Anda di halaman 1dari 12

BAHAN AJAR

PERBANYAKAN Trichoderma sp. DENGAN MEDIA PADAT

AMALLIA ROSYA, SP, M.Si


NIP. 19890921 201902 2 002

KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN
BALAI BESAR PELATIHAN PERTANIAN BINUANG
KALIMANTAN SELATAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi
hidayah, kekuatan, kesehatan, dan ketabahan kepada kami sehingga penyusunan bahan ajar
mata pelatihan Perbanyakan Trichodema dengan media padat ini dapat terselesaikan.
Bahan ajar ini disusun dengan tujuan menyediakan materi pembelajaran Perbanyakan
Trichodema dengan media padat. Bahan ajar ini berisi materi mengenai perbanykan
Trichoderma dengan media padat yaitu disini menggunakan beras. Hal yang harus
diperhatikan dalam pemindahan atau inokulasi menjadi point penting dalam pelatihan ini.
Dalam penyusunan bahan ajar ini tentu masih banyak kekurangan, di samping ilmu
pengolahan hasil pertanian semakin berkembang, sehingga sangat dimungkinkan perbaikan
terhadap bahan ajar ini. Untuk itu masukan, saran dan kritik untuk perbaikan sangat diharapkan.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
banyak membantu terselesaikannya pembuatan bahan ajar ini. Akhirnya kami berharap
semoga bahan ajar ini dapat menjadi referensi bagi peserta pelatihan dalam rangka
meningkatkan kompetensi sebagaimana tujuan dari pelatihan yang diselenggarakan.

Binuang, Juni 2020

Amallia Rosya, SP., M.Si

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Organisme pengganggu tanaman (OPT) adalah setiap organisme yang dapat mengganggu
pertumbuhan dan atau perkembangan tanaman sehingga tanaman menjadi rusak,
pertumbuhannya terhambat, dan atau mati. OPT dapat dikategorikan dalam empat kelompok
utama, yaitu hama vertebrata, hama invertebrata, patogen, dan gulma. Menurut Agrios (2005),
mikroorganisme patogen biasanya menyebabkan penyakit pada tanaman dengan mengganggu
metabolisme sel tanaman melalui enzim, toksin, zat pengatur tumbuh, dan zat lainnya yang
menyerap nutrisi secara terus menerus dari sel inang untuk kebutuhannya. Beberapa patogen
juga dapat menyebabkan penyakit dengan tumbuh dan berkembang biak pada jaringan xilem
atau floem tanaman, sehingga dapat menghambat transportasi hara mineral dan air melalui
jaringan pengangkut tanaman tersebut.
Tindakan pengendalian patogen dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik
pengendalian. beberapa teknik pengendalian yang dilakukan dalam pengendalian OPT antara
lain pengendalian kimiawi, pengendalian biologi, kultur teknis, varietas tahan, dan rekayasa
genetik. Greenberg et al. (2012) juga menjelaskan bahwa pengelolaan hama terpadu (PHT)
dapat dianggap sebagai komponen kunci dari sistem pertanian berkelanjutan. PHT
didefiniskan sebagai pendekatan yang berkelanjutan untuk mengelola OPT dengan
penggabungan teknik biologi, fisik mekanis, dan kimiawi dengan mengurangi risiko kesehatan
dan pencemaran lingkungan. Teknologi pengendalian hayati merupakan pilar penting dalam
sistem PHT dan merupakan pengendalian yang ramah lingkungan. Mekanisme pengendalian
hayati oleh agens hayati dapat dilakukan dengan melemahkan atau membunuh patogen
tanaman secara langsung, memproduksi antibiotik, melalui kompetisi ruang dan nutrisi,
memproduksi enzim untuk melawan komponen sel patogen dan menginduksi respons
ketahanan inang, serta menghasilkan stimulan. Organisme yang umum digunakan dalam
pengendalian hayati adalah cendawan dan bakteri antagonis (Agrios 2005).

1.2 DESKRIPSI SINGKAT


Mata pelatihan ini membahas materi mengenai cara perbanyakan Trichoderma sp.
menggunakan media padat yaitu beras yang dikukus, disterilkan dan di inokulasi dengan
murnian/biakan Trichoderma sp.

2
1.3. MANFAAT BAHAN AJAR BAGI PESERTA
1. Meningkatkan pemahaman peserta potensi agens hayati dalam pengendalian OPT
2. Meningkatkan kemampuan peserta dalam perbanyakan dan media perbanyak yang
potensial yang dapat digunakan dalam perbanyakan Trichoderma sp.
3. Memberikan pemahaman dan meningkatkan kemampuan peserta pelatihan
dalam membangun narasi berfikir tentang materi pembelajaran

1.4. TUJUAN PEMBELAJARAN


1) Hasil Belajar
 Peserta dapat melakukan perbanyakan Trichoderma sp. dengan media
beras di daerah masing-masing.
 Peserta dapat mengaplikasikan Agensia Hayati di lahan yang terserang
OPT.

2) Indikator Hasil Belajar Peserta


Mampu menghasilkan media steril sebagai media perbanyakan
Mampu melakukan inokulasi agensia hayati (Trichoderma sp.)
Mempu mengaplikasikan agensia hayati (Trichoderma sp.) di lapangan

1.5. MATERI POKOK DAN SUBMATERI POKOK


1. Konsep PHT
2. Agensia Hayati
3. Pemanfaatan Trichoderma sp. sebagai Agensia Hayati
4. Peran Media Yang Digunakan Dalam Pertumbuhan Perbanyakan Trichoderma sp.
 Beras
 Jagung
 Bekatul
5. Indikator Keberhasilan Dalam Perbanyakan Massal Trichoderma sp.
6. Praktek Perbanyakan Trichoderma Padat dan Cara Aplikasinya
BAB II
PERBANYAKAN Trichoderma sp. DENGAN MEDIA PADAT

2.1 Konsep PHT

Dalam melakukan praktek budidaya tanaman, banyak kendala yang dihadapi, salah
satunya yaitu serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) baik hama, penyakit, dan gulma.
Akibat serangan OPT antara lain yaitu menurunnya hasil panen, menurunnya mutu produk
pertanian, dan meningkatnya biaya produksi tanaman karena tindakan pengendalian dengan
menggunakan pestisida kimia. Pengendalian OPT dengan menggunakan pestisida kimia
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan pengendalian dengan penggunaan pestisida
kimia antara lain dapat diaplikasikan dengan mudah, hasilnya dapat dilihat dalam waktu singkat,
dan produknya mudah diperoleh di kios-kios pertanian. Disamping memiliki kelebihan,
penggunaan pestisida kimia yang tidak tepat dapat menimbulkan dampak negatif baik secara
langsung maupun tidak langsung, antara lain yaitu keracunan dan kematian pada manusia,
hewan, musuh alami, tanaman, terjadinya resistensi, resurjensi, pencemaran lingkungan dan
adanya kandungan residu pestisida pada produk tanaman. Perlindungan tanaman merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem pengelolaan ekosistem pertanian. Perlindungan
tanaman memegang peranan penting dalam meningkatkan produksi tanaman dengan cara
mengamankan produksi dari gangguan OPT. Pengendalian OPT yang ramah lingkungan
dilakukan berdasarkan sistem pengendalian hama terpadu (PHT), hal ini sesuai dengan UU No.
12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah RI No. 6 tahun 1995
tentang Perlindungan Tanaman dan Kepmentan No. 887/Kpts/OT.210/9/1997 tentang Pedoman
Pengendalian OPT. Salah satu komponen PHT yaitu pengendalian secara biologi dengan
menggunakan musuh alami atau yang dikenal dengan agens hayati. Hal tersebut sesuai juga
dengan UU No. 13 tahun 2010 tentang Hortikultura, yang menyebutkan bahwa salah satu sarana
hortikultura adalah bahan pengendalian OPT ramah lingkungan.

Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai perbaikan dari penerapan kebijakan
pengendalian OPT secara konvensional, terutama dalam menggunakan pestisida. Kebijakan
tersebut berdampak pada penggunaan pestisida yang kurang tepat atau cenderung berlebihan,
sehingga biaya usahataninya tinggi dan berdampak negatif terhadap lingkungan, manusia dan
organisme lain yang ada di ekosistem tersebut. Pengendalian hayati dilatarbelakangi oleh
berbagai pengetahuan dasar ekologi, terutama teori tentang pengaturan populasi oleh pengendali
alami dan keseimbangan ekosistem. Salah satu komponen dalam PHT yaitu pengendalian secara
biologi (biological control) dengan menggunakan musuh alami, yang dikenal dengan agens
hayati. Musuh alami dapat bertindak sebagai predator, parasitoid, patogen serangga maupun
agens antagonis. Komponen agens hayati tersebut harus dilestarikan dan dikelola agar mampu
berperan secara maksimal dalam mengendalikan populasi OPT, sehingga keseimbangan dalam
ekosistem dapat tercapai dan tidak menimbulkan kerugian ekonomis. Mekanisme agen hayati
dalam mengendalikan pathogen tanaman adalah dengan cara hiperparasitisme/predasi, antibiosis,
kompetisi, toksin dan enzim litik yang dihasilkan oleh agensia hayati.

2.2 Agensia Hayati

Pengendalian OPT harus dilakukan secara terpadu, salah satunya dengan menggunakan
agens hayati. Pengertian agens hayati menurut Kepmentan nomor 411/Kpts/TP.120/6/1995
tentang Pemasukan Agens Hayati ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia yaitu setiap
organisme yang meliputi spesies, sub spesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda,
protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikoplasma serta organisme lainnya dalam semua
tahap perkembangannya yang dapat digunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit
atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluan
lainnya. Soesanto (2017) menyatakan bahwa pestisida biologi bersifat sangat spesifik yang hanya
dapat memengaruhi OPT sasaran, tidak berbahaya bagi manusia atau organisme lain yang
menguntungkan, mudah terbiodegradasi. Di negara maju seperti Amerika dan Eropa,
penggunaan agens hayati dalam bentuk formulasi berkembang dengan pesat. Faktor yang
mendukung perkembangan formulasi agens hayati di negara maju yaitu (1) adanya pengaturan
pengurangan penggunaan pestisida kimia, (2) pembatasan jenis bahan aktif

Pengertian agens hayati menurut FAO (1988) yang dikutip oleh Khairdin (2012) adalah
mikroorganisme, baik yang terjadi secara alami seperti bakteri, cendawan, virus dan protozoa,
maupun hasil rekayasa genetik (genetically modified microorganisms) yang digunakan untuk
mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Pengertian ini kemudian dilengkapi
dengan definisi menurut FAO (1997), yaitu organisme yang dapat berkembang biak sendiri
seperti parasitoid, predator, parasit, artropoda pemakan tumbuhan dan patogen. Jenis-jenis
cendawan yang biasa digunakan untuk mengendalikan hama dan penyakit diantaranya :

 Beauveria bassiana sp
 Spicaria sp
 Paecylomiceus sp
 Trichoderma sp

Faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap cendawan diantaranya :

1. Cendawan dapat berkembang biak pada suhu 20-30˚C.


2. Kelembaban 80-100%
3. Sinar Matahari dan pestisida kimia dapat menghambat perkembangan cendawan
bahkan dapat mematikan.

2.3 Pemanfaatan Trichoderma sp. sebagai Agensia Hayati

Oleh karena itu perlu adanya alternatif lain dalam pengendalian patogen tersebut yang
bersifat ramah lingkungan. Trichoderma merupakan genus fungi yang mampu dijadikan sebagai
agens pengendali patogen secara hayati. Mekanisme antagonis yang dilakukan Trichoderma spp.
dalam menghambat pertumbuhan patogen antara lain kompetisi, parasitisme, antibiosis, dan lisis.
Mekanisme antagonisme Trichoderma spp. terhadap cendawan patogen dilakukan dengan
mengeluarkan toksin berupa enzim β-1,3 glukanase, kitinase, dan selulase yang dapat
menghambat pertumbuhan bahkan dapat membunuh patogen. Sifat antagonis Trichoderma spp.
dapat dimanfaatkan sebagai alternatif dalam pengendalian patogen yang bersifat ramah
lingkungan.

Trichoderma memproduksi metabolit yang bersifat volatil dan non volatil . Metabolit non
volatil lebih efektif dibandingkan dengan yang volatil. Metabolit yang dihasilkan Trichoderma
dapat berdifusi melalui membran dialisis yang kemudian dapat menghambat pertumbuhan
beberapa patogen. Salah satu contoh metabolit tersebut adalah monooksigenase yang muncul
saat adanya kontak antar jenis Trichoderma, dan semakin optimal pada pH 4. Trichoderma sp.
merupakan sejenis cendawan / fungi yang termasuk kelas ascomycetes. Trichoderma sp.
memiliki aktivitas antifungal. Di alam, Trichoderma banyak ditemukan di tanah hutan maupun
tanah pertanian atau pada substrat berkayu. Trichoderma sp. merupakan cendawan saprofit tanah
yang secara alami menyerang cendawan patogen dan bersifat menguntungkan bagi tanaman.
Trichoderma sp. mampu memarasit cendawan patogen tanaman dan bersifat antagonis, karena
memiliki kemampuan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan cendawan lain.

Untuk menghasilkan bibit yang berkualitas maka diperlukan media yang optimal artinya dapat
menyediakan nutrisi yang diperlukan cendawan untuk pertumbuhan dan perkembangannya
disamping kondisi lingkungan yang optimal. Beberapa jenis media yang telah terbukti mampu
mengaktivasi pertumbuhan Trichoderma sp. adalah beras, kentang, bekatul, beras jagung, jerami
padi, campuran dedak dengan serbuk gergaji, campuran sekam padi dengan sekam gandum.

2.4 Peran Media Yang Digunakan Dalam Pertumbuhan Perbanyakan Trichoderma sp.
antara lain:

a. Beras

Kelebihan dari media perbanyakan Trichoderma spp. dengan menggunakan beras ini adalah
sesuai dengan prinsip keseimbangan ekosistem, memanfaatkan musuh alami dari OPT dan tidak
menyebabkan terjadinya residu.

b. Jagung

Media jagung merupakan suatu media perbanyakan yang relatif memberi hasil yang lebih baik
dalam kecepatan tumbuh, jumlah dan viabilitas spora cendawan sehingga media jagung dapat
digunakan sebagai salah satu alternative. Jagung mudah ditumbuhi dengan cendawan, hal ini
dikarenakan isinya amilum dan kulitnya tipis, maka kelebihan media jagung adalah cendawan
mudah untuk melakukan penetrasi ke dalamnya. Jagung merupakan merupakan media yang
bagus untuk pertumbuhan cendawan, hal ini disebabkan karena jagung mengandung berbagai
unsur yang diperlukan untuk pertumbuhan cendawan. Kandungan gizi dari jagung antara lain air,
protein (10 %), minyak/lemak (4%), karbohidrat (70,7 %) dan vitamin. Sedangkan komposisi
kimia jagung : air (15,5%), Nitrogen (0,75 %), Abu (4,37 %), K2O (1,64 %), Na2O (0,05 %) dan
CaO (0,49 %) sehingga dapat digunakan subagai sumber bahan makanan pertumbuhan
mikroorganisme.
c. Bekatul

Bekatul juga merupakan media yang bagus untuk pertumbuhan cendawan antagonis yaitu
Trichoderma sp. oleh karena itu ada kemungkinan cocok digunakan sebagai media untuk
pertumbuhan cendawan yang lain. Bekatul adalah limbah hasil dari proses penggilingan padi
atau hasil sampingan dari pengolahan padi/gabah yang berasal dari lapisan luar beras. Kelebihan
dari media bekatul ini yakni merupakan sumber serat pangan yang juga mengandung protein,
lemak, mineral dan vitamin. Berdasarkan hasil analisa susunan kimia bekatul meliputi bahan
organik (76,60 %), Nitrogen (1,51-3,6 %), P2O3 (2,75-4,87 %). Disamping itu didalam bekatul
juga mengandung vitamin V3,Vit 6, B 15, inositol, fitat, asam ferulat, gama oryzanol, fitosterol,
asam lemak jenuh dan serat. Beberapa senyawa tersebut diperlukan dalam proses metilasi dalam
pembentukan berbagai hormon antara lain hormon steroid dan adrenalin. Dari hasil pemeliharaan
yang dilakukan dengan menggunakan masing-masing media tersebut untuk menumbuhkan
Beauveria bassiana dapat diketahui kualitasnya dengan melakukan pengukuran menggunakan
parameter karakter agens hayati yang muncul. Karakter agens hayati tersebut meliputi
kemampuannya yang tinggi dalam menghasilkan spora, daya kecambah (viabilitas) spora dan
daya bunuh (patogenisitas) cendawan tersebut terhadap OPT sasaran.

Suhu optimum untuk tumbuhnya Trichoderma berbeda-beda setiap spesiesnya. Ada beberapa
spesies yang dapat tumbuh pada temperatur rendah ada pula yang tumbuh pada temperatur cukup
tinggi, kisarannya sekitar 7 °C – 41 °C. Trichoderma yang dikultur dapat bertumbuh cepat pada
suhu 25 – 30 °C. Perbedaan suhu memengaruhi produksi beberapa enzim seperti
karboksimetilselulase dan xilanase. Kemampuan merespon kondisi pH dan kandungan CO2 juga
bervariasi. Namun secara umum apabila kandungan CO2 meningkat maka kondisi pH untuk
pertumbuhan akan bergeser menjadi semakin basa. Di udara, pH optimum bagi Trichoderma
berkisar antara 3-7. Faktor lain yang memengaruhi pertumbuhan Trichoderma adalah
kelembaban, sedangkan kandungan garam tidak terlalu memengaruhi Trichoderma. Penambahan
HCO3- dapat menghambat mekanisme kerja Trichoderma. Melalui uji biokimia diketahui bahwa
dibandingkan sukrosa, glukosa merupakan sumber karbon utama bagi Trichoderma, sedangkan
pada beberapa spesies sumber nitrogennya berasal dari ekstrak khamir dan tripton.
2.5 Indikator Keberhasilan Dalam Perbanyakan Massal Trichoderma sp.

a. Aseptisitas proses produksi, artinya peneliti ataupun petani selaku pembuat perbanyakan
ini harus mengetahui titik-titik kritis dimana proses produksi harus dilakukan secara
aseptis (higienis). Penyiapan dan proses sterilisasi media merupakan titik kritis pertama
yang harus diperhatikan.
b. Kualitas isolat cendawan Trichoderma sp, isolat Trichoderma sp. yang diperbanyak
secara massal harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya umur biakan tidak lebih
dari 3 (tiga) bulan dan isolat dalam keadaan segar (baru dipindahkan ke media yang
baru). Isolat dapat diperoleh di Laboratorium Agens Hayati.
c. Inkubasi, ruangan inkubasi harus mendukung pertumbuhan Trichoderma sp. Intensitas
cahaya, suhu dan kelembaban ruangan harus diatur sedemikian rupa agar pertumbuhan
cendawan berjalan optimal.

2.6 Praktek Perbanyakan Trichoderma Padat dan Aplikasinya

A. Alat dan Bahan


Alat
a. Box Isolasi
b. Timbangan
c. Dandang / langseng
d. Kompor
e. Baskom
f. Kain Kasa / Kain Saring
g. Spatula kayu
h. Sendol Plastik
i. Bunsen
j. Streples
k. Mini Sprayer
l. Rak kayu
Bahan
a. Beras
b. Starter Trichoderma
c. Alkohol
d. Spiritus
e. Kantung plastik tahan panas
f. Tisue

Penyiapan Media

1. Beras ditimbang dan dicuci bersih


2. Beras yang sudah dicuci, ditiriskan terlebih dahulu untuk mengurangi kandungan air
3. Beras selanjutnya dikukus menggunakan dandang selama kurang lebih 30-35 menit (
½ matang). Selama pengukusan sesekali diaduk agar matangnya merata. Selanjutnya
diangkat dari atas kompor.
4. Hamparkan beras yang telah dikukus diatas nampan /baki/nyiru yang sudah diusap
dengan menggunakan alkohol 70% dan dinginkan.
5. Beras yang telah dingin selanjutnya dilakukan pengemasan ke dalam kantong plastik
tahan panas sebanyak ± 100 gram .
6. Selanjutnya disterilkan dengan menggunakan dandang selama 2 x 60 menit (2 jam)
7. Setelah steril media beras diangkat dan didinginkan sebelum dilakukan inokulasi.
Tahap Inokulasi

8. Sebelum dilakukan inokulasi, bagian dalam box inokulasi dibersihkan dan disemprot
dengan menggunakan alcohol 70 – 96%. Jika menggunakan Enkas terlebih dahulu di
sinari dengan UV selama 2 jam.
9. Inokulasi dilakukan di dalam box inokulasi secara aseptis. Alat dan tangan sebelum
mengerjakan tahap inokulasi juga disemprot dengan menggunakan alkohol.
10. Media beras yang telah steril tersebut selanjutnya dilakukan inokulasi dengan starter
Trichoderma sp. Selama pelaksanaan inokulasi dilakukan di dalam box isolasi secara
aseptis.
11. Selanjutnya plastik di hekter dan dilakukan shaking agar spora jamur dapat tersebar
merata pada media beras.
12. Media beras yang telah tercampur dengan starter Trichoderma selanjutnya diberi
label/keterangan : jenis, tanggal pembuatan dan kemudian diatur rapi di atas rak-rak
untuk diinkubasikan pada suhu kamar selama ± 2 minggu.
13. Trichoderma pada beras yang sudah jadi dan baik ditandai dengan pertumbuhan
cendawan yang telah menutupi seluruh permukaan beras tanpa adanya kontaminasi.
Selanjutnya siap untuk disalurkan ke petani dan digunakan untuk pengendalian OPT
di masing-masing kebun milik petani.
14. Aplikasi diawali dengan pelepasan spora dengan kain kasa dan dimasukkan ke dalam
air bersih dan diaduk/dikocok untuk perbandingannya 1 bungkus Trichoderma padat
(100gr) = 5 liter air.
15. Trichoderma sp. dapat dipalikasikan dengan cara disemprotkan ke tanaman dan
ditabur ke tanah.

Anda mungkin juga menyukai