Anda di halaman 1dari 92

SKRIPSI

PENGARUH APLIKASI PUPUK HAYATI DAN AGENS HAYATI


TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.) DI MAIN NURSERY

OLEH :
SUBEKTI ADI MULYO
NIM. 1606110006

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
SKRIPSI

PENGARUH APLIKASI PUPUK HAYATI DAN AGENS HAYATI


TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.) DI MAIN NURSERY

OLEH :
SUBEKTI ADI MULYO
NIM. 1606110006

Sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
PENGARUH APLIKASI PUPUK HAYATI DAN AGENS HAYATI
TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.) DI MAIN NURSERY

SUBEKTI ADI MULYO


NIM. 1606110006

Menyetujui

Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hapsoh, MS


NIP. 195711011984032002

Mengetahui

Dekan Fakultas Pertanian Ketua Jurusan Agroteknologi


Universitas Riau

Dr. Ir. Syafrinal, MS Dr. Rusli Rustam, SP, M.Si


NIP. 196104291987031002 NIP. 196911111999031010
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Subekti Adi Mulyo


NIM : 1606110006
Program Studi : Agroteknologi
Jurusan : Agroteknologi
Judul Skripsi : Pengaruh Aplikasi Pupuk Hayati dan Agens Hayati
terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) di Main Nursery.

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa :

1. Skripsi yang saya ajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
Fakultas Pertanian Universitas Riau bebas dari tindakan plagiat dan telah
disesuaikan dengan kaidah ilmiah, norma akademik dan norma hukum sesuai
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi.

2. Bilamana terbukti dan terdapat tindakan plagiat maka saya bersedia menerima
sanksi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Pekanbaru, 27 Mei 2021


Yang memberi pernyataan

SUBEKTI ADI MULYO


NIM. 1606110006
Skripsi ini telah diuji dan dipertahankan di depan tim penguji ujian Sarjana

Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Riau dan dinyatakan lulus

pada tanggal ( )

No Nama Jabatan
1. Prof. Dr. Ir. Hapsoh, MS Ketua
2. Dr. Ir. Tengku Nurhidayah, M.Sc Anggota
3. Prof. Dr. Ir. Nelvia, MP Anggota
4. Isna Rahma Dini, S.Pi, M.Si Anggota
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’aala atas segala rahmat,

hidayah, dan kemudahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Pengaruh Aplikasi Pupuk Hayati dan Agens Hayati terhadap Pertumbuhan

Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Main Nursery”. Penelitian ini

merupakan bagian dari hibah Penelitian Dasar yang diketuai oleh dosen

pembimbing.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Hapsoh, MS

sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, dan

motivasi sampai selesainya skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih

kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini.

Penulis sangat mengharapkan agar skripsi ini bermanfaat bagi kita semua

baik untuk saat ini maupun untuk masa yang akan datang.

Pekanbaru, Mei 2021

Subekti Adi Mulyo


THE EFFECT OF BIOFERTILIZER AND BIOLOGICAL AGENTS
APPLICATION ON PALM OIL (Elaeis guineensis Jacq.)
SEED GROWTH IN MAIN NURSERY

Subekti Adi Mulyo


NIM. 1606110006
Department of Agrotechnology, Faculty of Agriculture, University of Riau

ABSTRACT

The aim of this study was to obtain the number of applications of


biofertilizer and biological agents, as well as the best combination of applications
of biofertilizer and biological agents for the growth of oil palm seedlings in the
main nursery. This research was conducted experimentally using a factorial
completely randomized design (CRD). The first factor was the number of
applications of biofertilizer which consisted of 4 levels, namely P0 = 0 times, P1 =
1 times, P2 = 2 times, and P3 = 3 times. The second factor was the number of
biological agents applications consisting of 4 levels, namely A0 = 0 times, A1 = 1
time, A2 = 2 times, and A3 = 3 times. The parameters observed included increase
in seedling height, increase in stem diameter, increase in leaf number, root
volume, seed dry weight, root crown ratio, photosynthesis rate, chlorophyll
content, types of pests that attacked and intensity of pest attacks. The results
showed that the application of biofertilizer consortium of cellulolytic bacteria
based on rice washing water was able to increase the growth of oil palm seedlings
in the main nursery, by giving it one time, that was when transplanting
significantly increased plant height, stem diameter and leaf number, but changes
in value of each observation parameter tends to be better with the application of
biofertilizer three times, that was when transplanting, 30 days after transplanting
and 60 days after transplanting. The application of the local Beauveria bassiana
Vuillemin fungal biological agent by giving it three times, that was when
transplanting, 30 days after transplanting, and 60 days after transplanting gave
good results on each parameter of the observation. The combination of application
of biofertilizer with three times application and biological agents with three times
application gave the best results for the growth of oil palm seedlings.
Keywords : palm oil, biofertilizer, biological agents
SUBEKTI ADI MULYO. NIM 1606110006
Pengaruh Aplikasi Pupuk Hayati dan Agens Hayati terhadap Pertumbuhan Bibit
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Main Nursery di bawah bimbingan
Hapsoh

RINGKASAN

Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang berperan penting pada


sektor pertanian dan perekonomian di Indonesia. Luas areal lahan dan peremajaan
perkebunan kelapa sawit terus mengalami peningkatan, oleh karena itu diperlukan
peningkatan kuantitas dan kualitas bibit kelapa sawit. Pertumbuhan dan kesehatan
tanaman pada masa pembibitan akan mempengaruhi pertumbuhan dan tingginya
produksi selanjutnya di lapangan. Pertumbuhan tanaman sangat ditentukan oleh
usaha budidaya yang baik seperti pemberian unsur hara dan pengendalian
serangan hama yang tepat.
Pemberian unsur hara dapat dilakukan dengan cara pemupukan yang
ramah lingkungan, salah satu pupuk yang dapat digunakan adalah pupuk hayati
konsorsium bakteri selulolitik berbasis air cucian beras. Pupuk hayati berbahan
dasar bakteri selulolitik merupakan pupuk hayati yang mampu mempercepat
proses penguraian bahan organik. Bakteri selulolitik menghasilkan enzim selulase
yang dapat mempersingkat waktu dekomposisi bahan organik dengan begitu hara
akan lebih cepat tersedia bagi tanaman. Bahan organik yang digunakan pada
penelitian ini adalah air cucian beras. Air cucian beras mengandung karbohidrat
dan selulosa yang merupakan substrat bagi pertumbuhan bakteri selulolitik. Selain
itu, air cucian beras juga memiliki unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit.
Pertumbuhan bibit kelapa sawit akan lebih baik jika diperhatikan faktor
lingkungan yang mendukung, salah satunya adalah pengendalian serangan hama.
Hama yang menyerang bibit kelapa sawit pada umumnya adalah hama pemakan
daun. Kerusakan daun dapat mengganggu fotosintesis sehingga pertumbuhan bibit
juga dapat terganggu. Untuk itu perlu dilakukan pengendalian serangan hama
dengan pengendalian yang lebih ramah lingkungan, salah satunya dengan
penggunaan agens hayati berupa cendawan entomopatogen Beauveria bassiana
Vuillemin lokal. Beauveria bassiana memproduksi senyawa metabolit sekunder
berupa toksin yang dapat membunuh serangga. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan jumlah aplikasi pupuk hayati dan agens hayati serta kombinasi
jumlah aplikasi pupuk hayati dan agens hayati terbaik bagi pertumbuhan bibit
kelapa sawit di main nursery.
Penelitian ini dilakukan secara eksperimen menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL) faktorial. Faktor pertama adalah jumlah aplikasi pupuk hayati
yang terdiri dari 4 taraf, yaitu P0 = 0 kali (tanpa aplikasi pupuk hayati), P1 = 1
kali (pada saat pindah tanam), P2 = 2 kali (pada saat pindah tanam dan 30 hari
setelah pindah tanam), dan P3 = 3 kali (pada saat pindah tanam, 30, dan 60 hari
setelah pindah tanam). Faktor kedua adalah jumlah aplikasi agens hayati yang
terdiri dari 4 taraf, yaitu A0 = 0 kali (tanpa aplikasi agens hayati), A1 = 1 kali
(pada saat pindah tanam), A2 = 2 kali (pada saat pindah tanam dan 30 hari setelah
pindah tanam), dan A3 = 3 kali (pada saat pindah tanam, 30, dan 60 hari setelah
pindah tanam). Parameter yang diamati antara lain adalah pertambahan tinggi
bibit, pertambahan diameter batang, pertambahan jumlah daun, volume akar, berat
kering bibit, rasio tajuk akar, laju fotosintesis, kandungan klorofil, jenis hama
yang menyerang dan intensitas serangan hama. Data yang diperoleh dianalisis
secara statistik menggunakan analisis ragam dan diuji lanjut dengan uji jarak
berganda Duncan pada taraf 5% menggunakan aplikasi SPSS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati konsorsium
bakteri selulolitik berbasis air cucian beras mampu meningkatkan pertumbuhan
bibit kelapa sawit di main nursery, dengan pemberian satu kali yaitu pada saat
pindah tanam nyata meningkatkan pertambahan tinggi bibit, pertambahan
diameter batang dan pertambahan jumlah daun, namun perubahan nilai tiap
parameter pengamatan cenderung lebih baik dengan pemberian pupuk hayati
sebanyak tiga kali yaitu pada saat pindah tanam, 30 hari setelah pindah tanam dan
60 hari setelah pindah tanam. Aplikasi agens hayati cendawan B. bassiana
Vuillemin lokal dengan pemberian tiga kali yaitu pada saat pindah tanam, 30 hari
setelah pindah tanam, dan 60 hari setelah pindah tanam memberikan hasil yang
baik pada setiap parameter pengamatan. Kombinasi aplikasi pupuk hayati dengan
pemberian tiga kali dan agens hayati dengan pemberian tiga kali memberikan
hasil terbaik bagi pertumbuhan bibit kelapa sawit.
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI................................................. iii
KATA PENGANTAR............................................................................. iv
ABSTRACT............................................................................................ v
RINGKASAN......................................................................................... vi
DAFTAR ISI........................................................................................... viii
DAFTAR TABEL................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR.............................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... xii

I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2 Tujuan........................................................................................... 4

II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 5
2.1 Tanaman Kelapa Sawit................................................................. 5
2.2 Pembibitan Kelapa Sawit.............................................................. 7
2.2 Pupuk Hayati................................................................................ 9
2.3 Agens Hayati................................................................................ 12
2.4 Hama di Pembibitan Kelapa Sawit............................................... 15

III METODOLOGI................................................................................. 16
3.1 Tempat dan Waktu........................................................................ 16
3.2 Bahan dan Alat............................................................................. 16
3.3 Metode Penelitian......................................................................... 17
3.4 Pelaksanaan Penelitian................................................................. 18
3.5 Pengamatan................................................................................... 22
3.6 Analisis Data................................................................................. 25

IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 26


4.1 Pertambahan Tinggi Bibit............................................................. 26
4.2 Pertambahan Diameter Batang..................................................... 29
4.3 Pertambahan Jumlah Daun........................................................... 32
4.4 Volume Akar................................................................................ 35
4.5 Berat Kering Bibit........................................................................ 38
4.6 Rasio Tajuk Akar.......................................................................... 41
4.7 Laju Fotosintesis........................................................................... 43
4.8 Kandungan Klorofil...................................................................... 45
4.9 Jenis Hama yang Menyerang........................................................ 47
4.10 Intensitas Serangan Hama.......................................................... 48

V KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 52


5.1 Kesimpulan................................................................................... 52
3.2 Saran............................................................................................. 52

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 53
LAMPIRAN............................................................................................ 59
RIWAYAT HIDUP................................................................................. 74
UCAPAN TERIMA KASIH................................................................... 75
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Pertambahan tinggi bibit kelapa sawit dengan jumlah aplikasi pupuk


hayati dan agens hayati...........................................................................
....................................................................................................... 26

2. Pertambahan diameter batang bibit kelapa sawit dengan jumlah


aplikasi pupuk hayati dan agens hayati...................................................
....................................................................................................... 30

3. Pertambahan jumlah daun bibit kelapa sawit dengan jumlah aplikasi


pupuk hayati dan agens hayati................................................................
....................................................................................................... 33

4. Volume akar bibit kelapa sawit dengan jumlah aplikasi pupuk hayati
dan agens hayati......................................................................................
....................................................................................................... 35

5. Berat kering bibit kelapa sawit dengan jumlah aplikasi pupuk hayati
dan agens hayati......................................................................................
....................................................................................................... 38

6. Rasio tajuk akar bibit kelapa sawit dengan jumlah aplikasi pupuk
hayati dan agens hayati...........................................................................
....................................................................................................... 42

7. Laju fotosintesis bibit kelapa sawit dengan jumlah aplikasi pupuk


hayati dan agens hayati...........................................................................
....................................................................................................... 44

8. Kandungan klorofil bibit kelapa sawit dengan jumlah aplikasi pupuk


hayati dan agens hayati...........................................................................
....................................................................................................... 46

9. Intensitas serangan hama bibit kelapa sawit dengan jumlah aplikasi


pupuk hayati dan agens hayati................................................................
....................................................................................................... 49
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kumbang Apogonia sp............................................................................. 48

2. Gejala serangan kumbang Apogonia sp................................................... 48


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Denah penelitian menurut rancangan acak lengkap (RAL) faktorial...... 59

2. Rekomendasi dosis pupuk bibit kelapa sawit (g per bibit)...................... 60

3. Standar umum pertumbuhan vegetatif bibit kelapa sawit........................ 61

4. Hasil analisis sidik ragam........................................................................ 62

5. Hasil analisis kimia tanah penelitian........................................................ 65

6. Hasil penghitungan koloni bakteri di pupuk dan tanah setelah penelitian.. 67

7. Pembuatan pupuk hayati dan agens hayati.............................................. 68

8. Proses penghitungan koloni bakteri......................................................... 70

9. Dokumentasi pelaksanaan penelitian....................................................... 71

10. Dokumentasi bibit kelapa sawit hasil penelitian.................................... 73


I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan

yang memiliki peranan penting dalam sektor pertanian dan kegiatan

perekonomian di Indonesia. Perkebunan kelapa sawit menjadi sumber pendapatan

bagi jutaan keluarga petani, sumber devisa negara, penyedia lapangan kerja, serta

sebagai pendorong tumbuh dan berkembangnya industri hilir berbasis minyak

kelapa sawit di Indonesia.

Industri kelapa sawit di Indonesia terus mengalami kemajuan, terutama

peningkatan luas lahan dan produksi kelapa sawit. Luas perkebunan kelapa sawit

di Indonesia selama empat tahun terakhir terus mengalami peningkatan dari 10,4

juta hektar pada tahun 2013 menjadi 12,30 juta hektar pada tahun 2017 dengan

produksi mencapai 34,47 juta ton CPO. Provinsi Riau merupakan daerah dengan

luas perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia mencapai 2,26 juta hektar dan

untuk produksinya mencapai 7,43 juta ton CPO (BPS, 2018), dari total luas lahan

perkebunan kelapa sawit yang ada akan dilakukan peremajaan (replanting) karena

sudah mencapai umur ekonomis yaitu 25 tahun. Menurut Badan Pengelola Dana

Perkebunan (2018) pemerintah akan melakukan peremajaan kebun kelapa sawit

rakyat seluas 25.423 ha untuk Provinsi Riau pada tahun 2018.


Berdasarkan data di atas diketahui bahwa terjadi peningkatan luas lahan

dan peremajaan perkebunan kelapa sawit, oleh karena itu diperlukan peningkatan

kuantitas dan kualitas bibit kelapa sawit. Menurut Salman et al. (1993) kesehatan

tanaman pada masa pembibitan akan mempengaruhi pertumbuhan dan tingginya

produksi selanjutnya setelah di lapangan. Pertumbuhan tanaman sangat ditentukan

oleh usaha budidaya yang baik seperti pemberian unsur hara yang tepat dan

pengendalian serangan hama. Pemberian unsur hara dilakukan dengan cara

melakukan pemupukan, baik itu pupuk anorganik, pupuk organik, ataupun pupuk

hayati.

Penggunaan pupuk anorganik secara berlebihan dalam jangka waktu yang

panjang dapat menimbulkan beberapa dampak negatif. Menurut Pristiadi (2010)

penggunaan pupuk anorganik secara terus-menerus dan berlebihan dapat merusak

kehidupan organisme tanah, merusak keseimbangan ekosistem tanah, menurunkan

kesuburan dan kesehatan tanah. Oleh karena itu, penggunaan pupuk hayati

konsorsium bakteri selulolitik berbasis air cucian beras dapat menjadi solusi dari

penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan.

Pupuk hayati adalah suatu bahan yang mengandung mikroorganisme hidup

dari suatu strain penambat nitrogen, pelarut fosfat, atau mikroorganisme

selulolitik yang diberikan ke biji, tanah, atau ke tempat pengomposan dengan

tujuan untuk mempercepat proses mikrobial tertentu untuk menambah

ketersediaan hara dalam bentuk tersedia yang dapat diasimilasi tanaman (Rao,

1982). Pupuk hayati berbahan dasar bakteri selulolitik merupakan pupuk hayati

yang mampu mempercepat proses penguraian bahan organik dengan

menghidrolisis kompleks selulosa menjadi glukosa. Menurut Simanungkalit et al.


(2010) bakteri selulolitik menghasilkan enzim selulase yang dapat mempersingkat

waktu dekomposisi bahan organik dengan begitu hara akan lebih cepat tersedia

bagi tanaman.

Bahan organik yang digunakan pada penelitian ini adalah air cucian beras.

Air cucian beras mengandung karbohidrat dan selulosa yang merupakan substrat

bagi pertumbuhan bakteri selulolitik. Selain itu, air cucian beras juga memiliki

unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Pada

penelitian ini akan digunakan konsorsium bakteri selulolitik yang terdiri dari

enam isolat bakteri yaitu dua isolat bakteri asal jerami padi (Bacillus cereus JP6

dan Baccilus cereus JP7), dua isolat bakteri asal tandan kosong kelapa sawit

(Proteus mirabilis TKKS3 dan Proteus mirabilis TKKS7), dan dua isolat asal

serasah akasia (Providencia vermicola SA1 dan Bacillus cereus SA6) yang

merupakan koleksi (Hapsoh et al., 2016). Pupuk hayati konsorsium bakteri

selulolitik berbasis air cucian beras ini diharapkan dapat menyediakan unsur hara

untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit.

Hasil penelitian Hapsoh et al. (2020a) menunjukkan bahwa pemberian

pupuk hayati konsorsium bakteri selulolitik berbasis limbah cair air tahu dan air

cucian beras dengan dosis 10 ml dengan pemberian tiga kali pada tanaman cabai

merah memberikan hasil bobot buah tanaman yang baik yaitu sebesar 15,90 g dan

11,94 g. Selanjutnya hasil penelitian Hapsoh et al. (2020b) pemberian pupuk

hayati konsorsium bakteri selulolitik berbasis air cucian beras pada tanaman padi

gogo dengan pemberian tiga kali dengan dosis 10 ml memberikan pertumbuhan

dan hasil tanaman padi yang baik.


Pertumbuhan bibit kelapa sawit akan semakin baik apabila juga

diperhatikan faktor lingkungan yang mendukung seperti pengendalian serangan

hama pada proses pembibitan. Pada umumnya hama yang menyerang bibit kelapa

sawit adalah hama pemakan daun, antara lain kumbang malam, tungau, belalang

dan ulat daun. Kerusakan daun akibat serangan hama tersebut dapat menurunkan

fotosintesis sehingga pertumbuhan tanaman dapat terganggu. Untuk itu perlu

diupayakan pengendalian yang tepat, yaitu dengan pengendalian yang lebih ramah

lingkungan salah satunya dengan penggunaan agens hayati berupa cendawan

entomopatogen Beauveria bassiana Vuillemin lokal.

Beauveria bassiana merupakan salah satu cendawan entomopatogen yang

mampu menginfeksi banyak ordo dari berbagai fase kehidupan serangga, sehingga

cukup potensial digunakan sebagai alternatif dari insektisida kimia. Beauveria

bassiana memproduksi senyawa metabolit sekunder berupa toksin yang dapat

membunuh serangga. Pada penelitian ini digunakan isolat cendawan B. bassiana

Vuillemin lokal koleksi (Hapsoh et al., 2019).

Hasil penelitian Salbiah et al. (2007) menunjukkan bahwa aplikasi

cendawan B. bassiana dengan konsentrasi 30 g.l-1 air dan 35 g.l-1 efektif

mengendalikan ulat api (Setora nitens) pada kelapa sawit dengan menunjukkan

persentase mortalitas sebanyak 100%. Hasil penelitian Purnomo et al. (2017)

menunjukkan bahwa aplikasi compost tea dan cendawan B. bassiana mampu

meningkatkan tinggi tanaman, kehijauan daun, dan hasil padi per tanaman.

Berdasarkan uraian tersebut penulis telah melakukan penelitian dengan

judul “Pengaruh Aplikasi Pupuk Hayati dan Agens Hayati terhadap Pertumbuhan

Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Main Nursery”.


1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jumlah aplikasi pupuk hayati

dan agens hayati serta kombinasi jumlah aplikasi pupuk hayati dan agens hayati

terbaik bagi pertumbuhan bibit kelapa sawit di main nursery.

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan. Kelapa sawit

berasal dari Afrika Barat (Fauzi et al., 2012). Menurut Pahan (2008), kelapa sawit

diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom : Plantae, Divisi : Embryophita

Siphonagama, Kelas : Angiospermae, Ordo : Monocotyledonae, Famili :

Arecaceae, Subfamili : Cocoideae, Genus : Elaeis, Spesies : Elaeis guineensis

Jacq.

Morfologi tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu

bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar,

batang dan daun, sedangkan bagian generatif yang merupakan alat

perkembangbiakan yang terdiri dari bunga dan buah (Sunarko, 2007). Kelapa

sawit adalah tanaman berbiji satu (monokotil) yang berakar serabut. Pada awal

perkecambahan, akar pertama muncul dari biji yang berkecambah (radikula).

Selanjutnya radikula akan mati dan membentuk akar utama atau primer. Akar

primer akan membentuk akar sekunder, tersier, dan kuartener. Kelapa sawit

umumnya memiliki akar primer dengan diameter 5-10 mm, akar sekunder 2-4mm,
akar tersier 1-2 mm, dan akar kuartener 0,1-0,3 mm. Akar tersier dan kuartener

adalah akar yang paling aktif menyerap air dan unsur hara berada dikedalaman 0-

60 cm dengan jarak 2-3 m dari pangkal pohon (Lubis dan Agus, 2011).

Batang tanaman kelapa sawit tidak memiliki kambium dan umumnya tidak

bercabang. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk dan menyimpan serta

mengangkut bahan makanan. Batang berbentuk silinder dengan diameter 20-75

cm. Tinggi tanaman biasanya bertambah secara optimal sekitar 35-75 cm.tahun -1

sesuai dengan keadaan lingkungan jika mendukung. Tinggi maksimum tanaman

kelapa sawit perkebunan antara 15-18 m, sedangkan yang di alam mencapai 30 m

(Sunarko, 2007).

Daun tanaman kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk, bersirip

genap, dan bertulang sejajar. Daun-daun disanggah oleh pelepah dengan panjang

7,5-9 m. Setiap pelepah memiliki anak daun berkisar antara 250-400 helai.

Pelepah daun terletak pada batang tersusun dalam satu susunan yang melingkari

batang dan membentuk spiral. Pohon kelapa sawit yang normal biasanya memiliki

sekitar 40-50 pelepah daun. Pertumbuhan pelepah daun pada tanaman muda yang

berumur 5-6 tahun mencapai 30-40 helai, sedangkan pada tanaman yang lebih tua

antara 20-25 helai. Daun akan cepat membuka pada tanah yang subur sehingga

lebih efektif untuk melakukan fungsinya sebagai tempat berlangsungnya

fotosintesis dan sebagai alat respirasi. Semakin lama proses fotosintesis

berlangsung maka semakin banyak fotosintat yang terbentuk sehingga produksi

akan cenderung meningkat (Fauzi et al., 2012).

Kelapa sawit termasuk tanaman monoecious (berumah satu) yaitu bunga

jantan dan betina terdapat pada satu pohon tetapi tidak pada tandan yang sama.
Bunga muncul dari ketiak daun. Tanaman kelapa sawit mengadakan penyerbukan

silang (cross pollination) yaitu bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh

bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaraan angin atau serangga

penyerbuk (Sunarko, 2007).

Buah kelapa sawit tersusun dari kulit buah yang licin dan keras (epicarp),

daging buah (mesocarp) dari susunan serabut (fibre) yang mengandung minyak,

kulit biji (endocarp) atau cangkang yang berwarna hitam dan keras, daging biji

(endosperm) berwarna putih dan mengandung minyak, serta lembaga (embryo).

Tanaman kelapa sawit umumnya mulai menghasilkan buah setelah berumur 3,5

tahun jika kondisi lingkungan sesuai. Terdapat dua jenis minyak yang dihasilkan

buah kelapa sawit, yaitu CPO (crude palm oil) dari bagian mesocarp dan PKO

(palm kernel oil) dari bagian endosperm yang secara komersial diekstrak secara

terpisah karena kandungan dan kegunaannya pun berbeda (Fauzi et al., 2012).

Kelapa sawit tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU dan 15° LS)

dengan ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut dan kelembaban 80-90%

(Setyamidjaja, 2006). Kelapa sawit menghendaki curah hujan sebanyak 1.750-

3.000 mm.tahun-1 dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering

berkepanjangan. Pertumbuhan kelapa sawit akan baik pada daerah dengan suhu

29-30° C. Intensitas penyinaran cahaya matahari sekitar 5-7 jam.hari-1. Tanaman

kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah seperti podsolik, latosol,

hidromorfik kelabu, aluvial, atau regosol. Tanaman kelapa sawit tumbuh baik

pada tanah gembur, subur, berdrainase baik, permeabilitas sedang, tekstur tanah

ringan dan mengandung pasir sedangkan pH tanah optimum 5-5,5 (Fauzi et al.,

2012).
2.2 Pembibitan Kelapa Sawit

Bibit adalah hasil dari suatu proses pengadaan bahan tanaman yang dapat

berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi pada masa selanjutnya. Bahan

tanaman yang berkualitas merupakan kebutuhan pokok suatu industri perkebunan.

Faktor bibit memiliki pengaruh besar di dalam menentukan keberhasilan

penanaman kelapa sawit. Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dipengaruhi

oleh kesehatan tanaman pada masa pembibitan. Oleh karena itu, teknis

pelaksanaan pembibitan perlu mendapat perhatian besar. Bibit yang memiliki

kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta berkemampuan dalam

menghadapi kondisi cekaman lingkungan adalah bibit kelapa sawit yang baik

(Salman et al., 1993).

Sistem yang banyak digunakan dalam pembibitan kelapa sawit saat ini

adalah sistem pembibitan dua tahap (double stage). Sistem pembibitan dua tahap

terdiri dari pembibitan awal (pre nursery) dan pembibitan utama (main nursery).

Pembibitan dengan dua tahap memiliki keuntungan yaitu, luasan pembibitan

menjadi lebih kecil dan memungkinkan untuk dibuat naungan. Selain itu, dapat

mempermudah penyiraman dan mengatur jadwal pemupukan serta bibit terhindar

dari penyinaran matahari secara langsung sehingga risiko kematian tanaman

menjadi kecil (Dalimunthe, 2009).

Pembibitan awal (pre nursery) bertujuan untuk memperoleh pertumbuhan

bibit yang seragam sebelum dipindahkan ke pembibitan utama. Media persemaian

biasanya dipilih pasir atau tanah berpasir. Pembibitan awal dapat dilakukan

dengan menggunakan polybag kecil atau bedengan yang telah diberi naungan.

Kecambah yang normal dengan ciri-ciri radikula (bakal akar) berwarna kekuning-
kuningan dan plumula (bakal batang) keputih-putihan, radikula lebih tinggi dari

plumula, radikula dan plumula tumbuh lurus serta berlawanan arah, panjang

maksimum radikula adalah 5 cm dan plumula 3 cm adalah kecambah yang

dipindahkan ke pembibitan awal (Chairani, 1991).

Pembibitan utama (main nursery) adalah pemindahan bibit dari pembibitan

awal (pre nursery) ke dalam polybag dengan ukuran lebih besar. Pada fase

pembibitan utama naungan tidak lagi dibutuhkan. Pembibitan utama bertujuan

untuk menyiapkan tanaman agar cukup kuat sebelum dipindahkan ke lapangan

(Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).

2.3 Pupuk Hayati

Pupuk hayati adalah produk biologi aktif terdiri dari mikrob yang dapat

meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah (Kementrian

Pertanian, 2009). Menurut Rao (1982) pupuk hayati adalah pupuk inokulan

mikroorganisme yaitu bahan yang mengandung sel-sel hidup dari strain-strain

mikroorganisme yang berperan sebagai penambat nitrogen, pelarut fosfat dan

mikroorganisme selulolitik perombak selulosa atau dekomposer. Penggunaan

pupuk hayati bertujuan untuk meningkatkan jumlah mikroorganisme dan

mempercepat proses mikrobiologis untuk meningkatkan ketersediaan hara,

sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Tombe, 2008).

Pupuk hayati dapat dibedakan berdasarkan fungsinya, diantaranya adalah

pupuk hayati penambat nitrogen, pupuk hayati pelarut fosfat, pupuk hayati

perombak bahan organik, dan pupuk hayati pemacu pertumbuhan dan pengendali

penyakit (Chusnia, 2012). Pupuk hayati perombak bahan organik, mengandung

mikroorganisme yang mampu memecah senyawa organik kompleks menjadi


senyawa yang lebih sederhana atau membentuk senyawa lain. Fungsi lain dari

pupuk hayati perombak bahan organik adalah sebagai pembenah tanah (Soil

reconditioner), merubah kondisi fisik tanah, menjadikan tanah sebagai agregat

yang stabil, meningkatkan permeabilitas dan tingkat aerasi tanah, serta

meningkatkan kandungan biokimia tanah yang kaya akan senyawa nutrien

anorganik, asam amino, karbohidrat, vitamin, dan bahan bioaktif lainnya yang

secara langsung atau tidak langsung dapat memacu pertumbuhan tanaman serta

meningkatkan hasil dan kualitas panen (Suwahyono, 2011). Hasil penelitian

Hapsoh et al. (2020a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk hayati konsorsium

bakteri selulolitik berbasis limbah cair air tahu dan air cucian beras dengan dosis

10 ml dengan pemberian tiga kali pada tanaman cabai merah memberikan hasil

bobot buah tanaman yang baik yaitu sebesar 15,90 g dan 11,94 g. Selanjutnya

hasil penelitian Hapsoh et al. (2020b) pemberian pupuk hayati konsorsium bakteri

selulolitik berbasis air cucian beras pada tanaman padi gogo dengan pemberian

tiga kali dengan dosis 10 ml memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman padi

yang baik.

Produk pupuk hayati bisa tunggal atau majemuk, yaitu terdiri dari dua atau

lebih jenis mikrob yang umumnya disebut konsorsium mikrob. Konsorsium

bakteri merupakan kumpulan bakteri yang bekerja sama membentuk suatu

komunitas, untuk menghasilkan produk yang signifikan (Arora, 2015). Hubungan

antar konsorsium bakteri dalam keadaan substrat yang mencukupi tidak akan

saling mengganggu, tetapi saling bersinergi sehingga menghasilkan efisiensi

perombakan yang lebih tinggi selama proses pengolahan (Okoh, 2006).


Berdasarkan hasil penelitian Hapsoh et al. (2016) diperoleh enam isolat

bakteri selulolitik potensial terpilih yang berasal dari tandan kosong kelapa sawit,

serasah akasia, dan jerami padi. Enam isolat tersebut terdiri atas spesies Proteus

mirabilis berasal dari tandan kosong kelapa sawit, Bacillus cereus berasal dari

jerami padi, Providencia vermicola dan Bacillus cereus berasal dari dari serasah

akasia yang telah dikonsorsiumkan. Berdasarkan uji kompatibilitas yang

dilakukan, menunjukkan bahwa enam isolat bakteri ini kompatibel satu sama lain.

Semua isolat yang diuji menunjukkan hasil yang positif karena tidak ada zona

hambat yang terbentuk di sekitar koloni bakteri yang tumbuh (Hapsoh et al.,

2017). Adanya kompatibilitas atau sinergisme dari dua bakteri atau lebih yang

diinokulasikan merupakan faktor yang sangat penting supaya bakteri tersebut

dapat bekerja sama dengan baik (Elfiati, 2005).

Bakteri selulolitik merupakan bakteri yang dapat menghidrolisis kompleks

selulosa menjadi oligosakarida yang lebih kecil dan akhirnya menjadi glukosa.

Selama tumbuh pada media selulosa bakteri selulolitik mensintesis seperangkat

enzim yang dapat menghidrolisis selulosa yaitu enzim selulase (Ibrahim dan El-

diwany, 2007). Selulosa di alam membentuk kristal bersama lignin dan

hemiselulosa, sehingga tidak mudah larut dalam air, selulosa sulit mengalami

degradasi. Selulosa dapat dipecah dengan menggunakan enzim selulase yang

dihasilkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan actinomycetes (Sonia

dan Kusnadi, 2015). Hasil penelitian Linda et al. (2017) menunjukkan bahwa

penggunaan konsorsium bakteri selulolitik untuk mendekomposisi jerami padi

menghasilkan nisbah C/N 26,50 sedangkan kontrol 37,36 selama enam minggu

pengomposan.
Bahan organik yang mengandung selulosa merupakan substrat bagi

pertumbuhan bakteri selulolitik, untuk itu penggunaan bakteri selulolitik sebagai

bioaktivator dapat digunakan sebagai strategi untuk mempersingkat waktu

dekomposisi bahan organik (Simanungkalit et al., 2010). Air cucian beras atau

disebut leri adalah air yang diperoleh dalam proses pencucian beras. Air cucian

beras mengandung pati, selulosa, hemiselulosa dan vitamin yang tinggi

(Handiyanto, 2013). Menurut Citra et al. (2011) air cucian beras mengandung

Nitrogen 0,015%, Fosfor 16,306%, Kalium 0,02%, Kalsium 2,944%, Magnesium

14,252%, Sulfur 0,027% Besi 0,0427% dan Vitamin B1 0,043%. Hasil penelitian

Ariyanti et al. (2018) menunjukkan bahwa pemberian air cucian beras sebagai

pupuk organik memberikan pengaruh baik terhadap pertumbuhan bibit karet

(Hevea brasiliensis Muell.) klon GT 1 terutama pada komponen pertambahan

tinggi batang dan pertambahan lilit batang. Hasil penelitian Andrianto (2007)

menunjukkan bahwa pemberian air cucian beras dapat merangsang pertumbuhan

akar tanaman adenium.

2.4 Agens Hayati

Agens hayati adalah setiap organisme yang dapat merusak, mengganggu

kehidupan atau menyebabkan organisme pengganggu tanaman (OPT) sakit atau

mati. Kehilangan atau kerugian hasil akibat organisme pengganggu tanaman dapat

ditekan dengan pemanfaatan agens hayati. Organisme yang dapat berperan

sebagai agens hayati tersebut dapat berupa jamur, bakteri, virus, nematoda,

mikroplasma, protozoa atau jasad renik lainnya yang sering disebut

entomopatogen, serta golongan hewan dan serangga yang bersifat predator

(Untung, 2006).
Entomopatogen adalah satu jenis atau satu kelompok mikroorganisme

yang keberadaannya di alam menjadi patogen terhadap jenis-jenis serangga.

Cendawan entomopatogen merupakan cendawan yang mampu membunuh

serangga. Cendawan entomopatogen sebagian besar berasal dari kelas

Deuteromycetes seperti Beauveria, Metarhizium, Paecilomyces dan Nomuraea

(Wahyudi, 2008).

Salah satu cendawan entomopatogen yang sangat potensial dalam

pengendalian beberapa spesies serangga hama adalah Beauveria bassiana

Vuillemin yaitu cendawan mikroskopik dengan tubuh berbentuk benang-benang

halus (hifa). Cendawan ini tidak dapat memproduksi makanan sendiri, sehingga

bersifat parasit terhadap serangga inangnya. Pada umumnya ditemukan pada

serangga yang hidup di dalam tanah, tetapi juga mampu menyerang serangga pada

tanaman atau pohon (Hindayana, 2002). Beauveria bassiana termasuk kelas

Deuteromycetes, ordo Hypocreales dari famili Clavicipitaceae. Beauveria

bassiana pertama kali ditemukan oleh Agostino bassi di Beauce, Perancis yang

kemudian mengujinya pada ulat sutera (Bombyx mori). Sebagai penghormatan

kepada Agostino Bassi, cendawan ini kemudian diberi nama B. Bassiana (Posada

dan Vega, 2006).

Beauveria bassiana berhifa pendek, hialin, lurus dan tebal, konidia bulat

dan bersel satu. Secara makroskopis warna koloni semua isolat B. bassiana adalah

putih, sedangkan secara mikroskopis konidia bewarna hialin (bening), berbentuk

bulat dan memiliki satu sel. Ciri khas dari genus beauveria adalah konidiofor

berbentuk zigzag ( Soetopo dan Indrayani, 2007).


Mekanisme infeksi B. bassiana dimulai dari infeksi langsung hifa atau

spora ke dalam kutikula melalui kulit luar serangga. Pertumbuhan hifa akan

mengeluarkan enzim seperti protease, lipolitik, amilase, dan kitinase yang mampu

menghidrolisis kompleks protein di dalam integument yang menyerang dan

menghancurkan kutikula, sehingga hifa tersebut mampu menembus dan masuk

serta berkembang di dalam tubuh serangga (Wahyono, 2006).

Beauveria bassiana di dalam tubuh serangga akan mengeluarkan racun

yang disebut beauvericin yang menyebabkan terjadinya paralisis pada anggota

tubuh serangga (El-Sinary dan Rizk, 2007). Paralisis menyebabkan kehilangan

koordinasi sistem gerak, sehingga gerakan serangga tidak teratur dan lama-

kelamaan melemah, kemudian berhenti sama sekali. Toksin juga menyebabkan

kerusakan jaringan, terutama pada saluran pencernaan, otot, sistem syaraf, dan

system pernafasan (Wahyudi, 2008).

Cendawan B. bassiana akan terus melanjutkan pertumbuhan siklusnya

dalam fase saprofitik setelah serangga inang mati dengan mengeluarkan

antibiotik, yaitu Oosporein yang menekan populasi bakteri dalam perut serangga

inang (Mandarina, 2008). Dengan demikian, pada akhirnya seluruh tubuh

serangga inang akan penuh oleh propagul B. bassiana. Pada bagian lunak dari

tubuh serangga inang, cendawan ini akan menembus keluar dan menampakkan

pertumbuhan hifa di bagian luar tubuh serangga inang yang biasa disebut “white

bloom”. Pertumbuhan hifa eksternal akan menghasilkan konidia yang bila telah

masak akan disebarkan ke lingkungan dan menginfeksi serangga sasaran baru

(Malarvannan et al., 2010).


Keefektifan B. bassiana menginfeksi serangga hama tergantung pada

spesies atau strain cendawan, dan kepekaan stadium serangga pada tingkat

kelembaban lingkungan, struktur tanah (untuk serangga dalam tanah), dan suhu

yang tepat. Agar terjadi infeksi harus terjadi kontak antara spora B. bassiana yang

diterbangkan angin atau terbawa air dengan serangga inang (Soetopo dan

Indrayani, 2008). Hasil penelitian Salbiah et al. (2007) menunjukkan bahwa

aplikasi cendawan B. bassiana dengan konsentrasi 30 g.l-1 air dan 35 g.l-1 efektif

mengendalikan ulat api (Setora nitens) pada kelapa sawit dengan menunjukkan

gejala awal hingga larva mati setelah 60-63 jam, Lethal concentration 50% paling

awal yaitu 35 g.l-1 air, lethal time 50% setelah 150 jam dan persentase mortalitas

sebanyak 100%. Selanjutnya Salbiah dan Rumi’an (2014) melaporkan bahwa

aplikasi B. bassiana dengan konsentrasi 30 g.l-1 air dan 35 g.l-1 efektif untuk

mengendalikan walang sangit pada tanaman padi dengan gejala awal hingga larva

mati setelah 13,5 jam, Lethal concentration 50% paling awal yaitu 35 g.l-1 air,

lethal time 50% setelah 144 jam dan persentase mortalitas sebanyak 97,5% selama

12 hari.

2.5 Hama di Pembibitan Kelapa Sawit

Serangan hama merupakan salah satu permasalahan penting dalam

budidaya tanaman, termasuk kelapa sawit yang dapat menyebabkan kerusakan

pada tanaman. Tanaman kelapa sawit dapat terserang hama sejak tahap

prapembibitan hingga tahap menghasilkan. Beberapa hama yang biasa menyerang

bibit kelapa sawit pada tahap main nursery diantaranya adalah uret, kumbang

malam (Apogonia sp), ulat kantong, kutu daun (Aphids), ulat api (Setora nitens),

dan belalang (Locusta migratoria malinensis) (Darmosarkoro et al., 2010).


III METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan Unit Pelayanan

Teknis (UPT) Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau, Kampus

Bina Widya KM 12,5 Kelurahan Simpang Baru, Kecamatan Tampan, Pekanbaru

yang berada pada ketinggian 10 m dpl. Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari

2020 sampai April 2020.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bibit kelapa sawit

varietas Tenera (DxP) PPKS Marihat umur 3 bulan, air cucian beras, topsoil

inseptisol, isolat konsorsium bakteri selulolitik yang terdiri dari enam isolat

bakteri yaitu dua isolat bakteri asal jerami padi (Bacillus cereus JP6 dan Baccilus

cereus JP7), dua isolat bakteri asal tandan kosong kelapa sawit (Proteus mirabilis
TKKS3 dan Proteus mirabilis TKKS7), dan dua isolat asal serasah akasia

(Providencia vermicola SA1 dan Bacillus cereus SA6) (koleksi Hapsoh et al.,

2016), alkohol 70%, aquades, nutrient agar (NA), nutrient broth (NB),

Carboxymethyl cellulose (CMC), gula merah, air, pupuk NPK, isolat cendawan

Beauveria bassiana Vuillemin lokal (koleksi Hapsoh et al., 2019), jagung pecah,

dan gula pasir.

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah polybag ukuran 35 cm x 40

cm, meteran, cangkul, jerigen, gembor, polynet, timbangan analitik, gelas ukur,

batang pengaduk, erlenmeyer, mikropipet, hot plate, autoclave, enkas, cawan

petri, kain kasa, pisau, oven, kertas label, penggaris, jangka sorong, Portable

Photosyntesis System LI-6400XT, Chlorophyll meter, alat tulis dan alat pendukung

lainnya.

3.3 Metode penelitian

Penelitian ini dilaksanakan secara eksperimen yang disusun menurut

Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor.

Faktor pertama adalah jumlah aplikasi pupuk hayati konsorsium bakteri selulolitik

berbasis air cucian beras terdiri dari 4 taraf yaitu:

P0 : Nol kali (tanpa aplikasi pupuk hayati)

P1 : Satu kali (pada saat pindah tanam)

P2 : Dua kali (pada saat pindah tanam dan 30 hari setelah pindah tanam)

P3 : Tiga kali (pada saat pindah tanam, 30, dan 60 hari setelah pindah tanam)

Faktor kedua adalah jumlah aplikasi agens hayati cendawan entomopatogen

Beauveria bassiana Vuillemin lokal terdiri dari 4 taraf yaitu:

A0 : Nol kali (tanpa aplikasi agens hayati)


A1 : Satu kali (pada saat pindah tanam)

A2 : Dua kali (pada saat pindah dan 30 hari setelah pindah tanam)

A3 : Tiga kali (pada saat pindah tanam, 30, dan 60 hari setelah pindah tanam)

Dari dua faktor ini didapat 16 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan

dilakukan tiga kali ulangan sehingga didapat 48 unit percobaan dengan masing-

masing unit percobaan terdapat 2 bibit kelapa sawit dan 2 bibit langsung dijadikan

sampel. Jadi total bibit kelapa sawit yang digunakan sebanyak 96 (Bagan

percobaan dapat dilihat pada Lampiran 1).

3.4 Pelaksanaan penelitian

3.4.1 Persiapan tempat

Persiapan tempat penelitian dimulai dari pengukuran lahan, lahan yang

digunakan berukuran 9 m x 6 m atau 54 m2. Selanjutnya dilakukan pembersihan

lahan dari gulma dan sampah-sampah lainnya, kemudian dilakukan pemasangan

jaring di sekeliling lahan penelitian. Persiapan lahan dilakukan dua minggu

sebelum pemindahan bibit.

3.4.2 Pembuatan pupuk hayati

Pembuatan pupuk hayati konsorsium bakteri selulolitik berbasis air cucian

beras dilakukan dengan cara sebanyak 1 ml konsorsium bakteri selulolitik (koleksi

Hapsoh et al., 2016) diinokulasi ke dalam 20 ml media NB dan diinkubasi selama

2 x 24 jam pada suhu kamar. Selanjutnya suspensi bakteri selulolitik tersebut

diinokulasikan ke dalam 200 ml media CMC dan diinkubasi selama 3 x 24 jam.

Selanjutnya sebanyak 20 ml suspensi bakteri yang berasal dari CMC ditambahkan


dengan 250 g gula merah dan 980 ml air cucian beras sehingga diperoleh volume

akhir formulasi pupuk hayati tersebut yaitu 1 L. Formulasi pupuk hayati tersebut

diinkubasi selama 21 hari pada suhu kamar. Setelah 21 hari pupuk hayati tersebut

diaplikasikan pada tanaman dengan dosis dan waktu yang telah ditetapkan.

3.4.3 Penghitungan koloni mikrob pada pupuk hayati

Pupuk hayati konsorsium bakteri selulolitik berbasis air cucian beras yang

telah diinkubasi, dilakukan penghitungan koloni bakteri untuk mengetahui ada

atau tidaknya bakteri pada pupuk hayati tersebut. Sebanyak 1 ml pupuk hayati

dimasukkan ke 9 ml larutan garam fisiologis menggunakan mikropipet lalu

dishaker, kemudian pengenceran dimulai dari tingkat pengenceran 10 -1 sampai

tingkat pengenceran 10-15. Tingkat pengenceran yang digunakan untuk dilakukan

penghitungan koloni adalah tingkat pengenceran 10-15. Sebanyak 1 ml masing-

masing formulasi diteteskan ke cawan petri yang telah berisi medium NA dan

diinkubasi selama 24 jam kemudian dilakukan penghitungan koloni (Lampiran 6)

Populasi = x
v.p

Keterangan : x : jumlah koloni pada pengenceran tertentu


v : volume suspensi yang disebarkan (ml)
p : faktor pengenceran

3.4.4 Pembuatan agens hayati cendawan Beauveria bassiana Vuillemin


lokal

Pembuatan agens hayati cendawan B. bassiana dengan cara isolat

cendawan B. bassiana Vuillemin lokal (koleksi Hapsoh et al., 2019) dibuat dalam

bentuk starter yang diperbanyak pada media jagung pecah kemudian

diinkubasikan selama 7 hari. Cendawan B. bassiana yang telah diperbanyak

diambil sebanyak 30 g dan ditambahkan aquades steril sebanyak 1 liter serta gula
pasir sebanyak 15 g lalu diaduk kemudian disaring dengan menggunakan kain

kasa. Suspensi selanjutnya dishaker selama 24 jam. Selanjutnya suspensi

cendawan B. bassiana dapat diaplikasikan ke tanaman.

3.4.5 Persiapan media tanam

Persiapan media tanam dilakukan satu minggu sebelum penanaman bibit.

Media yang digunakan adalah topsoil inseptisol yang telah dikering anginkan

selama tiga hari. Tanah diayak untuk mendapat ukuran yang seragam dengan

ayakan berukuran 20 mesh. Tanah selanjutnya dimasukkan polybag berukuran 35

cm x 40 cm dengan berat 10 kg per polybag.

3.4.6 Persiapan bibit

Bibit kelapa sawit yang digunakan adalah bibit kelapa sawit varietas

Tenera (DxP) PPKS Marihat umur 3 bulan. Dipilih bibit dengan pertumbuhan

yang sama, sehingga bibit homogen.

3.4.7 Penanaman bibit

Penanaman bibit dimulai dengan pembuatan lubang tanam sedalam 15-25

cm pada pertengahan media tanam. Bibit dari pre nursery dipindahkan ke media

tanam main nursery yang telah disiapkan dengan cara disayat baby polybag dari

atas ke bawah dan dibuka dengan hati-hati, lalu bibit dimasukkan ke lubang

tanam. Bibit selanjutnya disusun dengan jarak 60 cm antar unit percobaan dan 40

cm antar polybag dalam satu unit percobaan.

3.4.8 Pemberian perlakuan

Pemberian perlakuan pupuk hayati yaitu dengan cara pupuk hayati dengan

kerapatan bakteri 14 x 1016 cfu.ml-1 diberikan dengan dosis 10 ml per polybag


dengan jumlah aplikasi sesuai perlakuan yang telah ditentukan. Pemberian pupuk

dilakukan dengan cara pupuk hayati disiramkan di sekeliling tanaman secara

merata.

Pemberian perlakuan agens hayati yaitu dengan cara agens hayati dengan

konsentrasi 30 g.l-1 air dengan kerapatan konidia 36 x 106 konidia.ml-1 diberikan

dengan jumlah aplikasi sesuai perlakuan yang telah ditentukan. Pemberian

dilakukan dengan cara disiramkan ke bibit kelapa sawit dengan volume

penyiraman untuk aplikasi pertama 150 ml, aplikasi kedua 250 ml dan aplikasi

ketiga 500 ml.

3.4.9 Pemeliharaan

3.4.9.1 Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari pada sore hari dengan menggunakan

gembor. Penyiraman dilakukan pada seluruh polybag sampai tanah di dalam

polybag terlihat basah.

3.4.9.2 Penyiangan

Pengendalian gulma yang terdapat pada media polybag dilakukan secara

manual dengan menggunakan tangan, sedangkan gulma yang ada di lahan di luar

polybag dilakukan menggunakan cangkul satu kali dalam seminggu.

3.4.9.3 Pemupukan

Pemupukan bibit kelapa sawit dilakukan dengan pupuk NPK majemuk

12:12:17 dengan dosis 10 g per tanaman (PPKS, 2002). Pupuk diberikan setengah

dosis anjuran. Pemberian pupuk dilakukan hanya satu kali, yaitu pada awal

penelitian dan diberikan secara melingkar dengan membuat parit kecil yang
berjarak 6 cm dari batang tanaman, lalu pupuk ditaburkan dan ditutup dengan

tanah (Rekomendasi dosis pupuk bibit kelapa sawit dapat dilihat pada Lampiran

2).

3.4.10 Penghitungan koloni mikrob pada tanah akhir setelah penelitian

Sebanyak 1 g bahan tanah dimasukkan ke 9 ml larutan garam fisiologis

menggunakan mikropipet lalu dishaker, kemudian pengenceran dimulai dari

tingkat pengenceran 10-1 sampai tingkat pengenceran 10-15. Tingkat pengenceran

yang digunakan untuk dilakukan penghitungan koloni adalah tingkat pengenceran

10-15. Sebanyak 1 ml masing-masing formulasi diteteskan ke cawan petri yang

telah berisi medium NA dan diinkubasi selama 24 jam kemudian dilakukan

penghitungan koloni (Lampiran 6)

Populasi = x
v.p

Keterangan : x : jumlah koloni pada pengenceran tertentu


v : volume suspensi yang disebarkan (ml)
p : faktor pengenceran

3.4.11 Analisis tanah

Analisis tanah dilakukan pada saat sebelum penanaman dan pada akhir

penelitian. Analisis tanah dilakukan untuk mengetahui pH tanah, kandungan unsur

hara N, P, K, dan C-Organik tanah. Analisis tanah dilakukan dengan cara

mengambil sampel tanah, kemudian dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah

Fakultas Pertanian Universitas Riau.

3.5 Pengamatan

3.5.1 Pertambahan tinggi bibit (cm)


Pengukuran tinggi bibit dimulai dari pangkal batang sampai ke ujung daun

terpanjang dengan cara menegak luruskan daun ke atas dengan menggunakan

penggaris. Pengamatan dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Pertambahan

tinggi bibit merupakan selisih dari tinggi bibit akhir dengan tinggi bibit awal.

3.5.2 Pertambahan diameter batang (cm)

Pengukuran diameter batang dilakukan dengan menggunakan jangka

sorong digital. Pengamatan dilakukan pada awal dan akhir penelitian.

Pertambahan diameter batang merupakan selisih dari diameter batang akhir

dengan diameter batang awal.

3.5.3 Pertambahan jumlah daun

Pengamatan pertambahan jumlah daun dilakukan dengan menghitung

daun yang telah membuka sempurna. Pengamatan dilakukan pada awal dan akhir

penelitian. Pertambahan jumlah daun merupakan selisih dari jumlah daun akhir

dengan jumlah daun awal.

3.5.4 Volume akar (ml)

Pengamatan volume akar dilakukan dengan cara membongkar tanaman

dengan mengikutsertakan akarnya. Tanaman yang sudah dibongkar dibersihkan

dari kotoran yang melekat dengan air, lalu dikering anginkan.Volume akar

merupakan selisih dari volume air yang naik setelah akar dimasukkan ke gelas

ukur dengan volume air sebelumnya. Volume akar diperoleh dengan rumus :

Volume akar (ml) = Volume 2 (ml) – Volume 1 (ml)

Keterangan :

Volume 1 (ml) : volume air sebelum akar dimasukkan ke dalam air


Volume 2 (ml) : volume air setelah akar dimasukkan ke dalam air.

3.5.5 Berat kering bibit (g)

Pengukuran berat kering bibit diperoleh dengan menjumlahkan berat

kering tajuk dan berat kering akar pada bibit yang sama pada pengamatan rasio

tajuk akar. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian.

3.5.6 Rasio tajuk akar

Pengamatan rasio tajuk akar dilakukan dengan cara dipisahkan bagian

tajuk dan akar, kemudian dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam amplop

terpisah dan diberi label sesuai perlakuan. Selanjutnya dikeringkan di dalam oven

selama 2 x 24 jam pada suhu 70° dan ditimbang dengan timbangan analitik. Nilai

rasio tajuk akar dapat diperoleh dengan rumus :

Rasio Tajuk Akar = Berat Kering Tajuk x 100 %


Berat Kering Akar

3.5.7 Laju fotosintesis (μmol CO2 m-2 s-1)

Pengamatan laju fotosintesis dilakukan dengan digunakan alat Portable

Photosyntesis System LI-6400XT. Pengamatan dilakukan sebanyak satu kali pada

umur sembilan minggu setelah tanam (MST) pada pukul 11.00-13.00 WIB.

Pengamatan dilakukan pada daun nomor tiga dari pucuk.

3.5.8 Kandungan klorofil (μmol m-2)

Pengamatan kandungan klorofil dilakukan dengan digunakan alat

Chlorophyll meter. Pengamatan dilakukan sebanyak satu kali pada umur sembilan

minggu setelah tanam (MST) pada pukul 11.00-13.00 WIB. Pengamatan

dilakukan pada daun nomor tiga dari pucuk.


3.5.9 Jenis hama yang menyerang

Pengamatan hama yang menyerang bibit kelapa sawit dilakukan dengan

cara mengumpulkan setiap hama yang terdapat pada tanaman. Hama yang didapat

dimasukkan ke dalam kantong plastik dan dilakukan identifikasi.

3.5.10 Intensitas serangan hama (%)

Pengamatan intensitas serangan hama dilakukan sebelum pemberian

perlakuan agens hayati. Pengamatan dilakukan dengan cara melihat gejala

serangan hama pada setiap tanaman. Perhitungan intensitas serangan hama

dilakukan dengan rumus :

Intensitas serangan = Jumlah daun tanaman yang terserang x 100 %


           Jumlah semua daun pada tanaman

3.6 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan analisis

ragam (Analisis Of Variance). Model linier RAL faktorial sebagai berikut :

Yijk = µ + Pi + Aj + (PA)ij + ɛijk

Keterangan:

Yijk : Data pengamatan pada bibit kelapa sawit yang diberi jumlah aplikasi
pupuk hayati taraf ke-i, jumlah aplikasi agens hayati taraf ke- j, dan
ulangan ke- k.
µ : Nilai tengah umum
Pi : Pengaruh jumlah aplikasi pupuk hayati taraf ke-i.
Aj : Pengaruh jumlah aplikasi agens hayati taraf ke-j.
(PA)ij : Pengaruh interaksi jumlah aplikasi pupuk hayati taraf ke-i dengan
jumlah aplikasi agens hayati taraf ke-j.

ijk : Galat percobaan yang diberi pupuk hayati taraf ke-i dan agens hayati
taraf ke-j pada ulangan ke-k.
Data yang diperoleh kemudian diuji lanjut dengan uji jarak berganda

Duncan pada taraf 5% menggunakan perangkat lunak SPSS.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pertambahan Tinggi Bibit

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa interaksi

jumlah aplikasi pupuk hayati dan agens hayati berpengaruh tidak nyata terhadap

pertambahan tinggi bibit, sedangkan jumlah aplikasi pupuk hayati dan jumlah

aplikasi agens hayati berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa

sawit. Hasil uji lanjut pertambahan tinggi bibit dengan uji jarak berganda Duncan

pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pertambahan tinggi bibit kelapa sawit dengan jumlah aplikasi pupuk
hayati dan agens hayati
Jumlah Jumlah Aplikasi Agens Hayati
Rata-
Aplikasi Pupuk
Nol kali Satu kali Dua kali Tiga kali rata
Hayati
--------------------------------------
cm----------------------------------
Nol kali 10,72 d 10,31 d 11,13 cd 12,83 bcd 11,27 b
Satu kali 12,13 bcd 14,35 abcd 14,30 15,88 14,16 a
abcd abcd
Dua kali 13,21 abcd 12,55 bcd 14,10 16,90 abc 14,19 a
abcd
Tiga kali 12,57 bcd 17,35 ab 17,50 ab 18,83 a 16,57 a
Rata-rata 12,16 b 13,64 ab 14,28 ab 16,14 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut
uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%.

Tabel 1 menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati nyata meningkatkan

pertambahan tinggi bibit kelapa sawit dibandingkan dengan tanpa aplikasi pupuk

hayati. Aplikasi pupuk hayati dengan pemberian satu kali sudah memberikan

pertambahan tinggi bibit kelapa sawit yang lebih tinggi dibandingkan tanpa

aplikasi pupuk hayati yaitu 14,16 cm. Hal ini karena dengan aplikasi pupuk hayati

konsorsium bakteri selulolitik berbasis air cucian beras mampu lebih banyak

menyediakan unsur hara yang dibutuhkan bagi pertambahan tinggi bibit kelapa

sawit.

Adanya pupuk hayati berbahan konsorsium bakteri selulolitik, unsur hara

yang terdapat pada air cucian beras dan terdapat di tanah akan lebih cepat tersedia

bagi tanaman karena konsorsium bakteri selulolitik merupakan sekumpulan

bakteri yang mampu saling bekerja sama untuk menguraikan bahan organik.

Menurut Ibrahim dan El-diwany (2007) bakteri selulolitik dapat memproduksi

enzim selulase yang mampu mengubah selulosa menjadi glukosa. Hasil

penghitungan koloni bakteri pada tanah menujukkan bahwa dengan aplikasi

pupuk hayati menunjukkan jumlah koloni bakteri lebih banyak dibandingkan

dengan tanpa aplikasi pupuk hayati (Lampiran 6). Menurut Djukri (2005) hasil

kegiatan mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik adalah berupa unsur

karbon, nitrogen, posfor dan potassium dalam bentuk tersedia bagi tanaman.
Selain itu, salah satu bakteri yang terdapat pada pupuk hayati konsorsium

bakteri selulolitik adalah bakteri Proteus mirabilis. Menurut Mohammed et al.

(2014) bakteri Proteus mirabilis memiliki kemampuan untuk memproduksi enzim

urease dalam jumlah besar. Enzim urease berperan menyediakan energi internal

bagi organisme untuk menggunakan urea atau hidroksiurea sebagai sumber N

(Suhartono, 1989). Hasil analisis tanah (Lampiran 5) menunjukkan bahwa aplikasi

pupuk hayati konsorsium bakteri selulolitik berbasis air cucian beras

meningkatkan unsur N pada tanah. Unsur N dibutuhkan untuk pertambahan tinggi

tanaman. Menurut Zubachtirodin dan Subandi (2008) pemberian nitrogen dapat

meningkatkan tinggi tanaman. Hasil penelitian Hapsoh et al. (2020a)

menunjukkan bahwa pemberian pupuk hayati konsorsium bakteri selulolitik

berbasis air cucian beras sebanyak tiga kali dengan dosis 10 ml mampu

meningkatkan tinggi tanaman cabai merah.

Pertambahan tinggi bibit kelapa sawit dengan aplikasi agens hayati dengan

pemberian tiga kali berbeda nyata dengan tanpa pemberian agens hayati tetapi

berbeda tidak nyata dengan pemberian satu kali dan dua kali. Aplikasi agens

hayati dengan pemberian tiga kali memberikan pertambahan tinggi bibit lebih

tinggi dibandingkan dengan tanpa aplikasi agens hayati yaitu 16,14 cm. Hal ini

dikarenakan dengan aplikasi agens hayati cendawan entomopatogen Beauveria

bassiana Vuillemin lokal dapat menekan serangan hama pada bibit kelapa sawit.

Cendawan B. bassiana mampu menghasilkan toksin yang dapat membunuh

serangga. Menurut Silvia et al. (2011) B. bassiana menghasilkan toksin yang

menyebabkan kerusakan jaringan dan akhirnya mengakibatkan kematian serangga

terinfeksi. Hasil penelitian Erawati dan Wardati (2016) menunjukkan bahwa


aplikasi cendawan B. bassiana mampu mengendalikan hama kumbang tanduk

(Orycthes rhinoceros) pada tanaman kelapa sawit dengan mortalitas total 80%

pada hari ke 9 setelah infeksi. Pada penelitian ini, ditemukan hama yang

menyerang bibit kelapa sawit yaitu kumbang Apogonia sp. Kumbang Apogonia sp

merupakan hama pemakan daun yang menyerang bibit kelapa sawit pada malam

hari dengan cara melubangi daun pada bagian tepi dan bagian tengah daun.

Daun merupakan organ yang berfungsi untuk melakukan fotosintesis.

Kerusakan daun dapat menganggu pertumbuhan tanaman karena menurunkan

fotosintesis pada tanaman. Menurut Karowa et al. (2015) serangan hama pada

daun dapat menurunkan jumlah klorofil dan stomata pada daun. Klorofil berperan

dalam fotosintesis dengan menyerap dan mengubah energi cahaya menjadi energi

kimia, sementara stomata merupakan tempat masuknya CO2 yang merupakan

bahan utama dalam proses fotosintesis (Ai dan Banyo, 2011). Adanya klorofil

yang cukup pada daun maka penyerapan cahaya matahari akan berlangsung

dengan baik sehingga proses fotosintesis akan berjalan dengan baik pula dan

menghasilkan energi yang diperlukan sel untuk melakukan aktivitas pembelahan,

pemanjangan, dan pembesaran sel yang terdapat di batang. Berdasarkan penelitian

Karowa et al. (2015) serangan hama pemakan daun melalui simulasi serangan

daun kedelai menunjukkan tinggi tanaman yang lebih rendah dari tanaman tanpa

serangan.

Pertambahan tinggi bibit kelapa sawit dengan kombinasi aplikasi pupuk

hayati dan agens hayati dengan pemberian tiga kali berbeda nyata dengan

kombinasi tanpa aplikasi pupuk hayati pada setiap taraf aplikasi agens hayati,

kombinasi aplikasi pupuk hayati satu kali dan tanpa aplikasi agens hayati,
kombinasi aplikasi pupuk hayati dua kali dan satu kali aplikasi agens hayati dan

aplikasi tiga kali pupuk hayati dan tanpa aplikasi agens hayati. Kombinasi aplikasi

pupuk hayati dan agens hayati dengan pemberian tiga kali memberikan

pertambahan tinggi bibit tertinggi yaitu 18,83 cm dan telah mencapai standar

pertumbuhan vegetatif bibit kelapa sawit (Lampiran 3). Hal ini dikarenakan

dengan kombinasi aplikasi pupuk hayati konsorsium bakteri selulolitik berbasis

air cucian beras dan agens hayati cendawan B. bassiana Vuillemin lokal dengan

pemberian tiga kali mampu menyediakan unsur hara lebih banyak bagi bibit dan

menjaga kesehatan bibit sehingga mampu meningkatkan tinggi bibit kelapa sawit.

4.2 Pertambahan Diameter Batang

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa interaksi

jumlah aplikasi pupuk hayati dan agens hayati berpengaruh tidak nyata terhadap

pertambahan diameter batang, begitu juga dengan jumlah aplikasi agens hayati,

sedangkan jumlah aplikasi pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap pertambahan

diameter batang bibit kelapa sawit. Hasil uji lanjut pertambahan diameter batang

dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pertambahan diameter batang bibit kelapa sawit dengan jumlah aplikasi
pupuk hayati dan agens hayati
Jumlah Jumlah Aplikasi Agens Hayati
Rata-
Aplikasi Pupuk
Nol kali Satu kali Dua kali Tiga kali rata
Hayati
--------------------------------cm--------------------------------
Nol kali 0,89 d 0,94 cd 0,98 bcd 1,04 bcd 0,96 b
Satu kali 1,17 abc 1,05 bcd 1,24 ab 1,14 abc 1,15 a
Dua kali 1,10 abcd 1,17 abc 1,22 ab 1,18 abc 1,16 a
Tiga kali 1,08 abcd 1,21 ab 1,22 ab 1,33 a 1,21 a
Rata-rata 1,06 a 1,09 a 1,16 a 1,17 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut
uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%.
Tabel 2 menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati nyata meningkatkan

pertambahan diameter batang dibandingkan dengan tanpa aplikasi pupuk hayati.

Aplikasi pupuk hayati dengan pemberian satu kali sudah memberikan

pertambahan diameter batang lebih besar dibandingkan tanpa aplikasi pupuk

hayati yaitu 1,15 cm. Hal ini karena dengan aplikasi pupuk hayati konsorsium

bakteri selulolitik berbasis air cucian beras mampu menyediakan kebutuhan unsur

hara yang dibutuhkan bagi pertambahan diameter batang.

Menurut Vessey (2003) pupuk hayati berperan dalam mempermudah

tersedianya unsur hara, dekomposisi bahan organik, serta menyediakan

lingkungan rhizosfer yang lebih baik bagi tanaman yang akan mendukung

pertumbuhan serta meningkatkan hasil tanaman. Penggunaan pupuk hayati

konsorsium bakteri selulolitik berbasis air cucian beras menyebabkan unsur hara

yang ada pada air cucian beras dan di tanah dapat lebih cepat tersedia, karena

adanya enzim selulase yang dihasilkan bakteri selulolitik mampu mempercepat

proses degradasi bahan organik sehingga hara pada air cucian beras dan pada

tanah dapat lebih cepat tersedia bagi tanaman. Berdasarkan penelitian Sijabat et

al. (2014) pemberian mikroorganisme selulolitik 20 ml dan 375 g pupuk NPK

terbukti mampu mempercepat serapan hara nitrogen sebesar 3,15% dan

meningkatkan pertambahan lingkar batang tanaman kelapa sawit pada fase TBM-

III. Hasil analisis tanah (Lampiran 5) menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati

konsorsium bakteri selulolitik berbasis air cucian beras meningkatkan unsur N, P,

dan K pada tanah. Unsur N, P, dan K dibutuhkan untuk pembesaran batang

tanaman. Menurut Lingga dan Marsono (2013) unsur hara N dalam jumlah yang

cukup mampu mempercepat pertumbuhan tanaman, khusunya batang dan daun,


unsur P berperan dalam perkembangan sel tanaman, dan unsur K berperan untuk

mengaktifkan beberapa enzim serta memacu fotosintat berupa karbohidrat dari

daun ke organ tanaman lainnya termasuk batang.

Pertambahan diameter batang dengan aplikasi agens hayati berbeda tidak

nyata dengan tanpa aplikasi agens hayati. Hal ini diduga disebabkan oleh

kurangnya peran agens hayati cendawan B. bassiana dalam menyediakan unsur

hara bagi pertambahan diameter batang. Namun pemberian agens hayati sebanyak

tiga kali cenderung memberikan pertambahan diameter batang yang lebih besar

yaitu 1,17 cm. Cendawan B. bassiana lebih berperan dalam menekan serangan

hama pada tanaman. Menurut Wahyudi (2008) cendawan B. bassiana

memproduksi toksin yang dapat membunuh hama pengganggu tanaman.

Rendahnya serangan hama pemakan daun membuat fotosintesis pada tanaman

berjalan dengan baik. Setyani et al. (2013) menyatakan bahwa daun yang luas

memungkinkan penyerapan cahaya matahari lebih maksimal, yang akhirnya dapat

memaksimalkan fotosintesis. Fotosintesis yang maksimal akan meningkatkan

fotosintat yang selanjutnya dibagikan ke berbagai jenis organ tanaman termasuk

batang.

Pertambahan diameter batang bibit kelapa sawit dengan kombinasi

aplikasi pupuk hayati dengan pemberian tiga kali dan agens hayati dengan

pemberian tiga kali berbeda nyata dengan kombinasi tanpa aplikasi pupuk hayati

pada setiap taraf aplikasi agens hayati dan kombinasi aplikasi pupuk hayati satu

kali dan aplikasi agens hayati satu kali. Kombinasi aplikasi pupuk hayati dengan

pemberian tiga kali dan aplikasi agens hayati dengan pemberian tiga kali

menunjukkan pertambahan diameter batang terbesar yaitu 1,33 cm dan telah


mencapai standar pertumbuhan bibit kelapa sawit (Lampiran 3). Hal ini karena

tercukupinya unsur hara yang dibutuhkan untuk pertambahan diameter batang dan

terjaganya kesehatan bibit kelapa sawit dengan adanya cendawan entomopatogen

B. bassiana yang dapat menekan serangan hama pada bibit kelapa sawit.

4.3 Pertambahan Jumlah Daun

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa interaksi

jumlah aplikasi pupuk hayati dan agens hayati berpengaruh tidak nyata terhadap

pertambahan jumlah daun, begitu juga dengan jumlah aplikasi agens hayati,

sedangkan jumlah aplikasi pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap pertambahan

jumlah daun bibit kelapa sawit. Hasil uji lanjut pertambahan jumlah daun dengan

uji jarak berganda Duncan pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pertambahan jumlah daun bibit kelapa sawit dengan jumlah aplikasi
pupuk hayati dan agens hayati
Jumlah Aplikasi Jumlah aplikasi Agens Hayati
Rata-rata
Pupuk Hayati Nol kali Satu kali Dua kali Tiga kali
Nol kali 4,33 c 4,33 c 5,17 abc 4,67 bc 4,63 b
Satu kali 5,17 abc 5,50 abc 5,67 abc 5,17 abc 5,38 a
Dua kali 5,00 abc 5,17 abc 5,67 abc 5,67 abc 5,38 a
Tiga kali 5,00 abc 5,33 abc 6,00 ab 6,33 a 5,66 a
Rata-rata 4,88 b 5,08 ab 5,46 ab 5,63 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut
uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%.

Tabel 3 menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati berbeda nyata dengan

tanpa aplikasi pupuk hayati. Aplikasi pupuk hayati dengan pemberian satu kali

sudah memberikan pertambahan jumlah daun lebih banyak dibandingkan tanpa


aplikasi pupuk hayati yaitu 5,38 helai. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi pupuk

hayati konsorsium bakteri selulolitik berbasis air cucian beras mampu

meningkatkan pertambahan jumlah daun bibit kelapa sawit. Jumlah daun

dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Menurut Alviandy et al.

(2016) jumlah daun ditentukan oleh faktor genetik, sehingga perlu menggunakan

bibit yang berkualitas dalam proses pembibitan. Selain itu, faktor lingkungan juga

berpengaruh terhadap pertambahan jumlah daun, salah satunya adalah unsur hara

yang ada di dalam tanah. Menurut Baning et al. (2016) potensi genetik tanaman

seperti bentuk, ukuran dan berat organ yang dihasilkan dapat ditingkatkan dengan

pemberian unsur hara dalam jumlah yang optimal.

Pemberian pupuk hayati konsorsium selulolitik berbasis air cucian beras

mampu menyediakan unsur hara untuk meningkatkan jumlah daun. Dengan

adanya konsorsium bakteri selulolitik akan mempercepat proses degradasi bahan

organik, sehingga unsur hara yang ada pada air cucian beras dan pada tanah akan

lebih cepat tersedia bagi tanaman, sehingga meningkatkan penyerapan unsur hara

oleh tanaman. Tirta (2005) menyatakan bahwa unsur nitrogen merupakan unsur

yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan daun. Menurut Setyani et al.

(2013) unsur nitrogen akan menghasilkan protein untuk pembentukan sel-sel dan

klorofil. Fotosintesis akan berjalan optimal dengan adanya jumlah klorofil yang

cukup. Fotosintesis yang optimal akan menghasilkan fotosintat yang tinggi.

Sarawa dan Baco (2014) menyatakan bahwa peningkatan pembelahan,

pemanjangan dan differensiasi sel disebabkan oleh meningkatnya fotosintat.

Selanjutnya Prawiranata et al. (1995) menyatakan peningkatan jumlah daun

diiringi oleh peningkatan laju fotosintesis.


Aplikasi agens hayati menunjukkan bahwa aplikasi agens hayati dengan

pemberian tiga kali berbeda nyata dengan tanpa aplikasi agens hayati tetapi

berbeda tidak nyata dengan pemberian satu kali dan dua kali. Aplikasi agens

hayati cendawan B. bassiana Vuillemin lokal dengan pemberian tiga kali

memberikan rata-rata pertambahan jumlah daun lebih banyak yaitu 5,63 helai. Hal

ini karena dengan pemberian agens hayati B. bassiana mampu menekan serangan

hama kumbang Apogonia sp yang merupakan hama pemakan daun yang dapat

menurunkan luas daun pada tanaman. Berdasarkan penelitian Nuraini et al. (2018)

aplikasi cendawan B. bassiana dengan konsentrasi 30-60 g.l-1 meningkatkan

mortalitas hama dan menurunkan intensitas serangan hama ulat grayak pada

tanaman tembakau. Daun merupakan organ penting bagi pertumbuhan tanaman

karena sebagai tempat berlangsungnya proses fotosintesis. Menurut Setyani et al.

(2013) luas daun menentukan laju fotosintesis per satuan tanaman. Luas daun

yang maksimal akan meningkatkan laju fotosintesis yang akan meningkatkan

fotosintat yang digunakan untuk pertumbuhan organ tanaman, termasuk daun.

Pertambahan jumlah daun dengan kombinasi aplikasi pupuk hayati dan

aplikasi agens hayati dengan pemberian tiga kali berbeda nyata dengan kombinasi

tanpa aplikasi pupuk hayati dan tanpa, satu kali, tiga kali aplikasi agens hayati.

Kombinasi aplikasi pupuk hayati dengan pemberian tiga kali dan aplikasi agens

hayati dengan pemberian tiga kali memberikan pertambahan jumlah daun

terbanyak yaitu 6,33 helai dan telah mencapai standar pertumbuhan bibit kelapa

sawit (Lampiran 3). Hal ini disebabkan dengan adanya aplikasi pupuk hayati dan

agens hayati, maka unsur hara tersedia dalam jumlah yang cukup dan proses
metabolisme tanaman seperti fotosintesis berjalan dengan baik sehingga mampu

meningkatkan pertambahan jumlah daun pada bibit kelapa sawit.

4.4 Volume Akar

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa interaksi

jumlah aplikasi pupuk hayati dan agens hayati berpengaruh tidak nyata terhadap

volume akar, tetapi jumlah aplikasi agens hayati dan jumlah aplikasi pupuk hayati

berpengaruh nyata terhadap volume akar bibit kelapa sawit. Hasil uji lanjut

volume akar dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5% dapat dilihat pada

Tabel 4.

Tabel 4. Volume akar bibit kelapa sawit dengan jumlah aplikasi pupuk hayati dan
agens hayati
Jumlah Aplikasi Jumlah Aplikasi Agens Hayati
Rata-rata
Pupuk Hayati Nol kali Satu kali Dua kali Tiga kali
-----------------------------------ml---------------------------------
Nol kali 8,83 c 11,33 bc 10,53 bc 12,83 bc 10,88 c
Satu kali 8,67 c 13,83 abc 12,67 bc 15,17 abc 12,58 bc
Dua kali 10,17 bc 15,50 abc 16,33 abc 17,33 ab 14,83 ab
Tiga kali 13,83 abc 17,33 ab 21,83 a 18,17 ab 17,79 a
Rata-rata 10,37 b 14,50 a 15,33 a 15,86 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut
uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%.

Tabel 4 menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati dengan pemberian tiga

kali berbeda tidak nyata dengan pemberian dua kali tetapi berbeda nyata dengan

pemberian satu kali dan tanpa aplikasi pupuk hayati terhadap volume akar bibit

kelapa sawit. Aplikasi pupuk hayati konsorsium bakteri selulolitik berbasis air

cucian beras dengan pemberian tiga kali memberikan volume akar lebih besar

yaitu 17,79 ml. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk hayati konsorsium bakteri

selulolitik berbasis air cucian beras mampu meningkatkan unsur hara dan

memperbaiki sifat fisik tanah untuk pertumbuhan akar. Penggunaan pupuk hayati
konsorsium bakteri selulolitik berbasis air cucian beras mampu mempercepat

proses degradasi bahan organik sehingga hara pada air cucian beras dan pada

tanah dapat lebih cepat tersedia bagi tanaman.

Selain itu, salah satu bakteri yang terdapat pada pupuk hayati ini adalah

bakteri Providencia vermicola. Menurut Hussain et al. (2015) bakteri Providencia

vermicola adalah bakteri pelarut fosfat yang dapat melarutkan fosfat tidak tersedia

menjadi tersedia sehingga dapat diserap oleh tanaman. Berdasarkan analisis tanah

(Lampiran 5) aplikasi pupuk hayati konsorsium bakteri selulolitik berbasis air

cucian beras meningkatkan unsur P pada tanah. Unsur P dibutuhkan untuk

pertumbuhan akar. Aisyah et al. (2006) menyatakan bahwa unsur P berperan

dalam merangsang pertumbuhan dan perakaran tanaman.

Pertumbuhan akar juga dipengaruhi oleh sifat fisik tanah. Akar tanaman

akan lebih baik pertumbuhannya pada tanah dengan berat isi tanah yang rendah

atau tanah yang gembur dan porositas yang tinggi. Tanah yang gembur memiliki

pori tanah yang tinggi sehingga memudahkan akar untuk tumbuh dan

berkembang. Menurut Nugroho (2017) porositas tanah yang tinggi dan berat

volume tanah yang rendah akan memberikan ruang pesebaran akar yang lebih

luas. Pemberian pupuk hayati konsorsium bakteri selulolitik berbasis air cucian

beras diduga mampu memperbaiki sifat fisik tanah. Menurut Suwahyono (2011)

pupuk hayati perombak bahan organik mampu berperan sebagai pembenah tanah

(Soil reconditioner) yaitu merubah kondisi fisik tanah dengan meningkatkan

porositas tanah, menstabilkan agregat tanah, meningkatkan permeabilitas dan

aerasi tanah, serta meningkatkan kandungan biokimia tanah yang kaya akan

senyawa nutrien anorganik.


Aplikasi agens hayati menunjukkan bahwa aplikasi agens hayati nyata

meningkatkan volume akar dibandingkan dengan tanpa aplikasi agens hayati.

Aplikasi agens hayati cendawan B. bassiana Vuillemin lokal dengan pemberian

satu kali sudah memberikan volume akar lebih besar dibanding tanpa aplikasi

agens hayati yaitu 14,50 ml. Hal ini karena cendawan B. bassiana yang

merupakan cendawan entomopatogen mampu menekan serangan hama pemakan

daun yaitu kumbang Apogonia sp yang ditemukan pada bibit kelapa sawit di

penelitian ini, sehingga mampu mempertahankan ukuran daun. Daun berfungsi

sebagai alat fotosintesis. Daun yang sehat akan menghasilkan klorofil dalam

jumlah banyak sehingga memungkinkan terjadinya fotosintesis yang optimal dan

menghasilkan karbohidrat dan energi bagi tanaman yang digunakan dalam proses

pertumbuhan tanaman. Setyani et al. (2013) menyatakan bahwa karbohidrat

sebagai sumber energi digunakan tanaman untuk petumbuhan dan perkembangan

akar.

Volume akar bibit kelapa sawit dengan kombinasi aplikasi pupuk hayati

dan agens hayati dengan pemberian dua kali berbeda tidak nyata dengan

perlakuaan lainnya, tetapi berbeda nyata dengan kombinasi tanpa aplikasi pupuk

hayati pada setiap taraf aplikasi agens hayati dan kombinasi aplikasi pupuk hayati

satu kali dan tanpa aplikasi agens hayati. Kombinasi aplikasi pupuk hayati dengan

pemberian tiga kali dan aplikasi agens hayati dengan pemberian dua kali

menunjukkan volume akar tertinggi yaitu 21,83 ml. Hal ini karena dengan aplikasi

pupuk hayati konsorsium bakteri selulolitik berbasis air cucian beras dan aplikasi

agens hayati cendawan B. bassiana mampu menyediakan unsur hara dan

memperbaiki sifat fisik tanah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan akar serta
menjaga aktivitas fotosintesis tetap optimal sehingga dihasilkan fotosintat yang

cukup untuk pertumbuhan akar bibit kelapa sawit.

4.5 Berat Kering Bibit

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa interaksi

jumlah aplikasi pupuk hayati dan agens hayati berpengaruh tidak nyata terhadap

berat kering bibit, tetapi jumlah aplikasi pupuk hayati dan jumlah aplikasi agens

hayati berpengaruh nyata terhadap berat kering bibit kelapa sawit. Hasil uji lanjut

berat kering bibit dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5% dapat dilihat

pada Tabel 5.

Tabel 5. Berat kering bibit kelapa sawit dengan jumlah aplikasi pupuk hayati dan
agens hayati
Jumlah Aplikasi Jumlah Aplikasi Agens Hayati
Rata-rata
Pupuk Hayati Nol kali Satu kali Dua kali Tiga kali
------------------------------------
g------------------------------------
Nol kali 8,45 c 9,76 bc 13,17 abc 14,05 abc 11,36 b
Satu kali 11,59 abc 14,96 abc 12,94 abc 16,35 ab 13,96 ab
Dua kali 14,10 abc 15,90 ab 12,97 abc 17,97 a 15,27 a
Tiga kali 12,45 abc 14,46 abc 18,03 a 18,46 a 15,85 a
Rata-rata 11,65 b 13,76 ab 14,28 ab 16,71 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut
uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%.
Tabel 5 menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati dengan pemberian dua

kali berbeda tidak nyata dengan pemberian satu kali dan tiga kali tetapi berbeda

nyata dengan tanpa aplikasi pupuk hayati. Aplikasi pupuk hayati konsorsium

bakteri selulolitik berbasis air cucian beras dengan pemberian dua kali

menunjukkan rata-rata berat kering bibit kelapa sawit lebih besar dibandingkan

tanpa aplikasi pupuk hayati yaitu 15,27 g. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi

pupuk hayati mampu mencukupi kebutuhan unsur hara untuk petumbuhan

tanaman. Berat kering tanaman terdiri dari berat kering tajuk dan akar. Berat
kering tanaman merupakan penimbunan hasil fotosintesis pada tanaman, karena

itu untuk mendapatkan berat kering tanaman yang besar dibutuhkan fotosintesis

yang optimal. Menurut Afrillah et al. (2015) berat kering tanaman menunjukkan

kemampuan tanaman dalam mengikat energi cahaya matahari melalui fotosintesis

dan karena adanya interaksi antara tanaman dengan faktor lingkungan. Salah satu

faktor lingkungan yang mempengaruhi berat kering tanaman adalah ketersediaan

unsur hara.

Aplikasi pupuk hayati konsorsium bakteri selulolitik berbasis air cucian

beras diduga mampu menyediakan unsur hara bagi pertumbuhan bibit kelapa

sawit karena dengan adanya konsorsium bakteri selulolitik maka unsur hara yang

ada pada air cucian beras dan di tanah menjadi lebih cepat tersedia bagi tanaman.

Hal ini karena konsorsium bakteri selulolitik merupakan sekumpulan bakteri yang

mampu saling bekerja sama untuk menguraikan bahan organik menggunakan

enzim selulase yang diproduksinya. Hasil penghitungan koloni bakteri pada tanah

setelah aplikasi pupuk hayati menunjukkan bahwa dengan pemberian tiga kali

pupuk hayati lebih meningkatkan jumlah koloni bakteri dibandingkan dengan

tanpa, satu kali dan dua kali pemberian (Lampiran 6). Menurut Djukri (2005) hasil

kegiatan mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik adalah berupa unsur

karbon, nitrogen, posfor dan potassium dalam bentuk tersedia bagi tanaman.

Unsur hara yang tersedia akan lebih cepat diserap oleh tanaman, dengan begitu

pertumbuhan tanaman akan berjalan dengan baik. Hasil analisis tanah (Lampiran

5) menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati konsorsium bakteri selulolitik

berbasis air cucian beras meningkatan unsur N, P, dan K pada tanah. Lingga dan

Marsono (2013) menyatakan unsur hara N dalam jumlah yang cukup mampu
mempercepat pertumbuhan tanaman, khusunya batang dan daun, unsur P berperan

dalam perkembangan sel tanaman, dan unsur K berperan untuk mengaktifkan

beberapa enzim serta memacu fotosintat berupa karbohidrat dari daun ke organ

tanaman lainnya.

Pertumbuhan bibit kelapa sawit dengan aplikasi pupuk hayati konsorsium

bakteri selulolitik berbasis air cucian beras meningkat diduga juga disebabkan

oleh adanya mikrob yang terdapat pada pupuk hayati ini memiliki kemampuan

dalam menghasilkan IAA oleh bakteri Bacillus cereus (Puspita et al., 2018),

pelarut fosfat oleh bakteri Providencia vermicola (Hussain et al., 2015) dan

menghasilkan enzim urease yang mampu menguraikan urea oleh bakteri Proteus

mirabilis (Mohammed et al., 2014). Kemampuan dari beberapa bakteri dalam

menghasilkan senyawa metabolit tersebut diduga mampu meningkatkan

pertumbuhan vegetatif bibit kelapa sawit.

Faktor agens hayati menunjukkan bahwa aplikasi agens hayati dengan

pemberian tiga kali berbeda nyata dengan tanpa aplikasi agens hayati tetapi

berbeda tidak nyata dengan pemberian satu dan dua kali. Aplikasi agens hayati

cendawan entomopatogen B. bassiana Vuillemin lokal sebanyak tiga kali

memberikan rata-rata berat kering bibit kelapa sawit terbesar yaitu 16,71 g. Hal

ini dikarenakan oleh kemampuan cendawan B. bassiana sebagai agens hayati

dalam menekan serangan hama kumbang Apogonia sp yang merupakan hama

pemakan daun bibit kelapa sawit. Rendahnya serangan hama pemakan daun

mampu mempertahankan kesehatan dan ukuran daun sehingga fotosintesis akan

berjalan dengan optimal. Fotosintesis yang optimal mampu meningkatkan berat

kering tanaman, hal ini sesuai dengan pendapat Soekarno (2001) berat kering
tanaman adalah hasil penimbunan bersih fotosintesis selama periode

pertumbuhan.

Berat kering bibit kelapa sawit dengan kombinasi aplikasi pupuk hayati

dengan pemberian tiga kali dan aplikasi agens hayati dengan pemberian tiga kali

berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya, tetapi berbeda nyata dengan

kombinasi tanpa aplikasi pupuk hayati dan tanpa, satu kali aplikasi agens hayati.

Kombinasi aplikasi pupuk hayati sebanyak tiga kali dengan aplikasi agens hayati

sebanyak tiga kali memberikan berat kering bibit kelapa sawit terbesar yaitu 18,46

g. Hal ini dikarenakan dengan aplikasi pupuk hayati konsorsium bakteri selulolitik

berbasis air cucian beras dan aplikasi agens hayati cendawan B. bassiana

Vuillemin lokal mampu meningkatkan unsur hara dan fotosintat yang dibutuhkan

untuk meningkatkan berat kering bibit kelapa sawit. Mulyaningsih dan Djumali

(2015) menyatakan bahwa berat kering tanaman merupakan hasil penimbunan

fotosintat selama periode pertumbuhan, dengan begitu berat kering tanaman

dijadikan sebagai indikator petumbuhan tanaman. Semakin besar berat kering

tanaman maka semakin baik pertumbuhan tanaman.

4.6 Rasio Tajuk Akar

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa interaksi

jumlah aplikasi pupuk hayati dan agens hayati berpengaruh tidak nyata terhadap

rasio tajuk akar, begitu juga dengan jumlah aplikasi agens hayati tetapi jumlah

aplikasi pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap rasio tajuk akar bibit kelapa

sawit. Hasil uji lanjut rasio tajuk akar dengan uji jarak berganda Duncan pada

taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 6.


Tabel 6. Rasio tajuk akar bibit kelapa sawit dengan jumlah aplikasi pupuk hayati
dan agens hayati
Jumlah Aplikasi Jumlah Aplikasi Agens Hayati
Rata-rata
Pupuk Hayati Nol kali Satu kali Dua kali Tiga kali
Nol kali 2,36 c 2,50 bc 2,47 bc 2,70 abc 2,51 b
Satu kali 2,42 c 3,01 abc 2,35 c 3,15 abc 2,74 b
Dua kali 2,63 abc 2,58 bc 3,17 abc 3,62 abc 2,99 ab
Tiga kali 3,86 ab 3,03 abc 3,40 abc 3,90 a 3,55 a
Rata-rata 2,77 a 2,82 a 2,84 a 3,35 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut
uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%.

Tabel 6 menunjukkan bahwa rasio tajuk akar dengan pemberian tiga kali

pupuk hayati berbeda nyata dengan tanpa aplikasi dan satu kali aplikasi pupuk

hayati tetapi berbeda tidak nyata dengan pemberian dua kali pupuk hayati.

Aplikasi pupuk hayati sebanyak tiga kali menunjukkan rasio tajuk akar yang lebih

besar yaitu 3,55. Hal ini karena dengan aplikasi pupuk hayati konsorsium bakteri

selulolitik berbasis air cucian beras sebanyak tiga kali akan menyediakan unsur

hara yang lebih banyak bagi tanaman. Unsur hara yang tersedia akan

meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah daun yang merupakan

komponen dari berat kering tajuk. Semakin besar berat kering tajuk maka semakin

besar nilai rasio tajuk akar.

Aplikasi agens hayati menunjukkan bahwa rasio tajuk akar berbeda tidak

nyata pada setiap perlakuan, tetapi aplikasi agens hayati sebanyak tiga kali

cenderung memberikan rasio tajuk akar terbesar yaitu 3,35. Hal ini karena dengan

aplikasi agens hayati cendawan B. bassiana Vuillemin lokal sebanyak tiga kali

mampu menekan serangan hama kumbang Apogonia sp yang merupakan hama

pemakan daun pada bibit kelapa sawit, sehingga bentuk dan ukuran daun

dipertahankan. Daun merupakan komponen dari berat kering tajuk dengan begitu

berat kering tajuk juga dapat dipertahankan.


Rasio tajuk akar dengan kombinasi aplikasi pupuk hayati dengan

pemberian tiga kali dan aplikasi agens hayati dengan pemberian tiga kali berbeda

nyata dengan kombinasi tanpa aplikasi pupuk hayati dan tanpa aplikasi agens

hayati. Kombinasi aplikasi pupuk hayati dengan pemberian tiga kali dan aplikasi

agens hayati dengan pemberian tiga kali memberikan rasio tajuk akar terbesar

yaitu 3,90. Hal ini menunjukkan bahwa dengan aplikasi pupuk hayati dan agens

hayati mampu meningkatkan rasio tajuk akar. Rasio tajuk akar menggambarkan

proporsi pembagian fotosintat antara bagian tajuk dan bagian akar. Nilai rasio

tajuk akar pada setiap perlakuan pada penelitian ini lebih dari 1, artinya proporsi

fotosintat lebih banyak ke tajuk daripada ke akar. Menurut Ariyanti et al. (2018)

tanaman dengan organ target berada di bagian tajuk cenderung mengalirkan

fotosintat ke bagian atas tanaman, karena tanaman tersebut membutuhkan energi

lebih banyak untuk menumbuhkan organ-organ vegetatif yang menunjang pada

saat memasuki fase generatif.

4.7 Laju Fotosintesis

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa interaksi

jumlah aplikasi pupuk hayati dan agens hayati berpengaruh tidak nyata terhadap

laju fotosintesis, begitu juga dengan jumlah aplikasi agens hayati tetapi jumlah

aplikasi pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap laju fotosintesis bibit kelapa

sawit. Hasil uji lanjut laju fotosintesis dengan uji jarak berganda Duncan pada

taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 7.


Tabel 7. Laju fotosintesis bibit kelapa sawit dengan jumlah aplikasi pupuk hayati
dan agens hayati
Jumlah Aplikasi Jumlah Aplikasi Agens Hayati
Rata-rata
Pupuk Hayati Nol kali Satu kali Dua kali Tiga kali
--------------------------μmol CO2 m-2 s-
1
---------------------------
Nol kali 20,81 c 21,52 bc 21,96 bc 26,03 abc 22,58 c
Satu kali 21,38 bc 27,83 abc 27,14 abc 26,75 abc 25,77 b
Dua kali 27,01 abc 27,14 abc 27,38 abc 27,70 abc 27,31 ab
Tiga kali 27,47 abc 28,66 ab 29,43 a 31,52 a 29,27 a
Rata-rata 24,17 b 26,29 ab 26,48 ab 28,00 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut
uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%.

Tabel 7 menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati sebanyak tiga kali

berbeda tidak nyata dengan pemberian dua kali tetapi berbeda nyata dengan tanpa

dan satu kali aplikasi pupuk hayati. Aplikasi pupuk hayati sebanyak tiga kali

memberikan rata-rata laju fotosintesis yang lebih tinggi yaitu 29,27 μmol CO2 m-2

s-1. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati konsorsium bakteri

selulolitik berbasis air cucian beras mampu mencukupi kebutuhan unsur hara bibit

kelapa sawit dalam melakukan fotosintesis. Menurut Setyani et al. (2013) unsur N

mampu menghasilkan protein yang berfungsi dalam pembentukan sel dan klorofil.

Klorofil berperan dalam fotosintesis dengan menyerap dan mengubah energi

cahaya menjadi energi kimia dalam reaksi terang. Energi kimia selanjutnya

digunakan untuk mereduksi CO2 menjadi karbohidrat dan O2 pada reaksi gelap.

Bila klorofil meningkat dan bahan pendukung lainnya dalam keaadaan optimal

maka laju fotosintesis akan meningkat.

Faktor agens hayati menunjukkan bahwa aplikasi agens hayati dengan

pemberian tiga kali berbeda tidak nyata dengan pemberian satu dan dua kali tetapi

berbeda nyata dengan tanpa aplikasi agens hayati. Aplikasi agens hayati sebanyak

tiga kali memberikan rata-rata laju fotosintesis yang lebih tinggi yaitu 27,99 μmol
CO2 m-2 s-1. Hal ini karena dengan aplikasi agens hayati cendawan entomopatogen

B. bassiana mampu menekan serangan hama pemakan daun yaitu kumbang

Apogonia sp sehingga dapat mempertahankan kesehatan dan luas daun bibit

kelapa sawit. Setyani et al. (2013) menyatakan bahwa fotosintesis tanaman

dipengaruhi oleh luas daun dan jumlah klorofil. Luas daun berhubungan dengan

kapasitas penyerapan cahaya. Menurut Mulyaningsih dan Djumali (2015) daun

yang luas memungkinkan penyerapan cahaya matahari lebih maksimal, yang

akhirnya dapat memaksimalkan fotosintesis.

Laju fotosintesis dengan kombinasi aplikasi pupuk hayati dengan

pemberian tiga kali dan aplikasi agens hayati dengan pemberian tiga kali bebeda

nyata dengan kombinasi tanpa aplikasi pupuk hayati dan tanpa aplikasi agens

hayati, kombinasi tanpa aplikasi pupuk hayati dan aplikasi agens hayati satu kali

dan dua kali serta berbeda nyata juga dengan kombinasi aplikasi pupuk hayati

satu kali dan tanpa aplikasi agens hayati. Kombinasi aplikasi pupuk hayati

sebanyak tiga kali dengan aplikasi agens hayati sebanyak tiga kali memberikan

laju fotosintesis tertinggi yaitu 31,52 μmol CO2 m-2 s-1. Hal ini karena dengan

aplikasi pupuk hayati konsorsium bakteri selulolitik berbasis air cucian beras dan

agens hayati cendawan B. bassiana Vuillemin lokal mampu meningkatkan dan

mempertahankan kandungan klorofil pada daun sehingga meningkatkan laju

fotosintesis.

4.8 Kandungan Klorofil

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa interaksi

jumlah aplikasi pupuk hayati dan agens hayati berpengaruh tidak nyata terhadap

kandungan klorofil, tetapi jumlah aplikasi pupuk hayati dan jumlah aplikasi agens
hayati berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil bibit kelapa sawit. Hasil uji

lanjut kandungan klorofil dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5% dapat

dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kandungan klorofil bibit kelapa sawit dengan jumlah aplikasi pupuk
hayati dan agens hayati
Jumlah Aplikasi Jumlah Aplikasi Agens Hayati
Rata-rata
Pupuk Hayati Nol kali Satu kali Dua kali Tiga kali
------------------------------ μmol m-2
-------------------------------
Nol kali 28,0 d 34,8 cd 36,3 bcd 37,6 abcd 34,18 b
Satu kali 34,8 cd 36,1 bcd 36,1 bcd 39,0 abcd 36,54 b
Dua kali 33,9 cd 35,4 bcd 38,8 abcd 47,7 ab 38,39 ab
Tiga kali 39,7 abcd 44,5 abc 39,7 abcd 49,2 a 43,27 a
Rata-rata 34,10 b 37,71 b 37,77 b 42,40 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut
uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%.

Tabel 8 menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati dengan pemberian tiga

kali berbeda tidak nyata dengan pemberian dua kali tetapi berbeda nyata dengan

tanpa dan satu kali aplikasi pupuk hayati. Aplikasi pupuk hayati dengan

pemberian tiga kali memberikan rata-rata kandungan klorofil lebih banyak yaitu

43,27 μmol m-2. Hal ini karena dengan aplikasi pupuk hayati konsorsium bakteri

selulolitik berbasis air cucian beras mampu mencukupi unsur hara yang

dibutuhkan untuk pembentukan klorofil. Dengan adanya konsorsium bakteri

selulolitik unsur hara akan lebih cepat tersedia bagi tanaman, sehingga lebih cepat

diserap oleh tanaman. Menurut Wardiana dan Zainal (2003) unsur N yang cukup

mampu menghasilkan klorofil yang baik bagi tanaman untuk melakukan

fotosintesis.

Aplikasi agens hayati menunjukkan bahwa kandungan klorofil dengan

pemberian tiga kali berbeda nyata dengan tanpa, satu kali dan dua kali aplikasi

agens hayati. Aplikasi agens hayati dengan pemberian tiga kali memberikan rata-
rata kandungan klorofil terbanyak yaitu 40,42 μmol m-2. Hal ini karena dengan

aplikasi agens hayati cendawan B. bassiana Vuillemin lokal mampu menekan

serangan hama kumbang Apogonia sp yang menyerang daun bibit kelapa sawit,

sehingga dapat mempertahankan kesehatan dan luas daun. Luas daun berbanding

lurus dengan jumlah klorofil. Semakin luas daun maka semakin banyak

kandungan klorofil yang ada pada daun.

Kandungan klorofil pada kombinasi aplikasi pupuk hayati dengan

pemberian tiga kali dan agens hayati dengan pemberian tiga kali berbeda nyata

dengan kombinasi tanpa aplikasi pupuk hayati dan tanpa aplikasi agens hayati.

Kombinasi aplikasi pupuk hayati sebanyak tiga kali dan agens hayati sebanyak

tiga kali memberikan kandungan klorofil terbanyak yaitu 49,2 μmol m-2. Hal ini

menunjukkan bahwa kombinasi pupuk hayati konsorsium selulolitik berbasis air

cucian beras dan agens hayati cendawan B. Bassiana Vuillemin lokal mampu

mencukupi kebutuhan bibit kelapa sawit untuk membentuk klorofil. Klorofil

merupakan pigmen yang berperan untuk menangkap cahaya yang digunakan

dalam proses fotosintesis, sehingga semakin banyak jumlah klorofil pada daun

maka dapat meningkatkan laju fotosintesis.

4.9 Jenis Hama yang Menyerang

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini, ditemukan

hama yang menyerang bibit kelapa sawit adalah kumbang Apogonia sp. Kumbang

Apogonia sp merupakan hama pemakan daun. Kumbang Apogonia sp termasuk

kelompok serangga ordo Coleoptera (kumbang-kumbangan), family Scarabidae.

Ciri morfologi dari kumbang Apogonia sp antara lain berwarna hitam mengkilat

dengan panjang tubuh 7-10 mm. Kumbang Apogonia sp bersifat nokturnal atau
aktif di malam hari. Pada siang hari kumbang Apogonia sp akan bersembunyi di

dalam tanah atau di bawah polybag.

Gambar 1. Kumbang Apogonia sp

Kumbang Apogonia sp menyerang bibit kelapa sawit dengan memakan

bagian tepi dan tengah daun. Gejala serangan dari kumbang Apogonia sp adalah

adanya lubang-lubang kecil tidak teratur pada daun bekas gigitan. Menurut

Pradana et al. (2020) serangan hama kumbang Apogonia sp dapat mempengaruhi

pertumbuhan bibit kelapa sawit, selain itu juga memberikan kesan negatif yang

dapat menurunkan preferensi konsumen terhadap bibit tersebut.

Gambar 2. Gejala serangan kumbang Apogonia sp

4.10 Intensitas Serangan Hama

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa interaksi

jumlah aplikasi pupuk hayati dan jumlah aplikasi agens hayati berpengaruh tidak

nyata terhadap intensitas serangan hama, tetapi jumlah aplikasi pupuk hayati dan

jumlah aplikasi agens hayati berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan


hama. Hasil uji lanjut intensitas serangan hama dengan uji jarak berganda Duncan

pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Intensitas serangan hama bibit kelapa sawit dengan jumlah aplikasi
pupuk hayati dan agens hayati
Jumlah Aplikasi Jumlah Aplikasi Agens Hayati
Rata-rata
Pupuk Hayati Nol kali Satu kali Dua kali Tiga kali
---------------------------------- %
-----------------------------------
Nol kali 33,56 a 28,78 a 29,46 a 26,73 ab 29,64 a
Satu kali 27,13 ab 32,95 a 28,70 a 12,80 cd 25,40 ab
Dua kali 25,37 ab 26,78 ab 25,11 ab 8,43 cd 21,42 b
Tiga kali 25,83 ab 16,85 bc 9,23 cd 3,18 d 13,77 c
Rata-rata 27,97 a 26,34 a 23,13 a 12,79 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut
uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%.

Tabel 9 menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati dengan pemberian tiga

kali nyata memberikan intensitas serangan hama yang rendah dibanding dengan

perlakuan lainnya yaitu dengan persentase sebesar 13,77 %, sementara intensitas

serangan hama tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa aplikasi pupuk hayati

dengan persentase mencapai 28,95%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan aplikasi

pupuk hayati mampu mempengaruhi serangan hama pada bibit kelapa sawit.

Rusdy (2010) menyatakan bahwa pupuk hayati meningkatkan efisiensi serapan

hara, memperbaiki pertumbuhan dan hasil serta mampu meningkatkan ketahanan

tanaman dari serangan hama dan penyakit.

Unsur hara yang terkandung dalam pupuk hayati konsorsium bakteri

selulolitik berbasis air cucian beras diduga dapat meningkatkan ketahanan

tanaman dari serangan hama. Menurut Buckman dan Brady (1982) unsur fosfor

merangsang pembentukan jaringan dan memperkuat dinding sel sehingga tanaman

lebih resisten dari serangan hama. Selanjutnya Untung (2006) menyatakan bahwa

mekanisme resistensi toleransi terjadi karena kemampuan tanaman untuk sembuh


dari luka akibat serangan hama atau mampu lebih cepat tumbuh sehingga

serangan hama kurang mempengaruhi hasil. Berdasarkan hasil penelitian Rusdy

(2010) pemberian pupuk hayati dan fosfor mampu menurunkan intensitas

serangan pada tanaman padi gogo. Selanjutnya penelitian Hasnah dan Susana

(2010) aplikasi pupuk hayati dan pupuk kandang dapat menekan serangan hama

dan tingkat persentase tanaman mati pada tanaman kedelai.

Faktor aplikasi agens hayati menunjukkan bahwa aplikasi agens hayati

sebanyak tiga kali nyata memberikan intensitas serangan terendah yaitu 13,77%.

Sementara pada perlakuan tanpa aplikasi agens hayati menunjukkan intensitas

serangan hama tertinggi yaitu 27,97%. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi

cendawan B. bassiana dengan jumlah aplikasi lebih banyak lebih mampu

menekan serangan hama pada bibit kelapa sawit. Cendawan B. bassiana adalah

cendawan entomopatogen yang dapat membunuh serangga pengganggu tanaman

sehingga mampu menjadi agens hayati untuk mengendalikan serangan hama.

Cendawan B. bassiana mampu menginfeksi serangga karena menghasilkan toksin.

Menurut El-Sinary dan Rizk (2007) B. bassiana di dalam tubuh serangga akan

mengeluarkan toksin yang disebut beauvericin yang menyebabkan terjadinya

paralisis pada anggota tubuh serangga. Paralisis menyebabkan serangga

kehilangan koordinasi sistem gerak, sehingga gerakan serangga tidak teratur dan

lama-kelamaan melemah, kemudian berhenti sama sekali dan terjadi kematian.

Toksin juga menyebabkan kerusakan jaringan, terutama pada saluran pencernaan,

otot, sistem syaraf, dan sistem pernafasan (Wahyudi, 2008). Cendawan B.

bassiana dapat bekerja sebagai racun kontak dan racun perut.


Mekanisme infeksi secara kontak terjadi melalui kutikula, lobang-lobang

sistem pernafasan, dan lobang mulut sedangkan, mekanisme infeksi secara racun

perut adalah melalui kontaminasi pakan, konodia cendawan B. bassiana akan

berkecambah di dalam saluran pencernaan serangga yang terinfeksi. Menurut

Soetopo dan Indrayani (2007) di dalam tubuh serangga terinfeksi cendawan B.

bassiana akan memperbanyak diri dengan cepat hingga seluruh jaringan serangga

terinfeksi, sehingga biasanya serangga terinfeksi akan berhenti makan, melemah

dan kematiannya menjadi lebih cepat.

Intensitas serangan hama dengan kombinasi tanpa aplikasi pupuk hayati

dan tanpa aplikasi agens hayati berbeda nyata dengan kombinasi aplikasi pupuk

hayati dengan pemberian satu, dua dan tiga kali dan aplikasi agens hayati dengan

pemberian tiga kali. Kombinasi tanpa aplikasi pupuk hayati dan tanpa aplikasi

agens hayati menunjukkan intensitas serangan hama tertinggi yaitu 33,56%,

sedangkan kombinasi aplikasi pupuk hayati sebanyak tiga kali dan aplikasi agens

hayati sebanyak tiga kali menunjukkan intensitas serangan hama terkecil yaitu

3,18%. Hal ini karena dengan kombinasi aplikasi pupuk hayati konsorsium bakteri

selulolitik berbasis air cucian beras dan agens hayati cendawan entomopatogen B.

bassiana Vuillemin lokal mampu menjaga ketahanan tanaman dari serangan hama

dan menekan serangan hama pada bibit kelapa sawit.

V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

aplikasi pupuk hayati konsorsium bakteri selulolitik berbasis air cucian beras
mampu meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit di main nursery, dengan

pemberian satu kali yaitu pada saat pindah tanam nyata meningkatkan

pertambahan tinggi tanaman, pertambahan diameter batang dan pertambahan

jumlah daun, namun perubahan nilai tiap parameter pengamatan cenderung lebih

baik dengan pemberian pupuk hayati sebanyak tiga kali yaitu pada saat pindah

tanam, 30 hari setelah pindah tanam dan 60 hari setelah pindah tanam. Aplikasi

agens hayati cendawan B. bassiana Vuillemin lokal dengan pemberian tiga kali

yaitu pada saat pindah tanam, 30 hari setelah pindah tanam, dan 60 hari setelah

pindah tanam memberikan hasil yang baik pada setiap parameter pengamatan.

Kombinasi aplikasi pupuk hayati dengan pemberian tiga kali dan agens hayati

dengan pemberian tiga kali memberikan hasil terbaik bagi pertumbuhan bibit

kelapa sawit di main nursery.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan untuk

mengaplikasikan kombinasi pupuk hayati konsorsium bakteri selulolitik berbasis

air cucian beras dengan pemberian tiga kali dan agens hayati cendawan B.

bassiana Vuillemin lokal dengan pemberian tiga kali untuk meningkatkan

pertumbuhan bibit kelapa sawit di main nursery.

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto, H. 2007. Pengaruh Air Cucian Beras pada Adenium. Skripsi.


Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Afrillah, M., F.E. Sitepu, dan C. Hanum. 2015. Respons pertumbuhan vegetatif
tiga varietas kelapa sawit di pre nursery pada beberapa media tanam
limbah. Jurnal Online Agroteknologi. 3(4): 1289-1295.
Ai, N.S., dan Y. Banyo. 2011. Konsentrasi klorofil daun sebagai indikator
kekurangan air pada tanaman. Jurnal Ilmiah Sains. 11(2): 166-173.
Aisyah, S., T. Kurniatin, S. Mariam, B. Joy, M. Damayani, T. Syammusa, N.
Nurlaeni, A. Yuniarti, E.T. Sofyan dan Y. Machfud. 2006. Kesuburan
Tanah dan Pemupukan. Universitas Padjajaran. Bandung.
Alviandy, R.Q., E. Ariani, S.I. Saputra. Pemberian abu vulkanik terhadap
pertumbuhan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di main nursery.
Jurnal Online Mahasiswa Faperta. 3(1): 1-11.
Ariyanti, M., C. Suherman, S. Rosniawaty, dan A. Franscyscus. 2018. Pengaruh
volume dan frekuensi pemberian air cucian beras terhadap pertumbuhan
bibit tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell.) klon GT 1. Jurnal Ilmiah
Pertanian. 6(2): 114-123.
Ariyanti, M., I.R. Dewi, Y. Maxiselly, dan Y.A. Chandra. 2018. Pertumbuhan
bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dengan komposisi media tanam
dan interval penyiraman berbeda. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit. 26(1) :
11-22.
Arora, N.K. 2015. Plant Microbes Symbiosis: Applied Facets. Springer. India.
Badan Pengelola Dana Perkebunan. 2018. https://www.bpdp.or.id/id/. Diakses 01
Januari 2020.
Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2017. Badan Pusat
Statistik. Jakarta.
Baning, C., H. Rahmatan, dan Suprianto. 2016. Pengaruh pemberian air beras
merah terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman lada (Piper nigrum L.).
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Biologi. 1(1): 1-9.
Buckman, H.O., dan N.C. Brady. 1982. Ilmu Tanah. Bharatara Karya Aksara.
Jakarta.
Chairani, M. 1991. Faktor Penentu Viabilitas Benih Kelapa Sawit. Bulletin PKKS
2(2): 71-76.
Chusnia, W. 2012. Kajian Aplikasi Pupuk Hayati dalam Meningkatkan
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.)
pada Polybag. Skripsi. Universitas Airlangga. Surabaya.
Citra, W. G. M., S. Muhartini dan S. Trisnowati. 2011. Pengaruh air cucian beras
merah dan beras putih terhadap pertumbuhan dan hasil selada (Lactuca
sativa L.). Jurnal Vegetalica. 1(2) : 24-35.
Darmosarkoro, W., Akiyat, Sugiyono, dan E.S Sutarta. 2010. Pembibitan Kelapa
Sawit, Bagaimana Memperoleh BibitYang Jagur. PPKS. Medan.
Dhalimunte, M. 2009. Meraup Untung dari Bisnis Waralaba Bibit Kelapa Sawit.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Djukri. 2005. Pengomposan dan Efek Kompos Serasah Daun Acasia mangium L
terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah. Jurnal Inotek. 9(2):
189-203.
Elfiati, D. 2015. Peranan mikroba pelarut fosfat terhadap pertumbuhan tanaman.
USU. Medan.
El-Sinary, N.H. dan S.A. Rizk. 2007. Entomopathogenic fungus, Beauveria
bassiana (bats.) and gamma irradiation efficiency against the greater wax
moth, Galleria melonella (L.). Jurnal Eurasian Sci. 1(2) :13-18.
Erawati, D.N., dan I. Wardati. 2016. Teknologi pengendali hayati metarhizium
anisopliae dan beauveria bassiana terhadap hama kumbang kelapa sawit
(Oryctes rhinoceros). Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat 2016. Politeknik Negeri Jember. 1-5.
Fauzi, Y., Y.E. Widyastuti, I. Satyawibawa, R.H. Paeru. 2012. Kelapa Sawit.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Hapsoh, Wawan dan I. R. Dini. 2016. Aplikasi Pupuk Organik dengan Teknologi
Mikrob Mendukung Pertanian Terpadu Berkelanjutan Berbasis Tanaman
Pangan pada Lahan Gambut.Laporan Akhir Tahun Hibah Kompetensi
LPPM. Universitas Riau. Pekanbaru.
Hapsoh, Wawan, I. R. Dini, J. A. Siregar. 2017. Compatibility test potensial
cellulolytic bacteria and growth optimization in several organic materials.
International Journal of Science and Applied Technology. 2(2): 26-32.
Hapsoh, I.R. Dini, dan D. Salbiah. 2019. Ketahanan Tanaman terhadap Serangan
Hama dengan Aplikasi Agens hayati Mendukung Pertanian Terpadu
Berkelanjutan. Laporan Akhir Tahun Penelitian Dasar. LPPM. Universitas
Riau. Pekanbaru.
Hapsoh, I.R. Dini, D. Salbiah, dan Kusmiati. 2020a. Growth and peper yields
(Capsicum annuum L.) by giving a formulation of biological fertilizer of
cellulolytic bacteria based on organic liquid waste. Journal of Physics.
1351 (012097): 1-12.
Hapsoh, I.R. Dini, D. Salbiah, dan S. Tryana. 2020b. Application of biofertilizer
consortium formulation of cellulolytic bacteria based on organic liquid
waste on yield of upland rice (Oryza sativa L.). Jurnal Earth and
Environmental Science. 454(1) : 1-7.
Handiyanto, S. 2013. Kajian Penggunaan Air Cucian Beras sebagai Bahan Media
Pertumbuhan Biakan Murni Jamur Tiram Putih. Skripsi. Universitas
Negeri Malang.
Hasna dan Susana. 2010. Aplikasi pupuk hayati dan kandang untuk pengendalian
lalat bibit pada tanaman kedelai. Jurnal Floratek. 5(1): 103-112.
Hindayana, D. 2002. Musuh alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kopi.
Departemen Pertanian. Jakarta.
Hussain, K., S. Hameed, M. Shahid, A. Ali, J. Iqbal, dan D. Hahn. 2015. First
report of Providencia vermicola strains characterized for enchaned
rapeseed growth attributing parameters. J. Agric Bio. 17(6): 1110-1116.
Ibrahim, A.S.S, dan A. El-diwany. 2007. Isolation and identification of new
cellulases producing thermophilic bacteria from an egyption hot spring and
some properties of the crude enzyme. Australian Journal of Basic and
Applied Science.1(4):473-478.
Karowa, V., Setyano, dan N. Rochman. 2015. Simulasi pengaruh serangan hama
pada daun terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai (Glycine max (L.)
Merrill. Jurnal Pertanian. 6(1): 56-63.
Kementerian Pertanian. 2009. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia
tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah. No
28/Permentan/SR. 130/5/2009.
Linda, T.M.S., A. Mutalib dan S. Surif. 2017. Degradation of cellulose and
hemicelluloses in rice straw by consortium bacteria cellulolytic. Jurnal
Appl. Sci. Technol. 1(1): 531-536.
Lingga, P. dan Marsono. 2013. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Lubis, A. U dan Agus. 2011. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia.
PPP Marihat Bandar Kuala. Sumatra Utara.
Malarvannan, S., S.P. Murali, S.P. Shanthakumar, V.R. Prabavathy, dan S. Nair.
2010. Laboratory evaluation of the entomopathogenic fungi, Beauveria
bassiana against Tobacco caterpillar, Spodoptera litura Fabricius
(noctuidae: lepidoptera). Jurnal Biopest. 1(3):126-131.
Mandarina, D. 2008. Uji Efektivitas beberapa Entomopatogen pada Larva dan
Imago Brontispa longissima Gestro. (Coleoptera: Chrysomelidae) di
Laboratorium. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Mangoensoekarjo, S. dan H. Semangun. 2005. Manajemen Agrobisnis Kelapa
Sawit. Gadjah Mada University Press. Jakarta.
Mohammed, S.O., O.A. Elshahaby, E.E. Hafez, A.K. Muhammed, dan E.S.
Ahmed. 2014. Characterization and purification of urease enzyme from
new Proteus mirabilis strain. Journal of Advanced Research. 5(4): 0-3.
Mulyaningsih, S., dan Djumali. 2015. Pertumbuhan dan Produksi Jarak Pagar
(Jatropha curcar L.) pada tiga tingkat populasi tanaman di lahan kering
berpasir. Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati. 14(3): 249-258.
Nugroho, Y. 2017. Pengaruh fisika tanah terhadap persebaran perakaran tanaman
sengon laut (Praserianthes falcataria (L.) Nielson) di hutan rakyat
Kabupaten Tanah Laut. Prosiding Seminar Nasional Silvikultur ke-5 dan
Kongres Masyarakat Vertikultur Indonesia ke-4 : Silvikultur untuk
Produksi Hutan Lestari dan Rakyat Sejahtera. Universitas Lambung
Mangkurat. 1-7.

Nuraini, A.R., I.P. Sudiarta, dan N.N. Darmiati. 2018. Uji efektifitas jamur B.
bassiana Bals. terhadap ulat grayak (Spodoptera litura F.) pada tanaman
tembakau. Jurnal Agroekoteknologi Tropika. 7(1): 11-23.

Okoh, A.I. 2006. Biodegradation alternative in the clean up of petroleum


hydrocarbon pollutants. Jurnal Biotechnol and Molecular Biology. 1(2):
38-50
Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Budidaya Kelapa Sawit. Indopalma Wahana
Utama. Jakarta.
Posada, F. dan F.E. Vega. 2006. Inoculation and colonization of coffee seedlings
(Coffea arabica L.) with the fungal entomopathogen Beauveria bassiana
(ascomycota: hypocreales). Jurnal Myco Sci. 1(47): 284-289.
Pradana, M. G, Hartanta, H. Priwiratama, A. E. Prasetyo, dan A. Susanto. 2020.
Aplikasi perangkap lampu sebagai sarana monitoring dan pengendalian
hama kumbang malam di pembibitan kelapa sawit. Jurnal PPKS. 25(1):
23-30.
Prawiranata, W., S. Harran, dan P. Tjandronegoro. 1995. Dasar-dasar Fisiologi
Tumbuhan II. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pristiadi, U. 2010. Pencemaran Tanah oleh Pupuk.


http://ilmuwanmuda.wordpress.com/. Diakses tanggal 20 Juni 2019.
Purnomo, R. Suharjo, A. Niswati, U. Solihatin, Y. Fitriana, dan Indriyati. 2017.
Aplikasi compost tea dan jamur B.bassiana menekan perkembangan hama
dan penyakit serta meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi.
Prosiding Seminar Nasional dan Pertemuan Dekan Pertanian (BKS-PTN)
Wilayah Barat. 1-11.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2002. Petunjuk Teknis Pembibitan Kelapa Sawit.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian
Kelapa Sawit. Medan.
Puspita, F., S.I. saputra, J. Merini. 2018. Uji beberapa konsentrasi bakteri Bacillus
sp. Endofit untuk meningkatkan pertumbuhan bibit kakao (Theobroma
cacao L.). J. Agron Indonesia. 45(3): 322-327.
Rao, N.S. 1982. Biofertilizer in Agriculture. Oxford and IBH Publishing Co. New
Delhi.
Rusdy, A. 2010. Pemberian pupuk hayati dan fosfor pada padi gogo terhadap
serangan kepik hijau. Jurnal Floratek. 5(1): 31-42.
Salbiah, D. dan Rumi’an. 2014. Cendawan entomopatogen Beauveria bassiana
Vuillemin lokal sebagai agen pengendali hama walang sangit (Leptocorisa
oratorius Fabricius) pada tanaman padi sawah. Prosiding Seminar
Nasional BKS PTN Wilayah Barat Bidang Ilmu Pertanian. Universitas
Lampung, Lampung.
Salbiah, D., A. Suhana dan C. Manulang. 2007. Keefektifan Beauveria bassiana
isolat lokal Riau untuk mengendalikan ulat api Setora nitens pada kelapa
sawit. Prosiding Seminar Nasional BKS PTN Wilayah Barat Bidang Ilmu
Pertanian. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang.
Salman, I., E. Syahputra dan Fatmawati. 1993. Hubungan antara Mutu Akar
dengan Persentase Hidup Klon Kelapa Sawit di Pre-Nursery. Berita PPKS.
1(2):149-159.
Sarawa dan A.R. Baco. 2014. Partisi fotosintat beberapa kultivar kedelai Glicine
max. (L.) Merr.) pada ultisol. Jurnal Agroteknos. 4(3): 152-159.
Setyamijaya, D. 2006. Kelapa Sawit, Teknik Budidaya, Panen dan Pengolahan.
Kanisius. Yogyakarta.

Setyani, Y.H., S. Anwar, dan W. Slamet. 2013. Karakteristik fotosintetik dan


serapan fosfor hijauan alfalfa (Medicago sativa) pada tinggi pemotongan
dan pemupukan nitrogen yang berbeda. Jurnal Animal Agriculture. 2(1):
86-96.

Sijabat, O., Gusmawartati, S.M. Saputra. 2014. Pemberian mikroorganisme


selulolitik dan pupuk anorganik untuk pertumbuhan kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) TBM-III. Jurnal Online Mahasiswa. 1(1): 1-14.
Silvia, Y.E., D. Sihombing, W. Handayatii,W. Nuryani, dan Saepuloh. 2011. Uji
efektivitas bioinsektisida berbahan aktif Beauveria bassiana (Balsamo)
Vuillemin terhadap kutu daun Macrosiphoniela sanborni pada krisan.
Jurnal Hortikultura. 21(3): 267-273.
Simanungkalit, R.D.M., D.A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, dan W.
Hartatik. 2012. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian
Dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.
Soekarno, A. 2001. Pengaruh ukuran polybag dan jenis media tanam terhadap
pertumbuhan semai sengon laut (Paraserianthes falcataria). Jurnal
Agritek. 9(4): 34-38.
Soetopo, D. dan I. Indrayani. 2007. Status teknologi dan prospek Beauveria
bassiana untuk pengendalian serangga hama tanaman perkebunan yang
ramah lingkungan. Jurnal Perspektif. 6(1): 29-46.
Sonia, N. M. O dan J. Kusnadi. 2015. Isolasi dan karakterisasi parsial enzim
selulase dari isolat bakteri OS-16 asal padang pasir Tengger Bromo.
Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(4): 11-19.
Suhartono, M.T., 1989, Enzim dan Bioteknologi, Bogor : IPB Press.
Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Suwahyono, U. 2011. Petunjuk Praktis Penggunaan Pupuk Organik Secara Efektif
dan Efisien. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tirta, I. G. 2005. Pengaruh beberapa jenis media tanam dan pupuk daun terhadap
pertumbuhan vegetatif anggrek jamrud (Dendrobium macrophyllum A.
Rich). Jurnal Biodiversitas. 7(1): 81-84.

Tombe, M. 2008. Teknologi Aplikasi Mikroba pada Tanaman.


http://www.google/sekilas pupuk hayati.html. Diakses tanggal 18 Oktober
2019.
Untung, K. 2006 Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. UGM Press. Yogyakarta.
Vessey, J.K. 2003. PGPR as biofertilizers. Plant and Soil. 255(2): 571-586.
Wahyono,T.E. 2006. Pemanfaatan Jamur Patogen Serangga dalam
Penanggulangan Helopeltis antonii dan Akibat Serangannya pada
Tanaman Jambu Mete. Balitbang Pertanian. Bogor.
Wahyudi, P. 2008. Enkapsulasi propagul jamur entomopatogen Beauveria
bassiana menggunakan alginat dan pati jagung sebagai produk
mikoinsektisida. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 6 (2) :51-56.
Wardiana, E. dan M. Zainal. 2003. Tanaman sela diantara pertanaman kelapa
sawit. Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi: 175-187.
Zubachtirodin dan Subandi. 2008. Peningkatan efisiensi pupuk N, P, K, dan
produktivitas jagung pada lahan kering ultisol Kalimantan Selatan. Jurnal
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 27(1): 32-36.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah penelitian menurut rancangan acak lengkap (RAL)


faktorial
P3A3 P2A0 P1A0 P2A3 P1A2
(II) (I ) (III) (II) (I)

P2A3
(I)

P1A0 P2A2 P2A2 P3A2 P3A1


(II) (III) (I) (III) (III)

P0A0
(II)

P2A1 P3A0 P3A2 P0A3 P1A0


(II) (I) (II) (III) (I)

P3A2
(I)

P1A3 P0A2 P1A2 P0A0 P3A3


(III) (III) (II) (I) (III)

P1A2
(III)

P0A3 P1A1 P1A3 P3A3 P0A2


(I) (I) (II) (I) (II)

P2A3
(III)

P0A1 P1A1 P0A0 P2A1 P1A1


(II) (II) (III) (III) (III)

P0A2 60 cm
(I)

P2A2 P0A3 P0A1 P3A0 P2A0


(II) (II) (III) (III) (III)

P0A1
(I)

P3A1 P3A0 P2A1 P3A1 P1A3


(I) (II) (I) (II) (I)

P2A0 60 cm
(II)

Keterangan :
: jarak antar unit percobaan 60 cm
Faktor pertama adalah jumlah aplikasi pupuk hayati terdiri dari 4 taraf yaitu:
P0 : Nol kali (tanpa aplikasi pupuk hayati)
P1 : Satu kali (pada saat pindah tanam)
P2 : Dua kali (pada saat pindah tanam dan 30 hari setelah pindah tanam)
P3 : Tiga kali (pada saat pindah tanam, 30, dan 60 hari setelah pindah tanam)

Faktor kedua adalah jumlah aplikasi agens hayati terdiri dari 4 taraf yaitu:
A0 : Nol kali (tanpa aplikasi agens hayati)
A1 : Satu kali (pada saat pindah tanam)
A2 : Dua kali (pada saat pindah dan 30 hari setelah pindah tanam)
A3 : Tiga kali (pada saat pindah tanam, 30, dan 60 hari setelah pindah tanam)
I, II, III : ulangan
Lampiran 2. Rekomendasi dosis pupuk bibit kelapa sawit (g per bibit)
Umur Pupuk N-P-K-Mg Pupuk N-P-K-Mg
Kieserite
Minggu Ke- (15-15-6-4) (12-12-17-2)
14 2,5
15 2,5
16 5,0
17 5,0
18 7,5
20 7,5
22 10
24 10
26 10
28 10 5
30 10
32 10 5
34 15
36 15 7,5
38 15
40 15 7,5
42 20
44 20 10
46 20
48 20 10
50 25
52   25 10
Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2002
Lampiran 3. Standar umum pertumbuhan vegetatif bibit kelapa sawit

Tabel standar umum pertumbuhan vegetatif bibit kelapa sawit


Umur (bulan) Jumlah Pelepah Tinggi Bibit (cm) Diameter Batang (cm)
3 3,5 20,0 1,3
4 4,5 25,0 1,5
5 5,5 32,0 1,7
6 8,5 35,9 1,8
7 10,5 52,2 2,7
8 11,5 64,3 3,6
9 13,5 88,3 4,5
10 15,5 101,9 5,5
11 16,5 114,1 5,8
12 18,5 126,1 6,0
Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2003.
Lampiran 4. Hasil analisis sidik ragam

4.1 Pertambahan Tinggi Tanaman


SK DB JK KT F-hitung F-tabel 5%
P 3 170,151 56,717 6,35 * 2,90
A 3 97,793 32,597 3,65 * 2,90
PxA 9 36,656 4,073 0,45 ns 2,19
Galat 32 285,626 8,926
Total 47 590,226
KK= 21,27%
* : Signifikan
ns : Non signifikan

4.2 Pertambahan Diameter Batang


SK DB JK KT F-hitung F-tabel 5%
P 3 0,428 0,143 7,82 * 2,90
A 3 0,110 0,037 2,01 ns 2,90
PxA 9 0,102 0,011 0,62 ns 2,19
Galat 32 0,584 0,018
Total 47 1,224
KK= 12,27%
* : Signifikan
ns : Non signifikan

4.3 Pertambahan Jumlah Daun


SK DB JK KT F-hitung F-tabel 5%
P 3 7,141 2,380 4,48 * 2,90
A 3 4,224 1,408 2,65 ns 2,90
PxA 9 2,130 0,237 0,45 ns 2,19
Galat 32 17,000 0,531
Total 47 30,495
KK= 10,09%
* : Signifikan
ns : Non signifikan

4.4 Volume Akar


SK DB JK KT F-hitung F-tabel 5%
P 3 322,104 107,368 6,11 * 2,90
A 3 224,188 74,729 4,25 * 2,90
PxA 9 60,854 6,762 0,38 ns 2,19
Galat 32 562,333 17,573
Total 47 1169,479
KK= 29,89%
* : Signifikan
ns : Non signifikan

4.5 Berat Kering Bibit


SK DB JK KT F-hitung F-tabel 5%
P 3 142,582 47,527 3,53 * 2,90
A 3 155,546 51,849 3,85 * 2,90
PxA 9 67,556 7,506 0,56 ns 2,19
Galat 32 430,614 13,457
Total 47 796,299
KK= 26,34%
* : Signifikan
ns : Non signifikan

4.6 Rasio Tajuk Akar


SK DB JK KT F-hitung F-tabel 5%
P 3 7,156 2,385 5,24 * 2,90
A 3 2,555 0,852 1,87 ns 2,90
PxA 9 2,858 0,318 0,69 ns 2,19
Galat 32 14,567 0,455
Total 47 27,136
KK= 23,62%
* : Signifikan
ns : Non signifikan

4.7 Laju Fotosintesis


SK DB JK KT F-hitung F-tabel 5%
P 3 287,556 95,852 6,97 * 2,90
A 3 89,335 29,778 2,17 ns 2,90
PxA 9 66,093 7,344 0,53 ns 2,19
Galat 32 439,968 13,749
Total 47 882,952
KK= 14,13%
* : Signifikan
ns : Non signifikan

4.8 Kandungan Klorofil


SK DB JK KT F-hitung F-tabel 5%
P 3 542,078 180,693 4,326 * 2,90
A 3 531,156 177,052 4,239 * 2,90
PxA 9 194,233 21,581 0,517 ns 2,19
Galat 32 1336,653 41,770
Total 47 2604,119
KK= 16,90%
* : Signifikan
ns : Non signifikan

4.9 Intensitas Serangan Hama


SK DB JK KT F-hitung F-tabel 5%
P 3 1639,125 546,375 15,82 * 2,90
A 3 1672,934 557,645 16,14 * 2,90
PxA 9 633,519 70,391 2,04 ns 2,19
Galat 32 1105,190 34,537
Total 47 5050,767
KK= 26,70%
* : Signifikan
ns : Non signifikan
Lampiran 5. Hasil analisis kimia tanah penelitian

5.1 Hasil analisis kimia tanah


Walkey &
Ekstrak 1:2 Kjedhal HCl 25 %
Black
No Perlakuan
pH C-Organik N-Total P2O5 K2O
H2O KCl (%) (%) mg/100g
1 Tanah Awal 4,34 4,17 1,41 0,13 39,50 20,40
1 P0A0 4,48 4,36 3,69 0,18 52,69 29,92
2 P0A1 5,03 4,78 2,36 0,19 51,29 22,64
3 P0A2 4,90 4,86 2,07 0,18 53,31 27,86
4 P0A3 4,84 4,72 2,32 0,19 55,05 24,48
5 P1A0 4,64 4,53 2,28 0,20 67,81 30,05
6 P1A1 4,89 4,75 3,07 0,21 49,53 23,39
7 P1A2 4,96 4,86 1,72 0,21 73,73 27,93
8 P1A3 5,05 4,90 2,53 0,20 63,25 25,02
9 P2A0 4,50 4,39 1,95 0,20 67,78 26,24
10 P2A1 4,86 4,63 3,80 0,20 50,74 22,97
11 P2A2 4,62 4,38 2,89 0,21 97,12 26,78
12 P2A3 4,51 4,33 1,59 0,21 88,66 29,39
13 P3A0 4,53 4,34 2,69 0,22 60,36 25,79
14 P3A1 4,56 4,43 3,01 0,23 83,88 28,97
15 P3A2 4,41 4,33 2,18 0,22 99,93 32,16
16 P3A3 4,52 4,38 3,10 0,23 98,87 27,17
Sumber : Dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas
Riau

Keterangan :

Faktor pertama adalah jumlah aplikasi pupuk hayati terdiri dari 4 taraf yaitu:
P0 : Nol kali (tanpa aplikasi pupuk hayati)
P1 : Satu kali (pada saat pindah tanam)
P2 : Dua kali (pada saat pindah tanam dan 30 hari setelah pindah tanam)
P3 : Tiga kali (pada saat pindah tanam, 30, dan 60 hari setelah pindah tanam)

Faktor kedua adalah jumlah aplikasi agens hayati terdiri dari 4 taraf yaitu:
A0 : Nol kali (tanpa aplikasi agens hayati)
A1 : Satu kali (pada saat pindah tanam)
A2 : Dua kali (pada saat pindah dan 30 hari setelah pindah tanam)
A3 : Tiga kali (pada saat pindah tanam, 30, dan 60 hari setelah pindah tanam)

5.2 Kriteria penilaian sifat kimia tanah


No Sifat Nilai
Tanah Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat
Rendah Tinggi
1 pH (H2O) <4,5 4,5-5,5 5,5-6,5 6,5-7,5 7,6-8,5 >8,5
Sangat Masam Agak Netral Agak Alkalis
masam masam alkalis
2 pH (KCl) <2,5 2,5-4,0 - 4,1-6,0 6,1-6,5 >6,5
Sangat Masam Netral Agak Alkalis
masam alkalis
3 C-Organik <1 1-2 2,01-3 3,01-5 >5
4 N Total <0,1 0,1-0,2 0,21-0,5 0,5-0,75 >0,75
5 P2O5 <10 10-20 21-40 41-60 >60
6 K2O <10 10-20 21-40 41-60 >60
Sumber: Djaenudin, 1994
Lampiran 6. Hasil penghitungan koloni pupuk hayati dan koloni pada tanah

6.1 Penghitungan koloni pupuk hayati

Sampel Jumlah koloni (cfu/ml)


Konsorsium bakteri selulolitik 11 x 1016
Konsorsium bakteri selulolitik + NB 12 x 1016
NB + CMC 12 x 1016
Pupuk hayati 14 x 1016

6.2 Penghitungan koloni pada tanah setelah aplikasi pupuk hayati

Sampel tanah Jumlah koloni (cfu/g)


P0A0 46 x 1015
P0A1 33 x 1015
P0A2 44 x 1015
P0A3 74 x 1015
P1A0 44 x 1015
P1A1 53 x 1015
P1A2 63 x 1015
P1A3 44 x 1015
P2A0 50 x 1015
P2A1 82 x 1015
P2A2 77 x 1015
P2A3 50 x 1015
P3A0 12 x 1016
P3A1 16 x 1016
P3A2 16 x 1016
P3A3 13 x 1016

Keterangan :
Faktor pertama adalah jumlah aplikasi pupuk hayati terdiri dari 4 taraf yaitu:
P0 : Nol kali (tanpa aplikasi pupuk hayati)
P1 : Satu kali (pada saat pindah tanam)
P2 : Dua kali (pada saat pindah tanam dan 30 hari setelah pindah tanam)
P3 : Tiga kali (pada saat pindah tanam, 30, dan 60 hari setelah pindah tanam)

Faktor kedua adalah jumlah aplikasi agens hayati terdiri dari 4 taraf yaitu:
A0 : Nol kali (tanpa aplikasi agens hayati)
A1 : Satu kali (pada saat pindah tanam)
A2 : Dua kali (pada saat pindah dan 30 hari setelah pindah tanam)
A3 : Tiga kali (pada saat pindah tanam, 30, dan 60 hari setelah pindah tanam)

Lampiran 7. Pembuatan pupuk hayati dan agens hayati

7.1 Pembuatan pupuk hayati konsorsium bakteri selulolitik berbasis air


cucian beras

1 2 3

4 5 6
Gambar 7.1 Pembuatan pupuk hayati konsorsium bakteri selulolitik berbasis air
cucian beras

Keterangan : Pembuatan media NB (1), pembuatan media CMC (2), inokulasi


isolat konsorsium bakteri selulolitik ke media NB dan di inkubasi
selama 2 x 24 jam (3), Inokulasi isolat konsorsium bakteri
selulolitik dari media NB ke media CMC dan diinkubasi selama 3 x
24 jam (4), pencampuran air cucian beras, gula merah dan isolat
konsorsium bakteri selulolitik dari media CMC dan diinkubasi
selama 21 hari (5), pupuk hayati yang sudah jadi dan siap untuk
diaplikasi (6).

7.2 Pembuatan agens hayati cendawan Beauveria bassiana Vuillemin lokal

1 2 3

4 5 6
Gambar 7.2 Pembuatan agens hayati cendawan Beauveria bassiana Vuillemin
lokal

Keterangan : Perebusan jagung pecah (1), Penimbangan jagung pecah (2),


Inokulasi isolat cendawan B. bassiana Vuillemin lokal ke media
jagung pecah (3), Inkubasi cendawan B. bassiana selama 7 hari
(4), Pembuatan suspensi agens hayati cendawan B. bassiana
Vuillemin lokal (5), Proses shaker suspensi agens hayati
cendawan B. bassiana Vuillemin lokal selama 24 jam.
Lampiran 8. Proses penghitungan jumlah koloni di pupuk hayati dan di
tanah setelah penelitian

1 2 3

4 5 6
Gambar 8. Proses penghitungan jumlah koloni di pupuk hayati dan di tanah
setelah penelitian

Keterangan : Persiapan larutan garam fisiologis (1), Pembuatan media NA (2),


Proses pengenceran (3), Proses shaker (4), Inokulasi ke media NA
dan diinkubaasi selama 24 jam (5), Bakteri yang tumbuh dan siap
untuk dihitung (6).
Lampiran 9. Dokumentasi pelaksanaan penelitian

1 2 3

4 5 6
7 8 9

10 11 12

13 14 15

16 17
Gambar 9. Pelaksanaan penelitian

Keterangan : Persiapan lahan (1), persiapan media tanam (2), persiapan bibit (3),
pindah tanam (4), aplikasi pupuk hayati (5), aplikasi agens hayati
(6), penyiraman tanaman (7), penyiangan gulma (8), pengamatan
tinggi bibit (9), pengamatan diameter batang (10), pengamatan laju
fotosintesis (11), pengamatan kandungan klorofil (12),
pembongkaran bibit (13), pengamatan volume akar (14),
pengeringan bibit (15), penimbangan berat kering tajuk (16),
penimbangan berat kering akar ( 17).

Lampiran 10. Dokumentasi bibit kelapa sawit hasil penelitian

P0A0 P0A1 P0A2 P0A3 P1A0


P1A0 P1A1 P1A2
P1A2 P1A3
P1A3

P2A0 P2A1 P2A2 P2A3 P3A0 P3A1 P3A2 P3A3

Gambar 10. Bibit kelapa sawit berdasarkan aplikasi pupuk hayati dan agens hayati

Keterangan :
Faktor pertama adalah jumlah aplikasi pupuk hayati terdiri dari 4 taraf yaitu:
P0 : Nol kali (tanpa aplikasi pupuk hayati)
P1 : Satu kali (pada saat pindah tanam)
P2 : Dua kali (pada saat pindah tanam dan 30 hari setelah pindah tanam)
P3 : Tiga kali (pada saat pindah tanam, 30, dan 60 hari setelah pindah tanam)

Faktor kedua adalah jumlah aplikasi agens hayati terdiri dari 4 taraf yaitu:
A0 : Nol kali (tanpa aplikasi agens hayati)
A1 : Satu kali (pada saat pindah tanam)
A2 : Dua kali (pada saat pindah dan 30 hari
setelah pindah tanam)
A3 : Tiga kali (pada saat pindah tanam, 30, dan
60 hari setelah pindah tanam)

RIWAYAT HIDUP

SUBEKTI ADI MULYO, lahir di Pekanbaru pada tanggal 04 Oktober 1997. Lahir
sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Mulyono Bambang
Priyono dan Sugiharti. Penulis memulai pendidikan pada tahun 2004 di SD Negeri
006 Ujung Batu dan lulus pada tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikan di
SMP Negeri 1 Ujung Batu dan lulus pada tahun 2013. Penulis melanjutkan
pendidikan di SMA Negeri 2 Ujung Batu dan lulus pada tahun 2016. Melalui jalur
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2016
penulis diterima menjadi Mahasiswa di Program Studi Agroteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Riau. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP) di
Balai Pelatihan dan Pengembangan Masyarakat (BPPM) PT. Arara Abadi,
Perawang, Kabupaten Siak pada bulan Juli-September 2018. Penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KUKERTA) pada bulan Juli-September 2019
di Kampung Sri Gading, Kecamatan Lubuk Dalam, Kabupaten Siak. Penulis
melaksanakan penelitian pada bulan Januari-April 2020 dengan judul “Pengaruh
Aplikasi Pupuk Hayati dan Agens Hayati terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Main Nursery” di bawah bimbingan Prof. Dr.
Ir. Hapsoh, MS. Pada tanggal ( ) penulis dinyatakan
lulus pada ujian Komprehensif Program Studi Agroteknologi Jurusan
Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Riau.
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’aala


yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis telah
dibantu oleh berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada :

1. Allah Subhanahu Wa Ta’aala yang telah memberikan nikmat kesehatan,


kesempatan, dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Kedua orang tua tercinta Bapak Mulyono Bambang Priyono dan Ibu
Sugiharti yang selalu mendoakan dan mendukung secara moril dan materil
sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah selalu
memberikan kesehatan, kebahagiaan, umur yang panjang, dan rezeki yang
melimpah dan semoga penulis mampu untuk membahagiakan mereka.
3. Abang kandung saya, Prasetyo Arum Mulyo dan adik kandung saya,
Hutabri Ario Mulyo yang selalu mendukung dan mendoakan penulis,
semoga kita semua dapat membahagiakan mamak bapak.
4. Prof. Dr. Ir. Hapsoh, MS sebagai Dosen Penasehat Akademis dan
Pembimbing tugas akhir yang telah bersedia membimbing dan memberikan
motivasi untuk saya mulai dari awal perkuliahan sampai selesainya skripsi
ini. Semoga ibu selalu diberi kesehatan dan selalu dalam lindungan Allah
Subhanahu wa Ta’aala.
5. Dr. Ir. Tengku Nurhidayah, M.Sc, Prof. Dr. Ir. Nelvia, MP, dan Isna Rahma
Dini, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan
masukannya untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Semoga ibu
selalu diberi kesehatan dan selalu dalam lindungan Allah Subhanahu wa
Ta’aala.
6. Seluruh dosen di Fakultas Pertanian Universitas Riau dengan sabar dan
ikhlas telah memberikan ilmu selama perkuliahan beserta seluruh abang dan
kakak Pegawai Biro, Staf Tata Usaha dan Laboran Fakultas Pertanian.
7. Teman-teman seperjuangan Agroteknologi angkatan 2016 terkhusus kelas
AGT-B yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu telah menemani,
membersamai, dan menyemangati dari awal perkuliahan sampai skripsi ini
selesai.
8. Teman saat Praktek Kerja Profesi (PKP) di BPPM PT. Arara Abadi, Siak
yaitu Firman, Ryan, Fauzi (Ojik), Ovin, Muklis, Widi, Clara, Aulannisa
(Ica), dan Auri serta teman-teman dari kampus UIN SUSKA RIAU dan
UIR.
9. Teman saat Kuliah Kerja Nyata (KUKERTA) di Kampung Sri Gading, Kec.
Lubuk Dalam, Siak yaitu Naldo, Fayed, Royan, Ema, Taty, Ratry, Uti,
Resti, Desi, Fiqi, dan Fika.
10. Teman seperjuangan penelitian yaitu, Maulana, Maharani, Nisa, dan Inayah
yang telah banyak membantu selama penelitian dan penyelesaian skripsi.
11. Abang dan kakak senior, yaitu Randizky Saputra, Kusmiati dan Santri
Tryana yang telah membantu penulis dalam penelitian dan penyelesaian
skripsi. Semoga dipermudah pada setiap urusan.
12. Sahabat-sahabat “Kos Bu De”, yaitu Ardi Arifandi, Risky Ingot, Mas Sigit
dan Joko yang telah menjadi saudara selama hidup diperantauan ini, telah
banyak membantu dan membersamai dalam suka dan duka. Semoga diberi
kelancaran pada setiap urusan dan cita-cita.
13. Konco den Syahri Ramadhan, Latip Prasetyo, Charis Suganda, M. Sofyan
Tanjung, Haris Zyadur, Rama Yuda, Ryan Akbar, Agus Fauzi, Fiqih
Algamrawi, Firman Zebua, Fadil Gifari, Raden Reza, Jefri, Yuma, Ardi, Bg
Tian, Ipun, Rey, Igov, Tulus, Hendri, Aldha, Risky, Fitra R dan M. Ardho.
Semoga dipermudah segala urusan.
14. Teman-teman ladies Maharani Asih, Nela Eka Putri, Iasha Dwi Siqti, Airin
Fidya Anggraini, Muspika Sari, Indah Puspita Sari, Toybah, Ainul
Hafidzah, Febrina Ningsih, Rida, Sri, Vevi, Linda, Widia Sari, Johanna,
Nisa, Inayah, dan Ninda Putri. Semoga dipermudah segala urusan.
15. Best Partner, Maharani Asih yang telah bersedia membersamai, membantu
dan memberi dukungan. Semoga dipermudah segala urusan dan selalu
diberi hal-hal baik dalam hidup.
16. Teman-teman semua yang telah membantu penulis selama perkuliahan
hingga penyelesaian skripsi ini yang mungkin namanya tidak disebutkan,
penulis mohon maaf jika terlupa, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala
membalas kebaikan teman-teman semua.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk
perkembangan ilmu pengetahuan baik di masa sekarang maupun di masa
mendatang.

Anda mungkin juga menyukai