Asisten Praktikum:
Putra Aji Pratama
(Shofiyani et al., 2019). Oleh sebab itu, pembuatan media MS yang baik meliputi sterilisasi
sempurna dan pengaturan komposisi dapat meminimalkan masalah-masalah diatas.
Salah satu tanaman yang memiliki potensi untuk dilakukan kultur jaringan yaitu
stroberi. Stroberi (Fragaria x ananassa) merupakan tanaman yang kaya akan vitamin dan
mineral dikategorikan Desirable Dietary Pattern (Pola Pangan Harapan) oleh FAO (Raisya et
al., 2020). Penyediaan bibit yang baik melalui kultur jaringan dirasa perlu mengingat
konsumsi stroberi di Indonesia yang tinggi ditandai dengan kenaikan produksi. Produksi
stroberi pada tahun 2021-2022 mengalami kenaikan 193% di Indonesia (BPS 2022).
Beberapa penunjang keberhasilan stroberi selain pembuatan media MS dan aplikasi kultur
jaringan yang baik, yakni pengaturan konsentrasi hormon. Beberapa penelitian terkait variasi
hormon pada stroberi yakni, kombinasi hormon BAP dengan IBA (Dewi et al., 2016), BAP
dengan NAA (Lailia, 2014), serta BAP atau TDZ (Raisya et al.,2020). Berdasarkan penelitian
di atas, penggunaan media MS dengan kombinasi hormon BAP dan NAA pada rentang
0,05; 0,1; 1; dan 2 ppm terbukti berpengaruh positif terhadap pertumbuhan stroberi.
Pembuatan media MS dan teknik aplikasi kultur jaringan pada stroberi yang baik dan
benar akan menunjang keberhasilan perbanyakan stroberi. Melalui perbanyakan kultur
jaringan diharapkan dapat menghasilkan bibit stroberi yang unggul, seragam, bebas hama
dan penyakit dalam jumlah banyak dan singkat. Selain itu, perlu diketahui pengaruh
perlakuan variasi hormon BAP 0, 1, 3, dan 5 ppm terhadap pertumbuhan stroberi melalui
praktikum.
1.2 Tujuan
Kegiatan praktikum kultur jaringan pada tanaman stroberi bertujuan untuk.
1. Mengetahui cara pembuatan media pada kultur jaringan
2. Mengetahui cara penanaman eksplan tanaman stroberi
3. Mengetahui pengaruh konsentrasi ZPT terhadap pertumbuhan kultur organ.
.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Media MS
Media merupakan tempat jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang
mendukung kehidupan jaringan. Media tanam yang dapat mengoptimalkan hasil
pertumbuhan membutuhkan nutrisi yang berkombinasi sehingga tanaman mampu
melakukan pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi dengan maksimal (Linda et al.,
2021). Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup
dan memperbanyak dirinya. Ada dua penggolongan media tumbuh: media padat dan media
cair. Media padat pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar. Media cair adalah nutrisi
yang dilarutkan di air (Mahmoud, 2013). Keberhasilan kultur jaringan banyak ditentukan oleh
media tanam yang di pengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, salah satunya yaitu pH,
cahaya, temperatur, sterilisasi, dan pemilihan eksplan. Faktor lain yang mempengaruhi
pembelahan yang menyebabkan faktor genetik lebih dominan terhadap pembelahan tunas
dan akar. Media tanam pada kultur jaringan berisi kombinasi dari asam amino esensial,
garam-garam anorganik, vitamin-vitamin, larutan buffer, dan sumber energi (glukosa). Media
berbahan dari agar biasanya ditambahkan untuk mendapatkan media yang berbentuk semi
padat, fungsinya adalah untuk meletakkan dan membenamkan eksplan suatu tanaman
(Puspita, 2017).
Media MS (Murashige and Skoog) merupakan media dasar yang paling banyak
digunakan dalam perbanyakan secara kultur in vitro dengan modifikasi komposisi atau
penambahan bahan lain di dalamnya (Lely et al., 2021). Media MS mengandung garam-
garam mineral dalam jumlah yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO 3- dan NH4+.
Media perlu ditambahkan zat pengatur tumbuh yang membantu pertumbuhan dan
diferensiasi eksplan. Ada 2 jenis hormon tanaman yang sekarang banyak dipakai dalam
propagasi secara in vitro, yaitu auksin dan sitokinin (Herawan, 2015). Penggunaan media
dasar yang tepat merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam perbanyakan bibit
menggunakan teknik kultur jaringan sehingga dapat diperoleh hasil yang optimum (Imelda,
2018). Media MS umum digunakan karena memiliki kandungan nutrisi yang lebih tinggi
dibanding media lainnya (media Gamborg, Vacin and Went, dan media white). Pemberian
ZPT pada media MS juga penting dalam mendukung upaya pertumbuhan planlet kentang
secara in vitro (Munggarani et al., 2018). ZPT dari golongan auksin dapat berupa hormon
2,4 D yang umum digunakan untuk induksi kalus, dan auksin lainnya yaitu IAA, IBA, dan
NAA yang umum digunakan untuk inisiasi akar (Sukmadjaja, 2014).
4
Menurut Dinas Pertanian dan Pangan Umumnya ada dua golongan zat pengatur
tumbuh (ZPT) yang digunakan dalam kultur in vitro, yakni golongan auksin dan sitokinin.
ZPT golongan auksin yang biasa digunakan dalam kultur in-vitro adalah: indole-3- acetic
acid (IAA), indole-3- butricacide (IBA), 2,4-dichlorophenoxy-acetic acid (2,4-D) dan
naphthalene- acetic acid (NAA). ZPT dari golongan sitokinin adalah: BA (Benzyladenine),
BAP (6-benzyloaminopurine), 2- iP (isopentenyl adenine), kinetin (6-furfurylaminopurine),
Zeatin (6-4-hydroxy-3-methyl-trans-2-butenylaminopurine) dan TDZ (thidiazuron). Faktor
yang menentukan keberhasilan dalam kultur jaringan adalah jenis dan konsentrasi zat
pengatur tumbuh (ZPT), yang penggunaannya tergantung pada tujuan dan tahap
pengkulturan. Rasio kedua golongan ZPT ini akan mempengaruhi arah morfogenesis yang
terjadi pada kultur. Rasio auksin yang lebih tinggi dari sitokinin akan menstimulasi
terbentuknya akar, sedangkan rasio sitokinin yang lebih tinggi dari auksin akan menginduksi
terbentuknya tunas. Jika auksin dan sitokinin pada konsentrasi yang sama (rasio 1) maka
akan terbentuk kalus. Untuk pembentukan kalus juga dapat digunakan 2,4-D. Ada beberapa
jenis ZPT lainnya yang digunakan dalam kultur in vitro. ZPT tersebut yaitu gibberellin (GA3)
untuk pembentukan tunas pada spesies tertentu, dan asam absisik (ABA) untuk
pematangan embrio pada proses embriogenesis somatik. Dalam proses pembuatan larutan
stok ZPT, untuk IAA, 2,4-D dan NAA dapat dilarutkan awal dengan beberapa tetes alkohol
95% atau NaOH 1N, sedangkan untuk golongan sitokinin umumnya digunakan beberapa
tetes HCL 1N atau dimethylsulfoxide (DMSO). Jika bahan sudah terlarut oleh pelarut awal,
maka baru kemudian ditambah DD water (Double distilled water) untuk mencapai volume
yang diinginkan. Penggunaan pelarut awal ini diperlukan untuk menghindari terjadinya
penggumpalan akibat tidak larutnya ZPT tersebut (Anny, 2021).
2.2 Penanaman Kultur Jaringan
Kultur jaringan merupakan salah satu perbanyakan tanaman yang melibatkan
pemotongan jaringan tanaman dan menumbuhkannya pada sebuah media nutrisi. Kultur
jaringan bekerja didasari oleh kemampuan totipotensi tanaman yaitu dimana bagian sel
yang dikulturkan apabila berada pada kondisi yang sesuai akan menghasilkan individu yang
sempurna seperti induknya (Safitri et al., 2013). Metode kultur jaringan biasa digunakan
pada tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif atau tanaman yang memiliki
bibit terbatas. Teknologi ini merupakan suatu metode isolasi bagian-bagian tanaman seperti
sel, kelompok sel, jaringan atau organ dan membudidayakannya dalam lingkungan
terkendali (in vitro) dan secara aseptik sehingga bagian-bagian tanaman tersebut dapat
beregenerasi menjadi tanaman utuh. Prinsip dasar teknik kultur jaringan adalah
5
(Maya, 2022). Pada pertengahan tahun 1990-an, para petani Indonesia khususnya petani di
Rancabali, Ciwidey dan Kabupaten Bandung Jawa Barat mulai mengenal dan
membudidayakan tanaman ini. Setelah itu tanaman strawberry dikembangkan di beberapa
tempat lain, termasuk di wilayah Jawa Tengah, yaitu Balai Pertanian Tawangmangu,
Kabupaten Karanganyar, Batu (Jawa Timur) dan Bedugul (Bali) (Dwiyani et al., 2023).
Sehubungan dengan tumbuh dan berkembangnya daerah budidaya stroberi di Indonesia,
maka diperlukan benih stroberi dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Untuk memenuhi kebutuhan benih stroberi yang bebas penyakit dan mencegah penyebaran
patogen, diterapkan teknik kultur jaringan. Perbanyakan tunas stroberi secara in vitro
dengan bahan awal meristem telah banyak dilakukan oleh para peneliti dari berbagai negara
yang bertujuan untuk menghasilkan tanaman stroberi yang bebas dari patogen bawaan.
Meristem merupakan bagian tumbuhan yang sel-selnya sangat aktif dan membelah dengan
cepat, sehingga virus yang reproduksinya lebih lambat tidak akan mencapai meristem
(Rozana, 2017). Media dasar yang sering digunakan untuk budidaya batang laut adalah
Media Murashige and Skoog (MS), biasanya dilengkapi dengan beberapa kombinasi zat
pengatur tumbuh (ZPT). Beberapa kombinasi zat pengatur tumbuh yang biasa digunakan
pada stroberi antara lain 1-6-benzylaminopurine (BAP) dan naphthalene acetic acid (NAA).
Bagian-bagian tanaman (eksplan) yang dapat digunakan untuk proliferasi tunas adalah
daun, dan stolon pada stroberi (Siregar, 2013).
3. METODOLOGI
Pengamatan 1
Pengamatan 2
Pengamatan 3
Pengamatan 4
Pengamatan 5
Pengamatan 6
kondisi penanaman juga harus steril. Penanaman eksplan harus sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan yaitu dengan menanam eksplan yang telah dipotong menggunakan
pisau scalpel yang kemudian di tanaman pada media kultur (media MS) secara vertikal di
dalam botol media menggunakan pinset. Setelah tertanam pada media MS, bibir botol
media kultur disterilisasi dengan cara memanaskan atau membakar di atas api bunsen dan
dilanjutkan dengan menutup plastic wraping atau alumunium foil lalu ikat menggunakan
karet gelang. Eksplan yang telah ditanam, disimpan di ruang kultur.
3.3.4 Metode Pelaksanaan Penanaman Eksplan
Tanaman eksplan Stroberi dilakukan pengamatan di mulai dua hari setelah
penanaman, dilakukan selama dua minggu atau 14 hari setelah penanaman. Pengamatan
dilakukan setiap dua hari sekali selama dua minggu dengan mengamati 10 sampel tanaman
eksplan yang ditanam. Paramater yang diamati meliputi waktu muncul kontaminasi media,
kontaminasi pada eksplan, browning, waktu muncul shoot, presentase kontaminasi media,
presentase hidup, presentase kontaminasi eksplan, jumlah shoot, dan panjang shoot.
3.4 Variabel Pengamatan
Parameter pengamatan dilakukan pada ke sepuluh tanaman eksplan yang dijadikan
sebagai objek pengamatan pada setiap perlakuan. Pengamatan dilakukan setiap dua hari
sekali dalam jangka waktu dua minggu. Berikut parameter pengamatan yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan praktikum.
3.4.1 Media pada Masing-masing Konsentrasi ZPT
Berikut adalah variabel yang diamati pada media tanam pada masing-masing
konsentrasi ZPT.
a. Waktu Muncul Kontaminasi Media (HST)
Pengamatan waktu muncul kontaminasi adalah kapan waktu munculnya
kontaminasi berupa bakteri atau jamur yang tampak pada media tanaman.
Pengamatan dihitung dari hari munculnya kontaminasi setelah tanam.
b. Persentase Kontaminasi Media Tanaman
Pengamatan persentase kontaminasi dilakukan pada akhir pengamatan yaitu 2
minggu setelah tanam. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung
persentase media yang terkontaminasi.
Mediaterkontaminasi
Persentase Kontaminasi MediaTanaman= ×100 %
Media total
10
Pengamatan browning dilakukan dengan melihat jumlah shoot pada tiap botol
kultur. Pengamatan dihitung berdasarkan jumlah shoot per masing-masing botol pada
akhir pengamatan yaitu 2 minggu setelah tanam.
g. Panjang Shoot
Pengamatan browning dilakukan dengan melihat panjang shoot pada tiap botol
kultur. Pengamatan dihitung berdasarkan panjang shoot per masing-masing botol
pada akhir pengamatan yaitu 2 minggu setelah tanam.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Data
4.1.1 Media Tanam pada Masing-masing Konsentrasi ZPT
a. Waktu muncul Kontaminasi Media
Tabel 2. Waktu Muncul Kontaminasi Media
10
8
6
4
2
0
1 3 5 7 10 12
Hari Setelah Tanam
90
85
0 ppm 1 ppm 3 ppm 5 ppm
Konsentrasi
Persentasi
Persentasi
Persen (%)
95
90
85
0 ppm 1 ppm 3 ppm 5 ppm
Konsentrasi
Persentasi
Berdasarkan data pada tabel 6 dapat diketahui bahwa pada perlakuan dengan
konsentrasi 1, 3, dan 5 ppm memiliki persentase kontaminasi pada eksplan terbesar
yaitu 100% yang menandakan bahwa seluruh eksplan pada akhir pengamatan
mengalami kontaminasi. Sedangkan pada konsentrasi 0 ppm memiliki persentase
kontaminasi sebesar 90% yang menandakan hanya satu eksplan yang tidak
mengalami kontaminasi hingga akhir pengamatan.
d. Browning
Tabel 7. Waktu Muncul Browning
10
8
6
4
2
0
1 3 5 7 10 12
Hari Setelah Tanam
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
1 3 5 7 10 12
Hari Setelah Tanam
Berdasarkan tabel 8 dapat diketahui bahwa waktu muncul shoot pada media eksplan
setiap perlakuan bernilai 0 atau tidak ada pertumbuhan atau pembentukan shoot pada
media eksplan. Ketidakmunculan shoot disebabkan oleh kontaminasi pada media
sehingga mengahalau pertumbuhan eksplan.
18
0.4
0.2
0
0 ppm 1 ppm 3 ppm 5 ppm
Konsentrasi
Jumlah
Panjang
4.2 Pembahasan
4.2.1 Media
Persentase Kontaminasi Media tanaman hampir secara keseluruhan mencapai pada
nilai 100%, namun pada perlakuan BAP 0 ppm menunjukkan nilai 90%. Tingginya angka
kontaminasi media disebabkan karena media rawan terserang mikroorganisme kontaminan
yang menyebabkan tanaman tidak tumbuh bahkan mati. Kontaminasi dapat disebabkan oleh
cara pembuatan media yang tidak sesuai maupun tempat penyimpanan media yang terlalu
lembab (Yasmin et al., 2018). Luas ruang kultur mempengaruhi suhu dari pendingin ruangan
(AC), semakin luas ruang kultur maka suhu semakin tinggi. Ruang yang luas bisa membuat
ruangan memiliki suhu di atas 20˚ C dan menyebabkan kontaminasi pada media tanam
(Septiani et al., 2022). Ruangan pada saat pensterilan selalu terbuka yang membuat suhu
ruang menjadi tidak optimal ditambah dengan banyaknya praktikan yang berada dalam satu
ruangan. Kontaminasi media terjadi pada hari ke tiga pengamatan dengan jumlah
kontaminasi lebih dari setengah eksplan yang ditanam. Kontaminasi terjadi disebabkan oleh
jamur dan bakteri. Kontaminasi yang dilakukan oleh jamur akan nampak di media berupa
spora seperti kapas putih, sedangkan serangan oleh bateri akan menyebabkan media
20
membentuk lendir yang berwarna kuning dan membentuk gumpalan yang basah (Andriani
dan Heriansyah, 2021). Sumber kontaminasi internal bisa berasal dari tanaman eksplan
yang tidak memadai (Karjadi dan Buchori, 2007). mikroorganisme mungkin terbawa saat
pemotongan eksplan dan menyebabkan kontaminasi pada media. Sterilisasi eksplan yang
kurang tepat dapat membawa patogen yang akan menyerang media tanam. Mikroorganisme
membutuhkan nutrisi untuk tumbuh, media MS dapat menjadi sumber nutrisi bagi jamur dan
bakteri (Oratmangun et al., 2017). Selain kaya akan nutrisi, media MS juga lembab sehingga
mendorong pertumbuhan jamur atau bakteri hingga menyebar ke seluruh permukaan media.
Kesterilian alat menjadi hal yang penting dalam kultur jaringan. Sterlisasi media
menggunakan suhu tinggi dari autoclave dapat membunuh sebagian besar mikroorganisme
yang dapat menyerang kultur jaringan. akan tetapi, terdapat beberapa bakteri yang tahan
terhadap suhu tinggi autoclave dan tahan oleh berbagai disenfektan yaitu bakteri dari genus
Bacillus. Sel bacillus akan menghasilkan endospora yang mampu bertahan pada suhu 100˚
C. (Wulandari, 2022). Media untuk kultur jaringan yang diautoclave secara singkat tidak
akan mampu membunuh bakteri ini.
4.2.2 Kultur Jaringan
a. Morfologi Eksplan
Kultur jaringan dikatakan berhasil apabila eksplan memiliki bentuk morfologi
yang bagus. Hasil tanaman dilakukan skoring sesuai dengan keadaan pada
pengamatan terakhir. Pada tabel 4 menunjukan bahwa hasil tertinggi yaitu pada
perlakuan BAP 0 sebesar 27,5% hal tersebut menunjukan dari semua jumlah eksplan
yang ditanam pada BAP 0 ada satu tanaman yang segar tapi tidak berkembang dan
pada perlakuan BAP 1,3, dan 5 memiliki hasil yang sama yaitu 25% merupakan hasil
paling rendah karena semua eksplan terkontaminasi. Hal ini menunjukan bahwa
konsentrasi BAP berpengaruh terhadap kelangsungan hidup eksplan. Zat pengatur
tumbuh BAP dapat mendukung pertumbuhan tunas tanaman dengan cara mencegah
dominasi apikal akibat aktivitas auksin endogen pada eksplan. Penambahan sitokinin
berupa BAP pada media penginduksi pembelahan sel diperkirakan dapat
mempengaruhi pertumbuhan tunas. Konsentrasi BAP eksogen yang terlalu tinggi
pada eksplan, yang diduga mengandung sitokinin endogen, dapat menghambat
pertumbuhan tanaman. Pengaruh penambahan BAP sangat bergantung pada
keadaan fisiologis eksplan yang telah mempunyai hormon endogen yang dapat
menghambat pertumbuhan eksplan itu sendiri (Sofian et al.,2018). Pengaruh ZPT
eksogen sangat bergantung pada konsentrasi hormon endogen tanaman, sehingga
21
Banyak laporan menunjukkan bahwa sumber kontaminasi kultur in vitro berasal dari
genus Mucor, Rhizopus, Cladosporium, Aspergillus, Dictyostelium, dan
Saccharomyces yang merupakan jamur endofit (Cobrado dan Fernandez, 2016).
Bagian eksplan yang ditanam berpengaruh terhadap persentase kontaminasi. Eksplan
yang digunakan dalam praktikum merupakan organ muda dari stolon. Stolon
merupakan organ perkembangbiakan tanaman stroberi yang berada dekat dan
menempel pada tanah. Volk et al. (2022), melaporkan bahwa jenis dan jumlah jamur
endofit ini bervariasi di seluruh tanaman, namun ditemukan banyak mengkolonisasi
bagian organ tanaman dekat dengan tanah. Meskipun demikian, kontaminasi eksplan
hanya terjadi pada dua perlakuan lebih rendah dibandingkan kontaminasi media.
Kontaminasi media terjadi pada seluruh perlakuan hormon pada awal
pengamatan. Hal tersebut diduga karena aseptisitas lingkungan dan pekerja yang
tidak terjaga, maupun kontaminasi dari eksplan. Sependapat dengan Cobrado dan
Fernandez (2016), jamur mungkin datang bersama eksplan, atau menyebar melalui
udara, dan masuk ke dalam kultur. Praktikum yang dilakukan oleh banyak praktikan
saat penanaman kultur pada ruangan juga menyebabkan aseptisitas lingkungan dan
pekerja yang buruk. Terdapat korelasi antara persentase kontaminasi media dengan
kepadatan pekerja pada ruangan saat pelaksanaan kultur (Cobrado dan Fernandez,
2016). Kondisi laboratorium yang kotor khususnya pada ruangan kultur yang dipenuhi
debu juga menjadi penyebab adanya kontaminasi. Hal ini diperkuat dengan letak
ruang kultur yang bersebelahan dengan ruang steril. Sebagian besar kontaminasi
pada laboratorium terjadi karena adanya partikel udara yang membawa bakteri selama
proses kultur (Ryan, 2002). Partikel-partikel tersebut sebenarnya dapat mengendap
dengan kecepatan 1 kaki per menit, namun ketika ada pekerja yang masuk
menyebabkan pergerakan udara yang mendorong partikel kontaminan bertebaran di
ruang lab (Ryan, 2002).
c. Pengaruh Media Terhadap Pertumbuhan Eksplan
Pengaruh media dalam kultur jaringan adalah faktor kunci dalam menentukan
pertumbuhan eksplan. Media yang tidak steril atau terkontaminasi dapat memiliki
dampak yang merugikan pada eksplan. Namun sayangnya Berdasarkan tabel 3
menyatakan bahwa media pada ketiga perlakuan BAP telah terkontaminasi oleh
jamur. Pengaruh media terhadap pertumbuhan eksplan yang telah terkontaminasi
jamur dapat berdampak negatif pada eksplan dan proses kultur jaringan. Kontaminasi
jamur dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan eksplan tanaman
23
(Oratmangun et al., 2017). Hal ini dapat mengakibatkan eksplan menjadi lemah, tidak
berkembang, atau bahkan mati. Faktor sterilitas ruangan juga sangat menentukan
terhadap kontaminasi pada media. Ruangan yang sudah steril dapat saja berubah
menjadi tidak steril yang dikarenakan keluar masuknya praktikan. Kontaminasi jamur
adalah salah satu masalah yang umumnya dihadapi dalam kultur jaringan, pada tabel
3 menunjukan bahwa 100% media tanam pada setiap BAP telah terkontaminasi. Ini
terjadi ketika spora atau partikel jamur masuk ke dalam media tanam atau wadah
kultur jaringan dan mulai tumbuh di sana (Lina et al., 2013). Kontaminasi jamur sendiri
muncul pada saat fase pertumbuhan, jamur akan menyebabkan kontaminasi pada
tahap pertumbuhan. Meskipun pada masa awal setelah inokulasi tidak terjadi
kontaminasi, beberapa hari berikutnya pertumbuhan jamur terlihat (Septiani et al.,
2022).
d. Pertumbuhan Perakaran Eksplan
Seluruh kultur stroberi tidak menunjukkan pertumbuhan perakaran eksplan. Hal
ini dikarenakan adanya kontaminasi maupun browning. Pada ketiga perlakuan BAP
yakni 1, 3, dan 5 ppm mengalami kontaminasi sebesar 100%, sedangkan pada BAP 0
ppm mengalami kontaminasi 90%. Sependapat dengan Permadi et al. (2023), bahwa
kontaminasi yang tidak ditangani dengan baik dapat menurunkan kemampuan
regenerasi tanaman, pertumbuhan kalus, dan terhambatnya pertumbuhan tunas yang
berujung pada kematian eksplan. Hampir semua kultur mengalami kontaminasi karena
jamur yang mungkin merupakan jamur endofit. Sterilisasi eksplan yang terjangkit
jamur endofit belum tentu dapat mematikan jamur penyebab kontaminan. Jamur
endofit merupakan jamur yang mengkolonisasi bagian dalam jaringan tanaman pada
ruang intraseluler sehingga desinfeksi permukaan yang kurang tepat mungkin tidak
menghilangkan jamur sepenuhnya (Reis et al., 2022). Selain itu perbedaan perlakuan
pada BAP 0 ppm saat proses penanaman juga berpengaruh terhadap munculnya
browning. Perlakuan sterilisasi kloroks yang lebih lama dan tidak adanya perlakuan
asam askorbat sebelum penanaman menjadi faktor munculnya browning yang
berujung pada kematian. Antioksidan seperti asam askorbat terbukti dapat menekan
oksidasi fenolik penyebab browning (Taghizadeh dan Dastjerdi, 2020). Adanya
browning dianggap merugikan karena dapat menganggu metabolisme tanaman,
perkembangan tanaman, dan kematian eksplan (Permadi et al., 2023). Oleh karena itu
meskipun pada perlakuan BAP 0 ppm terdapat stroberi yang terhindar dari
kontaminasi, namun kondisi browning menyebabkan stroberi tidak bertumbuh.
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data hasil dari pengamatan disimpulkan bahwa pertumbuhan dan
perkembangan eksplan tanaman stroberi pada media tanam dengan masing masing
konsentrasi memiliki tingkat keberhasilan yang rendah dalam mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Tidak ada perbedaan yang nyata dalam tingkat kelangsungan
hidup eksplan antara kelompok perlakuan dengan konsentrasi BAP yang berbeda pada
media tanam. Selain itu kotaminasi pada media tanam maupun tanaman eksplan serta
browning pada tanaman mempengaruhi kematian ekspalan. Kontaminasi menjadi faktor
pembatas dalam perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Kontaminasi pada media
dapat berasal dari berbagai sumber baik eksternal maupun internal, faktor kontaminasi
dapat berasal dari eksplan, organisme kecil yang masuk kedalam media, botol kultur atau
alat-alat yang kurang steril , Kontaminasi didominasi dari jenis jamur yang akan nampak di
media berupa spora seperti kapas putih, sedangkan serangan oleh mikroba lain seperti
bateri akan menyebabkan media membentuk lendir yang berwarna kuning dan membentuk
gumpalan yang basah. Selain itu pertumbuhan dan perkembangan eksplan juga dipengaruhi
browning akibat sterilisasi kloroks yang lebih lama dan tidak adanya perlakuan asam
askorbat sebelum penanaman. Browning ditandandai dengan adanya warna coklat di
bagian ekspaln dan media tanam, munculnya browning dianggap merugikan karena dapat
menganggu metabolisme tanaman, perkembangan tanaman, dan kematian eksplan.
5.2 Saran
Dalam rangka untuk meningkatkan keberhasilan dari praktikum, yaitu kultur jaringan
pada eksplan tanaman stroberi. Perlu adanya perlakuan khusus dalam memilih eksplan
dengan baik, penerapan sterilisasi dengan teliti, kebersihan alat dan lingkungan kerja harus
lebih dijaga dan ditingkatkan kembali, pemilihan media yang baik karena ini merupakan
salah satu faktor penting dalam tingkat keberhasilan pertumbuhan tanaman eksplan.
Dengan mempertimbangkan dan menerapkan saran ini diharapkan kultur jaringan dapat
menjadi lebih baik, efisien, dan berhasil.
25
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, D., & Heriansyah, P. 2021. Identifikasi Jamur Kontaminan pada Berbagai Eksplan
Kultur Jaringan Anggrek Alam (Bromheadia finlaysoniana (Lind.) Miq. Agro Bali:
Agricultural Journal, 4(2), 192-199.
Anny Dufi. 2021. Media Tanam dan Kultur Jaringan. Dinas Pertanian dan Pangan. Artikel
Ilmiah.
Arimarsetiowati, R. 2012. Kultur jaringan tanaman kopi. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia, 13-17.
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2022. Statistik Hortikultura 2022. BPS RI. Jakarta
Basri, A. H. H. 2016. Kajian Pemanfaatan Kultur Jaringan dalam Perbanyakan Tanaman
Bebas Virus. Agrica Ekstensia, 10(1), 64–73.
Bhusare, B. P. 2022. Impact of Plant Tissue Culture (PTC) in Modern Agriculture. Modern
Concepts & Developments in Agronomy, 10(4), 1041–1043.
Cobrado, A. J., & Fernandez, A. 2016. Common Fungi Contamination Affecting Tissue-
cultured Abaca (Musa textiles Nee) during Initial Stage of Micropropagation. Asian
Research Journal of Agriculture, 1(2), 1–7.
Damayanti, L., Anggraini, N. F., Lestari, N. S., Sunarti, R. N., & Apriani, I. 2021. Optimasi
Teknik Sterilisasi Fungisida Benstar dan Dithane M-45 terhadap Kultur Jaringan
Tanaman Akasia (Acacia crassicarpa) secara In Vitro. In Prosiding Seminar Nasional
Sains dan Teknologi Terapan (Vol. 4, pp. 137-146).
Dewi, A. W. A., Darmawati, I. A. P., & Semarajaya, C. G. A. 2016. Inisiasi Kalus Embriogenik
Stroberi (Fragaria sp.) dengan Pemberian IBA (Indolebutyricacid) dan BAP
(Benzylaminopurine). E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika, 5(3), 243–253.
Dwiyani, R., Darmawati, I. A. P., Susrusa, K. B., Wirya, G. N. A. S., Gunadi, I. G. A.,
Mayadewi, N. N. A., & Fitriani, Y. Pelatihan Aklimatisasi Bibit Stroberi Hasil Kultur
Meristem Bagi Petani Stroberi Pancasari.
Hamdeni, I., Louhaichi, M., Slim, S., Boulila, A., & Bettaieb, T. 2022. Incorporation of
Organic Growth Additives to Enhance In Vitro Tissue Culture for Producing Genetically
Stable Plants. Plants, 11(22), 3087.
Herawan, T., Na'iem, M., Indrioko, S., & Indrianto, A. 2015. Kultur Jaringan Cendana
(Santalum album L.) Menggunakan Eksplan Mata Tunas. Jurnal Pemuliaan Tanaman
Hutan, 9(3), 177-188.
26
Imelda, M., Wulansari, A., & Sari, L. 2018. Perbanyakan In Vitro Pisang Kepok var. Unti
Sayang Tahan Penyakit Darah Melalui Proliferasi Tunas. Jurnal Bioteknologi &
Biosains Indonesia, 5(1), 36-44.
Karjadi, A. K., dan A. Buchory. 2007. Pengaruh komposisi media dasar, penambahab BAP,
dan pikloram terhadap induksi tunas bawang merah. Jurnal Hortikultura. 18 (1), 1 – 9.
Khotimah, K. 2016. Induksi Ketahanan Bawang Merah (Allium cepa L. Aggregatum Group)
terhadap Penyakit Moller dengan Asam Salisilat secara In Vitro dan In Vivo [Tesis,
Universitas Gadjah Mada].
Kumar, P. P., & Loh, C. S. (2012). Plant tissue culture for biotechnology. Plant
Biotechnology and Agriculture, 131–138
Lailia, L. (2014). Pengaruh Imbangan BAP dan NAA terhadap Pertumbuhan dan Hasil Dua
Kultivar Stroberi (Fragaria x ananassa Duch.). Skripsi. Universitas Gadjah Mada.
Lely Zulhaida N., Erpina Delina M., Muainah H., dan Mieke A.H. 2021. Pengaruh Arang Aktif
(Charcoal) pada Media MS untuk Meningkatkan Pertumbuhan Anggrek pada Kultur In
Vitro. Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-45 UNS Medan.
Li, W., Cao, G., Zhu, M., Zhang, Y., Zhou, R., Zhao, Z., Guo, Y., Yang, W., Zheng, B., Tan,
J., & Sun, Y. 2022. Isolation, Identification and Pollution Prevention of Bacteria and
Fungi during the Tissue Culture of Dwarf Hygro (Hygrophila polysperma) Explants.
Microorganisms, 10(12), Article 12.
Lina, F. R., Ratnasari, E., & Wahyono, R. 2013. Pengaruh 6-benzylamino purine (BAP) dan
6-furfuryl amino purine (Kinetin) pada media MS terhadap Pertumbuhan Eksplan
Ujung Apikal Tanaman Jati secara In Vitro. LenteraBio, 2(1), 167-178.
Linda Febriani, Gunawan, Abdul Gafur. Pengaruh Jenis Media Tanam Terhadap
Pertumbuhan Tanaman. Program Studi Biologi, Universitas Lambung Mangkurat.
Biocksperimen. 7(2).
Mahadi, I., Syafi’i, W., & Agustiani, S. 2015. Kultur Jaringan Jeruk Kasturi (Citrus
microcarpa) dengan Menggunakan Hormon Kinetin dan Naftalen Acetyl Acid (NAA).
Dinamika Pertanian, 30(1), 37-44.
Mahmound, O., & Kosar, M. 2013. Regeneration and Histological of plants Derived From
Leaf Explants In Vitro Culture of Strawberry. Agricultural Biotechnology Research
Institute of Iran.
Mastuti, R. (2017). Dasar-dasar kultur jaringan tumbuhan. Universitas Brawijaya Press.
Maya, I. 2022. TA: Otomasi dan Monitoring pada Greenhouse Pembibitan Tanaman
Strawberry Menggunakan PID (Doctoral dissertation, Universitas Dinamika).
27
Mukherjee, P.K., R. Mondal, S. Dutta, K. Meena, M. Roy, and A.B. Mandal. 2018. In vitro
micropropagation in Boehmeria nivea to generate safe planting materials for
largescale cultivation. Czech Journal of Genetics and Plant Breeding, 54(4): 183–189.
Munggarani, M., Suminar E., Nuraini A., & Mubarok S. 2018. Multiplikasi tunas meriklon
kentang pada berbagai jenis dan konsentrasi sitokinin. Jurnal Agrologia, 7(2), 80-89.
Nisa, C., & Rodinah, R. 2015. Kultur Jaringan beberapa Kultivar Buah Pisang (Musa
paradisiaca L.) dengan Pemberian Campuran NAA dan Kinetin. Bioscientiae, 2(2).
Noah, A.M., R. Casanova-Sáez, R.E.M Ango, I. Antoniadi, M. Karady, O. Novák, N.
Niemenak, and K. Ljung. 2021. Dynamics of auxin and cytokinin metabolism during
early root and hypocotyl growth in theobroma cacao. Plants, 10(5).
Nuraini, A., Aprilia, E., Murgayanti, M., & Wulandari, A. P. 2022. Pengaruh konsentrasi
Benzylaminopurine terhadap pertumbuhan eksplan tunas aksilar rami klon lokal
Wonosobo secara in vitro. Kultivasi, 21(2).
Oratmangun, K. M., Pandiangan, D., & Kandou, F. E. 2017. Deskripsi Jenis-Jenis
Kontaminan Dari Kultur Kalus Catharanthus rosues (L.) G. Don. Jurnal
MIPA, 6(1),47-52.
Oratmangun, K. M., Pandiangan, D., & Kandou, F. E. 2017. Deskripsi Jenis-Jenis
Kontaminan Dari Kultur Kalus Catharanthus roseus (L.) G. Donnaman. Jurnal
MIPA, 6(1), 47-52.
Permadi, N., Nurzaman, M., Alhasnawi, A. N., Doni, F., & Julaeha, E. 2023. Managing Lethal
Browning and Microbial Contamination in Musa spp. Tissue Culture: Synthesis and
Perspectives. Horticulturae, 9(453), Article 4.
Pratama, J., & Nilahayati, N. 2018. Modifikasi media MS dengan penambahan air kelapa
untuk subkultur I anggrek Cymbidium. Jurnal Agrium, 15(2), 96-109.
Pratomo, G. S. 2016. Pengaruh Jenis Media dengan Hormon Tumbuh NAA-BAP terhadap
Pertumbuhan dan Kandungan Flavonoid Kalus Daun Echinaceae purpurea (L.)
Moench. Jurnal Surya Medika, 1(2), 51–57.
Prihandono, P. A. 2017. Modul diklat program keahlian ganda sekolah menengah kejuruan
mata diklat kultur jaringan tanaman pangan dan hortikultura: paket keahlian agribisnis
perbenihan dan kultur jaringan tanaman.
Puspita, A. (2017). Potensi Biosida Ekstrak Akar dan Batang Pisang Kepok Untuk
Pertumbuhan Biji Kacang Hijau Secara In Vitro. Skripsi Pendidikan Biologi UMS pp. 1-
13.
28
Raisya, E., Sobarna, D. S., Nuraini, A., Mubarok, S., Suminar, E., & Akutsu, M. 2020.
Multiplikasi in Vitro Stroberi Kultivar Tochiotome dengan Penambahan Jenis dan
Konsentrasi Sitokinin untuk Perbanyakan Bibit. Jurnal Kultivasi, 19(3), 1189–1195.
Reis, J. B. A. D., Lorenzi, A. S., & do Vale, H. M. M. 2022. Methods Used for The Study of
Endophytic Fungi: A Review on Methodologies and Challenges, and Associated Tips.
Archives of Microbiology, 204(11), 675.
Rosmaina, R., Endika, R., & Zulfahmi, Z. 2021. Studi Pengaruh Media Alternatif untuk
Perbanyakan Pisang Barangan (Musa acuminata L.) secara In Vitro. Jurnal
Agroteknologi, 12(1), 33.
Rozana, A. T. 2022. Induksi kalus batang stroberi (Fragaria sp. var Sweet Charlie)
menggunakan NAA (Naphthalene Acetic Acid) secara In Vitro (Doctoral dissertation,
UIN Sunan Gunung Djati Bandung).
Ryan, J. 2002. Understanding and Managing Cell Culture Contamination. Dalam Technical
Bulletin: Life Science. Corning Incorporated. Acton.
Safitri, R. R. E., Wulandari, R. S., & Darwati, H. 2013. Penambahan ragi terhadap
multiplikasi subkultur tunas manggis (Garcinia mangostana L.) secara in vitro. Jurnal
Hutan Lestari, 1(3).
Satriawan, D., S. Nurliana, and T. Pujiyanti. 2021. Effectiveness of BAP (6-Benzyl Amino
Purine) for buds induction of nutmeg (Myristica fragrans Houtt.). Proceedings of the
3rd KOBI Congress, International and National Conferences (KOBICINC 2020),
14(Kobicinc 2020): 12– 15.
Saty, F. M., Affandi, M. I., & Prasmatiwi, F. E. 2017. Analisis Finansial dan Risiko Investasi
Teknologi Pisang Kultur Jaringan di Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Ilmu-Ilmu
Agribisnis, 4(3).
Septiani, A. H. I., Kusmiyati, F., & Kristanto, B. A. 2022. Efektivitas ekstrak daun pegagan
(Centella asiactica L.) sebagai anti kontaminan dalam pertumbuhan kultur jaringan
kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Tedjo MZ. Agroteknika, 5(1), 60-74.
Septiani, A. H. I., Kusmiyati, F., & Kristanto, B. A. 2022. Efektivitas ekstrak daun pegagan
(Centella asiactica L.) sebagai anti kontaminan dalam pertumbuhan kultur jaringan
kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Tedjo MZ. Agroteknika, 5(1), 60-74.
Setiawati, T., Zahra, A., Budiono, R., & Nurzaman, M. 2018. Perbanyakan In Vitro Tanaman
Kentang (Solanum tuberosum [L.] cv. Granola) dengan Penambahan Meta-Topolin
pada Media Modifikasi MS (Murashige & Skoog). Metamorfosa: Journal of Biological
Sciences, 5(1), 44–50.
29
Shofiyani, A., Purnawanto, A. M., Zahara, R., & Aziz, A. 2019. Pengaruh Berbagai Sterilan
dan Waktu Perendaman terhadap Keberhasilan Sterilisasi Eksplan Daun Kencur
(Kaempferia galanga L.)
Siregar, A. S. 2013. In Vitro Shoot Proliferation Of Strawberry Using Stem Plantlet Explant
Derived From Meristem Culture. Widyariset, 16(3), 473-480.
Sofian, A.A., E. Prihastanti, S. Widodo, and A. Suedy. 2018. Effect of IBA and BAP on shoot
growth of tawangmangu tangerine (Citrus reticulate) by in-vitro. Biosaintifika, 10(2):
379–387.
Sukmadjaja, D. 2014. Pengadaan Benih Tanaman melalui Teknik Kultur Jaringan. Bogor:
Taghizadeh, M., & Dastjerdi, M. G. 2020. Inhibition of Browning Problem during The
Callogenesis of Spartium junceum L. Ornamental Horticulture, 27(1), 68–77.
Volk, G. M., Bonnart, R., de Oliveira, A. C. A., & Henk, A. D. 2022. Minimizing The
Deleterious Effects of Endophytes in Plant Shoot Tip Cryopreservation. Applications in
Plant Sciences, 10(5), 11489.
Wulandari, E. 2022. Identifikasi Bakteri Kontaminan Pada Kultur Jaringan Bambu Jenis
Fargesia scabrida. Integrated Lab Journal, 10(02), 99-107.
Yasmin, Z. F., Aisyah, S. I., & Sukma, D. 2018. Pembibitan (Kultur Jaringan hingga
Pembesaran) Anggrek Phalaenopsis di Hasanudin Orchids, Jawa Timur. Buletin
Agrohorti, 6(3), 430-439.
LAMPIRAN
Dokumentasi Kegiatan
No. Kegiatan Dokumentasi
1. Memasukkan larutan stok dan aquades ke dalam beaker
glass.