BIOTEKNOLOGI TANAMAN
OLEH :
NO ABSEN 41
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
PEKANBARU
2022
Perbanyakan Tanaman Hias Air Bacopa australis Secara In Vitro Pada
Berbagai Formulasi Hormon Media Pertumbuhan
Sejak era 1980 tanaman hias air sudah dikenal di Indonesia untuk kalangan terbatas.
Budidaya komoditas ini mulai popular sekitar tahun 2000 akan tetapi teknologi budidayanya
masih secara konvensional. Pada tahun 2004 Indonesia mampu melakukan ekspor tanaman
hias air ke-28 negara, akan tetapi karena tingginya permintaan dan beragam jenis tanaman
hias, sehingga tidak mampu memenuhi pasar luar negeri, mengakibatkan terjadimya
penurunan terhadap nilai ekspor komoditas ini (Bank Indonesia, 2008). Nugraha et al. (2017)
telah melakukan pembentukan tanaman indukan aseptik (mother plant) untuk tanaman air
Bacopa australis secara in-vitro. Mother plant yang sudah terbentuk ini akan diperbanyak
secara massal; oleh karena itu, perlu dicari suatu formulasi zat pengatur tumbuh yang dapat
menghasilkan bibit yang seragam, cepat dalam jumlah besar.
Bahan tanaman yang digunakan adalah biakan aseptik dari mother plant (induk
tanaman dalam in vitro) Bacopa australis (L.) Koleksi hasil kerja sama Balai Riset Budidaya
Ikan Hias dan BB-Biogen. Biakan in vitro Bacopa australis (L.) disubkultur pada media dasar
MS (Murashige & Skoog, 1962).
Penelitian ini terdiri atas tiga tahapan kegiatan yaitu: (1) induksi tunas, (2) multiplikasi
tunas, (3) induksi perakaran.
Tunas yang telah berukuran 2 cm, yang dihasilkan pada kegiatan induksi tunas
dipindahkan ke media multiplikasi. Media untuk multiplikasi adalah media dasar MS yang
diperkaya dengan BA dan thidiazuron. Dalam satu botol media multiplikasi tunas terdapat tiga
tanaman. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap
faktorial. Faktor yang pertama adalah konsentrasi BA yaitu 0,0; 0,5; 1,0; dan 1,5 mg/L dan
faktor yang kedua yaitu konsentrasi thidiazuron yaitu 0,0; 0,1, 0,3; dan 0,5 mg/L. Masing-
masing perlakuan terdiri atas 10 ulangan. Pengamatan dilakukan pada umur satu minggu
setelah tanaman pada seluruh eksplan tanaman. Peubah yang diamati meliputi jumlah tunas
dan jumlah daun. Apabila terdapat pengaruh yang nyata dari perlakuan yang dianalisis secara
statistik terhadap peubah yang diamati, maka dilakukan uji lanjut Duncan pada taraf
kepercayaan 95%.
Pada penelitian multiplikasi tunas, eksplan yang digunakan berasal dari kegiatan
induksi tunas yang berasal dari perlakuan terbaik. Tunas yang disubkultur berukuran ± 1 cm
dan memiliki dua nodus (buku batang). Hasil analisis ANOVA menunjukkan interaksi dari BA
dan thidiazuron memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah tunas maupun jumlah
daun. Pemberian thidiazuron tanpa kombinasi zat pengatur tumbuh lain mampu
meningkatkan kemampuan tunas untuk bermultiplikasi. Penghitungan jumlah tunas dilakukan
setiap satu minggu sekali pada seluruh eksplan yang dikultur. Peningkatan konsentrasi
thidiazuron hingga 0,1 mg/L mampu meningkatkan jumlah tunas hingga rata-rata 3,5 tunas
(Tabel 1) dan jumlah daun 36 (Tabel 2; Gambar 3A). Peningkatan thidiazuron menjadi 0,3
mg/L dan pada 0,5 mg/L cenderung akan menurunkan kemampuan eksplan membentuk
tunas dan daun walaupun tidak berbeda nyata dengan perlakuan thidiazuron 0,1 mg/L.
Keadaan yang sama juga terjadi pada beberapa jenis tanaman di antaranya Plumbago
zeylanica, Rauwolfia serpentina L., di mana pemberian thidiazuron yang seimbang mampu
menginduksi multiplikasi tunas. Hal ini karena thidiazuron memiliki kemampuan untuk
menginduksi terjadinya proses pembelahan sel (Yunita & Lestari, 2011; Syahid & Kristina,
2008). Pemberian zat pengatur tumbuh BA dan thidiazuron secara bersamaan mampu
meningkatkan kemampuan tunas untuk bermultiplikasi daripada perlakuan BA atau
thidiazuron secara tunggal. Pada percobaan ini pemberian BA dan thidiazuron yang optimum
adalah pada konsentrasi 0,5 mg/L BA dan 0,1 mg/L thidiazuron di mana rata-rata tunas yang
dihasilkan adalah 32,4 tunas sedangkan jumlah daun adalah 137,6 daun (Gambar 3B) dan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata dari perlakuan lainnya. Parameter jumlah cukup
penting untuk diamati karena dari ketiak daun dapat muncul tunas sehingga dapat
meningkatkan faktor multiplikasi tunas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa formulasi
media terbaik untuk multiplikasi tunas adalah MS + 0,5 mg/L BA + 0,1 mg/L thidiazuron.
Pengunaan thidiazuron pada media kultur pada konsentrasi relatif rendah lebih efektif bila
dikombinasi dengan BA, akan tetapi apa bila konsentrasi BA dan thidiazuron relatif lebih tinggi
cenderung akan menurunkan kemampuan tunas untuk bermultiplikasi. Hal ini juga terjadi
pada tanaman yang memiliki khasiat obat seperti Kigelia pinnata, kemampuannya
bermultiplikasi meningkat dengan pemberian thidiazuron 0,5 ìm dan bila konsentrasi terus
ditingkatkan maka kemampuan tunas untuk bermultiplikasi menjadi menurun (Thomas &
Puthur, 2004). Hal ini karena sitokinin eksogen yang diberikan dalam konsentrasi berlebih
akan dapat meningkatkan enzim sitokinin oksidase yang berperan memelihara keseimbangan
sitokinin dalam sel tanaman dengan mengoksidasi kelebihan sitokinin bila tidak diperlukan
sehingga akan menghambat pertumbuhan organ (Staden et al., 2008).
Formulasi media yang terbaik untuk induksi tunas Bacopa australis secara in vitro
adalah MS + BA 0,3 mg/ L. Formulasi media yang optimal untuk multiplikasi tunas adalah MS
+ BA 0,5 mg/L + thidiazuron 0,1 mg/ L dan untuk induksi perakaran adalah MS + IBA 0,5 mg/L.
Media Akuakultur, 13 (2), 2018, 75-82
Rossa Yunita*)#, Endang Gati Lestari*), Mastur*), dan Media Fitri Isma Nugraha**)
*)
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
Jl. Tentara Pelajar No. 3A, Bogor 16111
**)
Balai Riset Budidaya Ikan Hias
Jl. Perikanan No. 13, Pancoran Mas, Depok 16436
(Naskah diterima: 22 Februari 2018; Revisi final: 10 September 2018; Disetujui publikasi: 11 September 2018)
ABSTRAK
Suksesnya pembentukan indukan (mother plant) tanaman hias air Bacopa australis pada penelitian sebelumnya,
mendorong perbanyakan tanaman dengan menggunakan teknik kultur in vitro secara massal untuk
menghasilkan bibit Bacopa australis dalam jumlah yang banyak dan relatif lebih cepat. Tujuan penelitian
adalah mendapatkan formulasi media yang tepat untuk induksi tunas, multiplikasi tunas, dan induksi
perakaran yang cepat secara in vitro dari Bacopa australis. Penelitian ini terdiri atas tiga tahapan kegiatan,
yaitu induksi tunas, multiplikasi tunas, dan induksi akar. Hasil penelitian menunjukkan formulasi media
yang terbaik induksi tunas Bacopa australis secara in vitro adalah MS + BA 0,3 mg/L. Formulasi media yang
optimal untuk multiplikasi tunas adalah MS + BA 0,5 mg/L + Thidiazuron 0,1 mg/L dan induksi perakaran
adalah MS + IBA 0,5 mg/L.
KATA KUNCI: Bacopa australis; benzil adenin; indole butyric acid; perbanyakan tanaman; thidiazuron
ABSTRACT: In vitro propagation of ornamental aquatic plants Bacopa australis in various growth hormon
medium. By: Rossa Yunita, Endang Gati Lestari, Mastur, and Media Fitri Isma Nugraha
The successful establishment of mother plant Bacopa australis in the previously related research opens an opportunity
to produce relatively fast and in large quantities Bacopa australis seeds using in vitro mass culture techniques. The
objective of the study was to determine suitable formulated media for shoot induction, shoot multiplication, and root
induction of Bacopa australis. This study consisted of three research stages, namely shoot induction, shoot multiplication,
and root induction. The results showed that the best formulated media for in vitro Bacopa australis shoot induction
was MS + BA 0.3 mg/L. The optimal formulated media for shoot multiplication was MS + BA 0.5 mg/L +
Thidiazuron 0.1 mg/L and for root induction was MS + IBA 0.5 mg/L.
KEYWORDS: Bacopa australis; benzil adenin; indole butyric acid; plant propagation; thidiazuron
suatu formulasi zat pengatur tumbuh yang dapat tepat untuk induksi tunas, multiplikasi tunas, dan
menghasilkan bibit yang seragam, cepat dalam jumlah induksi perakaran secara in vitro dari Bacopa australis.
besar.
BAHAN DAN METODE
Teknologi yang dapat digunakan untuk penyediaan
bibit dalam jumlah besar dan waktu relatif lebih singkat Penelitian dilakukan pada bulan Januari hingga Juni
adalah teknik kultur in vitro. Teknologi yang sama telah 2017 di laboratorium Biologi Sel dan Jaringan, Balai
berhasil untuk perbanyakan Artemisia annua (Yunita & Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Lestari, 2008) Baccopa monnieri (Dharishini et al., Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen), Bogor.
2014), Rauwolfia serpentina L. (Yunita & Lestari, 2011). Bahan tanaman yang digunakan adalah biakan aseptik
dari mother plant (induk tanaman dalam in vitro) Bacopa
Perbanyakan tanaman secara in vitro melalui jalur australis (L.) Koleksi hasil kerja sama Balai Riset
organogenesis mampu menghasilkan bibit tanaman Budidaya Ikan Hias dan BB-Biogen. Biakan in vitro Bacopa
yang seragam baik dari segi morfologi maupun australis (L.) disubkultur pada media dasar MS
genetik (Yunita et al., 2012). Teknologi ini mampu (Murashige & Skoog, 1962). Media MS dibuat sesuai
menghasilkan bibit dalam jumlah yang relatif besar dosis formula dari Murashige & Skoog (1962), yang
pada areal yang tidak begitu luas dan tidak dibatasi diperkaya dengan zat pengatur tumbuh sesuai
oleh faktor iklim. Modifikasi media tanam pada perlakuan yang diberikan dan dilengkapi dengan
beberapa unsur, teknik ini dapat menghasilkan bibit sukrosa 3% (w/v), serta dibuat padat dengan
yang bebas patogen (jamur, virus, bakteri). menambahkan agar 0,2% (phytagel/Gelrate).
Keberhasilan teknologi kultur jaringan, Kemasaman media dibuat 5,8 dengan menambahkan
dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang kompleks, di 1N NaOH atau 1N HCl. Media kultur dimasukkan dalam
antaranya adalah nutrisi dan senyawa organik berupa wadah botol kaca dan di-autoclave pada suhu 121°C
zat pengatur tumbuh. Kandungan hara makro dan selama 15 menit. Setelah di-autoclave media kultur
mikro sangat dibutuhkan untuk terjadinya proses diletakkan pada ruang kultur pada suhu 25°C hingga
morfogenesis. Perbanyakan melalui jalur organogen- masa tanam dilakukan. Setelah tiga hari eksplan di
esis, pada tahap pembentukan tunas penambahan tanaman dengan ukuran 1 cm kemudian disimpan di
sitokinin tanpa auksin akan memacu penggandaan luar penyimpanan dengan intensitas penyinaran
tunas karena penambahan sitokinin mampu sebesar 1.000-2.000 lux selama 16 jam/hari. Setelah
menghilangkan dormansi tunas apikal (Zulkarnain, biakan berumur dua bulan, setinggi ± 5 cm dan
2011; Hartati et al., 2014). menghasilkan daun yang memiliki ukuran yang
memadai sebagai eksplan. Eksplan yang digunakan
Benzil adenin (BA) merupakan salah satu jenis
adalah batang yang memiliki dua mata tunas dengan
sitokinin yang umum digunakan untuk induksi tunas
panjang ± 0,7 cm.
karena mampu menginduksi terjadinya pembelahan
sel, pembentukan organ seperti pucuk (Hartati et al., Penelitian ini terdiri atas tiga tahapan kegiatan
2014). Thidiazuron merupakan senyawa difenil urea yaitu: (1) induksi tunas, (2) multiplikasi tunas, (3)
yang memiliki sifat hampir sama dengan sitokinin. induksi perakaran.
Thidiazuron dapat menginduksi multiplikasi tunas
lebih cepat daripada sitokinin jenis lain (Khawar et Induksi Tunas
al., 2003). Guo et al., (2011) menjelaskan bahwa Pada kegiatan induksi tunas ini, eksplan dengan
thidiazuron berperan menstimulasi produksi sitokinin ukuran 1 cm, yang digunakan berupa ruas batang dari
endogen sel. Pada pengunaannya umumnya hasil indukan aseptik. Media yang digunakan adalah
dikombinasikan dengan BA untuk meningkatkan media dasar MS yang diperkaya dengan zat pengatur
multiplikasi tunas. Auksin Indole Butyric Acid (IBA) tumbuh (ZPT) yaitu BA. Rancangan acak lengkap (RAL)
merupakan hormon potensial yang banyak direspons digunakan dalam penelitian ini dengan perlakuan pada
oleh berbagai tanaman untuk indusi akar (Santos et konsentrasi BA yaitu 0,0; 0,3; 0,5; 0,7 mg/L. Masing
al., 2003) karena IBA mampu menstimulasi munculnya perlakuan terdiri atas 10 ulangan. Pengamatan
tunas akar. dilakukan setelah tujuh hari setelah tanaman, dan
Suksesnya pembentukan mother plant Bacopa aus- pengamatan dilakukan pada seluruh eksplan tanaman
tralis oleh Nugraha et al. (2017) maka penelitian ini yang dikultur. Peubah yang diamati adalah, jumlah tu-
dirasa perlu dilanjutkan dengan tujuan untuk nas (banyaknya tunas yang terbentuk) dan jumlah daun
mendapatkan formulasi zat pengatur tumbuh yang yang terbentuk. Data yang diperoleh dianalisis secara
stasistik dan apabila terdapat pengaruh yang nyata dari pengaruh yang berbeda nyata daripada perlakuan 0,0;
perlakuan terhadap peubah yang diamati, kemudian 0,5; 0,7 mg/L (Gambar 1 dan 2). Selain jumlah tunas
dilakukan uji lanjut Duncan pada taraf kepercayaan 95%. yang lebih banyak, perlakuan BA 0,3 mg/L menghasilkan
rataan jumlah daun yang lebih banyak, serta berbeda
Multiplikasi Tunas nyata dari perlakuan lainnya. Hal yang sama ditunjukan
Tunas yang telah berukuran 2 cm, yang dihasilkan dari hasil penelitian induksi tunas Artemisia annua;
pada kegiatan induksi tunas dipindahkan ke media menunjukan bahwa media terbaik untuk menginduksi
multiplikasi. Media untuk multiplikasi adalah media tunas adalah media yang mengandung BA (Yunita &
dasar MS yang diperkaya dengan BA dan thidiazuron. Lestari, 2008). Perlakuaan BA 0,3 mg/L juga
Dalam satu botol media multiplikasi tunas terdapat menghasilkan jumlah daun yang mempunyai mata tu-
tiga tanaman. Rancangan yang digunakan pada nas pada ketiak daun yang lebih banyak dari perlakuan
penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktorial. lainnya. Dalam perbanyakan tanaman secara in vitro
Faktor yang pertama adalah konsentrasi BA yaitu 0,0; hal ini sangat penting karena mata tunas yang berada
0,5; 1,0; dan 1,5 mg/L dan faktor yang kedua yaitu pada ketiak daun dapat dimanfaatkan sebagai sumber
konsentrasi thidiazuron yaitu 0,0; 0,1, 0,3; dan 0,5 eksplan baru.
mg/L. Masing-masing perlakuan terdiri atas 10 ulangan. Eksplan yang dikultur pada media tanpa BA
Pengamatan dilakukan pada umur satu minggu setelah menghasilkan jumlah rataan tunas yang paling rendah
tanaman pada seluruh eksplan tanaman. Peubah yang yaitu 1,1 dengan jumlah rataan daun 9,2 (Gambar 1).
diamati meliputi jumlah tunas dan jumlah daun. Apabila Eksplan yang dikulturkan pada media yang
terdapat pengaruh yang nyata dari perlakuan yang mengandung BA hingga konsentrasi tertentu mampu
dianalisis secara statistik terhadap peubah yang meningkatkan terbentuknya tunas dan daun. Hasil
diamati, maka dilakukan uji lanjut Duncan pada taraf penelitian menunjukkan bahwa pemberian sitokinin
kepercayaan 95%. terutama BA pada media sangat penting dalam induksi
tunas secara in vitro pada berbagai jenis tanaman di
Induksi Perakaran antaranya Bacopa monnieri (L.) (Pandiyan & Selvara,
Tunas dari perlakuan multiplikasi tunas yang telah 2012; Kapil & Sharma, 2014), Withania somnifera
tumbuh ± 5 cm, dipindahkan pada media perakaran, (Chandran et al., 2007), Sarcostemma brevistigm (Tho-
dengan jumlah tiga eksplan per botol kultur. Percobaan mas & Shankar, 2009).
induksi akar menggunakan media MS yang diperkaya
Pada Gambar 1 juga dapat diamati bahwa pemberian
dengan auksin IBA. Penelitian ini menggunakan
BA lebih besar dari 0,5 mg/L akan menurunkan
rancangan acak lengkap dengan perlakuan konsentrasi kemampuan eksplan membentuk tunas, di mana pada
IBA konsentrasi yaitu 0,0; 0,5; 1,0 mg/L. Masing-masing
konsentrasi 0,5 mg/L jumlah rata-rata tunas yang
perlakuan terdiri atas 10 ulangan. Peubah yang diamati
terbentuk adalah 1,4 dengan jumlah rata-rata daun 9,4.
adalah jumlah akar dan panjang akar setelah berumur
Pada perlakuan BA 0,7 mg/L terjadi penurunan jumlah
delapan minggu. Data dianalisis secara stasistik dan rata-rata tunas dan daun. Konsentrasi BA yang relatif
bila terdapat pengaruh yang nyata dari peubah yang
tinggi pada media kultur akan menghambat
diamati, kemudian dilakukan uji lanjut Duncan pada
pembentukan tunas dan daun pada eksplan Bacopa
taraf kepercayaan 95 %.
australis. Pemberian BA pada konsentrasi relatif tinggi
akan menghambat pembentukan organ pada kultur.
HASIL DAN BAHASAN
Aplikasi sitokinin pada konsentrasi tinggi dapat
Induksi Tunas mengganggu penyerapan unsur hara, serta
menghambat pertumbuhan eksplan (Karyanti, 2017).
Secara umum eksplan Bacopa australis mampu Respons zat pengatur tumbuh yang terekspresi
menghasilkan tunas akan tetapi jumlah yang dihasilkan tergantung pada kemampuan eksplan dalam menyerap
bervariasi. Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahawa dan menggunakan zat pengatur tumbuh endogen yang
perlakuan konsentrasi BA memberikan pengaruh yang
ada dan ZPT eksogen yang diserap dari media tumbuh
berbeda nyata terhadap jumlah tunas maupun jumlah (Tuhuteru et al., 2012).
daun. Beberapa hasil penelitian menunjukkan umumnya
tanaman Bacopa sp. diperbanyak secara in vitro Multiplikasi Tunas
menggunakan batang yang memiliki mata tunas
sebagai eksplan (Vijayakumar et al., 2010; Pandiyan & Pada penelitian multiplikasi tunas, eksplan yang
Selvaraj, 2012; Kapil & Sharma, 2014). digunakan berasal dari kegiatan induksi tunas yang
berasal dari perlakuan terbaik. Tunas yang disubkultur
Pemberian BA hingga 0,3 mg/L mampu menginduksi berukuran ± 1 cm dan memiliki dua nodus (buku
terbentuknya tunas paling banyak dan memberikan batang). Hasil analisis ANOVA menunjukkan interaksi
16
Jumlah
Jumlah tunas
tunas (Number
(Number ofofshoots)
shoots)
14 12.2a
Jumlah daun
Jumlah daun (Number
(Number ofofleaves)
leaves)
12 9.4b
9.2b
10
6.6c
8
6
4
2.2a
2 1.1b 1.4a 1.1b
0
BA-0 BA-0.3 BA-0.5 BA-0.7
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf sama pada baris dan kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf 5%, uji jarak berganda Duncan
Remarks: Values followed by the same letter in the same row and column are not
significantly different at the 5% level, according to Duncan’s multiple-range
test
Gambar 1. Pengaruh konsentrasi BA terhadap jumlah tunas dan jumlah
daun pada eksplan Bacopa australis.
Figure 1. Effect of BA concentration on shoot number and number of leaves
on explant Bacopa australis.
A B
Gambar 2. Induksi tunas pada media MS (A); induksi tunas pada media MS + BA
0,3 mg/L (B).
Figure 2. Shoot induction on MS medium (A); on MS + BA 0.3 mg/L (B).
dari BA dan thidiazuron memberikan pengaruh yang thidiazuron menjadi 0,3 mg/L dan pada 0,5 mg/L
nyata terhadap jumlah tunas maupun jumlah daun. cenderung akan menurunkan kemampuan eksplan
membentuk tunas dan daun walaupun tidak berbeda
Pemberian thidiazuron tanpa kombinasi zat
nyata dengan perlakuan thidiazuron 0,1 mg/L. Keadaan
pengatur tumbuh lain mampu meningkatkan
yang sama juga terjadi pada beberapa jenis tanaman
kemampuan tunas untuk bermultiplikasi. Penghitungan
di antaranya Plumbago zeylanica, Rauwolfia serpentina
jumlah tunas dilakukan setiap satu minggu sekali pada
L., di mana pemberian thidiazuron yang seimbang
seluruh eksplan yang dikultur. Peningkatan konsentrasi
mampu menginduksi multiplikasi tunas. Hal ini karena
thidiazuron hingga 0,1 mg/L mampu meningkatkan
thidiazuron memiliki kemampuan untuk menginduksi
jumlah tunas hingga rata-rata 3,5 tunas (Tabel 1) dan
terjadinya proses pembelahan sel (Yunita & Lestari,
jumlah daun 36 (Tabel 2; Gambar 3A). Peningkatan
2011; Syahid & Kristina, 2008).
Tabel 2. Pengaruh kombinasi BA dan thidiazuron terhadap rata-rata jumlah daun eksplan
Bacopa australis
Table 2. The influence of combination of BA and thidiazuron on the average number of leaves
of explant Bacopa australis
A B
Gambar 3. Tunas yang dimultiplikasi pada media MS + thidiazuron 0,1 mg/L (A);
tunas yang dimultiplikasi pada media MS + BA 0,5 + thidiazuron
0,1 mg/L (B).
Figure 3. Shoot multiplication in medium of MS + thidiazuron 0.1 mg/L (A); MS +
BA 0.5 + thidiazuron 0.1 mg/L (B).
Pemberian zat pengatur tumbuh BA dan thidiazuron mengoksidasi kelebihan sitokinin bila tidak
secara bersamaan mampu meningkatkan kemampuan diperlukan sehingga akan menghambat pertumbuhan
tunas untuk bermultiplikasi daripada perlakuan BA atau organ (Staden et al., 2008).
thidiazuron secara tunggal. Pada percobaan ini
pemberian BA dan thidiazuron yang optimum adalah Induksi Perakaran
pada konsentrasi 0,5 mg/L BA dan 0,1 mg/L thidiazuron Memproduksi bibit memerlukan plantlet utuh yang
di mana rata-rata tunas yang dihasilkan adalah 32,4 memiliki batang, daun, dan akar; untuk itu, diperlukan
tunas sedangkan jumlah daun adalah 137,6 daun formulasi yang tepat untuk induksi perakaran. Hasil
(Gambar 3B) dan memberikan pengaruh yang berbeda yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa
nyata dari perlakuan lainnya. Parameter jumlah cukup secara umum pemberian IBA dapat memicu
penting untuk diamati karena dari ketiak daun dapat terbentuknya akar pada kultur in vitro. Hasil analisis
muncul tunas sehingga dapat meningkatkan faktor ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan IBA
multiplikasi tunas. Hasil penelitian ini menunjukkan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
bahwa formulasi media terbaik untuk multiplikasi tu- jumlah dan panjang akar. Perlakuan IBA yang terbaik
nas adalah MS + 0,5 mg/L BA + 0,1 mg/L thidiazuron. untuk induksi perakaran adalah pada konsentrasi 0,5
Pengunaan thidiazuron pada media kultur pada mg/L; di mana pada konsentrasi tersebut mampu
konsentrasi relatif rendah lebih efektif bila menghasilkan akar sebanyak 2,9 dan rataan panjang
dikombinasi dengan BA, akan tetapi apa bila akar 2,92 cm (Gambar 4 dan 5). IBA merupakan salah
konsentrasi BA dan thidiazuron relatif lebih tinggi satu zat pengatur tumbuh jenis auksin yang umum
cenderung akan menurunkan kemampuan tunas untuk digunakan untuk menginduksi perakaran tanaman
bermultiplikasi. Hal ini juga terjadi pada tanaman yang secara in vitro. Hasil penelitian Bohidar et al. (2008)
memiliki khasiat obat seperti Kigelia pinnata, dengan menggunakan pelakuan IAA (Indole-3-acetic
kemampuannya bermultiplikasi meningkat dengan acid), IBA dan NAA (Naphthaleneacetic acid) pada
pemberian thidiazuron 0,5 ìm dan bila konsentrasi konsentrasi 0,25-1 mg/L menunjukkan bahwa IBA
terus ditingkatkan maka kemampuan tunas untuk memberikan respons tercepat dalam menginduksi
bermultiplikasi menjadi menurun (Thomas & Puthur, panjang akar Ruta graveolens.
2004). Hal ini karena sitokinin eksogen yang diberikan
dalam konsentrasi berlebih akan dapat meningkatkan Peningkatan perlakuan konsentrasi IBA menjadi 1
enzim sitokinin oksidase yang berperan memelihara mg/L menurunkan kemampun tunas untuk membentuk
keseimbangan sitokinin dalam sel tanaman dengan akar; di samping itu, akar yang dihasilkan lebih pendek
3.5 Jumlah
Jumlahakar
akar(Number
(Numberofofroots)
roots)
2.9a 2.92a
3 Panjangakar
Panjang akar(Length
(Lengthofofroots)
roots)
2.5ab
2.5 2.2b
2.02b
1.82b
2
1.5
0.5
0
IBA-0 IBA-0.5 IBA-1
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf sama berbeda nyata pada taraf 5%, uji jarak
berganda Duncan
Remarks: Values followed by the same letter are not significantly different at the 5% level,
according to Duncan’s multiple-range test
Gambar 4. Pengaruh konsentrasi IBA terhadap jumlah dan panjang akar pada
eksplan Bacopa australis.
Figure 4. The influence of IBA concentration on the number and length of roots
on Bacopa australis explant.
yaitu rata-rata jumlah akar yang dihasilkan adalah 2,2 Journal of Scientific Transactions in Environment and
akar dengan rata-rata panjang akar 2,02 cm. Technovation, 1(1), 15-18.
Penambahan auksin pada konsentrasi yang optimal Davies, P.J. (2004). The plant hormones: Their nature,
pada media biakan dapat menginduksi pembentukan occurrence, and functions. In Davies, P.J. (Ed.).
akar lebih baik, akan tetapi apabila konsentrasi yang Plant hormones biosynthesis, signal transduction, ac-
diaplikasikan relatif tinggi cendrung akan menghambat tion!. London: Kluwer Academic Publisher, p. 1-
pembentukan dan pertumbuhan akar tersebut 35.
(Srivastava, 2002; Davies, 2004). Aplikasi auksin Dharishini, M.P., Balasubramanian, K., & Radha, A.
eksogen dalam konsentrasi tinggi pada media kultur (2014). In Vitro micropropagation of Bacopa
cenderung menstimulasi diferensiasi jaringan monnieri and detection of bacosides from second-
pembuluh dengan lebih cepat, sehingga akan ary callus. Journal of Academia and Industrial Re-
meningkatkan jumlah dan ukuran jaringan. search, 3(5), 233-235.
Guo, B., Abbasi, B.H., Zeb, A., Xu, L.L., & Wei, Y.H.,
KESIMPULAN
(2011). Thiadiazuron: A multi-dimensional plant
Formulasi media yang terbaik untuk induksi tunas growth regulator. Afr. J. Biotechnol., 10, 8984-9000.
Bacopa australis secara in vitro adalah MS + BA 0,3 mg/ Hartati, S., Triana, E., Yunus, A., & Susilowati, A.
L. Formulasi media yang optimal untuk multiplikasi (2014). kajian sitokinin benzilaminopurin (BAP)
tunas adalah MS + BA 0,5 mg/L + thidiazuron 0,1 mg/ terhadap organogenesis hasil persilangan
L dan untuk induksi perakaran adalah MS + IBA 0,5 Dendrobium merbelianum dengan Dendrobium
mg/L. liniale. El-Vivo, 2(2), 22-33.
http://tropica.com/fr/guide/r%C3%A9ussir-son-
UCAPAN TERIMA KASIH
aquarium/engrais-et-co2/. Acces 1 Maret 2017.
Terima kasih kepada Program Insentif Riset Inovasi Kapil, S.S. & Sharma, V. (2014). In vitro propagation
Nasional (Insinas) tahun 2017-2018, Kementerian Riset of Bacopa Monneri: An important medicinal plant.
Teknologi Dan Pendidikan Tinggi yang telah mendanai Int. J. Curr. Biotechnol., 2(1), 7-10.
penelitian ini, melalu program Insinas Kemitraan. Karyanti. (2017). Pengaruh beberapa jenis sitokinin
pada multiplikasi tunas anggrek Vanda douglas
DAFTAR ACUAN
secara in vitro. J. Bioteknol. Biosains Indonesia, 4(1),
Bohidar, S., Thirunavookkasasu, M., & Ro, T.V. (2008). 36-42.
Effect of plant growth regulators on in vitro Khawar, K.M., Sevimay, C.S., & Yuzbasioglu, E. (2003).
micropropagation of “Garden Rue” (Ruta graveolens Adventitious shoot regeneration from different
L.). International Journal of Integrative Biology, IJIB(3), explant of wild lentil (Lens Culinaris Subsp.
36-43. Orientalis). University of Ankara, Ankara. Turkey.
Bank Indonesia. (2008). Pola pembiayaan usaha kecil Murashige, T. & Skoog, F. (1962). A revised for rapid
industri tanaman air. www.bi.go.id. growth and bioassays with tobacco tissue cultures.
Chandran, C., Karthikeyan, K., & Kulothungan, S. Physiol. Plant, 15, 473-497.
(2007). In vitro propagation of Withania somnifera Nugraha, M.F.I., Yunita, R., Lestari, E.G., & Ardi, I.
(L.) Dunal. from shoot tip and nodal explants. (2017). Pembentukan mother plant Bacopa austra-
lis secara in vitro pada berbagai dosis zat pengatur Thomas, T.D. & Shankar, S. (2009). Multiple shoot in-
tumbuh dan media aklimatisasi. Media Akuakultur, duction and callus regeneration in Sarcostemma
12(2), 85-94. brevistigma Wight & Arnott, a rare medicinal plant.
Pandiyan, P. & Selvaraj, T. (2012). In vitro multiplica- Plant Biotechnologi Report, 3(36), 7-12.
tion of Bacopa monnieri (L.) Pennell from shoot Tuhuteru, S., Hehanussa, M.L., & Raharjo, S.H.T.
tip and nodal explants. Journal of Agricultural Tech- (2012). Pertumbuhan dan perkembangan anggrek
nology, 8(3), 1099-1108. Dendrobium anosmum pada media kultur in vitro
Santos, C.V., Brito, G., Pinto, G., Fosiseca, M., & dengan beberapa konsentrasi air kelapa. Agrologia,
Henrique. (2003). In vitro plantlet regeneration of 1, 1-12.
Olea eruopaea spp. maredenis. Scientia Hort., 97, Vijayakumar, M., Vijayakumar, R., & Stephen, R. (2010).
83-87. In vitro propagation of Bacopa monnieri L. - a mul-
Srivastava, L.M. (2002). Plant growth and develop- tipurpose medicinal plant. Indian Journal of Science
ment, hormon and environment. London: Aca- and Technology, 3(7), 781-786.
demic Press, 772 pp. Yunita, R. & Lestari, E.G. (2008). Perbanyakan tanaman
Staden, J., Van, E., Zazimalova, E., & George, E.F. Artemisia annua secara in vitro. Jurnal Agro Biogen,
(2008). Plant growth regulator II: Cytokinin, their 4(1), 41-44.
analogues and antagonists. In George, E.F., Hall, Yunita, R. & Lestari, E.G. (2011). Perbanyakan tanaman
M.A., & de Klerk, G.J. (Eds.). Plant propagation by pulai pandak (Rauwolfia serpentina L.) dengan teknik
tissue culture Vol. I. The background. Springer. kultur jaringan. Jurnal Natur Indonesia, 14(1), 68-
Dordrecht, p. 205-226. 72.
Syahid, S.F. & Kristina, N.N. (2008). Multiplikasi tu- Yunita, R., Mariska, I., & Tumilisar, C. (2012).
nas, aklimatisasi dan analisis mutu simplisia daun Perbanyakan tanaman jambu mete (Anacardium
encok (Plumbago zeylanica L.) asal kultur in vitro occidentale L.) melalui jalur organogenesis. Jurnal
periode panjang. Bul. Littro., XIX(2), 117-128. Agro Biogen, 8(3), 113-119.
Thomas, T.D. & Puthur, J.T. (2004). Thidiazuron in- Zulkarnain. (2011). Kultur jaringan tanaman, solusi
duced high frequency shoot organogenesis in cal- perbanyakan tanaman budi daya. Jakarta: PT Bumi
lus from Kigelia pinnata L. Bot. Bull. Acad. Sin., 45, Aksara, 272 hlm.
307-313.
Bibit ubi kayu dengan sifat unggul yaitu produktivitas tinggi, kaya nutrisi, tahan
terhadap cekaman abiotik (terutama kekeringan) dan cekaman biotik (hama dan
penyakit), serta umbi dengan daya simpan lama atau tahan terhadap pembusukan
yang dikenal dengan istilah PPD (postharvest physiological deterioration) sangat
dibutuhkan oleh petani atau penggiat ubi kayu. Bibit ubi kayu dengat sifat unggul dapat
diperoleh melalui teknik fusi protoplas. Teknik fusi protoplas merupakan salah satu
metode yang digunakan pada perakitan tanaman untuk mendapatkan sifat unggul
yang diinginkan. Metode fusi protoplas atau hibridisasi somatik merupakan salah satu
metode yang dapat mengatasi permasalahan dalam pemuliaan tanaman dengan sifat
unggul yang disandi oleh banyak gen (Milliam et al., 1995). Menurut Suryowinoto
(1996), isolasi protoplas adalah teknik untuk menghasilkan protoplas yang utuh dan
viable dari jaringan tanaman hidup dengan cara menghilangkan dinding selnya.
Teknik ini merupakan tahap awal dari beberapa tahapan dalam melakukan fusi
protoplas atau hibridisasi somatik untuk merakit bibit unggul (Suryowinoto, 1989;
Kanchanapoom et al., 2001). Kultur protoplas telah dimanfaatkan untuk memanipulasi
genetik tanaman melalui fusi protoplas, transformasi protoplas dan variasi
somaklonal/protoklonal pada tingkat protoplas.
Material tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah kultur ubi kayu
genotip Mentega 2, Gajah dan Ubi Kuning yang merupakan koleksi Pusat Penelitian
Bioteknologi LIPI. Larutan enzim yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari empat
variasi, yaitu kombinasi dari enzim selulase, maserozim dan pektoliase. Keempat
kombinasi larutan enzim tersebut disterilisasi dengan filter syringe (Millipore)
berukuran 0,22 µM (Gorsser et al., 2010). Media dasar yang digunakan untuk kultur
protoplas ubi kayu adalah media 0,4 M BH3 (Grosser et al., 2010) yang telah
dimodifikasi.
Penelitian ini terdiri atas tiga tahapan kegiatan yaitu: (1) isolasi protoplas, (2)
purifikasi protoplas, (3) kultur protoplas, (4) pengolahan data.
Setelah protoplas genotip Mentega 2, Ubi Kuning dan Gajah diinkubasi tanpa
pencahayaan di ruang dengan suhu 25±2 oC selama 4 minggu pada larutan 0,4 M
BH3 dengan perbandingan 1:1 antara komposisi protoplas dan larutan BH3, protoplas
menunjukkan pertumbuhan dan mengalami proses mitosis beragregasi (Gambar 3A-
B) sehingga terdapat penambahan jumlah protoplas. Protoplas dari mesofil daun ubi
kayu Mentega 2 tidak berkembang, kemungkinan dikarenakan viabilitas protoplas
rendah atau mengalami lisis selama masa inkubasi pada media kultur. Media semi
padat perlakuan M2 yaitu media MS yang mengandung 2 µM CuSO4, 2 mg/L BAP, 1
mg/L NAA dan larutan 0,4 M BH3 serta pemadat Phytagel 1% mampu membentuk
koloni protoplas menjadi bentuk mikrokalus yang kompak padat berwarna putih seperti
kapas (Tabel 3; Gambar 3C). Mikrokalus genotip Gajah berkembang menjadi kalus
berwarna kuning dan membentuk nodul-nodul pada media kultur semipadat (Gambar
4A). Mikrokalus dari protoplas ubi kayu genotip Gajah mengalami perkembangan
mulai dari bentuk seperti selaput putih hingga adanya bentuk yang menyerupai
nodulnodul berwarna kuning bening pada 8 HST (hari setelah tanam) dan jumlah
nodulnodul ini semakin bertambah pada 10 minggu setelah tanam (MST). Mikrokalus
genotip Ubi Kuning yang terbentuk di media kultur protoplas semipadat masih tetap
berbentuk mikro kalus dan bersih dari kontaminan.
Protoplas utuh dari mesofil ubi kayu genotip Mentega 2, Ubi Kuning dan Gajah
telah diisolasi menggunakan larutan enzim dengan komposisi 2% selulase, 1%
maserozim dan 0,1% pektoliase menghasilkan protoplas berkisar antara 0,197-0,6 x
106 protoplas/mL. Protoplas dapat tumbuh membentuk mikrokalus pada media
semipadat MS mengandung 2 µM CuSO4, 2 mg/L BAP, 1 mg/L IAA, 2% sukrosa dan
pemadat 1% Phytagel. Mikrokalus selanjutnya dapat berkembang menjadi kalus pada
delapan media perlakuan yang terdiri dari empat media padat dan empat media cair
yaitu media Gresshoff and Doy (GD); MS dan GD masing-masing dengan konsentrasi
setengah; MS dengan penambahan 2,4-D (0,1 dan 0,5 mg/L) dan BAP 2 mg/L.
Kedelapan media pertumbuhan kalus dapat membuat mikrokalus tumbuh dan
berkembang secara kuantitas dan ukuran menjadi nodul-nodul menyerupai kalus.
Mikrokalus tumbuh lebih cepat pada media padat dibandingkan pada media cair.
Media perlakuan P4 yang mengandung media dasar MS dengan penambahan 1,0
mg/L 2,4-D dan 2,0 mg/L BAP menunjukkan pertumbuhan kalus yang lebih baik
dimana kalus yang diperoleh terlihat berukuran lebih besar dibanding media lainnya.
Perkembangan pembentukan mikrokalus yang berasal dari mesofil daun ubi kayu ke
tahap selanjutnya merupakan suatu kemajuan yang sangat penting bagi penelitian
protoplas ubi kayu terutama genotip lokal Indonesia.
Isolasi dan Kultur Protoplas Mesofil…… (H. Fitriani, dkk.)
ABSTRAK. Bibit ubi kayu unggul sangat dibutuhkan oleh petani atau penggiat ubi
kayu dan dapat diperoleh melalui teknik fusi protoplas. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan protoplas dari mesofil daun tiga jenis ubi kayu yaitu Gajah, Mentega 2
dan Ubi Kuning koleksi in vitro dengan perlakuan komposisi enzim selulase, maserozim
dan pektoliase serta media kultur protoplas. Isolasi protoplas dilakukan dengan
menginkubasi daun ubi kayu in vitro dari genotip Mentega 2, Ubi Kuning dan Gajah
pada media cair yang terdiri dari beberapa campuran enzim. Protoplas berhasil
diperoleh dari ketiga genotip ubi kayu setelah inkubasi pra-plasmolisis sel pada larutan
campuran enzim perlakuan LE3 yaitu 0,4 M manitol, 2% selulase, 1% maserozim dan
0,1% pektoliase selama 18 jam. Protoplas berhasil membentuk mikrokalus pada media
semi padat Murashige & Skoog (MS) dengan penambahan vitamin Kao & Michayluk
(KM) dan bahan organik KM serta diperkaya dengan 2 µM CuSO4, 2 mg/L BAP, 1
mg/L IAA, 2% sukrosa dengan variasi agar Phytagel 0,5% (M1) dan 1% (M2).
Pembentukan kalus dari mikrokalus terjadi pada semua media perlakuan. Secara
keseluruhan, perlakuan terbaik ditunjukkan pada media P4, yaitu media MS yang
mengandung 1,0 mg/L 2,4-D dan 2 mg/L BAP, dimana kalus yang diperoleh berukuran
lebih besar dibanding media lainnya.
Kata kunci: mikrokalus, protoplas, selulase, ubi kayu
1
BIOPROPAL INDUSTRI Vol.10 No.1, Juni 2019 : 1-13
: 1-13
2
Isolasi dan Kultur Protoplas Mesofil…… (H. Fitriani, dkk.)
Gambar 1. Tanaman kultur in vitro ubi kayu sebagai sumber eksplan untuk isolasi protoplas; A. Ubi
Kuning, B. Mentega 2 dan C. Gajah
3
BIOPROPAL INDUSTRI Vol.10 No.1, Juni 2019 : 1-13
: 1-13
4
Isolasi dan Kultur Protoplas Mesofil…… (H. Fitriani, dkk.)
5
BIOPROPAL INDUSTRI Vol.10 No.1, Juni 2019: 1-13
: 1-13
larutan sukrosa dan Mannitol setelah yang diuji yaitu Mentega 2, Gajah dan Ubi
disentrifugasi pada ketiga genotip ubi kayu Kuning.
Tabel 2. Kerapatan (densitas) protoplas asal jaringan mesofil daun ubi kayu genotip Gajah dan Ubi
Kuning pada empat perlakuan komposisi enzim
Komposisi enzim
Jenis ubi kayu
LE1 LE2 LE3 LE4
Gajah 6
0 0 0,6 x 10 protoplas/mL 0
Ubi Kuning 0 0 0,197 x 106 protoplas/mL 0
Mentega 2 0 0 0 0
Ket.: LE1 = selulase 2% RS (w/v), pektoliase 0% (w/v), maserozim 2% (w/v);
LE2 = selulase 2% RS (w/v), pektoliase 0,1% (w/v), maserozim 2% (w/v);
LE3 = selulase 2% RS (w/v), pektoliase 0,1% (w/v), maserozim 1% (w/v);
LE4 = selulase 2% RS (w/v), pektoliase 1% (w/v), maserozim 0.2% (w/v).
A B
C D
Gambar 2. Protoplas dari mesofil daun ubi kayu genotip Gajah (A) dan Ubi Kuning (B) sebelum
proses pemurnian dan genotip; Gajah (C) dan Ubi Kuning (D) setelah proses pemurnian
(Perbesaran 40x)
6
Isolasi dan Kultur Protoplas Mesofil…… (H. Fitriani, dkk.)
A B
C D
Gambar 3. Agregasi koloni protoplas pada media semi solid M2 umur 4 minggu setelah tanam
(MST) (A-B) dan pertambahan ukuran mikrokalus ubi kayu genotip Ubi Kuning hingga
18 minggu setelah tanam (MST) (C-D) (perbesaran 20x)
7
BIOPROPAL INDUSTRI Vol.10 No.1, Juni 2019 : 1-13
: 1-13
Protoplas dari mesofil daun ubi kayu pemadat Phytagel 1% mampu membentuk
Mentega 2 tidak berkembang, koloni protoplas menjadi bentuk
kemungkinan dikarenakan viabilitas mikrokalus yang kompak padat berwarna
protoplas rendah atau mengalami lisis putih seperti kapas (Tabel 3; Gambar 3C).
selama masa inkubasi pada media kultur. Mikrokalus semakin menunjukkan
Masa inkubasi yang lama dapat pertumbuhan yang baik hingga 18 MST
menyebabkan terjadinya kerusakan pada dan mengalami penambahan ukuran
membran protoplas. Ling et al. (2009) (Gambar 3D).
menyatakan bahwa waktu inkubasi Waktu pertumbuhan dan
merupakan faktor yang menentukan perkembangan mikrokalus pada dua
keberhasilan isolasi protoplas. Viabilitas genotip ubi kayu yang diuji menunjukkan
protoplas mengalami penurunan seiring perbedaan. Respon genotip sangat
dengan semakin lamanya waktu inkubasi. berpengaruh terhadap media tumbuh yang
Hasil yang sama pada isolasi protoplas dari digunakan. Mikrokalus genotip Gajah
Lotus corniculatus untuk perlakuan waktu berkembang menjadi kalus berwarna
inkubasi 8 jam menunjukkan penurunan kuning dan membentuk nodul-nodul pada
protoplas viable dibanding waktu inkubasi media kultur semipadat (Gambar 4A).
6 jam (Raiker et al., 2008). Mikrokalus dari protoplas ubi kayu genotip
Berdasarkan Hendaryono & Gajah mengalami perkembangan mulai
Wijayani (1994), medium pertumbuhan dari bentuk seperti selaput putih hingga
protoplas yang mengandung BH3 tanpa adanya bentuk yang menyerupai nodul-
adanya penambahan ZPT menyebabkan nodul berwarna kuning bening pada 8 HST
protoplas tidak tumbuh sama sekali. (hari setelah tanam) dan jumlah nodul-
Pengaruh ZPT terutama akusin terhadap nodul ini semakin bertambah pada 10
pertumbuhan protoplas menunjukkan minggu setelah tanam (MST). Nodul kalus
adanya indikasi tekanan osmotik, hanya mengalami proliferasi yang semakin
meningkatkan sintesa protein, bertambah namun tidak mengalami
meningkatkan permeabilitas sel terhadap perkembangan bentuk yang mengarah ke
air dan melunakkan dinding sel yang organogenesis tunas hingga 12 MST
diikuti dengan menurunnya tekanan pada (Gambar 4B). Pengamatan pertumbuhan
dinding sel sehingga air dapat masuk ke mikrokalus yang semakin membesar pada
dalam sel dan meningkatkan volume sel. genotip Gajah hanya dapat dilakukan
Mikro koloni protoplas Ubi Kuning hingga 20 MST (Gambar 4C). Pada 28
dan Gajah berubah bentuk menjadi MST, kalus dari genotip Gajah yang
mikrokalus pada media kultur semi padat dihasilkan mengalami kontaminasi bakteri.
perlakuan M2 pada hari ke-4 (Ubi Kuning) Semakin lama periode subkultur,
dan minggu ke-6 (Gajah). Media semi akumulasi nutrisi pada eksplan menjadi
padat perlakuan M2 yaitu media MS yang tinggi sehingga bakteri tumbuh dengan
mengandung 2 µM CuSO4, 2 mg/L BAP, 1 lebih cepat.
mg/L NAA dan larutan 0,4 M BH3 serta
Tabel 3. Kondisi protoplas ubi kayu genotip Gajah dan Ubi Kuning 18 minggu setelah tanam (MST)
pada media perlakuan semi padat
Perlakuan
Genotip
M1 M2
Gajah Tidak berkembang Utuh dan membentuk mikrokalus yang berwarna putih
seperti kapas
Ubi Kuning Tidak berkembang Utuh dan membentuk mikrokalus yang berwarna putih
seperti kapas
Ket.: M1 = Media MS + 2 µM CuSO4 + 2 mg/L BAP +1 mg/L NAA + 0,4 M BH3 + 0,5% Phytagel
M2 = Media MS + 2 µM CuSO4 + 2 mg/L BAP +1 mg/L NAA + 0,4 M BH3 + 1% Phytagel
8
Isolasi dan Kultur Protoplas Mesofil…… (H. Fitriani, dkk.)
A B C
D E F
Gambar 4. Perkembangan protoplas asal mesofil daun menjadi mikrokalus ubi kayu genotip Gajah
umur 20 minggu setelah tanam (MST) (A-C); dan genotip Ubi Kuning umur 4 hingga 6
minggu setelah tanam (MST) (D-E) pada media semipadat MS + 2 µM CuSO4 + 2 mg/L
BAP + 1 mg/L NAA + 0,4 M BH3 + 1% Phytagel (perbesaran 8x)
9
BIOPROPAL INDUSTRI Vol.10 No.1, Juni 2019 : 1-13
: 1-13
Bentuk dan ukuran kalus antar media perlakuan padat P1, P2, P3 dan P4 terlihat
A B C D
Media padat
A B C D
Media cair
Gambar 5. Bentuk kalus asal protoplas ubi kayu genotip Ubi Kuning umur 4 minggu setelah tanam
(MST) di media perlakuan padat (atas) dan media cair (bawah); Gresshoff & Doy (GD)
(A), 1/2MS + 1/2GD + L-tyrosine (B), MS + 2,4-D 0,5 mg/L + BAP 2 mg/L (C), dan MS
+ 2,4-D 1,0 mg/L + BA 2 mg/L (D)
Tabel 4. Bentuk mikrokalus genotip Ubi Kuning pada 8 minggu setelah tanam (MST) di media
perlakuan induksi kalus
No. Perlakuan Komposisi media Kondisi protoplas
Media Padat
1. P1 Gresshoff & Doy (GD) Nodul menyerupai kalus
2. P2 1/2MS + 1/2GD + L-tyrosine Nodul menyerupai kalus
3. P3 MS + 2,4-D 0,5 mg/L + BA 2 mg/L Nodul menyerupai kalus
4. P4 MS + 2,4-D 0,1 mg/L + BAP 2 Nodul membentuk kalus
mg/L
Media Cair
5. C1 Gresshoff & Doy (GD) Kontaminasi
6. C2 1/2MS + 1/2GD + L-tyrosine Nodul menyerupai kalus dengan ukuran
lebih kecil
7. C3 MS + 2,4-D 0,5 mg/L + BAP 2 Kontaminasi
mg/L
8. C4 MS + 2,4-D 0,1 mg/L + BAP 2 Nodul menyerupai kalus dengan ukuran
mg/L lebih kecil
sama pada 4 MST dengan 8 MST. Kalus (Martin dkk., 2015). Selain itu, koloni
yang terbentuk pada media perlakuan P4 mikrokalus ubi kayu yang dihasilkan dapat
tampak pertambahan diameter kalus jika berkembang lebih lanjut menyerupai kalus
dibandingkan dengan media perlakuan fase nodular berwarna putih susu. Ubi
padat lainnya seperti P1, P2 dan P3 kayu merupakan salah satu tanaman yang
(Gambar 6A-D). Kalus pada media sulit dalam hal kultur protoplas dan
perlakuan P4 menyerupai bentuk nodular regenerasinya. Berdasarkan Wu et al.
kalus embriogenik pada tahapan somatic (2017), saat ini hanya ada dua laporan
embryogenesis. Kalus yang berkembang mengenai kultur protoplas dan
pada media cair C1 dan C3 mengalami regenerasinya yang telah dipublikasikan.
kontaminasi bakteri (Gambar tidak Shahin & Shepard (1980) melaporkan hasil
ditampilkan). penelitiannya tentang regenerasi tunas
Protoplas hasil isolasi pada hasil isolasi protoplas asal mesofil daun
penelitian ini dapat berkembang menjadi ubi kayu. Sofiari et al.(1998)
mikro kalus seperti halnya isolasi protoplas mempublikasikan tentang regenerasi tunas
dari jenis tanaman umbi lainnya yaitu talas hasil isolasi protoplas asal friabe
10
Isolasi dan Kultur Protoplas Mesofil…… (H. Fitriani, dkk.)
Media padat
A B C D
Media cair
B D
Gambar 6. Bentuk kalus asal protoplas ubi kayu genotip Ubi Kuning pada 8 minggu setelah tanam
(MST) di media perlakuan Gresshoff & Doy (GD) (A), 1/2MS + 1/2GD + L-tyrosine (B),
MS + 2,4-D 0,5 mg/L + BAP 2 mg/L (C), dan MS + 2,4-D 1,0 mg/L + BAP 2 mg/L (D)
11
BIOPROPAL INDUSTRI Vol.10 No.1, Juni 2019 : 1-13
: 1-13
12
Isolasi dan Kultur Protoplas Mesofil…… (H. Fitriani, dkk.)
Riyadi, I. (2010). Isolasi Protoplas secara Tan, M.L.M., Boerrigter, H.S. & Kool, A.J.
Enzimatis pada Tanaman Kecipir. (1987). A rapid procedure for plant
Buletin Plasma Nutfah, 16(1), 57-63. regeneration from protoplasts isolated
from suspension cultures and leaf
Shahin, E.A. & Shepard, J.F. (1980). Cassava
mesophyll cells of wild Solanum species
Mesophyll Protoplasts: Isolation,
and Lycopersicon pennellii. Plant
Proliferation, and Shoot Formation.
Science, 49(1), 63-72.
Plant Science Letters, 17, 459-465. doi:
10.1016/0304-4211(80) 90133-9. Tee, C.S., Lee, P.S., Kiong, A.L.P. &
Mahmood, M. (2010). Optimisation of
Sinta, M.M., Riyadi, I. & Sumaryono. 2014.
protoplasts isolation protocols using in
Identifikasi dan pencegahan
vitro leaves of Dendrobium crumenatum
kontaminasi pada kultur cair sistem
(pigeon orchid). African Journal of
perendaman sesaat. Menara
Agricultural Research, 5(19), 2685-
Perkebunan. 82(2), 64-69.
2693.
Sofiari, E., Raemakers, C.J.J.M., Bergervoet,
Tomar, U.K. & Dantu, P.K. (2010). Protoplast
J.E.M., Jacobsen, E. & Visser, R.G.F.
Culture and Somatic Hybridization. In:
(1998). Plant regeneration from
Tripathi. G. (ed) Cellular and
protoplasts isolated from
Biochemical Science. (pp. 876-891).
friableembroygenic callus of cassava.
New Delhi: I.K. International House Pvt
Plant Cell Reports, 18, 159-165.
Ltd.
Sukmadjaja, D., Sunarlim, N., Lestari, E.G.,
Utami, E.S.W. & Hariyanto, S. (2015).
Roostika, I. & Suhartini, T.
Optimasi Isolasi Protoplas Mesofil
(2007).Teknik Isolasi dan Kultur
Daun Anggrek Paraphalaenopsis
Protoplas Tanaman Padi. Jurnal
laycockii. AGROTROP, 5(1), 21–29.
AgroBiogen, 3(2), 60-65.
Wu, J.Z., Liu, Q., Geng, X.S., Li, K.M., Luo,
Suryowinoto, M. (1989). Fusi protoplas. PAU
L.J. & Liu, J.P. (2017). Highly efficient
Bioteknologi. Yogyakarta: Universitas
mesophyl protoplast isolation and PEG-
Gadjah Mada.
mediated transient gene expression for
Suryowinoto, M. (1996). Prospek kultur rapid and large-scale gene
jaringan dalam perkembangan characterization in cassava (Manihot
pertanian modern. Yogyakarta: esculenta Crantz). BMC biotechnology,
Universitas Gadjah Mada. 17(1), 29.
13