Anda di halaman 1dari 29

PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP

PEFORMA PRODUKSI PUYUH PETELUR

(COTURNIX COTURNIX JAPONICA.)

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh:

YOSEP PASTILA
1810622047

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PAYAKUMBUH, 2022
PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP
PEFORMA PRODUKSI PUYUH PETELUR

(COTURNIX COTURNIX JAPONICA.)

PROPOSAL PENELITIAN

YOSEP PASTILA

1810622047

Sebagai Salah Satu syarat Untuk Melaksanakan Penelitian Tingkat Sarjana


Pada Fakultas Peternakan Universitas Andalas

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PAYAKUMBUH, 2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-NYA sehingga penulis mampu meyelesaikan penulisan proposal penelitian

ini sebagai salah satu syarat dalam melaksanakan penelitian di Fakultas Peternakan Universitas

Andalas dengan judul "Pengaruh Penambahan Beberapa Bahan Herbal Sebagai Antibiotic

Growth Promotore (AGP) Terhadap Peforma Produksi Puyuh Petelur (Coturnix Coturjnix

Japonica)" .

Ucapan terimakasih penulis kepada kedua orangtua yang sudah mendukung penulis.

Kemudian ucapan terimakasih kepada bapak Dr. Montesqrit, S.Pt., M.Si. dan juga bapak sepri

selaku dosen pembimbing yang sudah memberi semangat dan membimbing dengan sabar, serta

memberi masukan positif kepada penulis dalam proses pembuatan proposal ini. Seterusnya

ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu memberikan dukungan sehingga

proposal ini dapat di susun dengan baik.

Penulis menyadari dalam pembuatan proposal ini sangat jauh dari kata sempurna serta

banyak kelemahan dan kekurangannya, untuk itu penulis mengharapkan kritikan dan saran demi

penyempurnaan proposal ini.

Payakumbuh, Januari 2022

YOSEP PASTILA
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan Penelitian

1.4. Manfaat Penelitian

1.5. Hipotesis Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Puyuh Petelur(Coturnix Coturnix Japonica)

2.2. Antibiotik growth promoter sebagai feed additive l

2.7. Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.)

2.9. Hasil-hasil Penelitian Pemanfaatan Tanaman Herbal Sebagai Feed

Additive Dalam Ransum Unggas

2.10. Pertambahan Bobot Badan hidup

2.11. Konsumsi Ransum

2.12. Konversi Ransum

III.MATERI DAN METODE PENELITIAN


3.1. Materi Penelitian

3.1.1. Bahan penelitian

3.1.2. Ternak Penelitian

3.1.3. Kandang Penelitian dan Perlengkapan

3.1.4. Persiapan Ransum

3.2. Metode Penelitian

3.2.1. Rancangan Penelitain

3.2.2. Analisis Data

3.2.3. Peubah yang Diamati

3.2.4. Pelaksanaan Kegiatan

3.3. Tempat Pelaksanaan Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Standar Performa Mingguan puyuh

Tabel 2. Rata-rata Suhu Lingkungan Yang Direkomendasikan Pertumbuhan puyuh

Tabel 6. Kandungan Senyawa Anti-Nutrisi Daun Kelor

Tabel 8. Hasil-hasil Penelitian Pemanfaatan Tanaman Herbal Sebagai Feed Additive Dalam

Ransum Unggas

Tabel 8. Konversi ransum puyuh dengan umur yang berbeda


Tabel 10. Kandungan zat makanan (%) dan energy termetabolis (kkal/kg) bahan penyusun

ransum penelitian.

Tabel 11. Komposisi ransum dan kandungan gizi zat makanan (%) serta energi metabolisme

ransum penelitian (kkal/kg)

Tabel 12. Analisis keragaman rancangan acak lengkap (RAL)


DAFTAR GAMBAR

1. Puyuh Petelur(Coturnix Coturnix Japonica)

2. Daun Kelor (Moringa oleifera lam)................................................

3. Alur Pembuatan Tepung Daun .........................................................

4. Rancangan Acak Lengkap................................................................


I. PENDAHULUAN

1. 1. LATAR BELAKANG

Puyuh merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah mengalami domestikasi. Satu

dari beberapa jenis diantaranya adalah Puyuh Japonica (Coturnix coturnic japonica). Jenis puyuh

ini paling populer di budidayakan masyarakat Indonesia sebagai penghasil telur.

Seiring dengan peningkatan kualitas pendidikan dan daya beli masyarakat maka akan di

iringi juga oleh kesadaran akan peningkatan kualitas kesehatan. Telur puyuh adalah produk

utama yang dihasilkan oleh ternak puyuh dengan nilai gizi yang tinggi yang disukai oleh semua

kalangan karena mudah di dapat serta harga juga relatif murah. Burung puyuh (Cortunix-

cortunix Japonica) merupakan salah satu dari varian burung yang mampu memproduksi telur

sangat tinggi sebanyak 250 butir/tahun.

Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan suatu usaha

peternakan, karena 60-70% biaya yang dikeluarkanlah peternak digunakan untuk pembelian

pakan. Untuk mengurangi biaya produksi, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan

memberikan pakan alternatif yang kandungan nutrisinya baik, selalu tersedia, mudah didapat dan

murah.

Feed additive adalah imbuhan pakan yang jika ditambahkan dapat memacu pertumbuhan

sehingga produktifitas ternak meningkat. Feed additive yang kobanyak digunakan oleh peternak

untuk memacu pertumbuhan ternak adalah Antibiotic Growth Promotore (AGP). Antibiotic

Growth Promotore merupakan imbuhan pakan yang ditambahkan pada pakan dalam jumlah yang

sedikit. Bahri et al., (2005) menyatakan pemberian antibiotik digunakan sebagai feed additive
untuk memacu pertumbuhan, meningkatkan efisiensi pakan serta meningkatkan produksi.

Namun penggunaan antibiotik sintetis pada saat ini sudah dilarang berdasarkan Permentan RI

No.14/PERMENTAN/PK.350.5/2017. Penggunaan Antibiotic Growth Promotore dilarang

karena penggunaannya akan meninggalkan residu pada hasil produksi ternak yang dikhawatirkan

akan membahayakan kesehatan masyarakat. Sehingga peternak harus mencari bahan imbuhan

pakan alternatif yang dapat dijadikan sebagai feed additive agar performa produksi tetap baik.

Penggunaan tanaman herbal menjadi salah satu pilihan. satu diantara banyaknya tanaman herbal

yang dapat dijadikan sebagai feed additive dalam pakan ternak unggas adalah daun kelor.

Tanaman Kelor (Moringa oleifera) termasuk tanaman tropis yang mudah tumbuh di

Indonesia. Tanaman kelor merupakan tanaman perdu dengan ketinggian 7-11 meter dan tumbuh

subur mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 700 m di atas permukaan laut. Kelor dapat

tumbuh pada daerah tropis dan subtropis pada semua jenis tanah dan tahan terhadap musim

kering dengan toleransi terhadap kekeringan sampai 6 bulan (Mendieta-Araica at al., 2013).

Daun kelor terdapat kandungan flavonoid, saponin, alkaloid, tanin, dan fenol (Pandey et al.,

2012)

Tanaman salam secara ilmiah mempunyai nama Latin Eugenia polyanthaWight dan

memiliki nama ilmiah lain, yaitu Syzygium polyantha Wight. dan Eugenia lucidula Miq.

Tanaman ini termasuk suku Myrtaceae Dalimartha, 2005; Utami dan Puspaningtyas, 2013).

Daun salam mengandung zat bahan warna, zat samak dan minyak atsiri yang bersifat antibakteri.

bersifat menciutkan (astringent).


Daun jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan daun tunggal yang berbentuk bulat telur,

ujungnya tumpul, pangkal membulat dan tepinya rata. Daun jambu biji (Psidium guajava L.)

memiliki panjang 6-14 cm dan lebar 3-6 cm. Daun ini berwarna hijau kekuningan dan

mempunyai pertualangan yang menyirip (Ide, 2011).

Daun jambu biji mengadung senyawa kimia alkaloid, saponin, tanin dan flavonoid (Ndukwe et

al, 2013)

Mimba (Azadirachta indica A. Juss) mengandung senyawa bioaktif antara lain azadiron,

promeliasin, limonoid, gedunin, vilasinin, C-sekomeliasin, azadirachtin, nimbin, salanin dan

non-iosprenoid lainnya, asam amino/protein, polisakarida, flavonoid, β-sitosterol, hiperosida,

nimbolida, quercetin, dan quercitrin (Biswas et al. 2002; Balaji and Cheralathan 2015; Miarsih

2017).

Tanaman sirsak (Annona muricata L.)memiliki kandungan seperti acetogenins, flavonoid,

terpenoid, phytosterol, dan senyawa polyphenol. Beberapa senyawa sepert flavonoid, tannin,

alkaloid, serta tannin berperan sebagai penjaga daya tahan tubuh ternak, antioksidan, antibakteri,

serta antibiotik sehingga mampu menurunkan lemak abdominal ayam broiler. (Wardhani dan

Sulystiani, 2012).

Belimbing wuluh Averrhoa bilimbi L. Termasuk salah satu tanaman tropis yang mudah

tubuh di Indonesia serta dapat berbuah sepanjang tahun (Rahayu, 2013). Buah belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) mengandung banyak vitamin C alami yang berguna sebagai penambah

daya tahan tubuh. Belimbing wuluh mengandung asam oksalat dan kalium.

Herbie (2015) menyebutkan batang belimbing wuluh mengandung saponin, tannin,

glukosida, kalsium oksalat, sulfur, asam format, peroksidase. Sedangkan daunnya mengandung

tannin, sulfur, asam format, peroksidase, kalsium oksalat, dan kalium sitrat. Belimbing wuluh

mengandung banyak zat tannin, saponin, glukosida sulfur, asam format, peroksida, flavonoid,

serta terpenoid.

penelitian Sailan (2017) menyatakan bahwa penambahan tepung daun kelor dalam
ransum dengan taraf 3%, 6%, dan 9% tidak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap berat telur
puyuh dan berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan kolesterol telur puyuh. Berdasarkan
penelitian terdahulu maka di lakukan penelitian dengan judul "Pengaruh Penambahan Campuran
Herbal Dalam Ransum Terhadap Peforma Produksi Puyuh Petelur (Coturnix Coturnix
Japonica)"

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh penambahan campuran herbal dalam ransum terhadap peforma

produksi puyuh petelur (Coturnix Coturnix Japonica)

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk melihan hasil dari pengaruh penambahan campuran

herbal sebanyak 1%, 2%, dan 4% dalam ransum terhadap peforma produksi puyuh petelur

(Coturnix Coturnix Japonica).

1.4 Manfaat Penelitian

Yaitu memberikan informasi kepada peternak puyuh petelur (Coturnix Coturnix Japonica)

yang di beri tambahan bahan herbal ke dalam ransum terhadap peforma produksi nya.

1.5 Hipotesis penelitian

Hipotesis penelitian sementara penelitian ini adalah pengaruh penberian bahan herbal

sebanyak 3% dalam campuran ransum terhadap peforma produksi puyuh petelur

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puyuh Petelur (Coturnix Coturnix Japonica)

Burung puyuh (Quail) disebut Gemak (Bahasa Jawa-Indonesia), merupakan bangsa burung

yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870, yang disebut dengan Bob

White Quail, Colinus Virgianus. Burung puyuh adalah unggas darat yang bertubuh mungil,

hampir tidak memiliki ekor meilikin kemapuan berlari dan terbang dengan cepat serta bersarang

di atas permukaan tanah (Achmad, 2011). Menurut Listiyowati dan Roospitasari (2009), burung

puyuh memiliki taksonomi yaitu :


Klas : Aves

Ordo : Gallioformes

Sub Ordo : Phasianoidea

Genus : Coturnix

Spesies : Coturnix coturnix japonica

Burung puyuh adalah salah satu hewan ternak ternak yang mudah di budidayankan dan

banyak di budidayankan di indonesia guna di manfaatkan telur untuk konsumsi manusia dan

feses guna untuk pupuk selain itu burunh puyuh (Coturnix - Coturnix Japonica memiliki

keunggulan yaitu mampu berproduksi di usia muda, siklus reproduksi singkat, tidak

membutuhkan modala yang besar, serta dapat dipelihara dalam jumlah besar namun pada tempat

yang terbatas, memiliki laju produksi telur yang tinggi dengan rendah konsumsi pakannya (Huss

et al., 2008). Burung puyuh mempunyai daya tahan tubuh yang tinggi terhadap serangan

penyakit (Hartono, 2004). Performa pada puyuh petelur dipengaruhi oleh temperatur lingkungan

sehingga suhu yang nyaman akan meningkatkan konsumsi pakan dan kebutuhan energi akan

tercukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok, pertumbuhan dan produksi telur (Vercese et al.,

2012).

Pemeliharaan burung puyuh petelur terdiri dari tiga fase yaitu fase starter umur 0 - 3

minggu, fase grower umur 4 - 6 minggu dan fase layer umur 7 - 60 minggu. Kandungan protein

pakan puyuh petelur fase grower lebih tinggi dibanding dengan puyuh fase layer. Kebutuhan

protein puyuh petelur fase grower sebesar 21 - 23% dan fase layer berkisar antara 18 - 20%

(Abidin, 2012)
2.1. Kelor (Moringa oleifera lam)

Adalah jenis tanama yang dikenal dengan berbagai nama, masyarakat Sulawesi menyebutnya

Kero, Wori, Kelo, atau Keloro. Orang-orang Madura menyebutnya Maronggih. Di Sunda dan

Melayu disebut Kelor. Di Aceh disebut Murong. Di Ternate dikenal sebagai Kelo. Di Sumbawa

disebut Kawona. Sedangkan orang-orang Minang mengenalnya dengan nama Munggai

(Krisnadi, 2010). Tanaman kelor dapat tumbuh dengan baik pada suhu 25-35 ℃, tetapi mampu

mentoleransi lingkungan dengan suhu 28oC (Palada, 2003).

Sistematika (taksonomi) tumbuhan, tanaman kelor (Moringa oleifera) diklasifikasikan


sebagai berikut;
Klasifikasi;

Regnum : Plantae (Tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledone
Sub kelas : Dialypetalae

Ordo : Rhoeadales (Brassicales)

Famili : Moringaceae
Genus : Moringa

Spesies : Moringa oleifera

Sumber: (Rollof et al, 2009)

Morfologi daun kelor adalah berupa daun majemuk menyirip ganda 2-3 posisinya tersebar,

tanpa daun penumpu, atau daun penumpu telah mengalami metamorfosis sebagai kelenjar-

kelenjar pada pangkal tangkai daun. Daun Kelor berukuran sebesar ujung jari berbentuk bulat
telur, tersusun majemuk dan gugur di musim kemarau, tinggi pohon mencapai 5-12 m, bagian

ujung membentuk payung, batang lurus (diameter 10-30 cm) menggarpu, berbunga sepanjang

tahun berwarna putih / krem, buah berwarna hijau muda, tipis dan lunak. Tumbuh subur mulai

dataran rendah sampai ketinggian 700 m di atas permukaan laut (Schwarz, 2000).

Menurut Haryadi (2011) Daun Kelor kering per 100 g mengandung air 7,5%, kalori 205 g,

karbohidrat 38,2 g, protein 27,1 g, lemak 2,3 g, serat 19,2 g, kalsium 2003 mg, magnesium 368

mg, fosfor 204 mg, tembaga 0,6 mg, besi 28,2 mg, sulfur 870 mg, potasium 1324 mg. Daun

kelor yang masih segar setara dengan 7 kali vitamin C yang terdapat pada jeruk segar sedangkan

daun kelor yang sudah dikeringkan setara dengan setengah kali vitamin C yang terdapat pada

jeruk segar. Manfaat vitamin C menjaga ketahanan tubuh terhadap penyakit infeksi dan racun

Khasiat tanaman kelor (Moringa oleifera) terdapat pada semua bagian tanaman mulai dari

daun, batang, akar hingga biji, Berdasarkan penelitian Verma et al (2009) bahwa daun kelor

mengandung fenol dalam jumlah yang banyak yang dikenal sebagai penangkal senyawa radikal

bebas. Kandungan fenol dalam daun kelor segar sebesar 3,4% sedangkan pada daun kelor yang

telah diekstrak sebesar 1,6% (Foild et al., 2007).

Sedyaadi, dkk (2018) pada penambahan tepung daun kelor sebesar 3% dalam ransum dapat

meningkatkan angka konversi pakan puyuh fase grower (3.79+0.16)


2.2. Jambu Biji (Psidium guajava L.)

Psidium guajava L. atau jambu biji, adalah tanaman yang berasal dari Amerika Serikat

Tengah (Cahyono, 2010). Jambu biji terkenal sebagai sumber antioksidan, phytochemicals,

tannin, fenol, triterpen, flavonoid, saponin, lektin, asam askorbat, karotenoid dan polifenol. Buah

dan daun dari pohon jambu biji memiliki aroma khas karena mengandung minyak atsiri atau

biasa dikenal dengan eugenol. Kandungan minyak atsiri pada buahnya mencapai 14% (Hadiati

dan Leni, 2015)

Sistematika dan klasifikasi tanaman jambu biji adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Myrtales
Suku : Myrtaceae

Marga : Psidium

Jenis : Psidium guajava L.1

1 Yulinar Rochmasari, Studi Isolasi Dan Penentuan Struktur Molekul Senyawa Kimia Dalam
Fraksi Netral Daun Jambu Biji Australia (Psidium Guajava L.), Universitas Indonesia, Depok,
2011, hlm. 3.

Tanaman jambu biji berasldari AmerikaTropik dapat tumbuh pada tanah grmbur dan liat,
dan mengandung air yang cukup banyak. Tanaman jambu biji (P. Guajava L.) ditemukan pada
ketinggian 1 m sampai 1.200 m dari permukaan laut. Jambu biji berbunga sepanjang tahun. Perdu atau
pohon kecil, tinggi 2 m sampai 10 m, percabangan banyak. Batangnya berkayu, keras, kulit batang licin,
berwarna coklat kehija – hujauan.

Alkabida Tannin flavonoida Stereoida/iterpenoid Saponin Glikosida

1 Daun segar (+) (+) (+) (+) (+)


(+)

2 Simplisa kering (+) (+) (+) (+) (+) (+)

3 Ekstrak Etanol (+) (+) (+) (+) (+) (+)

4 Fraksil- Heksan (+) (-) (-) (+) (-) (+)

5 Fraksi Etil (+) (+) (-) (+) (-) (-)


Asetat

6 Farksi Air (-) (+) (-) (-) (-) (+)

Morfologi Daun jambu biji tergolong daun tidak lengkap karena hanya terdiri dari tangkai
(Petiolus) dan helaian (Lamina) saja yang disebut daun bertangkai. Dilihat dari letak bagian terlebarnya
pada daunnya bagian terlebar daun jambu biji (P. Guajava L.) berada ditengah-tengah dan memiliki
bagian jorong karena perbandingan panjang : lebarnya adalah 1,5 - 2 : 1 (13 - 15 : 5,6 - 6 Cm). Daun
jambu biji (P. Guajava L.) memiliki tulang daun yang menyirip yang mana daun ini memiliki 1 ibu tulang
yang berjalan dari pangkal ke ujung dan merupakan terusan tangkai daun dari ibu tulang ke
samping,keluar tulang-tulang cabang, sehingga susunannya mengingatkan kita pada susunan sirip ikan.
Jambu biji memiliki ujung daun yang tumpul, pada umumnya warna daun bagian atas tampak lebih hijau
jika dibandingkan sisi bawah daun. Tangkai daun berbentuk selindris dan tidak menebal pada bagian
tangkainya.

2.3 Daun Salam (Eugenia polyantha.)


Tanaman salam secara ilmiah mempunyai nama Latin Eugenia polyantha Wight dan

memiliki nama ilmiah lain, yaitu Syzygium polyantha Wight. dan Eugenia lucidula Miq.

Tanaman ini termasuk suku Myrtaceae (Dalimartha, 2006). Beberapa daerah Indonesia, daun

salam dikenal sebagai salam (Jawa, Madura, Sunda); gowok (Sunda); kastolam (kangean,

Sumenep); manting (Jawa), dan meselengan (Sumatera). Nama yang sering digunakan dari daun

salam, di antaranya ubar serai, (Malaysia); Indonesian bay leaf, Indonesian laurel, Indian bay

leaf (Inggris); Salamblatt (Jerman) (Utami dan Puspaningtyas, 2013).

Adapun klasifikasi tumbuhan salam menurut Van Steenis (2003) sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Superdivisi : Spermatophyta

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Myrtales

Family : Myrtaceae

Genus : Syzygium

Species : Syzygium polyanthum (Wight.) Walp atau Eugenia polyantha Wight.

Menurut Dian (2021) penambahan tepung daun salam ke dalam ransum puyuh petelur sebanyak

3% dapat meningkatkan berat telur puyuh dan tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi

ransum, massa telur, produksi telur harian, dan konsumsi ransum.


2.3 Mimba

Azadirachta indica A. Juss, mimba merupakan tanaman asli dari India dengan penyebarannya

meliputi hutan-hutan di wilayah Mauritius, Karibia, Fiji, Amerika, Asia Selatan, dan Asia

Tenggara, termasuk Sri Lanka, Malaysia, Pakistan, Thailand,dan Indonesia. Mimba termasuk

dalam keluarga Meliaceae.

Klasifikasi ilmiah tanaman mimba:

Kongdom: Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Sapindales

Famili : Meliaceae

Genus : Azadirachta

Spesies : Azadirachta indica juss

Pohon mimba dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 30 m dengan diameter batang

mencapai 2 sampai 5 m, sedangkan kanopi daunnya mencapai 10 m (Palupi et al. 2016). Ekstrak

mimba terbukti memiliki spektrum aktivitas biologi yang luas, antara lain antimikroba,

antiinflamasi, dan antioksidan (Ghimeray et al. 2009; Pankaj et al. 2011; Hashmat et al 2012;

Pokhrel et al. 2015;Agustin et al. 2016; Ravishankar et al. 2018) Daun mimba diketahui
mengandung senyawa golongan flavonoid, tanin, saponin, terpenoid, alkaloid, asam lemak,

steroid, dan triterpenoid (Biu et al. 2009). Suirta et al. (2007) menambahkan daun mimba juga

mengandung serat, β-sitosterol, terpenoid, tanin, dan flavonoid. Zat adiktif dalam flavonoid yang

terkandung paling banyak pada daun mimba adalah quercetin dan quercitrin.

2.4 Sirsak (Annona muricata Linn)

adalah tanaman tropis. Nama sirsak berasal dari bahasa Belanda yaitu Zuurzak yang berarti

kantung yang asam (Thomas, A. N. S, 1992). sirsak diklasifikasikan menjadi (Widyaningrum,

2012):

Kingdom: Plantae

Divisi: Spermatophyta

Sub Divisi: Angiospermae

Kelas: Dicotyledonae

Ordo: Polycarpiceae

Famili: Annonaceae

Genus: Annona

Morfologi berbentuk bulat, panjang, dengan bentuk daun menyirip ujung daun meruncing,

permukaan daun mengkilap, berwarna hijau muda sampai hijau tua. Terdapat banyak putik di

dalam satu bunga sehingga diberi nama bunga berpistil majemuk. Sebagian bunga terdapat
dalam lingkaran, dan sebagian lagi membentuk spiralatau terpencar, tersusun secara hemisiklis.

Mahkota bunga yang berjumlah 6 sepalum yang terdiri dari dua lingkaran, bentuknya hampir

segitiga, tebal, dan kaku, berwarna kuning keputih-putihan, dan setelah tua mekar dan lepas

daridasar bunganya. Bunga umumnya keluar dari ketiak daun, cabang, ranting,atau pohon

bentuknya sempurna (hermaprodit) (Sunarjono, 2005).

Daun A. muricata L. juga mengandung senyawa asetogenin yang memiliki manfaat sebagai

antikanker, antitumor, anti-inflamasi, antidepresi, antivirus, antibakteri (Zuhud, 2011),

DAPUS

Abidin, Z. 2012. Meningkatkan Produktivitas Puyuh. Cetakan Kedua. Jakarta:

Agromedia Pustaka.
Agustin, S., Asrul, A. & Rosmini, R. (2016) Efektivitas ekstrak daun mimba (Azadirachta

indica A. Juss) terhadap pertumbuhan koloni Alternaria porri penyebab penyakit bercak

ungu pada bawang wakegi

A.N.S Thomas. (1992). Tanaman Obat Tradisional 2. Yogyakarta: Kanisius

Am Zuhud, E. (2011). Bukti Kedahsyatan: Sirsak Menumpas Kanker. AgroMedia

Biswas, K., Chattopadhyay, I., Banerjee, R.K. &

Bandyopadhyay, U. (2002) Biological activities and

medicinal properties of neem (Azadirachta indica). Current Science, 82, 1336–1345.

Balaji, G. & Cheralathan, M. (2015) Experimental investigation of antioxidant effect on

oxidation stability and emissions in a methyl ester of neem oil fueled DI diesel engine.

Renewable Energy, 74, 910–916.


Biu, A.A., Yusufu, S.D., & Rabo, J.S. (2009) Phytochemical screening of Azadirachta

indica(neem) (Meliaceae) in Maiduguri, Nigeria. Bioscience Research Communications, 21

(6), 281–283.

Cahyono B. 2010. Sukses Budidaya Jambu Biji di Pekarangan dan Perkebunan.

Yogyakarta (ID): Lily Publisher.

Achmad, D.A. 2011. Performa Produksi Burung Puyuh (Coturnix-Coturnix Japonica)

Yang Diberi Pakan Dengan Suplementasi Omega-3. Fakultas Peternakan. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Bahri, S.,E. Masbulan dan A. Kusumaningsih. 2005. Proses praproduksi sebagai faktor

penting dalam menghasilkan produk ternak yang aman untuk manusia. Jurnal Litbang Pertanian.

24:123-127.

Dalimartha, S. 2005, Tanaman Obat di Lingkungan Sekitar. Jakarta: Puspa Swara


DIAN, PUTRI FADLAN (2021) PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG DAUN

SALAM (Eugenia polyantha.) SEBAGAI ANTIBIOTIC GROWTH PROMOTORE (AGP)

TERHADAP PERFORMA PRODUKSI PUYUH PETELUR (Coturnix coturnix Japonica.).

Diploma thesis, Universitas Andalas.

Ghimeray, A.K., Jin, C.W., Ghimire, B.K. & Cho, D.H. (2009) Antioxidant activity and

quantitative estimation of azadirachtin and nimbin in Azadirachta Indica A. Juss grown in

foothills of Nepal. African Journal of Biotechnology, 8 (13), 3084–3091

Hashmat, I., Azad, H. & Ahmed, A. (2012) Neem (Azadirachta indica A. Juss)A nature’s

drugstore: an overview. International Research Journal of Biological Science, 1 (6), 76–79.

Foild N, Makkar HPS., & Becker. (2007). The Potential Of Moringa Oleifera for Agricultural

and Industrial Uses. Mesir: Dar Es Salaam.

Huss, D., G. Poynter, dan R. Lansford. 2008. Japanese quail (Coturnix-coturnix japonica) as a

labotatory animal model. Lab Animal37 in animal diets: review of impact and analytical

methods. J Food Cont.72(1B):255–267.


Hartono, T. 2004. Permasalahan Puyuh dan Solusinya. Jakarta: Penebar Swadaya.

Herbie, T. 2015.Kitab Tanaman Berkhasiat Obat 226. Cetakan Pe. Edited by Adhe.

Depok Sleman Yogyakarta: OCTOPUS Publishiing House

Ide P. 2011. Health Secret of Turmeric (kunyit). Jakarta : PT Elex Media

Komputindo, 2011.

Krisnadi, A.D. 2010. Kelorr Super Nutrisi. Blora: Pusat Inforrmasi dan Pengembangan Tanaman

Kelor Indonesia

Mendieta-Araica B, Spörndly E, Reyes-Sánchez N, Salmerón-Miranda F, Halling M

(2013). Biomass production and chemical composition of Moringa oleifera under different

planting densities and levels of nitrogen fertilization. Agroforest. Syst. 87:81-92.

Miarsih, R.A. (2017) Uji aktivitas antioksidan dan antihemolisis ekstrak rimpang jahe merah

(Zingiberofficinale var. Rubrum). Skripsi S1. Universitas Pendidikan Indonesia.


Ndukwe, O K., Awomukwu, D., and Ukpabi, C F. 2013. Comparative Evaluation of

Phytochemical and Mineral Constituents of the Leaves of some Medicinal Plants in Abia State

Nigeria. International Journal of Academic Research in Progressive Education and Development.

vol.2, No.3. DOI:10.6007/IJARPED/v2-i3/148.

Listiyowati E, Roospitasari K. 2009. Beternak Puyuh Secara Komersial. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Pankaj, S., Lokeshwar, T., Mukesh, B. & Vishnu, B. (2011) Review on neem (Azadirachta

indica):

Pandey A, Pandey RD, Tripathi P, Gupta PP, Haider J, Bhatt S, Singh AV. 2012.

Moringaoleifera Lam. (Sahijan) – a plant with a plethora of diverse therapeutic benefits: an

update retrospection. Medicinal and Aromatic Plants 1(1) :2-8.


Palada, M.C. 2003. Suggested Cultural Practice for Moringa. Taiwan: AVRDC.

Palupi, D., Kusdiyantini, E., Rahadian, R., & Prianto, A. H. (2016) Identifikasi kandungan

senyawa fitokimia minyak biji mimba (Azadirachta Indica A. Juss).Jurnal Akademika Biologi, 5

(3), 23–28.

Pokhrel, B., Rijal, S., Raut, S. & Pandeya, A. (2015) Investigations of antioxidant and

antibacterial activity of leaf extracts of Azadirachta indica. African Journal of Biotechnology, 14

(46), 3159–3163.

Ravishankar, T.L., Kaur, R., Kaur S. & Bhattacharyya, S. (2018) Neem (Azadirachta indica): An

elixir in dentistry. Chronicles of Dental Research, 7 (1), 7–17.

Sailan. 2017. Pengaruh Ransum Terhadap Kandungan Kolesterol, Bobot Telur dan Bobot

Karkas Puyuh. Skripsi. Universitas Respati Indonesia, Jakarta.

Schwarz, D. 2000. Water Clarification Using Moringa Oleifera. Gate Technical

Information W1e. (http://www.gate-international.org).


Vercese F, Garcia EA, Sartori J, Silva ADP, Faitarone A, Berto D, Molino AdB, Pelícia K. 2012.

Performance and egg quality of Japanese quails submitted to cyclic heat stress. Revista Brasileira

de Ciência Avícola. 14(1):37-41.

Rahayu, Puji. 2013. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Buah Belimbing

Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Terhadap Pertumbuhan Candida abicans. Skripsi. Makassar :

Universitas Hasanudin.

Suirta I.W., Puspawati N.M., & Gumiati N.K. (2007) Isolasi dan identifikasi senyawa aktif

larvasida dari biji mimba (Azadirachta indica A. Juss) terhadap larva nyamuk demam berdarah

(Aedes aegypti).Jurnal kimia, 1(1), 4754.

Sunarjono, H. 2005. Sirsak dan Srikaya: Budi Daya Untuk Menghasilkan Buah

Prima. Penebar Swadaya : Jakarta.

Verma, A.R., Vijayakumar, M., Mathela, C.S., Rao, C.V., 2009. In vitro and in vivo

antioxidant properties of different fractions of Moringa oleifera leaves. Food Chem. Toxicol. 47,

2196–2201.
WardhaniL.K. dan N. Sulistyani. 2012. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat daun binahong

terhadap shigella flexneri beserta profil kromatografi lapis

tipis. Vol. 2, No. 1, 2012.

Widyaningrum, Herlina. 2012. Sirsak Si Buah Ajaib 10.000x Lebih Hebat dari Kemoterapi.

Yogyakarta: MedPress.

Anda mungkin juga menyukai