Anda di halaman 1dari 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji
Makroskopis

Ulas Basah Salin


Ulas Basah Iodin
Ulas Basah BMB
Konsentrasi
Sedimen
Metode Garam
Jenuh
Pemeriksaan Darah
Samar
Pemeriksaan
Stercobillin

Hewan 1 (kucing)
Bau : Amis
Warna : Hitam kemerahan
Konsistensi : Soft
Adanya larva
Adanya larva
Adanya larva
Hewan (anjing)
(-) Tidak ditemukan apapun
(+) Adanya telur cacing

Hewan 2 (sapi)
Bau : Feses sapi
Warna : Hijau kecoklatan
Konsistensi : Formed
(-) Tidak ditemukan apa-apa
(-) Tidak ditemukan apa-apa
(-) Tidak ditemukan apa-apa

(-) Tidak mengalami


perubahan warna
(-) Tidak mengalami
perubahan warna

(-) Tidak mengalami perubahan


warna
(-) Tidak mengalami perubahan
warna

Hasil Foto

(-) Tidak ditemukan parasit

Analisis feses dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara makroskopis dan
mikroskopis. Metode makroskopis yang dilakukan dengan melihat warna, bau, dan
konsistensi feses. Sedangkan secara mikroskopis dapat melakukan beberapa metode,
diantaranya ulas basah salin, ulas basah iodin, ulas basah Buffered Methylene Blue
(BMB), metode konsentrasi sedimen, dan metode konsentrasi pengapungan dengan
garam jenuh. Analisis feses dapat dilakukan pula dengan pemeriksaan kimia seperti
pemeriksaan darah samar metode benzidin, dan pemeriksaan metode stercobillin metode
schmidt.
Praktikkan pertama kali mengalanisis feses secara makroskopis dengan
mengamati feses dari hewan yang berbeda yaitu kucing dan sapi. Feses kucing memiliki
bau amis dengan warna feses hitam kemerahan dan adanya darah pada feses, hal inilah
yang menyebabkan bau feses seperti bau amis, dan warna feses tidak seperti biasanya.
Sedangkan, feses sapi memiliki bau aromatik yaitu bau normal feses sapi, dengan warna
feses dikatakan normal yaitu hijau kecoklatan. Konsistensi feses di amati dengan cara
melihat bentuk feses yang keluar langsung dari anus hewan. Jenis-jenis konsistensi feses
yaitu formed atau feses yang berbentuk soft, loose.., dan watery.. Analisis feses
dilakukan terlebih dahulu pada feses yang terdapat darah atau lendir.
Pemeriksaan mikroskopis yaitu pemeriksaan feses dalam bantuan mikroskop
untuk mengetahui ada atau tidaknya telur cacing, larva, protozoa, dan kista. Metode
mikroskopis yang efektif yaitu metode konsentrasi sedimentasi dengan menggunakan
formalin-eter (formalin etil asetat). Metode ini dapat menunjukkan semua jenis tipe telur

cacing, larva dan protozoa apabila sampel feses masih dalam kondisi yang segar. Prinsip
dari metode konsentrasi sedimen ini yaitu menggunakan perbedaan massa jenis dari
formalin-eter dan objek yang akan diamati dalam sedimen hasil pemutaran sentrifuge.
Dalam proses sentrifugasi akan terjadi pemisahan dari beberapa fase larutan dengan
sedimen, fase-fase yang terbentuk ini dari perbedaan massa jenis larutan dan sedimen.
Sedimen yang diperkirakan mengandung telur cacing dan sebagainya berada di fase yang
paling bawah karena memiliki berat jenis yang lebih besar. Penggunaan formalin sebagai
pelarut dari sampel feses adalah sebagai bahan pengawet feses agar tidak rusak setelah
beberapa hari disimpan dan penambahan eter agar terjadi proses ekstraksi pemisahan
debris dengan sedimen (Hadidjaja 2002). Berdasarkan hasil percobaan metode
konsentrasi sedimentasi, setelah larutan di sentrifugasi terlihat terdapat 4 cairan yang
terpisah yaitu sedimen, formalin, debris, dan eter. Kemudian sedimen diambil dan diamati
dengan mikroskop, hasil dari sedimen feses anjing ini tidak terlihat bentuk apapun atau
tidak ditemukan apa-apa, hal ini dapat terjadi karena sampel kurang segar atau kesalahan
praktikkan.
Metode kedua yang dilakukan yaitu metode ulas basah.
ni adalah teknik sederhana dan mudah. Dapat dibuat langsung dari material tinja atau
darispesimen terkonsentrasi. Jenis prweparat basah meliputi
Saline :
digunakan untuk mendeteksi telur cacing atau larva, protozoa trofozoit dankista. Selain
itu dapat mengungkapkan adanya sel darah merah dan leukosit.
Yodium :
Hal ini digunakan untuk noda glikogen dan inti dari kista.
Metode ketiga yang dilakukan yaitu metode konsentrasi pengapungan dengan
garam jenuh. Metode menggunakan NaCl jenuh yang didasarkan bahwa berat jenis
larutan lebih berat dibanding dengan berat jenis telur, larva, ataupun protozoa sehingga
telur akan mengapung dan mudah diamati. Kekurangan dari metode ini yaitu memerlukan
waktu yang lama karena ditunggu selama 20 menit, perlu ketelitian tinggi agar telur di
permukaan larutan tidak turun lagi. Kelebihan dari metode ini yaitu dapat di gunakan
untuk infeksi ringan dan berat, telur dapat terlihat jelas (Entjang 2003). Praktikum
pemeriksaan feses metode apung yang praktikkan lakukan mendapatkan hasil positif atau

adaya beberapa telur cacing pada hewan kucing, sedangkan pada hewan sapi tidak
ditemukan parasit ataupun telur cacing.
Pemeriksaan kimia dapat dilakukan untuk menganalisis feses, ada dua metode
untuk mengetahui

DAFTAR PUSTAKA
Hadidjaja P. 2002. Penuntun Laboratorium Parasitologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Entjang I. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan dan
Sekolah Menengah Tenaga Kesehatan yang Sederajat. Bandung: Citra Aditya Bakti

Anda mungkin juga menyukai