Anda di halaman 1dari 11

NAMA : WAHDANIA

NIM : F 1071151036

Prinsip pewarnaan jaringan adalah berdasar pada afinitas antara bahan cat (zat warna
dengan bahan yang diwarnai (sel/jaringan). Pewarnaan rutin yang dipakai di laboratorium
adalah pewarnaan Haematoxylin eosin (HE).

Haematoxylin merupakan zat yang diambil dari ekstrak getah pohon Haematoxylin
campechianum.bahan ini afinitasnya sangat kecil terhadap jaringan,untuk mengikatkan
afinitasnya perlu dikombinasikan dengan bahan lain,sehingga dapat mempercepat proses
pewarnaan,yang mewarnai inti sel.pada umumnya bahan yang digunakan sebagai kombinasi
zat warna ini antara lain adalah : alumunium.pada pewarnaan rutin ini bahan kombinasi yang
dipakai adalah alumunium.

IMUNOHISTOKIMIA

Tujuan

1. Untuk dapat mengetahui dan memahami pengertian imunohistokimia.


2. Untuk dapat mengetahui teknik imunohistokimia.

Pemeriksaan imunohistokimia dapat memberi informasi mengenai kandungan berbagai


unsur molekul didalam sel normal maupun sel neoplastik. Dasar dari pemeriksaan ini adalah
pengikatan antigen (yang terkandung dalam sel) dengan antibodi spesifiknya yang diberi
label chromogen. Teknik ini diawali dengan prosedur histoteknik yaitu prosedur pembuatan
irisan jaringan (histologi) untuk diamati di bawah mikroskop. Irisan jaringan yang didapat
kemudian memasuki prosedur imunohistokimia.

Interaksi antara antigen dan antibodi adalah reaksi yang tidak kasat mata. Oleh karena
itu, diperlukan visualisasi adanya ikatan tersebut dengan molekul antibodi yang digunakan
dengan enzim atau fluorokrom. Enzim (yang dipakai untuk molekul) selanjutnya direaksikan
dengan substrat chromogen (yaitu substrat yang menghasilkan produk akhir berwarna dan
tidak larut) yang dapat diamati dengan mikroskop bright fiekl (mikroskop bidang terang).
Imunohistokimia yang menggunakan fluorokrom untuk molekul antibodi, dapat langsung
diamati dibawah mikroskop fluorescence.

Berbagai jenis molekul yang yang terkandung dalam sel dapat dideteksi dengan teknik
ini, termasuk berbagai jenis reseptor, onkoprotein, faktor pertumbuhan dan protein-protein
lainnya. Dengan ditemukannya teknik ini maka berbagai pemahaman-pemahaman baru di
bidang penyakit, termasuk onkologi, menjadi semakin baik sehingga telah membawa dunia
kedokteran kepada era yang baru.

Imunohistokimia menjadi teknik pilihan untuk menentukan petanda-petanda biologik


tersebut karena relatif mudah, murah dan dapat diterapkan pada sediaan rutin histopatologik.
Namun demikian perlu diperhatikan sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan, dimana pengaruh faktor-faktor tersebut dimulai dari tahap pembedahan,
pengolahan jaringan hingga penilaian hasil pulasan.

Metode Pewarnaan Imunohistokimia

Prinsip dari metode imunohistokimia adalah perpaduan antara reaksi imunologi dan
kimiawi, dimana reaksi imunologi ditandai adanya reaksi antara antigen dengan antibodi, dan
reaksi kimiawi ditandai adanya reaksi antara enzim dengan substrat.Pemeriksaan
imunohistokimia dimaksudkan untuk mengenali bahan spesifik tertentu didalam jaringan
dengan menggunakan antibodi dan sistem deteksi yang memungkinkan untuk mengenali
bahan spesifik tersebut secara visual.Dengan diketahuinya bahan spesifik tersebut maka
dokter dapat menentukan dengan lebih tepat histogenesis dari lesi tertentu dan
prognostiknya.Antibodi bereaksi terhadap determinan dari antigen yang berada dalam bahan
spesifik yang diperiksa. Antibodi-antibodi ini akan berikatan dengan bahan dalam jaringan,
dan antibodi-antibodi ini diketahui dengan menggunakan antibodi-antibodi lain yang
dirancang untuk mengenal immunoglobulin tersebut dari spesies-spesies yang terekspos
dengan bahan asli (original).Antibodi-antbodi penentu (anti-antibodi dari spesies lain) ini
ditempeli (tagged) dengan beberapa molekul pelapor (reporter molecule) misalnya fluorecein
atau enzim yang dapat mengkatalisa reaksi selanjutnya menuju produk yang dapat
dilihat. Sistem deteksi Avidin-biotin complex (ABC) menggunakan spesimen jaringan
tertanam dalam paraffin, dengan ketebalan 5 mikron.Antibodi spesifik terhadap bahan
spesifik yang diperiksa dikombinasi dengan antigen . Antibodi ini ditentukan dengan anti-
antibodi yang dihasilkan oleh spesies lain yang mengenal antibodi pertama sebagai antigen.
Anti-antibodi (antibodi sekunder) ini mempunyai molekul biotin yang lekat padanya,
memungkinkan deteksi lanjut dengan protein avidin.Biotin adalah vitamin yang relatif kecil.
Ikatannya dengan rantai immunoglobulin tidak berpengaruh dengan kemampuannya untuk
mengenal antibodi primer. Avidin adalah protein yang afinitasnya sangat kuat terhadap
molekul biotin. Kombinasi kedua zat ini irreversible.Tiap molekul avidin mempunyai 4
tempat (site) kombinasi dengan biotin. Dan tiap molekul biotin mempunyai dua tempat
kombinasi dengan avidin.

Molekul Horse Radish Peroxidase (HRP) adalah molekul reporter. Enzim ini diikat
oleh biotin dan berpadu didalam complex avidin-biotin sedemikian rupa sehingga bila HRP
ini berdekatan dengan anti-antibodi terbiotinil sekunder (secondary biotinylated anti-
antibody), complex tersebut berikatan dengan tempat ikatan biotin pada satu dari molekul
avidin. Hal ini membuat enzim pada tempat asli dari interaksi antibodi primer-
antigen.Kemudian enzim tersebut bereaksi dengan hydrogen peroxidase. Hal ini
menimbulkan transfer elektron-elektron dari senyawa chromogen yang mengendap
(precipitates) sebagai pigmen yang tidak larut (insoluble).Chromogen yang digunakan adalah
3,3’-diaminobenzidine tetrahydrochloride (DAB). Molekul ini didalam larutan dalam
konsentrasi terlarut, tidak berwarna dan mengendap berupa massa coklat gelap bila
teroksidasi. Endapan ini tidak larut dalam alcohol. Hal ini memungkinkan seksion
diconterstained dengan hematoxylin, didehidrasi dengan ethanol, dan dicleared dengan
xylene dan ditutup dengan coverslip. Untuk menjaga spesifisitas reaksi ini hendaknya harus
menggunakan antibodi monoklonal yang memiliki idiotipe dan isotipe yang sama. Salah satu
teknologi yang digunakan untuk memproduksi antibodi monoklonal adalah teknologi
hibridoma. (2,3,5) . Antibodi monoklonal inilah kemudian diproduksi secara masal dan dapat
digunakan untuk mendeteksi suatu marker yang diekspresikan oleh sel pada permukaannya
maupun yang dilepaskan oleh sel ke cairan tubuh. Untuk menentukan marker yang di
ekspresikan ke permukaan sel. Maka metode pengukurannya menggunakan metode
imunohistokimia (imunositokimia), sedangkan yang dilepaskan pada cairan tubuh dapat
menggunakan metode imunosuspensi seperti : ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent

Assay), RIA (Radioimmunoassay) dan sebagainya. (3,5,8,9).Bila hewan coba atau individu di
imunisasi dengan suatu antigen secara berulang, maka di dalam tubuh hewan coba atau
individu tersebut akan terjadi suatu respons imun yang dapat menghasilkan antibodi. Antigen
yang di imunisasikan kedalam tubuh hewan coba atau individu tersebut, pertama kali akan
dijamu oleh suatu sel yang disebut sebagai APC (Antigen Presenting Cell).

Selanjutnya didalam tubuh, APC antigen tersebut diproses dan diekspresikan bersama
MHC Kelas II (Mayor Histocompatibility Complex II). Terekspresinya MHC Kelas II pada
permukaan sel tersebut, kemudian dikenal oleh limfosit yaitu limfosit – Th (T helper).
Adanya pengenalan dari MHC tersebut kemudian APC mensekresikan suatu mediator yang
disebut sebagai interleukin (IL) antara lain IL-1 dan Il-12. Kedua IL ini akan mempengaruhi
limfosit Th mengalami diferensiasi menjadi Th-1 dan Th-2. IL-1 yang dihasilkan oleh APC
akan memicu aktifitas Th-1, sehingga Th-1 aktif ini akan menghasilkan beberapa mediator
antara lain IL-2, IFNγ dan TNFβ. IFNγ dan TNFβ akan memicu peningkatan aktifitas APC.
Sedangkan IL-2 dan IFNγ akan mengaktifasi limfosit (Th-2). Th-2 aktif akan menghasilkan
beberapa mediator seperti IL-4, IL-5, IL_6. Ketiga mediator ini akan mempengaruhi limfosit
B mengalami diferensiasi menjadi sel memori dan sel plasma yang menghasilkan antibodi.
Adapun proses pembentukan sel plasma didalam kelenjar limfoid sekunder seperti pada
limpa atau kelenjar getah bening dapat melalui beberapa tahap yaitu mulai dari sentroblas
berkembang menjadi sentrosit, kemudian menjadi plasmablas dan berakhir menjadi plasmasit
(sel plasma) yang menghasilkan antibodi. Oleh karena ada beberapa limfosit B didalam tubuh
hewan coba atau individu yang tersensitisasi antigen, maka masing-masing limfosit B
tersebut akan membentuk klon-klon tersendiri yang memungkinkan akan membentuk
antibodi yang memiliki isotope dan idiotipe yang berbeda. Campuran antibodi inilah yang
dikenal dengan antibodi poliklonal. Untuk memproduksi antibodi monoklonal secara masal
dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi hibridoma. (3,5,6) .Pewarnaan
imunohistokimia pada dasarnya ada dua macam metode yaitu : (5,8,9) Pada metode ini
antibody monoclonal yang digunakan untuk mendeteksi suatu marker pada sel, langsung di
label dengan suatu enzim. Adapun cara pewarnaannya adalah sebagai berikut :

Persiapan reagen :

H2O2 3% (digunakan untuk menghilangkan aktifitas endogenous peroksidase).

Trypsin 0,025% dalam PBS (digunakan untuk membersihkan debris protein


yang kemungkinan menutup epitope dari bahan yang akan dideteksi).

Larutan kerja DAB (digunakan sebagai indicator warna pada reaksi enzimatik).

R/ Aquadestilata 1 ml

Buffer substrat H2O2 50 tetes

Larutan DAB stok 1 tetes

Cara kerja :
Lakukan deparafinisasi, caranya adalah dengan memasukkan sayatan jaringan berturut-turut
kedalam :

1. xylol : 2 menit

2. xylol : 2 menit

3. etanol absolute : 1 Menit

4. etanol absolute : 1 menit

5. etanol 95% : 1 menit

6. etanol 95% : 1 menit

7. etanol 80% : 1 menit

8. etanol 70% : 1 menit

9. air mengalir : 10-15 menit

10. Masukkan kedalam larutan H2O2 30% : 30 menit

11. Cuci dengan PBS 3 kali (a : 2 menit)

12. Trypsin 0,025% selama 6 menit pada 370C

13. Cuci dengan PBS (a : 2 menit)

14. Masukkan kedalam antibodi monoklonal dilabel enzim (misalnya untuk mendeteksi IgG
pada mencit, maka monoklonal antibodi yang dilabel dengan enzim adalah IgG anti mencit) :
30 menit

15. Cuci dengan PBS 3 kali (a : 2 menit)

16. Masukkan kedalam substrat kromogen : 5 menit

17. Cuci dengan PBS 3 kali (a : 2 menit)

18. Cuci dengan aquadestilata

19. Masukkan ke dalam Mayer’s Haematoksilin : 6 menit

20. Cuci dengan air mengalir, sampai bersih


21. Dehidrasi – Clearing – Mounting

The direct method of immunohistochemical staining uses one labelled antibody, which binds
directly to the antigen being stained for. (8)

b. Metode Indirect

Pada metode imunohistokimia indirect, antibodi monoklonal yang digunakan untuk


mendeteksi suatu marker pada sel, tidak dilabel dengan suatu enzim. Antibodi ini dikenal
dengan sebutan antibodi primer. Namun pada metode ini bukan berarti tidak membutuhkan
antibody yang dilabel enzim. Hal ini tetap dibutuhkan tetapi yang dilabel adalah
antiimunoglobulin, dalam imunohistokimia indirect dikenal dengan sebutan antibodi
sekunder. Untuk melabel antibodi sekunder dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak
langsung. Secara langsung artinya antibodi sekunder telah terlabel oleh suatu enzim.
Sedangkan secara tidak langsung artinya pelabelan antibody sekunder dengan suatu enzim
adalah menggunakan suatu bahan perantara (kombinasi) seperti : biotin-streptavidin atau
biotin-avidin.

Adapun caranya adalah sebagai berikut :

Persiapan reagen :

H2O2 3%

Trypsin 0,025% dalam PBS

Larutan kerja DAB

R/ Aquadestilata 1 ml

Buffer substrat H2O2 50 tetes

Larutan DAB stok 1 tetes

HISTOKIMIA
Tujuan

1. Mengetahui yang dimaksud dengan histokimia


2. Mengetahui fungsi dari histokimia
3. Mengetahui prosedur histokimia

Histoteknik atau teknik histologi merupakan ilmu atau seni mempersiapkan organ,
jaringan atau bagian jaringan untuk dapat diamati dan ditelaah. Sedangkan teknik histokimia
merupakan teknik untuk mendeteksi keberadaan komponen-komponen yang terdapat dalam
struktur jaringan atu sel seperti protein, lemak, karbohidrat, hormon ataupun enzim.
Pengamatan dan penelaahan biasanya dilakukan dengan bantuan mikroskop sebabstruktur
jaringan secara terperinci pada dasarnya sangat kecil dan tak memungkinkan untuk dilihat
dengan mata telanjang, Selain dilekatkan pada kaca preparat, spesimen biasanya dilindungi
atau ditutupi dengan kaca atau plastik yang tipis dan tembus pandang (Gunarso 1989).

Pembuatan preparat dengan metode histologis lektin tersiri atas bebrapa tahap, antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan Sediaan Organ
Organ dicuci dengan larutan PBS (Phosphate Buffered Saline) yang mempunyai pH 7,2
kemudian difiksasi dalam larutan Bouin selama 24 jam.
2. Washing, Dehidrasi, Clearing, Infiltrasi dan Embedding
Sampel organ dipindahkan dan disimpan di dalam Alkohol 70% sampai proses selanjutnya.
Sampel dipotong kecil, kemudian diproses untuk pembuatan blok Paraffin. Proses tersebut
meliputi dehidrasi dalam seri larutan Alcohol bertingkat, penjernihan (clearing) dengan
Toluol, infiltrasi dalam Parafin + Xylol, Paraffin I dan Parafin II dan penanaman
(Embedding) dalam Parafin Blok.
3. Sectioning, Affixing, Deparafinisasi
Blok Paraffin dipotong serial dengan Microtom setebal 2µm untuk prosedur histokimia lektin.
Setelah itu, coupes ditempelkan pada gelas benda dan dilakukan proses deparafinisai dengan
Xylol dan seri larutan Alkohol bertingkat. Selanjutnya siap untuk dilakukan pewarnaan
dengan histokimia lektin.
4. Pewarnaan Histokimia Lektin
Sediaan histologis yang sudah dideparafinisasi di cuci dengan aquades, dilanjutkan dengan
PBS selama 15 menit pada suhu ruang. Sediaan dikeringkan lalu tetesi dengan larutan
0,03% H2O2, diamkan selama 15 menit pada suhu ruang. Cuci sediaan dengan larutan PBS
selama 10 menit.Sediaan dikeringkan lalu masing-masing tetesi dengan 15 ml larutan lektin
berlabel Biotin (Biotinylated). Kemudian inkubasikan pada suhu 4oC selama 30 menit. Cuci
sediaan dengan larutan PBS sebanyak 3 kali masing-masing 5 menit dengan
menggunakan shaker. Keringkan sediaan dan tetesi masing-masing sediaan dengan larutan
ABC (Avidin Biotin Peroksidase), inkubasikan selama 30 menit pada suhu 37oC. Cuci sediaan
dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing 5 menit dengan shaker.Keringkan sediaan, tetesi
dengan larutan DAB (Diaminobenzidine), diamkan 30 menit sambil diamati di bawah
mikroskop untuk melihat reaksi larutan DAB pada jaringan. Apabila timbul reaksi maka akan
terlihat warna kecoklatan pada jaringan. Selama pengamatan, sediaan preparat harus berada
dalam keadaan gelap.Cuci sediaan preparat dengan PBS 3 kali masing-masing 5 menit
dilanjutkan dengan Aquades 3 kali masing-masing 5 menit. Sediaan diberi pewarnaan dengan
larutan Hematoksilin Meyer (Counterstain).
5. Dehidrasi, Clearing, Mounting
Sediaan histologis yang telah diwarnai kemudian dilakukan dehidrasi dengan seri larutan
Alcohol bertingkat dan clearing dengan menggunakan Xylol lalu diakhiri dengan mounting.
Macam-macam pewarnaan histokimia
1. Hematoxcillin-Eosin yang berfungsi untuk memberi gambaran
2. AB (alcian blue) yang biasanya digunakan pada sampel yang memiliki pH 2,5 dan
mampu mendeteksi mukopolisakarida asam dan biasanya memberikan warna biru.
PEWARNAAN RUTIN
Pewarnaan rutin yang sering dikerjakan adalah haematoxylin-eosin (HE), karena pewarnaan
ini dapat menunjukkan sebagian besar struktur histologi. Afinitas hematein terhadap nuclei
tidak baik, jika tidak menggunakan Mordant. • Mordant adalah penghubung haematoxyllin
dan DNA • Logam: Al, Fe, tungsten, molybdenum, lead • Tipe mordant mempengaruhi tipe
jaringan yang terwarnai dan hasil akhir pewarnaan Ada delapan jenis larutan pewarnaan
haematoxylin, yaitu Dellafied, Erlich, Heidenhains, Harris, Mayer, Weigert, Carazzi, dan
Cole. Masing-masing formula pewarnaan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Yang paling sering digunakan adalah haematoxylin Mayer dan haematoxylin Harris.
2.2 Haematoxylin Mayer 2.2.1 Komposisi Haematoxylin Mayer • Kristal
haematoxylin………………….... 1 gr • Akuades……………………………… 1000 ml • Sodium
iodate…………………………… 0,2 gr • Ammonium/potassium alum................. 50 gr • Citric
acid…………………………....…. 1 gr • Chloralhydrate…………………………. 50 gr 2.2.2
Cara Pembuatan Hematoxylin Mayer 1. Larutkan Ammonium/Potassium alum di dalam
aquades. 2. Tambahkan Haematoxylin dan campurkan secara baik. 3. Tambahkan Sodium
Iodate, Citric Acid, dan Chloralhydrate. 4. Campur dan aduk hingga seluruhnya tercampur
dengan baik. 5. Biarkan semalam dan saring dengan kertas saring besoknya. 2.3 Eosin
Eosin adalah zat warna Xanthene. Eosin paling cocok dikombinasikan dengan pewarna
haematoxylin. Eosin memiliki nilai kemampuan differensiasi sendiri untuk membedakan
antara sitoplasma dari tiap sel dan serabut jaringan ikat yang berbeda. Jenis eosin : • Eosin
Y (yellowish), water soluble • Eosin B (Bluish) • Ethyl Eosin (eosin S, eosin alkohol absolut)
Eosin Y(yellowish) paling banyak digunakan, karena termasuk zat warna asam sehingga
dapat berikatan dengan protein (basa) dan dapat berpenetrasi pada struktur padat dan
bersifat metakromatik. Terdapat dalam 2 bentuk ,yaitu : monomer (merah) dan dimer
(orange merah). Hasil pewarnaannya , yaitu : sitoplasma akan berwarna merah, eritrosit
akan berwarna orange merah, nukleus piknotik akan berwarna ungu, dan nukleolus akan
berwarna merah. 2.3.1 Komposisi Eosin Eosin-alkohol Stock 1% • Eosin y
ws……………………………………… 1 gr • aquades………………………………………………
20 ml • Larutkan dan tambahkan alkohol 95% ……….. 80 ml Eosin working solution • Eosin-
alkohol stock 1 bagian • Alkohol 80% 3 bagian • Dibuat sesaat sebelum digunakan dan
tambahkan Asam Asetat glasial 0,5 ml untuk setiap 100 ml larutan dan aduk dengan baik.
2.3.2 Cara kerja : 1. deparafinisasi preparat yang telah kering ke dalam xylol sebanyak 3x
(@ 10 menit) 2. masukkan ke dalam alkohol sebanyak 2x (@5 menit) 3. cuci dengan air
mengalir sampai alkohol hilang 4. masukkan ke dalam larutan hematoxylin selama 7 menit
5. cuci dengan air mengalir sampai tidak luntur 6. celupkan dalam HCL 2x celup untuk
decolorisasi 7. cuci dengan air 8. rendam dalam air sampai warna air menjadi biru 9.
masukkan ke dalam larutan eosin 10. cuci dengan air mengalir 11. cuci dengan alkohol I 12.
cuci dengan alkohol II cuci dengan air 1. pres dengan kertas saring, lap dengan kapas 2.
masukkan dalam larutan xylol 3. pres dengan kertas saring, dan lap dengan kapas 4. Tutup
(mounting) dengan entellan/balsam Kanada dan cover glass 5. Beri label pada sajian
tersebut dan biarkan hingga entelan mengering Gambar Menutup kaca benda dengan cover
glass (kiri). Hasil pewarnaan HE pada kulit tebal (kanan). . 2.4 Contoh jaringan dengan
pengecatan Hematoksilin Eosin 2.4.1. Nodus Lymphaticus Teknik pewarnaan : HE
Perhatikan : a. Capsula : Jaringan ikat ini mengandung: – serabut-serabut kolagen. – vasa
lymphatica afferentia b. Hilum : serabut kolagen tampak lebih tebal. c. Cortex : disini
terdapat banyak noduli lymphatici yang berderet-deret. Noduli limphatici merupakan
kumpulan padat limfosit Di pusat noduli ada centrum germinale sel (tempat limfosit B
berproliferasi dan differensiasi menjadi sel plasma) d. Trabeculae : berasal dari capsula,
meluas ke arah pusat nodus lymphaticus di antara noduli limphatici dan medulla. e.
Paracortex antara cortex dan medulla, tempat limfosit T f. Medulla, lebih kedalam berwarna
lebih pucat g.Sinus Lymphaticus (rongga tempat menampung cairan limfe dari vasa limfatik
afferens.). Ada berbagai jenis: – sinus lymphaticus capsularis (marginalis) : dibawah capsula
– sinus corticalis : di sepanjang trabeculla – sinus medullaris : di medulla 2.4.2 Lien atau
Spleen Pewarnaan : HE Pengamatan pada sediaan limfa: a. Selubung : – tunica serosa :
epitel pipih selapis – tunica fibrosa : mengandung serabut kolagen dan elastis. Berlanjut ke
tengah sebagai trabecula b. Isi : Pulpa lienalis dibedakan 2 jenis: – Pulpa alba : tampak
sebagai kelompok berpadatan, kebiru-biruan Arteria centralis terdapat dekat pusat pulpa
alba. – Pulpa rubra : tampak sebagai jaringan tidak teratur. 2.4.3. Thymus Pewarnaan : HE
Perhatikan : a. Capsula : berlanjut sebagai septum interlobare yang membagi thymus
menjadi lobus thymi b. Cortex : penuh dengan limfositus thymicus atau thymocytus,
berpadatan, kebiru-biruan.Merupakan tempat produksi limfosit c. Medulla : berwarna lebih
pucat.limfositus lebih sedikit – banyak limfoblastus dan retikulositus – terdapat corpusculum
thymicum kebulat-kebulatan mengandung: • sel epitel teratur konsentris. • cellula gigantica
atau sel raksasa. 2.4.4. Tonsil Pewarnaan : HE Perhatikan : a. Capsula : berupa jaringan ikat
sebagai pembungkus, capsula membentuk septum internodulare ke arah pusat. b.
Epithelium Squamosum Stratificatum: melapisi permukaan bebas. – banyak mengalami
infiltrasi oleh limfosit – berlekuk-lekuk dinamakan: crypta tonsillaris. c. Noduli Lymphatici :
bulat, berderet sepanjang crypta tonsillaris 2.4.5. Sumsum Tulang Teknik pewarnaan : HE
Perhatikan : - Textus connectivus reticularis sebagai jaringan dasar yang dengan pewarnaan
HE serabutnya tidak tampak. - Megakariosit merupakan sel raksasa dengan nucleus relatif
besar, dan sitoplasma berwama merah - Normoblas memiliki sitoplasma berwarna kemerah-
merahan, nucleus biru letak di tengah. - Haemocytoblastus, adipocytus.

Anda mungkin juga menyukai