Anda di halaman 1dari 17

Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 14 No.

1, Juni 2017, 1-17


ISSN: 1829-6327, E-ISSN: 2442-8930
Terakreditasi No: 677/AU3/P2MI-LIPI/07/2015

REGENERASI TUNAS ADVENTIF DARI EKSPLAN DAUN TEMBESU (Fagraea


fragrans Roxb.) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN

(Regeneration of Adventitious Shoots From Leaf Explant of Tembesu (Fagraea fragrans


Roxb.) by tissue culture)

Ratna Uli Damayanti S1, Supriyanto2, Arum Sekar Wulandari2 dan/and


Benny Subandy2
1
Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan
Jl. Pakuan Ciheuleut PO BOX 105
2
Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB
Jl. Lingkar Kampus IPB, Darmaga Bogor 16680, Jawa Barat, Indonesia
3
Pusat Perbenihan dan Persemaian Rumpin, Kementrian Kehuanan, Bogor
Jl. Prada samlawi no 1, Bogor, Jawa Barat, Indonesia

ABSTRACT
Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.) is one of native tree species in peatland forest and has high economical
values. Sufficient amount in time of qualified seedlings is needed to support peatland rehabilitation program,
and it can be achieved by tissue culture. The objective of the research was to find out the best modification
medium of MS based on concentration of nitrogen and BAP for induction and multiplication of adventitious
shoot from leaves. The protocol of tissue culture consisted of preparation of plant material, adventitious
shoots induction, shoots multiplication, shoots elongation, rooting and seedling acclimatization. The results
showed (1) addition of BAP 1,5 ppm on MS medium (80 mmol N) induced adventitious shoots from leaves;
(2) addition of BAP 0,1 ppm on MS medium (80 mmol N) stimulated the highest multiplication of shoots; (3).
clone 2 was the best explant on elongation and rooting stage; (4). clone 4 was the best explant in
acclimatization stage.
Keywords : Fagraea fragrans, tissue culture, medium, organogenesis

ABSTRAK
Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.) merupakan jenis pohon yang mampu tumbuh di hutan rawa gambut dan
bernilai ekonomi tinggi. Untuk mendukung program rehabilitasi lahan gambut, maka diperlukan bibit yang
berkualitas, jumlah yang cukup dan tepat waktu. Upaya yang diperlukan dalam menyediakan bibit tersebut
adalah perbanyakan bibit melalui teknik kultur jaringan. Tujuan penelitian adalah mendapatkan komposisi
media tumbuh MS dan zat pengatur tumbuh yang tepat dalam pembentukan dan perbanyakan tunas adventif
dari daun tembesu. Metode penelitian terdiri dari persiapan bahan tanaman, induksi tunas adventif,
perbanyakan tunas adventif, elongasi, pengakaran dan aklimatisasi. Penelitian menunjukkan bahwa hasil
yang terbaik yaitu (1) untuk menginduksi tunas adventif diperlukan media MS (80 mmol N) dengan
penambahan BAP 1,5 ppm; (2) untuk perbanyakan tunas adventif diperlukan media MS (60 mmol N) dengan
penambahan 0,1 ppm BAP; (3) pada tahap elongasi dan pengakaran lebih baik menggunakan tunas adventif
dari klon 2; dan (4) pada tahap aklimatisasi lebih baik menggunakan tunas adventif klon 4.
Kata kunci : Fagraea fragrans, kultur jaringan, media, organogenesis

I. PENDAHULUAN gambut. Sebarannya mulai Indomalaysia


sampai ke Birmania (Jonville et al.,
Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.) 2008). Berdasarkan habitat alaminya
termasuk famili Gentianaceae. Tembesu mampu hidup di kondisi lahan asam.
secara alami tumbuh di hutan alam rawa
1
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol. 14 No. 1, Juni 2017, 1-17

Secara ekologi pohon tembesu termasuk bibit berkualitas dalam jumlah yang
jenis pionir yang tumbuh di lahan bekas banyak. Tujuan penelitian adalah men-
terbakar dan padang rumput. Kayunya dapatkan media tumbuh dan zat pengatur
digunakan untuk kayu ukir, konstruksi tumbuh yang tepat dalam pembentukan
bangunan. Ekstrak daun dan kulit batang tunas adventif dari daun tembesu.
tembesu menghasilkan secoiridoid
aglycone yang diberi nama fagraldehyde
II. METODOLOGI
yang berkhasiat sebagai obat malaria,
disentri dan penurun panas (Jonville et A. Lokasi Penelitian
al., 2008).
Permintaan kayu tembesu di kota Penelitian dilakukan di Tissue
Palembang pada tahun 2011 mencapai Culture Laboratory, Rumpin Seed Source
3.120 m3/tahun (A Sofyan, Lukman, and Nursery Center (RSSNC), Bogor.
Junaidah, & Nasrun, 2013). Kesulitan Penelitian dilakukan pada bulan Agustus
mendapatkan bahan baku kayu tembesu 2015 sampai dengan Juli 2016.
disebabkan eksploitasi berlebih dan
kebakaran hutan yang terjadi hampir B. Metode
setiap tahun sehingga potensi tegakan 1. Persiapan bahan tanaman
tembesu di alam semakin menurun.
Untuk meningkatkan potensi tegakan Eksplan yang digunakan dalam
tembesu, upaya yang dilakukan, yaitu penelitian adalah tunas lateral dengan
penanaman di lahan hutan alam tidak panjang 1-2 cm dari bibit tembesu umur
produktif dan mengembangkan tembesu sepuluh bulan. Sterilisasi eksplan
di areal hutan tanaman. Saat ini, kegiatan dilakukan di luar dan di dalam laminar
penanaman tembesu masih menggunakan air flow cabinet. Eksplan dicuci dengan
bibit asalan (cabutan alami dan benih deterjen sebanyak 1 g/l selama 10 menit,
yang diperoleh bukan hasil pemuliaan). kemudian dibilas dengan air mengalir.
Inisiasi percepatan penyediaan bibit Eksplan yang sudah dibilas dipindah
berkualitas melalui teknik vegetatif dari dalam larutan fungisida (bahan aktif
pohon plus sangat diperlukan. Salah satu propineb 70%) sebanyak 2 g/l ditambah
teknik vegetatif yang dapat menjamin tween 3 tetes dan dikocok dengan shaker
ketersersediaan bibit berkualitas secara selama 60 menit, kemudian dibilas air
terus-menerus yaitu melalui teknik destilasi hingga bersih. Perendaman
mikropropagasi dari daun. selanjutnya dalam larutan bakterisida
Teknik mikropropagasi dari (bahan aktif streptomisin sulfat 6,41%)
material daun merupakan salah satu sebanyak 2 g/l ditambah tween 3 tetes
teknik kultur jaringan yang diharapkan dan dikocok dengan shaker selama 60
bisa memperbanyak klon-klon dengan menit, kemudian dibilas air destilasi
produktivitas tegakan yang tinggi. hingga bersih. Penggunaan tween 20
Regenerasi tanaman melalui teknik kultur berfungsi sebagai pelembab permukaan
jaringan tembesu telah dilakukan melalui eksplan agar bahan yang akan disterilisasi
teknik mikropropagasi daun tembesu dapat menyerap dengan baik. Proses
(Ardiansyah, 2015). Hal yang perlu sterilisasi lanjutan dikerjakan di dalam
dilakukan lebih lanjut yaitu bagaimana laminar air flow cabinet yaitu pe-
diperolehnya komposisi media dan zat rendaman larutan hipoklorit 0,5%
pengatur tumbuh yang tepat untuk kultur ditambahkan satu tetes tween 20 dan
jaringan dari material daun tembesu dikocok menggunakan shaker selama 10
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu menit, kemudian dibilas menggunakan air
dilakukan penelitian untuk memperoleh steril sampai bersih. Berikutnya direndam
2
Regenerasi Tunas Adventif Dari Eksplan Daun Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.)
Melalui Teknik Kultur Jaringan
Ratna Uli Damayanti S, Supriyanto, Arum Sekar Wulandari dan Benny Subandy

dalam larutan hipoklorit 0,75% di- Total unit yang diamati adalah sembilan
tambahkan satu tetes tween 20 dan puluh tanaman untuk percobaan kedua.
dikocok menggunakan shaker selama 15 Dari hasil percobaan pertama dan kedua
menit, kemudian dibilas menggunakan air yang terbaik, selanjutnya dilakukan tahap
steril sampai bersih. Tahap akhir percobaan ketiga, yaitu pengujian induksi
sterilisasi, eksplan direndam dalam tunas adventif dari daun tembesu.
larutan aklohol 70% selama 1 menit. Rancangan yang digunakan adalah RAL
Eksplan yang telah disteril ditanam dalam dengan perlakuan konsentarsi nitrogen 60
media MS (Murashige dan Skoog) mmol (NO3- : NH4+ = 2 : 1, (v:v)); 70
dengan jumlah nitrogen 80 ppm ditambah mmol (NO3- : NH4+ = 2,5 : 1, (v:v)); 80
BAP (Benzylaminopurine) 1,5 ppm mmol (NO3- : NH4+ = 3 : 1, (v:v)); 90
(Ardiansyah, Supriyanto, Wulandari, mmol (NO3-: NH4+ = 3,5 : 1, (v:v)) dan
Subandy, & Fitriani, 2014). Eksplan 100 mmol (NO3- : NH4+ = 4 : 1, (v:v)).
aseptik diambil dari bagian daun yang Setiap perlakuan terdiri atas tiga ulangan
telah terbuka pada ruas pertama dan dan setiap unit percobaan terdiri atas
kedua untuk digunakan pada penelitian sepuluh tanaman. Total unit yang diamati
ini. adalah 150 tanaman untuk percobaan
ketiga.
2. Induksi dan perbanyakan tunas Penempatan eksplan di dalam
adventif media kultur jaringan dilakukan dengan
Induksi pembentukan tunas dari bagian bawah daun menyentuh media.
daun bertujuan untuk mengetahui apakah Botol kultur yang telah terisi eksplan
tunas dapat terbentuk dari daun tembesu. ditutup dan diletakkan di ruang kultur
Induksi pembentukan tunas dari daun pada suhu (24 ± 1)ºC dengan cahaya
dilakukan dengan tiga kali percobaan. lampu TL 5 Watt. Pengamatan dilakukan
Tahap percobaan pertama, menguji media setelah 4 minggu. Parameter yang
dengan konsentrasi nitrogen sebanyak 60 diamati adalah persentase tumbuh, per-
mmol (NO3- : NH4+ = 2 : 1, (v:v)) sentase tunas adventif, jumlah tunas
ditambah dengan zat pengatur tumbuh adventif per eksplan, waktu muncul tunas
BAP berbagai konsentrasi. Penelitian adventif, dan jumlah tunas aksiler per
menggunakan Rancangan Acak Lengkap eksplan.
(RAL) dengan perlakuan konsentrasi zat Multiplikasi dilakukan dengan cara
pengatur tumbuh BAP yaitu konsentrasi memindahkan seluruh bagian (daun dan
1; 1,5; dan 2 ppm. Setiap perlakuan tunas) kedalam media dengan jumlah
diulang tiga kali dan setiap unit per- nitrogen sebanyak 60 mmol (NO3- : NH4+
cobaan terdiri atas sepuluh tanaman. = 3 : 1, (v:v)) ditambah zat pengatur
Total unit yang diamati adalah sembilan tumbuh BAP sebanyak 0,1 ppm. Hal ini
puluh tanaman untuk percobaan pertama. dimaksudkan untuk menghilangkan ke-
Tahap percobaan kedua, menguji media butuhan eksplan terhadap zat pengatur
dengan konsentrasi nitrogen 80 ppm tumbuh. Pemindahan selanjutnya ke
(NO3- : NH4+ = 3 :1, (v:v)) ditambah BAP media pemanjangan akan dilakukan tanpa
berbagai konsentrasi. Rancangan yang penggunaan zat pengatur tumbuh.
digunakan adalah RAL dengan perlakuan Eksplan yang diperbanyak adalah eksplan
konsentrasi nitrogen 80 ppm yang yang berasal dari tunas adventif. Karena
ditambah dosis zat pengatur tumbuh BAP eksplan yang didapat jumlahnya tidak
(konsentrasi 1; 1,5; dan 2 ppm). Setiap memenuhi syarat untuk diujicobakan,
perlakuan diulang tiga kali dan setiap unit maka tidak dilakukan uji secara statistik
percobaan terdiri atas sepuluh tanaman.
3
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol. 14 No. 1, Juni 2017, 1-17

tetapi dilakukan pengamatan secara aklimatisasi yang telah terisi ditutup rapat
deskriptif. menggunakan plastik untuk menghindari
terjadinya penguapan berlebih. Wadah
3. Elongasi, pengakaran dan aklimati- berisi planlet ditempatkan di dalam box
sasi tunas adventif plastik dan disimpan dalam tempat yang
Tunas yang dihasilkan pada tahap teduh.
multiplikasi kemudian ditanam pada Planlet yang ditanam adalah tunas
media ½ MS ditambah arang sebanyak 1 adventif dan tunas aksiler. Tahap akli-
g/l. Tahapan elongasi dan pengakaran matisasi dilakukan untuk mengetahui
dijadikan satu, karena eksplan tembesu kemampuan adaptasi dan pertumbuhan
dapat berakar tanpa diinduksi meng- planlet tembesu. Rancangan yang diguna-
gunakan zat pengatur tumbuh auksin kan adalah RAL dengan perlakuan asal
(Ardiansyah, 2015). Tahap elongasi dan tunas. Setiap perlakuan terdiri atas tiga
pengakaran dilakukan untuk melihat ulangan dan setiap perlakuan berisi
pertumbuhan eksplan asal aksiler dan sepuluh tanaman. Total unit yang diamati
adventif. Rancangan percobaan yang adalah 150 tanaman. Eksplan diamati se-
digunakan adalah RAL dengan perlakuan telah 4 minggu, dengan parameter yang
asal tunas adventif dan aksiler. Setiap diamati adalah persentase tumbuh,
perlakuan diulang tiga kali dan setiap jumlah daun baru, dan tinggi bibit.
ulangan berisi sepuluh tanaman. Total
unit yang diamati adalah 150 tanaman. C. Analisis Data
Eksplan diamati pada minggu ke-4. Data yang diambil kemudian
Parameter yang diamati adalah persentase dianalisis menggunakan sofware Micro-
tumbuh, panjang tunas, jumlah akar, dan soft Excel, SAS Version 9.1, dan Minitab
panjang akar. Version 16. Untuk menentukan perbeda-
Planlet yang telah berakar dari an antar perlakuan dilakukan uji jarak
setiap perlakuan diaklimatisasi meng- berganda Duncan.
gunakan media campuran tanah, pasir
dan arang sekam dengan perbandingan
1:1:0,25, (v:v:v). Media tersebut disterili- III. HASIL DAN PEMBAHASAN
sasi menggunakan autoklaf pada suhu
A. Hasil
121–126oC dan tekanan 1,5 atm selama
20–40 menit. Planlet yang dipindahkan 1. Tahap induksi tunas dari daun
minimal sudah memiliki akar. Planlet Tiga langkah yang ditempuh untuk
terpilih kemudian disimpan pada suhu menghasilkan tunas adventif dari daun
26–28ºC selama 2–3 hari untuk menye- tembesu yaitu (1) modifikasi konsentrasi
suaikan kondisi dari ruang ber-AC. zat pengatur tumbuh BAP untuk men-
Planlet dikeluarkan dari botol kultur, dapatkan konsentrasi BAP terbaik, (2)
akarnya dicuci sampai media yang modifikasi konsentrasi nitrogen, dan (3)
menempel hilang (menghindari kon- mengkombinasikan konsentrasi BAP dan
taminasi fungi). Planlet yang telah bersih nitrogen yang terbaik untuk menginduksi
direndam dalam larutan bakterisida dan tunas adventif. Berdasarkan hasil sidik
fungisida masing-masing sebanyak 1 g/l ragam pada percobaan pertama, bahwa
selama 15 menit, kemudian ditanam konsentrasi BAP berpengaruh nyata
dalam media aklimatisasi. Wadah akli- terhadap persentase tunas adventif,
matisasi yang digunakan adalah wadah jumlah tunas adventif per eksplan, waktu
plastik berdiameter 8 cm, dalam satu muncul tunas adventif dan jumlah tunas
wadah ditanam satu eksplan. Wadah aksiler per eksplan, namun terhadap
4
Regenerasi Tunas Adventif Dari Eksplan Daun Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.)
Melalui Teknik Kultur Jaringan
Ratna Uli Damayanti S, Supriyanto, Arum Sekar Wulandari dan Benny Subandy

persentase tumbuh eksplan tidak konsentasi BAP 1 dan 2 ppm, kecuali


berpengaruh nyata. Hasil uji Duncan konsentrasi BAP 1 ppm menghasilkan
(Tabel 1) menunjukkan bahwa kon- jumlah tunas aksiler per eksplan yang
sentrasi BAP 1,5 ppm mampu tertinggi dan berbeda nyata dengan
menghasilkan persentase tunas adventif, konsentrasi lainnya. Hasil analisis uji
jumlah tunas adventif dan waktu muncul Duncan disajikan pada Tabel 1.
tunas adventif yang berbeda nyata dengan

Tabel (Table) 1. Pengaruh zat pengatur tumbuh BAP dalam media dengan konsentrasi
nitrogen 60 mmol terhadap pertumbuhan tunas adventif tembesu (The
effects of plant growth regulator BAP on the medium 60 mmol of
nitrogen concentration to the adventitious shoots of tembesu)
Konsentrasi Persentase Persentase Jumlah tunas Waktu muncul Jumlah tunas
BAP tumbuh tunas adventif adventif per tunas adventif aksiler per
(Concentration (Survival) (The eksplan (Time of eksplan
of BAP) (ppm) (%) adventitious (Number of adventitious (Number of
shoot) (%) adventitious shoot) axiler shoot
per explant) (Minggu ke-) per explant)
(Tunas) (Week to) (Tunas)
(Shoot) (Shoot)
1.0 73 a 0b 0b 0b 7a
1.5 70 a 13 a 1a 4a 4b
2.0 80 a 0b 0b 0b 3b
Keterangan (Remaks): Data sudah ditranformasi menggunakan metode arcsin√% (Data were transformed
using arcsin √% method); Angka rerata yang diikuti oleh huruf yang sama pada
kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji wilayah
berganda duncan pada taraf 5% (Mean followed by the same letter in the same
column are not significantly different based on duncan multiple range test (DMRT) at
p=0.05)

Tabel 1 menunjukkan bahwa dan 2 ppm, akan tetapi konsentrasi


konsentrasi BAP 1 dan 2 ppm tidak dapat tersebut merupakan konsentrasi yang
menginduksi tunas adventif, tetapi tunas dapat menginduksi tunas adventif.
yang muncul adalah tunas aksiler. Banyaknya tunas adventif yang dihasil-
Konsentrasi BAP 1 dan 1,5 ppm sama- kan adalah 13% dari eksplan yang
sama memiliki persentase tumbuh yang tumbuh, jumlah tunas yang dihasilkan
hampir sama, akan tetapi memiliki adalah 1 tunas per eksplan yang muncul
perbedaan terhadap kemampuan memun- pada minggu ke-4 setelah ditanam.
culkan tunas adventif dan tunas aksiler. Dengan demikian, untuk menginduksi
Konsentrasi BAP sebanyak 1 ppm tunas adventif pada media dengan
mampu menghasilkan tunas aksiler lebih konsentrasi nitrogen 60 mmol sebaiknya
banyak, tetapi tidak dapat menginduksi dilakukan penambahan BAP sebanyak
tunas adventif, kecuali konsentrasi 1,5 1,5 ppm.
ppm menginduksi tunas adventif dari Selain media dengan konsentrasi
daun. Semakin tinggi dosis BAP yang nitrogen 60 mmol, konsentrasi nitrogen
digunakan pada media nitrogen 60 ppm, 80 mmol juga diujicobakan pada media
maka jumlah tunas aksiler yang muncul dengan hasil bahwa dosis BAP ber-
akan semakin sedikit. Konsentrasi BAP pengaruh signifikan terhadap persentase
1,5 ppm memiliki persentase tumbuh tumbuh eksplan, jumlah tunas adventif
yang tidak berbeda nyata dengan BAP 1 per eksplan dan jumlah tunas aksiler per
5
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol. 14 No. 1, Juni 2017, 1-17

eksplan, namun terhadap waktu muncul dibandingkan percobaan pertama. Pada


tunas adventif tidak berpengaruh nyata. percobaan pertama konsentrasi BAP 1
Hasil uji lanjut menunjukkan dan 2 ppm tidak dapat menginduksi tunas
bahwa konsentrasi BAP 1 dan 1,5 ppm adventif, sedangkan pada percobaan
memiliki persentase tumbuh yang tidak kedua tunas adventif muncul dari daun
berbeda nyata, tetapi berbeda nyata tembesu. Jumlah tunas adventif yang
dengan konsentrasi 2 ppm (Tabel 2). dihasilkan dari daun sebanyak satu tunas
Penambahan BAP sebanyak 2 ppm dapat per eksplan untuk konsentrasi 1 dan 2
menghambat pertumbuhan eksplan, ppm, sedangkan konsentrasi 1,5 ppm
jumlah tunas adventif dan jumlah tunas menghasilkan tiga tunas per eksplan. Hal
aksiler. Konsentrasi 1; 1,5; dan 2 ppm ini membuktikan bahwa penambahan
terbukti dapat memunculkan tunas konsentrasi nitrogen dari 60 mmol
adventif dari daun. Pada percobaan ini menjadi 80 mmol dalam media mem-
terlihat adanya peningkatan persentase pengaruhi kemunculan tunas adventif.
tunas adventif dan jumlah tunas adventif

Tabel (Table) 2. Pengaruh zat pengatur tumbuh BAP dalam media dengan jumlah
nitrogen 80 mmol terhadap pertumbuhan tunas adventif tembesu (The
effects of plant growth regulator BAP on medium 80 mmol of nitrogen
concentration to adventitious shoots of tembesu)
Konsentrasi Persentase Persentase Jumlah tunas Waktu Jumlah tunas
BAP tumbuh tunas adventif adventif per muncul tunas aksiler per
(Concentration (Survival) (The eksplan (Number adventif eksplan (Number
of BAP) (ppm) (%) adventitious of adventitious (Time of of axiler shoot
shoot) (%) per explant) adventitious per explant)
(Tunas) shoot) (Tunas)
(Shoot) (Minggu ke-) (Shoot)
(Week to)
1,0 90 a 23 b 1b 4a 10 a
1,5 93 a 40 a 3a 4a 11 a
2,0 57 b 20 b 1b 3a 7b
Keterangan (Remaks) : Data sudah ditranformasi menggunakan metode arcsin√% (Data were transformed
using arcsin√% method); Angka rerata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom
yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji wilayah berganda
duncan pada taraf 5% (Mean followed by the same letter in the same column are not
significantly different based on duncan multiple range test (DMRT) at p=0.05)

Rata-rata persentase tunas yang mal untuk memunculkan tunas adventif


didapatkan dari konsentrasi BAP se- dari daun.
banyak 1,5 ppm merupakan persentase Pada media yang diberi nitrogen 80
tunas adventif tertinggi (38%) di- mmol yang ditambahkan dosis BAP 1
bandingkan dua konsentrasi lainnya. dan 1,5 ppm menghasilkan jumlah tunas
Konsentrasi BAP 1,5 ppm merupakan aksiler yang lebih tinggi dan berbeda
konsentrasi dengan persentase tumbuh nyata daripada konsentrasi BAP 2 ppm.
eksplan tertinggi (93%) dan jumlah tunas Sama halnya yang terjadi pada percobaan
adventif terbanyak (tiga tunas per pertama, penambahan BAP dalam media
eksplan). Dengan demikian kosentrasi menurunkan jumlah tunas aksiler. Per-
BAP sebanyak 1,5 ppm pada percobaan cobaan pertama, konsentrasi maksi-mum
kedua merupakan konsentrasi yang opti- untuk menginduksi tunas aksiler adalah 1

6
Regenerasi Tunas Adventif Dari Eksplan Daun Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.)
Melalui Teknik Kultur Jaringan
Ratna Uli Damayanti S, Supriyanto, Arum Sekar Wulandari dan Benny Subandy

ppm, sedangkan percobaan kedua kon- modifikasi konsentrasi nitrogen (60, 70,
sentrasi maksimum adalah 1,5 ppm. 80, 90 dan 100 mmol) dalam media MS.
Berdasarkan percobaan pertama Kelima konsentrasi nitrogen dalam media
dan kedua dapat disimpulkan bahwa ditambahkan BAP sebanyak 1,5 ppm.
konsentrasi BAP sebanyak 1,5 ppm yang Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
ditambahkan dalam media merupakan konsentrasi nitrogen berpengaruh nyata
konsentrasi terbaik untuk menginduksi terhadap persentase tumbuh, persentase
tunas adventif. Peningkatan konsentrasi tunas adventif, jumlah tunas adventif per
nitrogen dari 60 mmol menjadi 80 mmol eksplan dan jumlah tunas aksiler per
dalam media berpengaruh terhadap eksplan. Untuk melihat konsentrasi
respon pertumbuhan tunas adventif dan nitrogen terbaik, maka dilakukan uji
tunas aksiler yang dihasilkan. lanjut Duncan terhadap respon per-
Selanjutnya, dilakukan percobaan tumbuhan disajikan pada Tabel 3.
ketiga yang ditujukan untuk mendapatkan

Tabel (Table) 3. Pengaruh perlakuan jumlah nitrogen dalam media terhadap pertumbuhan
tunas adventif tembesu (The effect of nitrogen concentration on medium
to the growth of adventitious shoots of tembesu)
Konsentrasi Persentase Persentase Jumlah tunas waktu muncul Jumlah tunas
nitrogen tumbuh tunas adventif adventif per tunas adventif aksiler per
(Concentration (Survival) (The eksplan (Number (Time of eksplan
of nitrogen) (%) adventitious of adventitious adventitious (Number of
(ppm) shoot) (%) per explant) shoot) axiler shoot
(Tunas) (Minggu ke-) per explant)
(Shoot) (Week to) (Tunas)
(Shoot)
60 100 a 23 a 4b 4a 8 ab
70 100 a 23 a 7a 4a 9a
80 100 a 30 a 5a 3a 9a
90 80 b 17 a 6a 2a 5b
100 63 b 13 a 4b 4a 5b
Keterangan (Remaks): Data sudah ditranformasi menggunakan metode arcsin√% (Data were transformed
using arcsin√% method); Angka rerata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom
yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji wilayah berganda
duncan pada taraf 5%. (Mean followed by the same letter in the same column are not
significantly different based on duncan multiple range test (DMRT) at p=0.05)

Persentase tumbuh eksplan pada yang sama, tetapi jumlah tunas yang
konsentrasi nitrogen dalam media 60, 70 dihasilkan per eksplan berbeda.
dan 80 mmol merupakan persentase Konsentrasi nitrogen 70 mmol
tertinggi (100%), dan ketika konsentrasi dalam media mampu menghasilkan tunas
nitrogen ditingkatkan menjadi 90 dan 100 adventif sebanyak tujuh tunas per eksplan
mmol terjadi penurunan persentase dan merupakan jumlah tunas adventif
tumbuh eksplan. Penurunan juga terjadi terbanyak yang didapatkan dalam
pada persentase tunas adventif dan tidak penelitian ini. Konsentrasi nitrogen dalam
berbeda nyata pada ketiga konsentrasi media 70 dan 80 mmol tidak berbeda
nitrogen (60, 70 dan 80 mmol). Media nyata terhadap induksi tunas adventif
dengan konsentrasi nitrogen sebanyak 60 dengan jumlah total tunas yang hampir
dan 70 mmol menginduksi tunas adventif sama. Akan tetapi, media dengan kon-
dengan nilai persentase tunas adventif sentrasi nitrogen 80 mmol menghasilkan
7
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol. 14 No. 1, Juni 2017, 1-17

persentase tunas adventif yang lebih pada minggu berikutnya, bentuk awal
besar 30%, sehingga dimungkinkan untuk seperti titik berubah menjadi bulatan
menghasilkan tunas adventif lebih (membengkak, butirannya tidak dapat
banyak. Penggunaan media dengan kon- dilihat lagi) salah satu sisinya agak
sentrasi nitrogen 80 mmol merupakan memanjang yang kemudian akan
konsentrasi terbaik untuk menginduksi membentuk primodium pucuk (Gambar
tunas adventif. 1C). Seminggu kemudian bentuk tersebut
Kelima konsentrasi nitrogen meng- berubah, bagian pada ujungnya memipih,
hasilkan jumlah tunas aksiler yang terbuka ke samping dan berkembang
berbeda. Jumlah tunas aksiler terbaik di- menjadi daun utuh. Perubahan yang
induksi menggunakan konsentrasi terjadi dari mulai munculnya bakal tunas
nitrogen 70 dan 80 ppm, tetapi tidak ber- adventif (Gambar 1A) menjadi tunas utuh
beda nyata dengan konsentrasi nitrogen (Gambar 1D) diperlukan waktu selama 4-
60 mmol. Ketika penambahan konsen- 6 minggu.
trasi dilakukan menjadi 90 dan 100 ppm, Pada proses pembentukan tunas
maka terjadi penurunan jumlah tunas adventif dalam penelitian ini adalah
aksiler per eksplan. Hal ini membuktikan organogenesis spontan, proses pem-
bahwa kadar nitrogen dalam media bentukan pucuknya terjadi secara lang-
khususnya nitrat dapat merugikan bagi sung. Tahapan pembentukan tunas yang
tanaman. Tidak hanya jumlah tunas terjadi berbeda dengan tahapan embrio-
aksiler yang turun nilainya, persentase genesis (globular, heart shape, torpedo
tumbuh eksplan, persentase tunas dan kecambah). Tahapan heart shape dan
adventif juga mengalami penurunan pada torpedo tidak terjadi, sel globular
konsentrasi nitrogen 90 dan 100 mmol. langsung membentuk bakal tunas.
Proses induksi tunas adventif Perbanyakan tunas adventif dari
dimulai dengan adanya bentuk titik daun dilakukan dengan cara me-
berwarna putih hingga hijau keputihan mindahkan tunas adventif yang masih
pada daun. Lokasi titik tersebut terdapat tumbuh di daun dipindah ke dalam media
di tengah, pangkal, tepi atau di urat daun. dengan konsentrasi nitrogen 60 mmol
Tahap awal pembentukan tunas adventif dengan perbandingan NO3-: NH4+ = 3:1
terjadi pada minggu kedua setelah tanam. (g/g) ditambah BAP 0,1 ppm. Pe-
Sel meristematik tunggal membelah nambahan BAP dimaksudkan untuk
dengan cepat menghasilkan sel globular mengurangi pengaruhnya secara ber-
seperti titik berwarna putih (Gambar 1A) tahap. Pemindahan eksplan ke media
atau titik seperti butiran yang menempel elongasi dilakukan tanpa menggunakan
dan kompak. ZPT BAP, sehingga diharapkan tunas
Sel yang terorganisir di bawah akan tumbuh tanpa tergantung pada
jaringan epidermis pada bagian daun penambahan BAP.
tembesu yang membengkak membentuk Jumlah eksplan tunas adventif
suatu jaringan dasar disebut sel yang masih utuh dengan daunnya
meristematik (Gambar 1B). Hal ini sebanyak empat eksplan. Hasil multi-
sejalan dengan penelitian Ardiansyah plikasi tunas adventif dapat dilihat pada
,(2015) bahwa sel yang membengkak di Gambar 1.
bawah jaringan epiderimis pada daun
adalah sel meristematik. Pengamatan

8
Regenerasi Tunas Adventif Dari Eksplan Daun Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.)
Melalui Teknik Kultur Jaringan
Ratna Uli Damayanti S, Supriyanto, Arum Sekar Wulandari dan Benny Subandy

Gambar (Figure) 1. Tahap proses pembentukan tunas adventif pada eksplan tembesu: (A) tahap
awal pembentukan tunas adventif, (B) sel meristem di bawah jaringan
epidermis daun, (C) primodium pucuk tunas adventif, (D) tunas adventif,
(E) tunas aksiler. (The stage of tembesu adventitious shoot formation. (A)
early stage of adventitious shoot formation, (B) elongation and bud
formation on adventitious shoot formation, (C) the differentiated primary
leaves of tembesu adventitious shoot formation), (D) adventitious shoot, (E)
axillary shoot.

2. Multiplikasi tunas dari daun kematian. Kemudian beberapa tunas


adventif yang belum dipindah (masih
Tahap multiplikasi merupakan
tumbuh di daun) dipindah ke dalam
tahap perbanyakan, berbeda dengan
media dengan konsentrasi nitrogen 60
tahap- tahap induksi dimana pada tahap
mmol dengan perbandingan NO3-:NH4+ =
tersebut terjadi proses pembentukan tunas
3:1 (v:v) ditambah BAP 0,1 ppm. Hal ini
dari ada menjadi tidak ada. Perbanyakan
dimaksudkan untuk mengurangi penga-
yang dilakukan adalah perbanyakan tunas
ruh BAP secara bertahap. Pemindahan
adventif, sedangkan perbanyakan tunas
eksplan ke media elongasi dilakukan
aksiler telah dilakukan oleh (Ardiansyah,
tanpa menggunakan ZPT BAP. Jumlah
2015). Banyaknya tunas aksiler yang
eksplan tunas adventif yang masih utuh
dihasilkan mencapai sebelas tunas per
dengan daunnya sebanyak empat eksplan.
eksplan. Perbanyakan tunas dari daun
Hasil multiplikasi tunas adventif terlihat
dilakukan dengan dua cara. Pertama,
pada Gambar 2.
memotong tunas kemudian ditanam
dalam media, hasil yang didapatkan
adalah tunasnya tidak banyak tumbuh
bahkan banyak yang mengalami

9
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol. 14 No. 1, Juni 2017, 1-17

A
Gambar (Figure) 2. (A) Eksplan tunas adventif tembesu hasil multiplikasi (B) Jumlah
tunas adventif tembesu [(A) The explants of tembesu adventitious
shoot from multiplication stage. (B) the number of adventitious shoots
of tembesu]

Pada Gambar 2, pertumbuhan jum- 3. Elongasi, pengakaran dan aklimati-


lah tunas adventif menghasilkan jumlah sasi
tunas yang tidak berbeda. Jumlah tunas
Hasil analisis sidik ragam me-
yang dihitung pada minggu ke-10
nunjukkan bahwa respon pertumbuhan
menghasilkan tunas sebanyak 25-35
eksplan tunas adventif dipengaruhi oleh
tunas per eksplan. Dalam hal ini, BAP
asal tunas. Respon pertumbuhan yang
sebanyak 0,1 ppm mendorong terbentuk-
menunjukkan adanya keragaman, dilan-
nya tunas dari sel meristematik yang
jutkan dengan uji lanjut. Hasil uji lanjut
terbentuk dalam jaringan eksplan daun.
panjang tunas, persentase berakar dan
Sel meristematik tersebut terbentuk pada
jumlah akar berbeda nyata pada semua
saat induksi tunas adventif. Sel-sel
perlakuan.
meristematik hanya memerlukan sedikit
Dari Tabel 4, dapat disimpulkan
zat pengatur tumbuh untuk mendorong
bahwa perlakuan terbaik pada tahap
pembentukan tunas. Tunas adventif yang
elongasi adalah tunas aksiler dengan
berhasil diperbanyak berasal dari empat
penambahan panjang tunas sebesar 7.5
tunas adventif dari daun yang berbeda,
mm. Perlakuan terbaik untuk tahap
selanjutnya keempat tunas adventif
pengakaran berdasarkan persentase bar-
tersebut dinamakan klon (1, 2, 3 dan 4).
akar dan jumlah akar adalah tunas
Keempat klon tersebut diperbanyak dan
adventif klon dua (D2). Klon tersebut
menghasilkan tunas baru, kemudian
memiliki kemampuan untuk memun-
ditumbuhkan dalam media elongasi untuk
culkan akar lebih banyak.
dipersiapkan ke tahap aklimatisasi.

10
Regenerasi Tunas Adventif Dari Eksplan Daun Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.)
Melalui Teknik Kultur Jaringan
Ratna Uli Damayanti S, Supriyanto, Arum Sekar Wulandari dan Benny Subandy

Tabel (Table) 4. Pengaruh asal tunas terhadap respon pertumbuhan eksplan pada tahap
elongasi dan pengakaran, serta pertumbuhan bibit pada tahap aklimatisasi
(The effect of shoot source to the growth respon on the elongation and
rooting stage, and seedling growth on aclimatization)

Elongasi dan pengakaran Aklimatisasi


(Elongation and rooting) (Aclimatization)
Persentase Penambaha Persentase Jumlah Tinggi
Perlakuan tumbuh Persentase
n panjang Jumlah akar tumbuh daun baru bibit
(Treatments) (Survival) tunas (Shoot berakar
(Number of (Growth (Number (Seedling
(Rooting
(%) length root) (Tunas) percentage) of leaves) high)
percentage)
growth) (Shoot) (%) (Tunas) (mm)
(%)
(mm) (Shoot)
Adventif D1 100 a 5.8 ab 60 bc 2b 20 b 2a 6.5 b
Adventif D2 100 a 5.2 ab 80 a 3 ab 53 a 2a 6.0 b
Adventif D3 100 a 4.3 b 70 ab 4a 33 b 2a 7.0 ab
Adventif D4 100 a 4.1 b 53 c 3 ab 53 a 1 a 6.5 b
Aksiler 100 a 7.5 a 73 ab 2b 23 b 2a 9.0 a
Keterangan (Remaks): Data sudah ditranformasi menggunakan metode arcsin√% (Data were transformed
using arcsin√% method); Angka rerata yang diikuti oleh huruf yang sama pada
kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji wilayah
berganda duncan pada taraf 5%. (Mean followed by the same letter in the same
column are not significantly different based on duncan multiple range test (DMRT)
at p=0.05)

B. Pembahasan BAP masuk ke dalam jaringan daun


Tunas adventif adalah tunas yang melalui stomata secara difusi. Ketika
muncul bukan dari ujung batang dan eksplan ditanam dalam media, sitokinin
ketiak daun (jaringan meristem), me- yang ditambahkan ke dalam media
lainkan dari bagian tubuh tumbuhan sebanyak 1,5 ppm mulai bekerja dalam
lainnya seperti pada daun, batang, jaringan daun untuk mendorong sel
kotiledon, dan akar. Ada empat faktor membelah ke segala arah. Sitokinin
yang mempengaruh terbentuknya tunas (BAP) bekerja pada sel dari jaringan
adventif dari daun ; (1) cara menanam eksplan yang kontak dengan media,
(memotong daunnya atau menempatkan membentuk tunas adventif. BAP berperan
dalam media), (2) umur daun, (3) posisi dalam proses pembelahan dan pem-
mata tunas dari daun dan (4) rasio antara besaran sel, ketika terjadi kontak antara
sitokinin dan auksin. eksplan daun dengan media, proses
Bahan eksplan berupa potongan pembelahan sel di dalam jaringan daun
terjadi dengan cepat. Pada minggu ke-4
ruas pertama dan kedua dari tunas
tembesu sudah memenuhi syarat faktor mulai terlihat adanya titik putih diper-
kedua. Posisi meletakkan eksplan tem- mukaan daun tembesu yang kemudian
besu dalam media juga sudah memenuhi berkembang menjadi tunas adventif
seperti sel globular.(Ardiansyah et al.,
persyaratan pada faktor kesatu dan
ketiga. Tunas tersebut ditempatkan 2014)
Konsentrasi zat pengatur tumbuh
dengan posisi bagian bawah daun
(adaksial) bersentuhan dengan media. Hal BAP (sitokinin) yang paling efektif
membentuk tunas adventif adalah 1,5
ini memungkinkan untuk unsur hara dan
ppm. Konsentrasi BAP sebesar 1,5 ppm
11
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol. 14 No. 1, Juni 2017, 1-17

yang ditambahkan dalam media mampu mmol. Akan tetapi jika dilihat kembali,
untuk menginduksi produksi hormon media dengan konsentrasi nitrogen 80
endogen seperti zeatin dalam jaringan mmol menghasilkan persentase tunas
daun, sehingga hormon endogen dan adventif yang lebih banyak (30%),
eksogen (BAP) bekerjasama membentuk sehingga dimungkinkan untuk meng-
tunas adventif tembesu dari daun. hasilkan tunas adventif lebih banyak.
Siningia speciosa memerlukan hormon Untuk selanjutnya, total konsentrasi
eksogen BA sebanyak 5 mg/l untuk nitrogen yang digunakan untuk
menginduksi tunas dari batang dan daun menginduksi tunas adventif tembesu
(Lawalata, 2011). Penggunaan BAP adalah 80 mmol. Konsentrasi nitrogen
secara tunggal pada eksplan daun dalam bentuk nitrat sebanyak tiga kali
tembesu menunjukkan efek kalus yang dari amonium digunakan untuk
sangat kecil atau tidak terdapat kalus mendorong sel berdiferensiasi dan
sama sekali. Penambahan BAP men- membelah. Hal ini berarti tunas adventif
dorong terbentuknya tunas adventif yang dari daun tembesu memerlukan
ditandai dengan terbentuknya butiran konsentrasi nitrat lebih banyak untuk
berwarna putih yang saling menempel menginduksinya. Penelitian lain
dan kompak. menggunakan konsentrasi nitrat yang
Konsentrasi BAP 1 dan 2 ppm tidak mencapai tujuh kali dari ammonium
dapat menginduksi tunas adventif pada digunakan untuk menginduksi tunas
media dengan konsentrasi nitrogen adventif dari daun Pyrus pyrifolia (Tang,
sebanyak 60 mmol. Konsentrasi BAP 1 Luo, & Liu, 2008)
dan 2 ppm dapat menginduksi tunas Konsentrasi nitrat yang
adventif jika konsentrasi nitrogen dalam ditingkatkan hingga 100 mmol dapat
media ditingkatkan menjadi 80 mmol. menurunkan persentase tumbuh eksplan.
Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi Tidak hanya ammonium yang bersifat
nitrogen di dalam media sangat ber- merugikan bagi tanaman (Sen & Batra,
pengaruh terhadap efektivitas zat 2011; Iranbakhsh, Ebadi, & Zare, 2011),
pengatur tumbuh. Pada manggis, media terbukti nitrat dalam jumlah banyak
MS (total nitrogen 60 mmol) merupakan dalam media juga dapat merugikan bagi
media dengan jumlah tunas adventif tanaman khususnya tembesu. Setiap
terbanyak dibandingkan dengan WPM perubahan konsentrasi nitrogen (NO3-)
(total nitrogen 14,8 mmol) dan B5 (total berpengaruh terhadap respon pembelahan
nitrogen 26,7 mmol) ((Joni, Efendi, & sel, regenerasi eksplan, pertambahan
Roostika, 2015). Seperti yang telah biomassa dan abnormalitas pertumbuhan
diketahui, bahwa nitrogen merupakan (Vinterhalter, Ninković, Zdravković-
unsur terbanyak penyusun sel tumbuhan. Korać, Subotić, & Vinterhalter, 2007;
Sebagian besar unsur nitrogen ditransfer Ivanova & Van Staden, 2008; Rahman,
ke dalam eksplan dalam bentuk ion nitrat. Haider, Hossain, & Islam, 2011). Dengan
Berdasarkan hasil penelitian ini demikian, penggunaan media dengan
terbukti bahwa konsentrasi nitrogen pada knsentrasi nitrogen sebesar 80 mmol
semua perlakuan dalam media dapat merupakan konsentrasi terbaik untuk
menginduksi tunas adventif tembesu. induksi tunas adventif.
Media dengan konsentrasi nitrogen Multiplikasi tunas secara in vitro
sebanyak 70 dan 80 mmol menghasilkan sangat menentukan keberhasilan produksi
rata-rata jumlah total tunas adventif yang bibit dengan cepat dan banyak. Semakin
hampir sama jumlahnya, yaitu 48 tunas banyak tunas yang terbentuk akan
pada konsentrasi nitrogen 70 mmol dan mempengaruhi produksi bibit yang
45 tunas pada konsentrasi nitrogen 80 dihasilkan melalui kultur jaringan.

12
Regenerasi Tunas Adventif Dari Eksplan Daun Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.)
Melalui Teknik Kultur Jaringan
Ratna Uli Damayanti S, Supriyanto, Arum Sekar Wulandari dan Benny Subandy

Penggandaan tunas tembesu pada induksinya. Induksi tunas adventif dari


penelitian Ardiansyah (2015) meng- daun Pyrus pyrifolia memerlukan
hasilkan jumlah tunas rata-rata sebesar perbandingan ammonium nitrat mulai
dua belas tunas per eksplan (Tabel 6). dari 1:2 sampai 1:7 (Tang et al., 2008).
Media yang digunakan adalah media Perbandingan tahap multiplikasi
dengan konsentrasi nitrogen sebanyak 80 tunas tembesu yang dilakukan
mmol ditambah BAP 1,5 ppm. Dalam Ardiansyah, (2015) dengan hasil
penelitian, ini tunas yang dihasilkan penelitian ini terdapat perbedaan yang
mencapai 35 tunas per eksplan, atau cukup besar (Tabel 6). Perbandingan
meningkat 192%. Penggunaan media ammonium dan nitrat sebanyak 3:1 (v/v)
dengan konsentrasi BAP yang jauh lebih pada konsentrasi nitrogen sebesar 60
sedikit dari penelitian sebelumnya (0,1 mmol ditambah BAP sebanyak 0,1 ppm
ppm) terbukti lebih efisien dan ekonomis terbukti dapat menaikkan jumlah tunas
untuk menggandakan tunas tembesu. mencapai 35 tunas per eksplan. Media
Multiplikasi tunas secara in vitro sangat multiplikasi yang digunakan lebih eko-
menentukan keberhasilan produksi bibit nomis dibandingkan dengan penelitian
dengan cepat dan banyak. Semakin sebelumnya (Ardiansyah, 2015) yang
banyak tunas yang terbentuk akan mem- memerlukan BAP sebanyak 15 kali lebih
pengaruhi produksi bibit yang dihasilkan besar dari hasil penelitian ini. Kon-
melalui kultur jaringan. sentrasi nitrogen yang optimal pada tahap
Media multiplikasi yang digunakan multplikasi tembesu adalah 60 mmol,
mengandung 60 mmol dari total nitrogen sama dengan konsentrasi nitrogen
memiliki respon yang berbeda. Perbedaan optimal yang digunakan pada teknik
antara total nitrogen 60 mmol pada tahap kultur jaringan. Sebagian besar kon-
induksi tunas (Tabel 4) dan multiplikasi sentrasi nitrogen dalam media kultur
tunas adalah dalam perbandingan antara jaringan berada di bawah 60 mmol. Hal
NH4+ dan NO3-. Dalam tahap induksi ini membuktikan bahwa tembesu masih
tunas, penelitian ini menggunakan mampu tumbuh pada media dengan
perbandingan NH4+ dan NO3- sebesar 1:2, konsentrasi nitrogen tinggi (80 mmol).
sedangkan tahap multiplikasi per- Elongasi dan pengakaran pada
bandingan NH4+ dan NO3- sebesar 1:3. penelitian ini hanya melihat perbedaan
Oleh karena itu, perbandingan NH4+ dan pertumbuhan antara tunas adventif be-
NO3- sangat mempengaruhi pembelahan berapa klon dibandingkan dengan tunas
sel. Konsentrasi total nitrogen di dalam aksiler. Hasil penelitian menyatakan
media in vitro berkisar antara 14,58 bahwa tunas aksiler memiliki per-
sampai 60 mmol. tambahan panjang yang terbaik di-
Total nitrogen sebanyak 60 mmol bandingkan dengan keempat klon tunas
merupakan konsentrasi tertinggi. Pada adventif. Tembesu memliki sifat slow
penelitian ini, total konsentrasi nitrogen growing, hal tu juga terlihat pada proses
yang digunakan untuk menginduksi tunas regenerasi tunas tembesu pada teknik
adventif tembesu adalah sebanyak 80 kultur jaringan, pertambahan panjang
mmol. Induksi tunas adventif tembesu tunas tembesu tidak lebih dari 1 cm
memerlukan konsentrasi nitrogen yang dalam waktu 4 minggu setelah ditanam.
lebih banyak dengan perbandingan antara Sifat tersebut juga sama dengan semai
ammonium dan nitrat sebesar 1:3 (v:v). generatif yang disapih di rumah kaca.
Hal ini menjelaskan bahwa tunas adventif Pertambahan tinggi bibit tembesu di
dari daun tembesu memerlukan kon- persemaian sekitar 1-3 cm per bulan,
sentrasi nitrat lebih banyak untuk meng- dengan syarat bibit dalam kondisi baik
13
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol. 14 No. 1, Juni 2017, 1-17

dan diberi pupuk(Agus Sofyan & mengalami kematian. Kematian planlet


Lukman, 2014). dimulai pada bagian batang yang dekat
Pengakaran tembesu secara in vitro dengan media berubah warnanya menjadi
tidak menggunakan penambahan hormon coklat. Perubahan tersebut terjadi sampai
auksin. Auksin dalam eksplan tembesu ke bagian daun dan akhirnya planlet mati.
sudah cukup untuk mendorong Kontaminasi pada planlet dan media
terbentuknya akar pada media arang tidak terjadi. Hal ini menandakan bahwa
dengan unsur hara yang diturunkan proses pencucian planlet sudah benar,
setengahnya. Arang dalam media begitu juga dengan proses sterilisasi
menyerap semua unsur bahan kimia yang media.
menumpuk dalam jaringan eksplan, Planlet yang dapat bertahan hidup
sehingga eksplan dapat tumbuh normal. setelah minggu ke-5 mengalami pe-
Pertumbuhan normal tunas tembesu nambahan jumlah daun dan tinggi bibit.
dalam media arang adalah batangnya Hasil pengamatan pertumbuhan bibit
tampak lebih kokoh, berwarna hijau tembesu hasil kultur jaringan belum dapat
gelap, daun berwarna hijau, luasnya lebih tumbuh dengan baik sampai pengamatan
lebar dibandingkan dengan media 5 minggu. Jumlah bibit yang dihasilkan
multiplikasi dan media induksi. setelah minggu kedelapan sangat sedikit
Perbedaan morfologi antara tunas (Lampiran 1). Pengamatan pertumbuhan
adventif (klon 1, 2, 3, dan 4) dan tunas bibit tembesu asal tunas aksiler dengan
aksiler juga tidak jelas terlihat (Lampiran tunas adventif terlihat perbedaannya.
2). Perbedaan terlihat ketika tunas Tunas aksiler tumbuh lebih lambat dari
adventif dan tunas aksiler dipindahkan tunas adventif (klon 4). Tinggi tunas
dari lingkungan aseptik ke dalam adventif klon 4 mencapai 4 cm
lingkungan autotrof. Tunas aksiler sedangkan tinggi bibit aksiler hanya
memiliki pertumbuhan lebih rendah dari mencapai 2 cm. Pengamatan morfologi
tunas adventif dilihat berdasarkan antara bibit asal tunas aksiler dengan
pengamatan pertumbuhan pada minggu tunas adventif belum terlihat secara nyata
ke-5 setelah tanam. perbedaannya.
Aklimatisasi merupakan tahap
penyesuaian planlet di lingkungan
autotrof. Proses adaptasi dimulai dengan IV. KESIMPULAN DAN SARAN
penyesuaian planlet dari ruang ber-AC ke
suhu ruangan. Planlet yang ditanam A. Kesimpulan
dalam wadah aklimatisasi ditutup rapat Modifikasi media tumbuh MS yang
menggunakan plastik untuk menghindari tepat untuk mendapatkan tunas adventif
terjadinya penguapan yang berlebih pada dari daun tembesu adalah media MS
planlet. Bibit hasil kultur jaringan dengan konsentrasi nitrogen sebanyak 80
memiliki kelemahan, antara lain mmol ditambahkan dengan BAP se-
mekanisme buka tutup stomata yang banyak 1,5 ppm. Konsentrasi nitrogen
lemah sehingga mudah terdehidrasi, tidak yang terlalu tinggi (90 dan 100 mmol)
tahan terhadap intensitas sinar yang dalam media mengakibatkan kematian
tinggi, dan terbiasa dengan nutrisi yang bagi eksplan. Multiplikasi tunas adventif
selalu tersedia. Oleh karena itu, tahap tembesu dapat dilakukan dengan
aklimatisasi merupakan tahapan yang menggunakan modifikasi media MS
sangat rawan untuk menghasilkan bibit dengan konsentrasi nitrogen 60 mmol
hasil kultur jaringan. Setelah 5 minggu, (perbandingan NO3- : NH4 + = 3:1,(v:v))
mulai terlihat proses adaptasi, planlet ditambah BAP 0,1 ppm.
yang tidak dapat bertahan mulai

14
Regenerasi Tunas Adventif Dari Eksplan Daun Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.)
Melalui Teknik Kultur Jaringan
Ratna Uli Damayanti S, Supriyanto, Arum Sekar Wulandari dan Benny Subandy

Tunas adventif (klon 2) merupakan Potasium on in vitro


asal tunas yang memiliki pertumbuhan Microtuberization of Potato
paling baik pada tahap elongasi, dan (Solanum tuberosum L. var Agria).
pengakaran. Persentase tumbuh pada Australian Journal of Basic and
tahap aklimatisasi tertinggi berasal dari Applied Sciences, 5(12), 442–448.
tunas adventif klon 4.
Ivanova, M., & Van Staden, J. (2008).
Effect of ammonium ions and
B. Saran
cytokinins on hyperhydricity and
Multipikasi tunas adventif tembesu multiplication rate of in vitro
dapat menggunakan BAP dengan regenerated shoots of Aloe
konsentrasi rendah (0,1 ppm). Perlu polyphylla. Plant Cell, Tissue and
pengujian lebih lanjut tentang stabilitas Organ Culture, 92(2), 227–231.
klon hasil induksi tunas adventif pada https://doi.org/10.1007/s11240-007-
perbanyakan in vitro serta pengujian 9311-7
pertumbuhan dari empat klon yang
diperoleh. Joni, Y., Efendi, D., & Roostika, I.
(2015). induksi perakaran manggis
(Garcinic mangostana L) secara in
UCAPAN TERIMAKASIH vitro dan ex vitro. J.Hort., 2(25),
97–105.
Penelitian ini dibiayai dari DIPA
APBN Pusat Pendidikan dan Pelatihan Jonville, M. C., Capel, M., Frédérich, M.,
Kementrian Lingkungan Hidup dan Angenot, L., Dive, G., Faure, R., …
Kehutanan tahun 2015. Penulis Ollivier, E. (2008). Fagraldehyde, a
mengucapkan terimakasih atas dukungan secoiridoid isolated from Fagraea
Balai Penelitian dan Pengembangan fragrans. Journal of Natural
Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Products, 71(12), 2038–2040.
dan Rumpin Seed Source and Nursery https://doi.org/10.1021/np800291d
Center ( Direktorat Perbenihan Tanaman Lawalata, I. J. (2011). Pemberian
Hutan-KIFC). Penulis juga mengucapkan Beberapa Kombinasi ZPT Terhadap
terimakasih kepada Yuli Fitriyani, Cecep Regenerasi Tanaman Gloxinia (
Subarnas, Cecep Dulhalim dan Abay Siningia speciosa ) dari Eksplan
yang telah membantu penelitian ini. Batang dan Daun Secara In Vitro.
J.Exp.Life Sci, 1(2), 83–87.

DAFTAR PUSTAKA Rahman, M. H., Haider, S. A., Hossain,


Ardiansyah, R. (2015). Mikropropagasi M., & Islam, R. (2011). Effect of
Tembesu ( Fagraea fragrans potassium and ammonium nitrate
ROXB). Institut Pertanian Bogor. medium on in vitro growth response
of potato (Solanum tuberosun L.).
Ardiansyah, R., Supriyanto, Wulandari, J.Biosciences, 2(1), 54–61.
A. S., Subandy, B., & Fitriani, Y.
(2014). Teknik Sterilisasi Eksplan Sen, A., & Batra, A. (2011). Crucial Role
dan Induksi Tunas Dalam of Nitrogen In -Vitro Regeneration
Mikropropagasi Tembesu ( Fagraea of Phyllanthus amarus Schun and
fragrans ROXB ), 5(3), 167–173. Thonn. International Journal of
Pharmaceutical Sciences and
Iranbakhsh, A., Ebadi, M., & Zare, Z. Research, 2(8), 2146–2151.
(2011). Effects of Nitrogen and
Sianturi, R. U. D. (2016). Induksi tunas
15
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol. 14 No. 1, Juni 2017, 1-17

adventif dari daun tembesu Badan Penelitian dan


(Fagraea fragrans ROXB). Institut Pengembangan Kehutanan.
Pertanian Bogor. Kementrian Kehutanan.
Sofyan, A., & Lukman, A. H. (2014). Tang, H., Luo, Y., & Liu, C. (2008).
Tembesu kayu raja andalan sumatra. Plant regeneration from in vitro
In H. S. Nurohmah, C. Akhmad, & leaves of four commercial Pyrus
N. Mindawati (Eds.) (pp. 41–55). species. Plant, Soil and
Forda Press. Environment, 54(4), 140–148.
Sofyan, A., Lukman, A., Junaidah, & Vinterhalter, B., Ninković, S.,
Nasrun. (2013). Peningkatan riap Zdravković-Korać, S., Subotić, A.,
pertumbuhan tanaman tembesu & Vinterhalter, D. (2007). Effect of
melalui beberapa perlakuan nitrogen salts on the growth of
silvikultur. In Prosiding Seminar Ceratonia siliqua L. Shoot cultures.
Hasil Penelitian Balai Penelitian Archives of Biological Sciences,
Kehutanan Integrasi IPTEK dalam 59(3), 217–222.
Kebijakan dan Pengelolaan Hutan https://doi.org/10.2298/ABS070321
Tanaman di Sumatra Bagian 7V
Selatan (pp. 53–59). Palembang:
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peningkatan Produktivitas Hutan.

16
Regenerasi Tunas Adventif Dari Eksplan Daun Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.)
Melalui Teknik Kultur Jaringan
Ratna Uli Damayanti S, Supriyanto, Arum Sekar Wulandari dan Benny Subandy

Lampiran (Appendix) 1. Hasil pengamatan persentase tumbuh bibit tembesu hasil kultur
jaringan (minggu ke-8) (The result of seedling survival from
tissue culture (8 week )
Persentase
Perlakuan tumbuh bibit
No
(Treatment) (Survival of
seedling) (%)
1 Klon 1 2
2 Klon 2 0
3 Klon 3 5
4 Klon 4 10
5 Aksiler 6

Lampiran (Appendix) 2. Planlet tembesu (A) tunas adventif klon 1, (B) tunas adventif klon
2, (C) tunas adventif klon 3, (D) tunas adventif klon 4 (E) tunas
aksiler ( Termbesu eksplan (A) adventitious clon 1 (B)
adventitious clon 2 (C) adventitious clon 3 (D) adventitious clon 4
(E) axillary shoot)

17

Anda mungkin juga menyukai