Anda di halaman 1dari 43

KERAGAMAN GENETIK DAN FENOTIP PADA DUA POPULASI

BAYAM HIJAU (Amaranthus hybridus L.)

SKRIPSI

Oleh:
THONTOWI JAUHARI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2021
KERAGAMAN GENETIK DAN FENOTIP PADA DUA
POPULASI BAYAM HIJAU (Amaranthus hybridus L.)

Oleh:

THONTOWI JAUHARI
165040207111106

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar


Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


MINAT BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

2021
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Skripsi : Keragaman Genetik dan Fenotip pada Dua Populasi
Bayam Hijau (Amaranthus hybridus L.)
Nama : Thontowi Jauhari
NIM : 165040207111106
Program Studi : Agroekoteknologi
Minat : Budidaya Pertanian

Disetujui,
Pembimbing Utama

Ir. Sri Lestari Purnamaningsih, MS


NIP. 19570512198503 2 001

Diketahui,
Ketua Jurusan Budidaya Pertanian

Dr. Noer Rahmi Ardiani, SP., M.Si.


NIP. 19701118 199702 2 001

Tanggal Persetujuan :

i
LEMBAR PENGESAHAN

Mengesahkan,

MAJELIS PENGUJI

Penguji I Penguji II

Dr. Afifuddin Latif Adiredjo, SP., M.Sc. Ir. Sri Lestari Purnamaningsih, MS
NIP. 198111042005011002 NIP. 195705121985032001

Penguji III

Dr. Ir. Sitawati, MS.


NIP. 196009241987012001

Tanggal Lulus :

ii
RINGKASAN

Thontowi Jauhari (165040207111106). “Keragaman Genetik dan Fenotip Pada


Dua Populasi Bayam Hijau (Amaranthus hybridus L.)” Di bawah bimbingan Ir.
Sri Lestari Purnamaningsih, MS. sebagai pembimbing utama.
Bayam hijau merupakan tumbuhan yang biasa ditanam untuk dikonsumsi
daunnya sebagai sayuran hijau. Tumbuhan ini dikenal sebagai sayuran sumber zat
besi yang penting. Bayam merupakan tumbuhan yang berasal dari Amerika
tropic, namun kini sudah tersebar di daerah tropis dan subtropis seluruh dunia.
Berdasarkan tingkat potensial produksi bayam, produktivitas di Indonesia masih
tergolong kurang . Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan
produktivitas tanaman bayam tetap stabil ialah dengan penggunaan varitetas unggul.
Dalam pemuliaan tanaman, untuk dapat mengeluarkan suatu varietas harus melalui
beberapa tahapan. Salah satunya ialah perlu diketahuinya keragaman fenotip dan
genetik yang digunakan sebagai pengukur potensi genetik dengan cara menghitung
koefisien keragaman genetik dan fenotip. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk
mengetahui keragaman genetik dan fenotip dari dua populasi bayam hijau. Hipotesis
pada penelitian ini ialah terdapat nilai koefisien variasi genetik dan fenotip yang
rendah pada dua populasi bayam hijau.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus hingga September 2020 yang
bertempat di Kelurahan Pucangan, Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi, Jawa
Timur. Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah kamera digital, cangkul,
gembor, tali rafia, gunting, spidol permanen, papan nama, meteran, timbangan digital,
jangka sorong, penggaris, kalkulator, dan alat tulis. Bahan yang digunakan pada
penelitian ini ialah benih dua populasi tanaman bayam hijau By3,By7 ,dan varietas
MIRA tanaman bayam komersial sebagai penduga ragam lingkungan, air, nampan,
pupuk kandang, dan paranet. Penelitian menggunakan metode petak tunggal.
Penanaman dilakukan menggunakan dua petak atau bedeng. Tiap petak ditanam 100
tanaman populasi bayam hijau dan 30 tananam bayam merah MIRA. Tanaman yang
digunakan sebagai sampel berjumlah 65 tanaman pada masing-masing petak.
Variabel yang diamati meliputi karakter kuantitatif dan karakter kualitatif. Karakter
kuantitatif berupa tinggi tanaman (cm), diameter batang (cm), panjang daun (cm),
jumlah daun (helai), lebar daun, dan bobot segar pertanaman (g). Karakter kualitatif
meliputi bentuk daun, warna daun ,dan warna batang. Data pengamatan yang didapat
dianalisis dengan menghitung rerata, ragam, koefisien variasi genetik (KVG) dan
koefisien variasi fenotip (KVF).
Berdasarkan hasil penelitian populasi By3 dan By7 memiliki nilai keragaman
fenotip dan genetik yang rendah pada karakter tinggi tanaman, diameter batang, bobot
segar tanaman, diameter batang, jumlah daun, panjang daun dan lebar daun. Nilai
keragaman rendah menunjukkan bahwa kedua populasi memiliki tampilan seragam
secara fenotip maupun genetik. Selain itu, nilai koefisien variasi fenotip yang lebih
tinggi dibandingkan dengan nilai koefisien variasi genetic menunjukkan bahwa kedua
populasi banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan daripada faktor genetik.

iii
SUMMARY
Thontowi Jauhari (165040207111106) "Genetic and Phenothype Variability in
two Green Spinach Populations (Amaranthus hybridus L.)" Under the guidance
of Ir. Sri Lestari Purnamaningsih, MS. as the main supervisor.

Green spinach is a plant that is commonly grown for consumption by its


leaves as green vegetables. This plant is known as an important source of iron
vegetables. Spinach is a plant that originated from tropical America, but has now
spread in tropical and subtropical areas throughout the world. Based on the potential
level of spinach production, productivity in Indonesia is still low. One of the efforts
that can be made to maintain the productivity of spinach plants to remain stable is the
use of superior varieties. In plant breeding, to be able to issue a variety must go
through several stages. One of them is the need to know the diversity of phenotypes
and genetic parameters used as a measure of genetic potential by means of the
coefficient of genetic and phenotypic variability. The purpose of this study was to
determine the genetic and phenotypic variability of two red spinach populations. The
hypothesis proposed in this study is that there is broad genetic and variability in two
populations of green spinach.
The research was conducted from August to September 2020 which took
place in Pucangan Village, Ngrambe District, Ngawi Regency, East Java. The tools
used in this research are digital cameras, hoes, gembor, raffia ropes, scissors,
permanent markers, nameplate, tape measure, digital scales, calipers, rulers,
calculators, and writing instruments. The materials used in this study were the seeds
of two populations of green spinach, By3, By7, and MIRA varieties of commercial
spinach as an estimator of environmental variability, water, trays, manure, and
paranet. This study used a single plot method. Planting is done using two plots or
beds. Each plot was planted with 100 plants with a population of green spinach and
30 MIRA red spinach plants. The plants used as samples were 65 plants in each plot.
The variables observed included quantitative characters and qualitative characters.
The quantitative characters were plant height (cm), stem diameter (cm), leaf length
(cm), number of leaves (blade), leaf width, and plant fresh weight (g). Qualitative
characters include leaf shape, leaf color, and stem color. The observational data
obtained were analyzed by calculating the mean, variety, coefficient of genetic
variation (CVG) and coefficient of phenotypic variation (CVF).
Based on the results of the research, the population of By3 and By7 had low
phenotypic and genetic variability in the characters of plant height, stem diameter,
plant fresh weight, stem diameter, number of leaves, leaf length and leaf width. The
low variability value indicates that the two populations have a uniform appearance
phenotypically and genetically. In addition, the value of the coefficient of phenotypic
variation which is higher than the coefficient of genetic variation indicates that both
populations are influenced more by environmental factors than genetic factors.

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
yang berjudul: Keragaman Genetik dan Fenotip Pada dua Populasi Tanaman Bayam
Hijau (Amaranthus hybridus L.).
Kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada Ibu Ir.
Sri Lestari Purnamaningsih, MS. yang telah memberi masukan, nasihat, dan
bimbingannya selaku dosen pembimbing utama. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Dr. Afifuddin Latif Adiredjo , SP., M.Sc., selaku dosen pembahas
atas nasihat, arahan dan bimbingan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada Ibu Dr. Noer Rahmi Ardiani, SP., M.Si. selaku Ketua Jurusan
Budidaya Pertanian.
Penghargaan yang tulus penulis berikan teruntuk kedua orang tua penulis,
Bapak Budiyanto SPd. MPd. dan Ibu Siti Rahayu SPd, segenap keluarga besar
Kusnul Hadi dan Kartosentono memberi dukungan moril maupun materil yang tiada
henti, serta dosen dan karyawan Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya atas fasilitas dan bantuan yang diberikan. Tidak lupa penulis
haturkan terima kasih kepada segenap teman teman Sajak Lestari, segenap Pengurus
Harian Forkano periode 2018, Nyono, Doli Marzuki, Muhammad Nasrullah, Azhar
Bintang, Bapak Warsito serta rekan-rekan yang telah membantu baik material,
pikiran maupun dukungannya selama ini.
Penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi civitas
akademika Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Universitas Brawijaya,
masyarakat, serta pihak lain yang membutuhkan informasi terkait dengan bahasan
yang akan dibahas.

Malang, Januari 2021

Penulis

v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Ngawi, Kecamatan Ngrambe, pada 01 Januari 1998
sebagai putra ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Budiyanto dan Ibu Siti
Rahayu. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDIT Al – Mu’minun pada tahun
2004 sampai 2010, kemudian melanjutkan ke jenjang SMP MTA Gemolong pada
tahun 2010 dan selesai pada tahun 2013. Pada tahun 2013 sampai tahun 2016 penulis
bersekolah di SMA MTA Surakarta. Penulis melanjutkan pendidikannya di bangku
perkuliahan pada Universitas Brawijaya jurusan Budidaya Pertanian melalui jalur
MANDIRI. Selama berkuliah penulis aktif dalam pengurus harian Forum
Komunikasi Agroekoteknologi (FORKANO) periode 2017 dan 2018 sebagai
Pemberdayaan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM) dan sebagai Hubungan Masyarakat
(HUMAS). Selain itu penulis aktif pada beberapa kepanitiaan Rantai 2018 sebagai
Ketua Pelaksana, Kampus Tani 2017 sebagai Perlengkapan, dan Muswil Formatani
Wilayah Tiga 2019 sebagai Transportasi Akomodasi dan Komunikasi.

vi
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .............................................................................................................. iii
SUMMARY ................................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR .................................................................................................. v
RIWAYAT HIDUP...................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... x
1. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................................................. 2
1.3 Hipotesis........................................................................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 3
2.1 Tanaman Bayam Hijau...................................................................................................... 3
2.2 Keragaman Genotip dan Keragaman Fenotip .................................................................... 4
3. BAHAN DAN METODE .......................................................................................... 6
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................................... 6
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................................................. 6
3.3 Metode Penelitian ............................................................................................................ 6
3.4 Pelaksanaan Penelitian ..................................................................................................... 6
3.5 Analisis Data ..................................................................................................................... 9
4. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................ 11
4.1 Hasil ............................................................................................................................... 11
4.2 Pembahasan ................................................................................................................... 17
5. KESIMPULAN ....................................................................................................... 21
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 22
LAMPIRAN ................................................................................................................ 24

vii
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Nilai Ragam Fenotip, Lingkungan dan Genetik Tinggi Tanaman pada Dua Populasi
Bayam Hijau ................................................................................................................ 11
2. Koefisien Variasi Fenotip dan Koefisien Variasi Genetik Tinggi Tanaman pada Dua
Populasi Bayam Hijau .................................................................................................. 11
3. Nilai Ragam Fenotip, Lingkungan dan Genetik Jumlah Daun pada Dua Populasi Bayam
Hijau ........................................................................................................................... 12
4. Koefisien Variasi Fenotip dan Koefisien Variasi Genetik Jumlah Daun pada Dua
Populasi Bayam Hijau .................................................................................................. 12
5. Nilai Ragam Fenotip, Lingkungan dan Genetik Diameter Batang pada Dua Populasi
Bayam Hijau ................................................................................................................ 13
6. Koefisien Variasi Fenotip dan Koefisien Variasi Genetik Diameter Batang pada Dua
Populasi Bayam Hijau .................................................................................................. 13
7. Nilai Ragam Fenotip, Lingkungan dan Genetik Bobot Segar Tanaman pada Dua Populasi
Bayam Hijau ................................................................................................................ 14
8. Koefisien Variasi Fenotip dan Koefisien Variasi Genetik Bobot Segar Tanaman pada
Dua Populasi Bayam Hijau .......................................................................................... 14
9. Nilai Ragam Fenotip, Lingkungan, dan Genetik Panjang Daun pada Dua Populasi Bayam
Hijau ........................................................................................................................... 15
10. Koefisien Variasi Fenotip dan Koefisien Variasi Genetik Panjang Daun pada Dua
Populasi Bayam Hijau .................................................................................................. 15
11. Nilai Ragam Fenotip, Lingkungan, dan Genetik Lebar Daun pada Dua Populasi Bayam
Hijau ........................................................................................................................... 16
12. Koefisien Variasi Fenotip dan Koefisien Variasi Genetik Lebar Daun pada Dua Populasi
Bayam Hijau ................................................................................................................ 16
13. Tabel Hasil Pengamatan dan Identifikasi Warna Daun pada Dua Populasi Bayam Hijau 17
14. Tabel Hasil Pengamatan dan Identifikasi Warna Batang pada Dua Populasi Bayam Hijau
.................................................................................................................................... 17
15. Tabel Hasil Pengamatan dan Identifikasi Bentuk Daun pada Dua Populasi Bayam Hijau
.................................................................................................................................... 18

viii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Denah Percobaan .............................................................................................. 24
2. Petak Percobaan ................................................................................................ 25
3. Perhitungan Pupuk ............................................................................................ 26
4. Hasil perhitungan rerata .................................................................................... 26
5. Deskripsi Tanaman ........................................................................................... 26

ix
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Pedoman perhitungan warna batang .................................................................. 26
2. Pedoman perhitungan warna batang .................................................................. 27
3. Pedoman perhitungan warna daun ..................................................................... 27
4. Pedoman perhitungan warna daun ..................................................................... 27
5. Pedoman perhitungan bentuk daun .................................................................... 27
6. Bentuk daun ...................................................................................................... 28
7. Varietas MIRA.................................................................................................. 28

x
1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bayam hijau merupakan salah satu sayuran yang mempunyai gizi yang tinggi
dan banyak disukai masyarakat Indonesia. Bayam hijau dikenal sebagai sayuran yang
mengandung banyak zat besi yang penting bagi tubuh manusia. Masing masing jenis
bayam mempunyai daerah sebar yang sangat luas karena hidup di ekosistem yang
beragam. Selain zat besi, bayam hijau juga mengandung cukup banyak protein,
mineral, kalsium dan vitamin. Nilai nutrisi bayam sayur juga sangat tinggi
dibandingkan dengan sayuran kubis dan selada.
Hasil survei produksi tanaman sayuran dan buah-buahan di Indonesia
menunjukan bahwa luas panen bayam mencapai 40.608 hektar dengan produksi
sebesar 148.295 ton atau rata-rata 3,65 ton per hektar pada tahun 2017. Sedangkan
pada tahun 2018 menunjukkan luas panen bayam mencapai 39.725 hektar dengan
produksi 162.309 atau rata rata 4,09 per hektar (BPS, 2018). Dengan produktivitas
yang berada di lapangan seharusnya produksi bayam dapat lebih ditingkatkan
mengingat tingkat potensial produksi tanaman bayam dapat mencapai 5 – 10 ton per
hektar. Produktivitas bayam hijau dapat ditingkatkan salah satu caranya dengan
menciptakan varietas unggul. Untuk mendapatkan varietas unggul perlu diketahui
keragaman fenotip dan parameter genetik yang digunakan sebagai pengukur potensi
genetik, antara lain adalah koefisien variasi genetik dan koefisien variasi fenotip.
Keragaman genetik diperlukan untuk mengetahui besarnya variasi genetik
yang ada. Besarnya keragaman genetik mencerminkan sumber genetik yang
diperlukan untuk adaptasi ekologi dalam jangka pendek dan evolusi dalam jangka
panjang. Keragaman genetik dapat memperbesar kemungkinan untuk mendapatkan
genotip yang lebih baik melalui seleksi (Murti, 2002). Keragaman karakter dan
keanekaragaman genotip berguna untuk mengetahui pola pengelompokan genotip
pada populasi tertentu berdasarkan karakter yang diamati dan dapat dijadikan sebagai
dasar kegiatan seleksi. Analisis keragaman dapat dilakukan dengan berbagai tipe
2

penanda, salah satu tipe penandanya ialah morfologi pada tanaman tersebut. Karakter
yang
Menurut Wibianto (2019), pada penelitiannya populasi By7 memiliki nilai
koefisien variasi genetik dan koefisien yang tinggi pada karakter diameter batang
sebesar 52,92% dan 53,17%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa diameter batang
pada populasi tersebut masih beragam. Pada populasi By3 memiliki nilai koefisien
variasi genetik koefisien variasi fenotip pada karakter jumlah daun sebesar 56,10%
dan 57,24%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pada karakter jumlah daun populasi
By3 memiliki keragaman yang luas. Sehingga karakter pada populasi tersebut masih
beragam.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui keragaman genetik dan fenotip karakter dari dua populasi
bayam hijau
1.3 Hipotesis
Terdapat nilai koefisien variasi genetik dan koefisien variasi fenotip yang
rendah pada dua populasi bayam hijau.
3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Bayam Hijau


Bayam (Amaranthus spp.) merupakan tanaman semusim yang berasal dari
daerah Amerika Tropis. Di Indonesia hanya dikenal dua jenis bayam budidaya, yaitu
bayam cabut (Amaranthus tricolor) dan bayam kakap (Amaranthus hybridus). Bayam
kakap disebut juga sebagai bayam tahun, bayam turus atau bayam bathok, dan
ditanam sebagai bayam petik. Bayam cabut terdiri dari dua varietas, yang salah
satunya adalah bayam hijau. Bayam hijau merupakan tumbuhan yang biasa ditanam
untuk dikonsumsi daunnya sebagai sayuran hijau. Tumbuhan ini dikenal sebagai
sayuran sumber zat besi yang penting. Bayam merupakan tumbuhan yang berasal
dari Amerika tropik, namun kini sudah tersebar di daerah tropis dan subtropis
seluruh dunia. Di Indonesia, bayam dapat tumbuh sepanjang tahun tumbuh di
daerah panas dan dingin, tetapi tumbuh lebih subur di dataran rendah pada lahan
terbuka yang udaranya tidak panas (Saparinto, 2013).
Bayam hijau mempunyai panjang tangkai daun 2-8 cm, berujung runcing
serta urat-urat daun yang kelihatan jelas, tulang daun menyirip,tepi daun rata,
bertangkai panjang, letak berseling warnanya hijau, berbentuk bundar telur
memanjang. Panjang daun 1,5 cm sampai 6,0 cm. Lebar daun 0,5 Berwarna
kehijauan, bentuk bundar telur memanjang. Bayam hijau memiliki akar tunggang,
tidak berkayudan berwarna putih kekuningan. Akarnya ketika masih segar
berwarna kuning abu-abu. berbentuk berbatang bulat, tegak, termasuk berbatang
basah. Batang berwarna hijau atau kemerahan, bercabang banyak. (Saparinto,2013).
Kebutuhan sinar matahari untuk tanaman bayam adalah tinggi, dimana
pertumbuhan optimum dengan suhu rata-rata 20-300 C, curah hujan antara 1000-2000
mm, dan kelembaban di atas 60 %. Oleh karena itu, bayam tumbuh baik bila ditanam
di lahan terbuka dengan sinar matahari penuh atau berawan dan tidak tergenang
air/becek (Sunarjono, 2013). Waktu tanam yang baik ialah awal musim hujan dan
awal musim kemarau. Bayam hijau akan tumbuh dengan baik bila ditanam pada tanah
dengan derajat keasaman (pH tanah) sekitar 6-7. Bila pH kurang dari 6, tanaman
4

bayam hijau akan tidak tumbuh subur. Sementara itu pada pH di atas 7, tanaman
bayam hijau akan mengalami klorosis, yaitu timbul warna putih kekuningan, terutama
pada daun yang masih muda. Suhu udara yang dikehendaki sekitar 20-320 .Tanaman
ini memerlukan banyak air, sehingga paling tepat ditanam pada awal musim
penghujan. Bayam hijau ditanam pada awal musim kemarau pada tanah yang gembur
dan subur, dan dapat tumbuh pada tanah liat asalkan tanah tersebut diberi pupuk
kandang yang cukup. Penanaman bayam hijau dilahan yang luas, pengadaan air dapat
dilakukan dengan mengalirkan air lewat parit yang ada di antara bendengan
(Sunarjono,2008).
Klasifikasi Bayam Hijau (Amaranthus hybridus L.) Kingdom: Plantae, Divisi:
Magnoliophyta, Kelas: Magnoliopsida,Ordo: Caryophyllales, Famili: Amaranthaceae,
Genus: Amaranthus, Spesies: Amaranthus hybridus L.(Saparinto, 2013).

2.2 Keragaman Genotip dan Keragaman Fenotip


Penampilan fenotipe suatu tanaman merupakan interaksi antara faktor genetik
dan faktor lingkungan. Keragaman fenotipe yang tampak dihasilkan oleh perbedaan
genotipe dan atau lingkungan tumbuhnya. Keragaman fenotipe yang terjadi
merupakan akibat adanya keragaman genotipe dan keragaman lingkungan.
Keragaman fenotipe mencerminkan keragaman lingkungan (Murti et al., 2002). Pada
umumnya tanaman memiliki perbedaan fenotip dan genotip yang sama. Perbedaaan
varietas cukup besar mempengaruhi perbedaaan sifat dalam tanaman. Keragaman
penampilan tanaman terjadi akibat sifat dalam tanaman (genetik) atau perbedaan
lingkungan kedua-duanya. Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor
penyebab keragaman penampilan tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995). Keragaman
tanaman terbentuk karena adanya ragam sifat yang dimiliki oleh tanaman dan
besar kecilnya variasi sifat ini tergantung kepada jenis tanaman (Gohil., et al,
2006).
Kegiatan seleksi sangat ditentukan oleh tersedianya keragaman genetik yang
luas (Safavi., et al, 2011). Keragaman genetik adalah suatu besaran yang mengukur
variasi penampilan yang disebabkan oleh komponen-komponen genetik. Penampilan
suatu tanaman dengan tanaman lainnya pada dasarnya akan berbeda dalam beberapa
5

hal. Dalam suatu sistem biologis, keragaman (variabilitas) suatu penampilan tanaman
dalam populasi dapat disebabkan oleh variabilitas genetik penyusun populasi,
variabilitas lingkungan, dan variabilitas interaksi genotipe x lingkungan (Rachmadi,
2000). Keragaman fenotip yang tinggi disebabkan oleh adanya keragaman yang besar
dari lingkungan dan keragaman genetik akibat segregasi. Keragaman yang teramati
merupakan keragaman fenotipik yang dihasilkan karena perbedaan genotip (Prajitno
et al., 2002). Keragaman genetik sangat mempengaruhi keberhasilan seleksi dalam
program pemuliaan tanaman (Poehlman et al., 1995)
Keragaman genetik alami merupakan sumber bagi setiap progam pemulian
tanaman. Variasi ini dapat dimanfaatkan, seperti semula dilakukan oleh manusia,
dengan cara melakukan introduksi secara sederhana dan tehnik dan seleksi atau dapat
dimanfaat dalam program persilangan yang canggih untuk mendapatkan rekombinasi
genetik yang baru. Jika perbedaan antar dua individu yang mempunyai faktor
lingkungan yang sama dapat diukur maka perbedaan ini berasal dari variasi genotip
kedua tanaman tersebut (Welsh, 1991).
Dalam suatu populasi tanaman, hanya nilai fenotipik yang dapat diamati dan
diukur secara langsung. Ragam fenotip dari suatu populasi menunjukkan tingkat
perbedaan fenotipik antarkelompok individu yang timbul akibat adanya ragam
genetik dan atau lingkungan (Falconer & Mackay 1996). Program genetik yang akan
diekspresikan pada suatu fase pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada
berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang
menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman
akibat perbedaan susunan genetik selalu dan mungkin terjadi sekalipun tanaman yang
digunakan berasal dari jenis yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995).
6

3. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di lahan yang terletak di Kelurahan Pucangan
Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Agustus – September 2020 dengan ketinggian 330 meter diatas permukaan laut
dengan suhu udara berkisar antara 20ºC – 28ºC. Penanaman dilakukan di lahan
terbuka.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah kamera digital, cangkul,
gembor, tali rafia, gunting, spidol permanen, papan nama, meteran, timbangan,
jangka sorong, kertas label, penggaris, kalkulator, paranet, dan alat tulis. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah dua populasi bayam hijau yaitu bayam hijau By3 dan
bayam hijau By7, bayam varietas MIRA sebagai penduga ragam lingkungan, air
serta pupuk.

3.3 Metode Penelitian


Penelitian ini mengunakan petak tunggal. Bahan tanam yang digunakan
adalah dua populasi bayam hijau. Penanaman dilakukan pada satu bedengan untuk
satu populasi. Setiap populasi ditanam 100 tanaman populasi bayam hijau By dan 30
tanaman varietas MIRA.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Penyemaian Bahan Tanam
Penyemaian dilakukan pada tray yang berisikan benih. Media semai adalah
tanah dan juga kompos dengan perbandingan 1:1. Penanaman benih dilakukan
dengan naungan plastik yang bertujuan untuk tidak tercecernya benih dikarenakan
proses alam. Pemeliharaan pada bibit semai juga dilakukan berupa penyiraman yang
dilakukan sehari dua kali serta mengamati hama dan penyakit pada tanaman setiap
harinya.
3.4.2 Persiapan Lahan
7

Persiapan lahan dimulai dari sanitasi lahan dengan cara membersihkan lahan
dari gulma dan sisa tanaman terdahulu. Kemudian lahan dicangkul sedalam 20 – 30
cm supaya gembur. Lahan dibuat membujur dari arah barat ke timur agar tanaman
mendapat cahaya penuh. Lebar bedengan 2,5 m, sementara panjang bedengan 2,5 m.
Tiap bedengan diberi pupuk kandang ayam sebanyak 42 kg.
3.4.3 Penanaman
Bibit ditanam setelah benih yang berada pada persemaian berumur 7 hst.
Setiap tanaman dipindah ke lubang tanam yang sudah di sediakan pada tiap
bedengan. Setiap petak atau bedengan digunakan untuk satu populasi bayam hijau
dengan populasi sebanyak 130 tanaman. Tiap bedengan memiliki ukuran lahan
sebesar 2,5 m x 2,5 m dengan jarak tanam 20 cm x 10 cm.
3.4.4 Pemupukan
Pemupukan dilakukan pada awal pengolahan lahan sebagai pupuk dasar yakni
menggunakan pupuk kandang. Pemberian pupuk kandang untuk tiap petak adalah
sebanyak 10 ton ha-1 atau 42 kg per bedeng. Pupuk tersebut disebar rata pada tiap
bedeng.
3.4.5 Pemeliharaan
Penyiraman. Kebutuhan air untuk tanaman harus diperhatikan. Tanaman
bayam yang masih muda memerlukan air sebanyak 4 liter/𝑚2 atau 9 liter per bedeng
dalam sehari atau tergantung cuaca. Menjelang dewasa, tanaman memerlukan air
sekitar 8 liter/𝑚2 atau 18 liter per bedeng setiap harinya. Namun, beberapa hari terjadi
hujan sehingga penyiraman secara manual tidak dilakukan.
Penyiangan. Kegiatan dilakukan secara rutin setiap seminggu sekali dengan
melihat keadaaan lahan untuk mengurangi gulma yang terdapat pada lahan dengan
cara mencabut gulma tersebut secara manual dengan menggunakan tangan. Gulma
yang ditemukan berupa tanaman rumput.
8

3.4.6 Panen
Panen dilakukan sebanyak dua kategori yaitu panen segar dan panen benih.
Panen segar dilakukan bayam hijau mempunyai tinggi berkisar 20 – 30 cm, yaitu
pada umur 28 hst. Tanaman dicabut beserta dengan akarnya.
Panen kedua, adalah panen benih. Panen benih dilakukan saat tanaman sudah
masak secara fisiologis dengan ciri malai sudah berwarna coklat kekuningan dan
benih belum banyak gugur dari bunga. Pemanenan dilakukan pada 50 – 60 hst.
Pemanenan dilakukan secara manual dengan menggunakan alat bantu gunting.
Pemanenan dilakukan tidak serempak sesuai dengan kondisi masak fisiologis dari
masing masing tanaman.
3.4.6 Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 28 hst. Jumlah tanaman
yang diamati adalah sebanyak 130 tanaman yang terdapat pada populasi. Dikarenakan
sewaktu pemindahan tanam banyak yang layu karena sinar matahari. Tanaman yang
diamati setengah dari populasi pada tiap petak yakni sejumlah 65 tanaman.
Komponen yang dihitung:
a. Jumlah daun pertanaman, diperoleh dengan menghitung seluruh daun pada
tanaman bayam hijau yang diamati dan telah membuka sempurna.
b. Tinggi tanaman (cm), pengamatan dilakukan dengan mengukur tanaman dari
pangkal batang hingga titik tumbuh menggunakan penggaris (cm).
c. Diameter batang (cm), pengamatan dilakukan dengan mengukur batang tanaman
menggunakan jangka sorong. Pengkuran batang ini dilakukan pada bagian tengah
batang.
d. Bobot segar tanaman (g), pengamatan dilakukan dengan cara menimbang
tanaman yang masih segar setelah dipanen pada masing masing populasi
menggunakan timbangan.
e. Lebar daun (cm), pengamatan dilakukan dengan mengukur tepi kiri ke tepi kanan
atau sebaliknya menggunakan penggaris pada bagian terlebar daun.
9

f. Panjang Daun (cm), pengamatan dilakukan dengan membentangkan mulai dari


pangkal daun sampai ujung daun. Kemudian diukur panjangnya menggunakan
penggaris.
g. Bentuk daun, pengamatan dilakukan dengan mengidentifikasi bentuk daun
pertanaman pada setiap populasi yang ditanam. Pengamatan dan identifikasi
menggunakan acuan UPOV Grand Amaranth
h. Warna daun, pengamatan dilakukan dengan mengidentifikasi warna daun
pertanaman pada setiap populasi yang ditanam. Pengamatan warna mengacu pada
Pantone Color chart dan identifikasi menggunakan acuan UPOV Grand
Amaranth
i. Warna batang, pengamatan dilakukan dengan mengidentifikiasi warna batang
pertanaman pada setiap populasi yang ditanam. Pengamatan warna mengacu pada
Pantone Color chart dan identifikasi menggunakan acuan UPOV Grand
Amaranth.
3.5 Analisis Data
Data dianalisis dengan menghitung rerata, ragam, koefisien variasi fenotip
(KVF), dan koefisien variasi genetik (KVG).
1. Perhitungan Rerata
Perhitungan rerata umum dihitung dengan rumus
Ʃ𝑥
X=
𝑛
2. Perhitugan Ragam dan simpangan baku
a. Perhitungan Simpangan Baku menggunakan rumus
∑(𝑋𝑖−𝑋̅)^2
σ =√ 𝑛

b. Perhitungan ragam By3 dan By7 mengguakan rumus


∑( 𝑋𝑖 − 𝑋)^2
𝜎2𝑝 =
𝑛
c. Perhitungan Ragam Lingkungan MIRA menggunakan rumus
∑( 𝑋𝑖 − 𝑋)^2
𝜎2𝑒 =
𝑛
10

d. Perhitungan ragam genetik populasi By3 dan By7 menggunakan


𝜎2𝑔 = 𝜎2𝑝 − 𝜎2𝑒
Keterangan:
Xi = data
X = rerata
n = banyak data
∑X = jumlah data atau total seluruh data
𝜎2𝑒 = ragam lingkungan
𝜎2𝑝 = ragam fenotip
𝜎2𝑔 = ragam genetik
3. KVF (Koefisien Variasi Fenotip) dan KVG (Koefisien Variasi Genotip)
Menurut Keasy dan Poony (1996) Perhitungan Koefisien Variasi Genetik dan
Koefisien Variasi Fenotip dihitung menggunakan rumus:
√𝜎² g
KVG = x 100%
x
√𝜎²f
KVF == x 100 %
x

Keterangan:
𝜎 2 g = Ragam genotipe
𝜎 2 p = Ragam fenotipe
𝑥 = Rata-rata populasi
Kriteria keluasan keragaman ditentukan berdasarkan pada nilai koefisien
variasi dengan rentang 0 – 100%, yaitu rendah (0% ≤ 25%), agak rendah (25% ≤
50%), cukup tinggi (50% ≤ 75%), tinggi (75% ≤ 100%).
11

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Karakter Kuantitatif
4.1.1.1 Tinggi Tanaman
a. Ragam Tinggi Tanaman
Berdasarkan pengamatan tinggi tanaman pada dua populasi bayam hijau
didapatkan hasil ragam fenotip sebesar 24,58 dan 32,85. Populasi By3 rata rata
memiliki tinggi sebesar 24,58. Sedangkan populasi By7 rata rata memiliki tinggi
sebesar 32,85. Hasil perhitungan ragam genetik pada dua populasi bayam hijau
memiliki nilai sebesar 8,61 dan 16,88. Populasi By7 memiliki ragam fenotip sebesar
16,88. Sedangkan pada populasi By3 memiliki ragam fenotip sebesar 8,61. (Tabel 1).
Tabel 1. Nilai Ragam Fenotip, Lingkungan dan Genetik Tinggi Tanaman pada Dua
Populasi Bayam Hijau
No Populasi Rerata 𝜎 2𝑝 𝜎2𝑒 𝜎2𝑔
1 By3 30,32±4,97 24,58 15,97 8,61
2 By7 37,46±5,73 32,85 15,97 16,88

b. Koefisien Variasi Fenotip dan Koefisien Variasi Genetik Tinggi Tanaman


Perhitungan Koefisien Variasi Fenotip (KVF) tinggi tanaman pada dua
populasi bayam hijau didapatkan hasil 16,35 dan 15,30. Populasi By3 memiliki hasil
lebih tinggi dibandingkan dengan populasi By7. Perhitungan Koefisien Variasi
Genetik (KVG) tinggi tanaman pada dua populasi bayam hijau didapatkan hasil 9,67
dan 10,97. Populasi By7 memiliki hasil lebih tinggi dibandingkan dengan populasi
By3 (Tabel 2).
Tabel 2. Koefisien Variasi Fenotip dan Koefisien Variasi Genetik Tinggi Tanaman
pada Dua Populasi Bayam Hijau

No Populasi KVF (%) Kriteria KVG (%) Kriteria

1 By3 16,35 Rendah 9,67 Rendah


2 By7 15,30 Rendah 10,97 Rendah
12

4.1.1.2 Jumlah Daun


a. Ragam Jumlah Daun
Berdasarkan pengamatan jumlah daun pada dua populasi bayam hijau
didapatkan hasil ragam fenotip sebesar 4,21 dan 4,29. Populasi By3 memiliki nilai
ragam fenotip sebesar 4,21. Sedangkan populasi By7 memiliki nilai ragam fenotip
sebesar 4,29. Hasil perhitungan ragam genetik pada dua populasi bayam hijau
memiliki nilai sebesar 2,21 dan 2,30. Populasi By3 memiliki nilai ragam genetic
sebesar 2,99. Sedangkan pada populasi By7 memiliki nilai ragam genetic sebesar
3,08. (Tabel 3).
Tabel 3. Nilai Ragam Fenotip, Lingkungan dan Genetik Jumlah Daun pada Dua
Populasi Bayam Hijau
No Populasi Rerata 𝜎2𝑝 𝜎2𝑒 𝜎 2𝑔
1 By3 10±2,05 4,21 1,99 2,21
2 By7 12±2,07 4,29 1,99 2,30

b. Koefisien Variasi Fenotip dan Koefisien Variasi Genetik Jumlah Daun


Perhitungan Koefisien Varian Fenotip (KVF) jumlah daun dua populasi
didapatkan hasil 19,65 dan 17,41. Populasi By3 memiliki hasil lebih tinggi
dibandingkan dengan populasi By7. Perhitungan Koefisien Varian Genetik (KVG)
jumlah daun dari dua populasi bayam hijau didapatkan hasil 14,24 dan 12,74.
Populasi By3 memiliki hasil lebih tinggi dibandingkan dengan populasi By7 (Tabel
4).
Tabel 4. Koefisien Variasi Fenotip dan Koefisien Variasi Genetik Jumlah Daun pada
Dua Populasi Bayam Hijau

No Populasi KVF (%) Kriteria KVG (%) Kriteria

1 By3 19,65 Rendah 14,24 Rendah


2 By7 17,41 Rendah 12,74 Rendah
Keterangan: kriteria KVF dan KVG: rendah (R) (0-25%), agak rendah (AR) (25-50%), cukup
tinggi (CT) (50-75%), tinggi (T) (>75%)
13

4.1.1.3 Diameter Batang


a. Ragam Baku Diameter Batang
Berdasarkan hasil pengamatan diameter batang pada dua populasi bayam
hijau didapatkan hasil nilai ragam fenotip dua populasi sebesar 0,007 dan 0,005.
Populasi By3 memiliki nilai ragam fenotip sebesar 0,007. Sedangkan populasi By7
memiliki nilai ragam fenotip sebesar 0,005. Hasil perhitungan ragam genetic dua
populasi bayam hijau memiliki nilai sebesar 0,006 dan 0,004. Populasi By3 memiliki
nilai ragam genetic sebesar 0,005. Sedangkan populasi By7 memiliki nilai ragam
genetic sebesar 0,003. (Tabel 5).
Tabel 5. Nilai Ragam Fenotip, Lingkungan dan Genetik Diameter Batang pada Dua
Populasi Bayam Hijau
No Populasi Rerata 𝜎2𝑝 𝜎2𝑒 𝜎2𝑔
1 By3 0,3±0,08 0,007 0,001 0,006
2 By7 0,32±0,07 0,005 0,001 0,004

b. Koefisien Variasi Fenotip dan Koefisien Variasi Genetik Diameter Batang


Perhitungan Koefisien Variasi Fenotip (KVF) diameter batang dari dua
populasi didapatkan hasil 28,75 dan 22,76. Populasi By3 memiliki hasil lebih tinggi
dibandingkan dengan populasi By7. Perhitungan Koefisien Variasi Genetik (KVG)
diameter bantang dari dua populasi didapatkan hasil 22,50 dan 19,81. Populasi By3
memiliki hasil lebih tinggi dibandingkan dengan populasi By7 (Tabel 6).

Tabel 6. Koefisien Variasi Fenotip dan Koefisien Variasi Genetik Diameter Batang
pada Dua Populasi Bayam Hijau

No Populasi KVF (%) Kriteria KVG (%) Kriteria

1 By3 28,75 Agak Rendah 25,50 Agak Rendah

2 By7 22,76 Rendah 19,81 Rendah


Keterangan: kriteria KVF dan KVG: rendah (R) (0-25%), agak rendah (AR) (25-50%), cukup
tinggi (CT) (50-75%), tinggi (T) (>75%)
14

4.1.1.4 Bobot Segar Tanaman


a. Ragam Bobot Segar Tanaman
Berdasarkan hasil pengamatan bobot segar tanaman dari dua populasi bayam
hijau didapatkan hasil nilai ragam fenotip sebesar 26,37 dan 25,69. Populasi By3
memiliki nilai ragam fenotip sebesar 26,37. Sedangkan populasi By7 memiliki nilai
ragam fenotip sebesar 25,69. Hasil perhitungan nilai ragam genetic dua populasi
bayam hijau memiliki nilai sebesar 3,72 dan 3,04. Populasi By3 memiliki nilai ragam
genetic sebesar 3,72. Sedangkan pada populasi By7 didapatkan nilai ragam genetic
sebesar 3,04. (Tabel 7).
Tabel 7. Nilai Ragam Fenotip, Lingkungan dan Genetik Bobot Segar Tanaman pada
Dua Populasi Bayam Hijau
No Populasi Rerata 𝜎2𝑝 𝜎 2𝑒 𝜎 2𝑔
1 By3 31,06±5,13 26,37 22,65 3,72
2 By7 37,30±5,06 25,69 22,65 3,04

b. Koefisien Variasi Fenotip dan Koefisien Variasi Genetik Bobot Segar Tanaman
Perhitungan Koefisien Variasi Fenotip (KVF) bobot segar tanaman
didapatkan hasil 16,52 dan 13,59. Populasi By3 memiliki hasil lebih tinggi
dibandingkan dengan popoulasi By7. Perhitungan Koefisien Variasi Genetik (KVG)
bobot segar tanama didapatkan hasil sebesar 6,21 dan 4,67. Populasi By3 memiliki
hasil lebih tinggi dibandingkan dengan populasi By7. (Tabel 8)
Tabel 8. Koefisien Variasi Fenotip dan Koefisien Variasi Genetik Bobot Segar
Tanaman pada Dua Populasi Bayam Hijau

No Populasi KVF (%) Kriteria KVG (%) Kriteria

1 By3 16,52 Rendah 6,21 Rendah

2 By7 13,59 Rendah 4,67 Rendah


Keterangan: kriteria KVF dan KVG: rendah (R) (0-25%), agak rendah (AR) (25-50%), cukup
tinggi (CT) (50-75%), tinggi (T) (>75%)
15

4.1.1.5 Panjang Daun


a. Ragam Panjang Daun
Berdasarkan hasil pengamatan panjang daun dari dua populasi bayam hijau
didapatkan hasil nilai ragam fenotip sebesar 3,65 dan 2,24. Populasi By3 memiliki
nilai ragam fenotip sebesar 3,65. Sedangkan populasi By7 memiliki nilai ragam
fenotip sebesar 2,24. Hasil perhitungan ragam genetic dari dua populasi bayam hijau
didapatkan nilai sebesar 1,74 dan 0,33. Populasi By3 memiliki nilai ragam sebesar
1,74. Sedangkan populasi By7 memiliki nilai ragam genetic sebsar 0,33. (Tabel 9).
Tabel 9. Nilai Ragam Fenotip, Lingkungan, dan Genetik Panjang Daun pada Dua
Populasi Bayam Hijau
No Populasi Rerata 𝜎2𝑝 𝜎2𝑒 𝜎2𝑔
1 By3 8,9±1,91 3,65 1,91 1,74
2 By7 8,64±1,5 2,24 1,91 0,33

b. Koefisien Variasi Fenotip dan Koefisien Variasi Genetik Panjang Daun


Perhitungan Koefisien Variasi Fenotip (KVF) panjang daun tanaman
didapatkan hasil 21,47 dan 17. Populasi By3 memiliki hasil lebih tinggi dibandingkan
dengan popoulasi By7. Perhitungan Koefisien Variasi Genetik (KVG) panjang daun
tanaman didapatkan hasil 14,82 dan 6,53. Populasi By3 memiliki hasil lebih tinggi
dibandingkan dengan popoulasi By7 (Tabel 10).
Tabel 10. Koefisien Variasi Fenotip dan Koefisien Variasi Genetik Panjang Daun
pada Dua Populasi Bayam Hijau

No Populasi KVF (%) Kriteria KVG (%) Kriteria

1 By3 21,47 Rendah 14,82 Rendah


2 By7 17 Rendah 6,53 Rendah
Keterangan: kriteria KVF dan KVG: rendah (R) (0-25%), agak rendah (AR) (25-50%), cukup
tinggi (CT) (50-75%), tinggi (T) (>75%)
16

4.1.1.6 Lebar Daun

a. Ragam Lebar Daun


Berdasarkan hasil pengamatan lebar daun dari dua populasi bayam hijau
didapatkan hasil nilai ragam fenotip sebesar 2,48 dan 2,52. Populasi By3 memiliki
nilai ragam fenotip sebesar 2,48. Sedangkan populasi By7 memiliki nilai ragam
fenotip sebesar 2,52. Hasil perhitungan ragam genetic dari dua populasi bayam hijau
memiliki nilai sebesar 0,81 dan 0,85. Populasi By3 memiliki nilai ragam genetic
sebesar 0,81. Sedangkan populasi By7 memiliki nilai ragam genetic sebesar 0,85.
(Tabel 11)
Tabel 11. Nilai Ragam Fenotip, Lingkungan, dan Genetik Lebar Daun pada Dua
Populasi Bayam Hijau
No Populasi Rerata 𝜎2𝑝 𝜎2𝑒 𝜎2𝑔
1 By3 7,2±1,57 2,48 1,67 0,81
2 By7 6,62±1,59 2,52 1,67 0,85

b. Koefisien Variasi Fenotip dan Koefisien Variasi Genetik Lebar Daun


Perhitungan Koefisien Variasi Fenotip (KVF) lebar daun tanaman didapatkan
hasil 21,87 dan 23,96. Populasi By7 memiliki hasil lebih tinggi dibandingkan dengan
popoulasi By3. Perhitungan Koefisien Variasi Genetik (KVF) lebar daun tanaman
didapatkan hasil 12,5 dan 13,93. Populasi By7 memiliki hasil lebih tinggi
dibandingkan dengan populasi By3 (Tabel 12).
Tabel 12. Koefisien Variasi Fenotip dan Koefisien Variasi Genetik Lebar Daun pada
Dua Populasi Bayam Hijau

No Populasi KVF (%) Kriteria KVG (%) Kriteria

1 By3 21,87 Rendah 12,5 Rendah


2 By7 23,96 Rendah 13,93 Rendah
Keterangan: kriteria KVF dan KVG: rendah (R) (0-25%), agak rendah (AR) (25-50%), cukup
tinggi (CT) (50-75%), tinggi (T) (>75%)
17

4.1.2 Karakter Kuliatitatif

4.1.2.1 Karakter Kualitatif Warna Daun

Berdasarkan hasil pengamatan dan identifikasi karakter kualitatif warna daun.


Populasi By3 memiliki warna daun yang hijau kemerahan dengan bercak merah yang berada
di tengah daun. Pada populasi By7 memiliki warna daun yang berwarna hijau. (tabel 13)
Tabel 13. Tabel Hasil Pengamatan dan Identifikasi Warna Daun pada Dua Populasi
Bayam Hijau

No Populasi Warna Daun

1 By3 Hijau Kemerahan


2 By7 Hijau

4.1.2.2 Karakter Kualitatif Warna Batang


Berdasarkan hasil pengamatan dan identifikasi warna batang. Populasi By3
memiliki warna hijau kemerahan. Sedangkan populasi By7 memiliki warna hijau
pada batangnya. (tabel 14)
Tabel 14. Tabel Hasil Pengamatan dan Identifikasi Warna Batang pada Dua
Populasi Bayam Hijau

No Populasi Warna Batang

1 By3 Hijau Kemerahan


2 By7 Hijau
18

4.1.2.3 Karakter Kualitatif Bentuk Daun


Berdasarkan hasil pengamatan dan identifikasi pada bentuk daun. Populasi
By3 memiliki bentuk daun yang bulat. Sedangkan pada populasi By7 memiliki
bentuk daun yang bulat memanjang. (tabel 15)
Tabel 15. Tabel Hasil Pengamatan dan Identifikasi Bentuk Daun pada Dua Populasi
Bayam Hijau

No Populasi Bentuk Daun

1 By3 Bulat
2 By7 Bulat Memanjang
19

4.2 Pembahasan
4.2.1 Karakter Kuantitatif

Keragaman genetik merupakan syarat mutlak dalam keberhasilan suatu program


pemuliaan tanaman. Keragaman genetik dapat memperbesar kemungkinan untuk
mendapatkan genotip yang lebih baik melalui seleksi. Keragaman karakter dan
keanekaragaman genotip berguna untuk mengetahui pola pengelompokan genotip
pada populasi tertentu berdasarkan karakter yang diamati dan dapat dijadikan sebagai
dasar kegiatan seleksi (Agustina dan Waluyo, 2017).

Pada penelitian kali ini didapatkan hasil pengamatan nilai Koefisien Variasi
Fenotip (KVF) dan Koefisien Variasi Genetik (KVG) yang menjadi empat kriteria
yaitu nilai koefisien rendah, agak rendah, cukup tinggi dan tinggi. Nilai KVF dan
KVG rendah dan agak rendah menunjukkan karakter yang diamati memiliki
keragaman yang sempit. Dengan kata lain keragaman yang sempit juga menunjukkan
bahwa populasi tersebut sudah seragam. Sedangkan nilai KVF dan KVG cukup tinggi
dan tinggi menunjukkan karakter yang diamati memiliki keragaman yang luas.
Keragaman yang luas menunjukkan bahwa populasi tersebut belum seragam,
sehingga perlu dilakukan proses seleksi sampai mendapatkan hasil yang seragam
(Wibianto dan Purnamaningsih, 2019). Keefektifan seleksi dipengaruhi oleh
ketersediaan keragaman dalam populasi yang akan diseleksi. Semakin besar tingkat
keragaman dalam populasi, efektifitas seleksi untuk memilih suatu karakter yang
sesuai dengan keinginan semakin besar pula (Sa’diyah et al 2009).

Dari seluruh karakter kuantitatif yang diamati, pada diameter batang populasi By3
memiliki nilai keragaman genetik agak rendah. Sedangkan pada karakter tinggi
tanaman, jumlah daun, bobot segar tanaman, panjang daun dan lebar daun memiliki
nilai keragaman genetik yang rendah. Pada populasi By7, seluruh karakter yang
diamati dari tinggi tanaman, bobot segar tanaman, jumlah daun, diameter batang
panjang daun, dan lebar daun memiliki nilai keragaman genetic yang rendah. Nilai
koefisien yang rendah sampai dengan agak rendah dapat dikategorikan sebagai
keragaman sempit sedangkan nilai koefisien cukup tinggi sampai dengan tinggi
20

dikategorikan sebagai keragaman luas. Artinya, semua karakter yang diamati pada
kedua populasi berpenampilan seragam dan populasi tersebut lebih banyak
dipengaruhi oleh lingkungan (Aritonang dan Purnamaningsih, 2018). Sehingga kedua
populasi tidak perlu melakukan seleksi lagi dikarenakan memiliki penampilan yang
seragam. Keragaman yang luas menunjukkan bahwa populasi tersebut belum
seragam, sehingga perlu dilakukan proses seleksi sampai mendapatkan hasil yang
seragam (Wibianto dan Purnamaningsih, 2019).

Nilai KVF pada penelitian ini lebih tinggi daripada nilai KVG. Dari nilai
tersebut dapat disimpulkan bahwasannya banyak karakter bayam hijau pada dua
populasi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan daripada faktor genetik.
Menurut Wibianto dan Purnamaningsih (2018), nilai KVF yang lebih besar
dibandingkan dengan nilai KVG menunjukkan bahwa keragaman yang muncul pada
karakter tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan daripada faktor
genetik. Adapun nilai KVG yang hasilnya berbeda jauh dengan nilai KVF
mengindikasikan bahwa faktor lingkungan berpengaruh besar terhadap keragaman
yang terjadi pada karakter tersebut (Gupta dan Verma, 2000).
21

5. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Karakter tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar tanaman, diameter batang,
panjang daun, dan lebar daun pada dua populasi bayam hijau yang diamati yang
memiliki nilai KVG dan KVF rendah dan agak rendah. Sehingga pada karakter tinggi
tanaman, jumlah daun, bobot segar tanaman, diameter batang, panjang daun, dan
lebar daun dari kedua populasi mempunyai keragaman sempit dan tampilan yang
seragam secara genetik maupun fenotipik. Nilai KVF lebih tinggi dibandingkan
dengan nilai KVG sehingga kedua populasi banyak dipengaruhi oleh faktor
lingkungan daripada faktor genetik. Faktor lingkungan tersebut berupa suhu, cahaya
matahari, ketinggian, tanah, dan nutrisi.
22

DAFTAR PUSTAKA
Agustina, N. I., Waluyo B. 2017. Keragaman karakter morfo-agronomi dan
keanekaragaman galur – galur cabai besar (Capcisum anuum L.). Jurnal
Agro, 4(2), 120 – 130.
Aritonang, A.M, Purnamaningsih S.L. 2018. Heritabilitas Karakter Agronomis Pada
Lima Populasi Bayam Merah. Jurnal Produksi Tanaman Vol. 6 No. 10.
BPS. 2018. Statistik tanaman buah buahan dan sayuran semusim Indonesia 2018.
Katalog BPS: 5205009.
Falconer, DS & Mackay, TFC. 1996. Introduction to quantitative genetics. Fourth
edition, Longman.
Gohil, VN, Pandya, HM & Mehta, dDR. 2006. Genetic variability for seed yield and
its component traits in soybeans. Agric. Sci. Digest., vol. 26., no 1. pp 73-74.
Gupta, SK, Verma, SR. 2000. Variability, heritability and genetic advance under
normal and rainfed condidtion in durum wheat (Triticum durum Dest). Indian
J Agric. Res., Vol. 34 no 2 pp. 125-125
Handayani, T, I. M. Hidayat. 2011. Produksi Penampilan 11 Nomor Bayam
(Amaranthus Spp) di Lembang, Cipanas dan Garut. Prossiding Seminar
Nasional Perhimpunan Hortikultura Indonesia 2011. Kemandirian Produk
Hortikultura untuk memenuhi pasar domestic dan ekspor. Hal 149 – 154.
Jalata, Z,. Ayana, Zeleke. H. 2011. Variability, Herability ,and Genetic Advance for
Some Yield and Yelated Related Traits in Ethiopia Barley (Hordeum vulgare
L) landrace and Crosses. International Journal of Plant Breeding and Genetic,
5 (1) 44 – 52.
Kearsy, M. J. J, Pooni, H. S. S. 1996. The Genetical Analysis of Quantitative Traits.
London: Chapman & Hall.
Murti, R.H., A. Prajitno, dan Tamrin. 2002. Keragaman genotipe salak lokal Sleman.
Habitat. 13 (1): 57 – 65.
Poehlman, J.M., D.A. Sleeper. 1995. Breeding Field Crops. Iowa State University.
USA.
Rachmadi, M. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif. Universitas
Padjajaran : Bandung. 159 hlm.
Ruchjaniningsih.2002. Penampilan Fenotipik dan Beberapa Parameter Genetik
Delapan Kultivar Kacang Tanah Pada Lahan Sawah. Zuriat Vol. 11, No.1,
Hal 10.
Saenong, S. 1988. Teknologi Benih Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
23

Safavi, AS, Safavi, SM, & Safavi, SA. 2011. Genetic Variability of some
morphological traits in sunflower (Helianthus annus L.), Amer J Sci. Res.,
vol. 17, pp 19 – 24.
Sitompul S. M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjahmada
University Prees. Yogyakarta
Sumarno. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar Universitas
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sunarjono, H. 2008. Bertanam 30 Jenis Sayuran. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sunarjono. H, 2013, Bertanam 36 Jenis Sayur, Jakarta, Penebar Swadaya
Sa’diah, N.T.R. Basoeki, A.E. Putri, D. 2009. Korelasi Keragaman Genetik Dan
Heritabilitas Karalter Agronomi pada Kacang Panjang Populasi F3
Keturunan Persilangan Testa Hitam x Lurik. Jurnal Agrotropika Vol 14(1):
37 – 41.
Syukur, M., S. Sujiprihati, R. Yunianti, D. A. Kusumah. 2011. Pendugaan Ragam
Genetik dan Heribilitas Karakter Komponen Hasil Beberapa Genotip Cabai.
Jurnal Agrivigor. Indonesia. 10 (2): 148 – 156.
Tafajani.H, 2011, Panduan Komplit Bertanam Sayur dan Buah-buahan,Yogyakarata,
Cahaya Atma.
Tjitrosoepomo, Gembong. 2009. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta. Gadjah Mada
University Press
Warwick, E.J., Hardjosubroto,W, Astuti,M. 1990. Pemuliaan Ternak. Cetakan
keempat.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Welsh J R. 1991. Dasar-dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Termahan
MogeaJ,P. Erlangga. Jakarta.
Wibianto, N. N, Purnamaningsih S.L. 2019. Keragaman Genetik dan Heritabilitas
pada 20 Populasi Bayam Merah. Universitas Brawijaya. Malang
24

LAMPIRAN
Lampiran 1. Denah Percobaan

0,3 m

MIRA MIRA

By3 By7

0,3 m 0,3 m

MIRA MIRA
7 m

By3 By7

MIRA MIRA

0,3 m

12 m

Keterangan:

Panjang Lahan: 7 meter

Lebar Lahan : 12 meter

Jarak antar Petak : 0,3 m


25

Lampiran 2.Petak Percobaan

2,5 m

20cm

10cm

2,5 m

Keterangan:
= Varietas MIRA
= Varietas BY
Panjang petak = 2,5 meter
Lebar Petak = 2,5 meter
Jarak Tanam = 0,2 m x 0,1 m
Jarak dari Pinggir = 0,3 m
26

Lampiran 3. Perhitungan Pupuk Kandang


1. Pupuk kandang = 10 ton ha -1
7 m x 12 m
1 petak = x 10 ton ha -1
10000

= 42 kg
2 petak = 42 x 2 = 84 kg
Lampiran 4. Hasil perhitungan rerata karakter kuantitatif

No Populasi Tinggi Bobot Jumlah Diameter Panjang Lebar


Tanaman Segar Daun Batang Daun Daun
(cm) (g) (cm)
1. By3 30,32 31,06 10 0,30 8,9 7,2
2. By7 37,46 37,30 12 0,32 8,8 6,62

Lampiran 5. Hasil perhitungan rerata karakter kuantitatif

No Populasi Warna Warna Bentuk


Daun Batang Daun
1. By3 3,24 8,38 1,14
2. By7 1,9 4,54 1,8

Lampiran 6. Pedoman identifikasi karakter kualitatif

Gambar 1. Pedoman identifikasi warna batang


27

Gambar 2. Pedoman identifikasi warna batang

Gambar 3. Pedoman identifikasi warna daun

Gambar 4. Pedoman identifikasi warna daun

Gambar 5. Pedoman identifikasi bentuk daun


28

Gambar 6. Gambar bentuk daun

Lampiran 7. Deskripsi Tanaman


Deskripsi Tanaman Bayam Merah Varietas MIRA (BA285)

Gambar 7. Gambar varietas MIRA

Pendaftaran Varietas Hasil Pemuliaan


No Publikasi : 024/BR/PVHP/02/2014
Tanggal : 21 Oktober 2013

Asal : dalam negeri (PT. East West Seed Indonesia)


Silsilah : seleksi varietas lokal
29

Golongan varietas : bersari bebas


Umur panen : 23 – 25 hari setelah tanam
Tinggi tanaman : 21,8 – 23,8 cm
Bentuk Penampang batang : silindris
Diameter batang : 5,4 – 6,5 mm
Warna batang : merah tua
Bentuk daun : bulat telur
Ukuran daun : panjang daun 7,2 – 9,9 cm, lebar daun 5,5 – 7,1 cm
Warna daun : merah tua
Rasa bayam : hambar
Bentuk biji : bulat pipih
Berat 1.000 biji : 0,8 – 0,83 g
Daya simpan (25-27c) : 2 – 3 hari setelah panen
Populasi per hektar : 1.200.000 lubang tanam
Kebutuhan benih per hektar : 1,92 – 4,98 kg
Penciri utama : warna daun merah tua, permukaan daun agak berkerut
Keunggulan varietas : umur genjah (23-25 hst), produksi tinggi (36-42 ton)
Wilayah adaptasi : dataran rendah dengan ketinggian 50 – 100 mdpl
Pemohon : PT. East West Seed Indonesia
Pemulia : Nugraheni Vita Rahma
Peneliti : Tukiman Misidi, Abdul Kohar, M. Taufik Hariyadi
30

Lampiran 8. Dokumentasi

a.) penanaman b.) penyiangan

d.) Pengolahan lahan c.) pemupukan

e.) Populasi By3 f.) Populasi By7


31

g.) pengukuran tinggi tanaman h.) penyiraman

Anda mungkin juga menyukai