Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

FISIOLOGI TUMBUHAN

ETILEN DAN ZAT PEMGHAMBAT ABA

Dosen: Ir. Syahrudin, MP

Kelompok 8:

1. Tedi CAA 118 037


2. Reno adrian 203020401071
3. Sahata Pasaribu 203020401076
4. Nesa Cristia 203020401040
5. Renaldi 203010401020

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2021
DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................. i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2. Tujuan Makalah................................................................................. 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Pengertian Etilen............................................................................... 3
2.2. Pengertian Zat Pemghambat ABA................................................... 4
2.2.1. Proses Zat Penghambat ABA..................................................... 4
2.2.2. Faktor Yang Mempengaruhi Zat Penghambat ABA................. 4

BAB III. PEMBAHASAN


3.1. Pembahasan....................................................................................... 6

BAB IV. PENUTUP


4.1. Kesimpulan........................................................................................ 15
4.2. Saran................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Etilena merupakan suatu gas pertumbuhan yang telibat dalam beragam proses
seluler, perkembangan dan proses terkait stress pada tanaman. Sejumlah peran yang
dimainkan oleh etilena contohnya penentuan jenis kelamin bunga, induksi bunga,
pemanjangan tunas dan pengurangan daun.
Fungsi etilen pada tanaman yaitu:
a. Jika kontraksinya lebih tinggi dari hormon auksin maka dapat menghambat
pembentukan batan,bunga,dan akar.
b. Merangsang pembentuka bunga bersama
c. Sama dengan auksin
d. Membantu proses pematangan buah
e. Merangsan pertumbuhan akar dan batang
f. Membentuk akar adventif
g. Merangsang absisi buah dan daun
h. Merangsang induksi sel kelamin betina bunga
i. Membantu pemekaran bunga
j. Sebagai obat bius

ABA merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang menghambat pertumbuhan
dan perkembangan tanam salah satunya yaitu menghambat pembungaan. Untuk
mencari reseptor ABA, yang tidak saling melengkapi ekspresi yang untuk
mempertahankan pertumbuhan dengan antibody anti-idiotipic (AB2) sehingga ABA
merupakan hormone untuk pertahan dalam siklus hidup (Razem et al., 2004).
Selain itu ABA mempunyai gen AB2 dengan mengisolasi ABAP1 (urutab asam
amino deduktif) yang serupa dengan FCA. FCA merupakan salah satu penghambat
ekspresi FLC (Flowering Locus C). FLC merupakan gen yang menghambat jalur
pembentukan bunga. FCA merupakan reseptor pengikat ABA yang menghasilkan
FCA protein untuk memperomosikan pembungan dengan cara menekan FLC
sehingga proses pembungaan akan terjadi (Mouradov et al, 2002;. Boss et al, 2004;.
Isabel dan Dean, 2006).
Intinya peningkatan protein FCA mencegah akumulasi pengkodean mRNA FLC.
Selain itu FCA memerlukan interaksi dengan FY (Flowering time control protein).
Dalam jalur pembungaan ABA berada pada jalur Autonomus/ autonom.

1.2. Tujuan Makalah


Tujuannya adalah mengetahui cara kerja etilen dan zat penghambat ABA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Etilen


Buah-buahan mempunyai arti penting sebagi sumber vitamin, mineral, dan zat-
zat lain dalam menunjang kecukupan gizi. Buah-buahan dapat kita makan baik pada
keadaan mentah maupun setelah mencapai kematangannya. Sebagian besar buah
yang dimakan adalah buah yang telah mencapai tingkat kematangannya. Untuk
meningkatkan hasil buah yang masak baik secara kualias maupun kuantitasnya dapat
diusahakan dengan substansi tertentu antara lain dengan zat pengatur pertumbuhan
Etilen. Dengan mengetahui peranan etilen dalam pematangan buah kita dapat
menentukan penggunaannya dalam industri pematangan buah atau bahkan mencegah
produksi dan aktifitas etilen dalam usaha penyimpanan buah-buahan.
Etilen mula-mula diketahui dalam buah yang matang oleh para pengangkut
buah tropica selama pengapalan dari Yamaika ke Eropa pada tahun 1934, pada pisang
masak lanjut mengeluarkan gas yang juga dapat memacu pematangan buah yang
belum masak. Sejak saat itu Ethylene (C2 H2) dipergunakan sebagai sarana
pematangan buah dalam industri.
Etilen adalah suatu gas yang dapat digolongkan sebagai zat pengatur
pertumbuhan (phytohormon) yang aktif dalam pematangan. Dapat disebut sebagai
hormon karena telah memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh
tanaman, besifat mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik.
Seperti hormon lainnya ethylene berpengaruh pula dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan tanaman antara lain mematahkan dormansi umbi kentang,
menginduksi pelepasan daun atau leaf abscission, menginduksi pembungaan nenas.
Denny dan Miller (1935) menemukan bahwa etilen dalam buah, bunga, biji, daun dan
akar.
2.2. Pengertian Zat Perhambat ABA
Asam Absisat (ABA) adalah penghambat pertumbuhan merupakan lawan dari
gibberellin: hormon ini memacu dormansi, mencegah biji berkecambah dan
menyebabkan gugurnya daun, bunga dan buah. Hormon ini merangsang penutupan
stomata pada epidermis daun dengan menurunkan tekanan osmotik dalam sel dan
menyebabkan turgor sel. Akibatnya, kehilangan cairan tanaman yang disebabkan oleh
transpirasi melalui stomata dapat dicegah.

2.2.1 Proses terjadinya zat penghambat ABA


Musim dingin atau masa kering merupakan waktu dimana tanaman beradaptasi
menjadi dorman (penundaan pertumbuhan). Pada saat itu, ABA yang dihasilkan oleh
kuncup menghambat pembelahan sel pada jaringan meristem apikal dan pada
kambiumpembuluh sehingga menunda pertumbuhan primer maupun sekunder. ABA
Juga memberi sinyal pada kuncup untuk membentuk sisik yang akan melindungi
kuncup dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Dinamal dengan asam
absisat karena diketahui bahwa ZPT ini menyebabkan absisi/rontoknya daun
tumbuhan pada musim gugur. Nama tersebut telah popular walaupun para peneliti
tidak pernah membuktikan kalau ABA terlibat dalam gugurnya daun.
Pada kehidupan suatu tumbuhan, merupakan hal yang menguntungkan untuk
menunda/menghentikan pertumbuhan sementara. Dormansi biji sangat penting
terutama bagi tumbuhan setahun di daerah gurun atau daerah semiarid, karena proses
perkecambahan dengan suplai air terbatas akan mengakibatkan kematian Sejumlah
faktor lingkungan diketahui mempengaruhi dormansi biji, tetapi pada banyak
tanaman ABA tampaknya bertindak sebagai penghambat utama perkecambahan. Biji-
biji tanaman setahun tetap dorman di dalam tanah sampai air hujan mencuci ABA
keluar dari biji.

2.2.2. Faktor Yang Mempengaruhi Zat Penghambat ABA


Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemakaian ZPT adalah dosis,
kedewasaan tanaman, dan lingkungan. Pemberian ZPT pada tanaman yang belum
dewasa justru akan memperburuk pertumbuhannya karena secara fisiologi tanaman
tersebut belum mampu berbunga. Faktor lingkungan yaitu suhu, kelembaban, curah
hujan, cuaca dan cahaya sangat berpengaruh terhadapaplikasi ZPT. Bila kondisi
lingkungan sesuai dengan kebutuhan tanaman, ZPT yang tepat dapat mempengaruhi
proses pembungaan tanaman. Dosis yang kurang atau berlebihan akan menyebabkan
pengaruh ZPT menjadi hilang, sedangkan dosis yang tinggi akan menghambat
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Pembahasan
3.1.1. Pengaruh Beberapa Dosis Etilen Pada Pembungaan Tanaman Nanas
a. Keberhasilan Forcing
Keberhasilan Forcing(KF) pada pemberian perilaku Etilen (A) dan Urea (B)
pada keseragaman pembungaan tanaman nanas menggunakan parameter berupa rata-
rata total prosentase muncul bunga pada tanaman nanas dimulai dari awal muncul
bunga sampai pada akhir penelitian, yaitu 40 HSF,50 HSF dan 60 HSF. Pada umur
pengamatan 50 HSF dan 60 HSF seluruh tanaman nanas pada semua perlakuan sudah
muncul bunga 100%, kecuali pada perlakuan pemberian etilen 0,25 ml.L-¹ dan 1,75
ml.L-¹ hal ini diduga kemampuan ethepon dalam memecah dormansi terjadi karena
etilen yang dilepas akan meningkatkan permeabilitas membrane sel sehingga
mempermudah pergerakan molekul ke sitoplasma, dan pada saat umur pengamatan
muali 50 HSF kinerja sintesis etilen sudah berjalan optimal sehingga tujuan
pembungaan pada tanaman nanas dapat tercapai dengan maksimal. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Bondad (2006) tanaman nanas yang berumur 9 bulan yang
disiram dengan 25ml larutan etilen dengan konsentrasi 1000ppm pada batang
pokoknya (jantungnya), akan menyebabkan 85% dari tanaman tersebut berbunga
pada 6 minggu setelah melakukan penyiraman, sementara tanaman yang tidak disiram
masih dalam keadaan vegetative. Tanaman nanas secara alamiah sudah mengandung
hormone pertumbuhan seperti auksin,giberelin dan sitokini yang biasa diistilahkan
dengan nama hormone endogen,tetapi pada budidaya yang kurang intensif
menyebabkan proses pertumbuhan vegetative dan generative menjadi lambat
sehingga pembungaan menjadi tidak serempak, pemberian dosis baik etilen maupun
urea harus tepat sebab jika tanaman kelebihan etilen maka auksin akan meningkat dan
dapat menyebabkan gagal forcing. Menurut Kushartoyo (1980) (9) etilen yang
terkadung pada unsure ethepon cepat memberikan respon dalam merangsang
pembungaan pada tanaman nanas. Keberhasilan dalam penggunaan etilen dipengaruhi
oleh konsentrasi,cara penggunaan, varietas dan macam bibit yang ditanam.
b. Kecepatan Muncul Bunga
Keberhasilan Muncul Bunga pada pemberian perlakuan Etilen (A) dan Urea (B)
pada keseragaman pembungaan tanaman nanas menggunakan parameter berupa rata-
rata jumlah muncul bunga pada tanaman nanas selama kurun waktu penelitian
dimulai dari awal muncul bunga sampai pada akhir penelitian, yaitu 40 HSF,50 HSF
dan 60 HSF dibagi dengan jumlah tanaman yang dibungakan. Pada umur pengamatan
40 HSF pemberian larutan etilen belum mencukupi kebutuhan bagi tanaman sehingga
memperlambat pertumbuhan fisiologis dan mempengaruhi terhadap kecepatan
muncul bunga tanaman nanas. Pada umur pengamatan 50 HSF dan 60 HSF
prosentase rata-rata kecepatan muncul bunga menunjukkan peningkatan yang sama
pada semua perlakuan kecuali pada peerlakuan pemberian etilen 1,50 ml.L-¹ (A6)
menunujukkan kecepatan bunga tertinggi, pada umur pengamatan 60 HSF merupakan
titik maksimal kecepatan muncul bunga hal ini diduga pada umur pengamatan
tersebut pemberian larutan etilen yang semakin tinggi dapat meningkatkan kecepatan
muncul bunga pada tanaman nanas karena sifat etilen yang mempercepat
pertumbuhan generatif sehingga akan mendorong tanaman nanas untuk lebih cepat
masak secara fisiologis, namun pemberian dosis etilen harus tepat karena apabila
diaplikasikan melebihi dosis yang ditentukan dapat menghambat kecepatan muncul
bunga tanaman nanas itu nanas sangat dipengaruhi oleh keidealan kombinasi dosis
etilen dan urea karena sifat etilen pada kecepatan muncul bunga tanaman nanas
adalah sebagai hormone pemacu tumbuh bunga. Hal ini sesuai hasil penelitian
Randhawa dan kawan-kawan pada tahun 1970 dalam Bondad (1976) bahwa
penyiraman tanaman nenas Kew dengan 50 ml Ethephon konsentrasi 125 – 2000 ppm
pada ujung batang pokok, akan menghasilkan 97 – 98% dari tanaman berbunga dalam
waktu 50 hari setelah perlakuan. Sedangkan tanaman kontrol hanya mampu berbunga
17%.
3.1.2. Pengaruh asam absisat terhadap viabilitas biji sintetis Grammatophyllum
scriptum (Orchidaceae) Selama Masa Penyimpana Kering
Kapsul biji sintetis dibuat dengan cara merendam eksplan plb G. scriptum hasil
kultur in vitro pada larutan 3% alginate yang telah diperkaya dengan ABA (sesusai
dengan rancangan perlakuan) selama 1 menit, kemudian setiap plb diambil dengan
menggunakan pipet tetes dan diberikan pada larutan 75 mM CaCl2.2H2O hingga
terbentuk suatu bulatan hidrogel biji sintetis. Setelah 30 menit biji sintetis ditiriskan
dan dan dikeringkan hingga volumenya menyusut sekitar 50% dari bobot awal.
Kemudian dilakukan penyimpanan kering steril (in vitro) selama 2 miggu. Sebagai
pembanding diberikan kontrol berupa biji sintetis tanpa pengeringan. Semua kegiatan
pembuatan ini dilakukan di laminar air flow.

Gambar 1. Biji sintetik anggrek G. scriptum

Biji yang telah dikering anginkan selama 5 jam mengalami susut kadar air
kurang lebih sebanyak 45%. Selain penyusutan bobot, setelah penyimpanan kering
juga terjadi perbedaan sifat fisik kapsul hidrogel kalsium alginate. Sebelum
dikeringkan, biji sintetik tampak segar, berwarna bening, bentuk bulat dengan plb
berwarna hijau segar di dalamnya. Setelah dikeringkan, kapsul hidogel kalsium
alginat mengalami perubahan dengan tampak lebih pucat, terdapat kerutan di bagian
luar kapsul, dengan plb yang masih berwarna hijau. Biji sintetik setelah direhidrasi
tampak lebih segar, warna bening mengkilap dengan ukuran yang lebih besar atau
meng-gembung, serta plb yang berwarna hijau segar.
Biji sintetik selama penyimpanan diharapkan tidak mengalami
perkecambahan. Perkecambahan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
kemampuan plb untuk beregenerasi menembus kapsul hidrogel membentuk tunas
atau akar. Pada peneltitian ini perkecambahan dilakukan untuk mengetahui
keterkaitan antara penyimpanan kering dengan penambahan variasi konsentrasi ABA
terhadap kemampuan perkecambahan biji sintetik. Proses tersebut akan menyebabkan
kapsul hidrogel pada biji sintetik kehilangan air sehingga kebutuhan penyerapan air
oleh plb menjadi terhambat.

a. Pengaruh pengeringan terhadap perkecambahan selama penyimpanan

Pembuatan biji sintetik pada kondisi tanpa pengeringan menyebabkan biji sintetik
tersebut sudah menunjukkan aktivitas pertumbuhan dan perkembangan pada usia
penyimpanan selama satu minggu penyimpana. Pertumbuhan dan perkembangan
tersebut ditandai dengan munculnya tonjolan pada bagian plb yang ada di dalam
kapsul hidrogel namun belum bisa menembus kapsul hidrogel. Aktivitas
pertumbuhan dan perkembangan pada plb biji sintetik terus berlanjut hingga pada
usia dua minggu menghasilkan perkecambahan seperti pada Gambar 2.A,B.

Berdasarkan Gambar 2.A,B, biji sintetik tanpa pengeringan tampak tumbuh


dengan baik dalam umur 2 minggu setelah penanaman pada media kapas basah dan
sudah memiliki daun yang jelas. Pada kondisi normal dengan kondisi ketersediaan air
dan nutrisi yang mencukupi, biji sintetik akan dapat langsung berkecambah dan
berkembang menjadi individu baru dalam waktu yang cepat. Penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Kusumawati (2013), menyebutkan bahwa biji sintetik
mengalami persentase perkecambahan sebesar 100% pada usia dua minggu setelah
pengkapsulan. Pada kondisi lingkungan yang baik, pembuatan matriks enkapsulasi
berpotensi sebagai reservoir nutrisi yang dapat membantu kelangsungan hidup dan
mempercepat pertumbuhan (Redenbaugh et al. 1985). Sebaliknya, biji sintetik yang
telah dikeringkan sebelumnya tidak menunjukkan adanya aktivitas pertumbuhan dan
perkembangan yang ditandai dengan tidak adanya perubahan pada bentuk atau
ukuran plb yang ada di dalam biji sintetik tersebut. Penyimpanan kering akan
mengakibatkan biji kehilangan air dalam jumlah banyak karena tidak ada asupan air
dari lingkungan yang dapat diserap oleh biji sintetik untuk melakukan aktivitas
pertumbuhan atau perkembangan. Keadaan ini menjadi satu keuntungan, karena
proses perkecambahan yang tertunda akan dapat memperpanjang masa simpan biji
sintetik. Keadaan tersebut juga menimbulkan satu kekurangan yaitu biji sintetik yang
disimpan dalam jangka waktu lama dengan keadaan air yang tidak mencukupi akan
menyebabkan kerusakan pada viabilitas plb yang ada di dalamnya.

b. Biji sintetik pasca redehidrasi

Biji sintetik yang telah mengalami masa simpan kering dihidrasi untuk mengetahui
viabilitas plb setelah memperoleh cekaman kekeringan selama periode tersebut. Biji
sintetik yang disimpan dalam waktu 2 minggu pasca rehidrasi menunjukkan
kemampuan melakukan perkecambahan ditandai dengan munculnya tunas yang
menembus kapsul hidrogel. Berdasarkan Gambar 3.C, biji sintetik yang telah
disimpan selama 2 minggu pasca redehidrasi menunjukkan aktivitas perkecambahan
ditandai dengan munculnya tinjolan yang menembus kapsul hidrogel. Menurut
Machii (1992), perkecambahan pada biji sintetik adalah kemampuan plb untuk
beregenerasi membentuk tunas atau akar dan menembus matriks enkapsulasi.
A B C

Gambar 2. Perkecambahan biji sintetik saat penyimpanan kering. A. tanpa


pengeringan; B. dengan pengeringan; C. Biji sintetik seteleh rehidrasi.

Perbedaan pertumbuhan pada biji sintetik tanpa pengeringan, dengan pengeringan,


dan setelah mengalami rehidrasi disebabkan karena faktor ketersediaan air. Biji
sintetik tanpa pengeringan menunjukkan pertumbuhan dalam waktu cepat karena
proses penyerapan air untuk kegiatan metabolisme berjalan dengan lancar dengan
ketersediaan air yang cukup. Respon pertumbuhan dan perkecambahan biji sintetik
plb anggrek G. scriptum dengan adanya pemberian variasi konsentrasi ABA.
Pemberian ABA yang yang diharapkan menjadi alat pertahanan biji sintetik pada
masa pengeringan untuk mempertahankan keadaan biji agar tidak rusak menunjukkan
hasil yang baik pada akhir pengamatan. Hal itu ditunjukkan oleh keadaan plb di
dalam kapsul hidrogel pada akhir pengamatan yang masih tampak segar dan hijau
bahkan tampak mengalami pertumbuhan berupa munculnya plb baru meski tidak
berkecambah menembus kapsul ( Gambar 3)

Gambar 3. Biji sintetik dengan


perkembangan plb baru pada
akhir pengamatan

Berdasarkan Gambar 3, biji sintetik dengan


penambahan ABA konsentrasi 15 mg/L plb anggrek tetap dapat mengalami
perkembangan berupa munculnya struktur baru pada plb dan hal itu menunjukkan
bahwa ABA berhasil dalam mempertahankan viabilitas plb setelah penyimpanan
kering meskipun pemberian ABA konsentrasi tinggi dapat menghambat
perkecambahan tetapi tidak mematikan sel. Menurut Salisbury dan Ross (1992), ABA
berpengaruh dalam menghambat sintesa protein dan mengaktifkan serta
menonaktifkan gen tertentu secara khas (efek transkripsi). Akibatnya secara tidak
langsung ABA dapat menghambat perkecambahan dan pertumbuhan tunas. Hal
tersebutlah yang kemungkinan menyebabkan presentase perkecambahan biji sintetik
dengan penambahan ABA tinggi pada A3 dan A4 tidak mencapai 100%.

c. Jumlah Tunas Yang Muncul


Perkecambahan biji sintetik ditandai dengan adanya perkembangan pada plb di
dalam kapsul hidrogel yaitu tumbuhnya satu atau dua tunas. Kemunculan tunas pada
biji sintetik yang telah diamati selama 8 minggu, sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 6. Berdasarkan pengamatan selama 8 minggu jumlah tunas yang terbentuk
pada pemberian ABA untuk masing-masing perlakuan adalah sama. Hanya ada satu
tunas pada masing-masing biji sintetik plb anggrek G. scriptum yang terbentuk.
Penambahan konsentrasi ABA yang semakin meningkat tidak memberikan pengaruh
terhadap kemunculan tunas pada biji sintetik plb anggrek G. scriptum yang muncul.

d. Pertumbuhan Tunas
Pengamatan terhadap tinggi tunas dilakukan pada minggu ke-2 setelah penanaman
hingga minggu ke-8. Pertumbuhan tunas untuk masingmasing perlakuan dapat dilihat
pada Gambar 4. Tampak pada gambar tersebut tunas yang muncul berwarna kehijau-
hijauan dengan panjang yang bervariasi dari masing-masing perlakuan yang
diberikan. Pemberian ABA konsentrasi rendah pada biji sintetik menghasilkan
pertumbuhan tunas yang lebih panjang dibandingkan dengan pemberian ABA pada
konsentrasi tinggi. Dari Gambar 5 tampak pula bahwa tunas optimal ditunjukkan oleh
A1 dan A2 dengan konsentrasi pemberian ABA 10 mg/L.
A B C D E
Gambar 4. Jumlah tunas biji sintetik anggrek G. scriptum pada minggu ke-8: A.
Tanpa penambahan konsentrasi ABA, B. Konsentrasi ABA 5 mg/L, C. Konsentrasi
ABA 10 mg/L, D. Konsentrasi ABA 15 mg/L, E. Konsentrasi ABA 20 mg/L.

Gambar 8. Panjang tunas optimal pada pengamatan minggu ke-8


Berdasarkan hasil analisis varian dan DMRT menunjukkan bahwa konsentrasi
ABA yang diberikan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang tunas. Pada
pemberian ABA konsentrasi tinggi menyebabkan pertumbuhan tunas terhambat dan
menghasilkan tunas dengan ratarata paling sedikit yaitu 2,8 mm. Akan tetapi pada biji
sintetik yang tidak diberi penambahan ABA menunjukkan rata-rata tinggi tunas yang
lebih baik dibandingkan dengan biji sintetik yang diberi ABA dalam konsentrasi
tinggi. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi tinggi ABA akan menunjukkan
fungsinya sebagai hormon penghambat bagi pertumbuhan tunas biji sintetik. Menurut
Lyold dan Jackson (1986), pemberian ABA pada konsentrasi 5-10 mg/L akan
meningkatkan pertumbuhan kalus pada tanaman Cassava sementara konsentrasi yang
tinggi 20 mg/L dapat mnyebabkan kematian pada kalusnya. Panjang tunas yang
muncul adalah 0,022. Ini menunjukkan bahwa nilai signifikasi < 0,05 yang artinya
pemberian variasi konsentrasi ABA berpengaruh terhadap pertumbuhan panjang
tunas. Menurut Wattimena (1988), pemberian zat penghambat tumbuh dapat
menyebabkan pemendekan batang diikuti ketebalan pada batang. Dalam penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa (i) Proses penyimpanan kering mampu menghambat
pertumbuhan dan perkembangan plb biji sintetik G. scriptum selama 2 minggu. (ii)
Konsentrasi ABA paling optimal pada kapsul hidrogel kalsium alginat untuk
mempertahankan viabilitas plb pada biji sintetik G. scriptum dan dapat tumbuh
dengan baik adalah 5 mg/L.
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Etilen merupakan salah satu senyawa Volatil (mudah menguap) yang
dibebaskan pada waktu terjadinya proses pematangan dan merupakan hormone yang
dibutuhkan dalam proses pematangan, dan Asam Absisat (ABA) adalah penghambat
pertumbuhan merupakan lawan dari gibberellin: hormon ini memacu dormansi,
mencegah biji berkecambah dan menyebabkan gugurnya daun, bunga dan buah. Jadi
Mekanisme kerja Etilen bekerja dengan cara mengikatkan diri ke senyawa pengikat
etilen untuk mengaktifkan sinyal yang ada pada gen pematangan. Pematangan akan
berlangsung ketika gen pematangan diaktifkan oleh sinyal dari Etilen sedangkan
Mekanisme kerja zat Penghambat ABA adalah tersebarluar dalam jaringan tanaman,
ABA berinteraksi dengan IAA,gibrelin, sitokinin, dengan sifat antagonism, misalnya
pada GA dengan ABA terhadap pembungaan (GA merangsang ABA senesen ) pada
dormansi biji dan tunas ( GA merangsang perkecambahan¸ABA menghambat/
menekan)

4.2. Saran
Saran pada makalah kelompok kami ini masih jauh dari sempurna, dan bila ada
kekurangan dalam kata atau letak penulisan, kami mohon maaf tetapi dari itu semua
kami berharak makalah kelompok kami ini, dapat memberikan informasi dan bias
membatu menambah wawasan dalam bidang Budidaya Pertanian bagi pembaca, dan
jika ada kekurangan kami harap kritik dari pembaca yang bersifat membagun agar
kami termotivasi dalam mengebangkan makalah untuk lebih sepurna, dan jika ada
kesalahan kata kami mohon maaf, sekian dari makalah kami terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi ratna, 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon Bagi Pertumbuhan Tanaman. Di
akses pada tanggal 17 oktober 2021
Mouradov A, Cremer F, Coupland G. 2002. Control of flowering time: interacting
pathways as a basis for diversity. The Plant Cell 14 (Suppl.): S111–
S130.
Muliawati E, Anggarwulan E, Pitoyo A. 2015. Effects of abcissic acid on viability of
synthetic seed of Grammatophyllum scriptum (Orchidaceae) during
dried storage periods. Bioteknologi 13: 1-8.
Peranan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Dalam Pertumbuhan dan Perkembangan
Tumbuhan. http://www.iel.ipb.ac.id.
Razem FA, Luo M, Liu JH, Abrams SR, Hill RD. 2004. Purification and
characterization of a barley aleurone abscisic acid-binding protein.
Journal of Biological Chemistry 279: 9922–9929.
Rachman, Y. 2012. Pengaruh Pemberian Etilen dan Urea (NH2)2CO Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Nanas. Jurnal Online Mahasiswa 3
(2) : 13-14.

Anda mungkin juga menyukai