Anda di halaman 1dari 44

KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI MANGGA

TERHADAP KINERJA USAHATANI


DI KABUPATEN CIREBON

Skripsi
Diajukan sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Garut

Oleh:
Sadam Arrizki
24037119015

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GARUT
2023
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : Hubungan Karakteritistik Sosial Ekonomi Petani


Mangga Terhadap Kinerja Usahatani Di Kabupaten
Cirebon

NAMA : Sadam Arrizki

NPM : 24037119015

PROGRAM STUDI : Agribisnis

Garut , September 2023


Menyetujui dan Mengesahkan :
Komisi Pembimbing

Dr. Wahid Erawan, S.P. M.P M.Num’an Adinasa, S.P.,M.EP.


NDIN. 0004066608 NDIN.

Mengetahui,
Ketua Progam Studi Agribisnis Dekan Progam Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Garut Fakultas Pertanian Universitas Garut

M.Num’an Adinasa, S.P.,M.EP. Dr. Tintin Febrianti, S.P. M.P


NDIN. NDIN. 041017801
ABSTAK
Sadam arrizki, 2023. Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Terhadap
Kinerja Usahatani Mangga di Kabupaten Cirebon. Dibimbing oleh Dr. Wahid
Erawan, SP. MP. Dan M. Nu’man Adinasa, SP., M.EP.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan karakteristik sosial ekonomi terhadap
kinerja usahatani mangga dan hubungannya dengan kinerja petani mangga di
Kabupaten Cirebon. Hubungan karakteristik sosial ekonomi terhadap kinerja
usahatani mangga adalah umur, pendidikan, pengelaman, luas lahan, banyak pohon
dan kemampuan untuk menghasilkan keuntungan. Survei dilakukan di Kabupaten
Cirebon Kecamatan Sedonglor. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah
simple random sampling, pada 50 petani mangga di Kecamatan Sedong. Analisis
Hubungan antara karakteristik petani mangga dengan kinerja usahatani analisis
Crosstab dan uji Chi-square. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang
signifikan antara usia , luas lahan dan banyak pohon dengan profitabilitas kinerja
usahatani. Sedangkan, untuk karakteristik pendidikan dan pengalaman usahatani tidak
terdapat hubungan yang signifikan dengan kemampuan untuk menghasilkan
keuntungan.

iii
KATA PENGANTAR
Rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah
NYA penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul “Hubungan
Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Mangga Terhadap Kinerja Usahatani Mangga di
Kecamatan Sedong Lor Kabupaten Cirebon” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana S1 program studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Garut. Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu saya ucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Tintin Febrianti S.P.,M.P., sebagai Dekan Fakultas Pertanian.
2. Fitri Awaliyah, S.P., M.EP., sebagai Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas
Pertanian sekaligus sebagai penguji.
3. Dr. Wahid Erawan, S.P,. M.P. sebagai Ketua Komisi Pembimbing.
4. Muhamad Numan Adinasa, S.P., M.EP sebagai Anggota Komisi
Pembingbing.
5. Kedua orang tua saya yang telah merawat, mendidik mendoakan dan
memberikan dorongan moral dan materi kepada penulis dengan penuh cinta
dan kasih sayang.
6. Teman-teman seperjuangan Agribisnis 2019
Maka dari itu penulis sangat terbuka terhadap kritik dan saran yang bisa membangun
kemampuan penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat khusunya bagi penulis dan umum
nya bagi pembaca.

Garut, September 2023

Sadam Arrizki

iv
DAFTAR ISI
ABSTAK.....................................................................................................................iii
KATA PENGANTAR................................................................................................iv
DAFTAR ISI................................................................................................................v
DAFTAR TABEL......................................................................................................vii
DAFTAR TABEL.....................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................5
1.3 Tujuan Penilitian.............................................................................................6
1.4 Kegunaan Penelitian.......................................................................................6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian...............................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................8
2.1 Mangga Gedong Gincu...................................................................................8
2.2 Karakteristik Sosial Ekonomi Petani..............................................................9
2.3 Kinerja Usahatani..........................................................................................13
2.4 Analisis Deskriptif Kuantitatif......................................................................14
2.5 Analisis Crosstabulation (Tabulasi silang)...................................................15
2.6 Peneletian Terdahulu....................................................................................16
2.7 Kerangka Pemikiran......................................................................................19
BAB III METODE PENELITIAN...........................................................................20
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian........................................................................20
3.2 Metode Penelitian.........................................................................................20
3.3 Jenis Dan Sumber Data.................................................................................20
3.4 Metode Pengumpulan Data...........................................................................20
3.5 Teknik Pengambilan Sampling.....................................................................21
3.6 Metode Analisis............................................................................................21
3.7 Definisi Operasional Variabel.......................................................................24

v
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................26
4.1 Deskripsi Umum Objek Penelitian.............................................................26
4.2 Kondisi Geografis Lokasi Penelitian..........................................................26
4.3 Karakteristik Petani Mangga.......................................................................27
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................30

vi
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Produksi Mangga di Indonedia..................................................................................1
2. Produksi Mangga Menurut Provinsi Tahun 2018......................................................2
3. Produksi Mangga Menurut Kabupaten 2019.............................................................2
4. Produksi Mangga Menurut Kecamatan, Tahun 2018 – 2019....................................3

vii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman

1. Kerangka Pemikiran 17

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar
penduduknya bekerja di sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Indonesia berada di urutan ke 5 penghasil mangga terbesar di dunia, mangga
merupakan salah satu komoditas hortikultura yang cukup potensial untuk
dikembangkan di Indonesia. Komoditas hortikultura berperan penting dalam
perekonomian negara dengan menyumbang devisa sebesar 22.48% (Badan Pusat
Statistik 2018).
Mangga (Mangifera indica L) merupakan salah satu buah unggulan di Jawa
Barat. Di dunia, mangga masuk dalam kelompok lima tanaman buah utama selain
pisang, jeruk, anggur, dan apel (Viruel et al., 2005; Jha et al., 2010).Produksi
mangga Indonesia pada tahun 2021 mencapai 2,83 juta ton (BPS, 2022).
Meskipun produksinya cukup besar, tetapi Indonesia tidak termasuk kedalam
negara pengekspor utama mangga di dunia.Varietas mangga yang banyak
dikembangkan di wilayah provinsi Jawa barat adalah dermayu, cengkir, gedong
gincu dan arum manis. Salah satu varietas mangga unggulan yang banyak ditemukan
di Jawa Barat adalah gedong gincu menurut Waryat dkk (2023)

No Tahun Produksi (Ton)


1 2017 2.203.791
2 2018 2.624.791
3 2019 2.808.939
4 2020 2.898.588
5 2021 2.835.442
Tabel 1 Produksi Mangga di Indonedia
Sumber : Badan Pusat Statistik 2022

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa produksi mangga di Indonesia


mengalami peningkatan dari tahun 2017 sampai tahun 2020 dan mengalami
penurunan pada tahun 2021 sebesar 2,07% ( Badan Pusat Statistik,2022 ).
Produktivitas komoditas mangga mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Hal ini
disebabkan adanya fluktuasi luas panen,tanaman belum berproduksi optimal,
gangguan iklim serta adanya serangan berbagai hama dan penyakit yang merupakan
faktor penghambat pertumbuhan dan produksi mangga di Indonesia. menurut Sutomo
(2021) menekankan faktor-faktor utama yang mempengaruhi produksi mangga di
Indonesia, seperti iklim, varietas tanaman, dan teknologi pertanian. Sentra produksi
mangga di Indonesia diantaranya adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan

1
2

Nusa Tenggara Barat, sementara itu produksi mangga terbesar berdasarkan provinsi
di Indonesia di tunjukan di tabel berikut.

No Provinsi Produksi (Ton)


1 Jawa Timur 1.148.121
2 Jawa Tengah 485.041
3 Jawa Barat 418.522
4 Nusa Tenggara Barat 141.794
Tabel 2. Produksi Mangga Menurut Provinsi Tahun 2018
Sumber : Badan Pusat Statistik Pertanian Holtikultura 2019
Jawa Barat berada di urutan ketiga sebagai sentra produksi buah mangga di
Indonesia. Hal ini berarti Jawa Barat merupakan daerah yang produktif dan memiliki
potensi agribisnis mangga yang dapat dikembangkan. Menurut Mukti dkk (2019),
daerah sentra produksi mangga di Provinsi Jawa Barat tersebar di Kabupaten
Indramayu, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, dan
Kabupaten Kuningan. Salah satu varietas unggulan mangga dengan harga jual
tertinggi di Indonesia, yaitu Mangga gendong gincu, dibudidayakan dan
dikembangkan di Jawa Barat (Rasmikayati dkk, 2018).
Tabel 3. Produksi Mangga Menurut Kabupaten 2019

No Kabupaten Produksi (kw)


1 Indramayu 941.147
2 Sumedang 735.821
3 Cirebon 554.767
4 Majalengka 447.567
Jumlah 2.679.302
Sumber : Badan Pusat Statistik 2020
Kabupaten Cirebon berada pada posisi ke tiga dengan kontribusi 20% sebagai
sentra produksi mangga di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2019 (Badan Pusat
Statistik, 2020). Namun sebagai sentra produksi ketiga di Jawa Barat yang
menjadikan mangga sebagai identitas daerahnya,yang mana jumlah produksi mangga
masih berfluktuasi. Penurunan tingkat produksi mangga di Kabupaten Cirebon di
sebabkan oleh serangan hama dan permasalahan lain dalam agribisnis mangga. Petani
mangga di Kabupaten Cirebon saat ini sedang menghadapi permasalahan kualitas
produk yang belum seragam serta produktifitas hasil yang sangat rendah. Salah satu
akar penyebab dari persoalan ini adalah masih lemahnya kapasitas dan kapabiIitas
dari petani itu sendiri dalam mengelola usahatani mangga, sehingga berimbas pada
hasil yang diperoleh (Deliana,2012). Direktorat Jendral Holtikultura (2011) juga
3

menyampaikan hal yang serupa, bahwa permasalahan dalam pengembangan tanaman


holtikultura, antara lain budidaya yang masih konvensional, produktivitas dan mutu
buah yang rendah, penanganan pasca panen yang kurang baik, skala usaha yang kecil
dan berpencar, kelembagaan yang belum mapan, aksesibilitas yang kurang baik,
kurangnya dukungan infastruktur, serta keterbatasan modal petani. Di sisi lain,
persaingan di era pasar bebas menuntut petani untuk memenuhi produk yang
berkualitas, tidak hanya untuk memenuhi permintaan pasar ekspor tetapi juga untuk
memenuhi permintaan pasar dalam negeri agar buah produksi petani lokal mampu
bersaing dengan buah manga dari negara lain (Kusomo dkk, 2018).

No Kecamatan Produksi (ton)


2018 2019
1 Sedong 106,049
2 Lemah Abang 73,800
3 Duku Puntang 47,850
4 Talun 54,365
48,485
49,839
27,300
29,000
Tabel 4. Produksi Mangga Menurut Kecamatan, Tahun 2018 – 2019
Sumber : Badan Pusat Statistik Pertanian Hortikultura 2019
Kecamatan Sedong merupakan salah satu kecamatan sentra penghasil mangga
di Kabupaten Cirebon dengan peningkatan produksi mangga yang cukup signifikan
jika dilihat dari tahun 2018, namun masih terkendala dengan masalah pemasaran
mangga yang masih banyak melalui tengkulak (Sari dkk., 2019). Pertumbuhan
produksi buah mangga di kecamatan Sedong tahun 2019 mengalami penurunan
(Badan Pusat Statistik, 2020). Sebab dari penurunan tersebut dengan beberapa faktor
yaitu cuaca, hama, teknik budidaya, tingkat, saprotan, upah dan modal. Selain
permasalahan produksi yang menurun, permasalahan umum yang dialami petani yaitu
kualitas produk yang belum seragam serta produktivitas hasil yang masih rendah
(Kusumo dkk 2018).
Akan tetapi, petani mangga di Kecamatan Sedong masih mengalami berbagai
hambatan dalam pengembangan teknologi maupun pemasaran mangga. Off season
memang sudah diterapkan, tetapi tingkat keberhasilan masih sangat terbatas karena
setiap petani memiliki persepsi, motivasi, dan dorongan yang berbeda dalam praktik
budidaya dan penerapan teknologi (Rasmikayati et al., 2017). Di samping tingkat
keberhasilan yang rendah, masih terdapat petani yang memiliki kendala dalam
menerapkan budidaya off season karena memerlukan modal yang cukup besar dalam
4

pemeliharaannya. Kurangnya pengetahuan dan akses terhadap informasi pasar juga


menjadi hambatan bagi petani mangga dalam memperluas pemasaran hasil panennya.
Menurut Fitriana Wati (2020) Karakteristik merupakan ciri khas sesuai
dengan pembawaan setiap individu yang digunakan sebagai pembeda antara satu
sama lain, hampir seluruh petani baik di kedua kelompok maupun di Kecamatan
Sedong berjenis kelamin laki-laki. Karakteristik sosial ekonomi petani dalam
usahatani berpengaruh terhadap produksi, produktivitas dan juga pendapatan petani.
Setiap petani memiliki karakter sosial ekonomi yang berbeda, perbedaan ini yang
dapat menimbulkan perbedaan tingkat pendapatan dalam setiap usahataninya.
Karakter sosial ekonomi petani ini akan mempengaruhi petani dalam menerima
informasi dan sumber informasi yang nantinya informasi tersebut diharapkan akan
membawa perubahan pada petani dalam hal pendapatan petani dari usahataninya.
Umur produktif merupakan umur ideal untuk bekerja dan mempunyai
kemampuan untuk meningkatkan produktivitas kerja serta memiliki kemampuan yang
besar dalam menyerap informasi dan teknologi yang inovatif di bidang pertanian.
Umur produktif merupakan umur ideal untuk bekerja dengan baik dan masih kuat
untuk melakukan kegiatan-kegiatan di dalam usahatani dan diluar usahatani. Umur
produktif secara ekonomi dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok umur 0 – 14
tahun merupakan kelompok umur belum produktif, kelompok umur 15 – 64 tahun
merupakan kelompok umur produktif dan kelompok umur diatas 65 tahun merupakan
kelompok umur tidak lagi produktif (Mantra, 2004). Umur merupakan tolak ukur
dalam melihat aktifitas dalam bekerja, petani berusia tua biasanya cenderung sangat
konservatif dalam menyikapi perubahan terhadap inovasi teknologi, berbeda halnya
dengan petani berusia muda. Kinerja, kemampuan fisik dan sikap petani dalam
menjalankan usahataninya akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang akan
diperoleh (Soekartawi, 2009). Menurut (Talumingan & Habaludin, 2011)
menerangkan bahwa produktivitas kerja dan pengambilan keputusan banyak
dipengaruhi oleh umur petani. Namun jika dilihat dari fisik, semakin tua umur petani
maka semakin berkurang kinerjanya Sebagaimana yang diungkapkan Putri dalam
Rachmah (2019) dimana petani muda cenderung lebih memiliki semangat dan rasa
ingin tahu yang tinggi sehingga berpeluang lebih tinggi dalam adopsi teknologi
usahatani.
Pengalaman berusahatani tidak terlepas dari pengalaman yang pernah
dialaminya. Jika petani mempunyai pengalaman yang relative maka akan berhasil
dalam mengusahakan usahataninya dan mempunyai pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang lebih baik dibandingkan dengan petani yang kurang
berpengalaman tetapi jika petani selalu mengalami kegagalan dalam usahataninya
maka dapat menimbulkan rasa enggan untuk berusahatani (Hasan, 2000). Pengalaman
berusahatani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi petani dalam
5

menerima inovasi. Pengalaman berusaha tani terjadi karena pengaruh waktu yang
telah dialami oleh para petani. Petani yang berpengalaman dalam menghadapi
hambatan usahataninya akan tau cara mengatasinya. Semakin banyak pengalaman
yang didapatkan petani dapat meningkatkan produktivitas petani, jika petani belum
berpengalaman maka akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan sehingga akan
berdampak terhadap pendapatan (Hasan, 2000).
Proses produksi luas lahan merupakan salah satu factor penting yang
menentukan pendapatan petani. Pendapatan petani sangat dipengaruhi oleh pola
penguasaan lahan pertanian sehingga factor lahan dapat digunakan sebagai dasar
menduga pendapatan petani. Menurut Sastraatmadja (2010) berdasarkan kepemilikan
lahan petani dibedakan menjadi beberapa 4 kelompok yaitu petani buruh adalah
petani yang sama sekali tidak memiliki lahan pertanian, petani gurem yaitu petani
yang memiliki lahan antara 0,1- 0,5 Ha, petani kecil yaitu petani yang memiliki lahan
pertanian antara 0,51 – 1 Ha dan petani besar yaitu petani yang memiliki lahan lebih
dari 1 Ha. Waluwanja (2014) berpendapat semakin luas lahan yang diusahakan akan
semakin besar hasil produksi yang dihasilkan yang pada akhirnya akan meningkatkan
pendapatan petani dan sebaliknya semakin sempit penguasaan lahan maka semakin
kecil produksi yang akan dihasilkan yang pada akhirnya akan mempengaruhi
pendapatan petani. Oleh karena itu salah satu keberhasilan pendapatan petani tidak
terlepas dari penguasaan lahan.
Pendidikan adalah salah satu modal utama dalam pembangunan, melalui
pendidikan manusia dapat berfikir secara lebih sistematis dan kritis dalam
menghadapi masalah. Pendidikan memiliki 2 penekanan yaitu formal dan non formal.
Pendidikan formal adalah pendidikan yang aktivitasnya dilakukan di sekolah
sedangkan pendidikan non formal adalah pendidikan di luar sekolah. Menurut
Ariawan dkk (2014) tingkat pendidikan formal secara nyata dapat mempengaruhi
tingkat intelejensi seseorang yang nantinya akan berpengaruh terhadap kemampuan
seseorang dalam memecahkan suatu masalah dan kepribadian seseorang akan
dibentuk untuk bertahap dan menyesuaikan lingkungannya.
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir dan
menganalisis setiap usaha sehingga petani dapat menjalankan usahataninya dengan
baik dan dapat memperoleh pendapatan yang maksimal. petani yang berpendidikan
tinggi akan relative lebih cepat dalam melaksanakan adopsi teknologi. Tingkat
pendidikan dapat mengubah pola pikir, daya penalaran yang lebih baik. Semakin
tinggi tingkat pendidikan maka akan lebih baik cara berfikirnya sehingga
memungkinkan petani akan bertindak lebih rasional dalam mengelola usahataninya
(Soekarwati, 2006).
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “ Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi
Terhadap Kinerja Usahtani Mangga di Kabupaten Cirebon”

1.2 Rumusan Masalah


6

Mangga merupakan salah satu komoditas hortikultura unggulan di Jawa Barat


yang dapat diserap oleh konsumen dalam berbagai peluang pemasaran, mulai dari
pasar domestik hingga pasar ekspor.Kecamatan Sedong Lor merupakan sentra
produksi mangga terbesar di Kabupaten Cirebon, dengan menduduki posisi pertama
sebagai sentra mangga. Hasil produksi menunjukkan kondisi yang fluktuatif
penurunan produksi terjadi hampir setiap tahun. Penurunan produksi mangga terjadi
karena berbagai faktor yang berasal dari sisi internal dan eksternal usaha budidaya
mangga. Sisi internal, penurunan produksi dapat terjadi karena kurangnya
pengetahuan petani mengenai budidaya mangga yang baik dan intensif, hasil panen
yang kurang optimal, usahatani yang tidak efisien, dan penanganan pasca panen yang
minim. Penurunan produksi juga dapat terjadi karena faktor eksternal yang tidak
dapat dikendalikan oleh petani seperti perubahan iklim dan cuaca ekstrim, serangan
hama dan penyakit. Penurunan produksi ini menjadi masalah bagi petani karena akan
menurunkan tingkat keuntungan yang diperoleh petani dari hasil usahataninya.
Penurunan produksi ini secara otomatis akan menurunkan pada tingkat profitabilitas
usahatani mangga yang dilakukan petani. Menurut Soetriono et al (2014), faktor-
faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap tingkat pendapatan petani, yakni
usia, pendidikan, dan jumlah keluarga. Karakteristik petani menjadi faktor internal
tersendiri yang mempengaruhi pendapatan. Karakteristik petani akan mencerminkan
perilaku yang menggambarkan motivasi, karakteristik kepribadian, dan keahlian atau
pengetahuan petani melakukan kegiatan produksi mangga (Raskimiyati, 2019).
Berbagai faktor karakteristik sosial ekonomi petani yang diidentifikasi berhubungan
dengan kinerja usahatani mangga antara lain:
Mardikanto dalam Sitanggang (2016) menyatakan bahwa usia berkaitan erat
dengan kegiatan berusahatani terutama dalam mengadopsi suatu teknologi baru.Umur
memegang peranan dalam kegiatan usahatani yang dikelola. Hal ini dikarenakan
semakin tua umur petani maka secara fisik semakin lemah dalam bekerja. Akan tetapi
disisi lain semakin tua umur petani, maka relatif semakin banyak pula pengalaman
yang didapatnya dalam penyelenggaraan suatu usahatani.
. Menurut Suhardjo (2007), tingkat pendidikan adalah tahapan pendidikan yang telah
ditempuh petani dengan tujuan yang akan dicapai dan kemauan yang akan
dikembangkan. Selain itu pengalaman berusahatani juga berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan, semakin lama pengalaman seseorang berusahatani, maka
akan semakin mudah dalam memahami suatu inovasi baru dan cenderung akan lebih
mudah menerapkannya (Rogers, 1983). Menurut Mubyarto (1995) luas lahan adalah
keseluruhan wilayah yang menjadi tempat penanaman atau mengerjakan proses
penanaman, luas lahan menjamin jumlah atau hasil yang akan diperoleh petani. Jika
luas lahan meningkat maka pendapatan petani akan meningkat, demikian juga
sebaliknya.
7

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan beberapa pemasalahan


penelitian yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran karakteristik sosial ekonomi petani mangga di Kecamatan
Sedonglor ?
2. Bagaimana hubungan karakteristik sosial ekonomi petani mangga terhadap
kinerja usahatani ?

1.3 Tujuan Penilitian


1. Mengetahui gambaran karakteristik sosial ekonomi petani mangga di Kecamatan
Sedong.
2. Mengetahui hubungan karakteristik sosial ekonomi petani mangga dengan
kinerja usahatani.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan keguanaan berupa masukan dan
informasi yang berguna bagi berbagai pihak berkepentingan, teruma :
1. Bagi peneliti, dapat meningkatkan kemampuan dalam menganalisis dan
pengujian terhadap konsep serta teori usahatani berdasarkan fakta emperis di
lapangan.
2. Bagi pelaku usaha dan masyarakat, dapat memeberikan informasi dalam
mengelola usaha dengan memperhatikan kinerja usahatani mangga dan menjadi
referensi untuk melakukan penelitian lain yang terkait.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada lingkup bahasan pebelitian sebagai
berikut :
1. Ruang lingkup penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi, gambaran
karakteristik sosial ekonomi petani dan kinerja usahatani mangga di kecamatan
Sedong Kabupaten Cirebon.
2. Ruang lingkup responden pada penelitian ini adalah petani mangga di Kecamatan
Sedong.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mangga Gedong Gincu


Menurut Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon,
awal mula adanya buah gedong gincu ini berawal dari orang india yang membawa
benih pohon mangga ketika berdagang ke Indonesia tepatnya di wilayah Cirebon dan
sekitarnya, lalu benih pohon mangga tersebut tersebar luas dan ditanam ditanah atau
pekarangan keraton-keraton kerajaan dan rumah gedong, sehingga hadir mangga
dengan sebutan mangga gedong. Menurut salah seorang responden petani mangga,
Tahun 2000-an istilah Mangga Gedong Gincu ini sebenarnya belum ada, namun
setelah adanya teknik pemanenan buah mangga matang pohon dari orang Majalengka
barulah ada istilah Mangga dengan sebutan Mangga Gedong Gincu. Mangga Gedong
Gincu mulai banyak dibudidayakan sekitar tahun 1997, kemudian tahun 2000
pemerintah jepang memberikan biaya untuk program penanaman Mangga Gedong
Gincu bagi masyarakat, setiap petani diberi 35 bibit pohon mangga. Jepang
melakukan hal ini karena dari tahun 1995 negara Jepang mengharapakan produk
mangga Indonesia namun belum ada MoU dan Indonesia sampai saat ini belum
dipercaya untuk masalah pembudidayaannya.
Pada tahun 2000 pengembangan pohon Mangga Gedong Gincu ini berjalan
dengan baik, hal tersebut ditandai dengan adanya pembentukkan kelompok-kelompok
tani di daerah pengembangan pohon Mangga Gedong Gincu itu. Tahun 2001 mulai
proses tanam dan pemeliharaan yang didukung penuh oleh bantuan Negara Jepang
dan pemerintah setempat dengan diberikannya bibit, obat-obatan dan pupuk untuk
pemeliharaan Mangga Gedong Gincu di daerah tersebut. Pada tahun 2005 mulailah
ada Standart Operational Procedur (SOP) untuk pemeliharaan Mangga Gedong
Gincu yang baik, masyarakat petani yang menanam pohon Mangga Gedong Gincu
diberi pengetahuan mengenai Good Agricultural Practice (GAP) hingga Good
Handling Practice (GHP) untuk mencapai hasil Mangga Gedong Gincu yang
berkualitas baik. (Awaliyah, 2018)
Mangga Gedong Gincu merupakan komoditas agribisnis yang sangat berarti
di Indonesia, karena jenis mangga ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi jika
dibandingkan dengan jenis mangga lainnya, selain itu mangga gedong gincu
merupakan salah satu jenis mangga yang paling banyak diekspor. Mangga gedong
gincu mempunyai peluang pasar cukup besar baik pasar domestik maupun pasar
ekspor karena buahnya mempunyai aroma sangat tajam, warna buah merah menyala
dan mengandung banyak serat. (Almuhaesimi, 2012)

8
9

2.2 Karakteristik Sosial Ekonomi Petani


Karakteristik sosial ekonomi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seorang dengan
orang lain. Karakteristik dapat juga berarti tabiat, watak, perbuatan yang selalu
dilakukan dan mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku. Berdasarkan
pengertian tersebut maka karakteristik petani ciri khas atau bentuk-bentuk watak atau
karakter, corak tingkah laku, atau tanda khusus yang melekat pada diri setiap petani
dalam mengelola usaha pertaniannya untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Menurut Soekartawi (2005) Karakteristik individu adalah sifat-sifat atau ciri-
ciri yang dimiliki seorang yang ditampilkan melalui pola pikir dan pola sikap
terhadap lingkungannya, karakteristik individu atau personal faktor yang perlu
diperhatikan diantaranya umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani dan luas
lahan.
Menurut Pantjar Simatupang dan Saktyanu K. Dermoredjo (2003), petani
sebagai unsur usaha tani memegang peranan yang penting dalam pemeliharaan
tanaman atau ternak agar dapat tumbuh dengan baik, ia berperan sebagai pengelola
usaha tani. Petani sebagai pengelola usaha tani berarti ia harus mengambil berbagai
keputusan di dalam memanfaatkan lahan yang dimiliki atau disewa dari petani
lainnya untuk kesejahteraan hidup keluarganya. Petani yang dimaksud dalam hal ini
adalah orang yang bercocok tanam hasil bumi atau memelihara ternak dengan tujuan
untuk memperoleh kehidupan dari kegiatan itu.
Pertanian (agriculture) bukan hanya merupakan aktivitas ekonomi untuk
menghasilkan pendapatan bagi petani saja. Lebih dari itu, petani adalah sebuah cara
hidup (way of life atau livehood) bagi sebagian besar petani. Oleh karena sektor dan
sistem pertanian harus menempatkan subjek petani sebagai pelaku sektor pertanian
secara utuh, tidak saja petani sebagai homo economicus, melainkan juga sebagai
homo socius dan homo religius. Konsekuensi pandangan ini adalah dikaitkannya
unsur-unsur nilai sosial-budaya lokal, yang memuat aturan dan pola hubungan sosial,
politik, ekonomi, dan budaya ke dalam kerangka paradigma pembangunan sistem
pertanian secara menyeluruh. ( Dermoredjo, 2003).
Konsep pertanian tidak akan menjadi suatu kebenaran umum, karena akan
selalu terkait dengan paradigma dan nilai budaya petani lokal, yang memiliki
kebenaran umum tersendiri. Oleh karena itu pemikiran sistem agribisnis yang
berdasarkan prinsip positivisme sudah saatnya kita pertanyakan kembali. Paradigma
pertanian tentu saja sarat dengan sistem nilai, budaya, dan ideologi dari tempat
asalnya yang patut kita kaji kesesuaiannya untuk diterapkan di negara kita.
Masyarakat petani kita memiliki seperangkat nilai, falsafah, dan pandangan terhadap
kehidupan (ideologi) mereka sendiri, yang perlu digali dan dianggap sebagai potensi
besar di sektor pertanian. Sementara itu perubahan orientasi dari peningkatan
10

produksi ke orientasi peningkatan pendapatan petani belum cukup jika tanpa


dilandasi pada orientasi kesejahteraan petani. Peningkatan pendapatan tanpa diikuti
dengan kebijakan struktural pemerintah di dalam pembuatan aturan/hukum,
persaingan, distribusi, produksi dan konsumsi yang melindung petani tidak akan
mampu mengangkat kesejahteraan petani ke tingkat yang lebih baik.

1. Usia
Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan. Umur
produktif berkisar antara 15-64 tahun yang merupakan umur ideal bagi para pekerja.
Di masa produktif, secara umum semakin bertambahnya umur maka pendapatan akan
semakin meningkat, yang tergantung juga pada jenis pekerjaan yang dilakukan.
Kekuatan fisik seseorang untuk melakukan aktivitas sangat erat kaitannya dengan
umur karena bila umur seseorang telah melewati masa produktif, maka semakin
menurun kekuatan fisiknya sehingga produktivitasnya pun menurun dan pendapatan
juga ikut turun. Umur adalah jangka waktu dalam tahun mulai dari tahun kelahiran
responden sampai saat penelitian dilaksanakan.
Umur merupakan salah satu identitas yang dapat mempengaruhi Kemampuan
kerja dan pola pikir. Pada umumnya penyadap yang berumur muda dan sehat
mempunyai fisik yang lebih baik daripada penyadap yang lebih tua, penyadap yang
berumur lebih muda juga lebih cepat menerima hal-hal yang dianjurkan, semakin tua
umur penyadap akan menurunkan pendapatan yang diterima karena kemampuan fisik
semakin menurun dan curahan tenaga kerja yang semakin menurun pula. Penduduk
berumur muda umumnya tidak mempunyai tanggung jawab yang begitu besar
sebagai pencari nafkah untuk keluarga. Bahkan pada umumnya masih bersekolah.
Penduduk dalam kelompok umur 25-55 tahun, terutama laki-laki, umumnya dituntut
untuk ikut mencari nafkah. Lebih lanjut penduduk diatas umur 55 tahun sudah mulai
menurun kemampuannya untuk bekerja. Faktor umur memungkinkan petani
melakukan kegiatannya dengan lebih intensif, sehingga produktivitasnya yang tinggi.
Produktivitas yang tinggi memungkinkan penyadap memperoleh pendapatan yang
maksimal. Sehingga peluang untuk memperoleh penghidupan yang lebih baik
semakin terbuka. Umur produktif secara fisik memiliki tenaga yang lebih besar
dibandingkan dengan usia tua, selain itu petani berusia produktif lebih mudah dalam
menerima inovasi dibandingkan dengan petani tua (Andy, 2010).
Menurut Kartasapoetra dalam Nurdin (2011), petani yang berusia 50 tahun ke
atas, biasanya sulit menerima hal baru, mereka akan tetap menggunakan tradisi
usahatani yang sudah sejak lama mereka jalani. Soekartawi (2005) menyatakan
bahwa semakin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa
yang belum diketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat
11

melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman


soal adopsi inovasi tersebut.
Adanya hubungan umur dengan pendapatan menyatakan bahwa semakin
bertambah umur seseorang dalam hal tenaga kerja, maka tanggung jawab terhadap
keluarganya semakin besar terutama yang sudah berkeluarga. Dengan demikian
semakin tua umur seorang tenaga kerja maka mampu meningkatkan produktivitas dan
pendapatan seorang tenaga kerja pada kurun umur produktif. Tingkat umur dari
tenaga kerja itu berpengaruh terhadap pendapatan kerja seseorang karena pada tingkat
umur masih produktif kemampuan fisik dari tenaga kerja masih kuat dan mampu
menerima hal-hal baru. Pada umur produktif pengalaman kerja dan kematangan cara
berpikir pekerja yang lebih tua cenderung pendapatannya lebih tinggi bila
dibandingkan pekerja yang lebih muda usianya. Sehingga semakin bertambahnya
umur semakin meningkatkan pengalaman dan pendapatan dari seorang pekerja
dengan asumsi tenaga kerja pada umur produktif (Tri, 2019).
2. Pengalaman
Pengalaman berusahatani akan membantu para petani dalam mengambil
keputusan berusahatani. Semakin lama pengalaman yang dimiliki oleh petani maka
petani tersebut akan cenderung memiliki tingkat keterampilan yang tinggi.
Pengalaman berusahatani yang dimiliki oleh petani juga akan mendukung
keberhasilan dalam berusahatani (Sumantri, dkk, 2004).
Pengalaman berusahatani merupakan satu hal yang sangat mempengaruhi
kompetensi petani dalam mencapai keberhasilan dan mengelola usahatani. Menurut
Malta (2008), pengalaman secara kuantitatif yaitu jumlah tahun berusahatani dan
pengalaman kualitatif yaitu proses belajar selama berusahatani yang mempengaruhi
tindakan petani dalam melakukan usahatani. Semakin lama seorang petani melakukan
usahatani, penguasaan terhadap usahatani semakin tinggi (Tahitu, 2013). Pengalaman
berusahatani dapat menambah pengetahuan dan meningkatkan keterampilan petani.
Petani dengan banyak pengalaman biasanya berhati-hati dalam mengadopsi
inovasi baru (Batoa et al., 2008). Petani yang memiliki pengalaman cukup lama,
menyebabkan usahatani yang dikelola dapat berkembang dan
berproduksi secara optimal (Effin et al., 2013). Petani yang memiliki pengalaman
yang tinggi biasanya akan lebih dewasa dalam menghadapi berbagai permasalahan
dalam usaha tani (Manyamsari dan Mujiburrahmad, 2014).
3. Pendidikan
Tingkat pendidikan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan. Orang
yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi akan memperoleh pendapatan yang
lebih baik. Pendidikan yang menjembatani kesenjangan antara tingkat pendidikan
yang telah dicapai dengan tingkat pendidikan yang diinginkan/dipersyaratkan untuk
mencapai suatu tujuan. Aktivitas penyadapan memang tidak membutuhkan tingkat
12

pendidikan dan skill yang tinggi. Namun, demikian tingkat Pendidikan yang cukup
baik, sebenarnya akan bermanfaat terutama dalam mempercepat proses adopsi
teknologi, masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang baik memiliki
kemampuan yang baik pula dalam menerima dan mengaplikasikan teknologi baru
(Ikhsan, 2019).
Anggraini (2013) mengatakan bahwa sejarah dan kehidupan manusia bukan
didorong oleh kepentingan secara objektif, kalkulasi rasional, norma sosial atau
mempertahankan kekuasaan, melainkan oleh produksi ilmu pengetahuan dan
interpretasinya (secara kolektif) dan penggunaannya untuk berbagai keperluan.
Pengetahuan merupakan seluruh pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman
yang dimiliki oleh manusia dan kehidupannya sedangkan ilmu pengetahuan adalah
keseluruhan sistem pengetahuan manusia yang telah dibakukan secara sistematis. Hal
ini menunjukkan bahwa pengetahuan memiliki sifat yang spontan dibandingkan ilmu
pengetahuan karena sifat ilmu pengetahuan yang lebih sistematis. Pengetahuan
memiliki arti luas dibandingkan dengan ilmu karena pengetahuan mencakup semua
aspek yang diketahui oleh manusia tanpa harus dilakukan secara sistematis terlebih
dahulu.
Tingkat pendidikan mempengaruhi seseorang dalam kemampuan berpikir
memahami arti pentingnya usaha dengan mencari solusi atau pemecahan setiap
permasalahan. Anggraini (2013) menyatakan bahwa masyarakat sekitar hutan pada
umumnya mempunyai tingkat pendidikan yang rendah dan tidak memiliki
keterampilan yang memadai, sehingga biasanya mereka bekerja hanya berdasarkan
pengalaman kecil dan secara tradisional. Tingkat pendidikan yang dimaksud diukur
berdasarkan tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti. Kategori tingkat
pendidikan dibagi atas lima yaitu, tidak sekolah, SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi.
Pendidikan formal merupakan salah satu modal yang sangat penting dalam
pencapaian kehidupan ekonomi yang layak dan sejahtera karena tingkat pendidikan
akan mempengaruhi pola pikir dan sikap masing-masing individu dalam menghadapi
permasalahan kehidupan. Semakin tinggi pendidikan akan semakin rasional pola pikir
dan daya nalarnya. Pada umumnya warga yang berpendidikan lebih baik akan lebih
mudah dan lebih mampu berkomunikasi dengan baik. Hasil penelitian Anggraini
(2013) menyatakan bahwa pendidikan belum menjadi prioritas utama para penyadap.
Bahkan masih terdapat beberapa penyadap yang tidak bersekolah. Penyadap
beranggapan bahwa apabila semakin tinggi tingkat pendidikan, maka biaya yang akan
dikeluarkan akan semakin banyak. Sehingga mereka lebih mengutamakan untuk
mencukupi kebutuhan sehari-hari daripada untuk pendidikan.
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi dalam mengelolah usahanya
yaitu bagaimana cara yang tepat dalam mengelolah usahanya untuk meningkatkan
jumlah produksi dan juga pendapatannya. Tingkat pendidikan dan besar pendapatan
13

seseorang juga mempunyai hubungan satu sama lain. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, maka semakin banyak pula pengetahuan dan pengalaman yang
diperoleh, sehingga seseorang mampu untuk menerapkan dalam kehidupan terutama
dalam mengelolah hutan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi
serta penerapannya dalam mengelolah hutan dengan baik maka pendapatan seseorang
akan meningkat (Sahril, 2018).
4. Luas lahan
Lahan merupakan kesatuan berbagai sumber daya daratan yang saling
axberinteraksi membentuk suatu sistem struktural dan fungsional. Sifat dan perilaku
lahan ditentukan oleh macam sumber daya yang merajai dan macam serta intensitas
interaksi yang berlangsung antar sumber daya. Faktor-faktor penentu sifat dan
perilaku lahan tersebut bermatra ruang dan waktu. Maka lahan selaku ujud pun
bermatra ruang dan waktu (Notohadiprawiro, 2006).
Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi oleh
berbagai aktivitas flora, fauna dan manusia, baik di masa lalu maupun masa saat
sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang telah direklamasi atau tindakan
konservasi tanah pada suatu lahan tertentu (Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, 2012).Tanah merupakan faktor produksi terpenting dalam pertanian karena
tanah merupakan tempat dimana usaha tani dapat dilakukan dan tempat hasil produksi
dikeluarkan karena tanah tempat tumbuh tanaman. Tanah memiliki sifat tidak sama
dengan faktor produksi lain yaitu luas relatif tetap dan permintaan akan lahan
semakin meningkat sehingga sifatnya langka (Mubyarto, 2007). Menurut Dinas
Pertanian dan Perkebunan bahwa tanah dan lahan menurut penggunaan dibedakan
menjadi dua bagian besar yaitu tanah sawah dan tanah kering (BPS Provinsi Jawa
Timur).
Atas dasar pengertian lahan dan fungsi lahan diatas, dapat disimpulkan bahwa
lahan merupakan faktor yang penting dalam sektor pertanian ini. Lahan mempunyai
nilai ekonomis yang bisa sangat tinggi, dengan begitu akan menguntungkan
pemiliknya. Dalam konteks pertanian, penilaian tanah subur mempunyai nilai yang
lebih tinggi dari pada tanah tidak subur. (Rasmikayati1, 2018)
Apabila lahan yang dimiliki umumnya berupa lahan kering yang memiliki
produktivitas rendah. Mengakibatkan pendapatan berkurang, peningkatan luas lahan
yang dimiliki tidak secara signifikan mempengaruhi pendapatan rumah tangga
sehingga walaupun lahannya luas tetapi didominasi lahan kering maka penambahan
luas lahan tidak akan meningkatkan pendapatan. Luas lahan sangat mempengaruhi
pendapatan, semakin luas lahan penyadapan maka akan semakin besar pula tingkat
pendapatan yang diperolehnya (Ikhsan, 2019).
2.3 Kinerja Usahatani
14

Kinerja dapat dijadikan sebagai ukuran tingkat keberhasilan dalam melakukan


suatu usaha untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai, salah satunya dalam kegiatan
usahatani. Tingkat kesejahteraan pada petani secara langsung dapat dipengaruhi oleh
kinerja usahataninya (Tajidan, 2014). Pengelolaan usahatani dengan memperhatikan
kemampuan sumber daya yang dikuasai dapat memberikan dampak bagi tingkat
kinerja usahatani. Sumber daya tersebut meliputi, lahan, tenaga kerja, modal, dan
waktu (Widiyanti, 2016).
Penentuan komoditas, ketersediaan sumber daya (lahan, tenaga kerja, dan
modal) merupakan faktor yang penting menunjang kinerja usahatani. Selain itu
kemampuan bersaing melalui proses produksi yang efisien merupakan landasan
utama bagi kelangsungan kegiatan usahatani, terutama bila dikaitkan dengan orientasi
usaha yang komersial. (Indraningsih 2013). Tingkat pendidikan dan pengalaman
berusahatani merupakan faktor yang dapat menunjang keberhasilan usahatani.
Semakin tinggi tingkat pendidikan yang diperoleh petani maka akan semakin cepat
tingkat adopsi teknologi dan inovasi petani, dan petani yang memiliki pengalaman
cukup lama akan cenderung memiliki kemampuan serta keterampilan apabila
dibandingkan dengan petani yang kurang berpengalaman.(Zahraturrahmi, 2017).
Tenaga kerja memiliki pengaruh yang nyata terhadap sosial ekonomi.
Penggunaan tenaga kerja akan insentif apabila biaya tenaga kerja yang dikeluarkan
dapat memberikan manfaat yang optimal dalam proses produksi. Hubungan antara
jumlah tenaga kerja dengan tingkat produksi yang digunakan dapat dibedakan dalam
tiga tahap, yaitu tahap pertama produksi total mengalami pertambahan yang semakin
cepat, tahap kedua produksi total pertambahannya semakin lambat dan tahap ketiga
produksi total semakin lama semakin berkurang. Namun secara umum dikatakan
semakin banyak tenaga kerja maka semakin banyak produksi yang dihasilkan.
Tenaga kerja manusia terdiri dari tenaga kerja pria, wanita dan anak- anak.
Tenaga kerja hewan digunakan umtuk pengolahan tanah dan angkutan. Sedangkan
tenaga kerja mekanik digunakan untuk pengolahan tanah, pemupukan, pengobatan,
penanaman dan panen. Tenaga kerja mekanik bersifat subtitusi sebagai pengganti
tenaga kerja manusia atau tenaga kerja ternak. Banyak dari pemduduk Indonesia
merupakan tenaga kerja pada sektor pertanian. Oleh karena itu petani sebagai
sumberdaya manusia, memegang peranan inti di dalam pembangunan
pertanian.Peranan petani adalah memlihara tanaman dan hewan guna mendapatkan
hasilnya yang bermanfaat serta mempelajari dan menerapkan metode baru yang
diperlukan agar usaha taninya lebih produktif.
2.4 Analisis Deskriptif Kuantitatif
Menurut Muhson, A. (2006) statistik yang digunakan untuk menganalisis data
dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul. Maka statistik deskriptif
15

berfungsi untuk menjelaskan keadaan, gejala atau persoalan Teknik analisis statistik
deskriptif antara lain:
 Distribusi Frekuensi dan tabulasi silang (crosstab)
 Penyajian data seperti histogram, polygon, ogive, diagram batang, diagram
lingkaran dan diagram pastel dan diagram lambing
 Perhitungan ukuran (mean, median, modus)
 Perhitungan ukuran letak (kuartil, desil dan persentil)
 Perhitungan ukuran penyebaran seperti standar deviasi, varians, range, deviasi
kuartil, mean deviasi dan lain-lain)
Nasution, L. M. (2017) terdapat beberapa prosedur pengumpulan data statistik
yang dibedakan berdasarkan karakteristiknya, yaitu:
1. Berdasarkan Jenis cara pengumpulan yang dibedakan menjadi empat yaitu
pengamatan (observasi), penelusuran literatur, penggunaan kuesioner (angket)
dan wawancara (interview).
2. Berdasarkan data yang terkumpul dan dibedakan menjadi 2 yaitu sensus dan
samplingdianalisis.

2.5 Analisis Crosstabulation (Tabulasi silang)


Menurut Wahyono (2013) analisis crosstab merupakan analisis untuk
mendeskripsikan data dalam bentuk kolom dan baris dan untuk menganalisis
hubungan antara variabel baris dan kolom dengan statistik chi-square, correlations,
contifency coefficient dan lain-lain. Crosstabs dapat dilihat dalam beberapa metode
yang digunakan yaitu:
 Uji Chi-square test untuk mengetahui hubungan antara baris dan kolom
 Uji Directional Measures untuk mengetahui kesetaraan antar hubungan variabel
 Uji statistic measures untuk mengetahui hubungan setara berdasarkan chisquare
 Uji contingency statistic untuk mengetahui koefisien kontingensi korelasi antar
dua variabel
 Uji lambda bertujuan untuk merefleksikan reduksi pada error apabila value dari
suatu variabel digunakan untuk memprediksi value dari variabel lain
 Uji phi dan crame’s V digunakan untuk menghitung koefisien phi dan varian
cramer
 Uji goodman dan kruskal, digunakan untuk membandingkan probabilitas eror
dari dua Situasi.
2.6 Peneletian Terdahulu
tabel 5. Penelitian Terdahulu
16

No Nama Judul Hasil Penelitian


1 Muh Fadil Nuwa, Karakteristik Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
2022 Petani Tebu Karakteristik Petani Tebu di
Di Kecamatan Tolangohula Kabupaten
Kecamatan Gorontalo. Penelitian ini dilakukan di
Tolangohula Kecamatan Tolangohula Kabupaten
Kabupaten Gorontalo dari bulan Mei sampai
Gorontalo dengan bulan Juni 2021 dengan jumlah
sampel 41 orang Petani Tebu.Metode
penelitian yang digunakan adalah
metode survey.Analisis data yang
digunakan yaitu Analisis Deskriptif.
Hasil dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa faktor demografi
petani responden dapat dilihat dari
rata-rata umur petani tebu adalah umur
produktif sebanyak 36 orang atau
sebesar (87,80%), tingkat pendidikan
SMP sebanyak 23 orang atau sebesar
(56,10%), pengalaman berusahatani
sekitar antara 5 sampai 9 tahun dengan
persentase persentase (39, 02%),
jumlah tanggungan keluarga petani
sebanyak 3 - 4 orang atau sebesar
(51,2%), dan status petani memiliki
jumlah yang sama. faktor sosial
ekonomi petani responden dapat dilihat
dari rata-rata luas lahan yang dikelola
1,00 - 1,90 hektar sebanyak 24 orang
atau sebesar (58,54%), kepemilikan
lahan petani tebu adalah lahan bukan
milik sebanyak 32 orang atau sebesar
(78,05%), produksi petani tebu
berkisar antara 100 - 300 ton sebanyak
24 orang atau sebesar (58,54%), dan
rata-rata pendapatan petani tebu 10-19
juta sebanyak 19 orang atau sebesar
(46,34%).
2 Saragi, C.PH dkk., Analisis Hasil penelitian menunjukkan bahwa
2021 Kinerja kinerja agribisnis padi organik pada
Agribisnis petani padi organic di kabupaten
Padi Organik Pangandaran memperoleh kinerja
17

Di Kabupaten cukup. Perubahanproduksi jika dilihat


Pangandaran dari jumlah petani, sebanyak 280 orang
pernah mengalami perubahan jumlah
produksi.Saran bagi lembaga untuk
pengadaan benih juga dapat dilakukan
melalui kerjasama dalam program
terpadu antara kelompok tani, dinas
pertanian sebagai penentu kebijakan.
3 Rizqha Sepriyanti Pengaruh Dari penelitian ini diketahui
Burano1, 2019 Karakteristik karakteristik petani padi sawah di
Petani Nagari Batu Balang adalah, 58 %
Dengan petani yang berumur produktif yakni
Pendapatan umur 40 – 60 tahun, 29 % petani
Petani Padi dengan tingkat pendidikan rendah
Sawah yakni tamatan SD, 99% petani dengan
luas lahan yang kecil yakni kurang
dari 1 Ha dan 79 % petani yang
berpengalaman yakni pengalaman
lebih dari 10 tahun. Kemudian juga
diketahui karakteristik petani yang
paling mempengaruhi pendapatan
petani adalah luas lahan dengan nilai t
hitung 17,135. Sedang tingkat
pendidikan memiliki nilai t Hitung
1,624, umur memiliki nilai t hitung
0,782 , dan pengalaman memiliki nilai
t Hitung 0,253 tidak ada pengaruh
dengan pendapatan petani padi sawah
di Nagari Batu Balang.
4 Situmorang, S. Analisis Berdasarkan hasil dan pembahasan
dkk., 2019 Kinerja penelitian, maka dapat disimpulkan
Usaha Tani bahwa : (1) Kinerja usaha tani sayuran
Dan (cabai merah, sawi dan kubis) di Kota
Kesejahteraan Pagar Alam Provinsi Sumatera Selatan
Petani masih kurang baik, karena kapasitas
Sayuran Di produksi masih rendah (<50%),
Kota Pagar walaupun pendapatan per hektar per
Alam musim tanam sudah relatif tinggi. (2)
Provinsi Petani sayuran (cabai merah, sawi dan
Sumatera kubis) di Kota Pagar Alam Provinsi
Selatan Sumatera Selatan masih dominan
(>60%) berada pada kategori cukup,
18

bahkan masih ada yang tergolong


“nyaris miskin”
5 Elly Rasmikayati, Pendapatan Petani mangga di Kecamatan Sindang
2020 Usahatani Kasih sudah melakukan kemitraan
Mangga dengan UD Wulan Jaya untuk waktu
Dikaitkan yang cukup lama sehingga seharusnya
Dengan sudah ada dampak yang didapatkan
Kemitraan petani terutama terkait pendapatan
Dan usahatani mereka. Penelitian ini
Karakteristik bertujuan untuk menganalisis
Petani keterkaitan antara pendapatan
Mangga usahatani mangga petani yang
melakukan kemitraan mangga dengan
karakteristik petani dan persepsi petani
mengenai aspek-aspek kemitraan.
Penelitian ini menggunakan rancangan
penelitian kuantitatif dengan
melakukan survey. Teknik penerikan
sampel yang digunakan adalah teknik
sampling acak sederhana sedemikian
sehingga didapatkan 38 responden
petani yang melakukan kemitraan
dengan UD Wulan Jaya. Teknik
analisis data yang digunakan adalah
analisis crosstabulation. Hasil
penelitian didapatkan bahwa
karakteristik petani yang cenderung
berhubungan dengan pendapatan
petani adalah usia, lama pengalaman
bertani, luas lahan dan produktivitas
per pohon. Sementara, aspek kemitraan
cenderung berhubungan dengan
pendapatan petani mangga adalah
kelengkapan perencanaan,
ketergantungan penentuan harga,
peningkatan pendapatan, jaminan
harga, mutu hasil produksi, dan
penguasaan teknologi.

2.7 Kerangka Pemikiran


19

Pada suatu penelitian kerangka pemikiran dapat menjadi suatu acuan untuk
memecahkan masalah yang akan diteliti. Kerangka pemikiran ini adalah penjelasan
sementara terhadap objek masalah (Usman, 2009). Karakteristik petani mangga yang
berhubungan dengan kinerja usahatani meliputi usia, pendidikan, pengalaman
usahatani, banyak pohon, dan kemampuan untuk menghasilkan keuntungan. Maka
variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini untuk melihat ada tidaknya
hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan kinerja usahatani petani mangga
di Kabupaten Cirebon.
Berdasarkan pada uraian sebelumnya, maka kerangka pikir dalam penelitian
ini,yaitu sebagai berikut :

Karakteristik Petani Kinerja

 Umur
 Pendidikan
 Pengalaman  Kemampuan
usahatani untuk
 Luas lahan menghasilkan
 Banyak pohon keuntungan

Gambar 1 Kerangka Pemikiran


Kerangka pemikiran pola hubungan antar variabel yang digunakan untuk
memecahkan masalah yang diteliti dijelaskan pada kerangka diatas, yang dapat
mempermudah penelitian yang perlu dilakukan. Tujuan dari penelitian ini merupakan
untuk mengetahui apakah umur, pengalaman, pendidikan, luas lahan, dan banyak
pohon berhubungan terhadap kinerja yang terdiri dari indikator Kemampuan untuk
menghasilkan keuntungan di Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Sedong Lor Kabupaten Cirebon.
Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (Purposive) dengan pertimbangan karena
Kecamatan Sedong Lor merupakan sentra mangga yang berada di Kabupaten Cirebon
dan Kabupaten Cirebon merupakan sentra produksi manga terbesar ke-3 di Jawa
Barat. Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2023.
3.2 Metode Penelitian
Metode kuantitatif disajikan dengan mengelompokkan data hasil kuesioner
dalam bentuk tabel dengan menggunakan analisis cross tabulation. Metode penilitian
ini menggunakan metode survei, dilakukan pengumpulan data melalui observasi dan
penyebaran kuesioner kepada responden. Data-data yang diperoleh dihitung
kemudian data hasil diinterpretasikan angka-angka tersebut ditabulasikan disajikan
dalam bentuk deskriptif. Kemudian rumusan dari aspek-aspek tersebut digunakan
untuk membantu dalam memberikan penilaian terhadap pengumpulan data kuantitatif
3.3 Jenis Dan Sumber Data
Berdasarkan sifat dan bentuknya, jenis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data primer. Teknik pengumpulan datanya diperoleh dengan menggunakan
kuesioner. Selanjutnya, sumber datanya adalah data primer berupa data langsung
yang dikumpukan melalui wawancara dengan responden dan menggunakan alat
penelitian atau pedoman wawancara serta observasi yaitu mengamati secara langsung
hal-hal yang berhubungan dengan petani mangga. Selain itu, digunakan pula data
sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
metode survei langsung ke lapangan dengan teknik wawancara ke petani mangga
berdasarkan kuisoner yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Metode pengumpulan
data sekunder yaitu didapatkan dengan study kepustakaan yaitu pengumpulan data
data yang sesuai dengan penelitian ini seperti dari jurnal-jurnal, buku-buku, penelitian
terdahulu dan semua informasi terkait penelitian ini.
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah :

20
21

1. Observasi yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan langsung


terhadap lahan dan petani mangga.
2. Wawancara yaitu proses memperoleh penjelasan untuk mengumpulkan informasi
dengan menggunakan cara tanya jawab melalui tatap muka secara lisan terhadap
petani mangga Kecamatan Sedong Lor Kabupaten Cirebon.
3. Kuisioner, yaitu pengumpulan data dengan menyebarkan daftar pertanyaan
kepada beberapa petani mangga di Kecamatan Sedong Lor Kabupaten Cirebon
yang dijadikan responden.
3.5 Teknik Pengambilan Sampling
Teknik sampling menurut Sugiyono (2016) ialah teknik pengambilan sampel,
untuk menentukan sampel yang akan digunakan. Pada penelitian ini teknik
pengambilan sampel yang digunakan berdasarkan populasi, dengan cara
menggunakan probability Sampling dengan Simple Random Sampling dimana teknik
dala pengambilan sampel ini memiliki pertimbangan-pertimbangan yang sudah
ditentukan kepada responden.
Menurut Cohen dkk. (2007) semakin besar sampel dari besarnya populasi
yang ada adalah semakin baik, akan tetapi ada jumlah batas minimal yang harus
diambil oleh peneliti yaitu sebanyak 30 sampel. Sebagaimana dikemukakan oleh
Baley dalam Mahmud (2011) yang menyatakan bahwa untuk penelitian yang
menggunakan analisis data statistik, ukuran sampel paling minimum adalah 30.
Populasi dalam penelitian ini adalah petani mangga di Kecamatan Sedong dengan
jumlah 50 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah simple random sampling.
3.6 Metode Analisis
Metode atau teknik analisis yang digunakan dalam laporan ini, yaitu
menggunakan teknik analisis deskriptif dan teknik analisis cross tabulation
(crosstab).
1. Analisis Deskriptif
Statistik deskriptif mengacu kepada transformasi data mentah ke dalam suatu
bentuk yang akan membuat pembaca lebih mudah dalam memahami dan menafsirkan
maksud dari data atau angtka yang disajikan. Kegunaan utama statistik deskriptif
adalah untuk menggambarkan jawaban-jawaban hasil observasi (Sarwono, 2006).
Hanief & Himawanto (2017) menyebutkan bahwa analisis ini mempelajari cara
pengumpulan dan penyajian data sehingga mudah dipahami. Analisis ini
berhubungan dengan keterangan suatu data, keadaan atau fenomena. Dengan kata
lain, analisis deskriptif berfungsi menerangkan keadaan, gejala atau persoalan. Dalam
laporan proyek akhir ini, analisis deskriptif digunakan dalam menjelaskan dan untuk
22

menginterpretasikan hasil dari analisis crosstab. Hal ini dilakukan dalam memberikan
penjelasan lebih luas dan mendalam dari hasil analisis agar lebih mudah dipahami.
2. Pengukuran Skala Likert
Skala likert merupakan analisis yang berhasil ditemukan oleh Rensis Likert pada
1932. Menurut Sugiyono (2006), skala likert adalah skala yang digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat dan persepsi terhadap individu ataupun kelompok terkait
dengan fenomena sosial yang sedang terjadi.Likert juga mengatakan bahwa selama
bertahun-tahun, terdapat banyak metode yang telah digunakan untuk mengukur
karakter dan ciri-ciri tertentu. Kesulitan mengukur sikap, karakter dan ciri-ciri
kepribadian terletak pada prosedur untuk “mentransfer” hal-hal yang bersifat
kualitatif tersebut ke dalam ukuran kuantitatif untuk keperluan analisis data.
Berkaitan dengan hal ini, ilmuwan sosial masih mengandalkan ukuran kuantitatif dari
sikap, karakter dan sifat kepribadian ( Boone & Boone, 2012). Skala likert
menggunakan serangkaian pertanyaan dengan lima alternatif respons, misalnya
sangat menyetujui (1), menyetujui (2), ragu-ragu (3), tidak setuju (4), dan sangat
tidak setuju (5), atau sebaliknya. Skala ini menggabungkan tanggapan dari
serangkaian pertanyaan untuk menciptakan skala pengukuran sikap. Analisis datanya
didasarkan pada skor komposit dari serangkaian pertanyaan yang mewakili skala
sikap.
Dalam penelitian ini, skala likert digunakan dalam pengumpulan data usia,
pengalaman usahatani, luas lahan, banyak pohon, dan kinerja. Berikut Tabel 5.
mengenai indikator skala likert yang digunakan dalam penelitian ini
3. Analisis Tabulasi Silang ( Cross Tabulation )
Crosstab Analysis merupakan alat uji statistika untuk data yang bersifat kualitatif
atau non parametrik. Data non parametrik merupakan hasil penelitian berdasarkan
rank dan skor (Yusnandar, 2005). Crosstabulation adalah teknik yang digunakan
untuk menganalisa hubungan-hubungan antar variabel yang terjadi dan melihat
bagaimana kedua atau beberapa variabel itu berhubungan. Crosstab dapat
menampilkan kaitan antara dua atau lebih variabel, sampai dengan menghitung
apakah ada hubungan antara baris dan kolom. Ciri dari penggunaan crosstab adalah
data input yang berskala nominal atau ordinal (Santoso, 2005). Tahap ini dilakukan
untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara setiap varaibel yang ada dalam
penelitian.
Tabulasi silang merupakan cara termudah melihat asosiasi dalam sejumlah data
dengan perhitungan persentase. Tabulasi silang merupakan salah satu alat yang paling
berguna untuk mempelajari hubungan diantara variabel-variabel karena hasilnya
mudah dikomunikasikan.
Selanjutnya tabulasi silang dapat memberikan masukkan atau pandangan
mengenai sifat hubungan, karena penambahan satu atau lebih variabel pada analisis
23

kualifikasi silang dua arah adalah sama dengan mempertahankan masing-masing


variabel tetap konstan. Tabulasi silang dapat digunakan jika, salah satu variabel
bersifat kualitatif dan lainnya kuantitatif dan kedua variabel berupa variabel kualitatif.
Sisi (kolom) sebelah kiri dan baris atas menyatakan kelas untuk kedua variabel yang
digunakan. Untuk menginterpretasikan hasil pengolahan data pada tabulasi silang,
ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu, apakah tingkat asosiasi antar variabel yang
diukur tersebut signifikan atau tidak dan seberapa kuat tingkat asosiasi antar variabel
yang diukur tersebut.
Variabel-variabel yang dipaparkan dalam suatu tabel tabulasi silang berguna untuk :
1. menganalisis hubungan-hubungan antar variabel yang terjadi
2. melihat bagaimana kedua atau beberapa variabel berhubungan
3. mengatur data untuk keperluan analisis statistik
4. untuk mengadakan kontrol terhadap variabel tertentu sehingga dapat dianalisis
tentang ada tidaknya hubungan palsu (spurious relations)
5. untuk mengecek apakah terdapat kesalahan-kesalahan dalam kode ataupun
jawaban dari daftar pertanyaan (kuisioner).
Selain itu peneliti menggunakan analisis deskriptif untuk menganalisis
masalah dengan menggunakan bahasa verbal berdasarkan pada data penelitian yang
dihubungkan dengan teori yang ada dan dimaksudkan untuk menjelaskan hasil
perhitungan kuantitatif. Metode ini dinyatakan dalam bentuk uraian yaitu terkait
dengan motivasi dan aktivitas, di mana dilakukan pengolahan data dengan
menggunakan cross tabulation.
Tabel 6. Analisis Tabulasi silang (crosstabulation)
Variabel Variabel Y Total
X f1 f2 f3 f4
X.1.1 n 1.1 n 1.2 n 1.3 n 1.4 n
Total % % % % % Total %
X.1.2 n.2.1 n.2.2 n.2.3 n.2.4 n
Total % % % % % Total %
Total n n n n n
Total % Total % Total % Total % Total % Total %
Keterangan :
X : variabel X
f : frekuensi
n : jumlah sampel
24

Simamora (2004:245) menyatakan tabel 3.2 menjelakaskan bahwa dalam


tabulasi silang, variabel-variabel yang dilibatkan ditempatkan dalam baris dan
kolom.Pada baris ditempatkan varibel Y dan pada kolom ditempatkan varibel X.
Sebetulnya walaupun posisi dibalik kesimpulan tidak berubah. Namun ada ketentuan
yang mengatakan bahwa variabel independen ditempatkan pada baris dan variabel
dependen ditempatkan pada kolom.
3.7 Uji Chi Square
Uji Chi Square bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel yang terdapat
pada baris dengan kolom. Jenis data yang digunakan dalam uji Chi Square berbentuk
data kategori atau data frekuensi. Dasar pengambilan keputusan uji Chi Square
adalah
Jika nilai Asymp.Sig < 0,05, maka terdapat hubungan yang signifikan antara baris
dengan kolom.
Jika nilai Asymp.Sig > 0,05, maka tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
baris dengan kolom.
3.8 Definisi Operasional Variabel
Variabel adalah segala sesuatu yang menjadi objek pengamatan dalam
penelitian.Variabel penelitian pada dasarnya merupakan segala sesuatu yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh
informasi dan kemudian menarik kesimpulan. Dalam penelitian ini terdapat dua
variabel yaitu variabel independen dan dependen. Variabel independen disebut
dengan variabel bebas, merupakan variabel yang mempengaruhi variabel dependen
(terikat). Sedangkan. Variabel dependen biasa disebut variabel terikat merupakan
variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel bebas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Karkterisik petani, sedangkan variabel terikat yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Kinerja Usahatani.

Tabel 7. Operasional Variabel


no variabel pengertian indikator pengukuran
variabel
1 karateristik Umur adalah umur 1. = 28-42
petani tingkat usia yang 2. = 43-57
dimiliki petani 3. = 58-73
mangga di
Kecamatan
Sedong Lor
Pengalaman pengalaman 1. = 1-14
25

usaha tani adalah usahatani 2. = 15-28


lama pengalaman 3. = 29-43
usaha tani petani
mangga di
Kecamatan
Sedong Lor
Pendidikan pendidikan 1. = SD
adalah lama 2. = SMP
pendidikan yang 3. = SMA
ditempuh petani 4. = Sarjana
mangga di
Kecamatan
Sedong Lor yang
diukur dengan
satuan tahun
(Tahun)
Luas lahan adalah luas lahan 1. = tidak punya
luas lahan yang lahan
dimiliki petani 2. = sempit
mangga di 3. = luas
Kecamatan
Sedong Lor
banyak pohon banyak pohon 1. = < 100
adalah banyak 2. = 100 - 399
pohon yang 3. = 400 - 699
dimiliki petani 4. = 700 - 1000
mangga di
Kecamatan
Sedonglor
kinerja kinerja agribisnis Usaha tani 1 = Rugi
adalah tingkat mangga 2 = Kecil
pelaksanaan mampu 3 = Besar
tugas yang dapat menghasilkan
dicapai keuntungan
seseorang, unit
atau devisi
dengan
menggunakan
kemampuan yang
ada dan batasan-
batasan yang
telah ditetapkan
26

untuk mencapai
tujuan organisasi
atau perusahaan
27

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Umum Objek Penelitian

Latar penelitian ini terletak di Desa Sedong Lor Kecamatan Sedong Kabupaten
Cirebon. Desa Sedong Lor adalah salah satu desa di Kecamatan Sedong yang
berlokasi di wilayah timur Kabupaten Cirebon, jaraknya 1,5 Km dari Kecamatan
Sedong atau 28 kilometer dari Kabupaten Cirebon. Desa Sedong Lor mempunyai luas
wilayah kurang lebih 400,762 Ha, yang ditempati oleh 1.537 kepala keluarga dengan
jumlah penduduk sedong sebanyak 4.532 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak
2.238 dengan karakteristik masyarakat pedesaan yang sebagian besar masyarakatnya
bermata pencaharian sebagai petani dan buruh harian lepas. Latar belakang
pendidikan masyarakat Desa Sedong Kidul rata-rata adalah Sekolah Dasar (SD) dan
Sekolah Menengah Pertama (SMP). Oleh karena itu, berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan akan memaparkan bagaimana hubungan karakteristik sosial ekonomi
yang ada di Desa Sedong Lor terhadap kinerja usahatani petani mangga masyarakat
di Kecamatan Sedong.

4.2 Kondisi Geografis Lokasi Penelitian


Desa Sedong Lor dan delapan desa lainnya yaitu Sedong Kidul, Windujaya,
Winduhaji, Karangwuni, Kertawangun, Panambangan, Putat, Panongan, dan
Panongan Lor merupakan desa yang terletak di Kecamatan Sedong, Kabupaten
Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Batas-batas administrasi Kecamatan Sedong adalah
sebelah Utara dengan Kecamatan Lemahabang, sebelah Selatan dengan Kabupaten
Kuningan, sebelah Barat dengan Kecamatan Beber, dan sebelah Timur dengan
Kecamatan Susukan Lebak.
Luas wilayah admisnistratif Kecamatan Sedong adalah 31.02 km2 dengan jarak
terjauh dari Barat ke Timur 4.80 km dan dari Utara ke Selatan 6.20 km. Jarak dari
kecamatan ke ibukota kabupaten adalah 30.2 km. Sementara luas wilayah Desa
Sedong Lor adalah 3.38 km2. Desa Sedong Lor lebih dekat ke ibukota Kabupaten.
Topografi wilayah Kecamatan Sedong adalah dataran berbukit dengan ratarata
ketinggian 140 meter dari permukaan laut dan suhu 28°-30°C. Curah hujan rata-rata 1
729 mm/tahun dan hari hujan rata-rata 8 hari per bulan. Curah hujan cukup tinggi
terjadi di bulan Maret, April, dan Desember yaitu masing-masing 369 mm, 286 mm,
dan 248 mm. Jenis tanah yang mendominasi adalah latosol coklat kemerahan dengan
pH 5.0-7.0.
28

4.3 Karakteristik Petani Mangga


1. Umur
Umur rata – rata petani mangga yaitu 29 tahun, dengan rentang umur 28 tahun
sampai dengan 73 tahun. Secara keseluruhan dapat di lihat pada tabel berikut
Tabel 8. Deskripsi Responden Berdasarkan Umur
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 28 - 42 15 30
2 43 - 57 20 40
3 58 - 73 15 30
Total 50 100
Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS 23
umur responden dikelompokan ke dalam tiga jenjang umur. frekuensi umur
responden berdasarkan kelompok umur tersebut tercantum pada Tabel 19.
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa mayoritas petani memiliki 43-57 tahun
lalu disusul oleh selang umur 28-42. Hal tersebut membuktikan bahwa seluruh
responden petani mangga berada dalam usia produktif dan mampu menjalankan
aktifitas usahatani. Menurut Mappiare (1983:14), ada kecenderungan bagi
seseorang yang berusia tiga puluh lima tahun ke atas untuk lebih memantapkan
dirinya dalam bekerja, berkenaan dengan semakin tingginya biaya hidup yang
perlu dikeluarkan. Hal ini menunjukkan bahwa rentang umur antara 58-73 tahun
termasuk dalam kategori yang disebutkan oleh Mappiare, karena umur tiga puluh
lima tahun ke atas masih tergolong pada posisi rentang umur menengah.
Berdasarkan petani sebelumnya, petani mangga Kecamatan Sedong bahwa
sebagian besar petani responden berada dalam katagori umur produktif, dimana
kisaran umur produktif berkisar antara 43 – 57tahun.
2. Pendidikan
Tabel 9. Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 SD 27 54
2 SMP 9 18
3 SMA 11 22
4 Sarjana 3 6
Total 50 100
Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS 23
Tingkat pendidikan petani dikelompokkan kedalam 4 kategori, SD,
SMP ,SMA ,dan Sarjana. Tabel frekuensi petani berdasarkan tingkat pendidikan.
Berdasarkan Tabel 9. terlihat bahwa mayoritas pendidikan petani hanya tamat
SD. Umumnya tinggi rendahnya pendidikan akan berpengaruh terhadap cara dan
29

pola berpikir petani, karena pendidikan adalah proses berkembangnya


pengetahuan, keterampilan, ataupun sikap. Semakin tinggi pendidikan seorang
maka semakin berkembang pola pikirnya dan semakin mudah dalam
pengambilan keputusan bagi usahataninya (Rasmikayati, 2018). Berdasarkan
petani sebelumnya, petani mangga di Kecamatan Sedong telah menempuh
pendidikan formal walaupun masih tergolong pada tingkat pendidikan SD,
sehingga dapat dikatakan bahwa sumberdaya manusia (SDM) petani masih
tergolong rendah
3. Pengalaman usahatani.
Pengalaman bertani yaitu lamanya petani dalam melakukan kegiatan usaha
tani. Pengalaman usaha tani adalah jumlah tahun berupa pengalaman yang dilalui
petani lahan sempit sebagai bagian dari proses belajar dalam kegiatan budidaya,
produksi dan seluk beluk usaha dan pemasaran hasil panen dalam rangka
memperoleh penghasilan. Rata – rata pengalaman usaha tani petani dalam kinerja
usahani mangga adalah 14 tahun, dengan rentang waktu antara 1 tahun sampai
dengan 43 tahun. Secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 10. Deskripsi Responden Berdasarkan Pengalaman usahatani
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 1 - 14 20 40
2 15 - 28 24 48
3 29 - 43 6 12
Total 50 100
Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS 23
Dari Tabel 10 menunjukan bahwa pada umumnya lama bertani responden
sebagian besar antara 1- 14 tahun yang berjumlah 20 orang dengan persentase
sebesar 20%, 24 responden lama bertani dari 15 - 28 tahun dengan persentase
sebesar 48%, responden lama bertani 29 - 43 tahun berjumlah 6 orang dengan
persentase sebesar 12%, dan tidak ada responden yang lama berusaha tani lebih
dari 44 tahun.
4. Luas lahan
Lahan merupakan faktor yang penting dalam sektor pertanian ini. Dalam
penelitian ini luas lahan di kelompokan menjadi 3 kategori yakni petani berlahan
tidak punya lahan ( <1 Ha ), sempit ( 1 - 2 Ha ) dan luas ( >2 Ha ).Lahan
mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi, dengan begitu akan
menguntungkan pemiliknya. Berikut sebaran luas lahan yang dimiliki responden:
30

Tabel 11. Deskripsi Responden Berdasarkan Luas Lahan


No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 tidak punya lahan 1 2
2 sempit 16 32
3 luas 33 66
Total 50 100
Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS 23
Dari Tabel 11 menunjukan bahwa pada umumnya responden petani mangga
memiliki lahan yang luas berjumlah 33 orang, dengan persentase (66%) . untuk
luas lahan sempit berjumlah 16 orang, dengan persentase (32%) dan responden
yang tidak punya lahan berjumlah 1 orang, dengan presentase (2%).

5. Banyak pohon
Hasil penelitian menunjukan rata rata jumlah pohon yang dimiliki petani
mangga Kecamatan Sedong adalah sebanyak 168 pohon. Banyak pohon petani
dalam kinerja usahatani responden bervariasi mulai dari 100 – 1000 pohon.
Demikian halnya responden petani mangga Kecamatan Sedong, dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 12. Deskripsi Responden Berdasarkan Banyak Pohon
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 <100 15 30
2 100 - 399 26 52
3 400 – 699 3 6
4 700- 1000 6 12
Total 50 100
Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS 23
Dari tabel 11 menunjukan bahwa mayoritas petani mangga memiliki jumlah
pohon mangga untuk dibudidayakan pada kisaran <100 berjumlah 15 responden
dengan presentase 30%. Terdapat petani mangga yang memiliki 100 - 399 pohon
berjumlah 3 responden, dengan presentase 6% dan terdapat petani yang memiliki
pohon mangga hingga mencapai 668 - 1000 pohon dan merupakan miliknya
sendiri berjumlah 6 responden dengan presentase 12%.
31

4.3 Uji Chi square


Tabel 15. Hasil Uji Chi-Square antara Karakteristik petani terhadap
Kinerja Usahatani
No Karakteristik petani Kinerja Usahatani
R ps
1 usia 20.257 0,000**
2 pendidikan 9.845 0,131
3 pengalamanan usahatani 6.979 0,137
4 luas lahan 23.723 0,000**
5 banyak pohon 22.261 0,001*
Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS 23
Keterangan :
- **Signifikan pada tingkat nyata 1%
- *Siginifikan pada tingkat nyata 5%
- Ris nilai Pearson Chi-square dan p adalah nilai peluang atau taraf nyata
( Asymp. Sig. 2 tailed )
1. Umur
Berdasarkan dari hasil analisis, variabel umur memiliki nilai signifikan
sebesar 0,000 dimana nilai signifikan lebih kecil dari α (0,000<0,05), artinya
bahwa variabel umur berpengaruh signifikan terhadap pendapatan dalam
melakukan usahatani mangga di Desa Sedong. Petani yang berusia lebih tua tidak
ingin melakukan kegiatan usahatani yang dapat memberatkan dirinya. Sehingga
usahatani mangga yang memerlukan perawatan dengan intensif agar bisa
mendapatkan hasil yang memuaskan bukan pilihan utama mereka
Berbeda dengan petani yang berusia tua, petani dalam masa produktif lebih
memilih untuk tetap melanjutkan usahatani mangga meskipun memiliki risiko
yang lebih tinggi. para petani muda lebih berani dalam pengambilan risiko serta
cenderung memiliki rencana jangka panjang dibandingkan dengan petani tua
(Ashraf et. al, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Tefera dan Lera (2016) serta
Putri (2017) juga menunjukkan bahwa petani muda cenderung memiliki
semangat dan rasa keingintahuan yang tinggi sehingga berpeluang lebih besar
untuk melakukan adopsi usahatani seperti usahatani melon. Hal ini sejalan
dengan keadaan yang terdapat di Kecamatan Sedong, dimana usahatani mangga
dianggap sebagai sebuah inovasi dan hal yang baru bagi petani responden.Salah
satu faktor yang mempengaruhi terhadap pendapatan adalah umur, karena
semakin cukup umur petani maka akan semakin efektif dalam penggunaan faktor
produksi dan mampu berpikir secara matang dalam penggunaan faktor produksi.
32

2. Pendidikan
Berdasarkan dari hasil analisis variabel pendidikan memiliki nilai signifikan
sebesar 0,131 dimana nilai signifikan lebih besar dari α 0,05 menunujukan bahwa
pendidikan tidak berpengaruh terhadap pendapatan. Menurut BPS (2012), tingkat
pendidikan petani terbilang jarang untuk menginjak jenjang yang lebih tinggi
dari pada SMA, terutama untuk petani yang sudah ada pada rentang usia 45
keatas saat ini mayoritas petaninya merupakan lulusan SD. Hal ini sejalan
dengan penelitian Kusumo dkk (2018) yang menyatakan hampir seluruh petani
mangga di Kabupaten Cirebon memiliki tingkat pendidikan SD sebesar 71%.
Pendidikan menjadi salah satu karakteristik yang menarik sebagaimana yang
dikatakan oleh Barret (2012) bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi keputusan
petani hampir dalam setiap hal yang ada dalam usahatani. Tentunya, keputusan-
keputusan tersebut menjadi langkah strategis petani untuk salah satunya meraih
pendapatan semaksimal mungkin. Namun pada kenyataannya, tingkat pendidikan
tidaklah signifikan berhubungan langsung dengan tingkat pendapatan petani.
3. Pengalaman Usahatani
Berdasarkan hasil analisis variabel pengalaman usahatani memiliki nilai
siginifikan sebesar 0,137 dimana nilai α (0,137>0,05) menujukan bahwa
pengalaman tidak berpengaruh secara nyata terhadap pendapatan usahatani
mangga di Kecamatan Sedong. Pengalaman tidak berpengaruh nyata dan
menurunkan pendapatan karena petani yang lebih berpengalaman biasanya
menerapkan teknik budidaya berdasarkan pengalaman mereka sendiri dan
cenderung enggan menerapkan teknik budidaya sesuai SOP yang dianjurkan
sehingga produksi yang didapat kurang optimal.
4. Luas Lahan
Berdasarkan dari hasil analisis variabel luas lahan (X4) memiliki nilai
signifikan sebesar 0,000 dimana nilai signifikan lebih kecil dari 0,05, maka H o
ditolak Hi diterima artinya bahwa variabel luas lahan berpengaruh signifikan
terhadap pedadapatan petani dan melakukan usahatani mangga di Desa Sedong.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Waluwanja (2014) yang
menyatakan bahwa luas penguasaan lahan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap pendapatan petani. Semakin besar luas lahan yang digunakan untuk
usahatani maka jumlah pendapatan yang diperoleh akan semakin meningkat.
5. Banyak Pohon
Banyak pohon memiliki hubungan yang signifikan dengan pendapatan
usahatani tani. Jumlah pohon yang dimiliki sangat erat kaitannya dengan tingkat
keuntungan usahatani mangga, karena jumlah produksi mangga yang dihasilkan
tergantung dari jumlah pohon mangga. Menurut Rachman dkk banyaknya pohon
33

mangga yang dimiliki petani menggambarkan skala usahatani yang dilakukan.


Hasil penelitian (Rasmikayati, 2018) mengungkapkan bahwa kondisi
kepemilikan pohon mangga sangat berpengaruh bagi petani terkait dengan cara
petani mengakses permodalan, kebiasaan membudidayakan mangga,
kepemilikan sarana produksi pertanian, dan akses jaringan pemasaran.
4.4 Crosstabs Karakteristik Sosial Ekonomi Terhadap Kinerja Usahatani
Mangga
Tabel 14. CrossTabs Umur dan Kinerja Usahatani
Profitabilitas
rugi kecil besar Total
usia 28-42 3 9 3 15
43-57 3 1 16 20
58-73 4 1 10 15
Total 10 11 29 50
Sumber : Data primer diolah dengan SPSS 23
Petani yang cenderung memiliki pendapatan besar berada pada rentang usia 43-57
tahun, hal ini bisa merujuk kepada pengalaman bertani yang lebih lama dan
kepemilikan lahan yang seiring bertambah luas ketika usia semakin bertambah, dan
usia 43-57 tahun merupakan puncak usia produktif petani. Petani dengan usia 58 - 73
tahun hampir semuanya berada pada kategori pendapatan rugi - besar. Usia produktif
petani adalah 15-64 tahun (BPS, 2012). Petani dengan usia tersebut seharusnya dapat
menghasilkan hasil produksi lebih banyak dibanding dengan kategori usia lainnya.
Ketika petani dapat menghasilkan hasil produksi lebih pada usia produktif, maka
pendapatannya pun seharusnya lebih besar dibanding dengan kategori usia lainnya
(Rasmikayati dkk., 2017).
Tabel 15. Crosstabs Pendidikan Dengan Kinerja Usahatani

profitabilitas
rugi kecil besar Total
pendidikan sd 7 3 17 27
smp 2 4 3 9
sma 1 2 8 11
sarjana 0 2 1 3
Total 10 11 29 50
Sumber : Data primer di olah dengan SPSS 23

Tabel 15. Crosstabs Pengalaman Usahatani Dengan Kinerja Usahatani


34

profitabilitas
rugi kecil besar Total
pengalaman 1-14 4 8 8 20
usahatani 15-28 5 2 17 24
29-43 1 1 4 6
Total 10 11 29 50
Sumber : Data primer di olah dengan SPSS 23

Pengalaman bertani menjadi faktor penting dalam melakukan usahatani


mangga, maka seharusnya ada keterkaitan antara pengalaman bertani dengan
pendapatannya. Realita di lapangan, mayoritas petani dengan kategori 29 - 43
enam responden. Fakta ini tidak memungkiri bahwa pengalaman bertani menjadi
faktor penting, kategori pendapatan tertinggi yaitu > Rp 32.000.000 didominasi
oleh petani yang cukup berpengalaman, adapun petani yang berpengalaman
hanya berjumlah 3 orang sehingga tidak bisa dinyatakan memiliki kecenderungan
kategori pendapatan dibanding dengan kategori pengalaman bertani lainnya.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Karakteristik petani yang cenderung berhubungan dengan kinerja usahatani adalah
usia, lama pengalaman bertani, luas lahan dan produktivitas per pohon. Sementara,
aspek kemitraan cenderung berhubungan dengan pendapatan petani mangga adalah
kelengkapan perencanaan, ketergantungan penentuan harga, peningkatan pendapatan,
jaminan harga, mutu hasil produksi, dan penguasaan teknologi.

DAFTAR PUSTAKA
Awaliyah1, F. (2022). Hubungan Karakteristik sosial ekonomi petani mangga dengan
Pendapatan Usahatani Semangka. Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah
Berwawasan Agribisnis. Januari 2022. 8(1): 417-423, 417-423.
Elly Rasmikayati1, B. R. (2020). Pendapatan Usahatani Mangga Dikaitkan Dengan
Kemitraan Dan Karakteristik Petani Mangga . Jurnal Pemikiran Masyarakat
Ilmiah Berwawasan Agribisnis, 956-968.
35

Kusumo, R. A. (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani


Mangga dalam Menggunakan Teknologi Off Season di Kabupaten Cirebon.
Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis. 2018. 4(1): 57-
69, 57-69.
Kusumo, R. A. (2018). Perilaku Petani Dalam Usahatani Mangga Di Kabupaten
Cirebon. Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis. 2018.
4(2): 197-209, 197-209.
Rasmikayati1, E. (2018). Kajian Potensi Dan Kendala Dalam Proses Usahatani Dan
Pemasaran Mangga. Sosiohumaniora - Jurnal Ilmu-ilmu Sosial dan
Humaniora, 215-221.
Saefudin1, B. R. (t.thn.). Fenomena Peralihan Usahatani Mangga Ke Padi Di
Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Rachmat Saefudin, et
all. Fenomena Peralihan..., 21-33.
Sari1, A. F. (2019). Dinamika Perilaku Petani Dan Fist Buyer Dalam. Jurnal
AGRIFOR Volume XVIII Nomor 1, Maret 2019, 64-72.
Syamsiyah1, E. R. (2020). Faktor - Faktor Internal Dan Eksternal Yang Berhubungan
Dengan Pemilihan Pasar Petani Mangga . Jurnal Pemikiran Masyarakat
Ilmiah Berwawasan Agribisnis. Juli 2020. 6(2): 936-955, 936-955.
Wati1, F. (2020). Analisis Hubungan Karakteristik Anggota Kelompok Tani. Jurnal
Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (JEPA) Volume 4, Nomor 4 (2020): 715-
727.
BPS. (2020). Produksi Mangga di Jawa Barat.
BPS. (2022). Produksi Tanaman Buah - Buahan.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT
Alfabet.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung :Alfabeta, CV.
Tjiptono, S. d. (2004). Riset Pemasaran Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. PT Elex
Media Komputindo.Jakarta.
Sungkawa, I., & Sunaryo, Y. (2019). Analisis Kelayakan Usahatani Pada
Pemeliharaan Mangga Gedong Gincu (Mangifera Indica L.) Di Kelompok
36

Tani Sukamulya Desa Sedong Lor Kecamatan Sedong. Agrijati Jurnal Ilmiah
Ilmu-Ilmu Pertanian, 32(2), 76–88
Urfa, S. I. (2021). Praktik Sewa Menyewa Pohon Mangga Di Desa Situraja
Kecamatan Gantar Kabupaten Indramayu Periode Tahun 2020-2021 Dalam
Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif
Muh. Fadli Nuwa, A. R. (2022). Karakteristik Petani Tebu di Kecamatan
Tolangohula Kabupaten Gorontalo. AGRINESIA, 90-95.
Rizqha Sepriyanti Burano1, T. Y. (2019). Pengaruh Karakteristik Petani Dengan
Pendapatan Petani Padi Sawah.menara ilmu, 64-78.

Anda mungkin juga menyukai