Oleh:
JAATSIYA INSAN BARI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2020
INTERAKSI GENOTIP X LINGKUNGAN TERHADAP
PENAMPILAN VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA
CALON VARIETAS JAGUNG KETAN
(Zea mays L var. Ceratina Kulesh) DI JAWA TIMUR
Oleh:
SKRIPSI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2020
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam penulisan skripsi ini
merupakan hasil penelitian saya sendiri dan dengan bimbingan komisi
pembimbing. Skripsi ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar di
perguruan tinggi selain Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Karya atau
pendapat orang lain yang tertera dalam penulisan skripsi ini telah jelas
ditunjukkan rujukannya dan telah tertulis dalam daftar pustaka.
i
LEMBAR PERSETUJUAN
Disetujui,
Pembimbing Utama,
Diketahui,
Ketua Jurusan Budidaya Pertanian
Tanggal Persetujuan :
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Mengesahkan
MAJELIS PENGUJI
Penguji I Penguji II
Prof. Arifin Noor Sugiharto, M.Sc., Ph.D Dr. Budi Waluyo, SP., MP.
NIP. 196204171987011002 NIP. 19740525 199903 1 001
Penguji III
iii
Tanggal Lulus:
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Jaatsiya Insan Bari dilahirkan di Pati, Kota
Juwana, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 27 Maret 1998 sebagai putra pertama
dari Bapak Karso dan Ibu Nunuk Lestari Usadayanti.
Penulis menempuh Pendidikan Dasar di SD Negeri 09 Kramat Pela,
Kecamatan Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan pada tahun 2004 hingga 2010.
Jenjang pendidikan selanjutnya ditempuh di SMP Ibnu Hajar Boarding School
Cibubur Jakarta Timur pada tahun 2010 hingga tahun 2013. Jenjang pendidikan
selanjutnya ditempuh di SMA Negeri 29 Jakarta Selatan pada tahun 2013 hingga
2016. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa aktif Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya minat Budidaya Pertanian (Pemuliaan Tanaman) melalui jalur
SNMPTN pada tahun 2016 hingga sekarang.
Penulis melakukan kegiatan Magang Kerja untuk mengetahui dunia kerja
dalam ruang lingkup Pertanian di CV Blue Akari, Batu, Malang, Jawa Timur
dibawah bimbimbingan Prof. Ir. Arifin Noor Sugiharto, M.Sc., Ph.D. Penulis juga
melakukan penelitian yang dibimbing langsung oleh Ir. Arifin Noor Sugiharto,
M.Sc., Ph,D.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
Proposal Skripsi ini. Proposal ini berisikan tentang “Interaksi Genotip X
Lingkungan Terhadap Penampilan Vegetatif dan generatif Beberapa Calon
Varietas Jagung Ketan (Zea mays L. Var. Ceratina Kulesh) Di Jawa
Timur”. Diharapkan proposal ini dapat memberikan informasi dan menambah
wawasan kepada pembaca.
Penulisan proposal ini juga tak lepas dari doa, dukungan, dan bantuan
berbagai pihak. Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada Dr. Noer Rahmi Ardiarini, S.P., M.Si. selaku Ketua Jurusan Budiaya
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Prof. Ir. Arifin Noor
Sugiharto M.Sc., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing skripsi, Dr. Budi Waluyo, S.P.,
M.P. selaku dosen pembahas, dan Afifudin Latif Adiredjo S.P., M.Sc., Ph.D.
selaku majelis penguji. Ir. Karso dan Nunuk Lestari Usadayanti S.E,. selaku orang
tua penulis yang senantiasa memberikan dukungan moral maupun materil yang
tiada henti, seluruh teman-teman di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya,
serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan skripsi
ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha
yang telah dilakukan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
Penulis
i
ii
RINGKASAN
JAATSIYA INSAN BARI. 165040201111189. Interaksi Genotip X Lingkungan
Terhadap Penampilan Vegetatif dan Generatif Beberapa Calon Varietas Jagung
Ketan (Zea mays L. Var. Ceratina Kulesh) Di Jawa Timur. Dibawah bimbingan
Prof. Ir. Arifin Noor Soegiharto. M.Sc., Ph.D.
Pertumbuhan jagung ketan pada dua lokasi dapat dikatakan baik dan hanya
memiliki beberapa kendala ringan yang dapat dilakukan pencegahan, seperti
serangan OPT, dan curah hujan yang tinggi. Berdasarkan hasil uji lanjut BNJ
0.05, mayoritas variabel pengamatan terbaik berada pada genotip JPM 03,
sehingga genotip tersebut dapat dijadikan sebagai kandidat varietas baru yang
memiliki karakter beradaptasi luas. Berdasarkan hasil analisis homogenitas ragam
menggunakan nilai kuadrat tengah, hanya variabel lebar daun, jumlah daun,
panjang malai, umur silking, umur panen yang memiliki potensi terdapat interaksi
GxE. Hasil analisis ragam gabungan menunjukkan bahwa hanya variable lebar
daun, panjang malai, umur silking, dan umur panen yang memiliki interaksi antara
genotip dan lingkungan.
iii
memiliki nilai yang rendah dengan tujuan agar didapatkan varietas yang memiliki
sifat beradaptasi luas.
iv
SUMMARY
Jaatsiya Insan Bari. 165040201111189. Interaction between Genotype and
Environment on Vegetative and Generative Appearances Several Candidates
Waxy Mays Varieties (Zea mays L. Var. Ceratina Kulesh) on Jawa Timur.
Supervised By Prof. Ir. Arifin Noor Soegiharto. M.Sc., Ph.D.
The study was conducted at two different locations, first Jatimulyo Malang
regency (288 m above sea level, lowland) and second is Suru Ponorogo (545 m
above sea level, mediumland). The study uses a set of agricultural tools and
measuring instruments, using genotype of waxy mays from CV. Blue Akari (JPM
01, 02, 03, 04, 05, 06), and also Kumala. Chemical fertilizers and pesticides. The
study was conducted using a spacing of 0.7 mx 0.3 m. Plant samples were ten
plants per genotype per repetition. Data analysis was performed using a
Randomized Block Design (RBD) and further tests of Honestly Significant
Difference (HSD) with a level of 0.05 on plant observation are variables height,
stem diameter, height of cob location, leaf length, leaf width, number of leaves,
panicle length, age of silking, silking interval of blooming flowers, and age of
harvest.
Growth of waxy mays on two locations can be approved and only has a
few abundant that can be done against, such as Plant Disturbing Organism attacks,
and high rainfall. Based on the results of the 0.05 BNJ test, the best observation
variable is JPM 03 genotype, so that the genotype can be used as a candidate for a
new variety that has broad character. Based on the results of the analysis of
homogeneity of variances using the middle square value, only the variable width
of the leaf, number of leaves, panicle length, silking age, and age of harvest have
the potential to contain GxE interactions. The combined analysis of variance
shows that only leaf width, panicle length, silking age, and harvest age have
interactions between genotype and environment.
Based on the results of the study, it can be concluded that there is GXE on
the observed variables of leaf width, panicle length, silking age, and harvest age.
While the genotype that can be used as a candidate variety is JPM 03 based on
field results at two locations. GxE interactions must have a low value in order to
obtain varieties that have broad properties.
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
RINGKASAN..........................................................................................................ii
SUMMARY............................................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL...................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................viii
1. PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Tujuan.............................................................................................................3
1.3 Hipotesis.........................................................................................................3
2. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................4
2.1 Karakteristik Umum Tanaman Jagung Ketan................................................4
2.2 Variasi Genetik Tanaman Jagung Ketan........................................................7
2.3 Adaptabilitas Tanaman Jagung Ketan............................................................9
2.4 Iklim dan Lingkungan Jawa Timur..............................................................11
2.5 Interaksi Genotip dan Lingkungan...............................................................13
3. METODOLOGI DAN PELAKSANAAN.........................................................16
3.1 Tempat dan Waktu.......................................................................................16
3.2 Alat dan Bahan.............................................................................................16
3.2 Metode Penelitian.........................................................................................16
3.4 Pelaksanaan Penelitian.................................................................................17
3.5 Variabel Pengamatan....................................................................................20
3.6 Analisis Data................................................................................................21
4. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................23
4.1 Hasil Penelitian.............................................................................................23
4.2 Pembahasan..................................................................................................37
5. PENUTUP......................................................................................................44
5.1 Kesimpulan...................................................................................................44
5.2 Saran.............................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................45
vi
LAMPIRAN...........................................................................................................50
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Daftar Genetik Perlakuan Percobaan.................................................................17
2. Analisi Ragam Satu Lokasi................................................................................21
3. Analisis Ragam Satu Musim dalam Beberapa Lokasi.......................................22
4. Rekapitulasi Analisis Ragam Seluruh Variabel di Desa Candipuro..................25
5. Nilai Rerata Karakter Pertumbuhan Beberapa Genotip Lokasi Desa Candipuro
...........................................................................................................................28
6. Rekapitulasi Analisis Ragam Seluruh Variabel di Desa Suru...........................29
7. Nilai Rerata Karakter Pertumbuhan Beberapa Genotip Lokasi Desa Suru.......31
8. Analisis KT Galat Percobaan pada Dua Lokasi.................................................32
9. Analisis Ragam Gabungan pada Dua Lokasi Pengamatan................................33
10. Perbandingan Rerata Lebar Daun pada Dua Lokasi........................................34
11. Perbandingan Rerata Panjang Malai pada Dua Lokasi....................................35
12. Perbandingan Rerata Umur Silking pada Dua Lokasi.....................................36
13. Perbandingan Rerata Umur Panen pada Dua Lokasi.......................................37
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Grafik (A) (B) Tidak Ada Interaksi, (C) Tidak Ada Interaksi Antar Lingkungan,
(D) (E) (F) Ada Interaksi Antar Lingkungan (Baye et al., 2011)......................15
2. (a) Lokasi Penelitian di Candipuro, (b) Lokasi Penelitian di Sooko.................24
3. Kondisi Awal Tanaman. (a) Lokasi Candipuro, (b) Lokasi Sooko...................24
4. Vase Generatif Tanaman. (a) Lokasi Candipuro, (b) Lokasi Sooko..................24
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks
Halaman
1. Denah Petak Penelitian......................................................................................50
2. Deskripsi Varietas..............................................................................................51
3. Deskripsi Calon Varietas Hibrida......................................................................52
4. Perhitungan Kebutuhan Pupuk...........................................................................53
5. Dokumentasi Lapang.........................................................................................54
6. Analisis Ragam..................................................................................................55
7. Analisis Ragam Gabungan.................................................................................59
x
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
jagung manis dengan sifat adaptable, adoptable, dan marketable juga perlu
diaplikasikan pada jenis jagung ketan ini dengan tujuan untuk mendapatkan status
perlindungan varietas tanaman (PVT), publikasi ilmiah jurnal internasional,
artikel, dan lain sebagainya. Penelitian lain yang juga dilakukan oleh (Sugiharto et
al., 2018) mengenai pengembangan varietas jagung di Indonesia akibat
meningkatnya permintaan jagung manis di Indonesia. Permintaan meningkat
lantaran penggunaan jagung sebagai bahan biofuel juga meningkat. Penelitian
serupa juga dapat dikembangkan pada calon varietas jagung ketan. Sehingga
mendapatkan varietas yang unggul guna menjawab tantangan permintaan jagung
ketan yang semakin meningkat tiap tahunnya.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Umum Tanaman Jagung Ketan
Jagung ketan merupakan bahan konsumsi yang populer pada kawasan China
dan Asia Tenggara. Kawasan Indonesia merupakan salah satu kawasan yang
cocok untuk pertumbuhan tanaman jagung, termasuk jagung ketan. Namun
kendala dari produksi jagung ketan adalah lokasi yang masih terpusat pada
Indonesia bagian timur dengan nilai produksi yang rendah. Jagung ketan
merupakan tanaman hortikultura yang tergolong tanaman C4, memiliki reputasi di
dunia dan memiliki kemampuan beradaptasi pada berbagai kondisi iklim secara
luas dibandingkan dengan tanaman budidaya yang lainnya. Jagung secara umum
merupakan tanaman sereal yang menduduki peringkat tiga terbesar di dunia
diantara tanaman sereal utama yang lainnya (Ibeawuchi, et al, 2008). Berbeda
dengan jagung pada umumnya, jagung ketan merupakan tanaman yang berpotensi
untuk dikembangkan di seluruh kawasan nusantara karena kemampuannya untuk
beradaptas secara luas. Permasalahan utama pada jagung ketan adalah nilai
produksi yang relatif rendah berkisar antara dua ton ha-1 (Rouf et al., 2010).
Jagung ketan memiliki potensi besar untuk di budidayakan sebagai bahan pokok
pangan alternatif serta dapat dijadikan untuk bahan baku industri. Jagung ketan
memiliki prospek untuk dijadikan bahan pangan karena memiliki kandungan gizi
baik yang diperlukan oleh manusia, diantaranya terdapat kalori, protein, lemak,
karbohidrat, kalsium, pospor, vitamin a, vitamin b, air, serta hampir 100%
terdapat amilopektin (Suarni dan Subagio, 2013), yang membuat jagung ketan
memiliki tekstur pulen dan lunak.
Jagung jenis ketan ini ditemukan di China pada awal tahun 1900 dengan
tampilan menyerupai warna lilin (waxy) yang disebabkan oleh adanya gen tunggal
wx yang bersifat resesif epistasis pada kromosom ke sembilan. Sehingga dari
tampilan warna jagung ini dapat dibedakan dengan mudah dari jagung yang
umum dibudidayakan di Indonesia. Jagung ketan memiliki kandungan
amilopektin tinggi yang dapat dibuktikan dengan adanya warna merah kecoklatan
setelah diberi larutan iodine. Kegunaan jagung ketan diantaranya dapat digunakan
sebagai bahan pangan, bahan baku industry seperti campuran bahan baku kertas,
5
tekstil, dan industry perekat. Jagung ketan cocok untuk dijadikan bahan baku
konsumsi dikarenakan memiliki daya cerna pati yang rendah, sehingga jagung ini
cocok dikonsumsi bagi penderita diabetes yang membutuhkan karbohidrat namun
tidak dicerna sempurna menjadi glukosa.
Suhu pertumbuhan jagung ketan berkisar antara 8°C hingga 40°C, namun
dalam suhu ekstrim yaitu mendekati batas yang tercantum dapat menimbulkan
pertumbuhan jagung yang kurang optimal sehingga nilai produksi tidak dapat
mencapai angka maksimal. Suhu rata-rata yang diperlukan oleh tanaman jagung
untuk dapat tumbuh dengan optimal adalah 24°C selama periode pertumbuhan
(Muhadjir, 2018). Nilai produksi jagung ketan dapat berbeda jika di tanam pada
daerah yang berbeda, hal tersebut dipengaruhi oleh iklim seperti suhu dan curah
hujan, perbedaan kesuburan tanah, ketersediaan air, komoditas tanam pada lahan
yang sama sebelum budidaya jagung, hingga varietas jagung yang di tanam.
Variasi dari lingkungan tumbuh jagung dapat mengakibatkan adanya interaksi
genotip dan lingkungan (Iriany et al., 2009). Jagung ketan dalam klasifikasi
termasuk dalam kingdom: Plantae; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Liliopsida;
Ordo: Cyperales; Famili: Poaceae; Sub-famili: Panicoideae; Genus: Zea; Spesies:
Zea mays L. Var. Ceratina Kulesh) (Muhadjir, 2018).
hingga lebih dari 5 meter (dalam kasus yang ekstrim). Bentuk batang jagung ketan
adalah silinder, padat, dan terbagi dalam beberapa ruas-ruas yang berkisar antara 8
hingga 21 ruas dalam satu batang tanaman. Setiap ruas pada batang tanaman
jagung memiliki Panjang sekitar 3 cm hingga 9 cm. Bagian tengah batang terdiri
dari sel-sel parenkim dengan seludang pembuluh yang diselubungi oleh kulit yang
keras di mana termasuk lapisan epidermis (Plessis, 2003).
Daun pada tanaman jagung ketan mencapai 20 yang tersusun secara spiral
pada ruas-ruas batang tanaman dan muncul dalam satu hingga dua baris secara
berlawanan pada ruas-ruas batang. Jagung merupakan tanaman C4 dengan bentuk
daun merumput yang terdiri dari selubung, ligula, daun telinga, dan bilah daun.
Terdapat tulang daun pada tanaman jagung yang menonjol sepanjang daun
tanaman jagung dan terdapat bulu dalam daun. Stomata berada paling banyak
pada bagian permukaan daun daripada diatas permukaan atas daun. Dalam kondisi
kekurangan air, sel cepat kehilangan turgor yang dicirikan dengan melengkungnya
permukaan daun ke bagian dalam dengan tujuan untuk memperkecil penguapan
(Plessis, 2003).
2,3% dan 1,4% mineral. Selain itu juga terdapat sumber vitamin A dan E,
riboflavin dan nikotinat. Bagian pati dari kernel digunakan sebagai cadangan
makanan (Plessis, 2003) .Serta juga memiliki kandungan amilopektin yang tinggi
yang membuat jagung menjadi pulen dan lunak (Suarni dan Subagio, 2013)
Budidaya jagung ketan dapat dilakukan dengan pemilihan bahan benih yang
baik, melakukan perawatan untuk mengurangi persaingan antara tanaman dengan
organisme pengganggu tanaman (OPT), dan melakukan panen dan pascapanen
dengan baik. Agroekologi tanaman jagung dalam kegiatan budidaya sangat
bervariasi dari dataran tinggi, dataran medium, hingga dataran rendah dengan
berbagai jenis tanah, tipe iklim, dan berbagai macam pola tanam. (Iriany et al.,
2009).
2.2 Variasi Genetik Tanaman Jagung Ketan
Variasi genetika dapat terjadi ketika keturunan menerima gen unik dan
kromosom dari kedua induknya melalui reproduksi seksual. Gen tersebut
dipertukarkan antar kromosom. Kombinasi akan terbentuk Ketika kromosom dari
kedua indukan tersebut menyatu untuk membentuk individu baru dengan genetika
yang unik. Pada suatu sisi mutase merupakan materi dasar dari variasi genetik,
namun yang sebenarnya berfungsi meningkatkan potensi variasi genetika adalah
proses reproduksi seksual yang berfungsi mengatur ulang alel secara acak
sehingga timbul kombinasi yang berbeda. Fenotip seperti tinggi tanaman,
diameter batang, jumlah daun, dan lain sebagainya akan muncul sebagai hasil
perwujudan atau ekspresi genotip pada lingkungan terkait, semua tingkat variasi
genetik ini akan berkontribusi pada kemampuan populasi untuk beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan. Spesies tanaman yang tidak tersebar luas akan
mudah punah pada kondisi lingkungan yang berubah (Indrawan et al., 2012).
umur panen, ketahanan terhadap hama dan penyakit tumbuhan, hingga komponen
hasil. Menurut hasil penelitian tentang genotip tanaman yang berinteraksi dengan
lingkungan tertentu, jagung ketan dianggap berasal dari mutan gen jagung batu
(Tian et al., 2009). Fenotip yang ditampilkan oleh jagung ketan didapatkan dari
pengurangan dalam proses sintesis amilosa akibat telah terjadinya mutasi genetik
yang menempatkan pada kromosom ke sembilan. Penelitian yang dilakukan oleh
(Zheng et al., 2013) dengan menggunakan analisis SSR menunjukkan terdapat
keragaman genetik yang luas dalam aksesi jagung ketan, baik jagung hasil seleksi
yang telah di budidayakan (landraces) maupun inbrida.
Jagung ketan memiliki gen tipe resesif tunggal yang terletak pada lengan
kromosom pendek ke sembilan. Berdasarkan pengurutan DNA, jagung ketan
memiliki struktur lokus wildtype waxy (wx +) yang memiliki 3178 gen. Gen waxy
tersebut memiliki sifat epistatis untuk semua gen mutan dengan tujuan
membentuk amilosa dan amilopektin. Gen tersebut dapat mengikat gula dan
polisakarida yang larut dalam air sehingga dapat mengurangi pati yang
terkandung dalam jagung tersebut.
genetik pada jagung octora, lamuru, bonanza, jaya 2, kumala, dan pulut lokal.
Penelitian tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui variasi genetik
berdasarkan karakter fenotipik tongkol yang telah dibudidayakan di desa Jono
Oge. Penelitian menggunakan karakter kualitatif dan kuantitatif dengan analisis
data menggunakan PFE, UPGMA, dan MVSP. Hasil menunjukkan pada karakter
kuantitatif selalu menunjukkan perbedaan yang disebabkan oleh banyak gen
sebagai penyusun fenotipiknya yang berinteraksi dengan lingkungan. Sedangkan
karakter kualitatif menunjukkan adanya kesamaan antar varietas yang juga
disebabkan oleh adanya interaksi antara genotip dan lingkungan.
juga masih sedikit. Perlu dilakukan uji pada berbagai lokasi dengan tujuan
membentuk varietas yang lebih baik dan memiliki sifat beradaptasi dengan luas.
Hal tersebut sesuai dengan (Mejaya et al., 2010) bahwasanya varietas jagung hasil
perbaikan genetika tetuanya perlu dilakukan uji pada daerah penanaman dengan
agroklimat yang berbeda untuk mengetahui respon uji dari genetik terhadap
lingkungan uji.
Perkembangan jagung ketan yang beradaptasi luas saat ini masih meliputi
kawasan Indonesia bagian timur saja, seperti Nusa Tenggara Timur, Nusa
Tenggara Barat, Sulawesi, dan beberapa wilayah di daerah papua. Wilayah
tersebut merupakan wilayah kering yang cukup cocok untuk perkembangan
tanaman jagung yang tidak terlalu membutuhkan banyak air (Agustian, 2014).
Secara keseluruhan Indonesia berada pada wilayah iklim tropis yang memiliki ciri
iklim yang berbeda namun tidak terlalu melonjak. Hal tersebut dapat dijadikan
landasan bahwasanya seluruh wilayah di Indonesia dapat dikembangkan untuk
menjadi wilayah sentra jagung ketan. Melalui serangkaian uji di wilayah-wilayah
potensial di Indonesia, harapannya dapat meningkatkan nilai produksi dan
produktivitas jagung ketan. Kebijakan pemerintah yang tepat mengenai
pengembangan perlu untuk diterapkan agar terciptanya varietas jagung ketan
unggul dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya.
2.4 Iklim dan Lingkungan Jawa Timur
Jawa Timur merupakan salah satu wilayah sentra Jagung. Jawa Timur
memiliki dua tipe lahan yaitu lahan kering dan lahan basah. Lahan kering dapat
diartikan sebagai suatu hamparan yang tidak tergenang atau digenangi air pada
sebagian besar waktu dalam kurun satu tahun atau sepanjang tahun. Indonesia
memiliki kawasan lahan kering sekitar 13% dari total daratan (sekitar 25 juta ha)
yang berpotensial dan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman pangan,
salah satu tanaman yang cocok tumbuh pada lahan kering adalah tanaman jagung.
Jagung merupakan tanaman yang tidak terlalu membutuhkan banyak air dalam
stadium hidupnya, kebutuhan air digunakan untuk reaksi fisiologis pada vase
vegetative, dan membutuhkan sedikit air untuk melanjutkan vase generative.
Lahan kering dapat dikatakan cocok untuk produksi suatu tanaman budidaya
12
Iklim Jawa Timur tahun 2019 berdasarkan (BPS, 2020) memiliki suhu
rerata 28.2°C, kelembaban rerata 76%, kecepatan angin rerata 5.2 meter per detik,
tekanan udara rerata 1011.6 mb, jumlah curah hujan 1862 mm, jumlah hari hujan
101 hari. Berdasarkan data dari (Sukarman dan Suharta, 2010), Kota Malang
merupakan kawasan yang tergolong lahan kering beriklim kering, dan kabupaten
Ponorogo merupakan kawasan lahan kering yang beriklim basah. Lahan kering di
Indonesia hingga sekarang banyak dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya
pertanian dan penggunaan lainnya seperti pemukiman, Kawasan industri,
infrastruktur, dll. Ketersediaan dan kebermanfaatan lahan kering di Indonesia
dibidang pertanian masih tergolong minim, hal tersebut dikarenakan semakin
meluasnya infrastruktur untuk kegiatan industry maupun pemukiman masyarakat.
Kendala yang ditimbulkan ketika lahan kering tersebut digunakan untuk kegiatan
budidaya adalah kesuburan tanah yang dapat dilihat dari biofisik tanah seperti
sifat kimia, fisika, dan biologi tanah.
1. Lahan tersebut secara komulatif tidak tergenangi oleh pada sebagian waktu (9
bulan atau lebih) dalam kurun waktu satu tahun. Lahan kering bukan berarti
13
lahan yang tidak memiliki air, air yang tersedia pada umumnya diperoleh dari
hujan, aliran air sungai yang kedalam lahan melalui irigasi.
2. Lahan tersebut memiliki kekerasan kontur yang cukup konsisten, hal tersebut
dikarenakan jumlah air yang tersedia tidak merusak agregat tanah.
3. Lahan tersebut pada umumnya memiliki lokasi yang berdekatan dengan
pemukiman warga baik di dataran rendah, sedang, maupun medium yang
memiliki ketinggian kurang dari 700 mdpl.
4. Kawasan tersebut memiliki curah hujan yang relative rendah, yaitu kurang
dari 1500 mm/tahun.
Lingkungan tempat tumbuh menjadi salah satu factor penting dan penentu
keragaman dari suatu populasi yang ada pada suatu daerah tertentu. Seperti
ketinggian tempat, curah hujan, suhu, kelembaban, hal tersebut akan
memengaruhi karakter morfologi dan fisiologi dari jenis tanaman tertentu. Selain
itu lingkungan juga dapat memengaruhi pertumbuhan berbagai fungsi tanaman
seperti absorpsi mineral, unsur, serta air (Yusran & Maemunah, 2011).
2.5 Interaksi Genotip dan Lingkungan
Jagung hibrida merupakan hasil perkawinan antara dua jenis tetua masing-
masing galur murni dari tanaman tersebut (inbread line), sehingga terjadi
perpaduan sifat unggul (Tengah et al., 2017). Varietas hibrida mempunyai potensi
hasil yang tinggi, daya adaptasi luas, pertumbuhan dan hasil tanaman lebih
seragam, tahan penyakit bulai dan karat daun. Setiap hibrida menunjukkan
14
pertumbuhan dan hasil yang beragam sebagai akibat dari pengaruh genetik dan
lingkungan yang diujikan. Pengaruh genetik merupakan pengaruh keturunan yang
dimiliki oleh setiap galur sedangkan pengaruh lingkungan adalah pengaruh yang
ditimbulkan oleh habitat dan kondisi lingkungan (Haris dan Kuruseng, 2008).
Gambar 1. Grafik (A) (B) Tidak Ada Interaksi, (C) Tidak Ada Interaksi Antar
Lingkungan, (D) (E) (F) Ada Interaksi Antar Lingkungan (Baye et al., 2011).
Tipe interaksi antara genotipe dan lingkungan menurut Baye et al (2011),
tidak adanya interaksi antara genotipe dan lingkungan (Gambar 1a) merupakan
sebuah interaksi yang terjadi ketika suatu genotipe konsisten menunjukkan
keragaan yang baik dibandingkan dengan genotip uji lain pada seluruh lingkungan
uji. Tipe interaksi tidak ada interaksi antar lingkungan (Gambar 4c) merupakan
suatu interaksi yang terjadi ketika terdapat peningkatan hasil melebihi genotip uji
yang lain (mengalami peningkatan pada semua genotip uji) pada seluruh lokasi
uji. Sedangkan tipe terdapat interaksi antara genotip dan lingkungan (Gambar 4d,
4e, 4f) merupakan perbedaan respon dari seluruh genotip uji yang mengalami
perubahan pada kondisi lingkungan yang berbeda. Evaluasi interaksi genotip dan
16
3.4.2 Penanaman
Penanaman bibit jagung yang sudah disemai sesuai dengan lubang tanam
yang telah dibuat dengan jarak tanam 0,7 m × 0,3 m kedalaman berkisar 3 cm dari
permukaan tanah. Bibit yang telah berumur 17 HSS dipindah sejumlah dua bibit
per lubang tanam. pengaplikasian insektisida berbahan aktif carbofuran dilakukan
pada satu hari sebelum pindah tanam dengan tujuan untuk mengendalikan hama
tanah. Penutupan lubang tanam yang telah ditanam bibit dengan menggunakan
pupuk kandang.
3.4.3 Pemeliharaan
a. Penyulaman
Penyulaman dilaksanakan ketika tanaman budidaya tidak menunjukkan
tanda-tanda pertumbuhan. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada 7 HST
dengan cara menanam tanaman jagung dengan nomor genetik yang sama tiap
plot yang membutuhkan kegiatan penyulaman. Kegiatan tersebut dilakukan
pada waktu yang bersamaan dengan tujuan memiliki umur panen yang relatif
sama.
b. Penyiangan
c. Pengairan
20
d. Pembumbunan
e. Pemupukan
3.4.4 Panen
Variabel yang diamati dalam penelitian ini ialah variabel pada karakter
pertumbuhan. Pengamatan dilakukan melalui pengambilan sepuluh sampel
tanaman tiap plot untuk seluruh variabel. Pengamatan dilakukan saat tanaman
sudah memasuki vase generative yang dicirikan telah munculnya bunga jantan
dan bunga betina pada tanaman jagung. Uraian dari masing-masing variabel
pengamatan yang diamati ialah sebagai berikut. Berdasarkan (Efendi, 2013)
panduan pengamatan tanaman jagung karakter pertumbuhan:
22
Keterangan: (Db) Derajat bebas, (JK) Jumlah Kuadrat, (KT) Kuadrat Tengah (FHit) F
Hitung.
Uji lanjut dengan menggunakan BNJ 0.05 dengan tujuan untuk menguji
perbandingan nilai rerata penampilan antara hibrida uji dengan varietas
pembanding dalam rangka mengetahui adanya nilai keunggulan dari hibrida uji
yang bersangkutan.
2
BNJ = Q0,05(p:db galat ) x s
√r
Keterangan :
Q = Nilai BNJ 5%
p = Genetik
24
r = Ulangan
KT besar
F hitung =
KT kecil
Keterangan
S = Varian
KT = Kuadrat Tengah
Keterangan: (Db) Derajat bebas, (JK) Jumlah Kuadrat, (KT) Kuadrat Tengah (FHit) F
Hitung.
25
Penelitian dilakukan pada dua lokasi lahan yang berbeda dan berada di
Provinsi Jawa Timur. Lokasi penelitian pertama berada pada wilayah Desa
Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang yang merupakan lahan dengan
penggunaan lahan sawah. Komoditas utama dalam wilayah tersebut adalah padi,
jagung, tanaman palawija seperti cabai, timun, dan lain sebagainya. Lokasi
penelitian kedua berada di Desa Suru, Kecamatan Sooko, Kabupaten Ponorogo.
Pada kawasan tersebut mayoritas penggunaan lahan adalah sebagai lahan
pertanian dan perkebunan. Penelitian tentang interaksi genotip dan lingkungan ini
dilaksanakan pada bulan Oktober 2020 hingga Desember 2020. Berdasarkan citra
Google Earth, kedua lokasi diklasifikasikan pada ketinggian yang berbeda. Desa
Candipuro berada pada ketinggian 288meter dpl yang dapat diklasifikasikan
kedalam dataran medium. Sedangakan desa Suru berada pada ketinggian
545meter dpl yang diklasifikasikan pada dataran tinggi. Selain ketinggian tempat,
kedua lokasi menunjukkan perbedaan kelerengan yang cukup signifikan.
Jatimulyo memiliki kelerengan berkisar antara 4% - 8%, sedangkan Suru
memiliki kelerengan berkisar antara 15% - 40%. Kelerengan terseut akan
berdampak terhadap kesuburan tanah, material yang mengandung bahan organic
tinggi akan terlimpas ke bagian lereng apabila terjadi limpasan permukaan
(Sahara, 2014). Pernyataan tersebut menjelaskan bahwasanya lokasi desa Suru
memiliki nilai kesuburan tanah yang lebih rendah dibandingkan dengan wilayah
desa Jatimulyo.
a. b.
a. b.
Gambar 3. Kondisi Awal Tanaman. (a) Lokasi Jatimulyo, (b) Lokasi Sooko.
Vase generative tanaman jagung pada dua lokasi yang berbeda (Gambar 4)
menunjukkan fenotip tanaman juga berbeda seperti tinggi tanaman, panjang daun,
27
lebar daun, serta karakter pertumbuhan yang lainnya. Hal tersebut diakibatkan
oleh perbedaan genotip serta lokasi penelitian yang digunakan.
a. b.
Gambar 4. Vase Generatif Tanaman. (a) Lokasi Jatimulyo, (b) Lokasi Sooko
Keterangan: (tn) tidak berbeda nyata, (*) berbeda nyata pada taraf 0.05, (**) berbeda
nyata pada taraf 0.01
diameter yang terbesar (3.87 cm) dan JPM 02 memiliki nilai rerata diameter yang
terendah (3.02 cm).
Pengamatan lebar daun, panjang daun, dan jumlah daun dilakukan pada
saat tanaman telah memasuki vase generative dan dilakukan pada daun produktif
yang berada diatas silk atau tongkol tanaman jagung. Berdasarkan nilai rerata
pada lebar daun seluruh genotip uji (Tabel 5), JMP 03 memiliki nilai rerata lebar
daun terbesar (10.63 cm) dan genotip Kumala memiliki nilai rerata lebar daun
terendah (6.18 cm). Berdasarkan nilai rerata pada panjang daun seluruh genotip
uji (Tabel 5), JMP 03 memiliki nilai rerata panjang daun tertinggi (98.23 cm) dan
genotip JPM 05 memiliki nilai rerata lebar daun terendah (68.80 cm). Jumlah
daun pada JPM 03 memiliki nilai jumlah terbesar (16.87) dari seluruh genotip uji,
sedangkan genotpi JPM 02 merupakan genotip yang memiliki nilai jumlah daun
terendah (13.60) dari seluruh genotip uji.
interval seluruh genotip uji (Tabel 5), JMP 03 memiliki nilai rerata waktu terbesar
(5.30 hst) dan genotip JPM 06 memiliki nilai rerata waktu terendah (3.03 hst).
Kegiatan panen diakukan pada saat tongkol sudah memasuki vase masak
segar. Jagung memasuki vase tersebut dalam waktu lebih kurang 22 hari setelah
polinasi. Pengamatan waktu panen dilakukan dengan cara menghitung waktu
panen setelah pembungaan dan dilakukan pengecekan isi tongkol. Berdasarkan
nilai rerata pada umur panen seluruh genotip uji (Tabel 5), JMP 03 memiliki nilai
rerata umur panen yang terbesar (80 hst) dan JPM 01 serta kumala memiliki nilai
rerata umur panen yang terendah. Variabel yange memiliki nilai F hitung berbeda
nyata pada (Tabel 4) dilakukan uji lanjut dengan menggunakan BNJ 0.05 dengan
tujuan untuk mengetahui genotip yang memiliki sifat maupun potensi unggul
dibandingkan dengan genotip lainnya pada masing-masing lokasi.
No Genotip TT DB TLT LD
Keterangan: TT: Tinggi Tanaman, DB: Diameter Batang, TLT: Tinggi Letak
Tongkol, LD: Lebar Daun
No Genotip PD JD PM US ASI
Keterangan: PD: Panjang Daun, JD: Jumlah Daun, PM: Manjang Malai, US:
Umur silking, ASI: Anthesis Silking Interval,
Keterangan: (tn) tidak berbeda nyata, (*) berbeda nyata pada taraf 0.05, (**) berbeda
nyata pada taraf 0.01
diameter yang terbesar (2.12 cm) dan JPM 06 memiliki nilai rerata diameter yang
terendah (1.43 cm).
Pengamatan lebar daun, panjang daun, dan jumlah daun dilakukan pada
saat tanaman telah memasuki vase generative dan dilakukan pada daun produktif
yang berada diatas silk atau tongkol tanaman jagung. Berdasarkan nilai rerata
pada lebar daun seluruh genotip uji (Tabel 7), JMP 01 memiliki nilai rerata lebar
daun terbesar (8.82 cm) dan genotip JPM 06 nilai rerata lebar daun terendah (7.71
cm). Berdasarkan nilai rerata pada panjang daun seluruh genotip uji (Tabel 7),
JMP 03 memiliki nilai rerata panjang daun tertinggi (105.58 cm) dan genotip JPM
05 memiliki nilai rerata lebar daun terendah (80.61 cm). Jumlah daun pada JPM
03 memiliki nilai jumlah terbesar (16.43) dari seluruh genotip uji, sedangkan
genotp Kumala merupakan genotip yang memiliki nilai jumlah daun terendah
(13.10) dari seluruh genotip uji.
terbesar (5.20 hst) dan genotip JPM 06 memiliki nilai rerata waktu terendah (3.13
hst).
Kegiatan panen diakukan pada saat tongkol sudah memasuki vase masak
segar. Jagung memasuki vase tersebut dalam waktu lebih kurang 22 hari setelah
polinasi. Pengamatan waktu panen dilakukan dengan cara menghitung waktu
panen setelah pembungaan dan dilakukan pengecekan isi tongkol. Berdasarkan
nilai rerata pada umur panen seluruh genotip uji (Tabel 7), JMP 03 memiliki nilai
rerata umur panen yang terbesar (84 hst) dan kumala memiliki nilai rerata umur
panen yang terendah (73 hst), serta genotip yang lain dilakukan pemanenan pada
saat berumur 74 HST. Variabel yange memiliki nilai F hitung berbeda nyata pada
(Tabel 6) dilakukan uji lanjut dengan menggunakan BNJ 0.05 dengan tujuan
untuk mengetahui genotip yang memiliki sifat maupun potensi unggul
dibandingkan dengan genotip lainnya pada masing-masing lokasi.
Tabel 7. Nilai Rerata Karakter Pertumbuhan Beberapa Genotip Lokasi Desa Suru
No Genotip TT DB TLT LD
Keterangan: TT: Tinggi Tanaman, DB: Diameter Batang, TLT: Tinggi Letak
Tongkol, LD: Lebar Daun,
No Genotip PD JD PM US ASI
Keterangan: PD: Panjang Daun, JD: Jumlah Daun, PM: Manjang Malai, US:
Umur silking, ASI: Anthesis Silking Interval.
Keterangan: (tn) tidak homogen pada kedua lokasi, (*) homogen pada kedua
lokasi
Analisis ragam gabungan pada dua lokasi dapat dilakukan pada variabel
yang memiliki perbedaan nyata atas uji homogenitas ragam galat percobaan.
Variabel tersebut meliputi lebar daun, panjang malai, umur silking, dan umur
panen. Data analisis ragam gabungan dua lokasi yang disajikan pada tabel berikut.
(c) (c)
JPM 02 7.64 A 8.04 A
(b) (abc)
JPM 03 10.63 B 8.48 A
(c) (bc)
JPM 04 7.38 A 8.15 B
(b) (abc)
JPM 05 7.66 A 8.31 A
(b) (abc)
JPM 06 7.64 A 7.71 A
(b) (ab)
KUMALA 6.18 A 7.35 B
(a) (a)
CV (%) 5.07
BNJ 2.50
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf besar merupakan hasil uji lanjut
(BNJ 0.05) antar lokasi, sedangkan angka yang diikuti dengan huruf kecil
merupakan hasil uji lanjut (BNJ 0.05) tiap lokasi
Hasil uji lanjut dengan menggunakan BNJ 0.05 pada karakter lebar daun,
panjang malai, umur silking, dan umur panen menunjukkan nilai 2.50 dengan nilai
kofisien keragaman 5.07. berdasarkan hasil (Tabel 10), JPM 01 dan JPM 03
menunjukkan lebar daun tertinggi dibandingkan dengan genotip yang lainnya
pada lokasi Candipuro. JPM 01 menunjukkan lebar daun tertinggi pada lokasi
Suru. Pada lokasi yang berbeda, JPM 02, JPM 05, JPM 06 tidak menunjukkan
nilai beda nyata. JPM 01 dan JPM 03 di lokasi Jatimulyo memiliki nilai rerata
lebar daun yang lebih tinggi dibandingkan lokasi Suru, serta JMP 04 dan Kumala
di lokasi Suru menunjukkan nilai rerata lebar daun yang lebih tinggi dibandingkan
lokasi Jatimulyo.
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf besar merupakan hasil uji lanjut
(BNJ 0.05) antar lokasi, sedangkan angka yang diikuti dengan huruf kecil
merupakan hasil uji lanjut (BNJ 0.05) tiap lokasi
Hasil uji lanjut dengan menggunakan BNJ 0.05 pada karakter lebar daun,
panjang malai, umur silking, dan umur panen menunjukkan nilai 2.50 dengan nilai
kofisien keragaman 5.07. Berdasarkan hasil (Tabel 11), JPM 03 menunjukkan
rerata panjang malai tertinggi dibandingkan dengan genotip yang lainnya pada
lokasi Jatimulyo. JPM 01, JPM 04, dan Kumala menunjukkan rerata panjang
malai tertinggi pada lokasi Suru. Pada lokasi yang berbeda, seluruh genotip uji
kecuali JPM 03 menunjukkan nilai rerata panjang malai tertinggi pada lokasi
Suru, sehingga pertumbuhan berdasarkan karakter panjang malai terbaik berada
pada lokasi Suru.
40
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf besar merupakan hasil uji lanjut
(BNJ 0.05) antar lokasi, sedangkan angka yang diikuti dengan huruf kecil
merupakan hasil uji lanjut (BNJ 0.05) tiap lokasi
Hasil uji lanjut dengan menggunakan BNJ 0.05 pada karakter lebar daun,
panjang malai, umur silking, dan umur panen menunjukkan nilai 2.50 dengan nilai
kofisien keragaman 5.07. Berdasarkan hasil (Tabel 12), JPM 03 dan JPM 04
menunjukkan rerata umur silking tertinggi dibandingkan dengan genotip yang
lainnya pada lokasi Jatimulyo. JPM 03 menunjukkan rerata umur silking tertinggi
pada lokasi Suru. Pada lokasi yang berbeda, JPM 05 dan JPM 06 tidak
menunjukkan beda nyata. JPM 02, JPM 03, JPM 04,dan Kumala pada lokasi Suru
menunjukkan nilai tertinggi dibandingkan dengan lokasi Jatimulyo, dan JPM 01
memiliki nilai rerata umur silking tertinggi dibandingkan lokasi Suru, sehingga
pertumbuhan berdasarkan karakter umur silking terbaik berada pada lokasi Suru.
41
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf besar merupakan hasil uji lanjut
(BNJ 0.05) antar lokasi, sedangkan angka yang diikuti dengan huruf kecil
merupakan hasil uji lanjut (BNJ 0.05) tiap lokasi
Hasil uji lanjut dengan menggunakan BNJ 0.05 pada karakter lebar daun,
panjang malai, umur silking, dan umur panen menunjukkan nilai 2.50 dengan nilai
kofisien keragaman 5.07. Berdasarkan hasil (Tabel 13), JPM 03 menunjukkan
rerata umur panen tertinggi dibandingkan dengan genotip yang lainnya pada
lokasi Jatimulyo dan Suru. Pada lokasi yang berbeda, seluruh genotip uji kecuali
JPM 03, lokasi Jatimulyo memiliki nilai rerata umur panen lebih tinggi
dibandingkan dengan Suru.
4.2 Pembahasan
Variabel tinggi tanaman pada lokasi desa JAtimulyo dan desa Suru,
genotip JPM 03 memiliki nilai keunggulan dengan memampilkan tinggi tanaman
tertinggi dibandingkan dengan genotip uji yang lain. Genotip uji JPM 03 memiliki
nilai rerata tinggi tanaman tertinggi pada wilayah Jatimulyo, sehingga JPM 03
lebih cocok ditanam pada daerah dengan kondisi agroekologi seperti di Jatimulyo.
JPM 0 menampilkan karakter terendah pada lokasi Suru, dan Kumla menampilkan
karakter tererendah pada lokasi Jatimulyo. Variabel tinggi tanaman pada kedua
lokasi uji tidak menunjukkan adanya kehomogenan data, sehingga variabel
tersebut tidak memiliki interaksi antara genotip dan lingkungan. Genotip uji
tersebut dapat ditanam pada dua lokasi tersebut dikarenakan faktor lingkungan
dianggap tidak memiliki pengaruh. Lokasi Jatimulyo juga memiliki nilai rerata
tinggi tanaman tertinggi dari seluruh genotip uji. Tinggi tanaman pada kedua
lokasi uji sudah cukup ideal dan stabil, dikarenakan tanaman tidak mudah
mengalami kerebahan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan (Murdolelono et al.,
2001) bahwa penampilan suatu varietas jagung yang baik adalah tinggi tanaman
yang pendek (sesuai dengan deskripsi varietas masing-masing) dan tahan terhadap
rebah.
Variabel diameter batang yang ditampilkan oleh ke-tujuh genotip uji pada
dua lokasi yang berbeda menunjukkan bahwa gentotip uji JPM 03 memiliki
keunggulan dengan rerata tertinggi merupakan genotip uji yang di tanam pada
lokasi Jatimulyo, sehingga genotip tersebut lebih cocok dibudidayakan pada lokasi
dengan agroekologi seperti Candipuro. JPM 05 memiliki nilai diameter batang
terendah pada lokasi Jatimulyo, dan JPM 06 memiliki nilai diameter terendah
pada lokasi Suru. Variabel diameter batang juga tidak menunjukkan adanya
kehomogenan data pada dua lokasi, sehingga tidak terdapat interaksi antara
genotip dan lingkungan. Sehingga seluruh genotip uji termasuk JPM 03 dapat
ditanam dengan baik pada kedua agroekologi tersebut dikarenakan tidak adanya
pengaruh lingkungan. Lokasi Jatimulyo juga memiliki nilai rerata diameter batang
tertinggi dari seluruh genotip uji. Diameter batang pada lokasi Jatimulyo memiliki
nilai kekuatan lebih besar dibandingkan dengan lokasi Suru. Hal tersebut
43
dikarenakan nilai diameter lebih tinggi, sehingga dapat menopa kehidupan yang
berada diatasnya seperti daun, silk, tassel, hingga tongkol jagung. Tanaman
jagung yang baik adalah tanaman yang memiliki diameter batang yang relative
besar serta memiliki letak tongkol yang ideal, yaitu berada pada tengah bagian
batang (Hamidah, 2011)
Variabel pengamatan lebar daun melibatkan tujuh genotip dua lokasi uji
yang berdeda, dari ketujuh genotip uji tersebut, JPM 03 dan JPM 01 memiliki
nilai rerata lebar daun tertinggi masing-masing di lokasi Jatimulyo dan Suru, serta
Kumala memiliki nilai rerata lebar terendah di kedua lokasi uji. Namun lokasi
Suru memiliki rerata lebar daun genotip kumala tertinggi dibanding lokasi
Jatimulyo. Desa Jatimulyo juga memberikan tampilan rerata lebar daun tertinggi
dari seluruh genotip uji dibandingkan dengan lokasi Suru. Nilai rerata lebar daun
pada masing-masing lokasi menunjukkan adanya kehomogenan data serta
memiliki interaksi antara genotip dan lingkungan, sehingga nilai lebar daun
berubah tergantung lokasi budidaya.
Variabel pengamatan jumlah daun melibatkan tujuh genotip dua lokasi uji
yang berdeda, dari ketujuh genotip uji tersebut, JPM 03 memiliki nilai rerata lebar
45
daun tertinggi pada kedua lokasi uji, serta JPM 02 dan Kumala memiliki nilai
rerata jumlah daun terendah masing-masing pada lokasi Jatimulyo dan Suru.
Lokasi Jatimulyo juga memberikan tampilan rerata jumlah daun tertinggi dari
seluruh genotip uji dibandingkan dengan lokasi Suru. Nilai rerata panjang daun
pada masing-masing lokasi menunjukkan adanya kehomogenan data, namun tidak
memiliki interaksi antara genotip dan lingkungan, sehingga jumlah daun pada tiap
genotip akan menunjukkan nilai yang sama pada setiap lokasi.
Variabel umur silking memiliki homogenitas pada kedua lokasi uji serta
memiliki interaksi antara genotip dan lingkungan, sehingga nilai umur silking
berbeda dan tergantung pada lokasi pengamatan. JPM 03 dan Kumala memiliki
nilai umur silking masing-masing tertinggi dan terendah pada kedua lokasi uji.
Namun secara keseluruhan, desa Suru memiliki nilai rerata umur silking tertinggi
pada seluruh genotip uji. Umur silking yang semakin pendek maka dapat
menentukan umur panen yang semakin genjah (Wibowo, 2010). Dari pernyataan
tersebut, maka pada lokasi Jatimulyo memiliki umur panen yang lebih genjah
daripada lokasi Suru.
Variabel umur panen memiliki homogenitas pada kedua lokasi uji serta
memiliki interaksi antara genotip dan lingkungan, sehingga nilai umur silking
berbeda dan tergantung pada lokasi pengamatan. JPM 03 merupakan genotip
dengan umur panen tertinggi pada dua lokasi uji, namun pada lokasi Jatimulyo
panen dilakukan lebih awal daripada lokasi Suru. Pemanenan dilakukan saat
jagung memiliki umur genjah, oleh karena itu pengamatan karakter hasil
dilakukan saat jagung berumur genjah. Menurut (Surtinah, 2008), hasil panen
semakin meningkat dan stabil sesuai dengan meningkatnya umur panen. Dari
pernyataan tersebut karakter hasil dapat dinyatakan kurang stabil sesuai dengan
deskripsi varietas dan calon varietas.
Interaksi antara genotip dan lingkungan sangat perlu untuk diketahui utuk
melihat karakter suatu varietas tanaman. Apabila terdapat interaksi tinggi antara
keduanya, maka varietas tersebut beradaptasi site specific, namun apabila nilai
interaksi antara genotip dan lingkungannya rendah bahkan tidak terjadi interaksi,
maka varietas tersebut dapat dikembangkan sebagai varietas yang beradaptasi luas
(Syukur et al., 2015). Hasil analisis ragam gabungan yang dilakukan untuk
menganalisis interaksi genotip dan lingkungan, menunjukkan adanya interaksi
nyata pada empat variabel pengamatan, diantaranya lebar daun, panjang malai,
umur silking, dan umur panen. Sehingga keempat variabel tersebut dapat
47
Serluruh genotip uji yang telah dilaksanakan pada dua lokasi yang
berbeda, JPM 03 dapat memberikan fenotip atau tampilan yang lebih unggul pada
variabel pengamatan yang memiliki interaksi antara genotip dan lingkungan. Hal
tersebut berarti bahwa genotip tersebut memiliki kemungkinan bahwa genotip
tersebut memiliki sifat stabil dan adaptif pada semua lokasi uji. Dalam
membuktikan kebenarannya, harus dilakukan pengujian lanjut seperti uji BUSS
untuk mengetahui sifat kebaruan, keunikan, keseragaman, dan kesetabilan sifat
yang dijadikan syarat dalam pembentukan varietas baru sebagai hak perlindungan
varietas (PVT).
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Adie, M. M., Krisnawati, A., & Wahyu A.S., G. (2014). Assessment of Genotype
× Environment Interactions for Black Soybean Yield using Ammi and GGE
Biplot. International Journal of Agriculture Innovations and Research, 2(5),
2319–1473.
AGOTR. (2008). The Biology of Zea mays L. ssp mays (Maize or Corn). The
Biology of Zea Mays L. Ssp Mays (Maize or Corn), September, 81.
Belfield, S., & Brown, C. (2008). Field Crop Manual : Maize A Guide to Upland
Production in Cambodia. Scientist. https://doi.org/978 0 7347 1882 2
Binti, G., & Samdas, N. (2013). Variasi Genetik Jagung ( Zea mays L .)
Berdasarkan Karakter Fenotipik Tongkol Jagung yang Dibudidaya di Desa
Jono Oge. 1, 33–41.
Cucolotto, M., Pípolo, V. C., Garbuglio, D. D., Fonseca, N. D. S., Destro, D., &
Kamikoga, M. K. (2007). Genotype x environment interaction in soybean:
Evaluation through three methodologies. Crop Breeding and Applied
Biotechnology, 7(3), 270–277. https://doi.org/10.12702/1984-
7033.v07n03a06
Fan, L., Bao, J., Wang, Y., Yao, J., Gui, Y., Hu, W., Zhu, J., Zeng, M., Li, Y., &
Xu, Y. (2009). Post-domestication selection in the maize starch pathway.
51
Fiddin, F. N., Yulianah, I., & Sugiharto, N. (2018). Keragaan Beberapa Galur
Jagung Ketan ( Zea Mays L . Ceratina K .) Pada Generasi Keempat ( S 4 )
Performace Of Several Lines Of Waxy Corn ( Zea Mays L . Ceratina K .) In
4 Th Generation ( S 4 ). 6(2), 178–187.
Hochholdinger, F., Woll, K., Sauer, M., & Dembinsky, D. (2004). Genetik
dissection of root formation in maize (Zea mays) reveals root-type specific
developmental programmes. Annals of Botany, 93(4), 359–368.
https://doi.org/10.1093/aob/mch056
Indrawan, M., Primack, R. B., & Supriatna, J. (2012). Biologi Konservasi: Edisi
Revisi. https://books.google.co.id/books?
id=FYfkdv4VGQgC&dq=variasi+genetik+terhadap+lingkungan&hl=id&sou
rce=gbs_navlinks_s
Iriany, N. R., Yasin, M. H. G., & Takdir, a. M. (2009). Asal, Sejarah, Evolusi,
dan Taksonomi Tanaman Jagung. Jagung: Teknik Produksi Dan
Pengembangan, 1–15.
Kwanchai, A., & Gomez, A. (1995). Prosedur statistik untuk penelitian pertanian.
Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
Makumbi, D., Diallo, A., Kanampiu, F., Mugo, S., & Karaya, H. (2015).
Agronomic performance and genotype × environment interaction of
52
Mejaya, M. J., Azrai, M., & Iriany, R. N. (2010). Pembentukan Varietas Unggul
Jagung Bersari Bebas. c, 55–73.
Murdolelono, B., Silva, H. da, Bora, C. Y., & Azrai, M. (2001). Uji
Galur/Varietas Jagung Hibrida Umur Genjah Di Nusa Tenggara Timur. 1–8.
Ransom, J. (2020). Corn Growth and Management Quick Guide. Cereal Crops,
NDSU Extension; Gregory Endres, Extension Cropping Systems Specialist,
NDSU Carrington Research Extension Center.
https://www.ag.ndsu.edu/publications/crops/corn-growth-and-management-
quick-guide
Rouf, A. A., Zubair, A., Walangadi, D., & Yusuf, M. (2010). Pengkajian
Pemurnian Benih Jagung Pulut di Provinsi Gorontalo. 978–979.
Sahara, M. (2014). Kajian Kemiringan Lereng dan Curah Hujan Terhadap Tingkat
Kerawanan Longsor dia Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas.
Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Geografi.
Sari, L. W., Nugrahaeni, N., Kuswanto, & Basuki, N. (2013). Interaksi Genotipe
X Lingkungan Galur-Galur Harapan Kedelai ( Glycine max L. ) Genotype X
Environment Interaction Of Expected Lines Soybean ( Glycine max ( L )).
1(5), 434–441.
Suarni, Aqil, M., & Subagio, H. (2019). Potensi Pengembangan Jagung Pulut
Mendukung Diversifikasi Pangan / Potency of Waxy Corn Development to
Support Food Diversification. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan
Pertanian, 38(1), 1. https://doi.org/10.21082/jp3.v38n1.2019.p1-12
Sugiharto, A. N., Basuki, N., Aini, L. Q., Aini, N., Soegianto, A., Nugroho, A.,
Sumarni, T., & Kendarini, N. (2012). Riset Pengembangan Industri
Unggulan Universitas Berbasis Benih Yang Adaptable, Adoptable Dan
Marketable. Ketahanan Pangan.
Surtinah. (2008). Waktu Panen Yang Tepat Menentukan Kandungan Gula Biji
Jagung Manis ( Zea mays saccharata ). Jurnal Ilmiah Pertanian, 4, 5–7.
Syukur, M., Sujiprihati, S., & Yunianti, R. (2015). Teknik Pemuliaan Tanaman
(Edisi Revisi). Jakarta: Penebar Swadaya.
Tengah, J., Tumbelaka, S., & Toding, M. M. (2017). Pertumbuhan Dan Produksi
Jagung Pulut Lokal (Zea mays ceratina Kulesh) Pada Beberapa Dosis Pupuk
NPK. Cocos, 1(1).
Tian, M., Tan, G., Liu, Y., Rong, T., & Huang, Y. (2009). Origin and evolution of
Chinese waxy maize: evidence from the Globulin-1 gene.
https://link.springer.com/article/10.1007/s10722-008-9360-8
Yan, W., & Tinker, N. A. (2006). Biplot analysis of multi-environment trial data:
Principles and applications. Canadian Journal of Plant Science, 86(3), 623–
645. https://doi.org/10.4141/P05-169
Zheng, H., Wang, H., Yang, H., Wu, J., Shi, B., Cai, R., Xu, Y., Wu, A., & Luo,
L. (2013). Genetik Diversity and Molecular Evolution of Chinese Waxy
Maize Germplasm. PLoS ONE, 8(6), 19–22.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0066606
54
55
LAMPIRAN
10.000 m ²
2. Populasi per Hektar = =40.816 tanaman
0.7 m x 0.35 m
4mx 5m
4. Populasi tanam per petak = =80tanaman
0.7 m x 0.35 m
5. Pemupukan 1
a. SP-36
200 Kg
2. Dosis Pertanaman = =4.9 gram/tanaman
40.816 tan
b. KCl
50 Kg
2. Dosis Pertanaman = =1.2 gram/tanaman
40.816 tan
6. Pemupukan 2
a. NPK
250 Kg
2. Dosis Pertanaman = =6.1 gram/tanaman
40.816 tan
b. Urea
300 Kg
2. Dosis Pertanaman = =7.3 gram/tanaman
40.816 tan
7. Pemupukan 3
Urea
300 Kg
2. Dosis Pertanaman = =7.3 gram/tanaman
40.816 tan
62
2. JPM 01
JPM 02
JPM 03
JPM 04
JPM 05
JPM 06
KUMALA
Lokasi
Jatimulyo Kota
Malang.
3. Lokasi
Pengamatan
Suru, Kabupaten
Ponorogo
4.
63
EFFEC
T SS DF MS F ProbF
3.02268
Blocks 82.16 2 41.08 7
29773.0 1488.65
Total 1 20 1
1.2 Diameter Batang
EFFEC
T SS DF MS F ProbF
2.2374 0.1118
Total 95 20 75
1.3 Tinggi Letak Tongkol
EFFEC
T SS DF MS F ProbF
30365.3 1518.26
Total 4 20 7
1.4 Lebar Daun
EFFEC
T SS DF MS F ProbF
51.7260 2.58630
Total 7 20 3
1.5 Panjang Daun
EFFEC
T SS DF MS F ProbF
0.73441
Blocks 5.46 2 2.73 9
2443.03 122.151
Total 1 20 6
EFFEC
T SS DF MS F ProbF
0.2314
Blocks 0.18 2 0.09 29
65
28.851 1.4425
Total 43 20 71
1.7 Panjang Malai
EFFEC
T SS DF MS F ProbF
335.769 16.7884
Total 5 20 8
1.8 Umur Silking
EFFEC
T SS DF MS F ProbF
0.97190 2.18016
Blocks 1.94381 2 5 7
506.529 25.3264
Total 5 20 8
1.9 Anthesis Silking Interval
EFFEC
T SS DF MS F ProbF
0.19190 1.49259
Blocks 0.38381 2 5 3
66
13.2523 0.66261
Total 8 20 9
1.10Umur Panen
EFFEC
T SS DF MS F ProbF
Blocks 0 2 0 0
52.285 2.6142
Total 71 20 86
2. Analisis Ragam Lokasi Suru, Kabupaten Ponorogo
2.1 Tinggi Tanaman
EFFEC
T SS DF MS F ProbF
0.66650
Blocks 83.9544 2 41.9772 4
31994.7 1599.73
Total 2 20 6
EFFEC
T SS DF MS F ProbF
67
3.39220
Blocks 0.02724 2 0.01362 4
1.30812 0.06540
Total 9 20 6
2.3 Tinggi Letak Tongkol
EFFEC
T SS DF MS F ProbF
20187.6 1009.38
Total 2 20 1
2.4 Lebar Daun
EFFEC
T SS DF MS F ProbF
8.75451 0.43772
Total 4 20 6
2.5 Panjang Daun
EFFEC
T SS DF MS F ProbF
68
EFFEC
T SS DF MS F ProbF
21.378 1.0689
Total 1 20 05
2.7 Panjang Malai
EFFEC
T SS DF MS F ProbF
Residua 29.6425
l 2 12 2.47021
545.825
Total 9 20 27.2913
EFFEC SS DF MS F ProbF
69
349.278
Total 1 20 17.4639
2.9 Anthesis Silking Interval
EFFEC
T SS DF MS F ProbF
15.326 0.7663
Total 67 20 33
2.10Umur Panen
EFFEC
T SS DF MS F ProbF
Blocks 0 2 0 0
268.28 13.414
Total 57 20 29
70
EFFECT SS DF MS F ProbF
918.86 38.285
Residual 03 24 84
62097. 1514.5
Total 18 41 65
EFFECT SS DF MS F ProbF
0.4328 0.0180
Residual 76 24 37
27.655 0.6745
Total 26 41 18
Prob
EFFECT SS DF MS F F
464.23 19.342
Residual 04 24 93
53041. 1293.6
Total 52 41 96
Prob
EFFECT SS DF MS F F
4.1242 0.1718
Residual 19 24 42
60.590 1.4778
Total 64 41 2
Prob
EFFECT SS DF MS F F
169.64 7.0683
Residual 05 24 55
4910.6 119.77
Total 15 41 11
EFFECT SS DF MS F ProbF
0.6438 0.6438
lokasi 1 1 1 1.83
8.4238 0.3509
Residual 1 24 92
50.873 1.2408
Total 33 41 13
EFFECT SS DF MS F Prob
73
71.135 2.9639
Residual 86 24 94
1496.6 36.504
Total 94 41 73
Prob
EFFECT SS DF MS F F
12.416 0.5173
Residual 19 24 41
861.67 21.016
Total 64 41 5
EFFECT SS DF MS F ProbF
74
7.0895 0.2953
Residual 24 24 97
32.573 0.7944
Total 33 41 72
Prob
EFFECT SS DF MS F F
ulangan(loka
si) 0 4 0
4.55E- 1.89E-
Residual 12 24 13
344.78 8.4094
Total 57 41 08
Marı
75
´a Victoria Alarco
´n, Pedro G. Lloret, and Julio
nhjhjsbjbsjfw