Anda di halaman 1dari 13

Mahasiswa S-1 Reguler

PENGARUH KOMBINASI NAA DAN AIR KELAPA DALAM KULTUR JARINGAN BAWANG

PUTIH (Allium sativum L.)1)

Oleh
Linda Sholikhatul Mahmudah 2)
H0717080

Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Nandariyah, M.S.


Pembimbing : Ir. Retna Bandriyati Arniputri, M.S.
Pendamping Pembahas : Dr. Ir. Amalia Tetrani Sakya, M.P., M.Phil.

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2021

Keterangan:
1) Makalah disampaikan pada seminar hasil penelitian tingkat sarjana S-1 Fakultas
Pertanian, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
2) Peneliti adalah mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir.
Nandariyah, M.S. sebagai pembimbing utama, Ir. Retna Bandriyati Arniputri, M.S.
sebagai pembimbing pendamping, dan Dr. Ir. Amalia Tetrani Sakya, M.P., M.Phil.
sebagai Pembahas.
PENGARUH KOMBINASI NAA DAN AIR KELAPA DALAM KULTUR JARINGAN
BAWANG PUTIH (Allium sativum L.)1)

Linda Sholikhatul Mahmudah2), Nandariyah3), Retna Bandriyati Arniputri4)


Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta

ABSTRAK

Bawang putih merupakan salah satu tanaman rempah yang memiliki nilai
komersil tinggi. Peningkatan jumlah bibit yang unggul diperlukan agar tercukupi
permintaan bawang putih yang kian meningkat Penanaman bawang putih melalui
teknik kultur jaringan ini dapat menghasilkan jumlah bibit lebih banyak dibanding
secara konvensional. Media yang digunaakan dalam penelitian ini yaitu media MS.
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan yaitu ZPT (Zat Pengatur
Tumbuh) yang terdapat pada media kultur. Zat pengatur tumbuh yang digunakan pada
penelitian ini yaitu NAA dan air kelapa dengan konsentrasi yang berbeda. Tujuan dari
penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh pemberian NAA dan air kelapa yang tepat
terhadap pertumbuhan eksplan bawang putih. Penelitian dilaksanakan pada bulan
September 2020 – Maret 2021 di Laboratorium Bioteknologi dan Kultur Jaringan,
Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor dengan dua belas kombinasi perlakuan
dan tiga ulangan. Faktor pertama yaitu NAA dengan konsentrasi 0 ppm, 0,5 ppm, 1
ppm, 1,5 ppm dan konsentrasi air kelapa 0%, 10%, 20% sebagai faktor kedua.
Variabel yang diamati yaitu waktu muncul tunas, waktu muncul akar, jumlah tunas,
jumlah akar, jumlah daun, tinggi tunas, panjang akar, dan jumlah planlet. Analisis data
yang digunakan yaitu uji F dengan taraf kepercayaan 5%, jika terdapat beda nyata
dilanjutkan uji DMRT 5%. Hasil dari penelitian ini yaitu pemberian faktor tunggal NAA
0,5 ppm menghasilkan waktu muncul akar tercepat. Kombinasi NAA 0,5 ppm dan air
kelapa 20% menghasilkan jumlah daun paling banyak. Konsentrasi NAA 1 ppm dan air
kelapa 20% menghasilkan tinggi tunas terpanjang. Jumlah planlet terabanyak terdapat
pada media dengan penambahan NAA 1,5 ppm dan air kelapa 10%. Pemberian NAA
dan air kelapa tidak berbeda nyata terhadap waktu muncul tunas, jumlah tunas, jumlah
akar, dan panjang akar.

Kata Kunci : Bawang putih (Allium sativum L.), Kultur Jaringan, NAA, Air Kelapa

Keterangan:
1) Makalah disampaikan pada seminar hasil penelitian tingkat sarjana S-1 Fakultas
Pertanian, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
2) Peneliti adalah mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta
3) Pembimbing utama dari peneliti
4) Pembimbing pendamping dari peneliti
THE EFFECT NAA AND COCONUT WATER COMBINATION ON GARLIC (Allium
sativum L.) TISSUE CULTURE 1)

Linda Sholikhatul Mahmudah2), Nandariyah3), Retna Bandriyati Arniputri4)


Department of Agrotechnology, Faculty of Agriculture,
Sebelas Maret University (UNS) Surakarta

ABSTRACT

Garlic is a spice plant that has high commercial value. An increase in the number
of superior seeds is needed to meet the increasing demand for garlic. Planting garlic
through this tissue culture technique can produce more seeds than conventionally. The
media used in this research is MS media. One of the factors that affect the growth of
explants is PGR (Growth Regulating Substances) contained in the culture media. The
growth regulators used in this study were NAA and coconut water with different
concentrations. The purpose of this study was to determine the effect of proper addition
of NAA and coconut water on the growth of garlic explants. The research was
conducted in September 2020 – March 2021 at the Laboratory of Biotechnology and
Tissue Culture, Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University, Surakarta. This study
used a two-factor Completely Randomized Design (CRD) with twelve treatment
combinations and three replications. The first factor is NAA with concentrations of 0
ppm, 0.5 ppm, 1 ppm, 1.5 ppm and coconut water concentrations of 0%, 10%, 20% as
the second factor. Variables observed were shoot emergence time, root emergence
time, number of shoots, number of roots, number of leaves, shoot height, root length,
and number of plantlets. Analysis of the data used is the F test with a confidence level
of 5%, if there is a significant difference, then the DMRT test is 5%. The results of this
study were the addition of a single factor of 0.5 ppm NAA resulted in the fastest root
emergence time. The combination of 0.5 ppm NAA and 20% coconut water produced
the highest number of leaves. Concentration of 1 ppm NAA and 20% coconut water
produced the longest shoot height. The highest number of plantlets was found in the
media with the addition of 1.5 ppm NAA and 10% coconut water. The application of
NAA and coconut water was not significantly different to the time of shoot emergence,
number of shoots, number of roots, and root length.

Keywords: Garlic (Allium sativum L.), Tissue Culture, NAA, Coconut Water

Notes:
1) Presented at undergraduate level research seminar Department of Agrotechnology,
Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University (UNS) Surakarta.
2) The researcher is a student of Department of Agrotechnology, Faculty of
Agriculture, Sebelas Maret University (UNS) Surakarta.
3) Main advisor of author
4) Company advisor of author
I. PENDAHULUAN
Bawang putih merupakan salah satu tanaman rempah yang memiliki nilai
komersil tinggi. Triharyanto dan Sutrisno (2015) menyatakan bahwa tersedianya
bawang putih di pasar dipengaruhi oleh peningkatan permintaan bawang putih.
Pada lain sisi, terjadi penurunan produksi bawang putih dalam negeri
mengakibatkan banyak petani tidak lagi membudidayakan bawang putih lokal.
Penyebab terjadinya hal tersebut dikarenakan rendahnya produktivitas bawang
putih yang menyebabkan kerugian pada nilai jualnya. Oleh sebab itu, diperlukan
peningkatan jumlah bibit bawang putih yang unggul agar tercukupi permintaan
bawang putih yang kian meningkat.
Penanaman bawang putih melalui teknik kultur jaringan ini dapat menghasilkan
bibit dalam jumlah banyak dan unggul dibanding penanaman secara konvensional.
Perbanyakan melalui teknik kultur jaringan diharapkan dapat meningkatkan
kuantitas dan kualitas bibit bawang putih. Teknik kultur jaringan menurut Mastuti
(2017) memiliki beberapa keuntungan dibandingkan metode propagasi secara
tradisional yaitu diantaranya menghasilkan tumbuhan dewasa yang relative cepat,
tumbuhan yang dihasilkan merupakan hasil regenerasi dari sel yang telah
dimodifikasi secara genetic, efisien dalam pemanfaatan lahan karena tidak
memerlukan area pembibitan yang luas, serta tidak tergantung musim dan faktor
lingkungan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan yaitu ZPT
(Zat Pengatur Tumbuh) yang terdapat dalam media kultur. Zat pengatur tumbuh
yang pe untuk pertumbuhan eksplan bawang putih yaitu dari golongan auksin dan
sitokinin. Penelitian ini menggunakan NAA sebagai zat pengatur tumbuh golongan
auksin dan air kelapa sebagai zat pengatur tumbuh sitokinin. NAA digunakan
sebagai zat pengatur tumbuh karena memiliki sifat yang lebih stabil dibanding
auksin yang lain seperti IAA. Kegunaan auksin yang paling utama yaitu
meningkatkan presentase perakaran, memperbaiki kualitas jumlah akar adventif
dan rasio akar. Selain auksin, zat pengatur tumbuh lain yang juga penting adalah
sitokinin dimana memiliki peran dalam proses pembelahan sel, yang juga berfungsi
mengatur pertumbuhan daun, bunga, buah, dan merangsang pembentukan akar
serta batang. Sitokinin yang digunakan berupa sitokinin alami yaitu air kelapa. Hal
tersebut dikarenakan sitokinin sintesis yang semakin lama semakin mahal, untuk
itu diperlukan penekanan biaya produksi dengan penggunaan air kelapa.
Kombinasi antara ZPT NAA dan air kelapa pada tanaman bawang putih
sebelumnya tidak pernah diuji cobakan. Melihat hal tersebut, penelitian ini perlu
dilakukan untuk menjadi pembaruan penelitian sebelumnya tentang penggunaan
ZPT NAA dan air kelapa pada teknik kultur jaringan.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan selama kurang lebih tiga bulan, yaitu pada Bulan
September 2020 – Maret 2021. Lokasi penelitian di Laboratorium Bioteknologi dan
Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu konsentrasi NAA yang terdiri dari 4
taraf yaitu 0 ppm, 0.5 ppm, 1 ppm, dan 1.5 ppm. Faktor kedua yaitu konsentrasi air
kelapa 0%, 10 % dan 20%. Data hasil penelitian dianalisis keragamannya
menggunakan uji F pada taraf 5%. Apabila terdapat hasil beda nyata antar
perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji DMRT pada taraf
5%.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum
Bawang putih yang digunakan sebagai bahan tanam adalah varietas
Tawangmangu Baru. Eksplan bawang putih ditanam pada media MS dengan
perlakuan penambahan zat pengatur tumbuh NAA dan air kelapa. Eksplan ditanam
selama 2 minggu, kemudian dilakukan subkultur dengan cara membelah eksplan
menjadi 4 bagian. Eksplan yang telah diperbanyak disimpan di ruang penyimpanan
kultur jaringan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi. Suhu ruang
penyimpanan berkisar 20-25˚C. Ruang penyimpanan kultur jaringan memiliki lampu
disetiap raknya sebagai pengganti cahaya matahari untuk proses fotosintesis
tanaman. Perawatan yang dilakukan yaitu penyemprotan alkohol 70% disekitar rak
dan botol kultur, tujuannya untuk mencegah kontaminasi. Perbanyakan bawang
putih secara in vitro ini terdapat 12 perlakuan yang diulang 10 kali ulangan. Untuk
dilakukan analisis data diambil 3 ulangan terbaik dan tidak terjadi kontaminasi pada
tanaman. Kendala yang dihadapi selama dilaksanakan penelitian yaitu kontaminasi
yang disebabkan oleh jamur dan bakteri.
B. Waktu Muncul Tunas
Waktu muncul tunas merupakan salah satu indikator penting dalam
perbanyakan kultur jaringan. Usaha perbanyakan tanaman dapat dilakukan secara
cepat ketika waktu muncul tunas juga semakin cepat. Hasil analisis ragam waktu
munculnya tunas pada eksplan bawang putih dengan perlakuan pemberian NAA
dan air kelapa menunjukan pengaruh yang tidak nyata. Berdasarkan data pada
histogram dapat diketahui bahwa pemberian faktor tunggal NAA dan air kelapa
maupun kombinasi antara keduanya pada eksplan bawang putih dapat
menginduksi terbentuknya tunas. Kemunculan tunas rata-rata terjadi pada saat
tanaman berumur kurang dari 4 hari setelah tanam. Hal tersebut diduga pada
setiap eksplan memiliki kandungan auksin dan sitokinin endogen yang cukup untuk
merangsang pembentukan tunas. Darmawati et al (2019) menyatakan bahwa
waktu munculnya tunas tidak berbeda nyata terhadap respon hormon eksogen
dikarenakan hormon auksin dan sitokinin endogen yang dimiliki tanaman dalam
kondisi seimbang. Hasil penelitian Pangestika et al. (2015) terhadap waktu muncul
tunas tanaman bawang putih juga menunjukan tidak adanya perbedaan yang
nyata, hal tersebut diduga pada masing-masing eksplan sudah mengandung
sitokinin dan auksin yang cukup untuk kemunculan tunas, selain itu juga pada
kemunculan tunas sebagian besar lebih dipengaruhi oleh faktor genetik dibanding
faktor luar.

Waktu Muncul Tunas


5.0 4.3333333333333
4.5 3.6666666666666 3
3.6666666666666
4 3.66666666666664 4
4.0
3.3333333333333 7 73.3333333333333
3.3333333333333
3.3333333333333
7
3.5 3 3 3 3
3
3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
A0 A1 A2 A0 A1 A2 A0 A1 A2 A0 A1 A2
N0 N0 N0 0,5 0,5 0,5 N1 N1 N1 1,5 1,5 1,5
N N N N N N
Perlakuan

Keterangan :
N0 : NAA 0 ppm A0 : Air kelapa 0%
N0,5 : NAA 0,5 ppm A1 : Air kelapa 10%
N1 : NAA 1 ppm A2 : Air kelapa 20%
N1,5 : NAA 1,5 ppm

C. Waktu Muncul Akar


Perhitungan saat munculnya akar ditandai dengan adanya tonjolan berwarna
putih pada bagian bawah eksplan yang tumbuh memanjang dengan panjang
kurang lebih 2 mm. Berdasarkan uji F yang telah dilakukan menunjukan bahwa
waktu muncul akar yang diberikan perlakuan tunggal berbagai konsentrasi NAA
berpengaruh nyata. Pemberian NAA pada konsentrasi 0,5 ppm berbeda nyata
dengan pemberian NAA konsentrasi 1,5 ppm. Hasil penelitian Khan et al (2017)
mengatakan bahwa pada tanaman bawang putih yang dikulturkan pada media MS
dengan penambahan NAA 0,5 mg/l dan sitokinin menghasilkan perakaran terbaik
Tabel 1. Pengaruh pemberian NAA dan air kelapa terhadap waktu muncul akar
eksplan bawang putih
Air NAA
Kelapa 0 ppm 0,5 ppm 1 ppm 1,5 ppm
0% 6ab 3,33a 8bc 9,67c
10% 5,67ab 6,33ab 6,33ab 6,33ab
20% 6ab 7bc 7bc 7,33bc
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang berbeda pada masing-masing
perlakuan menunjukan berpengaruh nyata pada DMRT α 5%.
Perlakuan N0,5A0 (NAA 0,5 ppm dan air kelapa 0%) menunjukan hasil terbaik,
dimana akar muncul dibawah 4 hari, lebih cepat dibanding perlakuan yang lain.
Perlakuan terendah yaitu N1,5A0 (NAA 1,5 ppm dan air kelapa 0%). Rata-rata akar
mulai muncul pada waktu tanaman berusia lebih dari 9 hari setelah tanam. Berdasarkan
hasil muncul akar terbaik dan terendah dapat dilihat bahwa kedua perlakuan tersebut
tidak terdapat penggunaan sitokinin eksogen. Pertumbuhan akar pada tanaman hanya
memerlukan sedikit sitokinin. Pranata et al (2015) menyatakan bahwa sitokinin berperan
memacu pertumbuhan tunas namun menghambat pertumbuhan akar. Hasil dari
penelitian yang telah dilakukan diduga sitokinin endogen yang terdapat pada eksplan
sudah mampu untuk mencukupi kemunculan akar.
D. Jumlah Tunas
Jumlah tunas menjadi salah satu parameter penting dalam budidaya kultur jaringan.
Hasil analisis ragam menggunakan uji F dengan taraf kepercayaan sebesar 5% tidak
menunjukan perbedaan yang nyata pada perlakuan tunggal air kelapa maupun NAA
serta interaksi keduanya. Jumlah tunas pada penelitian ini yaitu 1,8-3,8 tunas. Hal
tersebut dikarenakan setiap tanaman memiliki respon yang berbeda pada
pertumbuhannya terhadap zat pengatur tumbuh yang telah diberikan. Penambahan
sitokinin pada konsentrasi yang tepat sejatinya dapat meningkatkan jumlah tunas.
Namun, menurut Rosniawaty et al (2018) dalam menyerap sitokinin eksogen tidak
semua tanaman dapat merespon penambahan tunas karena tanaman mempunyai
kandungan sitokinin endogen yang cukup.
Jumlah Tunas
4.5
4.0 3.8
3.7 3.7
3.5 3.4 3.3
3.3
3.1
3.0 2.7
2.5 2.4 2.2
2.4

2.0 1.8
1.5
1.0
0.5
0.0
A0 A1 A2 A0 A1 A2 A0 A1 A2 A0 A1 A2
N0 N0 N0 0,5 0,5 0,5 N1 N1 N1 1,5 1,5 1,5
N N N N N N
Perlakuan
Keterangan :
N0 : NAA 0 ppm A0 : Air kelapa 0%
N0,5 : NAA 0,5 ppm A1 : Air kelapa 10%
N1 : NAA 1 ppm A2 : Air kelapa 20%
N1,5 : NAA 1,5 ppm

E. Jumlah Akar
Jumlah akar yang semakin banyak dapat mengoptimalkan penyerapan nutrisi dari
media ke tanaman dan pertumbuhan tanaman diharapkan semakin optimal. Hasil dari
penelitian ini jumlah akar yang terbentuk berkisar antara 4,42-12,9 akar. Rata-rata
jumlah akar dari setiap perlakuan yaitu 8,13. Pemberian NAA dan air kelapa pada
media MS memberikan pengaruh yang tidak nyata, baik faktor tunggal maupun
interaksinya. Hal tersebut dikarenalkan serapan zat pengatur tumbuh masing-masing
eksplan berbeda-beda serta waktu yang dibutuhkan tanaman dalam memacu
pertumbuhan akar. Sejalan dengan pernyataan Hartman et al (2010) yang menyatakan
bahwa sitokinin dan auksin yang berbeda dapat direspon oleh tanaman yang berbeda
pula.
Jumlah Akar
14.00 12.92
12.00 11.50
10.00
10.00 9.17
8.25 8.33 8.17
8.00 7.42
6.33
5.75
6.00 5.25
4.42
4.00

2.00

0.00
A 0 A1 A2 A0 A1 A2 A0 A1 A2 A0 A1 A2
N0 N0 N0 0,5 0,5 0,5 N1 N1 N1 1,5 1,5 1,5
N N N N N N

Perlakuan

Keterangan :
N0 : NAA 0 ppm A0 : Air kelapa 0%
N0,5 : NAA 0,5 ppm A1 : Air kelapa 10%
N1 : NAA 1 ppm A2 : Air kelapa 20%
N1,5 : NAA 1,5 ppm

F. Jumlah Daun
Daun merupakan organ yang penting dalam tumbuhan, karena daun dapat
menunjang tanaman untuk melakukan fotosintesis. Berdasarkan hasil uji F pada taraf
5% menunjukan bahwa perlakuan faktor tunggal NAA dan interaksi antara NAA dan air
kelapa tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Namun, pada faktor tunggal air
kelapa berpengaruh nyata terhadap jumlah daun yang terbentuk pada eksplan.
Pemberian air kelapa 10% dan 20% pada media berpengaruh nyata dibanding dengan
tanpa pemberian air kelapa.
Tabel 2. Pengaruh pemberian NAA dan air kelapa terhadap jumlah daun eksplan
bawang putih
Air NAA
Kelapa 0 ppm 0,5 ppm 1 ppm 1,5 ppm
0% 1,67a 2,92abc 1,67a 2,33ab
10% 2,25ab 3,50abc 3,75abc 4,33bc
20% 4,17bc 4,85c 3,17abc 2,92abc
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang berbeda pada masing-masing
perlakuan menunjukan berpengaruh nyata pada DMRT α 5%.
Perlakuan N0,5A2 (NAA 0,5 ppm dan air kelapa 20%) menunjukan hasil tertinggi
untuk jumlah daun pada tanaman bawang putih yaitu mencapai 4,85 helai daun. Hal
tersebut dikarenakan untuk menghasilkan daun, tanaman hanya memerlukan sedikit
auksin. Air kelapa selain mengandung sitokinin juga mengandung sedikit auksin,
sehingga kebutuhan auksin sudah tercukupi pada perlaukan NAA 0,5 ppm dan air
kelapa 20%. Rantau et al (2021) menyatakan bahwa umbi yang tumbuh pada
konsentrasi sitokinin lebih tinggi yang dikombinasikan dengan sitokinin atau auksin
organik menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak. Perlakuan dengan tanpa
pemberian air kelapa menghasilkan jumlah daun paling sedikit. Perlakuan N0A0 (NAA 0
ppm + air kelapa 0%) dan N1A0 menjadi perlakuan terendah untuk jumlah daun yang
dihasilkan. Hal tersebut dikarenakan tanaman memerlukan sitokinin untuk merangsang
pertumbuhan tunas daun.
G. Tinggi Tunas
Tunas yang semakin tinggi menandakan pertumbuhan yang baik. Penambahan air
kelapa dengan konsentrasi 10% dan 20% menunujukan perbedaan yang sangat nyata
dibanding perlakuan tanpa penambahan air kelapa pada media MS. . Kamaruzzaman et
al (2018) menyatakan air kelapa dapat digunakan sebagai aditif organic untuk tanaman
dalam meningkatkan induksi dan poliferasi kalus, pemanjangan/regenerasi tunas dan
akar serta embryogenesis somatik pada kultur jaringan.
Tabel 3. Pengaruh pemberian NAA dan air kelapa terhadap tinggi tunas eksplan
bawang putih
Air NAA
Kelapa 0 ppm 0,5 ppm 1 ppm 1,5 ppm
0% 22,5cd 12,2ab 11,3a 11a
10% 16,7abcd 21,33bcd 22,63cd 13,5abc
20% 15,93abcd 21,93cd 24,57d 20,93bcd
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang berbeda pada masing-masing perlakuan
menunjukan berpengaruh nyata pada DMRT α 5%.
Perlakuan terbaik untuk tinggi tunas yaitu N1A2 (NAA 1 ppm dan air kelapa 20%)
yang panjangnya mencapai 24,6 cm. Penambahan NAA 1,5 ppm tanpa air kelapa
menunjukan hasil tinggi tunas yang terpendek yaitu hanya 11 cm. Hal tersebut dapat
dilihat bahwa penggunaan air kelapa baik untuk menunjang pemanjangan sel, tinggi
tunas dalam penelitian ini bertambah panjang jika diberi air kelapa dengan konsentrasi
yang tepat. Purba et al (2017) menyatakan bahwa peningkatan NAA yang digunakan
menghambat tinggi tanaman, penambahan auksin dengan konsentrasi yang rendah
dapat mendorong pembesaran dan perpanjangan sel, setelah sebelumnya sitokinin
mendorong terjadinya pembelahan sel.
H. Panjang Akar
Akar yang panjang mampu menyerap nutrisi lebih luas sehingga kebutuhan nutrisi
tanaman akan lebih terpenuhi. Panjang akar eksplan bawang putih pada gambar 14
berkisar antara 12-22,4 cm. Rata-rata panjang akar pada setiap perlakuan yaitu 17,8
cm. Hasil analisis sidik ragam dengan α 5% menunjukan bahwa pemberian NAA dan air
kelapa dengan berbagai konsentrasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap panjang akar tanaman bawang putih. Hal tersebut diduga karena eksplan
memiliki kandungan sitokinin yang cukup tinggi sehingga menghambat pertumbuhan
akar. Begitu pula dengan kandungan auksin endogen yang terdapat pada eksplan cukup
tinggi sehingga penambahan auksin eksogen dapat menghambat perpanjangan akar.
Erawati et al (2017) menyatakan bahwa kondisi eksplan mempengaruhi pertumbuhan
dan keberhasilan kultur yaitu faktor genetis, jenis eksplan, ukuran, umur dan fase
fisiologis jaringan yang digunakan sebagai eksplan.

Panjang Akar
25.0
22.4 22.2 21.8
21.3 20.7
20.0 18.4 18.3
15.6 15.2
15.0 13.2
12.0 12.6
10.0

5.0

0.0
A 0 A 1 A2 A0 A1 A2 1A0 1A1 1A2 5A0 5 A1 5 A2
N0 N0 N0 0,5 0,5 0,5 N N N , , ,
N N N N1 N1 N1
Perlakuan

Keterangan :
N0 : NAA 0 ppm A0 : Air kelapa 0%
N0,5 : NAA 0,5 ppm A1 : Air kelapa 10%
N1 : NAA 1 ppm A2 : Air kelapa 20%
N1,5 : NAA 1,5 ppm

I. Jumlah Planlet
Planlet merupakan tanaman kecil yang ditumbuhkan secara aseptik pada teknik
kultur jaringan, planlet ini sudah memiliki bagian tanaman yang lengkap seperti batang,
akar, dan daun. Berdasarkan hasil uji F menunjukan bahwa penambahan air kelapa
10% dan 20% menunjukan hasil beda nyata dibanding tanpa pemberian air kelapa.
Perlakuan kontrol menujukan beda yang nyata dibanding media yang ditambahkan NAA
dan air kelapa. Perlakuan terbaik untuk jumlah planlet yang terbentuk yaitu perlakuan
N1,5A1 (NAA 1,5 ppm dan air kelpa 10%) yaitu mampu menghasilkan 4 planlet. Rata-
rata jumlah planlet yang terbentuk lebih dari 2, jumlah planlet yang terbentuk berkisar
antara 1-4 planlet. NAA dengan konsentrasi 1,5 ppm yang dikombinasikan dengan air
kelapa 10% menjadi konsentrasi paling optimal untuk membentuk jumlah planlet karena
saling berinteraksi dengan baik untuk menumbuhkan akar, tunas, hingga daun agar
terbentuk tanaman yang lengkap. Perlakuan kontrol menunjukan hasil jumlah planlet
yang paling sedikit yaitu dari eksplan bawang putih yang dibelah menjadi 4 dalam 1
botol hanya 1 tanaman saja yang dapat tumbuh menjadi tanaman yang lengkap. Hal
tersebut menunjukan bahwa auksin dan sitokinin endogen yang terdapat dalam eksplan
tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi untuk menambah jumlah planlet. Mostafa et al
(2020) menyatakan bahwa pengaplikasian sitokinin dan auksin eksogen penting dalam
kultur jaringan bawang putih untuk merangsang berbagai perkembangan dan fisiologis
tanaman serta menginduksi pembentukan kalus.
Tabel 4. Pengaruh pemberian NAA dan air kelapa terhadap jumlah planlet eksplan
bawang putih
Air NAA
Kelapa 0 ppm 0,5 ppm 1 ppm 1,5 ppm
0% 1a 2abc 2abc 2,33abc
10% 1,67ab 2,67bcd 2,33abc 4d
20% 3,33cd 3,33cd 2,67bcd 2,33abc
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang berbeda pada masing-masing
perlakuan menunjukan berpengaruh nyata pada DMRT α 5%.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pengaruh pemberian berbagai konsentrasi NAA dan air
kelapa dalam kultur jaringan bawang putih, diporeleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Pemberian air kelapa dengan konsentrasi 10% dan 20% menunjukan hasil yang
lebih baik dibanding pemberian air kelapa 0% terhadap jumlah daun, tinggi tunas,
dan jumlah planlet.
2. Pemberian NAA 0,5 ppm menunjukan hasil yang terbaik untuk mempercepat
waktu munculnya akar.
3. Perlakuan interaksi NAA 1 ppm dan air kelapa 20% menunjukan hasil paling baik
dibanding perlakuan lainnya terhadap tinggi tunas. Interaksi NAA 1,5 ppm dan air
kelapa 10% menunjukan hasil terbaik untuk jumlah planlet.
V. SARAN
Diperlukan penelitian lebih lanjut denga menggunakan konsentrasi zat pengatur
tumbuh yang lebih bervariasi dan lebih tinggi pada NAA dan air kelapa agar dapat
terlihat perbedaan yang signifikan pada setiap variabel pengamatannya.
DAFTAR PUSTAKA

Darmawati, Basri Z, Yusuf R. 2019. Inisiasi tunas pucuk kentang (Solanum tuberosum L.)
Pada kombinasi konsentrasi air kelapa , NAA dan BAP secara in vitro. J Agrotekbis
7(6) : 839–845.
Erawati DN, Fisdiana U, Humaida S. 2017. Peran benzyl amino purine pada induksi tunas
kultur tembakau white burley. J Ilmiah Inovasi 17(3) : 127–131
Hartmann A, Senning M, Hedden P et al. 2011. Reactivation of meristem activity and sprout
growth in potato tubers require both cytokinin and gibberellin. Plant Physiology 155(2) :
776–796.
Kamaruzzaman NDA, Sidik NJ, Saleh A. 2018. Pharmacological activities and benefits of
coconut water in plant tissue culture: a review. Science Latters 12(2) : 1–10.
Khan N, Chaudhary MF, Abbasi AM et al. 2017. Development of an efficient callus derived
regeneration system for garlic (Allium sativum L.) from root explant. J Plant Breed
Agric 1(1) : 3.
Mastuti R. 2017. Dasar-dasar kultur jaringan tumbuhan. Malang (ID) : UB Press.
Mostafa HHA. Wang H, Song J et al. 2020. Effects of genotypes and explants on garlic
callus production and endogenous hormones. Scientific Reports 10(1) : 1–11.
Pangestika D, Samanhudi, Triharyanto E. 2015. Kajian pemberian IAA dan Paclobutrazol
terhadap pertumbuhan eksplan bawang putih. J Kewirausahaan Bisnis, 17(9), 34–47.
Pranata MG, Yunus A, Pujiasmanto B. 2015. Pengaruh konsentrasi NAA dan air kelapa
terhadap multiplikasi temulawak (Curcuma Xanthorrizha Roxb.) secara in vitro. Caraka
Tani: Journal of Sustainable Agriculture 30(2) : 62-68.
Purba L, Suminar E, Sobardini D et al. 2017. Pertumbuhan dan perkembangan jaringan
meristem bawang merah (Allium ascalonicum L.) kultivar katumi secara in vitro. J Agro
4(2) : 97–109.
Rantau DE, Wulandari DR, Maharijaya A. 2021. Growth response of shallot (Allium
ascalonicum L.) seedlings cultured on MS solid and liquid medium supplemented with
BAP, Thiamine and Adenine Sulphate. IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science 762(1) : 1-11.
Rosniawaty S, Anjarsari IRD, Sudirja R. 2018. Aplikasi sitokinin untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman teh di dataran rendah. J Tanaman Industri dan Penyegar 5(1) :
31-38.
Triharyanto E, Sutrisno J. 2015.Penerapan bibit kultur jaringan pada kelompok tani di Desa
Pancot Tawangmangu. J Kewirausahaan dan Bisnis 16 (9) : 27-35.

Anda mungkin juga menyukai