Abstract The use of banana sucker continuously memperoleh laju multiplikasi yang tinggi de-
as a material of conventional propagation ngan penggunaan salah satu jenis dan konsen-
technic reduces quality and it takes a long time trasi sitokinin pada kultur in vitro tanaman
due to the increasing of disease accumulation. pisang kepok kuning. Percobaan dilakukan pada
Therefore, the fast propagation by in vitro bulan Oktober hingga Desember 2015 di
culture is needed. The aim of this experiment Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi Benih
was to find out the best type and concentration Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.
of cytokinins for growth and development Rancangan percobaan menggunakan Rancangan
banana ‘Kepok Kuning’ in vitro. The experiment Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 8
was carried out from October to December 2015 perlakuan penggunaan jenis dan konsentrasi
at Seed Technology Tissue Culture Laboratory of sitokinin yang berbeda (2 mg L-1 BAP, 4 mg L-1
Agriculture Faculty, Universitas Padjadjaran. BAP, 2 mg L-1 2-iP, 4 mg L-1 2-iP, 0,08 mg L-1
Completely Randomized Design (CRD) with TDZ, 0,2 mg L-1 TDZ, 2 mg L-1 Kn, 4 mg L-1 Kn).
eight treatments are the types and concentration Hasil percobaan menunjukkan bahwa 2 mg L-1
of cytokinine was used in this experiment (2 mg BAP merupakan jenis sitokinin yang mampu
L-1 BAP, 4 mg L-1 BAP, 2 mg L-1 2-iP, 4 mg L-1 2- menghasilkan tingkat multiplikasi yang tinggi
iP, 0,08 mg L-1 TDZ, 0,2 mg L-1 TDZ, 2 mg L-1 Kn, pada peubah persentase eksplan bertunas (%),
4 mg L-1 Kn). The results showed that 2 mg L-1 dan tinggi tunas (cm).
BAP was effective in increasing the explant
shoot percentage (%) and length of shoot (cm). Kata kunci : Efektivitas ∙ Kepok kuning ∙
Multiplikasi ∙ Pisang ∙ Sitokinin ∙ Tunas
Keywords : Effectivity ∙ Kepok kuning ∙
___________________________________________
Multiplication ∙ Banana ∙ Cytokinins ∙ Shoot
Pendahuluan
Sari Perbanyakan tanaman pisang secara
Pisang merupakan komoditas buah yang paling
konvensional dengan menggunakan bonggol
banyak diproduksi dan dikonsumsi di Indonesia
atau anakan (sucker) secara terus menerus dapat
(Purwadaria, 2006). Saat ini pisang kepok
menurunkan kualitas dan memerlukan waktu
banyak digunakan sebagai bahan baku pem-
lama serta meningkatkan terjadinya serangan
buatan keripik pisang sehingga sangat potensial
penyakit. Oleh karena itu, suatu upaya untuk
untuk dikembangkan. Kebutuhan akan buah
menghasilkan bibit yang memiliki kualitas baik
pisang untuk kebutuhan dalam negeri mening-
dalam waktu yang cepat dapat menggunakan
kat sehingga diperlukan produktivitas yang
kultur in vitro. Percobaan ini bertujuan untuk
tinggi dari setiap tanaman pisang yang di
Dikomunikasikan oleh Agus Wahyudin tanam. Menurut Kementerian Pertanian dalam
Bella D.R.S. 1 ∙ E. Suminar2 ∙ A. Nuraini2 ∙ A. Ismail2 BPSP (2015), dimana produksi buah pisang di
1Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Indonesia dari tahun 2010 sampai 2013 yaitu
Pertanian, Universitas Padjadjaran 5.755.073 ton, 6.132.695 ton, 6.189.043 ton, dan
2Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran
Bella dkk. : Pengujian efektivitas berbagai jenis dan konsentrasi sitokinin terhadap
multiplikasi tunas mikro pisang (Musa paradisiaca L.) secara in vitro
Jurnal Kultivasi Vol. 15(2) Agustus 2016 75
buah pisang di Indonesia. Menurut FAOSTAT rendah TDZ dapat meningkatkan jumlah tunas
(2011), tingkat produksi global di Indonesia pada pisang kultvar ‘Ndiziwemiti’. Perlunya
masih terbilang cukup rendah yaitu 6,56 % jika pengujian efektivitas ini dilakukan untuk meng-
dibandingkan dengan negara India yang hindari pemberian konsentrasi yang berlebih,
memiliki 27,43%. karena jika konsentrasi yang diberikan terlalu
Teknik perbanyakan tanaman pisang dapat tinggi pada tanaman dapat menghambat
dilakukan secara konvensional dengan bonggol pertumbuhan tunas. Ditinjau dari pemaparan
atau anakan tanaman, namun untuk meng- tersebut, maka penelitian ini penting dilakukan
hasilkan bibit tanaman memerlukan waktu yang untuk mendapatkan salah satu jenis sitokinin
relatif lama (10-18 bulan) dan jumlah yang yang terbaik untuk meningkatkan laju
dihasilkannya terbatas yaitu dalam 1 (satu) multplikasi tunas mikro pisang secara in vitro.
rumpun pisang hanya menghasilkan 5-10 bibit
tanaman per tahun (Oritz et al., 1995 dalam ___________________________________________
UNCTS, 2007). Salah satu alternatifnya adalah Bahan dan Metode
dengan teknik kultur in vitro yang menghasilkan
bibit pisang bermutu dalam jumlah banyak, Percobaan ini dilaksanakan di Laborato-
seragam dan dalam waktu singkat (Meldia dkk., rium Kultur Jaringan Teknologi Benih, Fakultas
1996), sehingga dapat menunjang pengem- Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor.
bangan bibit pisang berkualitas. Teknik mikro- Waktu pelaksanaan penelitian ini dimulai pada
propagasi atau perbanyakan bibit pisang secara bulan Oktober-Desember 2015.
in vitro sampai menjadi tanaman utuh yang Bahan tanam yang digunakan dalam
dapat ditanam di lapangan memerlukan waktu percobaan ini adalah bagian potongan batang
± 5 - 8 bulan bergantung pada vigor tanaman plantlet pisang var. Kepok Kuning yang berasal
dalam mempertahankan hidupnya (Vardja and dari koleksi Balai Benih Induk Hortikultura,
Vardja, 2001; Ferdous et al., 2015; Marlin, 2010). Pasirbanteng Tanjungsari Sumedang. Bahan-ba-
Penggunaan media dasar Murashige & han lain yang digunakan adalah komposisi media
Skoog (MS) memiliki pengaruh yang baik untuk dasar Murashige and Skoog (MS), agar 7 g L-1, 3 %
pertumbuhan eksplan pada kultur jaringan sukrosa (30 g L-1), dan zat pengatur tumbuh
beberapa varietas tanaman. Saad and Elshahed golongan sitokonin BAP, 2-iP, TDZ dan Kinetin.
(2012), melaporkan bahwa pada media MS Percobaan dilaksanakan dengan metode
mengandung nitrat, amonium, kalsium serta eksperimental menggunakan Rancangan Acak
unsur makro dan mikro lain yang dapat Lengkap (RAL) yang terdiri dari 8 perlakuan
mempengaruhi pertumbuhan eksplan. Salah satu dan diulang sebanyak 4 kali yaitu A (2 mg L-1
zat pengatur tumbuh yang berperan dalam BAP); B (4 mg L-1 BAP); C (2 mg L-1 2-iP); D (4
meningkatkan tunas pada eksplan pisang adalah mg L-1 2-iP); E (0,08 mg L-1 TDZ); F (0,2 mg L-1
sitokinin (Kasutjianingati dan Boer, 2013). TDZ); G (2 mg L-1 Kn) dan H (4 mg L-1 Kn).
Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh (ZPT) Eksplan yang diambil adalah bagian
yang berperan dalam proses pembelahan sel, potongan batang yang telah diambil dari dalam
pembentukan organ, dan pembentukan mata botol dengan menggunakan pinset dan diletak-
tunas tumbuhan (George et al., 2008). Menurut kan dalam petridish steril, kemudian eksplan
Rainiyati dkk. (2007), semakin tinggi konsentrasi batang dipotong dengan ukuran panjang batang
sitokinin yang diberikan maka jumlah tunas yang adalah 0,5 cm menggunakan scalpel. Eksplan
terbentuk akan semakin bertambah, namun yang ditanam selanjutnya diinkubasikan di
pembentukan masing-masing tunas dapat terham- dalam ruang kultur dengan penyinaran cahaya
bat sehingga penentuan konsentrasi yang tepat selama 16 jam dan suhu 21–22 oC selama 12 MST
sangat perlu diperhatikan untuk menghasilkan dengan tata letak percobaan yang sudah dibuat.
multiplikasi tunas pisang yang maksimal. Data hasil percobaan pada parameter
Pemberian sitokinin antara 0,1 – 10 mg L-1 penunjang dianalisis secara kualitatif yaitu meli-
mampu menginduksi pembentukan tunas sesuai puti data visual dan dianalisis menggunakan
spesifikasi kultivar (Pierik, 1987). Arinaitwe et al. metode deskriptif, sedangkan data kuantitatif
(2000), membuktikan bahwa respons kultivar pada parameter utama percobaan dianalisis
pisang terhadap BAP relatif signifikan diban- menggunakan analisis ragam berdasarkan uji F
dingkan dengan jenis sitokinin lainnya seperti taraf 5%. Apabila terdapat beda nyata dilan-
ZN, KN dan 2-iP, namun pada konsentrasi yang jutkan dengan Uji Scott Knott pada taraf 5%.
Bella dkk. : Pengujian efektivitas berbagai jenis dan konsentrasi sitokinin terhadap
multiplikasi tunas mikro pisang (Musa paradisiaca L.) secara in vitro
76 Jurnal Kultivasi Vol. 15(2) Agustus 2016
___________________________________________
Hasil dan Pembahasan
Bella dkk. : Pengujian efektivitas berbagai jenis dan konsentrasi sitokinin terhadap
multiplikasi tunas mikro pisang (Musa paradisiaca L.) secara in vitro
Jurnal Kultivasi Vol. 15(2) Agustus 2016 77
ukuran sel) dan melonggarkan dinding sel pun dengan pemberian konsentrasi rendah. Hal
sehingga terjadi pembesaran sel (pembengkakan ini disebabkan karena aktivitas sitokinin yang
sel) (Perrot-Rechenmann 2010). terkait dengan proses pertumbuhan dan
Jumlah Tunas Mikro. Hasil analisis ragam perkembangan dalam siklus sel, khususnya
menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda untuk melakukan metabolisme asam nukleat
nyata dari masing-masing perlakuan terhadap dan sintesis protein (Adds et al., 2004).
jumlah tunas seperti yang terlihat pada Tabel 3. Tinggi Tunas (cm). Tabel 4. menunjukkan
adanya pengaruh dari media perlakuan
Tabel 3. Pengaruh Berbagai Media Perlakuan terhadap tinggi tunas pada umur 4, namun tidak
pada Umur 4, 8, 12 MST terhadap Jumlah Tunas terdapat pengaruh pada umur 8 dan 12 MST.
(buah).
Bella dkk. : Pengujian efektivitas berbagai jenis dan konsentrasi sitokinin terhadap
multiplikasi tunas mikro pisang (Musa paradisiaca L.) secara in vitro
78 Jurnal Kultivasi Vol. 15(2) Agustus 2016
Menurut Lu (2005), sitokinin akan memacu Persentase Eksplan Berakar (%). Perla-
pembelahan sel dan menghambat elongasi kuan sitokinin mampu menghasilkan akar
(perpanjangan), sehingga yang banyak terben- walaupun eksplan tidak diinisiasi ke dalam
tuk adalah tunas, sedangkan elongasi tunasnya media perakaran. Hasil perhitungan dengan
dihambat. Penggunaan konsentrasi sitokinin analisis ragam menunjukkan bahwa media
yang lebih tinggi dapat menghambat peman- perlakuan pada peubah persentase eksplan
jangan meristem adventif dan konversi menjadi berakar tidak memberikan pengaruh yang
tanaman lengkap (Buising et al., 1994). berbeda nyata umur 4, 8, dan 12 MST (Tabel 6.).
Jumlah Daun (helai). Hasil analisis ragam
media perlakuan pada jumlah daun memberikan Tabel 6. Pengaruh berbagai Jenis dan Konsentrasi
pengaruh yang tidak berbeda nyata pada umur 4, Sitokinin terhadap Persentase Eksplan Berakar
8 dan 12 MST dapat dilihat pada Tabel 5. (%) pada Umur 4, 8, dan 12.
Semakin sedikit jumlah tunas yang Eksplan Berakar (%)
terbentuk, maka dapat menghasilkan jumlah Perlakuan
4 MST 8 MST 12 MST
daun yang lebih banyak, contohnya pada A (2 mg L-1 BAP) 58,33 a 83,33 a 100,00 a
perlakuan E (0,08 mg L-1 TDZ) yang mampu B (4 mg L-1 BAP) 25,00 a 37,50 a 50,00 a
menghasilkan jumlah daun yang cukup banyak C (2 mg L-1 2-iP) 14,58 a 50,00 a 50,00 a
dengan rata-rata adalah 4,50 helai daun (Tabel D (4 mg L-1 2-iP) 50,00 a 79,17 a 100,00 a
5), sejalan dengan pernyataan Demissie (2013), E (0,08 mg L-1 TDZ) 20,83 a 25,00 a 25,00 a
jumlah daun dipengaruhi oleh jumlah tunas F (0,2 mg L-1 TDZ) 54,17 a 62,50 a 62,50 a
yang muncul, sehingga semakin sedikit tunas G (2 mg L-1 Kn) 12,50 a 37,50 a 41,67 a
yang muncul, maka jumlah daun yang terbentuk H (4 mg L-1 Kn) 12,50 a 75,00 a 75,00 a
akan semakin banyak dan sebaliknya. Ket. : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama
pada setiap kolom tidak berbeda nyata menurut
Tabel 5. Pengaruh Berbagai Jenis dan Konsentrasi Uji Duncan pada Taraf nyata 5 %. MST = Minggu
Sitokinin terhadap Jumlah Daun pada Umur 4, 8 Setelah Tanam.
dan 12 MST .
Gambar 3. menunjukkan terjadinya kecen-
Jumlah Daun (helai) derungan kemampuan eksplan membentuk akar
Perlakuan
4 MST 8 MST 12 MST pada setiap perlakuan. Setiap perlakuan yang diuji
A (2 mg L-1 BAP) 1,75 a 3,17 a 3,17 a cenderung mengalami peningkatan dalam
B (4 mg L-1 BAP) 0,75 a 1,50 a 2,00 a menghasilkan akar. Media perlakuan A dan D
C (2 mg L-1 2-iP) 0,50 a 2,75 a 2,75 a dapat menghasilkan perakaran yang relatif lebih
D (4 mg L-1 2-iP) 1,29 a 2,63 a 3,80 a baik, jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
E (0,08 mg L-1 TDZ) 1,75 a 2,25 a 4,50 a
F (0,2 mg L-1 TDZ) 0,88 a 1,50 a 1,50 a
G (2 mg L-1 Kn) 0,63 a 2,25 a 3,25 a
H (4 mg L-1 Kn) 0,50 a 2,25 a 3,25 a
Ket. : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama
pada setiap kolom tidak berbeda nyata menurut
Uji Duncan pada Taraf nyata 5 %. MST = Minggu
Setelah Tanam.
Bella dkk. : Pengujian efektivitas berbagai jenis dan konsentrasi sitokinin terhadap
multiplikasi tunas mikro pisang (Musa paradisiaca L.) secara in vitro
Jurnal Kultivasi Vol. 15(2) Agustus 2016 79
Bella dkk. : Pengujian efektivitas berbagai jenis dan konsentrasi sitokinin terhadap
multiplikasi tunas mikro pisang (Musa paradisiaca L.) secara in vitro
80 Jurnal Kultivasi Vol. 15(2) Agustus 2016
Lu, M. C. 2005. Micropropagation of Vitis Ramesh, Y., and V. Ramassamy. 2014. Effect of
thunbergii Sieb. et Zucc, a medicinal herb, gelling agents in in vitro multiplication of
through high-frequency shoot tip culture. banana var. Poovan. Int. J. Advanced Bio.
Scie. Hort. 107: 64-69 research 4(3): 308-311.
Mahonen, A.P., A. Bishopp, M. Higuchi, K.M. Razani, M., N.A Shaharuddin, S. Subramaniam,
Nieminen, K. Kinoshita, K. Tormakangas, and M. Mahmood. 2012. Effects of tdz on
Y. Ikeda, A. Oka, T. Kakimoto, and Y. morphological and biochemical changes of
Helariutta. 2006. Cytokinin signaling and banana plantlets (Musa spp.) Cultivar mas
its inhibitor AHP6 regulate cell fate during cultured in temporary immersion bioreac-
vascular development. Science 311: 94–98. tor system. Malaysia : Dept. of Biochemis-
Marlin. 2010. Regenerasi in vitro plantlet pisang try, Faculty of Biotechnology and Biomole-
ambon curup melalui pembentukan kalus cular Sciences, Universitas Putra Malaysia,
embriogenik. Pros. Semirata Bidang Ilmu- Internatonal Banana Symposium.
ilmu Pertanian, hal. 468-474. Reddy, D.R.D., D. Suvarna, and D.M. Rao. 2014.
Meldia, Y.S., A. Sunyoto, dan Suprianto. 1996. Effects of 6-Benzyl Amino Purine (6-BAP)
Pembibitan tanaman pisang. Solok : Balai on In Vitro Shoot Multiplication of Grand
Penelitian Tanaman Buah. Naine (Musa sp.). Int. J. advanced Biotech.
Ngomuo, M., E. Mneney, and P. Ndakidemi. & research 5(1): 36-42.
2013. The effect of auxins and cytokinin on Rodinah, C. Nina, dan E. Rohmayanti. 2012.
growth and development of (Musa sp.) var. Inisiasi pisang talas (Musa paradisiacal var
“Yangambi” explanted in tissue culture. sapientum L.) dengan pemberian sitokinin
American J. Plant Sciences 4 : 2174-2180. secara in vitro. Agroscientiae 19(2): 107-111.
Perrot-Rechenmann, C. 2010. Cellular responses Saad, A.I.M., and A.M. Elshahed. 2012. Chapter II :
to auxin : division versus expansion. Cold Plant Tissue Culture Media. Intech, pp 29-40.
Spring Harbor Perspectives in Biology 2 : 1- Strosse, H., I. Van den Houwe, and B. Panis.
15. Available on online at http:// 2004. Banana cell and tissue culture:
cshperspectives.cshlp.org/ cellular, molecular biology and induced
Pierik, R. L. M. 1987. In vitro Culture of Higher mutations. Polymouth, U.K.: Science
Plants. Netherlands : Martinus Nijhoff Publishers Inc, pp : 1-12.
Publisher, P. 344 Su, Y., Y. Liu, and X. Zhang. 2011. Auxin-
Purwadaria, H.K. 2006. Issues and solutions of cytoknin interaction regulates meristem
fresh fruits export in Indonesia. development. Molecular Plant 4(4): 616-625.
Department of Agricultural Engineering, Available online at http://www.ncbi.nlm.
Bogor Agricultural University. Indonesia. nih.gov/pmc/articles/PMC3146736/
Qamar, M., S.T. Qureshi, I.A. Khan, and S. Raza. Uganda National Council for Science and
2015. Optimization of in vitro multiplication Technology (UNCTS). 2007. The Biology of
for exotic banana (musa spp.) In pakistan. Bananas and Plantains. Uganda National
African J. Biotech. 14(24): 1989-1995. Availabe Council for Science and Technology
online at http://www.academicjournals.ora/AJB (UNCTS) with Program for Biosafety
Rainiyati, Lizawati, dan M. Kristiana. 2009. Pera- System (PBS).
nan IAA dan BAP terhadap perkembangan Vardja, R., and T. Vardja. 2001. The effect of
nodul pisang (Musa AAB) raja nangka secara cytokinin type and concentration and the
in vitro. Jurnal Agronomi 13(1): 51-57. number of subcultures on the multiplication
Rainiyati., D. Martino., gusniawati., dan rate of some decorative plants. Proc. Estonia
Jaminarni. 2007. Perkembangan Pisang Raja Acad. Sci. Biol. Ecol. 50(1): 22-32
Nangka (Musa sp.) secara kultur jarngan Wang, K.L., H. Li, and J.R. Ecker. 2002. Ethylene
dari eksplan anakan dan meristem bunga. biosynthesis and signaling networks. Plant
Jurnal Agronomi 11(1): 35-39 Cell 14: S131–S151.
Bella dkk. : Pengujian efektivitas berbagai jenis dan konsentrasi sitokinin terhadap
multiplikasi tunas mikro pisang (Musa paradisiaca L.) secara in vitro