Anda di halaman 1dari 102

PERBEDAAN PERLAKUAN BERBAGAI JENIS PUPUK

TERHADAP PERTUMBUHAN DUA KLON TEBU


(Saccharum officinarum L.) DI LAHAN KERING

SKRIPSI

Oleh:
FIKRY BAGUS ALFARISY
NIM. 15111012

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
2019
PERBEDAAN PERLAKUAN BERBAGAI JENIS PUPUK
TERHADAP PERTUMBUHAN DUA KLON TEBU
(Saccharum officinarum L.) DI LAHAN KERING

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan


Pendidikan Program Sarjana (S-1) Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Gresik

Oleh :
FIKRY BAGUS ALFARISY
NIM: 15111012

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
2019

ii
Dosen Pembimbing :
1. Prof. Dr. Ir. Setyo Budi, MS.
2. Rohmatin Agustina, SP., MP

iii
PERBEDAAN PERLAKUAN BERBAGAI JENIS PUPUK TERHADAP
PERTUMBUHAN DUA KLON TEBU (Saccharum officinarum L.)
DI LAHAN KERING

Nama : Fikry Bagus Alfarisy


NIM : 15111012
Program Studi : Agroteknologi
Fakultas : Pertanian

Telah disetujui
Pada,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Prof. Ir. Setyo Budi, MS Rohmatin Agustina, SP., MP


NIP. 01119409025 NIP. 01111503170

Dekan Fakultas Pertanian Ketua Program Studi Agroteknologi

Ir. Endah Sri Redjeki, MP., M.Phil Wiharyanti Nur Lailiyah, SP., MP
NIP. 01118803014 NIP. 01111802208

iv
Diterima oleh Fakultas Pertanian sebagai Skripsi
Universitas Muhammadiyah Gresik

Judul Skripsi : Perbedaan Perlakuan Berbagai Jenis Pupuk Terhadap


Pertumbuhan Dua klon Tebu (Saccharum officinarum L)
Di Lahan Kering
Nama : Fikry Bagus Alfarisy
NIM : 15.111.012
Program Studi : Agroteknologi

Dipertahankan pada
Hari : Kamis
Tanggal : 25 Juli 2019
Tempat : Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Gresik

Tim Penguji :
Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Ir. Setyo Budi, MS Rohmatin Agustina, SP., MP


NIP. 195505051986021002 NIP. 01111503170

Anggota

Ir.Endah Sri Redjeki,M.P.,M.Phil


NIP. 01118803014

v
HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :


Nama : Fikry Bagus Alfarisy
NIM : 15111012
Program Studi : Agroteknologi
Dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa :
1. SKRIPSI dengan judul : Perbedaan Perlakuan Berbagai Jenis Pupuk
Terhadap Pertumbuhan Dua Klon Tebu ( Saccharum officinarum L. ) Di
Lahan Kering adalah karya saya dan dalam naskah skripsi ini tidak
terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memenuhi
gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, baik
sebagaian maupun keseluruhan, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam
naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dalam daftar pustaka.
2. Apabila ternyata dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-
unsur plagiasi, saya bersedia skripsi ini DIGUGURKAN dan GELAR
AKADEMIK YANG TELAH SAYA PEROLEH DIBATALKAN, serta
diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku
3. Skripsi ini dapat dijadikan sumber pustaka yang merupakan HAK BEBAS
ROYALTY NON EKSKLUSIF.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dipergunakan
sebagaimana mestinya.

Gresik, 10 Juli 2019


Mahasiswa,

Nama : Fikry Bagus Alfarisy


NIM : 15 111 012

vi
RINGKASAN
Fikry Bagus Alfarisy. 15111012. Program Sarjana Universitas Muhammadiyah
Gresik. Perbedaan Perlakuan Berbagai Jenis Pupuk Terhadap Pertumbuhan Dua
Klon Tebu(Saccharum officinarum L.). Dosen Pembimbing I: Prof.Dr.Ir Setyo
Budi.,MS. Dosen Pembimbing II: Rohmatin Agustina, SP., MP. Dosen Penguji:
Ir.Endah Sri Redjeki,M.P.,M.Phil

Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) adalah tanaman yang berrilaii


ekonomis cukup tinggi, karena sebagai bahan baku utama dalam pembuatan gula..
Tanaman tebu mengandung nira yang dapat diolah menjadi kristal-kristal gula. Penelitian
ini bertujuan meningkatkan pertumbuhan tanaman tebu. Hal ini dapat ditempuh melalui
pemberian berbagai jenis pupuk dan unggul klon. Penelitian ini dilakukan di kebun
percobaan Agroteknologi Fakultas Pertanian di Desa Klangonan, Gresik.Waktu pelaksaan
penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2019. Percobaan menggunakan
Rancangan Acak Petak Terbagi (Split plot design). Petak Utama (PU) klon terdiri dari 2
taraf yaitu klon K1 ( SB 7 ) dan K 2 ( SB 5 ). Sedangkan Anak Petak (AP) pemberian
berbagai jenis pupuk terdiri dari 4 taraf yaitu aplikasi Kontrol ( P 0 ) ekstrak Chromolaena
100 g / 500 ml ( P1 ) Seresah kacang tanah 7 t / ha ( P 2 ) Phonska 800 kg / ha ( P 3 ).
Masing – masing diulang 3 kali sehingga terdapat 24 satuan kombinasi perlakuan.
Analisis data menggunakan anova dengan uji F 5%. Jika terdapat beda nyata maka
dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT 5 %. Tidak terdapat interaksi nyata pada perlakuan
pupuk chromolaena,seresah kacang tanah dan phonska dan perlakuan pemberian berbagai
jenis pupuk tidak terdapat perbedaan nyata pada semua variabel pertumbuhan namun
terdapat perbedaan nyata pada klon yaitu pada variabel tinggi tanaman, tinggi batang,
jumlah anakan,jumlah ruas,dan panjang ruas. Hasil penelitian menunjukan pada
perlakuan klon K1 (SB 7) terdapat beda nyata tertinggi dibandingkan klon K2 (SB5) pada
umur 132 hst terhadap variabel pertumbuhan tinggi tanaman (320,10 cm), tinggi batang
(111,47 cm), jumlah anakan (1,10 anakan), jumlah ruas (8,32 ruas), panjang ruas (11,14
cm).
Kata Kunci : Chromolaena, Klon, Phonska, Seresah kacang,Tebu
ABSTRACT
Sugar cane (Saccharum officinarum L.) has a plant that is economically high
enough, because as the main raw material in making sugar. Sugarcane plants contain
roomiewhich can be processed into sugar crystals.this research aims to increase the
growth of sugar cane. this can be achieved throught providing various types of fertilizers
and superior clones. In the agrotechnology experimental garden of the faculty of
agriculture in klangonan village, keboma, gresik regerency. When the research was
conducted at may to june 2019. Experiment using a Split plot design. Main plot (PU)
clones of 2 levels, clones K1 ( SB 7 ),and K2 ( SB 5 ). While Sub plot (AP) with
fertilizer application consists of 4 levels, namely the control application( P0 )
ExtractChromolaena 100 g / 500 ml ( P1 ) litter of peanuts 7 t / ha ( P2 ) Phonska 800 kg /
ha ( P3 ).each repeated 3 times. The analysis used anova 0,05 analysis of variance. If
there is a real difference then proceed with further tests dmrt 5%. there was no real
interaction with chromolaena fertilizer treatment, peanut litter and phonska. there is no
significant difference in the treatment of fertilizer types on all growth variables, but there
are significant differences in the clones, namely in the plant height, stem height, number
of tillers, number of sections, and length of segments. The results showed the treatment of
clones K1 (SB 7) there is the highest real difference compared to the clones K2 (SB 5)at
the age of 132 days after the variable plants growth height (320,10 cm),stem height
(111,47 cm), number of tillers (1,10 tillers), number of segments (8,31
segments),internode length (11,14 cm).
Keywords: Extract Chromolaena, Klon, Phonska Sugar cane, litter of peanuts

vii
MOTTO

“Jawaban sebuah keberhasilan adalah terus belajar dan


tak kenal putus asa”

viii
Ku Persembahkan Kepada :

Kedua orang tua


Bapak Sukamto dan Ibu Teti Resmiaty
dan kakak saya Ratna Anggraini Putri

ix
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Pengasih


dan Penyayang, atas limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga penyusunan
skripsi dengan judul: “Perbedaan Perlakuan Berbagai Jenis Pupuk Terhadap
Pertumbuhan Dua klon Tebu ( Saccharum officinarum L) Di Lahan Kering “
dapat terselesaikan selanjutnya dilaksanakan penelitian lebih lanjut oleh peneliti
dalam upaya untuk menyelesaikan tugas akhir guna memperoleh gelar Sarjana
Pertanian Strata Satu (S1) pada Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Gresik.
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan:
1. Kedua Orang tua tercinta, Bapak Sukamto dan Ibu Tety Resmiaty untuk
segala yang selalu mendoakan, memotifasi dan selalu memberikan semangat.
2. Bapak Prof.Dr.Ir. Setyo Budi,.MS. selaku Dosen Pembimbing I, yang dengan
luar biasa membimbing saya. Terima kasih atas perhatian, kesabaran, Ilmunya
dan motivasinya.
3. Ibu Rohmatin Agustina SP., MP selaku Dosen Pembimbing II yang dengan
luar biasa membimbing saya. Terima kasih atas kesabaran, Ilmu dan
Motivasinya.
4. Ibu Ir. Endah Sri Redjeki, MP., M.Phil. selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Gresik.
5. Keluarga besar Ibu dan Bapak dan saudara-saudara saya yang telah
mensupport dan mendoakan selama ini.
6. Kawan-kawan seperjuangan Agroteknologi 2015 : Aldi, Mansyah, Sukma,
Yayan, Mahfud, Kholis, Ferry, Masyuhri, Heni, Anita, Tiara, Mida, Firda,
Retno dan Lainnya. Terima kasih untuk pendapat, nasehat, keceriaan, tawa,
suka dan duka.
7. Kakak-kakak ku di Agroteknologi, Mbak Tiwi, Mbak Ilmi, Mbak Iba Mas
Pamuji, Mas Yunus, Mas Anjas, Mas Ucik, Mas Mirza, Mas Ahmad, Mbak
Ayun, Mbak Zizi, Mbak Aini dan Mbak Nanda

x
8. Adik-adikku di Agroteknologi,Wibi, Novendra, Agung, Guntur, Ady, Camdi,
Mitra, Farisa, Atus, Amin, Diana, Asifa, Lufita
9. Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk Dosen-dosen Program Studi
Agroteknologi untuk ilmunya selama ini, penghormatan dan terima kasih yang
luar biasa untuk : Ibu Endah Sri Redjeki, Ibu Diana, Pak Rahmad Jumadi, Prof
Setyo Budi, Ibu Vivi, Ibu Vita Mukti, Ibu Wiharyanti Nur Lailiyah.
Akhir kata penulis berharap semoga penelitian dan penyusunan skripsi
dapat bermanfaat khususnya bagi pribadi penulis sendiri dan umumnya bagi para
pembaca skripsi ini.
Gresik, 16 Juli 2019

Penulis

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL……………………………………………….……
i
HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………… iv
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………..……v
HALAMAN PERNYATAAN…………………………………….……… v
RINGKASAN………………………………………………………….….. vii
MOTTO…………………………………………………………………… viii
KATA PENGANTAR..................................................................................x
DAFTAR ISI................................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................xv
DAFTAR TABEL........................................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………xviii

BAB 1. PENDAHULUAN…………………………………………..……. 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………...….. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………...…. 3
1.3 Tujuan Masalah……………………………………………………..…..3
1.4 Hipotesis……………………………………………………………….. 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………. 4


2.1 Taksonomi Tanaman Tebu.………………….………………………… 4
2.2 Morfologi Tanaman Tebu…………….…………………………...…… 4
2.2.1 Batang……………………………………………………………4
2.2.2 Akar……………………………………………………………... 5
2.2.3 Daun……………………………………………………….......... 5
2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Tebu……………………………………….. 5
2.3.1 Tanah……………………………………………………………. 6
2.3.2 Iklim……………………………………………………….......... 6
2.4 Fenologi Tanaman Tebu………………………………………..……… 7
2.5 Pupuk…………………........................................................................... 9
2.6 Unsur Hara Makro……………………………………………….…….. 10
2.6.1 Unsur N…………………………………………………………. 10
2.6.2 Unsur P………………………………………………………….. 11
2.6.3 Unsur K…………………………………………………………. 12
2.7 Macam-macam Pupuk…………………………………………….…… 13
2.7.1 Pupuk Organik……………………………………………...........13
2.7.2 Pupuk Anorganik…………………………………………...........15
2.8 Pupuk Chromolaena odorata……………………………………..…….17
2.9 Pupuk Seresah Kacang Tanah…………………………………………..18
2.10Klon…………………………………………………………..……….. 19
2.10.1 Klon SB 5…………………………………………………........19
2.10.2 Klon SB 7…………………………………………………........20

BAB 3 METODOLOGI…………………………………………...………21
3.1 Waktu dan Tempat……………………………………………..………. 21
3.2 Bahan dan Alat………………………………………………………….21

xii
3.3 Metode Penelitian……………………………………………………… 21
3.4 Denah Petak Percobaan…………………………………………………24
3.5 Denah Petak Sampel…………………………………………...………. 24
3.6 Pelaksanaaan Penelitian………………………………………….…….. 24
3.6.1 Persiapan Benih………………………………………………….24
3.6.2 Persiapan Lahan………………………………………….……... 24
3.6.3 Pemeliharaan……………………………………………………. 25
3.6.3.1 Pengarian………………………………………………... 25
3.6.3.2 Pembersihan Gulma…………………………………….. 25
3.6.3.3 Pengendalian OPT………………………………………. 25
3.6.3.4 Pemupukan……………………………………………… 25
3.7 Variabel Pengamatan…………………………………………..………. 28
3.7.1 Tinggi Tanaman (cm)……………………………………………28
3.7.2 Tinggi Batang (cm)……………………………………………... 29
3.7.3 Jumlah Anakan (buah)…………………………………………. 30
3.7.4 Jumlah Daun (buah)……………………………………….......... 30
3.7.5 Diameter Batang (cm)…………………………………………... 31
3.7.6 Jumlah Ruas (buah)…………………………………………….. 32
3.7.7 Panjang Ruas (cm)……………………………………………….32
3.8 Analisis Data…………………………………………………………… 33
3.8.1 Analisis Sidik Ragam (ANOVA)………………………….......... 33
3.8.2 Uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) 5 %………………. 33

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN………...……………………...…..35


4.1 Hasil……………………………………………………………………. 35
4.1.1 Kondisi Lingkungan………………………………………......... 35
4.1.2 Analisia data…………………………………………................ 35
4.1.2.1 Nilai Kuadrat Tengah Variabel Pertumbuhan………………… 36
4.1.3 Variabel Pertumbuhan………………………………………….. 37
4.1.3.1 Tinggi Tanaman………………………………………… 37
4.1.3.2 Tinggi Batang…………………………………………… 38
4.1.3.3 Jumlah Anakan…………………………………………. 39
4.1.3.4 Jumlah Daun……………………………………………. 40
4.1.3.5 Jumlah Ruas……………………………………………. 41
4.1.3.6 Diamter Batang…………………………………………. 42
4.1.3.7 Panjang Ruas…………………………………………… 43
4.1.4 Hasil Karakterisasi Klon SB 7 dan SB 5……………………….. 44
4.2 Pembahasan………………………………………………………….….46
4.2.1 Pengaruh Pemberian Chromolaena odorata Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Tebu………………………………….. 46
4.2.2 Pengaruh Pemberian Pupuk Phonska Terhadap Pertumbuhan
Tanaman Tebu…………………………………………………...47
4.2.3 Pengaruh Pemberian Pupuk Seresah Daun Kacang Tanah
Terhadap Pertumbuhan Tanaman Tebu………………………… 48
4.2.4 Pengaruh Klon………………………………………………… 49

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN……………………………….……… 50


5.1 Simpulan……………………………………………………………….. 50

xiii
5.2 Saran………………………………………………………...…………. 50
DAFTAR PUSTAKA……………...…………………………………...….51
LAMPIRAN………………………...…………………………….………..
54

xiv
DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman


2.1 Morfologi Tanaman Tebu……………………………………………… 4
2.2 Fenologi Tanaman Tebu……………………………………………….. 8
3.1 Denah Petak Percobaan………………………………………..………..23
3.2 Denah Petak Sampel…………………………………………………… 24
3.3 Aplikasi Ekstrak Chromolaena odorata……………………….………. 26
3.4 Aplikasi Seresah Kacang Tanah………………………………..……… 27
3.5 Aplikasi NPK Phonska………………………………………………… 27
3.6 Pengukuran Tinggi Tanaman…………………………………………... 29
3.7 Pengukuran Tinggi Batang……………………………………….……. 29
3.8 Menghitung Jumlah Anakan……………......................................…….. 30
3.9 Menghitung Jumlah Daun………………………………………………31
3.10 Pengukuran Diameter Batang…………………………………... 31
3.11 Menghitung Jumlah Ruas………………………………………..32
3.12 Menghitung Panjang Ruas……………………………………… 33
4.1 Warna Batang Tebu……………………………………………………. 44
4.2 Mata Tebu……………………………………………………………… 44
4.3 Panjang Ruas……………………………………………………...…….45
4.4 Panjang Daun……………………………………………………..……. 45
4.5 Lebar Daun Tebu……………………………………………....………. 46

xv
DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman


2.1 Dosis Pupuk Tanaman Tebu Berdasarkan Ordo Tanah…………...…… 10
2.2 Komposisi Hara Dalam Tanah………………………………………….14
2.3 Sumber Bahan Kompos, Kandungan Nitrogen dan Rasio C/N……..…. 14
2.4 Standar Mutu Hara Pupuk Makro Utama……………………………… 16
2.5 Kadar Hara Chromolaena odorata dan Beberapa Kompos Pupuk
Organik………………………………………………………...………. 18
3.1 Umur Pemupukan dan Dosis Beberapa Pupuk…………………...……. 28
4.1 Nilai Kuadrat Tengah 7 Variabel Pertumbuhan Tebu………………..... 36
4.2 Rata-rata Tinggi Tanaman Tebu dengan Perlakuan Beberapa Jenis
Pupuk Hijau Terhadap Pertumbuhan Klon K1 (SB 7) dan K2 (SB 5)….. 37
4.3 Rata-rata Tinggi Batag Tebu dengan Perlakuan Beberapa Jenis Pupuk
Hijau Terhadap Pertumbuhan Klon K1 (SB 7) dan K2 (SB 5)………..... 38
4.4 Rata-rata Jumlah Anakan Tebu dengan Perlakuan Beberapa Jenis Pupuk
Hijau Terhadap Pertumbuhan Klon K1 (SB 7) dan K2 (SB 5)…………. 39
4.5 Rata-rata Jumlah Daun Tebu dengan Perlakuan Beberapa Jenis Pupuk
Hijau Terhadap Pertumbuhan Klon K1 (SB 7) dan K2 (SB 5)………..... 40
4.6 Rata-rata Jumlah Ruas Tebu dengan Perlakuan Beberapa Jenis Pupuk
Hijau Terhadap Pertumbuhan Klon K1 (SB 7) dan K2 (SB 5)………..... 41
4.7 Rata-rata Diameter Batanng Tebu dengan Perlakuan Beberapa Jenis
Pupuk Hijau Terhadap Pertumbuhan Klon K1 (SB 7) dan K2 (SB 5)..… 42
4.8 Rata-rata Panjang Ruas Tebu dengan Perlakuan Beberapa Jenis Pupuk
Hijau Terhadap Pertumbuhan Klon K1 (SB 7) dan K2 (SB 5)…………. 43

No. Lampiran Halaman


1. Rata-rataTinggiTanamanTebuPadaUmur111HST…………………… 68
2. Rata-rata Tinggi Tanaman Tebu PadaUmur118 HST………………… 68
3. Rata-rata Tinggi Tanaman Tebu Pada Umur 125 HST……………….. 68
4. Rata-rata Tinggi Tanaman Tebu Pada Umur 132 HST………………. 69
5. Rata-rata Tinggi Batang Tebu Pada Umur 111 HST………………….. 69
6. Rata-rata Tinggi Batang Tebu Pada Umur118 HST…………………… 69
7. Rata-rata Tinggi Batang Tebu Pada Umur 125 HST………………….. 70
8. Rata-rata Tinggi Batang Tebu Pada Umur 132 HST………………….. 70
9. Rata-rata Jumlah Anakan Tebu Pada Umur 111 HST……………….. 70
10. Rata-rata Jumlah Anakan Tebu Pada Umur118 HST………………… 71
11. Rata-rata Jumlah Anakan Tebu Pada Umur 125 HST……………….. 71
12. Rata-rata Jumlah Anakan Tebu Pada Umur 132 HST……………….. 71
13. Rata-rata Jumlah Daun Tebu Pada Umur 111 HST………………….. 72
14. Rata-rata Jumlah Daun Tebu Pada Umur 118 HST………………….. 72
15. Rata-rata Jumlah Daun Tebu Pada Umur 125 HST…………………… 72
16. Rata-rata Jumlah Daun Tebu Pada Umur 132 HST…………………… 73
17. Rata-rata Jumlah Ruas Tebu Pada Umur 111 HST…………………… 73
18. Rata-rata Jumlah Ruas Tebu Pada Umur 118 HST…………………… 73
19. Rata-rata Jumlah Ruas Tebu Pada Umur 125 HST…………………… 74

xvi
20. Rata-rata Jumlah Ruas Tebu Pada Umur 132 HST…………………… 74
21. Rata-rata Diameter Batang Tebu Pada Umur 111 HST……………… 74
22. Rata-rata Diameter Batang Tebu Pada Umur 118 HST……………… 75
23. Rata-rata Diameter Batang Tebu Pada Umur 125 HST……………… 75
24. Rata-rata Diameter Batang Tebu Pada Umur 132 HST……………… 75
25. Rata-rata Panjang Ruas Tebu Pada Umur 111 HST………………….. 76
26. Rata-rata Panjang Ruas Tebu Pada Umur 111 HST………………….. 76
27. Rata-rata Panjang Ruas Tebu Pada Umur 111 HST………………….. 76
28. Rata-rata Panjang Ruas Tebu Pada Umur 111 HST………………….. 77

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman
1. Perhitungan Dosis Pupuk……………………………………………….34
2. Deskripsi Klon…………………………………………………………. 56

xviii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) adalah tanaman yang bernilai

ekonomis cukup tinggi, karena sebagai bahan baku utama dalam pembuatan gula.

Tanaman tebu mengandung nira yang dapat diolah menjadi kristal-kristal gula

(Putra, Sudirman, dan Indrawati, 2016). Beberapa faktor sudah menerapkan

banyak hal untuk meningkatkan produksi tebu, yaitu dengan cara seperti

perbaikan sistem tanam, pengairan, pengendalian hama penyakit, dan pemupukan.

Tanaman tebu termasuk tanaman yang sangat membutuhkan pupuk untuk

dapat menghasilkan gula yang lebih baik. Akibat dari kondisi tersebut maka perlu

dicari solusi yang dapat memperbaiki kualitas tanah yang telah menurun (Putra,

Sudirman, dan Indrawanti, 2016). Untuk memecahkan masalah ini diperlukan

pupuk yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman tebu dan kandungan gula

didalamnya (Putra, Sudirman, dan Indrawanti, 2016). Pertanian modern lebih

menekankan pada penggunaan pupuk anorganik. Hal tersebut, mengakibatkan

terjadinya penurunan kualitas tanah seperti tanah menjadi cepat mengeras, kurang

mampu menyimpan air, tanah cepat menjadi asam serta menekan aktivitas

mikroorganisme tanah.

Intensifikasi dengan menggunakan pupuk anorganik secara berlebihan dan

terus-menerus dapat mengganggu keseimbangan tanah, menurunkan kesuburan

tanah, dan akhirnya menurunkan hasil panen atau produksi tanaman. Akibat dari

kondisi tersebut maka perlu dicari solusi yang dapat memperbaiki kualitas tanah

yang telah menurun (Putra, Sudirman, dan Indrawanti, 2016). Berdasarkan

1
kondisi tersebut, maka faktorial yang dapat dilakukan adalah kembali

mengaplikasikan pupuk organik yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman

tebu.

Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup,

seperti pelapukan sisa – sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik dapat

berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia,

dan biologi tanah. Pupuk organik mengandung banyak bahan organik daripada

kadar haranya. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, dan

pupuk kandang.

Chromolaena odorata merupakan contoh gulma yang dapat menekan

pertumbuhan bibit tebu. Alang – alang dan Chromolaena odorata sering kali

populasinya lebih dominan dibandingkan gulma lainnya dalam suatu lahan.. Hal

ini karena diduga kuat mempunyai alelopati. Keadaan di mana suatu gulma atau

bahan tanaman mengeluarkan eksudat kimia yang dapat menekan pertumbuhan

tanaman atau tumbuhan lainnya. (Sukman & Yakup, 1991).

Seresah kacang tanah meskipun biasa digunakan sebagai bahan pakan bagi

ternak namun dengan pengelolaan yang terbaik terutama dalam bidang pertanian,

akan lebih memberikan manfaat yang besar. Dekomposisi seresah dan pelepasan

hara dipengaruhi oleh kualitas seresah antara lain konsentrasi N dan C yang

menentukan rasio C-N (C/N), kandungan polifenol dan lignin (Wang et al, 2010;

Barchia, 2009; Palm dan Sanchez, 1991 dalam Hairiah et al, 2004; Supriyadi, 2008).

Bahan organik dengan kandungan polifenol dan lignin serta C/N tinggi, menyebabkan

proses dekomposisi akan berlangsung lambat dan demikian sebaliknya. Seresah atau

bahan organik akan cepat melapuk pada C/N <25, kandungan lignin <15% dan

polifenol <3% (Palm dan Sanchez, 1991 dalam Hairiah et al, 2004).

2
Berdasarkan permasalahan di atas, maka dilakukan penelitian tentang

pemberian berbagai jenis pupuk terhadap pertumbuhan dua klon tebu (Saccharum

officinarum L ) di lahan kering. Klon tebu yang digunakan adalah SB 7 dan SB 5,

sedangkan jenis pupuk yang digunakan antara lain pupuk organik dari ekstrak

Chromolaena odorata dan seresah kacang tanah serta pupuk anorganik berupa

Phonska. Alasan menggunakan ekstrak Chromolaena odorata dikarenakan di

dalam unsur N dan C/N rasio sangat tinggi yaitu N = 30% dan C/N rasio = 11.

Dibandingkan dengan pupuk lainya. Seresah kacang tanah juga mempunyai unsur

N dan C/N rasio cukup tinggi yaitu N = 4,59 % C/N rasio = 10 – 15.(FAO, 1987).

3
1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan pertumbuhan dengan pemberian jenis pupuk pada dua

klon tanaman tebu ?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menyimpulkan pengaruh pemberian jenis pupuk terhadap pertumbuhan

dua klon tanaman tebu

1.4 Hipotesis

Terdapat interaksi nyata pemberian jenis pupuk dan dua klon terhadap

pertumbuhan tanaman tebu

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi Tanaman Tebu

Syakir dan Indrawanto,(2010) menyatakan bahwa tanaman tebu tergolong

tanaman perdu dengan nama latin Saccharum officinarum. Di daerah Jawa Barat

disebut ‘Tiwu’, di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur disebut ‘tebu’ atau

‘rosan’. Sistematika tanaman tebu adalah:

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledone

Ordo : Graminales

Famili : Graminae
Gambar 2. 1 Morfologi Tanaman Tebu
Genus : Saccharum Sumber : N. Silva, 2010

Species : Saccarum officinarum

2.2 Morfologi Tanaman Tebu

2.2.1 Batang

Batang tanaman tebu berdiri lurus dan beruas-ruas yang dibatasi dengan

buku buku. Pada setiap buku terdapat mata tunas. Batang tanaman tebu berasal

dari mata tunas yang berada di bawah tanah. Tumbuh keluar dan berkembang

membentuk rumpun. Diameter batang antara 3-5 cm dengan tinggi batang antara

2-5 meter dan tidak bercabang.

5
2.2.2 Akar

Tebu memiliki akar serabut dengan panjang yang bisa mencapai satu

meter. Sewaktu tanaman tebu masih muda atau masih berbentuk bibit, ada dua

macam akar, yaitu akar stek dan akar tunas. Akar stek berasal dari stek batangnya,

tidak berumur panjang, dan hanya berguna saat tanaman masih berumur

muda.Akar tunas berasal dari tunasnya, berumur panjang dan akan tetap ada

selama tanaman masih hidup.

2.2.3 Daun

Daun tebu berbentuk busur panah seperti pita, berseling kanan dan kiri,

berpelepah seperti daun jagung dan tak bertangkai. Tulang daun sejajar, ditengah

berlekuk. Tepi daun kadang-kadang bergelombang serta berbulu keras

2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Tebu

Tanaman tebu tumbuh di daerah tropika dan sub tropika sampai batas garis

isoterm 20 ºC yaitu antara 190 LU – 350 LS. Kondisi tanah yang baik bagi

tanaman tebu adalah yang tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah, selain itu

akar tanaman tebu sangat sensitif terhadap kekurangan udara dalam tanah

sehingga pengairan dan drainase harus sangat diperhatikan. Drainase yang baik

dengan kedalaman sekitar 1 meter memberikan peluang akar tanaman menyerap

air dan unsur hara pada lapisan yang lebih dalam sehingga pertumbuhan tanaman

pada musim kemarau tidak terganggu. Drainase yang baik dapat manyalurkan

kelebihan air dimusim penghujan sehingga tidak terjadi genangan air yang dapat

menghambat pertumbuhan tanaman karena berkurangnya oksigen dalam tanah

(Indrawanto dan Purwono, 2010).

6
2.3.1 Tanah

Menurut Sudiatso (1982), tekstur tanah yang cocok untuk tanaman tebu

adalah tekstur tanah ringan sampai agak berat dengan kemampuan menahan air

yang cukup. Kedalaman (solum) tanah untuk pertumbuhan tanaman tebu minimal

50 cm dengan tidak ada lapisan kedap air. Syarat topografi lahan tebu adalah

berlereng panjang, rata, dan melandai. Bentuk permukaan lahan yang baik untuk

pertumbuhan tebu adalah datar sampai bergelombang dengan kemiringan lereng

0– 8 % .

Tebu cocok ditanam pada tanah dengan kisaran pH 5.5-7. Pada pH di

bawah 5.5 dapat menyebabkan perakaran tanaman tidak dapat menyerap air

sedangkan apabila tebu ditanam pada tanah dengan pH diatas 7 tanaman akan

sering kekurangan unsur P (fosfor). Menurut Sudiatso (1999) bahwa kecepatan

tumbuh tanaman dapat dipengaruhi kultivar, suhu, jumlah sinar matahari,

kelembaban, kesuburan tanah dan gulma.

2.3.2 Iklim

Pengaruh iklim terhadap pertumbuhan tebu dan rendemen gula sangat

besar. Dalam masa pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air,

sedangkan saat masak tanaman tebu membutuhkan keadaan kering agar

pertumbuhan terhenti. Apabila hujan tetap tinggi maka pertumbuhan akan terus

terjadi dan tidak ada kesempatan untuk menjadi masak sehingga rendemen

menjadi rendah.

Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik didaerah dengan curah hujan

berkisar antara 1.000 – 1.300 mm per tahun dengan sekurang-kurangnya 3 bulan

kering. Distribusi curah hujan yang ideal untuk pertanaman tebu adalah: pada

7
periode pertumbuhan vegetatif diperlukan curah hujan yang tinggi (200 mm per

bulan) selama 5-6 bulan. Periode selanjutnya selama 2 bulan dengan curah hujan

125 mm dan 4 – 5 bulan dengan curah hujan kurang dari 75 mm/bulan yang

merupakan periode kering. Periode ini merupakan periode pertumbuhan generatif

dan pemasakan tebu (Syakir dan Indrawanto, 2010).

2.4 Fenologi Tanaman Tebu

Bagian utama tanaman tebu adalah akar, batang, daun dan bunga.

Tanaman tebu berakar serabut yang memiliki fungsi melekatkan tanaman,

menyerap air dan garam mineral serta sebagai organ penyimpan.

Batang tebu terdiri dari beberapa ruas yang disekat oleh buku-buku.

Panjang satu ruas berkisar 15-25 cm. Ruas yang panjang, selanjutnya semakin

mendekati pucuk panjang ruasnya semakin berkurang. Potensi bobot batang tebu

2-3 kg dengan tinggi batang 3-5 meter.

Daun tebu mempunyai struktur yang tipis dan mudah robek. Posisi daun

tebu melekat pada batang dan tumbuh pada pangkal node. Setiap daun terdiri dari

bagianyang melekat dan bagian yang tidak melekat. Bagian yang melekat

berbentuk seperti pipa yang menyelimuti batang dengan panjang dari bawah

sampai atas batang. Ketika tebu sudah mulai memasuki masa panen, daun tebu

tumbuh sebagai lamina dengan panjang daun berdasarkan pengukuran di lapangan

berkisar 120 –160 cm dan lebar daun 3.5 – 6 cm.

Bunga tebu berupa bunga majemuk yang berbentuk malai. Pembungaan

terjadi pada perubahan dari fase vegetatif ke fase reproduktif. Bunga tebu tumbuh

di ujung batang tebu dengan pajang 70-90 cm.

Tahapan fase perkembangan tanaman tebu (Sundara 1998) yakni:

8
(1) Fase muncul lapang (emergence phase),

(2) Fase anakan maksimum/pembentukan anakan (tillering phase),

(3) Fase anakan tetap (steady phase),

(4) Fase batang maksimum/pemasakan dan pematangan (ripening and

maturity phase) dan

(5) Fase panen.

Gambar 2. 2 Fenologi Tanaman Tebu


Sumber : Aguilar, 2011
Laju perkembangan dari masing-masing kejadian fenologi didekati dengan

konsep thermal unit mengasumsikan faktor panjang hari tidak berpengaruh. Laju

perkembangan tanaman berbanding lurus dengan suhu rata-rata (Tr) di atas suhu

dasar tanaman (Tb). Laju perkembangan tanaman terjadi bila suhu rata – rata

harian melebihi suhu dasar yaitu sebesar 10 – 12° (Martine JF, Siband P,

Bonhomme R. 1999). Batang tebu merupakan bagian terpenting dalan produksi

gula, karena bagian dalamnya terdapat jaringan parenkim berdinding tebal yang

mengandung nira pada saat dipanen. Tanaman tebu memiliki beberapa fase

pertumbuhan mulai dari fase perkecambahan hingga pemasakan tebu. Fase

tersebut terdiri atas:

a. Fase perkecambahan

9
Pada minggu pertama mata tunas akan membentuk taji dan tunas mulai

keluar, tinggi taji akan makin banyak dan mencapai 12 cm pada minggu kedua.

Pada minggu ketiga daun akan terbuka dengan tinggi tunas 20—25 cm. Pada

minggu keempat akan terbentuk 4 helai daun dengan tinggi ±50 cm, akar tunas

dan anakan akan keluar pada minggu kelima. Kondisi tersebut berlangsung bila

cukup air, udara, dan sinar matahari.

b. Fase pertumbuhan anakan

Tebu beranak mulai umur 5 minggu sampai dengan 3,5 bulan, tergantung

varietas dan lingkungan tumbuh. Jumlah anakan tertinggi terjadi pada umur 3—5

bulan dan setelah itu turun atau mati sebanyak 40—50%. akibat terjadinya

persaingan sinar matahari, air dan sebagainya.

c. Fase pemanjangan batang

Pemanjangan batang terjadi pada umur 3—9 bulan. Kecepatan

pembentukan ruas adalah 3—4 ruas/bulan. Pemanjangan batang tanaman tebu

akan melambat pada saat umur tanaman semakin tua.

d. Fase pemasakan

Fase pemasakan adalah fase antara pertumbuhan memanjang dan tebu

mati. Pemasakan tebu terjadi pada saat metabolisme berkurang dan terjadi

pengisian gula pada ruas-ruas tebu. Fase kemasakan pada tanaman keprasan

(ratoon) terjadi lebih awal dibandingkan tanaman baru (plant cane). Fase

kemasakan dipengaruhi oleh varietas, cara budidaya (terutama pupuk N dan P)

serta kondisi lingkungan seperti suhu, matahari serta air (PTP Nusantara VII

[Persero], 1997).

10
2.5 Pupuk

Pemupukan merupakan cara yang sangat penting untuk meningkatkan

produktivitas tanaman dan mutu tanah. Penggunaan pupuk organik dan pupuk

anorganik merupakan cara yang tepat tidak hanya untuk menghasilkan

produktivitas tanaman melainkan dapat memper-tahankan stabilitas produksi

tanaman pada sistem usahatani yang intensif. Pemberian pupuk ke dalam tanah

bertujuan untuk menambah atau mempertahankan kesuburan tanah. Kesuburan

tanah dinilai berdasarkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah, baik hara makro

maupun hara mikro secara berkecukupan dan berimbang. Hubungan antara jumlah

hara yang tersedia dalam jaringan tanaman dengan respon pertumbuhan tanaman

secara grafikal, dapat digunakan untuk mengetahui suatu unsur hara berada dalam

keadaan kekurangan, optimal atau kelebihan (Sinaga dan Ma’ruf, 2016).

Tabel 2. 1 Dosis Pupuk Tanaman Tebu Berdasarkan Ordo Tanah

Sumber : (Syakir dan Indrawanto, 2010)

11
2.6 Unsur Hara Makro

2.6.1 Unsur N

Peranan utama nitrogen (N) bagi tanaman adalah untuk merangsang

pertumbuhan secara keseluruhan khususnya batang, cabang, daun dan

pembentukan hijau daun yang sangat berguna dalam proses fotosintesis. Serta

membentuk protein, lemak, dan berbagai persenyawa anorganik lainnya (Lingga

dan Marsono, 2001). Nitrogen adalah komponen utama dari berbagai substansi

penting di dalam tanaman. Sekitar 40-50% kandungan protoplasma merupakan

substansi hidup dari sel tumbuhan terdiri dari senyawa nitrogen. Senyawa

nitrogen digunakan oleh tanaman untuk membentuk asam amino yang akan

diubah menjadi protein. Nitrogen dibutuhkan untuk membentuk senyawa penting

seperti klorofil, asam nukleat, dan enzim. Karena itu, nitrogen dibutuhkan dalam

jumlah relatif besar pada tahap pertumbuhan vegetatif tanaman.

Jika terjadi kekurangan (defisiensi) nitrogen, tanaman tumbuh lambat dan

kerdil, daun berwarna hijau muda, daun yang lebih tua menguning dan mengering.

Di dalam tubuh tanaman, nitrogen bersifat dinamis (mobil) sehingga jika terjadi

kekurangan nitrogen pada pucuk, nitrogen yang tersimpan pada daun tua akan

dipindahkan ke organ yang lebih muda. Dengan demikian, pada daun-daun yang

lebih tua gejala kekurangan nitrogen akan terlihat lebih awal. Jika terjadi

kelebihan nitrogen, tanaman tampak terlalu subur, ukuran daun menjadi lebih

besar, batang menjadi lunak dan berair (sekulensi) sehingga mudah rebah dan

mudah diserang penyakit. Kelebihan nitrogen juga dapat menunda pembentukan

bunga, bahkan bunga yang telah terbentuk lebih mudah rontok dan pematangan

buah terhambat (Novizan, 2002).

12
2.6.2 Unsur P

Unsur fosfor (P) bagi tanaman berguna untuk merangsang pertumbuhan

akar benih dan akar tanaman muda, sebagai bahan mentah untuk pembentukan

sejumlah protein tertentu, membantu asimilasi dan pernapasan serta mempercepat

pembungaan, pemasakan biji, dan buah (Lingga dan Marsono, 2001). Fosfor

diserap tanaman dalam bentuk H2PO4-, atau tergantungdari nilai pH tanah. Fosfor

sebagian besar berasal dari pelapukan batuan mineral alami, sisanya berasal dari

pelapukan bahan organik. Walaupun jumlah fosfor di dalam tanah mineral cukup

banyak, tanaman masih bisa mengalami kekurangan fosfor karena sebagian besar

fosfor terikat secara kimia oleh unsur lain sehingga menjadi senyawa yang sukar

larut di dalam air. Hanya 1 % fosfor yang dapat dimanfaatkan tanaman.

Jika terjadi kekurangan fosfor, tanaman menunjukkan gejala pertumbuhan

sebagai berikut: Lambat dan kerdil, perkembangan akar lambat, pematangan buah

terhambat, perkembangan bentuk dan warna buah buruk, serta biji tanaman

berkembang tidak normal (Novizan, 2002).

2.6.3 Unsur K

Fungsi utama kalium (K) adalah membantu pembentukan protein dan

karbohidrat. Kalium berperan dalam memperkuat tubuh tanaman agar daun,

bunga, dan buah tidak mudah gugur. Kalium juga merupakan sumber kekuatan

bagi tanaman dalam menghadapi kekeringan dan penyakit (Lingga dan Marsono,

2001). Kalium diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K +. Dari ketiga unsur hara

yang banyak diserap oleh tanaman (NPK), kalium yang jumlahnya paling

melimpah di permukaan bumi. Kandungan kalium sangat tergantung dari jenis

mineral pembentuk tanah dan kondisi cuaca setempat.

13
Persediaan kalium di dalam tanah dapat berkurang karena tiga hal, yaitu

pengambilan kalium oleh tanaman, pencucian kalium oleh air, dan erosi tanah.

Biasanya tanaman menyerap kalium lebih banyak daripada unsur hara lain,

kecuali nitrogen. Kalium bersifat mudah bergerak sehingga siap dipindahkan dari

satu organ ke organ lain yang membutuhkan. Secara umum peran kalium

berhubungan dengan proses metabolisme, seperti fotosintesis dan respirasi. Peran

kalium yaitu: untuk translokasi (pemindahan) gula pada pembentukan pati dan

protein, membantu proses membuka dan menutup stomata, efisiensi penggunaan

air (ketahanan terhadap kekeringan), memperluas pertumbuhan akar,

meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit

(Novizan, 2002).

2.7 Macam – Macam Pupuk

2.7.1 Pupuk Organik

Organik adalah bahan organik yang berasal dari pupuk kandang, pupuk

hijau, limbah pertanian, pupuk hayati, dan limbah rumah tangga atau perkotaan.

Sumber hara yang juga diperkenankan dalam sistem pertanian organik adalah

bahan galian tambang berupa kapur, batuan fosfat, biosuper atau campuran batuan

dan mikroorganisme yang membantu proses pelapukan dan pelepasan hara

(Melati dan Andriyani,2005).

a. Sisa tanaman

Kandungan hara beberapa tanaman pertanian ternyata cukup tinggi dan

bermanfaat sebagai sumber energi utama mikroorganisme di dalam tanah. Apabila

digunakan sebagai mulsa, maka ia akan mengontrol kehilangan air melalui

evaporasi dari permukaan tanah, dan pada saat yang sama dapat mencegah erosi

14
tanah. Hara dalam tanaman dapat dimanfaatkan setelah tanaman mengalami

dekomposisi. Kandungan haranya sangat bervariasi tergantung dari jenis bahan

tanaman. Dikarenakan kandungan N di dalam seresah kacang tanah tinggi yaitu

4,59 % dibandingkan tanaman lain nya dan dapat disajikan dalam.Tabel 2.1 Rasio

C/N sisa tanaman bervariasi dari 80:1 pada jerami gandum hingga 20:1 pada

tanaman legum. Selama proses dekomposisi ini nilai rasio C/N akan menurun

mendekati 10:1 pada saat bahan tersebut bercampur dengan tanah.Berbagai

sumber bahan kompos dari limbah pertanian dengan nilai C/N rasio. pada sisa

tanaman hijauan kandungan nilai C/N rasio yaitu 10 -15 dan disajikan pada Tabel

2.2 (FAO, 1987).

Tabel 2. 2 Komposisi Hara dalam Tanaman

Sumber :Tan, 1993

15
Tabel 2. 3 Sumber Bahan Kompos, Kandungan Nitrogen, dan Rasio C/N

Sumber : FAO, 1987

b. Kotoran hewan

Kotoran hewan yang berasal dari usaha tani pertanian antara lain adalah

kotoran ayam, sapi, kerbau, kambing, kuda, dan sebagainya. Komposisi hara pada

masing-masing kotoran hewan berbeda tergantung pada jumlah dan jenis

makanannya. Secara umum, kandungan hara dalam kotoran hewan jauh lebih

rendah daripada pupuk kimia sehingga takaran penggunaannya juga akan lebih

tinggi. Namun demikian, hara dalam kotoran hewan ini ketersediaannya (release)

lambat sehingga tidak mudah hilang. Ketersediaan hara sangat dipengaruhi oleh

tingkat dekomposisi/mineralisasi dari bahan-bahan tersebut.

Rendahnya ketersediaan hara dari pupuk kandang antara lain disebabkan

karena bentuk N, P serta unsur lain terdapat dalam bentuk senyawa kompleks

16
organo protein atau senyawa asam humat atau lignin yang sulit terdekomposisi.

Selain mengandung hara bermanfaat, pupuk kandang juga mengandung bakteri

saprolitik, pembawa penyakit, dan parasit mikroorganisme yang dapat

membahayakan hewan atau manusia. Contohnya: kotoran ayam mengandung

Salmonella sp. Oleh karena itu pengelolaan dan pemanfaatan pupuk kandang

harus hati-hati.

2.7.2 Pupuk Anorganik

Pupuk Anorganik adalah unsur – unsur esensial bagi pertumbuhan

tanaman baik tingkat tinggi atau rendah. Istilah pupuk umumnya berhubungan

dengan pupuk buatan yang tidak hanya berisi unsur hara. Tanaman dalam bentuk

unsur nitrogen, tetapi juga dapat berbentuk campuran yang memberikan bentuk-

bentuk ion dari unsur hara yang dapat diabsorpsi oleh tanaman. Untuk menunjang

pertumbuhan tanaman secara normal diperlukan minimal 16 unsur di dalamnya

dan harus ada 3 unsur mutlak yaitu nitrogen, fosfor dan kalium. (Amini dan

Syamdidi, 2006).

Pengaplikasian pupuk dilakukan sebanyak dua kali. Pada tanaman baru,

pemupukan pertama dilakukan saat tanam dengan 1/3 dosis urea, satu dosis SP-36

dan 1/3 dosis KCl. Pemupukan kedua diberikan 1-1,5 bulan setelah pemupukan

pertama dengan sisa dosis yang ada. Pada tanaman keprasan, pemupukan pertama

dilakukan 2 minggu setelah kepras dengan 1/3 dosis urea, satu dosis SP-36 dan

1/3 dosis KCl. Pemupukan kedua diberikan 6 minggu setelah keprasan dengan

sisa dosis yang ada (indrawanto dan purwono, 2010).

17
Tabel 2. 4 Standar Mutu Hara Pupuk Makro Utama
No Jenis pupuk Uraian Standar mutu
1 Urea a. Bentuk butiran
- Kadar nitrogen Min.46
- Kadar air Maks.0,5
- Kadar bioret Maks.1,0
b. Bentuk tablet
- Kadar nitrogen
- Kadar air
- Kadar biuret
2 TSP Kadar hara fosfor :
a. P205 total Min. 46
b. P205 dapat diserap Min. 44
c. P205 larut air Min. 36
Kadar air Maks. 5
Kadar asam bebas sebagai H3P04 Maks. 5
3 SP-36 Kadar hara fosfor
a. P205 total Min. 36
b. P205 dapat diserap Min. 34
c. P2O5 larut air Min. 30
Kadar air Min. 5
Kadar asam bebas sebagai H3P04 Maks. 6
4 ZA Kadar N Min. 21
Kadar S Maks.23
Kadar air Maks 1,5
5 KCL Kadar K sebagai K2O Min. 60
Kadar air Maks. 0,5
Sumber: (Firmansyah, 2000)
2.8 Pupuk Chromolaena odorata

Chromolaena odorata adalah gulma yang awalnya berasal dari Amerika

Selatan dan Tengah, menyebar ke daerah tropis Asia, Afrika dan Pasifik.

Digolongkan sebagai gulma invasif, semak berkayu yang berkembang cepat. Juga

dikenal sebagai gulma siam, berdiri membentuk padat yang dapat mencegah

pertumbuhan jenis tumbuhan lainnya serta memiliki efek allelopati.

(Prawiradiputra, 2007).

Menurut Suntoro (2001), mengatakan bahwa bahan organik Chromolaena

odorata mengandung unsur C (50,4%) , N (2,42%), P (0,26%), K (1,6%),dan Mg

(0,78%). Kandungan unsur hara Nitrogen yang tinggi pada Chromolaena odorata

18
cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik karna

biomassanya tinggi. Daun Chromolaena odorata (Eupatorium odoratum) yang

diperoleh berasal dari wilayah sekitar Tembalang, Semarang.

Daun – daun tersebut dibersihkan dari kotoran yang ikutan dan dipisahkan

dari batang kemudian dikering-anginkan agar senyawa metabolit sekundernya

tidak rusak karena terdedah oleh sinar matahari langsung. Daun yang telah kering

dihancurkan dengan blender dan diayak sehingga diperoleh serbuk halus. Serbuk

daun Chromolaena odorata di maserasi dengan menambahkan pelarut organik

Alkohol 96% selama 3-4 hari pada suhu kamar. Ekstaksi merupakan proses

perendaman sampel dengan pelarut organik yang digunakan pada temperature

ruangan ( Hadi, 2008).

Tabel 2.5 Kadar Hara Chromolaena odorata dan Beberapa Kompos Pupuk
Organik
Pupuk Organik C N P K Ca Mg C/N
Pukan Kambing 36,2 3,80 0,46 3,26 2,51 0,73 10
Pukan Ayam 26,2 1,4 1,20 2,89 2,45 0,56 18
Pukan Sapi 47 3,5 1,01 5,92 2,96 1,34 13
Sisa Tanaman 11,5 1,4 0,34 3,11 1,8 0,55 8
Tithonia 18,2 2 0,46 5,11 2,40 0,60 9
Chromolaena 30 2,7 0,62 3,73 3,84 0,74 11
Sumber: Hartatik. (2007)
2.9 Pupuk Seresah Kacang Tanah

Kenaikan nitrogen organik dalam tanah berarti kenaikan kesuburan dan

juga kemungkinan meningkatnya humus. Dengan demikian besaran penambahan

nitrogen oleh pupuk hijau kacang–kacangan perlu mendapat perhatian.

(Supardi, 1983). Kompos yang berasal dari seresah tanaman mengandung hara

makro dan mikro secara lengkap serta bahan organik karbon yang strukturnya

kompleks dimana komposisi tersebut secara keseluruhan berpengaruh terhadap

peningkatan sifat fisika dan kimia tanah. (Sudradjat, 1998).

19
Dalam praktek usaha tani yang sesungguhnya, sejumlah nitrogen yang

ditambahkan ke tanah oleh bakteri kacang–kacangan ditentukan oleh metode

pengaturan penggunaan tanaman kacang–kacangan. Apabila tanaman itu

dibenamkan sebagai pupuk hijau, banyaknya nitrogen secara keseluruhan yang

diambil dari udara bertambah. Apabila tanaman itu dipotong untuk jerami dan

dimasukkan ke tanah pertanian, sekitar setengah nitrogen yang diambil dari udara

oleh bakteri kacang-kacangan dapat dikembalikan ke dalam tanah jika perlakuan

khusus diberikan dalam menangani pupuk tersebut untuk mencegah kehilangan.

Nitrogen dapat kembali ke tanah melalui pelapukan sisa makhluk hidup

yang berasal dari bahan organik dapat dimanfaatkan oleh tanaman setelah melalui

tiga tahap reaksi yang melibatkan aktivitas mikroorganisme tanah. Menurut

Novizan (2002), tahap reaksi tersebut sebagai berikut :

1. Penguraian protein yang terdapat pada bahan organik menjadi asam

amino.

2. Reaksi amonifikasi, yaitu perubahan asam amino menjadi senyawa –

senyawa ammonia (NH3) dan ammonium (NH4+).

3. Reaksi nitrifikasi, yaitu perubahan senyawa ammonia menjadi nitrat yang

disebabkan oleh bakteri Nitrosomonas dan Nitrosococus.

2.10 Klon SB

Klon tebu SB (Setyo Budi) merupakan koleksi dari plasma nutfah tebu

yang dikelola oleh pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Tebu (P3T).

Berlokasi di Desa Perning, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto. Universitas

Muhammadiyah Gresik yang bekerja sama dengan PG Gempol krep-Mojokerto.

20
2.10.1 Klon SB 5

Persilangan antara PL55 dengan VMC71/238 yang mempunyai sifat

seperti : Bentuk tanaman tegak tinggi, tanaman rata – rata ± 104 cm, Warna

batang ungu, warna daun hijau, warna telinga daun hijau keunguan, warna mata

batang ungu, bentuk ruas batang panjang, ruas terusan lurus, bentuk cincin ruas

melingkar sejajar mata, bentuk ukuran daun panjang melebar. Bentuk telinga daun

serong. Bentuk lengkungan daun kurang dari ½, bentuk bulu daun kecil – lebat,

bentuk ujung daun tegak, bentuk mata bulat muncul keluar.

2.10.2 Klon SB 7

Persilangan antara BL ( bulu lawang ) dengan Cening yang mempunyai

sifat seperti : bentuk batang ruas kelos dengan susunan ruas- ruas, warna batang

2,5 Gy 7/8, lapisan lilin tipis, warna daun 5GY 6/6. Telinga daun berbentuk pisau

pembedah pendek, tadah embun persegi empat dengan bagian tengah sabit liigule

sabit lurus, bulu punggung sabit tipis, letak mata pada berkas pangkal pelepah

daun bentuk mata oval.

21
BAB 3

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Holiwood, Desa Kelangonan, Gresik

Waktu pelaksanaan dilakukan pada bulan Mei sampai Juli 2019, berada pada

diketinggian 56 meter di atas permukaan laut (dpl). Dengan jenis tanah yaitu

grumusol.

3.2 Bahan dan Alat

Penelitian ini menggunakan alat : sabit, penggaris, meteran, tali rafia, tag

name, alat tulis, golok, gembor. Adapun bahan yang dipakai yaitu ekstrak

Chromolaena (bubuk) sebanyak 6 kg / 66 liter air setiap aplikasi, diaplikasikan

pada umur 104 hst dan 118 hst. Seresah kacang tanah sebanyak 6 kg per bedeng,

diaplikasikan pada umur 104 hst. phonska sebanyak 80 g per tanaman,

diaplikasikan pada umur 104 hst.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (split plot) dengan

dua faktor. Faktor Pertama yaitu klon (K) yang terdiri atas 2 (dua) taraf perlakuan.

Faktor kedua adalah pupuk hijau (P) yang terdiri atas 4 (empat) taraf perlakuan

Faktor klon (K) merupakan petak utama meliputi :

K1 = SB 7

K2 = SB 5

22
Anak Petak (AP) : Pupuk hijau (P) meliputi empat taraf yaitu

P0 = Tanpa Pupuk

P1 = Ekstrak Chromolaena odorata 100 g/500ml (Susilawardhani dan

Darussalam, 2015)

P2 = Seresah kacang tanah 7 ton /ha

P3 = Phonska 800 kg/ha (Syakir dan Indrawanto, 2010)

Kedua faktor tersebut dikombinasikan sehingga diperoleh 8 kombinasi

perlakuan. Notasi dari 8 kombinasi perlakuan tersebut diantaranya K1P0, K1P1,

K1P2, K1P3, K2P0, K2P1, K2P2, K2P3.

Keterangan :

K1P0 = Klon SB 7 + Tanpa pupuk (kontrol)

K1P1 = Klon SB 7 + Ekstrak Chromolaena odorata 100gr/500ml

K1P2 = Klon SB 7 + Pupuk Seresah Kacang Tanah 7 ton/ha

K1P3 = Klon SB 7 + Pupuk Phonska 19,2 kg

K2P0 = Klon SB 5 + Tanpa pupuk (kontrol)

K2P1 = Klon SB 5 + Ekstrak Chromolaena odorata 100gr/500ml

K2P2 = Klon SB 5 + Pupuk Seresah Kacang Tanah 7 ton/ha

K2P3 = Klon SB 5 + Pupuk Phonska 19,2 kg

Jumlah perlakuan delapan dengan tiga ulangan, sehingga diperoleh 24 satuan

percobaan.

23
3.4 Denah Petak Percobaan

Gambar 3.1 Denah Petak Percobaan


Keterangan :
K1 = Klon SB 7
K2 = Klon SB 5
P0 = Tanpa Pupuk ( Kontrol )
P1 = Ekstrak Chromolaena odorata 100 g/500 ml
P2 = Seresah kacang tanah 7 ton/ha
P3 = Phonska
3.5 Denah Petak Sampel

Gambar 3. 2 Denah Petak Sampel


Keterangan :

Populasi tanaman petak sampel : 5 tanaman sampel

Panjang lajur : 10 meter

: Tanaman sampel

: Petak Panen

: Tanaman tebu

24
3.6 Pelaksanaan Penelitian

3.6.1 Persiapan Benih

Benih di ambil dari kota perning mojokerto kemudian di taruh di kebun

holywood. Kemudian daun dan batang dipisahkan dari tanaman tebu. Sisa batang

tanaman tebu siap tanam. Dengan lahan yang sudah diolah.

3.6.2 Persiapan Lahan

Persiapan lahan dapat dilakukukan melalui pembersihan lahan dari gulma ,

pembuatan bedengan dan papan perlakuan. Dengan cara mengukur panjang 10 m

per bedengan dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Setelah itu di lakukan

pembuatan petak di lahan tersebut dengan metode yang sudah di tulis pada

rancangan percobaan.

Pembuatan petak ini dilakukan dengan menggunakan alat gunting dan

bahan tali rafia untuk batasan antar petak ke petak dengann lainnya. Ukuran

petaknya yaitu dengan panjang 24 meter dan lebar 10 meter, jadi masing masing

masing petak. 4 x 10 m2 .Diulang sebanyak 3 kali. Satu ulangan berisi 8 petak.

Sehingga terdapat 24 satuan kombinasi perlakuan. Jarak antar petak 1 meter. Serta

pemasangan tag name pada masing - masing petak.

3.6.3 Pemeliharaan

3.6.3.1 Pengairan

Pengairan adalah suatu kegiatan yang dibutuhkan pada budidaya tanaman

tebu di lahan kering, Untuk membantu pertumbuhan tanaman agar tetap stabil.

Pengairan di kebun holywood dilakukan dengan cara manual yaitu mengisi tendon

dengan air. Kemudian di siram dengan menggunakan gembor. Di samping

bedengan dibuat kubangan untuk aliran air jika turun hujan.

25
3.6.3.2 Pembersihan Gulma

Pembersihan gulma dilakukan untuk menyiangi tumbuhan liar yang berada

di sekitar tananaman tebu. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut

menggunakan tangan atau cangkul sampai bersih. Gulma yang telah dicabut

kemudian di buang keluar area lahan.

3.6.3.3 Pemupukan

Pemupukan merupakan salah satu cara untuk memperbaiki tingkat

kesuburan tanah dan meningkatkan produksi tanaman. Perlakuan pemberian

ekstrak Chromolaena odorata, seresah kacang tanah dan phonska. Cara

pengaplikasi ekstrak Chromolaena odorata yaitu dengan dikocor ke bagian

batang tebu secara merata. Cara pengaplikasian seresah kacang tanah yaitu dengan

memberikan ke tengah antara bedengan tanaman tebu. Untuk pengaplikasian

pupuk phonska dengan cara menggejik tiap tanaman tebu. Perlakuan masing –

masing berbeda. Untuk konsentrasi Chromolaena odorata terdiri 6 kg / 60 liter

untuk sekali aplikasi. Untuk konsentari seresah kacang tanah terdiri dari 7 kg per

bedengan. Untuk konsentrasi pupuk phonska terdiri dari 80 gram per tanaman.

a. Ekstrak Chromolaena odorata

Pembuatan pupuk ekstrak Chromolaena odorata yaitu dengan

memisahkan antara batang tanaman Chromolaena odorata dengan daunnya. Yang

di butuhkan daun dan batang tertinggi. Prosesnya yaitu dengan mencacah kecil –

kecil daun dan batang chromolaena odorata kemudian di keringkan di bawah

sinar matahari dan harus sampai kering. Kemudian dihaluskan dengan tiga proses

penggilingan sehingga didapatkan bubuk halus Chromolaena odorata.

26
Diaplikasikan dengan cara bubuk Chromolaena odorata dicampur dengan air

kemudian di fermentasi dan diaplikasikan dengan cara dikocor setiap tanaman.

Gambar3.3Aplikasi Ekstrak Chromolaena


odorata
Sumber : Dokumentasi pribadi, 2019

b. Seresah Kacang Tanah

Pembuatan pupuk seresah kacang tanah yaitu menggambil seresah yang

sudah dipanen. Sebelum diaplikasikan dengan cara mencacah seresah kacang

tanah kemudian siap diaplikasikan. Cara aplikasi dengan cara menggali tanah

antar bedengan, kemudian seresah di taruh. Selanjutnya di tutup kembali dengan

tanah.

27
Gambar 3.4 Aplikasi Seresah Kacang Tanah
Sumber : Dokumentasi pribadi, 2019
c. Pupuk Phonska

Pupuk phonska yaitu pupuk kimia yang di dalam nya mengandung unsur

N, P, K. Kandungan N sangat tinggi dibandingkan dengan pupuk organik. Cara

aplikasi nya yaitu dengan cara di gejik pada tanaman. Kemudian pupuk phonska

dimasukan ke lubang yang telah di gejik. Tutup kembali dengan tanah.

Gambar 3.5 Aplikasi Pupuk Phonska


Sumber :Dokumentasi pribadi,2019

28
Tabel 3. 1 Umur aplikasi pemupukan dan berbagai jenis dosis Pupuk
Pemupukan Waktu Aplikasi Jumlah Dosis Cara aplikasi
Setelah Penanaman
Phonska Umur tanaman 104 19,2kg/ha Dikocor setiap
hari tanaman
(Diaplikasikan sekali)
Seresah Kacang Umur tanaman 104 42kg/ha Di letakan saluran
Tanah hari drainase antara
(Diaplikasikan sekali) bedengan
Chromolaena Umur tanaman 36kg/ha Dikocor setiap
odorata 104,118 hari tanaman
(Diaplikasikan 2
minggu sekali)

3.7 Variabel Pengamatan Pertumbuhan

Pengamatan tanaman tebu dilakukan pada fase vegetatif. Pengamatan

dilakukan dengan cara non destruktif (tidak merusak). Setelah pemberian berbagai

jenis pupuk yaitu dengan pengaplikasian ekstrak Chromolaena odorata, seresah

kacang tanah dan phonska. Variabel pengamatan tersebut meliputi tinggi tanaman,

tinggi batang, jumlah anakan, jumlah daun, diameter batang, jumlah ruas dan

panjang ruas. Pengamatan dilakukan 1 minggu sekali.

3.7.1 Tinggi Tanaman (cm)

Pengamatan tinggi tanaman tebu dilakukan dengan cara mengukur batang

tebu dari bagian permukaan tanah sampai ujung daun tebu paling atas.

Pengamatan tinggi tanaman tebu di lakukan setiap 1 minggu sekali. Pengukuran

dilakukan dengan menggunakan alat meteran pada sampel tanaman yang sudah di

tandai.

29
Gambar 3.6 Pengukuran Tinggi Tanaman
Sumber : Dokumentasi pribadi, 2019
3.7.2 Tinggi Batang (cm)

Pengamatan panjang batang tanaman tebu dilakukan dengan cara

mengukur batang tanaman tebu dari bagian permukaan tanah sampai titik tumbuh

batang tebu. Pengamatan panjang batang dilakukan setiap 1 minggu sekali.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat meteran pada sampel tanaman

yang sudah di tandai.

Gambar 3.7 Pengukuran Tinggi Batang


Sumber : Dokumentasi pribadi, 2019
3.7.3 Jumlah Anakan (Buah)

30
Pengamatan jumlah anakan tebu dilakukan dengan cara menghitung secara

manual. Pengamatan jumlah anakan tebu dilakukan setiap 1 minggu sekali.

Dengan cara menghitung jumlah anakan tebu yang dihitung pada bagian di sekitar

rumpun sampel tanaman yang sudah di tandai.

Gambar 3.8 Menghitung Jumlah Anakan


Sumber : Dokumentasi pribadi, 2019
3.7.4 Jumlah Daun (helai)

Pengamatan jumlah daun tebu dilakukan dengan cara menghitung secara

manual. Pengamatan jumlah daun tebu di lakukan setiap 1 minggu sekali.

Menghitung jumlah daun tebu yang segar warna hijau saja, yang dihitung pada

bagian sampel tanaman yang sudah ditandai.

31
Gambar 3.9 Menghitung Jumlah Daun
Sumber : Dokumentasi pribadi, 2019
3.7.5 Diamter Batang (cm)

Pengamatan diameter batang tanaman tebu dilakukan dengan cara

mengukur batang tebu mulai dari permukaan tanah bagian bawah, tengah, atas.

Setelah itu di rata-rata menjadi satu data diameter batang. Pengamatan diameter

batang tanaman di lakukan setiap 1 minggu sekali. Pengukuran dilakukan dengan

menggunakan alat jangka sorong pada sampel tanaman yang sudah di tandai.

Gambar 3.10 Pengukuran Diameter Batang


Sumber : Dokumentasi pribadi, 2019

32
3.7.6 Jumlah ruas (Buah)

Pengamatan jumlah ruas tanaman tebu dilakukan dengan cara menghitung

secara manual dari ruas batang tanaman tebu permukaan tanah sampai batas garis

ruas batang paling atas. Pengamatan jumlah ruas tanaman tebu dilakukan 1

minggu sekali. Menghitung jumlah ruas tanaman tebu dihitung pada bagian

sampel tanaman yang sudah ditandai.

Gambar 3.11 Menghitung Jumlah Ruas


Sumber : Dokumentasi pribadi, 2019
3.7.7 Panjang ruas (cm)

Pengamatan panjang ruas tanaman tebu dilakukan dengan cara mengukur

tiap panjang ruas bagian atas, tengah, bawah. Setelah itu di rata-rata menjadi satu

data panjang ruas. Dihitung pada bagian sampel tanaman yang sudah ditandai.

Pengamatan panjang ruas tanaman tebu dilakukan 1 minggu sekali. Pengukuran

dilakukan dengan menggunakan alat penggaris.

33
Gambar 3.12 Pengukuran Panjang Ruas
Sumber : Dokumentasi pribadi, 2019
3.8 Analisis Data

3.8.1 Analisis Sidik Ragam (Anova) dengan Rancangan Acak Petak

Terbagi (Split plot)

Analisis Sidik Ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh beda nyata

pada perlakuan dengan taraf siginfikasi 5%. Berikut ini model matematika

rancangan acak petak terbagi (Split plot).

Yijk = µ + + βi + ( ij + Pk + εijk

i= 1,2,.....,t ; j= 1,2,.......,s ; k= 1,2.....,n

Keterangan :

Yijk = Hasil pengamatan untuk faktor taraf ke i, faktor taraf ke j pada


kelompok ke k.
µ = Nilai tengah umum
= Pengaruh pada faktor taraf ke i

βj = Pengaruh pada faktor ke j


( ij = Perlakuan interkasi faktor taraf ke i dan taraf ke j

pk = Pengaruh taraf dari kelompok ke k

34
εijk = Pengaruh acak ( galat percobaan) pada taraf ke i, taraf ke j, interaksi ke i
dan ke j

Apabila uji F menunjukkan beda nyata antar perlakukan, pengujian

dilanjutkan dengan Uji Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) / DMRT 5%.

3.8.2 Uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT)

Perlakuan yang memperlihatkan pengaruh signifikan terhadap

pertumbuhan dan hasil kemudian diuji lebih lanjut oleh Duncan’s multiple range

test dengan taraf signifikasi 5%, adapun formulasi uji Duncan adalah sebagai

berikut :

 Langkah 1. Rataan diperingkatkan dari perlakuan hasil tertinggi ke

perlakuan hasil terendah.

 Langkah 2. Menghitung standar deviasi

 Langkah 3. Menghitung (t-1) nilai wilayah beda nyata terpendek

untuk p = 2,3,.......t

Keterangan : t = banyaknya perlakuan

= galat baku perbedaan rataan

= nilai tabel wilayah nyata student

35
= jarak dalam peringkat antara pasangan rataan perlakuan

yang diperbandingkan (p = 2 untuk dua rataan dengan


peringkat berikutnya dan p = t untuk rataan tertinggi dan
terendah)
 Langkah 4. Nilai dan kelompok kan seluruh rataan yang tidak berbeda

nyata dengan yang lainnya

 Langkah 5. Pemberian notasi garis sesuai dengan peringkat dari yang

tertinggi ke terendah (Gomez and Gomez, 2010)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Kondisi lingkungan yang diamati antara lain curah hujan dan suhu tanah.

Variabel pertumbuhan yang diamatai meliputi tinggi tanaman (cm), tinggi batang

(cm), jumlah anakan, jumlah daun (helai), diameter batang (cm), jumlah ruas

(buah),dan panjang ruas (cm).

4.1.1 Kondisi Lingkungan Penelitian

Berdasarkan data pengamatan selama bulan Mei sampai Juni 2019.

dilaksanakan di Kebun Holiwood, Desa Kelangonan, Gresik. Berada pada

ketinggian 56 meter di atas permukaan laut (dpl). Dengan curah hujan rata – rata

29,33%. Suhu tanah yaitu 33,4°C. (Dinas Pekerjaan Umum, 2019),

4.1.2 Analisis Data

Analisis data adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengolah data hasil

dari penelitian menjadi informasi sehingga kareteristik data tersebut bisa

dipergunakan dalam mengambil kesimpulan. Data pengamatan didapatkan dari

36
sampel dalam jumlah populasi selama penelitian. Analisis data yang telah

dilakukan pengamatan yaitu variabel pertumbuhan.

4.1.2.1 Variabel pertumbuhan

Berdasarkan Tabel 4.1 nilai kuadrat tengah tujuh variabel pertumbuhan

menunjukan bahwa analisis yang digunakan pada penelitian meliputi tinggi

tanaman (cm), tinggi batang (cm), jumlah anakan (buah), jumlah daun (helai),

jumlah ruas (buah), diameter batang (cm) dan panjang ruas (cm). Dilihat dari nilai

SK ( Sumber keragaman ) terdapat perbedaan nyata pada variabel tinggi tanaman

(cm), tinggi batang (cm), jumlah anakan (cm), jumlah ruas (buah) dan panjang

ruas (cm), dan dilanjutkan uji DMRT 5%. Analisis Sidik Ragam nilai kuadrat

tengah variabel pertumbuhan disajikan pada Tabel 4.1

37
Tabel 4. 1 Nilai Kuadrat Tengah 7 Variabel Pertumbuhan Tanaman Tebu

Keterangan : Apabila terdapat ** = terdapat perbedaan sangat nyata, * = terdapat perbedaan nyata, dan tn = tidak terdapat perbedaan
nyata

38
Tabel 4.1 menunjukan perbedaan nyata pada variabel pertumbuhan tinggi

tanaman (cm), tinggi batang (cm), jumlah anakan, jumlah ruas (buah), dan

panjang ruas (cm), dilihat dari nilai SK (Sumber keragaman). Tidak terdapat

perbedaan nyata pada variabel jumlah daun (helai) dan diameter batang (cm). Jika

pada Tabel Anova terdapat perbedaan nyata dilakukan dengan uji DMRT 5%.

39
4.1.2.1.1 Tinggi Tanaman

Variabel tinggi tanaman diukur untuk melihat pertumbuhan tanaman.

Tabel 4.2 menunjukan tinggi tanaman dengan kombinasi perlakuan berbagai jenis

pupuk dan klon. Selain itu juga ditampilkan nilai rerata tinggi tanaman perlakuan

berbagai jenis pupuk dan klon.

Tabel 4.2 Hasil Uji DMRT 5% variabel tinggi tanaman tebu


Umur Pengamatan Hari Setelah Tanam (hst)
Perlakuan
111 118 125 132
………………...……………..……………………………cm………………...……………..……………………………
K1P0 311,13 317,13 321,27 333,20
K1P1 314,20 320,47 324,73 330,67
K1P2 296,87 303,47 308,13 309,87
K1P3 291,00 296,73 300,73 306,67
K2P0 202,60 207,07 211,60 216,87
K2P1 201,00 205,13 209,33 215,13
K2P2 204,60 208,93 220,00 226,40
K2P3 195,27 199,80 204,47 210,67
DMRT 5% tn tn tn tn
Klon
K1 303,30 a 309,45 a 313,72 a 320,10 a
K2 200,87 b 205,23 b 211,35 b 217,27 b
DMRT 5% n n n n
Pemberian Pupuk
P0 256,87 262,10 266,43 275,03
P1 257,60 262,80 267,03 272,90
P2 250,73 256,20 264,07 268,13
P3 243,13 248,27 252,60 258,67
DMRT 5% tn tn tn tn
Keterangan : Nilai pada kolom yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT 5%, n : nyata, tn tidak nyata. K1: Klon SB 7, K2: Klon SB5, P0: Kontrol, P1: Ekstrak
Chromolaena odorata 100 g/500 ml, P2: Seresah Kacang Tanah 7 ton/ha, P3: Phonska 800
kg/ha

Hasil analisis DMRT 5% menunjukan tidak terdapat interaksi nyata

pada kombinasi perlakuan pemberian berbagai jenis pupuk dan jenis klon.

Perlakuan klon menunjukan perbedaan nyata pada variabel tinggi tanaman.

Perbedaan nyata terdapat pada semua umur pengamatan. Akan tetapi pada

perlakuan pemberian jenis pupuk menunjukan tidak terdapat perbedaan nyata

pada variabel tinggi tanaman. Analisis sidik ragam variabel tinggi tanaman secara

lengkap ditampilkan pada Tabel Lampiran 3,4,5 dan 6. Uji lanjut DMRT 5% pada

40
perlakuan klon menunjukan rerata tertinggi pada perlakuan K1 (SB 7) dengan

tinggi 320,10 cm. Nilai terendah pada K2 (SB 5) dengan tinggi 217,27 cm.

4.1.2.1.2 Tinggi Batang

Variabel tinggi batang diukur untuk melihat pertumbuhan tanaman.

Tabel 4.3 menunjukan tinggi batang dengan kombinasi perlakuan berbagai jenis

pupuk dan klon. Selain itu juga ditampilkan nilai rerata tinggi batang perlakuan

berbagai jenis pupuk dan klon.

Tabel 4.3 Hasil Uji DMRT 5% variabel tinggi batang tebu


Umur Pengamatan Hari Setelah Tanam (hst)
Perlakuan
111 118 125 132
………………...……………..……………………………cm………………...……………..……………………………
K1P0 103,20 108,60 112,40 118,67
K1P1 104,20 109,53 113,93 119,40
K1P2 94,73 100,07 104,13 109,53
K1P3 83,87 88,93 92,80 98,27
K2P0 30,93 35,80 38,83 42,80
K2P1 36,33 41,80 46,53 51,00
K2P2 33,80 39,80 44,37 49,53
K2P3 31,07 36,53 40,97 45,83
DMRT 5% tn tn tn tn
Klon
K1 96,50 a 101,78 a 105,82 a 111,47 a
K2 33,03 b 38,48 b 42,68 b 47,29 b
DMRT 5% n n n n
Pemberian Pupuk
P0 67,07 72,20 75,62 80,73
P1 70,27 75,67 80,23 85,20
P2 64,27 69,93 74,25 79,53
P3 57,47 62,73 66,88 72,05
DMRT 5% tn tn tn tn
Keterangan : Nilai pada kolom yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT 5%, n : nyata, tn tidak nyata. K1: Klon SB 7, K2: Klon SB5, P0: Kontrol, P1: Ekstrak
Chromolaena odorata 100 g/500 ml, P2: Seresah Kacang Tanah 7 ton/ha, P3: Phonska 800
kg/ha

Hasil analisis DMRT 5% menunjukan tidak terdapat interaksi nyata

pada kombinasi perlakuan jenis klon dan pemberian berbagai jenis pupuk.

Perlakuan klon menunjukan perbedaan nyata pada variabel tinggi batang semua

umur pengamatan. Akan tetapi pada perlakuan pemberian jenis pupuk

menunjukan tidak terdapat perbedaan nyata pada variabel tinggi batang. Analisis

41
sidik ragam variabel tinggi batang secara lengkap ditampilkan pada Tabel

Lampiran 7,8,9 dan 10. Uji lanjut DMRT 5% pada perlakuan klon menunjukan

rerata tertinggi pada perlakuan K1 (SB 7) dengan tinggi 111,47 cm . Nilai

terendah pada K2 (SB 5) dengan tinggi 47,29 cm.

4.1.2.1.3 Jumlah Anakan

Variabel jumlah anakan diukur untuk melihat pertumbuhan tanaman.

Tabel 4.4 menunjukan jumlah anakan dengan kombinasi perlakuan berbagai jenis

pupuk dan klon. Selain itu juga disajikan nilai rerata jumlah anakan perlakuan

berbagai jenis pupuk dan klon.

Tabel 4.4 Hasil Uji DMRT 5% variabel jumlah anakan tebu


Umur Pengamatan Hari Setelah Tanam (hst)
Perlakuan
111 118 125 132
………………...……………..……………………………buah………………...……………..……………………………
K1P0 1,00 0,93 0,93 0,93
K1P1 1,47 1,13 1,13 1,13
K1P2 1,13 1,07 1,07 1,07
K1P3 1,20 1,27 1,27 1,27
K2P0 0,13 0,27 0,27 0,27
K2P1 0,53 0,53 0,53 1,13
K2P2 0,27 0,40 0,40 0,33
K2P3 0,67 0,80 0,80 0,80
DMRT 5% tn tn tn tn
Klon
K1 1,20 1,10 1,10 1.10 a
K2 0,40 0,50 0,50 0,63 b
DMRT 5% tn tn tn n
Pemberian Pupuk
P0 0,57 0,60 0,60 0,6
P1 1,00 0,83 0,83 1,13
P2 0,70 0,73 0,73 0,70
P3 0,93 1,03 1,03 1,03
DMRT 5% tn tn tn tn
Keterangan : Nilai pada kolom yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT 5%, n : nyata, tn tidak nyata. K1: Klon SB 7, K2: Klon SB5, P0: Kontrol, P1: Ekstrak
Chromolaena odorata 100 g/500 ml, P2: Seresah Kacang Tanah 7 ton/ha, P3: Phonska 800
kg/ha

Hasil analisis DMRT 5% menunjukan tidak terdapat interaksi nyata

pada kombinasi perlakuan jenis klon dan pemberian berbagai jenis pupuk.

Perlakuan klon menunjukan perbedaan nyata pada variabel jumlah anakan pada

42
umur pengamatan 132 hst. Akan tetapi pada perlakuan pemberian jenis pupuk

menunjukan tidak terdapat perbedaan nyata pada variabel jumlah anakan. Analisis

sidik ragam variabel jumlah anakan secara lengkap ditampilkan pada Tabel

Lampiran 11,12,13 dan 14. Uji lanjut DMRT 5% pada perlakuan klon

menunjukan rerata tertinggi saat umur 132 hst pada perlakuan K1 (SB 7) dengan

tinggi 111,47 cm . Nilai terendah pada K2 (SB 5) dengan tinggi 47,29 cm.

4.1.2.1.4 Jumlah Daun

Variabel jumlah daun diukur untuk melihat pertumbuhan tanaman.

Tabel 4.5 menunjukan jumlah daun dengan kombinasi perlakuan berbagai jenis

pupuk dan klon. Selain itu juga disajikan nilai rerata jumlah daun perlakuan

berbagai jenis pupuk dan klon.

Tabel 4.5 Hasil Uji DMRT 5% variabel jumlah daun tebu


Umur Pengamatan Hari Setelah Tanam (hst)
Perlakuan
111 118 125 132
………………...……………..……………………………helai………………...……………..……………………………
K1P0 7,27 7,47 7,47 8,20
K1P1 7,00 7,00 7,00 8,27
K1P2 6,87 7,80 7,80 8,00
K1P3 7,47 7,80 7,80 8,00
K2P0 6,27 6,80 6,80 7,13
K2P1 7,13 7,07 7,07 7,27
K2P2 6,47 6,80 6,80 7,13
K2P3 6,27 6,33 6,33 6,73
DMRT 5% tn tn tn tn
Klon
K1 7,15 7,53 7,52 8,12
K2 6,53 6,75 6,75 7,07
DMRT 5% tn tn tn tn
Pemberian Pupuk
P0 6,77 7,13 7,13 7,67
P1 7,07 7,03 7,03 7,77
P2 6,67 7,30 7,30 7,57
P3 6,87 7,07 7,07 7,37
DMRT 5% tn tn tn tn
Keterangan : Nilai pada kolom yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT 5%, n : nyata, tn tidak nyata. K1: Klon SB 7, K2: Klon SB5, P0: Kontrol, P1: Ekstrak
Chromolaena odorata 100 g/500 ml, P2: Seresah Kacang Tanah 7 ton/ha, P3: Phonska 800
kg/ha

43
Hasil Uji DMRT 5% Tabel 4.5 menunjukkan tidak terdapat interaksi nyata

kombinasi perlakuan pemberian berbagi jenis pupuk dan perlakuan klon. Tidak

terdapat perbedaan nyata pada perlakuan jenis klon. Tidak terdapat perbedaan

nyata pada perlakuan pemberian jenis pupuk. Hal ini dapat dilihat pada Tabel

Analisis Sidik Ragam Lampiran 15, 16, 17 dan 18.

4.1.2.1.4 Jumlah Ruas

Variabel jumlah ruas diukur untuk melihat pertumbuhan tanaman. Tabel

4.6 menunjukan jumlah ruas dengan kombinasi perlakuan berbagai jenis pupuk

dan klon. Selain itu juga ditampilkan nilai rerata jumlah ruas perlakuan berbagai

jenis pupuk dan klon.

Tabel 4.6 Hasil Uji DMRT 5% variabel jumlah ruas tebu


Umur Pengamatan Hari Setelah Tanam (hst)
Perlakuan
111 118 125 132
………………...……………..……………………………buah………………...……………..……………………………
K1P0 8,07 8,87 8,87 8,87
K1P1 8,33 8,80 8,80 8,80
K1P2 7,80 7,93 7,93 7,93
K1P3 7,40 7,67 7,67 7,67
K2P0 3,73 4,00 4,00 4,53
K2P1 4,60 5,27 5,27 6,40
K2P2 4,47 5,07 5,07 5,80
K2P3 3,67 4,47 4,47 5,27
DMRT 5% tn tn tn tn
Klon
K1 7,90 a 8,32 a 8,32 a 8,32 a
K2 4,12 b 4,70 b 4,70 b 5,50 b
DMRT 5% n n n n
Pemberian Pupuk
P0 5,90 6,43 6,43 6,70
P1 6,47 7,03 7,03 7,60
P2 6,13 6,50 6,50 6,87
P3 5,53 6,07 6,07 6,47
DMRT 5% tn tn tn tn
Keterangan : Nilai pada kolom yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT 5%, n : nyata, tn tidak nyata. K1: Klon SB 7, K2: Klon SB5, P0: Kontrol, P1: Ekstrak
Chromolaena odorata 100 g/500 ml, P2: Seresah Kacang Tanah 7 ton/ha, P3: Phonska 800
kg/ha

Hasil analisis DMRT 5% menunjukan tidak terdapat interaksi nyata

pada kombinasi perlakuan jenis klon dan berbagai jenis pupuk. Perlakuan klon

44
menunjukan perbedaan nyata pada variabel jumlah ruas semua umur

pengamatan. Akan tetapi pada perlakuan pemberian jenis pupuk menunjukan

tidak terdapat perbedaan nyata pada variabel jumlah ruas. Analisis sidik ragam

variabel tinggi tanaman secara lengkap ditampilkan pada Tabel Lampiran

19,20,21 dan 22. Uji lanjut DMRT 5% pada perlakuan klon menunjukan rerata

tertinggi pada perlakuan K1 (SB 7) dengan tinggi 8,32 cm . Nilai terendah pada

K2 (SB 5) dengan tinggi 5,50 cm.

4.1.2.1.5 Diameter Batang

Variabel diameter batang diukur untuk melihat pertumbuhan tanaman.

Tabel 4.7 menunjukan diameter batang dengan kombinasi perlakuan jenis pupuk

dan klon. Selain itu juga ditampilkan nilai rerata diameter batang perlakuan jenis

pupuk dan klon.

Tabel 4.7 Hasil Uji DMRT 5% variabel diameter batang tebu


Umur Pengamatan Hari Setelah Tanam (hst)
Perlakuan
111 118 125 132
………………...……………..……………………………cm………………...……………..……………………………
K1P0 2,44 2,40 2,40 2,40
K1P1 2,44 2,43 2,43 2,43
K1P2 2,25 2,21 2,21 2,21
K1P3 2,21 2,20 2,20 2,20
K2P0 1,94 1,94 1,94 1,93
K2P1 2,33 2,30 2,30 2,32
K2P2 2,48 2,13 2,13 2,14
K2P3 2,23 2,14 2,14 2,10
DMRT 5% tn tn tn tn
Klon
K1 2,33 2,31 2,31 2,31
K2 2,25 2,13 2,13 2,12
DMRT 5% tn tn tn tn
Pemberian Pupuk
P0 2,19 2,17 2,17 2,17
P1 2,38 2,37 2,37 2,37
P2 2,36 2,17 2,17 2,17
P3 2,22 2,17 2,17 2,15
DMRT 5% tn tn tn tn
Keterangan : Nilai pada kolom yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT 5%, n : nyata, tn tidak nyata. K1: Klon SB 7, K2: Klon SB5, P0: Kontrol, P1: Ekstrak
Chromolaena odorata 100 g/500 ml, P2: Seresah Kacang Tanah 7 ton/ha, P3: Phonska 800
kg/ha

45
Hasil Uji DMRT 5% Tabel 4.7 menunjukkan tidak terdapat interaksi nyata

kombinasi perlakuan pemberian jenis pupuk dan perlakuan klon. Tidak terdapat

perbedaan nyata pada perlakuan jenis klon. Tidak terdapat perbedaan nyata pada

perlakuan pemberian jenis pupuk. Hal ini dapat dilihat pada Tabel Analisis Sidik

Ragam Lampiran 23, 24,25, dan 26.

4.1.2.1.6 Panjang Ruas

Variabel panjang ruas diukur untuk melihat pertumbuhan tanaman.

Tabel 4.8 menunjukan panjang ruas dengan kombinasi perlakuan jenis pupuk dan

klon. Selain itu juga ditampilkan nilai rerata panjang ruas perlakuan jenis pupuk

dan klon.

Tabel 4.8 Hasil Uji DMRT 5% variabel panjang ruas tebu


Umur Pengamatan Hari Setelah Tanam (hst)
Perlakuan
111 118 125 132
………………...……………..……………………………cm………………...……………..…………………
K1P0 11,76 11,88 11,88 11,88
K1P1 11,32 11,49 11,49 11,49
K1P2 10,98 11,07 11,07 11,07
K1P3 9,96 10,09 10,09 10,09
K2P0 7,67 7,71 7,71 7,71
K2P1 9,34 9,52 9,52 9,52
K2P2 8,71 8,91 8,91 8,91
K2P3 8,10 8,21 8,21 8,21
DMRT 5% tn tn tn tn
Klon
K1 11,01 a 11,14 a 11,14 a 11,14 a
K2 8,45 b 8,59 b 8,59 b 8,59 b
DMRT 5% n n n n
Pemberian Pupuk
P0 9,71 9,80 9,80 9,8
P1 10,33 10,51 10,51 10,51
P2 9,84 9,99 9,99 9,99
P3 9,03 9,15 9,15 9,15
DMRT 5% tn tn tn tn
Keterangan : Nilai pada kolom yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT 5%, n : nyata, tn tidak nyata. K1: Klon SB 7, K2: Klon SB5, P0: Kontrol, P1: Ekstrak
Chromolaena odorata 100 g/500 ml, P2: Seresah Kacang Tanah 7 ton/ha, P3: Phonska 800
kg/ha

Hasil analisis DMRT 5% menunjukan tidak terdapat interaksi nyata

pada kombinasi perlakuan jenis klon dan berbagai jenis pupuk. Perlakuan klon

46
menunjukan perbedaan nyata pada variabel panjang ruas semua umur

pengamatan. Akan tetapi pada perlakuan pemberian jenis pupuk menunjukan

tidak terdapat perbedaan nyata pada variabel panjang ruas. Analisis sidik ragam

variabel panjang ruas secara lengkap ditampilkan pada Tabel Lampiran 27,28,29

dan 30. Uji lanjut DMRT 5% pada perlakuan klon menunjukan rerata tertinggi

pada perlakuan K1 (SB 7) dengan tinggi 11,14 cm . Nilai terendah pada K2 (SB 5)

dengan tinggi 8,59 cm.

4.1.3 Hasil Karakterisasi Klon K1 (SB 7) dan Klon K2 (SB 5)

a. Warna Batang Tebu

Gambar 4. 1 Warna Batang Tebu


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019
Batang tanaman tebu berdiri lurus dan beruas-ruas yang dibatasi dengan

buku buku. Pada setiap buku terdapat mata tunas. Batang tanaman tebu berasal

dari mata tunas yang berada di bawah tanah. Klon K1 (SB 7) persilangan antara

klon BL (bululawang) dengan klon Cening. Klon K 2 (SB 5) persilangan antara

klon PL55 dengan klon VMC 71/238. Perbedaan yang tampak dari warna tebu

pada klon K1 (SB 7) yaitu berwarna kuning kehijauan, sedangkan klon K 2 (SB 5)

berwarna coklat kemerahan.

b. Mata Tebu

47
Gambar 4. 2 Mata Tebu
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019
Klon K1 (SB 7) persilangan antara klon BL (bululawang) dengan klon

Cening. Klon K2 (SB 5) persilangan antara klon PL55 dengan klon VMC 71/238.

Perbedaan mata tebu pada klon K1 (SB 7) yaitu ceper, sedangkan mata pada klon

K2 (SB 5) yaitu berkerucut.

c. Panjang Ruas

Gambar 4. 3 Panjang Ruas


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019
Klon K1 (SB 7) persilangan antara klon BL (bululawang) dengan klon

Cening. Klon K2 (SB 5) persilangan antara klon PL55 dengan klon VMC 71/238.

Perbedaan panjang ruas tebu pada klon K1 (SB 7) yaitu 14 cm, sedangkan panjang

ruas pada klon K2 (SB 5) yaitu 9,5 cm. Alat yang digunakan yaitu penggaris.

d. Panjang Daun

48
Gambar 4. 4 Panjang Daun Tebu
Sumber : Dokuemntasi Pribadi, 2019
Daun tebu berbentuk busur panah seperti pita, berseling kanan dan kiri,

berpelepah seperti daun jagung dan tak bertangkai. Tulang daun sejajar, ditengah

berlekuk. klon K1 (SB 7) persilangan antara klon BL (bululawang) dengan klon

Cening. Klon K2 (SB 5) persilangan antara klon PL55 dengan klon VMC 71/238.

Perbedaan panjang daun tebu pada klon K1 (SB 7) yaitu 183 cm, sedangkan

panjang ruas pada klon K2 (SB 5) yaitu 155 cm. Alat yang digunakan yaitu

meteran.

e. Lebar Daun Tebu

49
Gambar 4. 5 Lebar Daun Tebu
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019
Daun tebu berbentuk busur panah seperti pita, berseling kanan dan kiri,

berpelepah seperti daun jagung dan tak bertangkai. Tulang daun sejajar, ditengah

berlekuk. klon K1 (SB 7) persilangan antara klon BL (bululawang) dengan klon

Cening. Klon K2 (SB 5) persilangan antara klon PL55 dengan klon VMC 71/238.

Perbedaan lebar daun tebu pada klon K1 (SB 7) yaitu 5 cm, sedangkan panjang

ruas pada klon K2 (SB 5) yaitu 6 cm.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengaruh Pemberian Ekstrak Chromolaena odorata Terhadap

Pertumbuhan Tanaman Tebu

Hasil analisis sidik ragam atau ANOVA 5% menunjukkan bahwa interaksi

perlakuan ekstrak tanaman Chromolaena odorata tidak menunjukkan perbedaan

nyata pada semua variabel pertumbuhan dan untuk semua umur pengamatan,

Terdapat perbedaan nyata pada perlakuan klon terhadap variabel pertumbuhan

(tinggi tanaman, tinggi batang, jumlah anakan, jumlah ruas dan panjang ruas).

Rerata tinggi tanaman tertinggi pada klon K1 dengan nilai (320,10 cm), sedangkan

terendah klon K2 (217,10 cm). Rerata tinggi batang tertinggi pada klon K 1 dengan

nilai (111,47 cm), sedangkan terendah klon K2 (47,29 cm). Rerata jumlah anakan

50
tertinggi pada klon K1 dengan nilai (1.10 anakan), sedangkan terendah klon K2

(0,63 anakan). Rerata jumlah ruas tertinggi pada klon K1 dengan nilai (8,32 cm),

sedangkan terendah klon K2 (5,50 cm). Rerata panjang ruas tertinggi pada klon K 1

dengan nilai (11,14 cm), sedangkan terendah klon K2 ( 8,59 cm)

Hal ini karena unsur nitrogen dalam tanah masih cukup tersedia pada

tanaman tebu. Pada pertumbuhan fase vegetatif tanaman sampai fase generatif

mendekati panen, kemungkinan unsur yang diberikan masih dalam bentuk tidak

tersedia bagi tanaman sehingga belum bisa diserap oleh tanaman tebu.

Pertambahan anakan yang tidak berbeda diduga unsur nitrogen dalam tanah masih

cukup tersedia dan bahan tanam. masih mempunyai cadangan makanan yang

cukup guna menunjang pertumbuhan awal tanaman. Selain itu, kemungkinan

unsur nitrogen yang diberikan masih dalam bentuk tidak tersedia bagi tanaman

sehingga belum dapat diserap oleh akar tanaman (Cahyani et al., 2016). Menurut

wijaya (2006) yang menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif tanaman secara

optimal dapat terjadi apabila dilakukan pemberian dosis yang tepat ke dalam

tanah. Sedangkan pemberian pupuk hijau Chromolaena odorata untuk semua

dosis perlakuan tidak menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap semua

variabel pertumbuhan. Dikarenakan pupuk hijau Chromolaena odorata belum

sepenuhnya terdekomposisi sempurna sehingga unsur hara yang dimiliki oleh

pupuk hijau Chromolaena odorata tidak diserap oleh tanaman. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Ageyman (2013) bahwa jika suatu jenis pupuk organik atau

bahan organik mempunyai kadar N rendah, lignin akan akan terhambat, hanya

sedikit N yang sisa dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

51
4.1.2 Pengaruh Pemberian Pupuk Phonksa Terhadap Pertumbuhan

Tanaman Tebu

Hasil analisis sidik ragam atau ANOVA 5% menunjukkan bahwa

interaksi perlakuan pemberian pupuk phonska tidak menunjukkan perbedaan

nyata pada semua variabel pertumbuhan dan untuk semua umur pengamatan.

Terdapat perbedaan nyata pada perlakuan klon terhadap variabel pertumbuhan

(tinggi tanaman, tinggi batang, jumlah anakan, jumlah ruas dan panjang ruas).

Rerata tinggi tanaman tertinggi pada klon K1 dengan nilai (320,10 cm), sedangkan

terendah klon K2 (217,10 cm). Rerata tinggi batang tertinggi pada klon K 1 dengan

nilai (111,47 cm), sedangkan terendah klon K2 (47,29 cm). Rerata jumlah anakan

tertinggi pada klon K1 dengan nilai (1.10 anakan), sedangkan terendah klon K2

(0,63 anakan). Rerata jumlah ruas tertinggi pada klon K1 dengan nilai (8,32 cm),

sedangkan terendah klon K2 (5,50 cm). Rerata panjang ruas tertinggi pada klon K 1

dengan nilai (11,14 cm), sedangkan terendah klon K2 ( 8,59 cm).

Dosis pupuk yang digunakan untuk aplikasi haruslah disesuaikan dengan

keadaan lahan budidaya tersebut. Dosis pupuk yang digunakan pada tanaman baru

dan tanaman ratoon juga berbeda. Pada umumnya dosis urea untuk tanaman

ratoon lebih tinggi dibandingkan tanaman baru (Simanungkalit dkk., 2006).

Secara umum, aplikasi pupuk anorganik NPK pada tanaman tebu dilakukan dua

kali. Waktu pemupukan pada tanaman baru sedikit berbeda dengan waktu

pemupukan tanaman ratoon 1. Pemupukan pertama dilakukan saat tanam dengan

1/3 dosis urea, satu dosis SP-36 dan 1/3 dosis KCl. Pemupukan kedua diberikan

1-1,5 bulan setelah pemupukan pertama dengan sisa dosis yang ada. Pada tanaman

ratoon 1, pemupukan pertama dilakukan 2 minggu setelah ratoon 1 dengan 1/3

52
dosis urea, satu dosis SP-36 dan 1/3 dosis KCl. Pemupukan kedua diberikan 6

minggu setelah ratoon 1 dengan sisa dosis yang ada (Indrawanto dkk., 2010).

Hal ini sesuai dengan pendapat Dwidjoseputro (1986), bila unsur-unsur

hara yang berada dalam tanah berada dalam keadaan seimbang, maka suatu

tanaman akan tumbuh dengan suburnya. Harjadi S, (1979) berpendapat bahwa

tingkat daya serap tanaman terhadap pupuk sebagian berhubungan dengan

produktif (productive capasity) dari tanah. Tanaman yang di tanam pada tanah-

tanah dengan capasitas produktif yang rendah menunjukkan respon maksimum

terhadap pemupukan dosis rendah dari pada tanah-tanah yang mempunyai

kapasiatas produkstif tinggi. Kapasitas produksi atau tertumbuhan suatu tanaman

tergantung pada ketersediaan hara dan kondisi tanah dalam jangka

panjang,sehingga dengan adanya pemupukan secara optimum biasanya tidak

dapat dicapai hanya dengan suatu langkah singkat. Bila sejumlah besar pupuk

diberikan pada tanah dengan kapasitas produski tanah rendah, maka sebagaian

besar pupuk yang diberikan hilang karena proses pencucian atau pelarutan oleh

air.

4.1.3 Pengaruh Pemberian Pupuk Seresah Daun Kacang Tanah Terhadap

Pertumbuhan Tanaman Tebu

Hasil analisis sidik ragam atau ANOVA 5% menunjukkan bahwa interaksi

perlakuan ekstrak tanaman seresah daun kacang tanah tidak menunjukkan

perbedaan nyata pada semua variabel pertumbuhan dan untuk semua umur

pengamatan. Terdapat perbedaan nyata pada perlakuan klon terhadap variabel

pertumbuhan (tinggi tanaman, tinggi batang, jumlah anakan, jumlah ruas dan

panjang ruas). Rerata tinggi tanaman tertinggi pada klon K 1 dengan nilai (320,10

53
cm), sedangkan terendah klon K2 (217,10 cm). Rerata tinggi batang tertinggi pada

klon K1 dengan nilai (111,47 cm), sedangkan terendah klon K 2 (47,29 cm). Rerata

jumlah anakan tertinggi pada klon K1 dengan nilai (1.10 anakan), sedangkan

terendah klon K2 (0,63 anakan). Rerata jumlah ruas tertinggi pada klon K1 dengan

nilai (8,32 cm), sedangkan terendah klon K 2 (5,50 cm). Rerata panjang ruas

tertinggi pada klon K1 dengan nilai (11,14 cm), sedangkan terendah klon K2 ( 8,59

cm).

Pangkasan pohon dalam pola agroforestri dapat mengurangi beban

penggunaan pupuk anorganik yang tidak murah, dan juga potensial sebagai pupuk

yang lebih ramah lingkungan. Namun dalam penggunaannya diperlukan teknik

yang tepat guna, antara lain penentuan dosis yang sesuai dengan kebutuhan tiap

jenis tanaman, waktu pemberian/ input pangkasan yang disesuaikan dengan fase

pertumbuhan tanaman dan laju dekomposisi pangkasan. Dekomposisi seresah dan

pelepasan hara dipengaruhi oleh kualitas seresah antara lain konsentrasi N dan C

yang menentukan rasio C-N (C/N), kandungan polifenol dan lignin (Wang et al,

2010; Barchia, 2009; Palm dan Sanchez, 1991 dalam Hairiah et al, 2004;

Supriyadi, 2008). Kenaikan nitrogen organik dalam tanah berarti kenaikan

kesuburan dan juga kemungkinan meningkatnya humus. Dengan demikian

besaran penambahan nitrogen oleh pupuk hijau kacang–kacangan perlu mendapat

perhatian. (Supardi, 1983). Seresah tanaman mengandung hara makro dan mikro

secara lengkap serta bahan organik karbon yang strukturnya kompleks dimana

komposisi tersebut secara keseluruhan berpengaruh terhadap peningkatan sifat

fisika dan kimia tanah. (Sudradjat, 1998).

54
Dalam praktek usaha tani yang sesungguhnya, sejumlah nitrogen yang

ditambahkan ke tanah oleh bakteri kacang–kacangan ditentukan oleh metode

pengaturan penggunaan tanaman kacang–kacangan. Apabila tanaman itu

dibenamkan sebagai pupuk hijau, banyaknya nitrogen secara keseluruhan yang

diambil dari udara bertambah. Apabila tanaman itu dipotong untuk jerami dan

dimasukkan ke tanah pertanian, sekitar setengah nitrogen yang diambil dari udara

oleh bakteri kacang-kacangan dapat dikembalikan ke dalam tanah jika perlakuan

khusus diberikan dalam menangani pupuk tersebut untuk mencegah kehilangan.

Nitrogen dapat kembali ke tanah melalui pelapukan sisa makhluk hidup

yang berasal dari bahan organik dapat dimanfaatkan oleh tanaman setelah melalui

tiga tahap reaksi yang melibatkan aktivitas mikroorganisme tanah. Menurut

Novizan (2002), tahap reaksi tersebut sebagai berikut :

1. Penguraian protein yang terdapat pada bahan organik menjadi asam

amino.

2. Reaksi amonifikasi, yaitu perubahan asam amino menjadi senyawa –

senyawa ammonia (NH3) dan ammonium (NH4+).

3. Reaksi nitrifikasi, yaitu perubahan senyawa ammonia menjadi nitrat yang

disebabkan oleh bakteri Nitrosomonas dan Nitrosococus.

4.1.4 Pengaruh Klon

Terdapat perbedaan nyata pada perlakuan klon terhadap variabel

pertumbuhan (tinggi tanaman, tinggi batang, jumlah anakan, jumlah ruas dan

panjang ruas). Rerata tinggi tanaman tertinggi pada klon K 1 dengan nilai (320,10

cm), sedangkan terendah klon K2 (217,10 cm). Rerata tinggi batang tertinggi pada

klon K1 dengan nilai (111,47 cm), sedangkan terendah klon K 2 (47,29 cm). Rerata

55
jumlah anakan tertinggi pada klon K1 dengan nilai (1.10 anakan), sedangkan

terendah klon K2 (0,63 anakan). Rerata jumlah ruas tertinggi pada klon K1 dengan

nilai (8,32 cm), sedangkan terendah klon K 2 (5,50 cm). Rerata panjang ruas

tertinggi pada klon K1 dengan nilai (11,14 cm), sedangkan terendah klon K2 ( 8,59

cm).

Komponen pertumbuhan tanaman tebu yang meliputi panjang ruas batang,

jumlah ruas batang, panjang batang, dan diameter batang. Klon tebu masak awal

tengah pada tanah inceptisol dipengaruhi oleh klon / varietas yang digunakan.

Hasil penelitian Gulati, I.M.J., Ch. Sunmarg, Kare, J. Behra, N.S. Jena, S. Lenka

(2015). Menunjukan pertumbuhan tanaman tebu dipengaruhi oleh varietas yang

digunakan.

56
BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Tidak terdapat interaksi nyata pada perlakuan ekstrak Chromolaena,

seresah kacang tanah, dan phonska. Pada semua variabel pertumbuhan

(tinggi tanaman, tinggi batang, jumlah anakan, jumlah daun,jumlah ruas,

diameter batang, dan panjang ruas)

2. Terdapat perbedaan nyata pada perlakuan klon terhadap variabel

pertumbuhan (tinggi tanaman, tinggi batang, jumlah anakan, jumlah ruas

dan panjang ruas). Rerata tinggi tanaman tertinggi pada klon K1 dengan

nilai (320,10 cm), sedangkan terendah klon K2 (217,10 cm). Rerata tinggi

batang tertinggi pada klon K1 dengan nilai (111,47 cm), sedangkan

terendah klon K2 (47,29 cm). Rerata jumlah anakan tertinggi pada klon K1

dengan nilai (1.10 anakan), sedangkan terendah klon K2 (0,63 anakan).

Rerata jumlah ruas tertinggi pada klon K1 dengan nilai (8,32 cm),

sedangkan terendah klon K2 (5,50 cm). Rerata panjang ruas tertinggi pada

klon K1 dengan nilai (11,14 cm), sedangkan terendah klon K2 ( 8,59 cm).

3. Tidak terdapat perbedaan nyata pada perlakuan berbagai jenis pupuk.

terhadap variabel pertumbuhan (tinggi tanaman, tinggi batang, jumlah

anakan, jumlah daun,jumlah ruas, diameter batang, dan panjang ruas).

5.2 Saran

Sebaiknya perlakuan pemberian berbagai jenis pupuk dapat diaplikasikan

pada umur yang relatif muda (1 bulan sebelum olah tanah). Untuk itu perlu

dilakukan penelitian uji lanjut sampai hasil panen.

57
DAFTAR PUSTAKA

Amini, S., Syamdidi, S., 2006. Konsentrasi Unsur Hara pada Media dan
Pertumbuhan Chlorella Vulgaris dengan Pupuk Anorganik Teknis dan
Analis. J. Perikan. Univ. Gadjah Mada 8, 201–206.
Damanik, J., 2009. Pengaruh Pupuk Hijau Krinyu (Chromolaena odorata L 80.
FAO. 1987. Princples of composting. In Soil Management: Compost Production
and use in Tropical and Sub-tropical Environments. FAO Soils Bulletin
56.
Firmansyah, M.A., Asmarhansyah, dan D.A. Suriadikarta. 2000. Pengapuran dan
aplikasi bahan organik pada lahan kering masam terhadap jagung
varietas
Bisma di Parenggean Kalimantan Tengah. Prosiding Seminar Nasional
III
Pengembangan Lahan Kering. Bandar Lampung, 3-4 Oktober 2000.
Universitas Lampung. Hal: 110-114.

Gulati, I.M.J., Ch. Sunmarg, Kare, J. Behra, N.S. Jena, S. Lenka. 2015.Effect of
planting methods on growth pattern and productivity of sugarcane
varieties. J. Agric. Res. Comm. Centre. 46(3): 222-228.
Hadi, M., 2008. Pembuatan Kertas Anti Rayap Ramah Lingkungan dengan
Memanfaatkan Ekstrak Daun Kirinyuh 7.
Indrawanto, C., Purwono, Siswanto, M. Syakir, dan R. Rumini. 2010. Budidaya
dan Pasca Panen Tebu. ESKA Media. Jakarta. 39 hlm.
Lingga, P., dan Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Martine JF, Siband P, Bonhomme R. 1999. Simualtion of The Maximum Yield of
Sugarcane at Different Altitudes: Effect of Temperature on The
Conversion of Radiation into Biomass. J. Agronomic 19: 3 – 12 p.
Melati, M. dan Andriyani. 2005. Pengaruh pupuk kandang ayam dan pupuk hijau
terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai panen muda yang
dibudidayakan secara organik. Buletin Agronomi. 33 (2) 8-15
Mezuan, M., IP, H., 2002. Penerapan formulasi pupuk hayati untuk budidaya padi
gogo: studi rumah kaca. JIPI 4, 27–34.

58
Mulyadi, A. 2008. Karakteristik kompos dari Bahan Tanaman Kaliandra, Jerami
Padi dan Sampah Sayuran. Skripsi. Jurusan Ilmu Tanah, Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.
Najiyati, S., L. Muslihat dan I.N.S Putra. 2005. Panduan Pengolahan Lahan
Gambut untuk Pertanian Berkelanjutan. Bogor. Wetlands Internasional.
231 hal.
Nath, T.N. 2013. The macronutrients status of long term tea cultivated soils in
Dibugrah and Sivasgar Districts of Assam, India International Journal
of Scientific Research. 2(5):273-275.
Notohadiprawiro, Soeprapto dan E. Susilowati. 2006. Pengelolaan Kesuburan
Tanah dan Efisiensi Pemupukan. Yogyakarta : Ilmu Tanah UGM.
Noor, A. dan R.D. Ningsih. 1998. Upaya meningkatkan kesuburan dan
produktivitas tanah di lahan kering. Dalam. Prosiding Lokakarya
Strategi Pembangunan Pertanian Wilayah Kalimantan. Instalasi Penelitian
dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Banjarbaru

Novizan, 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta;


Hal: 23-24.
Prawiradiputra, B.R.2007. Perubahan Komposisi Vegetasi Padang Rumput Alam
akibat Pengendalian Kirinyuh (Chromolaena odorata(L) R.M.King and
H.Robinson) di Jonggol, JawaBarat. Thesis, Fakultas Pasca sarjana
Institut Pertanian Bogor. 79hlm.
Priambodo, O.N., n.d. Model Simulasi Nitrogen Pada Tanaman Tebu 42.
Putra, E., Sudirman, A., Indrawati, W., 2016. Pengaruh pupuk organik pada
pertumbuhan vegetatif tanaman tebu (Saccharum officinarum L.)
varietas GMP 2 dan GMP 3. J. Agro Ind. Perkeb. 4, 60–68.
Sanches, P. 1976. Properties and management of soil in the tropics,Willey
Interscience Publication, John Willey and Sons New York, Brisbane
Toronto.
Simanungkalit, R. D. M., D. A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, dan W.
Hartatik. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Jawa
Barat. 83-111 hlm.
Sinaga, A., Ma’ruf, A., 2016. Tanggapan Hasil Pertumbuhan Tanaman Jagung
Akibat Pemberian Pupuk Urea, SP-36 dan KCL. Bernas 12, 51–58.
Siregar, A.Z., Si, S., Syahputra, T.S., n.d. Keanekaragaman Hama Dan Penyakit
Pada Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) 24.

59
Sudradjat, R.1998. Pedoman Teknis Penggunaan EM – 4 Untuk Pembuatan
Kompos
dari Daun dan Seresah Pohon di Kawasan Hutan. Info DAS. No.4
ISSN
1410 – 1110. Surakarta.

Supardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor.

Supriyadi, S. 2008. Kandungan Bahan Organik sebagai Dasar Pengelolaan Tanah


di Lahan Kering Madura. Embryo Vol. 5 No.2.
Syakir, M., Indrawanto, C., 2010. Budidaya dan Pasca Panen Tebu. ESKA Media.
Jakarta.
Tan, K.H. 1993. Environmental Soil Science. Marcel Dekker. Inc. New York.
Wang, S., H.Ruan dan Y.Han. 2010. Effects of Microclimate, Litter Type and
Mesh Size on Leaf Litter Decomposition along an Elevation Gradient in
the Wuyi Mountains, China. Ecological Research 25:1113-1120.

60
LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Dosis Pupuk

1. Perhitungan Dosis Pupuk Chromolaena odorata 100gr/500ml

Daun Chromolaena odorata sesudah didapatkan kemudian dikeringkan di

sinar matahari sampai daun Chromolaena odorata nya bener–benar kering. Daun

yang telah kering dihancurkan dengan mesin padi dan dihaluskan ke mesin

penggiling kopi sehingga diperoleh serbuk halus. Serbuk daun Chromolaena

odorata odorata di maserasi kemudian di aduk selama 6 jam sekali,

1 kali aplikasi = 250 ml

Jumlah bedengan = 6 bedengan

Jumlah tanaman per bedeng = 40 tanaman

Jumlah populasi = 240 tanaman

Jumlah aplikasi = 6 kali

Kebutuhan air sekali aplikasi = 60.000 ml ( 250 ml x 240 tanman )

Kebutuhan air keseluruhan = 6 x 60.000 ml

= 360.000 ml

= 360 liter (larutan)

500 ml ekstrak ≈ 1 liter air

X ml ekstrak ≈ 360 ml air

X ml ekstrak x 1 liter air = 500 ml ekstrak x 360 ml air

X ml ekstrak = 500 ml ekstrak x 360 ml air

1 liter air

X ml ekstrak = 180.000 ml ekstrak

61
X ml ekstrak = 180 liter ekstrak

100 gram (bubuk) ≈ 500 ml air

Y gram ≈ 180.000 ml air

100 gram (bubuk) x 180.000 ml air = 500 ml air x Y gram

Y gram (bubuk) = 100 gram (bubuk) x 180.000 ml air

500 ml air

Y gram (bubuk) = 36.000 gram (bubuk)

Y gram (bubuk) = 36 kg

Y gram (bubuk) = 6 kg / 60 liter

Terdapat 6 lajur tanaman tebu, 1 lajur berisi 40 tanaman tebu yang di

aplikasikan dengan pupuk Chromolaena odorata. diaplikasikan per tanaman

sebanyak 250 ml/liter dengan cara dikocor. Semua perlakuan tanaman sebanyak

240 tanaman, sehingga kebutuhan yaitu 36 kg dan dicampur air sebanyak 360

liter. Sekali aplikasi membutuhkan 6 kg dicampur air 60 liter. Diaplikasikan 3

kali.

2. Perhitungan Dosis Seresah Daun Kacang Tanah

Pengaplikasian kacang tanah yaitu dengan cara memberikan seresah daun

kacang tanah atau dalam keadaan segar yaitu setelah tanaman kacang tanah

dipanen. Terdapat 6 lajur yang tanaman tebu yang di aplikasikan dengan

menggunakan pupuk seresah daun kacang tanah.

62
Kebutuhan jika 7t/ha dengan luas 10m².

7000kg ≈ 10.000 m²

x ≈ 10 m²

7.000 x 10 = 10.000 x

X = 70.000 : 10.000 = 7 kg kebutuhan yang diperoleh

Diaplikasikan ke 6 bedengan menjadi 6 x 7 kg = 42 kg. dan daplikasikan 1 kali

3. Perhitungan dosis pupuk NPK

Pengaplikasian pupuk NPK dilakukan dengan cara digejik tiap tanaman

sampel yang diaplikasikan dengan pupuk NPK yaitu pupuk NPK. terdapat 6 lajur

tanaman tebu yang diaplikasikan dengan pupuk NPK. dengan populasi tanaman

240.

8 kwintal/ha = 800 kg/ha

800kg  10.000 m²

Y x kg  240 m²

10.000 x Y = 800 x 240

Y = 192.000 : 10.000

Y = 19,2 kg ( keseluruhan )

6 petak  19,2 kg

1 petak = 19,2 : 6

1 petak = 3,2 kg

1 tanaman = 3,2 kg : 40 = 0,08 ( 80 gram )

Diaplikasikan 1 kali.

63
Lampiran 2. Deskripsi Klon

Deskripsi klon SB 7

Asal persilangan = BL + Cening

Umur tanaman = 15 bulan

= 3 bulan persemaian bibit

= 3 bulan bibit ditanam di pot tray

= 9 bulan bibit ditanam di polybag

Bentuk tanaman = tegak

Tinggi tanaman = rata – rata ± 104 cm

1. Batang

Warna batang = Kuning kehijauan

Bentuk ruas batang = panjang, ruas terusan lurus

Bentuk cincin ruas = melingkar sejajar mata

2. Daun

Warna daun = hijau

Warna telinga daun = hijau keunguan

Warna mata batang = ungu

Bentuk ukuran daun = panjang melebar

Bentuk telinga daun = serong

Bentuk lengkungan daun = kurang dari 1/2

Bentuk bulu daun = kecil - lebat

Bentuk ujung daun = tegak

Tepi daun = bergerigi kecil

Luas daun = sedang

64
3. Mata

Bentuk mata = bulat muncul keluar

Tepi daun = bergerigi

Luas daun = sedang

Sayap mata = tepi sayap mata rata

Rambut basal = ada

Rambut jambul = ada

4. Pengamatan Pertumbuhan

Tinggi Tanaman = 132 hst ( 320,10 cm )

Jumlah anakan = 132hst ( 1,10 anakan )

Diameter batang = 132 hst ( 2,31 cm )

Brix = Kosong

Kesesuaian lokasi =Bukit holiwood Desa kembangan Kecamatan

Kebomas kabupaten Gresik

Peneliti = Fikry Bagus Alfarisy, Sofyan Tsauri, Samsul, Dwi

Tutut

Penguji = Prof.Dr.Ir. Setyo Budi.,MS dan Prof. Nasrullah

Pemilik varietas = PT Perkebunan Nusantara X dan pusat penelitian

perkebunan gula Indonesia / UMG

65
Deskripsi bulu lawang ( BL )

Sifat morfologis

1. Batang

Bentuk batang = Silindris dengan penampang bulat

Warna batang = hijau kekuningan

Lapisan lilin = Sedang - kuat

Retakan batang = tidak ada

Cincin tumbuh = Melingkar datar di atas pucuk mata

Teras dan lubang = masif

2. Daun

Warna daun = hijau kekuningan

Ukuran daun = panjang melebar

Lengkung daun = kurang dari ½daun cenderung tegak

Telinga daun = pertumbuhan lemah sampai sedang, kedudukan

serong

Bulu punggung = ada, lebat, condong membentuk jalur lebar

3. Mata

Letak mata = pada bekas pangkal pelepah daun

Bentuk mata = segitiga dengan bagian terlebar di bawah mata

Tengah – tengah

Sayap mata = tepi sayap mata rata

Rambut basal = ada

Rambut jambul = ada

Sifat - sifat agronomis

66
1. Pertumbuhan

Perkecambahan = lambat

Diametr batang = sedang sampai besar

Pembuanagan = bebrbunga sedikit sampai banyak

Kemasakan = tengah sampai lambat

Kadar sabut = 13 – 14 %

Koefisien daya tahan = tengah – panjang tengah – panjang

2. Ketahanan Hama dan Penyakit

Penggerek batang = peka

Penggerek pucuk = peka

Blendok = peka

Pokahbung = moderat

Luka api = tahan

Mosaik = tahan

67
Deskripsi Cening

Sifat morfologis

1. Batang

Bentuk ruas batang = Lurus, silindris

Warna batang = Coklat kemerahan

Lapisan lilin = Tebal dan mempengaruhi warna ruas

Retakan tumbuh = Jarang

Cincin tumbuh = Melingkar datar, menyinggung puncak

mata

Teras dan lubang = Masif

Bentuk dan buku ruas = Silindris

Alur mata = Sempit, tidak mencapai tengah ruas,

dangkal

2. Daun

Warna daun = Hijau

Ukuran daun = 4,5 – 5,5 cm panjang melebar

Lengkung daun = Melengkung kurang ½ panjang daun

Telinga daun = Ada,tinggi >1-<3 kali lebarnya dan

kedudukan tegak

Bulu bidang punggung = Ada, condong, lebat, rambut bidang tepi

tidak ada

Sifat lepas pelepah = Mudah

Tepi daun = bergerigi

Luas daun = sedang

68
3. Mata

Letak mata = Pada berkas pangkal pelepah daun

Bentuk mata = Bulat

Sayap mata = Berukuran sempit, dengan tepi sayap rata

Rambut basal = Ada

Rambul jambul = Tidak ada

Pusat tumbuh = Di atas tengah mata

Warna mata batang = ungu

Sifat – sifat agronomis

1. Pertumbuhan

Perkecambahan = Sedang

Awal pertunasan = Sedang

Kerapatan batang = 10-12 batang/meter juring

Diameter batang = 2,43 - 3,00 cm

2. Ketahan Hama dan Penyakit

Penggerek batang = Tahan

Penggerek pucuk = Tahan

Mosaik = Tahan

Luka api = Tahan

Pokahbung = Tahan

69
Deskripsi klon SB 5

Asal persilangan = PL55 dengan VMC71/238

Sifat morfologis

1. Batang

Bentuk batang = ruas kelos dengan susunan ruas- ruas

Warna batang = 2,5 Gy 7/8 ( ungu kemerahan )

Lapisan lilin = tebal

Retakan Tumbuh = Tidak ada

Bentuk buku ruas = Konis

2. Daun

Warna daun = 5GY 6/6 ( Hijau )

Telinga daun = berbentuk pisau pembedah pendek

Tadah embun = persegi empat dengan bagian tengah sabit

Liigule = sabit lurus

Bulu punggung = sabit tipis

Lebar daun = Lebar

Tepi Daun = Bergerigi kecil

3. Mata

Letak mata = pada berkas pangkal pelepah daun

Bentuk mata = oval

Tepi daun = bergerigi

70
4. Pengamatan Pertumbuhan

Tinggi Tanaman = 132 hst ( 217,27 cm )

Jumlah anakan = 132hst ( 0,63 anakan )

Diameter batang = 132 hst ( 2,12 cm )

Brix = Kosong

Kesesuaian lokasi =Bukit holiwood Desa kembangan Kecamatan

Kebomas kabupaten Gresik

Peneliti = Fikry Bagus Alfarisy, Sofyan Tsauri, Samsul, Dwi

Tutut

Penguji = Prof.Dr.Ir. Setyo Budi.,MS dan Prof. Nasrullah

Pemilik varietas = PT Perkebunan Nusantara X dan pusat penelitian

perkebunan gula Indonesia / UMG

71
Varietas VMC71/238

SK. Nomer : 440/Kpts/KB.120/7/2015

Tanggal : 06 Juli 2015

Asal Usul : Introduksi dari Philipina hasil persilanganPOJ

3016 x PHIL 56-226

Sifat Morfologi

1. Batang

Bentuk ruas : Silindris, tersusun berbiku

Warna batang : Hijau kekuningan

Lapisan lilin : Ada dan tebal mempengaruhi warna batang

Retakan tumbuh : Tidak ada

Cincin tumbuh : Melingkar datar menyinggung puncak mata

Teras dan lubang : Masif dan tidak berlubang

Bentuk buku ruas : Konis

Alur mata : Ada tetapi tidak semua ruas

2. Daun

Warna daun : Hijau

Ukuran lebar daun : Lebar

72
Lengkung daun : Ujung melengkung kurang dari ½ helai

daun, tepi daun agak menggulung

Telinga daun : Tidak ada

Bulu bidang punggung : Ada, jarang kedudukan rebah

Sifat lepas pelepah : Agak sulit

3. Mata

Letak mata : Di atas pangkal pelepah daun

Bentuk mata :Bulat sampai dengan bulat telur

Sayap mata :Berukuran sama lebar, dengan tepi

sayap rata

Rambut tepi basal : Tidak ada

Rambut jambul : Tidak ada

Pusat/titik tumbuh : Di atas tengah-tengah mata

Ketahanan terhadap hama dan penyakit

Penggerek batang : Tahan

Penggerek pucuk : Tahan

Mosaik : Tahan

Luka Api : Tahan

Blendok : Tahan

73
Pokkahbung : Tahan

Potensi produksi

Hasil tebu (Ku/Ha) : 110 ton ±10 ton

Rendemen (%) : 10%

Hablur gula (Ku/Ha) : 11 ton ± 2,2 ton

Kesesuaian lokasi : Cocok dikembangkan pada tipologi lahan

sawah dan tegalan berjenis tanah Aluvial

dan Grumosol

Kadar sabut (%) : 13−14

Peneliti : Wiwit Budi Widyasari

Penguji : Syahrial Koto, Alfarina Kardiana

Sari, Ing. Hery Krisanto, Eko

Suassono, Nasrulloh

Pemilik Varietas : PT Perkebunan Nusantara X dan

Pusat Penelitian Perkebunan Gula

Indonesia (P3GI)

74
Lampiran 3. Tabel Analisis Sidik Ragam

Tabel 1. Rata-rata Tinggi Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada Umur
111 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Pe tak Utama
Kelompok 2 2212,20 1106,10 3,02 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 62955,53 62955,53 171,96 * 18,51 98,50
Galat (a) 2 732,22 366,11
Analisis Anak Petak
Pupuk (Faktor B) 3 811,43 270,48 0,44 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 452,07 150,69 0,25 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 3649,65 608,28
Total 23 70813,11

Tabel 2. Rata-rata Tinggi Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada Umur
118 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Pe tak Utama
Kelompok 2 2085,92 1042,96 2,78 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 65166,68 65166,68 173,91 * 18,51 98,50
Galat (a) 2 749,42 374,71
Analisis Anak Petak
Pupuk (Faktor B) 3 816,57 272,19 0,45 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 456,92 152,31 0,25 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 3656,20 609,37
Total 23 72931,72

Tabel 3. Rata-rata Tinggi Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada Umur
125 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Pe tak Utama
Kelompok 2 2594,22 1297,11 3,30 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 62873,61 62873,61 159,85 * 18,51 98,50
Galat (a) 2 786,66 393,33
Analisis Anak Petak
Pupuk (Faktor B) 3 818,89 272,96 0,40 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 694,43 231,48 0,34 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 4083,11 680,52
Total 23 71850,93

75
Tabel 4. Rata-rata Tinggi Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada Umur
132 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Pe tak Utama
Kelompok 2 1951,77 975,89 2,43 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 63448,17 63448,17 157,91 * 18,51 98,50
Galat (a) 2 803,61 401,81
Analisis Anak Petak
Pupuk (Faktor B) 3 952,43 317,48 0,57 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 1147,95 382,65 0,68 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 3369,73 561,62
Total 23 71673,67

Tabel 5. Rata-rata Tinggi Batang Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada Umur
111 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 660,70 330,35 2,99 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 24168,11 24168,11 218,91 * 18,51 98,50
Galat (a) 2 220,80 110,40
Analisis Anak Petak
Pupuk (Faktor B) 3 534,48 178,16 1,07 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 325,49 108,50 0,65 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 997,51 166,25
Total 23 26907,09

Tabel 6. Rata-rata Tinggi Batang Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada Umur
118 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 665,26 332,63 2,62 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 24041,34 24041,34 189,29 * 18,51 98,50
Galat (a) 2 254,01 127,00
Analisis Anak Petak
Pupuk (Faktor B) 3 538,13 179,38 1,07 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 356,87 118,96 0,71 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 1001,39 166,90
Total 23 26857,01

76
Tabel 7. Rata-rata Tinggi Batang Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada Umur
125 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 709,14 354,57 2,44 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 23921,22 23921,22 164,31 * 18,51 98,50
Galat (a) 2 291,18 145,59
Analisis Anak Petak
Pupuk (Faktor B) 3 551,61 183,87 1,06 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 399,12 133,04 0,77 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 1043,35 173,89
Total 23 26915,62

Tabel 8. Rata-rata Tinggi Batang Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada Umur
132 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 706,01 353,01 2,34 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 24454,55 24454,55 162,44 * 18,51 98,50
Galat (a) 2 301,09 150,55
Analisis Anak Petak
Pupuk (Faktor B) 3 566,10 188,70 1,01 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 433,60 144,53 0,78 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 1118,86 186,48
Total 23 27580,22

Tabel 9. Rata-rata Jumlah Anakan Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada Umur
111 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 5,08 2,54 7,94 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 3,84 3,84 12,00 tn 18,51 98,50
Galat (a) 2 0,64 0,32
Analisis Anak Petak
Pupuk (Faktor B) 3 0,73 0,24 0,56 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 0,15 0,05 0,11 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 2,60 0,43
Total 23 13,04

77
Tabel 10. Rata-rata Jumlah Anakan Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada Umur
118 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 3,97 1,99 12,81 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 2,16 2,16 13,94 tn 18,51 98,50
Galat (a) 2 0,31 0,16
Analisis Anak Petak
Pupuk (Faktor B) 3 0,60 0,20 0,42 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 0,04 0,01 0,03 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 2,84 0,47
Total 23 9,92

Tabel 11. Rata-rata Jumlah Anakan Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada Umur
125 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 3,97 1,99 12,81 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 2,16 2,16 13,94 tn 18,51 98,50
Galat (a) 2 0,31 0,16
Analisis Anak Petak
Pupuk (Faktor B) 3 0,60 0,20 0,42 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 0,04 0,01 0,03 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 2,84 0,47
Total 23 9,92

Tabel 12. Rata-rata Jumlah Anakan Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada Umur
132 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 4,12 2,06 20,28 * 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 1,31 1,31 12,85 tn 18,51 98,50
Galat (a) 2 0,20 0,10
Analisis Anak Petak
Pupuk (Faktor B) 3 1,19 0,40 0,95 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 0,49 0,16 0,39 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 2,50 0,42
Total 23 9,81

78
Tabel 13. Rata-rata Jumlah Daun Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada Umur
111 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 3,10 1,55 2,67 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 2,28 2,28 3,92 tn 18,51 98,50
Galat (a) 2 1,16 0,58
Analisis Anak Pe tak
Pupuk (Faktor B) 3 0,52 0,17 0,35 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 1,64 0,55 1,11 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 2,96 0,49
Total 23 11,68

Tabel 14. Rata-rata Jumlah Daun Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada Umur
118 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 5,30 2,65 4,56 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 3,53 3,53 6,06 tn 18,51 98,50
Galat (a) 2 1,16 0,58
Analisis Anak Pe tak
Pupuk (Faktor B) 3 0,25 0,08 0,19 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 1,87 0,62 1,37 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 2,73 0,46
Total 23 14,85

Tabel 15. Rata-rata Jumlah Daun Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada Umur
125 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 5,30 2,65 4,56 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 3,53 3,53 6,06 tn 18,51 98,50
Galat (a) 2 1,16 0,58
Analisis Anak Pe tak
Pupuk (Faktor B) 3 0,25 0,08 0,19 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 1,87 0,62 1,37 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 2,73 0,46
Total 23 14,85

79
Tabel 16. Rata-rata Jumlah Daun Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada Umur
132 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 5,30 2,65 1,47 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 6,62 6,62 3,66 tn 18,51 98,50
Galat (a) 2 3,61 1,81
Analisis Anak Pe tak
Pupuk (Faktor B) 3 0,53 0,18 0,26 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 0,13 0,04 0,06 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 4,10 0,68
Total 23 20,28

Tabel 17. Rata-rata Jumlah Ruas Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada Umur
111 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 4,65 2,33 1,29 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 85,88 85,88 47,54 * 18,51 98,50
Galat (a) 2 3,61 1,81
Analisis Anak Pe tak
Pupuk (Faktor B) 3 2,78 0,93 0,64 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 0,76 0,25 0,18 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 8,67 1,44
Total 23 106,36

Tabel 18. Rata-rata Jumlah Ruas Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada Umur
118 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 5,80 2,90 3,71 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 78,48 78,48 100,40 * 18,51 98,50
Galat (a) 2 1,56 0,78
Analisis Anak Pe tak
Pupuk (Faktor B) 3 2,86 0,95 0,91 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 3,46 1,15 1,10 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 6,31 1,05
Total 23 98,48

80
Tabel 19. Rata-rata Jumlah Ruas Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada Umur
125 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 5,80 2,90 3,71 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 78,48 78,48 100,40 * 18,51 98,50
Galat (a) 2 1,56 0,78
Analisis Anak Pe tak
Pupuk (Faktor B) 3 2,86 0,95 0,91 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 3,46 1,15 1,10 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 6,31 1,05
Total 23 98,48

Tabel 20. Rata-rata Jumlah Ruas Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada Umur
132 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 7,04 3,52 0,81 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 47,60 47,60 10,91 tn 18,51 98,50
Galat (a) 2 8,72 4,36
Analisis Anak Pe tak
Pupuk (Faktor B) 3 4,31 1,44 0,93 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 4,67 1,56 1,01 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 9,25 1,54
Total 23 81,60

Tabel 21. Rata-rata Diameter Batang Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada
Umur 111 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 0,11 0,06 0,90 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 0,05 0,05 0,76 tn 18,51 98,50
Galat (a) 2 0,12 0,06
Analisis Anak Petak
Pupuk (Faktor B) 3 0,18 0,06 0,31 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 0,41 0,14 0,73 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 1,13 0,19
Total 23 2,00

81
Tabel 22. Rata-rata Diameter Batang Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada
Umur 118 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 0,14 0,07 1,26 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 0,20 0,20 3,78 tn 18,51 98,50
Galat (a) 2 0,11 0,05
Analisis Anak Petak
Pupuk (Faktor B) 3 0,18 0,06 0,60 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 0,16 0,05 0,55 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 0,59 0,10
Total 23 1,38

Tabel 23. Rata-rata Diameter Batang Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada
Umur 125 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 0,14 0,07 1,26 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 0,20 0,20 3,78 tn 18,51 98,50
Galat (a) 2 0,11 0,05
Analisis Anak Petak
Pupuk (Faktor B) 3 0,18 0,06 0,60 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 0,16 0,05 0,55 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 0,59 0,10
Total 23 1,38

Tabel 24. Rata-rata Diameter Batang Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada
Umur 132 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 0,14 0,07 1,60 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 0,22 0,22 4,84 tn 18,51 98,50
Galat (a) 2 0,09 0,05
Analisis Anak Petak
Pupuk (Faktor B) 3 0,21 0,07 0,69 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 0,16 0,05 0,54 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 0,60 0,10
Total 23 1,41

82
Tabel 25. Rata-rata Diameter Batang Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada
Umur 111 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 2,48 1,24 24,90 * 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 39,12 39,12 785,22 * 18,51 98,50
Galat (a) 2 0,10 0,05
Analisis Anak Pe tak
Pupuk (Faktor B) 3 5,20 1,73 0,54 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 4,88 1,63 0,51 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 19,10 3,18
Total 23 70,88

Tabel 26. Rata-rata Diameter Batang Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada
Umur 118 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 2,49 1,24 63,16 * 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 38,91 38,91 1974,73 * 18,51 98,50
Galat (a) 2 0,04 0,02
Analisis Anak Pe tak
Pupuk (Faktor B) 3 5,65 1,88 0,58 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 5,33 1,78 0,55 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 19,37 3,23
Total 23 71,79

Tabel 27. Rata-rata Diameter Batang Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada
Umur 125 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 2,49 1,24 63,16 * 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 38,91 38,91 1974,73 * 18,51 98,50
Galat (a) 2 0,04 0,02
Analisis Anak Pe tak
Pupuk (Faktor B) 3 5,65 1,88 0,58 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 5,33 1,78 0,55 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 19,37 3,23
Total 23 71,79

83
Tabel 28. Rata-rata Diameter Batang Tebu (Saccharum officinarum L.) Pada
Umur 132 HST
F TABEL
SK DB JK KT F HIT Notasi
0,05 0,01
Analisis Petak Utama
Kelompok 2 1,72 0,86 3,77 tn 19,00 99,00
Klon (Faktor A) 1 48,36 48,36 211,99 * 18,51 98,50
Galat (a) 2 0,46 0,23
Analisis Anak Pe tak
Pupuk (Faktor B) 3 4,43 1,48 0,50 tn 4,76 9,78
Interaksi A X B 3 5,93 1,98 0,67 tn 4,76 9,78
Galat (b) 6 17,71 2,95
Total 23 78,60

84

Anda mungkin juga menyukai