Anda di halaman 1dari 98

Strategi Konservasi

Serangga Pollinator

Oleh:
Dr. rer. nat. Imam Widhiono, MZ, MS.

Penerbit :
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto
2015
Imam Widhiono

Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan


STRATEGI KONSERVASI SERANGGA POLLINATOR

© 2015 Universitas Jenderal Soedirman

Cetakan Pertama, Oktober 2015


Hak Cipta dilindungi Undang-undang
All Right Reserved

Penulis:
Imam Widhiono

Perancang Sampul:
Imam Widhiono

Penelaah Isi:
Dr. Agus Suyanto, SU.

Penelaah Bahasa:
Drs. Subandi, M.Pd.

Diterbitkan oleh:
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
Jalan Prof. Dr. H.R. Boenyamin 708 Purwokerto
Kode Pos 53122 Kotak Pos 115
Telefon 635292 (Hunting) 638337, 638795
Faksimile 631802
www.unsoed.ac.id

Dicetak oleh:
Tim BPU Percetakan dan Penerbitan
Universitas Jenderal Soedirman

x + 86 hal., 15,5 x 23 cm

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari


penerbit, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik
cetak, photoprint, microfilm dan sebagainya.

ISBN: 978-602-1004-08-1

ii |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono

KATA PENGANTAR
Pertama-tama, penulis sungguh bersyukur kehadirat Allah swt,
atas segala rakhmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan buku ini. Buku ini merupakan hasil penelitian penulis
yang dilakukan sejak tahun 2009 sampai tahun 2015 di kawasan
pertanian lereng Utara Gunung Slamet, Jawa Tengah dan kawasan
sekitarnya, pada berbagai tanaman pertanian serta habitat yang ada.
Buku ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa
serangga penyerbuk merupakan layanan jasa ekosistem yang penting
bagi kehidupan manusia dan alam, karena sebagaian besar tanaman
penghasil sumber pangan manusia maupun sumber pakan bagi
hewan penyerbukannya dilakukan dengan bantuan serangga. Namun
demikian kenyataan tersebut belum banyak diketahui dan
perhatikan oleh para peneliti di Indonesia. Nilai penting serangga
penyerbuk di berbagai negara di dunia sejak tahun 80 an sedang
mengalami ancaman terutama dengan menurun dan menghilangnya
populasi lebah madu yang disebabkan oleh adanya fenomena
“Colony Collaps Disorder”. Gejala tersebut menyebabkan pengalihan
perhatian terhadap serangga penyerbuk liar terutama lebah liar dari
Ordo Hymenoptera, serta upaya konservasi serangga penyerbuk liar
dengan munculnya model “Agro-Enviromental Services” di Eropa.
Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar
dan mengandalkan pertanian untuk berbagai komoditas serta
berupaya untuk terus mempertahankan ketahanan panganya, sangat
bergantung pada layanan jasa ekosistem dari serangga penyerbuk.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk menyusun buku yang berisi
bagaimana strategi yang tepat untuk melindungi serangga penyerbuk
pada lahan pertanian.
Penulis menyadari bahwa buku ini masih belum sempurna dan
masih terdapat kekurangan, oleh karena itu pembaca sangat
diharapkan untuk dapat memberikan saran dan masukan untuk
penyempurnaan buku ini di masa yang akan datang.
Akhirnya penulis sangat berharap agar buku ini dapat
bermanfaat bagi para mahasiswa, peneliti maupun praktisi di
lapangan.

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | iii


Imam Widhiono

UCAPAN TERIMA KASIH


Buku ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang didanai dari
berbagai sumber terutama dari DIPA Unsoed 2009 -2013, dan dana
dari DIKTI (Foundamental Research) 2013-2015, untuk itu penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof.
Drs. Edy Yuwono, Ph.D. (Rektor Unsoed 2010-2014) dan Dr. Ir.
Ahmad Iqbal, M.Si. (Rektor Unsoed 2014-2018), Prof. Ir. Totok Agung
DH, Ph.D. (Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada
Masyarakat Unsoed 2010-2015). Terima kasih saya yang tulus juga
saya sampaikan kepada Dr. Eming Sudiana M.Si., Drs. Edy Trisucianto
M.Si. dan Setyawan Yuliatmoko, S.Si. yang telah banyak membantu
selama penulis melakukan penelitian. Penulis juga menyampaikan
terima kasih kepada Dr. Agus Suyanto, SU. selaku penelaah bidang
ilmu Entomologi dan Drs. Subandi, M.Pd. selaku penelaah tata bahasa
Indonesia.
Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada istri tercinta Endang Retnaning, anak-anak
tersayang Wiman Rizkydarajat, S.H., dan Irfan Rizkydarajat, S.Sos.
yang selalu mendorong penulis untuk mewujudkan buku ini.

Imam Widhiono

iv |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................ iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ........................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................... 1
1.2. Tujuan .................................................................................... 2
1.3. Pokok Bahasan .................................................................. 2

BAB II. PENYERBUKAN TUMBUHAN OLEH SERANGGA


2.1. Latar Belakang ................................................................... 7
2.2. Proses Penyerbukan Tumbuhan ................................ 7
2.3. Penyerbukan Oleh Serangga ......................................... 9
2.4. Modifikasi Tampilan Bunga dan Serangga
Penyerbuk ............................................................................ 9
2.5. Efektivitas Penyerbukan oleh Serangga .................. 12
2.6. Faktor lingkungan yang Mempengaruhi
Penyerbukan oleh Serangga ......................................... 13

BAB III. JENIS SERANGGA PENYERBUK


3.1. Latar Belakang ................................................................... 15
3.2. Ordo Hymenoptera ........................................................... 17
3.3. Ordo Lain sebagai Penyerbuk ..................................... 34

BAB IV. PERAN SERANGGA PENYERBUK PADA TANAMAN


PERTANIAN
4.1. Latar Belakang .................................................................... 39
4.2. Jenis Tanaman Pertanian dan Serangga
Penyerbuknya ..................................................................... 41
4.3. Dampak dari Penurunan Serangga Penyerbuk
pada Produksi Pertanian ................................................ 45
4.4. Peran Serangga Penyerbuk Dalam Konservasi
Tumbuhan ............................................................................ 46
4.5. Dampak Kepunahan Serangga Penyerbuk
Terhadap Tumbuhan Liar .............................................. 47

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | v


Imam Widhiono

BAB V. FAKTOR YANG MENYEBABKAN PENURUNAN


KERAGAMAN DAN KELIMPAHAN SERANGGA
PENYERBUK
5.1. Latar Belakang ................................................................... 49
5.2. Kerusakan dan Fragmentasi Habitat ........................ 50
5.3. Intensifikasi Pertanian.................................................... 52
5.4. Dampak Pemanasan Global Terhadap Serangga
Penyerbuk ............................................................................ 55

BAB VI. STRATEGI KONSERVASI SERANGGA PENYERBUK PADA


LAHAN PERTANIAN
6.1. Latar Belakang ................................................................... 61
6.2. Konservasi Serangga Penyerbuk pada Lahan
Pertanian .............................................................................. 63
6.3. Konservasi Serangga Penyerbuk di Luar Lahan
Pertanian. ............................................................................ 70

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 79

vi |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Spesies serangga penyerbuk yang ditemukan


pada tanaman pertanian di lereng Gunung Slamet 16

Tabel 6.1 Jenis tumbuhan liar berbunga yang dikunjungi


serangga penyerbuk pada berbagai tipe habitat 77

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | vii


Imam Widhiono

DAFTAR GAMBAR

Gambar.3.1. Apis dorsata pada bunga bunga Wedellia


cinensis (koleksi pribadi) ............................................ 19
Gambar 3.2. Apis cerana pada bunga pukul delapan
(Turnera ulmifolia) ........................................................... 20
Gambar 3.3. Trigona laeviceps pada bunga strowberi
(Fragraria x anannasa) (koleksi pribadi ) ............. 22
Gambar 3.4. Amegilla cingulata pada bunga Rubus
parviforus (koleksi pribadi) ....................................... 24
Gambar 3.5. Xylocopa latipes pada bunga tanaman buncis
Phaseolus vulgaris (koleksi pribadi) ....................... 25
Gambar 3.6. Ceratina dupla pada bunga kacang panjang
Vigna unguiculata (koleksi pribadi ) ...................... 26
Gambar 3.7. Lasioglossum malachurum pada bunga Wedelia
cinensis (koleksi pribadi) ............................................ 27
Gambar 3.8. Augochlora pura pada tumbuhan Cleome
rutidospermae (koleksi pribadi) .............................. 28
Gambar 3.9. Delta companiformepada tumbuhan Euphorbia
heterphyla (koleksi pribadi) ...................................... 29
Gambar 3.10. Polistes fuscatapada tumbuhan Acalypta indica
(koleksi pribadi ) ............................................................ 30
Gambar 3.11. Ropalidia romandi pada tumbuhan Borreria
laevicaulis (koleksi pribadi) ....................................... 31
Gambar 3.12. Megachille centuncularis pada tumbuhan
Borreria laevicaulis (koleksi pribadi) .................... 32
Gambar 3.13. Osmia spp. pada tumbuhan Hyptis capitata
(koleksi pribadi) ............................................................. 33
Gambar 3.14. Nomia melanderi pada tanaman Vigna
unguiculata (koleksi pribadi) .................................... 34
Gambar 3.15. Chrysolina polita (Chrysomelidae) pada bunga
rosella Hibiscus sabdarifa (koleksi pribadi) ........ 36

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | ix


Imam Widhiono
Gambar 3.16. Syrphidae yang bayak ditemukan sebagai
serangga penyerbuk pada lahan pertanian
(koleksi pribadi) ................................................................ 37
Gambar 6.1. a. Sarang Trigona laeviceps. b. Setup lebah
madu. c. Sarang lebah Rhopalidia sp (foto
pribadi) ................................................................................ 66
Gambar 6.2. Jenis tumbuhan liar yang dikunjungi serangga
penyerbuk. a. Borreria laevicaulis b. Euphorbia
heterophyla c. Tridax procumbers. d. Cleome
rutidospermae (koleksi pribadi) ................................. 68
Gambar 6.3. Jumlah individu serangga penyerbuk dan
hubungannya dengan jarak dari hutan pada
tanaman starawbery dan tomat di desa Serang,
Purbalingga Jawa Tengah ( Widhiono, 2014) ....... 71

x |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

H
ampir 90% dari 250.000 tumbuhan berbunga
penyerbukannya atau reproduksi seksualnya bergantung
atau dibantu oleh hewan terutama serangga (Kearns et al.,
1998). Serangga membantu mentransfer tepungsari dari antherke
stigma yang menyebabkan terjadinya pembuahan. Hubungan
tersebut sangat penting bagi kehidupan manusia melalui dua
mekanisme, yaitu penyedia bahan makanan dan keberlanjutan
keragaman hayati tumbuhan. Sebagian besar tanaman pertanian
sangat bergantung pada kehadiran serangga penyerbuk sehingga
35% sumber pangan dunia berasal dari proses penyerbukan oleh
serangga (Klein, et al., 2007).
Di alam sebenarnya tumbuhan penyedia sumber bahan pangan
utama bagi manusia adalah jenis tanaman yang penyerbukannya
dibantu oleh angin (jenis padi-padian) dan tanaman penghasil umbi,
tetapi tanaman yang penyerbukannya bergantung pada serangga
berperan penting sebagai penyedia protein nabati, makanan
berserat, vitamin A dan vitamin C, serta penyedia berbagai bahan
makanan penyeimbang. Selain itu, serangga penyerbuk menghasil-
kan produk tanaman yang dibutuhkan oleh berbagai jenis ternak.
Di benua Asia diperkirakan terdapat 1.330 tumbuhan yang 70%
penyerbukannya dibantu serangga (Roubik, 1995), sedangkan di
Eropa sekitar 85% dari 264 spesies tumbuhan yang penyerbukannya
dibantu serangga (Williams, 1994). Berbagai jenis tanaman buah dan
sayuran sangat bergantung pada kehadiran dan peran serangga
penyerbuk untuk menghasilkan buah-buahan. Pada beberapa jenis
tanaman lain, kehadiran serangga penyerbuk akan meningkatkan

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 1


Imam Widhiono
mutu dan jumlah buah yang dihasilkan (Klein, 2007).Sejumlah besar
spesies tanaman membutuhkan kehadiran serangga penyerbuk
untuk menghasilkan biji sebagai alat untuk memperbanyak diri
(Kremen et al., 2007). Oleh karena itu, serangga penyerbuk sangat
penting bagi pertanian global dan keamanan pangan manusia dunia.
Namun demikian, perhatian terhadap serangga penyerbuk di
Indonesia masih sangat kurang, baik informasi tentang keragaman
serangga penyerbuk, peranannya dalam reproduksi tanaman,
maupun upaya-upaya konservasi yang dilakukan.

1.2. Tujuan

Tujuan penulisan buku ini adalah untuk meningkatkan kompetensi


mahasiswa S1 maupun S2 yang berminat pada bidang biologi,
pertanian, perkebunan dan kehutanan serta mahasiswa yang
berminat di bidang konservasi sumber daya hayati, khususnya
serangga.

1.3. Pokok Bahasan

Untuk mencapai tujuan tersebut akan dibahas hal-hal penting terkait


dengan pokok bahasan buku ini. Pembahasan hal-hal penting
tersebut adalah sebagai berikut :

1.3.1. Peran Serangga Dalam Penyerbukan Tanaman


Penyerbukan adalah proses perpindahan tepungsari (pollen) dari
anther ke pistil atau stigmasebagai proses perkawinan (fertilisasi)
untuk menghasilkan biji sebagai alat perkembangbiakan tumbuhan.
Pembentukan biji selalu melalui proses pembentukan buah yang
dimanfaatkan oleh manusia maupun hewan, sehingga proses
penyerbukan merupakan proses yang sangat penting bukan hanya
bagi tumbuhan itu sendiri tetapi, juga bagi makhluk hidup lainnya.
Karena tumbuhan tidak dapat bergerak melakukan perkawinan
untuk melaksanakan reproduksi seksual maka tumbuhan
membutuhkan sarana bantuan dari luar untuk membantu proses
pemindahan tepungsari dari organ kelamin jantan ke stigma sebagai
organ kelamin betina.

2 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
1.3.2. Keragaman Serangga Penyerbuk.
Hampir semua ordo serangga mempunyai anggota spesies yang
berperan sebagai penyerbuk. Namun demikian, yang paling banyak
anggotanya sebagai serangga penyerbuk adalah ordo Lepidoptera,
Hymenoptera, Diptera, dan Coleoptera. Ordo Hymenoptera
merupakan kelompok yang paling banyak anggotanya sebagai
penyerbuk terutama dari kelompok lebah (Apiformes). Namun
demikian berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa berbagai
jenis lebah liar dan serangga lain bukan anggota Apiformes berperan
penting dalam penyerbukan tanaman pertanian. Widhiono dan
Sudiana (2015a) menemukan 15 spesies serangga penyerbuk dari
kelompok lebah liar (Hymenoptera), 2 spesies dari Ordo Diptera dan
1 spesies dari Ordo Coleopteradi lahan pertanian di lereng gunung
Slamet. Keragaman serangga penyerbuk pada lahan pertanian
selanjutnya akan dibahas pada bab III

1.3.3. Peran Serangga Penyerbuk Pada Tanaman Pertanian


Penyerbukan tumbuhan oleh serangga penyerbuk dapat
dikategorikan sebagai layanan jasa ekosistem yang diberikan oleh
ekosistem terhadap manusia maupun kehidupan lainnya. Serangga
penyerbuk juga dapat disebut sebagai layanan pendukung, yaitu
layanan oleh proses di dalam ekosistem yang mendukung
kesejahteraan manusia dengan cara menjaga atau meningkatkan jasa
layanan ekosistem yang lain.Dalam hal penyerbukan oleh serangga,
jasa yang diberikan adalah produksi berbagai tanaman pertanian
serta menjaga proses reproduksi tumbuhan liar di alam. Selain itu,
layanan jasa penyerbuka oleh serangga dapat juga disebut sebagai
layanan jasa pengaturan, yaitu proses layanan jasa penyerbukan oleh
serangga pada suatu ekosistem yang memberikan dampak pada
ekosistem lainya.
Secara teoretis, (Potts et al., 2010) menjelaskan bahwa penurunan
keragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk akan menyebabkan
penurunan layanan jasa penyerbukan pada tumbuhan liar.
Penurunan keragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 3


Imam Widhiono
memengaruhi tumbuhan dengan berbagai cara, antara lain yang
paling jelas adalah menurunnya jumlah buah dan biji, selanjutnya
akan memengrauhi sistem reproduksi tumbuhan, sehingga
menghasilkan keturunan yang lemah sebagai akibat terjadinya
inbreeding (Kearns et al., 1997). Pada tumbuhan yang mempunyai
kisaran yang luas terhadap kehadiran serangga penyerbuk
penurunan keragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk
dampaknya sangat kecil karena ketidakhadiran satu spesies serangga
dapat digantikan oleh kehairan serangga lain. Dampak buruk yang
terjadi adalah pada spesies tumbuhan yang mempunyai kekhususan
serangga penyerbuk, karena ketidak hadiran serangga penyerbuk
tertentu akan menyebabkan kegagalan penyerbukan tumbuhan dan
secara langsung akan menyebabkan kepunahan spesies tumbuhan
tersebut. Biasanya, proses kepunahan tersebut berhubungan dengan
serangganya karena kepunahan tumbuhan tertentu akan
menyebabkan ketiadaan sumber pakan bagi serangga sehingga
serangga tersebut ikut punah (Kearns et al., 1997, Potts et al., 2010).
Peran ekonomis dan ekologis serangga penyerbuk selanjutnya akan
dibahas pada bab IV.

1.3.4. Faktor Yang Menyebabkan Penurunan Keragaman Dan


Kelimpahan Serangga Penyerbuk Pada Lahan Pertanian
Isu tentang terjadinya penurunan keragaman dan kelimpahan
serangga penyerbuk mulai berkembang pada tahun 2006 ketika
media massa memberitakan hilangnya lebah madu (Apis
mellifera)secara misteriusyang disebabkan oleh kematian masal
(colony collaps disorder) di Amerika Serikat dan Eropa. Secara global,
serangga penyerbuk yang dikelola untuk meningkatkan
produktivitas pertanian adalah lebah madu (Apis mellifera dan Apis
cerana) karena mempunyai beberapa keuntungan antara lain a)
merupakan penyerbuk generalis sehingga mampu memnyerbuk
berbagai tanaman pertanian maupun tumbuhan liar (Widhiono dan
Sudiana, 2015b). b)jumlah anggota koloni yang sangat banyak (±
30.000 ekor), c)mampu mencari sumber pakan pada kawasan yang
luas, d)mampu berkomunikasi tentang sumber pakan dengan

4 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
anggota lain dalam koloni dan e)menghasilkan madu yang
mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Lebah madu telah banyak
diteliti dibanding jenis lebah yang lain dan terbukti mampu
meningkatkan produksi sebesar 96% tanaman pertanian, serta
ditemukan sebagai penyerbuk utama pada berbagai tanaman liar
(Widhiono dan Sudiana, 2014).
Ternyata, selain lebah madu spesies serangga penyerbuk yang lain
juga mengalami penurunan keragaman dan kelimpahannya yang
diduga disebabkan oleh berbagai faktor (Van bergen, 2013, Winfree,
et al, 2011, Potts et al, 2010). Keragaman serangga penyerbuk yang
terus menurun pada berbagai tempat di dunia disebabkan oleh
berbagai faktor yang meliputi kehilangan dan kerusakan habitat,
fragmentasi habitat, penggunaan pestisida, dan terjadinya
pemanasan global (Nicholls dan Arteri, 2012). Kondisi tersebut juga
terjadi di Indonesia sehingga mengancam ketersediaan pangan dan
ketahan pangan Indonesia. Bukti-bukti yang ada menunjukan bahwa
kekurangan serangga penyerbuk dapat menyebabkan menurunnya
mutu dan jumlah buah pada berbagai tanaman pertanian sehingga
kekurangan serangga penyerbuk pada tanaman pertanian
berdampak pada kekurangan produksi pangan.
Penyebab terjadinya penurunan keragaman dan kelimpahan
serangga penyerbuk akan dibahas pada bab V.

1.3.5. Strategi Konservasi Serangga Penyerbuk


Dampak penurunan keragaman dan kelimpahan serangga
penyerbuk yang paling buruk adalah kerugian ekonomis secara
langsung yang disebabkan oleh penurunan produksi pertanian.
Penurunan produksi pertanian akan memberikan dampak yang lebih
luas terhadap aktivitas pertanian sebagai konsekuensi rendahnya
produktivitas ekosistem pertanian yang ada (Bauer dan Wing, 2010).
Dari sisi konservasi keragaman hayati ada kekhawatiran dampak
yang terjadi akan sangat luas yang merupakan rantai ekosistem yang
panjang dimulai dari penurunan serangga penyerbuk, dinamika
populasi tumbuhan liar dan perubahan stuktur rantai makanan. Oleh

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 5


Imam Widhiono
karena itu, Indonesia yang sebagian masyarakatnya bergantung pada
sektor pertanian perlu dikenalkan cara konservasi serangga
penyerbuk pada laha pertanian. Upaya konservasi serangga
penyerbuk pada lahan pertanian dapat dilakukan dengan berbagai
cara dengan berbasis pada petani yang meliputi pengayaan
tumbuhan liar, pengelolaan lahan sekitar dan pengaturan
penggunaan pestisida. Strategi konservasi serangga penyerbuk
selanjutnya akan dibahas pada bab VI.

6 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono

PENYERBUKAN
BAB II TUMBUHAN OLEH
SERANGGA

2.1. Latar Belakang

P
enyerbukan adalah proses perpindahan tepungsari (pollen)
dari anther ke pistil atau stigma, yang merupakan proses
perkawinan (fertilisasi) untuk menghasilkan biji sebagai alat
perkembangbiakan tumbuhan. Pembentukan biji selalu
melalui proses pembentukan buah yang dimanfaatkan oleh manusia
maupun hewan, sehingga proses penyerbukan merupakan proses
yang sangat penting bukan hanya bagi tumbuhan itu sendiri, tetapi
juga bagi makhluk hidup lainnya. Karena tumbuhan tidak dapat
bergerak melakukan perkawinan untuk melaksanakan reproduksi
seksual maka tumbuhan membutuhkan sarana bantuan dari luar
untuk membantu proses pemindahan tepungsari dari organ kelamin
jantan ke stigma sebagai organ kelamin betina.

2.2. Proses Penyerbukan Tanaman

Berdasarkan asal tepungsari, tumbuhan dapat dikelompokkan


menjadi penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang. Penyerbukan
sendiri, adalah proses perpindahan tepungsari dari anther ke stigma
pada bunga yang sama. Secara genetis, penyerbukan sendiri yang
berlangsung terus menerus akan menghasilkan keturunan yang
lemah atau biasa disebut inbreeding depression.
Penyerbukan silang adalah proses penyerbukan yang tepungsarinya
berasal dari bunga lain yang secara genetis berbeda sehingga
keturunan yang dihasilkan memiliki keragaman genetik yang
luas.Individu yang memiliki keragaman genetik yang luas akan
memiliki sifat yang tahan dan kuat serta mampu beradaptasi
terhadap kondisi lingkungan yang baru. Sehingga di alam lebih
banyak ditemukan jenis tumbuhan.

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 7


Imam Widhiono
Berbagai tumbuhan mengembangkan mekanisme untuk menghindari
terjadinya penyerbukan sendiri, mekanisme tersebut meliputi
Dichogamy, Herkogamy, Self-sterility, dan Dieliny.
1) Dichogamy adalah spesies tumbuhan yang anther dan stigma
matang sexual dalam waktu yang berbeda sehingga waktu
matang sexual antara anther dan stigma tidak berkesesuaian
sehingga keberhasilan penyerbukan harus mendapatkan
tepungsari dari anther bunga lain, baik dari satu tanaman
atau tanaman lain.
2) Herkogamy adalah spesies tumbuhan yang melakukan
adaptasi struktural untuk menghindarkan terjadinya kontak
antara tepungsari dengan stigma dari bunga yang sama atau
penyerbukan sendiri. Pada bunga tipe ini, letak anther dan
stigma berada pada posisi yang tidak memungkinkan
terjadinya penyerbukan sendiri.
3) Self-sterility adalah tipe tumbuhan yang apabila terjadi
penyerbukan sendiri maka tidak akan terjadi fertilisasi atau
menghasilkan biji.Tepungsari yang mampu mencapai stigma
akan mengalami penghambatan perkembangannya. Sehingga
untuk menghasilkan buah, tumbuhan ini harus mendapatkan
tepung sari dari bunga lain.
4) Dieliny adalah tumbuhan yang mempunyai bunga bersifat
uniseksual bunga jantan dan bunga betina terpisah. Apabila
bunga jantan dan bunga betina berada pada satu tumbuhan
disebut sebagai monoceius, sedangkan apabila berada pada
tumbuhan berbeda disebut dioceius.
Sarana atau agensia dari luar yang membantu proses penyerbukan
tumbuhan terdiri atas faktor fisik ( angin dan air) dan faktor hayati
(serangga, burung, kelelawar). Dalam buku ini hanya dibahas
penyerbukan silang tumbuhan yang dibantu oleh serangga atau
disebut Entomophily (Thompson, 2001)

8 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
2.3. Penyerbukan Oleh Serangga

Proses koevolusi antara tumbuhan berbunga dengan penyerbuk


telah berlangsung jutaan tahun yang lalu. Menurut teori Spengel,
bahwa setiap pengkhususan dari anatomy dan fisiologi tumbuhan
selalu berhubungan dengan kekhususan struktur dan tingkah laku
serangga yang mengunjungi bunga untuk melakukan penyerbukan.
Dengan demikian dari 250.000 spesies tumbuhan berbunga
(Angiospermae), 70% diantaranya melakukan penyerbukan dengan
bantuan serangga dan 30% diantaranya adalah penghasil bahan
makanan bagi manusia.
Serangga penyerbuk memfasilitasi tumbuhan untuk melakukan
penyerbukan silang dengan tumbuhan lain dalam satu spesies
serangga juga mampu menyebarkan biji pada jarak yang jauh
sehingga dapat menghindarkan pemakanan biji serta menurangi
resiko serangan penyakit endemik terhadap tumbuhan. Serangga
juga mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas buah pada
tumbuhan (Thompson, 2001)
Kebanyakan spesies tumbuhan diserbuki oleh berbagai spesies
serangga. Hubungan antara type serangga dengan variasi ciri-ciri
bunga kemungkinan merupakan gambaran potensi yang sangat
penting yang menjelaskan bagaimana serangga dapat memilih suatu
bunga.. Hubungan ini menjadi sangat penting karena kebanyakan
serangga penyerbuk mempunyai variasi kelimpahan antar waktu dan
tempat sehingga mempengaruhi efektivitas penyerbukannya. Variasi
tingkat kunjungan serangga penyerbuk pada tumbuhan diduga
berhubungan dengan berbagai modifikasi tampilan bunga (warna,
bentuk, kandungan nektar) dan waktu pembungaan.

2.4. Modifikasi Tampilan Bunga Dan Serangga Penyerbuk

Variasi tingkat kunjungan serangga penyerbuk pada tumbuhan


diduga berhubungan dengan berbagai modifikasi tampilan bunga
(warna, bentuk, kandungan nektar) dan waktu pembungaan.

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 9


Imam Widhiono
2.4.1. Warna bunga
Warna bunga merupakan faktor yang sangat penting yang
membatasi serangga penyerbuk khusus untuk mengunjungi suatu
jenis bunga serta memengaruhi tingkah laku serangga penyerbuk
secara umum. Serangga penyerbuk bertanggung jawab terhadap
polimorpisme dalam populasi tumbuhan. Kupu-kupu dan lalat
cenderung menyukai bunga berwarna kuning, bombus menyukai
bunga berwarna putih. Perubahan warna bunga yang disebabkan
oleh umur juga memengaruhi tingkah laku pencarian pakan serangga
penyerbuk. Hasil penelitian Widhiono dan Sudiana (2015a) tentang
hubungan keragaman serangga penyerbuk dengan warna bunga di
lahan pertanian lereng utara Gunung Slamet ternyata menunjukkan
serangga penyerbuk, terutama spesies generalis tidak memilih warna
bunga. Serangga-serangga tersebut sebagian besar dari jenis lebah
liar (Apiformes : Hymenoptera) dari familiaApidae, Bombidae,
Meghacilidae,

2.4.2. Bau bunga


Bau bunga juga merupakan faktor yang penting sebagai penarik
serangga penyerbuk, karena serangga penyerbuk sangat tertarik
pada bau bunga. Bunga yang mekar pada malam hari mempunyai bau
bunga yang menyengat yang digunakan untuk menarik serangga dari
jarak jauh, sedangkan bunga yang mekar pada siang hari cenderung
tidak mempunyai bau yang menyengat. Bunga yang mempunyai bau
yang menyengat biasanya berkaitan dengan kandungan nektar yang
ada (Wright dan Schiestl,2009).

2.4.3. Waktu pembungaan


Kesesuaian waktu pembungaan bunga-bunga yang berukuran kecil
pada lahan yang luas berperan dalam meningkatkan pengeumpulan
energi dan penghematan waktu dan energi yang dibutuhkan oleh
serangga penyerbuk dalam pencarian pakan. Waktu pembungaan
yang sesuai pada musim bunga akan meningkatkan penyerbukan
silang karena menarik serangga penyerbuk dan meningkatkan
keberhasilan penyerbukan. Pembungaan vertikal sangat

10 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
menguntungkan bagi serangga penyerbuk dari kelompok lebah
karena jumlah nektar cenderung berkurang, tetapi konsentrasi gula
pada nektar meningkat pada bunga yang letaknya lebih tinggi. Lebah
biasanya mencari nektar dimulai dari bunga dengan posisi dibawah
dan secara bertahap naik ke bunga yang lebih tinggi letaknya (Scaven
dan Laverty, 2013).

2.4.4. Kunjungan Serangga Pada Bunga Secara Konstan (Flower


Constancy)
Flower constancy adalah tingkah laku satu serangga penyerbuk yang
membatasi kunjungan hanya pada satu jenis bunga dalam aktivitas
pencarian pakannya meskipun bunga tanaman lain banyak melimpah
(Kidoro dan Hidashi, 2010). Flower constancy merupakan tingkah
laku yang sangat penting karena akan meningkatkan efektivitas
penyerbukan bagi tumbuhan dan menghemat waktu pencarian dan
energi pakan bagi serangga penyerbuk sehingga mampu menjamin
keberlanjutan kehidupan koloninya. Kemampuan ini diduga
berhubungan dengan pengenalan bunga, penglihatan, penciuman,
dan juga daya ingat dari serangga. Flower constancy terutama
dimiliki oleh serangga penyerbuk dari kelompok lebah baik lebah
eusosial maupun lebah solitair (Gegear dan Laverty, 2001).

2.4.5. Kandungan Nektar


Nektar adalah cairan gula sebagai sumber pakan dan energi bagi
serangga penyerbuk. Kandungan nektar terdiri atas gula kompleks,
asam amino, protein, lemak, antioxidan, vitamin, alkaloid, asam
organik dan mineral. Jumlah nektar yang sedikit pada bunga
dibandingkan dengan kebutuhan, menyebabkan serangga penyerbuk
mengunjungi banyak bunga. Kondisi tersebut menyebabkan lebih
banyak terjadi penyerbukan silang pada tumbuhan. Jumlah nektar
yang terdapat pada bunga bervariasi antara 10 µg perbunga sampai
163 µg.Serangga penyerbuk sendiri membutuhkan nektar dengan
kandungan gula bervariasi antara 15%-75%. Nilai kandungan gizi
nektar berbeda bergantungpada serangga yang mengunjunginya.

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 11


Imam Widhiono
2.4.6. Kandungan Tepungsari
Tepungsari merupakan sumber pakan utama pada berbagai
serangga terutama lebah, lalat, thrips, kumbang, dan kupu-kupu.
Tepungsari mempunyai kandungan nutrisi yang sangat tinggi terdiri
atas asam amino esensial dan non esensial. Kandungan minyak pada
bagian luar tepungsari berperan dalam mengakaitkan satu
tepungsari dengan lainnya serta untuk menempel pada bagian tubuh
serangga penyerbuk. Kandungan tepungsari meliputi protein 16-
30%, 1-7% tepung, 0-15% gula, dan 3-15% lemak yang sangat
dibutuhkan oleh lebah penyerbuk (Ghazoul, 2006).

2.5. Efektivitas Penyerbukan

Efektivitas penyerbukan adalah frekwensi kunjungan suatu serangga


pada sebuah bunga, dan jumlah biji yang dihasilkan oleh kujungan
seranggatersebut, merupakan hal sangat penting dalam proses
penyerbukan tumbuhan. Menurut Menzel dan Schmida, (1993)
efektivitas penyerbukan sangat bergantung pada kelengkapan dan
karakteristik serangga penyerbuk yang meliputi : penglihatan,
penciuman , tingkah laku pencarian pakan,
2.5.1. Penglihatan
Secara umum serangga mampu melihat warna dari ultra violet (300
nm) sampai warna kuning oranye (650 nm). Lebah penyerbuk
mempunyai mata majemuk yang berbentuk bulat dengan 6300
“facets” dan sangat sensitive terhadap warna biru, kuning dan biru
kehijauan , ultraviolet dan polarisasi cahaya.
2.5.2. Penciuman
Lebah madu mempunyai kemampuan penciuman yang diperkirakan
40 kali lebih tajam dibanding manusia, dan berperan sangat penting
dalam menemukan sumber sumber pakan dan sebagai alat
komunikasi dalam sarang.

12 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
2.5.3. Tingkah Laku Pencarian Pakan
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku pencarian pakan dan
cara menentukan sumber pakan meliputi cuaca, jarak sumber pakan,
kemampuan terbang serangga dan mutu serta jumlah pakan yang
tersedia. Serangga penyerbuk mempunyai keragaman kisaran luas
pencarian pakan antara 3-12 km dan tingkat aktivitas pencarian
pakan sangat bergantung pada ketersediaan bunga.

2.6. Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Penyerbukan

Menurut (Kasper et al., 2008), faktor-faktor lingkungan yang


mempengaruhi kunjungan serangga penyerbuk pada bunga,
meliputi: ketinggian tempat, suhu, cahaya matahari, dan angin

2.6.1. Ketinggian Tempat


Ketinggian tempat mempengaruhi proses penyerbukan dan tingkah
laku pencarian pakan serangga penyerbuk. Serangga penyerbuk
banyak ditemukan menyerbuk bunga pada ketinggian tempat yang
rendah sampai sedang, dan memulai aktivitas mencari pakan lebih
awal sejalan dengan kenaikan ketinggian tempat.

2.6.2. Suhu Udara


Suhu udara sangat berpengaruh terhadap serangga penyerbuk,
karena jumlah energi yang dibutuhkan sangat bergantung pada suhu
lingkungan.Apabila suhu lingkungan turun maka energi yang
didapatkan berkurang sehingga serangga meningkatkan jumlah
bunga yang dikunjungi dan bunga harus menyiapkan jumlah energi
yang dibutuhkan serangga. Aktivitas pencarian pakan pada serangga
penyerbuk malam hari menurun sejalan dengan meningkatnya
temperatur. Lebah madu Apis cerana mampu melakukan pencarian
pakan pada suhu udara rendah dibanding Apis mellifera, aktivitas
pencarian pakan oleh lebah dapat dimulai pada suhu 8o C dan
mencapai puncak pada suhu udara antara 16-32o C.

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 13


Imam Widhiono
2.6.3. Cahaya Matahari
Aktivitas serangga penyerbuk sangat dipengaruhi oleh cahaya
matahari, baik yang mempunyai aktivitas siang hari, senja hari
maupun malam hari. Lebah madu memulai aktivitas pencarian pakan
apabila intensitas cahaya matahari mencapai 500 lux atau
dibawahnya dan akan berhenti beraktivitas ketika cahaya matahari
hanya mencapai 10 lux.Namun demikian, pada pagi hari lebah madu
memulai aktivitas pencarian pakan pada intensitas cahaya matahari
dibawah 10 lux.

2.6.4. Angin
Angin memengaruhi aktivitas pencarian pakan serangga
penyerbuk.Kecepatan angin antara 24-34 km/jam berdampak buruk
terhadap aktivitas lebah madu dalam pencarian pakan.

14 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono

BAB III JENIS SERANGGA PENYERBUK

3.1. Latar Belakang

P
ada bab ini akan dibahas serangga penyerbuk yang sangat
umum ditemukan pada lahan pertanian dan berdasar pada
berbagai hasil penelitian sangat berperan dalam bidang
pertanian,terutama pada produksi sayuran dan buah-buahan. Secara
umum serangga yang sangat berperan dalam penterbukan tanaman
pertanian terdiri atas ordo Hymenoptera (bangsa lebah dan tawon),
ordo Coleoptera (bangsa kumbang) , ordo Diptera ( bangsa lalat), dan
ordo Lepidoptera (bangsa kupu-kupu). Meskipun bangsa kupu-kupu
(Ordo Lepidoptera) banyak ditemukan tetapi tidak akan dibahas
karena perananya dalam penyerbukan tanaman pertanian relativ
kecil. Hasil penelitian yang dilakukan pada kawasan lereng Gunung
Slamet disajikan pada tabel 3.1.

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 15


Imam Widhiono

Tabel 3.1. Spesies Serangga Penyerbuk yang ditemukan pada Tanaman Pertanian di Lereng Gunung Slamet.
Jumlah Individu

Kelimpah

Spesies
Relatif
Total
Panjang

Kedelai

Straw-
Buncis
Tomat

Menti

Waluh

berry
Ordo Familia Spesies

an
Cabe

mun
Kc.
Diptera Dolichopodida Chrysosoma leupogon 38 30 0 0 0 0 0 0 68 6,15
Spaherophora scripta 0 0 0 14 0 0 0 0 14 1,27

Coleoptera Chrysonelidae Crysolina polita 0 0 11 23 8 0 0 0 42 3,80

Hymenoptera Apidae Amegilla cingulata 10 6 2 2 2 2 2 2 28 2,53


Amegilla zonata 0 0 1 15 15 0 0 15 46 4,16
Ceratina sp. 0 0 4 4 4 0 4 4 20 0,36
Nomia sp. 4 0 0 0 0 0 0 0 4 0,36
Apis cerana 14 0 41 33 43 60 36 57 284 25,68
Philanthus politus 4 0 7 0 0 5 0 0 16 1,45
Trigona 0 30 1 44 56 0 37 100 268 24,23
Apis dorsata
Megachilidae Megachile relativa 0 0 12 16 0 11 6 0 45 4,07
Lasioglossum malachurum 20 10 0 0 0 0 0 0 30 2,71
Halictidae Lasioglossum leucozonium 6 9 0 0 0 0 0 0 15 1,36
Anthophoridae Xylocopa latipes 0 5 0 7 10 29 14 0 65 5,88
Collectidae Hylaeus modestus 3 2 0 0 0 0 0 0 5 0,45
Vespidae Ropalidia fasciata 4 4 4 2 43 4 4 4 69 6,24
Ropalidia romandi 2 0 0 0 0 0 0 0 2 0,18
Polites fuscata 0 4 7 6 14 9 9 9 58 5,24
Delta companiforne 0 2 2 8 5 9 1 0 27 2,44
Sumber : Widhiono & Sudiana (2015a)

16 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
3.2. Ordo Hymenoptera

Ordo Hymenoptera atau bangsa tawon dan lebah merupakan


serangga penyerbuk utama pada tanaman pertanian. Kehadirannya
pada lahan pertanian sangat dibutuhkan dan telah banyak
dikembangkan untuk dimanfaatkan sebagai serangga penyerbuk
pada berbagai negara. Beberapa familia dari ordo ini yang penting
adalah familiaApidae, Halictidae, Vespidae dan Megachilidae.
3.2.1. Familia Apidae
Familia Apiade terdiri atas beberapa sub familia yang penting
sebagai penyerbuk yaitu sub familia Apinae, Meliponinae,
Antophorinae dan Xylocopinae. Anggota sub familia Apinae dibagi
menjadi dua kelompok utama berdasarkan type sarang yaitu bertipe
sarang terbuka dan bertipe sarang tertutup. Lebah madu bertipe
sarang terbuka terdiri atas dua spesies yaitu Apis florea dan Apis
dorsata. Lebah madu bertipe sarang tertutup terdiri atas dua spesies
yaitu Apis mellifera dan Apis cerana.
Kelompok lebah madu ( Apis spp) merupakan serangga penyerbuk
yang sangat penting pada tanaman pertanian di seluruh dunia.
Bagian-bagian tubuh serangga ini sangat termodifikasi untuk proses
penyerbukan tanamandan mempunyai kisaran tumbuhan inang yang
sangat luas sehingga lebah madu mampu menyerbuki berbagai tipe
tanaman. Lebah madu mempunyai waktu paling lama dalam
mengunjungi bunga berbagai macam tanaman dan tidak terlalu
terpengaruh oleh kondisi lingkungan dibandingkan dengan jenis
serangga yang lain. Selain itu, lebah madu juga mempunyai hubungan
yang sangat dekat dengan berbagai tanaman pertanian yang penting
dan perilaku pencarian pakan yang menyebabkan peningkatan mutu
buah, menjadikan lebah madu dianggap sebagai penyerbuk yang
paling berhasil. Nilai penting lebah madu sebagai penyerbuk juga
disebabkan oleh kebiasaan hidup secara berkoloni (eusosial)
sehingga jumlah individunya sangat banyak. Secara umum lebah
madu dikenal empat spesies utama yaitu lebah kerdil (A. florea) ,
lebah raksasa, atau lebah hutan (A. dorsata), lebah lokal (A. cerana
javana) dan lebah madu import (A. mellifera). Berdasarkan tipe

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 17


Imam Widhiono
sarang yang dibuat, lebah madu dikelompokan dalam 2 kelompok
yaitu lebah yang membuat sarang tunggal dan terbuka ( A. florea dan
A. dorsata) dan lebah yang membuat sarang lebih dari satu sisir
dengan sarang tertutup (A. cerana dan A. meliffera).
1) Sub familia Apinae
a. Apis florea Fabricius
Apis florea biasa disebut sebagai lebah kerdil karena ukurannya kecil,
merupakan slah satu lebah madu yang terdapat di Indonesia,
menyukai daerah yang panas dan kering. Sarang lebah kerdil terdiri
atas satu sisiran tunggal dan sarang biasanya di kamuflase dengan
menggantung pada cabang pohon atau herba yang ramping dan
terlindungi oleh dedaunan yang rimbun. Sarang dibuat pada cabang
pohon dengan ketinggian antara 0,3 m sampai 8 m diatas tanah
(Hepburndan Radloff, 2011). Seringkali sarang lebah kerdil juga
ditemukan pada gua tanah di lereng hutan. Spesies lebah kerdil
menggunakan zat yang lengket seperti resin(propolis) untuk
melekatkan sisiran pada cabang dan melindungi dari serangan semut
dan serangga lain. Oleh karena itu sebagian sisiran kehilangan
puncak untuk menyimpan madu sehingga madu disimpan disekitar
cabang tempat sisiran ditempelkan. Sarang dengan sisiran tunggal
berisi empat tipe sel dengan ukuran yang berbeda.Sel untuk
menyimpan madu merupakan sel paling besar dan dalam dengan
ukuran yang sama pada semua sisinya.Dibawah sel madu berisi sel
yang lebih kecil yang bersisi anakan calon lebah pekerja, dan sel
dengan ukuran sedang dan berada pada bagian paling bawah adalah
sel calon lebah pejantan. A. florea banyak tersebar di Jawa dan masih
rancu dengan A. andreniformis, dan sering dijumpai menempati
sarang lebah madu lokal tradisional (gelodok) (Widhiono, 1992). A.
florea mempunyai peran yang sangat penting dalam penyerbukan
tanaman, baik di ekosistem alam maupun ekosistem buatan.
Terutama sebagai penyerbuk tanaman yang mempunyai bunga
berukuran sedang dan besar. Namun demikian belum banyak
penelitian tentang peran lebah ini dalam penyerbukan tanaman
tertentu.

18 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
b. Apis dorsata Fabricius
Apis dorsata merupakan spesies lebah madu dengan ukuran tubuh
yang paling besar (Michener, 2000) yang menarik pada lebah ini
adalah sel ratu sel pejantan dan sel calon lebah pekerja mempunyai
ukuran dan bentuk yang sama dengan ukuran rata-rata antara 5,42 –
6,35 mm. Sarang tersusun dari satu sisiran tunggal dengan panjang
antara 1-2 m dengan lebar 0,5 m yang ditempelkan pada cabang
pohon yang besar dengan diameter cabang antara 20-40 cm supaya
dapat menahan berat sisiran. Sarang diletakan pada cabang pohon
yang tinggi dengan ketinggian 30-60 m. Sarang A. dorsata pada
umunya menggantung pada dahan pohon berjarak sekitar 20 m di
atas permukaan tanah. Satu pohon dapat dihuni paling sedikit 10
koloni (Hadisoesilo dan Kuntadi, 2007).

Gambar.3.1. Apis dorsata pada bunga bunga Wedellia cinensis


(koleksi pribadi)

A. dorsata berperan penting dalam penyerbukan berbagai tumbuhan


liar terutama di hutan. (Widhiono, 2011), menemukan kehadiran
lebah ini sebagai penyerbuk pada tumbuhan liar yang terdapat di
hutan jati, hutan alam dan lahan pertanian di dekat hutan.

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 19


Imam Widhiono
c. Apis cerana javana Fabricius
Lebah madu lokal (Apis cerana javana) tersebar di hampir semua
wilayah Indonesia, dan telah dapat dibudidayakan sejak zaman
dahulu dengan menggunakan cara yang sederhana. Budidaya lebah
madu telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat
Indonesia, khususnya yang tinggal di pedesaan dan sekitar hutan.
Mereka mengenal dengan baik tradisi budidaya lebah madu,
khususnya lebah jenis lokal (A. cerana)meskipun dalam bentuk dan
teknik budidaya yang masih sederhana. Pada tahun 1970 an lebah ini
dikembangkan dengan modernisasi sistem budidaya dengan
menggunakan stup seperti pada lebah madu A. mellifera. Struktur
sarang lebah madu lokal terdiri atas beberapa sisiran dengan rata-
rata jumlah sisiran 6 buah. Di alam lebah ini membuat sarang di
dahan pohon, gua-gua tanah dan pada lubang-lubang pohon. Secara
tradisional, lebah ini banyak dipelihara pada gelodok yang terbuat
dari kayu kelapa atau kayu randu (Widhiono, 1992). Sisiran lebah
madu terdiri atas sel yang berfungsi sebagai penyimpan madu pada
bagian paling atas.Sisiran berisi calon anakan yang dikelilingi oleh sel
berisi pollen dan sel anakan calon lebah pejantan. Lebah madu
banyak dibudidayakan masyarakat karena memberikan hasil madu
dan lilin lebah. Perbedaan perilaku lebah madu lokal dengan lebah
madu import yang terutama adalah mempunyai kecenderungan
menggerombol, melarikan diri dari sarang buatan dan migrasi yang
sering.

Gambar 3.2. Apis cerana pada bunga pukul delapan (Turneraulmifolia )

20 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
Lebah madu lokal merupakan penyerbuk utama tanaman pertanian
maupun tumbuhan liar, hal ini terbukti dari hasil penelitian yang
menunjukan dari berbagai tanaman pertanian yang diamati hampir
selalu ditemukan lebah madu lokal .Lebah madu juga terbukti
mampu meningkatkan produksi dan mutu beberapa buah tanaman
strowberi (Widhiono, dkk. 2012).

d. Lebah madu Eropa Apis mellifera Linnaeus.


Pada tahun 1970-an, diprakarsai oleh Pusat Apiari Pramuka, mulai
dikembangkan budidaya lebah madu secara modern menggunakan
jenis lebah eropa (A. mellifera) yang didatangkan dari Australia
.Dimulai dari 20 stup (kotak lebah) A. mellifera hadiah kunjungan
Presiden Soeharto ke Australia pada tahun 1974 yang diberikan
kepada Gerakan Pramuka (Soekartiko, 2009) dalam beberapa tahun
telah berkembang hingga puluhan ribu koloni dan melibatkan
ratusan peternak. Budidaya A. mellifera menduduki posisi penting
dalam kegiatan perlebahan dan produksi madu di Indonesia. Kuntadi
(2008a), mengutip data dari Direktorat Jenderal RLPS, mengatakan
bahwa A. melliferamenyumbang sekitar 25% dari total produksi
madu Indonesia yang rata-rata sebesar 4.000 ton per tahun. Wilayah
yang menjadi prioritas pengembangan usaha budidaya lebah eropa
adalah Pulau Jawa (Departemen Kehutanan, 2000a). Sampai saat ini,
basis produksi dan peng-gembalaan lebah A. melliferaterutama di
sekitar wilayah pantai utara Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa
Barat. Hal ini ber-kaitan dengan ketersediaan tanaman pakan lebah
yang cukup baik di wilayah ter-sebut dan adanya infrastruktur jalan
yang menjangkau hingga ke pelosok sesuai de-ngan keberadaan
tanaman sumber pakan itu sendiri.

2) Sub familia Meliponinae


Trigona laeviceps
Lebah Trigona laevicepsdi Jawa dikenal sebagai lanceng merupakan
serangga sosial tingkat tinggi yang hidup dalam suatu koloni dan
termasuk golongan stingless bee yaitu kelompok lebah yang tidak
bersengat. Karakter utama serangga sosial tingkat tinggi antara lain
terdapat pembagian tugas yang jelas pada masing-masing kasta dan

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 21


Imam Widhiono
adanya komunikasi diantara anggota koloni mengenai letak pakan.
Koloni lanceng terdiri atas kasta reproduktif (ratu, jantan) dan non-
reproduktif (pekerja) . Trigona umumnya membuat sarang di lubang
atau cabang pohon (Michener, 2000). Sarang Trigona dibuat dengan
mencampur lilin dan resin propolis dari tanaman. Sarang tersusun
atas brood cells (sel pemeliharaan telur, larva, pupa), sel polen dan
sel madu. Trigona adalah pencari pakan yang agresif, pakan Trigona
berupa polen sebagai sumber protein dan nektar sebagai sumber
karbohidrat. Trigona menyimpan polen di tungkai belakang dalam
keranjang khusus yang disebut corbicula.

Gambar 3.3. Trigona laeviceps pada bunga strowberi (Fragraria x


anannasa) (koleksi pribadi )

Ciri morfologi T.laeviceps adalah sengat tereduksi, ukuran tubuh 4


mm, panjang sayap ± 4 mm. Sayap depan berwarna transparan yang
hampir merata kecuali ada bagian yang sedikit lebih gelap pada
bagian apikal.
Sarang lebah lanceng biasanya berada pada lubang pada cabang
pohon, liang dalam tanah, atau pada bambu bangunan rumah. Lebah
ini sudah banyak dibudidayakan dengan menggunakan potongan
bambu sebagai sarang atau kotak kayu sederhana. Komposisi di
dalam sarang terdiri atas sel yang berbentuk telur yang terbuat dari

22 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
lilin dicampur dengan propolis, sel ini berisi makanan berupa madu
dan polen. Sel makanan tersusun disekitar sel horisontal yang berisi
anakan, ketika pupa menetas, maka individu baru masih tinggal di
dalam sarang dan melakukan pekerjaan dalam sarang. Dalam satu
koloni lebah lanceng berisi 30,000-80,000 individu. Lebah lanceng
sangat berperan dalam penyerbukan berbagai tanaman dan
tumbuhan liar hal ini terbukti dari hasil-hasil penelitian yang
menunjukan bahwa lebah lanceng dapat ditemukan pada berbagai
tanaman (Widhiono, 2012). Lebah lanceng juga telah banyak
dipergunakan sebagai serangga penyerbuk pada berbagai tanaman
terutama tanaman stowberi.

3) Sub familia Anthophorinae


Amegilla cingulata dan Amegilla zonata

Amegilla cingulata, dikenal sebagai blue banded bee, (lebah bergaris


biru) di lahan pertanian banyak ditemukan mengunjungi bunga
tanaman dan gulma. (Widhiono, 2012) menemukan lebah ini pada
tanaman tomat, mentimun, waluh, kacang panjang dan buncis,
sedangkan pada gulma ditemukan pada Rubus parviflorus, Coleus
forskohlii dan Boreria laevicaulis .
A. cingulata dan A. zonata mempunyai penampilan yang sangat jelas
dan hampir mirip antara spesies satu dengan lainnya, lebah jantan
mempunyai strip 5 buah sedangkan betina hanya 4 buah strip biru.
Lebah ini banyak ditemukan dihutan, lahan alami, lahan pertanian
dan daerah urban. A. cingulata membangun sarang tunggal tetapi
biasanya sarang berkelompok dengan sarang individu lain. Sarang
dibangun pada pinggiran sungai yang kering, atau tempat lain di
tanah, ujung saluran berupa sel yang berisi telur atau anakan yang
disediakan pakan berupa campuran pollen dan nektar untuk pakan
larvanyaLebah ini banyak ditemukan pada lahan pertanian di
Indonesia. Lebah ini masuk kedalam bunga dan menggetarkan bunga
secara kuat untuk dapat mengambil tepung sarinya, sehingga sangat
bermanfaat untuk menyerbukan tanaman yang mempunyai
tepungsari yang lengket seperti pada tanaman tomat.

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 23


Imam Widhiono

Gambar 3.4. Amegilla cingulata pada bunga Rubus parviforus


(koleksi pribadi)

4) Sub familia Xylocopniae


1. Xylocopa latipes
Lebah xylocopa, atau biasa disebut sebagai lebah tukang kayu tropis,
merupakan spesies lebah yang banyak tersebar di Asia Tenggara.
Dicirikan oleh ukuran tubuh yang besar dan kuat dan hidup
menyendiri (solitair), warna tubuh hitam mengkilap dengan sayap
berwarna metalik hijau kebiruan jika terkena cahaya matahari.
Lebah ini dikenal sebagai salah satu lebah yang besar, walaupun
tidak sebesar Megachile pluto (Megachilidae) Pada saat mencari
pakan lebah ini dicirikan dengan suara berdengung dan bertengger
pada bunga. Pada daerah perkotaan lebah ini biasa bertengger pada
salah satu type bunga setiap hari bahkan bisa dari generasi ke
generasi. Sesuai julukannya, Xylocopa membuat sarang dengan cara
membuat lubang pada kayu kering. Sesuai dengan namanya lebah ini
membuat sarang dengan melubangi kayu kering untuk memelihara

24 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
anakannya. Lebah Xylocopa telah digunakan secara komersial untuk
penyerbukan buah markisa di Filipina. Lebah ini banyak ditemukan
dilahan pertanian dan banyak sebagai penyerbuk utama pada
tanaman buncis dan kacang panjang.

Gambar 3.5. Xylocopa latipes pada bunga tanaman buncis


Phaseolus vulgaris (koleksi pribadi )

2. Ceratina dupla
Tubuh ceratina berwarna hitam berilap hijau atau biru pada bagan
clypeus, lubang pronotal dan tungkai berwarna kuning. Ceratina
dupla , jantan dan betina berukuran antara 6 sampai 8 mm, kepala
dan scutum mempunyai punctures yang berbeda. Lebah ini membuat
sarang dengan membuat lubang pada batang pohon yang patah atau
bekas terbakar, ketika kedalaman lubang telah sesuai, lebah ini mulai
mengunpulkan tepungsari dan nektar , campuran ini dimasukan dan
disimpan didalam dasar sarang. Kemudian sarang diisi telur dan
menjadi larva. Lebah ini ditemukan sebagai penyerbuk pada
beberapa tumbuhan, dan berperan dalam bidang pertanian .

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 25


Imam Widhiono

Gambar 3.6. Ceratina dupla pada bunga kacang panjang Vigna unguiculata
(koleksi pribadi )

3.2.2. Familia Halictidae


a. Lassioglossum malachurum
Merupakan lebah eusosial dengan ratu dan pekerja, namun demikian
pembagian dan pembedaan kastanya tidak sejelas pada lebah madu.
Pada awalnya sempat terjadi pembedaan taxon antara lebah ratu
dengan lebah pekerja betina yang dikira berasal dari spesies
berbeda. Ukuran tubuh kurang dari 1 mm, lebah berwarna hitam
mengkilap dengan rambut berwarna putih pada dasar segmen
abdomen. Lebah ini cenderung membuat sarang secara bergerombol
pada lokasi yang sesuai. Secara individu setiap lebah membuat
lubang pada tanah yang keras dan setiap lubang berdekatan dengan
lubang dari individu lain. Pengelompokan sarang kadang-kadang
dapat mencapai lebih dari seratus, namun demikian kelompok
sarang tersebut bukan meruapakan koloni karena setiap lubang
meruapakan koloni yang berbeda. Pakan utama lebah ini adalah
tepungsari dan nektar. Lebah L. malachurum banyak ditemukan
sebagai penyerbuk tanaman pertanian di lahan yang berdekatan
dengan hutan maupun berdekatan dengan pekarangan.

26 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono

Gambar 3.7. Lasioglossum malachurum pada bunga Wedelia cinensis


(koleksi pribadi)

b. Augochlora pura
Anggota familia Halictidae yang banyak tersebar dan berwarna hijau
metalik sehingga dikenal sebagai sweat bees.Tubuhnya berukuran kecil ,
merupakan penyerbuk generalis, sehingga mempunyai peran yang
penting dalam penyerbukan berbagai tumbuhan, lebah ini membuat
sarang dalam tanah yang kering atau pada dahan pohon yang sudah mati
dengan membuat sel untuk anakan yang diisi dengan makananan berupa
tepungsari dan nektar. Telur diletakan diatas persediaan makanan.
Augochlora pura mempunyai kebiasaan mendengung pada saat
mengunjungi bunga sehingga sangat berperan dalam penyerbukan
tanaman tomat (Winfree et al., 2008).

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 27


Imam Widhiono

Gambar 3. 8. Augochlora pura pada tumbuhan Cleome rutidospermae


(koleksi pribadi)

3.2.3. Familia Vespidae


a. Delta companiforme
Dikenal dengan tawon kemit, bukan lebah . Tawon ini stadia larvanya
merupakan parasitoid pada berbagai larva serangga lain, sedangkan
serangga dewasa mencari pakan berupa tepungsari dan nektar
sehingga sering dijumpai mengunjungi bunga. Hidup secara
menyendiri (solitair), membuat sarang dari tanah, sarang berisi larva
serangga lain yang digunakan sebagai sumber pakan bagi larvanya di
dalam sarang. Peran lebah ini dalam penyerbukan sangat kecil
karena merupakan lebah penyendiri (solitair) dan tidak
mengumpulkan tepung sari dan nektar untuk anakannya tetapi
hanya untuk diri sendiri.

28 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono

Gambar 3.9. Delta companiformepada tumbuhan Euphorbia heterphyla


(koleksi pribadi)

b. Polistes fuscata
Biasa disebut sebagai tawon kertas, warna tubuhnya coklat
kehitaman, dengan ukuran sedang (panjang tubuh 3 cm), dicirikan
dengan adanya pinggang diikuti oleh segmen abdomen pertama
yang melebar dan bergabung dengan segmen abdomen berikutnya.
Sarang terdiri atas sisiran tunggal berbentuk melingkar dan
bergabung pada bagian ujungnya bentuknya menyerupai jamur,
bahan pembuat sarang menyerupai kertas. Peran dalam
penyerbukan Polites banyak ditemukan mengunjungi bunga
tanaman dalam mencari pakan untuk kebutuhan sendiri.

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 29


Imam Widhiono

Gambar 3.10. Polistes fuscatapada tumbuhan Acalypta indica


(koleksi pribadi )

c. Ropalidia romandi
Ukuran tubuh Ropalidia romandi biasanya lebih kecil dibanding
Polites, warna tubuh coklat dengan kombinasi kuning (Gambar 3.11),
segmen pertama dibelakang pinggang biasanya lebih ramping dan
tampak lebih pipih dibanding segmen berikutnya. Membuat sarang
dari beberapa sisiran yang bergabung dan ditutup oleh bahan sperti
kertas.

30 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono

Gambar 3.11. Ropalidia romandi pada tumbuhan Borreria laevicaulis


(koleksi pribadi)

3.2.4. Familia Megachilidae


a. Megachile centuncularis
Megachile centuncularis atau lebah pemotong daun karena dalam
membuat sarang menggunakan bahan dari potongan daun,
merupakan lebah penyendiri (solitair). Berwarna keabu2 an dan
banyak ditemukan di hutan. Sarang terdapat pada lubang pohon.
Menyukai bunga tanaman Leguminoceae. Dan sangat aktiv pada siang
hari. Peran dlam penyerbukan Lebah ini banyak ditemukan pada
tanaman pertanian di sekitar hutan.

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 31


Imam Widhiono

Gambar 3.12. Megachille centuncularis pada tumbuhan Borreria laevicaulis


(koleksi pribadi)

b. Osmia spp.
Lebah ini membuat sarang berupa lubang di tanah, biasanya hidup
berkelompok sehingga sarang diletakan pada lokasi yang sama.
Seringkali lebah ini tidak menggali sarang sendiri tetapi
menggunakan lubang yang sudah ada. Ukuran tubuh berkisar antara
1 cm berwarna hitam keabu-abuan. Lebah osmia biasa disebut
“mason bees” atau lebah tukang batu, karena aktivitas pembuatan
sarangnya dengan mengeluarkan material berupa lumpur dan kerikil
kecil. Dalam satu sarang terdapat maksimal 11 telur yang diletakan
dalam sel dan calon lebah jantan diletakan dekat pintu masuk. Lebah
ini ditemukan pada beberapa tanaman pertanian dan gulma pada
lahan dekat dengan sumber air.

32 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono

Gambar 3.13. Osmia spp. pada tumbuhan Hyptis capitata (koleksi pribadi)

c. Nomia melanderi
Merupakan lebah penyendiri (solitair), berwarna hitam metalik
dengan kombinasi abu-abu melingkar pada segmen abdomen
(gambar). Ukuran tubuh kecil (< 1 cm). Biasanya banyak terdapat
pada daerah dengan tanah yang lembab, sarang banyak terdapat di
dekat mata air. Sarang tunggal tetapi mengelompok dari beberapa
individu. Nomia melanderi banyak ditemukan sebagai penyerbuk
tanaman bawang, semanggi, mint, dan seledri

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 33


Imam Widhiono

Gambar 3.14. Nomia melanderi pada tanaman Vigna unguiculata


(koleksi pribadi)

3.3. Ordo Lain Sebagai Penyerbuk

3.3.1. Ordo Coleoptera

Anggota dari ordo Coleoptera (bangsa kumbang) banyak yang


sumber pakannya nektar dan tepungsari, sehingga teradaptasi
perilaku lebah. Namun demikian beberapa spesies kumbang selain
makan nektar dan tepung sari juga memakan bagian lain dari
tanaman sehingga sering dianggap sebagai hama. Bangsa kumbang
tertarik terhadap bunga yang mempunyai bau yang menyengat,
berasa manis, apak dan pengap, bunga berwarna pucat, tangkai putik
berwarna kusam, ruang bunga tertutup dan pada saat mekar bunga
terasa hangat. Bangsa kumbang yang diduga mempunyai peranan
penting dalam penyerbukan tanaman terutama berasal dari familia
Scarabaeidae, Mordellidae, Curculionidae and Cerambycidae, namun
demikian kumbang merupakan penyerbuk tanaman yang tidak

34 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
spesifik, karena mengunjungi berbagai jenis tanaman. (Corlet, 2004).
Salah satu familia yang penting sebagai penyerbuk tanaman dari
familia Palmaceae adalah Curculionidae (Bardford et al., 2011), salah
satunya ditemukan sebagai penyerbuk utama pada tanaman salak
(Salacca edulis) di Jawa.
Namun demikian yang paling terkenal dan berperan sangat penting
dalam bidang pertanian adalah Elaeidobius kamerunicus. Yang
merupakan penyerbuk pada tanaman kelapa sawit. Penyerbukan
kelapa sawit terjadi melalui mekanisme yang disebut dengan
penyerbukan silang (cross pollination) yang dilakukan terutama oleh
kumbang introduksi Elaeidobius kamerunicus (Curculionidae).
Kumbang E. kamerunicus memiliki kemampuan menyerbuk bunga
kelapa sawit yang paling baik daripada jenis penyerbuk lainnya,
karena bentuk, struktur dan ukuran tubuhnya cocok dengan ukuran
dan struktur bunga kelapa sawit, didukung populasi yang tinggi
karena perkembangbiakannya pada bunga kelapa sawit jantan dan
memiliki perilaku yang mendukung fungsinya sebagai penyerbuk
spesialis pada kelapa sawit. Kumbang ini mulai dikembangkan di
Malaysia sejak 1981 dan diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1982.
(Kahono et al.,2012).

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 35


Imam Widhiono

Gambar 3.15. Chrysolina polita (Chrysomelidae) pada bunga rosella


Hibiscus sabdarifa (koleksi pribadi)

3.3.2. Ordo Diptera


Kurang lebih 25 familia dari Ordo Diptera telah ditemukan
mengunjungi bunga berbagai tumbuhan di daerah “Oriental Region”
atau “Indo-Malayan” namun demikian yang mempunyai fungsi
sebaga serangga penyerbuk terutama dari familia : Ceratopogonidae,
Syrphidae,Drosophilidae, Muscidae, Calliphoridae, Sarcophagidae
and Tachinidae. Serangga dewasa dari ordo Diptera umumnya makan
bahan makanan dalam bentuk cairan hal ini terbukti dengan adanya
adaptasi alat mulut sebagai penghisap. Berbagai spesies lalat mampu
menghisap partikel padat seperti tepung sari yang di larutkan dalam
ludah. Bangsa lalat merupakan penyerbuk utama dan mempunyai
peranan yang sangat penting setelah ordo Hymenoptera terutama
pada tanaman pertanian dan tumbuhan berbunga yang masuk
kelompok tumbuhan sederhana di daerah sub tropis. Kebanyakan

36 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
familia bangsa lalat mengunjungi bunga yang terbuka dengan nektar
yang mudah dijangkau karena mempunyai probocis yang pendek,
sedangkan familia dengan probocis yang panjang dijumpai familia,
Bombyliidae, Empididae,Tabanidae, Nemestrinidae dan Syrphidae
(Houston dan Ladd, 2002)

Gambar 3.16. Syrphidae yang bayak ditemukan sebagai serangga


penyerbuk pada lahan pertanian (koleksi pribadi).

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 37


Imam Widhiono

BAB IV PERAN SERANGGA PENYERBUK


PADA TANAMAN PERTANIAN

4.1. Latar Belakang

Penyerbukan yang dibantu oleh serangga menyumbang lebih dari


90% reproduksi sexual dari kurang lebih 250.000 spesies tumbuhan
berbunga (Kearns et al., 1998). Hubungan tersebut sangat
mempengaruhi kehidupan umat manusia melalui perannya dalam
mempertahankan keberlanjutan keragaman hayati yang mendukung
integritas ekosistem darat. Peran penyerbukan oleh serangga secara
langsung bagi manusia adalah keberlanjutan ketersediaan pangan,
karena hampir sebagian besar tamanan pertanian dalam
menghasilkan buah dan biji tergantung pada penyerbukan oleh
serangga.
Serangga penyerbuk berperan penting dalam hampir semua
ekosistem darat serta menggambarkan suatu kunci layanan jasa
ekositem yang sangat penting untuk menjaga produktivitas tanaman
pertanian. Kurang lebih sepertiga dari bahan pangan yang dimakan
manusia langsung maupun tidak langsung produksinya bergantung
pada serangga penyerbuk (Kluser dan Peduzzi, 2007). Walaupun
volume produksi dari 115 tanaman pertanian utama hanya mencapai
35% dari total produksi tanaman pertanian, jumlah tanaman yang
penyerbukannya bergantung serangga pada berbagai tingkatan
mencapai jumlah 87 spesies. Menurut (Kearns et al., 1998) di daerah
tropis tumbuhan yang jumlah dan mutu buahnya meningkat jika
penyerbukanya dibantu serangga berkisar antara 70% dari 1330.
Berdasar data dari 200 negara, hampir 75% tanaman pertanian yang
penting secara global sangat bergantung terhadap serangga
penyerbuk pada berbagai tingkatan. (Klein et al., 2007). Tanaman

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 39


Imam Widhiono
pertanian yang produksinya bergantung pada serangga
dikelompokan sebagai penghasil pangan khusus atau minoritas.
Namun demikian kelompok ini tidak boleh diabaikan. Jika
diperhatikan, keragaman tanaman pertanian sumber pangan,
sebagian besar penyerbukannya bergantung pada serangga pada
berbagai tingkatan mulai dari hanya meningkatkan mutu dan
produksi buah sampai sangat penting untuk reproduksi (Klein et al.,
2007).
(Klein et al., 2007) membagi proporsi tanaman pertanian global yang
dibutuhkan manusia yang produksinya bergantung pada penyerbuk
untuk menghasilkan buah dan untuk menghasilkan biji yaitu :
1) 20% tanaman pertanian akan meningkat produski buahnya
ketika penyerbukannya dilakukan oleh serangga, dan
2) 15% tanaman pertanian akan meningkat produski bijinya
ketika penyerbukannya dilakukan oleh serangga.
Berdasarkan tingkat ketergantungannya, maka 92 tanaman dari 108
spesies tanaman pertanian akan meningkat produksinya jika
kunjungan serangga penyerbuk meningkat.
(Klein et al., 2007) membuat klasifikasi sitem ketergantungan
tanaman terhadap serangga penyerbuk yaitu :
1) Penting, jika produksi menurun hingga ≥90% jika tidak ada
penyerbuk , ada sebanyak 13 spesies tanaman pertanian,
2) Besar, jika produksi menurun antara 40% hingga 90%, ada
30 spesies tanaman pertanian,
3) Sedang, jika produski menurun antara 10% hingga 40%, ada
27 spesies tanaman pertanian,
4) Kecil, jika produksi menurun antara 0% hingga 10%, ada 21
spesies tanaman pertanian.
Jika dilihat mutu kandungan nutrisi produk tanaman yang
penyerbukannya bergantung serangga, maka dari 150 tanaman
pertanian, sebagian besar produksi tanaman tersebut mengandung
berbagai kandungan nutrisi yang sangat dibutuhkan manusia seperti
lemak, vitamin dan mineral yang berfungsi untuk mempertahankan
kekurangan nutrisi pada pangan manusia.

40 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
4.2. Jenis Tanaman Pertanian Dan Serangga Penyerbuknya.

Hasil penelitian Widhiono dkk. (2011) menunjukan bahwa 8 jenis


tanaman pertanian utama di lereng Gunung Slamet ditemukan antara
5-20 spesies serangga penyerbuk. Tanaman tetrsebut dan serangga
penyerbuknya adalah :

4.2.1. Tanaman Strowberi ( Fragaria x annanasa)


Produksi strawberi (Fragaria x annanasa) sebagai tanaman
penghasil buah sangat bergantung pada keberhasilan proses
penyerbukan (Roselino et al., 2009), karena tanaman strowberi
mempunyai bunga jantan dan betina yang matang tidak bersamaan
sehingga tidak mampu melakukan penyerbukan sendiri. Selain itu
bunga strawberry miskin tepungsari sehingga tidak menarik
serangga untuk berkunjung. Hasil penelitian (Widhiono, dkk., 2012)
dengan menggunakan lebah madu lokal (Apis cerana javana dan
Trigona laeviceps), pada tanaman strawberry varietas Oso Grande di
desa Serang, Kabupaten Purbalingga menunjukan peningkatan
produksi buah masing-masing sebesar 37% untuk A.cerana dan
16,6% untuk T. laeviceps. Partap (2006) menemukan peningkatan
produksi buah strawberry sebesar 46% pada tanaman yang
penyerbukannya dibantu A. cerana. (Albano et al., 2009) juga
menemukan peningkatan keberhasilan pembuahan tanaman
strowberi sebesar 33 % pada tanaman yang penyerbukannya
dibantu oleh serangga penyerbuk dibandingkan dengan tanaman
yang melakukan penyerbukan sendiri. Hasil penelitian terbaru yang
dilakukan oleh (Klatt et al., 2014) menunjukan bahwa kehadiran
lebah penyerbuk pada tanaman strawberry meningkatkan mutu,
umur buah, dan nilai ekonomis buah strowberi.

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 41


Imam Widhiono
4.2.2. Tanaman Cabai (Capsium annuum)
Bunga tanaman cabai (Capsium annuum ), seperti kebanyakan
tanaman dari familia Solanaceae, menggantung pada pangkal daun
berwarna putih mempunyai 5-7 stamen (Winfree et al., 2008),
anthers berbentuk tabung dan dapat terlihat apabila terbuka.
Menurut Delaplane dan Mayer, (2000) bunga cabai walaupun
menghasilkan nektar dan tepungsari tetapi tidak menarik serangga
penyerbuk karena tanaman cabai merupakan tanaman yang
menyerbuk sendiri, namun demikian data dilapangan menunjukan
bahwa penyerbukan silang tanaman ini berkisar antara 7%-91%,
sehingga tanaman ini dianggap sebagai menyerbukan sendiri secara
semu. Penyerbukan silang yang terjadi dapat berlangsung dengan
bantuan serangga penyerbuk Di lereng Gunung Slamet, bunga
tanaman cabai dikunjungi oleh 9 spesies serangga penyerbuk .Hasil
ini sejalan dengan hasil penelitian Raw (2000) di Central Brazil
menunjukan bahwa bunga cabai dikunjungi oleh 16 spesies lebah liar
antara lain Hylaeus sp. dan Bombus, sp. Hasil ini menunjukan bahwa
meskipun secara teoritis bunga cabai tidak menarik serangga
penyerbuk tetapi pada kenyataanya banyak serangga penyerbuk
yang mengunjungi bunga tanaman cabai. Kehadiran serangga
penyerbuk akan meningkatkan mutu buah dan mengurangi
kegagalan pembentukan buah (de Cruz et al., 2005).

4.2.3. Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis)


Tanaman kacang panjang (Vigna sinencis) mempunyai bunga
berwarna ungu. Di lahan pertanian di lereng utara Gunung Slamet
tanaman iniditemukan dikunjungi oleh duabelas spesies serangga
penyerbuk yang sebagian besar merupakan lebah yang mempunyai
ukuran tubuh lebih besar daripada lebah madu lokal seperti
Xylocopa sp, Megachille sp, Amegilla sp dan Hylaeus sp. Kwapong et
al., (2013) menemukan serangga penyerbuk bunga tanaman kacang
panjang yang terdiri atas : Xylocopa varipes, X. olivacea, X. unilator,
Amegilla calens, A. Astrocincus, (Apidae), Meghacile erynera
(Meghacilidae), dan Nomia chandlery (Halictidae). Spesies

42 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
Xylocopaspsangat berperan dalam penyerbukan dan pembentukan
buah kacang panjang, bunga yang dikunjungi oleh serangga
penyerbuk mempunyai ukuran yang lebih panjang dan jumlah biji
yang lebih banyak (Aouar-Sadli et al, 2008, Kingha et al, 2012.).

4.2.4. Tanaman Buncis ( Paseolus vulgaris)


Tanaman buncis (Phaseolus vulgaris) mempunyai bunga
berwarna yang walaupun berwarna ungu, di lereng Utara Gunung
Slamet tanaman ini dikunjungi oleh sepuluh spesies serangga
penyerbuk. Bunga tanaman buncis beersifat autogami yaitu mampu
menyerbuk sendiri. Namun demikian penyerbukan silang sengan
bantuan serangga penyerbuk akan meningkatkan mutu dan produksi
polong. Kasina et al., (2009) dalam penelitianya di Kenya
menemukan bahwa spesies lebah Xylocopa ( X. olivacea dan X. calens)
merupakan penyerbuk utama tanamn buncis. Bunga tanaman buncis
yang dikunjungi oleh lebah tersebut akan menghasilkan polong yang
lebih panjang dan lebih berat.

4.2.5. Tanaman Kedelai ( Glycine max)


Tanaman kedelai (Glycine max) merupakan tanaman
autogamic, yaitu bunga tanaman yang mampu menyerbuk sendiri
pada beberapa varietas, tetapi varietas yang lain harus menerima
tepungsari dari tanaman lain. Bunga tanaman kedelai mempunyai
struktur yang manarik kehadiran serangga penyerbuk untuk
mengambil tepung sari dan meningkatkan penyerbukan. Widhiono,
dan Sudiana(2015c) menemukan bunga tanaman kedelai yang
berwarna putih dikunjungi oleh: Amegilla cingulata, Ceratina sp, Apis
cerana, Trigona, Megachile realtiva, Xylocopa laticeps, Ropalidia
fasciata, Polites fuscata dan Delta companiforme. Chiari et al. (2005)
dalam penenltiannya menggunakan lebah madu (A. mellifera)
menemukan bahwa, tanaman kedelai yang penyerbukanya dibantu
oleh lebah madu, produksi polong dan bijinya meningkat masing-
masing sebesar 61,38% untuk polong dan 58,86% untuk bijinya.

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 43


Imam Widhiono
4.2.6. Tanaman Tomat (Lycopresicum esculentum)
Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum) (Vegara dan
Buendia, 2012), bunga berwarna kuning cerah dikunjungi oleh 10
spesies serangga penyerbuk, bunga tanaman tomat tidak
menghasilkan nektar, dan pelepasan serbuk sari dari anther
memerlukan “sonication” atau getaran. Serangga penyerbuk pada
bunga tomat didominasi oleh lebah liar yaitu sebanyak delapan
spesies, satu spesies lebah tidak bersengat dan satu dari lalat. Bunga
tanaman tomat umumnya dikunjungi oleh Bombus and Lassioglossum
(Teppner, 2005) yaitu jenis lebah yang mampu melakukan getaran
pada bunga. Di Brasil bunga tomat dikunjungi oleh lebah dari familia
Andreidae, Apidae, Collectidae, Halictidae and Megachilidae yang
mampu melakukan sonication pada bunga tomat (Harter et al., 2002).
Hoogendon et al., (2006) menyatakan bahwa lebah liar Amegilla sp
(Hymenoptera, Anthoporidae) merupakan penyerbuk bunga tomat
yang efektif. Silva-Neto et al., (2013) menyatakan bahwa kehadiran
serangga penyerbuk pada tanaman tomat, terutama serangga yang
mampu melakukan getaran akan meningkatan keberhasilan tepung
sari mencapai anther sehingga akan meningkatkan keberhasilan
pembuahan dan jumlah biji pada buah. Kualitas dan kuantitas buah
yang dihasilkan meningkat sejalan dengan peningkatan kedatangan
serangga penyerbuk (Greenleaf dan Kremen 2006).

4.2.7. Tanaman Mentimun ( Cucumis sativus)


Mentimun (Cucumis sativus) (Dos Santoset al., 2008),
berwarna kuning cerah dan berbentuk terompet dan
penyerbukannya sangat memerlukan bantuan serangga. Pada lahan
pertanian di lereng Gunung Slamet tanaman ini ditemukan
dikunjungi oleh sebelas spesies serangga penyerbuk. Di Filipina,
bunga tanaman mentimun umumnya dikunjungi oleh Xylocopa
chlorina, Xylocopa philippinensis, Megachile atrata dan Apis dorsata.
(Cervanica dan Bergonia, 1993). Selain jenis lebah tersebut, Dos
Santos et al., (2008) menemukan lebah tidak bersengat dari sub
familia Meliponini merupakan penyerbuk tanaman mentimun yang
sangat efektiv sebagai alternatif pengganti lebah madu Apis mellifera.

44 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
4.2.8. Tanaman Waluh ( Cucumis pepo)
Tanaman waluh (Cucurbita pepo) (Nicodemo, et al, 2009),
merupakan tanaman yang penyerbukannya sangat membutuhkan
bantuan serangga untuk mentransfer tepung sari dari stamen ke
pistil. Bunga tanaman waluh berwarna kuning cerah dan berukuran
besar di lahan pertanian di lereng Utara Gunung Slamet tanaman ini
ditemukan dikunjungi oleh delapan spesies serangga penyerbuk.
Serangga penyerbuk pada tanaman waluh umunya serangga yang
berukuran besar dan terutama adalah spesies Peponapis pruinosa . Di
berbagai negara yang budidaya tanaman waluh menjadi komoditas
penting sebagai pakan ternak maupun sumber energi, ditemukan
bahwa rendahnya produktivitas buan waluh disebabkan oleh
rendahnya jumlah kunjungan serangga penyerbuk terutama lebah
madu (Walters dan Taylor 2006). Bunga tanaman waluh yang tidak
dikunjungi oleh lebah madu tidak mampu menghasilkan buah, atau
produksi buahnya hany mampu meancapai 32% dibanding dengan
tanaman yang dikunjungi oleh lebah madu (Vidalet al., 2010).
Nicodemo et al.,(2009) menemukan bahwa produksi buah
maksimum yang dihasilkan oleh tanaman waluh terjadi apabila satu
bunga betina dikunjungi oleh lebah madu sebanyak 16 kali, karena
untuk menghasilkan buah waluh yang kualitasnya baik satu bunga
membutuhkan sekurang-kurangnya 1500 - 2000 butir tepung sari.

4.3. Dampak Dari Penurunan Serangga Penyerbuk Pada


Produksi Pertanian.

Serangga penyerbuk, khususnya lebah sangat dibutuhkan


oleh 75% tanaman pertanian yang dibutuhkan oleh manusia
diseluruh dunia, terutama tanaman buah. Produksi buah dan
sayuran, sangat rentan terhadap penurunan lebah budidaya maupun
lebah liar. Perkembangan budidaya pertanian dengan tanaman yang
bergantung serangga penyerbuk terus meningkat sejak tahun 1961,
untuk mencukupi kebutuhan penyerbukan di beberapa negara maju
dikenal penyewaan lebah madu untuk jasa penyerbukan tanaman
dan peningkatan pemanfaatan lebah liar yang merupakan komponen
penting dalam produksi pertanian. (Kleinet al., 2007). Walaupun

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 45


Imam Widhiono
nilai penting serangga penyerbuk dalam produksi pertanian sangta
jelas, namun belum banyak informasi tentang keragaman,
kelimpahan dan komposisi serangga penyerbuk yang dapat
meningkatan produksi dan kualitas produk. Widhiono dkk (2012)
menguji kelimpahan lebah madu (Apis cerana dan Trigona laeviceps)
terhadap peningkatan produksi buah strawberry menunjukan bahwa
peningkatan kelimpahan kedua jenis lebah tersebut dapat
meningkatan produksi dan kualitas buah strawberry.

4.4. Peran Serangga Penyerbuk Dalam Konservasi Tumbuhan

Penyerbuk menyediakan layananan jasa ekosistem yang


sangat penting yaitu membantu penyerbukan 240.000 lebih
tumbuhan berbunga yang sudah dikenal baik tanaman budidaya
maupun tumbuhan liar. Peran serangga penyerbuk adalah dalam
aktivitas pencarian pakan, serangga secara tidak sengaja
memindahkan tepung sari dari anther ke stigma yang merupakanp
proses penyerbukan. Hasil akhir penyerbukan adalah biji tanaman
yang merupakan alat untuk memperbanyak keturunan atau
kelangsungan hidup suatu jenis tumbuhan.
Peran serangga penyerbuk dalam penyerbukan tumbuhan
liar terjadi dan sangat dibutuhkan oleh tumbuhan yang tidak mampu
menyerbuk sendiri, tetapi juga sangat penting bagi tumbuhan yang
mampu menyerbuk sendiri. Karena adanya serangga penyerbuk
memungkinkan terjadinya penyerbukan silang yang secara genetik
dan ekologi sangat penting dalam keberlangsungan sistem ekologi di
daratan. Penyerbukan silang akan menghasilkan keragaman genetik
yang lebih luas dibanding penyerbukan sendiri (inbreeding) sehingga
keturunan yang dihasilkan lebih tahan terhadap kondisi lingkungan
dan mampu mempertahanakan keberlanjutan keberadaan suatu
spesies tumbuhan di muka bumi.
Keragaman tumbuhan pada suatu ekosistem darat akan
menjamin keberlangsungan fungsi ekologis dari suatu ekosistem
sehingga keberlangsungan kehidupan dapat terjamin. Mengingat
serangga penyerbuk juga berperan dalam penyerbukan tumbuhan

46 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
liar yang kebeeradaanya sangat banyak di alam maka ketidak
hadiran serangga penyerbuk, terutama serangga penyerbuk spesialis
akan menyebabkan kepunahan tumbuhan. (Kevan dan Phillips,
2007)

4.5. Dampak Kepunahan Serangga Penyerbuk Terhadap


Tumbuhan Liar

Penurunan keragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk


dapat menyebabkan penurunan layanan jasa penyerbukan pada
tumbuhan liar, dan selanjutnya akan menurunkan populasi
tumbuhan liar yang penyerbukanya bergantung pada serangga.
Dampak sebaliknya dari penurunan tumbuhan liar akan menyebakan
penurunan serangga penyerbuk. Hampir 80% tumbuhan liar
pembentukan buah dan bijinya dan sekitar 62%-73% tumbuhan
yang diteliti mengalami keterbatasan penyerbukan minimal pada
suatu waktu tertentu, tergantung pada lokasi dan musimnya.
Tumbuhan yang penyerbukan silangnya sepenuhnya
bergantung pada serangga sangat peka terhadap penurunan
keragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk, dan biasanya
penurunan populasi tumbuhan tersebut paralel dengan penurunan
keragaman serangga penyerbuknya.hal ini diduga karena adanya
keterbatasan polen. Hasil penelitian terjadinya metapopulasi pada 89
spesies tumbuhan liar sebagian besar terjadi karena adanya
fragmentasi habitat yang menyebabkan ketidaksesuaian reproduksi
karena keterbatas polen yang terjadi karena adanya isolasi habitat.
Spesies tumbuhan liar yang paling berisiko mengalami
kepunahan adalah tumbuhan yang membutuhkan serangga
penyerbuk khusus (spesialis). Namun demikian, Bukti terjadinya
kepunahan masih sangat jarang, mungkin karena adanya mekanisme
ketahanan yang dibangun pada berbagai jejaring hubungan antara
tumbuhan dengan serangga penyerbuk yang menyediakan fasilitas
pertahanan yang disebabkan oleh hilangnya serangga penyerbuk.

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 47


Imam Widhiono
Umumnya hubungan tumbuhan dengan serangga penyerbuk
merupakan hubungan asimetri dan biasanya tersarang, dengan inti
sarang adalah spesies generalis yang memegang peranan kunci,
spesies penyerbuk spesialis bergantung pada tumbuhan yang
bersifat generalis, sebaliknya spesies tumbuhan spesialis bergantung
pada spesies serangga penyerbuk spesialis.
Spesies generalis umumnya tahan terhadap perubahan
dibanding spesies spesialis, karena mungkin merupakan bagian
keberlanjutan dari struktur jejaring dalam perubahan kondisi
lingkungan, namun demikian tetap saja spesies generalis dalam
bahaya kepunahan.Hal ini ditunjukan dengan adanya kepunahan
lokal lebah madu yang merupakan spesies super generalis yang
disebabkan oleh penyakit. Kepunahan lebah madu secara lokal dapat
menyebabkann kepunahan berbagai spesies tumbuhan.
Pola jejaring asimetris dan tersarang sangat tersebar dan
tidak bergantung pada komposisi komunitas , lokasi geografis dan
faktor-faktor lain . model jejaring asimetrik diduga mempunyai
ketahanan yang tinggi sehinga mereka tahan terhadap kehilangan
spesies dan hubungannya. Namun demikian , perubahan lingkungan
global yang terus terjadi akan mempengaruhi bukan saja terhadap
kehadiran suatu spesies, tetapi juga hubungan antar spesies dan jalur
hubunganya. Sehingga tetap saja membahayakan jejaring hubungan
antara tumbuhan dengan serangga penyerbuk, meskipun
mempunyai struktur ketahanan. (Kevan dan Phillip, 2007).

48 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono

FAKTOR YANG MENYEBABKAN


BAB V PENURUNAN KERAGAMAN DAN
KELIMPAHAN SERANGGA PENYERBUK

5.1. Latar Belakang

Penurunan keragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk


khususnya pada lahan pertanian telah terjadi pada berbagai belahan
dunia, termasuk di Indonesia. Penyebab penurunan keragaman dan
kelimpahan serangga penyerbuk berkaitan dengan aktivitas manusia
yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur bentang alam
terutama oleh perluasan lahan pertanian modern ( Pottset al., 2010).
Perubahan struktur bentang alam meliputi terjadinya kerusakan
habitat,fragmentasi habitat, dan kehilangan habitat. Fragmentasi
habitat digambarkan sebagai penyebaran petak lahan yang sesuai
sebagai habitat serangga penyerbuk dikelilingi oleh petak yang tidak
sesuai sebagai habitat serangga penyerbuk dengan berbagai tingkat
permeabilitas. Fragmentasi tidak hanya diartikan sebagi isolasi petak
habitat, tetapi juga dapat diartikan sebagai suatu habitat terpotong-
potong menjadi bagian kecil yang disebabkan oleh adanya aktivitas
manusia sehingga hubungan antara satu petak dengan petak lainnya
hilang.
Distribusi dan dinamika populasi serangga penyerbuk dipengaruhi
oleh berbagai faktor yang terkait fragmentasi. Pada kondisi alami
petak habitat dipisahkan oleh tumbuhan liar, pohon dan semak
belukar yang merupakan sumber pakan serangga penyerbuk, tempat
bersarang, serta tumbuhan pakan stadia pradewasa. Adapaun pada
habitat buatan habitat sering kali terisolasi oleh matrik habitat yang
berbeda atau adanya habitat dengan tanaman seragam (sistem
monokultur) dan pemanfaatan insektisida secara berlebihan. Faktor

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 49


Imam Widhiono
lain yang melanda dunia saat ini adalah terjadinya pemanasan
global. Secara garis besar faktor-faktor yang memengaruhi
keragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk adalah :
1) Fragmentasi dan kehilangan habitat
2) Intensifikasi lahan pertanian
3) Pemanasan Global

5.2. Kerusakan Dan Fragmentasi Habitat

Kerusakan dan fragmentasi habitat merupakan penyebab utama


terjadinya penurunan keragaman serangga penyerbuk pada lahan
pertanian, karena akan menganggu interaksi mutualistik antara
tanaman dengan proses penyerbukan di .dalam ekosistem. Sistem
penyerbukan alami dikarakterisasikan dengan adanya berbagai tipe
bunga yang mampu memberikan kebutuhan pakan serangga
penyerbuk sehingga akan menarik penyerbuk jenis tertentu. Jenis
bunga yang berbeda fenologinya akan menarik berbagai serangga
penyerbuk sehingga meningkatkan hubungan mutualisme diantara
keduanya. Proses penyerbukan merupakan suatu proses yang
kompleks (Hegland et al., 2009, dan Memmott et al., 2004), dan
membutuhkan fungsi yang efektiv dari tiga komponen ekosistem
yaitu : kepadatan tumbuhan, kepadatan serangga penyerbuk dan
tingkah laku serangga penyerbuk, serta interaksi di dalam skala
ruang.
Interaksi di dalam skala yang meliputi : di dalam skala tumbuhan itu
sendiri, di dalam suatu petak maupun di dalam bentang alam.
Kerusakan dan fragmentasi habitat akan menyebabkan enam hal
berikut ini :
1) Kegagalan atau penurunan salah satu komponen proses di atas
akan menyebabkan kegagalan proses penyerbukan setidak
tidaknya pada tingkat individu tanaman. Sebagai contoh :
perubahan dalam kepadatan tumbuhan dan perilaku serangga
penyerbuk dapat menyebabkan pengurangan proses
penyerbukan.

50 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
2) Berkurangnya kebutuhan minimum suatu habitat bagi serangga
penyerbuk yaitu tersedianya sumber pakan bagi larva dan
dewasanya yang berupa tepungsari dan nektar . Habitat untuk
berbagai jenis lebah minimal harus terdiri atas petak yang
mempunyai tumbuhan sumber pakan utama dan tempat untuk
membuat sarang dan keduanya harus berada pada kisaran jarak
terbang lebah.Tumbuhan sumber pakan utama berbeda-beda
antar spesies serangga penyerbuk, khususnya lebah. Tetapi
umumnya lebah mempunyai kisaran yang luas terhadap
kandungan nektar tumbuhan, kecuali beberapa spesies lebah
solitair. Beberapa spesies lebah solitair mempunyai kegemaran
khusus yang sudah tetap pada suatu spesies atau genera
tumbuhan tertentu, atau disebut “Oligolecty”untuk spesies-
spesies tersebut, kehadiran serangga dewasa harus bertepatan
dengan musim bunga dalam satu tahun.
3) Lebah yang mengalami multivoltine ( berreproduksi lebih dari 1
kali dalam satu tahun) atau lebah yang berumur panjang atau
koloninya, mempunyai masalah yang berbeda , musim pencarian
pakan mereka lebih lama dari pada periode pembungaan
berbagai tanaman, sehingga di dalam radius terbang pencarian
pakan mereka dari sarang membutuhkan petak dengan
berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai waktu pembungaan
berbeda sepanjang tahun.
4) Menurunnya kerapatan tanaman sejenis pada skala bentang
alam. Berkurangnya kerapatan tanaman sejenis akan
menyebabkan berkurangnya ketersediaan tepung sari sehingga
akan menyebabkan penurunan jumlah sumber pakan yang
tersedia untuk serangga penyerbuk. Sehingga kehilangan habitat
jelas mempunyai dampak yang kuat terhadap kelimpahan
serangga penyerbuk. Karena pada hampir semua kasus
kehilangan habitat akan menyebabkan berkurangnya tumbuhan
sebagai sumber pakan serangga penyerbuk maupun kelimpahan
serangga penyerbuk sendiri.

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 51


Imam Widhiono
5) Rusaknya habitat untuk bersarang yang meliputi : substrat yang
sesuai untuk bersarang bagi lebah, substrat tersebut meliputi :
lubang dengan ukuran yang sesuai bekas kumbang kayu, rongga
pada pohon, lubang pada batang pohon dengan ukuran yang
sesuai, lubang tikus yang telah tidak terpakai, tanah dengan
texture, kedalaman, kelerangan, serta kelembabkan dan tutupan
vegetasi yang sesuai . Ketersediaan habitat bersarang yang
berdekatan sangat penting, karena sering terjadi kelangkaan
sarang lebah pada lahan pertanian tanaman.
6) Berkurangnya permeabilitas matriks sekitar petak habitat dan
jarak antar petak yang tersisolasi juga penting bagi serangga
penyerbuk. Hasil penelitian Widhiono dan Sudiana (2014)
menunjukan bahwa lahan pertanian yang berbatasan dengan
habitat hutan mempunyai keragaman serangga penyerbuk yang
lebih tinggi dibanding dengan yang jauh dari hutan .

5.3. Intensifikasi Pertanian

5.3.1. Intensifikasi Pertanian


Beberapa kondisi yang disebabkan oleh sistem pertanian
modern dan banyak praktik pertanian membuat lahan pertanian
menjadi habitat yang tidak sesuai bagi perkembanangan populasi
serangga penyerbuk (Kremen et al., 2002).
Intensifikasi lahan pertanian telah menyebabkan terjadinya
bentang alam yang homogen, yaitu adanya lahan yang luas dengan
satu jenis tanaman pertanian tanpa gulma dan menyempitnya habitat
semi alami ( hilangnya habitat pinggiran, yang merupakan penyedia
sumber pakan dan tempat bersarang bagi lebah liar pada tepi lahan
pertanian), Sehingga kompleksitas struktur lahan di antara lahan
pertanian dengan ekosistem yang berdekatan berkurang atau
menghilang. Hilangnya jejaring vegetasi liar yang menopang
serangga penyerbuk, menyediakan tempat bersarang serta
mikrohabitat untuk menetaskan telur dan pertumbuhan periode
larva. Sealin itu intensifikasi pertanian juga akan meningkatkan
penggunaan bahan kimia (pestisida), yang akan menyebabkan
berkurangnya jumlah serangga penyerbuk pada lahan pertanian
(Kevan, 1999).

52 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
5.3.2. Penyeragaman tanaman pada lahan pertanian
Dalam sistem pertanian modern proses koevolusi antara bunga
dengan serangga telah mengalami gangguan karena lahan didominasi
oleh jenis bunga yang seragam dalam ukuran, warna dan bentuk.
Bunga-bunga ini biasanya mekar bersamaan dan hanya bertahan
dalam beberapa pekan, sehingga jumlah puncak penyerbuk hanya
dibutuhkan dalam waktu yang sangat singkat. Hal ini disebabkan
oleh diterapkanya sistem monokulture yang berdampak pada
penurunan keragaman serangga penyerbuk dalam skala yang luas.
Sebuah hasil riset yang besar menunjukan bahwa lahan pertanian
modern yang dikelilingi oleh habitat pertanian yang lain memiliki
jumlah lebah yang lebih sedikit dibandingkan dengan lahan
pertanian modern yang dikelilingi lahan semi alami. Pada bentang
lahan pertanian yang mempunyai jenis tanaman yang berbeda
ternyata ditemukan jenis serangga penyerbuk yang lebih bervariasi
dibanding lahan dengan satu jenis tanaman pertanian ( Widhiono
dan Sudiana, 2015a).

5.3.3. Pengolahan tanah


Praktik pengolahan tanah, biasanya berkaiatan dengan
ketersediaan gulma yang ada. Pengolahan lahan secara intensif akan
menyebabkan perubahan pada komposisi dan kelimpahan spesies
gulma yang ada dalam sistem pertanian. Hal ini akan berpengaruh
pada berkurangnya sumber daya floral bagi penyerbuk. Praktik
pengolahan tanah secara luas akan merusak sarang harus serangga
penyerbuk di tanah.

5.3.4. Dampak penggunaan insektisida


Penggungaan pestisida dalam pertanian sebagai penyebab
berkurangnya penyerbuk, terutama ketika waktu penyemprotan
bersamaan dengan waktu pembungaan. Insektisida menjadi
ancaman utama bagi penyerbuk, dan penggunaan pestisida yang
menyebabkan berkurangnya kelimpahan lebah dilaporkan secara
musiman di banyak negara di dunia ini.

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 53


Imam Widhiono
Penggunaan diazinon untuk mengontrol kutu daun dalam
lahan alflfa menghasilkan penurunan besar-besaran penyerbuk lebah
alkali, yang membutuhkan beberapa tahun untuk pemulihan.
Teracuninya lebah madu dapat menghasilkan kematian langsung dan
berpindahnya lebah ratu. Berbagai serangga penyerbuk liar lebih
rentan terhadap pestisida dibandingkan dengan lebah madu
domestik, dan penyerbuk liar mungkin dapat punah dari lingkungan
lahan pertanian dan sekelilingnya atau membutuhkan beberapa
waktu untuk mencapai masa recoveri sehingga kembali pada bentuk
sebelum penggunaan pestisida dilahan tersebut. Sementara para
petani mungkin sadar bahwa pestisida tidak seharusnya digunakan
pada tanaman pertanian yang membutuhkan penyerbuk pada saat
pembungaan, pestisida digunakan pada periode lain pada tumbuhan
akan berpengaruh pada bunga gulma, dan penyerbuk, dimana
kunjungannya pada bunga, mungkin juga akan terpengaruh akibat
penggunaan pestisida. Penyerbuk yang hidup lahan alami yang
berdekkatan dengan lahan pertanian dapat terpengaruh penggunaan
pestisida baik secara sengaja maupun tidak sengaja, dan efeknya
dapat berupa efek berbahaya langsung maupun efek sampingan
berbahaya. Dampak dari penggunaan pestisida, sangat bervariasi
tergantung dari jenis pestisida yang digunakan, kerentanan spesies
penyerbuk, tipe vegetasi dan lama penggunaan pestisida dilahan
tersebut. Penggunaan insectisida untuk mengontrol hama non-
pertanian pada ekosistem non-pertanian dapat juga berefek pada
kelimpahan serangga penyerbuk dan aktivitas disekitar lahan
pertanian. herbisida juga dapat secara dahsyat mempengaruhi
populasi penyerbuk dengan menghancurkan sumber makanan
periode larva dan tempat yang aman untuk bersarang, (Kevanet al.
1997).

54 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
5.4. Dampak Pemanasan Global Terhadap Serangga Penyerbuk

Pada saat ini isu utama berkaitan dengan kegiatan pertanian


adalah terjadinya pemanasan global yang perlu diantisipasi dengan
model adaptasi. Pemanasan global juga berpengaruh terhadap
hubungan antara serangga penyerbuk dengan tumbuhan, yang
secara garis besar terjadi melalui 3 proses yaitu : perubahan fenologi
pembungaan, terjadinya perubahan hubungan serangga penyerbuk
dan terjadinya ketidak sesuaian antara serangga penyerbuk dengan
bunga.
5.4.1. Perubahan Phenology
Banyak organisme merespon perubahan temperatur dengan
merubah aktivitas dan metabolismenya, atau melakukan perbuahan
phenology. Hingga saat ini kekuatan dan arah tanggapan fenologi
tehadap kenaikan temperatur dan apakah perubahan fenologis
sebagai respon terhadap perubahan iklim terjadi pada semua
komunitas di alam masih belum diketahui, namun demikian dalam
sepuluh tahun terakhir telah menjadi perhatian utama tentang
respon fenologis terhadap pemansan global (Post dan Inouye 2008;
Rosenzweig et al., 2008) dan banyak pemahaaman tentang
pemanasan global berasal dari kajian fenologi. Perubahan phenology
pada tumbuhan yang berkaiatan dengan penyerbukan meliputi
empat hal yaitu :
1) Awal pembungaan
Secara umum munculnya bunga tampaknya berhubungan
dengan suhu rata-rata dalam sebulan atau bulan sebelum waktu
pembungaan. Respon awal pembungaan terhadap kenaikan suhu
bersifat linier, yang akan menjadi hal yang penting bagai hubungan
antara tumbuhan dengan serangga penyerbuk. Sparks dan Menzel
(2002) menemukan hubungan yang linier antara variasi suhu dengan
25 jenis tumbuhan di Inggris 23 diantaranya melakukan
pembungaan lebih awal ketika terjadi kenaikan suhu udara. Untuk
memahami pengaruh pemanasan global, penjelasan respon spesies
tanaman dengan pembungaan lebih awal, secara general merupakan
hal yang penting. Selain itu perlu diperhatikan juga faktor-faktor lain

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 55


Imam Widhiono
yang ikut berpengaruh seperti fotoperiodsitas, penguapan dan
kelembaban tanah dan juga kombinasinya. Jika perubahan iklim
merusak hubungan antar faktor lingkungan yang digunakan oleh
tumbuhan sebagai perangsang awal pembungaan, kombinasi yang
terjadi sebelumnya mungkin akan muncul kembali pada musim
berikutnya, yang akan menyebabkan waktu pembungaan yang aneh.
Selanjutnya respon fenologis tumbuhan terhadap kenaikan
temperatur sebelumnya tidak menunjukan apakah respon lebih
lanjut dari tumbuhan terhadap temperatur akan terus linier, datar,
atau akan mengikuti hubungan yang lain. Beberapa respon lanjutan
tidak saja bergantung pada respon langsung suatu tanaman terhadap
suhu atau faktor lingkungan yang lain, tetapi juga bergantung pada
modifikasi ekologis maupun evolusi oleh hubungan tumbuhan
dengan penyerbuknya.

2) Lama waktu pembungaan


Lama waktu pembungaan merupakan aspek fenologis lain
yang sangat penting baik bagi reproduksi tumbuhan maupun sebagai
penyedia pakan serangga penyerbuk. Sangat jelas bukti terjadinya
perpanjangan musim pertumbuhan pada berbagai tumbuhan di
Eropa selama sepuluh tahun terakhir, tetapi lama waktu musim
bunga tampaknya tidak terpengaruh terutama untuk spesies yang
bunganya muncul lebih lambat yang menunjukan lebih banyak
variasi respon terhadap pemansan global

3) Pemunculan serangga penyerbuk


Sebagian besar penyerbuk adalah serangga yang bertubuh
kecil dan bersifat poikilothermic (suhu tubuh dipengaruhi suhu
lingkungan) sehingga sangat rentan terhadap perubahan suhu yang
akan mempengaruhi siklus hidup dan pola aktivitasnya. Seperti
tumbuhan, pada serangga juga terjadi hubungan linier antara suhu
dengan pehenology serangga penyerbuk dan pengaruhnya sangat
kuat pada awal musim.

56 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
4) Kelimpahan dan penyebaran tumbuhan dan serangga
penyerbuk
Suhu merangsang terjadinya perubahan kelimpahan bunga
yang akan sangat berpengaruh terhadap interkasi penyerbukan.
Peningkatan jumlah bunga merupakan salah satu respon yang terjadi
pada tanaman ketika terjadi kenaikan suhu udara. Peningkatan
jumlah bunga akan menyebabkan terjadinya peningkatan
keberhasilan reproduksi pada spesies tumbuhan. Misalnya melalui
peningkatan jumlah kunjungan serangga penyerbuk sebagai akibat
dari perubahan tingkah laku dan komposisi serangga penyerbuk
dalam komunitas yang akhirnya akan meningkatkan penyerbukan
silang dan jumlah biji yang dihasilkan (Hegland et al, 2009).
Sebaliknya peningkatan jumlah bunga individu tanaman
kemungkinan akan menyebabkan meningkatnya penyerbukan
sendiri yang disebabkan oleh adanya geitonogamy.
Peningkatan jumlah bunga juga akan mempengrauhi serangga
penyerbuk karena ketersediaan pakan yang meningkat merupakan
faktor yang sangat penting yang mengatur aktivitas dan kepadatan
populasi serta keragaman serangga penyerbuk (Steffan-Dewenter
dan Schiele, 2008). Bukti langsung pengaruh suhu terhadap
kelimpahan serangga penyerbuk masih jarang. Namun demikian
informasi dari penelitian sepanjang gradient ketinggian tempat
maupun garis lintang untuk menggambarkan pengaruh suhu,
menunjukan pengaruhnya pada komunitas serangga penyerbuk
terpengaruh oleh perubahan iklim. Misalnya penyerbuk dari
kelompok lalat lebih banyak ditemukan pada daerah yang lebih
dingin dan lebih basah, sedangkan lebah lebih banyak ditemukan
pada daerah yang lebih panas dan lebih kering. Yang diduga sebagai
dampak dari pemanasan global.

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 57


Imam Widhiono
5) ketidaksesuaian antara tumbuhan dan serangga
penyerbuk
Hubungan tanaman dengan penyerbuk dapat terganggu
melalui dua cara yaitu ketidak seuaian waktu (phenological
mismathces) dan ketidak sesuai ruang dan waktu (distributional
mismathces), yang akan merubah ke tersediaan pasangan hubungan
mutualistik. Mismatches terjadi apabila pasangan hubungan
mutualisme yang asli berkurang pemanfaat habitat bersama baik
dalam skala waktu dan tempat, sehingga akan mulai terjadi
pemisahan tingkat trophik nya. (Memmott et al., 2007) membuat
simulasi bagaimana pemanasan global mempengaruhi jejaring
hubungan antara tumbuhan dengan penerbuk yang sudah terjalin
lama. Mereka menemukan bahwa berdasarkan pada perubahan
fenologis, antara 17 and 50% dari semua spesies serangga
penyerbuk menderita karena kerusakan ketersediaan pakan yang
disebabkan oleh ketidak sesuaian waktu. Serangga penyerbuk spesial
akan lebih menderita dengan kekurangan pakan, tetapi serangga
generalis dengan jumlah sumber pakan yang lebih banyak juga
mengalami kekurangan pakan.
Variasi antar spesies terhadap respon fenologis terhadap
pemanasan global mungkin juga menyebabkan ketidak sesuaian
hubungan serangga dengan tanaman yang ditimbulkan oleh ketidak
mampuan serangga mengunjungi bunga yang biasa dkunjungi,
terutama apabila bunga mekar terlalu awal atau terlalu terlambat.
(Memmott et al., 2007) kebanyakan serangga penyerbuk
mengunjungi bunga berdasarkan kebiasaan, seperti suatu kesesuaian
fenologis terjadi dan muncul dari proses yang panjang dari hubungan
antara tumbuhan dengan serangga penyerbuk. Hasil ini dapat
menjelaskan bagaimana serangga penyerbuk merespon pemanasan
global dan hubungannya dengan ketersediaan pakan. Respon suhu
dan munculnya mismacthes dalam hubungan penyerbukan sangat
bervariasi antar spesies dan antar daerah.

58 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
6) Dampak dari ketidak sesuaian
Kesesuaian waktu dalam hubungan mutualisme merupakan hal
yang sangat penting untuk efesiensi bagi tumbuhan dan
kelangsungan hidup serangga penyerbuk. Oleh karena itu salah satu
hal yang perlu diperhatikan dari dampak pemanasan global terhadap
hubungan penyerbukan adalah dampak demografi dari ketidak
sesuaian antara tumbuhan dengan serangga penyerbuk. Penjelasan
bagaimana hubungan penyerbukan merespon terhadap pengaruh
iklim pada mismatches masih dalam bentuk prakiraan, karena masih
sedikitnya bukti bahwa peningkatan suhu mempengaruhi demografi
dan dinamika populasi antara tumbuhan dengan serangga
penyerbuknya. Pengaruh perubahan iklim terhadap ketersediaan
pakan bagi serangga penyerbuk dan ketersediaan penyerbuk bagi
tumbuhan sulit untuk diprediksi karena masih belum jelasnya sistem
pengaturan populasi apakah dari atas atau dari bawah (Steffan-
Dewenter dan Schiele, 2008). Jika kejadian mismatches berdampak
serius terhadap demografi, kepadatan dan distribusi populasi
serangga penyerbuk, berarti kondisi ini dipengaruhi oleh pengaruh
dari bawah seperti kelimpahan bunga. Sedangkan apakah
mismatches akan secara nyata berpengaruh terhadap demografi
tumbuhan sangat bergantung pada pengaruh dari atas yaitu melalui
pengaruh kelimpahan serangga penyerbuk terhadap ketersediaan
dan penyebaran tepungsari.

7) Pada tanaman,
Ketidaksesuaian serangga penyerbuk yang penting akan mengurangi
peletakan tepungsari melalui perubahan kunjungan serangga
penyerbuk baik jumlah maupun kualitas kunjungan pada bunga,
meningkatkan keterbatasan tepungsari. Diantara tumbuhan,sangat
umum terjadi keterbatasan reproduksi yang disebabkan oleh
kekurangan penyerbukan (Ashman et al., 2004) dampak lain dari
mismatches is adnya dampak berurutan yang mungkin terjadi
berupa interaksi spesies pada akhir musim bunga. Penurunan secara
drastis populasi serangga penyerbuk pada awal mungkin akan
berpengaruh terhadap tanaman yang berbunga lebih awal maupun
pada tanaman terlambat berbunga yang secara berturutan tanaman
berbunga akan memfasilitasi satu dengan lainnya untuk
mempertahankan populasi serangga penyerbuk.

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 59


Imam Widhiono
8) Pada serangga penyerbuk
Pada serangga penyerbuk, ketidak sesuaian dengan spesies sumber
pakan utama akan mengurangi asesibilitas pakan melalui perubahan
ketersediaan karbohidrat dan protein ( nektar dan tepungsari ), yang
akhirnya akan mempengaruhi kelulushidupan dan reproduksi
serangga penyerbuk. Dampak mismatches pada dinamika populasi
serangga penyerbuk akan lebih berbahaya dibanding bagi tanaman,
karena serangga penyerbuk sering kali bergantung sepenuhnya pada
sumber pakan dibanding ketergantungan tumbuhan terhadap
penyerbuknya. Banyak serangga penyerbuk berhasil melakukan
reproduksi dan pengembangan populasinya ketika terjadi keseuaian
dengan waktu pembungaan dan kelimpahan bunga yang sesuai.
Serangga penyerbuk umumnya mempunyai masa hidup yang sangat
pendek diabnding tumbuhan sehingga serangga lebih peka terhadap
perubahan iklim global (Morriset al.,2008), dan banyak terjadi
dinamika populasinya sangat beragam antar waktu dan tempat.
(Williams et al.,2001). Ketersediaan sumber daya pakan dalam hal ini
kelimpahan bunga merupakan penekan dari bawah yang sangat
menentukan dinamika populasi serangga penyerbuk dibanding
penekan dari atas yang berasal dari parasitioid dan predator. Steffan-
Dewenter dan Schiele(2008). Perpanjangan waktu pembungaan atau
peningkatan ketersediaan pakan per bunga merupakan salah satu
bentuk kompensasi atas kekurangan pakan yang disebabkan oleh
adanya ketidak sseuaian dalam ruang dan waktu.hal lain yang
penting dari dampak adanya mismaches adalah kelimpahn serangga
penyerbuk karena hampir sebagian besar serangga penyerbuk
maupun tumbuhan bersifat general dalam memanfaatkan pasangan
mutualisme, sehingga mismaches hanya meruapakn bagian dari
proses tersebut yang selanjutnya akan berdampak pada perubahan
atau ketidak sesuaian dalm struktur tropik.

60 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono

BAB VI STRATEGI KONSERVASI SERANGGA


PENYERBUK PADA LAHAN PERTANIAN

6.1. Latar Belakang

Penurunan keragaman dan populasi serangga penyerbuk pada


lahan pertanian sangat dipengaruhi oleh kondisi eksositem
pertanian. Intensifikasi pertanian yang meliputi : penanaman sistem
monokultur, penggunaan pupuk, insectisida dan herbisida serta
sistem pengelolaan lahan akan menyebabkan berkurangnya
keragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk. Selain itu tindakan
pengurangan lahan semi alami akan menyebabkan berkurangnya
spesies tumbuhan yang merupakan sumber pakan serangga
penyerbuk, dan berubahnya hubungan serangga dengan tumbuhan
(Keith, 2009). Secara umum beberapa faktor potensial telah
teridentifikasi sebagai penyebab penurunan keragaman dan
kelimpahan serangga penyerbuk, adalah : kerusakan habitat dan
hilangnya habitat alami yang secara langsung akan menyebabkan
berkurangnya sumber pakan, kehilangan tempat bersarang dan
ketidak sesuaian kondisi iklim mikro (Brosi et al, 2008).
Oleh karena itu, upaya konservasi serangga penyerbuk yang
perlu dilakukan adalah dengan meningkatkan jumlah jenis dan
kelimpahan tumbuhan berbunga sebagai sumber pakan,
mempertahankan keberadaan habitat-habitat yang sesuai yang
mampu menyediakan tempat bersarang dan ketersediaan pakan
sepanjang tahun serta kondisi mikroklimat yang sesuai. Kondisi
habitat yang demikian dapat tercapai apabila struktur dan
keragaman vegetasi yang sesuai tersedia (Kramer et al., 2011).

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 61


Imam Widhiono
Konservasi serangga penyerbuk berbasis habitat didasarkan
pada teori yang menyatakan bahwa keragaman dan populasi lebah
liar sebagai serangga penyerbuk bergantung pada, mutu habitat,
luasan habitat, posisi habitat dan ketersediaan hubungan dengan
habitat lain (Hodgson et al., 2009). Diantara faktor-faktor tersebut,
yang paling menentukan adalah mutu habitat, yaitu jumlah dan
keragaman tumbuhan (berbunga) sebagai sumber pakan serangga
penyerbuk sepanjang tahun. Karena keragaman dan populasi
tumbuhan yang rendah mengakibatkan terjadinya keterbatasan
jumlah serbuk sari sebagai sumber pakan utama serangga penyerbuk
( Holzuch, et al. 2011).
Dalam konsep konservasi serangga penyerbuk pada skala
bentang alam telah dikembangkan 5 prinsip dasar yang saling
berhubungan. Prinsip tersebut berbasis pada kondisi habitat, baik
kualitas habitat, ukuran habitat maupun isolasinya. Prinsip tersebut
meliptui :
1) Mempertahankan habitat sumber khususnya untuk spesies
serangga penyerbuk spesialis
2) Mempertahankan kualitas hetergoenitas bentang alam
3) Mengurangi perbedaan antara petak alami dengan petak-
petak yang telah termodifikasi
4) Mempertahankan jumlah habitat yang tidak terganggu dan
mengurangi gangguan pada habitat.
5) Mempertahankan hbungan antar habitat

Prinsip tersebut ditujukan terutama untuk mempertahankan


populasi pada tingkat yang sehat, karena kepunahan suatu spesies
serangga penyerbuk disebabkan oleh penurunan populasi yang terus
berlanjut. Populasi yang sehat biasanya membutuhkan dukungan
kombiansi tiga hal yang berkaitan dengan metapopulasi yaitu ukuran
petak habitat yang luas, mutu petak habitat dan pengurangan isolasi.

62 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
6.2. Konservasi Serangga Penyerbuk Pada Lahan Pertanian

Pada lahan pertanian konservasi serangga penyerbuk dilakukan


melalui 3 langkah utama yaitu :
1) mengenal dan melindungi serangga penyerbuk dan habitat
yang sudah ada,
2) meningkatkan dan mengembalikan kualitas habitat untuk
serangga
3) mengelola habitat untuk meningkatkan keragaman
komunitas serangga penyerbuk.

6.2.1. Mengenal dan melindungi serangga penyerbuk dan


habitat yang sudah ada,
Dalam konservasi serangga penyerbuk, pada bentang alam biasanya
ditemukan serangga penyerbuk liar dan habitat yang sudah ada .
Pada bentang alam yang didominasi lahan pertanian di Indonesia
banyak ditemukan spesies serangga penyerbuk dari Ordo
Lepidoptera (bangsa kupu-kupu), Ordo Diptera (bangsa latat), Ordo
Coleoptera (bangsa kumbang) dan yang terbanyak Ordo
Hymenoptera (bangsa lebah dan tawon).
Jenis habitat yang banyak terdapat disekitar lahanpertanian dan
berperan sebagai habitat serangga penyerbuk adalah berupa
batasan lahan, tepian parit,tepian hutan, lahan yang tidak
dimanfaatkan (Sudiana dan Widhiono, 2015). Kebanyakan petani
sebenarnya sudah memiliki habitat yang sesuai untuk serangga
penyerbuk lokal baik dalam bentuk habitat semi alami maupun
habitat alami yang berdekatan dengan lahan pertaniannya dan
berperan dalam meningkatkan populasi dan keragaman serangga
penyerbuk lokal. Habitat –habitat yang sudah ada berupa perbatasan
lahan, pinggiran parit, dan lahan yang tidak dipergunakan.
Bagaimana mengenali habitat tersebut agar dapat diperankan
sebagai faktor yang penting dalam konservasi serangga penyerbuk
pada lahan pertanian? Untuk dapat memanfaatkan habitat tersebut
sebagai habitat serangga penyerbuk dibutuhkan beberapa informasi
yang penting. Informasi tersebut meliputi :

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 63


Imam Widhiono
(1) Jumlah jenis dan jumlah individu tumbuhan berbunga
(2) Jadwal waktu pembungaan antar tumbuhan liar
(3) Jenis dan jumlah serangga penyerbuk yang ada
(4) Jumlah dan jenis sarang penyerbuk liar yang ada

6.2.2. Melindungi serangga penyerbuk dan habitat yang sudah


ada.
Untuk dapat melindungi serangga penyerbuk yang sudah ada harus
terlebih dahulu difahami faktor-faktor yang dapat merusak atau
berdampak buruk terhadap populasi serangga penyerbuk maupun
habitatnya. Beberapa cara yang harus dilakukan meliputi :
1) Mengurangi penggunaan Pestisida
Pestisida baik insektisida, herbisida maupun fungsida, mempunyai
dampak yang merusak komunitas serangga penyerbuk. Pestisida
tidak hanya membunuh langsung serangga penyerbuk, tetapi pada
dosis sub lethal akan mempengaruhi tingkah laku pencarian pakan
maupun tingkah laku bersarang sehingga akan menghambat
pertumbuhan populasinya. Pada lebah sosial, dampak pollen yang
terkena pestisida akan menyebabkan kematian pada anakan
sehingga populasinya menurun.
Penggunaan herbisida untuk mengendalikan gulma akan membunuh
jenis tumbuhan yang menyediakan sumber pakan bagi serangga
penyerbuk terutama pada saat tanaman utama tidak berbunga.
Untuk melindungi penyerbuk dan habitatnya maka disarankan untuk
tidak menggunakan pestisida pada lahan yang dikonservasi (Nicholls
dan Altieri, 2012), Namun demikian, apabila penggunaan pestisida
tidak dapat dihindari maka penggunaannya diupayakan untuk :
langsung pada tanaman yang dituju , menghindari penggunaan
pestisida yang berspektrum luas, menghindari penggunaan pestisida
pada saat tanaman sedang berbunga, dan lahan harus bebas dari
gulma untuk mengurangi peluang serangga penyerbuk mengunjungi
bunga yang telah di semprot pestisida.

64 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
Waktu penyemprotan pestisida juga perlu memperhatikan beberapa
hal antara lain : penyemprotan pada malam hari akan mengurangi
resiko kematian pada lebah liar, suhu udara juga perlu
dipertimbangkan terutama berkaitan dengan aktivitas serangga
penyerbuk, pada suhu yang rendah aktivitas lebah liar akan menurun
sehingga tepat untu melakukan penyemprotan. Namun demikian
toksisitas residu akan lebih panjang pada saat suhu rendah yang
dapat membahaykan lebah liar yang mengunjungi bunga pada pagi
hari (New, 2005). Pada saat ini banyak digunakan insektisida dari
jenis Neonicotinoid yang merupakan insektisida racun otak dengan
sifat-sifat yang sangat diharapkan yaitu mempunyai aktivitas yang
luas, penggunaan dalam dosis rendah, mempunyai toksisitas yang
rendah terhadap mamalia, bersifat sistemik pada tanaman dan
metode penggunaan yang serbaguna. Namun demikian model
penyebaran insektisida ini di dalam tanaman akan menyebabkan
terjadinya penumpukan bahan racun pada tepung sari dan nektar
yang berdampak pada serangga penyerbuk, sehingga jenis insetisida
ini di berbagai negara merupakan salah satu penyebab kepunahan
lokal serangga penyerbuk. Nama dan turunan insektisida berbahan
aktiv neonicotinoid meliputi : Imidacloprid, Clotianidin, Fipronil,
Aceta miprin, Thiacoprid dan Thiamethoxan (Kindemba, 2009)

2) Melindungi sarang lebah


Lebah membutuhkan sarang, sehingga untuk mendukung
pengembangan populasi lebah liar sangat penting diperhatikan
penyediaan tempat bersarang atau perlindungan sarang lebah liar
yang sudah ada. Kebutuhan tempat bersarang bagi lebah sama
pentingnya dengan penyediaan sumber pakan. Sebaiknya tempat
bersarang dengan sumber pakan berada pada satu habitat, tetapi
biasnya lebah dapat beradaptasi pada skala bentang alam dimana
sumber pakan dengan tempat bersarang terpisah. Namun demikian
dua kunci utama (sumber pakan dan tempat bersarang) untuk
pengembangan populasi dan keragaman lebah liar tidak boleh
terlalu berjauhan. Lebah liar sering kali membuat sarang ditempat
yang mencolok, sebagai contoh beberapa jenis lebah liar menggali
lubang pada tanah yang gundul, lebah yang lain menempati lubang
pada pohon, beberapa lebah mengunyah keluar empulur lembut
batang tanaman untuk membuat sarangnya.
Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 65
Imam Widhiono

.
a b c
Gambar 6.1. a. Sarang Trigona laeviceps. b. Setup lebah madu.
c. Sarang lebah Rhopalidia sp (foto pribadi)

Sangat penting untuk mencari dan mengetahui tempat dan bentuk


sarang lebah liar yang sudah ada dan jika memungkinkan membuat
tiruan sarang untuk merangsang lebah memanfaatkan sarang yang
ada. Kebanyakan lebah membuat sarang di dalam tanah, tetapi
beberapa lebah yang penting membuat sarang di bagian tanaman.
Lebah liar yang bersarang dalam tanah membutuhkan akses
langsung terhadap permukaan tanah yang terbuka untuk menggali
lubang sarang. Jenis tanah yang disukai adalah tanah yang tidak
subur sehingga membutuhkan tanah yang berkualitas rendah,
berpasir atau lempung berpasir. Sebagian besar lebah yang
bersarang ditanah adalah lebah solitair, seringkali type lebah ini
menggunakan sarang bersama lebah lain.
Untuk melindungi lebah yang bersarang di dalam tanah perlu
diperhatikan hal sebagai berikut :
(1) menghindari pengairan pada lahan yang gersang yang
ditemukan adanya sarang lebah dalam tanah.
(2) menghindari pembersihan rumput pada lahan yang terdapat
sarang lebah
(3) menghindari penggunaan fumigant (pengasapan tanah)
untuk mengendalikan cendawan pathogen akar.
Perlindungan terhadap lebah yang bersarang pada lubang pohon.
Lebah yang bersarang pada lubang pohon biasanya memanfaatkan
lubang bekas serangan kumbang pada batang pohon, atau pada

66 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
lubang pohon yang lain. Atau pada pohon mati yang masih berdiri,
karena tidak berhubungan dengan kebutuhan manusia biasanya
sarang lebah ini tidak banyak terganggu.
3) Mendukung budidaya lebah madu
Secara tradisional, budidaya lebah madu banyak dilakukan oleh
masyarakat sekitar hutan, mengingat peran lebah madu lokal sebagai
serangga penyerbuk. Upaya pengkayaan habitat dan konservasi
lebah liar juga akan bermanfaat untuk konservasi lebah madu lokal.
Salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah bahwa
lebah madu membutuhkan air untuk mendinginkan sarangnya,
sehingga diperlukan ketersediaan air pada habitat dimana
ditemukan budidaya lebah madu oleh masyarakat.
4) Meningkatkan Kualitas Habitat Untuk Serangga Penyerbuk
Pada Lahan Pertanian.
Kualitas habitat serangga penyerbuk diukur berdasarkan pada
beberapa faktor antara lain : jumlah jenis tumbuhan penghasil bunga
sebagai pakan serangga penyerbuk, jumlah bunga dan
ketersediaannya sepanjang tahun, dan ketersediaan tempat
bersarang (Widhiono dan Sudiana, 2015a). Sehingga metode
peningkatan kualitas habitat dilakukan dengan pengkayaan
tumbuhan berbunga untuk menyediakan pakan sepanjang tahun
pada lahan pertanian, metode ini merupakan adopsi dari Agri -
Environmental Scheme (AES) yang di kembangkan di benua Eropa
(Whittingham, 2011). Metode ini dikembangkan berdasar pada teori
dan kenyataan bahwa keragaman dan kelimpahan serangga
penyerbuk berhubungan dengan komunitas tumbuhan pada habitat,
semakin beragam jenis tumbuhan yang ada, semakin tinggi
keragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk (Chimura et al,
2012).
Pada lahan pertanian modern terjadi penyerdahanaan ekosistem
yang disebabkan oleh adanya sistem monokultur. Pada sistem
pertanian monokultur akan terjadi pemiskinan tumbuhan sumber
pakan serangga penyerbuk, oleh karena itu langkah yang harus
dilakukan adalah pengkayaan lahan pertanian dengan tumbuhan liar

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 67


Imam Widhiono
berbunga yang disukai serangga penyerbuk. Widhiono dan Sudiana
(2012 dan 2013) dalam penelitiannya kawasan pertanian di lereng
utara Gunung Slamet, Jawa Tengah, menggunakan 4 spesies
tumbuhan liar yang paling banyak dikunjungi serangga penyerbuk
yaitu : Cleome rutidospermae, Tridax procumber, Borreria laevicaulis
dan Euphorbia heterophyla sebagai tumbuhan pengkaya pada lahan
pertanian Strawberry, Cabe rawit, Tomat dan buncis dengan jumlah
tanaman antara 5%,10% dan 15% dari total tanaman pertanian.
Hasil penelitian menunjukan terjadi peningkatan keragaman dan
populasi serangga penyerbuk dan peningkatan jumlah buah yang
dihasilkan.

a b

c d
Gambar 6.2. Jenis tumbuhan liar yang dikunjungi serangga penyerbuk.
a. Borreria laevicaulis b. Euphorbia heterophyla c. Tridax procumbers.
d. Cleome rutidospermae (koleksi pribadi)

68 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
Penggunaan ke empat jenis tumbuhan liar tersebut diuji cobakan
pada kondisi lingkungan yang berbeda berdasar ketinggian tempat,
ternyata hasilnya tidak berbeda nyata antar ketinggian tempat. Hal
ini dapat disimpulkan bahwa pengkayaan lahan pertanian dengan
keempat jenis tumbuhan liar tersebut dapat diterapkan pada lahan
pertanian untuk meningkatkan keragaman serangga penyerbuk
maupun hasilnya. Peletakan tumbuhan liar pada lahan dapat
ditempatkan pada ujung baris tanaman pertanian atau pada sela
antar guludan. Pengkayaan lahan dengan tumbuhan liar dapat
dilakukan dengan penerapan sistem pertanian organik, karena
sistem pertanian organik terbukti mampu meningkatkan keragaman
hayati pada ekosistem pertanian. Peningkatan keragaman hayati
terjadi karena menurunnya penggunaan pestisida dan pupuk mineral
pada lahan, serta terjadinya pergantian tumbuhan yang ada. (Gabriel
danTscharntke, 2007). Pertanian organik juga terbukti mampu
meningkatkan keragaman serangga penyerbuk melalui mekanisme
pengkayaan tumbuhan berbunga yang mampu menyediakan pakan
bagi serangga sepanjang tahun serta ekosistem yang lebih stabil
(Batary et al, 2013)
5) Mengelola habitat sekitar lahan pertanian
Habitat semi alami disekitar lahan pertanian mempunyai peran yang
sangat penting dalam konservasi serangga penyerbuk di lahan
pertaniankarenamampu menduking keberadaan berbagai spesies
serangga penyerbuk serta mampu menyediakan tempat bersarang
bagi lebah liar (Krameret al., 2011). Morandin dan Wilson (2006)
menyatakan bahwa lahan yang tidak diolah disekitar lahan pertanian
mampu menyediakan serangga penyerbuk untuk tanaman pertanian
yang ada. Sudiana dan Widhiono (2015) menemukan bahwa habitat
hutan (hutan alam, hutan pinus, hutan damar dan hutan rakyat) di
sekitar lahan pertanian dihuni oleh sekitar 13 spesies lebah liar yang
berperan sebagai serangga penyerbuk pada tanaman pertanian.
Tipe hutan yang paling berdekatan dengan lahan pertanian adalah
hutan pinus dan hutan damar. Kedua tipe hutan tersebut dihuni oleh
sedikitnya 9 spesies lebah liar. Keberadaan serangga tersebut
berhubungan dengan mutu habitat terutama adalah keragaman

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 69


Imam Widhiono
tumbuhan liar berbunga yang ada yang mendominasi tumbuhan
bawah .Habitat tersebut perlu dikelola dengan cara yang terutama
adalah tidak dilakukan pembersiahn lahan dengan menggunakan
herbisida.

6.3. Konservasi Serangga Penyerbuk Di Luar Lahan Pertanian

1) Pemilihan tempat
Pemilihan lokasi yang akan dipergunakan sebagai habitat baru untuk
konservasi serangga penyerbuk harus dimulai dari pengamatan yang
menyeluruh yang meliputi : letak dan jarak dari lahan pertanian, pola
penggunaan lahan dan ketersediaan sumber daya.
(1) Jarak dari lahan pertanian
Komunitas lebah liar dan serangga penyerbuk secara umum tersusun
dari spesies yang mampu mencari pakan dalam daerah edar yang
luas maupun spesies yang hanya mampu mencari pakan pada jarak
yang dekat dengan sarang, sehingga jarak sumber pakan pendukung
juga harus diperhatikan. Berbagai peneltian menunjukan bahwa
layanan jasa penyerbukan oleh serangga lebih tinggi pada lahan
pertanian yang berbatasan dengan hutan dan lahan semi alami
lainnya dibanding dengan lahan yang berbatasan dengan lahan
pertanian lainya. Bailey et al., (2014) menemukan terjadinya
hubungan negatif antara keragaman dan kelimpahan serangga
penyerbuk dengan jarak dari batasan hutan, semakin jauh dari hutan
keragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk semakin kecil.
Tingkat kunjungan serangga penyerbuk pada tanaman pertanian
menurun sampai 50% pada lahan yang berjarak 668 m dari habitat
alami (Ricketts et al., 2008). Hasil penelitian yang dilakukan pada
lahan pertanian yang berbatasan dengan hutan pinus di lereng utara
Gunung Slamet, menunjukan bahwa jumlah individu serangga
penyerbuk yang mengunjungi tanaman starwbery dan tomat
semakin menurun sejalan dengan meningkatnya jarak dari batasan
hutan (Widhiono, 2014)

70 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono

Gambar 6.3. Jumlah individu serangga penyerbuk dan hubungannya


dengan jarak dari hutan pada tanaman starawbery dan tomat di desa
Serang, Purbalingga Jawa Tengah ( Widhiono, 2014)

2) ukuran dan bentuk :


Ukuran lahan pendukung konservasi serangga penyerbuk, minimal
1,5 are atau 2,0 are, semakin besar ukuran lahan semakin potensial
untuk meningkatkan populasi dan keragaman serangga penyerbuk.
Dengan penanaman herba dalam lahan berbentuk segi empat yang
luas akan mengurangi dampak perbatasan dan mencegah masuknya
gulma yang tidak dikendaki, namun demikian penanaman dalam
bentuk lajur lebih mudah diterapkan terutama jika memanfaatkan
perbatasan lahan yang ada (Nicholls dan Altieri, 2012)
3) Design Habitat
Dalam merancang penanaman tumbuhan untuk serangga penyerbuk,
hal pertama yang harus dipertimbangkan adalah bentang alam
pertanian secara keseluruhan dan bagaimana habitat baru dapat
dimanfaatkan oleh habitat yang berdekatan. Oleh karena itu perlu di
perhatikan juga hal-hal khusus dalam penanaman seperti keragaman
spesies tumbuhan, waktu pembungaan, kepadatan tumbuhan, dan
pertimbangan memasukan rumput-rumputan untuk pengendalian
gulma dan stabilitas tanah.
4) Pertimbangan bentang alam.
Langkah pertama dalam merancang habitat adalah pertimbangan
bagaimana lahan tersebut dapat berfungsi dengan kondisi bentang
alam yang berbatasan. Sebagai contoh, apakah habitat baru cukup
Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 71
Imam Widhiono
dekat dengan lahan tanaman yang membutuhkan serangga
penyerbuk dan mempunyai nilai yang nyata? Dalam hal ini hal yang
perlu dipertimbangkan adalah kemampuan jarak terbang serangga
penyerbuk yang lebih kecil sangat terbatas, sehingga habitat baru
perlu dirancang lokasinya tidak terlalu jauh dengan lahan pertanian
yang dikelola. Jenis penataan ini akan mengurangi gangguan dari
penyerbuk tanaman yang tidak dikendaki dan masih tetap
mendukung peningkatan populasi lebah liar.
Habitat baru yang berdekatan dengan habitat penyerbuk yang sudah
ada, akan lebih menguntungkan karena habitat lama dapat berfungsi
sebagai benih untuk pengembangan habitat baru. Sebagai contoh
lahan kososng atau habitat alami, dapat menjadi tempat yang baik
untuk memulai membangun habitat baru. Banyak pula terjadi lahan
dengan banyak sarang lebah liar tetapi tidak mempunyai tanaman
sumber pakan, maka lahan sperti ini sangat baik sebagai habitat baru
dengan menambahkan tanaman sumber pakan lebah liar.
5) Penganekaragaman tumbuhan :
Berbagai mekanisme penyedianan tanaman dalam ekologi
penyerbuka telah dikembangkan, tetapi prinsip dasarnya adalah
tersedianya keragaman tumbuhan berbunga yang akan menarik
berbagai spesies serangga penyerbuk karena perbedaan atraksi dari
tumbuhan terhadap serangga yang berbeda (pelengkap daya tarik )
dan juga karena perbedaan jumlah dan mutu sumber daya yang
tersedia pada bunga ( pelengkap sumber daya) Pada petak dengan
keragaman tanaman yang berlimpah, kemungkinan ditemukan
banyak serangga penyerbuk karena tumbuhan berbunga yang ada
akan sebagai tempat perlindungan bagi serangga penyerbuk yang
terusir dari petak yang kaya bunga dengan kandungan sumber daya
yang tinggi (Chmuraet al., 2012). Sehingga bunga tanaman yang
kurang menarik serangga juga memberi keuntungan bagi serngga
penyerbuk tertentu. Demikia juga halnya petak dengan banyak bunga
dapat meningkatkan kunjungan serangga penyerbuk karena petak
dengan bunga yang berlimpah akan menarik kedatangan serangga
penyerbuk dibanding petak yang miskin bunga. Oleh karena itu,
spesies tumbuhan yang berbunga pada berbagai petak akan

72 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
menghambat terjadinya kerusakan sistem penyerbukan oleh
aktivitas manusia melalui layanan atraksi terhadap berbagai
serangga penyerbuk yang pada akhienya akan menghambat
terjadinya kepunahan serangga penyerbuk.
Keanekaragaman tanaman adalah hal yang sangat penting dalam
merancang pengkayaan habitat untuk serangga penyerbuk . karena
bunga harus tersedia sepanjang musim atau setidak2nya pada saat
habitat yang berdekatan membutuhkan serangga penyerbuk tidak
tersedia bunga sebagai sumber pakan. Oleh karena itu sangat
penting dilakukan untuk memasukan juga pertimbangan terhadap
warna, bentuk, dan ukuran bunga, ukuran tanaman serta pola
pertumbuhan untuk menambah keragaman tumbuhan agar
menyediakan keragaman serangga pemyerbuk yang ada. (Thompson,
2001)
Ketertarikan serangga penyerbuk terhadap bunga tanaman
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ukuran bunga, warna
bunga dan jumlah bunga (Asikainen dan Mutikainen, 2005), bunga
tersusun sebagai organ sexual tanaman, pada tanaman yang
penyerbukannya dilakukan dengan bantuan serangga, bunga
dikelilingi oleh corolla yang warna, bentuk dan susunanya berbeda
antar species, yang ditujukan untuk menarik serangga penyerbuk
(Menzelet al., 2009). Selain itu juga dipengaruhi oleh ketersediaan
nektar dan tepung sari serta kondisi bunga untuk serangga
penyerbuk (Winfreeet al., 2008). Ketersediaan tepung sari dan
nektar merupakan daya tarik yang sangat penting karena pada
dasarnya serangga mengunjungi bunga untuk mendapatkan sumber
pakan. (Faheem et al., 2004). Bunga menyediakan pakan bagi
serangga berupa tepung sari dan nektar dan berada dekat dengan
organ sexual. Serangga penyerbuk beradaptasi terhadap sumber
pakan pada bunga melalui evolusi dan pengalaman sepanjang
hidupnya. Salah satu yang berkembang dengan baik adalah
kemampuan serangga mengenal warna bunga sehingga mampu
mengenal lokasi dan membedakan antar bunga (Kevan, 1983).
Namun demikan untuk mengunjungi bunga serangga pertama kali
tertarik terhadap warna bunga (Campbellet al., 2010) yang
membatasi serangga penyerbuk tertentu untuk mengunjugi bunga

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 73


Imam Widhiono
dan mempengaruhi perilaku secara umum dari serangga penyerbuk.
Diantara faktor-faktor tersebut yang pertama kali menentukan
kunjungan serangga penyerbuk pada bunga adalah warna bunga
(Anzel dan Shmida, 1993).
Tingkat kunjungan serangga penyerbuk pada bunga sangat
menentukan keberhasilan produksi buah pada tanaman pertanian,
seperti pada kacang panjang (Vigna sinencis) (Kingha et al., 2012),
buncis (Phaseolus vulgaris) ( Kwapong et al., 2013), Tomat (Solanum
lycopersicum) (Vegara dan Buendia, 2012), cabai (Capsium annuum )
(Winfree et al., 2008), mentimun (Cucumis sativus) (Dos Santos, et al.,
2008), waluh (Cucurbita pepo) (Nicodemo et al., 2009) dan Strowberi
( Fragaria x annanasa) (Roselino et al., 2009), dan kedelai (Glycine
max) (Chiari et al., 2005).Tanaman-tanaman tersebut mempunyai
tipe dan warna bunga yang berbeda-beda. Tanaman kacang panjang
memiliki bunga berwarna ungu, buncis memiliki bunga berwarna
ungu, tanaman tomat Warna bunga juga perlu menjadi bahan
pertimbangan, sebagian besar lebah liar menyukai bunga berwarna
ungu, violet, kuning , putih dan biru. Kupu-kupu juga mengunjungi
berbagai warna bunga termasuk bunga berwarna merah, sedangkan
serangga penyerbuk dari Diptera lebih menyukai bunga berwarna
putih dan kuning. Sehingga dengan menyediakan berbagai macam
bunga, maka akan didapatkan ketersediaan bunga sepanjang musim
yang akan dikunjungi berbagai macam serangga penyerbuk. Hasil
peneltian Widhiono dkk. (2014) menunjukan bahwa Preferensi lebah
terhadap warna bunga di Hutan Pendidikan Konservasi Gunung
Tugel Banyumas yaitu pada bunga berwarna ungu dilihat dari
frekuensi kunjungannya sebanyak 56 individu (44%) sedangkan
keragaman lebah yang paling tinggi terdapat pada bunga berwarna
kuning ditunjukan dengan banyaknya jumlah spesies yang
berkunjung yaitu 4 spesies lebah sebanyak 45 individu (37%).
Sebagian besar lebah liar bersifat generalis, yaitu mengunjungi
berbagai macam bunga sepanjang hidupnya, sebagian kecil ,
termasuk serangga yang sangat penting sebagai peyerbuk, bersifat
spesialis yaitu hanya mengunjungi satu familia atau bahkan hanya
satu genus tanaman.

74 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
Komposisi komunitas serangga penyerbuk dan pola kunjungan juga
bergantung pada karakteristik bunga yang menguntungkan seperti
struktur bunga (Fontaine et al., 2006), misalnya lalat syrpidae dan
lebah solitair tidak mampu mengambil nektar pada type bunga yang
nektarnya tersembunyi sedangkan serangga penyerbuk yang
mempunyai proboscis yang panjang tidak menyukai bunga dengan
nektar yang terbuka. Bunga dengan warna kuning dan putih lebih
menarik serangga penyerbuk dari ordo Diptera diabnding
Hymenoptera, karena hymenoptera lebih menyukai bunga berwarna
biru dan merah (Sutherland et al., 1999). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa faktor kunci dalam penguatan fasilitasi dan hubungan
kompetitif antara tumbuhan dengan serangga penyerbuk adalah
tersedianya berbagai spesie tumbuhan berbunga pada petak habitat.
Pengkayaan habitat untuk penyerbuk liar umumnya dilakukan
melalui peningkatan kelimpahan dan keragaman tumbuhan yang di
persiapkan untuk mencukupi kebutuhan sumber daya pada waktu
musim munculnya serangga penyerbuk. (Vaughan et al., 2007 dan
Menz et al., 2011).
Hasil pengamatan serangga penyerbuk pada berbagai tanaman
pertanian di lereng utara Gunung Slamet ditemukan 1106 individu
yang terdiri atas 17 species yang berasal dari 7 familia dari 3 Ordo
yaitu Diptera, Coleoptera dan Hymenoptera . Ordo Diptera terdiri
atas 1familia yaitu Dolichopodidae,spesies Chrysosoma leucopogon,
Ordo Coleoptera, terdiri atas 1familia yaitu Chrysomelidae spesies
Crysolina polita. Ordo Hymenoptera yang terdiri atas 6 familia dan
15 spesies yaitu dari familia Apidae ( Apis cerana, Trigona sp,
Amegilla cingulata,A. zonata, Nomia sp., Ceratina sp., Philanthus
polites, ) familia Meghacilidae (Meghacile sp). dari familia Vespidae
(Polytes fuscata, Delta campineforme, Ropalidia romandi dan R.
fasciata ) dari familia Collectidae (Hylaeus modestus) dan dari familia
Anthophoridae (Xylocopa latipes)

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 75


Imam Widhiono
6) Kepadatan tumbuhan dan waktu pembungaan.
Keragaman tanaman juga harus mempertimbangkan berapa jumlah
tumbuhan yang berbunga pada waktu tertentu. Beberapa tanaman
dengan waktu pembuangaan yang beberbeda jika ditempatkan
dalam suatu tempat akan menarik serangga penyerbuk terutama
lebah liar. Namun demikian sekurang-kurangnya 3 jenis tumbuhan
berbunga ditempatkan pada suatu tempat dan dibuat tiga kelompok
waktu pembungaan yang berbeda ( Januari - April, Mei – Agustus,
September – Desember) mampu mendukung kehadiran dan populasi
serangga penyerbuk. Dalam model perencanaan ini maka sekurang-
kurangnya ada 9 jenis tumbuhan berbunga yang dibutuhkan untuk
pengkayaan habitat. Hasil penelitian menunjukkan kerapatan bunga
mempengaruhi jumlah spesies lebah liar dan kelimpahannya untuk
berkunjung dan kerapatan bunga yang lebih tinggi memberikan daya
tarik kepada lebah liar yang lebih tinggi pula
7) Jenis tumbuhan
Serangga penyerbuk lokal biasanya sudah teradaptasi dengan
tumbuhan lokal, tumbuhan lokal juga mempunyai keunggulan
adaptasi terhadap kondisi lingkungan lokal yang ada. Sebaliknya
sebagian besar tanaman hortikultura tidak mampu menyediakan
sumber polen dan nektar bagi populasi besar serangga penyerbuk.
Demikian juga halnya tamana bukan asli dikawarirkan akan menjadi
invasive dan membentuk koloni baru yang kan menekan komunitas
tumbuhan asli. Tumbuhan asli akan memberikan keuntungan antara
lain karena:
a) Dalam perawatan tidak membutuhkan pupuk dan pestisida.
b) Membutuhkan lebih sedikit air dibanding tumbuhan non asli
c) Menyediakan tempat perlindungan dan sumber pakan
permanen bagi hewan liar
Penggunaan tumbuhan lokal akan menyediakan konektivitas dengan
populasi tumbuhan lokal di alam, terutama pada habitat yang sudah
terfragmentasi.

76 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
Tabel 6.1. Jenis tumbuhan liar berbunga yang dikunjungi serangga
penyerbuk pada berbagai tipe habitat
No Familia Nama latin Nama lokal
1 Acanthaceae Barleria elegans Sujen trus
2 Barleria cristata Daun madu
3 Asteraceae Ageratum conyzoides Bandotan
4 Crassocephalum crepidioides Sintrong
5 Eleutheranthera ruderalis Gajahan
6 Galinsoga parviflora Bribil
7 Tridax procumbens Glentangan
8 Vernonia cinerea Sawi langit
9 Widelia chinensis Tusuk konde
10 Compositae Blumea lacera Sembung kuwuk
11 Eupatorium odoratum Glempangan
12 Euphorbiaceae Chamaesyce hirta Patikan kebo
13 Clidemia hirta Jatang kuda
14 Euphorbia heterophylla Kate mas
15 Euphorbia hirta Patikan kebo
16 Cyperaceae Cyperus difformis Sunduk welut
17 Kyllinga nemoralis Wudelan
18 Rubiaceae Borreria latifolia Rumput kancing
ungu
19 Hedyotis auricularia Remek watu
20 Lamiaceae Hyptis capitata Gringsingan
21 Ocimum americanum Selasih
22 Hyptis rhomboidea Jaka tua
23 Verbenaceae Lantana camara Tembelekan
24 Stachytarpheta jamaicensis Pecut kuda
25 Rosaceae Rubus chrysophyllus Kecaling
26 Rubus parviflorus Kupi-kupi
27 Fabaceae Arachis pintoi Kacang hias
28 Solanaceae Physalis angulata Ciplukan
29 Polygalaceae Salomonia cantoniensis
30 Capparaceae Cleome rutidospermae Maman ungu
31 Commelinaceae Commelina diffusa Aur-aur /Gewor
(Jawa)
32 Onagraceae Jussieua linifolia Rumput grinting
33 Melastomataceae Melastoma malabatricum Senggani
34 Malvaceae Sida rhombifolia L. Sidaguri
Sumber : Widhiono & Sudiana (2015b)

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 77


Imam Widhiono
Pada saat menganalisis sumber polen dan nektar, sangat penting
untuk dilihat seluruh tumbuhan yang potensial yang ada di dalam
dan di sekitar lahan pertanian yang paling banyak dikunjungi
serangga penyerbuk. Baik dari kelompok lebah liar maupun
serangga penyerbuk yang lain. Tumbuhan tersebut meliputi
tanaman pertanian yang ada maupun gulma yang menyediakan
bunga yang tumbuh liar di batasan lahan, tanaman pagar, tepian
hutan tepi jalan, lahan alami, maupun pada lahan yang tidak
ditanami. Tumbuhan liar yang ada mungkin akan sumber pakan
yang berlimpah dalam jangka pendek, misalnya tanaman
pertanian yang dibudidayakan atau tanaman budidaya utama
pada lahan, jenis tanaman ini harus dimasukan sebagai salah satu
komponen yang penting dalam perencanaan konservasi serangga
penyerbuk lokal pada lahan pertanian. Namun demikian untuk
serangga penyerbuk yang sangat produkstiv (Apis cerana dan
Trigona sp) membutuhkan sumber polen dan nektar diluar musim
bunga tanaman utama. Sepanjang tumbuhan tidak berbahaya dan
bukan gulma yang bersifat invasive maka tumbuhan liar dapat
dijadikan sumber pakan serangga peneyrbuk diluar musim bunga.
Tumbuhan tersebut dapat menyediakan bunga sebelum musim
bunga tanaman utama maupun sesudah musim bunga, sehingga
ketersediaan pakan serangga penyerbuk tersedia sepanjang
musim (Morandin et al., 2007). Gulma tersebut dapat
dikendalikan saat musim bunga tanaman pertanian tiba.

78 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono

DAFTAR PUSTAKA
Aizen, S.A., Garibaldi,S.A., Cunningham, A., and Klein, A.M., 2009. How
much dose agriculture depend on pollinators ? Lesson
from long-term trends in crop productions. Ann. Bot. 103.
1579-1588.
Aizen, S. A. and Feinsinger.P. 1994. Habitat Fragmentation, Native
Insect Pollinators, and Feral Honey Bees in Argentine
‘Chaco Serrano’. Ecological Applications 4:378–392.
Albano, S., Salvado, S., Duarte, S., Mexia, A. and Borges, P.A.V., 2009.
Pollination effectiveness of different strawberry floral
visitors in Ribatejo, Portugal : Selection of pottential
pollinators. Part 2. Adv. Hort. Sci. 23 (4) : 246-253.
Aouar-Sadli, M, Louadi, K and S-E, Doumandji, 2008. Pollination of
broad bean (Vicia faba, Fabaceae) by wild bee and honey
bees ( Hymenoptera: Apoidea) and its impact on the seed
production in the Tizi-Ouzou area (Algeria), African
Journal of Agricultural Research Vol.3 (4). 266-272.
Barfod,A.S., Hagen,M., and Borchsenius,F. 2014. Twenty-five years of
progress in understanding pollination mechanismsin
palms (arecaceae).Annals of botany :1 of 14
Bata´ry P, Sutcliffe L, Dormann CF, Tscharntke T (2013) Organic
Farming Favours Insect-Pollinated over Non-Insect
Pollinated Forbs in Meadows and Wheat Fields. PLoS ONE
8(1): e54818. doi:10.1371/journal.pone.0054818
Bauer,D.M and Wing, I.S. 2010. Economic consequences of pollinator
declines: a synthesis. Agricultural and Resource Economics
Review 39.3 : 368–383
Biesmeijer, J. C., S. P. Roberts, M. Reemer, R. Ohlemueller, M. Edwards,
T. Peeters, A. Schaffers, S. G. Potts, R. Kleukers, C. D.
Thomas, J. Settele, and W. E. Kunin. 2006. Parallel declines
in pollinators and insect-pollinated plants in Britain and
the Netherlands. Science 313:351–354
Biesmeijer, W. E. Kunin, J. Settele, and I. Steffan-Dewenter. 2008.
Measuring bee diversity in different European habitats
and biogeographical regions. Ecological Monographs
78:653–671
Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 79
Imam Widhiono
Blaauw BR and Isaacs R. 2014. Flower plantings increase wild bee
abundance and the pollination services provided to a
pollination-dependent crop. J Appl Ecol 51: 890–98.
Brosi, B.P., Armsworth, Daily G.C., 2008. Optimal Design of
agricultural landscapes for pollination services.
Conservation Letters 1 : 27-36.
Campbell, D.R., 2008. Pollinator shift and the origin and loss of plant
species. Ann.Missouri Bot. Gard. 95: 264-274
Chimura,D., Adamski,P, and Denisuk, Z, 2012. How do plant
communities and flower visitoras relate? Acase study of
semi natural xerothermic grasslands. Acta Societas
Botanicorum Poloniae. 82(2). 99-105
Carvalheiro LG, Veldtman R, Shenkute AG, et al. 2011. Natural and
within-farmland biodiversity enhances crop productivity.
Ecol Lett 14: 251–59.
Chaplin-Cramer, R., Tuxen-Bettman,K and Kremen, C, 2011. Value of
wildland habitat for supplying Pollinantion services to
Agriculture. BioOne. 33-41
Chiari, W,C., de Toledo, V.A.A., Ruvolo-Takasuki, M.C.C., Mitsui, M.H.,
2005. Pollination of Soybean (Glycine max L.Merril) by
Honeybees ( Apis melliffera L.). Brazilian Archives of
Biology and Technology. Vol. 48. No. 1 34-36
Corlett, T.R. 2004. Flower visitors and pollination in the Oriental
(Indo-Malayan ) Regions. Biol. Rev. (2004), 79, pp. 497–532.
Delaplane, K.S., and Mayer, DF.2000. Crops pollination by bees.
Cambridge:cabi CABI
Departemen Kehutanan. (2000). Perlebahan: Peluang agribisnis yang
ramah lingkungan. Jakarta: Biro Hubungan Masyarakat,
Departemen Kehutanan
Eilers, E. J. Kremen, C., Greenleaf, S.S., Garber, A.K., and Klein, A.M.,
2011. Contribution of Pollinator-Mediated Crops to
Nutrients in the Human Food Supply. PLoS ONE |
www.plosone.org. Volume 6 | Issue 6 | e21363

80 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
Fohouo, F.N.T, Ngakou, A.N, and B.S. Kengni, 2009. Pollination and
Yiled responses of Cowpea ( Vigna unguiculata. L. Walp.)
to the Foraging Activity of Apis melliffera adansonii
(Hymenoptera:Apidae) at Ngaoundere (Cameroon).
African Journal of Biotechnology Vol.8 (9) 1988-1996
Fontaine C, Dajoz I, Meriguet J, and Loreau M. 2006. Functional
diversity of plant–pollinator interaction webs enhances
the persistence of plant communities. PLoS Biol 4: e1
Frimpong EA, Gemmill-Herren B, Gordon I, and Kwapong PK. 2011.
Dynamics of insect pollinators as influenced by cocoa
production systems in Ghana. J Pollination Ecol 5: 74–80
Gabriel, D., and Tscharntke, T. 2007.Insect pollinated plants benefit
from organic farmingAgriculture, Ecosystems and
Environment 118 (2007) 43–48
Garibaldi LA, Steffan-Dewenter I, Kremen C, 2011. Stability of
pollination services decreases with isolation from natural
areas despite honey bee visits. Ecol Lett 14: 1062–72
Gegear, R.J., and Laverty, T.M., 2001. Flower Constancy in
Bumblebees: a test of the trait variability hyphothesis.
Animal Behaviour. 69.no 4. 939-949.
Ghazoul, J. 2006. Floral Diversity and the Facilitation of Pollination.
J.Ecol. 94: 295-304
Greenleaf S.S. and Kremen C. 2006. Wild bee species increase tomato
production and respond differently to surrounding land
uuse in Northern California. Biological Conservation 13,
81-87
Hegland SJ, Nielsen A, La´zaro A, Bjerknes AL, Totland Ø. 2009. How
does climate warming affect plant–pollinator interactions?
EcologyLetters 12: 184–195.
Holzschuh A, Steffan-Dewenter I, Kleijn D, Tscharntke T
(2007)Diversity of flower-visiting bees in cereal fields:
effects of farmingsystem, landscape composition and
regional context. Journal of Applied Ecology 44:41-49
Holzschuh A, Dormann CF, Tscharntke T, and Steffan-Dewenter, I.
2013. Mass-flowering crops enhance wild bee abundance.
Oecologia 172: 477–84

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 81


Imam Widhiono
Houston, T.F, and Ladd, P.G. 2002. Buzz pollination in the
Epacridaceae. Australian Journal of Botany 50: 83–91
Kahono, S., Lupiyaningdyah,P.,Erniwati, Nugroho,H. 2012. Potensi
dan pemanfaatan serangga penyerbuk untuk
meningkatkan produksi kelapa sawit di perkebunan
kelapa sawit desa Api-Api, kecamatan Waru, kabupaten
Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.Zoo Indonesia.
21(2): 23-34
Kasper ML, Reeson AF, Mackay DA Austin AD (2008). Environmental
factors influencing daily foraging activity of Vespula
germanica (Hymenoptera, Vespidae) in Mediterranean
Australia. Insect Soc., 55: 288-296
Klatt, BK, Holzschuh, A., Westphal, C., Cough, Y., Pawelzik, E.,
Tscharnke, T. 2014. Bee pollination improves crop quality,
shelf life and commercial value. Proc. R. Soc. B. 281.
20132440
Kidoro, M.L, and Higashi, S. 2010 Flower Constancy in Generalist
Pollinator Ceratina flaviceps (hymenoptera : Apidae) an
evaluation by Pollen Analysis. Psyche. Vol 10,
Kluser S, Peduzzi P, (2007), Global Pollinator. Decline: A Litterature
Review. UNEP/GRID- Rome
Kevan.P.G. 1983. Insect as flower visitors and pollinators. Ann. Rev.
Entomol 28:407-453
Kevan, P.G. and Phillips, T. 2001. The Economics impacts of
Pollinators Declines: an Approach to assessing the
Consequences. Conservation Ecology 5(1) : art 8
Kingha, B.M.T, Fohouo, F.T., Ngakou, A and A.Brukner. 2012. Foraging
and pollinations activities of Xylocopa olivacea (
Hymenoptera, Apidae) on Phaseolus vulgaris (Fabacea)
flowers at Dang (Ngaoundere- Cameroom). J. Agricultureal
Extension and Rural Development Vol 4(6).330-339
Klein AM, Steffan–Dewenter I, Tscharntke T (2003) Fruit set of
highland coffee increases with the diversity of pollinating
bees. Proceedings of the Royal Society of London. Series B:
Biological Sciences 270:955-961

82 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
Klein AM., Vaissiere, B., Cane, JH., Steffan-Dewenter I, Cunningham,
SA., Kremen, C., Tschranke, T. 2007. Importance of crop
pollinators in changing landscapes for worlds crops.
Proceeding Royal Society London B, Biological Sciences
274. 303-313
Klein AM, Brittain C, Hendrix SD, Thorp R, Williams N, KremenC
(2012) Wild pollinationservices to California almond rely
onsemi-natural habitat. Journal of Applied Ecology 49:723-
732
Kuntadi. (2008). Langkah-langkah memaksimalkan produksi dan
produktivitas koloni lebah madu. MakalahGelar Teknologi
tanggal 5-6 November2008 di Padang Pariaman.Sumatera
Barat. Pusat Peneltiandan pengembangan Hutan dan
KonservasiAlam. Bogor
Kwapong, P.K., Danquah, P.A., and A.T. Asare. 2013. Insect Floral
Visitors of Cowpea ( Vigna unguiculata). Annals of
Biological research. 4(4):12-18
Kearns, C. A., D. W. Inouye, and N. M. Waser. 1998. Endangered
mutualisms: The conservation ofplant-pollinator
interactions Annual Review of Ecology and Systematics
29:83-112.
Kremen, C, Ricketts, T (2000) Global perspectives on pollination
disruptions. Conservation Biology 14:1226-1228
Memmott, J, Craze, PG, Waser, NM, and Price, MV. 2007. Global
warming and the disruption of plant–pollinator
interactions. Ecology Letters 10: 710–717.
Memmott J, Waser NM, Price MV. 2004. Tolerance of pollination
networks to species extinctions. Proceedings of the Royal
Society of London B:271: 2605–2611
Menz, M.H.M, Phillips, R.D., Winfree, R, 2011. Reconnecting plants
and pollinators: challenges in the restoration of pollination
mutualisms. Trends Plant Sci 16: 4–12.
Menzel, R. And A. Shmida. 1993. The Ecology of Flower colours and
the natural colour vision of insect pollinators : The israeli
flora as study case. Biol. Rev. 68 : 81-120
Michener, C. D. (2000). The bees of the world. Johns Hopkins
University Press, New York, New York

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 83


Imam Widhiono
Morandin LA and Kremen C. 2013. Hedgerow restoration promotes
pollinator populations and exports native bees to adjacent
fields. Ecol Appl 23: 829–39
Nicholls, C.I and Altieri, M.A. 2012. Plant biodiversity enhances bees
and other insect pollinators in agroecosystems. A review.
Agron Sustain Dev 33: 257–74
Nicodemo, D., Couta, R.H.N., Malheiros, E.B., and De Jong, D. 2009.
Honey bees an effective pollinating agent of pumpkin. Sci.
Agric. 66(4) 476-480
Otis, G. W. (1990). Diversity of Apis in Southeast Asia. In G. K.
Vearesh, B. Malik, and H.Viraktanathan (Eds.), Social
insects and Environment (pp. 725-726). Oxford: IBA.
Partap, U. 2006. Pollination of Strawberry by asian Honey bees , Apis
cerana. International Centre for Integrated Mountain
Development (ICIMOD). PO.Box 3226, Kathmandu , Nepal
Potts SG, Biesmeijer JC, Kremen C, Neumann P, Schweiger O, Kunin
WE (2010) Global pollinator declines: trends, impacts and
drivers. Trends in Ecology & Evolution 25:345-353
Roselino, A.C., Santos,S.B., Hrncir, M. And Bego, L.R., 2009. Differences
between the quality of straberries ( Fragaria x ananassa)
pollinated by the stingless bees Scaptotrigona aff. Depilis
and Nannotrigona testaceicornis. Genetics and Molecular
Research 8(2): 539-545.
Raw A. 2000. Foraging behaviour of wild bees at hot peppers flowers
(Capsium annuum) and its possible influence on cross
pollination. Annals of Botany 85: 487-492
Roubik DW, Yanega D, Aluja, Buchmann SL, Inouye DW (1995) On
optimal nectar foraging by some tropical bees
(Hymenoptera: Apidae). Apidologie 26:197-211
Roth, T.H., Amrhein, V. , Beatrice, P., and D.Weber,. 2008. A Swiss
Agri-Environemt Scheme effectively enhances species
richness for some taxa over time. Agriculture, Ecosystem
& Environment. 125. 167-172
Scaven, F. L. 1 and Rafferty, N. E. 2013. Physiological effects of
climate warming on flowering plants and insect
pollinators and potential consequences for their
interactions. Curr Zool. ; 59(3): 418–426

84 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator


Imam Widhiono
Seely, T. D. (1985). Labour Specialization by Workers. Honeybee
Ecology. Prinecton: NewJersy. pp. 31-35.
Shuel, R. W. (1992). The production of nectar and pollen by plants. The
Hive and The Honeybee. Hamilton, Illinois: Dadant & sons.
pp. 345-455.
Sudiana, E dan Widhiono, I., 2015. Keragaman serangga penyerbuk
pada habitat hutan. Makalah Seminar Nasional Masyarakat
Biodiversitas Indonesia. Yogyakarta
Soekartiko, B. 2009. Perkembangan perlebahan nasional dan dunia.
(Makalah). Pertemuan Asosiasi Perlebahan Indonesia 2009
di Cibubur. Jakarta: Bina Apiari Indonesia
Soesilowati Hadisoesilo, 2001. Keanekaragaman spesies lebah madu
asli Indonesia. Biodiversitas vol 2 no 1 123-128
Walters, S.A., and B.H. Taylor.2006. Effects of Honey bee Pollination
on Pumpkin Fruit and Seed Yield, HortScience. 41: 370-373
Whittingham, M.J., 2011. The future of Agri-Environment Schemes:
biodiversity gains and ecosystem services delivery?.
Journal of App.Ecol. 48. 509-513
Widhiono, I dan Ariani, E., 1992. Penentuan ras lebah madu lokal
(Apis cerana Farb.). Laporan Penelitian Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto. Tidak di publikasikan.
Widhiono, I dan Trisucianto, E., 2011. Keragaman tumbuhan liar
sebagai inang serangga penyerbuk. Laporan Penelitian
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Tidak di
publikasikan.
Widhiono I., Sudiana, E dan Trisucianto, E, 2012. Potensi lebah lokal
dalam peningkatan produksi buah strawberry (Fragaria x
ananasa). Inovasi. Jurnal Sains dan Teknologi. Vol.06 (02)
163-168.
Widhiono,I., Sudiana, E dan Trisucianto, E, 2012. Pengaruh
pengkayaan tumbuhan liar terhadap keragaman serangga
penyerbuk dan hasil panen tanaman pertanian. Laporan
Penelitian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Tidak di publikasikan.
Widhiono, I dan Sudiana, E., 2013a. Uji pemantapan model
konservasi serangga penyerbuk dengan pengkayaan
habitat. Laporan Penelitian Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto. Tidak di publikasikan.

Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 85


Imam Widhiono
Widhiono, I dan Sudiana, E., 2013b. Penentuan type habitat serangga
penyerbuk ordo Hymenoptera untuk konservasi. Laporan
Penelitian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Tidak di publikasikan
Widhiono, I dan Sudiana, E, 2014. Pengaruh jarak dari hutan
terhadap keragaman lebah liar. Laporan Penelitian
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Tidak di
publikasikan
Widhiono, I dan Sudiana, E., 2015a. Keragaman Serangga Penyerbuk
dan Hubunganya dengan Warna Bunga pada Tanaman
Pertanian di Lereng Utara Gunung Slamet, Jawa Tengah.
BiospeciesVol 8. No 2. 43-50
Widhiono,I dan Sudiana, E., 2015b. Peran tumbuhan liar dalam
konservasi lebah liar penyerbuk (Hymenoptera).
Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas
Indonesia. Yogyakarta.
Winfree R, Williams NM, Gaines H, et al. 2008. Wild bee pollinators
provide the majority of crop visitation across land-use
gradients in New Jersey and Pennsylvania, USA. J Appl Ecol
45: 793–802
Wongsiri, S., Rinderer, T. E. and Sylvester, H. A. (1991). Biodiversity of
Honeybees in Thailand. Bangkok: Prachachon. pp. 50-63
Wratten, D.S, Gillespie, M., Decortye, A., Mader, E. and Desneux N.,
2012. Pollinator Habitat Enhancmnet : Benefit to Other
Ecosystem. Agric.Ecosyst.Env. 159 :112-12
Wright, G. A. and Schiest, F. P. 2009. Floral scent in a whole-plant
context .The evolution of floral scent: the influence of
olfactorylearning by insect pollinators on the honest
signalling of floral rewards, Functional Ecology23, 841–8

86 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator

Anda mungkin juga menyukai