Anda di halaman 1dari 42

INTERAKSI GENETIK X LINGKUNGAN TERHADAP HASIL

BEBERAPA CALON VARIETAS JAGUNG HIBRIDA (Zea


mays L.) DI KABUPATEN TUBAN

USULAN PENELITIAN
SKRIPSI

Oleh:
JAATSIYA INSAN BARI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
2020
INTERAKSI GENETIK X LINGKUNGAN TERHADAP HASIL
BEBERAPA CALON VARIETAS JAGUNG HIBRIDA (Zea
mays L.) DI KABUPATEN TUBAN

Oleh:

JAATSIYA INSAN BARI


165040201111189

MINAT BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Gelar Sarjan Pertanian Strata Satu

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
2020
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan


hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Skripsi ini
tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar perguruan tinggi manapun dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
tujukannya dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Malang, 7 Mei 2020

(Jaatsiya Insan Bari)


LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Skripsi : Interaksi Genetik x Lingkungan Terhadap Hasil Beberapa


Calon Varietas Jagung Hibrida (Zea mays L.) di
Kabupaten
Tuban
Nama Mahasiswa : Jaatsiya Insan Bari
NIM : 165040201111189
Jurusan : Budidaya Pertanian
Menyetujui : Dosen Pembimbing

Disetujui,
Pembimbing Utama,

Ir. Arifin Noor Sugiharto M.Sc., Ph.D


NIP. 196204171987011002

Disetujui,
Ketua Jurusan

Dr. Noer Rahmi Ardiarini, SP., M.Si..


NIP. 1970111 819970 2 2001

Tanggal Persetujuan :
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
Proposal Skripsi ini. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada nabi
Muhammad SAW. Proposal ini berisikan tentang “Analisis Interaksi Genotip x
Lingkungan Terhadap Hasil Beberapa Calon Varietas Jagung Hibrida (Zea mays
L.) di Kabupaten Tuban”. Diharapkan proposal ini dapat memberikan informasi
dan menambah wawasan kepada kita semua.
Penulisan proposal ini juga tak lepas dari doa, dukungan, dan bantuan
berbagai pihak. Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Dr. Noer Rahmi Ardiarini, SP., M.Si.. selaku Ketua Jurusan Budiaya
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Bapak Ir. Arifin Noor
Sugiharto M.Sc.,Ph.D. selaku Dosen Pembimbing skripsi, orang tua penulis yang
senantiasa memberikan dukungan moril maupun materil yang tiada henti, seluruh
teman-teman seperjuangan di Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya, serta semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan proposal ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan proposal ini.

Malang, 7 Mei 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.......................................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................v
1. PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Tujuan..................................................................................................................3
1.3 Hipotesis..............................................................................................................3
2. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................4
2.1 Karakteristik Tanaman Jagung............................................................................4
2.2 Fase Pertumbuhan Tanaman Jagung....................................................................6
2.3 Kelebihan Jagung Hibrida..................................................................................10
2.4 Heritabilitas pada Tanaman Jagung...................................................................11
2.5 Interaksi Genotipe x Lingkungan.......................................................................12
3. METODE DAN PELAKSANAAN...................................................................14
3.1 Tempat dan Waktu.............................................................................................14
3.2 Alat dan Bahan...................................................................................................14
3.3 Metode Pelaksanaan Penelitian..........................................................................14
3.4 Pelaksanaan Penelitian.......................................................................................15
3.4.1 Persiapan Lahan..........................................................................................15
3.4.2 Persemaian..................................................................................................15
3.4.3 Penanaman..................................................................................................15
3.4.4 Pemeliharaan...............................................................................................16
3.4.5 Pengendalian Hama dan Penyakit...............................................................17
3.4.6 Panen...........................................................................................................17
3.5 Variabel Pengamatan.........................................................................................17
3.6 Analisis Data......................................................................................................20
3.6.1 Analisis Ragam...........................................................................................20
3.6.2 Analisis Homogenitas Ragam Dua Lokasi..................................................20
3.6.3 Analisis Ragam Gabungan..........................................................................21
3.6.4 Analisis Regresi...........................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................23
DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman


1. Daftar Genotip Perlakuan Percobaan...................................................................15
2. Analisi Ragam Satu Lokasi..................................................................................20
3. Analisis Ragam Satu Musim dalam Beberapa Lokasi.........................................21
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman


1. Ketentuan Galur....................................................................................................23
2. Denah Penelitian...................................................................................................27
3. Denah Pengambilan Sampel.................................................................................27
4. Perhitungan Pupuk................................................................................................29
1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan akan pangan yang mengandung karbohidrat tinggi ditengah
peningkatan penduduk sulit dipenuhi apabila hanya mengandalkan padi saja.
Adanya tanaman jagung sebagai salah satu komoditas strategis dan menjadi
tanaman pangan terpenting kedua di Indonesia diharapkan bisa menjadi
memenuhi kebutuhan masyrakat. Berdasarkan [ CITATION Ari12 \l 1057 ] komposisi
dari biji jagung mengandung karbohidrat (70,7%); protein (10,0%); minyak dan
lemak (4,0%); air (13,5%); dan zat-zat lainnya (0,4%). Apabila dilihat dari data
kebutuhan jagung untuk konsumsi rumah tangga pada dalam kurun waktu 2014-
2015 mengalami peningkatan sebesar 457,24 ribu ton, total konsumsi ini
meningkat sebesar 23,58% dari tahun sebelumnya yang mencapai 369,99 ribu ton
(Nuryati, et al., 2016). Peningkatan kebutuhan jagung yang tinggi harus diimbangi
dengan peningkatan produksi yang tinggi.
Peningkatan produksi jagung dapat dilakukan melalui teknologi bahan
tanam yang berkualitas dan berdaya hasil tinggi seperti varietas bersari bebas dan
hibrida. Perakitan jagung hibrida merupakan salah satu teknologi untuk mengatasi
permasalahan yang ada, karena mempunyai kelebihan diantaranya produktivitas
tinggi, umur genjah, ketahanan terhadap hama dan penyakit dan rendemen tinggi.
Menurut (Dehghani, et al., 2012) menyampaikan bahwa daya hasil hibrida akan
menunjukan kemampuan peningkatan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan
varietas non hibrida. Keunggulan-keunggulan tersebut diharapkan memberikan
keuntungan bagi kesejahteraan petani maupun industri pakan ternak sehingga
terciptanya swasembada pangan pada jagung.
Komponen hasil termasuk salah satu karakter kuantitatif. Karakter ini tidak
hanya dipengaruhi oleh genotip akan tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh
lingkungan (Syukur, et al., 2015). Selain itu, komponen hasil suatu genotip dapat
dipengaruhi oleh beberapa karakter agronomi lainnya (Ahmad, et al., 2014).
Karakter agronomi dan komponen hasil termasuk juga karakter kuantitatif yang
secara genetik dikendalikan oleh banyak gen dan dipengaruhi oleh lingkungan
2

(poligen)[ CITATION YuS02 \l 1057 ]. Adanya interaksi antara genotip x lingkungan


menyebabkan keragaan genotip pada lingkungan yang berbeda (Fentaw et al.,
2015). Oleh karena itu perlu untuk dilakukan evaluasi mengenai interaksi genotip
dan lingkungan pada komponen hasil untuk mengetahui kemampuan adaptasi
pada berbagai kondisi lingkungan (Tariku, et al., 2013).
Adanya interaksi genotip x lingkungan menunjukkan perbedaan respon
tanaman terhadap lingkungan tertentu (Adie, et al., 2014). Hal ini menimbulkan
kesulitan dalam pemilihan genotip harapan apabila terjadi interaksi genetik x
lingkungan yang tinggi (Rono, et al., 2016). Oleh karena itu, pada program
pemuliaan tanaman interaksi tersebut penting untuk diidentifikasi dalam memilih
genotip yang cocok pada kondisi lingkungan tertentu. Suatu genotip biasanya
diuji pada berbagai lingkungan termasuk lokasi, tahun dan musim.
Percobaan tentang interaksi genotip x lingkungan calon varietas jagung
hibrida di Provinsi Lampung yang dilakukan oleh [CITATION Amr18 \l 1057 ]
didapatkan hasil 7 genotip uji dikelompokkan menjadi 2 yaitu UB2, UB3, dan
UB4 adaptif pada lingkungan yang menguntungkan. Genotip UB1, UB5, UB6 dan
UB7 adaptif pada lingkungan yang terbatas. Selanjutnya juga dilakukan uji daya
hasil genotip jagung di Kediri [CITATION Mul18 \l 1057 ] didapatkan hasil bahwa
genotip uji UB1, UB4, UB5 dan UB7 dapat beradaptasi pada lingkungan terbatas,
sedangkan genotip uji UB2, UB3, dan UB6 dapat beradaptasi pada lingkungan
luas.
Pengujian yang telah dilakukan diatas belum tentu menunjukkan hasil yang
sama apabila di uji di tempat lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian
lebih lanjut untuk mengetahui interaksi calon varietas jagung hibrida di lokasi uji.
Menurut data dari (Nuryati, et al., 2016) Provinsi Jawa Timur merupakan sentra
produksi jagung nasional terbesar, pada tahun 2012-2016 memberikan kontribusi
sebesar 32,1% luas panen jagung nasional. Sementara itu, menurut[ CITATION
Bad18 \l 1057 ] Kabupaten Tuban merupakan sentra produksi jagung terbesar di
Jawa Timur. Pada tahun 2016 produksi jagung di Kabupaten Tuban sebesar
526.515 ton pada tahun 2017 terjadi peningkatan sekitar 627.283 ton. Berdasarkan
data tersebut maka perlu dilakukan evaluasi mengenai interaksi genotip x
3

lingkungan pada calon varietas jagung hibrida di wilayah sentra produksi jagung.
Sehingga akan didapatkan genotip yang memiliki adaptabilitas yang baik dan
direkomendasikan sebagai calon varietas jagung di daerah tersebut.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengevaluasi interaksi genotip x lingkungan pada karakter agronomi
dan komponen hasil calon varietas jagung hibrida di dua agroekologi lahan
kering.
2. Untuk mendapatkan informasi keragaman genetik dan heritabilitas karakter
agronomi dan komponen hasil dari calon varietas jagung hibrida

1.3 Hipotesis
1. Terdapat interaksi genotip x lingkungan pada karakter agronomi dan
komponen hasil calon varietas jagung hibrida di dua agroekologi lahan
kering.
2. Untuk mendapatkan informasi keragaman genetik dan heritabilitas yang
tinggi karakter agronomi dan komponen hasil dari calon varietas jagung
hibrida.
4

2. TINJAUAN PUSTAKA
5

2.1 Karakteristik Tanaman Jagung

Jagung
merupakan
tanaman serealia
yang A paling
B
Gambar 1. (A) akar seminal primer, (B) akar seminal lateral
(Muhadjir, 2018).
6

produktif di dunia dan cocok di wilayah suhu tinggi. Jagung termasuk tanaman C4
sehingga bisa beradaptasi baik pada faktor-faktor penghambat (limited factor)
[ CITATION Muh18 \l 1057 ]. Areal dan agroekologi pertanaman jagung sangat
bervariasi, dari dataran rendah sampai dataran tinggi, pada berbagai jenis tanah,
berbagai tipe iklim dan bermacam pola tanam (Iriany, et al., 2016). Suhu
minimum untuk pertumbuhan jagung adalah 8 - 10°C, suhu maksimum untuk
pertumbuhan jagung adalah 40°C. Untuk pertumbuhan terbaik bagi tanaman
jagung diperlukan suhu rata-rata 24°C selama periode pertumbuhan [ CITATION
Muh18 \l 1057 ]. Produksi jagung berbeda-beda antar daerah, hal ini disebabkan
oleh perbedaan kesuburan tanah, ketersediaan air, dan varietas yang di tanam.
Variasi lingkungan tumbuh juga akan mengakibatkan adanya interaksi genotipe
dan lingkungan (Iriany, et al., 2016). Jagung dalam klasifikasi termasuk dalam
kingdom: Plantae; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Liliopsida; Ordo: Cyperales;
Famili: Poaceae; Sub-famili: Panicoideae; Genus: Zea; Spesies: Zea mays L.)
(Muhadjir, 2018).
Sistem perakaran jagung terdiri dari akar akar seminal yang tumbuh ke
bawah pada saat biji berkecambah. Akar koronal yang tumbuh dari jaringan
batang setelah plumula muncul. Selain itu, ada juga akar udara (brace) yang
tumbuh dari buku-buku batang. Akar-akar seminal terdiri dari akar primer
ditambah dengan sejumlah akar-akar lateral yang muncul sebagai akar adventious
pada dasar dari buku pertama di atas pangkal batang. Akar udara ini berfungsi
sebagai akar pendukung untuk memperkokoh batang terhadap kerebahan. Apabila
masuk ke dalam tanah, akar ini akan berfungsi juga membantu penyerapan hara
(Muhadjir, 2018).
Panjang batang berkisar antara 60-300 cm tergantung dari tipe jagung.
Batang jagung beruas-ruas yang jumlahnya bervariasi antara 10-40 ruas, Bagian
tengah batang terdiri dari sel-sel parenkim dengan seludang pembuluh yang
diselubungi oleh kulit yang keras di mana termasuk lapisan epidermis. Sementara
itu daun jagung muncul dari buku buku batang dan pelepah daun menyelubungi
ruas batanf untuk memperkuat batang. Panjang daun jagung jagung bervariasi
7

anatara 30-150 cm dan lebar 4-15 cm dengan ibu tulang daun yang keras
(Muhadjir, 2018).
Jagung merupakan tanaman berumah satu monoecious dimana letak bunga
jantan terpisah dengan bungan betina pada satu tanaman. Bunga jantan terletak
pada ujung batang sedangkan bunga betina terletak pada pertengahan batang.
Tanaman jagung bersifat protandry, dimana bunga jantan umumnya tumbuh 1-2
hari sebelum munculnya rambut (style) pada bunga betina. Selama periode 7-21
hari, tassel mengahsilkan 2-5 juta serbuk sari dari anther berarti 2000-5000 serbuk
sari ditumpahkan ke silk. Bunga betina muncul dari tunas axillary yang
memanjang dari dalam kelobot. Masing-masing silk tumbuh memanjang dari
dalam tongkol hingga reseptif siap dikawinkan [ CITATION AGO08 \l 1057 ].
A B

Gambar 2. (A) Bunga Jantan, (B) Bunga Betina


(Belfield dan Brown, 2008)
Biji jagung termasuk biji berkeping tunggal (monokotil), berderet rapi pada
tongkolnya. Setiap tongkol terdapat 10-14 deret biji jagung yang terdiri dari 200-
400 butir biji jagung. Biji tanaman jagung terdiri dari 3 bagian utama yaitu
dent
dinding buah, endosperm, embrio. Biji terdiri dari protein sekitar 10%,
karbohidrat 70%, serat kasar 2,3% dan 1,4% mineral. Selain itu juga terdapat
endospre
m
sumber vitamin A dan E, riboflavin dan nikotinat (Belfield dan Brown, 2008).
koleoptile
embryo

plumule
radicle
root tip

fruit wall

Seed tip
8

Gambar 3. Anatomi Biji Jagung


(Belfield dan Brown, 2008).
2.2 Fase Pertumbuhan Tanaman Jagung

Gambar 4. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Jagung


Sumber: [ CITATION Mon13 \l 1057 ].
Fase pertumbuhan tanaman jagung ada 2 fase yaitu: fase vegetatif dan fase
generatif. Tahap pertumbuhan jagung sangat penting untuk diketahui karena
menentukan waktu yang tepat untuk pupuk, irigasi, budidaya, panen, dan
serangga, pengendalian gulma dan penyakit dapat meningkatkan hasil panen
secara signifikan[ CITATION Ran13 \l 1057 ].
Menurut Ransom (2013) fase vegetatif terdapat 9 tahapan diantaranya:
1. Perkecambahan (VE)
Benih jagung mulai berkecambah saat biji mengandung paling tidak 30%
kelembaban. Struktur bibit pertama yang muncul dari biji jagung adalah radikula
(akar), diikuti oleh coleoptile (tunas) dengan bulu kecil terlampir (daun pertama
dan titik tumbuh). Munculnya radikula memungkinkan bibit muda untuk
mendapatkan pasokan air yang cukup dan kemudian memperoleh air dan nutrisi.
9

Ruas pertama pada tanaman jagung (mesocotyl) memanjang ke arah permukaan


tanah dan berlanjut sampai coleoptile mencapai cahaya. Pada tahap VE, titik
tumbuh biasanya 1 hingga 1,5 inci di bawah permukaan tanah. Titik pertumbuhan
tetap di bawah permukaan tanah selama tiga hingga empat minggu, melindungi
titik tumbuh ini dari cedera fisik.
2. V1-V2
Tahapan pertumbuhan ini muncul daun pertama dan kedua yang terjadi
sekitar satu minggu setelah tanaman muncul. Karena sistem perakaran akar yang
belum kuat, konsentrasi nutrisi pupuk yang lebih tinggi merangsang pertumbuhan
awal tanaman.
3. V3-V5
Dua minggu setelah tanaman muncul, tahap V3 dimulai. Pertumbuhan
sistem akar kecambah pada dasarnya telah berhenti. Rambut akar hadir pada akar
nodal. Akar dari lingkaran kedua memanjang. Akar nodal sekarang membentuk
bagian utama dari sistem akar. Pada fase V5 juga, muncul rumbai kecil
mikroskopis pada titik tumbuh.
4. V6-V7
Tanaman memasuki tahap V6 tiga minggu setelah tanam. Sistem akar
terdistribusi dengan baik di tanah dan meluas sekitar 18 inci secara mendalam dan
radius 24 inci. Tanaman ini menyerap lebih banyak nutrisi, sehingga aplikasi
pemupukan dalam jumlah yang cukup untuk menggantikan kebutuhan tanah saat
ini bermanfaat. Titik pertumbuhan berada di atas permukaan tanah dan
pemanjangan batang yang cepat dimulai.

5. V8-V9
Tanaman memasuki V8 setelah empat minggu setelah tanam. Defisiensi
makronutrien dan mikronutrien dapat muncul saat ini. pemupukan dapat
memperbaiki beberapa defisiensi tanah, Kekurangan gizi pada tahap ini sangat
membatasi pertumbuhan daun.
6. V10-V11
10

Tanaman memasuki V10 setelah lima minggu setelah tanam. Tanaman


jagung mulai stabil dan cepat dalam mengakumulasi nutrisi dan bahan kering.
Waktu munculnya daun baru dipersingkat muncul setiap dua hingga tiga hari.
7. V12-V13
Tanaman memasuki V12 setelah enam minggu setelah tanam. Kelembaban
atau kekurangan nutrisi bisa mengurangi potensi jumlah bibit. Dua komponen
hasil ini ialah kunci selama periode dari V10 sampai V17 mempengaruhi lamanya
waktu perkembangan tanaman berkembang dan hasil panen.
8. V14-V15
Tanaman memasuki V14 setelah tujuh minggu setelah tanam. Tanaman
jagung pada fase V15 hanya 12 sampai 15 hari dari R1 (silking). Tahap vegetatif
ini adalah periode penentuan hasil yang paling kritis. Selain itu, setiap kekurangan
nutrisi atau kelembaban dapat secara serius mengurangi jumlah kernel yang
berkembang. Malai juga hampir terisi penuh tapi tidak terlihat dari atas selubung
daun.
9. Munculnya bunga jantan/tasseling (VT)
Fase VT terjadi dua hingga tiga hari sebelum silking, ketika cabang malai
terakhir benar-benar terlihat tetapi serbuk sari belum muncul. Tanaman telah
mencapai ketinggian penuh dan produksi serbuk sari dimulai. Waktu antara VT
dan R1 dapat bervariasi pada varietas yang berbeda karena kondisi lingkungan.
Jatuhnya serbuk sari biasanya terjadi pada pagi atau sore hari. Daun yang sudah
muncul dan hilangnya sumber serbuk sari sepenuhnya akan menyebabkan tidak
terbentuknya biji.

Sedangkan fase generatif terdapat 6 tahapan diantaranya:


1. Silking (R1)
Tahap silking diawali oleh munculnya rambut dari dalam tongkol yang
tertutup kelobot, biasanya mulai 2-3 hari setelah tasseling. Penyerbukan terjadi
ketika serbuk sari yang dilepas bunga jantan jatuh dan menyentuh permukaan
rambut tongkol yang masih segar. Serbuk sari membutuhkan waktu hingga 24 jam
11

untuk mencapai sel telur. Rambut tongkol muncul dan siap diserbuki selama 2-3
hari. Rambut tongkol tumbuh memanjang 2,5-3,8 cm/hari dan akan terus
memanjang hingga diserbuki. Bakal biji hasil pembuahan tumbuh dalam satu
struktur tongkol dengan dilindungi oleh tiga bagian penting yaitu glume, lemma,
dan palea serta memiliki warna putih di luar biji. Bagian dalam biji berwarna
bening dan mengandung sedikti cairan. Pada tahap ini, apabila biji dibelah belum
terlihat struktur embrio di dalamnya.
2. Blister (R2)
Blister muncul sekitar 12 hari setelah silking. Pada fase ini, rambut tongkol
sudah mulai kering dan berwarna gelap. Ukuran tongkol, kelobot, dan janggel
hampir sempurna. Biji sudah mulai tampak dan pati mulai terakumulasi ke
endosperm, kadar air biji sekitar 85% dan akan terus menurun hingga panen.
3. Masak susu (R3)
Terjadi 18-22 hari setelah silking. Pengisian biji yang semula dalam bentuk
cairan bening menjadi berwarna putih seperti susu. Akumulasi pati pada setiap biji
berlangsung dengan cepat dan warna biji sudah mulai terlihat seperti pada
deskripsi varietasnya. Setiap sel yang berada pada endosperm sudah berbentuk
lengkap. Kekeringan pada fase R1 hingga R3 dapat menurunkan ukuran dan
jumlah biji yang terbentuk. Kadar air biji dapat mencapai 80%.
4. Dough (R4)
Fase R4 mulai terjadi 24-28 hari setelah silking. Bagian dalam biji seperti
pasta (belum mengeras). Separuh dari akumulasi bahan kering biji sudah
terbentuk, dan kadar air biji menurun menjadi sekitar 70%. Cekaman kekeringan
pada fase ini berpengaruh terhadap bobot biji.

5. Pengerasan biji (R5)


Fase R5 akan terbentuk 35-42 hari setelah silking. Seluruh biji sudah
terbentuk sempurna, embrio sudah masak, dan akumulasi bahan kering biji akan
segera terhenti. Kadar air biji 55% dan sekitar 48 hari setelah silking semua kernel
akan mengeras. Embrio biji secara morofologi matang
6. Masak fisiologis (R6)
12

Tanaman jagung memasuki tahap masak fisiologis 55-65 hari setelah


silking. Pada tahap ini, biji-biji pada tongkol telah mencapai bobot kering
maksimum. Lapisan pati yang keras pada biji telah berkembang dengan sempurna
dan telah terbentuk pula lapisan absisi berwarna coklat atau kehitaman.
Pembentukan lapisan hitam (black layer) berlangsung secara bertahap, dimulai
dari biji pada bagian pangkal tongkol menuju ke bagian ujung tongkol. Pada
varietas hibrida, tanaman yang mempunyai sifat tetap hijau (stay green) yang
tinggi, kelobot dan daun bagian atas masih berwarna hijau meskipun telah
memasuki tahap masak fisiologis. Pada tahap ini kadar air biji berkisar 30-35%
dengan total bobot kering dan penyerapan NPK oleh tanaman mencapai masing-
masing 100%.
2.3 Kelebihan Jagung Hibrida
Varietas hibrida adalah generasi F1 yang berasal dari suatu persilangan
sepasang atau lebih tetua (galur murni), yang mempunyai karakter unggul.
Dengan demikian, penanaman benih varietas hibrida pada generasi selanjutnya
akan mengahsilakan tanaman yang rata-ratanya tidak unggul lagi, akibat adanya
segregasi tanaman F2 (Syukur, et al., 2015). Keunggulan hibrida sering dikaitkan
dengan peristiwa heterosis. Heterosis adalah keunggulan hibrida F1 yang melebihi
nilai kisaran kedua tetuanya. Karakter unggul ini digunakan untuk memperoleh
keuntungan komersial dari tanaman yang diusahakan.
Ada dua istilah dalam heterosis, salah satunya adalah istilah dominan.
Menurut teori ini gen pendukung pertumbuhan dan keunggulan dalam keadaan
dominan, sedangkan gen yang merugikan dalam keadaan resesif. Istilah kedua
adalah overdominan. Hipotesis ini didasarkan bahwa individu yang heterozigot
yang mengandung dua alel yang berbeda pada satu lokus lebih superior
dibandingkan individu homozigot (Birchler, et al., 2010). Hibrida yang dapat
direkomendasikan sebagai tetua inbrida terbaik ialah hasil dari persilangan tetua
yang memiliki nilai heterosis tinggi pada karakter tertentu. Selain itu, heterosis
dipengaruhi lingkungan oleh faktor lingkungan seperti suhu, kesuburan tanah, dan
ketinggian serta kemiringan lahan (Wiguna dan Sumpena, 2016).
13

Tanaman jagung mempunyai komposisi genetik yang dinamis karena cara


penyerbukannya menyilang. Terkumpulnya gen-gen unggul pada genotip
homozigot justru akan berakibat depresi silang dalam (inbreeding) yang
menghasilkan tanaman kerdil dan daya hasilnya rendah. Keragaman genetik
plasma nutfah berperan penting dalam program pemuliaan (Takdir, et al., 2006).
Oleh karena itu diperlukan pemilihan plasma nutfah sebagai populasi dasar tetua
unggul. Tetua superior dengan karakter agronomi ideal akan menghasilkan galur
yang memiliki daya gabung umum dan khusus yang tinggi [ CITATION Pal00 \l
1057 ].
Varietas hibrida dihasilkan dari persilangan galur murni (inbred). Pada
mulanya benih hibrida dihasilkan dari persilangan sepasang tetua (single cross).
Selain itu, produksi benih hibrida dapat dilakukan dengan hibrida silang ganda.
Berdasarkan ketiga cara tersebut persilangan tunggal banyak digunakan secara
luas karena memiliki mempunyai kelebihan heterosis paling tinggi (Syukur, et al.,
2015). Varietas jagung hibrida di Indonesia tiap tahun telah banyak
dikembangkan dan banyak beredar mempunyai kelebihan masing-masing.
Varietas jagung hibrida berasal dari silang tunggal, silang tiga jalur dan silang
ganda.
Tabel 1. Varietas Jagung Hibrida yang di Kembangkan di Indonesia

Varietas Hibrida Tahun Pelepasan Metode Persilangan


Pertiwi 3 2009 Silang tunggal
BIMA 2011 Silang tunggal
BIMA-1 2012 Silang tunggal
BIMA 20-URI (STJ109) 2013 Silang tunggal
C4 1997 Silang tiga jalur
Pioneer 6 1996 Silang tiga jalur
Pioneer 10 1999 Silang tiga jalur
Pioneer 18 2001 Silang tiga jalur
DK 2 2004 Silang ganda
DK 3 2004 Silang ganda
BISI 818 2009 Silang ganda
(Aqil, et al., 2012)
14

2.5 Interaksi Genotipe x Lingkungan


Penampilan sifat suatu tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik,
lingkungan, dan interaksi antara genetik x lingkungan. Adanya interaksi genotip x
lingkungan menunjukkan perbedaan respon genotip tanaman terhadap lingkungan
tertentu (Adie, et al., 2014). Hal ini berimplikasi pada kesulitan pemilihan
genotipe harapan apabila interaksi genotip x lingkungan tinggi (Rono, et al.,
2016). Penentuan pilihan kebijakan genotip tanaman untuk disebarkan dilepaskan
ataupun digunakan estimasi komponen varians suatu karakter dibutuhkan suatu
pengamatan terkait ada dan tidaknya pengaruh interaksi genotip x
lingkungan[ CITATION Sub10 \l 1057 ].
Interaksi genotip x lingkungan adalah perbedaan tidak permenen diantara
genotip tanaman yang ditanam di satu lingkungan mapun lingkungan lain (Adie,
et al., 2014). Biasanya untuk menentukan interaksi ini sulit karena adanya efek
korelasi dari interaksi genotip x lingkungan yang rendah fenotipik dan nilai
genotipik, sehingga mengurangi kemajuan seleksi dari calon varietas harapan Hal
ini menyebabkan bias dalam estimasi heritabilitas dan prediksi kemajuan
genetik[ CITATION Alg04 \l 1057 ]. Informasi tentang interaksi lingkungan genotipe
× mengarah ke evaluasi dari genotip stabil. Hasil adalah karakter kuantitatif yang
kompleks dan sangat dipengaruhi oleh fluktuasi lingkungan; karenanya, pemilihan
genotip superior berdasarkan hasil per ha pada satu lokasi dalam satu tahun
mungkin tidak terlalu efektif (Tariku, et al., 2013).
Selama bertahun-tahun pemulia mengembangkan genotip dengan unggul
pada beragam lingkungan. Pada umumnya varietas jagung hibrida memiliki
potensi hasil yang tinggi pada kondisi lingkungan tumbuh optimal. Namun,
penerimaan varietas jagung baru di bawah produksi pada umumnya sering terjadi
dipertimbangkan oleh petani. Pengaruh interaksi G × E yang signifikan
menghalangi pemilihan genotipe superior. Akan tetapi membantu pemulia dalam
memilih genotipe menjanjikan dengan adaptasi spesifik atau lebar untuk
lingkungan yang sedang tumbuh. Pemilihan genotipe untuk adaptasi yang luas,
peternak biasanya mencari interaksi G × E non-crossover. Oleh karena itu,
estimasi stabilitas kinerja genotipe menjadi penting dalam mengidentifikasi
15

genotipe yang memiliki kekuatan tinggi dan paling konsisten (Owusu, et al.,
2018). Secara umum terdapat tiga tipe interaksi antara genotipe x lingkungan,
yaitu tidak ada interaksi, tidak ada interaksi antar lingkungan, dan terdapat
interaksi antar lingkungan (Yan dan Tinker, 2006).

Gambar 5. Grafik (A (B)) Tidak Ada Interaksi (C) Tidak Ada Interaksi Antar
Lingkungan (D) (E) (F) Ada Interaksi Antar Lingkungan (Baye, et al., 2011).
2.5 Metode Pengujian Analisis Adaptabilitas
Analisis adaptabilitas diperlukan untuk untuk mencirikan keragaan genotip
di berbagai lingkungan dan membantu pemulia tanaman dalam memilih genotip
unggul di lingkungan yang berbeda, sehingga perlu varietas yang
adaptif[ CITATION Mul18 \l 1057 ]. Stabilitas berkaitan dengan konsistensi
penampilan hasil suatu genotip pada waktu atau musim yang berbeda, sedangkan
kemampuan adaptasi suatu genotip berkaitan dengan wilayah atau lingkungan
tumbuh yang direspon secara optimal. Keberhasilan suatu varietas memiliki hasil
dan karakter agronomi yang baik. Selain itu, penampilan yang stabil pada
lingkungan luas spesifik tertentu[ CITATION Alg04 \l 1057 ].
Stabilitas hasil suatu genotip berkaitan dengan kemampuan adaptasi pada
kondisi lingkungan tumbuh. Adaptabilitas adalah kemampuan untuk menunjukkan
16

tingkat adaptasi yang baik pada lingkungan luas tujuannya untuk mendapatkan
genotip yang berpenampilan baik pada seluruh lingkungan atau spesifik
lingkungan. Nilai ragam interaksi genotip x lingkungan dapat digunkana untuk
identifikasi genotip yang stabil dan mengetahui daya adaptasinya. Varietas ideal
adalah varietas yang memiliki potensi hasil maksimum di lingkungan yang paling
produktif dan memiliki stabilitas maksimum. Cara yang dilakukan adalah dengan
menentukan koefisien regresi dengan meregresikan rata-rata genotip ada rata-rata
genotip pada rata-rata lingkungan dan memplotkan koefisien regresi genotip
terhadap rata-rata hasil genotip (Finlay dan Wilkinson, 1963).
Apabila koefisien regresi sama dengan 1 mengindikasikan stabilitas. Ketike
genotip stabil dan memiliki hasil tingii, maka genotip tersebut adaptasinya baik.
Ketika genotip stabil namun hasilnya rendah, maka genotip tersebut
adaptabilitasnya buruk terhadap semua lingkungan. Apabila nilai koefisien
regresinya lebih dari 1, genotip tersebut sensitif terhadap lingkungan dan
beradaptasi spesifik pada lingkungan yang optimum. Apabila nilai koefisien
regresi kurang dari 1, genotip tersebut tahan terhadap perubahan lingkungan dan
beradaptasi spesifik pada lingkungan marginal (Finlay dan Wilkinson, 1963).
Diatas 1.0

Adaptasi spesifik,
lingkungan
produktif
Stabilitas
diatas rata-
rata
Koefisien regresi

Adaptasi rendah, Stabilitas Adaptasi baik, semua


1.0 semua lingkungan rata-rata lingkungan

Stabilitas
dibawah rata-
Dibawah

rata
1.0

Adaptasi baik,
lingkungan mrginal

Gambar 6. Pengaruh Koefisien Regresi Genotip Terhadap Stabilitas dan


Adaptabilitas Tanaman (Finlay dan Wilkinson, 1963).
17

3. METODE DAN PELAKSANAAN

3.1 Tempat dan Waktu


Pelaksanaan dilaksanakan pada bulan Januari - Mei 2018 di Desa Bulujowo,
Kecamatan Bancar, dan Desa Sugihan, Kecamatan Jatirogo, Kabupaten Tuban.
Ketinggian kedua desa ini terletak pada ketinggian ± 50 – 150 mdpl. Berdasarkan
data Metrologi Karangploso Kabupaten Tuban tahun 2016, selama tahun 2016
curah hujan di Kabupaten Tuban  rata-rata curah hujan mencapai 220,67
mm. Curah hujan terbanyak terjadi pada bulan Februari.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat pertanian, gunting,
timbangana analitik, meteran, penggaris 30 cm, alat tulis, kamera digital, spidol
permanen, grain moisture. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah 5 calon
varietas hibrida yaitu (Nusa 01); (Nusa 02); (Nusa 03); (Nusa 04); (Nusa 05), 5
varietas pembanding yaitu Bisi 18; Pertiwi 3; Adv 777, P 36; Bisi 2, alfaboard,
urea, KCl, SP-36, NPK, insektisida Curacron 500 EC dan Furadan, fungisida
Tortora 50 WP dan Nordox 56 WP, Regent 50 SC, air.
3.3 Metode Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode RAK (Rancangan Acak Kelompok)
dengan 3 kali ulangan. Perlakuan yang digunakan dalam percobaan ialah 10
genotip, 5 calon varietas jagung hibrida dan 5 varietas pembanding yaitu Bisi 18;
Pertiwi 3; Adv 777, P 36; Bisi 2. Jadi erdapat 10 perlakuan dan 3 kali ulangan
sehingga terdapat 30 satuan percobaan setiap lokasi. Setiap satuan percobaan
terdapat 6 baris tanaman, masing-masing baris terdapat 26 tanaman sehingga
terdapat ± 156 tanaman perplot. Sampel pengamatan diambil dari petak panen
sebanyak 16 tanaman. Bahan tanam yang digunakan berasal dari persilangan
beberapa galur koleksi dari CV. Blue Akari. Plot percobaan memiliki ukuran
masing-masing 4 m x 4 m yang terdiri dari 6 baris dengan 13 lubang tanam setiap
barisnya dengan jarak tanam antar baris 70 cm x 30 cm. Setiap lubang tanam diisi
2 tanaman.
18

Tabel 2. Daftar Genotip Perlakuan Percobaan

No Nomor Genotip Kode


.
1 IE4747 x INMX012 (Nusa 01)
2 1E4747 x 1E4731 (Nusa 02)
3 ONBX x 1E4747 (Nusa 03)
4 1E4747 x IONBY (Nusa 04)
5 (1E47143 x 1E47147) x 1E4747 (Nusa 05)
6 Varietas Bisi 18 Bisi 18
7 Varietas Pertiwi 3 Pertiwi 3
8 Varietas Adv 777 Adv 777
9 Varietas P 36 P 36
10 Varietas Bisi 2 Bisi 2
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persiapan Lahan
Pengolahan tanah dilakukan dengan mencangkul tanah sedalam lapisan olah
dengan penambahan pupuk kandang dengan dosis 5 ton ha -1. Lahan kemudian
dibagi menjadi beberapa bagian kecil untuk menentukan plot-plot yang akan
digunakan untuk penanaman. Plot penanaman ditandai menggunakan tali dengan
ukuran 4 m x 4 m. Jarak antar plot adalah 1 m sedangkan jarak antar ulangan 1,5
m. Plot penanaman dibuat dengan jumlah yang sama dengan jumlah total plot
yang digunakan sebanyak 30 plot.
3.4.2 Persemaian
Persemaian dilakukan dengan membentuk bedengan kecil. Kemudian
bedengan tersebut ditanami benih dari setiap perlakuan. Setelah benih ditanam
bedengan ditutup dengan menggunakan jerami. Setelah muncul plumula pada 4
hari setelah semai jerami tersebut diambil. Setelah umur 14 hari setelah semai
dipindah tanam di lahan yang sebenarnya
3.4.3 Penanaman
Penanaman bibit jagung yang sudah disemai dilakukan dengan kedalaman
kurang lebih 3 cm dari permukaan tanah. Setiap lubang tanam diisi sejumlah 2
tanaman. Jarak tanam yang digunakan yaitu 0,70 m x 0,30 m. Setiap genotip
hibrida maupun varietas pembanding ditanam terpisah satu dengan yang lain
sesuai dengan denah plot dan pengacakan yang telah disusun. Selang satu hari
19

sebelum dilakukan penanaman, lubang tanam ditaburi insektisida berbahan aktif


carbofuran untuk mengendalikan hama tanah.
3.4.4 Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan pada tanaman jagung selama pelaksanaan
penelitian adalah penyulaman, penyiangan, pengairan, pembumbunan dan
pengendalian hama penyakit.
a. Penyulaman
Penyulaman dilaksanakan pada 7 hari setelah tanam dengan menanami
ulang lubang-lubang yang tidak ditumbuhi tanaman. Bahan tanam yang
digunakan dalam penyulaman ialah benih masing masing nomor plot.
b. Penyiangan
Penyiangan dilakukan menggunakan dua cara yaitu mekanis dan
kimiawi. Pengendalian gulma secara mekanis dilakukan dengan cara
mencabut gulma dengan peralatan mekanis. Pengendalian secara kimiawi
dilakukan dengan pemanfaatan beberapa bahan kimia. Penyiangan secara
kimiawi dilakukan pada umur 42 HST dengan mengaplikasikan herbisida
kontak pada gulma yang tumbuh di sela tanaman.
c. Pengairan
Petak penelitian pada dua lokasi berada pada lokasi yang tidak memiliki
sistem irigasi teknis. Sehingga selama proses budidaya kegiatan pengairan
mengandalkan air hujan.
d. Pembumbunan
Pembumbunan tanah dilakukan ketika tanaman berumur 46 HST.
Pembumbunan dilakukan untuk menjaga tanaman tetap dapat berdiri tegak.
Pembumbunan dilakukan pada tiap baris tanaman.
e. Pemupukan
Pemupukan secara terjadwal dilakukan dalam rangka mencukupi
kebutuhan nutrisi tanaman. Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada
20 HST dengan pupuk NPK 250 kg/ha, dan Urea 150 kg/ha kemudian pada
45 HST dengan pupuk Urea 150 kg/ha dengan cara ditugal.
20

3.4.5 Pengendalian Hama dan Penyakit


Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara mekanis dan kimiawi.
Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan mengendalikan langsung OPT
yang menyerang tanaman. Pengendalian kimiawi yaitu menggunakan bahan kimia
berupa pestisida. Pengendalian kimiawi dilakukan pada 25 HST dengan
mengaplikasikan fungisida Tortora 50WB (dimetomorf 50%) setiap dua hari
sekali dengan dosis 2 g/liter untuk kedua lahan dalam kurun waktu 1 minggu.
Aplikasi Amistartop 325 SC diberikan pada umur 45 HST dengan dosis 5ml/10
liter air.
3.4.6 Panen
Pemanenan didasarkan pada kriteria masak fisiologis pada tongkol. Kriteria
panen dapat dilihat secara visual diantaranya klobot telah berwarna coklat atau
mengering, silk telah kering, dan biji jagung telah mengeras dicirikan dengan
tidak membekas saat ditekan. Pemanenan dilakukan dengan mengambil tongkol
dan dikelompokkan per plot kemudian dilakukan perhitungan jumlah dan bobot
tongkol per plot.
3.5 Variabel Pengamatan
Variabel yang diamati dalam penelitian ini ialah variabel pada karakter
agronomi, hasil dan komponen hasil. Pengamatan dilakukan melalui pengambilan
sampel untuk seluruh variabel. Pengamatan karakter hasil dilaksanakan setelah
melakukan kegiatan panen. Uraian dari masing-masing variabel pengamatan yang
diamati ialah sebagai berikut. Berdasarkan [ CITATION Efe13 \l 1057 ] panduan
pengamatan tanaman jagung:
1. Karakter Agronomi
a. Tinggi tanaman, pengamatan dilakukan dengan mengukur tinggi dari
permukaan tanah hingga bagian daun bendera atau sebelum pangkal
petiole bunga jantan (tassel) (cm).
b. Tinggi letak tongkol, pengamatan dilakukan dengan mengukur tinggi dari
permukaan tanah hingga bagian pangkal tongkol utama (tongkol teratas)
(cm).
21

c. Jumlah daun, pengamatan dilakukan pada stadia pertumbuhan maksimal


pada fase generatif dengan cara menghitung daun produktif di atas tongkol
utama.
d. Panjang daun, pengamatan dilakukan dengan mengukur panjang daun
yang berada di tongkol utama (cm).
e. Lebar daun, pengamatan dilakukan dengan mengukur lebar daun yang
berada di tongkol utama (cm).
f. Anthesis silking interval, pengamatan dilakukan dengan mengurangi umur
berbunga betina dengan umur berbunga jantan 50% dari jumlah tanaman.
g. Umur silking, pengamatan dilakukan dengan menentukan umur 90% dari
populasi tanaman per entri (plot) telah memiliki bunga betina yang reseptif
(ditandai dengan panjang silk (±2-3 cm) (HST).
h. Umur Panen, pengamatan dilakukan dengan menentukan umur 90%
populasi tanaman yang telah siap panen ditandai dengan kondisi masak
fisiologis berupa silk mengering dan biji tidak membekas saat ditekan
dengan kuku
2. Karakter Hasil
a. Husk Cover, pengamatan dilakukan dengan mengukur panjang penutupan
klobot (husk) dari permukaan tongkol hingga ujung klobot (cm).
b. Panjang tongkol, pengamatan dilakukan dengan mengukur panjang dari
pangkal tongkol hingga ke ujung tongkol (cm).
c. Unfilling Cob Tip, pengamatan dilakukan dengan mengukur panjang
bagian ujung tongkol yang tidak terisi biji (barrent) (cm).
d. Diameter tongkol, pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter pada
bagian 2/3 tongkol sampel (cm).
e. Jumlah baris biji, pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah
barisan biji pada tongkol sampel.
f. Bobot per Tongkol, pengamatan dilakukan dengan menimbang bobot
tongkol sampel utuh tanpa klobot per satuan percobaan (g).
g. Bobot pipilan tongkol, pengamatan dilakukan dengan menimbang hasil
pipilan tongkol setiap tongkol sampel per satuan percobaan (g).
22

h. Bobot Tongkol per Plot, pengamatan dilakukan dengan menimbang bobot


tongkol yang yang dipanen pada masing masing petak percobaan.
i. Bobot 100 biji, pengamatan dilakukan dengan menimbang 100 biji yang
telah dikeringkan pada kadar air 12%.
j. Bobot Gelondong (ton ha-1), pengamatan dilakukan dengan mengacu pada
panduan agronomis menurut [ CITATION Kum14 \l 1057 ] menggunakan
persamaan sebagai berikut:
−1 Bobot Tongkol . petak −1
Bobot Tongkol .ha = x 10.000
LP
Keterangan : LP :Luas Petak (m2)
k. Rendemen (%), pengamatan dilakukandengan mengitung proporsi antara
bobot pipilan tongkol dengan bobot tongkol utuh.
l. Potensi Hasil (ton ha-1), Diamati melalui dua tahap, antara lain dengan
perhitungan rendemen biji melalui perbandingan antara bobot pipilan biji
pada tongkol sampel dengan bobot tongkol sampel utuh tanpa klobot.
Prosentase rendemen kemudian dijadikan acuan dalam menduga hasil
produksi biji per petak untuk kemudian digunakan dalam pendugaan hasil
biji dalam satuan ton ha-1. Pendugaan Potensi Hasil ton ha-1 mengikuti
prosedur[ CITATION Nav13 \l 1057 ] dengan proyeksi kadar air 15%
menggunakan rangkaian perhitungan dan persamaan sebagai berikut:

Kadar Air Biji ( g ) = bobot biji petak -1 ( g ) x Prosentase kadar air

Bobot biji.Petak -1 ( g ) – Kadar air biji (g)


Hasil Biji Kering ( kg. ha -1 ) = x 10
LP

Hasil Biji Kering ( kg. ha -1 )


Hasil Biji Pada KA 12%=
100 Proyeksi KA
100
Keterangan persamaan dalam pendugaan potensi hasil ton ha-1 seperti
tersebut diatas adalah sebagai berikut: LP (luas petak (m2)) dan KA (kadar
air)
23

3.6 Analisis Data


Prosedur analisis data yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya
analisis ragam untuk mengetahui perbedaan penampilan genotip secara kuantitatif,
analisis kehomogenan ragam, analisis ragam gabungan, analisis adaptabilitas
dengan menggunakan nilai heritabilitas. Ada banyak metode untuk menduga nilai
heritabilitas. Heritabilitas bisa diduga dengan cara tidak langsung dari pendugaan
komponen ragam, diantaranya ada komponen ragam turunan dan komponen
ragam dari analisis ragam; atau dengan cara langsung dari pendugaan koefisien
regresi (b) dan korelasi antar kelas (t) [ CITATION Syu15 \l 1057 ].
3.6.1 Analisis Ragam
Analisis ragam dilakukan berdasarkan rancangan acak kelompok tiap lokasi.
Analisis ragam bertujuan untuk untuk mengetahui perbedaan antar galur yang
diuji. Apabila nilai F-hitung memiliki perbedaan nyata maka dilakukan uji lanjut.
Tabel 3. Analisi Ragam Satu Lokasi

Sumber Ragam Db JK KT Fhit


Ulangan (r) r-1 JK(r) KT(r)
Genotip (p) p-1 JK(p) KT(p) KT(p)/KT(g)
Galat (r-1) (p-1) JK(g) KT(g)
Total rp-1
Uji lanjut yang digunakan yaitu Uji BNJ 5%. Uji BNJ dilakukan untuk
menguji perbandingan nilai rerata penampilan antara hibrida uji dengan varietas
pembanding dalam rangka mengetahui adanya nilai keunggulan dari hibrida uji
yang bersangkutan.

3.6.2 Analisis Homogenitas Ragam Dua Lokasi


Analisis homogenitas ragam dua lokasi dilakukan untuk memastikan nilai
ragam suatu karakter di dua lokasi uji homogen. Uji homogenitas dua ragam
dilakukan dengan menggunakan uji F pada setiap karakter yang diamati. Karakter
yang memiliki nilai dua ragam homogen dapat dilakukan analisis ragam
gabungan. Prosedur analisis uji homogenitas ialah dengan mengikuti rumus
berikut.
24

S besar KT besar
F hitung = =
Skecil KT kecil
25

Keterangan
S = Varian
KT = Kuadrat Tengah

3.6.3 Analisis Ragam Gabungan


Analisis ragam gabungan dilakukan menggunakan Uji-F untuk mengetahui
interaksi genotip lingkungan.
Tabel 4. Analisis Ragam Satu Musim dalam Beberapa Lokasi

Sumber Ragam db JK KT Fhit


Genotip (G) a-1 JK(A) KT(A) KT(A)/KT(G)
Lokasi (L) b-1 JK(B) KT(B) KT(B)/KT(K|B)
Ulangan b(n-1) JK(K|B) KT(K|B) KT(K|B)/KT(G)
JK(A*B) KT(A*B) KT(A*B)/KT(G
GxL (a-1)(b-1)
)
Galat a (a-1)(n-1) JK(G) KT(G)
Total abn-1

Analisis ragam yang menunjukan adanya interaksi genotip x lingkungan


yang nyata maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ)
pada taraf 5%.
Rumus:

s2
BNJ G x L = Q0,05( p:db galat ) x
√r

Keterangan :
Q = Nilai BNJ 5%
s2= Kuadrat Tengah Galat (KTG)
p = Genotip
r = Ulangan
3.6.4 Analisis Regresi
Analisis regresi untuk uji adaptabilitas merupakan rata-rata indeks G x E untuk
menghitung respon genotip terhadap lingkungan yang beragam. Genotip dengan
nilai koefisien regresi mendekati atau sama dengan 1 (satu), serta diikuti dengan
rataan hasil lebih tinggi dari rataan umum maka genotipe tersebut beradaptasi
26

pada semua lingkungan. Analisis regresi untuk adaptabilitas dilakukan pada


variabel dengan interaksi G x E berbeda nyata pada anova regresi.
( g ij – xI ) ( x j – x )
bi =
( x j – x)2
Keterangan: bi = koefisien regresi
gij = rerata genotip i pada lingkungan j
xi = rata-rata genotip i
xj = rata-rata genotip pada lingkungan j
x = rata-rata umum
3.6.6 Analisis Ragam Genetik dan Heritabilitas
Pendugaan nilai heritabilitas dilakukan untuk mendapatkan informasi
proporsi varian genotip terhadap fenotip dalam keragaan suatu karakter. Rumus
heritabilitas dalam arti luas menurut [ CITATION Syu15 \l 1057 ]:
2g
h2 = x100%
2p
Karakter tanaman yang dikategorikan mempunyai nilai heritabilitas tinggi,
sedang dan rendah, apabila nilainya berturut-turut H >50%, 20%< H < 50% dan H
<20% [ CITATION Man00 \l 1057 ].
27

DAFTAR PUSTAKA

Abadassi, J., 2015. Maize Agronomic Traits Needed in Tropical Zone. Science,
Environment and Technology, 4(2), p. 371 – 392.
Adie, M. M., Krisnawati, A. & Wahyu , G. A., 2014. Assessment of Genotype ×
Environment Interactions for Black Soybean Yield using Ammi and GGE
Biplot. Agriculture Innovations and Research, 2(5), pp. 2319-1473.
AGOTR, 2008. The Biology of Zea maize L. (Maize or Corn). Australia:
Departement of Health and Ageing Office.
Ahmad, M., Wigena, H. & Human , S., 2014. Identifikasi Pengaruh Beberapa
Karakter Agronomi Terhadap Daya Hasil Sorgum (Sorghum bicolor L.
Moench) dengan Analisis Lintas. Aplikasi Isotop dan Radiasi, 2(10), pp.
12-22.
Alghamdi, S. S., 2004. Yield Stability of Some Soybean Genotypes Across
Diverse Environments. Biological Sciences, 7(12), pp. 2109-2114.
Amrullah, R. A., 2018. Evaluasi Interaksi Genotip x Lingkungan Karakter
Agronomi dan Hasil Beberapa Calon Varietas Jagung Hibrida (Zea mays
L.) Skripsi. Malang: Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.
Aqil, M., Rapar, C. & Zubachtirodin, 2012. Deskripsi Varietas Unggul Jagung.
Maros: Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Ariwibawa, I. B., 2012. Adaptasi Beberapa Varietas Jagung di Lahan Kering
Dataran Tinggi Beriklim Basah. Madura, Fakultas Pertanian, Universitas
Trunojoyo Madura.
Badan Pusat Statistik, 2018. Produksi Jagung Menurut Kabupaten/Kota di Jawa
Timur (Ton) Tahun 2007- 2017. [Online] Available at:
https://jatim.bps.go.id/statictable/2018/10/29/1322/produksi-jagung-
menurut-kabupaten-kota-di-jawa-timur-ton-2007-2017.html
[Diakses 5 Desember 2018].
Baye, T. M., Abebe, T. & Wilke, R. A., 2011. Genotype–Environment
Interactions and Their Translational Implications. Personalized Medicine,
8(1), p. 59–70.
Belfield, S. & Brown, C., 2008. Field Crop Manual: Maize, A Guide to Upland
Production in Cambodia. Australia: NSW Departement of Primary
Industries.
Birchler, J. A. et al., 2010. Perspective: Heterosis. The Plant Cell, Volume 22, p.
2105–2112.
28

Dehghani, H., Dvorak, J. & Sabaghnia, N., 2012. Biplot Analysis of Salinity
Related Traits in Berad Wheat (Triticum aesticum L.). Annals of
Biological Research, 2(3), pp. 3723-3731.
Efendi, R., 2013. Manual Cara Pengamatan Tanaman Jagung. Maros: Balai
Penelitian Tanaman Serealia.
Fentaw, A., Melkamu, E. & Yeshitila, M., 2015. Genotype-Environment
Interaction and Stability Analysis of Hybrid Maize Varieties in North West
Ethiopia. Plant Breeding and Genetics, 9(4), pp. 247-254.
Finlay, K. W. & Wilkinson, G. N., 1963. The Analysis Of Adaptation In A Plant-
Breeding Programme. Aust. J. Agric. Res, Volume 14, pp. 742-754.
Iriany, R. N., Yasin , H. M. & Takdir, A., 2016. Asal, Sejarah, Evolusi, dan
Taksonomi. Maros: Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Kumar , N. K., Shanthakumar, G., Kamatar, M. & Brunda, S., 2014. Identification
of Superior Single Cross Hybrids for Grain Yield and its Component
Traits of Maize (Zea mays L.) for Summer. 3768 Trends in Biosciences 7
(22), 2014, 7(2), pp. 3768-3770.
Laksono, N. D., 2017. Uji Daya Hasil Pendahuluan Beberapa Calon Varietas
Jagung (Zea mays L.) Di Nunukan, Kalimantan Utara. Thesis. Malang:
Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.
Mangoendidjojo, W., 2000. Analisis Interaksi Genotip dengan Lingkungan
Tanaman Teh. Zuriat, 11(1), pp. 15-21.
Monsanto, 2013. Corn Growth Stages. [Online] Available at:
www.channel.com/.../AgronomicContentPDF/GrowthStages
%20GuidesChannel.pdf
[Diakses 20 Maret 2018].
Muhadjir, F., 2018. Karakteristik Tanaman Jagung. Bogor: Balai Penelitian
Tanaman Pangan Bogor.
Mulyasantika, Y. O., 2018. Evaluasi Daya Hasil Tujuh Genotip Jagung (Zea
mays L.) pada Dua Lokasi di Kediri Skrispsi. Malang: Fakultas Pertanian,
Universitas Brawijaya.
Navarrete, A. C., Chocobar, A., Cox, R. A. & Fonteyne, S., 2013. Yield And Yield
Components: A Practical Guide for Comparing Crop Management
Practices. International Maize and Wheat Improvement (CIMMYT): s.n.
Nuryati, L., Waryanto, B., Akbar & Widaningsih, R., 2016. Outlook Komoditas
Pertanian Tanaman Pangan (Jagung). Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Pertanian, Kementerian Pertanian.
29

Owusu, G. A. et al., 2018. Determining the Effects of Genotype×Environment


Interactions on Grain Yield and Stability of Hybrid Maize Cultivars under
Multiple environments in Ghana. Kumasi, Ghana: Ecological Genetics and
Genomics.
Paliwal, R., 2000. Hybrid maize breeding. Italy: FAO.
Ransom, J., 2013. Corn Growth and Management Quick Guide. [Online]
Available at: https://www.ag.ndsu.edu/pubs/plantsci/crops/a1173.pdf
[Diakses 20 Maret 2018].
Rono, J. K. et al., 2016. Adaptability and Stability Study of Selected Sweet
Sorghum Genotypes for Ethanol Production under Different Environments
Using AMMI Analysis and GGE Biplots. The ScientificWorld Journal, pp.
1-15.
Subarkah, A., 2010. Analisis Interaksi Genotipe dan Lingkungan dalam
Pengembangan Varietas Unggul Jagung Hibrida (Zea mays L.) Skripsi.
Surakarta: Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.
Suprapto & Kaerudin, N. M., 2007. Variasi Genetik, Heritabilitas, Tindak Gen
dan Kemajuan Genetik Kedelai (Glycine max Merrill.) pada Ultisol. Ilmu-
Ilmu Pertanian Indonesia, 9(2), pp. 183-190.
Syukur, M., Sujiprihati, S. & Yunianti, R., 2015. Teknik Pemuliaan Tanaman
(Edisi Revisi). Jakarta: Penebar Swadaya.
Takdir, A., Sunarti, S. & Mejaya, M. J., 2006. Pembentukan Varietas Jagung
Hibrida. Maros: Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Tariku, S., Lakew, T., Bitew, M. & Asfaw, M., 2013. Genotype by Environment
Interaction and Grain Yield Stability Analysis of Rice (Oryza sativa L.)
Genotypes. Agricultural Science, 1(1), pp. 10-16.
Wiguna, G. & Sumpena, U., 2016. Evaluasi Nilai Heterosis dan Heterobeltiosis
Beberapa Persilangan Mentimun (Cucumis sativus L.) pada Berbagai
Altitud. Hortikultura, 26(1), pp. 1-8.
Yan, W. & Tinker, N. A., 2006. Biplot Analysis of Multi-Environment Trial Data:
Principles and Applications. Plant Science, pp. 623-651.
Yu, S. et al., 2002. Identification of Quantitative Trait Loci and Epistatic
Interactions for Plant Height and Heading Date in Rice. Theor Appl Genet,
Volume 104, p. 619–625.
30

Lampiran 1. Ketentuan Nomor Genotip


No Nomor Genotip Kode
.
1 IE4747 x INMX012 (Nusa 01)
2 1E4747 x 1E4731 (Nusa 02)
3 ONBX x 1E4747 (Nusa 03)
4 1E4747 x IONBY (Nusa 04)
5 (1E47143 x 1E47147) x 1E4747 (Nusa 05)
6 Varietas Bisi 18 Bs18
7 Varietas Pertiwi 3 Pw 3
8 Varietas Adv 777 Adv 777
9 Varietas P 36 P 36
10 Varietas Bisi 2 Bs 2
31

Gambar 7. Denah Petak Percobaan Lokasi Desa Srikaton

Jarak Antar Petak Percobaan (Perlakuan) 1 meter


Nusa Adv Nusa Nusa Nusa Nusa
Nusa Nusa Nusa Nusa Nusa Bs 18 Adv Pw 3 P36 Bs 2
Pw 3 Bs 18 U1 P36 04 Bs 2 777 03 05 02 01
U1 03 05 01 04 02 777
Lampiran 2. Denah Petak Penelitian

Nusa Nusa Nusa Adv Nusa Nusa Nusa Nusa Nusa Adv Nusa Nusa
Bs 18 P36 Bs 2 01 Pw 3 P36 Bs 2 Bs 18
U2 05 02 01 777 03 U2 Pw 3 05 04 02 777 03 04
1,5 meter 1,5 meter

Jarak Antar Ulangan 1,5 meter


2. Lokasi Desa Sugihan
Nusa Adv Nusa Nusa Nusa Nusa Nusa Nusa Nusa Nusa Adv
Bs 2 Pw 3 Bs 18 Bs 2 P36 P36 Pw 3 Bs 18 P36
04 777 02 05 03 01 04
1. Lokasi Desa Bulujowo

U3 U3 02 04 03 777
1 meter 1 meter
32

Lampiran 3. Perhitungan Pupuk


Rekomendasi dosis pupuk untuk tanaman ubi jalar yaitu 80 kg N, 60 kg P
dan 200 kg K.ha-1
Urea = 100 : 46 X 80 kg.ha-1 = 173.9 kg ha-1
SP-36 = 100 : 36 X 60 kg.ha-1 = 166.7 kg.ha-1
KCl = 100 : 60 X 200 kg.ha-1 = 333.3 kg.ha-1

Kebutuhan pupuk per petak


Urea = 173.9 X 0.32 = 55.6 kg.petak-1
SP-36 = 166.7 X 0.32 = 53.3 kg.petak-1
KCl =333.3 X 0.32 = 106.6 kg.petak-1
Populasi
320 : 0.28 = 1.143 tanaman (seharusnya)
8 X 15 X 2 = 240 tanaman (actual)
Kebutuhan pupuk pertanaman
Urea = 55.6 kg.petak-1 : 1.143 = 0.049 kg
SP-36 = 53.3 kg.petak-1 : 1.143 = 0.047 kg
KCl =106.6 kg.petak-1 : 1.143 = 0.09 kg
1

Anda mungkin juga menyukai