Anda di halaman 1dari 28

Proposal Penelitian

INDUKSI TUNAS TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth.)


MENGGUNAKAN Benzyl Amino Purine DAN Naphtalene Acetic Acid SECARA IN
VITRO

Oleh:

SUCI RAHMANISSA N
1705101050045

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2021
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1.Latar balakang
Nilam (Pogostemon cablin Benth.) merupakan tanaman aromatik penghasil minyak
atsiri yang terkenal dengan nama minyak nilam. Minyak nilam atau patchouli oil dibutuhkan
dalam industri kimia, parfum, kosmetik, dan kesehatan (aromaterapi). Minyak nilam
berfungsi sebagai fiksatif (pengikat) minyak atsiri lain yang sampai sekarang belum ada
yang dapat menggantikannya (Hadipoentyanti et al., 2010).
Indonesia merupakan negara pengeskspor minyak nilam terbesar di dunia. Besarnya
ekspor minyak atsiri di Indonesia selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal
tersebut karena semakin tinggi permintaan terhadap bahan baku parfum, kosmetik, farmasi
dan interaksi trend mode dunia, serta belum ditemukannya barang substitusi essential oils
yang bersifat pengikat (fixatif) dalam industri parfum dan kosmetika (Mangun et al., 2012).
Pada tahun 2019 produksi nilam meningkat dari tahun sebelumnya yakni mencapai 2,30 ribu
ton dengan 50-70% produksi nasional dihasilkan dari Provinsi Aceh. Pada tahun 2020,
produksi nilam meningkat dari tahun sebelumnya dengan produksi mencapai 2.442 ton
dengan luas lahan mencapai 21.477 ha (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2020).
Indonesia memiliki tiga varietas nilam yaitu nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth.),
nilam sabun (Pogostemon hortensis Becker.), dan nilam Jawa (Pogostemon heyneanus
Benth.). Pogostemon cablin Benth atau yang dikenal dengan nama nilam Aceh yang paling
banyak diusahakan karena meiliki kadar minyak yang lebih tinggi (Mariska et al., 2003).
Nuryani (2006) menyatakan bahwa nilam Aceh mengandung sekitar 2,5-5% minyak,
sehingga banyak diminati oleh petani maupun pasar. Sedangkan nilam jawa dan nilam sabun
memiliki kandungan minyak sekitar 0,5 -1,5 %.
Permintaan terhadap nilam yang terus meningkat ini tidak bisa diimbangi dengan
peningkatan produktivitas tanaman nilam. Hal ini karena bibit nilam diperoleh secara
vegetatif yaitu dengan setek secara langsung di kebun, namun memerlukan bahan setek yang
lebih banyak dan pertumbuhan tanaman kurang baik, serta kemungkinan setek yang mati
lebih banyak (Mardani, 2007). Salah satu peningkatan kualitas minyak nilam yaitu dengan
penggunaan bibit unggul yang memiliki kualitas minyak yang diinginkan, namun
ketersediaan jumlah bibit unggul yang tersedia masih terbatas.

1
2

Solusi dalam mengatasi masalah perbanyakan bibit unggul nilam melalui kultur
jaringan. Kultur jaringan (tissue culture) merupakan suatu metode untuk menumbuh
kembangkan bagian tanaman seperti sel, jaringan, protoplasma maupun irisan organ
tanaman secara aseptik didalam suatu media kultur yang mengandung nutrisi lengkap, dan
dalam kondisi lingkungan terkendali sehingga bagian tanaman tersebut berhasil beregenerasi
kembali menjadi tanaman secara utuh (Dwiyani, 2015). Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam keberhasilan kultur jaringan adalah bahan eksplan, jenis media yang
digunakan, pemilihan zat pengatur tumbuh (ZPT), teknik sterilisasi dan lingkungan inkubasi.
Bahan eksplan ditentukan dengan mempertimbangkan ukuran, umur fisiologis dan organ
tanaman yang akan digunakan sebagai sumber bahan tanam (Hartman et al., 1990).
Keuntungan penyediaan bibit melalui kultur jaringan diantaranya dapat mengeliminasi
penyakit (bebas dari mikroba/virus) dalam jumlah besar dan seragam (Hadipoentyanti,
2010).
Bahan eksplan yang berasal dari tunas paling umum digunakan karena tunas memiliki
jaringan meristem yang aktif membelah. Zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam kultur
jaringan adalah golongan auksin dan sitokinin. ZPT golongan auksin yang biasa digunakan
dalam kultur in-vitro adalah: indole-3- acetic acid (IAA), indole-3- butricacide (IBA), 2,4-
dichlorophenoxy-acetic acid (2,4-D) dan naphthalene- acetic acid (NAA). ZPT dari
golongan sitokinin adalah: BA (Benzyladenine), BAP (6-benzyloaminopurine), 2- iP
(isopentenyl adenine), kinetin (6-furfurylaminopurine), Zeatin (6-4-hydroxy-3-methyl-trans-
2-butenylaminopurine) dan TDZ (thidiazuron) (Dwiyani,2015).
Golongan sitokinin sering digunakan dalam perbanyakan secara in vitro yang berfungsi
mendorong pembelahan sel, pembentukan dan pertumbuhan tunas aksilar maupun tunas
adventif (Lestari, 2011). Salah satu jenis sitokinin yang sering digunakan dalam teknik in
vitro adalah BAP (6-benzylaminopurine) karena lebih stabil, tidak mahal, mudah tersedia,
dapat disterilisasi, dan efektif (Wattimena, 1988). Penggunaan media MS dengan
penambahan 1 mgL-1 BAP menghasilkan rata-rata jumlah tunas tertinggi pada perbanyakan
nilam secara in vitro (Sobardini et al., 2006). Norrizah et al. (2012) menyatakan bahwa
peningkatan konsentrasi BAP pada kultur jaringan nilam justru menurunkan pertambahan
jumlah tunas. Hasil penelitian Suminar et al. (2015) menyatakan bahwa penambahan 0,5
mgL-1 BAP menghasilkan jumlah tunas terbanyak yaitu 32,83 buah, jumlah daun terbanyak
yaitu 150,44 helai daun, dan bobot segar yang terbaik dengan bobot segar 3,32 g. Hasil
penelitian Krisna (2017) menyatakan bahwa penambahna 0,5 mgL-1 BAP kedalam media
3

menghasilkan jumlah tunas tertinggi sebesar 16,5 buah per ekslapn. Hadipoentyanti et al .
(2009) menyatakan bahwa media MS dengan penambahan 0,5 mgL-1 BAP merupakan
media terbaik untuk induksi tunas tanaman nilam. BAP merupakan zat pengatur
tumbuh sitokinin yang berpengaruh pada proliferasi tunas, pemecah dormansi,
dapat meningkatkan pembelahan sel, tetapi penghambat pembentukan akar.
Penggunaan NAA yang ditambahkan ke dalam media akan merangsang pembelahan sel
dan sintesis protein sehingga akan memacu pertumbuhan kalus. Penggunaan auksin pada
jaringan akan menimbulkan pengaruh yang berbeda-beda. Umumnya penggunaan auksin
pada konsentrasi yang semakin tinggi justru bersifat menghambat dari pada merangsang
pertumbuhan (Fitramala, 2014). Hasil penelitian Isnaeni et al. (2018) menunjukkan bahwa
penggunaan 0.1 ppm NAA memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan eksplan nilam
dengan diameter kalus mencapai 1 cm dan tekstur remah dan berwarna putih yang memiliki
potensi untuk tumbuh tunas.
Kombinasi 1 mgL -1 BAP dengan 0,25 mgL -1 NAA terbukti menghasilkan jumlah tunas
tertinggi pada tanaman nilam dengan jumlah tunas 32.93 tunas dan panjang tunas 3.80 cm
(Hidayah et al., 2012). Hasil penelitian Suminar et al. (2016) menunjukkan penambahan
-1 -1
0,01 mgL NAA + 1 mgL BAP yang menghasilkan jumlah tunas lebih banyak yaitu
sebeaar 16,8 buah. Hasil penelitian Pralitha et al. (2016) menyatakan penambahan 1 mgL -
1 -1
BAP dengan 0,5 mgL NAA menghasilkan jumlah tunas sebesar 14 buah, lebih tinggi
dibandingkan perlakuan lain.
Berdasarkan uraian tersebut, untuk menghasilkan bibit unggul tanaman nilam dilakukan
penelitian mengenai perbanyakan tunas pucuk nilam menggunakan konsentrasi BAP dan
dan NAA secara in vitro. Penelitian ini dilaksanakan dengan beberapa konsentrasi BAP dan
NAA untuk induksi tunas nilam.

1.2. Perumusan masalah


Permasalahan yang ingin diteliti adalah:
1. Apakah konsentrasi BAP berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas pucuk nilam
secara in vitro?
2. Apakah konsentrasi NAA berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas pucuk nilam
secara in vitro?
3. Apakah terdapat interaksi antara konsentrasi BAP dan NAA terhadap pertumbuhan
tunas pucuk nilam secara in vitro?
4

1.3. Tujuan penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi BAP dan NAA serta
interaksi diantara kedua perlakuan terhadap pertumbuhan tunas pucuk tanaman nilam secara
in vitro.

1.4. Kegunaan penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi ilmiah mengenai
pertumbuhan tunas pucuk tanaman nilam dengan menggunakan berbagai konsentrasi BAP
dan NAA secara in vitro.

1.5. Hipotesis
Hipotesis yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Konsentrasi BAP berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas pucuk tanaman nilam
secara in vitro.
2. Konsentrasi NAA berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas pucuk tanaman nilam
secara in vitro
3. Terdapat interaksi antara konsentrasi BAP dan NAA terhadap pertumbuhan tunas
pucuk tanaman nilam secara in vitro.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi tanaman nilam


Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) merupakan herba tropis penghasil minyak
atsiri yang dalam perdagangan internasional dikenal sebagai oil patchouli (patchai : hijau)
dan ellai : daun) atau minyak nilam. Tanaman nilam merupakan tanaman perdu dengan
tinggi mencapai satu meter, menyukai kondisi lingkungan yang teduh, hangat, lembap dan
mudah layu jika terkena sinar matahari langsung atau kekurangan air. Tanaman nilam
termasuk suku Labiatae yang memiliki sekitar 200 genus. Menurut Rukmana (2004)
tanaman nilam diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Labiatales
Famili : Labiatae
Genus : Pogostemon
Spesies : Pogostemon cablin Bent

2.1.1 Morfologi tanaman nilam


Tanaman nilam adalah tanaman tahunan (perennial). Tanaman nilam merupakan
tanaman perdu yang tumbuh tegak, memiliki banyak percabangan, dan bertingkat-tingkat.
Secara alami tanaman nilam dapat mencapai ketinggian antara 0,5 - 1,0 m. Daun tanaman
nilam berbentuk bulat oval sampai bulat panjang atau lonjong. Ukuran daun nilam sekitar 5
sampai 10 cm. Daun memiliki warna hijau, tipis, tidak kaku dan berbulu pada permukaan
bagian atas. Kedudukan daun saling berhadap-hadapan, bagian ujung daun tumpul dan urat
daun menonjol keluar. Daun yang telah melekat di ranting akan berpasangan satu sama
lainnya Tanaman nilam jarang berbunga. Bunga tumbuh di ujung tangkai, bergerombol, dan
memiliki karateristik warna ungu kemerahan. Tangkai bunga memiliki panjang antara 2 - 8
cm dengan diameter antara 1 - 1,5 cm. Mahkota bunga berukuran 8 mm (Rukmana, 2004).

2.1.2 Syarat tumbuh tanaman nilam


2.1.2.1 Tanah

5
6

Tanaman nilam dapat tumbuh di sawah, tegalan, pekarangan rumah, atau di hutan
yang baru di buka. Nilam tumbuh di tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung
bahan organik. Jenis tanah untuk tanaman nilam adalah regosol, latosol, dan aluvial. Ciri-
ciri tanah organik adalah tanah lempung berpasir atau lempung berdebu. Keasaman tanahnya
(pH) 6-7, memiliki drainase yang baik, dan tidak menyebabkan genangan air pada musim
hujan (Nuryani, 2006).
2.1.2.2 Cahaya matahari
Tanaman nilam memerlukan intensitas penyinaran berkisar antara 75-100%. Pada
tempat-tempat yang agak terlindung, nilam masih dapat tumbuh dengan baik, tetapi kadar
minyak lebih rendah dari pada tempat terbuka. Nilam yang ditanam di bawah naungan akan
tumbuh lebih subur, daun lebih lebar dan tipis serta hijau, tetapi kadar minyaknya rendah
(Nuryani, 2006).
Tanaman nilam yang ditanam di tempat terbuka, pertumbuhan tanaman kurang
rimbun, habitus tanaman lebih kecil, daun agak kecil dan tebal, daun berwarna kekuningan
dan sedikit merah, tetapi kadar minyaknya lebih tinggi. Sehingga sebaiknya pada periode
awal pertumbuhannya, tanaman nilam diberi sedikit naungan, karena nilam rentan terhadap
kekeringan (Sahwalita et al., 2016).
Hasil penelitian Rosman et al. (2004), bahwa tanaman nilam ketika masih muda
sangat membutuhkan naungan dengan intensitas cahaya 50 %. Pada kondisi ini nilam
memiliki pertumbuhan lebih baik dari pada terbuka (100 %). untuk mendapatkan naungan
dengan intensitas 50% dapat digunakan paranet yang dijual dipasaran. Sedangkan untuk
naungan dengan intensitas 75% bisa digunakan jaring yang ada dipasaran.
2.1.2.3 Ketinggian
Nilam dapat tumbuh dan berkembang di dataran rendah sampai pada dataran tinggi
yang mempunyai ketinggian 1.200 m di atas permukaan laut. Nilam akan tumbuh dengan
baik dan berproduksi tinggi pada ketinggian tempat antara 50-400 m dpl (Nuryani, 2005).
2.1.2.4 Suhu
Secara teoritis, setiap tanaman memerlukan suhu yang tinggi terutama pada fase
generatif. Akan tetapi, suhu yang terlalu tinggi, dapat merusak jaringan tanaman dan
menggugurkan daun-daun tanaman. Nilam termasuk jenis tanaman tropis, oleh karena
itutanaman nilam dapat tumbuh dengan baik di daerah-daerah tropis antara 100 lintang utara
sampai 100 lintang selatan. Suhu yang paling cocok untuk pertumbuhan tanaman nilam
adalah 24 °C – 28 °C (Subroto, 2007).
7

2.1.2.5 Curah hujan dan kelembapan


Curah hujan yang dibutuhkan tanaman nilam relatif tinggi, yaitu sekitar 2300-3000
mm per tahun, dengan penyebaran merata sepanjang tahun. Tanaman nilam agar dapat
tumbuh dengan optimal membutuhkan kelembapan sekitar 60-70% (Subroto, 2007).

2.1.3 Jenis-jenis tanaman Nilam yang ditanam di Indonesia


Jenis-jenis tanaman nilam antara lain :
a. Pogostemon cablin Benth
Pogostemon cablin Benth sering disebut nilam Aceh. Varietas Pogostemon cablin
Benth merupakan jenis nilam yang diusahakan dan banyak dikembangkan yang sebenarnya
berasal dari Filipina, kemudian berkembang ke Malaysia, Madagaskar, Paraguay, Brazilia
dan Indonesia. Nilam aceh daunnya agak membulat seperti jantung, bagian bawah daun
terdapat bulu-bulu rambut sehingga warnanya pucat, dan jarang berbunga. Nilam aceh
memiliki kandungan minyaknya tinggi yaitu 2,5-5% (Nuryani et al., 2006).
b. Pogostemon heyneanus
Pogostemon heyneanus dinamakan nilam jawa. Jenis ini berasal dari India, banyak
tumbuh liar di hutan pulau Jawa dan pada umumnya berbunga, oleh karena itu kandungan
minyaknya rendah yaitu 0,5- 1,5%. Permukaan daun nilam nilam Jawa kasar, tepi daun
bergerigi runcing, dan ujung daun meruncing (Nuryani et al., 2006). Nilam jawa lebih
toleran terhadap nematoda dan penyakit layu bakteri dibanding nilam Aceh, diduga
disebabkan oleh kandungan fenol dan 5 lignin yang lebih tinggi dari pada nilam Aceh
(Sahwalita et al., 2016).
c. Pogostemon hortensis
Pogostemon hortensis disebut juga nilam sabun, karena bisa digunakan untuk mencuci
pakaian. Jenis nilam ini hanya terdapat di daerah Banten. Bentuk Pogostemon hortensismirip
dengan nilam Jawa, tetapi tidak berbunga. Kandungan minyaknya 0,5-1,5% dan komposisi
minyak yang dihasilkan jelek, sehingga untuk jenis minyak nilam ini kurang mendapatkan
pasaran dalam perdagangan (Nuryani et al., 2006).
8

(a) (b) (c)


Gambar 1. Jenis-jenis nilam yang ada di Indonesia :(a). Pogostemon cablin atau nilam
Aceh, (b). Pogostemon heyneanus atau nilam Jawa, (c). Pogostemon hortensis atau nilam
sabun

2.1.4 Kandungan dan manfaat tanaman nilam


Nilam diambil minyak atsirinya (minyak nilam) yang digunakan sebagai bahan baku
industri wewangian dan kosmetik. Bagian tanaman nilam yang paling berharga adalah
daunnya karena minyak nilam yang baik berasal dari daunnya. Kandungan yang terdapat di
dalam minyak nilam meliputi patchouli alcohol, patchouli comphor, eugenol, benzaldehide,
cinnamic aldehyde dan cadinene (Kardinan et al., 2004).
Daun nilam memiliki kandungan minyak atsiri, flavonoida, saponin, tanin, glikosida,
terpenoid dan steroid. Daun kering tanaman ini disuling untuk mendapatkan minyak nilam
(Patchouli oil) yang banyak digunakan di berbagai kegiatan industri. Minyak nilam
digunakan sebagai bahan campuran produk kosmetika (diantaranya untuk pembuatan sabun,
pasta gigi, sampo, lotion dan deodorant), kebutuhan industri makanan diantaranya
pembuatan obat anti radang, anti fungi, anti serangga, afrodisiak, anti – inflamasi, anti
depresi, anti flogistik serta dekongestan), kebutuhan aromaterapi serta berbagai kebutuhan
industri lainnya. Aroma minyak nilam sangat kaya, terkesan rasa manis, hangat dan
menyengat (Dhalimi, 1998).
Minyak nilam dalam industri digunakan sebagai fiksasi yang belum dapat digantikan
oleh minyak lain sampai dengan saat ini. Minyak nilam terdiri dari komponen-komponen
yang bertitik didih tinggi sehingga sangat baik dipakai sebagai zat pengikat dalam industri
parfum dan dapat membentuk aroma yang harmonis. Zat pengikat adalah suatu
persenyawaan yang mempunyai daya menguap lebih rendah atau titik uapnya lebih tinggi
daripada zat pewangi sehingga kecepatan penguapan zat pewangi dapat dikurangi atau
dihambat. Penambahan zat pengikat di dalam parfum dimaksudkan untuk mengikat aroma
wangi dan mencegah penguapan zat pewangi yang terlalu cepat sehingga aroma wangi tidak
cepat hilang atau lebih tahan lama (Mangun, 2002).
Lima komponen patchouli oil yang mempunyai persentase terbesar adalah patchouli
alcohol (32,60 %), δ-guaiena (23,07 %), α-guaiena (15,91 %), seychellena (6,95 %) dan α-
patchoulena (5,47 %) (Aisyah et al., 2010). Donelian et al. (2009) menambahkan bahwa
sesquiterpene patchoulol (patchouli alcohol) merupakan kompenen terbesar dan utama yang
9

menentukan tipe aroma minyak nilam. Patchoulol dan α-patchoulena merupakan komponen
yang dari patchouli oil menentukan kualitas dari minyak nilam. Walupun α-patchoulena
ditemukan sedikit, tetapi merupakan komponen utama patchouli oil karena ketika bersama
dengan patchoulol dapat menentukan aroma minyak.
Varietas nilam Lhokseumawe menunjukkan nilai yang tertinggi pada kadar minyak
nilam nilam dengan nilai 1.84% dan terendah terdapat pada varieta Tapaktuan dengan nilai
0.68% (Susila, 2018). Sedangkan untuk nilai patchouli alcohol (Pa) dilihat bahwa varietas
Sidikalang menunjukkan nilai yang tertinggi PA minyak nilam dengan nilai 47,38% dan
tidak berbedanyata dengan varietas Tapaktuan dengan nilai 47,09%. Sedangkan terendah
terdapat pada varietas Lhokseumawe dengan nilai 41, 81%.

2.1.5 Peranan kultur jaringan dalam perbanyakan tanaman


Perbanyakan nilam secara konvensional dapat dilakukan menggunakan stek batang.
Namun, dengan teknik ini tidak dapat diharapkan untuk memenuhi permintaan bibit yang
sehat dalam skala besar. Bibit yang sehat secara konvensional dapat diperoleh dari stek
tanaman nilam yang bebas hama dan penyakit (Nuryani, 2006).
Bahan tanaman nilam yang hanya dapat diperbanyak secara vegetatif (stek) digunakan
petani adalah asalan diambil dari kebun tetangga tanpa diketahui dengan pasti mutunya yang
antara lain potensi produksi, rendemen minyak, kadar alkohol, indeks bias, kadar asam,
ketahanan terhadap hama dan penyakit (Mardani, 2007). Sehingga untuk mengantisipasi
efek perdagangan global yang ditandai oleh kompetisi yang semakin ketat, diperlukan usaha
yang intensif untuk memacu penemuan varietas unggul tanaman nilam ini penting dan sangat
strategis, selain itu produksi bibit dalam jumlah yang besar dalam waktu yang relative
singkat perbanyakan tanaman dapat dilakukan melalui kultur jaringan (Mariska, 2003).
Perbanyakan tanaman nilam telah dilakukan secara kultur jaringan yang meliputi
kegiatan laboratorium (inisiasi, multiplikasi tunas dan perakaran) dan kegiatan di rumah
kaca (aklimatisasi). Bibit yang dihasilkan melalui kultur jaringan mempunyai kelebihan
diantaranya bebas penyakit dan proses produksi lebih cepat serta faktor multiplikasi cukup
tinggi yaitu (1: 50 – 100) per bulan (Mariska, 2003). Kultur jaringan adalah istilah yang
ditunjukkan pada budidaya secara in vitro terhadap berbagai bagian tanaman yang meliputi
batang, daun, akar, bunga, kalus, sel, protoplas, dan embrio. Bagian-bagian tersebut seperti
eksplan, diisolasi dari kondisi in vivo dan dikultur pada media buatan yang steril sehingga
dapat bergenerasi dan berdifferensiasi menjadi tanaman lengkap (Zulkarnain, 2009).
10

Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuh-kembangkan bagian tanaman


baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik in vitro. Teknik ini dicirikan oleh
kondisi yang kultur aseptik, penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi
lengkap dan ZPT, serta kondisi ruang kultur dan pencahayaannya terkontrol. Berdasarkan
bagian tanaman yang dikulturkan, secara lebih spesifik terdapat beberapa tipe kultur, yaitu
kultur kalus, kultur suspensi sel, kultur akar, kultur pucuk tunas, kultur embrio (Yusnita,
2003).
Manfaat teknik kultur in vitro yang utama adalah perbanyakan klon atau tanaman yang
sifat genetiknya identik satu sama lain. Teknik kultur in vitro juga bermanfaat dalam
beberapa hal khusus, yaitu perbanyakan klon secara cepat, kondisi aseptik, keragaman
genetik, seleksi tanaman, lingkungan terkendali, stok tanaman mikro, produksi tanaman
sepanjang tahun, memperbanyak tanaman yang sulit diperbanyak secara konvensional, dan
pelestarian plasma nutfah (Zulkarnain, 2009).
Teknik kultur jaringan ini juga mempunyai kelemahan antara lain: (1) dibutuhkan
biaya awal yang relatif tinggi untuk laboratorium dan bahan kimia, (2) dibutuhkan keahlian
khusus untuk melaksanakannya, (3) tanaman yang dihasilkan berukuran kecil, aseptik, dan
terbiasa hidup di tempat yang berkelembaban tinggi sehingga memerlukan aklimatisasi ke
lingkungan eksternal (Yusnita, 2003).

2.2 Peranan media tanam dalam kultur jaringan


Keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan, sangat bergantung pada
media yang digunakan. Media kultur jaringan tanaman menyediakan tidak hanya unsur hara-
unsur hara makro dan mikro, tetapi juga karbohidrat yang pada umumnya berupa gula untuk
menggantikan karbon yang biasanya didapat dari atmosphere melalui fotosintesis. Media
kultur tersusun dari beberapa komponen yaitu: 1) unsur hara makro, 2) unsur hara mikro, 3)
vitamin, 4) gula, 5) asam amino dan N organik, 6) persenyawaan kompleks alami seperti air
kelapa, ekstrak kentang, juice tomat, ekstrak kentang dan sebagainya, 7) buffer, 8) arang
aktif, 9) zat pengatur tumbuh, 10) bahan pemadat (agar-agar) (Gunawan, 1995).
Unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam kultur jaringan meliputi N, P, K,
Ca, Mg, dan S, sedangkan unsur hara mikro meliputi Fe, Cu, Mn, Zn, B, Mo, dan Co.
Penambahan beberapa senyawa organik dalam jumlah kecil seperti vitamin, mio-inositol,
dan asam amino, dapat memperbaiki pertumbuhan dan organogenesis kultur in vitro.
Vitamin yang sering digunakan dari kelompok vitamin B, yaitu tiamin- HCl (vitamin B1),
11

piridoksin HCl (vitamin B6), asam nikotinat dan riboflavin (vitamin B2). Asam amino
merupakan sumber N organic yang lebih mudah diabsorpsi daripada N anorganik dalam
medium yang sama (Zulkarnain, 2009).
Media Murashige dan Skoog (MS) adalah yang paling luas penggunaannya
dibandingkan dengan media dasarlainnya, terutama pada mikropropagasi tanaman dikotil
dengan hasil yang memuaskan. Media MS memiliki kandungan garam-garam yang lebih
tinggi daripada media lain, disamping kandungan nitratnya juga tinggi (Zulkarnain, 2009).

2.3 Peranan zat pengatur tumbuh dalam kultur jaringan tanaman nilam
Zat pengatur tumbuh (ZPT) didefinisikan sebagai senyawa organik bukan nutrisi yang
aktif dalam jumlah kecil yang disintesis pada bagian 28 tertentu tanaman dan pada umumnya
diangkut ke bagian lain tanaman di mana zat tersebut menimbulkan tanggapan secara
biokimia, fisiologis dan morfologis (Wattimena, 1988). kultur jaringan terdapat dua
golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin. Sitokinin
berperan penting untuk merangsang pembelahan sel dan auksin digunakan secara luas dalam
kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan kalus, suspensi sel dan organ. Berdasarkan
penelitian Rahman et al (2003) menyatakan bahwa ZPT dalam konsentrasi rendah dapat
mempengaruhi proses fisiologis tumbuhan.
Pembentukan tunas secara in vitro sangat menentukan keberhasilan produksi bibit
yang cepat dan banyak. Semakin banyak tunas yang terbentuk akan berkorelasi positif
dengan bibit yang dapat dihasilkan melalui kultur jaringan. Demikian untuk memacu faktor
multiplikasi tunas yang tinggi diperlukan penambahan zat pengatur tumbuh sitokinin. Tunas
ganda (tunas majemuk) yang terbentuk secara langsung lebih stabil secara genetik
dibandingkan dengan tunas tidak langsung (Lestari, 2011). termasuk golongan sitokinin
antara lain BAP (Benzyl Amino Purine), BA (Benzil Adenin), kinetin (Furfuril Amino Purin),
2-Ip (2-Isopentenyl Adenin / 6-Dimethyl Allyl Amino Purine), Thidiazuron, PBA (6-(Benzyl
Amino)-9(2-Tetrahydropyranyl)-9H-Purine) dan zeatin (Gunawan, 1995).
Perbanyakan nilam melalui kultur jaringan dengan media dasar MS dan penambahan
ZPT BAP telah berhasil dilakukan dengan hasil multiplikasi yang signifikan yaitu lebih
sepuluh tunas per eksplan. ZPT tersebut mahal harganya, sehingga harga benih asal kultur
jaringan sangat mahal dibanding benih konvensional. Metode perbanyakan nilam dengan
media padat menggunakan media dasar alternatif dan subsitusi vitamin alami diharapkan
dapat menekan harga jual benih sekaligus menghasilkan benih sehat dalam jumlah yang
12

banyak dan seragam serta murah harganya. Hidayah et al., (2012) menyatakan bahwa
penggunaan eksplan nodes pada kultur jaringan nilam memberikan respon regenerasi yang
cepat pada minggu pertama inisiasi.
Golongan sitokinin sering digunakan dalam perbanyakan secara in vitro yang
berfungsi mendorong pembelahan sel, pembentukan dan pertumbuhan tunas aksilar maupun
tunas adventif. Penggunaan media MS dengan penambahan 1 mgL-1 BAP menghasilkan
rata-rata jumlah tunas tertinggi pada perbanyakan nilam secara in vitro (Sobardini et al.,
2006). Perlakuan 1 mgL-1 BAP menghasilkan jumlah tunas yang relatif lebih rendah
dibandingkan perlakuan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi
BAP cenderung menurunkan jumlah tunas. Menurut Hutabarat (2003) penambahan 0,5
mgL-1 BAP sangat mempengaruhi jumlah tunas nilam yang yang terbentuk yaitu
sebanyak 17,8 tunas. Hasil penelitian Krisna (2017) menyatakan bahwa penambahna 0,5
mgL-1 BAP kedalam media menghasilkan jumlah tunas tertinggi sebesar 16,5 buah per
ekslapn. Hadipoentyanti et al . (2009) menyatakan bahwa media MS dengan
penambahan 0,5 mgL-1 BAP merupakan media terbaik untuk induksi tunas tanaman
nilam.
Penggunaan ZPT BAP dan NAA banyak digunakan untuk menginduksi tunas tanaman
dan telah banyak dilakukan. Hasil penelitian Paul et al., (2010) menunjukkan bahwa
penambahan 2,5 mgL-1 BAP dan 0,5 mgL-1 NAA menghasilkan jumlah tunas sebanyak 81,3
tunas dan panjang tunas nilam 1 cm. Suminar et al., (2016) menyatakan bahwa untuk
-1 -1
perbanyakan jumlah tunas nilam pada penambahan 0,01 mgL NAA + 1 mgL BAP
yang menghasilkan jumlah daun lebih banyak yaitu sebanyak 97 helai daun.
BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan waktu


Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas
Pertanian Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh. Penelitian akan berlangsung
dari bulan April sampai Agustus 2021.

3.2. Alat dan bahan


3.2.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoklaf (®), timbangan analitik
satuan gram (Adventurer Ohaus Merk®), hot plate (MSH-300 Biosan Merk®), magnetic
stirrer, Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) (Jisiko Merk®), pH meter (Trans Instrument
Merk®), orbital shaker (Stuart Scientific Merk®), microwave (Panasonic Merk®), gelas
kimia 1000 ml, 500 ml dan 300 ml (Pyrex Merk®), gelas ukur 1000 ml, 100 ml, 50 ml, 25
ml dan 10 ml (Pyrex Merk®), erlenmeyer 1000 ml, 500 ml dan 300 ml (Pyrex Merk®), hand
sprayer, suntik 1 ml, cawan petri, bunsen, pinset, pipet tetes, wadah plastik, scalpel, surgical
blade nomor 24, 120 botol kultur, spatula, rak kultur, ember, lampu flourescens, stop kontak
timer, digital thermometer-hygrometer (HTC-2 Merk®), Digital Lux Meter (LX-101A
Lutron Merk®) dan alat tulis.

3.2.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian adalah pucuk tunas muda (young shoot
tip) tanaman nilam varietas tapak tuan sebanyak 120 pucuk yang diperoleh dari hasil
perbanyakkan nilam yang berasal dari stek pucuk nilam, Media Murashige dan Skoog (MS)
(Komposisi dapat dilihat pada Lampiran 1), zat pengatur tumbuh jenis sitokinin yaitu Benzyl
Amino Purine (BAP), zat pengatur tumbuh jenis auksin yaitu Naphthalene Acetic Acid (
NAA), akuades steril, alkohol 70% dan 96%, larutan NaOCl 10% dan 5%, KOH 0,1 N, HCl
0,1 N, plastik wrap, plastik transparan tahan panas, karet gelang, kertas saring, masker, tisu,
spiritus, korek api, dan stiker label.

3.3. Analisis data


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola
faktorial 5x4 yang terdiri dari 2 (dua) faktor yang diteliti, faktor pertama adalah
konsentrasi BAP (B) dan faktor kedua adalah konsentrasi NAA (N).

13
14

Faktor pertama adalah konsentrasi BAP (B) yang terdiri dari 5 taraf :
B0= kontrol
B1= 0,25 mg L-1
B2= 0,5 mg L-1
B3= 0,75 mg L-1.
B4 = 1 mg L-1.
Faktor kedua adalah konsentrasi NAA (N) yang terdiri dari 4 taraf :
N0= kontrol
N1= 0,25 mg L-1
N2= 0,5 mg L-1
N3= 0,75 mg L-1.
Dengan demikian terdapat 20 kombinasi perlakuan dengan 3 kali ulangan, sehingga
diperoleh 60 satuan percobaan. Susunan kombinasi dari perlakuan dapat dilihat pada Tabel
1.

Tabel 1. Susunan kombinasi perlakuan konsentrasi BAP dan NAA pada tanaman nilam
Kombinasi Perlakuan Perlakuan
-1
BAP (mg L ) NAA (mg L-1)
B0N0 0 0
B0N1 0 0,25
B0N2 0 0,5
B0N3 0 0,75
B1N0 0,25 0
B1N1 0,25 0,25
B1N2 0,25 0,5
B1N3 0,25 0,75
B2N0 0,5 0
B2N1 0,5 0,25
B2N2 0,5 0,5
B2N3 0,5 0,75
B3N0 0,75 0
B3N1 0,75 0,25
B3N2 0,75 0,5
B3N3 0,75 0,75
B4N0 1 0
B4N1 1 0,25
B4N2 1 0,5
B4N3 1 0,75

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan uji F. Model matematika yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:

Yijk = μ + Bi + Nj + (BN)ij + εijk


15

Keterangan:
Yijk = Hasil pengamatan pada faktor konsentrasi BAP (B) taraf ke-i, faktor
konsentrasi NAA (N) taraf ke-j dan ulangan ke-k (k= 1, 2, 3)
Μ = Nilai tengah umum
Bi = Penyimpangan hasil dari nilai μ yang disebabkan oleh pengaruh faktor
konsentrasi BAP (B) pada taraf ke-i (i= 1, 2, 3, 4, 5)
Nj = Penyimpangan hasil dari nilai μ yang disebabkan oleh pengaruh faktor
konsentrasi NAA (N) pada taraf ke-j (j= 1, 2, 3, 4)
(BN)ij = Penyimpangan hasil dari nilai μ yang disebabkan oleh interaksi faktor B taraf
ke-i dan faktor I taraf ke-j
εijk = Galat percobaan untuk faktor konsentrasi BAP (B) taraf ke-i, faktor
konsentrasi NAA (N) taraf ke-j dan ulangan ke-k.

Bila uji F menunjukkan pengaruh yang nyata pada perlakuan maka akan diteruskan
dengan uji Duncan New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5%. Rumus sebagai
berikut:

DNMRT0,05 = JND (α,d,v) { }

Keterangan:
DNMRT0,05 = Duncan New Multi Range Test (DNMRT)
JND = Jarak nyata duncan
A = Taraf nyata (0,05)
D = Jarak
V = Derajat bebas galat
KT galat = Kuadrat tengah galat
U = Ulangan

3.4. Pelaksanaan penelitian


3.4.1. Sterilisasi peralatan
1. Sterilisasi alat kerja
Peralatan alat kerja yang digunakan dalam kultur jaringan harus tahan panas yang
terbuat dari kaca seperti botol kultur, erlenmeyer, cawan petri dan yang terbuat dari stainless
steel seperti pinset, gagang skapel, dan mata skapel dicuci bersih menggunakan detergen lalu
dikeringkan. Peralatan tadi dibungkus dengan kertas dan diikat karet. Khusus untuk cawan
petri, pinset, gagang skapel, mata skapel, dan tisu dimasukkan terlebih dahulu kedalam
plastik tahan panas lalu diikat karet. Lalu semua alat tersebut disterilkan dengan autoclave
pada suhu 126°C dengan tekanan 15 Psi selama 30 menit.

2. Sterilisasi laminar air flow cabinet (LAFC)


Sterilisasi Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) dilakukan dengan cara menghidupkan
lampu UV 24 jam sebelum LAFC digunakan. Satu jam sebelum digunakan, lampu Ultra
16

Violet (UV) dimatikan dan Blower dihidupkan selama ± 15 menit. Setelah itu, LAFC
dibersihkan dengan cara menyemprot alkohol 96% dan dilap dengan menggunakan tisu steril
keseluruh bagian dasar LAFC agar terbebas dari penyebab kontaminasi. Kemudian,
peralatan seperti bunsen, gelas beker, botol berisi media, erlenmeyer berisi cairan untuk
sterilisasi (alkohol, desinfektan, aquades), karet, plastik penutup botol, dan korek api
disemprot dengan menggunakan alkohol 96% terlebih dahulu sebelum dimasukkan kedalam
LAFC.

3.4.2. Pembuatan larutan stok dan pengenceran ZPT


Komposisi bahan kimia stok makro dan mikro ditimbang sesuai dengan kebutuhan
dalam pembuatan media MS (Lampiran 3). Masing-masing jenis bahan kimia stok
dihomogenkan kedalam akuades 500 ml hingga larut menggunakan hot plate and magnetic
stirrer dan tidak dipanaskan. Setelah itu, larutan stok dicukupkan hingga 1 L. Pada larutan
stok F, bahan kimia Na2EDTA dan FeSO4.7H2O dihomogenkan secara terpisah, larutan
Na2EDTA dipanaskan sebelum dicampurkan dengan larutan FeSO4. Larutan stok yang telah
homogen diberi label dan kemudian larutan stok disimpan dalam refrigerator.
Pembuatan stok BAP, bahan kimia stok BAP ditimbang sebanyak 100 mg dan
kemudian dihomogenkan dalam 100 ml akuades. Pengenceran stok BAP menggunakan HCL
1 N yang ditetesi sedikit demi sedikit kedalam larutan stok BAP sambil dipanaskan dan
dilarutkan menggunakan hot plate dan magnetic stirer sampai larutan stok BAP terlarut.
Penggunaan pelarut awal HCl 1 N ini diperlukan untuk menghindari terjadinya
penggumpalan akibat tidak larutnya ZPT tersebut. Setelah larutan BAP terlarut sempurna,
larutan dipindahkan kedalam erlenmeyer dan ditutup dengan plastik bening. Kemudian
larutan stok BAP disimpan didalam Refrigerator..Penggunaan larutan stok BAP sesuai
dengan perlakuan, bila 1 mg L-1 media maka dibutuhkan 1 ml larutan stok BAP.
Pembuatan stok NAA, bahan kimia stok NAA ditimbang sebanyak 100 mg kemudian
dihomogenkan ke dalam 100 ml akuades. Agar larutan stok NAA homogen, maka larutan
stok NAA ditetesi NaOH 1 N yang ditetesi sedikit demi sedikit kedalam larutan stok NAA
sambil dipanaskan dan dilarutkan menggunakan hot plate dan magnetic stirer hingga larutan
stok NAA terlarut secara sempurna. Penggunaan pelarut awal NaOH ini diperlukan untuk
menghindari terjadinya penggumpalan akibat tidak larutnya ZPT tersebut. Setelah larutan
NAA terlarut sempurna, larutan dipindahkan kedalam erlenmeyer dan ditutup dengan
plastik bening. Kemudian larutan stok NAA disimpan didalam lemari pendingin.
17

Penggunaan larutan stok NAA sesuai dengan perlakuan, bila 1 mg L-1 media maka
dibutuhkan 1 ml larutan stok NAA.

3.4.3. Pembuatan media Murashige dan Skoog (MS)


Stok A, B, C, D, E, F, mio-inositol dan vitamin diukur satu per satu menggunakan
gelas ukur berdasarkan volume kebutuhan masing-masing (Lampiran 3). Kemudian dituang
ke dalam beaker glass yang berisi 500 ml akuades, dihomogenkan menggunakan magnetic
stirrer dan hotplate. Gula pasir ditambahkan sebanyak 30 g kedalam larutan dan
dihomogenkan lagi. Setelah itu, ditambahkan BAP atau NAA yang telah diencerkan sesuai
dengan konsentrasi perlakuan (kontrol tidak ditambahkan ZPT). Kemudian, larutan
dicukupkan dengan akuades hingga volume mencapai 1 liter.
Selanjutnya, pH larutan diukur dengan menggunakan pH meter digital dengan kisaran
pH 5,7-5,8. Apabila pH larutan masih dibawah 5,7 ditambahkan larutan KOH 0,1 N dengan
cara diteteskan perlahan sampai pH naik. Apabila pH diatas 5,8 bisa diteteskan larutan HCl
0,1 N. Keasaman pH merupakan faktor lingkungan eksplan yang sangat menentukan.
Manfaat pH dalam media yaitu untuk membantu penyerapan unsur hara dan menjaga
kestabilan membran sel dalam mengatur garam-garam agar tetap dalam bentuk terlaru. pH
terlalu tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan eksplan terhenti dan jika pH terlalu rendah
dapat menyebabkan ZPT menjadi kurang stabil.
Setelah pH larutan sesuai, ditambahkan bubuk agar-agar merk swallow globe
sebanyak 7 g kedalam larutan media dan tombol pemanas dihidupkan sambil diaduk sampai
homogen. Beaker glass yang berisi larutan media MS ditutup dengan plastik wrap dan diberi
lubang udara untuk mencegah larutan tidak tumpah. Apabila telah muncul gelembung udara
kecil diatas permukaan larutan media, maka larutan tersebut dipanaskan menggunakan
microwave selama ±3 menit sampai larutan mendidih. Selanjutnya, larutan media kembali
dipanaskan dan dihomogenkan kembali menggunakan magnetic stirrer dan hotplate selama
2 menit agar endapan dari agar-agar menyatu kembali. Larutan media dituang kedalam botol
kultur masing-masing sebanyak ± 15 ml, ditutup dengan plastik transparan dan diikat karet.
Media MS disterilkan menggunakan autoclave pada tekanan 15 psi dengan suhu 121 °C
selama 15 menit. Terakhir, media diinkubasi selama 7 hari untuk melihat apakah media
tersebut bebas dari kontaminasi jamur dan bakteri.

3.4.4. Isolasi bahan tanam (eksplan)


18

Isolasi bahan tanam dimulai dari pemilihan dan pemeliharaan tanaman induk.
Tanaman induk yang dipilih harus sehat, bebas penyakit dan memiliki pertumbuhan yang
baik. Hal ini diperlukan agar bahan eksplan yang digunakan dalam kultur jaringan tidak
menjadi sumber kontaminan sehingga kondisi aseptik kultur tetap terjaga. Bagian yang akan
digunakan adalah tunas pucuk tanaman nilam Aceh varietas Tapak Tuan yang didapat dari
hasil perbanyakan nilam melalui stek pucuk yang telah berusia ± 4 bulan. Bagian tanaman
yang diisolasi mulai dari ujung pucuk tunas muda sampai ke bagian pangkal pucuk tunas
dengan panjang ± 5 cm.

3.4.5. Sterilisasi bahan tanam


Tahap sterilisasi eksplan pucuk tunas tanaman tin terbagi menjadi sterilisasi diluar
LAFC dan didalam LAFC. Sterilisasi bahan tanam berdasarkan Muna (2021).

Eksplan diambil sepanjang 5-7dcm dan semua tangkai dan daun


dihilangkan.

Eksplan dicuci menggunakan air mengalir sebanyak 3-4 kali.

Ekplan direndam dalam larutan detergen 5% selama 5 menit lalu dan


dibilas menggunakan air mengalir.

Sterilisasi didalam Laminar Air Flow Cabinet (LAFC)

Ekplan direndamdalam larutan alcohol 70% selama 30 detik,


kemudian dibilas dengan aquadest steril sebanyak 3 kali

Eksplan digojok menggunakan larutan Clorax 30% selama 5 menit


dan dibilas menggunakan aquadest steril sebanyak 3 kali, pada
Gambar 1. Skema sterilisasi eksplan nilam
bilasan terakhir ditambahkan 3 tetes betadin.
Gambar 1. Skema sterilisasi ekplan nilam

3.4.6. Penanaman eksplan pucuk tunas muda


Tahap penanaman eksplan dilakukan didalam LAFC. Setelah dilakukan sterilisasi
pada eksplan, Eksplan yang telah dipotong kemudian ditanam kedalam media sesuai dengan
19

perlakuan ZPT. Botol kultur dibuka dan dapat langsung ditanam. Satu botol terdapat satu
eksplan. Penanaman dilakukan didekat dengan bunsen untuk mengurangi terjadinya
kontaminasi. Pengambilan eksplan dengan pinset yang dipanaskan terlebih dahulu dengan
bunsen. Panaskan juga mulut botol, kemudian tutup rapat botol dengan plastik dan diikat
dengan karet gelang agar tidak terkontaminasi.
Botol kultur diberikan label berupa jenis tanaman dan tanggal penanaman. Kemudian
eksplan disimpan didalam ruang inkubasi pada suhu 25 °C dan pencahayaan 16 jam dengan
menggunakan timer otomatis.

3.4.7. Subkultur eksplan (pemindahan tanaman)


Subkultur adalah proses pemindahan planlet yang masih sangat kecil (planlet muda) dari
media yang lama ke dalam media yang baru. Salah satu tujuannya untuk mencegah
tanaman kultur jaringan kehabisan nutrisi, sehingga pertumbuhannya dapat tetap baik.
Subkultur ini biasanya dilakukan pada usia 4 minggu dan apabila tidak mengalami browning
dan terjadi kontaminasi maka tidak disarankan untuk melakukan subkultur.

3.4.8. Peubah yang diamati


Pengamatan terhadap eksplan dilakukan setiap minggu mulai 1 minggu setelah inisiasi
(MSI) sampai 12 MSI. Parameter yang diamati adalah sebagai berikut:
1. Persentase eksplan hidup
Hal yang diamati adalah menghitung jumlah eksplan dalam kondisi hidup. Rumus
menghitung persentase eksplan hidup adalah sebagai berikut:
⅀ Eksplan hidup
⅀ Eksplan yang ditanam setiap perlakuan
% Eksplan Hidup = × 100%

2. Persentasi kontaminasi
Hal yang diamati adalah menghitung eksplan yang terkontaminasi jamur atau bakteri.
Rumus menghitung persentase eksplan yang terkontaminasi adalah sebagai berikut:
⅀ Eksplan kontaminasi
⅀ Eksplan yang ditanam setiap perlakuan
% Eksplan Kontaminasi = × 100%

3. Umur tumbuh tunas (hari)


Pengamatan umur tumbuh tunas dilakukan pada saat tunas sudah mulai muncul daun
pada hari ke berapa, kemudian dicatat.
20

4. Persentase pembentukan tunas


Hal yang diamati adalah menghitung jumlah tunas yang berhasil tumbuh pada setiap
eksplan. Rumus menghitung persentase pembentukan tunas adalah sebagai berikut:
⅀ Eksplan yang membentuk tunas
⅀ Eksplan yang ditanam setiap perlakuan
% Pembentukan tunas = × 100%

5. Tinggi eksplan (cm)


Pengamatan tinggi eksplan dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman menggunakan
kertas milimeter block dengan menempelkan kertas sejajar dengan media pada botol
kultur yang berisi eksplan.

6. Jumlah daun
Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan menghitung banyaknya daun yang telah
membuka sempurna pada setiap eksplan.
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Y. 2010. Karakterisasi minyak nilam (Pogostemon cablin Benth) dan peningkatan
kadar patchouli alcohol dalam minyak nilam menggunakan membran selulosa Asetat
dan distilasi fraksinasi. Disertasi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.

Dhalimi, A. 1998. Sejarah dan Perkembangan Budidaya Nilam di Indonesia. Monograf V.


Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.

Direktorat Jendral Perkebunan. 2020. Nilam. Statistik Perkebunan Indonesia 2017-2020.

Donelian, L.H.C. Carlson, T.J. Lopes, R.A.F. Machad. 2009.Comparison of extraction of


patchouli (Pogostemon cablin) essential oil with supercritical CO2 and by steam
distillation, J. of Supercritical Fluids . 48 :15–20.

Dwiyani, R. 2015. Kultur Jaringan Tanaman. PElawa Sari, Bali.

Firmanto, B. H. 2009. Budidaya Tanaman Industri Wewangian Nilam. CV. Walatra,


Bandung.

Fitramala, E. 2014 Mikropropagasi Pisang Kepok Merah (Musa paradisiaca) Pengaruh


Media dan Zat Pengatur Tumbuh. Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Bogor.

Gunawan, L. W. 1998. Teknik Kultur Jaringan. PAU IPB, Bogor.

Hadipoentyanti, E, Amalia, Sirait N, Pribadi ER. 2009. Benih Nilam Varietas


Unggul Sidikalang (Produksi Minyak > 300 kg/Ha), Sehat dan Murah Hasil
Kultur Jaringan (30% dari Biaya Standar) [laporan hasil penelitian]. Bogor
: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Puslitbang Perkebunan.

Hadipoentyanti, E. 2010. Perbanyakan benih nilam veritas unggul Sidikalang (produksi


minyak ≥ 300 kg/ha), Sehat dan murah hasil kultur jaringan. Balai Penelitian Tanaman
Obat dan Aromatik, Bogor.

Hartmann, H.T., D.E. Kester, and F.T. Davies. 1990. Plant Propagation and Principles
Practices. Prentice-Hall Inc. New Jersey.

Hidayah, WN, JS Noeriah, SM Sharifah Aminah, SA Sharipah, Ruzaina and P. Faezah.


2012. Effect of medium strength and hormones concentration on regeneration of
Pogostemon cablin using nodes explant. Asian Journal of Biotechnology 4 (1) : 46-
52.

Hatta, M., M. Hayati dan U. Irayani. 2008. Pengaruh IAA dan BAP terhadap pertumbuhan
tanaman nilam (Pogestemon cablin Benth) in vitro. J. Floratek. 3 : 56-60.

21
22

Hutabarat, D. 2003. Pengaruh basil adenin, macam eksplan, lama inkubasi eksplan
dan cahaya pada sub kultur tanaman nilam (Progostemon Cablin Benth) secara
in vitro. Agrivet. 7 (2): 95 - 103.

Isnaeni. S, L. Chaidir, dan D. Novie. 2018. Pengaruh pertumbuhan tanaman nilam aceh
(Pogostemon cablin Benth.) dengan penambahan naftalen asam asetat (NAA). Jurnal
Hexagro. 2(1) : 11-16.

Kardinan, A., dan Ludi, M. 2004. Mengenal Lebih Dekat Nilam Tanaman Beraroma Wangi
Untuk Industri Parfum dan Kosmetika. Agromedia. Bogor.

Krisna, S.K.M. 2017. induksi proliferasi tunas nilam (pogostemon cablinbenth.) varietas
sidikalang dengan penambahan BAP, gula, dan kitosan untuk produksi biomassa nilam
secara in vitro. Institut PErtanian Bogor, Bogor.

Lestari, Endang. G. 2011. Peranan zat pengatur tumbuh dalam Perbanyakan tanaman melalui
kultur jaringan. Jurnal AgroBiogen 7 (1).

Mangun, H. M. S. 2002. Nilam. Penebar Swadaya, Jakarta.

Mangun, H.M.S., Waluyo, H., dan Purnama, S. A. 2012. Nilam; Hasilkan rendemen minyak
hingga 5 kali lipat dengan fermentasi kapang. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mardani, D., Y. 2007. Pengaruh Jumlah Ruas dan Komposisi Media Tanam Terhadap
Pertumbuhan Bibit Setek Nilam (Pogostemoncablin Benth). Fakultas Pertanian UNY.
Yogyakarta.

Mariska, I. dan E.G. Lestari. 2003. Pemanfaatan kultur in vitro untuk


meningkatkan keragaman genetik tanaman nilam. Jurnal Litbang Pertanian 22(2):64-
69.

Norrizah, SM,WN Hidayah, S Aminah, S Ruzaina, dan P Faezah. 2012. Effect of medium
strength and hormones concentration on regeneration of Pogostemon cablin using
nodes explants. Asian Journal of Biotechnology 4(1) 46-52.

Nuryani, Y., Emmyzar, Wiratno. 2005. Budidaya Tanaman Nilam. Balai Penelitian
Tanaman Obat dan Aromatik, Balitbang Pertanian, Bogor.

Nuryani, Y. 2006. Jurnal Budidaya Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth.). Balai
Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Balitbang Pertanian, Bogor.

Paul, A., G. Thapa, Basu, A., Mazundar, P., Chandra Kalita, M., dan Sahoo, L. 2010. Rapid
plant regeneration, analysis of genetic fidelity and essential aromatic oil content of
micropropagated plants of Patchouli, Pogostemon cablin (Blanco) Benth. An
industrially imprint aromatic plant. Industrial Crops and Products.32: 366-374
23

Pratibha. S dan J. Sarma. 2016. Pogostemon cablin ( Blanco) Benth. ( Lamiaceae): It’s
Ethnobotany & in vitro regeneration. PHCOG J. 7 (3) : 152 -156. Rukmana, R. 2004.
Nilam Prospek Agribisnis dan Teknik Budidaya. Penerbit kanisius, Yogyakarta.

Rosman, R., dan Hermanto. 2004. Aspek lahan dan iklim untuk pengembangan nilam di
provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Bogor.

Rukmana, R. 2004. Nilam Prospek Agribisnis dan Teknik Budidaya. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.

Sahwalita dan N. Herdiana. 2016. Panduan Budidaya Nilam (Pogostemon cablimI Benth.)
dan Produksi Minyak Atsiri. GIZ Bioclime Project, Sumatera Selatan.

Sobardini, D, E Suminar, dan Murgayanti. 2006. Perbanyakan Cepat Tanaman Nilam.


Laporan Akhir Penelitian DIPA UNPAD.

Subroto, T. 2007. Budi Daya dan Penyulingan Minyak Nilam. PT Pribumi Mekar, Bandung.

Suminar, E, I. R. D. Anjarsari, A. Nuraini, dan Hapizhah. 2015. Pertumbuhan dan


perkembangan tunas nilam var. Lhoukseumawe dari jenis eksplan dengan sitokinin
yang berbeda secara in vitro. Jurnal Kultivasi Vol. 14(2): 16-23.

Suminar. E., D. S. Sobarna., A. Nuraini., S. mubarok., P. Suryatama., Y. Shihombing dan


C.Angel. 2016. Regenerasi berbagai jenis eksplan nilam klon sidikalang dan Aplikasi
azotobacter pada tahap aklimatisasi. Jurnal Agrikultura. 27 (2) : 72 – 82.

Susial, P. 2018. Pertumbuhan dan produksi beberapa varietas nilam Nilam (Pogostemon
cablimI Benth.) dengan perlakuan intensitas naungan. Tesis. Program Studi
Agroteknologi Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara.

Trimulyono, G., Solichatun dan M. S. Dewi. 2004. Pertumbuhan kalus dan kandungan minya
atsiri nilam (Pogostemon cablin (Blanco) Bth.) dengan perlakuan asam α-Naftalen
Asetat (NAA) dan Kinetin. Biofarmasi. 2 (1): 9-14.

Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas


Bioteknologi Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Yusnita, 2003. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Penerbit
Agromedia Pustaka, Jakarta.

Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara, Jakarta.


24

LAMPIRAN

Lampiran 1. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian


Alat Kerja
Sterilisasi Peralatan
Laminar Air
Flow Cabinet
Pembuatan Larutan Stok dan Pengenceran ZPT

Pembuatan Media MS

Pemilihan dan Isolasi Bahan Tanam

Sterilisasi Bahan Tanam

Penanaman Eksplan Tunas Pucuk Nilam

Pengamatan

Analisis Data
25

Lampiran 2. Bagan Penelitian

B1N2 (II) B3N1 (I) B4N0(II)


B0N3 (III) B2N2 (III) B4N1(III)
B1N0 (III) B0N1 (II) B2N0 (III)
B3N3 (I) B3N0 (III) B0N2 (III)
B0N3 (I) B2N0 (II) B3N0 (II)
B2N1 (III) B1N1 (I) B0N1 (I)
B0N0 (III) B1N2 (III) B2N1 (II)
B2N3 (II) B0N2 (I) B2N3 (III)
B0N0 (II) B1N3 (II) B2N3 (I)
B3N0 (I) B0N0 (I) B1N1 (II)
B3N1 (II) B3N2 (I) B1N0 (I)
B2N2 (II) B1N1 (III) B3N2 (II)
B2N2 (I) B0N3 (II) B1N3 (III)
B4N3(I) B1N2 (I) B1N0 (I1)
B4N0(I) B3N3 (II) B3N2 (III)
B4N3(I) B4N1(II) B4N2(I)
B3N3 (III) B4N3(I) B2N1 (I)
B3N1 (III) B1N3 (I) B0N2 (II)
B0N1 (III) B4N0(III) B2N0 (I)
B4N2(II) B4N2(III) B4N1(I)

Keterangan:

B: Konsentrasi BAP I: Konsentrasi IAA

(0): Kontrol (0): Kontrol

(1): 0,25 mg L-1 (1): 0,25 mg L-1

(2): 0,5 mg L-1 (2) : 0,5 mg L-1

(3): 0,75 mg L-1 (3): 0,75 mg L-1

(4): 1 mg L-1
26

Lampiran 3. Komposisi Senyawa Kimia Pembuatan Media Murashige dan Skoog (MS)

Volume
Konsentrasi
Konsentrasi larutan stok
Senyawa dalam dalam
Stok Kepekatan dalam larutan yang
Larutan Stok media MS
stok (g L-1) dibutuhkan per
(mg L-1)
Liter (ml)
A NH4NO3 1.650 50 x 82,5 20
B KNO3 1.900 50 x 95 20
KH2PO4 170 34
H3BO3 6,2 1,24
C KI 0,83 200 x 0,166 5
Na2MoO4.4H2O 0,25 0,05
CoCl2. 6H2O 0,025 0,005
D CaCl2. 2H2O 440 100 x 44 10
MgSO4. 7H2O 370 37
MnSO4. H2O 22,3 2,23
E 100 x 10
ZnSO4. 7H2O 8,6 0,86
CuSO4. 5H2O 0,025 0,0025
FeSO4. 7H2O 27,8 1,39
F Na2EDTA.2H2O 50 x 20
37,3 1,865
atau Titriplex III
Thiamine HCl 0,1 0,01
Niacin 0,5 0,05
Vit 100 x 10
Pyridoxine 0,5 0,05
Glicine 2 0,2
Myo Myo-Inositol, 100 100 x 10 10

Lampiran 4. Pembuatan Larutan Stok untuk zat pengatur tumbuh (ZPT).

Volume larutan stok


Berat ZPT dalam 100 ml
Jenis ZPT Jenis Pelarut yang dibutuhkan per
Larutan Stok
Liter (ml)
BAP 100 mg HCL 1 N Sesuai Perlakuan
NAA 100 mg NaOH 1 N Sesuai Perlakuan
27

Lampiran 5. Deskripsi nilam varietas Tapak Tuan

Varietas Tapak Tuan


Asal Tapak Tuan (Aceh)
Tinggi tanaman (cm) 50,57 – 82,28
Warna batang muda Ungu
Warna batang tua Hijau keunguan
Perakaran Serabut
Bentuk batang Persegi
Percabangan Lateral
Jumlah cabang primer 7,30-24,48
Jumlah cabang sekunder 18,80-25,70
Cabang primer (cm) 46,24-65,98
Cabang sekunder (cm) 19,80-45,31
Bentuk daun Delta, bulat telur
Pertulangan daun Menyirip
Warna daun Hijau
Panjang daun (cm) 6,47-7,52
Lebar daun (cm) 5,22-6,39
Tebal daun (mm) 0,31-0,78
Tangkai daun (cm) 2,67-4,13
Jumlah daun/cabang primer 35,37-157,84
Ujung daun Runcing
Pangkal daun Rata, membulat
Tepi daun Bergerigi ganda
Bulu daun Banyak, lembut
Terna segar (ton/ha) 41,51-103,05
Minyak (kg/ha) 234,89-583,26
Kadar minyak (%) 2,07-3,87
Patchouli alkohol (%) 28,69-35,90
Meloidogyne incognita Sangat rentan
Pratylenchus bracyurus Sangat rentan
Radhopolus similis Rentan
Ralstonia solanacearum Rentan
Peneliti Y. Nuryani, Hobir, C. Syukur dan I. Mustika
Sumber Nuryani (2006)

Anda mungkin juga menyukai