Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

KULTUR JARINGAN TANAMAN

Disusun oleh :
Kelompok 4C

Selina K.H Nainggolan 23020220120003


Ocvian Pridawan 23020220130140
Rashifa Humaida 23020220140097
Surya Andi Putra A 23020220140114
Eliyawati Farkha 23020220140139

Agroekoteknologi C

PROGAM STUDI S1 AGROEKOTEKNOLOGI


DEPARTEMEN PERTANIAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2023
ACARA IV

STERILISASI EKSPLAN DAN INISIASI


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.1. Latar Belakang

Pisang merupakan salah satu jenis buah-buahan yang banyak disukai oleh
masyarakat Indonesia, karena dapat dikonsumsi secara langsung serta dapat
dijadikan berbagai macam bentuk olahan. Produksi dan produktivitas pisang tiap
tahun di Indonesia pada lima tahun terakhir meningkat sekitar 1-6% dengan hasil
produksi pada tahun 2021 sebanyak 8.741.147 ton. Salah satu upaya untuk
meningkatkan produksi pisang dapat dilakukan dengan pembudidayaan melalui
kultur jaringan. kultur jaringan memiliki banyak kelebihan seperti perbanyakan
bibit dapat dilakukan dengan cepat dalam skala banyak, kontinuitas ketersediaan
bibit terjaga, bibit yang dihasilkan akan sama dengan induknya, tingkat
keseragaman pertumbuhan bibit tinggi, hemat biaya pengiriman, dan bebas hama
penyakit (Sandra, 2013).
Kultur jaringan merupakan sebuah metode perbanyakan tanaman yang
digunakan untuk menumbuhkan bagian tanaman dengan menerapkan prinsip
isolasi pada kondisi aseptik. Teori dasar yang melandasi teknik kultur jaringan
adalah teori totipotensi yang menjelaskan sel tanaman memiliki potensi untuk
tumbuh menjadi satu tanaman yang utuh. Kultur jaringan memiliki keunggulan
yaitu dapat menghasilkan anakan dalam jumlah yang banyak dalam waktu
singkat, bersifat sama seperti induknya, dan sehat (Cokrowati et al.,2018). Kultur
jaringan terbagi menjadi beberapa tahapan yaitu sterilisasi eksplan, inisiasi,
subkultur atau multiplikasi, pengakaran dan aklimatisasi. Sterilisasi eksplan
merupakan tahapan penting yang harus dilakukan untuk menghilangkan bagian
tanaman yang tidak diperlukan dan mensterilkannya agar terhindar dari
kontaminan lalu setelah itu dilakukanlah tahap inisiasi yaitu penanaman ekplan
pada media kultur secara aseptik.
1.1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari Praktikum Kultur Jaringan Acara Sterilisasi dan Inisiasi


Eksplan Tanaman Pisang adalah untuk mengetahui dan memahami teknis
sterilisasi dan inisiasi eksplan tanaman pisang yang baik dan benar untuk
menghindari kontaminasi. Manfaat dari Praktikum Kultur Jaringan Acara
Sterilisasi dan Inisiasi Eksplan Tanaman Pisang adalah memahami teknis
sterilisasi dan inisiasi eksplan tanaman pisang yang baik dan benar sehingga
didapatkan hasil yang diinginkan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Tanaman Pisang

Pisang (Musa paradisiaca) merupakan salah satu komoditas buah yang


cukup banyak digemari oleh masyarakat Indonesia dan bernilai ekonomi tinggi.
Buah pisang di Indonesia memiliki angka permintaan yang tinggi karena tingkat
konsumsinya yang terus meningkat di beberapa tahun terakhir (Ababil et al.,
2021). Tanaman pisang adalah tanaman yang berasal dari Asia yang tersebar ke
berbagai belahan dunia dan cocok tumbuh pada daerah beriklim tropis. Pisang
dapat tumbuh baik di Indonesia karena memiliki daerah tropis sangat sesuai untuk
pertumbuhannya (Wibowo dan Prasetyaningrum, 2015). Klasifikasi tanaman
pisang adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae
Genus : Musa L.
Spesies : Musa paradisiaca L. (ITIS, 2023).
Tanaman pisang dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan curah
hujan yang cukup tinggi per tahunnya dengan tingkat keasaman tanah yang netral
yaitu ph 6-7,5. Tanaman pisang dapat tumbuh normal dengan curah hujan sekitar
2000-3000 mm/tahun (Batubuaya et al., 2018). Iklim yang cocok untuk
pertanaman pisang adalah iklim lembab dengan suhu normal dan tanah yang
sesuai yaitu tanah bertekstur lempung berpasir. Pisang dapat ditanam di kebun di
dataran rendah hangat bersuhu 21℃ - 32℃ dan beriklim lembab (Nashar, 2015).
4.2 Sterilisasi Eksplan

Sterilisasi eksplan merupakan tahapan penting bagi eksplan yang tujuannya


adalah mensterilkan eksplan dari berbagai kotoran yang mungkin dapat
mengontaminasi eksplan. Kegiatan sterilisasi eksplan bertujuan untuk
menghilangkan mikroorganisme yang berpotensi untuk menyebabkan terjadinya
kontaminasi pada tanaman selanjutnya dan dapat berdampak pada penghambatan
pertumbuhan eksplan (Surya dan Ismaini, 2021). Eksplan disterilkan dengan cara
penggojokan menggunakan berbagai larutan sterilan. Pencucian eksplan dilakukan
pada air mengalir dan penambahan bahan sterilan seperti deterjen, bakterisida,
fungisida, Sodium hipoklorit (NaOCl) dan Hidrogen peroksida (H 2O2) (Handayani
et al., 2021).
Sterilisasi diawali dengan penyikatan menggunakan deterjen dan dibilas
dengan air mengalir. Eksplan dicuci dengan deterjen dan air bersih mengalir untuk
memecah koloni kontaminan yang masih menempel di permukaan eksplan
(Shofiyani dan Damajanti, 2015). Fungsi deterjen adalah untuk membuang lapisan
lilin pada permukaan jaringan dan mencegah terbentuknya gelembung udara yang
dapat menutupi permukaan jaringan. Detergen dapat menghilangkan lapisan lilin
dan kontaminan di permukaan tanaman (Lukmana dan Rahmawati, 2018).
Eksplan direndam dalam fungisida yang dapat menghambat pertumbuhan
mikroba, khususnya jamur. Fungisida jenis Dithane mengandung bahan aktif
Mancozeb yang efektif dalam mengendalikan jamur pada permukaan eksplan
(Tuwo et al., 2022). Bakterisida digunakan untuk meminimalkan kontaminan
pada eksplan, khususnya bakteri. Bakterisida pada sterilisasi eksplan digunakan
untuk membunuh bakteri yang menempel pada eksplan (Wulandari dan Nasution,
2014).
NaOCl merupakan desinfektan yang efektif membunuh bakteri dengan cara
menyebabkan mikroorganisme mengalami hidrolisis secara osmosis. Bayclin
mengandung Natrium hipoklorit yaitu senyawa kimia yang bersifat toksik dan
memiliki kemampuan membunuh mikroorganisme yang terpapar secara langsung
(Zulkifli dan Sari, 2019). Hidrogen peroksida dapat meminimalisir terjadinya
pencoklatan pada eksplan dan menekan terjadinya kontaminasi. Bahan pensteril
hidrogen peroksida (H2O2) dapat menekan kontaminan secara optimal dan
meminimalisir terjadinya browning sehingga tunas pada eksplan dapat tumbuh
lebih baik (Sulistiyo et al., 2018). Povidone iodine berfungsi sebagai antiseptik
yang berfungsi untuk membunuh bakteri dan spora yang menempel pada eksplan.
Povidone iodine 10% mengandung 1% iodium yang mampu membunuh bakteri
dalam 1 menit dan membunuh spora dam waktu 15 menit (Norma et al., 2019).
Alkohol berfungsi sebagai antijamur dalam proses sterilisasi eksplan. Eugenol
dapat mengganggu penyusun dinding sel jamur sehingga dinding sel rusak,
sedangkan senyawa alkohol bersifat antijamur yang dapat membunuh jamur
(Djatmiko, 2019). Selain sebagai antijamur, alkohol juga bersifat antibakteri yang
dapat membunuh bakteri dengan melakukan denaturasi protein. Alkohol
membunuh bakteri dengan mekanisme denaturasi protein sel bakteri (Setiani et
al., 2018).

4.3 Inisiasi

Inisiasi merupakan tahap pengambilan eksplan dari induk tanaman yang


akan dijadikan sebagai eksplan dan tujuannya adalah eksplan dapat bebas di
mikroorganisme dan dapat membentuk pertumbuhan baru, sehingga menjadi
tahap krusial pada kultur jaringan. Inisiasi kultur adalah tahap awal yang krusial
dalam kegiatan kultur jaringan karena sangat dipengaruhi oleh faktor penentu
inisiasi (Rachmawati et al., 2021). Tahap inisiasi diawali dengan melakukan
sterilisasi eksplan untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi. Inisiasi eksplan
diawali dengan tahap sterilisasi eksplan yang dilakukan di luar dan di dalam LAF
(Lisdyayanti et al., 2019). Eksplan yang diinisiasi perlu dilakukan pemindahan ke
media yang baru untuk mendukung pertumbuhan tunas dan akar yang lebih
optimal. Pemindahan eksplan ke media baru agar bisa mengalami pertumbuhan
untuk pembentukan tunas dan akar (Nisa dan Rodinah, 2018).
Inisiasi dapat berjalan dengan baik apabila tidak terjadi browning pada
eksplan. Faktor yang menghambat pertumbuhan eksplan salah satunya adalah
browning sehingga proses inisiasi menjadi terhambat (Sadat et al., 2018). Proses
inisiasi dapat dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang diterima oleh eksplan.
Kultur membutuhkan cahaya yang lebih sedikit pada tahap inisiasi, sedangkan
pada tahap pemanjangan bagian tanaman pengakaran, kebutuhan cahaya lebih
meningkat (Yuniardi, 2020). Organ yang masih muda masih bersifat meristematik
dan lebih responsif, sehingga pemilihan jenis eksplan dan potongan bagian
tanaman yang digunakan juga mempengaruhi pertumbuhan eksplan. Pemilihan
jenis eksplan juga mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kalus pada kultur
jaringan (Ulva et al., 2019). Media tanam yang digunakan pada tahap inisiasi juga
sangat mempengaruhi pertumbuhan eksplan. Media tanam terdiri dari unsur hara
makro, unsur hara mikro, vitamin, karbohidrat, berbagai macam tambahan sesuai
dengan kebutuhan tanaman, serta berbagai macam zat pengatur tumbuh (ZPT),
baik yang sintesis maupun alami yang mendukung pertumbuhan eksplan
(Eriansyah et al., 2018).
Lama perendaman dapat mempengaruhi pertumbuhan eksplan, sehingga
harus dilakukan secara tepat agar eksplan dapat tumbuh dengan baik. Lama
perendaman dapat memengaruhi tingkat kontaminasi, dimana perendaman dengan
natrium hipoklorit yang terlalu singkat akan mengurangi efektifitas dalam
pengendalian kontaminasi, sedangkan perendaman yang terlalu lama dapat
menyebabkan terjadinya browning atau pertumbuhan jaringan yang terhambat
(Setiani et al., 2018). Faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya
kontaminasi adalah faktor genetik yang terdapat dalam jaringan eksplan.
Kontaminasi internal dapat juga bersifat endogenous berada di dalam jaringan
eksplan sehingga tidak dapat dihilangkan hanya dengan sterilisasi permukaan
(Rahmadi et al, 2020)
Tanda eksplan telah terkontaminasi oleh jamur antara lain produksi spora
pada media dan perubahan warna menjadi abu kehijauan. Eksplan yang
mengalami kontaminasi diakibatkan oleh jamur dapat dilihat dengan ciri-ciri
seperti berwarna abu-kehijauan dengan arah pertumbuhannya menyebar dari
eksplan ke media, serta produksi spora pada media (Unsong et al., 2022). Tanda
eksplan yang telah terkontaminasi oleh bakteri antara lain adalah terdapat lendir
berwarna putih kecoklatan pada media. Sumber kontaminasi yang disebabkan
oleh bakteri menunjukkan ciri-ciri terbentuknya lapisan lendir berwarna putih dan
lendir berwarna putih kecoklatan di bagian permukaan media yang terkontaminasi
(Shofiyani dan Damajanti, 2015).
Ciri eksplan yang mati adalah mengalami perubahan warna dari putih
kehijauan, cokelat, dan akhirnya menghitam. Kematian eksplan diawali dengan
perubahan warna permukaan jaringan meristem pisang yang berubah warna dari
putih kehijauan menjadi putih pucat dan selanjutnya berubah warna menjadi
coklat, selanjutnya eksplan dalam waktu dua minggu berangsur-angsur
mengalami kematian (Budi dan Shofiyani, 2014). Eksplan yang mengalami
pencoklatan disebabkan karena senyawa fenol yang dihasilkan oleh eksplan
tersebut. Eksplan yang tidak membentuk kalus mengalami perubahan warna dari
hijau menjadi coklat kemudian mati, hal ini dapat disebabkan karena timbulnya
senyawa fenolik yang keluar dari eksplan tersebut (Budi, 2020).
Ciri eksplan yang hidup antara lain adalah terjadinya pembelahan sel serta
pertumbuhan pada panjang dan volume eksplan. Warna tunas yang dihasilkan
hijau menandakan bahwa eksplan mengalami pertumbuhan yang dicirikan dengan
penambahan panjang dan bertambahnya volume eksplan (Prasetyo et al., 2020).
Eksplan yang hidup dapat dilihat juga dari ada tidaknya browning atau
kontaminasi pada permukaan eksplan. Eksplan hidup ditandai dengan
perkembangan eksplan yang tidak mengalami kontaminasi dan browning
(Handayani et al., 2021).

4.4 Hormon Benzyl Amino Purine (BAP)

Keberhasilan kultur jaringan dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh (ZPT),


salah satunya yang umum digunakan adalah hormon Benzyl Amino Purine (BAP)
yang termasuk pada golongan hormon sitokinin. Benzyl Amino Purin (BAP)
merupakan hormon golongan sitokinin yang berfungsi dalam menstimulasi
pembelahan sel (Mahadi et al., 2016). Konsentrasi pemberian ZPT perlu
diperhatikan agar eksplan dapat tumbuh secara optimal. Zat pengatur tumbuh pada
konsentrasi tinggi dapat menghambat pertumbuhan tanaman, sedangkan
pemberian konsentrasi yang rendah tidak akan memacu pertumbuhan eksplan
(Prasetyo et al., 2020).

Penggunaan hormon BAP dengan konsentrasi yang sesuai dapat


merangsang pertumbuhan tunas. Hormon sitokinin yang ditambahkan pada
eksplan dapat membantu pembentukan tunas (Faridah et al.,2017). BAP
digunakan sebagai zat pengatur tumbuh pada kegiatan kultur jaringan karena
terbukti efektif dan lebih stabil dalam mendukung pertumbuhan eksplan. Benzyle
amino purin mempunyai sifat yang lebih stabil, lebih murah, lebih tersedia dan
paling efektif jika dibandingkan dengan jenis sitokinin lainnya (Unsong et al.,
2022).
BAB III

MATERI DAN METODE

Praktikum Kultur Jaringan Tanaman dengan materi “Sterilisasi Eksplan


dan Inisiasi” dilaksanakan pada hari Senin, 27 Maret 2023 pukul 13.30 WIB dan
hari Selasa, 28 Maret 2023 pukul 08.00 di Laboratorium Ekologi dan Produksi
Tanaman, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.

3.1. Materi

Materi yang digunakan dalam praktikum ini meliputi alat dan bahan.
Bahan yang digunakan adalah bonggol anakan pisang dengan tinggi 30 – 40 cm
sebagai eksplan yang digunakan, aquades, fungisida, bakterisida, detergen,
hidrogen peroksida (H2O2), Natrium hipoklorit (NaOCl 2,5%), povidone iodine
10%, serta alkohol sebagai larutan pensteril. Alat yang digunakan adalah pisau
untuk memotong eksplan, Laminar Air Flow (LAF) sebagai tempat kegiatan
sterilisasi eksplan, aluminium foil untuk membungkus cawan petri, pinset untuk
mengambil bahan, skalpel untuk memotong bahan, api bunsen untuk sterilisasi
pijar, plastic wrap untuk menutup tutup botol media, dan botol/wadah untuk
larutan pensteril.

3.2. Metode

3.2.1. Sterilisasi Eksplan

Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah bagian atas anakan
pisang dipotong, lalu bagian terluar pelepah serta bonggol dikupas hingga
tingginya ± 10 cm dengan diameter ± 1,5 – 2 cm dengan tidak memotong titik
tumbuh tunasnya. Potongan bonggol dicuci dengan detergen lalu dibilas dengan
air mengalir, kemudian direndam pada larutan bakterisida yaitu Agrept sebanyak
2 g/L dan dilanjutkan fungisida yaitu Dithane M45 sebanyak 3 g/L. Perendaman
bonggol oleh fungisida dan bakterisida dilakukan selama 24 jam. Setelah 24 jam
direndam, eksplan disterilisasi di dalam LAF.

3.2.2. Sterilisasi di dalam LAF

Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah LAF disterilisasi


dengan lampu ultraviolet (UV) dan alkohol 90%. Peralatan dan bahan yang akan
dimasukkan ke dalam LAF disemprot alkohol 70% dan diseka dengan tisu. Cawan
petri, pinset, dan skalpel direndam dalam alkohol 90% lalu dilakukan sterilisasi
pijar menggunakan api bunsen lalu dikeringanginkan sebelum digunakan. Larutan
pensteril dibuat dengan cara bayclin 30%, bayclin 20%, bayclin 10%, H2O2 20%,
H2O2 10%, dan betadine ± 10% atau ± 5 tetes dicampurkan dalam 10 ml aquades
steril. Pelepah terluar eksplan dikupas 1 lapisan hingga bersih dari bagian yang
terkena fungisida dan bakterisida, lalu dibilas dengan akuades steril. Eksplan
dimasukkan ke dalam botol berisi larutan bayclin 30% dan dikocok selama 30
menit. Bagian terluar eksplan dikupas kembali tanpa dibilas, lalu dimasukkan ke
dalam botol berisi larutan bayclin 20% dan dikocok selama 30 menit. Bagian
terluar eksplan dikupas kembali tanpa dibilas, lalu dimasukkan ke dalam botol
berisi larutan bayclin 10% dan dikocok selama 10 menit, lalu dibilas. Bagian
terluar eksplan dimasukkan ke dalam botol berisi larutan H 2O2 20% dan dikocok
selama 20 menit, lalu dibilas. Bagian terluar eksplan dimasukkan ke dalam botol
berisi larutan H2O2 10% dan dikocok selama 10 menit, lalu dibilas dengan
aquades steril sebanyak 2 – 3 kali.

3.2.3. Inisiasi dan Penanaman Eksplan

Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah LAF disterilisasi


dengan lampu ultraviolet (UV) dan alkohol 90%. Peralatan dan bahan yang akan
dimasukkan ke dalam LAF disemprot alkohol 70% dan diseka dengan tisu. Cawan
petri, pinset, dan skalpel direndam dalam alkohol 90% lalu dilakukan sterilisasi
pijar menggunakan api bunsen lalu dikeringanginkan sebelum digunakan. Eksplan
diletakkan di atas cawan petri lalu dikupas hingga titik tumbuhnya dengan
diameter ±0,5 cm. Eksplan disterilisasi kembali dengan dimasukkan ke dalam
larutan betadine 5%. Media diarahkan pada lampu LAF, lalu eksplan ditanam
pada botol berisi media dengan tiap botol berisi 1 eksplan. Bagian mulut botol
disterilisasi pijar lalu ditutup dengan penutup botol dengan dilapisi plastic wrap.
Botol media berisi eksplan yang telah ditanam disusun di rak kultur di ruang
inkubasi.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.
Persentase Eksplan Hidup

Tabel x. Hasil Pengamatan Eksplan Hidup


Jumlah Eksplan Jumlah Eksplan % Eksplan
Ulangan
yang Ditanam Hidup Mati Hidup
U1 1 1 0 100%
U2 1 0 1 0%
U3 1 0 1 0%
Sumber : Data Primer Praktikum Teknik Kultur Jaringan Tanaman, 2023.
Berdasarkan Tabel x. dapat diketahui bahwa persentase eksplan hidup pada
ulangan 1 adalah 100%, sedangkan pada ulangan 2 dan ulangan 3 sebesar 0%.
Eksplan yang hidup diduga karena tidak mengalami kontaminasi dan browning,
sehingga dapat tumbuh lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Handayani et
al. (2021) yang menyatakan bahwa eksplan hidup ditandai dengan perkembangan
eksplan yang tidak mengalami kontaminasi dan browning. Eksplan yang mati
dapat dilihat bahwa terjadi pencoklatan pada permukaan eksplan yang kemudian
berubah menjadi hitam yang diduga karena adanya aktivitas senyawa fenol yang
dihasilkan oleh eksplan dan juga adanya kontaminasi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Budi (2020) yang menyatakan bahwa eksplan yang tidak membentuk
kalus mengalami perubahan warna dari hijau menjadi coklat kemudian mati, hal
ini dapat disebabkan karena timbulnya senyawa fenolik yang keluar dari eksplan
tersebut.
(a) (b)
Ilustrasi x. Perbandingan Kondisi Akhir Eksplan. (a) Eksplan yang mengalami
kematian, (b) Eksplan yang masih hidup

Berdasarkan Ilustrasi x. dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara


eksplan yang mengalami kematian dan eksplan yang masih hidup pada kondisi
akhir. Eksplan pisang yang mengalami kematian dicirikan oleh perubahan warna
dari putih kehijauan menjadi coklat dan menghitam karena jaringan sudah mati.
Hal ini sesuai dengan pendapat Budi dan Shofiyani (2014) yang menyatakan
bahwa kematian eksplan diawali dengan perubahan warna permukaan jaringan
meristem pisang yang berubah warna dari putih kehijauan menjadi putih pucat
dan selanjutnya berubah warna menjadi coklat, selanjutnya eksplan dalam waktu
dua minggu berangsur-angsur mengalami kematian. Eksplan yang mati diduga
diawali dengan terjadinya kontaminasi oleh jamur sehingga terlihat hifa berwarna
putih atau abu yang berada di sekeliling eksplan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Unsong et al. (2022) yang menyatakan bahwa eksplan yang mengalami
kontaminasi diakibatkan oleh jamur dapat dilihat dengan ciri-ciri seperti berwarna
abu-kehijauan dengan arah pertumbuhannya menyebar dari eksplan ke media,
serta produksi spora pada media.
Eksplan yang hidup dapat dicirikan dari pertumbuhan yang terjadi pada
panjang dan volume eksplan. Hal ini sesuai dengan pendapat Prasetyo et al.
(2020) yang menyatakan bahwa warna tunas yang dihasilkan hijau menandakan
bahwa eksplan mengalami pertumbuhan yang dicirikan dengan penambahan
panjang dan bertambahnya volume eksplan. Eksplan yang hidup juga dapat dilihat
dari tidak adanya browning atau kontaminasi pada permukaan eksplan pisang. Hal
ini sesuai dengan pendapat Handayani et al. (2021) yang menyatakan bahwa
eksplan hidup ditandai dengan perkembangan eksplan yang tidak mengalami
kontaminasi dan browning.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan antara lain intensitas
cahaya yang diterima oleh eksplan pada masa pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Yuniardi (2020) yang menyatakan bahwa kultur membutuhkan cahaya
yang lebih sedikit pada tahap inisiasi, sedangkan pada tahap pemanjangan bagian
tanaman pengakaran, kebutuhan cahaya lebih meningkat. Media tanam yang
digunakan sebagai tempat tumbuh eksplan juga mempengaruhi pertumbuhan
karena eksplan mendapatkan nutrisi dari media tersebut. Hal ini sesuai dengan
pendapat Eriansyah et al. (2018) yang menyatakan bahwa media tanam terdiri dari
unsur hara makro, unsur hara mikro, vitamin, karbohidrat, berbagai macam
tambahan sesuai dengan kebutuhan tanaman, serta berbagai macam zat pengatur
tumbuh (ZPT), baik yang sintesis maupun alami yang mendukung pertumbuhan
eksplan. Potongan eksplan menjadi faktor yang menentukan pertumbuhan
eksplan, dimana perlu memilih potongan yang bersifat meristematik sehingga sel
masih aktif membelah. Hal ini sesuai dengan pendapat Ulva et al. (2019) yang
menyatakan bahwa pemilihan jenis eksplan juga mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi kalus pada kultur jaringan.

4.2.
Persentase Kontaminasi

Tabel x. Hasil Pengamatan Persentase Kontaminasi


Jumlah yang Jumlah yang Kontaminasi %
Ulangan
Ditanam Terkontaminasi Jamur Bakteri Kontaminasi
U1 1 0 0 0 0%
U2 1 1 1 0 100%
U3 1 1 1 0 100%
Sumber : Data Primer Praktikum Teknik Kultur Jaringan Tanaman, 2023.

Berdasarkan Tabel x. dapat diketahui bahwa persentase kontaminasi


ulangan 1 sebesar 0%, sedangkan ulangan 2 dan ulangan 3 sebesar 100% yang
disebabkan oleh jamur. Kontaminasi eksplan diduga disebabkan oleh jamur yang
menyebabkan eksplan tidak memiliki ruang yang cukup untuk tumbuh. Hal ini
sesuai dengan pendapat Shofiyani et al. (2020) yang menyatakan bahwa cendawa
yang mendominasi dalam botol kultur mengakibatkan eksplan tidak memiliki
ruang untuk tumbuh yang cukup sehingga menghambat pertumbuhannya dan
berakhir pada kematian. Kontaminasi juga dapat disebabkan oleh faktor genetik
yang terdapat dalam jaringan eksplan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahmadi et
al. (2020) yang menyatakan bahwa kontaminasi internal dapat juga bersifat
endogenous berada di dalam jaringan eksplan sehingga tidak dapat dihilangkan
hanya dengan sterilisasi permukaan. Lama perendaman pada bahan sterilan seperti
natrium hipoklorit yang perlu waktu yang sesuai agar eksplan dapat tumbuh
optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Setiani et al. (2018) yang menyatakan
bahwa lama perendaman dapat memengaruhi tingkat kontaminasi, dimana
perendaman dengan natrium hipoklorit yang terlalu singkat akan mengurangi
efektifitas dalam pengendalian kontaminasi, sedangkan perendaman yang terlalu
lama dapat menyebabkan terjadinya browning atau pertumbuhan jaringan yang
terhambat.
Sterilisasi eksplan adalah langkah pencegahan kontaminasi yang dapat
dilakukan sebelum melakukan kegiatan kultur eksplan. Pencucian eksplan
menggunakan deterjen dan pembilasan dengan air mengalir dilakukan sebagai
langkah awal dalam proses sterilisasi eksplan yang fungsinya adalah
menghilangkan lapisan lilin yang terdapat pada permukaan jaringan eksplan. Hal
ini sesuai dengan pendapat Lukmana dan Rahmawati (2018) yang menyatakan
bahwa detergen dapat menghilangkan lapisan lilin dan kontaminan di permukaan
tanaman. Perendaman dengan fungisida juga penting untuk mencegah
pertumbuhan jamur yang menempel pada eksplan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Tuwo et al. (2022) yang menyatakan bahwa fungisida jenis Dithane mengandung
bahan aktif Mancozeb yang efektif dalam mengendalikan jamur pada permukaan
eksplan.
Perendaman dengan bakterisida digunakan untuk meminimalkan
kontaminan dari jenis bakteri. Hal ini sesuai dengan pendapat Wulandari dan
Nasution (2014) yang menyatakan bahwa bakterisida pada sterilisasi eksplan
digunakan untuk membunuh bakteri yang menempel pada eksplan. Sterilisasi juga
dilakukan dengan penggojokan menggunakan NaOCl atau natrium hipoklorit
yang berfungsi untuk membunuh bakteri dengan cara menyebabkan
mikroorganisme mengalami hidrolisis secara osmosis. Hal ini sesuai dengan
pendapat Zulkifli dan Sari (2019) yang menyatakan bahwa bayclin mengandung
Natrium hipoklorit yaitu senyawa kimia yang bersifat toksik dan memiliki
kemampuan membunuh mikroorganisme yang terpapar secara langsung.
Penggojokan dengan H2O2 atau hidrogen peroksida berfungsi untuk
meminimalisir terjadinya pencoklatan pada eksplan dan menekan terjadinya
kontaminasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sulistiyo et al. (2018) yang
menyatakan bahwa bahan pensteril hidrogen peroksida (H2O2) dapat menekan
kontaminan secara optimal dan meminimalisir terjadinya browning sehingga tunas
pada eksplan dapat tumbuh lebih baik. Alkohol sebagai larutan pensteril bersifat
antibakteri dan antijamur, sehingga dapat mengendalikan kontaminasi pada
eksplan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Hal ini sesuai dengan pendapat
Setiani et al. (2018) yang menyatakan bahwa alkohol membunuh bakteri dengan
mekanisme denaturasi protein sel bakteri.
Penanganan kontaminasi eksplan dapat dilakukan dengan penggojokan
menggunakan Povidone-iodine dan alkohol. Povidone-iodine berfungsi untuk
membunuh jamur yang menempel pada eksplan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Norma et al. (2019) yang menyatakan bahwa Povidone iodine 10% mengandung
1% iodium yang mampu membunuh bakteri dalam 1 menit dan membunuh spora
dam waktu 15 menit. Alkohol bersifat antijamur sehingga dapat membunuh jamur
yang mengontaminasi eksplan. Hal ini sesuai dengan pendapat Djatmiko (2019)
yang menyatakan bahwa Eugenol dapat mengganggu penyusun dinding sel jamur
sehingga dinding sel rusak, sedangkan senyawa alkohol bersifat antijamur yang
dapat membunuh jamur.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan Praktikum Kultur Jaringan acara Sterilisasi Eksplan dan


Inisiasi dapat disimpulkan bahwa dari tiga eksplan bonggol pisang yang dikultur
hanya satu eksplan yang dapat tumbuh. Hal ini disebabkan karena eksplan
tanaman yang lain terkontaminasi mikroorganisme  sehingga menyebabkan
eksplan tidak dapat tumbuh. Kontaminasi mikroorganisme bisa terjadi karena
kurangnya ketelitian dan kehati-hatian pada saat pengambilan eksplan, sterilisasi
eksplan atau pada saat penanaman. 

5.2. Saran

Berdasarkan Praktikum Kultur Jaringan acara Sterilisasi Eksplan dan


Inisiasi yang telah dilakukan saran yang dapat diberikan yaitu agar pada saat
melakukan sterilisasi perlu dilakukan secara teliti dan behati-hati sehingga  tidak
terjadi kontaminasi baik saat pengambilan eksplan, saat sterilisasi, dan saat
penanaman. 
DAFTAR PUSTAKA

Ababil, M. A., B. Budiman, dan T. K. K. Azmi. 2021. Aklimatisasi planlet pisang


cavendish dengan beberapa kombinasi media tanam. J. Pertanian Presisi
(Journal of Precision Agriculture), 5 (1) : 57-70.
Batubuaya, R., Y. E. Kamagi, dan B. R. Joseph. 2018. Kajian sifat fisik tanah
untuk tanaman pisang abaka (Musa textilis Nee) di perkebunan Pt. Viola
Fiber Internasional Kabupaten Minahasa Tenggara. J. Cocos, 10 (4) : 1 – 7.
Budi, G. P. dan A. Shofiyani. 2014. Upaya pengembangan tanaman pisang mas
(Musa paradisiaca L) bebas patogen melalui metode kultur meristem.
Agritech: J. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto, 13
(1) : 46 – 66.
Budi, R. S. 2020. Uji komposisi zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan
eksplan pisang Barangan (Musa paradisiaca L.) pada media MS Secara in
vitro. BEST J. (Biology Education, Sains and Technology), 3 (1) : 101-111.
Djatmiko, H. A. 2019. Pengaruh empat minyak atsiri terhadap jamur agens
pengendali hayati. Biofarm: J. Ilmiah Pertanian, 15 (2) : 71 – 79.
Eriansyah, M., S. Susiyanti, dan Y. Putra. 2018. Pengaruh pemotongan eksplan
dan pemberian beberapa konsentrasi air kelapa terhadap pertumbuhan dan
perkembangan eksplan pisang ketan (Musa paradisiaca) secara in vitro. J.
Agrologia, 3 (1) : 54 – 61.
Faridah, E., S. Indrioko, dan T. Herawan. 2017. Induksi tunas, multiplikasi dan
perakaran Gyrinops versteegii (Gilg.) Domke secara in vitro. J. Pemuliaan
Tanaman Hutan, 11 (1) : 1-13.
Handayani, E., M. B. Irsyadi, I. Aris, R. L. M. N. Alawiyah, N. Ayuningtias, F.
Permatasari, dan I. A. Rineksane. 2021. Optimasi sterilisasi endosperma
kepel (Stelecthocarpus burahol [Bl] Hook F. & Th) secara In Vitro. BIO-
EDU: J. Pendidikan Biologi, 6 (2) : 113-121.
Lisdyayanti, N. D. L. D., S. Anwar, dan A. Darmawati. 2019. Pengaruh iradiasi
sinar gamma terhadapinduksi kalus dan seleksi tingkat toleransi padi (Oryza
sativa L.) terhadap cekaman salinitas secara in-vitro. J. Berkala
Bioteknologi, 2 (2) : 67 – 75.
Lukmana, M. dan L. Rahmawati. 2018. Sterilization effectiveness of rubber leaf
explant (Hevea brasiliensis) in in-vitro culture. Bioprospek: J. Ilmiah
Biologi, 13 (1) : 19-25.
Mahadi, I., W. Syafi’i, dan Y. Sari. 2016. Induksi kalus jeruk kasturi (Citrus
microcarpa) menggunakan hormon 2, 4-D dan BAP dengan metode in vitro.
J. Ilmu Pertanian Indonesia, 21 (2) : 84-89.
Nashar, H. 2015. Prospek jenis tanaman pisang untuk dilakukan oleh kelompok
usaha tani. J. Iqtishadia, 2 (1) : 92 – 116.
Nisa, C. dan R. Rodinah. 2018. Kultur jaringan beberapa kultivar buah pisang
(Musa paradisiaca L.) dengan pemberian campuran NAA dan Kinetin. J.
Bioscientiae, 2 (2) : 23 – 36.
Norma, N., O. Lopulalan, dan R. Prayogi. 2019. Perbedaan efektivitas perawatan
vulnus laceratum (luka robek) menggunakan betadine dan nacl terhadap
kecepatan penyembuhan. J. Nursing Arts, 13 (1) : 69-75.
Prasetyo, R., P. L. Sugiyono, dan L. Prayoga. 2020. Induksi tunas mikro pisang
kultivar ambon nangka (Musa sp.) secara in vitro. Vigor J. Ilmu Pertan dan
Subtrop, 5 (2) : 45-50.
Rachmawati, F., D. S. Badriah, dan B. Marwoto. 2021. Pengaruh jenis eksplan
dan asam amino pada inisiasi dan proliferasi kalus embriogenik
Phalaenopsis Var.‘Raiza Agrihorti’. J. Hortikultura, 31 (1) : 11 – 20.
Rahmadi, A., N. Wicaksana, B. Nurhadi, E. Suminar, S. R. T. Pakki, dan S.
Mubarok. 2020. Optimasi teknik sterilisasi dan induksi tunas tanaman
durian (Durio zibethinus Murr)‘Kamajaya’lokal Cimahi secara in vitro. J.
Kultivasi, 19 (1) : 1083-1088.
Sadat, M. S., L. A. M. Siregar, dan H. Setiado. 2018. Pengaruh IAA dan BAP
terhadap induksi tunas mikro dari eksplan bonggol pisang kepok (Musa
paradisiaca L). J. Agroekoteknologi, 6 (1) : 107-112.
Setiani, N. A., F. Nurwinda, dan D. Astriany. 2018. Pengaruh desinfektan dan
lama perendaman pada sterilisasi eksplan daun sukun (Artocarpus altilis
(Parkinson ex. FA Zorn) Fosberg). Biotropika: J. of Tropical Biology, 6
(3) : 78-82.
Shofiyani, A. dan N. Damajanti. 2015. Pengembangan metode sterilisasi pada
berbagai eksplan guna meningkatkan keberhasilan kultur kalus kencur
(Kaemferia galangal L). Agritech: J. Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Purwokerto, 17 (1) : 55-64.
Shofiyani, A., A. M. Purnawanto, dan R. Z. A. Aziz. 2020. Pengaruh berbagai
jenis sterilan dan waktu perendaman terhadap keberhasilan sterilisasi
eksplan daun kencur (Kaempferia galanga L) pada teknik kultur in vitro.
Agritech: J. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto, 22
(1) : 29 – 39.
Sulistiyo, R. H., Z. Luthfiyyah, B. Susilo, L. N. Dalimartha, E. C. Wiguna, N.
Yuliana, dan E. N. Prasetyo. 2018. Pengaruh teknik sterilisasi dan
komposisi medium terhadap pertumbuhan tunas eksplan sirsak ratu.
Bioedukasi: J. Pendidikan Biologi, 11 (1) : 1-5.
Surya, M. I. dan L. Ismaini. 2021. Perbandingan metode sterilisasi untuk
perbanyakan Rubus rosifolius secara in vitro. Al Kauniyah: J. Biologi, 14
(1) : 127-137.
Tuwo, M., E. Tambaru, dan N. Marianty. 2022. Respon pertumbuhan biji jeruk
keprok citrus reticulata blanco pada beberapa teknik sterilisasi. J. Ilmu Alam
dan Lingkungan, 13 (2) : 32 – 39.
Ulva, M., Y. Nurchayati, E. Prihastanti, dan N. Setiari. 2019. Pertumbuhan kalus
tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) varietas permata f1 dari jenis
eksplan dan konsentrasi sukrosa yang berbeda secara in vitro. J. Life
Science, 8 (2) : 160-169.
Unsong, N., W. Tilaar, dan B. R. Sumayku. 2022. Sterilisasi dan penggunaan zat
pengatur tumbuh bap (Benzile Amino Purin) terhadap pertumbuhan eksplan
tunas pisang abaka (Musa Textilis Nee) melalui teknik in vitro. J. AGRI-
SOSIOEKONOMI, 18 (3) : 717-724.
Wibowo, F. X. S., dan E. Prasetyaningrum. 2015. Pemanfaatan ekstrak batang
tanaman pisang (Musa paradiaca) sebagai obat antiacne dalam sediaan
gel antiacne. J. Ilmu Farmasi & Farmasi Klinik, 12 (1) : 38 – 46.
Wulandari, A. S. dan S. S. Nasution. 2014. Pengaruh bahan sterilan terhadap
keberhasilan inisiasi eksplan Paulownia (Paulownia elongata SY Hu) secara
in vitro. J. Silvikultur Tropika, 5 (1) : 1-6.
Yuniardi, F. 2020. Aplikasi dimmer switch pada rak kultur sebagai pengatur
kebutuhan intesitas cahaya optimum bagi tanamanin vitro. Indonesian
Journal of Laboratory, 1 (4) : 8-13.
Zulkifli, Z. dan P. L. Sari. 2019. Pengaruh konsentrasi bayclin pada pencucian ii
dan bap pada media ms terhadap pertumbuhan eksplan tanaman pisang
klutuk (Musa paradisiaca. L) secara in vitro. J. Dinamika Pertanian, 33 (2) :
163-168.

Anda mungkin juga menyukai