Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH KOMBINASI ZAT PENGATUR TUMBUH BAP DENGAN IAA

DAN IBA TERHADAP INDUKSI KALUS DAUN VIOLCES (Saintpaulia


ionantha) SECARA IN VITRO
Nisrina Nayla Filbillah
202210200311031
nisrinanaylaf@gmail.com
Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian-Peternakan, Universitas Muhammadiyah Malang (University of
Muhammadiyah Malang), Jl Raya Tlogomas No. 246, Malang, Jawa Timur, Indonesia

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Violces termasuk salah satu tanaman bunga pot yang sering digunakan dalam tata
rias ruang yang memiliki beragam warna, bentuk yang khas, menarik perhatian dan indah
sehingga keberadaannya cukup digemari. Tanaman hias indoor ini toleran terhadap
tempat yang kurang cahaya sehingga cocok apabila ditanam dalam ruangan. Violces
biasanya juga dijadikan sebagai tanaman hias dalam pot gantung karena dapat memenuhi
kebutuhan rohani dan keasrian lingkungan bagi kehidupan, sehingga mendorong
peningkatan laju permintaan terhadap tanaman hias Violces (Sari, et al., 2020).

Dari segi farmakologis, seluruh bagian tanaman Violces berkhasiat mengobati


sakit kepala, batuk, pilek,asma, bronkhitis dan gugup. Bagian daun Violces
digunakan dalam pengobatan kanker; bunganya sebagai diuretik (mengeluarkan
kelebihan air dan garam dalam tubuh melalui urin) dan ekspektoran (pengencerdahak);
sedangkan bijinya digunakan sebagai obat pencahar (mengatasi sembelit) dan diuretik
(Biradar & Haralkar, 2020).

Perbanyakan melalui kultur jaringan memberikan beberapa keuntungan diantaranya


menghasilkan tanaman yang memiliki sifat sama dengan induknya, tidak dipengaruhi
oleh musim dan umur tanaman yang dihasilkan seragam dan dapat memperoleh bibit
dalam jumlah yang banyak, waktu lebih singkat dan tidak memerlukan tempat yang luas.
Untuk itu cara ini sebagai upaya untuk memenuhi permintaan pasar. Ada dua cara
untuk menyediakan bibit, yaitu konvensional dan kultur jaringan (in vitro) ( Al
Chalik, et al., 2021).

1.2 Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi ZPT IAA dan IBA
pada daun violces secara in vitro.
II. TIJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tanaman Daun Violces (Saintpaulia ionantha)

Violces berasal dari India dan sekarang menyebar di Eropa, Asia dan Australia
. Violces adalah salah satu anggota famili Violaceae dan lebih dikenal dengan
sebutan Sweet Violet, Wood Violet, English Violet, Banafshah atau Gulbanafsa.
Tumbuhan ini merupakan herba perennial dan menyebar menggunakan stolon
(geragih), daun berbentuk bulat telur lebar, rasa agak manis, bunga berwarna violet
gelap atau putih, bunganya berbau harum (khas aromatik) sehingga banyak
digunakan sebagai bahan dasar wewangian/parfum (Biradar & Haralkar, 2020).
Klasifikasi daun violces adalah,

Kerajaan: Plantae (Tumbuhan)

Divisi: Magnoliophyta

Kelas: Magnoliopsida

Order: Malpighiales

Famili: Violaceae

Genus: Viola

Violces termasuk salah satu tanaman bunga pot yang sering digunakan dalam
tata rias ruang yang memiliki beragam warna, bentuk yang khas, menarik perhatian
dan indah sehingga keberadaannya cukup digemari. Saintpaulia ionantha, atau
African violet, adalah tanaman hias dengan ciri-ciri daun bulat dan berbulu lembut.
Tanaman ini menyukai pencahayaan indirek dan suhu stabil antara 18-24°C.
Kelembaban yang relatif tinggi di sekitarnya dapat meningkatkan kesehatan tanaman.
Gunakan campuran tanah berdrainase baik dan pupuk seimbang selama musim
pertumbuhan aktif. Penyiraman perlu dilakukan dengan hati-hati untuk menjaga
tanah lembab tanpa tergenang air. Pemangkasan ringan dapat merangsang
pertumbuhan cabang dan bunga. Pot berlubang dan sesuai ukuran membantu
menjaga drainase yang baik. Dengan perawatan yang tepat, African violet dapat
menjadi tanaman hias yang menarik dengan bunga-bunga yang indah (Sari et.al.,
2020).

2.2 Kultur Organ Daun

Kultur jaringan tanaman adalah salah satu cara menumbuhkan organ tanaman
dalam suatu wadah/botol yang berisi media dalam keadaan steril.Kultur organ daun
yaitu kultur yang menggunakan bagian organ daun sebagai ekplannya. Tujuannya
untuk mendapatkan tanaman dalam jumlah besar dalam waktu yang singkat
menggunakan organ daun dari tanaman. Faktor-faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan dalam proses
pertumbuhan dalam kultur in vitro, antara lain adalah cahaya. Kualitas, intensitas,
dan lamanya radiasi yang mengenai tumbuhan mempunyai pengaruh yang besar
terhadap berbagai proses fisiologi tumbuhan. (Yuniardi, F. 2020). Proses dimulai
dengan memilih daun yang sehat dan muda dari tanaman induk. Daun tersebut
kemudian diiris menjadi potongan kecil menggunakan alat-alat steril seperti pisau
atau gunting. Potongan-potongan daun tersebut selanjutnya ditanam dalam media
kultur jaringan yang sesuai, seperti MS agar atau media kultur jaringan lainnya.
Penambahan zat pengatur tumbuh, seperti auksin dan sitokinin, turut dilakukan.
Selama tahap inkubasi, penting untuk menjaga kondisi lingkungan seperti suhu,
kelembaban, dan pencahayaan agar proses kultur dapat berlangsung dengan efisien
(Arzam, T.S., 2023).

2.3 Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)

Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa yang diberikan ke tanaman sebagai


suplemen tambahan untuk meningkatkan proses pembelahan sel agar lebih aktif lagi.
ZPT dalam jumlah yang kecil dapat menstimulir pertumbuhan tanaman, dan dalam
jumlah yang besar ZPT justru menghambat pertumbuhan. Zat pengatur tumbuh
merupakan suatu senyawa yang digunakan untuk menstimulir pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, sebagai upaya terakhir dalam meningkatkan produksi
tanaman. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) yang biasa digunakan dalam media kultur
jaringan yaitu auksin dan sitokinin. Auksin merupakan ZPT yang berperan dalam
menginduksi perakaran pada perbanyakan secara in vitro, sedangkan sitokinin
berperan dalam induksi tunas eksplan.

Tunas dari tanaman yang paling cepat muncul yaitu dengan IAA. IAA
memberikan respon paling baik terhadap pertumbuhan akar. Tanaman sendiri belum
diketahui konsentrasi ZPT yang memiliki korelasi terhadap pertumbuhannya,
terutama untuk penggunaan ZPT auksin golongan. IAA secara khusus terlibat dalam
pengaturan pembelahan sel dan elongasi sel, yang penting untuk pertumbuhan akar
dan pucuk. IAA juga dapat mempengaruhi pembentukan buah dan pembungaan. IAA
)Nurhanis, et al., 2019).

Di antara beberapa jenis auksin, Indole Butyric Acid (IBA) merupakan salah
satu jenis yang paling banyak digunakan. Ini dianggap sebagai bentuk auksin terbaik
dan disarankan digunakan untuk mengurangi pembengkakan pada limpa. Praktisi
IBA memiliki metode untuk memaksimalkan pertumbuhan petualangan, yang dapat
dilihat dengan membandingkan hasilnya. Pemanfaatan ZPT IBA dapat secara efektif
mengurangi kerontokan rambut pada tanaman, namun paling cocok untuk situasi
tertentu.Penambahan IBA akan mampu mempercepat pemanjangan akar adventif
karena merupakan hormon auksin sintetik yang berfungsi melakukan dominasi apikal
dan pemanjangan sel (Baghel dkk. 2016 dalam Atmoko, A. H., 2022). Namun
konsentrasi zat ini yang terlalu tinggi hanya akan menghambat perkembangan
tanaman, mencegah dan menghambat terjadinya akar kecoklatan. IBA tinggi (10-7
M) menghambat pertumbuhan akar, meningkatkan jumlah lignin pada akar, dan
memperlambat pertumbuhan (Siposova dkk. 2019).
III. MATERIAL DAN METODE

3.1 Alat

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum adalah scalpel, pinset,


petridish, beaker glass, Bunsen, spirtus, alat tulis dan alat dokumentasi.

3.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum adalah anakan helaian daun
violsea, Media Ms, larutan detergen, dithane 45 2g/L, tween 20 1-3 tetes, clorox 10%
dan 5%, dan aquadest steril.

3.3 Metode Kerja

Adapun metode kerja dalam praktikum ini adalah menyiapakn alat dan
bahan, mengambil daun violses segar, mencuci dengan menggunakan sabun, bilas
dengan air mengalir sampai bersih merendam dalam larutan bakterisida 1% selama
30 menit, merendam dalam larutan fungisida 1% selama 30 menit, membilas
menggunakan aquadest steril, merendam dalam larutan clorox 10%+tween 3 tetes
selama 5 menit, merendam dalam larutan 5% selama 5 menit, membilas dengan
aquadest steril 3 x, menanam dalam media yang tersedia.
IV . HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 1. Hasil Pengamatan Pada Eksplan Daun Violces ((Saintpaulia ionantha)

Perlakuan No. Saat Saat Jumlah % Kontaminasi


Media Eksplan Inisiasi Muncul Tunas
Tunas %Bertuna
(HIS) (HIS) s %Bakterisas %Jamu
i r

IAA 1 mg/l 1.031 7 - - 0%


dan BAP 1
mg/l 2.035 7 - - 0%
40% 100%
3.038 7 - - 0%

4.042 7 - - 0%

5.046 7 - - 0%

IBA 1 mg/l 1.031 7 - - 0%


dan BAP 1
mg/l 2.035 7 - - 0%
20% 60%
3.038 7 - - 0%

4.042 7 - - 0%

5.046 7 - - 0%

Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil bahwa Berdasarkan tabel diatas didapatkan
hasil bahwa bahwa rata-rata persentasi bertunas pada IAA 1 mg/l dan BAP 1 mg/l dan rata-
rata persentasi bertunas pada perlakuan adalah 0% dan pada pada perlakuan IBA 1 mg/l dan
BAP 1 mg/l adalah 0% sedangkan pada perlakuan IAA 1 mg/l dan BAP 1 mg/l terdapat
kontaminasi bakteri sebanyak 40% dan jamur 100% untuk perlakuan IBA 1 mg/l dan BAP 1
mg/l terdapat kontaminasi bakteri sebanyak 20% dan kontaminasi jamur sebanyak 60%.

Tidak munculnya tunas pada eksplan dalam kultur in vitro bisa disebabkan oleh
beberapa faktor yang kompleks. Salah satu faktor utama yang dapat menyebabkan kegagalan
ini adalah kontaminasi mikroba. Keberhasilan kultur in vitro sangat tergantung pada
sterilisasi yang efektif untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang bersaing dengan
eksplan. Jika kondisi steril tidak terpenuhi, mikroba seperti bakteri atau jamur dapat
menginfeksi eksplan dan menghambat pembentukan tunas. Eksplan tanaman yang
diperbanyak secara kultur jaringan mengalami kendala tingkat kontaminan yang tinggi.
Kontaminasi merupakan Faktor pembatas dalam perbanyakan tanaman secara kultur jaringan.
Kontaminasi dapat berasal dari eksplan (baik internal maupun eksternal), organisme kecil
yang masuk kedalam media, botol kultur atau alat-alat yang kurang steril, lingkungan kerja
dan ruang kultur yang kurang steril (spora di udara). Kontaminasi pada kultur jaringan lebih
didominasi dari jenis jamur dibandingkan mikroba lain. Bakteri kontaminan dapat
bersumber dari teknik sterilisasi alat, media, maupun eksplan yang kurang tepat; ruang
kerja; kurangnya teknik aseptik; operator; maupun dari eksplan (adanya bakteri endofit dan
epifit) ( Wati et al 2020).

Ciri-ciri adanya kontaminasi jamur ditandai oleh beberapa hal salah utama adalah
perubahan pada medium kultur, di mana kehadiran bakteri dapat menyebabkan perubahan
warna atau tekstur, seperti kekeruhan atau perubahan warna yang tidak biasa. Pertumbuhan
struktur berserat atau berbusa yang tidak umum juga bisa menjadi tanda kontaminasi bakteri.
Selain itu, karakteristik jaringan atau mikroorganisme yang diinginkan dapat mengalami
perubahan morfologi atau perilaku pertumbuhan. Pergeseran pH medium, yang dihasilkan
oleh beberapa bakteri, dapat menjadi petunjuk lainnya. Bau yang tidak biasa juga dapat
muncul sebagai tanda kontaminasi bakteri. Jika kontaminasi cukup parah, pertumbuhan
koloni bakteri bisa terlihat dengan jelas dalam medium kultur atau pada permukaan jaringan.
Penting untuk mengenali ciri-ciri ini sejak dini dan mengimplementasikan praktik sterilitas
yang ketat untuk menjaga keberhasilan kultur in vitro serta mencegah gangguan dari
pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan. Bakteri lebih senang hidup di jaringan yang
lunak dan memiliki banyak cairan, seperti jaringan yang tersapat pada pucuk dan ujung
akar yang digunakan sebagai eksplan kultur (Shofiyani et al, 2019).

Pada Spora jamur biasanya dapat bertahan dalam waktu yang lama, selama
tanaman masih menyediakan air, dan kelembaban pada jaringan tanaman masih terjaga.
Kontaminasi jamur umumnya merupakan jamur endofit, karena tidak berpengaruh
ketika disterilisasi menggunakan Clorox maupun Twin. Kontaminasi jamur dalam kultur in
vitro, lingkungan kontrol laboratorium untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman atau
mikroorganisme tertentu, dapat dikenali melalui sejumlah ciri yang dapat mempengaruhi
hasil eksperimen. Salah satu indikator utama adalah perubahan pada medium kultur, di mana
kehadiran jamur dapat menyebabkan pertumbuhan struktur berbulu atau berwarna yang tidak
biasa. Selain itu, terkadang terlihat hifa jamur yang menyebar di sepanjang permukaan
medium atau pada jaringan yang seharusnya tumbuh bersih (Khaerunnisa, 2020).
DAFTAR PUSTAKA

Arzam, T. S., Zainuddin, A., Sapareng, S., Suryanto, S., Dalami, D., & Machmud, E. (2023).
Mengembalikan Kejayaan Jeruk Malangke dengan Pengembangan Pembiakan Kultur
Organ (KuOR). To Maega: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 6(1), 199-205.

Haralkar, K. V, & Biradar, S. R. (2020). Preliminary Phytochemical screening of leaf and


root of Viola odorata L. OUR HERITAGE, 68(5), 428-432.

Khaerunnisa, L. (2020). Analisis Ketahanan Planlet Anggrek Bulan [Phalaenopsis


amabilis(L.) Bl.] Hasil Induced Resistance Terhadap Penyakit Layu
Fusarium Secara In Vitro.
Mulla, İ., Roqaiya, M., & Imran Khan, M. (2019). Efficacy of Viola odorata flower decoction
in chronic rhinosinusitis. Medical Journal of Islamic World Academy of
Sciences, 27(3), 77–84. Doi:10.5505/ias.2019.08379

Nurhanis, S. E., Wulandari, R. S., & Suryantini, R. (2019). Korelasi konsentrasi IAA dan
BAP terhadap pertumbuhan kultur jaringan sengon (Paraserianthes falcataria). Jurnal
Hutan Lestari, 7(2).

Sari, C. M. A., Rosmala, A., & Mubarok, S. (2020). Pengaruh zpt dan media tanam terhadap
pertumbuhan setek daun violces (Saintpaulia ionantha). Agroscript, 2(2), 126-137.

Shofiyani, A., Purnawanto, A. M., Zahara, R., & Aziz, A. (2019). Pengaruh berbagai
sterilan dan waktu perendaman terhadap keberhasilan sterilisasi eksplan daun
Kencur (Kaempferia galanga L) pada teknik kultur in vitro. In Prosiding Seminar
Nasional Lppm Ump (pp. 668-678).

Wati, T., Astarini. I. A, Pharmawati. M, and Hendriyani. E. (2020). Propagation Of Begonia


Bimaensis Undaharta & Ardaka Using Tissue Culture Technique. Journal of
Biological Sciences 7(1): 112-122. DOI: 10.24843/metamorfosa.2020.v07.i01.p1 5

LAMPIRAN
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pada Eksplan Daun Violces (Saintpaulia ionantha)
No. Eksplan Saat Perlakuan 1 Perlakuan 2
Pengamata (IAA 1 mg/l dan BAP 1 (IBA 1 mg/l dan BAP 1
n (HSI) mg/l) mg/l)

1 Hari ke-0

2 Hari ke-

Lampiran Perhitungan
0
%Bertunas = × 100 %
5

=0%

2
%Bakteri = ×100 %
5

= 40%

5
%Jamur = ×100 %
5

= 100%

0
%Bertunas = × 100 %
5

=0%

1
%Bakteri = ×100 %
5

= 20%

3
%Jamur = ×100 %
5

= 60%
DOKUMENTASI

Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3


Mensterilisasi pinset Membelah daun menjadi dua Menentukan bagian daun
yang akan dipotong
Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6
Memotong bagian daun Membuka botol media kultur Memasukkan bagian daun
berbentuk kotak

Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9


Menutup botol kultur dengan Menutup botol kultur dengan Mendokumentasikan
aluminium plastic wrap

Anda mungkin juga menyukai