Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

DI BALAI PENELITIAN LINGKUNGAN PERTANIAN


(BALINGTAN)
PATI

ANALISIS RESIDU PESTISIDA KARBOFURAN PADA


SAYURAN DAN BUAH

Disusun oleh :
Nama

: SRI AYU SLAMET PUJIATI

NIM

: 4311413007

Jurusan/Prodi

: Kimia/Kimia

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN


ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG SEMARANG
2016

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Praktik Kerja Lapangan telah disahkan oleh BALAI PENELITIAN


LINGKUNGAN PERTANIAN (BALINGTAN) PATI dan JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Hari

Tanggal

Dosen Pembimbing

Pembimbing Lapangan

Prof. Dr. Edy Cahyono, M.Si

Anik Hidayah, S.Si

NIP. 19641205199002100

NIP. 198012202008121001

Mengetahui,
Ketua Jurusan

Kepala BALINGTAN

Dra. Nanik Wijayanti, M.Si

Dr. Ir. Prihasto, M.Sc

NIP. 19691023 1996032002

NIP. 196908161995031001

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis mengucapkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini sebagai salah satu
syarat skripsi.
Penyusunan laporan PKL ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan
berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr.Ir.Prihasto Setyanto, M.Sc selaku Kepala Balai Penelitian
Lingkungan Pertanian (BALINGTAN) Pati yang telah berkenan
memberikan ijin untuk melaksanakan Praktik Kerja Lapangan
(PKL).
2. Prof. Dr. Edy Cahyono, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam melaksanakan Praktik
Kerja Lapangan (PKL)
3. Ibu Anik Hidayah, S.Si selaku pembimbing lapangan yang telah
memberikan bimbingan dalam melaksanakan penelitian
4. Ibu Dewi, Bapak Aris, Bapak Fitra, Bapak Slamet, Ibu Nisa, Ibu
Lisa, Ibu Anik dan seluruh staff di Laboratorium Terpadu yang
telah memberikan sambutan yang baik, ilmu, dan bimbingannya
5. Keluarga serta teman-teman yang mendukung dan memberikan
semangat dalam melakukan Praktik Kerja lapangan ini.
Penulis berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Semoga Allah selalu
melindungi dan memberkahi. Amin.
Pati, 18 Febuari 2016
Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sayur-sayuran sebagai bagian dari tanaman yang umum dimakan untuk
memenuhi kebutuhan gizi seseorang. Berdasarkan definisi tersebut, sayursayuran dapat dibedakan atas: daun (kangkung, katuk, sawi, bayam, selada
air), bunga (kembang turi, brokoli, kembang kol), buah (terong, cabe, paprika,
labu, ketimun, tomat), biji muda (kapri muda, jagung muda, kacang panjang,
buncis, semi/baby corn), batang muda (asparagus, rebung, jamur), akar (bit,
lobak, wortel, rhadis), serta sayuran umbi (kentang, bawang bombay, bawang
merah). Berdasarkan warnanya, sayur-sayuran dapat dibedakan atas: hijau tua
(bayam, kangkung, katuk, kelor, daun singkong, daun pepaya), hijau muda
(selada, seledri), dan yang hamper tidak berwarna (kol, sawi putih) (Astawan
dalam Satya,dkk,2015).
Sayuran merupakan salah satu komoditas holtikultura yang banyak
mengandung vitamin dan mineral, selain itu juga memiliki potensi yang
snagat besar sebagai sumber pendapatan petani bahkan sumber devisa Negara.
Namun dalam kegiatan produksinya sering menghadapi kendala serangan
menghadapi kendala serangan hama dan penyakit yang menyebabkan gagal
panen atau minimal hasilnya berkurang. Salah satu cara yang selama ini
digunakan untuk mengatasinya adalah penggunaan pestisida. Disisi lain,
pestisida merupakan bahan kimia, sehingga pemakaian yang berlebihan dapat
menjadi sumber pencemar pada bahan pangan, air, dan lingkungan hidup.
Lebih jauh residu yang ditinggalkan dapat secara langsung maupun tidak
langsung ke manusia.
Pestisida merupakan suatu substansi bahan kimia dan material lain
(mikroorganisme, virus, dll) yang tujuan penggunaannya untuk mengontrol

atau membunuh hama dan penyakit yang menyerang tanaman, bagian


tanaman, dan produk pertanian, membasmi rumput/gulma, mengatur, dan
menstimulasi pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman, namun bukan
penyubur (Rianto dan Saborn dalam Miskiyah dan Munarso,2008).
Penggunaan pestisida yang tidak tepat waktu, interval waktu aplikasi yang
pendekdan terlalu dekat waktu panen akan menyebabkan tertinggalnya residu
pestisida pada bahan makanan yang dapat membahayakan kesehatan manusia
yang mengkonsumsi bahan makanan tersebut. Residu pestisida adalah zat
tertentu yang terkandung dalam hasil pertanian bahan pangan atau pakan
hewan, baik sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari penggunaan
pestisida. Istilah ini mencakup juga senyawa turunan pestisida, seperti
senyawa hasil konversi, metabolit, senyawa hasil reaksi dan zat pengotor yang
dapat bersifat toksik (Sakung, 2004).
Residu pestisida menimbulkan efek yang bersifat tidak langsung terhadap
konsumen, namun dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan
kesehatan diantaranya berupa gangguan pada syaraf dan metabolisme enzim.
Residu pestisida yang terbawa bersama makanan akan terakumulasi pada
jaringan tubuh yang mengandung lemak. Akumulasi residu pestisida ini pada
manusia dapat merusak fungsi hati, ginjal, sistem syaraf, menurunkan
kekebalan tubuh, menimbulkan cacat bawaan, alergi dan kanker.
Berdasarkan Environmental Working Group, memilih bahan pangan
organik tertentu dapat mengurangi paparan residu pestisida secara signifikan
hingga 90%. Kelompok ini menerbitkan daftar buah-buahan dan sayur-mayur
yang direkomendasikan untuk dihindari karena dketahui mengandung residu

pestisida dalam kadar yang tinggi. Sebanyak 12 buah-buahan dan sayur mayur
(disebut dirty dozen) diketahui memiliki kemampuan retensi residu pestisida
sehingga walau telah dicuci, residu tersebut masih dapat dideteksi (Wikipedia
Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas).
Penggunaan pestisida golongan karbamat di Indonesia relatif baru
terutama setelah pelarangan penggunaan dan peredaran sebagian besar
pestisida golongan organokhlorin (OC). Insektisida golongan karbamat yang
umum digunakan dalam kegiatan pertanian adalah karbofuran (Furadan),
aldikarb (Temik) dan karbaril (Sevin). Bila penggunaan insektisida dilakukan
sesuai aturan dapat memberikan keuntungan, tetapi bila tidak, akan
menimbulkan kerugian seperti keracunan, gangguan kesehatan, pencemaran
lingkungan

dan

residu

pada

produk

pangan

(Indraningsih,

dalam

Satya,dkk.2015).
Karbamat umumnya digunakan untuk mengendalikan hama padi seperti
penggerek batang, wereng batang coklat, wereng hijau dan hama lundi pada
padi. Sementara itu, karbofuran yang merupakan insektisida golongan
karbamat sering pula digunakan untuk jagung, dan tembakau memperkirakan
sebanyak 2,5 juta kilogram karbofuran digunakan setiap tahunnya di Amerika
Serikat dan 48% diantaranya digunakan untuk jagung. Sementara itu,
penggunaan pestisida golongan karbamat oleh petani di Indonesia umumnya
terdiri dari karbofuran dan paraquat. (Sadjusi, dalam Satya,dkk.2015).
Para pedagang di pasar tradisional wilayah Jaken memperoleh sayur dan
buah yang akan dijual, langsung dari petani tanpa melakukan perlakuan

seperti pembersihan atau menambahkan bahan tertentu untuk menurunkan


kadar residu pestisida. Oleh karena itu, dikhawatirkan sayur dan buah yang
dijual di pasar tradisional tersebut tidak aman dikonsumsi. Berdasarkan
permasalahan tersebut, penulis ingin mengetahui kadar residu pestisida
golongan karbofuran pada sayur dan buah yang dijual di pasar tradisional
kecamatan Jaken, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan permasalahan di atas, dirumuskan permasalahan adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana teknik analisis residu pestisida karbofuran pada sayuran dan
buah ?
2. Berapa nilai kadar residu pestisida karbofuran pada sayur dan buah yang
dijual di pasar Tradisional Kecamatan Jaken, Pati?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui teknik analisis residu pestisida karbofuran pada sayuran dan
buah.
2. Mengetahui nilai kadar residu pestisida karbofuran pada sayur dan buah
yang dijual di pasar Tradisional Kecamatan Jaken, Pati.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai teknik analisis
residu pestisida karbofuran pada sayuran dan buah.
2. Memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai nilai kadar residu
pestisida karbofuran pada sayur dan buah yang dijual di pasar Tradisional
Kecamatan Jaken, Pati.
1.5 Batasan masalah

1. Sampel yang digunakan adalah sawi, kacang panjang, kentang,melon,


dan apel.
2. Sampel sayur dan buah berasal dari Pasar Tradisional Tegal Arum,
Kecamatan Jaken, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

BAB II
PROFIL INSTANSI PKL
2.1 Keadaan Umum Lokasi PKL
Kegiatan praktik kerja lapangan di laksanakan di Balai Penelitian
Lingkungan Pertanian (Balingtan) yang berada di Desa Sidomukti Jl. Raya
Jakenan-Jaken 5 Km 5 Kotak Jakenan Pati 59182 Jawa Tengah dengan
ketinggian tempat 7 m diatas permukaan laut. Lokasi ini berada di Pati
selatan bagian Timur yang banyak mengandung kapur dan sumber air
tanahyang asin. Secara astronomis Balingtan berada pada koordinat
6 4 5' LS

dan

111 40 ' BT . Sedangkan secara geografis Balingtan

berbatasan dengan :
Sebelah barat
Sebelah timur
Sebelah utara
Sebelah selatan

: Desa Mojoluhur
: Desa Tegal Arum
: Desa Lundo
: Desa Trikoyo

Balingtan berdiri pada lahan seluas 30,8 ha dengan jenis tanah


inseptisol. Berdasarkan klasifikasi iklim oleh Oldeman Balingtan termasuk
dalam iklim D yaitu memiliki 3-4 bulan basah dan 4-6 bulan kering. Pola

tanam untuk iklim demikian adalah satu kali padi dan satu kali palawija.
Namun dalam perkembangannya pola tanam di daerah ini adalah padipadi-palawija dan padi-padi-bero.
Berdasarkan kriteria kapabilitas lahan FAO, lahan tadah hujan di
Kecamatan Jaken termasuk kelas P-III, dengan jumlah dan curah hujan
tahunan sangat bervariasi. Curah hujan tahunan rata-rata kurang dari 1600
mm. Jenis tanaman yang diusahakan antara lain : padi, jagung, kedelai,
palawija dan berbagai tanaman tahunan.

2.2 Sejarah Singkat Berdirinya Instansi


Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (BALINGTAN) merupakan
kelompok jabatan fungsional yang secara teknis penelitian diberi mandate
untuk membantu tugas dan fungsi Balai Besar Sumberdaya Lahan
Pertanian (BBSDLP). Sebelumnya, BALINGTAN merupakan Kebun
Percobaan (1953) yang berada di bawah Lembaga Pusat Penelitian
Pertanian (LP3) Bogor. Seiring dengan perkembangan sektor pertanian,
Kebun percobaan yang berada di lahan tadah hujan ini mengalami
perubahan fungsi stasiun nasional penelitian tanaman tanaman pangan di
lahan tadah hujan di bawah Balai Penelitian tanaman Pangan (1981).
Peranan Kebun Percobaan yang dinilai strategis mendorong
pemerintah untuk meningkatkan status kebun percobaan menjadi Lokasi
Penelitian Tanaman Pangan (LOLITAN) pada tahun 1994. LOLITAN ini
berada di bawah pusat penelitian dan pengembangan tanaman pangan dan
memiliki fungsi baru, yaitu melaksanakan penelitian tanaman pangan di
bidang pencemaran lahan dan lingkungan. LOLITTAN mengalami
perubahan nama pada tahun 2002 berdasarkan SK Menteri Pertanian
No.66/Kpts/OT.210/2001
Lingkungan

Pertanian

menjadi

Lokasi

(LOLINGTAN)

Penelitian

yang

berada

Pencemaran
di

bawah

PUSLITBANGTAN. Sesuai mandatnya, LOLINGTAN melaksanakan


penelitian di bidang pencemaran lingkungan di lahan pertanian dan
penanggulangannya.

Isu-isu lingkungan yang penting menjadikan LILINGTAN


memiliki peran strategis. Berdasarkan peran tersebut, pemerintah
meningkatkan status LOLINGTAN menjadi Balai Penelitian Lingkungan
Pertanian (BALINGTAN) pada tahun 2006. Dengan demikian, tanggung
jawab setelah menjadi BALINGTAN menjadi semakin besar. Adapun
tugas yang diemban oleh BALINGTAN adalah melaksanakan penlitian
lingkungan

pertanian

sedangkan

fungsinya

adalah

melaksanakan

penelitian lingkungan pertanian, melaksanakan penelitian lingkungan


pertanian, melaksanakan penelitia komponen teknologi pengelolaan,
pengendalian dan remediasi pencemaran serta penyebarluasan dan
pendayagunaan hasil penelitian pencemaran lingkungan pertanian, dan
melaksanakan tata usaha dan rumah tangga balai.
2.3 Visi dan Misi Instansi
VISI
Menjadi Balai Penelitian berkelas dunia yang menghasilkan
teknologi pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan emisi gas
rumah kaca serta menyediakan informasi lingkungan pertanian secara
cepat dan akurat.

MISI
1. Melaksanakan penelitian teknologi pencegahan dan penanggulangan
lingkungan dan emisi gas rumah kaca di lahan pertanian.
2. Mendiseminasikan dan mendayagunakan hasil-hasil penelitian lingkungan
pertanian dan membangun kerjasama penelitian dalam meningkatkan
khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi lingkungan pertanian dengan
institusi dari dalam dan luar negeri.
3. Mewujudkan manajemen kelembagaan yang terakreditasi Nasional dan
Internasional.

2.4 Tugas Pokok dan Fungsi Instansi


Sesuai Peraturan Mentri Pertanian No:27/Permentan/OT.140/3/2013 Balai
Penelitian Lingkungan Pertanian mempunyai:
Tugas Pokok
Melaksanakan penelitian emisi, mitigasi, dan absorpsi gas Rumah Kaca dari
pertanian, srta pencemaran lingkungan dan penganggulangannya di lahan
pertanian.
Fungsi
1. Pelaksanaan penyusunan program, rencana kerja, anggaran evaluasi, dan
laporan penelitian emisi, mitigasi, dan absorpsi Gas Rumah Kaca dari
pertanian, serta penanggulangannya dilahan pertanian;
2. Pelaksanaan penelitian emisi, mitigasi, dan absorpsi Gas Rumah Kaca dari
lahan pertanian;
3. Pelaksanaan penelitian teknologi pengelolaan pengendalian lingkungan
pertanian dan remediasi pencemaran;
4. Pelaksanaan penelitian komponen teknologi budidaya pertanian ramah
lingkungan;
5. Pemberian pelayanan teknis penelitian pencemaran lingkungan dan
penanggulangannya di lahan pertanian;
6. Penyiapan kerja sama, informasi, dokumentasi, serta penyebarluasan dan
pendayagunaan

hasil

penelitian

pencemaran

lingkungan

dan

penanggulangannya di lahan pertanian;


Pelaksanaan urusan kepegawaian, keuangan, rumah tangga, dan
perlengkapan Balingtan.
2.5 Fasilitas Instansi

Balingtan memiliki fasilitas-fasilitas diantaranya adalah laboratorium Gas


RumahKaca (emisi CH4, N2O dan CO2), laboratorium Terpadu (Kimia
Tanah, Tanaman, Air, Pupuk, Logam Berat, Residu Pestisida), Lab. Residu
Bahan Argrokimia (RBA) (Residu Pestisida), kebun percobaan seluas 30
ha, stasiun klimatologi dilengkapi dengan automatic wheather instrumens,
dan water reservoirs.
2.5 Laboratorium Terpadu
Laboratorium Terpadu (Lab Terpadu) merupakan salah satu
laboratorium Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan) yang
berlokasi di Jaken-Pati Jawa Tengah. Lab Terpadu mulai berdiri pada
tahun 2007, namun telah dirintis sejak tahun 1996. Laboratorium Terpadu
merupakan penggabungan antara lab tanah dan lab residu pestisida yang
dirintis pada tahun 2003.Sejak tanggal 15 Desember 2011 Laboraturium
Balingtan telah berhasil memperoleh sertifikat ISO /IEC 17025:2005 dari
Komite Akreditasi Nasional (KAN) No. Akreditasi LP-556-IDN.
Tupoksi Laboratorium Terpadu adalah mendukung kegiatan
penelitian Balingtan dalam melakukan analisis pencemaran lingkungan
khususnya analisis kimia tanah, tanaman, air dan pupuk serta residu
pestisida di lingkungan pertanian. Selain sebagai laboratorium penelitian,
laboratorium terpadu juga merupakan laboratorium jasa dengan mitra
kerjasama dari instansi pemerintah, perusahaan swasta, perorangan dan
perguruan tinggi.
Laboratorium Terpadu mempunyai beberapa alat utama antara lain
Spektrofatometer, HPLC, AAS, GC. Alat pendukung yang menunjang
tugas pokok laboratorium antara lain multimeter (pH, EC, TSS, Eh),
furnace, oven, fume hood, glassware dryer, centrifuge, shaker, genset dll.
Metoda pengujian yang digunakan di Laboratorium Terpadu Balai
Penelitian Lingkungan Pertanian mengacu pada SNI dan standar
internasional yang berlaku seperti AOAC dan ASTM. Selain itu didukung
pula oleh analis yang terlatih dan berpengalaman, dengan selalu
mengadakan program pelatihan dan pengembangan bagi seluruh
manajemen dan stafnya.

Memberikan layanan jasa pengujian bagi kalangan peneliti, swasta, dosen,


mahasiswa, dan pemerhati lingkungan
Tabel 1 jenis pengujian di laboratorium terpadu balingtan
No

Jenis Pengujian

Bahan Uji

Logam Berat

Tanah, air, tanaman, pupuk dan

.
1.

produk
Pb, Cd, Cu, Ni, Zn, Hg, Fe, Al,
Co, Mn, Cr, Mo, As.
2.

Tekstur, pH, DHL, Kadar Air, Tanah, air, tanaman, pupuk, dan
KTK, Bv, Bj, C-org, N-total, P, K, produk
Asam humat fulvat, Kation dapat
ditukar (Ca, Mg, Na, K), Nitrat,
Nitrit, dan unsur hara makromikro lainnya

3.

Residu Pestisida
- Organoklorin :
Lindan,
Aldrin,

Tanah, air, tanaman, pupuk dan


Dieldrin,

produk

Heptaklor, DDT, Endosulfan


- Organofosfat :
Diazinon, Fenitrotion, Metidation,
Klorpirifos, Paration, Profenofos
- Karbamat :
MIPC, BPMC, Karbofuran
- Piretroid :
Sipermetrin,
Deltametrin,
Sihalotrin, Fenfalerat

Metoda pengujian yang dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Balai


Penelitian Lingkungan Pertanian, mengacu kepada standar internasional
yang berlaku (ASTM dan SNI).

Selain

didukung

oleh

analis

yang

terlatih

dan

berpengalaman,

Laboratorium Terpadu Balingtan dilengkapi pula dengan berbagai


perangkat

pendukung

analisa

modern

dan

terkalibrasi,

sehingga

menghasilkan hasil analisa yang akurat.


Sumber : www.balingtan.litbang.pertanian.go.id

2.6 Struktur Organisasi

Kepala Balai
Dr.Ir.Prihasto Setyanto, M.Sc
Kasubbag Tata Usaha
Kasie Yantek dan Jaslit
Suharsih, S.Si

Sudarto, SE

Kelompok Peneliti

Ka Kelti EAGRK
Ali Pramono, SP,
Sekretaris Kelti EA
GRK
Miranti A, SP

PJ Lab EAGRK
Titi Sopiawati, SP

Dr. Asep Nugraha


Fitra Purnariyanto
Ardiwinata, M.Si
Sudiyono
Ka Kelti EP3 Slamet R
Poniman,SP
Ir Mulyadi
Duri
Triyani Dewi, SP, M.Si
Indratin,SP
Ukhwatul M,A.MP
Wahyu P,SP
Aris Wandi
Sekretaris
Kelti
EP3
Nurhasan,S.Si
Wisma jaya
SriOWahyuni,
Cicik
H, S.Si SP
Kundoro
Sukarjo,MP
Sujanto
PJPJ
Lab
Terpadu
Lab
RBA
Sarwoto,
B.Sc
Wasidin
Anik
Hidayah,
S,Si
Aji
M
Tohir,
SP
Cahyadi, A.Md

Dr. Ir. A Wihardjaka,


M.Si
Dr. Ir. Prihasto S, M.Sc
Eni Y, SP, MP
Anggri Hervani, SP
Terry A.A, S.Si
Sri Wahyuni, A.Md
Jumari A
Suyoto
Randy A.S,ST
Arini Hidayati J
Rakhmah S

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Sayur dan Buah
Buah dan sayur merupakan kelompok bahan makanan dari bahan nabati
(tumbuh-tumbuhan). Buah adalah bagian dari tanaman yang strukturnya
mengelilingi biji dimana struktur tersebut berasal dari indung telur atau sebagai
bagian dari bunga itu sendiri. Sedangkan sayur adalah bahan makanan yang
berasal dari tumbuhan. Bagian tumbuhan yang dapat dibuat sayur antara lain daun
(sebagian besar sayur adalah daun), batang (wortel adalah umbi batang), bunga
(jantung pisang), buah muda (labu), sehingga dapat dikatakan bahwa semua

bagian tumbuhan dapat dijadikan bahan makanan sayur (Sediaoetomo dalam


Farida, 2010).
Buah dan sayur merupakan sumber serat, vitamin A, vitamin B, vitamin C,
khususnya asam folat, berbagai mineral seperti magnesium, kalium, kalsium, dan
besi, namun tidak mengandung lemak maupun kolesterol. Setiap buah dan sayur
memiliki kandungan vitamin dan mineral yang berbeda. Misalnya belimbing,
durian, jambu, jeruk, mangga, melon, pepaya, rambutan, sawo, dan sirsak
merupakan contoh buah yang mengandung vitamin C relatif tinggi dibandingkan
buah lainnya. Sedangkan jambu biji, merah garut, mangga matang, pisang raja
dan nangka merupakan sumber provitamin A yang sangat tinggi (Astawan dalam
Farida, 2010).
3.1.1

Penggolongan Sayur
Menurut Astawan dalam Farida (2010), berdasarkan bagian
tanaman yang dapat dimakan, sayuran dibedakan menjadi :
1) Sayuran daun, seperti kangkung, sawi, katuk, dan bayam.
2) Sayuran bunga, seperti brokoli dan kembang kol.
3) Sayuran buah seperti terong, cabe, ketimun, dan tomat.
4) Sayuran biji muda, seperti asparagus dan rebung.
5) Sayuran akar, seperti wortel dan lobak.
6) Sayuran umbi, seperti kentang dan bawang.
Menurut Supariasa dalam Farida (2010), sayuran digolongan
menjadi dua kelompok berdasarkan kandungan protein dan
karbohidrat, yaitu :
1) Sayuran kelompok A
Mengandung sedikit sekalo protein dan karbohidrat.
Sayuran ini boleh digunakan sekehendak tanpaa diperhitungkan
banyaknya. Sayuran yang termasuk kelompok ini adalah :

baligo, daun bawang, daun kacang panjang, daun koro, daun


labu siam, daun waluh, daun lobak, jamur segar, oyong
(gambas), kangkung, ketimun, tomat, kecipir muda, kol,
kembang kol, labu air, lobak, pepaya muda, pecay, rebung,
sawi, seledri, selada, tauge, tebu terubuk, terong, dan cabe hijau
besar.
2) Sayuran kelompok B
Dalam 1 satuan padanan sayuran kelompok B
mengandung 50 kalori, 3 gram protein, dan 10 gram
karbohidrat. 1 satuan padanan = 100 gram sayuran mentah
(sayuran ditimbang bersih dan dipotong biasa seperti di
rumah tangga) = 1 gelas setelah direbus dan ditiskan
(sayuran ditakar setelah dimasak dan ditiriskan).
Sayuran yang termasuk kelompok ini adalah :
bayam, bit, buncis, daun beluntas, daun ketela rambat, daun
kecipir, daun leunca, daun lompong, daun mangkokan,
daun melinjo, daun pakis, daun singkong, daun pepaya,
jagung muda, jantung pisang, gennjer, kacang panjang,
kacang kapri, katuk, kucai, labu siam, labu waluh, nangka
3.1.2

muda, parem tekokak, dan wortel.


Penggolongan Buah
Menurut Astawan dalam Farida (2010), berdasarkan

ketersediaan di pasar, buah-buahan dapat dibedakan menjadi :


1) Buah bersifat musiman seperti durian, mangga, rambutan, dan
lain-lain
2) Buah tidak musiman seperti pisang, nanas, alpukat, pepaya,
semangka, dan lain-lain.

Sedangkan berdasarkan prioritas pengembangan, Astawan


dalam Farida (2007) membagi buah-buahan menjadi :
1) Buah prioritas nasional yang meliputi : jeruk, mangga,
rambutan, durian, dan pisang
2) Buah prioritas daerah yang meliputi : manggis, duku, leci,
lekngkeng, salak, dan markisa.
3.2 Pestisida
3.2.1 Definisi Pestisida
Pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan cida, yang
berarti pembunuh, jadi pestisida adalah substansi kimia digunakan untuk
membunuh atau mengendalikan bAerbagai hama. Secara luas pestisida
diartikan sebagai suatu zat yang dapat bersifat racun, menghambat
pertumbuhan/perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan,
pengaruh hormon, penghambat makanan, membuat mandul, sebagai
pengikat, penolak dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi organisme
pengganggu tanaman (OPT). Sedangkan menurut The United State
Federal Environmental Pestiade Control Act, Pestisida adalah semua zat
atau campuran zat yang khusus untuk memberantas atau mencegah
gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, cendawan, gulma, virus,
bakteri, jasad renik yang dianggap hama kecuali virus, bakteri atau jasad
renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya. Atau semua zat
atau campuran zat yang digunakan sebagai pengatur pertumbuhan tanaman
atau pengering tanaman.

Pestisida adalah zat atau campuran zat yang digunakan untuk


membunuh hama, organisme yang merugikan tanaman pertanian dan
hewan ternak. Istilah ini berlaku pada berbagai pestisida yang spesifik
seperti insektisida, herbisida, nematisida, algasida, fungisida, dan
rodentisida.

Penerapan

pestisida

pada

tanaman

pertanian

dapat

meninggalkan residu pada tanaman bahkan setelah dipanen dan menjadi


bahan pangan yang sidap dijual. Beberapa pestisida dikategorikan sebagai
zat yang memiliki dampak toksikologi yang signifikan (Wikipedia Bahasa
Indonesia, Ensiklopedia Bebas).
Penggunaan pestisida dalam menopang peningkatan produk
pertanian

maupun

perkebunan

telah

banyak

membantu

untuk

meningkatkan produksi pertanian. Namun demikian penggunaan pestisida


ini juga memberikan dampak negatif baik terhadap manusia, biota maupun
lingkungan (Manuaba, I. B. Putra.2009).
3.1.3 Penggolongan Pestisida
Cara kerja atau Mode of Action adalah kemampuan pestisida dalam
mematikan hama atau penyakit sasaran menurut cara masuknya bahan
beracun ke jasad hama atau penyakit sasaran dan menurut sifat dari bahan
kimia tersebut.

Menurut Abdi Hudayya dan Hadis Jayanti (2012),

pestisida dikelompokan menjadi beberapa golongan berdasarkan cara


kerjanya (Mode of action), yaitu :
1

1. Organoklorin merupakan insektisida sintetik yang paling tua


yang sering disebut hidrokarbon klor. Secara umum diketahui

bahwa keracunan pada serangga ditandai dengan terjadinya


gangguan pada sistem saraf pusat yang mengakibatkan terjadinya
hiperaktivitas, gemetar, kemudian kejang hingga akhirnya terjadi
kerusakan pada saraf dan otot yang menimbulkan kematian.
Organoklorin bersifat stabil di lapangan, sehingga residunya sangat
sulit terurai.
2

2. Organofosfat merupakan insektisida yang bekerja dengan


menghambat

enzim

asetilkolinesterase,

sehingga

terjadi

penumpukan asetilkolin yang berakibat pada terjadinya kekacauan


pada sistem pengantar impuls saraf ke sel-sel otot. Keadaan ini
menyebabkan impuls tidak dapat diteruskan, otot menjadi kejang,
dan akhirnya terjadi kelumpuhan (paralisis) dan akhirnya serangga
mati.
3

3. Karbamat merupakan insektisida yang berspektrum luas. Cara


kerja karbamat mematikan serangga sama dengan insektisida
organofosfat

yaitu

melalui

penghambatan

aktivitas

enzim

asetilkolinesterase pada sistem saraf. Perbedaannya ialah pada


karbamat penghambatan enzim bersifat bolak-balik reversible yaitu
penghambatan enzim bisa dipulihkan lagi. Karbamat bersifat cepat
terurai.
4

4. Piretroid merupakan piretrum sintetis, yang mempunyai sifat


stabil bila terkena sinar matahari dan relatif murah serta efektif
untuk mengendalikan sebagain besar serangga hama. Piretroid

mempunyai efek sebagai racun kontak yang kuat, serta


mempengaruhi sistem saraf serangga pada peripheral (sekeliling)
dan sentral (pusat). Peretroid awalnya menstimulasi sel saraf untuk
berproduksi secara berlebih dan akhirnya menyebabkan paralisis
dan kematian.

3.3 Pestisida Karbamat


3.3.1 Karbofuran
Karbofuran

(2,3-dihydro-2,2-dimethylbenzofuranyl-N-

methylcarbamate) merupakan pestisida phenylcarbamate yang


banyak digunakan dalam pertumbuhan padi untuk mencegah dan
menghilangkan hama seperti Nilapavarta lugens Stal, yang
merupakan serangga yang banyak menyerang padi dan menyebabkan
kerusakan pada budi daya padi. Karbofuran merupakan salah satu
insektisida jenis karbamat.

Gambar 1. Rumus Kimia Karbofuran


Senyawa

karbamat

(carbamate

atau

urethanes)

sesungguhnya sebuah senyawa kimia organik sintetik yang memiliki

struktur inti NH-(CO)O-. Dengan kata lain senyawa karbamat


merupakan ester dari asam karbamat (NH2COOH). Molekul/gugus
aktif lain seperti alkil (R) dapat tersubstitusi pada atom hidrogen (H)
dari gugus amida (NH2) atau dari gugus asamnya (COOH). Di alam
(nature) senyawa ini terbentuk ketika gas karbondioksida (CO 2) dari
udara berikatan pada gugus amida (NH2) dari protein darah (globin)
pada proses kuring daging. Efek dari terbentunya senyawa karbamat
ini adalah membantu stabilisasi protein dari peristiwa oksidasi
(Teerakun etc, 2004 dalam Yusi dan Widyaiswara, M.).
Menurut EPA dalam Vembriarto,dkk, karbofuran dan
turunannya memiliki kelarutan dalam pelarut aseton sebesar 150
mg/L.
3.4 Residu Pestisida
Residu pestisida adalah pestisida yang masih tersisa pada bahan pangan
setelah diaplikasikan ke tanaman pertanian. Tingkat residu pada bahan pangan
umumnya diawasi dan ditetapkan batas amannya oleh lembaga yang berwenang di
berbagai negara. Paparan populasi secara umum dari residu ini lebih sering terjadi
melalui konsumsi bahan pangan yang ditanam dengan perlakuan pestisida,
ditanam atau diproses di tempat yang dekat dengan area berpestisida (Wikipedia
Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas).
Residu pestisida telah diketemukan di dalam tanah, ada di air minum, air
sungai, air sumur, maupun di udara. Pencemaran pestisida yang diaplikasikan di

sawah beririgasi sebahagian besar menyebar di dalam air pengairan, dan terus ke
sungai dan akhirnya ke laut. Memang di dalam air terjadi pengenceran,
sebahagian ada yang terurai dan sebahagian lagi tetap persisten. Meskipun
konsentrasi residu mengecil, tetapi masih tetap mengandung resiko mencemarkan
lingkungan. Sebagian besar pestisida yang jatuh ke tanah yang dituju akan
terbawa oleh aliran air irigasi (Yuantari,2011).
Beberapa negara mengadopsi batas residu maksimum internasional yang
dikeluarkan oleh FAO dan WHO pada tahun 1963 mengenai pengembangan
standar pangan internasional, kode panduan penerapan, dan rekomendasi untuk
keamanan pangan. Codex Alimentarius ini sudah memiliki 185 negara anggota
dan 1 organisasi anggota (Uni Eropa) (Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia
Bebas).
3.5 Gas Chromatography (GC)
3.5.1 Prinsip Kerja Gas Chromatography (GC)
Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan yang mana solutsolut yang mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui
kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang
tergantung pada rasio distribusinya. Pemisahan pada kromatografi gas
didasarkan pada titik didih suatu senyawa dikurangi dengan semua
interaksi yang mungkin terjadi antara solute dengan fase diam. Selain itu
juga penyebaran cuplikan diantara dua fase. Salah satu fase ialah fase diam
yang permukaannya nisbi luas dan fase yang lain yaitu gas yang mengelusi
fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi solute dari ujung

kolom lalu menghantarkannya ke detector. Prinsip utama pemisahan


dalam kromatografi gas adalah berdasarkan perbedaan laju migrasi
masing-masing komponen dalam melalui kolom. Komponen-komponen
yang terelusi dikenali (analisa kualitatif) dari nilai waktu retensinya (Tr).
Komponen yang terpisah menuju detektor dan akan terbakar
menghasilkan sinyal listrik yang besarnya proporsional dengan komponen
tersebut. Sinyal lau diperkuat oleh amplifier dan selanjutnya oleh pencatat
(recorder) dituliskan sebagai kromatogram berupa puncak. Puncak
konsentrasi yang diperoleh menggambarkan arus detektor terhadap waktu.
Secara sederhana prinsip kromatografi gas adalah udara dilewatkan
melalui nyala hydrogen (hydrogen flame) selanjutnya uap organik tersebut
akan terionisasi dan menginduksi terjadinya aliran listrik pada detektor,
kuantitas aliran listrik sebanding dengan ion (Frayekti,2013).

BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 3-12 Februari 2016 di Balai


Penelitian Lingkungan Pertanian (BALINGTAN) yang terletak di Jalan Raya
Jakenan-Jaken Km.05 Kotak Pos 5 Jakenan Pati.
4.2 Alat dan Bahan
4.2.1 Alat
a) Pencincang
b) Blender
c) Rotari evaporator
d) Seperangkat alat GC yang dilengkapi detector ECD
e) Auto injector
f) Gelas beker
g) Corong
h) Botol sampel
i) Gelas ukur
j) Erlemeyer
k) Pipet volume 25 ml
4.2.2 Bahan
a) Aseton
b) Diklorometana
c) Petroleum eter 40 C - 60 C
d) n-heksana
e) Dietil eter
f) Larutan standar untuk kurva kalibrasi
Larutan standar karbofuran 0,05 ppm
Larutan standar karbofuran 0,1 ppm
Larutan standar karbofuran 0,5 ppm
Larutan standar karbofuran 0,25 ppm
Larutan standar karbofuran 1 ppm
5.1 Cara Kerja
4.4.1 Ektraksi residu pestisida pada sampel
a) Mencincang sampel menjadi potongan yang lebih kecil.
b) Melumatkan sampel dengan blender.
c) Menimbang sampel seberat 15 gram.

d) Menempatkan sampel ke dalam erlemeyer dan menambahkan 30


ml aseton kemudian mencampurnya dan mendiamkannya selama 1
malam.
e) Menghomogenkan campuran dengan alat shaker selama 30 menit.
f) Memipet fase organic bagian atas sebanyak 25 ml dan
memasukkannya ke dalam labu alas bulat.
g) Menguapkan sampel ke dalam rotari evaporator pada suhu 40C
sampai kering, kemudian mengeringkan dengan mengalirkan gas
nitrogen sampai kering.
h) Melarutkan residu yang menempel pada labu alas bulat dengan 10
ml n-heksan.
i) Menempakan sampel yang telah dilarutkan dalam n-heksan ke
dalam botol sampel.
j) Menutup botol sampel dan melekatkan parafilm pada tutup botol
sampel.
4.4.1 Pembuatan larutan standar karbofuran
a) Membuat larutan standar karbofuran dengan variasi konsentrasi 0
ppm; 0,05 ppm; 0,1 ppm; 0,25 ppm; 0,5 ppm.
b) Larutan siap dianalisis dengan Gas Chromatography (GC).
4.4.2 Analisis dengan Gas Chromatography (GC)
a) Memipet 2 ml sampel ke dalam botol sampel auto injector
b) Menempatkan botol sampel pada auto injector yang telah diisi
sampel
c) Melakukan pengaturan pada alat GC
d) Mulai menjalankan GC.

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identifikasi Residu Pestisida Karbofuran yang Terdeteksi Dalam


Sayur dan Buah
Berdasarkan kromatogram

larutan standart karbofuran dengan

konsentrasi 0.1 ppm, 0.25 ppm, 0.5 ppm, 1 ppm, 2.5 ppm, 5 ppm, 7.5 ppm,
dan 10 ppm diperoleh waktu retensi berturut-turut 3.52 menit, 3.53 menit, 3.53
menit, 3.53 menit, 3.52 menit, 3.52 menit, 3.52 menit, dan 3.53 menit. Waktu
retensi (tR) adalah waktu yang diperlukan oleh suatu senyawa untuk keluar
dari kolom (dan mencapai detektor) dan luas puncak dari larutan yang
diinjeksikan. Selanjutnya dibuat kurva kalibrasi sehingga diperoleh persamaan
regresi linier y=1992.8x + 5174.3 dengan nilai R2 = 0.9845. Persamaan regresi
yang diperolah dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi residu
pestisida karbofuran dalam suatu sampel karena memiliki nilai R 2 yang
memenuhi. Berikut adalah kurva kalibrasi larutan standart karbofuran :
30000.00
25000.00

f(x) = 1992.79x + 5174.32


R = 0.98

20000.00

RT (min)

15000.00

Area
Linear (Area)

10000.00
5000.00
0.00
0

10

Gambar 1. Kurva kalibrasi larutan standart karbofuran

12

Berdasarkan kromatogram larutan standart karbofuran dapat diketahui waktu


retensi (tR) dari karbofuran, yaitu sekitar rentang 3.52 menit 3.53 menit.
Waktu retensi yang diperoleh tidak konstan. Hal ini disebabkan karena
ketidakkonstanan dari alat kromatografi gas.
5.2 Identifikasi Residu Pestisida Karbofuran yang Terdeteksi Dalam Sayur
dan Buah
Prinsip utama pemisahan dalam kromatografi gas adalah berdasarkan
perbedaan laju penguapan masing-masing komponen dalam suatu sampel
melalui kolom. Komponen-komponen yang terelusi atau menguap dapat
diketahui dari nilai waktu retensinya (tR).
Detektor yang digunakan adalah detektor penangkap elektron atau sering
disebut Electron Capture Detector (ECD). Prinsip kerja detektor ini adalah
penangkapan elektron oleh senyawa yang mempunyai afinitas terhadap
elektron bebas, yaitu senyawa yang mempunyai unsur-unsur negatif. Detektor
ini dipilih karena sifatnya yang sangat sensitif terhadap beberapa jenis
senyawa halogen seperti bromin, florin dan klorin, sehingga sangat cocok
untuk menganalisis senyawa pestisida yang pada dasarnya disusun oleh
beberapa senyawa halogen.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sawi hijau,kentang,
apel, kacang panjang, dan melon yang berasal dari pasar tradisional di Desa
Tegalarum, Kecamatan Jaken, Kabupaten Pati. Sayur dan buah yang dijual di
pasar ini sebgian besar berasal dari hasil panen warga setempat.

Berdasarkan hasil analisis residu pestisida karbofuran pada tiap


sampel, diperoleh hasil konsentrasi rata-rata karbofuran dalam sampel yang
disajikan pada tabel berikut :

Sampel
Kentang
Apel
Kacang Panjang
Sawi
Melon

Konsentrasi Rata-rata
Karbofuran
0.14847 ppm
0.89591 ppm
0.47653 ppm
0.56882 ppm
1.17228 ppm

Gambar 2. Hasil pengujian residu karbofuran pada contoh sayur dan buah

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh, sampel kentang, apel, kacang


panjang, sawi, dan melon masing-masing memiliki konsentrasi rata-rata residu
pestisida jenis karbofuran sebesar 0.14847 ppm, 0.89591 ppm, 0.47653 ppm,
0.56882 ppm, dan 1.17228 ppm.

BAB V
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :

1. Analisis residu pestisida dapat dilakukan dengan metode kurva


kalibrasi dengan instrumen Gas Chromatography (GC).
2. Sampel kentang, apel, kacang panjang, sawi, dan melon positif
mengandung residu pestisida karbofuran dengan masing-masing
memiliki konsentrasi rata-rata residu pestisida jenis karbofuran sebesar
0.14847 ppm, 0.89591 ppm, 0.47653 ppm, 0.56882 ppm, dan 1.17228
ppm.
1.2 Saran
Penelitian ini perlu dikembangkan untuk mengetahui apakah kadar
residu pestisida dalam sayur dan buah telah melampaui Batas Maksimal
Residu (BMR) yang tekah ditetapkan.
Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya melakukan penelitian
upaya untuk menurunkan kadar residu pestisida pada sayur dan buah agar
aman dikonsumsi.

Anda mungkin juga menyukai