Anda di halaman 1dari 33

PENGARUH METODE PENGENDALIAN GULMA PADA

PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG MANIS (Zea mays


saccharata Sturt)

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh:
ACHMAD FATTAHURROZAK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2021
PENGARUH METODE PENGENDALIAN GULMA PADA
PERTUMBUHAN DAN HASILJAGUNG MANIS (Zea mays
saccharata Sturt)

OLEH
ACHMAD FATTAHURROZAK
155040207111161

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


MINAT BUDIDAYA PERTANIAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai satu dari syarat untuk memperoleh

Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
MALANG
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Penelitian : Pengaruh Metode Pengendalian Gulma Pada


Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis (Zea mays
saccharata Sturt)
Nama : Achmad Fattahurrozak
NIM : 155040207111161
Program Studi : Agroekoteknologi
Minat : Budidaya Pertanian

Disetujui oleh

Pembimbing Utama,

Karuniawan Puji W., SP.,MP.,Ph.D


NIP. 197308231997021001

Diketahui,
Ketua Jurusan Budidaya Pertanian

``

DR. Noer Rahmi Ardiarini , SP.,M.Si.


NIP. 197011181997022001

Tanggal Pesetujuan :
RINGKASAN
Achmad Fattahurrozak. 155040207111161. Pengaruh Metode Pengendalian
Gulma Pada Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis (Zea mays saccharata
Sturt). Di bawah bimbingan Karuniawan Puji W., SP.,MP.,Ph.D sebagai
pembimbing utama.
Jagung manis ialah komoditas yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia karena memiliki biji rasa manis, masa panen lebih cepat dan
mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi daripada komoditas biasa. tanaman
pangan yang dimanfaatkan bijinya. Tanaman jagung mempunyai peluang yang
dapat dikembangkan untuk bahan pangan pokok karena kandungan tinggi
karbohidrat dan protein setelah tanaman padi. Laju konsumsi jagung manis dari
tahun ke tahun selalu meningkat yang berakibat dengan semakin tinggi tingkat
produksi. Hal ini perlu ada kajian pada komoditi jagung untuk memacu
produktivitas subssektor tanaman pangan dan perekonomian nasional. Fokus
penelitian ini ialah mengetahui metode tepat dalam meningkatkan pertumbuhan
dan hasil tanaman jagung manis. Hipotesis yang diajukan ialah metode
pengendalian gulma dengan pemberian herbisida pra tumbuh dan pasca tumbuh
21 HST dapat menurunkan populasi gulma dan meningkatkan pertumbuhan dan
hasil tanaman jagung manis.
Sebuah Percobaan Lapang untuk mempelajari Metode Pengendallian
Gulma pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea mays
saccharata Sturt). Percobaan ini akan dilakukan pada April 2021 hingga juni
2021, pada Lahan Percobaan FP-UB di sekitar Perumahan Griya Santa,
Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur. Percobaan ini dirancang
dalam sebuah Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial yang terdiri dari 6
perlakuan dan diulang 4 kali sehingga didapatkan 24 satuan percobaan. Perlakuan
terdiri dari taraf pertama P0 : Tanpa penyaiangan gulma, P1 : Bebas Gulma, P2 :
Herbisida Pra Tumbuh, P3 : Herbisida Pasca Tumbuh 21 HST, P 4 : Herbisida
Pasca Tumbuh 21 HST dan 28 HST, P5 : Herbisida Pra Tumbuh + Herbisida
Pasca Tumbuh 21 HST. Herbisida pada pra tumbuh menggunakan Roundup 486
SL (berbahan aktif glifosat) dengan dosis 3 liter ha -1 dan herbisida pada pasca
tumbuh menggunakan herbisida Amexon 500 SC (berbahan aktif ametrin) dengan
dosis 3 liter ha-1. Koleksi data ialah pada pertumbuhan dan hasil jagung manis,
SDR (Summed Dominance Ratio) dan bobot kering gulma. Data yang diperoleh
di analisis menggunakan ANOVA (Analysis of Varians). Apabila uji F
menunjukkan hasil signifikan, maka analisis dilanjutkan dengan uji Beda Nyata
Jujur (BNJ) pada taraf 5%.

i
SUMMARY
Achmad Fattahurrozak. 155040207111161. The Effect of Weed Control
Method on the Growth and Yield of Sweet Corn (Zea mays saccharata
Sturt). Under the Guidance of Karuniawan Puji W., SP., MP., Ph.D as the
Main Supervisor.
Sweet corn is a commodity that widely consumed by Indonesian since it
has a sweet kernel, faster harvest period and has higher economic value than
common commodity. Crops which the kernels are be used. Corn plants have an
opportunity to be developed for staple comestibles because it has high content of
carbohydrate and protein after rice. The consumption rate of sweet corn from year
to year always increasing which cause the higher rate of production. It is
necessary to study the corn commodity to spur the productivity of the corp
subsector and the national economy. The focus of this study is to know the right
method to improve the growth and yield of sweet corn. The proposed hypothesis
is weed control method by giving pre-growth and 21 HST post growth herbicide
can decrease the weed population and increase the growth and yield of sweet corn.
A Field Experiment to learn The Weed Control Method on Growth and
Yield of Sweet Corn (Zea mays saccharata Sturt). This experiment will be
conducted from April 2021 to June 2021, on FP-UB Experiment Field around
Griya Santa Housing, Lowokwaru, Malang, East Java. This experiment was
designed in a non-factorial Randomized Block Design (RBD) consisting of 6
treatments and repeated 4 times so that 24 experimental units can be gotten. The
treatment consists of the first level of P0 : Weedy, P1 : Weed Free, P2 : Pre-Growth
Herbicides, P3 : 21 HST Post-Growth Herbicide, P 4 : 21 HST and 28 HST Post-
Growth Herbicide, P5 : Pre-Growth Herbicide + 21 HST Post-Growth Herbicide.
Herbicide in pre-growth is using Roundup 486 SL (active glyphosate ingredient)
at a dose of 3 liters ha-1 and herbicide in post-growth is using Amexon 500 SC
(active amethrine ingredient) at a dose of 3 liters ha -1. The data collection is on the
growth and yield of sweet corn, SDR (Summed Dominance Ratio) and dry weight
of weed. The obtained data is analyzed using ANOVA (Analysis of Variance). If
the F test shows significant results, the analysis is continued by HST (Honestly
Significant Difference) test at 5% level.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat
dan hidayah-Nya telah menuntun penulis sehingga dapat menyelesaikan proposal
penelitian yang berjudul “Pengaruh Metode Pengendalian Gulma pada
Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt)”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal penelitian ini masih
banyak terdapat kekurangan. Maka, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
dapat membangun demi kesempurnaan proposal penelitian ini. Penulis berharap
proposal ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.
Malang, April 2021

Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH

Terwujudnya proposal penelitian ini tidak lepas dari bantuan berbagai


pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide,
maupun pemikiran. Maka, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar -
besarnya kepada :
1. Karuniawan Puji W., SP.,MP.,Ph.D. selaku dosen pembimbing utama atas
segala kesabaran, nasihat, arahan dan bimbingannya kepada penulis
2. Dr.Ir. Nurul Aini, MS. Selaku dosen pembahas yang mngkritisi tulisan ini
3. DR. Noer Rahmi Ardiarini, SP, M Si Selaku Ketua Jurusan Budidaya Pertanian
atas segala nasihat, arahan dan bimbingannya kepada penulis.
4. Kedua orang tua dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
proposal ini, baik secara materil maupun moril.
5. Sahabat yang membantu dalam pengerjaan proposal skripsi dan seluruh
mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.

iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis atas nama Achmad Fattahurrozak dilahirkan di Kabupaten
Mojokerto, Provinsi Jawa Timur Pada Tanggal 20 Februari 1997 sebagai anak
pertama dari pasangan suami istri Bapak Nur Kholis dan Ibu Ning Sulaimah.
Penulis memiliki 1 saudara yang bernama M. Faydh Ar-Rahman. Penulis
menempuh pendidikan sekolah dasar di MI Ainul Ulum dan lulus pada tahun
2010. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya di SMP SMART
Ekselensia Indonesia lulus tahun 2013 dan Menempuh pendidikan sekolah
menengah atas di SMA SMART Ekselensia Indonesia. Penulis resmi menjadi
mahasiswa Agroekoteknologi FP UB tahun 2015 melalui jalur mandiri
(SPMK). Pada tahun 2018, penulis menjadi mahasiswa Jurusan Budidaya
Pertanian dan mengambil konsenterasi pada Laboratorium Sumberdaya
Lingkungan (SDL).

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................................i
RINGKASAN.....................................................................................................................i
SUMMARY.......................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................................iii
RIWAYAT HIDUP..........................................................................................................iv
DAFTAR ISI......................................................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................................vi
1. PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1
1.2 Tujuan Penelitian....................................................................................................2
1.3 Hipotesis.................................................................................................................2
2. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................3
2.1 Deskripsi Jagung Manis..........................................................................................3
2.2 Syarat Tumbuh Jagung Manis.................................................................................4
2.3 Fase Pertumbuhan Tanaman Jagung.......................................................................4
2.4 Gulma pada Jagung.................................................................................................5
2.5 Metode Pengendalian Gulma..................................................................................6
2.6 Periode Kritis Jagung Manis terkait Waktu Pengendalian Gulma...........................7
3. BAHAN DAN METODA..............................................................................................9
3.1 Tempat Lokasi Penelitian........................................................................................9
3.2 Alat dan Bahan........................................................................................................9
3.3 Metoda Penelitian...................................................................................................9
3.4 Pelaksanaan Percobaan.........................................................................................10
3.5 Variabel Pengamatan............................................................................................12
3.6 Analisis Data.........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................16
LAMPIRAN.....................................................................................................................18

v
DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman
1. Denah Percobaan Keseluruhan..........................................................................18
2. Denah Petak Percobaan......................................................................................20

vi
1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jagung manis ialah komoditas yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia karena memiliki biji rasa manis, masa panen lebih cepat dan
mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi daripada komoditas biasa. Menurut Aqil
et al. (2019), analisis proyeksi luas panen jagung pada tahun 2017 – 2036
memperlihatkan adanya kenaikan sebesar 510.000 ha. Sementara itu hasil
perkiraan produksi jagung menunjukan adanya kenaikan produksi dari 23 juta ton
pada tahun 2017 menjadi 37 juta ton pada tahun 2036. Laju produksi jagung
manis dari tahun ke tahun selalu meningkat sehingga perlu ada kajian pada
budidaya komoditi jagung untuk memacu produktivitas sub sektor tanaman
pangan dan perekonomian nasional.
Upaya peningkatan produksi jagung masih menghadapi berbagai kendala
sehingga produksi jagung dalam negeri belum mampu kebutuhan nasional
(Wahyudin et al., 2016). Salah satu penyebab rendahnya hasil tanaman jagung
adalah kehadiran gulma. Pengaruh gulma pada tanaman dapat terjadi secara
langsung bersaing untuk mendapatkan unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh.
Menurut Bilman (2011), gulma yang dibiarkan tanpa pengendalian pada budidaya
jagung dapat menurunkan hasil 20–80%.
Gulma ialah tanaman yang tumbuh di suatu lahan tanaman budidaya
dalam waktu tertentu yang tidak dikehendaki oleh manusia sehingga
menimbulkan kerugian dalam aktivitas budidaya tanaman. Gulma mampu
melakukan kompetisi dengan tanaman budidaya untuk mendapatkan unsur hara,
cahaya dll. Gulma pada lahan budidaya harus dikendalikan untuk menghindari
kurang maksimalnya produksi tanaman (Sembodo, 2010). Berdasarkan
morfologinya jenis gulma yang tumbuh diantara tanaman jagung antara lain jenis
gulma golongan berdaun lebar (broad leaves) seperti putri malu (Mimosa pudica
sp), bayam (Amaranthus sp); jenis gulma golongan rumput (grasses) seperti
rumput grinting (Cynodon dactylon), lulangan (Eluisine indica); jenis gulma dari
golongan teki (Sedges) seperti rumput teki (Cyperus rotundus).
Prinsip utama dalam pengendalian gulma ialah menekan populasi gulma
sebelum merugikan tanaman. (Puspitasari et al., 2013). Upaya pengendalian
2

gulma dapat dilakukan dengan cara penyiangan gulma pada lahan tanaman jagung
manis. Kekurangan pengendalian dengan metode penyiangan membutuhkan
waktu, tenaga dan biaya yang tinggi, namun kerugian metode pengendalian dapat
dikurangi dengan cara pengendalian gulma menggunakan herbisida. Hasil
penelitian Alfredo (2013), herbisida dengan bahan aktif ametrin yang diplikasikan
pada pasca tumbuh dapat menekan populasi gulma golongan daun lebar Ipomoea
tribola, Mimosa pudica dan Richardia brasiliesis. Herbisida dengan bahan aktif
glifosat ialah herbisida pra tumbuh yang bersifat spektrum luas dan non selektif.
Pengendalian gulma yang sangat praktis, aman, efisien dan terutama
murah jika diterapkan pada suatu area yang tidak begitu luas dan cukup banyak
tenaga kerja. Pemilihan waktu penyiangan yang tepat dapat mengurangi jumlah
gulma yang tumbuh dan dapat mengurangi persaingan pada fase pertumbuhan
tanaman budidaya peka pada kompetisi dari gulma atau disebut periode kritis
(Moenandir, 2010). Upaya untuk memperoleh kualitas dan kuantitas produksi
jagung secara optimal perlu memperhatikan waktu dan metode penyiangan gulma
sehingga tepat dengan fase periode kritis pada jagung manis. Oleh karena itu,
akan dilakukan penilitian tentang pengaruh metode pengendalian gulma yang
tepat pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis.

1.2 Tujuan Penelitian


Fokus penelitian ini ialah untuk menganalisis metode pengendalian gulma
yang tepat dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil jagung manis yang
optimal.

1.3 Hipotesis

Metode pengendalian gulma dengan pemberian herbisida pra tumbuh dan


pasca tumbuh 21 HST dapat menurunkan populasi gulma sehingga meningkatkan
pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis.
3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Jagung Manis


Jagung (Zea mays saccharata Sturt) ialah tanaman pangan yang
dimanfaatkan bijinya selain gandum dan padi. Negara produsen utama biji jagung
di dunia ialah Amerika, China, Argentina dan Meksiko. Daerah penghasil jagung
di Indonesia ialah Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat,
Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi
Utara, Sulawesi Selatan dan Maluku (Riwandi et al., 2014). Tanaman jagung ialah
tanaman berdaun sempit golongan Monokotil termasuk dalam keluarga Poaceae
dengan spesies Zea mays L. Secara umum klasifikasi dan sistematika tanaman
jagung Kingdom Plantae, Divisio Spermatophyte, Class Monocotyledone, Ordo
Poales, Famili Poaceae/ Gramineae, Genus Zea, Spesies Zea mays L.
(Tjitrosoepomo, 2010).
Jagung manis ialah tanaman berumah satu monoecious di mana letak
bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Jagung termasuk
tanaman C4 yang mampu beradaptasi baik pada faktor – faktor pembatas
pertumbuhan dan hasil. Daun tanaman C4 sebagai agen penghasil fotosintat yang
kemudian didistribusikan, memiliki sel – sel seludang pembuluh yang
mengandung klorofil. Di dalam sel ini terjadi dekarboksilasi malat dan aspartate
yang menghasilkan CO2 yang kemudian memasuki siklus Calvin membentuk pati
dan sukrosa. Tanaman C4 mampu beradaptasi pada intensitas radiasi surya tinggi
dan suhu siang dan malam tinggi, curah hujan rendah serta kesuburan tanah yang
relatif rendah (Muhadjir, 2018).
Kadar gula pada endosperm jagung manis sebesar 5 – 6% dan kadar pati
10 – 11% sedangkan pada jagung biasa kandungan gulanya hanya mencapai 2 –
3% atau setengahnya dari jagung manis. Sifat manis dari jagung manis disebabkan
oleh adanya gen su-1 (sugary), bt-2 (brittle) dan sh-2 (shrunken). Gen ini dapat
mencegah perubahan gula menjadi zat pati pada endosperm sehingga jumlah gula
dua kali lipat dari jagung biasa (Koswara, 1986; Palungkun dan Budiarti, 2000).
Tanaman jagung manis ditanam untuk dipanen muda pada umur 60 – 70 HST
atau pada saat masak susu. Proses pematangan ialah proses perubahan gula
menjadi pati sehingga biji jagung manis yang belum masak mengandung kadar
4

gula lebih tinggi dan kadar pati lebih rendah.. Jagung manis yang dipanen pada
umur lebih dari 75 HST menghasilkan biji dengan tekstur keras dan biji berkerut
sehingga dapat menurunkan kualitas produksi (Surtinah, 2017).

2.2 Syarat Tumbuh Jagung Manis


Jagung ialah tanaman dengan sistem perakaran dangkal. Tanaman jagung
cocok ditanam pada tanah lempung berpasir hingga lempung berliat atau tanah
bergambut dan tanah kaya bahan organik. Keasaman tanah yang optimum bagi
pertumbuhan ialah pH 5,6 hingga 6,2. Jagung termasuk tanaman yang agak
toleran pada garam dan basa. Tanaman jagung tumbuh dengan baik pada
ketinggian 0 - 1300 (mdpl). Pada lahan yang tidak beririgrasi, pertumbuhan
tanaman memerlukan curah hujan optimum kisaran 85 – 200 mm/bulan secara
merata. Tanaman ini dibudidayakan dengan jarak tanam 70 x 30 cm. Jarak tanam
tersebut digunakan untuk menjaga agar tanaman jagung dapat tumbuh optimal.
Pertumbuhan tanaman jagung juga dipengaruhi oleh kompetisi yang terjadi antar
tanaman. Jagung ialah tanaman C4 yang mampu beradaptasi pada faktor-faktor
pembatas pertumbuhan dan hasil. Fotorespirasi tanaman rendah dan efisien dalam
penggunaan (Rinaldi, 2009; Zulkarnain, 2013; Kandil et al., 2017).

2.3 Fase Pertumbuhan Tanaman Jagung


Pertembuhan tanaman jagung (Subekti et al., 2007) pola memiliki pola
pertumbuhan yang sama dengan tanaman lain, tetapi interval waktu antar tahap
pertumbuhan dan jumlah daun tiap tanaman dapat berkembang dalam waktu yang
berbeda. Tanaman jagung memiliki tiga tahap pertumbuhan, ialah:
1]. Fase perkecambahan, ialah saat proses imbibisi air yang ditandai dengan
pembengkakan biji sampai dengan sebelum munculnya daun pertama, Fase
perkecambahan terjadi saat radikula muncul dari kulit biji. Benih tanaman jagung
dapat berkecambah jika kadar air di dalam tanah meningkat > 30%.
Perkecambahan benih jagung diawali dengan benih menyerap air melalui prose
imbibisi dan benih membengkak yang diikuti oleh kenaikan aktivitas enzim dan
respirasi yang tinggi. Pada proses tersebut perubahan yang terjadi ialah
katabolisme pati, lemak dan protein yang tersimpan dihidrolisismenjadi zat-zat
5

yang mobil seperti gula, asam - asam lemak dan asam aminoyang dapat diangkut
ke bagian embrio yang aktif.
2]. Fase pertumbuhan vegetatif, ialah fase mulai munculnya daun pertama yang
terbuka maksimal sampai tasseling dan sebelum keluarnya bunga betina dan
jumlah daun yang terbentuk. Fase pertumbuhan vegetative dimulai munculnya
daun pertama yang terbuka sempurna sampai tasseling. Fase vegetatif tanaman
jagung dibagi menjadi beberapa tahapan ialah sebagai berikut: (1) fase vegetatif 3
- 5, tanaman berumur 10 - 18 HST, muncul daun sebanyak 3 - 5 daun dan akar
seminal berhenti tumbuh, akar sudah aktif; (2) fase vegetatif 6 - 10, tanaman
berumur 19 - 35 HST, muncul daun sebanyak 6 - 10 daun, titik tumbuh tanaman
sudah di atas permukaan tanah, perkembangan dan penyebaran akar sangat cepat,
pemanjangan batang sangat meningkat cepat; (3) fase vegetatif 11 - n, tanaman
berumur 33 - 50 HST, 11 - 18 daun terbuka sempurna, tanaman sensitif pada
kekeringan dan kekurangan unsur hara; (4) fase tasseling, tanaman berumur 45 -
53 HST, tinggi tanaman mencapai maksimum dan mulai menyebarkan serbuk
sari.
3]. Fase reproduktif, ialah fase pertumbuhan hingga masak fisiologis, ialah: fase
pertumbuhan setelah keluarnya bunga betina (Silking) pada saat tanaman berumur
2 - 3 hari setelah munculnya bunga jantan (Tasseling) sampai terjadi masak
fisiologis terjadi pada saat tanaman berumur 55 - 65 HST (McWilliams et al.,
1999).

2.4 Gulma pada Jagung


Gulma ialah tumbuhan yang tidak dikehendaki pada tanaman budidaya
karena akan berkompetisi dalam merebutkan unsur hara (Gomes et al., 2017).
Gulma yang tumbuh pada lahan budidaya semakin rapat dan lebat akan
menghambat pertumbuhan pada fase vegetatif. Hal ini akan menyebabkan
penurunan potensi pada fase generatif dan berakibat pada rendahnya pertumbuhan
hasil panen jagung. Keberadaan gulma di lahan perle dikendalikan agar gulma
tidak menekan pertumbuhan tanaman sehingga dapat meningkatkan hasil tanaman
(Jamilah, 2013; Widaryanto, 2010).
Beberapa jenis gulma tumbuh lebih cepat dan lebih tinggi sehingga gulma
dapat menaungi dan menghalangi cahaya pada permukaan daun tanaman jagung
6

menyebakan proses fotosintesis terhambat dan menurunkan hasil tanaman.


Kehilangan hasil dan kegagalan panen terjadi hingga 33% karena persaingan
gulma pada tanaman jagung. Gulma menyebabkan penurunan drastic dalam
pertumbuhan dan hasil jagung menyumbangkan hilangnya hasil 40% bahkan 70%
karena pertumbuhan gulma yang tidak dikendalikan (Kakade et al., 2013;
Ramachandran et al., 2012).
Kumpulan jenis gulma pada penelitian Moenandir (2010), jenis gulma
pada lahan budidaya jagung meliputi: Cynodon dactylon (grinting), Althenanthera
phyloxeroides (kremah), Echinochloa colona (tuton), Comellina sp. (sleboran),
Cyperus rotundes (teki), Marselia crenata (semanggi), Amaranthus spinosus
(bayam), Ageratum conyzoides (wedusan), Eleusine indica (lulangan) dan
Portulaca oleracea (krokot). Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Blimbing,
Malang yang berada di ketinggian ± 444 m (mdpl). dengan jenis tanah asosiasi
andosol coklat dan humus.

2.5 Metode Pengendalian Gulma


Keberadaan gulma perlu dikendalikan karena jika dibiarkan tumbuh dapat
menurunkan hasil produksi jagung manis 20 – 80%. Pengendalian gulma ialah
proses menekan pertumbuhan gulma, sehingga tanaman dapat dibudidayakan
secara efektif dan efisien. Pengendalian gulma bertujuan untuk menekan populasi
gulma hingga pada tingkat yang tidak merugikan. Pengendalian gulma dapat
dilakukan menggunakan 3 metode ialah manual, mekanik dan kimia. Penyiangan
termasuk ke dalam pengendalian gulma secara manual dengan cara merusak
sebagian atau seluruh bagian gulma, sehingga gulma tidak mengganggu tanaman.
Penentuan waktu penyiangan gulma harus dilakukan tepat waktu untuk
memberikan hasil yang maksimal (Januardi et al., 2017). Perlakuan metode
penyiangan gulma dapat menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibanding dengan
tanaman tanpa pengendalian gulma (Lailiyah et al., 2014). Penyiangan gulma
memberikan dampak peningkatan hasil tanaman karena dapat menekan tumbuhan
yang merugikan kegiatan budidaya pertanian.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dinata et al. (2017), pada perlakuan
waktu penyiangan 21 HST dan 42 HST dapat menghasilkan bobot biji jagung
tertinggi ialah 8,54 ton ha-1. Persaingan yang tinggi antara gulma tanaman jagung
7

dapat menurunkan hasil tanaman karena fotosintat dan energi yang terbentuk
rendah sehingga translokasi fotosintat ke dalam tongkol menurun. Kerugian
pengendalian gulma dengan metode penyiangan pada lahan yang sangat luas ialah
membutuhkan waktu, tenaga dan biaya yang tinggi. Namun kerugian
pengendalian gulma dengan metode penyiangan dapat dikurangi dengan metode
pengendalian gulma dengan cara aplikasi herbisida (Marliah et al,. 2010).
Menurut Lamid et al., (1998), herbisida ametrin ialah herbisida yang
diaplikasikan pada saat pra tumbuh maupun pasca tumbuh. Herbisida ini akan
aktif di dalam tanah selama 11 – 110 hari setelah aplikasi (HSA). Herbisida
ametrin dengan dosis 1 liter ha-1 mampu menekan pertumbuhan gulma golongan
berdaun lebar seperti Richardia brasiliensis, Croton hirtus, Ipomea triloba dan
Mimosa invisa hingga 12 minggu setelah aplikasi (MSA) (Alfredo, 2013).
Herbisida glifosat ialah herbisida berspektrum luas dan termasuk herbisida
bersifat non selektif. Hasil penelitian Nurjannah (2003), menunjukkan bahwa 14
HSA menggunakan herbisida glifosat gulma belum mampu tumbuh karena racun
dari herbisida tersebut masih terakumulasi dalam jaringan gulma sehingga gulma
belum mampu mengadakan regenerasi.
Metode pengendalian gulma dengan cara herbisida ialah zat kimia yang
diberikan pada gulma sehingga dapat menekan pertumbuhan dan mematikannya.
Keuntungan penggunaan herbisida ialah; menghemat waktu dan tenaga,
menghindari kerusakan mekanis pada tanaman budidaya dan gulma yang mati
akibat disemprot herbisida dapat berfungsi sebagai mulsa dan memberikan bahan
organik bagi tanah. Kerugian penggunaan herbisida ialah; menimbulkan gangguan
kesehatan pemakai, residu herbisida yang tertinggal pada komunitas pertanian
dapat menyebabkan keracunan manusia, keracunan pada tanaman dan hewan
peliharaan serta pencemaran lingkungan (Pujiwati, 2017).

2.6 Periode Kritis Jagung Manis terkait Waktu Pengendalian Gulma


Periode kritis ialah fase tanaman budidaya sangat peka oleh kehadiran
gulma sehingga gangguan yang ditimbulkan menyebabkan pertumbuhan dan hasil
tanaman kurang optimal (Pujiwati, 2017). Secara umum periode kritis tanaman
semusim akibat persaingan gulma terjadi antara 1/3 – 1/2 dari umur tanaman.
Periode kritis pada tanaman jagung manis ialah pada umur 21 HST dan 28 HST
8

fase vegetatif tanaman jagung manis dan fase generatif dan untuk pembentukan
biji. Gangguan gulma yang tidak dikendalikan dengan baik dapat berakibat pada
kehilangan hasil (Moenandir, 2010; Januardi et al., 2017). Oleh karena itu,
pengendalian dengan waktu yang tepat dengan cara sesuai dengan periode kritis
tanaman jagung manis dapat meningkatkan hasil tanaman.
Penundaan pengendalian gulma sampai gulma berbunga ialah faktor yang
menyebabkan gagalnya menekan pertumbuhan gulma secara maksimal dan gagal
mencegah tumbuhnya biji gulma yang muncul sehingga memberi kesempatan
penyebaran gulma (Puspitasari et al,. 2013). Menurut Mashingaidze (2012),
semakin sering dilakukan pengendalian gulma maka akan meningkatkan hasil
panen.
9

3. BAHAN DAN METODA

3.1 Tempat Lokasi Penelitian


Percobaan ini dilaksanakan sejak bulan Januari 2020 hingga Juni 2020, di
Lahan Percobaan FP UB di sekitar Perumahan Griya Santa, Kecamatan
Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur. Lokasi penelitian berada pada ketinggian
460 mdpl, dengan curah hujan 524,36 mm/bulan (sangat tinggi), jenis tanah
andosol dan suhu minimum 20oC hingga maksimum 28oC.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ialah kamera, alat tulis, cangkul,
gembor, penggaris, meteran, sprayer, sabit, cangkil, timbangan digital, petak
kuadran ukuran 50 cm x 50 cm. Bahan yang digunakan pada penelitian ialah bibit
jagung, pupuk kandang, pupuk KCl (50% K2O), pupuk SP36 (36% P2O5), pupuk
urea (46% N), benih jagung manis varietas Talenta, herbisida Amexon 500 SC
(herbisida berbahan aktif ametrin) dengan dosis 3 liter ha-1 dan Roundup 486 SL
(herbisida berbahan aktif glifosat) dengan dosis 3 liter ha-1.

3.3 Metoda Penelitian


Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) sederhana
yang terdiri dari 6 perlakuan diulang dengan 4 kali ulangan sehingga didapatkan
27 satuan percobaan. Perlakuan yang digunakan yaitu mencari metode terbaik
pengendalian gulma pada tanaman jagung manis.
Perlakuan metode pengendalian gulma (P) yang terdiri dari 6 perlakuan ialah:

P0 : Tanpa Penyiangan (Kontrol)


P1 : Bebas Gulma
P2 : Herbisida Pra Tumbuh
P3 : Herbisida Pasca Tumbuh (21 HST)
P4 : Herbisida Pasca Tumbuh (21 HST) + (42 HST)
P5 : Herbisida Pra Tumbuh + Herbisida Pasca Tumbuh (21 HST)
10

Dari perlakuan diatas didapatkan 6 perlakuan dan diulang sebanyak 4 kali


sehingga terdapat 24 petak percobaan. Setiap petak perlakuan terdiri dari 70
tanaman sehingga total populasi tanaman yang digunakan adalah sebanyak 1680
tanaman sampel.

3.4 Pelaksanaan Percobaan


3.4.1 Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi gulma dilakukan sebelum dan setelah olah tanah.
Sebelum olah tanah, dilakukan analisis vegetasi dengan menggunakan petak
kuadran (petak contoh) berukuran 0,5 m x 0,5 m diambil secara diagonal untuk
mengetahui keanekargaman jenis gulma dan gulma dominan yang terdapat pada
lahan percobaan. Hal ini bertujuan untuk menghitung kerapatan, frekuensi,
dominasi dan nilai SDR (Summed Dominace Ratio) gulma.
3.4.2 Persiapan Lahan dan pembuatan petak percobaan
Persiapan lahan dilakukan dengan melakukan olah tanah dengan
pembalikan tanah dan menggemburkan tanah. Pengolahan lahan dilakukan
menggunakan cangkul dengan tujuan untuk mendapatkan struktur tanah yang
gembur sehingga dapat mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman jagung
manis. Pada saat pembalikan tanah diberikan pupuk kandang dengan dosis 300 kg
ha-1. Setelah olah tanah selesai dilakukan, selanjutnya ialah pembuatan petak
percobaan. Luas lahan yang digunakan ialah 380 m2. Satu luasan lahan dibagi
menjadi 24 plot. Plot – plot dibuat dengan menggunakan cangkul dengan ukuran 5
x 3 m2 dengan jarak tanam ialah 70 x 30 cm.
3.4.3 Penanaman
Penanaman dilakukan kurang lebih 1 minggu setelah olah tanah.
Penanaman jagung manis dengan pembuatan lubang tanam dengan jarak tanam 70
cm x 30 cm. Benih jagung kemudian diletakkan ke dalam lubang tanam sebanyak
3 butir pada lubang tanam sedalam kurang lebih 3 cm dan setelah tumbuh
dilakukan penjarangan dengan menyisakan 1 tanaman/lubang tanam pada 7 HST.
3.4.4 Pemeliharaan
1]. Penyulaman dan penjarangan
11

Penyulaman pada dasarnya ialah mengganti tanaman yang


pertumbuhannya tidak baik atau tidak tumbuh. Caranya dengan menanam kembali
benih jagung pada lubang tanam. Penyulaman dilakukan pada saat tanaman
berumur 1 MST bersama dengan dilakukan penjarangan.
2]. Pemupukan
Pemupukan pada tanaman jagung manis dilakukan dengan diberikan
dipermukaan tanah disekitar tanaman dengan jarak 10 cm, kemudian dibiarkan
satu minggu kemudian ditutup bersamaan dengan proses pembumbunan. Hal ini
ditujukan untuk mempercepat ketersediaan unsur pada tanaman sehingga dapat
menunjang pertumbuhan tanaman. Pupuk yang diaplikasikan pada tanaman
jagung manis ialah NPK Phonska dan Urea. Pemberian pupuk pada umur 2 MST
dan 4 MST dengan dosis 5 g/ tanaman.
3]. Pemberian air irigasi
Sistem irigasi yang digunakan pada tanaman jagung manis ialah
menggunakan sistem irigasi alur.
3.4.5 Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma terdapat dua metode yang diterapkan ialah
penyiangan gulma dan pemberian herbisida. Penyiangan gulma dilakukan dengan
cara pencabutan dengan tangan dan alat mekanik ialah sabit yang dilakukan sesuai
perlakuan ialah pada 7, 14, 21, 28, 35, 42, 49 dan 56 HST. Pemberian herbisida
dilakukan sesuai perlakuan ialah herbisida pra tumbuh dan herbisida pasca
tumbuh pada 21 HST dan 42 HST.
3.4.6 Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan 2 kali selama musim tanam ialah pada umur
tanaman 14 dan 30 HST.
3.4.7 Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan apabila secara visual terlihat
gejala serangan hama dan penyakit pada tanaman, sehingga perlu upaya
pengendalian dengan dilakukan pencabutan.
3.4.8 Panen
12

Pemanenan jagung manis dilakukan pada tanaman berumur 70 HST.


Panen jagung manis dilakukan dengan cara manual ialah memutar dan
mematahkan tongkol jagung beserta kelobotnya.
13

3.5 Variabel Pengamatan


Pengamatan terdiri dari dua aspek pengamatan ialah pengamatan tanaman
jagung manis dan pengamatan gulma.
3.5.1 Pengamatan Tanaman Jagung Manis
Pengamatan tanaman jagung manis dibagi menjadi dua bagian ialah
pengamatan pertumbuhan dan pengamatan hasil tanaman. Pengamatan
pertumbuhan dilakukan secara non - destruktrif dan destruktif. Pengamatan
pertumbuhan non destruktif dengan mengamati 6 sampel tanaman dan
pengamatan pertumbuhan destruktif dengan mengamati 2 tanaman. Pengamatan
hasil jagung manis dilakukan secara destruktif pada umur 70 HST.
1. Pengamatan Pertumbuhan Jagung Manis
[1]. Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman diukur menggunakan meteran, diukur mulai dari
pangkal batang hingga ujung daun tertinggi yang telah membuka
sempurna. Pengamatan dilakukan pada umur 14, 28, 42 dan 56 HST.
Jumlah sampel setiap perlakuan sebanyak 6 tanaman.
[2]. Jumlah Daun
Penghitungan jumlah daun dilakukan pada umur 14, 28, 42 dan 56
HST. Jumlah sampel setiap perlakuan sebanyak 6 tanaman. Pengukukuran
dilakukan dengan manual.
[3]. Diameter Batang
Penghitungan diameter batang dilakukan pada umur 14, 28, 42 dan
56 HST. Jumlah sampel setiap perlakuan sebanyak 6 tanaman.
Pengukukuran diameter tanaman jagung manis dilakukan dengan
menggunakan jangka sorong.
[4]. Luas daun
Luas daun dihitung dengan menggunakan metode panjang x lebar.
Nilai konstanta jagung manis ialah 0,731.
LD = k x p x l
Ketengaran :
k = konstanta
p = panjang
14

l = lebar
[5]. Bobot Kering Total Tanaman
Bobot kering tanaman dilakukan untuk mengamati hasil fotosintat
dari pertumbuhan jagung manis. Pengukuran bobot kering total tanaman dengan
cara bobot total tanaman segar yang sudah ditimbang kemudian dioven dengan
suhu 80oC selama 2 x 24 jam. Setelah itu dilakukan penimbangan bobot total
kering tanman menggunakan timbangan. Pengukuran bobot kerint=g total
tanaman dillakukan pada 14, 28, 42 dan 56 HST.
2. Pengamatan Hasil Jagung Manis
Sampel pengamatan hasil yang diperlukan sebanyak 6 tanaman
setiap perlakuan. Parameter pengamatan hasil ialah :
[1]. Bobot segar tongkol berkelobot.
Bobot brangkasan basah ditimbang setelah tanaman jagung manis
dipanen ialah pada umur 70 HST.
[2]. Bobot kering tongkol berkelobot
Bobot brangkasan basah yang sudah ditimbang kemudian dioven
dengan suhu 80oC selama 2 x 24 jam. Setelah itu dilakukan penimbangan
bobot brangkasan kering menggunakan timbangan pada 72 HST.
[3]. Diameter Tongkol
Diameter tongkol diukur setelah tanaman jagung manis dipanen
ialah pada umur 70 HST. Pengukuran diameter tongkol sampel panen
dilakukan dengan menggunakan jangka sorong.
[4]. Panjang Tongkol
Panjang tongkol diukur setelah tanaman jagung manis dipanen
ialah pada umur 70 HST. Pengukuran panjang tongkol sampel panen
dilakukan dengan menggunakan penggaris.
[5]. Hasil panen (ton ha-1)
Hasil panen ha-1 diperoleh dari konversi perhitungan hasil/petak
panen dikalikan dengan luasan ha dan dibagi dengan luas petak panen
dikalikan luas lahan efektif.
10.000 m 2
Hasil ton ha-1 = x bobot tongkol per - luas sampel
Luas sampel panen
panen.
15

[6]. B/C Ratio


B/C Ratio (Benefit and Cost Ratio) digunakan untuk menghitung
kelayakan dalam usaha tani budidaya jagung. Nilai B/C ratio dipakai
sebagai alat untuk mengetahui apakah suatu perlakuan dalam budidaya
jagung menguntungkan atau tidak menguntungkan. Terdapat perbedaan
HOK dalam setiap perlakuan sehingga mempengaruhi nilai B/C ratio.
Rumus B/C ratio dihitung dengan cara seperti berikut ini:
Jumlah Pendapatan(B)
B/C ratio =
Biaya Produksi(TC)
3.5.2 Pengamatan Gulma
Pengamatan gulma dilakukan dengan menggunakan analisis vegetasi pada
awal sebelum tanam untuk mengetahui vegetasi awal gulma sebelum perlakuan
diberikan. Setelah itu, dilakukan analisis vegetasi gulma pada saat belum diolah,
21 dan 56 HST. Pengamatan gulma dilakukan pada petak contoh dengan ukuran
50 cm x 50 cm dan disesuaikan dengan metoda kuadrat ialah menghitung
perbandingan nilai penting SDR (Summed Dominance Ratio). Nilai SDR dapat
dihitung dengan rumus berikut:
1]. Kerapatan Mutlak (KM) suatu jenis = jumlah individu didalam petak
contoh.
KM Suatu Spesies
2]. Kerapatan Nisbi (KN) suatu jenis = x 100%
KM Semua Spesies
3]. Dominasi Mutlak (DM) suatu jenis = jumlah dari nilai biomassa dari jenis
tersebut
DM Suatu Spesies
4]. Dominasi Nisbi (DN) suatu jenis = x 100%
DM Semua Spesies
5]. Frekuensi Mutlak suatu spesies (FM)
Jumlah Petak ContohYang Berisi Spesies itu
FM = x 100%
Jumlah Semua Petak Contoh Yang Diambil
6]. Frekuensi Nisbi suatu spesies (FN)
Nilai Frekuensi Mutlak Suatu Spesies
FN = x 100%
Jumlah Nilai Frekuensi Mutlak Semua Spesies
7]. Nilai Penting suatu jenis (IV)
16

IV = Kerapatan Nisbi + Dominansi Nisbi + Frekuensi Nisbi


8]. Summed Dominance Ratio (SDR)
Nilai Penting Suatu Jenis(IV )
SDR =
3
9]. Pengamatan Bobot Kering Total Gulma
Pengamatan ini dilakukan dengan cara mengambil sampel gulma pada
petak contoh. Pengambilan sampel gulma dilakukan setelah menganalisis seluruh
vegetasi gulma. Untuk mendapatkan bobot kering gulma secara konstan dilakukan
dengan mengoven gulma pada suhu 80°C selama 2 x 24 jam. Setelah itu bobot
kering gulma akan ditimbang dan didata sebagai data analisis penelitian.
Pengamatan dilakukan pada saat tanah belum diolah, 23 dan 58 HST.

3.6 Analisis Data


Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan
dilakukan uji F pada taraf 5% dengan tujuan untuk mengetahui nyata tidaknya
pengaruh dari perlakuan. Apabila terdapat beda nyata, maka dilanjutkan dengan
uji BNJ dengan taraf 5%.
17

DAFTAR PUSTAKA
Alfredo, N., N. Sriyani dan D. R. J. Sembodo. 2013. Efikasi Herbisida Pratumbuh
Metil Metsulfuron Tunggal dan Kombinasinya dengan 2,4-D, Ametrin atau
Diuron terhadap Gulma pada Pertanaman Tebu (Saaccharum officinarium
L.) Lahan Kering. J. Agrotropika. 17(1): 29 – 34.
Aqil, M. H. Subagio, N. N. Andayani dan F. Tabri. 2019. Pendugaan Luas Panen
dan Produksi Jagung Nasional Menggunakan Pendekatan Modeling. Balai
Penelitian Tanaman Serealia.
Bilman. 2011. Analisis Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.), Pergeseran
Komposisi Gulma pada jarak Tanam.
Dinata, P., Sudiarso dan H. T. Sebayang. 2017. Pengaruh Waktu dan Metode
Pengendalian Gulma terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung
(Zea mays L.). J. Produksi Tanaman. 5(2): 191 – 197.
Gomes, E. G. Wijaya dan I. K. Suada. 2014. Pengaruh Varietas dan Waktu
Penyiangan Gulma terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang
Hijau (Phaseolus radiates L.). J. Agrotop. 4(1): 19 – 26.
Jamilah. 2013. Pengaruh Penyiangan Gulma dan Sistem Tanam terhadap
Pertumbuhn dan Hasil Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.). J. Agrista.
17(1): 28 – 35.
Januardi, W. P., E. Purba dan E. B. Sartini. 2017. Periode Kritis Pengendalian
Gulma pada Tanaman Jagung (Zea mays L.).
J. Agro FP USU. 5(2): 409 – 414.
Kandil, A. A., A. E. Sharief and A. M. A. Aboized. 2017. Maize Hybrids Yield as
Affect by Inter and Intra Row Spacing. J. IJEAB. 2(2): 643 – 652.
Lailiyah, W. N. E. Widaryanto dan K. P. Wicaksono. 2014. Pengaruh Periode
Penyiangan Gulma terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang
Panjang (Vigna sesquipedalis L.). J. Produksi Tanaman. 2(7): 566 – 572.
Lamid, Z., Harnel, Adlis dan W. Hermawan. 1998. Pengkajian TOT dengan
Herbisida Glisofat pada Budidaya Jagung di Lahan Kering. Prosiding
Seminar Nasional Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi VI. Padang.
4(2): 45 – 54.
Ligawati, L. 2016. Analisis Produksi dan Konsumsi Jagung Domestik Dalam
Rangka Pencapaian Swasembada Jagung Nasional Tahun 2017.
Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. 8(1): 9 - 23.
Marliah, A., Jumini dan Jamilah. 2010. Pengaruh jarak Tanam antar barisan pada
Sistem Tumpangsari beberapa Varietas Jagung Manis dengan Kacang
Merah terhadap Pertumbuhan dan Hasil. J. Agrista. 14(1): 30 – 38.
Mashingaidze, N., C. Madakaze and J. Nyamangara. 2012. Crop Yield and Weed
Growth Under Conservation Agriculture in semi – arid Zimbabwe. J. Soil
and Tillage Res. 124: 102 – 110.
18

McWilliams, D.A., D.R. Berglund, and G.J. Endres. 1999. Corn Growth and
Management Quick Guide. NDSU Carrington Research Extension Center.
Moenandir, J. 2010. Ilmu Gulma. UB Press. pp. 161.
Muhadjir, F. 2018. Karakteristik Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman
Pangan Bogor. pp. 16.
Nurjannah, U. 2003. Pengaruh Dosis Herbisida Glifosat dan 2,4 D terhadap
Pergeseran Gulma Tanaman Kedelai tanpa Olah Tanah. J. Ilmu Pertanian
Indonesia. 5(1): 27 – 33.
Pujiwati, I. 2017. Pengantar Ilmu Gulma. Intimedia Kelompok Intrans Publishing.
Malang. p. 49 – 59.
Puspitasari, K., H. T. Sebayang dan B. Guritno. 2013. Pengaruh Aplikasi
Herbisida Ametrin dan 2,4-D dalam Mengendalikan Gulma Tanaman Tebu
(Saccharum officinarum L.). J. Produksi Tanaman. 1(2): 72-80.
Rinaldi. 2009. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung (Zea mays L.) yang
Ditumpangsarikan dengan Kedelai (Glycine max L.).
Jurusan Agroekoteknologi FP- Univ. Taman Siswa. pp. 18.
Riwandi, M., Handajaningsih dan Hasanudin. 2014. Teknik Budidaya Jagung
dengan Sistem Organik di Lahan Marjinal.
UNIB Press. Bengkulu. p. 45.
Sembodo, D. R. J. 2010. Gulma dan Pengolahannya. Penerbit Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Subekti, N. A., Syafruddin, R. Efendi dan S. Sunarti. 2007. Morfologi Tanaman
dan Fase Pertumbuhan Jagung.
Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. pp. 18.
Surtinah. 2017. Akselerasi Produksi Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt)
pada Lokasi yang Berbeda di Kota Pekanbaru. J. Bibiet. 2(1): 37 – 44.
Tjitrosoepomo, G. 2010. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press. pp. 98.
Wahyudin, A., Ruminta dan S. A. Nursaripah. 2016. Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Jagung (Zea mays L.) toleran herbisida akibat pemberian berbagai
dosis herbisida kalium glisofat. J. Kultivasi. 15(2): 86 – 91.
Widaryanto, E. 2010. Diktat Kuliah: Teknik Pengendalian Gulma. Jurusan
Budidaya Pertanian UB Malang. p. 17 – 29.
Zulkarnain, H. 2013. Budidaya Sayuran Tropis. Bumi Aksara. Jakarta. p. 158 -
175.
19

LAMPIRAN
Lampiran 1. Deskripsi Jagung Manis Varietas Talenta

Nama Varietas : Varietas Talenta


SK : 3634/K.pts/SR.120/10/2009
Tanggal : 19 Oktober 2019
Tetua : F1 Hibrida
Potensi Hasil : 18 - 25 ton ha-1
Golongan : Hibrida Silang Tunggal
Umur : 75 HST
Batang : Bulat, dengan diameter 2,9 – 3,2
Warna Batang : Hijau
Tinggi Tanaman : 160 - 170 cm
Daun : Bangun pita dengan tepi daun rata
Warna Daun : Hijau
Perakaran : Kuat
Kerebahan : Tahan
Bentuk Malai : Terbuka dan bengkok
Warna Rambut : Kuning
Ukuran Tongkol : ± 22 cm
Diameter Tongkol : ± 6 cm
Bobot Per Tongkol : 300 – 400 g
Warna Biji : Kuning
Kadar Gula : 12 – 14 oBrix
Jumlah Baris/Tongkol: 14 -16 Baris/tongkol
Bobot 1000 Butir : 150 – 152 g
Ketahanan : Tahan terhadap penyakit bulai, karat dan hawar daun
Daerah Adaptasi : Beradaptasi di dataran rendah sampai medium (150 – 650
mdpl)
Pengusul : PT. Agri Makmur Pertiwi
20

Lampiran 2. Denah Percobaan Keseluruhan U

34,70 m

14,10 m

Luas Lahan : 34,70 m x 14,10 m = 489,27 m2


21

Lampiran 3 Denah Petak Percobaan

5m U

3m

Luas Petak Perlakuan/ plot = 5 m x 3 m = 15 m2


Keterangan :

= Panen

= Pengamatan non destruktif

= Pengamatan destruktif
22

Lampiran 4. Perhitungan Pupuk


1. Rekomendasi pupuk NPK 400 kg ha-1
[1]. Rekomendasi pupuk NPK = 400 kg ha-1
Luas Petak
[2]. Rekomendasi pupuk per petak = x Rekomendasi pupuk
Luas 1ha
15 m
= x 400 kg NPK
10.000 m
= 0,6 kg ha-1 = 600 gr/ petak
600 gr
[3]. Kebutuhan pupuk per tanaman = = 8,5 gr/ tanaman
70tanaman

2. Rekomendasi pupuk NPK 500 kg ha-1


[1]. Rekomendasi pupuk NPK = 500 kg ha-1
Luas Petak
[2]. Kebutuhan pupuk per petak = x Rekomendasi pupuk
Luas 1ha
15 m
= x 500 kg NPK
10.000 m
= 0,75 kg ha-1 = 750 gr/ petak
750 gr
[3]. Kebutuhan pupuk per tanaman = = 10,7 gr/ tanaman
70tanaman

3. Rekomendasi pupuk NPK 600 kg ha-1


[1]. Rekomendasi pupuk NPK = 600 kg ha-1
Luas Petak
[2]. Kebutuhan pupuk per petak = x Rekomendasi pupuk
Luas 1ha
15 m
= x 600 kg NPK
10.000 m
= 0,9 kg ha-1 = 900 gr/ petak
900 gr
[3]. Kebutuhan pupuk per tanaman = = 12,8 gr/ tanaman
70tanaman
23

Lampiran 5. Perhitungan kebutuhan herbisida


Diketahui : Luas plot = 5 x 3 m2
: Jumlah plot = 24 plot
: Luas Lahan = luas plot x jumlah plot
= 15 m2 x 24
= 360 m2
Dosis Herbisida =
1. Amexon 500 SC (berbahan aktif ametrin) = 3 liter ha-1
2. Roundup 486 SL (berbahan aktif glifosat) = 3 liter ha-1
Ditanya : 1. Kebutuhan Herbisida / plot
Jawab :
Kebutuhan herbisida / plot
Luas Plot
Dosis 3 liter ha-1 = x dosis herbisida
Luas 1 Ha
15
= x 3 liter ha-1
10.000
= 0.0045 liter
24

Lampiran 6. Kalibrasi herbisida


Diketahui : Kecepatan berjalan = 29 m / menit
Curah Nozel = 1 l / menit
Lebar semprot = 50 cm2
Dosis semprot =3l
Luas bedengan = 15 m2
Jawab :
F x 10.000
1. Kebutuhan larutan (l) =
V xa

1l x 10.000
=
29 m/menit x 0.5 m

= 689,65 l

3000 ml/ha
2. Kebutuhan Formulasi =
689,65 l

= 4,36 ml ha-1

kebutuhanherbisida per petak


3. Kebutuhan air per petak =
volume semprot

4,5 ml
=
4,36 ml /ha

= 1 liter

Anda mungkin juga menyukai