Anda di halaman 1dari 9

ISSN: 2302 - 6715

P-ISSN: 2302- 6715


E-ISSN: 2654- 7732
INDUKSI TUNAS SENGON (Falcataria moluccana)
BEBAS KARAT PURU SECARA IN VITRO UNTUK MENDUKUNG
PEMBANGUNAN HUTAN RAKYAT SECARA BERKELANJUTAN

Novi Syatria1), Hery Suhartoyo2), Enggar Apriyanto2)


1)
Mahasiswa Program Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam UNIB
2)
Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

ABSTRAK
Salah satu jenis yang direkomendasikan untuk industri kayu adalah Falcataria moluccana
(sengon). Saat ini pertanaman sengon banyak diserang oleh penyakit karat puru. Penyakit ini
menyebabkan daun mengeriting, melengkung, tidak normal dan menyebabkan kematian
tanaman. Salah satu solusi mengatasi penyakit karat puru adalah mengembangkan bibit
sengon yang bebas karat puru secara in vitro. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh Benzyl Amino Purine BAP) dan Naphtalene Acetic
Acid (NAA) terhadap pertumbuhan eksplan tunas sengon, dan mencari media terbaik untuk
memacu pertumbuhan eksplan sengon. Penelitian menggunakan media MS dengan perlakuan
BAP pada dosis 0, 1, 2, dan 3 ppm. Konsentrasi NAA sebesar 0, 0.25, dan 0,5 ppm. Total
ada 4 x 3 = 12 kombinasi perlakuan dengan 5 ulangan. Setiap ulangan terdiri atas 1 eksplan.
Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah persentase tumbuh eksplan dan jumlah tunas
yang terbentuk per eksplan. Peubah tambahan seperti eksplan yang berkalus dan warna kalus.
Pengukuran dilakukan setiap dua minggu selama tiga bulan. Data dianalisis varian kemudian
diuji lanjut DMRT pada taraf 5% dan 1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan
pemberian BAP mampu merangsang pembentukan tunas sengon in vitro pada konsentrasi 1
ppm BAP/l. Peningkatan konsentrasi BAP akan menurunkan induksi tunas. Sementara itu,
perlakuan NAA pada berbagai konsentrasi tidak mempengaruhi induksi tunas. Secara umum
BAP lebih berpengaruh terhadap pembentukan tunas daripada NAA. Interaksi anatara BAP
dan NAA berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah tunas. Media terbaik untuk multipikasi
tunas sengon secara in vitro adalah media MS dengan konsentrasi 1 ppm BAP/l media baik
kombinasi dengan NAA atau tidak.

Kata Kunci : sengon, BAP, NAA, karat puru, in vitro

PENDAHULUAN produktifitasnya lebih kecil daripada yang


diinginkan. Solusi yang ditawarkan untuk
Kebutuhan akan kayu dan produk mencukupi kekurangan tersebut adalah
kayu di Indonesia dan dunia terus produksi kayu melalui Hutan Tanaman
meningkat setiap tahunnya. Konsekuensi Industri (HTI).
tingginya permintaan tersebut Pembuatan HTI dalam skala besar sangat
mengakibatkan eksplorasi kayu dari hutan tergantung kepada penyediaan bibit
alam semakin tinggi. Hal ini menyebabkan dengan kuantitas dan kualitas yang tinggi.
tekanan terhadap hutan alam sebagai Akhir-akhir ini di bidang kehutanan mulai
sumber utama pemenuhan kebutuhan banyak bibit tanaman yang diproduksi
masyarakat akan semakin tinggi. Sekarang secara in vitro dengan teknik kultur
hutan alam tidak dapat lagi memenuhi jaringan. Keuntungan teknik ini
permintaan tersebut karena tingkat pelaksanaaannya tidak tergantung pada

NATURALIS – Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 119


P-ISSN: 2302- 6715
E- ISSN: 2654-7732
musim dan faktor lingkungan yang lain berasal dari tunas sengon dan mengetahui
serta tidak memerlukan daerah pembibitan konsentrasi BAP dan NAA yang paling
yang luas, disamping mutu bibit juga tepat untuk memacu pertumbuhan eksplan
terjamin. sengon.
Salah satu kabupaten di Bengkulu
yang banyak mengembangkan tanaman METODE PENELITIAN
sengon adalah Kabupaten Kepahyang. Saat
ini pertanaman sengon di Kepahyang Penelitian ini dilaksanakan selama
banyak diserang oleh penyakit karat puru. 3 (tiga) bulan pada bulan Maret-Mei 2018.
Penyakit ini menyebabkan daun Penelitian dilakukan di laboratoirum
mengeriting, melengkung dan tidak Kultur Jaringan Jurusan Kehutanan
normal. Penelitian Togatorop (2015) Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
menyimpulkan bahwa intensitas serangan Alat yang digunakan dalam penelitian ini
karat puru di Kepahyang makin besar Laminar air flow, gelas ukur, gelas kimia,
sesuai dengan ketinggian dari permukaan botol kultur, pipet, pH meter, timbangan
laut. Sengon pada ketinggian 1000 dan 800 analitik, magnetic stirer, autoclave
dpl terserang karat puru diatas 60 % /kukusan, scapel, alat tulis. Bahan yang
sedangkan pada ketinggian 300 dpl hanya digunakan dalam penelitian adalah bahan
15,7%. kimia untuk media MS dan bahan eksplan
Pohon sengon mempunyai banyak penelitian berupa biji sengon terpilih. Biji
manfaat. Dari sisi lingkungan, sengon dipanen dari pohon induk di lingkungan
banyak digunakan untuk menghijaukan Kampus Universitas Bengkulu dengan
kembali lahan-lahan kritis, lahan di pinggir kriteria secara visual bebas dari penyakit
jalan atau daerah wisata yang masih karat puru, sehat dan merupakan pohon
terbuka. Kemampuan sengon untuk terbesar di populasinya.
bersimbiosis dengan bakteri rhizobium, Rancangan penelitian yang
dapat mempercepat menambah bahan digunakan adalah Rancangan Acak
organik tanah melalui produksi seresah Lengkap Faktorial dengan dua perlakuan
sengon yang termasuk cepat. Oleh karena yaitu pemberian hormon benzyl amino
itu produksi bibit sengon unggul akan purine (BAP) dan naphatalene acetic acid
menjadi penting pada masa mendatang, (NAA). Data hasil penelitian dilakukan
tidak hanya untuk tujuan produksi kayu analisis varian dengan program SPSS dan
tapi juga pengelolaan lingkungan secara uji lanjut menggunakan Duncan Multiple
umum. Range Test (DMRT) pada taraf 5 % dan
Teknik perbanyakan vegetatif yang 1%..
bisa dilakukan adalah perbanyakan in Eksplan biji sengon disterilisasi
vitro. Sebagai tahap awal adalah penelitian dengan bakterisida Agrept 2 gr/l larutan
perbanyakan tunas sengon. Penelitian ini selama 20 menit dan dibilas dengan
akan menjadi pijakan untuk proses akuades steril 5 kali. Biji selanjuttnya
perbanyakan sengon secara keseluruhan. direndam fungisida Dhitane M 45 2 g/l
Lebih lanjut, bisa menjadi dasar untuk larutan kemudian dibilas lagi 5 kali. Tahap
pengembangan vegetatif sengon unggul berikutnya biji direndam dengan larutan
dan perakitan varitas baru sengon yang Plant Preservative Medium (PPM) dengan
mempunyai karakteristik khusus misalnya konsentrasi 2 ml/l larutan selama 2 jam.
varietas sengon dengan sifat unggul yaitu Selanjutnya biji dikecambahkan pada
bebas karat tumor (karat puru). Tujuan media MS0. Setelah 10 hari benih akan
penelitian ini adalah mengetahui pengaruh berkecambah bagian pucuk dipotong dan
pemberian hormon Benzyl Amino Purine kemudian ditanam dalam botol kultur
BAP) dan Naphtalene Acetic Acid (NAA) berisi media MS dengan perlakuan yang
terhadap pertumbuhan eksplan yang telah disiapkan.

120 Volume 8 Nomor 2, Oktober 2019


ISSN: 2302 - 6715
P-ISSN: 2302- 6715
E-ISSN: 2654- 7732
Penelitian induksi tunas sengon menggunakan autoclave dengan standar
menggunakan media MS dengan hormon suhu 121 C dan tekanan 2 atm. Penelitian
BAP dengan dosis 0, 1, 2, dan 3 ppm. menggunakan panci kukus biasa.
Dosis NAA sebesar 0, 0.25, dan 0,5 ppm. Sementara itu Plant Cell
Total ada 4 x 3 = 12 kombinasi perlakuan Technology Inc (2016) menjelaskan bahwa
dengan 5 ulangan. Setiap ulangan terdiri mekanisme kerja PPM adalah dengan cara
atas 1 eksplan. Total sampel eksplan 4 x 3 penetrasi ke dalam dinding sel bakteri dan
x 5 = 60 unit penelitian. jamur sehingga dapat menghalangi
Peubah yang diukur dalam aktifitas enzim-enzim kunci yang berperan
penelitian ini adalah persentase tumbuh dalam siklus metabolik seperti siklus citric
eksplan dan jumlah tunas yang terbentuk acid dan rantai transport elektron. Plant
per eksplan. Peubah tambahan jika ada preservative mixture juga menghalangi
seperti eksplan yang berkalus dan warna serapan monosakarida dan asam amino
kalus. Pengukuran dilakukan setiap dua dari media kultur menuju sel bakteri dan
minggu selama tiga bulan. jamur. Penambahan PPM akan dapat
membunuh dan menghambat pertumbuhan
HASIL DAN PEMBAHASAN kontaminan.
Beberapa penelitian yang
Persentase Hidup Eksplan mendukung efektifitas penambahan PPM
Pada akhir penelitian didapat pada media kultur seperti penelitian White
bahwa persentase hidup eksplan adalah dkk (2007) yang berhasil melakukan
100%. Tidak ada dijumpai kontaminasi mikropropagasi dari eksplan biji yang
baik kontaminasi jamur maupun bakteri. ditanam pada media MS padat dengan
Keberhasilan ini dipengaruhi oleh tingkat penambahan 0,5% PPM untuk
kesterilan saat sterilisasi eksplan dan menghilangkan kontaminasi bakteri.
inisiasi awal. Dengan demikian dapat Sementara itu Syatria dan Saprinurdin
disimpulkan bahwa prosedur sterilisasi (2015) meneliti induksi tunas Kayu
eksplan yang dilakukan sudah baik. Bawang (Protium Javanicum Burm F)
Disamping itu penambahan plant berhasil pada media MS dengan perlakuan
preservative mixture pada media MS konsentrasi BAP yang ditambah dengan
sangat membantu mengurangi kontaminasi PPM 0.5 ml/l media.
bakteri dan jamur. Syatria (2017)
menyatakan bahwa pemberian 0,5 – 1 ml Jumlah Tunas
PPM efektif untuk mensterilkan media Hasil analisis of varian (ANOVA)
MS dari pengaruh kontaminan meskipun untuk peubah jumlah tunas sengon dapat
proses pemasakan media tidak dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Ringkasan hasil analisis varian pada taraf 5% dan 1%


Pengukuran ke- (MST)
Perlakuan
4 6 8 10 12
BAP ** ** ** ** **
NAA ns ns ns ns ns
BxN ns ns ns ns ns

Hasil Anava pada Tabel 1 menunjukkan 5% maupun 1%. Perlakuan NAA


bawah perlakuan BAP berpengaruh sangat berpengaruh tidak nyata terhadap
nyata terhadap pertambahan jumlah tunas pertambahan jumlah tunas. Sementara itu
sengon in vitro baik pada uji DMRT taraf

NATURALIS – Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 121


P-ISSN: 2302- 6715
E- ISSN: 2654-7732
interaksi BAP dan NAA menunjukkan pertambahan jumlah tunas. Perlakuan
pengaruh tidak nyata. NAA berbeda tidak nyata pada konsentrasi
Berdasarkan hasil analisis varian N0, N1, N2 terhadap pertambahan jumlah
bahwa secara umum perlakuan tunggal tunas. Hasil uji DMRT pengukuran ke 4, 5
BAP 1 ppm/l (B1) media berbeda nyata dan 6 pada taraf 5% dan 1 % disajikan
dengan B0, B2 dan B3 terhadap pada Tabel 2.

Tabel 2. Uji lanjut DMRT pada taraf 5% dan 1% untuk peubah jumlah tunas
Uji lanjut DMRT 1%
Rank Perlakuan 4 5 6
Non-significance ranges
1 B1 a a a
2 B2 b b a
3 B3 bc bc bc
4 B0 c c c

Pertambahan jumlah tunas setiap kombinasi perlakuan selama penelitian dapat dilihat
pada Gambar 1.

Gambar. 1 Grafik pertambahan jumlah tunas pada setiap kombinasi perlakuan

Gambar 1 menunjukkan bahwa ada ppm BAP/l media mampu mendorong


kecenderungan peningkatan jumlah tunas pembelahan dan perpanjangan sel sehingga
dengan penambahan BAP. Pemberian BAP memacu morfogenesis dan pembentukan
1 ppm/l media MS memberikan rerata tunas. Hal ini sejalan dengan pendapat
jumlah tunas yang terbaik dengan Santoso dan Nursandi (2003) yang
kombinasi perlakuan B1N0 dan B1N2 menjelaskan peranan sitokinin diantaranya
yaitu sebanyak 4,2 tunas, sedangkan adalah memacu pembentangan sel,
perlakuan tanpa pemberian BAP atau B0 pembesaran dan pembelahan sel.
hanya menghasilkan 1,2 tunas pada Wattimena (1988) juga menjelaskan bahwa
kombinasi B0N0 dan B0N2. Pemberian 1 sitokinin berperan pada berbagai aspek

122 Volume 8 Nomor 2, Oktober 2019


ISSN: 2302 - 6715
P-ISSN: 2302- 6715
E-ISSN: 2654- 7732
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, konsentrasi BAP 1 ppm/l media tampak
seperti mendorong pembesaran sel, paling optimal untuk memacu pertambahan
perpanjangan koleoptil atau batang jumlah tunas.
merupakan hasil dari pembesaran tersebut. Pengaruh perlakuan tunggal BAP
Naphtalene acetic acid biasanya terhadap pertambahan jumlah tunas sengon
digunakan untuk merangsang bisa dilihat pada Gambar 2. Perlakuan B1
pembentukan kalus pada eksplan. (1 ppm BAP) menghasilkan rerata jumlah
Kombinasi NAA dan BAP pada tunas terbaik sebesar 4,13 tunas.

5
4,5
4
3,5
jumlah tunas sengon

3
B0
2,5
B1
2
B2
1,5
B3
1
0,5
0
2 4 6 8 10 12
perlakuan BAP

Gambar 2 Pengaruh BAP terhadap pertambahan jumlah tunas sengon

Peningkatan konsentrasi BAP pada bahwa pemberian 3 ppm BAP/l media


Gambar 2 dalam media dapat mengurangi memberikan respon yang paling baik
jumlah tunas yang terbentuk. Penambahan terhadap pembentukan jumlah tunas
BAP menjadi 2-3 ppm BAP/l media MS sengon. Hal ini diduga karena perbedaan
cenderung lebih sedikit menghasilkan jenis eksplan yang digunakan. Pada
jumlah tunas dibandingkan pemberian 1 penelitian ini digunakan eksplan dari
ppm BAP/l media MS. Hal ini dijelaskan potongan pucuk kecambah sengon
oleh Wudianto (2004) bahwa hormon sedangkan pada penelitian Herawan dan
hanya efektif pada jumlah tertentu. Ismail (2009) menggunakan potongan
Konsentrasi yang terlalu tinggi dapat kotiledon biji sengon. Dijelaskan oleh
merusak bagian yang terluka. Bentuk Wattimena (1988) bahwa penentuan
kerusakannya berupa pembelahan sel dan konsentrasi zat pengatur tumbuh
kalus yang berlebihan dan mencegah disesuaikan dengan tipe organ atau
tumbuhnya tunas dan akar. Sedangkan eksplan, metode kultur jaringan dan tujuan
konsentrasi dibawah optimum menjadi kultur jaringan untuk meninduksi tunas,
tidak efektif. akar, kalus dan lain-lain. Jadi
Hasil yang berbeda didapatkan kemungkinan bahwa kultur dari pucuk dan
pada penelitian Herawan dan Ismail (2009) kotiledon sengon memerlukan konsentrasi

NATURALIS – Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 123


P-ISSN: 2302- 6715
E- ISSN: 2654-7732
BAP yang berbeda. Hal ini terkait dengan berbeda nyata dalam menginduksi jumlah
banyaknya sitokinin endogen yang ada tunas sengon.
pada pucuk kemungkinan lebih besar
daripada sitokinin endogen pada kotiledon, Kalus
sehingga kultur pucuk hanya memerlukan Pada penelitian dijumpai adanya
sitokinin eksogen lebih sedikit. pembentukan kalus pada semua perlakuan.
Konsentrasi hormon juga berbeda untuk Secara umum kalus mulai dijumpai pada
jenis tanaman yang berbeda. Misalnya pengamatan ke 4 MST (umur eksplan 1
pada penelitian Sari dkk (2009) bulan). Kalus merupakan sel tanaman yang
mendapatkan bahwa pemberian 3 ppm belum terdiferensiasi dan belum
BAP/l media merupakan perlakuan terbaik mempunyai fungsi khusus. Pemberian
untuk menginduksi tunas pada meranti auksin dan sitokinin dalam konsentrasi
merah (Shorea seminis). tertentu dapat mendorong morfogenesis sel
Gambar 2. dan 3 memperlihatkan kalus. Kalus bisa berkembang menjadi
bahwa penambahan jumlah tunas tunas atau akar tergantung pada
cenderung meningkat pada umur eksplan keseimbangan auksin dan sitokinin yang
6, 8, 10 MST. Pada umur 12 MST diberikan. Kalus yang terbentuk pada
pertambahan jumlah tunas mulai menurun. penelitian ini berwarna putih, putih
Hal ini diduga bahwa pada pengukuran 3, kekuningan dan kehijauan. Kalus warna
4 dan 5 jumlah hormon yang ada dalam putih (gambar 3) biasanya tidak
media masih mencukupi untuk kebutuhan embriogenik. Sementara itu kalus yang
eksplan. Namun menjelang akhir penelitan berwarna putih kuning kehijauan
yaitu pada umur eksplan 12 MST (umur berpeluang untuk mengalami morfogenesis
eksplan 3 bulan) ketersediaan hormon dan membentuk tunas. Gunawan (1992)
nutrisi sudah berkurang. Hal ini berdampak menyatakan bahwa produksi kalus
pada penurunan jumlah tunas baru yang biasanya terbentuk dalam media yang
terbentuk. Berdasarkan pengalaman, mengandung auksin dan kadang-kadang
eksplan usia 3 bulan memang sudah sitokinin. Dalam penelitian ini digunakan
saatnya untuk memasuki tahap subkultur sitokinin BAP dan auksin NAA.
berulang dengan dipindahakan ke media Yelnititis (2013) melakukan
baru dengan hormon yang sama atau induksi embrio somatik Shorea pinanga
memasuki periode pengakaran dengan pada berbagai kondisi fisik media berbeda.
dipindahkan ke media baru dengan Hasil peneltiannya menunjukkan bahwa
penambahan hormon perangsang akar kalus yang baik berwarna putih
seperti IAA dan IBA. kekuningan dan remah (friabel). Kalus
Sementara itu pengaruh perlakuan remah mmepunyai kandungan air yang
tunggal NAA terhadap pertambahan lebih banyak daripada kalus kompak.
jumlah tunas berpengaruh tidak nayata. Kalus remah bisa berkembang menjadi
Hasil uji lanjut DMRT menunjukkan kalus embriogenik melalui pemindahan
bahwa antar konsentrasi NAA tidak berulang atau subkultur dengan jenis
media yang sama.

124 Volume 8 Nomor 2, Oktober 2019


ISSN: 2302 - 6715
P-ISSN: 2302- 6715
E-ISSN: 2654- 7732

Gambar 3. Kalus berwarna putih pada perlakuan B0N0

Pengembangan Sengon Bebas Karat atau bebas dari karat puru bisa
Puru dikembangkan secara klonal melalui kultur
Penelitian mengambil bahan jaringan untuk produksi massal varietas
sumber eksplan dari pohon induk sengon sengon karat puru. Penelitian Togotorop
di kampus Universitas Bengkulu. (2015) mengenai serangan karat puru di
Pemilihan pohon induk berdasarkan Kabupaten Kepahyang Propinsi Bengkulu
pengamatan visual bahwa pohon bebas mendapatkan data bahwa sekitar 60%
dari serangan karat puru. Pengamatan pertanaman sengon terkena serangan karat
langsung tidak mendapati adanya puru. Berarti ada populasi ada sekitar 40%
serangan karat puru yang terlihat pada yang bisa dijadikan bahan seleksi untuk
batang, ranting atau daun. Pada kasus pengembangan sengon tahan karat puru.
dimana suatu daerah sudah terkena wabah Dari populasi 40% tadi bisa diseleksi lagi
penyakit karat puru tindakan yang bisa mana pohon yang benar-benar bebas
dilakukan adalah eradikasi dengan serangan karat puru, disamping juga
membinasakan semua tanaman yang memperhatikan kriteria pohon unggul
terkena serangan dengan cara dibakar. secara umum seperti pohon terbesar dan
Pertanaman selanjutnya menggunakan tinggi di populasi tersebut. Dengan
bibit yang diproduksi bebas karat puru demikian hasil akhirnya akan didapatkan
misalnya yang dihasilkan dari kultur varietas yang bisa dikembangkan secara
jaringan. Hasil penelitian ini akan menjadi massal.
landasan untuk pengembangan sengon Pertanaman sengon di Kabupaten
tahan kuru dalam jangka panjang. Kepahyang Provinsi Bengkulu
Penelitian di lapangan perlu dilakukan kemungkinan awalnya mengintroduksi biji
untuk eksplorasi sengon tahan karat puru. sengon dari wilayah yang sudah terkena
Seleksi lapangan dengan mencari pohon wabah karat puru. Biji yang dikembangkan
unggul bisa dilakukan di pertanaman di Kepahyang sudah membawa spora
sengon yang terserang karat puru dalam jamur yang akhirnya berkembang disana.
skala parah. Tanaman yang bisa bertahan Spora jamur penyebab karat puru bisa

NATURALIS – Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 125


P-ISSN: 2302- 6715
E- ISSN: 2654-7732
menempel pada biji pada saat pemanenan 2015). Pada tahun 2015, serangan karat
buah. Produksi bibit sengon melalui biji puru di kabupaten Kepahyang sudah
beresiko tinggi ikut menyebarkan penyakit termasuk parah untuk pertanaman pada
karat puru ke daerah baru yang ketinggian 800 m dpl atau lebih. Lebih
mengintroduksi sengon dari daerah yang lanjut Togatorop (2015) menyarankan agar
sudah terkena wabah karat puru. Rahayu penanaman sengon sebaiknya pada
(1988) mengatakan bahwa karat puru bisa ketinggian dibawah 300 mpl dan perlu
menyerang mulai dari tingkat persemaian adanya pengembangan bibit yang bebas
sampai pada pohon dewasa. atau tahan karat puru untuk pengembangan
Gambar 4 menunjukkan contoh sengon pada daerah dengan ketinggian di
sengon yang terserang penyakit karat puru atas 800 m dpl.
di Kabupaten Kepahyang (Togatorop,

Gambar 4. Penyakit karat puru di Kepahyang (Togatorop, 2015)

Pengamatan langsung di lereng Gunung terkena serangan penyakit juga. Namun


Merapi menunjukan serangan karat puru individu dalam populasi 40% tersebut bisa
yang sangat parah. Dari tiga plot menjadi titik tolak bahan penelitian.
pengamatan ukuran 10 x 10 m yang dibuat,
hasilnya menunjukkan bahwa serangan KESIMPULAN
karat puru mencapai 100%. Artinya dari
tiga plot yang dibuat belum dijumpai Berdasarkan hasil penelitian yang
individu pohon sengon yang tahan diperoleh dan pembahasan hasil maka
serangan. Dari sisi eksplorasi, sebenarnya dapat ditarik kesimpulan: 1). Perlakuan
pada tingkat serangan 100% ini seleksi pemberian hormon BAP mampu
akan lebih efektif dilakukan. Jika merangsang pembentukan tunas sengon in
pengamatan diperluas cakupannya maka vitro konsentrasi 1 ppm BAP/lt.
kemungkinan akan ada beberapa individu Peningkatan konsentrasi BAP akan
yang bebas dari serangan karat puru. menurunkan induksi tunas. Sementara itu,
Individu-individu inilah yang diduga perlakuan NAA pada berbagai konsentrasi
memiliki gen ketahanan terhadap karat tidak mempengaruhi induksi tunas, 2).
puru. Jika seleksi dilakukan di pertanaman Media terbaik untuk multipikasi tunas
sengon dengan intensitas serangan 60% sengon secara in vitro adalah media MS
belum tentu menjamin bahwa yang 40% dengan konsentrasi 1 ppm BAP/l media
sebenarnya memiliki ketahanan terhadap baik kombinasi dengan NAA atau tidak,
karat puru. Bisa saja individu belum dengan menghasilkan rerata tunas
terkena serangan dan suatu saat akan terbanyak 4,2 tunas/eksplan.

126 Volume 8 Nomor 2, Oktober 2019


ISSN: 2302 - 6715
P-ISSN: 2302- 6715
E-ISSN: 2654- 7732
DAFTAR PUSTAKA Syatria, N (2017). Penggunaan Plant
Preservative Mixture(PPM) untuk
Budiman, B, dan I.P. Rianti, 2014. Teknik Sterilisasi Eksplan dan Media Pada
pengendalian Penyakit Karat Puru Kultur In Vitro. Prosiding Seminar
Pada pohon Sengon. Nasional Bioteknologi IV
http://bp2sdmk. dephut. go.id/ Universitas Gadjah Mada. Program
emagazine/ index.php/teknis/25- Studi S2/S3 Sekolah Pascasarjana
teknikpengendalianpenyakit-karat- UGM. Hal 257-272.
puru-pada-pohon-sengon. html,. Santoso, U, dan F. Nursandi, 2003. Kultur
Diunduh 20 januari 2016 Jaringan Tanaman. Universitas
Departemen Kehutanan, 1999. Panduan Muhammadiyah Malang.
Kehutanan Indonesia. Jakarta Sari, Y.P, D.Susanto dan F. Irawan (2009)
Herawan, T dan B. Ismail. 2009. Respon Pertumbuhan Tunas
Penggunaan Kombinasi Auksin dan Meranti Merah (Shorea seminis)
Sitokinin Untuk Menginduksi dengan Pemberian Zat Pengatur
Tunas Pada Kultur Jaringan Sengon Tumbuh BA (Benzil Adenin)
(Falcataria moluccana) Secara In Vitro. Jurnal Bioprospek
Menggunakan bagian Kotiledon. Volume 6 N0. II September 2009.
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. Togatorop, H. 2015. Intensitas Serangan
Vol 3 No 1 Juli 2009, 23-31. Penyakit Karat Puru Pada Tanaman
Khaerudin, 1994. Pembibitan Tanaman Sengon Pada ketinggian yang
HTI. Penebar Swadaya. Jakarta Berbeda di Kepahyang Provinsi
Plant Cell Technology Inc, 2016. Bengkulu. Skripsi Program Studi
Introduction about PPM. Kehutanan Jurusan Kehutanan
http://www.plantcelltechnology.co Fakultas Pertanian Universitas
m/about-ppm/. Diunduh 15 Bengkulu.
Oktober 2016. Wattimena, I.G. 2004. Penerapan Kultur
Pusat Litbang Hutan Tanaman. 2009. Jaringan Dalam Mengatasi
Penyakit Karat Puru Pada Sengon Kelangkaan Bibit. Pelatihan
(Paraserianthes falcataria) dan Peningkatan SDM Perguruan
Teknik Pengendaliannya. Bogor. Tinggi Dalam Pengembangan
Prosea, 1994. Plant Resources of South – Sistim Pertanian Berkelanjutan.
East Asia (1) Timber Trees: Universitas Andalas. Sumatra
Commercial Timbers. Bogor – Barat.
Indonesia. White, I, L.Oshima dan N.D. Leswara
Rahayu, 1998. Penyakit Tanaman Hutan di (2007). Antimicrobial Activity and
Indonesia. Kanisius. Yogyakarta. micropropagation of Peperomia
Syatria, N dan Saprinurdin, 2015. Induksi tetraphylla. Journal medical and
tunas kayu bawang (Protium Biological Sciences. Volume 1,
Javanicum Burm F) pada berbagai Issue 1.
konsentrasi Benzyl Amino Yelnititis, 2013. Induksi Embrio Somatik
Purinesecara in vitro. Laporan Shorea pinanga Scheff pada Kondi-
Penelitian Universitas Bengkulu. si Fisik Media Berbeda. Jurnal
2014 Pemuliaan tanaman Hutan vol 7 No
2 September 2013, hal 73-84.

NATURALIS – Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 127

Anda mungkin juga menyukai