Anda di halaman 1dari 57

CATATAN

1. CATATAN TERDAHULU AGAR DIHAPUS DULU.


CATATAN BARU AGAR DIPERBAIKI
2. PERHATIKAN SEMUA ITEM CATATAN BARU YANG
BERLAKU TUK SELURUH ISI TULISAN  perbaikan
kamu belum menyeluruh
3. PERHATIKAN BETUL CARA MEMBUAT TABEL,
GAMBAR, & LAMPIRAN  belum seluruhnya sesuai
4. COBA PERHATIKAN DAFATAR PUSTAKA 1 PER
SATU SDH SESUAI BELUM ?  ibu periksa 1 & belum
sesuai
5. KALAU KAMU TIDAK PAHAM, KITA BS
JADWALKAN GOOGLE MEET UNTUK DISKUSI
6. PERBAIKI SECARA MENYELURUH (JANGAN
TATINGGAL-TINGGAL). JIKA SDH BISA AJA
KOMPRE ASAL PEMB 1 SETUJU. WAKTUX KT
TENTUKAN KEMUDIAN

BANJARBARU, 11 AGUSTUS 2020

TTD

RAIHANI WAHDAH
PENGARUH PEMBERIAN PGPR DAN PUPUK MAJEMUK
NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL CABAI
RAWIT PADA LAHAN GAMBUT

SANGGALA VEGA RUMINTA

PROGRAM STUDI AGRONOMI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2020
PENGARUH PEMBERIAN PGPR DAN PUPUK MAJEMUK
NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL CABAI
RAWIT PADA LAHAN GAMBUT

Oleh

SANGGALA VEGA RUMINTA


NIM : E1A115053

Usulan Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Pertanian
pada
Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat

PROGRAM STUDI AGRONOMI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha

Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru. Penelitian

ini berjudul “Pengaruh Pemberian PGPR dan Pupuk Majemuk NPK Terhadap

Pertumbuhan dan Hasil Cabai Rawit Pada Lahan Gambut”.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada bapak

Dr. Ir. Bambang Fredrickus Langai, M.P. dan ibu Dr. Ir. Hj. Raihani Wahdah,

M.S. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan dukungan, bimbingan

dan saran, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga

mengucapkan banyak terimakasih kepada keluarga dan teman-teman atas doa

dan dukungannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi

kesempurnaan proposal skripsi ini. Besar harapan penulis semoga proposal skripsi

ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.

Banjarbaru, Maret 2020

Penulis
Judul Penelitian : Pengaruh Pemberian PGPR dan Pupuk Majemuk NPK
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Cabai Rawit Pada
Lahan Gambut

Nama : Sanggala Vega Ruminta

NIM : E1A115053

Program Studi : Agonomi

Disetujui Oleh Tim Pembimbing:

Anggota Ketua

Dr. Ir. Hj. Raihani Wahdah, M.S. Dr. Ir. Bambang F Langai, M.P.
NIP. 19631003 198003 2 001 NIP. 19590913 198611 1 001

Diketahui Oleh:

Ketua Program Studi Agronomi

Dr. Joko Purnomo, S.P.,M.P.


NIP. 19680501 199703 1 001
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR............................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................... ii

DAFTAR ISI........................................................................................... iii

DAFTAR TABEL................................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... v

PENDAHULUAN................................................................................... 1

Latar Belakang............................................................................. 1
Rumusan Masalah....................................................................... 5
Hipotesis Penelitian..................................................................... 5
Tujuan Penelitian......................................................................... 6
Manfaat Penelitian....................................................................... 6

TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 7

Tanaman Cabai Rawit.................................................................. 7


Lahan Gambut............................................................................. 15
Pupuk NPK.................................................................................. 18
Rizobakteria................................................................................. 22
PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria)......................... 22
Pengendalian Hama dan Penyakit............................................... 26

BAHAN DAN METODE....................................................................... 30

Bahan dan alat............................................................................. 30


Bahan..................................................................................... 30
Alat........................................................................................ 30

Rancangan Penelitian.................................................................. 31
Pelaksanaa Penelitian.................................................................. 32
7
Pengamatan................................................................................. 36
Analisis Data............................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kombinasi dosis PGPR dan pupuk NPK.................................... 32

2. Bentuk analisis ragam rancangan acak lengkap.......................... 38


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Produksi Cabai Rawit Menurut Provinsi 2011-2013.................. 44

2. Gambar Denah Kecamatan Liang Anggang................................ 46

3. Deskripsi Varietas Cabai Rawit Dewata..................................... 47

4. Bagan Tata Letak Penelitian....................................................... 48

5. Bagan Tata Letak Tanaman......................................................... 49

6. Cara Perhitungan Dosis Pupuk NPK Perpetak............................ 50


PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai rawit merupakan salah satu tanaman hortikultura yang memiliki

kandungan gizi antara lain, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, dan besi.

Vitamin A, B1, B2, dan C. serta senyawa alkaloid seperti capsicin, oleoresin,

flavonoid, dan minyak esensial (Alif, 2017). Komoditas cabai bukanlah pangan

pokok bagi masyarakat di Indonesia, akan tetapi buah dari tanaman ini merupakan

pelengkap dari masakan yang ada di Indonesia.

Selain untuk konsumsi, buah cabai memiliki fungsi yang penting bagi

manusia, terutama masyarakat Indonesia memanfaatkannya sebagai pembersih

paru-paru, pengobatan bronchitis, masuk angin, sinusitis, influenza, asma, dan

rematik (Setiadi, 2011).

Buah cabai yang tidak dapat disimpan lama dan selalu di konsumsi dalam

keadaan segar, cabai harus tersedia setiap saat, oleh sebab itu permintaan dan

kebutuhan cabai selalu tinggi. Karena tingginya permintaan dari masyarakat

menyebabkan harga dari cabai selalu mengalami fluktuasi, hingga tak jarang cabai

menyumbang inflasi bagi perekonomian nasional. Menurut Yanuarti dan Afsari

(2016), cabai rawit merupakan komoditas yang harganya paling mengalami

berfluktuasi. Cabai rawit harganya dapat mencapai Rp 100.000 per kg, terutama

jika saat terjadi kegagalan panen/musim paceklik. Pada tahun 2015 cabai rawit

menyumbang inflasi sebesar 0.04, begitu pula dengan cabai merah.

Secara nasional, produksi cabai rawit terus mengalami kenaikan dari tahun

ke tahun. Produksi cabai rawit tahun 2013 sebesar 713.503 t, mengalami kenaikan
11
sebesar 11.288 t jika dibandikan tahun sebelumnya. Untuk produksi cabai rawit

menurut provinsi 2011-2013 dapat dilihat pada lampiran 1 (Tim Mitra Agro

Sejati, 2017). Meskipun produksi cabai rawit nasional mengalami kenaikan dari

tahun ke tahun, namun saat Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan cabai

nasional, sehingga harus mengimpor cabai yang mencapai 98,8 t pertahun dari

negara Malaysia dan Vietnam (Badan Pusat Statistik, 2018).

Produksi cabai rawit di Kalimantan Selatan pada tahun 2017 adalah

23.832,7 t dengan luas panen sebesar 4.113 ha Badan Pusat Statistik Provinsi

Kalimantan Selatan, 2019). Kebutuhan cabai rawit meningkat setiap tahunnya,

karena semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Ditambah lagi saat ini

cadangan lahan pertanian subur untuk peningkatan produksi cabai rawit terbatas,

yang disebabkan oleh alih fungsi lahan pertanian. Menurut (Badan Pusat Statistik

Provinsi Kalimantan Selatan, 2019), luas panen cabai tahun 2017-2018 berkurang

sebanyak 116 ha, Sehingga memerlukan lahan alternatif untuk pengembangannya.

Salah satu upaya untuk mengatasi kekurangan lahan untuk peningkatan produksi

cabai rawit adalah dengan perluasan areal tanam pada lahan sub optimal, salah

satunya adalah pemanfaatan lahan gambut non-konservasi.

Indonesia memiliki lahan gambut terluas ke empat setelah Kanada, Uni

Soviet dan Amerika Serikat, yaitu sekitar 14.905.475 ha dan tersebar terutama di

Sumatera, Kalimantan dan Papua. Namun variabilitas lahan ini sangat tinggi, baik

dari segi ketebalan gambut, kematangan maupun, dan kesuburannya. Sehingga

tidak semua lahan gambut layak untuk areal pertanian. Di Indonesia hanya sekitar

6 juta ha yang layak untuk pertanian (Wahyunto et al., 2014). Akan tetapi pada

lahan gambut masih memerlukan perlakuan khusus agar dapat di tanami.


12
Penambahan pupuk organik dan amelioran pada lahan gambut merupakan yang

tepat agar lahan gambut layak ditanami (Najiyati et al., 2005).

Tujuan dari pengapuran pada lahan gambut adalah menaikkan pH tanah

gambut yang asam. Karena syarat pertama memperbaiki kesuburan tanah gambut

adalah membuat kondisi tanah tidak masam, pengapuran merupakan terpenting

yang harus diperhatikan. Kapur yang diberikan ke dalam tanah gambut akan

memperbaiki kondisi tanah gambut dengan cara: (1) menaikkan pH tanah; (2)

menyingirkan senyawa organic beracun; (3) meningkatkan KB; (4) menambah

unsur Ca dan Mg; (5) menambah ketersediaan hara; (6) memperbaiki kehidupan

mikro organisme tanah. (Najiyati et al., 2005).

Lahan gambut memiliki pH yang sangat rendah (asam), sangat kurang

unsur hara terutama P (fosfor), dimana fosfor memiliki fungsi penting bagi

tanaman, yaitu sebagai pemacu pertumbuhan perakaran, mengangkut karbohidrat

di dalam tanaman, pengaturan tegangan sel tanaman agar tahan terhadap OPT,

serta berperan dalam pembentukan bunga dan buah (Najiyati et al., 2005).

Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2019), cara untuk

memenuhi kebutuhan P dapat dilakukan dengan memberikan pupuk tunggal atau

pupuk majemuk. Pupuk tunggal yang dapat digunakan sebagai sumber P adalah

pupuk TSP (Tripel Super Fosfat). Akan tetapi tanaman tidak hanya membutuhkan

unsur hara P saja, maka dari itu penggunaan pupuk majemuk menjadi salah satu

pilihan untuk memenuhi berbagai hara bagi tanaman untuk tumbuh dan

menghasilkan secara optimal. Salah satu pupuk majemuk yang memiliki 3 unsur

yang diperlukan tanaman adalah pupuk NPK Mutiara 16:16:16.


13
Pupuk NPK Mutiara 16:16:16 memiliki kombinasi, diantaranya dari unsur

N (nitrogen) yaitu nitrat dan ammonium, untuk P (fosfor) yaitu P 2O5, dan untuk K

(kalium) yaitu K2O. Dimana unsur hara N memiliki kegunaan untuk membantu

pembentukan dan pertumbuhan daun, batang dan akar, dan bagian dari hijau daun

yang berguna dalam proses fotosintesis. Unsur hara P memiliki kegunaan sebagai

pemacu pertumbuhan perakaran, mengangkut karbohidrat dalam tanaman,

pengaturan tegangan sel tanaman agar tahan OPT, dan berperan dalam

pembentukan bunga dan buah. Hara K berguna untuk memperkuat dinding sel,

memperbanyak dan memperpanjang akar, sehingga tanaman akan lebih efektif

dalam menyerap unsur hara (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,

2019).

PGPR (Plant Growth Promoting Rizobacteria) merupakan bakteri yang

aktif mengkolonisasi rhizosfer dan itu sangat diperlukan oleh tanaman karena

dapat memicu pertumbuhan tanaman (berfungsi sebagai bio stimulan) dengan

mensintesis dan mengatur fitohormon alami IAA. PGPR dapat juga menekan

pertumbuhan jamur C. acutatum dan menghambat penyakit antraknosa pada

tanaman cabai merah (Sriyanti et al., 2015). Menurut A`yun et al., (2013),

penggunaan PGPR mampu menurunkan intensitas dari virus TMV (Tobacco

Mosaic Virus) serta meningkatkan pertumbuhan dan produksi pada tanaman cabai

rawit. Rahni (2012), menyatakan bahwa bakteri Pseudomonas, Azotobacter,

Seratia dan Bacillus di identifikasi sebagai PGPR yang mampu meningkatkan

pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. Harapan penulis dengan adanya

pemberian PGPR dapat berpengaruh positip pada tinggi tanaman, jumlah buah,

bobot basah tanaman cabai.


14
PGPR dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat. Tanaman

tomat yang di beri PGPR juga mengalami pertumbuhan yang lebih cepat

dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberi PGPR (Taufik, 2010). Oleh

karena itu, penulis menduga jika tanaman lain terutama tanaman yang masih

satu suku terong-terongan seperti cabai, jika diberi PGPR dengan dosis yang

tepat maka akan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman tersebut.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara pemberian PGPR dengan pupuk

NPK terhadap pertumbuhan dan hasil cabai rawit pada lahan gambut?

2. Apakah pemberian kombinasi PGPR dengan pupuk NPK mutiara dengan

dosis yang berbeda dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil cabai

rawit pada lahan gambut?

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Terdapat pengaruh interaksi antara pemberian PGPR dengan pupuk NPK

Mutiara berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil cabai rawit pada lahan

gambut.

2. Pemberian kombinasi PGPR dengan pupuk NPK mutiara dengan dosis yang

berbeda berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil cabai rawit pada lahan

gambut. tertinggi akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil

cabai rawit pada lahan gambut.


15
Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh interaksi antara pemberian PGPR dan pupuk

NPK Mutiara terhadap pertumbuhan dan hasil cabai rawit pada lahan gambut.

2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian dosis kombinasi terbaik antara PGPR

dan pupuk NPK mutiara yang berbeda terhadap terbaik bagi pertumbuhan dan

hasil tanaman cabai rawit.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan informasi tentang penggunaan PGPR dan NPK Mutiara di lahan

gambut.

2. Sebagai bahan pertimbangan penggunaan PGPR dan NPK Mutiara di lahan

gambut.
TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frstecens L.)

Taksonomi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frstecens L.)

Menurut Alif (2017), tanaman cabai rawit dalam botani tumbuhan dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatopyta (menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliopyta (tumbuhan berbunga)

Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua/dikotil)

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae (suku terong-terongan)

Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum frutescens L. (cabai rawit)

Cabai rawit masuk dalam suku terong-terongan (Solanaceae) dan

merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah maupun di dataran

tinggi. Cabai rawit merupakan tanaman tahunan yang tumbuh tegak, tanaman

cabai merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri. Namun demikian, persilangan

antara varietas secara alami sangat mungkin terjadi di lapangan yang dapat

menghasilkan ras-ras cabai baru dengan sendirinya (Alif, 2017).


17
Morfologi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frstecens L.)

a. Daun

Gambar 1. Daun cabai rawit (Alif, 2017)

Tiap tanaman cabai mempunyai karakteristik tersendiri, pada tanaman

cabai rawit, variasi warna daun sangat bergantung pada iklim serta lingkungan

tempat tanaman di tanam. Pada umumnya berwarna hijau muda, dengan panjang

sekitar 3-4 cm dan lebar 1-2 cm. Termasuk ke dalam kategori daun tunggal,

dengan bentuk bulat dan agak lebar dengan ujung meruncing, pangkal menyempit,

dan tepi rata, serta bentuk tulang daunnya merata (Alif, 2017).

b. Batang

Gambar 2. Batang cabai rawit (Alif, 2017)


Batang tanaman cabai rawit berwarna hijau tua dan berkayu. Panjang

batang berkisar 30-37,5 cm dan berdiameter 1,5-3 cm. jumlah cabangnya yakni
18
antara 7-15 per tanaman. panjang cabang sekitar 5-7 cm dengan diameter sekitar

0,5-1 cm. Pada daerah percabangan terdapat tangkai daun. Ukuran tangkai daun

sangat pendek, yakni 2-5 cm (Alif, 2017).

c. Bunga

Gambar 3. Bunga cabai rawit (Alif, 2017)

Bunga tanaman cabai rawit bersifat tunggal dan tumbuh di ujung ruas

tunas. Mahkota bunga berwarna putih, kuning muda, kuning, ungu dengan dasar

putih, putih dengan dasar ungu, atau ungu, tergantung dari varietas tanaman itu

sendiri. Benang sari dan putik terletak di satu bunga, sehingga termasuk bunga

sempurna. Putik bunga berukuran panjang 0,5 cm berwarna putih dengan kepala

berwarna hijau. Posisi bunga cabai ada yang menggantung, horizontal, dan tegak

(Alif, 2017).

d. Buah
19

Gambar 4. Buah cabai rawit (Alif, 2017)

Daging buah cabai memiliki tekstur yang renyah dan lunak, serta memiliki

ukuran yang beragam, mulai dari pendek sampai panjang dengan ujung runcing

atau tumpul. Bentuk buah cabai rawit tegak, kadang merunduk, berbentuk bulat

telur, lurus atau bengkok dengan ujung meruncing dengan panjang 1-5 cm. Buah

muda berwarna hijau tua, putih kehijauan, atau putih. Sedangkan buah yang telah

masak berwarna merah. Ukuran cabai rawit lebih kecil jika dibandingkan dengan

jenis cabai lainnya, namun memiliki rasa yang lebih pedas (Alif, 2017).

e. Biji

Gambar 5. Biji cabai rawit (Alif, 2017)

Dalam buah cabai rawit terdapat biji dengan jumlah yang banyak. Biji

cabai rawit berbentuk bulat pipih dan menempel di sepanjang plasenta. Warnanya

juga beragam, mulai dari putih hingga kuning jerami. Bagian terluarnya terdapat
20
lapisan keras. Biji inilah yang kemudian menghasilkan bibit tanaman yang baru

(Alif, 2017).

f. Akar

Gambar 6. Akar cabai rawit (Alif, 2017)

Akar tanaman cabai rawit termasuk ke dalam kategori akar serabut. Pada

bagian ujung akar terdapat akar semu yang berfungsi untuk menyerap nutrisi

(Alif, 2017).

Jenis cabai rawit

Jenis cabai rawit yang umumnya dibudidayakan oleh petani indonesia

terdiri dari jenis lokal dan jenis hibrida yang merupakan hasil dari pemuliaan.

Beberapa jenis cabai rawit lokal yang dikenal di Indonesia menurut Alif (2017),

antara lain:

a. Cabai rawit jemprit

Cabai varietas ini memiliki ukuran kecil dan dengan panjang berkisar 2-

2,5 cm dengan diameter 5 mm, serta berat rata-rata 0,65 g. Saat muda, cabai ini

memiliki warna buah hijau dan berubah menjadi merah menyala setelah masak.

Cabai rawit jemprit memiliki rasa yang sangat pedas dengan aroma kuat karena

mengandung minyak aetheris dalam konsentrasi tinggi.


21
b. Cabai rawit putih

Cabai varietas ini merupakan cabai rawit yang memiliki ukuran lebih besar

dari cabai rawit jemprit, dengan warna kekuning-kuningan. Rasa buah pedas,

hanya saja tidak semua orang menyukai rasa cabai ini.

c. Cabai rawit ceplik

Cabai varietas ini buahnya lebih besar dari cabai rawit jemprit, dan lebih

kecil dari cabai rawit putih. Cabai ini kurang pedas jika dibandingkan dengan

cabai jemprit. Buah memilik warna hijau dan akan berwarna merah cerah setelah

masak.

Kandungan gizi cabai rawit

Rasa pedas pada cabai di timbulkan oleh senyawa yang di sebut capsaicin,

rasa pedas tersebut sebenarnya adalah sensasi yang disebabkan oleh adanya iritasi

ringan dan dapat menimbulkan sensasi rasa terbakar pada reseptor syaraf tertentu,

sehingga otak merespon sama seperti rasa panas. Senyawa ini juga dapat

merangsang keluarnya endorfin yang dapat menghilangkan rasa sakit dan

menimbulkan perasaan lebih sehat. Kandungan senyawa capsaicin pada cabai

rawit dikenal sebagai bahan salep dan obat gosok, karena bermanfaat mencegah

iritasi dan bersifat analgesic (Alif, 2017).

Cabai rawit mengandung banyak vitamin dan mineral. 100 g cabai rawit

dapat memenuhi asupan gizi harian yang direkomendasikan. Menurut Alif (2017),

berikut adalah nilai kandungan nutrisi cabai rawit (ditunjukkan dalam % asupan

harian yang disarankan):

 Vitamin C, 240% dari asupan harian yang disarankan.


22
 Vitamin B6, 39% dari asupan harian yang disarankan.

 Vitamin A, 23% dari asupan harian yang disarankan.

 Vitamin E, 4,5% dari asupan harian yang disarankan.

 Vitamin K, 11,5% dari asupan harian yang disarankan.

 Zat besi, 3% dari asupan harian yang disarankan.

 Tembaga, 14% dari asupan harian yang disarankan.

 Kalium, 7% dari asupan harian yang disarankan.

Selain itu, cabai rawit juga memberikan beberapa mineral penting lain dalam

jumlah yang cukup tinggi, yakni berupa magnesium, mangan, fosfor, selenium,

dan zinc. Perbandingan nilai gizi cabai rawit dengan jenis cabai lainnya dapat

dilihat pada lampiran 1.

Syarat Tumbuh Cabai Rawit

Tanaman cabai rawit merupakan tanaman semusim yang tumbuh perdu,

dan tinggi tanaman cabai kurang lebih mencapai 1,5 m. Tanaman dapat ditanam di

lahan kering dan dapat juga ditanam pada lahan basah. Kondisi dari lingkungan

hidup tanaman sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil dari tanaman

tersebut. Menurut Purwanto (2019), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan tanaman cabai rawit, diantaranya:

a. Curah hujan

Tanaman cabai kurang bagus bila ditanam di musim penghujan. Hal ini

menyebabkan bunga dan buah banyak yang rontok. Curah hujan yang terlalu

tinggi juga menyebabkan buah menjadi busuk, atau sering disebut petani patek.
23
Kelembaban yang tinggi akan merangsang perkembangan hama lalat buah dan

berbagai penyakit seperti cendawan dan tanaman layu.

b. Angin

Angin juga dibutuhkan oleh tanaman cabai rawit, yaitu untuk membantu

proses penyerbukan bunga. Jika tidak ada angin, penyerbukan bunga tidak lancar

dan mengakibatkan banyak buah yang tidak terbentuk.

c. Sinar matahari

Tanaman cabai rawit membutuhkan sinar matahari penuh dari pagi hingga

sore hari atau 10 jam setiap harinya. Jika sinar matahari kurang, maka tanaman

akan mudah patah karena batang dan rantingnya tidak kuat.

d. Air

Semua tanaman membutuhkan air, apa lagi tanaman cabai. Kebutuhan air

tanaman cabai cukup hanya sebatas tanah basah, tidak butuh genangan air. Jika

tanaman cabai kekurangan air dan tanah sampai kering, maka pertumbuhan

tanaman cabai terhambat. Kekurangan air pada tanaman cabai pada masa

pembungaan dan pembuahan, dapat mengakibatkan rontok bunga dan buah.

Menurut Alif (2017), canai rawit dapat tumbuh dengan baik di dataran

tinggi maupun dataran rendah dengan ketinggian mulai dari 1-1500 m diatas

permukaan laut (dpl). Dan untuk kisaran ketinggian yang sesuai dengan tanaman

cabai adalah 0-500 m diatas permukaan laut (dpl) dan untuk iklim yang dihendaki

oleh tanaman adalah tidak terlalu dingin dan tidak terlalu lembab. Kelembaban

yang sesuai dengan tanaman berkisar antara 60%-80%.

Tanah yang diperlukan tanaman cabai untuk tempat tumbuh menurut

Setiadi (2011) adalah tanah yang subur (kaya bahan organic) dengan pH tanah
24
yaitu berkisar 6,0-7,0 (optimal pada pH 6,5). Tekstur tanah remah atau gembur

diperlukan tanaman agar peresapan air dan sirkulasi udara dalam tanah berjalan

lancar. Kelembaban tanah harus cukup dengan ditandai oleh kandungan air yang

tidak berlebihan dan tidak kekurangan (kapasitas lapang). Tanah tersebut juga

mempunyai suhu yang sedang, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Cabai

rawit tumbuh baik di tanah bertekstur lempung, lempung berpasir, dan lempung

berdebu. Namun, cabai ini masih bisa tumbuh baik pada tekstur tanah yang agak

berat, seperti lempung berliat. Beberapa kultivar cabai rawit lokal bahkan bisa

tumbuh dengan baik pada tekstur tanah yang lebih berat lagi, seperti tekstur liat

berpasir atau liat berdebu.

Lahan Gambut

Lahan gambut Kalimantan seluas 4.778.004 ha, dengan kedalaman

dangkal sampai sangat dalam hampir merata. Dan untuk Kalimantan sendiri

merupakan pulau yang memiliki lahan gambut terluas kedua setelah Sumatra.

Untuk lahan gambut di Kalimantan, provinsi Kalimantan Tengah merupakan

lahan gambut terluas dengan luas 2.659.234 ha, dan disusul Kalimantan Barat

dengan luas 1.680.135 ha. Provinsi Kalimantan Timur hanya sekitar 332.365 ha

dan Kalimantan Selatan 106.271 ha (Wahyunto et al., 2014).

Tanah gambut merupakan salah satu tanah yang memiliki sifat jenuh air.

Jenis tanah ini terbentuk dari bahan tanah organik berupa sisa-sisa tanaman dan

jaringan tanaman yang telah melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Dalam

sistem klasifikasi taksonomi tanah, tanah gambut disebut Histosols (histos, tissue:
25
jaringan) atau sebelumnya bernama Organosols (tanah tersusun dari bahan

organik) (BBLitbang SDLP, 2008).

Lahan gamut merupakan kategori lahan yang memiliki kategori tingkat

kesuburan yang rendah hingga sangat rendah dalam menghasilkan tanaman

pertanian. Menurut Barchia (2015), jenis tanah pada lahan gambut dalam

pembagian tipe gambut berdasarkan ketebalannya dibagi menjadi 4, yaitu gambut

dangkal (dengan ketebalan lapisan bahan organic 50-100 cm), gambut tengahan

(dengan ketebalan lapisan bahan organic 200-300 cm), dan gambut sangat dalam

(dengan ketebalan lapisan bahan organic >300 cm). Untuk tingkat kematangan

gambut dibagi menjadi 3 kelas, yaitu fibrik atau gambut mentah (tanah gambut

dengan kandungan serat tinggi >66 %, sehingga masih terlihat jelas serpihan kayu

yang belum melapuk), hemik atau setengah matang (tanah gambut dengan

kandungan serat 33-66 %), dan sapric atau matang (serpihan kayu sudah tidak

dapat terlihat lagi, karena sudah ter lapuk semua).

Kendala yang harus dihadapi dalam bercocok tanam di lahan gambut

adalah tanah masam, kandungan Al dan Fe yang cukup tinggi, rendah akan nutrisi

yang diperlukan tanaman, nutrisi garam, dan adanya bahan-bahan beracun

(Barchia, 2015). Untuk mengatasi kendala pada saat bertanam di lahan gambut

adalah dengan melakukan pengapuran menggunakan dolomit (CaMg (CO3)2),

guna meningkatkan pH agar dapat ditanami. Setelah melakukan pengapuran,

pemberian pupuk organik atau kompos dapat sangat membantu tanah gambut

dalam mempercepat proses kematangan tanah. Dalam pupuk kendang atau

kompos memiliki mikro organisme yang sangat membantu tanah gambut,


26
sehingga dapat dengan cepat tanah mengalami pengurai dan semakin subur untuk

di tanami (Najiyati et al., 2005).

Tanah gambut memiliki sifat tanah sangat asam dan tidak baik untuk

tanaman, pemberian kapur pada tanah gambut akan memperbaiki kondisi tanah

gambut denga menaikkan pH tanah, menyingkirkan senyawa organic beracun,

meningkatkan KB, menambah unsur Ca dan Mg, menambah ketersediaan hara,

dan memperbaiki kehidupan mikro organisme tanah. Menurut Susila (2006),

kebutuhan dolomit untuk menetralkan tanah adalah:

a. pH tanah 4,0 = 10,24 t ha-1

b. pH tanah 4,5 = 7,87 t ha-1

c. pH tanah 5,0 = 5,49 t ha-1

d. pH tanah 5,5 = 3,12 t ha-1

e. pH tanah 6,0 = 0,75 t ha-1

Lahan yang akan dikapur harus dibersihkan dari gulma. Setelah bersih,

tanah dicangkul kemudian di taburi kapur sesuai kebutuhan kapur dan tingkat

keasaman tanah. Setelah dilakukan pengapuran tanah dicangkul kembali agar

kapur tercampur dengan tanah dan kapur cepat bereaksi. Selanjutnya, tanah

dibiarkan selama 2-3 minggu dan kemudian diolah kembali untuk ditanami

(Susila, 2006).

Karakteristik Topografi Lokasi Penelitian

Kota Banjarbaru menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1999 memiliki

wilayah seluas ±371,38 Km2 atau 0,8 dari luas wilayah Provinsi Kalimantan

Selatan. Secara astronomis Kota Banjarbaru terletak pada posisi 3° 27’ 5” LS dan
27
114° 45’ BT, serta berada pada ketinggian 0–500 m dari permukaan laut, dengan

ketinggian 0–7 m (33,49%), 7-25 m (48,46%), 25-100 m (15,15%), 100-250 m

(2,55%) dan 250-500 m (0,35%). Kota Banjarbaru memiliki terbagi menjadi 5

(lima) kecamatan, diantaranya Landasan Ulin, Liang Anggang, Cempaka,

Banjarbaru Utara, dan Banjarbaru Selatan (BPS Kota Banjarbaru, 2017).

Kecamatan Liang Anggang memiliki luas wilayah ±8586 Ha (23,12% dari

luas wilayah Kota Banjarbaru) dan terletak pada ketinggian 66 feet dpl dengan

wilayah relative datar. Kecamatan Liang Anggang terbagi atas 4 kelurahan, yang

salah satunya adalah kelurahan landasan ulin barat dengan luas wilayah 1615 Ha.

Denah kelurahan Landasan Ulin Barat dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pupuk NPK

Selama pertumbuhan, tanaman memerlukan sejumlah unsur hara untuk

proses fotosintesis. Unsur hara yang diperlukan oleh tanaman pada dasarnya

sudah terdapat pada tanah, akan tetapi pada suboptimal unsur hara tersebut sangat

randah oleh karena itu perlu unsur hara tambahan yang untuk meningkatkan hara

pada tanah tersebut. Menurut Kasifah (2017), unsur hara dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro

merupakan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman jalan jumlah yang besar,

terdiri atas C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, dan S. Untuk unsur hara mikro merupakan

unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah kecil, diantaranya Fe, Mn, B,

Mo, Cu, Zn, Cl, dan Co.

Kurangnya akan unsur hara pada lahan suboptimal, sehingga perlu

ditambahnya kebutuhan akan hara di tanah tersebut. Menurut penulis, pupuk NPK
28
merupakan pupuk yang cukup untuk membantu memenuhi kebutuhan unsur hara

makro penting bagi tanaman, diantaranya nitrogen, fosfor, dan Kalium.

Pupuk NPK

Pupuk majemuk dinyatakan dalam tiga angka, berturut-turut menunjukkan

kadar N, P2O5, dan K2O (Kasifah 2017). Pupuk NPK Mutiara 16:16:16 merupakan

pupuk anorganik dengan komposisi hara nitrogen (N) sebesar 16%, yang mana

6,5% adalah nitrat-N dan 9,5% adalah ammonium-N, komposisi hara fosfor (P)

P2O5 sebesar 16%, dan untuk hara kalium (K) K2O sebesar 16%.

Dosis anjuran pupuk NPK Mutiara 16:16:16 untuk tanaman cabai rawit

adalah 250kg/ha. Menurut Hapsoh (2019), pemberian pupuk NPK mutiara dengan

dosis anjuran 250kg/ha dan 125kg/ha (½ dosis anjuran) dapat meningkatkan

tinggi tanaman, mempercepat umur berbunga, dan umur panen pada tanaman

cabai jika dibandingkan dengan tanpa pemberian NPK Mutiara. Menurut Susila

(2006), pemberian pupuk pada tanaman cabai dilakukan sebanyak 3 kali dengan

interval pemberian 2 minggu setelah tanam. Pemberian pupuk juga dilakukan satu

kali sebelum penanaman cabai. Pemberian pupuk NPK dengan dosis 200 kg/ha

selama 3 kali dengan interval dua minggu pada lahan gambut menurut Lestari

(2018), mampu meningkatkan jumlah bunga, meningkatkan hasil, jumlah cabang,

dan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Nitrogen (N)

N merupakan salah satu unsur hara esensial yang sangat penting untuk

pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Riyadi (2019), nitrogen dalam


29
tanah diperoleh dari penguraian sisa-sisa organisme serta berbagai senyawa

nitrogen hasil fiksasi nitrogen oleh bakteri dan petir. Nitrogen berfungsi:

a. berperan dalam pembentukan klorofil, lemak, protein, dan senyawa lainnya.

b. Memacu pertumbuhan tanaman.

Tanaman yang kekurangan nitrogen akan mengakibatkan hal-hal berikut:

a. Warna daun menjadi hijau kekuningan lalu mengering.

b. Jaringan tanaman mengering lalu mati.

c. Pertumbuhan tanaman menjadi lambat.

d. Tanaman menjadi kerdil.

Sebaliknya, jika kelebihan nitrogen dapat menghambat ptoses pembungaan

dan pembuahan.

Tanaman cabai sangat membutuhkan unsur hara N untuk merangsang

pertumbuhan tunas baru, daun muda dan mempercepat pertumbuhan vegetative.

Kebutuhan akan unsur N pada tanaman cabai untuk setelah pemindahan ke lahan

adalah mencapai 199 kg/ha, sedangkan untuk kebutuhan pupuk selanjutnya (2mst,

4mst, 6mst, dan 8mst adalah mencapai 75kg/ha (Susila, 2006).

Fosfor (P)

P merupakan unsur hara makro esensial yang diperlukan tanaman bagi

pertumbuhan dan hasil yang berperan penting dalam memacu terbentuknya bunga,

buah, biji, membantu pembentukan inti sel, protein dan lemak. Pemberian pupuk

P juga dapat mempercepat masaknya buah biji tanaman Riyadi (2019).

Tanaman yang kekurangan unsur hara P akan mengalami penurunan hasil

tanaman yang berupa buah atau biji, misalnya buah menjadi kecil dan jelek Riyadi
30
(2019). Menurut buku yang di tulis oleh Susila (2006), kebutuhan unsur hara P

yang diperlukan oleh tanaman cabai adalah mencapai 311 kg/ha.

Kalium (K)

K merupakan unsur hara yang berperan penting bagi tanaman untuk

memperlancar proses fotosintesis, memperkuat jaringan tanaman, dan membentuk

antibodi tanaman, sehingga tahan terhadap serangan penyakit dan kekeringan

Riyadi (2019). Peran utama kalium bagi tanaman adalah sebagai aktifator

enzimesensial dalam reaksi fotosintesis dan respirasi, serta dalam sintesis protein

dan pati (Lakitan, 2001). Menurut Susila (2006), kebutuhan unsur K pada

tanaman cabai adalah 90 kg/ha.

Gejala-gejala yang dialami tanaman jika kekurangan akan kalium adalah,

tanaman akan mengalami daun kering dan terbakar pada sisinya, sehingga dengan

kurangnya kalium ini dapat menghambat proses fotosintesis dan dampak terburuk

adalah tanaman akan mati.

Rizobakteria

Rizobakteria merupakan bakteri yang hidup di daerah perakaran tanaman

(rizosfer) dan berperan penting dalam pertumbuhan tanaman. pada dasarnya

rizobakteria dibedakan menjadi dua, diantaranya yaitu rizobakteria yang memacu

pertumbuhan tanaman atau yang umum di kenal sebagai PGPR (Plant Growth

Promoting Rhizobacteria) dan rizobakteria yang merugikan tanaman DRB

(Deleterious Rizobacteria) (Kloepper, 1978).


31
PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria)

Rhizobakteri pemacu tumbuh tanaman yang lebih popular disebut PGPR

merupakan kelompok bakteri menguntungkan yang secara aktif mengkolonisasi

rizosfir. PGPR berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman, hasil

panen dan kesuburan lahan. Secara langsung, PGPR merangsang pertumbuhan

tanaman dengan menghasilkan hormon pertumbuhan, vitamin dan berbagai asam

organik serta meningkatkan asupan gizi bagi tanaman yang dilakukan oleh bakteri

yang membentuk koloni pada akar tanaman, sehingga kebutuhan akan nutrisi

tanaman dapat terpenuhi oleh bakteri dari PGPR. Pertumbuhan tanaman

ditingkatkan secara tidak langsung oleh PGPR melalui kemampuannya dalam

menghasilkan anti mikroba patogen yang dapat menekan pertumbuhan fungi

penyebab penyakit tumbuhan (Rahni, 2012). Dengan semakin berkurang atau

bahkan hilangnya penyebab penyakit tumbuhan pada tanaman dapat berpengaruh

besar pada pertumbuhan tanaman terutama pada tinggi tanaman dan banyaknya

buah pertanaman. Karena dengan hilangnya penyebab penyakit tanaman, tanaman

tidak terganggu dalam penyerapan unsur hara dan nutrisi tanaman, serta lebih

optimal dalam penyebaran dari hasil fotosintesis ke seluruh bagian tanaman.

Ditambah lagi dengan adanya bakteri yang membentuk koloni di bagian akar

dapat meningkatkan hara yang diperlukan pada tanaman. Jadi tanaman akan

tumbuh dengan samak baik dan menghasilkan buah dengan kualitas tinggi.

Berbagai jenis bakteri telah diidentifikasi sebagai PGPR. Sebagian besar

berasal dari kelompok gram-negatif dengan jumlah strain paling banyak dari

genus Pseudomonas. Selain genus tersebut, dilaporkan antara lain genus


32
Azotobacter, Azospirillum, Acetobacter, Rhizobium, dan Bacillus. Meskipun

sebagian besar Bacillus (gram-positif) tidak tergolong pengkoloni akar, beberapa

strain tertentu dari genus ini ada yang mampu melakukannya sehingga bisa

digolongkan PGPR (Rahni 2012). Sedangkan, menurut (Compant et al., 2005)

PGPR ialah kelompok mikroorganisme tanah yang menguntungkan. PGPR

merupakan golongan bakteri yang hidup dan berkembang dengan baik pada tanah

yang kaya akan bahan organik.

Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Khalimi dan Wirya (2009)

menyatakan bahwa benih kacang kedelai yang diberi perlakuan PGPR memiliki

pertumbuhan yang lebih cepat dan lebih besar jika dibandingkan dengan benih

kacang kedelai yang tidak diberi perlakuan PGPR.

Pengaplikasian PGPR

Pengaplikasian PGPR dapat dilakukan melalui pelapisan benih dan

perendaman benih dalam suspensi. Perlakuan PGPR merupakan alternative yang

sangat baik untuk digunakan dalam melindungi tanaman, karena PGPR dapat

diaplikasikan ke benih dan juga dapat dicampurkan ke dalam tanah untuk

pembibitan, saat pindah tanam ataupun setelah pindah tanam (Taufik et al., 2005).

Menurut A`yun et al., (2013) pengaplikasian PGPR dengan konsentrasi

10ml/liter pada tanaman cabai rawit dapat meningkatkan tinggi tanaman cabai.

Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Iswati Rida (2012) pemberian

dosis PGPR 10ml/liter dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun dan

panjang akar. Sesuai pernyataan dari Widodo (2016), bahwa bakteri PGPR dapat

memberi keuntungan dalam proses fisiologi tanaman dan pertumbuhnya, seperti


33
memproduksi dan mengubah konsentrasi fitohormon pemacu tumbuh

memobilitasi atau menfasilitasi penyerapan berbagai unsur hara dalam tanah dan

menekan perkembangan hama/penyakit.

Waktu pengaplikasian PGPR yang baik menurut penelitian yang di

lakukan oleh Rachma Lasmi Yati (2018) adalah 7 hari sekali, 10 hari sekali, dan

15 hari sekali dengan dosis 10ml/liter dan 200ml/tanaman. Akan tetapi waktu

aplikasi yang paling efektif adalah setiap 10 hari sekali, karena pada pemberian

PGPR setiap 10 hari sekali mampu menekan intensitas serangan penyakit

antraknosa terbaik dan pertumbuhan tinggi tanaman terbaik adalah pada perlakuan

10 hari sekali.

Fungsi PGPR

Menurut Rahni (2012) bakteri penyedia hara yang hidup pada rizosfer akar

(rizobakteri) PGPR berfungsi sebagai: (1) pemacu biostimulan dengan

mensintesis dan mengatur konsentrasi berbagai ZPT (fitohormon) seperti IAA

yang termasuk dalam kelompok auksin (fitohormon alami) yang dapat

mensintesis DNA dan RNA serta memanjangkan sel dengan meningkatkan

pertukaran proton, sehingga dapat memacu pertumbuhan tanaman. Selain IAA

PGPR juga dapat memacu giberelin, sitokinin dan etilen yang sangat diperlukan

oleh tanaman; (2) kebutuhan nitrat (NO3) tanaman semakin terpenuhi, karena

bakteri bersifat biofertilizer dengan cara menambat N2 dari udara sehingga dapat

diserap langsung oleh tanaman; sebagai pemacu ZPT dan sebagai pemenuh hara N

bagi tanaman, akan tetapi dapat juga sebagai pengendali pathogen (bioprotectan);

(3) berfungsi sebagai pengendali pathogen yaitu bakteri Bacillus subtilis. Bakteri
34
ini mampu berperan sebagai antagonis melalui mekanisme antibiosis dengan

menghasilkan kitinase yang terbukti mampu menekan pertumbuhan jamur

pathogen tanaman.

Bakteri dari PGPR yang mengkolonisasi akar tanaman sangat baik bagi

tanaman dan meningkatkan kualitas dari akar. Tanaman yang akarnya

berkembang dengan baik dan sehat akan efisien menyerap unsur hara. Mekanisme

PGPR dalam memacu atau meningkatkan pertumbuhan tanaman belum

sepenuhnya dipahami. Hal ini terkait dengan kompleksitas peran PGPR bagi

pertumbuhan tanaman dan beragamnya kondisi fisik, kimia dan biologi di

lingkungan rizosfir. Namun diyakini bahwa proses pemacu tumbuh tanaman

dimulai dari keberhasilan PGPR dalam mengkolonisasi rizosfir (Bhatnagar dan

Bhatnagar, 2005).

Pengendalian Hama dan Penyakit

Selain penggunaan bibit cabai dengan kualitas unggul dan pemupukan

yang baik, penting pula untuk mengantisipasi hama dan penyakit tanaman cabai

yang seringkali menurunkan produktivitas tanaman. Musim kemarau, tanaman

seringkali diincar olah lalat buah dan kutu daun yang dapat merusak buah.

Sedangkan di musim hujan, tanaman terancam oleh jamur, antraknosa, dan

pseudomonas solanaceanum (Tim Mitra Agro Sejati, 2017).

Menurut Tim Mitra Agro Sejati (2017), Pengendalian hama dan penyakit

secara terpadu antara lain, dengan pengendalian kultur teknik, hayati (biologi),

varietas tahan penyakit, fisik, mekanik, dan kimiawi. Sesuai dengan hama ataupun

penyakit, pengendalian dapat dilakukan dengan sebagai berikut:


35
a. Hama

Pengendalian hama yang digunakan untuk ulat grayak (Spodoptera Litura)

dapat dilakukan secara mekanis (membunuh langsung ulat), kultur teknis

(menjaga kebersihan kebun dari gulma tempat persembunyian hama dan

melakukan rotasi tanaman), dan biologis (menyemprot dengan menggunakan

PGPR).

Kutu daun atau sering disebut aphid merupakan hama sekaligus pembawa

virus bagi tanaman. pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu

dengan kultur teknik (menanam trap crop di sekeliling kebun cabai, seperti

jagung), kimiawi (menyemprot insektisida seperti deltamethrin 25 EC, Decis 2,5

EC, Hostathion 40 EC, atau dengan Orthene 75 SP).

Lalat buah merupakan hama tanaman cabai yang dapat menyebabkan

busuk buah. Pengendalian hama dengan dapat dilakukan dengan cara, yaitu

dengan kultur teknik (rotasi tanaman yang bukan merupakan tanaman inang lalat

buah), secara mekanis (memusnahkan buah cabai yang terserang lalat buah), dan

kimiawi (memasang perangkap beracun metil eugenol atau protein hidrolisat, atau

juga dapat dengan menyemprot langsung dengan menggunakan insektisida

buldok, lanate, atau tamaron).

Thrips merupakan hama tanaman cabai yang mengakibatkan daun

tanaman menjadi keriting ke atas dan membuat bunga gagal mekar. Pengendalian

hama dapat dengan rotasi tanaman dan di semprot dengan insektisida berbahan

aktif asetat, dimetoat, endosulfat, formothion, kabaril, merkaptodimetur, atau

metomil.
36
Tungau merupakan pemangsa segala jenis tanaman. Tungau menyerang

tanaman dengan cara menghisap cairan sel daun dan pucuk tanaman. tanaman

yang diserang oleh tungau aka memiliki ciri timbul bintik-bintik kuning atau

keputihan dan kemudian tanaman akan tumbuh tidak normal dan daun-daunnya

keriting. Pengendalian tungau dapat dilakukan dengan cara, menyemprotkan

insektisida akarisasi seperti omite EC atau dengan mitac 200 EC.

b. Penyakit

Penyakit antraks atau patek merupakan jenis penyakit yang sering

dijumpai pada tanaman cabai dan disebabkan oleh cendawan. Jenis penyakit ini

sangat berbahaya dan cepat menyebar, sehingga mampu menurunkan

produktivitas yang signifikan. Untuk mengatasi antraks dapat menggunakan

fungisida antracol.

Keriting daun, merupakan penyakit yang sangat sulit diberantas. Adapun

cara untuk pengendalian penyakit, adalah dengan mengisolasi persemaian dengan

sungkup yang kedap kutu kebul, menggunakan mulsa plastik perak pada

bedengan, memantau tanaman muda sampai umur 30 atau 35 hari, segera

memusnahkan dan disulam dengan tanaman baru yang sehat, serta rajin

menyiangi gulma.

Layu bakteri mampu membuat tanaman menjadi layu baik pada bagian

batang ataupun pada bagian daun, kemudian menjalar ke seluruh bagian tanaman.

Adapun cara pengendalian layu bakteri, yaitu dengan merendam benih atau bibit

dengan bakterisida agrimycin atau agrept selama 5-15 menit,


37
memperbaikidrainase tanah di sekitar kebun, mencabut tanaman yang sakit, dan

disemprot dengan bakterisida agrimycin atau agrept.

Layu furasium merupakan penyakit tanaman cabai yang berciri, pucat

warna tulang daun di sebelah atas, kemudian diikuti dengan daun merunduk,

sehingga tanaman layu dan kemudian mati. Pengendalian dapat dilakukan dengan

cara, merendam benih atau bibit dengan larutan fungisida sistemik, misalnya

benlate atau derosal selama 10-15 menit, pengapuran tanah sebelum tanam,

mengatur drainase dengan baik, dan penyiraman derosal, anvil, previcur N, dan

topsin di sekitar batang tanaman yang diduga terkena cendawan.

Busuk daun dan buah memiliki gejala yang tampak pada tepian daun

seperti bercak-bercak kecil dan kemudian menyebar ke seluruh batang, hingga

batang berwarna hitam. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara pengaturan

jarak tanam yang baik, memusnahkan buah yang busuk, dan disemprot dengan

fungisida sandovan MZ, kocide, atau polyram.

Virus merupakan penyebab penyakit pada tanaman cabai. Adapun virus

yang menyerang tanaman cabai diantaranya, yaitu Cucumber Mosaik Virus

(CMV), Potato virus Y (PVY), Tobacco Etch Virus (TEV), Tabacco Mosaic Virus

(TMV), Tobacco Rattle Virus (TRV), dan Tomato Ringspot Virus (TRSV). Gejala

dari virus yang umumnya ditemukan adalah daun mengecil, keriting, dan mosaik.

Penyebaran virus biasanya dibantu oleh serangga penular (vektor) seperti kutu

daun dan thrips. Pengendalian penyakit virus ini dapat dilakukan dengan

memberantas serangga vektor, tanaman cabai yang menunjukkan gejala dicabut

dan dimusnahkan, serta melakukan rotasi tanaman.


BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan

Benih cabai rawit. Benih yang digunakan sebagai tanaman percobaan

adalah benih cabai rawit varietas Dewata. Deskripsi varietas dapat dilihat pada

lampiran 3.

Pupuk kandang ayam. Pupuk kandang ayam digunakan sebagai pupuk

dasar.

Pupuk NPK Mutiara 16:16:16. Pupuk NPK Mutiara ini adalah fokus bahan

penelitian.

PGPR. Penggunaan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) dalam

penelitian ini adalah fokus bahan penelitian.

Kapur. Kapur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kapur pertanian

yaitu kapur dolomit (CaMg (CO3)2).

Mulsa Hitam Perak. Mulsa hitam perak digunakan untuk menutupi

bedengan pada penelitian

Alat

Cangkul. Cangkul digunakan untuk membuat bedengan dan

mencampurkan tanah dengan pupuk dan kapur agar merata.

Rol Meter. Rol meter digunakan untuk mengukur Panjang, lebar, dan jarak

antar bedengan.
39
Tali Rafia. Tali rafi digunakan untuk mendesain tanah yang akan dibuat

bedengan.

Gembor. Gembor digunakan sebagai tempat air untuk menyiram tanaman

cabai.

Penggaris. Penggaris digunakan untuk mengukur tinggi tanaman dan jarak

tanam cabai.

Jangka sorong. Jangka sorong digunakan untuk mengukur diameter

batang.

Ember. Ember digunakan untuk mengumpulkan cabai yang di panen.

Timbangan. Timbangan digunakan untuk menimbang pupuk, tanah

gambut, dan tanaman.

Kamera Ponsel. Kamera Ponsel digunakan untuk mendokumentasi

kegiatan.

Buku dan pena. Buku dan pena digunakan pada penelitian ini adalah untuk

mencatat data dan hasil pada penelitian.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan pada

lahan yang homogen, sehingga metode penelitian yang digunakan adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL) factorial dua faktor. Ada pun faktor yang diteliti

adalah:

1. Dosis PGPR (b) yang terdiri dari 4 taraf:

a. A0 a0 = 0 ml l-1
40
b. A1 a1 = 10 ml l-1

c. A1 a2 = 20 ml l-1

d. A1 a2 = 30 ml l-1

2. Dosis pupuk NPK mutiara 16:16:16 (b) yang terdiri dari 3 taraf:

a. B1 b0 = 200 kg ha-1

b. B1 b1 = 225 kg ha-1

c. B1 b2 = 250 kg ha-1

Dengan demikian, Jumlah kombinasi perlakuan adalah 12 dengan ulangan

2 kali. Secara terperinci kombinasi dosis PGPR dan pupuk NPK Mutiara 16:16:16

dapat dilihat pada table 1.

Tabel 1. Kombinasi dosis PGPR dan dosis pupuk NPK

Pupuk NPK
PGPR (a)
(b) a0 a1 a2 a3
b0 a0b0 a1b0 a2b0 a3b0
b1 a0b1 a1b1 a2b1 a3b1
b2 a0b2 a1b2 a2b2 a3b2

Pelaksanaan Penelitian

Waktu dan Tempat


41
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai bulan

Oktober 2020 di Desa Suka Maju, Kelurahan Landasan Ulin Barat, Kec. Liang

Anggang, Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Pengolahan Bedengan Tanaman

Lahan yang digunakan sebagai tempat penanaman cabai rawit adalah lahan

gambut yang terletak di desa Suka Maju. Pada lahan tersebut terdapat 24 petak

bedengan dengan panjang 1 m dan lebar 1 m. Bagan tata letak penelitian dapat

dilihat pada lampiran 4. Pengolahan lahan dilakukan dengan mencangkul dan

membentuk petakan. Tanah dicampur pupuk kendang dengan dosis 2,5 kg/petak

sebagai pupuk dasar. Pengapuran pada tanah masam dengan pH < 6.5 guna

menaikkan pH dengan menggunakan dosis 1,024kg/petak. Setelah pupuk dan

kapur dicampur dengan tanah serta ratakan permukaannya, kemudian dilakukan

pemasangan mulsa dan diamkan selama 2 minggu.

Persemaian

Sebelum disemai, benih terlebih dahulu dicuci dengan air hangat, dan

direndam selama 12 jam. Untuk penyemaian bisa di wadah kotak, polybag, pot,

atau baki. Media tanam yang digunakan dalam penyemaian bisa menggunakan

campuran pasir halus dengan pupuk kendang, dengan perbandingan volum antara

pasir dan pupuk kandang 1:1.

Untuk tahap penyemaian cabai rawit adalah, pilih benih yang berkualitas

baik (tidak rusak), tanam benih yang sudah diseleksi pada alur yang dibuat dengan

jarak 1x5 cm, kemudian tutup tipis benih dengan tanah. Penyiraman pada proses
42
persemaian dilakukan dengan menggunakan hand sprayer untuk menghindari

resiko rusaknya media semai akibat kucuran air. Hindarkan semaian dari cahaya

langsung dari matahari atau beri naungan. Naungan atau sungkup dapat dibuat

dari daun kelapa, genteng atau juga dapat menggunakan paranet. Setelah umur

benih 7-10 hari, buka sungkup atau naungan guna memberi kebutuhan sinar agar

tanaman dapat melangsungkan proses fotosintesis. Akan tetapi jangan memberi

cahaya langsung ke bibit. Setelah berumur 14-20 hari, bibit cabai rawit sudah

dapat dipisahkan agar mudah saat penanaman bibit di lahan.

Penanaman

Untuk setiap petak bedengan terdapat empat tanaman dengan jarak tanam

50 x 60 cm. Bagan tata letak tanaman dapat dilihat pada lampiran 5. Setelah

tanaman berumur 3 minggu atau bibit telah muncul daun sebanyak 4 helai

dilakukan penanaman. Bibit cabai yang dipilih adalah bibit yang memiliki

pertumbuhan yang baik dan seragam, serta bibit tidak terkena penyakit (sehat) dan

diletakkan di bawah naungan dengan intensitas 20%, guna melindungi tanaman

dari sinar matahari terik dan radiasi sinar matahari berlebih. Penanaman cabai

rawit dilakukan pada sore hari pukul 16.00 WITA, dimana sinar matahari tidak

terik lagi. Setelah dilakukan penanaman, kemudian disiram dengan air.

Pemupukan

Pemupukan NPK Mutiara 16:16:16 diberikan sesuai dosis tiap perlakuan,

yaitu B0 menggunakan dosis 250 kg/ha, B1 menggunakan dosis 275kg/ha, dan


43
300kg/ha. Pemberian pupuk rutin di kalukan selama 3 kali dengan interval 2

minggu sekali. Perhitungan dosis pupuk tiap petak dapat dilihat pada lampiran 6.

Pemberian PGPR

PGPR diberikan sesuai perlakuan dilakukan pada saat persiapan media

tumbuh, yaitu satu hari sebelum tanam. PGPR diberikan secara rutin setiap satu

minggu sekali dengan cara di kocor dan dengan dosis sesuai dengan perlakuan,

yaitu perlakuan pertama (A0) tanpa pemberian PGPR, perlakuan kedua (A1)

dengan menggunakan dosis 10ml, perlakuan ketiga (A2) dengan dosis 20ml,

perlakuan keempat (P3) dengan dosis 30ml. Penyiraman untuk tiap tanaman

adalah 240 ml/tanaman atau satu gelas air mineral.

Pemeliharaan

Pemeliharaan meliputi penyulaman, penyiraman, penyiangan, pemberian

turus, serta pencegahan hama dan penyakit jika diperlukan. Pencegahan hama dan

penyakit tanaman cabai dapat dilakukan dengan pemberian pestisida (herbisida,

fungisida, dan juga insektisida). Selain menggunakan pestisida dapat juga

melakukan pembersihan gulma di sekitar lubang mulsa dan disamping- samping

bedengan. Penyulaman dilakukan satu minggu setelah tanam pada tanaman yang

mati atau layu dengan bibit yang sudah disediakan. Penyiraman dilakukan setiap

hari yaitu pagi sebelum pukul 09.00 WITA dan sore hari pada pukul 16.00 WITA,

akan tetapi penyiraman tidak dilakukan jika hujan. Penyiangan dilakukan apabila

ada tumbuh gulma dengan cara manual atau mencabut langsung. Pemberian turus

dilakukan saat tanaman berumur 4 minggu setelah tanam (mst).


44
Panen

Waktu panen dilakukan sejak tanaman berumur 100-115 hari. Pemanenan

dilakukan pada buah cabai yang telah masak fisiologis atau yaitu pada saat

tanaman telah berubah warna dari hijau menjadi merah dengan cara memetik

buah. Kriteria cabai yang siap untuk dipanen adalah buah berwarna merah 80-

100%. Selama penelitian panen dilakukan sebanyak 5 kali dengan interval waktu

panen 5 hari sekali.

Pengamatan

Tinggi Tanaman. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dua minggu sekali

setelah tanam pada setiap sampel tanaman. Pengukuran dilakukan dengan

menggunakan penggaris 100 cm. pengukuran berhenti dilakukan mulai dari

tanaman panen pertama kali.

Diameter batang. Pengukuran batang pokok tanaman dilakukan dua

minggu sekali setelah tanam pada setiap sampel tanaman. Pengukuran dilakukan

dengan menggunakan jangka sorong. pengukuran berhenti dilakukan mulai dari

tanaman panen pertama kali.

Jumlah cabang primer. Penghitungan jumlah cabang primer dilakukan dua

minggu sekali setelah tanam pada setiap sampel tanaman dengan, menghitung

jumlah cabang per tanaman. Satuan yang digunakan adalah buah (bh).

Pengukuran berhenti dilakukan mulai dari tanaman panen pertama kali.

Jumlah cabang sekunder. Penghitungan jumlah cabang sekunder dilakukan

dua minggu sekali setelah tanam pada setiap sampel tanaman. Cabang yang

dihitung adalah cabang produktif, yaitu di hitung dari cabang-cabang yang


45
berpotensi untuk menghasilkan buah dilakukan dengan cara menghitung jumlah

cabang per tanaman. Satuan yang digunakan adalah buah (bh). Pengukuran

berhenti dilakukan mulai dari tanaman panen pertama kali.

Jumlah Bunga. Dihitung pada saat tanaman berbunga pertama kali setelah

tanam dan dinyatakan dalam satuan buah (bh).

Jumlah Bunga Jadi Buah. Dihitung pada saat tanaman berbunga pertama

kali setelah tanam dan dinyatakan dalam satuan buah (bh).

Jumlah Buah Pertanaman. Jumlah buah pertanaman dihitung pada setiap

panen, yaitu mulai panen pertama sampai panen kelima. Satuan yang digunakan

adalah buah (bh).

Bobot Buah Pertanaman. Dihitung pada saat panen dengan menimbang

buah yang sudah dipanen. Panen dilaksanakan lima kali dengan interval 5 hari

sekali. Satuan yang di gunakan gram (g).

Analisis Data

Model linear aditif yang digunakan dalam penelitian untuk menganalisa

setiap peubah yang diamati adalah:

Yijk =  + αi + βj + αβij + Ɛik (j)

Keterangan:

i = 1,2,3,4 (banyaknya dosis PGPR)

j = 1,2,3 (banyaknya dosis NPK Mutiara)

k = 1,2 (banyaknya ulangan)


46
Yijk = respon satuan percobaan yang menerima taraf perlakuan dosis PGPR ke-

I dan dosis pupuk NPK Mutiara ke-j pada ulangan ke-k.

 = rata-rata umum

αi = pengaruh dosis PGPR ke-i.

βj = pengaruh dosis pupuk NPK Mutiara

(αβ)ij = pengaruh interaksi dosis PGPR ke-i dengan dosis pupuk NPK Mutiara

ke-j

Ɛijk = pengaruh alat gacak percobaan yang menerima perlakuan takaran dosis

PGPR ke-I dan dosis pupuk NPK Mutiara ke-j pada ulangan ke-k

Setelah data pengamatan diperoleh untuk mengetahui ada tidaknya

pengaruh pemberian dosis PGPR dan pupuk NPK Mutiara terhadap pertumbuhan

dan hasil tanaman cabai rawit, maka dilakukan analisis terhadap peubah yang

diamati dengan menggunakan uji F pada taraf 5% dan 1%.

Jika pada perlakuan F-hitung lebih besar dari F table 5% dan 1% maka

untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan maka dilanjutkan dengan uji beda

nyata jujur (BNJ) dengan taraf 5%.

Tabel 2. Bentuk Analisis Ragam Rancangan Acak Lengkap


Sumber F-tabel
Db JK KT F-hit
0,05 0,01
Keragaman
A 4-1 = 3 JKa KTa KTa/KTg 3,36 5,67
B 3-1 = 2 JKb KTb KTb/KTg 3,59 6,22
AxB (4-1) (3-1) = 6 JKab KTab KTab/KTg 3,09 5,07

Galat (4.3-1) (2-1) = 11 JKG KTg

Total (4.3.2 – 1) = 23 JKT


DAFTAR PUSTAKA

A’yun, K.Q., T. Hadiastono, & M. Martosudiro. 2013. Pengaruh Penggunaan


PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) terhadap Intensitas TMV
(Tobacco Mosaic Virus), Pertumbuhan, dan Produksi pada Tanaman Cabai
Rawit (Capsicum frutescens L.). Jurnal HPT. 1 (1) 47-56.

Alif, S.M. 2017. Kiat Sukses Budidaya Cabai Rawit. Yogyakarta. Bio Genesis.

Badan Penelitian., Pengembangan Pertanian (2019). Pupuk dan Pemupukan Pada


Budidaya Cabai. Banjarbaru

Badan Pusat Statistik Kota Banjarbaru, 2018. Banjarbaru Dalam Angka Tahun
2017. BPS Kota Banjarbaru.

Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan, 2019. Kalimantan Selatan


Dalam Angka Tahun 2018. BPS Provinsi Kalimantan Selatan.

Badan Pusat Statistik, 2018. Data Produksi Cabai Rawit Nasional. 11 Maret 2019.
www.bps.go.id.

Barchia, M.F. 2015. Gambut, Agroekosistem dan Transformasi Karbon. Gadjah


Mada University Press. Yogyakarta.

BB Litbang SDLP (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan


Pertanian). 2008. Pemanfaatan dan konservasi ekosistem Lahan Rawa
Pada Lahan Gambut di Kalimantan. Pengembangan inovasi Pertanian 1(2):
149-156.

Bhatnagar A. & Bhatnagar M. 2005. Microbial Diversity in Desert Ecosystems.


Curr. Sci. 89 (1): 91-100.

Compant, S., B. Duffy., J. Nowak., C. Cle’Ment., E. D. A. Barka. 2005. Use of


Plant Growth-Promoting Bacteria for Biocontrol of Plant Diseases.

Taufik, M., A. Rahman., A. Wahab., & S.H. Hidayat. 2010. Mekanisme


Ketahanan Terinduksi oleh Plant Growth Promotting Rhizobacteria
(PGPR) pada Tanaman Cabai Terinfeksi Cucumber Mosaik Virus (CMV).
J. Hort. 20(3):274-283

Hapsoh. 2019. Pengaruh Kompos TKKS, Jerami Padi, dan Pupuk NPK terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cabai. Institut Pertanian Bogor.
Bogor
48
Iswati Rida. 2012. Pengaruh Dosis Formula PGPR Asal Perakaran Bambu
Terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat (Solanum Iycopersicum syn).
Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo.

Kasifah. 2017. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Universitas


Mmuhammadiyah Makassar. Makasar

Khalimi, K. & G.N.A.S. Wijaya. 2009. Pemanfaatan Plant Growth Promoting


Rizobakteria untuk Biostimulants dan Bioprotectant. Ecotropic 4 (2): 131

Kloepper, J. W. 1978. Plant Growth Promoting Rizobacteria on Radishes.


Departement Of Plant Pathology University of California. Berkeley.

Lestari Amelia. 2018. Pengaruh Pupuk NPK Dan Dan Pengapuran Pada Tanah
Gambut Rawa Pening Terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat.
Universitas Diponegoro. Semarang.

Najiyati S., Muslihat L., & Suryadiputra I N. N. 2005. Panduan Pengolahan Lahan
Gambut Untuk Pertanian Berkelanjutan. Wetlands International-Indonesia
Progamme. Bogor.

Purwanto, J. 2019. Bertanam Cabai Rawit di Pekarangan. Loka Aksara.


Tangerang.

Rachma Lasmi Yati. 2018. Pengaruh Waktu Aplikasi PGPR (Plant Growth
Promoting Rhizobacteria) Terhadap Penyakit Antraknosa (Collectotrichum
sp.) Pada Tanaman Cabai Hiyung. Universitas Lambung Mangkurat.
Banjarbaru.

Rahni, N.M. 2012. Efek Fitohormon PGPR Terhadap Pertumbuhan Tanaman


Jagung (Zea mays). Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah 3 (2) :
27-35.

Riyadi, A. 2019. Mengenal Pupuk Dan Pestisida. Aneka Ilmu. Semarang.

Setiadi, 2011. Bertanam Cabai di Lahan dan Pot. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sriyanti N. L. G., Dewa N. S., & I K. Suada. 2015. Uji Keefektifan Rizobakteri
dalam Menghambat Pertumbuhan Jamur Colletotrichum spp. Penyebab
Antraknosa pada Cabai Merah (Capsicum annuum L.). E-Jurnal
Agroekoteknologi Tropika 4 (1) : 53-65.

Susila Anas, D. 2006 Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Departemen


Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor. Bogor.
49
Wahyunto., K. Nugroho., S. Ritung., & Y. Sulaiman. 2014. Indonesian peatland
map: method, certainty, and uses. Hlm 81-96. Center for Agricultural Land
Resources Research and Development. Bogor. Indonesia. ISBN: 978-602-
8977-16-6.

Yanuarti Astri, R. & Afsari Mudya, D. 2016. Profil Komoditas Barang Kebutuhan
Pokok dan Barang Penting Komoditas Cabai. Direktorat Jendral
Perdagangan Dalam Negeri. Jakarta.
LAMPIRAN
51
Lampiran 1. Produksi cabai rawit menurut provinsi 2011-2013

Provinsi/ Tahun
No.
province 2009 2010 2011 2012 2013
1 Aceh 14.093 28.825 19.507 38.615 36.711
2 Sumatera Utara 30.377 41.653 35.449 48.361 36.945
3 Sumatera Barat 5.745 6.665 10.106 7.433 7.120
4 Riau 3.468 4.333 5.329 5.931 6.420
5 Jambi 4.033 5.149 5.258 4.397 13.348
Sumatera
6 7.863 9.806 4.501 4.974 3.992
Selatan
7 Bengkulu 7.562 12.694 11.742 11.279 12.927
8 Lampung 8.022 9.916 18.365 14.308 13.341
Kepulauan
9 2.791 2.989 3.292 2.873 3.351
Bangka Belitung
10 Kepulauan Riau 1.589 1.441 968 1.102 921
11 DKI Jakarta - - - - -
106.30
12 Jawa Barat 78.399 105.237 90.522 123.756
4
13 Jawa Tengah 80.936 60.399 65.227 84.997 85.361
14 DI Yogyakarta 1.892 2.056 2.163 2.319 3.229
177.79
15 Jawa Timur 142.109 101.806 244.040 227.486
5
16 Banten 2.351 2.797 3.092 5.184 4.231
17 Bali 14.506 11.826 17.055 16.040 16.040
Nusa Tenggara
18 34.835 13.090 19.666 29.700 20.425
Barat
Nusa Tenggara
19 5.639 3.331 3.209 4.521 28.927
Timur
Kalimantan
20 7.205 4.372 6.426 5.472 3.333
Barat
Kalimantan
21 5.830 2.514 2.974 2.872 5.620
Tengah
Kalimantan
22 3.606 3.191 2.506 2.192 3.884
Selatan
Kalimantan
23 8.653 7.721 7.023 7.168 2.624
Timur
52
Lampiran 1. Lanjutan

Provinsi/ Tahun
No.
province 2009 2010 2011 2012 2013
24 Sulawesi Utara 12.899 9.150 9.180 9.565 7.251
Sulawesi
25 5.434 9.957 14.818 10.156 8.461
Tengah
Sulawesi
26 9.660 9.150 15.913 20.673 7.660
Selatan
Sulawesi
27 2.600 14.429 2.848 4.086 18.006
Tenggara
28 Gorontalo 14.690 17.001 10.869 11.834 4.869
29 Sulawesi Barat 1.590 2.004 1.864 2.165 12.523
30 Maluku 245 768 1.656 2.028 1.974
31 Maluku Utara 290 362 504 523 3.945
32 Papua Barat 2.337 3.122 1.643 1.651 838
33 Papua 6.454 4.176 4.031 5.141 831
    591.294 521.704 594.227 702.214 726.350
Lampiran 2. Gambar Denah Kecamatan Liang Anggang Gambar denah Kecamatan Liang Anggang

KETERANGAN

: Batas Kecamatan

: Batas Kabupaten

 : kecamatan
Lampiran 3. Deskripsi varietas cabai rawit dewata

Asal : PT. East West Seed Indonesia


Silsilah : 3045 (F) x 3045 (M)
Golongan varietas : hibrida silang tunggal
Tinggi tanaman : ± 50 cm
Umur mulai berbunga : 35 hari setelah tanam
Umur mulai panen : 65 panen hari setelah tanam
Kerapatan kanopi : kompak
Warna batang : hijau
Bentuk daun : oval
Tepi daun : rata/tidak bergerigi
Ujung daun : lancip
Permukaan daun : rata/tidak bergelombang
Ukuran daun : panjang ± 4,5 cm; lebar ± 2,0 cm
Warna duan : hijau
Warna kelopak bunga : hijau
Warna tangkai bunga : hijau
Warna mahkota bunga : putih
Jumlah helai mahkota : 5 – 6 helai
Warna kotaksari : biru keunguan
Jumlah kotaksari : 5 – 6 cm
Warna kepala putik : kuning
Bentuk buah : bulat panjang
Ukuran buah : panjang ± 4,6 cm; diameter ± 0,8 cm
Permukaan kulit buah : halus mengkilap
Tebal kulit buah : ± 1 mm
Warna buah muda : putih
Warna buah tua : oranye-merah
Jumlah buah per pohon : ± 389 buah
Berat per buah : ± 1,8 g
Berat buah per tanaman : ± 700 g
Berat 1.000 biji : 4,8 – 5,2 g
Rasa buah : pedas
Hasil : ± 14,0 ton/ha
Keterangan : beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai
tinggi dengan ketinggian 10 – 1.300 m dpl
Pengusul / Peneliti : Asep Herpenas (PT. East West Seed Indonesia).

Sumber : Lampiran Keputusan Menteri Pertanian.


Nomor 245/Kpts/SR.120/9/2005
Lampiran 4. Bagan tata letak penelitian

A2B0 (1) A3B1 (2) A0B1 (1) A1B0 (2) A0B1 (2) A1B1 (2) A0B0 (1) A0B2 (2)

A0B2 (1) A1B1 (1) A2B1 (1) A1B2 (1) A2B2 (2) A3B0 (1) A3B2 (1) A0B0 (2)

30 cm
1m

1m A3B1 (1) A2B1 (2) A3B2 (2) A1B0 (1) A3B0 (2) A1B2 (2) A2B2 (1) A2B0 (2)

Ket:

= Parit = Petakan
Lampiran 5. Bagan tata letak tanama

20 cm

60 cm
1m

Ket :

= Tanaman tepi

= Tanaman sampel

25 cm = Petakan
50 cm

2m
Lampiran 6. Cara Perhitungan Dosis Pupuk NPK Perpetak

1. Pupuk NPK 250 kg. ha-1


250 kg X
Kebutuhan pupuk NPK : 2
= 2
10.000 m 1m
10.000m2 X = 250

kg/m2

250 kg ¿ m2
X =
10.000 m2

= 0,025 kg

2. Pupuk NPK 275 kg. ha-1


275 kg X
Kebutuhan pupuk NPK : 2
= 2
10.000 m 1m
10.000m 2 X = 275

kg/m 2

275 kg ¿ m2
X =
10.000 m2

= 0,0275 kg

3. Pupuk NPK 275 kg. ha-1


300 kg X
Kebutuhan pupuk NPK : 2
= 2
10.000 m 1m
10.000m2 X = 300

kg/m2

300 kg ¿ m 2
X =
10.000 m2

= 0,03 kg

Anda mungkin juga menyukai