Anda di halaman 1dari 88

PENGENDALIAN GULMA SECARA KIMIA

MENGGUNAKAN HERBISIDA BERBAHAN AKTIF


PARAKUAT DIKLORIDA PADA PADI (Oryza sativa L.)
VARIETAS INPARI-32 DI LAHAN UPTD BALAI
BENIH PADI DAN PALAWIJA SUB 7A SATPEL
BOJONGPICUNG CIANJUR

Laporan Praktek Kerja Lapangan

Disusun Oleh:
Fenti Nurrul Djannah
41035003181003

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Judul: : PENGENDALIAN GULMA SECARA KIMIA MENGGUNAKAN


HERBISIDA BERBAHAN AKTIF PARAKUAT DIKLORIDA PADA
PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS INPARI-32 DI LAHAN UPTD BALAI
BENIH PADI DAN PALAWIJA SUB 7A SATPEL BOJONGPICUNG
CIANJUR

Nama : Fenti Nurrul Djannah

NPM : 41035003181003

Program Studi : Agroteknologi

Konsentrasi : Hama dan Penyakit Tanaman

Menyetujui,
Pembimbing Laporan PKL

Ir. Suli Suswana, M.Si.


NIDN. 0014076102

Mengesahkan,
Ketua Program Studi Agroteknologi

Dr. Ir. Yenny Muliani, M.P.


NIDN. 0027046202
UPTD BALAI BENIH PADI DAN PALAWIJA

Kami menyatakan bahwa data-data dalam Laporan Praktek Kerja Lapangan


yang disusun oleh:
Nama : Fenti Nurrul Djannah
NPM : 41035003181003
Program Studi : Agroteknologi
Konsentrasi : Hama dan Penyakit Tanaman
Fakultas : Pertanian
Perguruan Tinggi : Universitas Islam Nusantara

Adalah benar dan tidak direkayasa.

Kepala Seksi Benih Padi Kepala UPTD Balai Benih Padi dan Palawija

H. Unang Iskandar, S.TP, MM Beni Bunyamin, S.IP., M.M.


NIP. 19660608 199203 1 009 NIP. 196409041994011001
KATA PENGANTAR

Assallamu’alaikum Wr. Wb.


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha
penyayang dan Maha kuasa alam semesta ini, penulis panjatkan puja dan puji
syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-
Nya kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan hasil
Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini yang berjudul “Pengendalian Gulma Secara
Kimia Menggunakan Herbisida Berbahan Aktif Parakuat Diklorida Pada
Padi (Oryza sativa L.) Varietas Inpari-32 di Lahan UPTD Balai Benih Padi
dan Palawija Sub 7A Satpel Bojongpicung Cianjur” untuk melengkapi atau
memenuhi salah satu tugas akhir praktek kerja lapangan (PKL).
Namun demikian, penulis menyadari bahwa laporan praktek kerja
lapangan ini belum sempurna, masih banyak kekurangannya, baik dari segi isi,
penyusunan bahasanya, maupun dari segi yang lainnya. Oleh karena itu dengan
lapang dada kami mengharapkan ada pembaca yang bersedia memberikan kritik
dan saran kepada kami yang berguna untuk perbaikan laporan praktek kerja
lapangan ini. Dalam penulisan laporan praktek kerja lapangan (PKL) ini kami
mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak yang telah memberikan
masukkan serta dukungan dalam penyusunan laporan hasil praktek kerja lapangan
ini, terutama kepada:
1. Orangtua tercinta yang telah memberikan do’a, kasih sayang, serta dukungan
moral maupun materi kepada penulis.
2. Bapak Ir. H. Suli Suswana, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, saran serta memberikan motivasi yang mampu
mendukung dalam penyusunan laporan praktek kerja lapangan (PKL) ini.
3. Bapak Ir. Usep Darojat selaku pembimbing lapangan di Balai Benih Padi dan
Palawija (BBPP) yang telah memberikan bimbingan, saran, serta masukan
selama kegiatan PKL dilaksanakan.
4. Ibu Ir. Lilis Irmawatie, M.M.Pd., selaku Dekan dan Bapak Dick Dick
Maulana, S.P. M.Si., selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik dan
Kemahasiswaan Fakultas Pertanian UNINUS.
5. Ibu Dr. Ir. Yenny Muliani, MP., selaku ketua Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian UNINUS.
6. Bapak Dede Maman Supriatna, S.P, Bapak Unang Iskandar, S.P, Bapak
Ahmad, S.P, Bapak Wawan Hermawan, S.P, MP, Ibu Dedeh Gantini, S.P,
selaku pelaksana kegiatan di BBPP yang telah memberikan ilmu,
pengetahuan serta pengalaman kerja.
7. Ibu/Bapak seluruh pegawai di Balai Benih Padi dan Palawija (BBPP) Cihea,
Cianjur yang telah bersedia untuk memberikan atau membagikan ilmu dan
pengalaman kerja kepada penulis khususnya kepada seluruh penanggung
jawab lahan produksi dan pasca panen benih padi.
8. Teman-teman satu kelompok Dzakiyyah Fatin Sakiina Amiro, Iin Nurhidayat,
Riyan Abdurrahman, Cahya Herika, Yuyun Yunawati, Handi Nopandi Putra
dan Zamru Anzanzany yang telah memeberikan masukkan, saran, motivasi,
pengetahuan serta kekompakkan dalam pelaksanaan praktek kerja lapangan
(PKL) sampai penyusunan laporan ini selesai pada waktunya.
9. Keluarga Besar yang telah memberikan semangat, motivasi, dukungan serta
do’a kepada penulis.
10. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung yang sudah
membantu, memotivasi dan memberikan semangat serta do’a kepada penulis
dalam penyusunan laporan praktek kerja lapangan (PKL) ini.

Cianjur, Juli 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas tanaman pangan yang sangat
penting dalam sektor pertanian. Tanaman padi menghasilkan beras yang dapat di
konsumsi sebagai makanan pokok sebagian besar peduduk dunia terutama di
Indonesia sampai saat ini. Menurut Syifa (2020) padi merupakan tanaman pangan
penting yang mejadi makanan pokok lebih dari setengah penduduk dunia, sehigga
kebutuhan padi akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk. Kebutuhan padi yang terus meningkat harus diimbangi dengan
peningkatan jumlah produksi setiap tahunnya.
Luas panen, produksi dan produktivitas tanaman padi di Indonesia tahun
2018-
2021 dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:
Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi di Indonesia Tahun 2018-
2021.
Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ku/Ha)

2018 11.377.934,44 59.200.533,72 52,03

2019 10.677.887,15 54.604.033,34 51,14

2020 10.657.274,96 54.649.202,24 51,28

2021 10.411.801,22 54.415.294,22 52,26

Sumber: Badan Pusat Statistik (2021)

Dalam budidaya tanaman padi terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi


pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi yaitu kualitas benih yang kurang
bermutu, Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) seperti hama, penyakit dan
gulma. Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak
dikehendaki oleh petani atau tumbuh pada setiap tempat yang berbeda-beda, mulai
dari tempat yang kurang nutrisi sampai tempat yang banyak nutrisi (Haryanto,
2017). Gulma tidak dikehendaki karena dapat menimbulkan kerugian yang cukup
besar seperti menurunkan produksi dan mutu padi, dan menjadi tanaman inang
bagi hama dan penyakit.
Keberadaan gulma dengan jumlah populasi yang cukup tinggi mengakibatkan
kerugian besar bagi petani sehingga perlu dikendalikan. Pengendalian gulma
dapat dilakukan secara manual, kultur teknis, biologi, hayati, dan kimia.
Pengendalian gulma secara kimia yaitu dengan menggunakan herbisida.
Pengendalian dengan metode kimia banyak diminati oleh petani karena lebih
efektif terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas. Hal tersebut dikarenakan
herbisida lebih efektif mengendalikan gulma, mampu meningkatkan produksi dan
mutu padi dibandingkan dengan penyiangan biasa. Sehingga dalam
pengaplikasian herbisida diperlukan pengetahuan tentang klasifikasi herbisida,
bahan aktif dan dosis dari penggunaan herbisida (Adnyana, 2017).

1.2. Tujuan
Adapun beberapa tujuan dari Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah sebagai
berikut:
1. Untuk memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman, serta
meningkatkan wawasan mahasiswa di bidang pertanian praktis, serta untuk
menambah keterampilan dari dunia kerja di lapangan.
2. Menambah wawasan mengenai usaha produksi padi dan pentingnya
pengendalian gulma, serta dampaknya terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman padi.
3. Mengetahui beberapa metode pengendalian gulma yang dapat diaplikasikan
pada pertanaman padi sawah, termasuk cara kimia atau dengan menggunakan
herbisida.
4. Menambah pengalaman praktis tentang pengendalian gulma dengan
menggunakan herbisida berbahan aktif parakuat diklorida, baik mengenai
dosis, cara, maupun waktu pengaplikasiannya pada beberapa jenis gulma
yang ditemukan di lahan padi sawah.
5. Dengan dibuatnya laporan PKL ini, bagi penulis ini merupakan suatu
pembelajaran berharga tentang bagaimana cara menuangkan pengalaman
praktek kerja yang telah dilaksanakan itu ke dalam sebuah tulisan sebagai
media untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada para pembaca,
khususnya yang terkait dengan pengendalian gulma dengan menggunakan
herbisida berbahan aktif parakuat diklorida.

1.3. Metode
Adapun beberapa metode dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
yang kemudian hasilnya dijadikan sebagai bahan dalam penulisan laporan ini,
sebagai berikut:
1. Observasi, yaitu melakukan pengamatan/peninjauan secara langsung dalam
rangka pengumpulan data dan/atau informasi yang dapat dijadikan sebagai
bahan pembelajaran.
2. Wawancara, dalam hal ini mahasiswa melakukan wawancara baik dengan
para personil UPTD-BBPP maupun denga para petani sebagai pelaku
penangkaran benih padi di lapangan.
3. Praktek langsung, dimana mahasiswa terlibat langsung dalam praktek
pelaksanaan kegiatan produksi padi di lapangan.
4. Dokumentasi, yaitu melakukan pemotretan pada saat kegiatan berlangsung di
mulai dari setiap tahapan dalam kegiatan di lapangan.
5. Studi pustaka, dengan mencari referensi sebagai data pelengkap dan
pembanding serta konsep dalam alternatif pemecahan masalah. Referensi
tersebut dapat berupa buku, arsip, jurnal, mendownload dari internet dan
lainnya yang bersifat informatif serta relevan.

1.4. Waktu dan Tempat PKL


Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dilakukan pada awal semester
VIII selama 45 hari kerja, mulai dari tanggal 17 Maret 2022 sampai 17 Mei 2022.
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan setiap hari kerja (Senin
sampai Jum’at) mulai pukul 07.30 – 16.00 WIB.
Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan di Lahan milik UPTD Balai
Benih Padi dan Palawija (BBPP) yang terletak di Desa Neglasari, Kecamatan
Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat 43283.

BAB II
KEADAAN UMUM
UPTD BALAI BENIH PADI DAN PALAWIJA

2.1. Profil UPTD Balai Benih Padi dan Palawija (BBPP)


2.1.1. Sejarah Umum
Sejarah UPTD Balai Benih Padi dan Palawija dapat dilihat pada uraian
berikut ini:
- Tahun 1919-1945 dikuasai oleh Pemerintahan Hindia Belanda dan Jepang.
- Tahun 1945-1970 dikelola oleh Jawatan Pertanian Republik Indonesia dengan
nama PP. Cihea.
- Tahun 1970-1986 berubah menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan) Tani
Makmur Cihea berdasarkan SK. Gub. No. 98/SK.XIII/Perus/1970.
- Tahun 1986-2002 berganti nama menjadi Balai Benih Tani Makmur Cihea
(BBTMC) dengan SK. Gub. No. 061-1/ORTAK/1986.
- Tahun 2002-sekarang menjadi Balai Pengembangan Benih Padi dengan SK.
Gub. No. 53 Tahun 2002 dan Perda No. 5 Tahun 2002 (Gabungan BBI
dengan BBTMC).
- Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 50 Tahun 2010 tentang Tugas Pokok,
Fungsi Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas
dilingkungan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat.
- Keputusan Gubernur Jawa Barat 33 Tahun 2015 tentang tugas Pokok, Rincian
Tugas Unit Pelaksana Teknis Dinas di Lingkungan Dinas Pertanian Tanaman
Pangan Provinsi Jawa Barat.
- Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 69 Tahun 2017 Tentang Pembentukan
dan Susunan Organisasi Cabang Dinas dan Unit Pelaksana Teknis Daerah di
Lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat.
- Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 82 Tahun 2017 Tentang Tugas Pokok,
Fungsi, Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas di
Lingkungan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat.

2.1.2. Sejarah Inventarisasi Lahan

- Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat CQ Kepala Direktorat


Agraria Kepada Menteri Dalam Negeri Up. Direktur Jenderal Agraria di
Jakarta Nomor 103/DA/1984 perihal Penyelesaian Tanah Cihea di Kabupaten
Daerah Tingkat II Cianjur yang berisikan Daftar Inventarisasi/Pengukuran
keliling dan Peta/Gambar Situasi Tanah. Hasil Inventarisasi Direktorat
Agraria Provinsi Jawa Barat ternyata luasnya bukan 1086,813 Ha tetapi
1113,66 Ha.
- Hasil Inventarisasi tersebut dilakukan dengan Keputusan Mendagri Nomor
156/DJA/1984, tanggal 8 Agustus 1984 yang antara lain ditugaskan bahwa
Tanah Dataran Cihea seluas 1.113,66 Ha terletak di Desa Cibiuk,
Karangwangi Kecamatan Ciranjang dan Desa Hegarmanah, Neglasari,
Sukaratu, Cibarengkok Kecamatan Bojongpicung Kabupaten Daerah Tingkat
II Cianjur Provinsi Jawa Barat.

Tabel 2. Luas Lahan yang Dikelola BPBP Berdasarkan Keputusan Kepala Badan
Pertahanan Nasional Nomor 145/HP/BPN/90 tanggal 2 Mei 1990
Luas Lahan
No Lokasi No. Sertifikat
(m2) (ha)
1. Desa Hegarmanah (Kec. 1.263.270 126,3270 145/HP/BPN/1990
Bojongpicung). Tgl. 2 - 5 - 1990

2. Desa Neglasari 101.570 10,1570 145/HP/BPN/1990


(Kec. Bojongpicung). Tgl. 2 - 5 - 1990

3. Desa Neglasari 217.850 121,7850 145/HP/BPN/1990


(Kec. Bojongpicung). Tgl. 2 - 5 - 1990

4. Desa Sukaratu 42.790 2,7750 145/HP/BPN/1990


(Kec. Bojongpicung). Tgl. 2 - 5 - 1990
Jumlah 2.625.480 261.0480 Ha
Dari kelima perubahan sistem pengelolaan tanah di Balai Benih Padi dan
Palawija tersebut, tentu ada keuntungan dan kerugian yang dialami oleh masing-
masing sistem pengelolaan tersebut. Namun pada prinsipnya sistem pengelolaan
dengan sistem kemitraan yang dilakukan oleh Balai Benih Padi dan Palawija
sekarang adalah merupakan sistem yang dianggap paling baik atau sempurna
dibandingkan dengan sistem sewa atau system ceblok/target yang dilakukan oleh
pemerintahan pada masa PP. Cihea tahun 1945-1970 maupun pada masa Perjan.
Tani Makmur Cihea tahun 1970-1986.
Adapun kelebihan dan kekurangan pada masing-masing sistem tersebut
sebagai berikut, yaitu:
1. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, tentunya merupakan keuntungan
pemerintah penjajahan Hindia Belanda semata bukan untuk kepentingan
rakyat Indonesia.
2. Pada masa PP. Cihea tahun 1945-1970, dengan sistem sewa di mana para
petani berkewajiban menyetor 1.500 kg/Ha padi kering giling (GKG), lebih
banyak kecurangan petani yaitu setoran hanya sebagian yang masuk pada
pemerintah/pengelola dan sering terjadi pencurian padi di lapangan sebelum
maupun pada masa panen. Hal tersebut menyulitkan pada para petugas pada
waktu itu, sehingga sering terjadi bentrokan fisik maupun non fisik antara
pihak pengelola dengan para petani sebagai penyewa.
3. Pada masa Perjan. Tani Makmur Cihea tahun 1970-1986 dengan sistem
ceblok/target pada pelaksanaannya hampir sama dengan sistem sewa pada
masa PP. Cihea, di mana produksi sulit dapat masuk ke pengelola dari petani,
karena sering terjadi pencurian oleh pihak-pihak ketiga yang sulit diatur,
meskipun pada waktu PP. Cihea maupun Perjan. Tani Makmur Cihea
pengamanan kebun dibantu oleh pihak militer pada saat itu sehingga produksi
yang masuk ke pihak pemerintah/pengelola hanya maksimal 50% pun sudah
dianggap baik.
4. Pada masa BBTMC periode 1986-2002, sistem pengelolaan dengan sistem
kemitraan antara pihak pemerintah/pengelola dengan pihak petani merupakan
sistem baru pada waktu itu yang disponsori oleh Bp. Mustadi sebagai
pimpinan pada saat Perjan. Cihea sampai dengan pada masa BBTMC. Sistem
ini lebih mengedepankan kemitraan pada para petani yang mana petani diberi
tanggung jawab penuh sebagai mitra Kerja dan diwajibkan setor sebagai
pengganti kompensasi tanah sebanyak 2.150 kg/ha CBKP (Calon Benih
Kering Pungut) dan dibimbing teknisnya oleh BBTMC sekaligus diberi kredit
saprodi sebagai pinjaman yang harus dikembalikan pada BBTMC dengan
perhitungan hasil musyawarah dan mufakat antara petani dan BBTMC.
5. Pada masa Balai Pengembangan Benih Padi (BPBP) periode tahun 2002-
2017, pengelolaan masih tetap dengan sistem kemitraan, yaitu petani
diwajibkan setor sebanyak 2.150 kg/ha CBKP kepada BPBP.
6. Pada saat ini (UPTD Balai Benih Padi dan Palawija/UPTD BBPP),
pengelolaan benih padi masih tetap dengan sistem kemitraan, yaitu petani
padi diwajibkan setor sebanyak 2.400 kg/ha CBKP kepada UPTD BBPP dan
untuk benih palawija dilaksanakan secara swakelola oleh UPTD BBPP.

2.2. Visi, Misi, Motto dan Tujuan

 Visi:

- Visi Pemerintah Provinsi Jawa Barat yaitu Terwujudnya Jawa Barat Juara
Lahir Batin dengan Inovasi dan Kolaborasi.
- Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura yaitu Terwujudnya Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Barat Yang Maju dan Tangguh.
- UPTD BBPP yaitu Mewujudkan Mutu Benih Padi dan Palawija Jawa
Barat Juara, Dinamis dan Sejahtera.
- Moto “Mutu Andalanku, Kepuasan Jaminanku”.

 Misi:

- Mengembangkan dan memasyarakatkan benih padi dan palawija yang


bermutu dan bersertifikat.
- Melaksanakan pembinaan dan bimbingan teknis perbanyakan dan
distribusi benih padi dan palawija di Jawa Barat.
- Menyediakan benih unggul padi dan palawija bersertifikat di Jawa Barat.
- Menumbuhkembangkan kemitraan pengembangan benih padi dan
palawija di Jawa Barat.
 Tujuan:

- Mengembangkan benih padi dan palawija unggul bersertifikat melalui


pola Kemitraan antara Balai Benih Padi dan Palawija dengan Penangkar
di Jawa Barat.
- Meningkatkan ketersediaan benih unggul bersertifikat dalam mendukung
peningkatan produksi padi dan palawija di Jawa Barat.
- Meningkatkan pelayanan dan distribusi penyediaan benih padi dan
palawija secara berjenjang di Jawa Barat.

2.2.1. Struktur Organisasi


Struktur Organisasi di lingkungan UPTD Balai Benih Padi dan Palawija
adalah sebagai berikut:
a. Pejabat Struktural
Kepala UPTD BBPP : Beny Bunyamin, S. IP., MM
Kepala Sub Bagian Tata Usaha : Ir. Wawan Hermawan
Kepala Seksi Benih Padi : H. Unang Iskandar, S. TP., MM
Kepala Seksi Benih Palawija : Aip Mysarip, SP

b. Pelaksana Jabatan Non Struktural

Tabel 3. Pelaksanaan Jabatan Non Struktural

N
NAMA JABATAN
O
1. Ir. Usep Darojat Pengelola Lahan Pertanian
2. Wawan Hermawan, SP, MP Pengelola Lahan Pertanian
3. Karpi, SP Pengelola Lahan Pertanian
4. Rinrin Sarinungrum,SP. MP Pengelola Data
5. Sofik Ahmad Fajar, SP Pengelola Lahan Pertanian
6. Ahmad Rosidin, SP Analisis Benih
7. Dede Maman Supriatna, SP Pengelola Lahan Pertanian
8. Dedeh Gantini, SP Pengelola Lahan Pertanian
9. Evi Ratnaningsih, S. Sos Pengelola Data
10. Dodi Sunardi, SP Pengelola Lahan Pertanian
11. Yuyun Saepul Uyun Teknisi Instalasi Budidaya
12. Imas Permasih, SP. Pengelola Lahan Pertanian
Yudi Cahyadi, SP Pengelola Budidaya dan
13.
Pengembangan Tanaman Pangan
14. Asep Kariji Abdul Malik, SP Pengelola Pascapanen
15. Asep Haryanto, SP, MP Pengelola Lahan Pertanian
Atty Karmiaty Pengolah Data Sistem Aplikasi dan
16.
Pengolahan Data Sistem Keuangan
17. Wartiman, SST Pengelola Lahan Pertanian
18. Ibrahim, SP. MP Pengelola Lahan Pertanian
19. Ayi Suparman, SP Pengelola Lahan Pertanian
20. Hidayat, SP. MP Pengelola Lahan Pertanian
21. Suzi Yulia Firdaus, SP Pengolah Data Lahan
22. Zainal Asikin Teknisi Instalasi Budidaya
23. Dadang Suryana Teknisi Instalasi Budidaya
24. Dedeh Khodijah Pengadministrasi Umum
25. Warju Teknisi Instalasi Budidaya
26. Yayat Rohiyat, SP Pengolahan Lahan Pertanian
27. D. Jejen Teknisi Instalasi Budidaya
Pengadministrasi Sarana dan
28. Oban Sutiawan
Prasarana
29. Dadang Pengadministrasi Kepegawaian
30. Ujang Upah Operator Mesin
Pengadministrasi Perencanaan dan
31. Tedi Hamdani
Program
32. Budianton Pengadministrasi Umum
33. Bayu Maulana Sagita Operator Mesin
34. Suyanto Teknisi Instalasi Budidaya
35. Otong Mashudin Operator Mesin
36. Akmaludin Teknisi Instalasi Budidaya
37. Asep Mulyadi Operator Mesin
38. Saman Operator Mesin
39. Jamad Operator Mesin
40. Hapidin Operator Mesin
41. Rosadi Operator Mesin
c. Struktur Organisasi UPTD Balai Benih Padi dan Palawija
Struktur Organisasi UPTD Balai Benih Padi dan Palawija berdasarkan
peraturan Gubernur Jawa Barat NOMOR 82 Tahun 2017 Tentang Tugas Pokok,
Fungsi, Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas di
Lingkungan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura.

d. Satuan Pelayanan UPTD Balai Benih Padi dan Palawija

Gambar 1. Denah satuan pelayanan UPTD BBPP.


Sumber: Profil Balai.pdf.
(Diakses Rabu, 06 April 2022).

e. Potensi Lahan Perbanyakan Benih


Tabel 4. Potensi Lahan Perbanyakan Benih

LUAS
N SATUAN
LAHAN KOMODITAS ALAMAT
O PELAYANAN
(Ha)

Satuan Pelayanan Balai Jl. Terusan


1. Benih Padi dan 130,0497 Padi Muhammad Ali
Palawija Bojongpicung Bojongpicung
Cianjur. Cianjur

Satuan Pelayanan Balai Jl. Terusan


2. Benih Padi dan 94,2386 Padi Muhammad Ali
Palawija Bojongpicung
Doktormangku Cianjur. Cianjur
3. Satuan Pelayanan Balai 6,3000 Padi Jl. Raya Cibeber
Benih Padi dan Desa Cijeblog
Palawija Cibeber Kecamatan Cibeber
Cianjur. Kab. Cianjur

Jl. Pulo Barat Desa


Satuan Pelayanan Balai
Karangmukti
4. Benih Padi dan Padi
6,5400 Kecamatan Karang
Palawija Cikarang
Bahagia Kab.
Bekasi.
Bekasi

Jl. Kopo Desa


Satuan Pelayanan Balai
Sambong Pari
5. Benih Padi dan Padi
5,5000 Kecamatan
Palawija Kawalu
Mangkubumi Kota.
Tasikmalaya.
Tasikmalaya
Satuan Pelayanan Balai Jl. Raya Plumbon
6. Benih Padi dan Kedelai Km. 12 Desa/Kec.
18,6400
Palawija Plumbon Kacang Hijau Plumbon
Cirebon. Kabupaten Cirebon
Satuan Pelayanan Balai Desa Situ Jaya
7. Benih Padi dan Kedelai Jagung Kec.
6,0000
Palawija Karangpawitan
Karangpawitan Garut. Kabupaten Garut
Satuan Pelayanan Balai
Desa/Kec.
8. Benih Padi dan Kedelai
3,9000 Panawangan
Palawija Panawangan Kacang Hijau Kabupaten Ciamis
Ciamis.
Satuan Pelayanan Balai
Desa Cikebo Kec.
9. Benih Padi dan Kedelai
4,9800 Maja Kabupaten
Palawija Cikebo Kacang Hijau Majalengka
Majalengka.
Jumlah 276,1483

 UPTD Balai Benih Padi dan Palawija mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. UPTD Balai Benih Padi dan Palawija mempunyai tugas pokok
menyelenggarakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis
penunjang tertentu di bidang tanaman pangan, meliputi benih padi dan
palawija.
2. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), UPTD Balai Benih Padi dan Palawija mempunyai fungsi yaitu:
a. Penyelenggaraan pengkajian bahan kebijakan teknis Pengelolaan
Benih Padi dan Palawija.
b. Penyelenggaraan Pengelolaan Benih Padi dan Palawija meliputi
Benih Padi dan Benih Palawija.
c. Penyelenggaraan evaluasi dan pelaporan UPTD Balai Benih Padi dan
Palawija.
d. Penyelenggaraan fungsi lain sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya.

 Rincian Tugas Kepala UPTD Balai Benih Padi dan Palawija:

1. Kepala UPTD Balai Benih Padi dan Palawija mempunyai tugas pokok
mengkoordinasikan, membina, mengendalikan, dan memimpin
penyelenggarakan Balai Benih Padi dan Palawija meliputi Pengelolaan
Benih Padi dan Palawija.
2. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Kepala UPTD mempunyai fungsi yaitu:
- Penyelenggaraan pengkajian dan perumusan bahan kebijakan teknis
Pengelolaan Benih Padi dan Palawija.
- Penyelenggaraan Pengelolaan Benih Padi dan Palawija.
- Penyelenggaraan evaluasi dan pelaporan UPTD Balai Benih Padi dan
Palawija.
- Penyelenggaraan fungsi lain sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya.

 Seksi Benih Padi:

1. Seksi Benih Padi mempunyai tugas pokok melaksanakan kegiatan teknis


operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu di bidang Benih
Padi, meliputi penyusunan bahan kebutuhan produksi budidaya,
prosessing benih dan pengajuan pengujian mutu, distribusi dan pemasaran
produksi serta budidaya dan percontohan produksi benih padi.
2. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Seksi Benih Padi mempunyai fungsi yaitu:
a. Pelaksanakan penyusunan bahan kebijakan teknis benih padi.
b. Pelaksanakaan pengolahan benih padi.
c. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Seksi Benih Padi.
d. Pelaksanaan fungsi lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
3. Rincian Tugas Seksi Benih Padi yaitu:
a. Melaksanakan penyusunan program kerja Seksi Benih Padi.
b. Melaksanakan penyusunan bahan kebijakan teknis benih padi.
c. Melaksakan kegiatan teknis operasional, fasilitasi, pengendalian dan
evaluasi di bidang benih padi.
d. Melaksanakan penyusunan bahan kebutuhan produksi budidaya benih
padi.
e. Melaksanakan prosessing benih dan pengajuan pengujian mutu benih
padi.
f. Melaksanakan distribusi dan pemasaran produksi benih padi.
g. Melaksanakan budidaya dan percontohan produksi benih padi.
h. Melaksanakan penyusunan data dan informasi benih padi.
i. Melaksanakan Penyusunan Standar Pelayanan (SP) dan Standar
Operasional Prosedur (SOP) Benih Padi.
j. Melaksanakaan telahaan staf sebagai bahan pertimbangan
pengambilan kebijakan.
k. Melaksanakan penyusunan bahan tindak lanjut Laporan Hasil
Pemeriksaan lingkup Seksi Benih Padi.
l. Melaksanakan penyusunan bahan verifikasi, serta kajian teknis dan
menyelenggarakan pemantauan terhadap permohonan dan realiasi
bantuan keuangan dan hibah/bantuan sosial di bidang benih padi.
m. Melaksanakan penyampaian bahan saran pertimbangan mengenai
benih padi sebagai bahan perumusan kebijakan Pemerintah Daerah
Provinsi.
n. Melaksanakan pengendalian pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
Seksi Benih Padi.
o. Melaksanakan evaluasi dan pelaporan Seksi Benih Padi.
p. Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

 Seksi Benih Palawija:


1. Seksi Benih Palawija mempunyai tugas pokok melaksanakan kegiatan
teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu di bidang
Benih Palawija meliputi penyusunan bahan kebutuhan produksi budidaya,
prosessing benih dan pengajuan pengujian mutu, distribusi dan pemasaran
produksi serta budidaya dan percontohan produksi benih palawija.
2. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Seksi Benih Palawija mempunyai fungsi:
a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis Benih Palawija.
b. Pelaksanaan pengelolaan benih palawija.
c. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Seksi Benih Palawija.
d. Pelaksanaan fungsi lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
3. Rincian Tugas Seksi Benih Palawija yaitu:
a. Melaksanakan penyusunan program kerja Seksi Benih Palawija.
b. Melaksanakan penyusunan bahan kebijakan teknis benih Palawija.
c. Melaksakan kegiatan teknis operasional, fasilitasi, pengendalian dan
evaluasi di bidang Benih Palawija.
d. Melaksanakan penyusunan bahan kebutuhan produksi budidaya Benih
Palawija.
e. Melaksanakan prosessing benih dan pengajuan pengujian mutu Benih
Palawija.
f. Melaksanakan distribusi dan pemasaran produksi Benih Palawija.
g. Melaksanakan budidaya dan percontohan produksi Benih Palawija.
h. Melaksanakan penyusunan data dan informasi Benih Palawija.
i. Melaksanakan Penyusunan Standar Pelayanan (SP) dan Standar
Operasional Prosedur (SOP) Benih Palawija.
j. Melaksanakaan telahaan staf sebagai bahan pertimbangan
pengambilan kebijakan.
k. Melaksanakan penyusunan bahan tindak lanjut Laporan Hasil
Pemeriksaan lingkup Seksi Benih Palawija.
l. Melaksanakan penyusunan bahan verifikasi, kajian teknis dan
menyelenggarakan pemantauan terhadap permohonan dan realiasi
bantuan keuangan dan hibah/bantuan sosial di bidang Benih Palawija.
m. Melaksanakan penyampaian bahan saran pertimbangan mengenai
Benih Palawija sebagai bahan perumusan kebijakan Pemerintah
Daerah Provinsi.
n. Melaksanakan pengendalian pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
Seksi Benih Palawija.
o. Melaksanakan evaluasi dan pelaporan Seksi Benih Palawija.
p. Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

 Jumlah SDM UPTD Balai Benih Padi dan Palawija Berdasarkan Tingkat
Pendidikan, Golongan, Lokasi/Penempatan Bekerja adalah Sebagai Berikut:
a. Jumlah SDM UPTD Balai Benih Padi dan Palawija Berdasarkan Tingkat
Pendidikan:
Tabel 5. Jumlah SDM UPTD BBPP Berdasarkan Tingkat Pendidikan

NO PENDIDIKAN STATUS JUMLAH


1 S-2 PNS 9
2 S-1 PNS 15
3 D-3 PNS 1
4 SMA/SMK PNS 15
5 SLTP PNS 3
6 SD PNS 3
JUMLAH 46

b. Jumlah SDM UPTD Balai Benih Padi dan Palawija Berdasarkan


Golongan:

Tabel 6. Jumlah SDM UPTD BBPP Berdasarkan Golongan

NO LOKASI GOLONGAN
IV III II I JUMLAH
1 Subbagian Tata Usaha 1 2 6 - 9
2 Seksi Benih Padi 1 5 1 1 8
3 Seksi Benih Palawija - 3 2 - 5
4 Satuan Pelayanan UPTD Balai - 3 1 - 4
Benih Padi dan Palawija
Bojongpicung
5 Satuan Pelayanan UPTD Balai - 4 - - 4
Benih Padi dan Palawija
Doktormangku
6 Satuan Pelayanan UPTD Balai - 1 - - 1
Benih Padi dan Palawija Cibeber –
Cianjur
Satuan Pelayanan UPTD Balai
7 Benih Padi dan Palawija Cikarang - 1 - 1 2
– Bekasi
Satuan Pelayanan UPTD Balai
8 Benih Padi dan Palawija Kawalu – - 2 - 1 3
Tasikmalaya
Satuan Pelayanan UPTD Balai
9 Benih Padi dan Palawija Plumbon - 2 2 1 5
– Cirebon
Satuan Pelayanan UPTD Balai
10 Benih Padi dan Palawija - 1 - - 1
Karangpawitan Garut
Satuan Pelayanan UPTD Balai
11 Benih Padi dan Palawija Cikebo – - 1 1 - 2
Majalengka
Satuan Pelayanan UPTD Balai
12 Benih Padi dan Palawija - 1 - 1 2
Panawangan – Ciamis
JUMLAH 2 26 13 4 45

c. Jumlah SDM UPTD Balai Benih Padi dan Palawija Berdasarkan Lokasi/
Penempatan Bekerja:

Tabel 7. Jumlah SDM UPTD BBPP Berdasarkan Lokasi/Penempatan Bekerja.


NO LOKASI STATUS JUMLAH
1 Subbagian Tata Usaha PNS 9
2 Seksi Benih Padi PNS 8
3 Seksi Benih Palawija PNS 5
4 Satuan Pelayanan UPTD Balai Benih Padi dan PNS 4
Palawija Bojongpicung – Cianjur
5 Satuan Pelayanan UPTD Balai Benih Padi dan PNS 4
Palawija Doktormangku – Cianjur
6 Satuan Pelayanan UPTD Balai Benih Padi dan PNS 1
Palawija Cibeber – Cianjur
7 Satuan Pelayanan UPTD Balai Benih Padi dan PNS 2
Palawija Cikarang – Bekasi
8 Satuan Pelayanan UPTD Balai Benih Padi dan PNS 3
Palawija Kawalu – Tasikmalaya
9 Satuan Pelayanan UPTD Balai Benih Padi dan PNS 5
Palawija Plumbon – Cirebon
10 Satuan Pelayanan UPTD Balai Benih Padi dan PNS 1
Palawija Karangpawitan – Garut
12 Satuan Pelayanan UPTD Balai Benih Padi dan PNS 2
Palawija Cikebo – Majalengka
13 Satuan Pelayanan UPTD Balai Benih Padi dan PNS 2
Palawija Panawangan – Ciamis
JUMLAH 46
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Tanaman Padi (Oryza sativa L.)


Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas unggulan pertanian di
Indonesia. Beras yang merupakan produk olahan dari padi (Oryza sativa L.)
mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan karbohidrat masyarakat di Indonesia.
Beras adalah buah padi yang berasal dari tumbuhan golongan rumput-rumputan
(Graineae) yang banyak dibudidayakan di Indonesia sejak lama (AAK, 1990
dalam Dewi, 2019). Budidaya tanaman padi diawali dengan pemilihan varietas.
Pemilihan varietas perlu dilihat untuk mendapatkan hasil yang baik (Warokah,
2020). Secara garis besarnya, tanaman padi ini terbagi ke dalam dua bagian yaitu
bagian vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan tanaman) dan bagian
generatif (pembungaan).
3.1.1. Klasifikasi Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
Tanaman padi (Oryza sativa L.) dapat diklasifikasikan sebagai berikut
(Khanafi, 2018):
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Famili : Gramineae
Genus : Oryza
Spesies : Oryza sativa L.
Gambar 2. Tanaman Padi (Oryza sativa L.).
Sumber: https://amtast.id/ciri-tanaman-padi-dan-fase-pertumbuhannya/
(Diakses Sabtu, 07 Mei 2022).

3.1.2. Morfologi Tanaman Padi (Oryza sativa L.)


Tanaman padi (Oryza sativa L.) memiliki daun yang muncul pada buku-
buku batang dengan susunan yang berseling serta berbentuk lanset (sempit
memanjang) dan memiliki pelepah daun. Tiap bukunya tumbuh satu daun yang
terdiri dari pelepah daun, helai daun, telinga daun dan lidah daun (Purwono dan
Purnamawati, 2007 dalam Khanafi, 2018). Daun yang terpanjang pada tanaman
padi ini berada pada daun yang keempat dari daun benderanya.

Gambar 3. Fase pertumbuhan Tanaman Padi (Oryza sativa L.).


Sumber: http://eprints.umg.ac.id/1780/3/14.%20BAB%202.pdf.
(Diakses Minggu, 08 Mei 2022).

Batang pada tanaman padi berbentuk bulat, berongga dan beruas. Antara
ruas yang satu dengan yang lain dipisahkan oleh satu buku. Tanaman padi
memiliki ruas batang yang sangat pendek dan rapat pada awal pertumbuhannya
serta akan memanjang ketika sudah memasuki pada fase generatif. Warna batang
padi berwarna hijau kekuningan. Batang sekunder tanaman padi tumbuh pada
bagian buku yang paling bawah. Tinggi tanaman padi bisa mencapai 160 cm.
Berdasarkan karakteristik tinggi tanaman, varietas yang memiliki tinggi tanaman
yang pendek dapat diakibatkan oleh beberapa faktor seperti faktor genetik, iklim
atau faktor lainnya. Semakin tinggi tanaman semakin tinggi pula kecenderungan
untuk rebah. Batang berfungsi sebagai penopang tanaman, mendistribusikan hara
dan air (Donggulo et al., 2017 dalam Ikhsan, 2021).
Tanaman padi memiliki akar serabut, serta sangat efektif dalam penyerapan
hara akan tetapi peka terhadap kondisi tanah yang kering. Akar tanaman padi
memiliki saluran aerenchym yang berfungsi untuk menyediakan oksigen di daerah
perakaran ketika tanaman padi tergenang oleh air (anaerob). Saluran aerenchym
memiliki bentuk yang menyerupai pipa memanjang sampai ujung daunnnya
(Purwono dan Purnawati, 2007 dalam Khanafi, 2018). Sedangkan akar primernya
merupakan akar yang tumbuh dari kecambah benih dan akar seminal tumbuh di
dekat bukunya.
Bunga padi merupakan bagian dari malai yang terdiri atas tangkai bunga,
kelopak bunga lemma (gabah yang paling besar), palea (gabah padi yang kecil),
putik, kepala putik, tangkai sari, kepala sari, dan bulu pada ujung lemma. Bunga
padi memiliki 6 buah benang sari dengan tangkai sari pendek dan dua kandung
serbuk di kepala sari. Bunga padi juga mempunyai dua tangkai putih dengan dua
buah kepala putik yang berwarna putih atau ungu. Sekam mahkotanya ada dua
dan yang bawah disebut lemma, sedangkan yang diatas disebut Palea (Firmanto,
2011 dalam Safitri, 2018).
Gambar 4. Morfologi Tanaman Padi (Oryza sativa L.).
Sumber: https://agroekoteknologi08.wordpress.com/2013/07/09/morfologi-
tanaman-padi/.
(Diakses Minggu, 08 Mei 2022).

3.1.3. Syarat Tumbuh Tanaman Padi (Oryza sativa L.)


1. Iklim

Tanaman padi dapat tumbuh pada iklim tropis dan subtropis. Tanaman padi
tumbuh pada daerah berhawa panas dan banyak mengandung uap air (daerah
iklim panas yang lembab). Curah hujan yang dikehendaki rata-rata 200 mm/bulan
dengan distribusi selama 4 bulan. Curah hujan per tahun rata-rata 1500 mm-2000
mm. Suhu yang dikehendaki untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi
adalah 23oC atau lebih. Suhu sangat berpengaruh terhadap pembentukan gabah
dimana suhu yang tidak cocok dapat mengakibatkan gabah hampa. Tanaman padi
dapat ditanam dan tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi. Ketinggian
tempat yang paling sesuai untuk tanaman padi antara 0 sampai dengan 650 mdpl
dengan suhu antara 22,5 sampai 26,5oC. Daerah antara 650 sampai 1500 mdpl
dengan suhu antara 18,7 sampai 22,5oC masih cocok untuk tanaman padi. Sinar
matahari sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman padi, apalagi untuk
proses fotosintesis, terutama saat tanaman berbunga sampai proses pemasakan
buah. Proses pembungaan dan kemasakan buah sangat berkaitan dengan intensitas
penyinaran dan keadaan awan. Selain itu, angin juga sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman padi. Tanaman yang tinggi dapat rebah dengan terpaan
angin kencang, namun angin sangat bermanfaat bagi proses penyerbukan tanaman
padi, karena tanaman padi termasuk tanaman menyerbuk sendiri (Rozen dan
Kasim, 2018).

2. Tanah
Tanaman padi menghendaki tanah yang subur, namun juga dapat tumbuh
pada tanah masam (pH 4-7) dengan ketebalan lapisan atas 18-22 cm. Umumnya
lapisan tanah atas untuk lahan pertanian dengan ketebalannya 30 cm dan tanah
gembur dengan warna coklat kehitaman. Pori-pori tanah berisi air dan udara
dengan kandungan 25% (AAK, 1990 dalam Hatta, 2020). Tanaman padi dapat
ditanam di lahan kering dan di lahan basah (sawah), dengan varietas yang
berbeda, untuk dilahan kering biasanya menggunakan varietas padi gogo,
sedangkan dilahan basah (sawah) biasanya menggunakan varietas inpari 32, 48
dan 42.
Padi basah (sawah) biasanya ditanam didaerah dataran rendah yang
memerlukan genangan air dan padi dilahan kering ditanam didataran tinggi.
Struktur tanah yang cocok untuk tanaman padi lahan kering yaitu tanah yang
remah. Tanah yang cocok bervariasi mulai dari yang berliat, berdebu halus,
berlempung halus sampai tanah kasar dan air yang tersedia diperlukan cukup
banyak. Keasaman (pH) tanah bervariasi dari 5,5 sampai 8,0. Jika pH nya lebih
rendah, maka pada umumnya tanah mengalami gangguan kekahatan (Benti,
2016).
Menurut Rahayu et.al., (2014). Struktur tanah lapisan yang diolah pada tanah
kering yaitu granuler sampai membulat, berukuran halus sampai sedang dengan
tingkat perkembangan yang masih lemah. Pada tanah basah (sawah) lapisan yang
diolah menjadi tidak berstruktur (massif) karena perubahan sifat fisik tanah yang
terjadi pada tanah basah (sawah) merupakan akibat dari pelumpuran.
Pelumpuran dilakukan dengan pengolahan tanah dalam keadaan tergenang air,
ketika tanah dibajak kemudian digaru sehingga agregat tanah hancur menjadi
lumpur yang sangat lunak.

3.2. Varietas Inpari-32


Varietas Inpari-32 merupakan hasil dari persilangan dari varietas Ciherang
dan IR 64 yang dilepas Kementrian Pertanian pada tahun 2013. Varietas ini
memiliki keunggulan tahan terhadap hawar daun bakteri patotipe 3 dan blas ras
033, tahan hawar daun bakteri patotipe IV dan VIII. Tahan ketika terjadi serangan
hama wereng. Varietas Inpari-32 juga memiliki umur panen 120 hari setelah sebar
benih dan mampu menghasilkan produksi sekitar 8,42 ton/ha (Sutrisno et. al.,
2014 dalam Soraya, 2020).

3.3. Gulma
Gulma merupakan salah satu masalah utama dalam budidaya tanaman padi.
Gulma juga menjadi salah satu kendala biologis utama (faktor pembatas) dalam
proses produksi untuk memperoleh hasil yang tinggi sesuai dengan potensi hasil
tanaman. Oleh karena itu, masalah gulma dalam sistem produksi pada budidaya
pertanian tidak dapat diabaikan begitu saja. Secara teknis kehadiran gulma di area
tanaman budidaya, dan tumbuh secara bersama-sama dengan tanaman pokok akan
menjadi saingan terutama dalam hal keperluan unsur hara. Artinya, apabila
pertumbuhan gulma di area lahan budidaya tidak dikendalikan secara baik, maka
unsur-unsur hara (N, P, dan K) yang diberikan ke tanah dalam bentuk pupuk tidak
dapat dimanfaatkan atau diserap oleh tanaman secara maksimal untuk mendukung
pertumbuhannya, akibat terjadinya persaingan dengan gulma. Oleh karena itu,
gulma harus dikendalikan untuk mencegah terjadinya persaingan dalam
memperoleh unsur hara, dan serapan unsur hara tanaman bisa optimum. Jika tidak
dikendalikan, maka sebagian besar unsur-unsur hara akan diserap oleh gulma
karena umumnya gulma memiliki daya saing yang lebih tinggi dibandingkan
dengan tanaman budidaya (Ross dan Lembi, 1985 dalam Aulia et.al., 2021).
Salah satu permasalahan yang sering ditemukan di lapangan yang sangat
berpengaruh terhadap produktivitas padi adalah gulma, karena gulma sampai saat
ini masih banyak tumbuh di area lahan pertanaman padi yang bersifat sebagai
mengganggu, sehingga dapat menyebabkan penurunan produksi padi. Keberadaan
gulma dapat mengurangi produksi padi sawah sekitar 17%. Gulma akan
menyaingi tanaman budidaya dalam pengambilan unsur hara, air, ruang, CO2 dan
cahaya. Beberapa jenis gulma dapat mengeluarkan zat allelopati yang bersifat
toksik sehingga menyebabkan terganggunya pertumbuhan tanaman di sekitar dan
dapat menjadi inang hama dan patogen (Aldrich, 1984 dalam Sarifin, dan
Suyasdi, 2017). Gulma memiliki sistem perakaran yang sama dengan tanaman
padi, sehingga unsur hara yang diperlukan oleh gulma dan padi berasal dari
lapisan tanah yang sama. Oleh karena itu, terjadi persaingan dalam mendapatkan
unsur hara.
3.4. Jenis-jenis Gulma Pada Padi Sawah
Menurut Gibson et.al., 2002 dalam Dass et.al., 2016, Persaingan antara padi
dan gulma dapat terjadi ketika sistem perakaran, morfologi dan kebiasaan tumbuh
sebagian besar gulma di lahan sawah mirip dengan tanaman padi. Gulma pada
umumnya seperti tanaman budidaya yang juga membutuhkan faktor tumbuh yang
sama. Adanya persamaan kebutuhan tersebut berdampak pada timbulnya interaksi
kompetisi atau persaingan antara gulma dan tanaman budidaya.
Menurut Sastroutomo (1999 dalam Haryanto, 2017), gulma merupakan salah
satu faktor penghambat pertumbuhan tanaman padi untuk memperoleh hasil panen
yang tinggi. Gulma memiliki daya saing yang tinggi terhadap tanaman budidaya
dalam pengambilan unsur hara, air, CO2 dan cahaya sehingga dapat menurunkan
hasil panen.
Berdasarkan penelitian Syaifudin dan Nofa (2020) di Desa Terban Kecamatan
Warungasem Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah terdapat jenis-jenis gulma
yang dominan dan berbeda di persawahan Desa Terban sebanyak 10 jenis
tumbuhan gulma yang terdiri dari: kangkung air (Ipomoea aquatica Forssk),
rumput kawat (Paspalum disticum L.), adas-adasan (Fimbristylis miliacea (Ohwi)
T. Koyama), cacabean (Ludwigia octovalvis (Jacq.) P. H. Raven), tikar bunga
sekam (Alternanthera caracasana Kunth), timunan (Leptochloa chinensis L.
Ness), meniran (Phyllanthus urinaria L.), jukut pendul (Cyperus difformis L.),
ngengat rumput (Anthoxanthum odoratum L.), rumput glagah (Sorghum
halepense (L.) Pers). Sedangkan berdasarkan gulma yang sering dominan di lahan
sawah, yaitu: Ludwigia octovalvis, Salvinia molesta, dan Echinochloa cruss-galli
Ketiga jenis gulma ini termasuk ke dalam gulma penting pada tanaman padi
dan hampir mendominasi atau paling banyak ditemukan di lahan sawah. Selain
itu, gulma Ludwigia octovalvis, Salvinia molesta, Echinochloa cruss-galli
merupakan gulma yang cepat tumbuh dan berkembang, serta sangat mengganggu
pertumbuhan tanaman padi.
3.4.1. Gulma Cacabean (Ludwigia octovalvis)

Gulma Ludwigia octovalvis adalah gulma utama karena gulma Ludwigia


octovalvis mampu menyebabkan masalah yang paling serius di lahan sawah,
gulma ini mampu menghasilkan biji dalam jumlah besar, yang berada di dalam
tanah dan berfungsi untuk pertumbuhan gulma pada musim berikutnya. Gulma
Ludwigia octovalvis menyerang berbagai sistem budidaya padi, terutama tanaman
padi lahan kering dan basah, tanaman padi unggulan, tanaman padi pindah tanam
dan padi gogo. Gulma Ludwigia octovalvis juga terdapat pada padi sistem tanam
benih langsung, padi rawa pasang surut, padi sawah, dan padi pembibitan (CABI,
2021). Gulma ini juga mempengaruhi tanaman perkebunan misalnya seperti,
perkebunan kakao muda di Brazil (Mori et al., 1980 dalam CABI, 2021).
Gulma cacabean (Ludwigia octovalvis) merupakan salah satu gulma dengan
tipe aquatic weed dan gulma yang mengganggu pada tanaman padi. Gulma
cacabean (Ludwigia octovalvis) merupakan gulma tahunan yang berbunga
sepanjang tahun sehingga produksi biji dapat berlangsung terus-menerus.
Penyebaran biji dilakukan oleh burung dan alat-alat pertanian yang digunakan
untuk budidaya padi sawah. Biji yang jatuh ke tanah dalam waktu 14 hari sudah
berkecambah. Gulma ini sering ditemui di dataran menengah dan dataran rendah,
dengan kondisi tanah yang lembab dan basah, sehingga gulma cacabean mudah
sekali ditemui di pematang, di dalam petakan sawah dan di aliran air (Nurjannah
et. al., 2016 dalam Sari dan Azis, 2021.

Gambar 5. Gulma Cacabean (Ludwigia octovalvis) pada Tanaman Padi (Oryza


sativa L.). Sumber: https://portal.wiktrop.org/species/show/201
(Diakses Selasa, 10 Mei 2022).

3.4.1.1. Klasifikasi Gulma Cacabean (Ludwigia octovalvis)

Menurut CABI (2021) gulma cacabean (Ludwigia octovalvis (Jacq.) Raven)


dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Filum : Spermatophyta
Domain : Eukariota
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Myrtales
Famili : Onagraceae
Genus : Ludwigia
Spesies : Ludwigia octovalvis (Jacq.) Raven.

Gambar 6. Gulma Cacabean (Ludwigia octovalvis).


Sumber: https://portal.wiktrop.org/species/show/201
(Diakses Selasa, 10 Mei 2022).

3.4.1.2. Morfologi Gulma Cacabean (Ludwigia octovalvis)


Gulma cacabean (Ludwigia octovalvis) tumbuh tegak dan bercabang-
cabang, terkadang berkayu pada bagian dasarnya, tingginya mencapai sekitar 1,5
meter, agak licin atau dengan rambut halus rebah menyebar jarang atau rapat.
Daunnya berbentuk lanset atau lanset sempit, ukurannya sekitar 2 sampai 14 x
0.5-4 cm, runcing sempit atau lebar di bagian dasar dan menyempit di ujung
atasnya memiliki pertulangan sekunder sekitar 11-20 pasang, pertulangan tepi
berkembang baik tangkai daun panjangnya mencapai 1 cm. Penumpu (bracteoles)
tereduksi atau hanya mencapai panjang sekitar 1 mm. Benang sari berjumlah 8,
benang sari yang menempel di mahkota paling pendek, tangkai sarinya memiliki
panjag sekitar 1-4 mm, sedangkan kepala sarinya memiliki panjang sekitar 0.5-4
mm, arah menjauhi pusat tetapi akan segera hancur dan menggugurkan benang
sari langsung ke kepala putik. Tangkai putiknya memiliki panjang sekitar 1.5-3.5
mm, kepala putik agak bulat, terbagi menjadi 4 lapis, diameternya 1.2-3 mm.
Biji tersusun dalam banyak baris pada masing-masing ruang, bebas,
berwarna coklat, membulat, panjangnya 0.6-0.75 mm, lebarnya 0,5-0.7 mm
termasuk alur pada sisi biji yang menggembung yang sama ukurannya terhadap
tubuh biji. Gulma cacabean (Ludwigia octovalvis) memiliki bunga berwarna
kuning dengan 4 kelopak bungan dengan panjang masing-masing 10 mm,
mahkota berwarna kuning, bentuk obovate lebar atau runcing, bercelah,
ukurannya sekitar 17 x 2-17 mm. Kebutuhan cahaya untuk gulma ini bisa
menyesuaikan diri, cacabean mampu tumbuh baik dengan cahaya yang banyak
dan juga cahaya yang ternaungi. Untuk pertumbuhannya, gulma cacabean tidak
memerlukan sinar matahari, pengendalian gulma cacabean (Ludwigia octovalvis)
bisa dengan cara pengolahan lahan yang efektif, penyiangan yang dilakukan
secara terpadu dan penyemprotan dengan Herbisida (Sampulpertanian, 2017).

3.4.2. Gulma Kiambang (Salvinia molesta)


Gulma Kiambang (Salvinia molesta) terdiri sekitar 10 spesies yang tersebar
luas di daerah yang beriklim panas, di Asia Tenggara terdapat 4 spesies, yaitu
Salvinia molesta, Salvinia natans, Salvinia cucullate dan Salvinia oblongifolia.
Gulma yang mengganggu tanaman padi yaitu Gulma Kiambang (Salvinia
molesta). Gulma Kiambang (Salvinia molesta) adalah tumbuhan udara berupa
paku udara atau gulma udara yang mendominasi perairan rawa. Kiambang dapat
tumbuh dengan cepat dan cukup melimpah di persawahan dan mampu beradaptasi
pada lingkungan dengan kondisi nutrisi dan salinitas rendah (Pratama dan
Kusmartono, 2019).

3.4.2.1. Klasifikasi Gulma Kiambang (Salvinia molesta)


Menurut Plantamor, 2022 Gulma Kiambang (Salvinia molesta) dapat di
klasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Pteridopsida
Ordo : Salviniales
Famili : Salviniaceae
Genus : Salvinia
Spesies : Salvinia molesta Mitchell

Gambar 7. Gulma Kiambang (Salvinia molesta).


Sumber: https://www.agric.wa.gov.au/declared-plants/salvinia-declared-pest
(Diakses Senin, 09 Mei 2022).

3.4.2.2. Morfologi Gulma Kiambang (Salvinia molesta)


Gulma Kiambang (Salvinia molesta) memiliki batang yang bercabang
tumbuh mendatar, berbuku – buku, ditumbuhi bulu dan panjangnya sekitar 30 cm.
Pada setiap buku terdapat sepasang daun yang mengapung dan sebuah daun yang
tenggelam. Daun yang mengapung berbentuk oval, alterna dengan panjang tidak
lebih dari 3 cm, tangkai pendek ditutupi banyak bulu, dan berwarna hijau. Daun
yang tenggelam menggantung dengan panjang sekitar 8 cm, berbelah serta
terbagi-bagi dan berbulu halus.
Sepintas penampilannya mirip seperti akar, akan tetapi sebenarnya daun
yang berubah bentuk mempunyai fungsi sebagai akar (Soerjani et al.,1987 dalam
Pranata, 2022). Gulma Kiambang memiliki dua tipe daun yang sangat berbeda.
Daun yang tumbuh dipermukaan air berbentuk cuping agak melingkar dan
berklorofil sehingga berwarna hijau, serta permukaannya ditutupi rambut yang
berwarna putih agak transparan. Rambut-rambut ini mencegah daun menjadi
basah dan juga membantu gulma kiambang mengapung.
Daun tipe kedua tumbuh di dalam air berbentuk sangat mirip dengan akar,
tidak berklorofil dan berfungsi menangkap hara dari air seperti akar. Gulma
kiambang tidak menghasilkan bunga karena termasuk kedalam golongan paku -
pakuan. Gulma kiambang juga bersifat heterospor, memiliki dua tipe spora,
makrospora yang akan tumbuh menjadi protalus betina dan mikrospora yang akan
tumbuh menjadi protalus jantan.

3.4.3. Gulma Jawan (Echinochloa cruss-galli)


Gulma Jawan Echinochloa cruss-galli memiliki nama lain yaitu Panicum
crus-galli yang merupakan tanaman annual. Galinato et al., (1999) dalam
Rachmawati (2022), menyatakan bahwa rumput Echinochloa crus-galli tersebar
pada daerah yang tropis dan sub tropis di seluruh negara Asia Tenggara, Asia
Selatan dan Australia. Rumput ini dapat ditemui di Indonesia dan dikenal dengan
nama gagajahan, jajagoan, padi burung, jawan, jawan parikejawan, ramon jawan,
suket ngawan. Gulma Echinochloa crus-galli serupa dengan penampakan padi
ketika masih muda. Kompetisi Padi dengan Gulma Echinochloa crus-galli dapat
menimbulkan pengaruh yang negatif bagi keduanya sebagai akibat pemanfaatan
secara bersama sumberdaya yang ada dalam keadaan terbatas.
Kompetisi antara padi dan gulma Echinochloa crus-galli pada fase awal
pertumbuhan paling besar pengaruhnya terhadap penurunan hasil produksi padi.
Gulma jajagoan (Echinochloa crus-galli) merupakan gulma yang sangat
kompetitif dengan tanaman padi sawah dikarenakan produksi biji gulma jajagoan
yang banyak, pertumbuhan yang cepat dan memiliki jalur fotosintesis C4 yang
menjadikannya sangat efisien dalam menguasai lahan sawah dengan cepat
(Marambe & Amarasinghe, 2002 dalam Tampubolon et.al., 2019). Kerugian yang
ditimbulkan jika gulma ini tidak dikendalikan maka dapat menurunkan produksi
padi sawah sekitar 30%, menurunkan bobot gabah sekitar 46,20% (Marchesi &
Chauhan, 2019).
Gambar 8. Gulma Jawan/jajagoan (Echinochloa cruss-galli).
Sumber: http://detiktani.blogspot.com/2013/07/gulma-jawan-echinochloa-cruss-
galli.html.
(Diakses Rabu, 11 Mei 2022).
3.4.3.1. Klasifikasi Gulma Jawan (Echinochloa cruss-galli)
Menurut Plantamor (2022) gulma Jawan/Jajagoan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Famili : Graminae
Genus : Echinochloa
Spesies : Echinochloa cruss-galli var. zelayensis (L.) P. Beauv.

3.4.3.2. Morfologi Gulma Jawan (Echinochloa cruss-galli)


Gulma Echinochloa cruss-galli merupakan salah satu gulma yang dominan
pada tanaman padi, serta muncul pada fase vegetatif dan fase generatif pada
tanaman padi. Gulma Echinochloa cruss-galli memiliki kemampuan kompetitif
dan adaptasi yang cukup tinggi untuk mempertahankan hidupnya, gulma
Echinochloa cruss-galli memiliki morfologi tubuh yang hampir menyerupai
tanaman padi. Buah dari gulma jajagoan tergolong caryopsis, berbentuk lonjong,
tebal, dan panjangnya 2 mm-3,5 mm. Biji yang telah tua berwarna kecoklat-
coklatan sampai kehitam-hitaman. Habitatnya adalah lingkungan tempat tumbuh
yang banyak mengandung air (basah sampai setengah basah) atau media
berlumpur. Suhu optimal untuk pertumbuhannya 20o-30oC, sedangkan untuk
perkecambahan bijinya 13o-30oC. Pada kapasitas lapang, biji akan berkecambah
sebanyak 70%-90% (Rukmana dan Saputra, 2003 dalam Putri, 2021).
Daun yang dimiliki gulma Echinochloa cruss-galli tegak dan berwarna hijau
dengan ukuran panjang hingga 35 cm. Batang berbentuk silindris dan tidak
berambut, batang yang tegak dengan daun yang tegak juga atau rebah di bagian
dasarnya. Pada bagian akar berbentuk serabut, berserat dan tebal. Bunga pada
gulma Echinochloa cruss-galli berbentuk panikal apical atau seperti malai dengan
bunga majemuk sekitar 5 - 40 butir. Biji pada gulma Echinochloa cruss-galli
memiliki permukaan sedikit cembung dan oval. Tinggi gulma ini dapat mencapai
sekitar 20 - 150 cm. Bijinya berwarna kecoklatan hingga kehitaman (Galinato et
al., 1999 dalam Rachmawati, 2022).

3.5. Kerugian Akibat Gulma


Kerugian yang diakibatkan oleh gulma setara dengan kerugian yang
diakibatkan oleh hama maupun penyakit. Kerugian yang ditimbulkan oleh gulma
mampu terjadi pada berbagai bidang yang berkaitan dengan pertanian. Gulma
mampu menurunkan kualitas dan kuantitas hasil tanaman. Masalah gulma
merupakan masalah penting dalam usaha pertanian, namun tidak mendapat
perhatian seperti hama atau penyakit tanaman lainnya. Hal tersebut disebabkan
karena kerugian yang ditimbulkan oleh gulma sedikit demi sedikit tidak langsung
bisa dilihat, tetapi sebenarnya sangat menurunkan hasil panen (Moenandir, 1993
dalam Paiman, 2020). Secara umum masalah yang ditimbulkan oleh gulma pada
lahan tanaman padi atau lahan pertanian yaitu sebagai berikut:
1. Mempunyai pengaruh persaingan atau kompetisi yang tinggi dengan tanaman
budidaya.
Adanya gulma di lingkungan tanaman padi atau di lahan pertanian,
mempunyai pengaruh persaingan/kompetisi yang tinggi sehingga dapat
menurunkan hasil panen. Gulma mempunyai kemampuan bersaing yang kuat
dalam memperebutkan CO2, air, cahaya matahari dan nutrisi, sehingga
pertumbuhan gulma mampu memperlambat pertumbuhan tanaman pokok (Ahdiat,
2017).
2. Inang hama dan penyakit
Gulma dapat berfungsi sebagai tempat hidup sementara (inang) bagi hama
atau penyakit sehingga memungkinkan untuk berkembangbiak dengan baik.
Akibatnya hama atau penyakit tersebut akan menyerang tanaman padi ataupun
tanaman pertanian. Beberapa jenis gulma yang menjadi inang hama dan penyakit
yaitu seperti harendong gede (Melastoma sp.) menjadi inang hama teh Helopeltis
antonii. Gulma jajagoan (Echinochloa cruss-galli) menjadi inang penggerek padi
(Tryphoriza innotata). Gulma babadotan (Ageratum conyzoides) menjadi inang
hama lalat bibit kedelai (Agromyza sp.). Gulma dapat menjadi parasit bagi
tanaman padi atau tanaman budidaya, yaitu rumput setan (Striga sp.) mampu
menjadi parasit pada tanaman jagung dan padi, gulma Orobanche spp. pada padi,
jagung, tebu, gandum, dan tembakau (Paiman, 2020).
3. Senyawa alelopati
Ada beberapa jenis gulma yang mempunyai sifat alelopati yaitu kemampuan
mengeluarkan zat yang bersifat racun dan dapat menghambat pertumbuhan
tanaman tertentu. Misalnya seperti Imperata cylindrica yang mampu
menghasilkan zat fenol, Juglans nigra dapat memproduksi hydroski juglon,
Artemisia absinthium mengeluarkan zat absintin yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan vegetatif (Ratnawati, 2017). Sejumlah jenis gulma dapat
mengeluarkan zat atau cairan yang bersifat meracun, berupa senyawa kimia yang
dapat mengganggu dan menghambat pertumbuhan tanaman yang hidup di
sekitarnya. Peristiwa meracuni dikenal dengan istilah allelopati. Adanya gulma
dalam jumlah yang banyak akan menyebabkan kesulitan dalam melakukan
kegiatan produksi pertanian, misalnya seperti pemupukan, pemanenan dengan alat
mekanis, dan lainnya.
4. Penurunan kualitas hasil panen
Gulma dapat mengurangi kualitas benih tanaman. Para pembeli benih
bersertifikat mengharapkan benih berkualitas tinggi yang akan memberikan hasil
yang tinggi dan tidak tercampur dengan biji gulma. Hal ini menuntut
pengendalian gulma dan membutuhkan biaya yang tinggi sebelum dijual.
Beberapa dari bagian gulma (biji) yang ikut terpanen dan tercampur dengan hasil
panenan. Gulma atau biji gulma akan memberikan pengaruh negatif terhadap hasil
panen, karena dapat meracuni, mengotori, menurunkan kemurnian, serta
memberikan rasa dan bau yang tidak asli (Ahdiat, 2017).
3.6. Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma yaitu usaha yang dilakukan untuk menekan laju
perkembangbiakan gulma agar tidak mengganggu tanaman yang dibudidayakan.
Gulma di lahan pertanian tidak harus selalu dikendalikan dari awal sampai panen.
Pengendalian harus dilakukan pada waktu yang tepat, sehingga biaya, waktu dan
tenaga dapat lebih hemat. Terdapat beberapa Teknik pengendalian gulma yang
dapat diterapkan petani melalui usaha pencegahan (preventif), pengendalian
secara mekanis, pengendalian secara kimia serta pengendalian secara biologi
(Zakaria dan Burhan 1999 dalam Dinas Pangan, Pertanian dan Perikanan, 2020).
3.7. Pengendalian Gulma Menggunakan Herbisida
Pengendalian gulma akan mengurangi tingkat kepadatan total dari tumbuh-
tumbuhan yang ada dan akan mengurangi komposisi jenis yang ada di dalam
komunitas. Pengaruh dari pengendalian gulma ini secara idealnya harus dapat
meningkatkan posisi tanaman budidayanya di antara jenis-jenis lainnya. Hampir
semua cara bercocok tanam akan sangat bergantung pada cara pengendalian
gulma baik yang secara manual, fisik/mekanis maupun secara kimiawi. Dengan
secara kimiawi atau menggunakan herbisida, mungkin metode ini dianggap lebih
praktis dan menguntungkan dibandingkan dengan metode yang lain, terutama jika
ditinjau dari segi kebutuhan tenaga kerja yang lebih sedikit dan waktu pelaksaan
yang relatif lebih singkat (Fadhly dan Tabri, 2007 dalam Reza, 2018).
Penggunaan herbisida ataupun zat kimia lain untuk mengendalikan gulma
harus dilakukan dengan hati-hati dan bijaksana dengan memenuhi 6 (enam) tepat,
yaitu tepat mutu, tepat waktu, tepat sasaran, tepat takaran, tepat dosis, dan tepat
cara aplikasi. Selain itu, harus pula mempertimbangkan efisiensi, efektivitas, dan
aman bagi lingkungan. Untuk itu, herbisida dapat dikelompokan berdasarkan cara
kerjanya (kontak atau sistemik), selektivitasnya (selektif atau tidak selektif), dan
waktu aplikasinya (pratumbuh atau pasca tumbuh) (Noor, 1997 dalam Reza,
2018).

3.7.1. Herbisida Berbahan Aktif Parakuat Diklorida


Herbisida berbahan aktif paraquat diklorida merupakan herbisida kontak yang
mampu mematikan langsung jaringan-jaringan atau bagian-bagian gulma yang
terkena semprotan larutan herbisida ini, terutama pada bagian yang berwarna
kehijauan. Herbisida kontak tidak ditranslokasikan atau tidak diserap dan
dialirkan dalam tubuh gulma. Herbisida paraquat diklorida juga herbisida kontak
nonselektif yang diaplikasikan secara pasca tumbuh dan dapat menanggulangi
gulma yang berdaun lebar dengan cara merusak selaput sel serta menghambat
pada proses fotosintesisnya (Sembiring dan Sebayang, 2019).
Herbisida Parakuat Diklorida merupakan herbisida yang paling beracun yang
dipasarkan selama kurang lebih 60 tahun terakhir. Namun, parakuat diklorida ini
merupakan herbisida ketiga yang paling banyak digunakan di dunia dan di
sebagian besar negara. Gramoxone, diproduksi oleh Syngenta serta nama dagang
yang paling umum untuk paraquat diklorida, namun herbisida juga dijual dengan
banyak nama oleh produsen yang berbeda (Afdila, 2018).
Bahan aktif : Parakuat diklorida 276SL.
Formulasi : 1 ml/liter air.
Jenis gulma : Daun lebar (Ageratum conyzoides), daun sempit, teki, rumput-
rumput, eceng, jajagoan/jawen, cacabean dan yang lainnya.
Dosis : 150 ml/150 liter air.

3.7.2. Pengaplikasian Herbisida Berbahan Aktif Parakuat Diklorida


Berdasarkan waktu aplikasinya ada 3 kelompok herbisida yaitu: herbisida
pra tanam (pre planting) herbisida ini diaplikasikan pada gulma yang sudah
tumbuh sebelum penanaman, jenis herbisida ini biasanya digunakan untuk
mendukung sistem olah tanah konservasi. Kelompok kedua yaitu herbisida pra
tumbuh (pre emergence) herbisida ini diaplikasikan pada area tanam sebelum
gulma dan tanaman berkecambah atau pada area dimana tanaman sudah
berkecambah tetapi gulma masih belum tumbuh. Kelompok yang ketiga yaitu
herbisida pasca tumbuh (post emergence) herbisida ini diaplikasikan pada area
pertanaman yang dimana gulma maupun tanaman telah tumbuh secara bersamaan.
Untuk ketiga ini, herbisida yang sering digunakan yaitu herbisida yang bersifat
selektif (Aditiya, 2021).
Aplikasi herbisida berbahan aktif Parakuat Diklorida dilakukan dengan
metode penyemprotan menggunakan tanki sprayer. Aplikasi herbisida yang
dilakukan hanya satu kali, yaitu pada saat 10 hari sebelum tanam. Waktu aplikasi
herbisida dilakukan pada kondisi penutupan gulma tidak kurang dari 75 %.
Aplikasi herbisida dilakukan sesuai taraf dosis herbisida sebagai perlakuan.
Sebagai pengencer digunakan air yang terdapat dilokasi atau di sawah. Aplikasi
herbisida dilakukan pada pagi hari dalam kondisi lingkungan sangat cerah dan
tidak turun hujan (Syahputra, 2012).

3.7.3. Pengaruh Herbisida terhadap Metabolisme Gulma


Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang mampu
digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan gulma. Herbisida
juga mampu mempengaruhi satu atau lebih proses – proses (seperti pada proses
pembelahan sel, perkembangan jaringan, pembentukan klorofil, fotosintesis,
respirasi, metabolisme nitrogen, aktivitas enzim dan sebagainya) yang sangat
diperlukan tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Herbisida
yang diaplikasikan dengan konsentrasi tinggi akan mematikan seluruh bagian dan
jenis tumbuhan. Pada dosis yang lebih rendah, herbisida akan membunuh gulma
dan tidak merusak tanaman yang di budidayakan (Sjahril dan Syam’un, 2011
dalam Adnyana, 2017).

3.7.4. Mekanisme Herbisida Bahan Aktif Parakuat Diklorida pada Gulma


Mekanisme dari herbisida berbahan aktif parakuat diklorida ini hanya mampu
membasmi gulma secara cepat, herbisida berbahan aktif parakuat diklorida
mampu membasmi gulma yang terkena semprotan saja, terutama bagian yang
memiliki hijau daun dan aktif berfotosintesis. Keistimewaannya, mampu
membasmi gulma secara cepat, 2–3 jam setelah disemprot gulma sudah layu dan
2–3 hari kemudian gulma sudah mati. Sehingga bermanfaat jika waktu penanaman
harus segera dilakukan.
Herbisida yang berbahan aktif Parakuat diklorida ini sangat cocok digunakan
oleh mereka yang ingin mengolah lahan secara cepat dan segera. Hal ini karena
daya kerja parakuat diklorida begitu cepat dimana setelah aplikasi, hasilnya dapat
terlihat 1 jam kemudian, sehingga dalam waktu 3–4 hari berikutnya lahan bisa
ditanami. Parakuat diklorida merupakan herbisida kontak yang mematikan
tumbuhan dengan cara merusak membran sel. Menurut Chung (1995) dalam
Cybex (2019) pemakaian herbisida berbahan aktif parakuat diklorida memiliki
keunggulan dalam hal suksesi gulma, fitotoksisitas, dan rainfastness. Parakuat
diklorida, herbisida kontak, mampu menyebabkan kematian pada bagian atas
gulma dengan cepat tanpa merusak bagian sistem perakaran, stolon atau batang
dalam tanah, sehingga dalam beberapa minggu setelah aplikasi gulma tumbuh
kembali.
3.8. Pengendalian Gulma Secara Mekanis
Pengendalian gulma secara mekanis atau penyiangan yaitu pengendalian
gulma yang dilakukan dengan menggunakan alat gasrok, cangkul dan sabit.
Penggunaan alat penyiangan gulma (gasrok) memerlukan persyaratan, terutama
cara dan jarak tanam padi. Agar alat dapat digunakan secara efektif, pertanaman
padi harus teratur yaitu dengan menerapkan sistem tanam jajar legowo. Efektivitas
dan efisiensi penggunaan alat penyiangan gulma dalam pengendalian gulma di
sawah dapat ditentukan oleh beberapa faktor yaitu seperti kondisi lahan, jarak
tanam padi, keadaan pertumbuhan gulma, jenis alat penyiangan gulma yang
digunakan. Penggunaan alat penyiangan gulma gasrok tunggal, gasrok ganda dan
landak beroda dapat memperlihatkan efektivitas yang cukup tinggi dalam
menekan pertumbuhan gulma, meskipun masih ditemukan gulma yang tumbuh di
sekitar tanaman padi (Subagio et.al., 2015).
BAB IV
PELAKSANAAN KEGIATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

4.1. Kegiatan Umum Praktek Kerja Lapangan (PKL)


Ada beberapa macam kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa selama
Praktek Kerja Lapangan (PKL) di UPTD Balai Benih Padi dan Palawija mulai
dari tanggal 16 Maret 2022 sampai dengan 13 Mei 2022, yaitu sebagai berikut:

4.1.1. Pengolahan Tanah


Pengolahan tanah dilakukan 2 kali, yaitu:
- Pengolahan tanah pertama yaitu pembajakan tanah yang bertujuan untuk
membalik atau membongkar tanah menjadi gumpalan-gumpalan tanah.
(Alatnya menggunakan traktor. Cara kerjanya petani menghidupkan mesin
traktor setelah itu memulai pembajakannya dengan menggunakan traktor
mengelilingi lahan).
- Pengolahan tanah kedua dilakukan setelah pembajakan tanah pada
pengolahan tanah pertama. Proses pengolahan tanah kedua ini bertujuan
untuk menggemburkan tanah, membuat tanah menjadi lumpur, perataan tanah
dan mempersiapkan kondisi tanah yang siap tanam. (Alatnya menggunakan
garu, bajak pengaduk tanah dibawah permukaan (sub surface tillage and field
cultivation), sorok. Cara kerjanya yaitu dengan menghancurkan gumpalan-
gumpalan tanah yang sudah dibajak dengan menggunakan garuan dan aduk
tanah agar tanah menjadi lumpur dengan menggunakan bajak pengaduk tanah
(sub surface tillage and field cultivation) kemudian tanah diratakan dengan
menggunakan sorok).
4.1.2. Perendaman Benih
Langkah pertama yang dilakukan dalam perendaman benih yaitu siapkan air
sebanyak 18 liter ke dalam tong, lalu campurkan bakteri Paenibacillus polymixa
sebanyak 540 ml ke dalam air yang di tong. Selanjutnya, benih sebanyak 60 kg
yang sudah dimasukkan ke dalam karung dan diikat (ikatnya jangan terlalu
kencang) dimasukkan ke dalam tong berisi air yang sudah dicampurkan dengan
bakteri Paenibacillus Polymixa. (Alat dan bahan yang digunakan yaitu tong air,
gelas ukur, gayung, ember, aqua botol bekas, air, karung, tali rapia dan bakteri
Paenibacillus polymixa).

4.1.3. Persemaian Basah (Dapog)


Persemaian basah (dapog) yaitu tempat tumbuhnya bibit padi yang disemai
dengan cara ditabur pada media tumbuh yang sangat mencolok dari persemaian
dapog yaitu alasnya memakai plastik. Media semai untuk dapog yaitu untuk
bagian alas bawahnya menggunakan plastik yang tidak bolong-bolong dan
terhampar di permukaan tanah, lebar plastiknya 1 meter sampai 1,20 cm,
ketebalan tanah dari persemaiannya yaitu 2–3 cm, setelah itu, tanah diratakan agar
proses pertumbuhan dari padi yang sedang disemainya tumbuh dengan baik.
Pengairannya diatur dalam kondisi tanah basah dengan sprayer. Pencabutan bibit
dilakukan sekitar 15-17 hari setelah semai. Persemaian dapog ini sangat mudah
dibandingkan dengan persemaian yang lainnya, karena biaya yang relatif murah,
cara mencabutnyapun mudah tidak seperti persemaian yang lainnya, serta resiko
kematiannya sangat kecil, efisiensi waktu. (Alat dan bahan yang digunakan yaitu
plastik, benih padi).

4.1.4. Sanitasi Lingkungan


Sanitasi lingkungan yaitu proses pembersihan dan pemberantasan organisme
pengganggu tumbuhan (OPT) terutama pencegahan serangan hama tikus dan
tumbuhnya gulma pada pematang dan lingkungan lahan persawahan.
(menggunakan alat cangkul. Cara kerjanya, pencangkulan gulma yang tumbuh di
pematang atau di sekitar lingkungan lahan persawahan dan pemberantasan hama
tikus secara langsung).
4.1.5. Roguing
Roguing atau menghilangkan tanaman yang menyimpang dari tanaman
utama, yang bertujuan untuk mempertahankan kemurniaan dan mutu suatu
varietas tanaman. Roguing dilakukan dengan cara melihat langsung tampilan fisik
dari tanaman yang berbeda, ditandai dengan bedanya daun, tekstur daun, bentuk
bulir, dan yang lainnya dan dilakukan untuk proses sertifikasi benih. Diarit
menggunakan alat sabit bergerigi lalu dipisahkan dan diletakkan dipematang
sawah yang nantinya diambil oleh para petani (Alatnya hanya menggunakan alat
sabit, kater atau pisau).

4.1.6. Pengamatan Organisme Pengganggu Tumbuh (OPT)


Kegiatan pengamatan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) ini bertujuan
untuk mengetahui hama dan penyakit yang ada di lapangan, khususnya pada
tanaman padi. Cara mengamati OPT / metode pengamatan ada 2, yaitu:
- Pengamatan Tetap
Pada pengamatan tetap menggunakan ajir (patok penanda) dan hanya
mengamati suatu titik yang sudah diberi tanda (Jika sudah dilakukan pengamatan,
seterusnya hanya pada titik itu saja tidak berpindah-pindah).
- Pengamatan Keliling
Pengamatan ini dilakukan dengan cara berkeliling melihat spot-spot yang ada,
untuk melihat ada atau tidaknya hama penyakit dengan cara diagonal 10 rumpun.

4.1.7. Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)


Kegiatan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan ini bertujuan
untuk menekan populasi hama yang akan merugikan para petani atau menurunkan
produktivitas dari tanaman padi. Pengendalian hama yang sempat diikuti
diantaranya pengendalian hama tikus dengan cara gropyokan. Kegiatan ini
dilakukan oleh beberapa orang dengan menggunakan alat seperti cangkul, alat
pemukul (kayu), dan jaring. Gropyokan dilakukan dengan mencari lubang tikus
yang aktif pada pematang sawah, sekitar saluran irigasi, atau pinggiran sungai.
Lubang tikus dibongkar dengan menggunakan cangkul atau dialiri air, kemudian
tikus yang keluar diperangkap menggunakan jaring agar tidak melarikan diri, tikus
yang terperangkap kemudian dipukul menggunakan alat pemukul seperti kayu,
besi ataupun tongkat dan sekiranya basa digunakkan untuk memukul hama tikus.

4.1.8. Ubinan

Ubinan yaitu salah satu cara untuk mengukur hasil gabah yang diperoleh
dari suatu luasan tertentu (ubinan) yang dipanen, dengan menimbangnya. Padi
yang akan dilakukan ubinan adalah padi yang sudah siap panen. Hal-hal yang
harus dipersiapkan dalam kegiatan ubinan secara sederhana seperti tali, meteran,
ajir, alat panen padi (arit), karung, dan timbangan. Tahapan-tahapan dalam
kegiatan ubinan yaitu sebagai berikut:
- Menentukan petakan sawah/lahan yang akan dijadikan sebagai lokasi ubinan.
Kegiatan ubinan minimal dilakukan di 2 lokasi dengan ubinan (petakan)
berukuran 2,5x2,5 m2 per hektar sawah.
- Menentukan letak ubinan dengan cara mengukur dan memberi tanda batasnya
(bisa menggunakan ajir dan tali atau alat ubinan).
- Memanen padi yang ada di dalam ubinan dan lalu memasukkannya ke dalam
karung.
- Keluarkan padi yang sudah dipanen dari karung dan meletakkannya dilantai
jemur atau terpal, lalu memisahkan bulir padi dari batangnya.
- Gabah yang sudah terpisah dimasukkan kembali ke dalam karung untuk
kemudian ditimbang.
- Setelah hasil ubinan ditimbang kemudian dilakukan penghitungan untuk
menentukan hasil gabah kering panen (GKP) per luasan 1 hektarnya.

4.1.9. Pengumpulan Hasil Panen


Pengumpulan hasil panen dari para petani ke balai UPTD Balai Benih Padi
dan Palawija ini dilaksanakan setiap hari Senin dan Kamis saja ke satpel
Bojongpicung dan ke satpel Doktormangku. Setelah gabah dari petani tiba di
lantai jemur BBPP, sebelum penimbangan dan penerimaan oleh pihak BBPP,
terlebih dahulu dilakukan pengambilan sampel gabah untuk mengecek
kualitasnya.

4.1.10. Pasca Panen


Pasca panen calon benih padi adalah rangkaian tahapan kegiatan setelah
dilakukannya pemanenan dari lahan, kegiatannya yaitu meliputi:
- Pengeringan (penjemuran), kegiatan ini dilakukan setelah calon benih dari
petani diterima di BBPP. Penurunan kadar air harus segera dilakukan karena
pada umumnya calon benih kering panen masih mempunyai kadar air yang
relatif tinggi (25%-30%). Pengeringan gabah calon benih dapat dilakukan
dengan cara penjemuran atau dengan menggunakan mesin pengering.
- Penyimpanan, kegiatan ini setelah dijemur dan kadar airnya berkurang (10-
12%) maka akan dimasukkan ke dalam karung dan disimpan.
- Sortasi, kegiatan ini dilakukan untuk memilih serta memisahkan hasil
panenan yang layak dengan yang tidak layak.
- Pengemasan (packing), setelah kegiatan sortasi dilakukan maka kegiatan
pengemasanpun harus segera dilaksanakan.

4.1.11. Pengomposan Jerami


Pupuk kompos dari jerami menjadi salah satu alternatif untuk substitusi
penggunaan pupuk kimia. Pengomposan jerami bertujuan untuk mempercepat laju
dekomposisi jerami, sehingga bisa sesegera mungkin dapat digunakan sebagai
pupuk kompos, untuk meningkatkan unsur hara tanah dan mengurangi biaya
produksi petani dalam belanja pupuk. Pembuatan kompos dengan berbahan dasar
jerami menggunakan alat dan bahan yang digunakan sebagai berikut:
a. Cangkul.
b. Garpu.
c. Terpal.
d. Gembor.
e. Kotoran hewan.
f. Sekam.
g. Dedak.
h. Mesin pencacah.
i. Jerami.
j. Air.
k. EM-4 Pertanian.
Langkah-langkah prosedur membuat pupuk kompos adalah sebagai berikut:
1. Jerami yang sudah dicacah langsung dihamparkan di atas terpal yang sudah
disediakan di UPTD-BBPP.
2. Di atas hamaparan jerami tadi, kemudian hamparkan kotoran hewan ayam.
3. Di atas lapisan kotoran hewan ayam, kemudian dihamparkan sekam padi dan
ditaburi dengan dedak.
4. Di aduk semua bahan yang sudah dihamparkan diatas terpal, dan disiram
dengan larutan EM-4 sampai tercampur rata.
5. Kemudian di tutup dengan terpal dan diamkan selama satu bulan. Setiap satu
minggu sekali pupuk kompos harus dibalikan dengan menggunakan alat
cangkulan.
6. Setelah satu bulan pupuk kompos siap untuk digunakan.

4.2. Kegiatan Penunjang


4.2.1. Penanaman Tanaman Refugia
Refugia adalah tumbuhan (tanaman berbunga maupun gulma) yang tumbuh
di sekitar tanaman padi yang dapat menjadi tempat perlindungan, sumber pakan
(berupa nectar dan madu) atau tempat tinggal sementara bagi musuh alami seperti
predator dan parasitoid. Tanaman refugia memiliki warna yang menarik dan
menghasilkan nectar yang bermanfaat sebagai sumber pakan musuh alami. Warna
dari tanaman refugia mampu menarik musuh alami untuk datang/hinggap. Selain
sebagai sumber pakan, refugia juga merupakan habitat dari musuh alami.
a. Alat dan Bahan
Alat: Cup plastik (yang sudah dilubangi oleh solder), solder.
Bahan: benih tanaman refugia, tanah, kompos, sekam dan air
b. Langkah Kerja
- Memasukkan media tanam ke dalam cup plastik, lalu dipadatkan,
kemudian diisi lagi sampai penuh.
- Peyemaian benih, dilakukan setelah lahan untuk persemaian selesai
disiapkan (diolah dan dibuat bedengan), dan disiram dengan air
secukupnya, caranya adalah dengan menaburkan benih di permukaan
tanah bedengan kemudian ditutup menggunakan sekam mentah.
- Pemindahan tanam, siapkan cup plastik yang sudah terisi media tanam,
cabut tanaman refugia di persemaian yang telah memiliki 2–3 daun, tanam
bibit ke dalam cup plastik yang sudah dilubangi dan diberi media tanam,
selanjutnya siram dengan air secukupnya pada tanaman refugia yang sudah
dipindah tanamkan ke dalam cup plastik.
- Penanaman tanaman refugia, pilihlah tanaman refugia yang
pertumbuhannya bagus dan seragam, pilih lokasi tanam di pinggir dan di
sekitaran tanaman padi, jarak tanam yang digunakan yaitu 20-30 cm. Buat
lubang tanam di lokasi di mana tanaman refugia itu akan ditanam, lalu
bibit tanaman refugia ditanamkan dan lubang yang masih terbuka ditutup
dengan tanah dan dirapihkan. Selanjutnya tanaman refugia disiram dengan
air secukupnya.
4.2.2. Pembiakan Bakteri Paenibacillus polymixa

a. Alat dan Bahan:


Alat: Aerator, selang kecil, jerigen, botol air mineral, panci, kompor, Bunsen,
corong dan saringan.
Bahan: 3 kg kentang, 2 testube isolat Paenibacillus polymixa, serbuk PK, air
galon, 150 gram gula pasir dan spirtus.
b. Cara Pembuatan:
- Kupas kentang, dan diiris-iris berbentuk dadu dengan ukuran 2x2x2 cm,
lalu dicuci sampai bersih.
- Rebus kentang yang sudah dipotong-potong dadu sampai cukup empuk.
- Pisahkan kentang dengan airnya, kemudian masukkan gula pasir/putih,
selanjutnya diaduk hingga homogen.
- Masukkan ke jerigen, kemudian tambahkan air galon sampai 10 Liter.
- Diamkan sampai dingin.
- Setelah itu, isolat bakteri diinokulasikan ke media tumbuh dengan cara
membasuh isolatnya dengan menggunakan larutan EKG (Ekstrak Kentang
Gula) sampai 3 kali, kemudian tuangkan ke dalam jerigen.
- Pasangkan selang ke masing-masing botol (Botol berisikan larutan PK
(permanganas kalium) untuk mensterilkan, botol berisikan kapas
aquarium, jerigen botol air).
- Selang yang sudah terpasang ke masing-masing botol disambungkan ke
Aerator yang sudah tersambung ke listrik, kemudian tunggu selama 10
sampai 14 hari.

4.2.3. Pembiakan Jamur Trichoderma spp.


a. Alat dan Bahan:
Alat: bunsen, panci pengukus, kompor, tumbukan, spatula, handsprayer.
Bahan: jagung, air, isolat/biakan Trichoderma spp., plastik tahan panas, koran,
alkohol, spirtus.
b. Cara pembuatan:
- Di siapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang diperlukan.
- Jagung dicuci hingga bersih.
- Setelah bersih jagung dikukus sampai setengah matang, kurang lebih
selama 20 menit.
- Dikering anginkan jagung yang telah dikukus diatas koran, setelah
dihampar-ratakan.
- Jagung yang telah dikering anginkan, dimasukkan ke dalam plastik yang
tahan panas dengan ukuran 100 gram.
- Dilipat plastiknya dengan rapih.
- Dimasukkan ke dalam panci pengukus, lalu kukus selama 10-15 menit.
- Diangkat, lalu tiriskan.
- Setelah di tiriskan selanjutnya disterilkan tempat inokulasinya, kemudian
nyalakan bunsen, simpan media biakan disekeliling bunsen.
- Disaat media biakan jagung sudah dingin, lakukan inokulasi.
- Letakkan media biakan jagung yang telah di inokulasi di tempat yang teduh
dan tidak terkena sinar matahari langsung.
- Inkubasi media biakan jagung selama 7-10 hari.
- Homogenkan disetiap beberapa hari sekali, agar pertumbuhan dari hifanya
merata.

4.3. Kegiatan Khusus Praktek Kerja Lapangan (PKL)


Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) khusus yang dijadikan sebagai topik
utama di dalam penyusunan laporan ini adalah pengendalian gulma dengan
menggunakan herbisida berbahan aktif parakuat diklorida di Lahan UPTD Balai
Benih Padi dan Palawija (BBPP) Sub 7A Satpel Bojongpicung sebagai berikut:

4.3.1. Observasi (Pengumpulan Informasi)


Observasi (pengumpulan informasi) dilaksanakan bertujuan untuk
mengetahui jenis gulma pada tanaman padi, jenis gulma yang dominan pada
tanaman padi, mengetahui praktek pengendalian gulma yang dilakukan oleh
petani yang mendapatkan arahan dari BBPP serta mengetahui konsentrasi dari
penggunaan herbisida dan megetahui beberapa macam atau jenis herbisida yang
digunakan oleh para petani di Lahan UPTD Balai Benih Padi dan Palawija Sub
7A Satpel Bojongpicung. Pelaksanaan pengamatan ini dilaksanakan sebelum
sanitasi lingkungan dan penyemprotan herbisida berbahan aktif parakuat diklorida
dilaksanakan.

Gambar 9. Observasi (pengumpulan informasi) Bersama petani Sub 7A Satpel


Bojongpicung. Sumber: Pribadi (Diambil, 20 April 2022).

4.3.2. Sanitasi Lingkungan


Sanitasi lingkungan dilaksanakan sebelum penyemprotan herbisida
berbahan aktif parakuat diklorida ini dilakukan. Sanitasi lingkungan yaitu proses
pembersihan dan pemberantasan organisme pengganggu tumbuhan (OPT)
terutama pencegahan serangan hama tikus dan tumbuhnya gulma pada pematang.
Selain itu, sanitasi lingkungan dilaksanakan bertujuan untuk membersihkan aliran
air, memberantasan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dan membersihkan
gulma pada pematang sebelum penyemprotan herbisida berbahan aktif parakuat
diklorida dan pengolahan lahan yang pertama dilaksanakan. Alat yang digunakan
adalah sabit dan cangkul.

Gambar 10. Sanitasi Lingkungan. Sumber: Pribadi (Diambil, 01 April 2022).

4.3.3. Pengaplikasian Herbisida Berbahan Aktif Parakuat Diklorida


Pengaplikasian herbisida berbahan aktif parakuat diklorida dilaksanakan di
lahan UPTD Balai Benih Padi dan Palawija Sub 7A Satpel Bojongpicung.
Pengaplikasian ini dilakukan 10 hari sebelum pengolahan lahan yang pertama
dilaksanakan, bertujuan untuk mengendalikan serta menekan pertumbuhan gulma
pada lahan sawah dan mempermudah pengolahan lahan. Setelah tanaman padi
sudah ditanam dan gulma tumbuh kembali maka harus dilakukan pengendalian
secara mekanis (penyiangan) dengan menggunakan alat gasrokan. Para petani
biasanya menggunakan herbisida berbahan aktif parakuat diklorida ini dengan
dosis 150 ml/150 liter air perhektarnya. Alat dan bahan yang digunakan yaitu
ember, air, splayer (ukuran 15 liter) dan herbisida berbahan aktif Parakuat
Diklorida (Gramoxone). Langkah kerjanya yaitu campurkan air sebanyak 150 liter
dengan herbisida berbahan aktif Parakuat Diklorida sebanyak 150 ml, lalu aduk
sampai rata. Selanjutnya masukkan ke dalam tanki sprayer, dan tutup kembali
lubang tankinya, yang terakhir herbisida berbahan aktif Parakuat Diklorida
disemprotkan ke gulma atau ke area lahan sawah dan pematang.
Gambar 12. Pengaplikasian Herbisida Berbahan Aktif Parakuat Diklorida
sebelum pengolahan lahan. Sumber: Pribadi (Diambil, 10 Mei 2022).

4.3.4. Penyiangan
Penyiangan dilaksanakan di lahan UPTD Balai Benih Padi dan Palawija Sub
7A Satpel Bojongpicung. Penyiangan ini dilakukan setelah 15 hari setelah tanam
bertujuan untuk memaksimalkan pengendalian gulma pada saat padi masih pada
fase vegetatif, membersihkan gulma agar mengurangi persaingan penyerapan
hara, mengurangi hambatan produksi anakan dan mengurangi persaingan
penetrasi sinar matahari. Penyiangan secara manual dilakukan dengan cara
mencabut dan menginjak gulma untuk dibenamkan ke dalam tanah atau dibuang.
Penyiangan menggunakan alat semi mekanis (gasrok) dilakukan dengan cara
menggasrok gulma sampai tercabut yang kemudian gulma tercabut tersebut
terinjak oleh operator/petani sehingga gulma terpendam atau masuk ke dalam
tanah.
Gambar 13. Penyiangan pada fase vegetatif di lahan UPTD Balai Benih Padi dan
Palawija Sub 7A Satpel Bojongpicung. Sumber: Pribadi (Diambil, 21 Mei 2022).

4.3.5. Hasil Observasi (Pengumpulan Informasi)


Berdasarkan hasil pengamatan (pengumpulan informasi) di lahan UPTD
Balai Benih Padi dan Palawija Sub 7A Satpel Bojongpicung, setelah aplikasi
herbisida berbahan aktif parakuat diklorida dilaksanakan, pengaruh herbisida
berbahan aktif parakuat diklorida sudah nampak dalam waktu 2-3 hari yang
ditandai dengan matinya jaringan-jaringan atau bagian-bagian gulma seperti akar,
daun, batang dan bunga yang terkena semprotan, karena herbisida berbahan aktif
parakuat diklorida merupakan herbisida kontak. Herbisida berbahan aktif parakuat
diklorida dengan dosis 150 ml/150 liter air mampu menekan dan mengendalikan
pertumbuhan gulma kiambang (Salvinia molesta), cacabean (Ludwigia
octovalvis), Jawan (Echinochloa cruss-galli) yang tumbuh di lahan UPTD Balai
Benih Padi dan Palawija Sub 7A Satpel Bojongpicung. Setelah 1 minggu
kemudian pengolahan lahan yang pertama bisa untuk dilakukan.
Gambar 13. 2-3 hari Setelah pengaplikasian herbisida berbahan aktif parakuat
diklorida, di pematang sawah. Sumber: Pribadi (Diambil 13 Mei 2022).

BAB V
PEMBAHASAN

5.1. Hasil Pengamatan Gulma

Hasil dari pengamatan gulma di lahan UPTD Balai Benih Padi dan Palawija,
terdapat gulma yang utama (mendominasi) seperti gulma cacabean (Ludwigia
octovalvis), jajagoan (Echinochloa cruss-galli) serta kiambang (Salvinia molesta)
dan ada juga beberapa gulma yang mengganggu tanaman padi dan mempengaruhi
pertumbuhan tanaman padi seperti gulma eceng padi atau wewehan (Monochoria
vaginalis), genjer (Limnocharis flava L.) dan ada beberapa jenis gulma lainnya.
Pengamatan di lahan UPTD Balai Benih Padi dan Palawija dilaksanakan setelah
panen, karena setelah 2 minggu setelah panen akan dilaksanakan pengolahan
lahan yang pertama. Di lahan UPTD Balai Benih Padi dan Palawija, padi ditanam
pada lahan persawahan yang suhu rata-ratanya 29oC dan kelembaban 15%,
beririgasi setengah Teknis, yaitu merupakan jaringan irigasi yang dimana air dapat
diatur tetapi tidak dapat diukur, serta memiliki kondisi tanah 80% datar, 15%
bergelombang dan 15% berbukit terjal dengan pH tanah berkisar 6-7 serta
mempunyai jenis tanah podsolik merah kuning (PMK) dan ultisol. Pengaplikasian
herbisida berbahan aktif parakuat diklorida ini dilakukan ketika tanaman padi
sudah di panen.
Pengamatan sebelum pengaplikasian herbisida berbahan aktif parakuat
diklorida, gulma terlihat sangat mendominasi penutupan lahan persawahan. Agar
pengaplikasian herbisida berbahan aktif parakuat diklorida ini lebih efektif
sebelum dilakukannya pengaplikasian, air sawah dikeluarkan terlebih dahulu dari
petakan sawah, setelah sudah tidak ada air yang tergenang baru disemprotkan
herbisida berbahan aktif parakuat diklorida. Dalam pengendalian gulma secara
kimia di lahan UPTD Balai Benih Padi dan Palawija ada beberapa jenis herbisida
yang direkomendasikan seperti Gramoxone, Roundup, Aly biasa, Aly plus dan Ti-
Gold, tetapi petani di sub 7A Satpel Bojongpicung lebih suka menggunakan
herbisida berbahan aktif parakuat diklorida dengan merk dagang Gramoxone.
Pengaplikasian herbisida berbahan aktif parakuat diklorida ini biasanya bertujuan
untuk menekan atau mencegah peningkatan pertumbuhan gulma.
Biasanya petani akan melakukan pengendalian gulma dengan herbisida
berbahan aktif parakuat diklorida ini setelah panen musim tanam sebelumnya dan
sebelum pengolahan tanah untuk musim tanam berikutnya, dengan tujuan untuk
mencegah/menghambat pertumbuhan gulma pada tanaman padi musim tanam
berikutnya. Sebelum aplikasi herbisida, terlebih dahulu dilakukan sanitasi
lingkungan. Dosis penggunaan herbisida Gramoxone yang digunakan oleh petani
di sub 7A Satpel Bojongpicung biasanya untuk lahan seluas 1 hektar
membutuhkan 150 liter bahan semprotan dengan konsentrasi 1 ml/liter air,
sehingga untuk menyiapkannya memerlukan 150 ml herbisida Gramoxon dan 150
liter air.
Hasil pengamatan gulma sesudah aplikasi herbisida berbahan aktif parakuat
diklorida, menunjukkan bahwa gulma terlihat kering dan mati pada 2–3 hari
setelah aplikasi herbisida. Herbisida berbahan aktif parakuat diklorida merupakan
herbisida kontak yang dapat langsung mematikan jaringan-jaringan atau bagian-
bagian gulma yang terkena semprotan herbisida itu. Herbisida berbahan aktif
parakuat diklorida termasuk kedalam herbisida non-selektif, yaitu herbisida yang
diaplikasikan pada beberapa jenis gulma melalui tanah atau daun dan dapat
mematikan hampir semua jenis gulma termasuk ke 3 jenis gulma yang
mendominan pada lahan sawah seperti cacabean (Ludwigia octovalvis), jajagoan
(Echinochloa cruss-galli) serta kiambang (Salvinia molesta). Sehingga herbisida
berbahan aktif parakuat diklorida mampu untuk mencegah atau menghambat
pertumbuhan gulma pada pertanaman padi musim tanam mendatang berikutnya.
Pada fase vegetatif atau setelah 15 hari tanam pengendalian dengan penyiangan
dilakukan untuk memaksimalkan pengendalian gulma pada tanaman padi,
membersihkan gulma agar mengurangi persaingan penyerapan hara, mengurangi
hambatan produksi anakan dan mengurangi persaingan penetrasi sinar matahari.
5.2. Perbandingan Keunggulan Herbisida Bahan Aktif Parakuat Diklorida
Konsep pengendalian gulma secara terpadu dilakukan dengan cara-cara yang
non kimia salah satunya dengan pengendalian mekanis (penyiangan). Konsep
pengendalian hama terpadu (PHT) untuk pengendalian gulma ini bertujuan untuk
menekan populasi gulma. Selain itu, untuk menekan populasi pertumbuhan gulma
dapat dilakukan pengendalian secara preventif (pencegahan). Pengendalian secara
preventif (pencegahan) ini bisa menggunakan dengan herbisida kontak atau
herbisida berbahan aktif parakuat diklorida. Proses pengendalian secara preventif
(pencegahan) dilakukan dengan menggunakan herbisida berbahan aktif parakuat
diklorida ini merupakan suatu tindakan untuk masuknya bagian-bagian gulma
berupa biji, rimpang atau batang ke lahan sawah.
Terdapat beberapa keunggulan dengan menggunakan herbisida berbahan aktif
parakuat diklorida diantaranya yaitu dapat mengendalikan gulma sebelum
mengganggu tanaman budidaya, lebih efektif dalam membunuh gulma, dalam
dosis rendah dapat berperan sebagai hormon tumbuh dan dapat meningkatkan
produksi tanaman budidaya dibandingkan dengan perlakuan pengendalian gulma
dengan cara yang lain. Pengaplikasian herbisida berbahan aktif parakuat diklorida
ini dilakukan sebelum pengolahan tanah dilaksanakan karna herbisida ini bersifat
kontak dan non-selektif, jika di aplikasikan setelah ada tanaman padi maka
tanaman padi yang terkena semprotan herbisida berbahan aktif parakuat diklorida
bisa ikut mati dengan gulmanya. Keunggulan lain dari penggunaan herbisida
berbahan aktif parakuat diklorida yaitu membutuhkan waktu yang lebih singkat,
mengurangi biaya dan tenaga kerja, terhindar dari kerusakkan akar tanaman dan
struktur tanah, serta total biaya lebih rendah dari pengendalian gulma secara
manual, prosesnya pun cepat dan efektif.

5.3. Dampak Penggunaan Herbisida Bahan Aktif Parakuat Diklorida


Pemakaian suatu jenis herbisida secara terus-menerus dapat menimbulkan
resistensi gulma, sehingga akan semakin sulit mengendalikannya dengan jenis
herbisida itu, adanya penumpukan zat kimia yang terkadung di dalam herbisida
bahan aktif parakuat diklorida sehingga meninggalkan residu pada lahan bahkan
diserap ke dalam tanah, dapat mencemari sistem perairan karena herbisida
berbahan aktif parakuat diklorida mudah larut dalam air, air hujan atau air irigasi
dan gulma akan tumbuh kembali secara cepat sekitar 2 minggu kemudian, dan bila
herbisida ini tidak menyentuh akar maka proses kerjanya tidak berpengaruh
terhadap pertumbuhan gulma. Maka dari itu air yang tergenang dilahan sawah
harus dikeluarkan dari lahan atau petakan sawah, agar proses penyemprotan
herbisida berbahan aktif parakuat diklorida ini bisa menyentuh akar gulmanya.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa


pengendalian gulma dengan herbisida berbahan aktif parakuat diklorida ini sangat
efektif dan tidak memerlukan waktu yang lama, pada kisaran 2–3 hari setelah
aplikasi herbisida berbahan aktif parakuat diklorida, gulma akan kering dan mati.
Agar pengendalian gulma lebih maksimal, maka setelah 15 hari setelah tanaman
padi ditanam atau pada saat fase vegetatif maka proses penyiangan dilakukan
dengan menggunakan alat gasrokan. Untuk luas lahan 1 hektar memerlukan dosis
150 ml herbisida untuk dilarutkan/ dicampurksn dengan 150 liter air. Herbisida
berbahan aktif parakuat diklorida merupakan herbisida kontak yaitu dapat
langsung mematikan jaringan-jaringan atau bagian-bagian gulma yang terkena
semprotan larutan herbisida berbahan aktif parakuat diklorida.
Terdapat beberapa keunggulan dengan menggunakan herbisida berbahan aktif
parakuat diklorida diantaranya yaitu mampu mengendalikan gulma sebelum
mengganggu tanaman budidaya, lebih cepat dalam menekan pertumbuhan gulma,
dalam dosis rendah dapat berperan sebagai hormon tumbuh dan dapat
meningkatkan produksi tanaman budidaya dibandingkan dengan perlakuan
pengendalian gulma dengan cara yang lain. Sehingga herbisida berbahan aktif
parakuat diklorida mampu untuk mengendalikan atau menekan pertumbuhan
gulma.
Disamping memiliki beberapa keunggulan, herbisida berbahan aktif parakuat
diklorida juga mempunyai dampak yang harus diperhatikan yaitu dapat
menimbulkan terjadinya akumulasi residu zat kimia di dalam tanah dan dapat
terserap oleh tanaman, menimbulkan resistensi gulma terhadap bahan aktif
tersebut, serta mencemari lingkungan persawahan karena herbisida bersifat racun
dan dapat mencemari sistem perairan karena herbisida berbahan aktif parakuat
diklorida mudah larut dalam air, air hujan atau air irigasi.

6.2. Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas, penulis menyarankan perlu


pergantian penggunaan jenis herbisida dengan bahan aktif yang berbeda, jangan
menggunakan herbisida berbahan aktif parakuat diklorida secara terus menerus,
agar kemungkinan terjadinya dampak buruk dapat terantisipasi. Selalu dilakukan
mengamatan terhadap efektifitas (tingkat kematian gulma) setelah aplikasi
herbisida, untuk mengetahui apakah telah terjadi penurunan efektifitas (daya
bunuh) dari herbisida itu. Jika terjadi penurunan efektifitas, maka ada
kemungkinan telah terjadi resistensi pada gulma terhadap jenis bahan aktif
parakuat diklorida itu, dan mengganti penggunaan jenis herbisida lain dengan
bahan aktif berbeda menjadi sangat penting untuk dilakukan. Memperhatikan
pertumbuhan dan penyebaran gulma di pertanaman padi, sehingga gulma bisa
cepat untuk dikendalikan.

DAFTAR PUSTAKA

Aditiya. 2021. Herbisida: Risiko Terhadap Lingkungan dan Efek Menguntungkan.


https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/sainteknol/article/download/
28371/12477 (Diakses Jum’at, 08 Juli 2022).
Adnyana, I. M. M. 2017. Klasifikasi, Respon Morfologi dan Respon Biokimia
Terhadap Herbisida. https://simdos.unud.ac.id/uploads/file penelitian
1 dir/1b833036aceb134f6b6294f8324d1bf6.pdf. (Diakses Kamis, 21
April 2022).
Afdila, N. 2019. Tugas Makalah Biokimia Dan Biologi Molekuler. Magister Ilmu
Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Indonesia. (Diakses Kamis, 12 Mei 2022).
Ahdiat. 2017. Pengelolaan Gulma dan Kesuburan Tanah Tanaman Perkebunan
(KK F).http://repositori.kemdikbud.go.id/8574/1/6.%20MODUL
%20F.%20PENGELOLAAN%20GULMA%20DAN
%20%20KESUBURAN%20TANAH%20TANAMAN%20.pdf
(Diakses Jum’at, 08 Juli 2022).
Andang Syaifudin dan Fika Adnia Nofa. 2020. Jenis-Jenis Gulma Padi (Oryza
Sativa L) di Lahan Pertanian Desa Terban Kecamatan Warungasem
Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah.https://ejurnalunsam.id/i
ndex.php/jbs/article/download/2959/2144/ (Diakses Kamis, 07 Juli
2022).
Aulia et.al. 2021. Pengendalian Gulma Pada Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
Dengan Pestisida Nabati Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbing).http://jurnal.poligon.ac.id/index.php/semantech/article/
view/870/496 (Diakses Rabu, 06 Juli 2022).
BENTI, F. 2016. Perbandingan Pendapatan Sistem Tanam Padi Sawah Dengan
Sistem Tanam Padi Lahan Kering Kecamatan Kuala Kabupaten
Nagan Raya (Universitas Teuku Umar Meulaboh).
BPS Kabupaten Cianjur. 2022. Tanaman Pangan-Badan Pusat Statistik Kabupaten
Cianjur. https://cianjurkab.bps.go.id/subject/53/tanaman-pangan.html
(Diakses Sabtu, 16 April 2022).
CABI. 2021. Ringkasan Spesies Invasif, Gulma Ludwigia octovalvis (Primrose
willow). https://www.cabi.org/isc/datasheet/31671 (Diakses Jum’at,
15 April 2022).
Cybex. 2019. Herbisida Kontak dan Sistemik. http://cybex.pertanian.go.id/
mobile/artikel/80858/Herbisida-Kontak-Dan-Sistemik/ (Diakses, 09
Mei 2022).
Dass, A., Shekhawat, K., Choudhary, AK, Sepat, S., Rathore, SS, Mahajan, G., &
Chauhan, BS. 2017. Pengelolaan gulma pada padi menggunakan
kompetisi tanaman-sebuah tinjauan. Perlindungan tanaman, 95, 45-52.
(Diakses Kamis, 07 Juli 2022).
Dewi, K. N. S. 2019. Pengaruh Sistem Tanam Konvensional dan Ratun Terhadap
Keberadaan Hama Utama, Pertumbuhan dan Produksi Padi (Oryza
sativa L.). http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/96
314/KHARUN%20NISA%20SAPUTRI%20DEWI
%20%20121510501029%20%23.pdf?sequence=1&isAllowed=y.
(Diakses Jum’at, 06 Mei 2022).
Dinas Pangan, Pertanian dan Perikanan. 2018. Gulma dan Cara
Menanggulanginya. https://pertanian.pontianakkota.go.id/artikel/48-
gulma-dan-cara-menanggulanginya.html (Diakses Jum’at, 29 Juli
2022).
Haryanto, D. 2016. Identifikasi Gulma di Lahan Pertanian Padi (Oryza sativa L.)
Pasang Surut di Desa Pegayut Kecamatan Pemulutan Kabupaten Ogan
Ilir dan Sumbangsihnya pada Pokok Bahasan Keanekarangaman
Hayati Kelas X di MA / SMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN FATAH. Skripsi, 1–59. (Diakses Kamis, 07 Juli 2022).
Hatta, 2020. Karakteristik Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi Merah
(Oryza glaberrima) terhadap Pemberian Garam NaCl.
http://repository.umsu.
ac.id/bitstream/handle/123456789/10274/SKRIPSI%20ANJAS
%20ALHATTA.pdf;jsessionid=8016073D8327ADC0956BD6C03C9
B2659?sequence=1. (Diakses Selasa, 06 Juli 2022).
Ikhsan, 2021. Pertumbuhan dan Produksi Galur Mutan Padi Merah (Oryza
glaberrima L.) Generasi Ketujuh. http://repository.unhas.ac.id/id
/eprint/5745/2/ G11116505_skripsi%201-2.pdf (Diakses Rabu, 06 Juli
2022).
Khanafi, A. 2018. BAB II Tinjauan Pustaka 2.1. Padi (Oryza sativa L.).
http://eprints.undip.ac.id/61521/3/BAB_II.pdf (Diakses Sabtu, 07 Mei
2022).
Marchesi, C., dan Chauhan, B. S. 2019. The efficacy of chemical options to
control Echinochloa crus-galli in dry-seeded rice under alternative
irrigation management and field layout. Crop Protection, 118, 72-78.
https://doi.org/10.1016/j.cropro.2018.12.016 (Diakses Kamis, 07 Juli
2022).
Nafisah, D. 2018. BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Taksonomi Tanaman Padi (Oryza
sativa L.). http://eprints.umg.ac.id/426/3/BAB%202.pdf (Diakses
Selasa, 10 Mei 2022).
Paiman. 2020. Gulma Tanaman Pangan. http://repository.upy.ac.id/
2758/1/GULMA-TANAMAN-PANGAN.pdf (Diakses Senin, 09 Mei
2022).
Phillip, D., Jayeoba, O. O., Ndirpaya, Y., Oluwole, F. 2018. Innovation
opportunities in the rice value chain in Nigeria. FARA Res Rep.2(3):
1-48.
Plantamor. 2022. Echinochloa cruss-galli var. zelayensis. https://plantamor.com.
translate.goog/species/info/echinochloa/crus-galli/zelayensis?_
x_tr_sch=http&_x_tr_sl=ms&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=sc
(Diakses Rabu, 11 Mei 2022).
Plantamor. 2022. Salvinia molesta – PLANTAMOR Kiambang.
http://plantamor.com/species/info/salvinia/molesta#gsc.tab=0
(Diakses Selasa, 10 Mei 2022).
Pranata, S. 2022. II Tinjauan Pustaka. 1. Habitat Kiambang Kiambang (Salvinia
molesta), ditemukan Pertama Kali dan di Pelajari di Universitas
Colombo. adoc.pub_ii. https://adoc.pub/ii-tinjauan-pustaka-1-habitat-
kiambang-kiambang-salvinia-mol.html. (Diakses Rabu, 11 Mei 2022).
Pratama, F. H. dan B. Kusmartono. 2019. Pembuatan Pupuk Cair Organic dari
Kiambang (Salvinia molesta) (Variabel Penambahan EM4 dan Lama
Waktu Fermentasi). https://ejournal.akprind.ac.id/ index.php/JIP/
article/view/2105 (Diakses Senin, 09 Mei 2022).
Putri. 2021. Potensi Beberapa Genotipe Padi Lokal Kecamatan Kuok Kabupaten
Kampar Untuk Menekan Perkecambahan Gulma Echinochloa cruss-
galli (L.) Beauv. http://repository.uin-suska.ac.id/41787/2/SKRIPSI%
20LENGKAP%20KECUALI%20BAB%20IV.pdf.(Diakses Selasa, 05
Juli 2022).
Rachmawati, F. 2022. Efektivitas Cendawan Endofit Penginduksi Ketahanan Padi
Terhadap Alelopati Gulma Echinochloa crass-galli. https://repository.
unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/106607/doc.pdf?
sequence=1&isAllowed=y. (Diakses Senin, 16 Mei 2022).
Rahayu, A., Utami, S. R., & Rayes, M. L. (2014). Karakteristik dan klasifikasi
tanah pada lahan kering dan lahan yang disawahkan di Kecamatan
Perak Kabupaten Jombang. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan,
1(2), 79-87.
Ratnawati. 2017. Teknik pengendalian gulma (teknik, biologi, dan kimiawi) pada
tanaman kedelai. Hal 01-21. (Diakses Rabu, 27 Juli 2022).
Reza, R. M. I. 2018. PENGENDALIAN GULMA DENGAN AMONIUM
GLUFOSINAT PADA PERTANAMAN TOMAT (Solanum
lycopersicum L.). https://repositori.usu.ac.id/ bitstream/handle/12345
6789/12584/120301173.pdf?sequence=1&isAllowed=y.(Diakses
Rabu, 11 Mei 2022).
Rozen dan Kasim. 2018. Teknik Budidaya Tanaman Padi Metode SRI (The
System of Rice Intensification). http://repo.unand.ac.id/29018/2/Buku
%20 Teknik%20Budi%20Daya%20Tanaman%20Padi.pdf.(Diakses,
Rabu, 06 Juli 2022).
Safitri, 2018. Morfologi Padi Gogo Lokal (Oryza sativa L.) Asal Kecamatan
Bangko Kabupaten Rokan Hilir Pada Fase Vegetatif. http://repository.
uin-suska.ac.id/16152/. (Diakses selasa, 05 Juli 2022).
Sampul Pertanian, 2017. Macam-macam Gulma Cacabean (Ludwigia octovalvis).
https://www.sampulpertanian.com/2017/02/macam-macam-gulma-
gulma-cacabean.html#:~:text=Cacabean%20atau%20dalam%20
bahasa%20latin,Ludwigia%20octovalvis%20merupakan%20gulma
%20pada (Diakses Senin, 09 Mei 2022).
Sari, W., & Azis, M. (2021). Analisis Vegetasi Gulma Padi PandanWangi (Oryza
sativa L. Aromatic) di Sentra Penanaman Padi PandanWangi
Kabupaten Cianjur. Pro-STek, 3 (1), 41-58. (Diakses Jum’at 06 Mei
2022).
Sarifin & Suyasdi, 2017. Identifikasi dan Analisis Populasi Gulma Pada padi
sawah organik dan anorganik Di Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel,
Kabupaten Tabanan. AGRIMETA, 7(13): 50-55.
Sembiring, D. S. P. S. dan N. S. Sebayang. 2019. Uji Efikasi Dua Herbisida Pada
Pengendalian Gulma Di Lahan Sederhana. https://unida.ac.id/ojs
/jp/article/viewFile/1891/pdf. (Diakses Rabu, 11 Mei 2022).
SHIDIQ, A. N. (2021). Analisis Komparatif Tingkat Kesejahteraan Petani Padi
Sawah Berdasarkan Tingkat Penguasaan (Universitas Siliwangi).
(Diakses Selasa, 05 Juli 2022).
Soraya, Y. G. 2020. BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Benih Padi Inpari-32.
http://eprints.undip.ac.id/80943/3/BAB_II.pdf (Diakses Jum’at, 06
Mei 2022).
Sri Mulatsih, 2015. Optimalisasi KeberlanjutanPengembangan Usaha Padi
Organik Di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
https://www.researchgate.net
/publication/312966780_Optimalisasi_KeberlanjutanPengembangan_
Usaha_Padi_Organik_Di_Kabupaten_Cianjur_Jawa_Barat. (Diakses
Rabu, 06 Juli 2022).
Subagio, R. S. S. H., & Indrayati, L. 2015. PENGENDALIAN GULMA, hal. 74-
80. (Diakses Jum’at, 06 Mei 2022).
Suryaningsih, Y. dan E. Surjadi, 2018. PKM Upaya Pengendalian Gulma
Tanaman Padi Berbasis Teknologi pada Kelompok Tani Desa
Semiring. https://media.neliti.com/media/publications/297725-pkm-
upaya-pengendalian-gulma-tanaman-pad-b521fa2d.pdf (Diakses pada
Kamis, 21 April 2022).
Syafira, D. 2020. 12. BAB 1 Pendahuluan.pdf. https://sipora.polije.ac.id/
907/10/12.%20BAB%201%20PENDAHULUAN.pdf (Diakses Sabtu,
16 April 2022).
Syahputra, E. 2012. Keefektifan Parakuat Diklorida sebagai Herbisida untuk
Persiapan Tanam Padi Tanpa Olah Tanah Di Lahan Pasang Surut.
Perkebunan dan Lahan Tropika, 2(1), 15-22.
Tampubolon, A. dan N. E. Mustamu, 2019. Ekologi, Kerugian dan Pengelolaan
Gulma Jajagoan (Echinochloa crus-galli) Resisten Herbisida pada
Pertanaman Padi Sawah: Review. https://www.researchgate.net/
publication/349506908_Ekologi_Kerugian_dan_Pengelolaan_Gulma_
Jajagoan_Echinochloa_crusgalli_Resisten_Herbisida_pada_Pertanama
n_Padi_Sawah_Review. (Diakses Rabu, 06 Juli 2022).
Warokah, J. 2020. Implementasi Pertanian Berkelanjutan di Indonesia pada
Padi.https://protan.faperta.unej.ac.id/implementasi-pertanian-
berkelanjutan-di-indonesia-pada-padi/ (Diakses Sabtu, 07 Mei 2022).
Wati, C. 2017. Identifikasi Hama Tanaman Padi (Oryza Sativa L.) dengan
Perangkap Cahaya di Kampung Desay Distrik Prafi Provinsi Papua
Barat.https://jurnal.polbangtanmanokwari.ac.id/index.php/jt/article/
download/25/26/. (Diakses Selasa, 05 Juli 2022).

Lampiran 1

KEGIATAN UTAMA PRAKTEK KERJA LAPANGAN DI LAHAN UPTD


BALAI BENIH PADI DAN PALAWIJA
Di bawah ini adalah tabel kegiatan dan dokumentasi Utama Praktek Kerja
Lapangan atau kegiatan penyemprotan herbisida berbahan aktif Parakuat
Diklorida di lahan UPTD Balai Benih Padi dan Palawija :

No. Uraian Kegiatan Dokumentasi

Pengamatan di lahan UPTD


1. Balai Benih Padi dan Palawija
Sub 7A Satpel Bojongpicung.

Sanitasi lingkungan di lahan


UPTD Balai Benih Padi dan
2.
Palawija Sub 7A Satpel
Bojongpicung.
Pengaplikasian atau
penyemprotan Herbisida
Berbahan Aktif Parakuat
3.
Diklorida di lahan UPTD Balai
Benih Padi dan Palawija Sub
7A Satpel Bojongpicung.

Penyiangan di lahan UPTD


4. Balai Benih Padi dan Palawija
Sub 7A Satpel Bojongpicung.

Dibawah ini adalah tabel dan dokumentasi alat dan bahan kegiatan utama
Praktek Kerja Lapangan di lahan UPTD Balai Benih Padi dan Palawija :

No. Alat dan Bahan Dokumentasi


1. Ember.

2. Tanki air (15 liter).

3. Air.
4. Sabit.

5. Cangkul.

Herbisida berbahan aktif


5. Parakuat Diklorida
(Gramoxone).
6. Gasrok.

Lampiran 2

KEGIATAN PENUNJANG PRAKTEK KERJA LAPANGAN DI UPTD


BALAI BENIH PADI DAN PALAWIJA

No. Uraian Kegiatan Dokumentasi


Pembiakan Trichoderma
1.
spp.

Pembiakan Paenibacillus
2.
polymyxa.

Penanaman tanaman
3.
Refugia

Lampiran 3

CATATAN HARIAN PEMBIMBING LAPORAN PRAKTEK KERJA


LAPANGAN DI UPTD BALAI BENIH PADI DAN PALAWIJA
N
TANGGAL URAIAN KEGIATAN DOKUMENTASI
O

~ Mengukur kadar air


benih padi dengan
menggunakan alat
Digital Grain Moisture
Meter. Setelah itu
menghitung dan
Kamis, 17 membuat grafiknya.
1.
Maret 2022 ~ Mencatat kwitansi
penyetoran padi dari
petani ke balai UPTD
BBPP.
~ Membantu mengambil
hasil panen dari CBKP
di Sub. Wilayah 4.

2. Jum’at, 18 ~ Materi diruangan Aula,


Maret 2022 materinya yaitu sebagai
berikut :
Sejarah Padi
Sistem berburu (sistem
tradisional).
Padi huma sistem.
Padi gogo.
Padi sawah.
Padi tanah hujan.
Padi gogo ranca.
Padi lebak sistem.
Padi pasang surut.
Padi plastic/asfal
Seorang penangkar :
Pemasarannya.
Sasaran.
Perencanaan.
Keinginan pasar.
Lokasi.
Luas lahan.
Kebutuhan benih.
~ Menanam Bibit
tanaman Refugia.

~ Apel pagi.
~ Pemaparan tugas
kelompok tentang
masalah solving
Bersama bapak wawan
dan bapak ahmad.
Senin, 21
3. ~ Membantu mengambil
Maret 2022
CBKP di Satpel
Bojongpicung.
~ Pemaparan materi
tentang perlakuan benih
dan pengolahan lahan
persemaian.

4. Selasa, 22 ~ Melakukan
Maret 2022 pengendalian mekanik
Bersama bapak unang,
bapak yudi dan bapak
usep di Sub 11A Satpel
Doktormangku
(pengendalian mekanis
hama penggerek).
~ Mencacah jerami
menggunakan mesin
pencacahnya Bersama
bapak usep, bapak dodi
dan bapak opik.
~ Presentasi tugas
Rabu, 23 tentang masalah solving
5.
Maret 2022 Bersama bapak unang
dan bapak wawan.

6. Kamis, 24 ~ Diskusi rencana


Maret 2022 program kegiatan
perkelompok (Tanaman
Refugia, bakteri
Trichoderma dan bakteri
Paenibacillus polymixa)
kelompok uninus 1.
~ Diskusi Bersama
bapak usep tentang
pelaksanaan pembuatan
bakteri Paenibacillus
polymixa).
~ Mengikuti webinar
petani melanial.
~ Materi di ruangan Aula
Bersama bapak unang
mengenai :
Penaburan benih padi
pada petakan
persemaian.
Jum’at, 25 Macam-macam
7.
Maret 2022 persemaian beserta
penjelasannya.
~ Membantu
memasukkan pupuk
kompos ke polybag.
~ Membuat pupuk
kompos.

8. Senin, 28 ~ Apel pagi


Maret 2022 ~ Roguing di Sub 3A 3B
Satpel Bojongpicung
fase generatif.
~ Melubangi cup
menggunakan solder
untuk program kelompok
uninus 1.
~ Roguing di Sub 2A 2B
Satpel Bojongpicung
fase generatif dan akan
di sertifikasi.
~ Melanjutkan kegiatan
untuk program kelompok
uninus 1 yaitu :
Selasa, 29
9. Menyebar 4 macam
Maret 2022
warna bibit tanaman
Refugia di lahan
halaman balai.
Merapihkan dan
menghitung cup yang
sudah dilubangi dengan
solder.
~ Materi Bersama bapak
unang membahas tentang
jarak tanam, macam-
macam pola tanam, dan
unsur tanahnya.
Rabu, 30
10. ~ Materi dari POPT Lab
Maret 2022
BPTPH membahas
tentang pembuatan
Agensia Hayati
Paenibacillus polymixa
serta cara pembuatannya.

~ Membuat program
kelompok uninus 1 yaitu
Kamis, 31 membuat Agensia Hayati
11.
Maret 2022 Paenibacillus polymixa
(EKG) extrak kentang
gula.

12. Jum’at 01 ~ Sanitasi lingkungan di


April 2022 Sub 7A Satpel
Bojongpicung.
~ Materi dan mengukur
lantai jemur Bersama
bapak usep dan bapak
ahmad.
13. Senin, 04 ~ Apel pagi.
April 2022 ~ Kelantai jemur untuk
menimbang serta
menjemur gabah padi.
~ Membalikkan pupuk
kompos Bersama bapak
usep.
~ Memipil jagung untuk
benih dan media bakteri
Trichoderma.
~ Mengambil hasil panen
di satpel Bojongpicung.
14. Selasa, 05 ~ Roguing di Sub 11A
April 2022 11B Satpel
Doktormangku.
~ Menghitung bulir padi
dari sempelnya.
~ Materi di ruangan Aula
Bersama bapak unang,
materinya membahas
tentang persemaian,
dosis pupuk yang harus
Rabu, 06 sesuai dengan
15.
April 2022 rekomendasi setempat.
~ Materi di ruangan Aula
Bersama bapak usep dan
bapak opik, materinya
membahas tentang
pengenalan palawija.

16. Kamis, 07 ~ Mengangkut atau


April 2022 mengambil hasil panen
di Sub 8A Satpel
Bojongpicung.
~ Mengangkut atau
mengambil hasil panen
di Sub 3A Satpel
Bojongpicung Bersama
bapak eka.
17. Jum’at, 08 ~ Mengembalikan
April 2022 Testub isolat bakteri
Trichoderma ke Lab
BPTPH.
~ Mengisi atau
memasukkan kompos ke
polybag.
~ Memindahkan bibit
refugia kedalam cup
plastik yang sudah diisi
dengan tanah serta sudah
dicampur dengan pupuk
kompos.
~ Apel pagi.
~ Mengangkut atau
Senin, 11
18. mengambil hasil panen
April 2022
di Sub 2A Satpel
Bojongpicung.

~ Roguing fase masak di


Sub 11 Satpel
Doktormangku.
~ Pembagian
pembimbing laporan
PKL di lapangan UPTD
Selasa, 12
19. BBPP Bersama bapak
April 2022
unang di ruangan Aula.
~ Diskusi Bersama
bapak usep sebagai
pembimbing untuk
membuat pertemuan
bimbingan.
20.

~ Melakukan kegiatan
ubinan di Sub 11A 11B
Satpel Doktormangku.
Rabu, 13
~ Memisahkan bulir padi
April 2022
dan menimbang serta
menghitung kadar
airnya.

~ Mengangkut atau
mengambil hasil panen
di Satpel Bojongpicung
Kamis, 14 Sub.
21.
April 2022 ~ Mengangkut atau
mengambil hasil panen
di Satpel Bojongpicung
Sub.
22. Senin, 18 ~ Apel pagi.
April 2022 ~ Mengambil atau
mengangkut hasil panen
di Sub 14-15 Satpel
Doktormangku.
~ Menanam kacang
tanah di lahan
Selasa, 19 emplasemen Balai Benih
23.
April 2022 Padi dan Palawija.
~ Pemindahan semaian
tanaman refugia.

Rabu, 20 ~ Gropyokan hama tikus


24.
April 2022 di Satpel Bojongpicung.

25. Kamis, 21 ~ Mengambil hasil panen


April 2022 di Satpel Doktormangku.
~ Bimbingan Laporan
PKL Bersama bapak
Usep.
~ Pembuatan Bakteri
Paenibacillus polymixa
Bersama teman-teman
satu kelompok.
~ Proses inokulasi
biakan Paenibacillus
polymixa Bersama petani
milenial BBPP.
~ Penjemuran benih padi
Jum’at, 22
26. untuk persiapan
April 2022
perbanyakan mk2022.
~ Perendaman benih padi
dengan bakteri
Paenibacillus polymixa
di Satpel Doktormangku.
~ Apel pagi.
~ persemaian dapok di
Senin, 25 Sub 7A Satpel
27.
April 2022 Bojongpicung.
~ Mengambil hasil panen
di Satpel Doktormangku.

28. Selasa, 26 ~ Penanaman tanaman


April 2022 refugia di sub 14B Satpel
Doktormangku.
~ Sebar Benih di Satpel
Doktormangku.
~ Membagikan benih
kepada petani penggarap
di sub 14B Satpel
Doktormangku.
~ Bimbingan Laporan
PKL.
~ Gropyokan hama tikus
di sub 5 dan sub 6.
~ Prosesing calon benih
inpari 48, serta
Rabu, 27
29. menghitung daya
April 2022
kecambah benih padi.
~ Penapian benih padi
Bersama pa kujang, a ogi
dan pak teteng.

30. Senin, 09 ~ Penaburan


Mei 2022 Trichoderma spp. Ke
bayam merah dan ubi.
~ Menghomogen
Trichoderma spp.
~ Panen kacang hijau
Bersama pak Agus, a
ogi, a ipan dan teman-
teman.
31. Selasa, 10 ~ Mencabut bibit dari
Mei 2022 persemaian Dapog
~ Pindah tanam bibit
dengan sistem tanam
jajar legowo 5:1.
~ Membereskan
menanam tanaman
Refugia dan mengisi cup
dengan media tanam.
~ Penyemprotan
persemaian dengan
larutan Paenibacillus
polymyxa di sub 14.
~ Memupuk kacang
bogor dengan pupuk
NPK.
~ Mengisi cup dengan
Rabu, 11 media tanam.
32.
Mei 2022 ~ Memindahkan bibit
tanaman Refugia ke cup.

~ Membagikan benih
dan sosialisasi
Kamis, 12 pengendalian OPT di sub
33.
Mei 2022 13 dan 14 A Bersama
pegawai BBPP dan
BAPELTAN.
~ Pengendalian hama
tikus dengan Grapyokan
Jum’at 13 di sub 14 A.
34.
Mei 2022 ~ Post test di ruang Aula
BBPP.
~ Penutup.

https://youtu.be/3ryHx3UJUhw

Anda mungkin juga menyukai