur dan gembur, kaya akan humus atau bahan organik
dan memiliki pH (derajat keasaman) antara 5,8 – 7,0 dan ketinggian kurang dari
600 m dpl (Munziah, 2013).

2.1.4. Varietas Kedelai


Kedelai varietas Dena 1 merupakan hasil persilangan dari kedelai varietas
Agromulyo dan IAC 100. Varietas Dena 1 itu sendiri dilepas pada tanggal 5
Desember 2014 dengan SK Mentan 1248/Kpts/SR.120/12/2014. Varietas Dena 1
ini memiliki umur berbunga kurang lebih sekitar 33 HST dan memiliki umur
masak kurang lebih sekitar 78 HST. Salah satu tujuan diciptakannya varietas ini
adalah untuk mendukung pasokan pangan ke dalam negeri. Varietas ini dapat
dijadikan sebagai tanaman sela yang cukup baik karena varietas ini memiliki
kelebihan yaitu toleran terhadap naungan hingga 50 %.

5 Universitas Sriwijaya
2.2. Bioinsektisida
Cendawan entomopatogen merupakan salah satu jenis bioinsektisida yang
mampu menginfeksi serangga dengan cara masuk ke tubuh serangga inang
melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya (Hasyimuddin dan
Sijid, 2018). Beberapa jenis cendawan entomopatogen yang sudah diketahui
efektif mengendalikan hama penting pada tanaman pertanian adalah Beauveria
bassiana, Metarhizium anisopliae, Nomuraea rileyi, Paecilomyces fumosoroseus,
Aspergillus parasiticus, dan Lecanicillum lecanii (Koswanudin dan Wahyono,
2014). Dalam pemanfaatan cendawan ini perlu upaya untuk mempertahankan
keefektifan dan persistensinya melalui pengembangan formulasi-nya. Keefektifan
dan persistensi formulasi dipengaruhi media perbanyakan, carrier (bahan
pembawa), dan konidia cendawannya.

2.2.1. Pembuatan Bioinsektisida


Isolat B. bassiana diperbanyak pada media glucose yeast agar (GYA)
yang tersusun dari 250 ml aquades, 1 g yeast, 5 g agar-agar, 1,3 g tepung jangkrik
dan 2,5 g glukosa. Penambahan tepung jangkrik dilakukan sebelum media
disterilisasi dengan autoklaf, lalu ditambahkan antibiotik. Kemudian, media
diinokulasikan cendawan dan diinkubasikan selama 10 hari pada suhu kamar.
Isolat murni B. bassiana diperbanyak dalam media beras. Beras sebanyak 5 kg
direndam dalam larutan ekstrak kompos kulit udang (EKKU) 20% (1300 ml air
dan 200 ml EKKU) selama kurang lebih satu jam, lalu dimasukkan ke dalam
kantung plastik tahan panas sebanyak 100 g. Kemudian beras tersebut disterilkan
di dalam autoklaf selama satu jam. Setelah media uji beras tersebut diinokulasi B.
bassiana, kemudian diinkubasi selama 10 hari hingga terbentuk konidia. Bahan
pembawa yang digunakan adalah kompos, kompos kering, abu sekam, dedak,
serbuk kayu, dedak dicampur dengan serbuk kayu, kompos diperkaya dengan
Trichoderma virens. Kompos kering adalah kompos yang dijemur selama 8 jam
hingga kadar air berkisar 20% (Herlinda et al, 2012).

6 Universitas Sriwijaya
2.3. Ekstrak Kompos Kulit Udang
Hasil penelitian (Syahri dan Somantri, 2014) menunjukkan penggunaan
EKKU dengan dosis 40 mL/L air yang dikombinasikan dengan pengurangan dosis
pemupukan hingga 25% dapat menekan serangan penyakit kuning yang
diakibatkan oleh virus hingga 54,39%. Ekstrak kompos lebih unggul dari pestisida
sintetik dan bahkan agens hayati karena bahan ini dapat mengendalikan beragam
penyakit tanaman dan sekaligus mengandung hara makro dan mikro yang dapat
memacu pertumbuhan tanaman. Adanya kandungan kulit udang pada kompos,
memungkinkan bahan ini lebih efektif dari ekstrak kompos biasa. Peningkatan
aktifitas pengendalian ini dapat terjadi akibat meningkatnya aktifitas
mikroorganisme kitinolitik yang diinduksi oleh kitin yang terdapat pada kulit
udang. Efektifitas pengendalian penyakit menggunakan EKKU pada tanaman
sayuran telah dilaporkan terhadap penyakit daun pada tanaman kacang panjang,
cabai, kubis (Suwandi, 2004 dalam Anggraini dan Muslim, 2007), Mentimun dan
Oyong (Syahri et al, 2014).
Selain digunakan untuk pengendalian hama dan penyakit, EKKU juga
dapat berperan sebagai pupuk organik cair karena berdasarkan penelitian Manjang
1993 dalam Nurhasanah dan Heryadi (2012) menyatakan bahwa limbah udang
mengandung CaCO3. Hal ini tentunya baik bagi tanaman karena unsur Ca
merupakan salah satu unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman. Ekstrak
kompos kulit udang juga mengandung kitosan yang berfungsi dalam sistem
kekebalan tanaman terhadap hama dan penyakit, sumber karbon bagi mikroba di
dalam tanah, meningkatkan proses dalam mengubah senyawa organik menjadi
senyawa anorganik, dan membantu sistem perakaran tanaman dalam menyerap
unsur hara dan air di dalam tanah (Ianca, 2010).

2.4. Ekstrak Kompos Media Tanam Jamur


Limbah baglog jamur sudah banyak dimanfaatkan sebagai usaha
tambahan, seperti dapat dijadikan sebagai media ternak belut, media ternak cacing
dan bahan baku pupuk organik dijadikan kompos dengan menggunakan bioaktif.
Menurut hasil penelitian (Mushroom Institute, 2003 dalam Rosmauli et al, 2015)
limbah media tanam jamur memiliki kandungan hara seperti N 0,7%, P 0,3%, dan

7 Universitas Sriwijaya
K 0,3% yang diperkaya dengan unsur mikro lainnya. Kandungan unsur hara ini
berperan sebagai soil conditioner apabila diaplikasikan ke dalam tanah.
Kandungan mineral limbah media tanam jamur meningkat setelah panen,
terutama mineral-mineral pada masa panen pertama dan kedua, walaupun pada
fosfor hanya sedikit saja peningkatannya. Keadaan ini menggambarkan bahwa
limbah media tanam jamur mengandung Ca dan P cukup tinggi. Hal ini
disebabkan karena pada proses pembuatan kompos media tanam jamur dilakukan
2 penambahan kapur (CaCO3) (Iskandar, 2017).

8 Universitas Sriwijaya
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTEK LAPANGAN

3.1. Tempat dan Waktu


Praktek lapangan ini dilakukan di Agro Techno Center (ATC) Fakultas
Pertanian, Universitas Sriwijaya Kampus Indralaya. Praktek lapangan ini
dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni 2019.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktek lapangan ini diantaranya: 1) Alat tulis
2) Cangkul, 3) Hand tractor, 4) Gembor, 5) Meteran, 6) Pitfall trap, 7) Selang air,
8) Tali rafia dan 9) Wangkil
Bahan yang digunakan dalam praktek lapangan ini diantaranya: 1) Air, 2)
Benih kedelai dan benih jagung, 3) Bioinsektisida dan 4) Ekstrak kompos kulit
udang dan esktrak kompos media tanam jamur.

3.3. Metode Praktek Lapangan


Metode yang digunakan dalam praktek lapangan ini adalah Rancangan
Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 2 x 2. Faktor pertama, ekstrak kompos
yaitu P1= Ekstrak kompos kulit udang (EKKU) dan P2= Ekstrak kompos media
tanam jamur (EKMTJ). Faktor kedua, bioinsektisida dengan perbedaan dosis yaitu
B1= 1 liter/ha dan B2= 2 liter/ha. Dalam metode praktek lapangan ini terdiri atas
4 kombinasi perlakuan meliputi:
B1P1 : Bioinsektisida dosis 1 liter/ha dan Ekstrak kompos kulit udang
B1P2 : Bioinsektisida dosis 1 liter/ha dan Esktrak kompos media tanam jamur
B2P1 : Bioinsektisida dosis 2 liter/ha dan Ekstrak kompos kulit udang
B2P2 : Bioinsektisida dosis 2 liter/ha dan Ekstrak kompos media tanam jamur
Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga terdapat 16
unit percobaan dan setiap unit percobaan diambil 10 sampel tanaman sehingga
total tanaman yang diamati sebanyak 160 tanaman.

9 Universitas Sriwijaya
3.4. Cara Kerja
3.4.1. Persiapan Lahan
Persiapan lahan dilakukan dengan membersihkan lahan dari gulma dan
sisa-sisa kayu yang ada di lahan tersebut. Kemudian lahan dibajak menggunakan
hand tractor. Setelah dibajak, lahan dibuat petakan menggunakan cangkul
sebanyak 16 petak dengan ukuran 2,5 m x 2,5 m. Sebelum penanaman lahan
diberi pupuk dasar yaitu pupuk kandang sapi sebanyak 50 kg untuk 8 petakan
sehingga total ada 100 kg untuk 16 petakan.

3.4.2. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan menggunakan sistem tanam benih langsung.
Benih kedelai yang digunakan adalah benih varietas Dena 1. Benih kedelai
tersebut dibenamkan ke dalam tanah sekitar 2-3 cm dari permukaan tanah dengan
jarak antar lubang tanam yaitu 30 cm x 20 cm. Dalam satu lubang tanam
dibenamkan sebanyak 2-3 benih kedelai.

3.4.3. Perlakuan
3.4.3.1. Aplikasi Ekstrak Kompos
Ekstrak kompos diaplikasikan ke tanaman uji dengan cara disemprotkan
merata pada seluruh daun sampai pada leher batang tanaman uji. Aplikasi
dilaksanakan dengan 7 kali waktu penyemprotan dengan konsentrasi Biofitalik
2%, EKMTJ 5% dengan interval 7 hari setelah penyemprotan pertama.
Penyemprotan pertama dilakukan sejak tanaman kedelai berumur 2 minggu atau
setelah tanaman memiliki 5 helai daun. Sebagai pembanding (kontrol), tanaman
diaplikasikan dengan air.

3.4.3.2. Aplikasi Bioinsektisida


Bioinsektisida berbahan aktif Beauveria bassiana disemprotkan ke
tanaman kedelai yang berumur 3 minggu setelah tanam, dengan masing-masing
konsentrasi 1 l/ha dan 2 l/ha. Penyemprotan dilakukan dengan interval 7 hari
sebanyak 7 kali penyemprotan.

10 Universitas Sriwijaya
3.4.4. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyiraman secara rutin setiap
hari pada pagi dan sore hari dan pembersihan tanaman dari gulma yang tumbuh di
areal pertanaman.

3.4.5. Pemanenan
Pemanenan dilakukan secara serentak saat tanaman kedelai sudah berumur
12 minggu.

3.4.6. Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali. Pengamatan ini meliputi
pengamatan pertumbuhan tanaman, pengamatan langsung serangga yang ada,
produksi kedelai dan analisis C-organik.

3.4.6.1. Pertumbuhan Tanaman


Pertumbuhan kedelai diukur seminggu sekali, data yang dicatat lalu akan
dianalisis menggunakan anova.

3.4.6.2. Pengamatan Langsung


Serangga hama/predator/parasitod yang sedang makan/berada di tanaman
kedelai di foto, dan spesimen diambil untuk diidentifikasi. Foto harus
menggunakan aplikasi timestamp yang menunjukkan tanggal dan jam
pengamatan. Jumlah serangga yang ditemukan dan gejala serangan yang
ditibulkan dicatat.

3.4.6.3. Produksi Kedelai


Produksi kedelai akan dihitung setelah panen (tanaman berumur 12
minggu). Data produksi akan dianalisis menggunakan anova.

3.5. Peubah Yang Diamati


3.5.1. Tinggi Tanaman (cm)

11 Universitas Sriwijaya
Pengamatan tinggi tanaman diukur dari pangkal batang diatas permukaan
tanah sampai titik tumbuh tanaman kedelai. Pengamatan mulai dilakukan pada
saat tanaman berumur 1 MST sampai dengan panen.

3.5.2. Berat Basah Tanaman (gr)


Pengamatam berat basah tanaman dilakukan pada batang dan akar
tanaman. Pengukuran berat basah tanaman dilakukan setelah pascapanen tanaman
kedelai.

3.5.3. Berat Kering Tanaman (gr)


Pengamatan berat kering tanaman dilakukan pada batang dan akar
tanaman. Pengukuran berat kering tanaman dilakukan setelah tanaman
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 70oC selama 1 x 24 jam.

3.6. Analisis Data


Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran akan dianalisis
menggunakan metode Analysis of Variance (ANOVA). Kemudian apabila hasil
menunjukkan perbedaan yang nyata maka akan diuji lanjut dengan BNT pada
taraf signifikan 95%.

12 Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Hasil Pengamatan Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Tabel 1. Nilai F hitung dan koefesien keragaman pengaruh pupuk dan
bioinsektisida terhadap peubah yang diamati
Berat Basah Berat Kering Berat Basah Berat Kering
No. Perlakuan
Tajuk Tajuk Polong Polong

1 B1P1 12,72 5.85 18.60 9.37

2 B1P2 14.04 7.11 18.83 9.37

3 B2P1 19.94 8.00 24.25 12.09

4 B2P2 17.09 9.79 22.72 15.63

F Hitung 0,18 0,01 0,001 0,26

Sig. 0,68 0,93 0,98 0,62

Tabel 2. Nilai F hitung dan koefisien keragaman pengaruh pupuk dan


bioinsektisida terhadap peubah tinggi tanaman
Tinggi Tanaman
No. Perlakuan
1 2 3 4 5

1 B1P1 9.55 15.29 19.38 28.58 42.29

2 B1P2 9.69 14.84 19.49 30.31 44.53

3 B2P1 8.50 14.38 19.78 30.02 46.85

4 B2P2 8.80 14.01 18.10 26.89 39.99

F Hitung 0,06 0,01 0,84 1,47 1,58

Sig. 0,81 0,92 0,38 0,25 0,23

13 Universitas Sriwijaya
4.1.2. Hasil Pengamatan Serangga Secara Langsung

Gambar 1. Lamprosema indicata Gambar 2. Riptortus linearis

4.2. Pembahasan
Pertumbuhan tanaman kedelai berdasarkan rerata tinggi tanaman dapat
dilihat bahwa kombinasi perlakuan B1P1 pada minggu pertama dan kedua
merupakan yang tertinggi. Namun mulai masuk minggu ke 3 dan seterusnya dapat
dilihat bahwa perlakuan B2P1 merupakan kombinasi yang memiliki tinggi
tanaman tertinggi daripada kombinasi perlakuan yang lain. Dari kombinasi
perlakuan keduanya didapatkan bahwa perlakuan ekstrak kompos kulit udang
memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman. Hal ini dikarenakan limbah kulit
udang mengandung hara makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman (Nurhasanah
dan Heryadi, 2012). Selain itu kandungan kitosan dalam kulit udang dapat
merangsang pertumbuhan tanaman dengan meningkatkan respon terhadap hormon
giberelin dan auksin (Uthairatanakij et al. 2007 dalam Ianca, 2010).
Berdasarkan hasil anova dapat dilihat bahwa tidak ada kombinasi
perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap tinggi tanaman.
Dari hal ini dapat dikatakan bahwa pengaruh pupuk EKKU dan EKMTJ itu sama,
tidak ada yang menunjukkan hasil yang berbeda berdasarkan uji statistik. Hal ini
dikarenakan pada EKKU dan EKMTJ mengandung unsur hara yang dibutuhkan
oleh tanaman namun tidak terlalu berbeda kadar kandungannya sehingga
memberikan efek yang tidak berbeda. Hal lain yang mungkin bisa mempengaruhi
adalah kondisi lingkungan. Pada lahan yang ditanami kedelai memiliki kontur
yang sedikit menurun sehingga dapat menyebabkan terjadinya kehilangan hara
akibat pencucian.

14 Universitas Sriwijaya
Perbedaan pada perlakuan B1 dan B2 adalah dosis, sebagaimana diketahui
bahwa bioinsektisida yang digunakan mengandung jamur Beauveria bassiana
dengan bahan pembawa berupa ekstrak kompos kulit udang juga, sehingga selain
dapat menjadi bahan untuk pengendalian hama bioinsektisida tersebut juga dapat
memberikan tambahan hara bagi tanaman. Pertambahan tinggi tanaman sejalan
dengan penambahan dosis yang digunakan. Hal ini tentunya sangat baik bagi
budidaya tanaman karena tinggi tanaman pada kedelai akan mempengaruhi nya
dalam kemampuan untuk berproduksi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Amali et al. (2015) bahwa unsur hara, air dan cahaya matahari yang diserap
tanaman selama proses pertumbuhan akan ditranslokasikan dalam bentuk bahan
kering, kemudian pada akhir fase vegetatif akan terjadi penimbunan hasil
fotosintesis pada organ-organ tanaman.
Pengamatan tinggi tanaman dilakukan sampai tanaman mulai berbunga.
Umur berbunga tanaman kedelai pada dasarnya dipengaruhi oleh karakteristik
tanaman, lingkungan tempat tumbuh (kesuburan tanah) dan lama penyinaran
matahari. Tanaman kedelai di Indonesia umumnya mulai berbunga pada umur 25
– 40 HST (Taufiq dan Sundari, 2012) dan khususnya pada varietas yang
digunakan dalam praktek lapangan ini adalah Dena 1 memiliki umur berbunga
yaitu sekitar ±33 HST. Pembungaan sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat
tumbuh seperti kesuburan tanah dan suhu, lalu pembungaan juga dipengaruhi oleh
lama penyinaran matahari.
Pada kombinasi perlakuan yang dilakukan dalam praktek lapangan ini
umur berbunga pada tanaman kedelai varietas Dena 1 masih tergolong normal
yaitu 35 HST. Hal ini dipengaruhi karena penambahan ekstrak kompos
memberikan tambahan hara ke dalam tanah sehingga meningkatkan kesuburan
tanah. Di sisi lain, lama penyinaran matahari juga mempengaruhi waktu
pembungaan. Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek yang berarti
tanaman tidak akan berbunga jika lama penyinaran melewati batas kritis nya yaitu
sekitar 15 jam (Taufiq dan Sundari, 2012). Pada kegiatan praktek lapangan ini
varietas tanaman kedelai yang ditanam merupakan varietas yang memiliki
ketahanan terhadap naungan hingga 50%, sehingga tanaman dapat tumbuh pada

15 Universitas Sriwijaya
tempat yang ternaungi sehingga lama penyinaran matahari tidak akan melebihi
batas kritisnya.
Berat basah dan kering pada suatu tanaman merupakan sebuah petunjuk
yang menentukan baik atau tidaknya pertumbuhan suatu tanaman. Berat kering
suatu tanaman menunjukkan adanya hasil fotosintat yang terjadi pada tanaman
tersebut (Rohmah dan Saputro, 2016). Berdasarkan hasil rerata dapat dilihat
bahwa pada variabel berat basah tajuk tanaman dan berat basah polong kombinasi
perlakuan B2P1 memiliki hasil yang terbaik. Namun, pada variabel berat kering
tajuk dan berat kering polong didapatkan hasil terbaik pada kombinasi perlakuan
B2P2. Hal ini mungkin dikarenakan pada kombinasi perlakuan B2P1 yang
menggunakan aplikasi EKKU yang mengandung kitosan. Kitosan dapat
membantu sistem perakaran tanaman dalam menyerap air di dalam tanah (Ianca,
2010), namun di dalam kitosan mengandung unsur hara terutama Ca, sedangkan
pada kombinasi perlakuan B2P2 yang menggunakan aplikasi EKMTJ
mengandung beberapa unsur hara yang dibutuhkan tanaman terutama nitrogen.
Nitrogen di dalam tanaman membantu penyusunan asam amino, protein, koenzim,
klorofil sehingga meningkatkan berat kering pada biji (Marlina et al., 2015).
Berdasarkan hasil anova tidak ada kombinasi perlakuan yang memberikan
pengaruh nyata terhadap variabel pengamatan berat basah dan kering tajuk
tanaman serta berat basah dan kering polong tanaman. Hal ini menunjukkan
bahwa hasil dari aplikasi EKKU dan aplikasi EKMTJ itu dapat dikatakan sama
secara uji statistik. Meskipun terdapat beberapa perbedaan kadar kandungan hara
namun itu tidak terlalu berbeda terhadap pertumbuhan tanaman. Hal lain yang
mungkin bisa mempengaruhi tanaman dalam menyerap hara adalah kondisi
lingkungan.
Dalam kegiatan praktek lapangan ini juga dilakukan pengamatan hama
secara langsung di lapangan. Hasil pengamatan terdapat hama Lamprosema
indicata dan Riptortus linearis. Kedua hama tersebut merupakan hama yang
cukup penting dalam budidaya tanaman kedelai karena jika tidak dikendalikan
dapat mengganggu pertumbuhan tanaman dan menurunkan produksi tanaman
kedelai. Tentunya untuk mengendalikan populasi hama tersebut didasari oleh
pemahaman perkembangan populasi hama dan musuh alaminya. Dengan

16 Universitas Sriwijaya
pemahaman ini diharapkan pemilihan insektisida lebih tepat sehingga tidak timbul
resistensi, resurgensi dan terbunuhnya musuh alami (Gultom et al., 2014).
Lamprosema indicata atau disebut juga sebagai ulat penggulung daun
pada tanaman kedelai. Sesuai namanya ulat ini akan membentuk gulungan pada
daun dengan cara merekatkan antara satu daun ke daun lainnya dengan zat perekat
yang dihasilkannya. Kemudian di dalam gulungan daun ulat tersebut akan
memakan daun tanaman, sehingga yang tersisa hanyalah tulang daun. Ulat ini
memiliki panjang sekitar 20 mm (Marwoto et al., 2013). Dengan berkurangnya
daun pada tanaman kedelai akan mempengaruhi produksi kedelai karena daun
merupakan tempat fotosistensis bagi suatu tanaman. Jika daun berkurang maka
fotosintat yang dihasilkan juga sedikit, sehingga tanaman tidak dapat berkembang
dengan baik.
Riptortus linearis atau biasa disebut sebagai kepik polong pada tanaman
kedelai. Kepik ini memiliki ciri yang hamper sama dengan walang sangit,
memiliki panjang tubuh untuk jantan sekitar 11 – 13 mm dan betina sekitar 13 –
14 mm. Kepik ini akan mengisap cairan polong dan biji melalu stiletnya yang
ditusukkan ke dalam kulit polong kemudian ke biji. Dengan adanya serangan
hama ini akan menyebabkan polong kempis dan lama kelamaan akan mengering
(Marwoto et al., 2013). Dalam hal pengendalian hama ini sebaiknya tidak
menggunakan bahan kimia karena dapat merusak lingkungan. Salah satu musuh
alami Riptortus linearis adalah Beauveria bassiana. Sebagaimana yang
diungkapkan Prayogo et al., 2004 dalam Sari dan Suharsono (2011) menyatakan
bahwa konsentrasi spora Beauveria bassiana berpengaruh terhadap kematian
Riptortus sp. Semakin tinggi konsentrasi spora B. bassiana, semakin tinggi pula
persentase kematian imago Riptortus sp.

17 Universitas Sriwijaya
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat diambil kesimpulannya adalah
sebagai berikut :
1. Pemberian perlakuan yang terdiri dari ekstrak kompos kulit udang dan ekstrak
kompos media tanam jamur yang dikombinasikan dengan bioinsektisida
berbahan aktif Beauveria bassiana dengan dosis 1 l/ha dan 2 l/ha tidak
memberikan pengaruh yang nyata pada peubah pertumbuhan dan hasil
tanaman kedelai.
2. Pemberian perlakuan ekstrak kompos kulit udang memiliki khasiat yang sama
dengan perlakuan ekstrak kompos media tanam jamur.
3. Pemberian bioinsektisida dosis 1 l/ha lebih disarankan daripada bioinsektisida
dosis 2 l/ha, karena konsentrasi tinggi sama khasiatnya dengan konsentrasi
rendah.
4. Ada beberapa hama yang ditemukan menyerang tanaman kedelai diantaranya
adalah Lamprosema indicata dan Riptortus linearis.

5.2. Saran
Saran yang diajukan dalam kegiatan praktek lapangan ini adalah dalam
budidaya tanaman kedelai sebaiknya dilakukan pengolahan lahan terlebih dahulu,
kemudian juga perlu diperhatikan kemiringan lahan. Diperlukan juga penanaman
tanaman kontrol sebagai data pembanding untuk mengetahui efektivitas dari
perlakuan yang diberikan.

18 Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA

Aldillah, Rizma. 2015. Proyeksi dan Konsumsi Kedelai Indonesia. Jurnal


Ekonomi Kuantitatif Terapan, 8(1): 9-23.

Amali R., Nelvia dan Yoseva S.. 2015. Respon Tanaman Kedelai (Glycine max
(l.) Merril ) sebagai Tanaman Sela Pada Kebun Kelapa Sawit Belum
Menghasilkan (TBM) dengan Aplikasi Kompos Tandan Kosong Kelapa
Sawit dan Abu Boiler. JOM Faperta, 2(1) Februari: 1-11.

Anggraini E. dan Muslim A.. 2017. Potensi Ekstrak Kompos dalam


Mengendalikan Penyakit Downy Mildew pada Tanaman Mentimun.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Sub Optimal, Palembang 19-20
Oktober 2017: 897-905.

Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Kedelai Menurut Provinsi (Ton), 1993-
2015. http://www.bps.go.id. Diakses Pada Tanggal 22 Mei 2019 Pukul
20.00 WIB.

Gultom R. M., Pangestiningsih Y. dan Lubis L.. 2014. Pengaruh Beberapa


Insektisida Terhadap Hama Lamprosema indicata F. dan Spodoptera
litura F. Pada Tanaman Kedelai (Glicyne max (L) Merril.). Jurnal Online
Agroekoteknologi, 2(3): 1159-1164.

Hasyimuddin dan Sijid S.A.. 2018. Cendawan Entomopatogen Sebagai


Bioinsektisida Terhadap Serangga Perusak Tanaman. Prosiding Seminar
Nasional Megabiodiversitas Indonesia, Gowa 09 April 2018: 22-25.

Herlinda, Siti et al. 2012. Bioesai bioinsektisida Beauveria bassiana dari Sumatera
Selatan terhadap kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams &
Granara De Willink (Hemiptera: Pseudococcidae). Jurnal Entomologi
Indonesia, 9(2): 81-87.

Ianca, Brinado F.. 2010. Pengaruh Perlakuan Kitosan Terhadap Pertumbuhan


Tanaman Kedelai (Glycine max) Selama Fase Vegetatif dan Awal Fase
Generatif. Skripsi. Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Iskandar. 2017. Pemanfaatan Limbah Media Jamur Tiram Putih sebagai Kompos
Pada Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica juncea L.). Skripsi. Fakultas
Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar.

19 Universitas Sriwijaya
Krisnawati, Ayda. 2017. Kedelai sebagai Sumber Pangan Fungsional. Iptek
Tanaman Pangan, 12(1): 57-65.

Koswanudin D. dan Wahyono T.E.. 2014. Keefektifan Bioinsektisida Beauveria


Bassiana Terhadap Hama Wereng Batang Coklat (Nilaparvata Lugens),
Walang Sangit (Leptocorisa Oratorius), Pengisap Polong (Nezara
Viridula) dan (Riptortus Linearis). Prosiding Seminar Nasional
Pertanian Organik, Bogor 18-19 Juni 2014: 415-420.

Marlina E., Edison A. dan Yoseva S.. 2015. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik
Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merril).
JOM Faperta, 2(1) Mei: 1-13.

Marwoto et al. 2013. Hama, Penyakit dan Masalah Hara pada Tanaman Kedelai:
Identifikasi dan Pengendaliannya. Bogor: Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian.

Meirina T., Darmanti S. dan Haryanti S.. 2009. Produktivitas Kedelai (Glycine
max (L.) Merril var. Lokon) yang Diperlakukan dengan Pupuk Organik
Cair Lengkap pada Dosis dan Waktu Pemupukan yang Berbeda. Buletin
Anatomi dan Fisiologi, 17(2): 1-12.

Munziah, Wa Ode. 2013. Respon Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas


Kedelai (Glycine Max ( L.) Merill) Melalui Pemberian Pupuk Kandang
Kotoran Sapi. Skripsi. Program Studi Agroteknologi, Fakultas Ilmu-Ilmu
Pertanian, Universitas Negeri Gorontalo.

Nurhasanah dan Heryadi H.. 2012. Potensi Pemanfaatan Limbah Udang Dalam
Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Cabai. Prosiding Seminar
Nasional FMIPA-UT 2012: 1-13.

Rohmah, Eka A. dan Saputro T.B.. 2016. Analisis Pertumbuhan Tanaman Kedelai
(Glycine max L.) Varietas Grobogan pada Kondisi Cekaman Genangan.
Jurnal Sains dan Seni ITS, 5(2): 29-33.

Rosmauli, Gofar N. dan Hanum L.. 2015. Pemanfaatan Kompos Dari Limbah
Baglog Jamur Tiram (Pleurotusostreatus) sebagai Media Tumbuh
Tanaman Sawi Hijau (Brassica Rapa Var. Parachinensis L.). Jurnal
Teknik Lingkungan UNAND, 12(2): 120-126.

Sari, K. P. dan Suharsono. 2011. Status Hama Pengisap Polong Pada Kedelai,
Daerah Penyebarannya dan Cara Pengendalian. Buletin Palawija No. 20:
79-85.

Syahri, Hartono dan Suwandi. 2014. Pemanfaatan Ekstrak Kompos Kulit Udang
Dalam Pengendalian Penyakit dan Peningkatan Produksi Tanaman
Sayuran. Prosiding Seminar Nasional Pertanian Organik, Bogor 18-19
Juni 2014: 387-397.

20 Universitas Sriwijaya
Syahri dan Somantri R.U.. 2014. Aplikasi Biopestisida Ekstrak Kompos Kulit
Udang (EKKU) pada Berbagai Dosis Pemupukan Terhadap Pertumbuhan
dan Serangan Penyakit Cabai. Prosiding Seminar Nasional Pertanian
Organik, Bogor 18-19 Juni 2014: 313-320.

Taufiq A. dan Sundari T.. 2012. Respon Tanaman Kedelai Terhadap Lingkungan
Tumbuh. Buletin Palawija No. 23: 13-26.

Yuningsih. 2016. Bioinsektisida sebagai Upaya Re-Harmonism Ekosistem.


Prosiding Symbion (Symposium on Biology Education) Prodi Pendidikan
Biologi, FKIP, Universitas Ahamd Dahlan: 521-532.

21 Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN

22 Universitas Sriwijaya
Lampiran 1. Denah Penelitian

BLOK I BLOK III

B1P1 B2P2 B1P1 B2P2

B1P2 B2P1 B1P2 B2P1

BLOK II BLOK IV

B1P1 B2P2 B1P1 B2P2

B1P2 B2P1 B1P2 B2P1

Keterangan :
B1 : Bioinsektisida dosis 1 l/ha
B2 : Bioinsektisida dosis 2 l/ha
P1 : Ekstrak Kompos Kulit Udang
P2 : Ekstrak Kompos Media Tanam Jamur

23 Universitas Sriwijaya
Lampiran 2. Deskripsi Varietas Kedelai

DENA 1
Dilepas tahun : 5 Desember 2014
SK Mentan : 1248/Kpts/SR.120/12/2014
Nomor Galur : AI26-1114-8-28-1-2
Asal : Persilangan antara Agromulyo x IAC 100
Tipe Tumbuh : Determinit
Umur berbunga : ±33 hari
Umur masak : ±78 hari
W. hipokotil : Ungu
W. epikotil : Hijau
W. daun : Hijau
W. bunga : Ungu
W. bulu : Coklat
W. kulit polong : Coklat kekuningan
W. kulit biji : Kuning
W. kotiledon : Hijau
W. Hilum : Coklat
Bentuk daun : Oval
Ukuran daun : Sedang
Percabangan : 1–3 cabang/tanaman
Jml polong pertanaman : ±29 hari
Tinggi tanaman : ±59,0 hari
Kerebahan : Agak tahan rebah
Pecah polong : Tidak mudah pecah
Ukuran biji : Besar
Bobot 100 biji : ±14.3 gram
Bentuk biji : Lonjong

24 Universitas Sriwijaya
Potensi Hasil : 2,9 t/ha
Rata hasil : ±1.7 t/ha
Kandungan protein : ±36,7% BK
Kandungan lemak : ±18,8% BK
Ketahanan pada hama : Tahan terhadap penyakit karat daun (Phakopsora
pachirhyzi Syd.), rentan hama pengisap polong
(Riptortus linearis) dan hama ulat grayak (Spodoptera
litura F.)
Keterangan : Toleran hingga naungan 50%
Pemulia : T. Sundari, Gatut WAS, Purwantoro, dan N. Nugrahaeni
Peneliti : E. Yusnawan, A. Inayati, K. Paramitasari, E. Ginting,
R.Yulifianti
Pengusul : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

25 Universitas Sriwijaya
Lampiran 3. Data Tinggi Tanaman Tiap Minggu
Tabel 1. Tinggi Tanaman Minggu 1

Tanaman
BLOK B1P1 B1P2 B2P1 B2P2
ke-
I 1 11.3 11.5 8.5 10
2 12 10 9.5 11
3 10.5 13.5 8 10
4 9.8 12.3 9 8
5 11 10 9 10.5
6 12 10 9.5 9.5
7 13.2 11 8 10.5
8 10.3 10.5 8.5 11
9 11 12 9.5 10
10 11 11.5 9.5 10
Rerata 11.21 11.23 8.9 10.05

Tanaman
BLOK B1P1 B1P2 B2P1 B2P2
ke-
II 1 9 8.5 9.6 8
2 9.5 9 8 8
3 9.8 7.5 10 9
4 10.2 9 8 8
5 9 9 8.5 10
6 10 9 9 9.3
7 9 8.5 9.5 7.5
8 9.8 8 10 10.5
9 10 12 8 8
10 10 10.5 9 10
Rerata 9.63 9.1 8.96 8.83

26 Universitas Sriwijaya
Tanaman
BLOK B1P1 B1P2 B2P1 B2P2
ke-
III 1 9 9.5 8 8
2 8.9 11 9 8
3 9 11 7 8
4 8 10 8.5 8.2
5 8.5 10.5 8 8
6 9 11 8.5 8.5
7 8.5 9 7 8.5
8 8 9.8 9 7
9 10 9.5 7.5 7.5
10 9 10 8.5 7.5
Rerata 8.79 10.13 8.1 7.92

Tanaman
BLOK B1P1 B1P2 B2P1 B2P2
ke-
IV 1 9 7 7 10
2 8.5 7 8 9
3 8.5 7 8 7
4 10 11 10 7.5
5 7.5 8 8 7
6 9 8.5 6 9
7 7 8.5 10.5 9.5
8 8 8 8 8
9 9 9 8 9
10 9 9 7 8
Rerata 8.55 8.3 8.05 8.4

27 Universitas Sriwijaya
Tabel 2. Tinggi Tanaman Minggu 2

Tanaman
BLOK B1P1 B1P2 B2P1 B2P2
ke-
I 1 16 17 15 15
2 16.2 15 16 15
3 20 16 13 14.5
4 17 14.5 13.5 13
5 15 16 15 14
6 16.5 15 15.2 16
7 19 15 16 16
8 17 16 14 15
9 17 14.5 16 13.5
10 18 19 14 13
Rerata 17.17 15.8 14.77 14.5

Tanaman
BLOK B1P1 B1P2 B2P1 B2P2
ke-
II 1 14.5 13 14.5 15
2 15 15 15 14.5
3 14 14 15 14
4 15.3 16 16 13.5
5 14 14.5 13.5 14
6 15 15 15.5 15
7 14.5 15 14.5 15
8 14 15.2 16 15.5
9 15 16.5 13 14.5
10 15 15.5 14 15
Rerata 14.63 14.97 14.7 14.6

28 Universitas Sriwijaya
Tanaman
BLOK B1P1 B1P2 B2P1 B2P2
ke-
III 1 13 16 15 13
2 15 15 15 13
3 15 14 14.5 14
4 13.5 15 15 13
5 13 16 15 13
6 14 15 14 14
7 14 16.5 13 12
8 13 15 15 13.5
9 15 15.5 13 14
10 13 14 13.5 12
Rerata 13.85 15.2 14.3 13.15

Tanaman
BLOK B1P1 B1P2 B2P1 B2P2
ke-
IV 1 18 13 14 15
2 16 13.5 14 14
3 15 14 14 15
4 16 14 15 13.5
5 15 14 14 13
6 15 13.5 14 14
7 14 13 13 13.5
8 15 13 13.5 13
9 15 13 13 13
10 16 13 13 14
Rerata 15.5 13.4 13.75 13.8

29 Universitas Sriwijaya
Tabel 3. Data Tinggi Tanaman Minggu 3

Tanaman
BLOK B1P1 B1P2 B2P1 B2P2
ke-
I 1 19 21 17 18
2 18.5 17 21 17.5
3 22 20 16 18
4 19.5 16 17.6 16
5 18 18 16 17
6 19 18 17 17
7 22 19 18 17.5
8 20.5 18 16 16.5
9 20 17.5 16.2 15.5
10 22.5 21 18 17
Rerata 20.1 18.55 17.28 17

Tanaman
BLOK B1P1 B1P2 B2P1 B2P2
ke-
II 1 18 18 21.8 21
2 19 20 23.2 19
3 20.5 19.5 22.5 20
4 18.5 20 25 20.3
5 21 20.2 16 19.5
6 18 19 26.5 20.5
7 21 21.5 21 19.5
8 19.5 20 24 22
9 21 19 23 24.5
10 19 19.5 18 22
Rerata 19.55 19.67 22.1 20.83

30 Universitas Sriwijaya
Tanaman
BLOK B1P1 B1P2 B2P1 B2P2
ke-
III 1 14 18 20 16
2 18.5 20 22 15
3 18.8 18.5 22 16.5
4 18 20 19.8 17.5
5 13 19.5 23.5 17
6 17.8 21.5 19 17
7 15.5 20.5 17 16.5
8 14.5 22 18.5 17
9 17 22.5 19.5 16
10 15 24 16 15.5
Rerata 16.21 20.65 19.73 16.4

Tanaman
BLOK B1P1 B1P2 B2P1 B2P2
ke-
IV 1 23.5 17 22.5 20
2 23 19.5 21 19
3 20.5 18 22 19
4 22 19.5 21 18
5 22.5 17 22 16
6 21.5 19.8 19.5 17
7 23 17 19 19.5
8 19 19 17 18
9 20 24 18 18
10 22.5 20 18 17
Rerata 21.75 19.08 20 18.15

31 Universitas Sriwijaya
Tabel 4. Data Tinggi Tanaman Minggu 4

Tanaman
BLOK B1P1 B1P2 B2P1 B2P2
ke-
I 1 27 28 25 31
2 27.5 24.5 38 28.5
3 32 34 25.5 29.8
4 27.7 22.5 25 24
5 22 22 24.8 24.5
6 26.5 28 30 19.5
7 29 23 33 23
8 25.5 29 24 21.5
9 32 28 23 21
10 36 35 33 25.8
Rerata 28.52 27.4 28.13 24.86

Tanaman
BLOK B1P1 B1P2 B2P1 B2P2
ke-
II 1 29.5 32.3 35 28
2 33 33 31 33
3 28 31 38 31
4 36 37 34 30
5 26.7 33.5 22 34
6 35 36 39 32.5
7 28 35 37 37
8 31 32 36 31.5
9 32 36.5 27.5 35
10 36 31.5 27 32.5
Rerata 31.52 33.78 32.65 32.45

32 Universitas Sriwijaya
Tanaman
BLOK B1P1 B1P2 B2P1 B2P2
ke-
III 1 17.5 29 25.5 25
2 19 28 38 23.5
3 25 27.8 29 22.5
4 24.3 30 29.5 25
5 17 27 32 24
6 25 34 24 21
7 22 29.7 21 21.3
8 18 32.5 27.5 23
9 23.5 35 26 21.5
10 21 33 21 20
Rerata 21.23 30.6 27.35 22.68

Tanaman
BLOK B1P1 B1P2 B2P1 B2P2
ke-
IV 1 35 25 35 30
2 28 32 35 29
3 31 30 36 32
4 34 32 36.5 28
5 33 23 36 23
6 32.8 32 28 29
7 37 25 33 27
8 24.5 33 25 28
9 32 34.5 28 25
10 43 28 27 24.5
Rerata 33.03 29.45 31.95 27.55

33 Universitas Sriwijaya
Tabel 5. Data Tinggi Tanaman Minggu 5

Tanaman
BLOK B1P1 B1P2 B2P1 B2P2
ke-
I 1 37 39 38 44.5
2 38 35 59 42
3 45 50 36 42
4 37.5 29.5 33.5 34
5 32 29 45 36.5
6 32.5 38.5 50 27
7 43.5 31 55 33.5
8 35 39 33 31
9 43.5 40 32 36
10 55 55 51 34
Rerata 39.9 38.6 43.25 36.05

Tanaman
BLOK B1P1 B1P2 B2P1 B2P2
ke-
II 1 45 50 58 51
2 40 49 55 54
3 43 50 64 44
4 50 56 58 52
5 39 47 40 45
6 46 53 62 45.5
7 45 49 55 58
8 49 48 54.5 51
9 46 54 39 59
10 59 47 40 47.5
Rerata 46.2 50.3 52.55 50.7

34 Universitas Sriwijaya
Tanaman
BLOK B1P1 B1P2 B2P1 B2P2
ke-
III 1 23 41.5 44 37.5
2 28 40 58 35
3 39 43 48 37
4 40 45 45 40
5 22 42 49 35
6 33 49 40 31
7 31 44.5 38 29
8 23 46 43 30
9 34.5 56 40 29
10 29 53 30 25
Rerata 30.25 46 43.5 32.85

Tanaman
BLOK B1P1 B1P2 B2P1 B2P2
ke-
IV 1 56 40 55 52
2 53 46 55 47
3 50 44 56 47.7
4 52 46 54 40
5 52 27 50 31
6 56 48 43 35
7 53 33 50 40
8 40 47 36 41
9 57 54 45 36
10 59 47 37 34
Rerata 52.8 43.2 48.1 40.37

35 Universitas Sriwijaya
Lampiran 4. Data Berat Basah, Berat Kering Pada Tajuk Tanaman dan
Polong
Tabel 6. Data BB BK Tajuk dan Polong Blok 1

Tanaman BB BK BK
Petak BB Polong
ke- Tajuk Tajuk Polong
I 1 3.07 1.3 7.44 3.22
B1P1 2 8.14 4.54 14.17 5.87
3 4.48 2.98 9.06 5.03
4 22.97 10.21 37.46 12.34
5 8.5 4.66 9.79 8.05
6 30.82 14.24 51.09 22.14
7 12.3 6.25 16.07 9.36
8 25.17 14.05 39.9 22.95
9 13.8 6.99 30.21 17.3
10 6.97 3.84 15.68 9.59
Rerata
13.62 6.91 23.09 11.59

Tanaman BB BK
Petak BB Polong BK Polong
ke- Tajuk Tajuk
I 1 2.85 1.66 7.75 2.9
B1P2 2 2.34 1.32 6.3 3.44
3 2.44 1.36 5.96 2.48
4 4.32 2.55 16.76 7.13
5 5.99 2.79 8.47 2.92
6 7.71 3.93 17.51 9.31
7 4.21 2.18 9.33 3.37
8 20.54 9.73 34.86 11.48
9 17.8 7.81 33 15.54
10 18.23 9.11 34.7 19.38
Rerata 8.64 4.24 17.46 7.80

36 Universitas Sriwijaya
Tanaman BB BK
Petak BB Polong BK Polong
ke- Tajuk Tajuk
I 1 9.53 5.54 20.46 7.07
B2P1 2 10.14 5.17 22.77 7.77
3 2.46 1.33 5.55 2
4 2.74 1.59 5.25 1.86
5 3.02 1.74 6.4 2.88
6 2.76 1.45 6.53 2.01
7 2.79 1.67 7.12 2.69
8 6.74 3.8 13.27 6.66
9 3.38 1.55 8.89 3.29
10 7.37 3.53 15.41 9.4
Rerata 5.09 2.74 11.17 4.56

Tanaman BB BK BB BK
Petak
ke- Tajuk Tajuk Polong Polong
I 1 23.1 10.96 35.47 25.13
B2P2 2 13.85 6.76 35.56 20.98
3 24.61 13.71 37.18 26.1
4 11.61 5.74 34.7 21.15
5 5.42 2.66 12.51 5.79
6 5.27 2.61 12.61 7.85
7 6.68 3.69 7.8 5.14
8 4.96 2.66 10.2 3.61
9 3.7 2.09 11.34 7.1
10 7.73 4.04 15.73 11.09
Rerata 10.69 5.49 21.31 13.39

37 Universitas Sriwijaya
Tabel 7. Data BB BK Tajuk dan Polong Blok 2

Tanaman BK
Petak BB Tajuk BB Polong BK Polong
ke- Tajuk
II 1 7.32 4 11.72 7.98
B1P1 2 8.06 5.04 8.77 5.33
3 2.9 1.42 8.25 4.34
4 8.53 5.08 10.12 6.43
5 5.29 1.39 8.66 4.9
6 2.6 1.21 7.44 3.68
7 1.97 1 7.42 3.66
8 13.51 9.61 18.24 14.54
9 7.56 3.66 11.4 7.44
10 4.66 2.45 6.61 2.87
Rerata 6.24 3.49 9.86 6.12

Tanaman BB BK
Petak BB Polong BK Polong
ke- Tajuk Tajuk
II 1 8.54 5.67 12.85 8.83
B1P2 2 9.41 5.9 9.46 5.43
3 4.43 1.34 9.24 5.01
4 10.57 7.48 10.42 6.44
5 12.7 9.61 9.88 5.81
6 6.01 2.92 13.24 9.23
7 15.64 11.43 19.64 15.67
8 10.8 6.59 20.11 16.02
9 27.14 22.91 14.28 10.23
10 20.93 16.45 24.61 20.59
Rerata 12.62 9.03 14.37 10.33

38 Universitas Sriwijaya
Tanaman BB BK
Petak BB Polong BK Polong
ke- Tajuk Tajuk
II 1 22.29 9.59 31.82 12.45
B2P1 2 49.53 19.79 52.17 32.08
3 26.14 8.57 30.97 15.78
4 39.92 16 48.56 34.85
5 43.92 15.2 41.87 20.6
6 29.32 11.02 37.37 25.42
7 19.19 7.3 16.17 6.44
8 52 17.36 58.35 19.78
9 28.21 10.01 29.29 14.11
10 28.84 10.89 40.62 15.54
Rerata 33.94 12.57 38.72 19.71

Tanaman BB BK BB BK
Petak
ke- Tajuk Tajuk Polong Polong
II 1 13.3 7.65 17.85 12.34
B2P2 2 42.75 34.63 45.87 35.32
3 39.37 31.02 52.47 44.43
4 31.25 21.11 37.41 26.54
5 30.14 22.05 40.14 31.23
6 33.44 22.09 41.06 31.22
7 29.93 19.98 40.42 31.96
8 36.72 23.32 46.68 36.74
9 39.01 23.31 45.39 35.64
10 21.8 18.95 32.09 22.32
Rerata 31.77 22.41 39.94 30.77

39 Universitas Sriwijaya
Tabel 8. Data BB BK Tajuk dan Polong Blok 3

Tanaman BK
Petak BB Tajuk BB Polong BK Polong
ke- Tajuk
III 1 3.93 1.33 6.17 3.45
B1P1 2 2.56 1.87 5.61 2.12
3 1.79 1.54 2.73 1.23
4 4.3 3.21 10.48 5.01
5 5.1 3.74 8.3 2.2
6 5.64 1.96 10.15 3.7
7 10.66 3.27 18.05 8.09
8 6.17 2.04 11.27 3.52
9 5.9 2.27 10.3 4.65
10 25.58 9.24 45.45 21.31
Rerata 7.16 3.05 12.85 5.53

Tanaman BB BK
Petak BB Polong BK Polong
ke- Tajuk Tajuk
III 1 6.51 2.57 11.35 4.64
B1P2 2 3.19 1.09 6.05 2.19
3 4.51 2.43 6.37 4.11
4 5.25 3.12 8.7 6.11
5 6.88 4.77 13.02 10.23
6 4.71 1.58 10.61 4.09
7 7.4 2.38 12.16 5.2
8 5.4 2.4 14.43 7
9 8.94 3.56 14.49 7.09
10 23.94 9.01 33.67 15.05
Rerata 7.67 3.29 13.09 6.57

40 Universitas Sriwijaya
Tanaman BB BK
Petak BB Polong BK Polong
ke- Tajuk Tajuk
III 1 15.01 5.49 26.28 10.14
B2P1 2 24.85 8.3 24.9 13.5
3 27.5 11.33 26.43 13.3
4 19.8 4.96 16.64 9.05
5 7.08 2.15 8.22 2.93
6 18.32 8.99 20.38 11.34
7 23.19 11.34 22.72 11.76
8 26.33 11.36 30.8 16.1
9 8.37 2.81 10.92 4.67
10 21.1 6.43 19.12 9.61
Rerata 19.16 7.32 20.64 10.24

Tanaman BB BK BB BK
Petak
ke- Tajuk Tajuk Polong Polong
III 1 7.9 2.46 15.41 5.18
B2P2 2 8.88 3.14 12.62 7.8
3 6.9 1.92 10.72 6.78
4 11.64 6.09 17.95 7.63
5 6.42 2.96 12.29 4.2
6 6.55 1.96 11.64 8.74
7 2.9 1.02 5.84 3.72
8 3.87 1.42 7.2 3.55
9 6.2 2.16 12.22 4.52
10 3.65 1.37 9.63 4.14
Rerata 6.49 2.45 11.55 5.63

41 Universitas Sriwijaya
Tabel 9. Data BB BK Tajuk dan Polong Blok 4

Tanaman BK
Petak BB Tajuk BB Polong BK Polong
ke- Tajuk
IV 1 24.45 7.24 30.16 9.2
B1P1 2 31.44 9.12 34.81 17.67
3 14.18 4.74 16.26 7.08
4 20.17 6.68 26.12 10.88
5 38.73 18.21 42.39 28.91
6 22.96 10.91 25.73 14.07
7 23.53 11.71 36.14 19.79
8 22.78 10.49 25.92 11.64
9 23.54 10.17 32.95 17.21
10 16.67 7.01 15.55 5.97
Rerata 23.85 9.96 28.60 14.24

Tanaman BB BK
Petak BB Polong BK Polong
ke- Tajuk Tajuk
IV 1 27.41 10.97 17.79 7.2
B1P2 2 40.92 20.36 34.11 9.05
3 28.92 11.64 31.81 10.75
4 39.72 13.47 33.52 20.78
5 35.59 15.96 48.51 19.47
6 15.45 6.61 23.1 10.9
7 14.31 6.44 20.92 9.51
8 20.61 10.11 24.37 11.09
9 26.2 11.89 29.9 12.1
10 23.03 11.4 39.95 17.04
Rerata 27.22 11.89 30.40 12.79

42 Universitas Sriwijaya
Tanaman BB BK
Petak BB Polong BK Polong
ke- Tajuk Tajuk
IV 1 58.92 25.32 54.42 30.85
B2P1 2 25.73 11.25 38.11 18.21
3 30.12 13.46 30.93 17.63
4 12.54 3.74 20.56 9.94
5 8.95 3.71 14.86 7.33
6 17.55 8.26 26.66 13.79
7 19.39 8.62 23.76 11.98
8 18.9 8.16 23.32 13.75
9 12.15 5.44 16.58 8.4
10 11.48 5.65 15.4 6.38
Rerata 21.57 9.36 26.46 13.83

Tanaman BB BK BB BK
Petak
ke- Tajuk Tajuk Polong Polong
IV 1 19.45 8.12 25.28 13.59
B2P2 2 20.14 8.43 27.9 16.94
3 19.35 6.01 24.91 15.47
4 22.08 8.02 25.04 12.2
5 17.97 7.13 24.46 10.9
6 19.2 7.4 22.46 11.35
7 40.2 23.45 45.04 21.75
8 17.07 11.11 26.92 15.65
9 8.72 4.56 9.24 4.51
10 9.86 3.95 9.6 4.96
Rerata 19.40 8.82 24.09 12.73

43 Universitas Sriwijaya
Lampiran 5. Anova Data Tinggi Tanaman
Tabel 10. Anova Tinggi Tanaman Minggu 1
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: TinggiTanaman
Source Type III Sum df Mean F Sig.
of Squares Square
a
Corrected Model 12.306 4 3.077 8.327 .002
Intercept 308.167 1 308.167 834.114 .000
Blok 8.353 1 8.353 22.608 .001
Biopestisida 3.735 1 3.735 10.108 .009
Pupuk .196 1 .196 .530 .482
Biopestisida *
.023 1 .023 .063 .807
Pupuk
Error 4.064 11 .369
Total 1351.359 16
Corrected Total 16.370 15
a. R Squared = ,752 (Adjusted R Squared = ,661)

Tabel 11. Anova Tinggi Tanaman Minggu 2

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: TinggiTanaman
Source Type III Sum df Mean F Sig.
of Squares Square
a
Corrected Model 8.571 4 2.143 3.698 .038
Intercept 671.301 1 671.301 1158.621 .000
Blok 4.886 1 4.886 8.432 .014
Biopestisida 3.019 1 3.019 5.210 .043
Pupuk .660 1 .660 1.139 .309
Biopestisida *
.006 1 .006 .010 .921
Pupuk
Error 6.373 11 .579
Total 3439.827 16
Corrected Total 14.944 15
a. R Squared = ,574 (Adjusted R Squared = ,418)

44 Universitas Sriwijaya
Tabel 12. Anova Data Tinggi Tanaman Minggu 3

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: TinggiTanaman
Source Type III Sum df Mean F Sig.
of Squares Square
a
Corrected Model 7.722 4 1.930 .520 .723
Intercept 925.414 1 925.414 249.077 .000
Blok 1.010 1 1.010 .272 .612
Biopestisida 1.035 1 1.035 .279 .608
Pupuk 2.552 1 2.552 .687 .425
Biopestisida *
3.124 1 3.124 .841 .379
Pupuk
Error 40.869 11 3.715
Total 5941.072 16
Corrected Total 48.591 15
a. R Squared = ,159 (Adjusted R Squared = -,147)

Tabel 13. Anova Data Tinggi Tanaman Minggu 4

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: TinggiTanaman
Source Type III Sum df Mean F Sig.
of Squares Square
a
Corrected Model 30.993 4 7.748 .482 .749
Intercept 2132.689 1 2132.689 132.601 .000
Blok 1.423 1 1.423 .088 .772
Biopestisida 3.911 1 3.911 .243 .632
Pupuk 1.967 1 1.967 .122 .733
Biopestisida *
23.693 1 23.693 1.473 .250
Pupuk
Error 176.919 11 16.084
Total 13614.657 16
Corrected Total 207.912 15
a. R Squared = ,149 (Adjusted R Squared = -,160)

45 Universitas Sriwijaya
Tabel 15. Anova Data Tinggi Tanaman Minggu 5

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: TinggiTanaman
Source Type III Sum df Mean F Sig.
of Squares Square
a
Corrected Model 117.562 4 29.390 .562 .695
Intercept 4561.732 1 4561.732 87.283 .000
Blok 13.497 1 13.497 .258 .621
Biopestisida .001 1 .001 .000 .997
Pupuk 21.344 1 21.344 .408 .536
Biopestisida *
82.719 1 82.719 1.583 .234
Pupuk
Error 574.899 11 52.264
Total 30848.519 16
Corrected Total 692.460 15
a. R Squared = ,170 (Adjusted R Squared = -,132)

46 Universitas Sriwijaya
Lampiran 6. Anova Berat Basah dan Kering Tajuk Tanaman
Tabel 16. Anova Berat Basah Tajuk Tanaman

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: BeratBasahTajuk
Source Type III Sum df Mean F Sig.
of Squares Square
a
Corrected Model 299.067 4 74.767 .774 .565
Intercept 196.139 1 196.139 2.029 .182
Blok 173.785 1 173.785 1.798 .207
Biopestisida 105.524 1 105.524 1.092 .319
Pupuk 2.349 1 2.349 .024 .879
Biopestisida *
17.410 1 17.410 .180 .679
Pupuk
Error 1063.218 11 96.656
Total 5430.493 16
Corrected Total 1362.285 15
a. R Squared = ,220 (Adjusted R Squared = -,064)

Tabel 17. Anova Berat Kering Tajuk Tanaman

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: BeratKeringTajuk
Source Type III Sum df Mean F Sig.
of Squares Square
a
Corrected Model 44.574 4 11.143 .348 .840
Intercept 89.051 1 89.051 2.778 .124
Blok 11.674 1 11.674 .364 .558
Biopestisida 23.281 1 23.281 .726 .412
Pupuk 9.333 1 9.333 .291 .600
Biopestisida *
.286 1 .286 .009 .926
Pupuk
Error 352.551 11 32.050
Total 1342.995 16
Corrected Total 397.125 15

47 Universitas Sriwijaya
a. R Squared = ,112 (Adjusted R Squared = -,211)

Lampiran 6. Anova Data Berat Basah dan Kering Polong


Tabel 18. Anova Berat Basah Polong

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: BeratBasahPolong
Source Type III Sum df Mean F Sig.
of Squares Square
a
Corrected Model 174.477 4 43.619 .407 .800
Intercept 809.682 1 809.682 7.546 .019
Blok 52.488 1 52.488 .489 .499
Biopestisida 121.882 1 121.882 1.136 .309
Pupuk .042 1 .042 .000 .985
Biopestisida *
.065 1 .065 .001 .981
Pupuk
Error 1180.219 11 107.293
Total 8733.506 16
Corrected Total 1354.696 15
a. R Squared = ,129 (Adjusted R Squared = -,188)

Tabel 19. Anova Data Berat Kering Polong

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: BeratKeringPolong
Source Type III Sum df Mean F Sig.
of Squares Square
a
Corrected Model 106.838 4 26.709 .545 .707
Intercept 322.813 1 322.813 6.581 .026
Blok 1.198 1 1.198 .024 .879
Biopestisida 80.506 1 80.506 1.641 .226
Pupuk 12.585 1 12.585 .257 .622
Biopestisida *
12.549 1 12.549 .256 .623
Pupuk
Error 539.541 11 49.049
Total 2804.678 16
Corrected Total 646.379 15
a. R Squared = ,165 (Adjusted R Squared = -,138)

48 Universitas Sriwijaya
Lampiran 7. Foto-Foto Selama Kegiatan Praktek Lapangan

Persiapan Lahan

Proses Penanaman

49 Universitas Sriwijaya
Proses Penyiraman

Proses Aplikasi Bioinsektisida

Proses Aplikasi EKKU dan EKMTJ

Proses Pemanenan

50 Universitas Sriwijaya
Proses Pengovenan

Perhitungan Berat Basah dan Kering pada Tajuk dan Polong Tanaman

51 Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai