Kelompok 8
Giveny Grace Wibisono (170118029)
Yudith Christina Agustin (170118043)
Dosen
Ida Bagus Made Artadana, S.Si., M.Sc.
Johan Sukweenadhi, P.hD.
Dr. Ir. Popy Hartatie Hardjo, M.Si.
Wina Dian Savitri, S.Si., M.Agr.
Asisten
Natasha Florenika 174120006
Andy Effraim 170117034
Porang
Ditumbuhkan dalam polibag sampai 4 bulan (hingga tumbuh tunas dari umbi)
Tween 20
2.2 Media tumbuh dan perlakuan zat pengatur tumbuh BAP 1,2,4 mg/l
(Imelda et al., 2008)
3 petri media MS
diinkubasi dalam ruang ber-AC yang suhunya ±26°C dan mendapat pencahayaan dari
lampu TL 40 watt sebesar 30 µmol/ m2/det selama 16 jam/hari
3 petri media MS
ZPT BAP 1 mg/l dan ZPT BAP 2 mg/l dan ZPT BAP 4 mg/l dan
NAA 0,1 mg/l NAA 0,2 mg/l NAA 0,5 mg/l
Diinkubasi dalam ruang ber-AC yang suhunya ±26°C dan mendapat pencahayaan dari
lampu TL 40 watt sebesar 30 µmol/ m2/det selama 16 jam/hari
Subkultur 4 minggu sekali
BAB III
Hasil dan Pembahasan
3.1 Pembahasan
Digunakan media MS (Murashige Skoog), ZPT BAP dan NAA, agar
Swallow, gula, aquades serta NaOH dan HCl. Dilakukan 9 kombinasi perlakuan
dan 6 pengulangan sehingga total menjadi 54 unit percobaan. Konsentrasi ZPT
BAP 1 mg/l (B1), 2 mg/l (B2) dan 3 mg/l (B3) serta ZPT NAA 0,1 mg/l (N1), 0,2
mg/l (N2), dan 0,3 mg/l (N3). ZPT akan ditambahkan dalam media MS yang
kemudian akan disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121⁰C dan tekanan 17,5 psi
selama 30 menit. Eksplan tangkai daun diperoleh dari eksplan yang sudah steril.
Eksplan tangkai daun dipotong dengan ukuran 1 cm. Proses penanaman eksplan
dilakukan dalam laminar air flow (LAF) yang sudah dilakukan penyinaran UV.
Alat-alat yang akan digunakan disemprot dengan alkohol 96% lalu dipanaskan
dengan bunsen selama 1-2 menit, kemudian tangkai daun diletakkan pada petri
steril yang sudah dialasi kertas saring untuk menyerap kelebihan akuades (petri
untuk wadah memotong eksplan). Setelah penanaman pada media MS dan tidak
terjadi kontaminasi selama 2 minggu, maka eksplan dipindahan ke media
perlakuan (media dengan konsentrasi ZPT BAP dan NAA yang berbeda-beda).
Botol kultur disimpan dalam suhu ruang 23,5⁰C dan kelembaban 52 RH dengan
intensitas cahaya 1541 Lux, dengan lama penyinaran 16 jam. Pengamatan eksplan
dilakukan untuk mendapatkan data kualitas akar setelah 84 hari (Prayana et
al.,2017).
Pengaruh ZPT terhadap kemampuan regenerasi eksplan sangat kompleks
dan berkaitan dengan kondisi fisiologi dari tanaman in vivo. Keseimbangan antara
auksin dan sitokinin sangat diperlukan untuk memperoleh hasil yang optimal bagi
pembentukan tunas dan akar (Imelda et al., 2008). Hasil optimal dari kultur
tangkai daun iles-iles ini perlu dicari kondisi terbaik bagi pertumbuhannya, antara
lain penggunaan jenis, konsentrasi serta keseimbangan ZPT yang tepat.
Menurut Agarwal dan Ranu (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan morforgenesis in vitro adalah fisiologi dari tanaman induk,
konsentrasi, serta keseimbangan dari zat pengatur tumbuh (ZPT) yang digunakan.
Pada tahap terbentuknya tunas, adanya ZPT BAP akan berperan dalam
penumbuhan tunas secara in vitro dapat memicu tumbuhnya tunas secara cepat
bergantung pada konsentrasi BAP yang digunakan. Selain itu, BAP sudah diuji
pada berbagai jenis tanaman buah-buahan seperti pepaya (Carica papaya), jeruk
(Citrus spp.), manggis (Garcinia mangostana) (Litz dan Jaiswal, 1991), dan pada
pisang (Musa acuminata x balbisiana) (Imelda, 1991) dimana BAP terbukti
efektif untuk merangsang proliferasi tunas in vitro sehingga hasil yang di peroleh
maksimal. Tetapi jika konsentrasi BAP yang digunakan sedikit maka akan
dibutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan tunas yang banyak. (Prayana et
al.,2017).
Tabel 1. Pengaruh zat pengatur tumbuh BAP dan NAA terhadap jumlah tunas in
vitro iles-iles (Imelda et al., 2008)
Gambar 1. Jumlah tunas in vitro iles-iles (A. muelleri) rata-rata pada media MS
yang diberi zat pengatur tumbuh BAP dan NAA (Imelda et al., 2008)
Dapat dilihat, berdasarkan tabel 1 dan gambar 1, untuk pertumbuhan
jumlah tunas (rata-rata) setelah 3 bulan ditanam yang paling baik adalah
pemberian perlakuan B2 dengan konsentrasi 2 mg/l yaitu 19. Hal ini menunjukkan
kondisi optimum dari pertumbuhan tunas ketika pemberian konsentrasi BAP 2
mg/l dan semakin tinggi konsentrasinya tidak menambah rerata jumlah tunas
karena ketika pertumbuhannya sudah mencapai titik optimum maka tidak akan
naik lagi (akan turun). Kemudian penambahan konsentrasi yang melebihi titik
optimum dapat menimbulkan efek penghambatan pertumbuhan tunas (Imelda et
al., 2008)
Berdasarkan pengamatan yang diperoleh, jumlah tunas rata-rata terbanyak
berada pada media B2 yang mengandung BAP 2 mg/L. Ketika konsentrasi
ditambahkan atau di tingkatkan menjadi 4 mg/L, tidak ditunjukan adanya
peningkatan jumlah tunas. Sehingga dari ini dapat diketahui jika meningkatnya
kadar BAP dapat membuat pertumbuhan atau perpanjangan tunas menjadi
terhambat. Pengaruh dari ZPT sangatlah kompleks dan berkaitan dengan kondisi
fisiologi dari tanaman in vivo yang digunakan terhadap kemampuan
regenerasinya. Untuk diperoleh hasil yang optimal dibutuhkan keseimbangan
antar ke-dua ZPT yang digunakan yaitu BAP dan NAA sehingga untuk
memperoleh hasil yang optimal diperlukan mencari kondisi terbaik untuk
pertumbuhannya (Imelda et al., 2008).
Dari hasil yang diperoleh, kombinasi dari BAP dan NAA memberikan
hasil yang nyata yaitu menghasilkan tunas lebih cepat meskipun jumlah tunas
lebih sedikit jika dibandingkan dengan tanaman yang diberikan BAP saja (tanpa
NAA). Kadar NAA yang lebih tinggi ataupun lebih rendah memberikan hasil
jumlah tunas yang menurun dimana hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan
oleh Imelda et al. (2008), jika keseimbangan antara sitokinin (BAP) dan auksin
(NAA) dibutuhkan. Selanjutnya, tunas terbanyak pada media yang hanya berisi
BAP 2 mg/L diperlukan subkultur ke media dengan kadar BAP yang lebih rendah.
Hal ini bertujuan agar perpanjangan tunas menjadi lebih efisien dan cepat
Tabel 2. Rata-rata Jumlah Akar Umur 84 HST
BAP NAA Rata-Rata Jumlah Akar
1 mg/l 0,1 mg/l 7,94 a
2 mg/l 0,2 mg/l 5,39 ab
3 mg/l 0,3 mg/l 1,50 b
(https://pdfs.semanticscholar.org/ac8b/60953c6a0148dc6edaac64690ec1a2
5309c4.pdf)
Santosa, E., A.P. Lontoh, A. Kurniawati, M. Sari, N. Sugiyama. 2016. Flower
development and its implication for seed production on Amorphophallus
muelleri Blume (Araceae). J. Hort. Indonesia 7(2):63-72.
(http://journal.ipb.ac.id/index.php/jhi/article/view/15346)