Anda di halaman 1dari 17

APLIKASI TEKNIK KULTUR JARINGAN DALAM BIOTEKNOLOGI

TUMBUHAN: SELEKSI PLANLET CABAI MERAH (CAPSICUM ANNUM


L) DENGAN ASAM SALISILAT SECARA IN VITRO

(Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan)

Oleh :

Nabila Rifa Anisa

1917021031

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Percobaan : Aplikasi Teknik Kultur Jaringan Dalam Bioteknologi


Tumbuhan: Seleksi Planlet Cabai Merah (Capsicum annum
L) dengan Asam Salisilat Secara In Vitro

Tanggal Percobaan : 01 November 2021

Tempat Percobaan : Metro

Nama : Nabila Rifa Anisa

NPM : 1917021031

Prodi : Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Kelompok : 5 (lima)

Bandar Lampung, 08 November 2021

Mengetahui,

Asisten

Zelfi Julita Dwi Putri


NPM.1817021016
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanaman cabai merah (Capsicum annum L.) di Indonesia termasuk komoditas
strategis, hal ini dikarenakan cabai merah hampir ditemukan dalam
pengolahan pangan dan setiap hari dikonsumsi hampir sebagian masyarakat.
Kebutuhan akan cabai merah terus meningkat seiring dengan bertambahnya
jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat, saat ini
menjadi tantangan besar bagi usaha penyediaan pangan. Badan pangan dunia
atau FAO, memperkirakan akan terjadi kelangkaan pangan dunia pada tahun
2050. Sektor pertanian sebagai penyedia pangan dituntut untuk lebih produktif
dalam mengimbangi kebutuhan pangan yang semakin tinggi. Untuk itu, perlu
dilakukan sebuah alternatif untuk mengatasi krisis kelangkaan pangan
tersebut, yaitu salah satunya dengan penerapan bioteknologi tumbuhan.

Tanaman yang merupakan produk dari bioteknologi ini menyerupai tanaman


asalnya, akan tetapi memiliki sifat-sifat tertentu yang menjadikan tanaman
tersebut lebih baik. Tanaman produk bioteknologi yang telah disetujui untuk
dijadikan bahan pangan tersebut memiliki sifat seperti tahan atau resisten
terhadap hama dan penyakit, tahan terhadap herbisida, perubahan kandungan
nutrisi, dan peningkatan daya simpan. Dalam bioteknologi tumbuhan, salah
satu aplikasi yang tepat digunakan sebagai upaya perbanyakan tanaman
sekaligus pengendalian penyakit yang efektif dan aman terhadap lingkungan
adalah mengggunakan varietas yang tahan dan resisten. Penggunaan varietas
yang unggul dengan daya produksi tinggi merupakan cara alternatif
pengendalian penyakit dan tidak menimbulkan dampak negatif.
Pengembangan kultivar yang tahan terhadap hama atau penyakit tersebut
dapat dilakukan dengan metode seleksi in vitro yaitu dengan mengkulturkan
eksplan berupa organ atau jaringan pada medium yang mengandung asam
salisilat dengan konsentrasi selektif.

Oleh karena hal tersebut, maka praktikum mengenai seleksi planlet cabai
merah dengan menggunakan asam salisilat secara in vitro melalui teknik
kultur jaringan sangat penting untuk dilakukan sebagai salah satu
pengaplikasian bioteknologi tumbuhan. Dengan adanya praktikum ini,
mahasiswa dapat lebih mengetahui dan memahami terkait prosedur dari
seleksi planlet cabai merah khususnya dengan menggunakan asam salisilat.
Sehingga, dapat memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat luas
dalam upaya peningkatan kualitas dan produksi tanaman khususnya cabai
merah di Indonesia melalui pemanfaatan bioteknologi tumbuhan secara in
vitro.

B. Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah setelah mahasiswa


mengikuti praktikum ini mahasiswa dapat memahami dalam mengaplikasikan
teknik kultur jaringan dalam bioteknologi tumbuhan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Tumbuhan merupakan sumber daya alam yang mempunyai peranan yang sangat
penting dalam kehidupan, diantaranya digunakan untuk sandang, pangan,
perumahan, bahan bakar, bahan industri, dan sebagainya. Cabai, yang identik
dengan rasa pedas, sudah menjadi salah satu komponen bumbu dalam setiap
masakan dari sejak lama. Hampir di setiap masakan asli nusantara pasti
mengandung cabai, hingga sebagaian besar masyarakat mengira bahwa cabai
adalah tanaman asli Indonesia. Umumnya cabai digunakan untuk menambah cita
rasa pedas pada masakan, bahkan jenis cabai tertentu dimakan secara langsung
sebagai pangan lalapan. Salah satu komoditas sayuran yang penting adalah cabai
merah (Capsicum annum L.). Cabai merah termasuk tanaman yang dapat
mengadakan penyerbukan sendiri, dan dalam tingkatan yang cukup besar juga
dapat mengadakan pesilangan. Secara morfologi tanaman cabai termasuk tanaman
semusim (annual) berbentuk perdu, berdiri tegak dengan batang berkayu,dan
memiliki banyak cabang. Tinggi tanaman cabai dewasa antara 65-120 cm. Buah
cabai merah dikenal sebagai bahan penyedap dan pelengkap berbagai menu
masakan khas Indonesia (Nurlenawati et al., 2010).

Bioteknologi didefinisikan sebagai penerapan prinsip-prinsip biologi, biokimia


dan rekayasa dalam pengolahan bahan dengan memanfaatkan agensia jasad hidup
dan komponen-komponennya untuk menghasilkan barang dan jasa. Bioteknologi
selalu berkaitan dengan reaksi-reaksi biologis yang dilakukan oleh jasad hidup
sebagai suatu individu atau komponennya yang dapat berupa organel, sel atau
jaringan atau bahkan molekul-molekul tertentu, misalnya DNA, RNA, protein
atau enzim. Ilmu yang mendasari bioteknologi ialah mikrobiologi, genetika,
biokimia, biologi molekuler, ilmu pangan, rekayasa kimia, rekayasa mekanik,
teknologi pangan, elektronik dan komputer (Tando et al., 2019).

Perkembangan bioteknologi diawali dengan teknologi rekayasa genetika menjadi


semakin cepat. Dalam dogma sentral atau pemahaman dasar ilmu biologi
diketahui bahwa cetak biru kehidupan DNA menyimpan informasi yang
pemanfaatannya dilakukan melalui perubahan informasi ke materi baru yaitu
RNA. Proses ini disebut dengan transformasi. Selanjutnya, RNA juga diubah
informasinya ke dalam materi akhir yaitu protein dalam proses translasi. Dari alur
informasi dalam dogma sentral, dapat dipahami bahwa rekayasa DNA/genetika
membawa implikasi pada perubahan RNA sebagai materi pertengahan maupun
kepada protein sebagai produk akhir (Tando et al., 2019).

Bioteknologi tanaman adalah budidaya jaringan tanaman secara in vitro yang


memiliki kesejajaran dengan budidaya tanaman secara konvensional. Kultur
jaringan tanaman diusahakan untuk menanam eksplan berupa bagian tanaman,
jaringan sel, sub selular secara in vitro untuk tujuan tertentu. Teknik kultur
jaringan adalah suatu teknik untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti
protoplasma, sel, jaringan, dan organ yang ditumbuhkan dalam kondisi aseptik,
sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi
menjadi tanaman yang utuh kembali. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan
ialah perbanyakan tanaman menggunakan bagian vegetatif tanaman pada media
buatan yang dilakukan pada tempat steril. Metode kultur jaringan dapat
menghasilkan bibit dalam jumlah yang banyak tanpa memerlukan jumlah induk
yang banyak dan waktu yang relatif singkat. Metode ini selain digunakan untuk
perbanyakan tanaman, juga digunakan untuk mengeliminasi virus. Metode in vitro
kultur kalus mampu mengeliminasi virus penyebab penyakit garis kuning
(Sugarcane yellow leaf virus) mencapai 100% dan kultur meristem apikal mampu
mengeliminasi virus tersebut sebesar 64% (Basri, 2016).

Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu organogenesis dan embriogenesis somatik. Organogenesis adalah proses
pembentukan organ seperti tunas atau akar, baik secara langsung dari eksplan atau
secara tidak langsung melalui pembentukan kalus terlebih dulu. Sedangkan,
embriogenesis somatik adalah proses pembentukan embrio yang bukan berasal
dari zigot, tetapi dari sel somatik tanaman. Embrio somatik biasanya berasal dari
sel tunggal yang kompeten dan berkembang membentuk fase globular, hati,
torpedo, dan akhirnya menjadi embrio somatik dewasa yang siap dikecambahkan
untuk membentuk planlet atau tanaman utuh (Inayah, 2015).

Metode seleksi in vitro merupakan yang digunakan untuk mendapatkan sifat tahan
pada tanaman. Metode seleksi in vitro pada beberapa tanaman telah digunakan
untuk meningkatkan sifat tahan baik ketahanan terhadap faktor biotik dan abiotik.
Metode seleksi in vitro sangat efektif karena perubahan yang terjadi lebih terarah
pada sifat yang diinginkan. Pada metode seleksi ini dapat dilakukan menggunakan
toksin atau filtrat dari patogen sasaran sebagai agen penapis (selecting agent) pada
sel yang mengalami mutasi akibat perlakuan in vitro atau berasal dari satu atau
beberapa sel dari kalus yang dihasilkan. Dengan metode ini dapat diperoleh
korelasi positif antara sifat ketahanan terhadap toksin atau filtrat dengan
ketahanan terhadap penyakit. Protoplas, sel tunggal, kalus, dan jaringan dapat
digunakan sebagai bahan keragaman dalam metode ini. Metode seleksi in vitro
telah dimanfaatkan pada berbagai tanaman untuk menghasilkan kultivar atau
varietas baru dengan sifat yang baru dan diwariskan pada turunannya. Individu
baru hasil seleksi in vitro antara lain tanaman tomat, pisang, dan seledri tahan
penyakit bakteri layu, gladiol tahan Fusarium, panili tahan Fusarium, abaka tahan
Fusarium dan kedelai tahan lahan masam (Husni et al., 2005).
III. METODE PERCOBAAN

A. Waktu dan Tempat


Adapun praktikum mata kuliah Kultur Jaringan Tumbuhan mengenai aplikasi
teknik kultur jaringan dalam bioteknologi tumbuhan: seleksi planlet cabai
merah (Capsicum annum L) dengan asam salisilat secara in vitro dilaksanakan
pada hari Senin, 01 November 2021 pada pukul 09:10-12:00 WIB melalui
platform diskusi WhatsApp Group, yang bertempat di rumah praktikan di
Kelurahan Yosodadi, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro, Provinsi
Lampung.

B. Alat dan Bahan


Adapun, alat yang digunakan dalam praktikum kultur organ adalah laminar
Air Flow Cabinet (LAF) autoklaf, pinset, scalpel, mata pisau scalpel, syringe
filter berdiameter 0,4 cm. Erlenmeyer berukuran 100 ml, 500 ml, dan 1000 ml,
cawan petri berdiameter 10 cm, botol kultur berukuran 250 ml, gelas ukur
bervolume 100 ml dan 500 ml, mikropipet, pipet tip, mikroskop, penggaris,
dan kamera digital.

Bahan yang digunakan dalam praktikum kultur organ adalah benih cabai
merah keriting (Capsicum annum L), asam salisilat, alkohol 70%, akuades,
Benzine Amino Purine (BAP), Indole Acetic Acid (IAA), sukrosa, Kalium
Hidroksida (KOH), Hidrogen Klorida (HCl) dan medium MS (Murashige &
Skoog) padat.

C. Cara Kerja
Adapun cara kerja dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
a) Persiapan Medium Tanam untuk Perkecambahan dan Seleksi
1. Medium yang digunakan adalah Murashige & Skoog (MS) padat.
Pembuatan medium tanam MS sebanyak 1 liter adalah dengan cara
memipet sejumlah larutan stok, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar
1 liter.
2. Aquades ditambahkan sampai tanda (1 liter) dan pH diatur sampai 5,5.
Untuk mendapatkan pH 5,5 dilakukan penambahan KOH 1 N atau HCI 1
N. Larutan tersebut kemudian dipindahkan ke dalam wadah yang lebih
besar kemudian ditambahkan agar-agar sebanyak 7 g/l, sukrosa 30 g/l,
penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT).
3. Larutan medium dipanaskan untuk melarutkan agar-agar (sambal diaduk)
sampai mendidih kemudian dituangkan ke dalam botol kultur sebanyak 20
ml/botol.
4. Sterilisasi medium dengan menggunakan autoklaf dengan tekanan 17,5
psi, 121 derajat celcius selama 15 menit.
5. Setelah disterilkan, medium MS yang sudah ditambah ZPT tersebut
kemudian ditambah asam salisilat (AS) dengan konsentrasi (kontrol), 50%,
60%, 70%, dan 80%.
6. Sebelum digunakan, asam salisilat dilarutkan terlebih dahulu dengan
akuades steril pada konsentrasi tertentu lalu disaring menggunakan syringe
filter yang mempunyai diameter 0,45 cm. Penyaringan dilakukan dalam
ruang steril didalam LAF Cabinet. Selanjutnya AS ditambahkan ke dalam
medium MS.

b) Sterilisasi Benih
1. Benih cabai dicuci dengan aquades dan dikocok, lalu dimasukkan ke
dalam larutan chlorox 10% dan dikocok selama 10 menit.
2. Benih dibilas dengan aquades, pembilasan dilakukan dua kali dan dikocok
masing-masing 2 menit.
3. Setelah itu dipindahkan ke dalam cawan petri yang berisi betadine (bahan
aktif: Povidoneiodine 10%) ditambah aquades dan dibiarkan selama 30
menit.
c) Penanaman Benih dan Seleksi Planlet Cabai dengan Asam Salisilat
1. Benih kemudian ditanam pada medium MS yang sudah ditambah asam
salisilat dan ZPT. Penanaman benih dilakukan di dalam LAF Cabinet.
Setiap botol kultur ditanami 5 benih, sehingga total benih yang ditanam
sebanyak 25 dalam 5 botol kultur.
2. Benih-benih cabai tersebut di kecambahkan pada medium MS sampai
terbentuk planlet.
3. Inkubasi kultur dilakukan pada ruangan dengan penyinaran ± 1000 lux, 24
jam/hari dan suhu ± 20˚C. Semua kegiatan-kegiatan di muka dilakukan
secara aseptis.
4. Selanjutnya botol kultur dipelihara di dalam ruang inkubasi dengan suhu
20˚C, di sinari dengan lampu TL dengan intensitas penyinaran lebih
kurang 1000 lux selama 8 minggu.

d) Pengamatan
Pengamatan dllakukan minggu ke-3 setelah penanaman, dengan parameter:
• Persentase jumlah planlet yang hidup.
• Jumlah daun.
• Tinggi planlet yang diukur dari pangkal batang sarnpai ujung daun yang
tertinggi dengan satuan sentimeter (cm).
• Pada akhir minggu ke-3 dievaluasi untuk mengetahui konsentrasi AS yang
menyebabkan pertumbuhan planlet paling optimum.

e) Analisis Data
1. Data yang diperoleh dari pertumbuhan planlet cabai selama seleksi dengan
AS berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif disajikan
dalam bentuk deskriptif komparatif dan di dukung foto.
2. Data kuantitatif dari setiap parameter seperti jumiah daun, tinggi planlet,
dan seterusnya ditabulasi dengan faktor konsentrasi yang berbeda dan
ulangan 5 eksplan per perlakuan.
3. Analisis data pada penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL), sedangkan data kuantitatif dari setiap parameter dianalisis dengan
menggunakan Analisis Ragam (Analysis of Variance) atau Anova dengan
tingkat kepercayaan 95%. Apabila ada beda nyata dilanjutkan dengan Uji
Jarak Berganda dari Duncan atau DMRT (Duncan Multiple Range Test)
pada taraf kepercayaan 95% (Gomes & Gomes, 1984).
IV. PEMBAHASAN

A. Pembahasan
Adapun pembahasan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:

Pengembangan kultivar tahan Fusarium oxysporum dapat dilakukan dengan


metode seleksi in vitro yaitu metode dengan mengkulturkan eksplan berupa
organ atau jaringan pada medium yang mengandung asam salisilat dengan
konsentrasi selektif. Asam salisilat merupakan signal penting dalam ketahanan
tanaman, digunakan sebagai senyawa pengimbas ketahanan tanaman terhadap
penyakit layu Fusarium. Asam salisilat digunakan pada tanaman sebagai
reaksi terhadap infeksi patogen, dan digunakan sebagai racun murni pada
penyakit layu Fusarium. Mekanisme ketahanan tanaman terhadap penyakit
dapat berupa ketahanan secara fisik maupun kimia. Salah satu bentuk
ketahanan secara kimia adalah asam salisilat. Asam salisilat (AS) dapat
digunakan sebagai agen penyeleksi dalam seleksi in vitro untuk memperoleh
varian yang tahan terhadap Fusarium oxysporum. Hasil secara visualisasi
menunjukkan bahwa planlet yang semula berwarna hijau kemudian menjadi
hijau coklat pada bagian tertentu, dan browning setelah diberi perlakuan
dengan asam salisilat. Planlet yang tahan asam salisilat, browning hanya
terjadi pada bagian ujung daun, sedangkan planlet yang tidak tahan asam
salisilat akan mengalami browning yang cepat meluas ke seluruh bagian
planlet.

Zat pengatur tumbuh (ZPT) yang digunakan dalam perbanyakan tanaman


secara in vitro yaitu ZPT auksin dan sitokinin. Auksin berperan dalam
meningkatkan sintesis protein dan meningkatkan plastisitas serta
pengembangan dinding sel sehingga membantu penyerapan nutrisi dalam
media kultur. Auksin juga berperan dalam menginduksi proses pembelahan
dan diferensiasi sel untuk berubah menjadi perakaran. Auksin umumnya
berperan dalam menginduksi pembentukan kalus, memacu pemanjangan dan
pembelahan sel di dalam jaringan kambium. Auksin yang digunakan dalam
praktikum kultur jaringan tumbuhan ini yaitu Indole Acetic Acid (IAA).

Hormon IAA adalah auksin endogen yang berperan dalam pembesaran sel,
menghambat pertumbuhan tunas samping, merangsang terjadinya absisi,
berperan dalam pembentukkan jaringan xilem dan floem, dan juga
berpengaruh terhadap perkembangan dan pemanjangan akar. Hormon IAA
berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga sintesis
oleh bakteri tertentu merupakan alasan yang menyebabkan peningkatan
pertumbuhan tanaman. IAA termasuk hormon auksin utama dalam tanaman
yang mengendalikan pertumbuhan tanaman, banyak proses fisiologis penting
termasuk pembesaran sel, diferensiasi sel. Diferensiasi floem diinduksi oleh
IAA dengan kadar yang rendah, sedangkan pada diferensiasi xilem
membutuhkan konsentrasi IAA dengan kadar yang lebih tinggi, pada jaringan
pembuluh yang terluka, jalur IAA yang terputus dapat membentuk jalur baru
melalui sel parenkim, sehingga akan terjadi regenerasi jaringan disekitar luka.

Zat pengatur tumbuh golongan sitokinin yang digunakan dalam praktikum


kultur jaringan ini adalah Benzil Amino Purin (BAP). BAP adalah sitokinin
yang sering digunakan karena paling efektif untuk merangsang pembentukan
tunas, lebih stabil, dan tahan terhadap oksidasi serta memiliki harga paling
murah diantara sitokinin lainnya. BAP ini dapat mendorong pembelahan sel,
membantu perkembangan embrio secara teratur pada perkecambahan biji,
menghambat degradasi klorofil, dan menghambat penuaan. Penggunaan BAP
sebagai sitokinin pada dasarnya berfungsi untuk memicu pecahnya seludang
tunas dan tumbuhan mata tunas, selain itu BAP akan mencegah dominansi
apikal sehingga pertumbuhan tunas samping tidak terhambat. BAP memiliki
sifat yang sangat aktif, yang berperan dalam diferensiasi sel, memicu
pertumbuhan tunas, proliferasi tunas ketiak dan justru menghambat
pembentukan akar.

Salah satu komponen penting yang harus ada dalam media kultur adalah gula.
Gula yang digunakan dalam praktikum ini adalah sukrosa. Sukrosa dalam
media kultur berfungsi sebagai sumber energi, karena umumnya bagian
tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrof dan mempunyai laju
fotosintesis sangat rendah. Penambahan sukrosa akan menyediakan energi
bagi pertumbuhan eksplan dan juga sebagai bahan pembangun untuk
memproduksi molekul yang lebih besar yang diperlukan untuk pertumbuhan.
Umumnya sukrosa pada konsentrasi 1-5% digunakan sebagai sumber karbon.
Di samping itu, ketika sukrosa diautoklaf akan terjadi hidrolisis untuk
menghasilkan glukosa dan fruktosa yang dapat digunakan lebih efisien oleh
eksplan dalam kultur. Sumber sukrosa dalam media juga dapat mempengaruhi
proliferasi dan morfogenesis dalam kultur kalus. Sebagai sumber karbon,
keberadaan sukrosa dalam media akan berfungsi menimbulkan tekanan
osmotik media. Selain penggunaan sukrosa yang berperan sebagai sumber
energi, dalam praktikum seleksi planlet cabai merah dengan asam salisilat
secara in vitro juga menggunakan larutan kalium hidroksida (KOH) dan
hidrogen atau asam klorida (HCl) dalam pembuatan medium kultur.
Penambahan larutan KOH dan HCl ini berfungsi untuk mengukur derajat
keasaman atau pH media pada kisaran 5,6-5,8.

Penyediaan bibit sebagai upaya pengembangan suatu tanaman dalam suatu


proses produksi merupakan aspek yang sangat penting. Penyediaan benih
dapat ditempuh secara generatif dengan menggunakan biji. Selain itu, bahan
tanam juga dapat diperbanyak secara vegetatif konvensional dengan
penyambungan. Namun, kedua cara ini membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk menghasilkan bibit dalam jumlah yang banyak. Pemanfaatan
bioteknologi diharapkan dapat membantu dalam perbanyakan tanaman secara
massal dan cepat, di antaranya melalui pemanfaatan teknik kultur jaringan.
Melalui upaya memanfaatkan kemajuan bioteknologi, khususnya bioteknologi
tumbuhan seperti kultur jaringan dengan rekayasa genetik, gen-gen yang
bermanfaat dari sumber yang berbeda seperti spesies tanaman lain yang sama
sekali tidak memiliki kekerabatan dapat diisolasi dan gen tersebut dapat
dimasukkan ke dalam tanaman yang akan diperbaiki melalui metode transfer
genetik. Kultur jaringan dapat dimanfaatkan untuk tujuan perbanyakan klon
unggul maupun perbaikan sifat tanaman melalui in vitro mutagenesis dan
seleksi in vitro. Teknik kultur jaringan juga diperlukan dalam transformasi
genetik untuk meregenerasikan sel tanaman yang telah ditransformasi.
V. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan praktikum seleksi planlet cabai merah, penggunaan asam salisilat


berfungsi sebagai agen penyeleksi dalam seleksi in vitro untuk memperoleh
varian yang tahan hama dan penyakit.
2. Dari praktikum seleksi planlet cabai merah, diketahui bahwa zat pengatur
tumbuh (ZPT) yang ditambahkan pada media kultur yaitu Benzil Amino Purin
(BAP) dan Indole Acetic Acid (IAA).
3. Media kultur yang digunakan pada praktikum seleksi planlet cabai merah
dengan asam salisilat secara in vitro yaitu medium Murashige dan Skoog
(MS).
4. Berdasarkan praktikum seleksi planlet cabai merah, penambahan Benzil
Amino Purin (BAP) pada media kultur berperan dalam diferensiasi sel dan
memicu pertumbuhan tunas pada eksplan.
5. Berdasarkan praktikum seleksi planlet cabai merah, penambahan Indole Acetic
Acid (IAA) pada media kultur berperan dalam pembesaran sel, diferensiasi
sel, dan menghambat pertumbuhan tunas samping.
DAFTAR PUSTAKA

Basri, A. H. H. (2016). Kajian Pemanfaatan Kultur Jaringan Dalam Perbanyakan


Tanaman Bebas Virus. Agrica Ekstensia. Vol. 10(1): 64–73.

Husni, A. & Kosmiatin, M. (2005). Seleksi In Vitro Tanaman Lada untuk


Ketahanan terhadap Penyakit Busuk Pangkal Batang. Jurnal AgroBiogen.
Vol. 1(1): 13–19.

Inayah, T. (2015). Pengaruh Konsentrasi Sukrosa pada Induksi Embrio Somatik


Dua Kultivar Kacang Tanah (Arachis Hypogaea L.) Secara In Vitro. Jurnal
Agribisnis. Vol. 9(1): 61–70.

Nurlenawati, N., Jannah, A., & Nimih. (2010). Respon Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Varietas Prabu terhadap
Berbagai Dosis Pupuk Fosfat dan Bokashi Jerami Limbah Jamur Merang.
AGRIKA. Vol. 4(1): 9–20.

Tando, E. & Juradi, M. A. (2019). Upaya Peningkatan Kualitas Tanaman Kedelai


(Glycine max L. Merill) melalui Pemanfaatan Bioteknologi Dalam Mengatasi
Kelangkaan Pangan. Jurnal Agrotek. Vol. 3(2): 113–128.

Anda mungkin juga menyukai