Anda di halaman 1dari 32

SEMINAR HASIL PENELITIAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU

Nama : Lidya Dwi Aprilia


NPM : E1J017084
Program Studi : Agroekoteknologi
Judul Penelitian : Pertumbuhan Eksplan Pisang Barangan (Musa acuminata L.)
dengan Penambahan Senyawa Organik Kompleks secara in vitro
Pembimbing : 1. Dr. Ir. Rustikawati., M.Si
2. Dr. Ir. Marlin., M.Sc
Hari/Tanggal :
Waktu :
Pertumbuhan Eksplan Pisang (Musa acuminata L.) dengan Penambahan Jenis Senyawa
Organik Kompleks secara in vitro
Lidya Dwi Aprilia1, Rustikawati2, Marlin3
1
Mahasiswa Program Studi Agroekoteknologi Universitas Bengkulu
2
Dosen Pembimbing Utama
3
Dosen Pembimbing Pendamping

ABSTRAK
Penyediaan bibit pisang dalam jumlah yang banyak dan seragam dapat dilakukan
dengan teknik kultur jaringan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan jenis bahan
organik kompleks terbaik yang dapat meningkatkan pertumbuhan tunas pisang secara in vitro.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal yang terdiri
dari 2,4-D (kontrol), 2,4-D + Air kelapa muda, 2,4-D + Ekstrak tauge dan 2,4-D + Ekstrak
bawang merah. Setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali sehingga diperoleh 20 satuan
percobaan. Setiap unit percobaan terdiri atas 5 botol yang masing-masing ditanami satu eksplan
sehingga jumlah total eksplan yang ditanam 100 eksplan. Hasil analisis data menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh pada penambahan senyawa organik kompleks terhadap diameter
kalus dan bobot kalus. Diameter kalus dan bobot kalus terbaik dijumpai pada pemberian 2,4-
D + air kelapa.
Kata kunci: Pisang Barangan, Senyawa Organik Kompleks, Kultur Jaringan

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman pisang (Musa sp.) merupakan tanaman hortikultura yang termasuk ke dalam
famili Musaceae. Pisang (Musa sp.) merupakan salah satu tanaman budidaya paling penting
untuk masyarakat yang hidup di daerah tropis dan subtropics. Pisang dikenal sebagai tanaman
buah berupa herba yang berasal dari Asia Tenggara, termasuk Indonesia (Maulida et al., 2018).
Pisang (Musa sp) adalah salah satu buah tropis yang dianggap sebagai komoditas penting dan
merupakan komunitas pangan keempat terpenting di dunia setelah padi, gandum dan jagung
(Rahmawati dan Hayati, 2013).
Produksi pisang di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, produksi pisang pada tahun
2021 mencapai 8,74 juta ton meningkat sebesar 558,39 ribu ton dibanding 2020. Sementara itu
konsumsi pisang pada tahun 2021 mencapai 2,39 juta ton, naik sebesar 603,4 ribu ton dari tahun
2020. Terdapat kelebihan produksi sehingga pada tahun 2021 Indonesia mengekspor pisang
sebesar 8,3 ribu ton dengan nilai ekspor mencapai US$ 6,09 juta. Permintaan pisang yang terus
meningkat dan besarnya peluang ekspor maka perlu adanya antisipasi teknik budidaya yang
baik untuk memenuhi ketersediaan akan permintaan pasar domestik dan internasional. Kultur

2
jaringan tanaman pisang merupakan usaha yang banyak diterapkan untuk memenuhi kebutuhan
bibit yang semakin meningkat (Yudha et al., 2015).
Kultur jaringan adalah usaha perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan
menggunakan bagian tanaman seperti organ, jaringan, atau sel tanaman sebagai bahan
perbanyakan. Teknik kultur jaringan dapat menghasilkan tunas tanaman dalam waktu singkat,
aseptik, lingkungan terkendali, kesehatan bibit terjamin dan memiliki sifat yang sama dengan
induknya. Teknik ini didasari oleh teori totipotensi sel, yaitu teori yang menyebutkan bahwa
sel tanaman memiliki potensi untuk tumbuh menjadi tanaman secara utuh (Dwiyani, 2015).
Menurut Rasud dan Bustaman (2020) indikator adanya pertumbuhan dalam kultur in vitro salah
satunya adalah pertambahan jumlah sel melalui pembentukan kalus. Zulkarnain (2009)
menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan perbanyakan tanaman kultur
jaringan antara lain pemilihan eksplan yang digunakan, sterilisasi eksplan, komposisi media
dasar, faktor-faktor lingkungan dan penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT) khususnya auksin
dan sitokinin.
Penggunaan ZPT yang berasal dari bahan organik lebih menguntungkan karena bersifat
ramah lingkungan, mudah di dapat, aman digunakan dan lebih murah (Nurlaeni dan Surya,
2015). Salah satu ZPT organik yang digunakan yaitu air kelapa. Di dalam air kelapa muda
terkandung hormon giberelin dan auksin, kadar kalium, kalsium, dan nitrogen (Darlina et al.,
2016). Selain itu, menurut (Pratama dan Nilahayati, 2018) di dalam air kelapa terdapat
kandungan sitokinin, zeatin dan auksin, vitamin dan mineral yang dapat meningkatkan
multiplikasi tanaman in vitro. Penambahan air kelapa sebagai zat pengatur tumbuh alami
diharapkan dapat mengurangi biaya penggunaan ZPT sintetik sehingga dapat lebih ekonomis.
Beberapa penelitian kultur jaringan dengan menggunakan air kelapa sudah banyak
dilakukan. Hasil penelitian Eriansyah et al (2014) menunjukkan bahwa dengan pemberian air
kelapa 20% menghasilkan jumlah tunas dan tinggi tunas paling baik pada kultur pisang ketan
(Musa paradisiaca). Penambahan air kelapa 20% berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas,
tinggi planlet serta menghasilkan jumlah daun terbanyak pada tanaman temulawak (Kristina
dan Syahid, 2012).
Selain air kelapa, zat pengatur tumbuh organik lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan untuk merangsang pertumbuhan yaitu ekstrak tauge. Ekstrak tauge dapat dijadikan
sebagai media kultur jaringan alami karena mengandung berbagai hara, vitamin, karbohidrat
dan zat pengatur tumbuh yaitu auksin yang berfungsi sebagai stimulan dalam memperlancar
proses metabolisme sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman
(Rupina et al., 2015). Dalam ekstrak tauge mengandung zat pengatur tumbuh auksin 1,68 ppm,

3
giberelin 39,94 ppm dan sitokinin 96,26 ppm (Ulfa, 2014). Berdasarkan pada penelitian Asmara
(2019) konsentrasi ekstrak tauge 50 ml/L dapat meningkatkan pertumbuhan anggrek macan
(Grammatophyllum scriptum (Lindl) Bl.). Pada konsentrasi 20 g/L penambahan ekstrak tauge
dapat menghasilkan jumlah akar terbaik pada planlet kentang (Solanum tuberosum L.)
(Fadhillah, 2015). Diharapkan dengan penambahan ekstrak tauge dapat meningkatkan
persentase tumbuh eksplan pisang
Bawang merah juga dilaporkan mengandung ZPT organik. Kandungan pada bawang
merah yaitu minyak atsiri, sikloalin, metilalin, dihidroalin, flavonglikosida, kuersetin, saponin,
peptide, fitohormon, vitamin, dan zat pati. Selain itu fitohormon yang dikandung bawang merah
adalah auksin dan giberelin (Muslimah et al., 2016). Mohamed (2013) menambahkan, berbagai
kandungan senyawa bioaktif pada bawang merah mempunyai kemampuan antioksidan, kaya
akan senyawa fenolik dan flavonoid seperti quercetin, alluisida dan kamferol. Terdapat pula
senyawa allithiamin yang membuat vitamin B1 akan lebih efisien dimanfaatkan oleh tanaman
(Masitoh, 2016). Bawang merah diketahui memiliki kandungan hormon pertumbuhan berupa
hormon auksin dan giberelin yang dapat memacu pertumbuhan benih (Marfirani et al., 2014).
Hasil dari penelitian Khurniawanty et al (2020), pemberian ekstrak bawang merah berpengaruh
nyata terhadap presentase eksplan yang hidup, berat basah tunas dan jumlah tunas dengan
perlakuan terbaik menggunakan dosis 30 g/L. Sementara itu informasi penambahan ekstrak
bawang merah untuk perbanyakan pisang belum ditemukan.
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
penambahan zat pengatur tumbuh organik yang sesuai agar diperoleh pertumbuhan terbaik bagi
pisang barangan.

1.2 Rumusan Masalah


Semakin berkembangnya budidaya pisang dalam skala industri, konsumsi pisang,
permintaan ekspor dan impor juga semakin meningkat. Meningkatnya produksi pisang
barangan beberapa tahun terakhir, maka perlu adanya ketersedian bahan tanam pisang dalam
jumlah yang banyak dan waktu yang bersamaan. Tanaman pisang diperbanyak dengan anakan,
atau bagian bonggol dengan mata tunas, namun hal ini perlu waktu yang lama karena jumlah
anakan yang dihasilkan terlalu sedikit untuk memenuhi permintaan yang besar. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan jumlah bibit pisang barangan adalah melalui
teknik kultur jaringan. Perbanyakan dengan teknik kultur jaringan diharapkan dapat mengatasi
masalah tersebut karena mampu menghasilkan benih secara massal dalam waktu yang relatif
singkat. Berbagai cara dapat digunakan untuk meningkatkan respon eksplan dalam media kultur

4
jaringan, termasuk penambahan bahan organik kompleks. Penggunaan bahan organik kompleks
memiliki beberapa keunggulan yaitu bahannya mudah didapat, tidak menghasilkan senyawa
beracun, murah, aman dan mengandung berbagai nutrisi, vitamin, karbohidrat dan zat pengatur
tumbuh. Adapun senyawa organik kompleks yang akan diuji pada penelitian ini yaitu air kelapa
muda, ekstrak tauge dan ekstrak bawang merah untuk pertumbuhan pisang barangan.

1.3 Tujuan Penelitian


Mendapatkan jenis bahan organik kompleks terbaik yang dapat meningkatkan
pertumbuhan pisang secara in vitro.

5
II. METODE PENELITIAN
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan dari bulan Juli hingga Oktober 2022 dan dilakukan di
Laboratorium Agronomi Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas
Bengkulu.
2.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan adalah propagul pisang yang telah steril, 2,4-D, Alkohol 96%
dan 70%, NaOH, HCl, aquades steril, agar-agar, plastik wraping, kertas label, media MS, bahan
organik kompleks air kelapa muda, tauge dan bawang merah.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Laminar Airflow Cabinet
(LAC), Autoclave, botol kultur, plastik penutup, panci, karet gelang, timbangan analitik, gelas
ukur, gelas piala, hot plate, blender, korek api, pH meter, petridish, lampu bunsen, magnetic
stirrer, pinset bengkok, pipet tetes, pisau skalpel, sprayer, tisu, kain lap dan alat- alat kultur
jaringan standart.
2.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal
yang terdiri dari 4 perlakuan, yaitu:
T0 = 2,4 D (kontrol)
T1 = 2,4 D + Air kelapa muda
T2 = 2,4 D + Ekstrak tauge
T3 = 2,4 D + Ekstrak bawang merah
Setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali sehingga diperoleh 20 satuan percobaan. Setiap unit
percobaan terdiri atas 5 botol yang masing-masing ditanami satu eksplan sehingga jumlah total
eksplan yang ditanam 100 eksplan. Lampiran 1.

2.4 Tahapan Penelitian


1. Sterilisasi Alat dan Lingkungan Kerja
Alat-alat kultur seperti petridish, pisau skalpel, pinset dan botol kultur, dicuci bersih dan
dikeringkan. Sterilisasi botol kultur dilakukan dengan autoclave pada suhu 121o C
dengan tekanan 15 psi selama 15 menit. Lalu untuk pisau skalpel, petridish dan pinset
dibungkus dengan kertas aluminium kemudian disterilisasi pada medical sterilizer pada
suhu 121o selama 30 menit. Laminar Airflow Cabinet (LAC) disemprot dengan alkohol
70%, lampu UV dihidupkan selama 40 menit sebelum penanaman setelah itu matikan
dan hidupkan blower sebelum LAC digunakan.
6
2. Pembuatan Larutan Stok
Untuk memudahkan pengambilan bahan kimia dalam pembuatan media MS dibuat
larutan stok. Perhitungan dan komposisi hara dalam stok dicantumkan pada lampiran 2.
Larutan tersebut diaduk sampai homogen dengan magnetic stirrer, dimasukkan dalam
gelas Erlenmeyer yang telah diberi label lalu disimpan dalam ruang kultur jaringan.
3. Persiapan Sediaan Air Kelapa
Kelapa muda yang digunakan berumur kurang lebih 6-8 bulan atau dengan ciri-ciri kulit
buah yang berwarna hijau licin, belum mempunyai serabut kasar, volume air kelapa
yang masih memenuhi buah dan daging buah yang berlendir atau belum menebal
(Marliah et al., 2010). Air kelapa muda diambil 200 ml/L dan disaring dengan
menggunakan kertas saring kemudian langsung dimasukkan pada media perlakuan.
4. Pembuatan Ekstrak Tauge
Tauge yang digunakan berumur 48 jam sebanyak 100 gram lalu bagian kulit kepalanya
dibuang langsung atau dengan cara merendamnya didalam air selama beberapa menit.
Tauge yang sudah dibuang bagian kulit kepalanya dicuci hingga bersih dan diblender
dengan 100 ml air. Tambahkan aquades hingga larutan mencapai 500 ml. Untuk
memisahkan ampas tauge dari ekstraknya, didiamkan terlebih dahulu selama 1 jam
kemudian saring dan dimasukkan pada media perlakuan (Asmara, 2019).
5. Pembuatan Ekstrak Bawang Merah
Bawang merah yang telah disiapkan dikupas dan ditimbang sebanyak 30 gram,
kemudian dicuci sampai bersih lalu masukkan bawang merah kedalam wadah blender,
tambahkan aquades 50 ml dan diblender hingga halus (Khurniawanty et al., 2020). Hasil
dari bawang merah yang sudah diblender kemudian disaring menggunakan kain lap
untuk mendapatkan ekstraknya.
6. Pembuatan Media Tanam
Untuk membuat media MS dipipet bahan kimia sesuai kebutuhan (Lampiran 2),
selanjutnya larutan tersebut ditambah akuades lebih kurang 500 ml dan ditambah 30
gram gula lalu aduk hingga larut. Bahan organik dituang sesuai perlakuan, terakhir
ditambah akuades hingga volumenya menjadi 1 liter. pH larutan diukur menjadi 5,8,
jika pH lebih dari 5,8 atau basa ditambahkan HCl dan jika pH kurang dari 5,8 atau asam
ditambahkan NaOH. Tahap selanjutnya larutan media dituangkan kedalam wadah panci
yang telah diisi agar-agar 7 g/l diaduk dan dipanaskan diatas kompor (tidak sampai
mendidih). Larutan media yang sudah siap dimasukkan ke dalam botol kultur kira-kira
40 ml/botol, tutup rapat penutup plastik dengan karet gelang. Botol yang sudah berisi

7
media disterilisasi dalam autoclave selama 20 menit dengan suhu 121°C dan tekanan 15
psi. Botol yang sudah steril diletakkan pada rak kultur di ruang inkubasi.
7. Penanaman Globular Steril
Eksplan pisang yang berasal dari inisiasi yang tunasnya sudah membengkak
dikeluarkan dari botol kultur menggunakan pinset steril dan diletakkan kedalam
petridish lalu dipotong dengan pisau skapel steril menjadi 2 bagian dengan ukuran ±1,5
cm kemudian dipindahkan kedalam media perlakuan. Penanaman dilakukan di laminar
air flow cabinet pada media yang telah dibuat sesuai perlakuan. Setiap botol kultur
ditanam satu eksplan. Botol kultur yang berisi eksplan lalu ditutup rapat dengan plastik
bening dan diikat dengan karet gelang. Selanjutnya dibungkus dengan plastik wrap agar
tidak ada udara yang masuk kemudian diberi label dan disimpan pada rak kultur di ruang
inkubasi.
8. Pemeliharaan Eksplan
Pemeliharaan dilakukan dengan cara rutin memantau suhu di ruang inkubasi yang diatur
18oC - 22oC dan intensitas cahaya lampu selama 24 jam setiap hari yang ada di rak botol
kultur. Apabila ada tanaman yang terkontaminasi maka dijauhkan dari tanaman yang
lain untuk meminimalisir penyebaran kontaminasi.
2.5 Variabel Pengamatan
1. Persentase eksplan yang hidup
Pengamatan presentase eksplan yang hidup dilakukan pada akhir penelitian. Eksplan
yang dianggap hidup adalah eksplan yang tidak terkontaminasi mikroorganisme dan yang
membentuk kalus atau tunas. Persentase eksplan hidup menggunakan rumus berikut
jumlah eksplan hidup
Presentase eksplan hidup = jumlah eksplan yang ditanam × 100%

2. Waktu muncul kalus


Pengamatan waktu muncul kalus dilakukan dengan cara mengamati eksplan setiap hari
dan mencatat pada hari keberapa kalus terbentuk. Ciri-ciri munculnya kalus adalah adanya
tonjolan berwarna putih di tepi-tepi irisan eksplan atau pada permukaan perlukaan ekplan.
3. Persentase eksplan membentuk kalus
Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian dengan menghitung jumlah eksplan yang
membentuk kalus pada setiap unit percobaan. Ekplan yang dianggap membentuk kalus
tidak mengalami kontaminasi, terdapat pembengkakan berupa kalus pada salah satu sisi
atau seluruh permukaan ekplan yang dilukai.
jumlah kalus yang terbentuk
Presentase tumbuh kalus = jumlah eksplan yang ditanam × 100%

8
4. Warna kalus
Pengamatan warna kalus dilakukan pada akhir penelitian dengan menggunakan Munsell
Book Plant Tissue Color Chart.
5. Tekstur kalus
Pengamatan tekstur kalus dilakukan pada akhir penelitian. Tekstur kalus diamati secara
visual yang mengacu pada literatur dan pustaka. Pada umumnya terdapat tiga jenis tekstur
kalus yaitu kompak, remah dan intermediet.
6. Diameter kalus
Pengamatan diameter kalus dilakukan pada akhir penelitian dengan cara mengeluarkan
kalus dari botol dan diletakkan ke dalam petridish steril yang dibawahnya sudah ditaruh
kertas milimeter blok kemudian diameter kalus dihitung.
7. Bobot kalus
Bobot kalus diamati pada akhir penelitian dengan cara mengeluarkan kalus dari dalam
botol, lalu meletakkannya ke petridish kecil yang telah steril dan ditimbang dengan
timbangan analitik.
8. Tinggi propagul
Pengamatan tinggi propagul dilakukan pada akhir penelitian dengan cara mengukur
setiap propagul menggunakan penggaris mulai dari pangkal sampai ujung propagul.
9. Persentase eksplan membentuk tunas
Pengamatan persentase terbentuknya tunas dilakukan pada akhir penelitian dan dapat
dilihat secara visual dengan ciri-ciri tunas yang tebentuk terdapat tonjolan berwarna
kehijauan pada eksplan.
jumlah eksplan membentuk tunas
Presentase tumbuh tunas = × 100%
jumlah eksplan yang ditanam

3.6 Analisis Data


Data yang diperoleh, dianalisis menggunakan uji F dengan taraf 5% untuk mengetahui
pengaruh perlakuan. Apabila terdapat perbedaan atau berpengaruh nyata maka akan dilanjutkan
dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil). Warna kalus dan tekstur akan dilakukan analisis
deskriptif dengan visualisasi gambar. Data yang diperoleh tidak menyebar normal dilakukan
transformasi data atau analisis deskriptif.

9
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum Penelitian


Penelitian ini menggunakan bahan tanam pisang hasil multiplikasi dari Balai Penelitian
Tanaman Buah Tropika (Balitbu) di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Bahan tanam yang
berumur sekitar satu minggu ini kemudian dimasukkan ke ruangan kultur jaringan selama
empat hari sampai menunggu media percobaan layak untuk digunakan. Saat penanaman
eskplan pisang dibelah menjadi dua bagian lalu ditanam pada media percobaan. Media yang
digunakan berasal dari senyawa organik kompleks yang terdiri dari air kelapa muda, tauge dan
bawang merah dan ditambahkan dengan zat pengatur tumbuh 2,4 D sebanyak 2 ppm.

a b

Gambar 1. Eksplan pisang barangan yang digunakan sebagai bahan uji


Keterangan : a. Kondisi eksplan pisang steril sebelum dipotong
b. Eksplan setelah dipotong untuk diuji
Pada saat pelaksanaan penelitian pertumbuhan eksplan pisang barangan, kalus pertama
muncul hari ke-8 pada media perlakuan air kelapa dan ekstrak bawang merah. Munculnya kalus
ditandai dengan membengkaknya ujung dan tepi eksplan yang berwarna putih disekitar daerah
perlukaan eksplan. Kesesuaian penambahan auksin dan sitokinin baik eksogen maupun yang
ada pada jaringan tanaman dapat mempengaruhi waktu muncul kalus. Hal ini sependapat
dengan Indah dan Ermavitalini (2013), keefektifan zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin
eksogen bergantung pada kandungan hormon endogen dalam jaringan tanaman. Pemberian
konsentrasi zat pengatur tumbuh yang tidak tepat dapat menghambat pertumbuhan kalus pada
eksplan. Terhambatnya pembentukan kalus disebabkan oleh hormon eksogen dan endogen pada
eksplan tidak dapat mendorong kalus untuk tumbuh dengan cepat.
Pembentukan kalus diawali dengan adanya pembengkakan pada area perlukaan eksplan
(Gambar 2.a). Pada 6MST terjadi penambahan ukuran kalus akibat pembelahan sel pada
eksplan berkalus (Gambar 2.b), hingga minggu ke-9 tonjolan putih semakin membesar seiring
dengan bertambahnya juga ukuran kalus (Gambar 2.c). Pada akhir penelitian kalus masih terus
membesar (Gambar 2.d)

10
a b c d

Gambar 2. Perkembangan kalus pisang barangan pada media perlakuan 2,4-D + ekstrak bawang merah
Keterangan : a. Eksplan umur 2MST
b. Eksplan umur 6MST
c. Eksplan umur 9MST
d. Eksplan umur 12MST
Selanjutnya pada eksplan yang ditanam juga terbentuk tunas. Beberapa eksplan yang
membentuk tunas terjadi pada semua media namun tunas kebanyakan tumbuh pada media
ekstrak tauge. Tidak semua perlakuan ekstrak tauge muncul tunas diduga dipengaruhi kondisi
fisiologis setiap eksplan. Sependapat dengan Zulkarnain (2009) kondisi fisiologis eksplan
memiliki peranan penting bagi keberhasilan teknik kultur jaringan. Hal ini bergantung dari
respon setiap eksplan, karena selain penambahan zat pengatur tumbuh berupa auksin dan
sitokinin pada media, respon sel-sel eksplan juga dipengaruhi hormon endogen dan sifat
kompeten dari setiap eksplan (Santoso and Nursandi, 2004).
Persentase eksplan yang hidup sebanyak 90% dari seluruh perlakuan dan selebihnya
mengalami kontaminasi yang rata-rata terjadi pada hari ke-6 (Gambar 3). Tanaman yang
kontaminasi tersebut diakibatkan jamur dan bakteri. Tanaman yang terinfeksi jamur ditandai
dengan adanya hifa putih pada permukaan media tanam dan eksplan. Sedangkan bakteri
dicirikan adanya lendir-lendir putih disekitar eksplan dan permukaan media. Kontaminasi yang
terjadi disebabkan oleh berbagai macam hal seperti misalnya dari bahan tanam, media tanam,
alat-alat dan lingkungan kerja yang kurang steril.

a b c

Gambar 3. Eksplan yang browning dan kontaminasi


Keterangan : a. Eksplan yang mengalami browning
b. Eksplan yang terkontaminasi bakteri
c. Eksplan yang terkontaminasi jamur
Pada hari ke-9 beberapa eksplan berwarna coklat hingga kehitaman yang diduga
mengalami browning (Gambar 3.a). Menurut Saputri et al (2019) penyebab utama terjadinya
browning adalah meningkatnya produksi senyawa fenolat diikuti dengan oksidasi aktivitas
enzim polifenol oksidasi (PPO) dan polimerasinya. Penyebab lainnya yaitu terjadinya
perlukaan pada saat proses isolasi atau pemotongan eksplan dari tanaman induk ataupun proses

11
sterilisasi eksplan. Pada penelitian ini browning paling banyak terjadi pada eksplan yang
ditanam pada media ekstrak tauge. Penelitian yang dilakukan Nurung (2016) menemukan
bahwa dalam 0,03 gram kecambah kacang hijau mengandung total fenol sebesar 1,33%.
Kecambah kacang hijau dengan berat 0,02 gram memiliki kadar flavonoid total sebesar 1,25%.
Semakin bertambahnya usia tanaman serangan browning juga semakin menyebar ke
seluruh bagian tanaman hingga menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan kalus pisang.
Warna coklat yang muncul akan menutupi dan menghambat permukaan kalus. Permukaan
kalus yang terhambat akan menyebabkan penebalan dan pengerasan pada jaringan sehingga
mempersulit regenerasi kalus (Mellidou et al., 2014).

3.2 Hasil dan Pembahasan


Data dari seluruh variabel yang diamati diuji normalitasnya, data yang dianalisis
memiliki sebaran yang tidak normal dikarenakan ada beberapa perlakuan bernilai nol sehingga
nilai KK berada diatas 30%. Karena nilai KK yang tinggi maka perlu ditransformasikan dengan
rumus = √𝑥 + 5. KK merupakan penentu keakuratan data, semakin tinggi nilai KK
menunjukkan rendahnya keakuratan data percobaan (Diwangkari et al., 2016).
Kemudian data yang diperoleh diuji keragamannya dengan uji F (taraf 5%). Hasil
analisis varian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh tidak nyata pada dua variabel yang
diamati yaitu persentase eksplan membentuk kalus dan waktu muncul kalus, sedangkan pada
variabel diameter kalus dan bobot kalus menunjukkan hasil berpengaruh nyata, dan variabel
terakhir menunjukkan hasil yang berpengaruh sangat nyata pada persentase eksplan hidup.
Tabel 1. Rangkuman hasil analisis varians terhadap variabel pengamatan
Variabel yang diamati F-Hit KK (%)
Persentase eksplan hidup 1,73 ns 7,20 T
Persentase eksplan membentuk kalus 2,49 ns 6,77 T
Waktu muncul kalus 2,45 ns 7,89 T
Diameter kalus 4,60 * 9,67 T
Bobot kalus 4,88 * 3,03 T
Tinggi propagul 2,38 ns 1,82 T
Persentase eksplan membentuk tunas - -
Warna kalus - -
Tekstur kalus - -
Keterangan: T = Data transformasi dengan √𝑥 + 5; * = berpengaruh nyata pada taraf 5%; ns = berpengaruh
tidak nyata pada taraf 5%; (-) = tidak dapat dianalisis secara statistik

12
3.3 Pengaruh Pemberian 2,4 D dan Kombinasi Konsentrasi Senyawa Organik Kompleks
terhadap Pertumbuhan Kalus Pisang Barangan
Penambahan senyawa organik kompleks dengan konsentrasi yang berbeda memberikan
pengaruh yang tidak nyata pada dua variabel yang diamati (Tabel 2). Persentase eksplan hidup
diamati untuk melihat jumlah eksplan yang bertahan hidup dalam media yang diberikan.
Eksplan yang hidup adalah eksplan yang membentuk kalus atau tunas, serta tidak
terkontaminasi jamur dan bakteri. Pada perlakuan 2,4-D (kontrol) memiliki persentase eksplan
hidup paling tinggi hal ini dikarenakan tidak ada penambahan senyawa organik kompleks ke
dalam media yang bisa jadi pemicu terkontaminasi pada media (Tabel 2). Faktor lain
menunjukkan bahwa terdapat interaksi zat pengatur tumbuh dan hormon endogen pada eksplan.
Sedangkan persentase eksplan hidup terendah yaitu pada perlakuan 2,4-D + ekstrak tauge, hal
ini diduga kandungan vitamin dan nutrisi dalam tauge belum mampu mencukupi kebutuhan
pisang barangan. Media tanam yang tepat untuk eksplan akan menghasilkan pertumbuhan yang
baik. Eksplan dapat bertahan dan beradaptasi dengan lingkungan yang diberikan karena adanya
respon positif dari tanaman (Istikomah, 2020).
Persentase eksplan membentuk kalus menunjukkan adanya respon eksplan terhadap
perlakuan yang diuji. Persentase eksplan berkalus tertinggi mencapai 88% pada perlakuan 2,4-
D + air kelapa (Tabel 2). Menurut Dwi et al (2012) bahwa semakin tinggi pemberian zat
pengatur tumbuh 2,4-D maka persentase eksplan menghasilkan kalus juga akan tinggi. Zat
pengatur tumbuh 2,4-D yang dikombinasikan dengan penambahan air kelapa 10% dapat
menginduksi kalus pada tanaman anggur hijau (Vitis vinifera L.). Sehingga dapat diketahui
bahwa kandungan auksin dan sitokinin yang terdapat dalam air kelapa juga dapat merangsang
pembentukan dan pertumbuhan kalus.
Kalus terbentuk ditandai dengan adanya pertambahan sel pada jaringan yang terluka
akibat pemotongan eksplan. Terbentuknya kalus karena didorong dengan hormon auksin dan
sitokinin eksogen yang diberikan pada media, hormon endogen yang ada pada jaringan eksplan
juga dapat memicu terbentuknya kalus. Penambahan ZPT, jenis dan konsentrasi pada media
merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan kultur jaringan dan tujuan kulturnya.
Menurut Santoso and Nursandi (2004), arah perkembangan kultur ditentukan oleh interaksi dan
keseimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diproduksi oleh sel tanaman, karena di dalam
eksplan itu sendiri sebenarnya sudah ada zat pengatur tumbuh endogen, tetapi zat pengatur
tumbuh eksogen masih ditambahkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara in
vitro. Penambahan auksin seperti 2,4-D dilakukan karena berperan dalam mendorong proses
morfogenesis kalus, induksi kalus serta dapat mempengaruhi kestabilan genetik sel tanaman.

13
Kegagalan eksplan membentuk kalus dikarenakan hormon endogen dalam masing-
masing eksplan belum mampu merangsang terbentuknya kalus. Hal ini sejalan dengan pendapat
(Na’im, 2005) yang menyatakan bahwa kalus akan terbentuk jika didalam eksplan dan media
kultur terdapat kandungan auksin dan sitokinin yang berimbang untuk merangsang
pembentukan kalus. Rosyidah et al (2014) menambahkan bahwa kondisi kultur (media, suhu,
cahaya) sangat penting bagi pembentukan dan perkembangan kalus, tidak semua sel dalam
eksplan berkontribusi dalam pembentukan kalus.
Waktu muncul kalus diamati setiap hari untuk melihat hari saat pembentukan kalus.
Hasil analisis varian menunjukkan bahwa perlakuan senyawa organik kompleks berpengaruh
tidak nyata terhadap waktu muncul kalus. Pada variabel waktu muncul kalus, waktu yang
dibutuhkan untuk pembentukan kalus berkisar antara 8.64 hingga 12.56 (Tabel 2). Dalam data
tersebut perlakuan 2,4-D (kontrol) secara tunggal menghasilkan nilai rata-rata yang cukup
tinggi dibanding tiga perlakuan lainnya. Pemberian auksin dan sitokinin adalah langkah yang
sangat penting dalam mengatur pembelahan, pemanjangan, dan diferensiasi sel, serta
pembentukan organ tanaman di dalam sistem kultur jaringan (Zulkarnain, 2009).
Dalam hasil analisis varian perlakuann 2,4-D + ekstrak tauge memberikan waktu
tercepat dalam pembentukan kalus. Namun, rendahnya nilai rata-rata tersebut dikarenakan
banyak eksplan yang tumbuh tunas dan terkontaminasi. Kontaminasi muncul sebelum
terjadinya pembentukan kalus pada eksplan sehingga hal ini menjadi penghambat bagi tanaman
untuk beregenerasi membentuk sel. Waktu muncul kalus juga dapat dipengaruhi oleh jumlah
zat pengatur tumbuh yang diberikan. Terhambatnya pembentukan kalus dikarenakan hormon
endogen dan eksogen yang terdapat pada eksplan tidak dapat merangsang pertumbuhan kalus
dengan cepat. (Miyashita et al (2009) kombinasi sitokinin dan auksin yang sesuai dalam kultur
endosperma mampu merangsang pembentukan kalus. Menurut Sudarmadji (2003) jika
konsentrasi sitokinin yang ditambahkan kurang sesuai maka kalus membutuhkan waktu lama
untuk muncul sehingga menghambat pertumbuhannya. Dalam hal ini komposisi kandungan
sitokinin dalam setiap senyawa organik mempengaruhi waktu munculnya kalus.

14
Tabel 2. Pengaruh senyawa organik kompleks terhadap variabel persentase eksplan hidup,
persentase eksplan membentuk kalus dan waktu muncul kalus
Perlakuan Persentase Persentase eksplan Waktu muncul
eksplan hidup membentuk kalus kalus (hst)
(%) (%)
2,4-D (kontrol) 100 96 12,56
Air Kelapa 100 ml/L 92 92 10,52
Ekstrak Tauge 100 g/L 84 76 8,64
Ekstrak Bawang Merah 30 g/L 84 88 9,64

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan 2,4-D + Senyawa organik kompleks


dengan berbagai konsentrasi berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter kalus pisang
barangan. Perlakuan 2,4-D + air kelapa memberikan hasil diameter kalus terbaik yaitu 44,68
mm (tabel 3). Penambahan 2,4-D + air kelapa merupakan kombinasi yang tepat untuk
menghasilkan pertumbuhan kalus karena terdapat kandungan auksin pada 2,4-D dan sitokinin
pada air kelapa yang sesuai untuk merangsang pembentukan kalus. Kristina dan Syahid (2012)
melaporkan bahwa di dalam air kelapa mengandung ZPT alami yang termasuk dalam golongan
sitokinin yakni 1,3 diphenilurea, zeatin, zeatin glukosida, dan zeatin ribosida. Dwi et al (2012)
menyatakan kandungan senyawa organik dalam air kelapa dapat membantu merangsang
perkembangan dan pertumbuhan kalus serta berfungsi sebagai buffer atau larutan penyangga.
Kombinasi auksin dan sitokinin yang sesuai baik endogen maupun eksogen juga dapat
membantu pertumbuhan kalus secara in vitro. Pada konsentrasi yang tepat, zat pengatur tumbuh
akan berpengaruh dengan baik terhadap pertumbuhan eksplan (Saifuddin, 2016).
Pada perlakuan 2,4-D + ekstrak tauge memberikan hasil paling rendah terhadap variabel
diameter kalus yaitu 26,92 mm (Tabel 2). Hal ini dikarenakan eksplan yang ditanam pada media
ektrak tauge mengalami perubahan warna menjadi coklat dan laju pertumbuhan menjadi lambat
sehingga kemampuan eksplan untuk menyerap zat-zat hara yang tersedia menjadi terhambat.
Marlin et al (2012) mengemukakan bahwa tanaman yang mengalami luka akan melepaskan
senyawa fenolat. Senyawa fenolat tersebut terkumpul dalam media yang akan menghambat
penyerapan unsur hara oleh eksplan dan akan berdampak pada kematian eksplan.
Menurut Silvina et al (2021), pembelahan sel yang optimal dapat mendorong
pertumbuhan kalus yang optimal sehingga dapat meningkatkan bobot segar kalus. Hasil analisis
varian penambahan senyawa organik kompleks terhadap bobot kalus menunjukkan bahwa
pemberian 2,4-D + air kelapa menghasilkan bobot kalus tertinggi, berbeda nyata pada perlakuan
2,4-D + ekstrak tauge (Tabel 3). Bobot kalus tertinggi diperoleh pada perlakuan 2,4-D + air

15
kelapa dengan nilai 1,17gr. Kandungan gula pada media perlakuan air kelapa dapat memberikan
sumber energi bagi tanaman. Diduga pemberian sukrosa mempengaruhi bobot segar planlet
(Laisina, 2018). Vigliar et al (2006) melaporkan kandungan dalam air kelapa ditemukan 3 jenis
gula, yaitu glukosa dengan komposisi 34-45%, sukrosa 53% sampai 18% dan fruktosa dari 12-
36%.
Bobot kalus yang terbentuk pada pisang barangan dipengaruhi oleh perbedaan
kandungan hormon yang ada dalam masing-masing senyawa organik. Latunra et al (2017)
menyatakan bahwa peran auksin adalah membantu proses pemanjangan sel dan pembesaran sel
sehingga dapat meningkatkan bobot atau berat basah tanaman. Fungsi dari hormon auksin
adalah membantu proses pertumbuhan akar maupun batang, mempercepat perkecambahan serta
membantu proses pembelahan sel. Didalam proses pembelahan sel maka ukuran eksplan,
bentuk dan volume eksplan akan bertambah besar sehingga mempengaruhi berat eksplan.
Bobot kalus yang besar ini disebabkan oleh kandungan air dan karbohidrat yang tinggi dalam
kalus. Menurut (Ruswaningsih, 2007), bobot segar secara fisiologis terdiri dari dua komponen,
yaitu air dan karbohidrat. Bobot segar kalus yang besar disebabkan oleh komponen air yang
tinggi. Berat basah yang dihasilkan sangat bergantung pada kecepatan sel-sel membelah dan
memperbanyak hingga dilanjutkan dengan membesarnya kalus. Hasil bobot kalus yang
berbeda-beda menunjukkan bahwa sel pada tanaman memberikan respon yang berbeda
terhadap kemampuan menyerap air (Junairiah et al., 2018).
Tabel 3. Pengaruh senyawa organik kompleks terhadap variabel diamater kalus dan bobot kalus
Perlakuan Diameter kalus Bobot kalus
(mm) (gr)
2,4-D (kontrol) 42,92 a 1,11 a
Air Kelapa 100 ml/L 44,68 a 1,17 a
Ekstrak Tauge 100 g/L 26,92 b 0,42 b
Ekstrak Bawang Merah 30 g/L 40,00 a 1,14 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom berbeda tidak nyata pada uji BNT
5%
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan senyawa organik berpengaruh tidak
nyata terhadap tinggi propagul pisang barangan. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan
senyawa organik komplek belum mampu merangsang pertumbuhan tinggi propagul. Rata-rata
propagul paling tinggi ditunjukkan oleh perlakuan 2,4-D (kontrol) yaitu 1,65 cm (Tabel 4).
Rata-rata tinggi propagul pada perlakuan 2,4-D + air kelapa dan 2,4-D + ekstrak bawang merah
juga cukup tinggi dan tidak berbeda jauh yaitu 1,39 cm dan 1,36 cm (Tabel 4). Sedangkan
perlakuan 2,4-D + ekstrak tauge memiliki rata-rata tinggi propagul paling rendah diantara
16
perlakuan lainnya. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Jufri et al (2014) dimana pemberian
ekstrak tauge memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman pisang (Musa
paradisiaca). Pada penelitian ini eksplan pisang barangan belum mampu merespon pemberian
ekstrak tauge dalam media MS terhadap pertumbuhan tinggi propagul.
Dalam penelitian ini penambahan 2,4-D sebagai auksin dapat merangsang perbesaran
dan pembelahan sel untuk membentuk kalus serta penambahan senyawa organik kompleks
yang didalamnya memiliki hormon auksin dan sitokinin yang cukup tinggi. Sehingga arah
pertumbuhan tanaman yang diinginkan sudah ditentukan dengan penambahan zat pengatur
tumbuh. Sesuai pernyataan Lestari (2011) penggunaan zat pengatur tumbuh di dalam kultur
jaringan tergantung pada arah pertumbuhan jaringan tanaman yang diinginkan. Keseimbangan
ZPT endogen dan eksogen, kondisi fisiologis eksplan, dan kemampuan eksplan menyerap hara
dan komposisi media tanam mempengaruhi pertumbuhan eksplan. Dalam perkembangan
eksplan ini, auksin mendorong pembentukan kalus sehingga sel-sel jaringan membelah diri
secara terus menerus.
Peran auksin adalah untuk mendorong pemanjangan sel dengan bekerja pada dinding
sel dalam dua fase, yaitu fase pembelahan sehingga sel akan mengalami kerenggangan dan
penebalan. Penebalan tersebut merupakan interaksi antara eksplan dengan media tumbuh, zat
pengatur tumbuh, dan lingkungan tumbuh sehingga eksplan bertambah besar (Yelnititis, 2012).
Hal ini membuktikan bahwa pertumbuhan dan morfogenesis tanaman secara in vitro
dikendalikan oleh keseimbangan interaksi dari ZPT yang ada dalam eksplan baik endogen
maupun eksogen yang diserap dari media.
Tabel 4. Pengaruh senyawa organik kompleks terhadap variabel waktu muncul kalus dan tinggi
propagul
Perlakuan Tinggi propagul
(cm)
2,4-D (kontrol) 1,65
Air Kelapa 100 ml/L 1,39
Ekstrak Tauge 100 g/L 1,28
Ekstrak Bawang Merah 30 g/L 1,36

Pada penelitian ini juga terbentuk beberapa tunas. Tunas mulai terbentuk pada minggu
kedua. Beberapa eksplan yang membentuk tunas terjadi pada semua media perlakuan (Gambar
4). Presentase eksplan membentuk tunas yang rendah dalam penelitian ini diduga dipengaruhi
oleh kurang optimalnya konsentrasi zat pengatur tumbuh dalam media perlakuan.
Kemungkinan kandungan hormon auksin baik endogen maupun eksogen lebih tinggi daripada

17
kandungan hormon sitokinin sehingga lebih banyak membentuk kalus daripada tunas. Hal ini
didukung dengan pernyataan Akbar et al (2017) hormon yang biasa digunakan dalam penelitian
kultur jaringan adalah kelompok sitokinin dan auksin. Pembentukan tunas lebih dipengaruhi
oleh hormon sitokinin. Dilanjutkan Suminar et al (2017) tingginya persentase kalus diduga
karena interaksi antara hormon endogen dan eksogen yang ditambahkan mengarah kepada
pertumbuhan kalus, diduga konsentrasi auksin dalam kultur lebih tinggi bila dibandingkan
dengan kandungan sitokininnya. Apabila konsentrasi auksin yang terkandung dalam suatu
eksplan lebih tinggi daripada kandungan sitokinin maka arah pertumbuhan eksplan adalah
membentuk kalus.
Konsentrasi auksin yang relatif tinggi akan mengacu pembentukan kalus embriogenik
dan struktur embrio somatik. Penambahan auksin dan sitokinin ke dalam media kultur dapat
meningkatkan konsentrasi zat pengatur tumbuh endogen (fitohormon) di dalam sel, sehingga
menjadi faktor pemicu dalam proses tumbuh dan perkembangan jaringan (Mayura, 2020).
Dilanjutkan Rineksane et al (2015) pertumbuhan tunas tidak hanya dipengaruhi oleh hormon
sitokinin dan unsur hara yang tersedia, akan tetapi setiap tanaman juga memiliki hormon
endogen yang akan mempengaruhi pertumbuhan tunas. Kemampuan setiap eksplan dalam
merespon zat pengatur tumbuh berbeda-beda. Menurut Rosyidah et al (2014) beberapa sel yang
kompeten untuk beregenerasi sedangkan sel-sel lainnya tidak berkompeten untuk
mengekspresikan totipotensi sehingga tidak semua eksplan yang ditanam dapat merespon zat
pengatur tumbuh yang ditambahkan pada media.

a b c d

Gambar 4. Pertumbuhan tunas pada media perlakuan


Keterangan : a. Pemberian 2,4-D
b. Pemberian 2,4-D + air kelapa
c. Pemberian 2,4-D + ekstrak tauge
d. Pemberian 2,4-D + ekstrak bawang merah
Warna kalus digunakan sebagai salah satu indikator untuk menentukan apakah kualitas
kalus baik atau tidak. Pertumbuhan pada eksplan pisang barangan menghasilkan warna kalus
yang berbeda-beda (Gambar 5). Warna hijau menunjukkan bahwa terdapat klorofil dalam
jaringan pisang barangan. Warna kalus yang putih menandakan bahwa kalus mengandung
amilum (pati) dan belum mengandung klorofil. Menurut Ariati et al (2012), kalus berwarna
putih merupakan jaringan embrionik yang belum mengandung kloroplas, namun memiliki
kandungan butir pati yang tinggi. Dilanjutkan oleh Armila et al (2014), warna putih

18
menandakan sel-sel yang masih muda yang aktif membelah, warna kuning atau putih
kekuningan menandakan bahwa sel-sel yang dewasa memasuki fase pembelahan aktif. Kalus
berwarna kecoklatan merupakan keadaan dimana sel pada kalus sedang menuju fase penuaan
(Rasud dan Bustaman, 2020).
Warna kalus merupakan salah satu penanda pertumbuhan eksplan yang
menggambarkan secara visual sehingga dapat diketahui sel-sel kalus aktif membelah atau sudah
mati (Indah dan Ermavitalini, 2013). Pengamatan yang dilakukan pada warna kalus
menunjukkan rata-rata kalus pada pisang barangan berwarna putih kekuningan dan putih. Hal
ini menandakan bahwa kalus yang terbentuk tidak terdapat kandungan klorofil, melainkan
mengandung amilum (pati). Lestari (2013) warna hijau pada kalus karena didalamnya terdapat
kandungan klorofil, hal tersebut dikarenakan interaksi ZPT yang berperan dalam pembentukan
klorofil pada kalus dan faktor cahaya lampu. Konsentrasi auksin 2,4-D yang diberikan
memengaruhi warna kuning pada kalus karena berkaitan dengan menurunnya kandungan
klorofil pada kalus (Rahayu et al., 2003).

a b c d

Gambar 5. Penentuan warna kalus berdasarkan Munsell Book Plant Tissue Color Chart
Keterangan : a. 2,5 GY 8/2 pada perlakuan 2,4-D
b. 2,5 GY 8/8 pada perlakuan 2,4-D + air kelapa
c. 2,5 GY 8/6 pada perlakuan 2,4-D + ekstrak tauge
d. 2,5 GY 8/4 pada perlakuan 2,4-D + ekstrak bawang merah
Tekstur kalus merupakan salah satu penanda yang digunakan untuk menilai kualitas
kalus. Tekstur kalus dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: kompak (non friable), intermediet
dan remah (friable) (Indah dan Ermavitalini, 2013). Menurut Lizawati (2012) tekstur kalus
memiliki variasi mulai dari kompak hingga remah, tergantung pada jenis tanaman yang
digunakan, zat pengatur tumbuh, komposisi nutrient media dan kondisi lingkungan kultur. Pada
penelitian ini kalus yang dihasilkan yaitu kompak, remah dan intermediet (Gambar 6). Kalus
yang baik memiliki tekstur remah (friable). Tekstur kalus yang remah dianggap baik karena
memudahkan dalam pemisahan menjadi sel-sel individu dalam kultur suspensi dan juga
meningkatkan aerasi oksigen antar sel (Sari et al., 2014). Pertumbuhan kalus tipe kompak
biasanya lambat, sulit dipisahkan dan tampak padat tetapi kalus tipe kompak dianggap baik

19
untuk digunakan sebagai penghasil metabolit sekunder (Indah dan Ermavitalini, 2013),
sedangkan kalus tipe intermediet mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat (Fitriani, 2008).
Pada penelitian ini kalus yang dihasilkan terbagi menjadi 3 yaitu kompak, remah dan
intermediet (Gambar 6). Kalus dengan tekstur kompak memiliki bentuk yang padat dan sulit
dipisahkan. Kalus tekstur kompak memiliki ikatan yang kuat antar selnya. Kalus tekstur remah
memiliki ikatan yang renggang antar selnya sehingga mudah dipisahkan. Sedangkan kalus
intermediet merupakan gabungan dari keduanya, terdapat bagian tekstur kalus yang mudah
dipisahkan dan bagian yang sulit dipisahkan

a b c

Gambar 6. Tekstur kalus pada pengamatan akhir


Keterangan : a. Kalus tekstur kompak; b. Kalus tekstur remah; c. Kalus tekstur intermediet

20
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Penambahan senyawa organik kompleks air kelapa 200 ml/L, esktrak tauge 100 g/L dan
ekstrak bawang merah 30 g/L berhasil membentuk kalus pisang barangan (Musa acuminata L.).
Perlakuan 2,4-D + air kelapa menunjukkan senyawa organik kompleks terbaik untuk
pembentukan diameter kalus dan bobot kalus pisang barangan.
4.2 Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menambahkan senyawa organik kompleks
pada berbagai konsentrasi yang lebih bervariasi serta interaksi antar bahan organik lainnya
untuk memperoleh konsentrasi optimal yang mampu meningkatkan pertumbuhan tunas dan
akar.

21
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, A., E. Faridah., S. Indrioko, dan T. Herawan. 2017. Induksi tunas, multiplikasi dan
perakaran Gyrinops versteegii (Gilg.) Domke Secara in vitro. Jurnal Pemuliaan
Tanaman Hutan, 11(1):1–13. https://doi.org/10.20886/jpth.2017.11.1.1-13.
Ariati, S.N., Waeniati., Muslimin dan I.N Suwastika. 2012. Induksi kalus tanaman kakao
(Theobroma cacao L.) pada media MS dengan penambahan 2,4-D BAP dan air kelapa.
Jurnal Natural Science, 1(1):74–84.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/ejurnalfmipa/article/view/1022.
Armila, N.K.P., M.U. Bustami dan Z. Basri. 2014. Sterilisasi dan induksi kalus bawang merah
(Allium Ascalonicum L.) lokal palu secara in vitro. E-Journal Agrotekbis, 2(2):129–
137. http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Agrotekbis/article/view/3452.
Asmara, D.T. 2019. Pengaruh ekstrak kecambah kacang hijau (Vigna radiata (L) R. Wilczek)
pada pertumbuhan planlet anggrek macan (Grammatophyllum scriptum (Lindl) Bl.)
secara in vitro. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri
Walisongo, Semarang.
Badan Pusat Statistik. 2021. Produksi tanaman hortikultura Indonesia.
https://www.bps.go.id/publication/2022/06/08/44e935e8c141bcb37569aed3/statistik-
hortikultura-2021.html diakses pada 5 Juli 2022.
Darlina., Hasanuddin dan H. Rahmatan. 2016. Pengaruh penyiraman air kelapa (Cocos nucifera
L.) terhadap pertumbuhan vegetatif lada (Piper nigrum L.). Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Pendidikan Biologi, 1(1):20–28.
http://etd.unsyiah.ac.id//index.php?p=show_detail&id=23646.
Diwangkari, N., R. Rita dan S. Diah. 2016. Analisis keragaman pada data hilang dalam
rancangan kisi seimbang. Jurnal Gaussian, 5(1):153–162. http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/gaussian.
Dwi PYD, N.M., Waeniati., Muslimin dan I.N Suwastika. 2012. Pengaruh penambahan air
kelapa dan berbagai konsentrasi hormon 2,4-D pada medium ms dalam menginduksi
kalus tanaman anggur hijau (Vitis vinifera L.). Jurnal Natural Science, 1(1):53-62.
Available at: http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/ejurnalfmipa/article/view/1020.
Dwiyani, R. 2015. Kultur Jaringan Tanaman. Pelawa Sari: Bali.
Eriansyah, M, Susiyanti dan Putra, Y. 2018. Pengaruh pemotongan eksplan dan pemberian
beberapa konsentrasi air kelapa terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan
pisang ketan (Musa paradisiaca) secara in vitro. Agrologia, 3(1):54-61.
https://doi.org/10.30598/a.v3i1.260.
Fadhillah, L. 2015. Pengaruh pemberian ekstrak tauge pada media MS modifikasi terhadap
pertumbuhan planlet kentang granola (Solanum tuberosum L. cv Granola) secara in
vitro. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syiah
Kuala, Banda Aceh.
Fitriani, H. 2008. Kajian konsentrasi bap dan naa terhadap multiplikasi tanaman Artemisia
annua L. secara in vitro. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
Indah, N.P dan D. Ermavitalini. 2013. Induksi kalus daun nyamplung (Calophyllum inophyllum
Linn.) pada beberapa kombinasi konsentrasi 6-Benzylaminopurine (BAP) dan 2,4-
Dichlorophenpxyacetic Acid (2,4-D). Jurnal Sains dan Seni Pomits, 2(1):1–6.
http://dx.doi.org/10.12962/j23373520.v2i1.2571.
22
Istikomah. 2020. Pengaruh penambahan pumpkin dalam subkultur anggrek hitam (Coelogyne
pandurata Lindl.) secara in vitro. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.
Jufri, N., Abdullah dan D. Susanti. 2014. The use of bean sprout extract as supplement for the
growth of plaintain unti sayang (Musa paradisiaca L.) by tissue culture. Journal of
Agricultural Studies, 2(1):99-106. https://doi.org/10.5296/jas.v2i1.5137.
Junairiah., D.A Sofiana., Y.S.W Manuhara dan Surahmaida. 2018. Induksi kalus Piper
retrofractum Vahl. dengan zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin. Journal of
Pharmacy and Science, 3(2):41–46. https://doi.org/10.53342/pharmasci.v3i2.116.
Khurniawanty, F., A.I. Latunra dan A. Masniawati. 2020. Pengaruh Penambahan Ekstrak
Bawang Merah Allium Cepa L. Terhadap Pertumbahan Planet Talas Jepang Colocasia
esculenta var. antiqourum (Schott) F.T. Hubb & Rehder secara in vitro. Jurnal
Agroteknologi, 8–10. http://digilib.unhas.ac.id/opac/detail-opac?id=59757.
Kristina, N.N. dan S.F. Syahid. 2020. Pengaruh air kelapa terhadap multiplikasi tunas in vitro,
produksi rimpang dan kandungan xanthorrhizol temulawak di lapangan. Jurnal Penelitian
Tanaman Industri, 18(3):125-134. https://doi.org/10.21082/jlittri.v18n3.2012.125-134.
Laisina, J.K.J. 2018. Konsentrasi sukrosa dan agar di dalam media pelestarian in-vitro ubi jalar
var. Sukuh. Agrologia, 2(1):59-67. https://doi.org/10.30598/a.v2i1.279.
Latunra, A.I., A. Masniawati, Baharuddin, W. Aspianti dan M. Tuwo. 2017. Induksi kalus
pisang barangan merah Musa acuminata Colla dengan kombinasi hormon 2,4-D dan
bap secara in vitro. Jurnal Ilmu Alam dan Lingkungan, 8(15):53–61.
https://doi.org/10.20956/jal.v8i1.3925.
Lestari, E.G. 2011. Peranan zat pengatur tumbuh dalam perbanyakan tanaman melalui kultur
jaringan. Jurnal AgroBiogen, 7(1):63–68. https://doi.org/10.21082/jbio.v7n1.2011.p63-68.
Lestari, S. 2013. Pengaruh jenis eksplan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) terhadap
pertumbuhan dan kadar metabolit sekunder (stigmasterol dan sitosterol) kalus
purwoceng (Pimpinella alpine Molk.) pada media MS. Skripsi. Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang.
Lizawati. 2012. Induksi kalus embriogenik dari eksplan tunas apikal tanaman jarak pagar
(Jatropha curcas L.) dengan penggunaan 2,4 D dan tdz. Bioplantae, 1(2):75–87.
https://online-journal.unja.ac.id/bioplante/article/view/1808.
Marfirani, M., Y.S. Rahayu, dan E. Ratnasari. 2014. Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi
filtrat umbi bawang merah dan rootone-F terhadap pertumbuhan stek melati “rato ebu”.
Lentera Bio, 3(1):73–76.
http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio/article/view/7093.
Marliah, A., M. Nasution dan S. Azmi. 2010. Pengaruh masa kadaluarsa dan penggunaan
berbagai ekstrak bahan organik terhadap viabilitas dan vigor benih semangka (Citrullus
Vulgaris Schard.). Jurnal Agrista, 14(2):44–50.
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/agrista/article/view/699.
Marlin, Yulian dan Hermansyah. 2012. Inisiasi kalus embriogenik pada kultur jantung pisang
“curup” dengan pemberian sukrosa, bap dan 2,4-D. Jurnal Agrivigor, 11(2):275–283.
http://repository.unib.ac.id/6967/.
Masitoh, S. 2016. Pengaruh konsentrasi ekstrak bawang merah terhadap pertumbuhan stek
batang buah naga merah (Hylocereus costaricensis (Web.) Britton & Rose). Skripsi.
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Lampung.
23
Maulida, D., L. Erfa dan R.N. Sesanti. 2018. Multiplikasi mata tunas pisang cavendish in vitro
pada berbagai konsentrasi benziladenin. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan,
17(3):16-21. https://doi.org/10.25181/jppt.v18i1.748.
Mayura, E. 2020. Pengaruh berbagai komposisi media terhadap induksi tunas tanaman nilam
(Pogostemon Cablin Benth) Seminar Nasional Virtual. Sistem Pertanian Terpadu dalam
Pemberdayaan Petani di Era New Normal. Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh,
24 September 2020, hal: 42-58. http://repository.ppnp.ac.id/509/.
Mellidou, I., K. Buts., D. Hatoum., Q.T. Ho., J.W. Johnston and C.B. Watkins. 2014.
Transcriptomic events associated with internal browning of apple during postharvest
storage, BMC Plant Biology, 14(1):1–17.https://doi.org/10.1186/s12870-014-0328-x.
Miyashita, T., T. Ohashi., F. Shibata., H. Araki dan Y. Hoshino. 2009. Plant regeneration with
maintenance of the endosperm ploidy level by endosperm culture in Lonicera caerulea
var. Emphyllocalyx. Plant Cell Tissue and Organ Culture, 98(3):291–301.
https://doi.org/10.1007/s11240-009-9562-6.
Mohamed, G.A. 2013. Alliuocide A: a new antioxidant flavonoid from Allium cepa.
Phytopharmacology, 4(2):220-227. https://www.researchgate.net/publication/237072488.
Muslimah, Y., I. Putra dan L. Diana. 2016. Pengaruh jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh
organik terhadap pertumbuhan stek lada (Piper nigrum L.). Jurnal Agrotek Lestari,
2(2):27–36. https://doi.org/10.35308/jal.v2i2.502.
Na’im, R.. 2005. Pengaruh NAA dan kinetin pada eksplan tunas biji ulin (Eusideroxylon
zwageri, t.et.b) dengan sistem kultur jaringan. Skripsi. Fakultas Kehutanan, Universitas
Tanjungpura, Pontianak.
Nurlaeni, Y dan M.I. Surya. 2015. Respon stek pucuk Camelia japonica terhadap pemberian
zat pengatur tumbuh organik. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas
Indonesia, Agustus 2015, hal 1211–1215. https://doi.org/10.13057/psnmbi/m010543.
Nurung, S.H.H. 2016. Penentuan total fenolik, flavonoid dan karotenoid ekstrak etanol
kecambah kacang hijau (Vigna radiata L.) menggunakan spektrofotometer uv-vis.
Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar, Makassar.
Pratama, J dan Nilahayati. 2018. Modifikasi media ms dengan penambahan air kelapa untuk
subkultur I anggrek Cymbidium. Jurnal Agrium, 15(2):96–109:
https://doi.org/10.29103/agrium.v15i2.1071.
Rahayu, B., Solichatun dan E. Anggarwulan. 2003. Pengaruh asam 2,4-Diklorofenoksiasetat
(2,4-D) terhadap pembentukan dan pertumbuhan kalus serta kandungan flavonoid
kultur kalus Acalypha indica L. Biofarmasi. 1(1):1–6. http://eprints.uns.ac.id/852/.
Rahmawati, M dan H. Erita. 2013. Pengelompokan berdasarkan karakter morfologi vegetatif
pada plasma nutfah pisang asal kabupaten aceh besar. Jurnal Agrista, 17(3):111–118.
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/agrista/article/view/1496.
Rasud, Y dan Bustaman. 2020. I Induksi kalus secara in vitro dari daun cengkeh (Syizigium
aromaticum L.) dalam media dengan berbagai konsentrasi auksin. Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia, 25(1):67–72. https://doi.org/10.18343/jipi.25.1.67.
Rineksane, I.A., D. Nurjaman, dan B.H Isnawana. 2015. Kajian penggunaan jenis eksplan dan
thidiazuron untuk multiplikasi tunas adventif tanaman sarang semut (Myrmecodia
pedens Merr. & L.M. Perry). Prosiding Seminar Nasional FKPTPI, Fakultas Pertanian Universitas
Lambung Mangkurat, hal 204-208. http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/31059.
24
Rosyidah, M., Ratnasari., dan Rahayu 2014. Induksi kalus daun melati (Jasminum sambac)
dengan penambahan berbagai (BAP) pada media ms secara in vitro. Lentera Bio, 3(3):
147–153. https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio/article/view/9606.
Rupina, P., Mukarlina dan R. Linda. 2015. Kultur meristem mahkota nanas (Ananas comosus
(L.) Merr) dengan penambahan ekstrak tauge dan Benzyl Amino Purin (BAP).
Protobiont, 4(3), 31–35.
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jprb/article/view/13292.
Ruswaningsih, F. 2007. Pengaruh konsentrasi ammonium nitrat dan BAP terhadap
pertumbuhan eksplan pucuk Artemisia annua L. pada kultur in vitro. Skripsi. Fakultas
Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Saifuddin, F. 2016. Pengaruh Indole Acetic Acid (IAA) terhadap hasil berat basah akhir plantlet
kultur jaringan tanaman jernang (Daemonorops Draco (Willd.) Blume). Jesbio,
5(1):14–17.
Santoso, U dan F. Nursandi. 2004. Kultur Jaringan Tanaman. Universitas Muhammadiyah
Malang Press: Malang.
Saputri, M., M. Rahmawati dan E. Kesumawati. 2019. Pertumbuhan tunas pisang barangan akibat
pemberian benzyl amino purin dan arang aktif secara in vitro. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Pertanian, 4(1):73–91. http://etd.unsyiah.ac.id//index.php?p=show_detail&id=52367.
Sari, N., R.E. Suwarsi dan Sumadi. 2014. Optimasi jenis dan konsentrasi zpt dalam induksi
kalus embriogenik dan regenerasi menjadi planlet pada Carica pubescens (Lenne &
K.Koch). BIOSAINTIFIKA, 6(1):51–59.
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/biosaintifika/article/view/3785.
Silvina, F., I. Isnaini, dan W. Ningsih. 2021. Induksi kalus daun binahong merah (Basella rubra
L.) dengan pemberian 2,4-D dan kinetin. Jurnal Agro, 8(2):274–286.
https://doi.org/10.15575/14273.
Sudarmadji. 2003. Pengaruh benzyl amino purine pada pertumbuhan kalus kapas secara in
vitro. Buletin Teknik Pertanian, 8(1):8-10.
Suminar, E., Sumadi., S. Mubarok., T. Sunarto, dan N.S.E Rini. 2017. Percepatan penyediaan
benih sumber kedelai unggul secara in vitro. Jurnal Agrikultura, 28(3):126–135.
https://doi.org/10.24198/agrikultura.v28i3.15744.
Ulfa, F. 2014. Peran senyawa bioaktif tanaman sebagai zat pengatur tumbuh dalam memacu
produksi umbi mini kentang (Solanum tuberosum L) pada sistem budidaya aeroponik.
Disertasi. Program Pascasarjana, Universitas Hassanudin, Makassar.
Vigliar, R., V.L. Sdepanian, and U. Fagundes-neto. 2006. . Biochemical profile of coconut
water from coconut palms planted in an inland region. Jornal de Pediatria, 82(4):308–
312. https://doi.org/10.2223/JPED.1508.
Yelnititis, Y. 2012. Pembentukan kalus remah dari eksplan daun ramin (Gonystylus bancanus
(Miq) Kurz.). Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 6(3):181–194.
https://doi.org/10.20886/jpth.2012.6.3.181-194.
Yudha, H., S. Hannum dan S. Rahayu. 2015. Induksi tunas pisang barangan (Musa Acuminata
L.) dengan pemberian naa dan bap berdasarkan sumber eksplan. J. Biosains, 1(2):13-
18. http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/37229.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara: Jakarta.

25
LAMPIRAN
Lampiran 1. Denah Percobaan

T0 (3) T3 (4) T3 (5) T1 (5)


(1 2 3 4 5) (1 2 3 4 5) (1 2 3 4 5) (1 2 3 4 5)
T0 (4) T2 (2) T3 (2) T1 (2)
(1 2 3 4 5) (1 2 3 4 5) (1 2 3 4 5) (1 2 3 4 5)
T0 (5) T0 (1) T3 (1) T0 (2)
(1 2 3 4 5) (1 2 3 4 5) (1 2 3 4 5) (1 2 3 4 5)
T2 (4) T3 (3) T1 (4) T1 (1)
(1 2 3 4 5) (1 2 3 4 5) (1 2 3 4 5) (1 2 3 4 5)
T2 (3) T1 (3) T2 (1) T2 (5)
(1 2 3 4 5) (1 2 3 4 5) (1 2 3 4 5) (1 2 3 4 5)

Keterangan:
T0 = 2,4-D (Kontrol)
T1 = 2,4-D + Air kelapa muda
T2 = 2,4-D + Ekstrak tauge
T3 = 2,4-D + Ekstrak bawang merah
: Ulangan
(1), (2), (3). (4), (5)
Setiap ulangan terdiri dari 5 tanaman

26
Lampiran 2. Komposisi Media MS
Stok Bahan Kimia Komposisi Kepekatan Kebutuhan Jumlah
(mg/L) (mg/L) yang
dipipet
(ml/L)
A NH4NO3 1.650 50 82500 20
B KNO3 1.900 50 95000 20
C CaCl2.2H2O 440 100 44000 10
MgSO4.7H2O 370 100 37000
D 10
KH2PO4 170 100 17000
FeSO4.7H2O 28 200 5600
E 5
Na2EDTA 37.3 200 7460

MnSO4.4H2O 22.3 500 11150


ZnSO4.7H2O 8.6 500 4300
H3BO3 6.2 500 3100
F KI 0.83 500 415 2
Na2MoO4.2H2O 0.25 500 125
CoCl2.6H2O 0.025 500 12.5
CuSO4.5H2O 0.025 500 12.5
G Myo-inositol 100 100 10000 10
Thiamin 0.1 1000 100
Nicotinic Acid 0.5 1000 500
H 10
Pyridoxine 0.5 1000 500
Glycine 2 1000 2000
Gula 30 gr
Agar 7 gr
Ph 5,8

27
Lampiran 3. Perhitungan kebutuhan zat pengatur tumbuh
Perhitungan kebutuhan zat pengatur tumbuh 2,4 D 2 ppm
Diketahui: N1 = larutan stok ZPT 2,4 D 1000 ppm
N2 = 2 ppm
V2 = volume air sebanyak 1000 ml
Ditanya: V1 = volume 2,4 D 2 ppm yang dibutuhkan?
Jawab:
V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 1000 ppm = 1000 ml x 2 ppm
1000 ppm
V1 = x 2 ppm
1000 ml

V1 = 2 ml
Maka volume 2,4 D yang dibutuhkan untuk membuat 2,4 D 2 ppm sebanyak 1000 ml adalah
2 ml.

28
Lampiran 4. Data analisis varians terhadap variabel pengamatan
1. Hasil Analisis Varian Persentase Eksplan Hidup
SK db JK KT F Hit F 5% Notasi
Perlakuan 3 880 293 1,73 3,24 ns
Galat 16 2720 170
Total 19 3600
Ket : * = berpengaruh nyata pada taraf 5%; ns = berpengaruh tidak nyata pada taraf 5%
2. Hasil Analisis Varian Persentase Eksplan Berkalus
SK db JK KT F Hit F 5% Notasi
Perlakuan 3 1120 373,33 2,49 3,24 ns
Galat 16 2400 150
Total 19 3520
Ket : * = berpengaruh nyata pada taraf 5%; ns = berpengaruh tidak nyata pada taraf 5%
3. Hasil Analisis Varian Waktu Muncul Kalus
SK db JK KT F Hit F 5% Notasi
Perlakuan 3 41,70 13,90 2,45 3,24 ns
Galat 16 90,94 5,68
Total 19 132,65
Ket : * = berpengaruh nyata pada taraf 5%; ns = berpengaruh tidak nyata pada taraf 5%
4. Hasil Analisis Varian Diameter Kalus
SK db JK KT F Hit F 5% Notasi
Perlakuan 3 970,04 323,35 4,60 3,24 *
Galat 16 1123,98 70,25
Total 19 2094,02
Ket : * = berpengaruh nyata pada taraf 5%; ns = berpengaruh tidak nyata pada taraf 5%
5. Hasil Analisis Varian Bobot Kalus
SK db JK KT F Hit F 5% Notasi
Perlakuan 3 1,96 0,65 4,88 3,24 *
Galat 16 2,14 0,13
Total 19 4,10
Ket : * = berpengaruh nyata pada taraf 5%; ns = berpengaruh tidak nyata pada taraf 5%
6. Hasil Analisis Varian Tinggi Propagul
SK db JK KT F Hit F 5% Notasi
Perlakuan 3 0,39 0,13 2,38 3,24 ns
Galat 16 0,88 0,06
Total 19 1,28
Ket : * = berpengaruh nyata pada taraf 5%; ns = berpengaruh tidak nyata pada taraf 5%

29
Lampiran 5. Persentase eksplan membentuk tunas
Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4 5
Y1 0 0 0 40 0 8
Y2 0 0 0 20 20 8
Y3 40 40 20 20 0 24
Y4 20 0 20 20 0 12
Sumber : Data primer

Tabel Anava
SK db JK KT F Hit F 5% Notasi
Perlakuan 3 860 287 2,49 3,24 ns
Galat 16 3360 210
Total 19 4220

30
Lampiran 6. Dokumentasi kegiatan penelitian

Penghalusan bahan organik Pemipetan bahan kimia

Ekstrak tauge dan bawang merah

Tauge Bawang merah

31
Pengukuran pH air kelapa Penyaringan ekstrak bawang merah

Penanaman Pengamatan akhir

32

Anda mungkin juga menyukai