Pendahuluan
Kegiatan penelitian (research) secara umum terbagi menjadi survei dan percobaan
(experiment). Dalam survei, subjek penelitian tidak diintervensi sebelumnya
sehingga kondisi ketika diamati adalah “apa adanya”. Dalam percobaan, peneliti
penelitian. Baik survei maupun percobaan akan menghasilkan data yang akan diolah.
Data ini harus merupakan gambaran dari hal-hal yang akan diteliti sehingga dapat
presisi pengukuran, bukan akurasi. Presisi tinggi berarti variasi simpangan (error)
yang kecil, sementara akurasi tinggi berarti kemelesetan rendah. Presisi terkait
tinggi dan dalam hal ini akan menyebabkan nilai error menjadi besar. Sedangkan,
ketidakakuratan (bias) artinya titik-titik berada jauh dari sasaran. Dalam statistik,
sasaran adalam suatu estimate, contohnya, rerata, koefisien regresi, dan lain-lain. Yang
diinginkan dari suatu percobaan jelas presisi yang tinggi dan bias yang kecil (akurasi
tinggi).
Perlakuan
Perlakuan (treatment) atau bisa disebut juga set perlakuan (treatment group)
adalah prosedur atau penggolongan yang dilakukan oleh peneliti untuk
terhadap gulma, sebut saja, glifosat, 2,4-D, dan paraquat, perlakuan adalah pemberian
herbisida. Ada tiga perlakuan yang diberikan dalam percobaan tersebut. Dalam
percobaan membandingkan efek tiga cara pengendalian gulma, perlakuan misalnya
percobaan tiga dosis herbisida tertentu, perlakuan misalnya adalah dosis 0, 10, dan 20
Perhatikan bahwa ketiga kasus percobaan tadi dilakukan untuk tujuan penelitian
yang berbeda-beda. Jadi, pemilihan perlakuan harus terkait dengan tujuan dan
Perlakuan dikenakan pada satuan bahan yang memperoleh satu, dan hanya
inilah yang disebut sebagai satuan percobaan. Untuk percobaan lapangan semacam
ini, satuan percobaan dapat disebut plot/petak percobaan, namun untuk percobaan
di laboratorium atau tempat lain, istilah satuan percobaan lebih tepat. Satuan percoba-
an dapat berupa kolam, individu tumbuhan atau hewan (jika perlakuan diterapkan per
individu, bukan populasi), cawan Petri, kandang, petak lahan, baris-baris tanam kultivar
berbeda, seonggok daging, sekemas benih, sesisir pisang, sebutir buah, dan
seterusnya.
Jika untuk satu perlakuan dikenakan terhadap empat satuan percobaan, kita
mengatakan bahwa perlakuan itu memiliki empat ulangan (replicate atau replication).
Ulangan berfungsi sangat penting dalam pengujian hipotesis formal karena dari sinilah
diperoleh penduga sesatan percobaan (experimental error), yang dipakai dalam
diterapkan pada plot atau kolam tersebut. Untuk keadaan demikian, satuan percobaan
menjadi setangkup dengan satuan pencuplikan. Namun demikian, ada keadaan lain
ketika satuan pencuplikan hanya sebagian dari satuan percobaan, seperti tanaman
sampel dari satu satuan percobaan berupa plot, sesendok contoh adonan, beberapa
butir buah dari suatu kantung kemasan tertentu, dan sebagainya. Satuan pencuplikan
(sampling unit) adalah satuan tempat data diambil. Dengan demikian, dari satu satuan
percobaan dapat muncul beberapa data yang diperoleh dari mengamati sejumlah
satuan pencuplikan.
Perlu disadari bahwa dari satu satuan pencuplikan dapat dilakukan beberapa
pengamatan berulang pada waktu yang berbeda. Pengamatan semacam ini
agar pengaruh luar percobaan sekecil mungkin. Ini merupakan bentuk pengendalian
sesatan. Instrumen yang dipakai adalah pengelompokan atau blocking. Blocking
mengelompokkan beberapa satuan percobaan ke dalam situasi yang seragam. Tiap
kelompok disebut blok. Tentu saja pengelompokan tidak diperlukan bila satuan
percobaan telah seragam. Sebagai misal, apabila dalam suatu lahan plot-plot
percobaan berada di lahan yang tidak seragam kesuburannya, dibuatlah blocking agar
sekumpulan perlakuan dapat berada pada satu blok dengan kondisi yang serupa.
pascatumbuh, dan (e) tanpa pengendalian. Beberapa hipotesis yang diajukan dari seri
perlakuan c dan d); (3) “Penyiangan cabut lebih baik daripada penyiangan kepras”
(perlakuan a versus b); dan (4) “Penyemprotan pratumbuh lebih efektif daripada
penyemprotan pascatumbuh” (perlakuan c versus d). Misal lain adalah seri perlakuan
percobaan mendapat dua atau lebih perlakuan yang masing-masing tergolong pada
faktor berbeda. Percobaan semacam ini, yang dikenal pula sebagai “percobaan
Sebagai misal adalah percobaan yang mengombinasi dua macam pupuk buatan:
faktor pertama adalah urea berbagai dosis dan faktor kedua adalah SP36 berbagai
dosis.
berapa? Apakah satuan pencuplikannya untuk setiap peubah yang diamati? Ada
1. Pengacakan (randomisation),
3. Kesetimbangan (balance).
Apabila ketiga prinsip ini dipenuhi, analisis menjadi sederhana dan hasilnya sahih
(valid). Tujuan inti dari perancangan percobaan adalah mendapatkan rancangan dan
analisis yang sederhana yang memenuhi prinsip-prinsip dasar namun tepat memenuhi
penyimpulan yang sahih.
Pengacakan
Pengacakan adalah hal yang wajib ada dalam merancang percobaan, karena
menjamin bahwa kita membentuk peubah acak dalam data pengamatan kita. Semua
metode statistika bertumpu pada asumsi bahwa data merupakan peubah acak. Tanpa
adanya pengacakan, asumsi itu gugur dan hasil analisis tidak bermakna.
Pengacakan dapat dilakukan dengan penggunaan alat bantu seperti pengocokan
undian/arisan, dadu, kartu, atau daftar tabel bilangan acak. Perangkat lunak seperti
ada A dan di kanannya C. Hal ini memunculkan “sesatan sistematik”, karena semua A
bersebelahan dengan A dan B, sementara semua B bersebelahan dengan A, B, dan C.
Ketika kita hendak membandingkan efek A dengan efek B, yang terjadi malah
dapat A atau B). Pengacakan paling baik terjadi ketika pola-pola sistematik tidak ada
sama sekali.
A B C A B C
A B C C A B
Tidak diacak Diacak
Pengendalian sesatan
Sesatan yang besar mengganggu presisi sehingga perlu dikendalikan. Ada tiga
(konkomitan).
Rancangan percobaan yang tepat dapat ditentukan dengan ketajaman dalam
Sebagai contoh, untuk suatu percobaan mengenai dua cara pengolahan abon ikan
diketahui ukuran mempengaruhi tekstur. Bahan yang diterima untuk penelitian
ternyata ikan dari berbagai ukuran. Untuk itu, dilakukan pemisahan menjadi tiga
kelompok berdasarkan ukuran: kecil, sedang, dan besar. Dari masing-masing ukuran
kemudian diterapkan dua cara pengolahan yang dicoba. Prinsip blocking ini dapat
meningkatkan presisi, karena pembandingan kedua cara pengolahan dilakukan
Bandingkan gambar bawah di kiri dan di kanan. Gambar di kiri menunjukkan satu cara
Kesetimbangan
sama untuk setiap kelompok perlakuan. Namun demikian, apabila terpaksa terjadi
Latihan. Buatlah sketsa pengacakan yang dilakukan untuk kasus percobaan semangka
di lahan pantai di atas. Kapan perlu melakukan pengelompokkan dan kapan/pada
situasi apa tidak perlu?
populer digunakan. Beberapa rancangan yang lebih kompleks akan diberikan pada
acara-acara berikutnya.
Rancangan Acak Lengkap (RAL)/ Completely Randomised Design (CRD)
terkendali dengan baik dan bahan percobaan relatif seragam. Pengacakan dilakukan
sekali terhadap seluruh satuan percobaan yang ada. Sebagai misal, untuk suatu
A B C D A B C D
A B C D B A C C
A B C D D B A D
Sebelum Sesudah
pengacakan pengacakan
rancangan ini. Blok akan mengendalikan sesatan yang besar di antara satuan-satuan
percobaan yang tak seragam. Kata “Lengkap” mengindikasikan bahwa di setiap
kelompok (blok) berisi semua perlakuan yang diujikan. Kondisi ini menerapkan prinsip
Rancangan Segiempat Latin (Latin Square Design) tidak lain daripada Rancangan
Berblok Lengkap Teracak dengan blocking dua arah yang saling tegak lurus.
Penggunaannya merupakan modifikasi RBLT apabila diketahui ada dua sumber
perlakuan tidak boleh menempati urutan yang sama (itulah sebabnya dinamakan
Segiempat Latin). Konsekuensinya, banyaknya perlakuan akan sama dengan
banyaknya ulangan.
Pengacakan dilakukan tiga tahap: pertama untuk blok arah pertama, kedua untuk
blok arah kedua, dan terakhir adalah pengacak satuan percobaan untuk setiap
rangkaian perlakuan.
Perhatikan bahwa dalam setiap baris maupun kolom tidak terdapat perlakuan yang
sama. Penomoran ulangan dihapuskan karena nomor ulangan menjadi tidak relevan.
Rancangan Faktorial Penuh (RFP)/ Factorial Design
Faktorial Penuh bisa dilakukan dalam Rancangan Acak Lengkap, RBLT, maupun RSL.
Tujuan utama kita melakukan RFP adalah untuk menghemat satuan percobaan,
Berikut contoh layout pengacakan untuk RFP 2 faktor, masing-masing 2 dan 3 level
sebelum pengacakan
A1B1- A2B1- A1B2- A2B2- A1B3- A2B3-
1 1 1 1 1 1
A1B1- A2B1- A1B2- A2B2- A1B3- A2B3-
2 2 2 2 2 2
sesudah pengacakan blok lalu satuan percobaan (kombinasi perlakuan) dalam tiap
blok
A2B2- A1B3- A1B2- A2B1- A1B1- A2B3-
2 2 2 2 2 2
A1B3- A2B3- A1B2- A1B1- A2B1- A2B2-
1 1 1 1 1 1
faktor tunggal, yang salah satu faktornya disarangkan ke faktor yang lain. Akibatnya
faktor pertama (disebut faktor utama) memiliki ukuran satuan percobaan yang lebih
besar. Satuan percobaan bagi faktor pertama ini berfungsi sebagai blok bagi faktor
kedua (disebut anak-faktor atau subfaktor). Faktor kedua dengan demikian memiliki
ukuran satuan percobaan yang kecil dan merupakan bagian dari satuan percobaan
faktor utama.
Sebagai misal, umpamanya kita melakukan percobaan faktorial dua faktor, masing-
masing dengan dua dan tiga level, dengan rancangan lingkungan RBLT menggunakan
tiga blok. Pengacakan pertama dilakukan terhadap ketiga blok. Selanjutnya, setiap
perlakuan/level pada faktor utama diacak di dalam satuan percobaan (utama) dalam
masing-masing blok (dibagi dua). Berikutnya, setiap satuan percobaan dibagi
percobaan bagi tiap perlakuan anak-faktor pada setiap satuan percobaan faktor
utama. Layout berikut memberi gambaran proses itu.
Perhatikan layout split-plot di atas sesudah pengacakan blok lalu satuan percobaan
faktor utama (A) dengan level perlakuan A, B, dan C, lalu diikuti pengacakan satuan
percobaan anakfaktor (B) dengan level perlakuan V1, V2, dan V3 dalam tiap satuan
Perhatikan suatu hipotesis formal: H0: μ1 = μ2. Ini berarti kita ingin menguji hipotesis
nol bahwa rerata pengamatan akibat pengaruh perlakuan 1 sama dengan rerata
pengamatan akibat pengaruh perlakuan 2. Untuk menguji H0 ini, kita mengambil n1
pengamatan dari satu satuan percobaan, maka satuan percobaan ini juga merupakan
saja Yij dengan i = nomor perlakuan (i =1 atau 2) dan j = nomor ulangan dari masing-
masing nomor perlakuan. Jadi, sebagai misal, Y23 adalah data pengamatan dari satuan
pencuplikan perlakuan 2 ulangan 3. Di bawah hipotesis nol, nilai suatu pengamatan Yij
dapat dianggap berasal dari gabungan pengaruh rerata populasi μi dan sesatan εij atau
Jelas bahwa di sini sesatan melekat pada data. Bentuk [1] ini disebut sebagai model
linear matematis. Karena dalam perancangan percobaan satuan percobaan untuk
semua perlakuan diusahakan seragam, maka [1] dapat ditulis ulang sebagai
dengan μ adalah rerata umum yang berasal dari satuan percobaan (yang seragam,
karena itu tidak memiliki nomor) dan τi adalah pengaruh perlakuan ke-i. Di bawah
bentuk [2], hipotesis nol dapat dirumuskan ulang menjadi H0: τ1 = τ2. ■
Skema rancangan percobaan dan analisisnya
Regresi liner
(sederhana atau
Perlakuan bersifat berganda)
kuantitatif
(Dosis, Intensitas Cahaya,
Suhu)
ANOVA klasik dengan
Jenis Perlakuan kontras polinomial
dan analisisnya
Perlakuan bersifat
kualitatif/kategorikal
ANOVA Klasik
(Jenis varietas, herbisida,
pupuk, lokasi)
Rancangan
CRD, RCBD, LS
lingkungan
Jenis Rancangan
Satu faktor atau
Rancangan
lebih dari satu faktor
Perlakuan
(faktorial)
Sebagai contoh ketika percobaan menguji jenis pupuk pada satu jenis tanaman
maka rancangan perlakuannya satu faktor. Kemudian jika percobaan dilakukan pada
lingkungan yang relatif homogen berarti rancangan lingkungannya bisa
jenis tanaman maka rancangan perlakuannya menjadi factorial. Contoh lain, ketika
perlakuan berupa dosis pupuk pada suatu tanaman, maka analisis yang digunakan
adalah regresi. Khusus untuk split-plot, rancangan ini termasuk rancangan
rancangan factorial.
Analisis Asosiasi
Sebelum mendalami lebih lanjut mengenai perluasan percobaan dua perlakuan, ada
baiknya kita mempelajari lebih lanjut bagaimana melakukan analisis statistik antara
dua atau lebih peubah yang saling berkaitan (berasosiasi). Penelitian di bidang
atau lebih peubah lain merupakan analisis mendasar dalam banyak penelitian hayati
maupun sosial. Data yang dipakai berasal dari penelitian non-percobaan, seperti survei
dan sensus, maupun penelitian percobaan, baik percobaan semu maupun percobaan
dengan perlakuan terkendali penuh. Dalam penelitian survei atau deskriptif (bukan
tersedia, tetapi tidak menjadi lingkup mata praktikum ini. Dalam acara praktikum ini,
akan dibahas analisis frekuensi (kesesuaian model & independensi), korelasi, dan
regresi.
Analisis frekuensi dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antara dua atau lebih
peubah kategorik, misalnya antara jenis kelamin dan kebiasaan merokok. Ada atau
tidaknya hubungan sebab-akibat (kausal) antara peubah2 yang dilibatkan tidak diberi
Pengujian independensi
Pengujian ini menguji hipotesis nol bahwa dua (atau lebih) peubah saling bebas
(independen). Kebebasan ini diukur dari apakah frekuensi kombinasi sama dengan
perkalian frekuensi marginal masing-masing peubah, atau dapat ditulis Ho: pAB = pA .
pB. Pengujian menggunakan MsExcel dapat dilihat kembali pada Panduan Praktikum
Statistika. Berikut ini latihan yang dapat dilakukan pada program R. Bukalah file R
menerima H0: kedua peubah saling independen! Bagaimana keterkaitan antara peubah
smoke dan asthma? Tunjukkan! Apa kesimpulan yang dapat anda berikan?
Pengujian kesesuaian (goodness-of-fit test)
perbandingan generasi pertama silang balik (BC1) dengan tetua resesif rentan
memberikan hasil 70 tahan : 80 rentan. Hipotesis untuk diuji (H0): 1:1. Jalankan syntax
untuk uji goodness-of-fit pada file R yang sama. Apakah hasilnya mendukung H0
Statistik Parametrik
Statistik parametrik yang diberikan di sini terbatas hanya pada model liner untuk
korelasi, regresi, dan ANOVA klasik. Statistik parametrik lainnya seperti regresi logistik,
Analisis korelasi
Pengamatan terhadap dua atau lebih peubah seringkali berangkat dari minat untuk
pada jagung. Apabila orang mengetahui keterkaitan antara umur berbunga dan tinggi
tanaman terhadap panjang tongkol dan hasil jagung, sebelum panen sudah dapat
diperkirakan besar-kecil tongkol atau tinggi rendahnya hasil. Hubungan ini belum
tentu dapat dijelaskan secara sebab-akibat, kecuali ada dasar teori yang dapat
sebagainya.
Secara faktual, data menunjukkan hubungan positif pada kedua contoh tersebut,
tetapi hasil itu tidak berimplikasi bahwa salah satu peubah menyebabkan perubahan
pada peubah lainnya. Sebagai contoh, hasil analisis korelasi ”pearson” dapat dibuat
variabel. Plot sebelah kanan langsung menunjukkan angka dan warna yang
menunjukkan koefisien korelasi. Semakin merah artinya korelasinya positif dan kuat.
Sedangkan, semakin biru berarti korelasi antar variabel negatif dan kuat. Korelasi yang
lemah ditunjukkan dengan warna yang relatif pudar. Plot di sebelah kanan
menggunakan lingkaran dan warna untuk menunjukkan koefisien korelasi. Semakin
besar lingkaran artinya korelasi antar variabel semakin kuat. Jika lingkaran semakin
kecil berarti korelasi mendekati 0. Warna pada lingkaran menunjukkan sifat korelasi.
Jika berwarna merah berarti sifatnya positif dan jika berwarna biru berarti sifatnya
negatif.
> library(ppcor)
> pcor(nama)
> pcor.test(nama$hasil,nama$gbhpmalai,nama[,c("anakan")])
> pcor.test(nama$hasil,nama$gbhpmalai,nama[,c("anakan",
"b1000gbh")])
mana yang sebenarnya berkaitan secara langsung dengan hasil? (Petunjuk: yaitu
peubah yang tetap signifikan, baik pada korelasi biasa maupun korelasi parsial).
Koefisien korelasi biasa yang nyata, tetapi kemudian koefisien korelasi parsialnya
ke dua atau lebih peubah X. Bentuk analisis ini sangat popular di bidang ilmu-ilmu
sosial.
melihat pengaruh X yang bukan garis lurus tetapi polinomial derajat dua.
4. Analisis permukaan tanggap (response surface analysis) adalah salah satu bentuk
gabungan regresi berganda dan regresi linear polinom kuadratik,
Tabel 2. Beberapa syntax dalam R dan model matematika eksplisitnya
R syntax Model linear Catatan
Model regresi liner berganda dengan
Yi= β0 + β1X1i +… +
Y~. melibatkan seluruh variabel yang ada di
βnXni
data frame sebagai peubah X
Y ~ X1 Yi = β0 + β1Xi Model garis lurus biasa
Y ~ -1 + X1 Yi= β1Xi Model garis lurus wajib melewati (0,0)
Model polinomial kuadrat; perhatikan
Y ~ X1+ I(X1^2) Yi =β0 + β1 Xi + β2 Xi2 fungsi identitas I( ) dalam model
memungkinkan bentuk matematis “normal”
Y ~ X1 + X2 Yi =β0 + β1X1i + β2X2i Model regresi linear berganda ordo ke-1
Y ~ X1:X2 Yi =β0 + β1X1iX2i Model interaksi ordo ke-1
Yi =β0 + β1X1i + β2X2i + Model regresi linear berganda ordo ke-1
Y ~ X1*X2
β3X1iX2i lengkap. Identik dengan Y~ X1+X2+X1:X2
Model lengkap dengan interaksi sampai
Yi =β0 + β1X1i + β2X2i + ordo ke-1. “2” dapat diganti dengan n
Y ~
β3X3i + β4X1iX2i + untuk interaksi sampai ordo ke-(n-1).
(X1+X2+X3)^2
β5X1iX3i+ β6X2iX3i Identik dengan
Y=X1*X2*X3 - X1:X2:X3
Yi = β0 + β1 X1i + β2X2i Model permukaan tanggap (response-
Y~ X1*X2 +
+ β3X1i2 + β4X2i2 + surface)
I(X1^2) + I(X2^2)
β5X1iX2i
liner dan ANOVA klasik – ANOVA klasik akan dibahas di acara 3), yaitu komponen
sesatan dari data menyebar saling independen mengikuti distribusi normal dengan
rerata (mean) = 0 dan varians yang homogen sebesar σ2 untuk setiap grup
perlakuan. Tiga istilah yang dicetak miring adalah asumsi analisis varians mengenai
sesatan/residu/simpangan. Kali ini kita akan bahas dua dari tiga asumsi tersebut.
Asumsi independensi dianggap telah terpenuhi apabila kita melakukan pengacakan
secara benar. Satu asumsi lain, komponen-komponen model saling linear, baru akan
dibahas kelak.
Asumsi sesatan menyebar mengikuti distribusi normal
mudah dijumpai apabila ulangan hanya tiga atau empat. Karena itu, uji kenormalan
penduga sesatan dari semua perlakuan. Untuk menguji asumsi tersebut, dapat
digunakan berbagai cara seperti uji goodness-of-fit untuk kenormalan sebaran
Uji ini dilakukan dengan membandingkan peluang munculnya suatu nilai data
(atau penduga sesatannya) dengan peluang distribusi normal untuk nilai tersebut. Jika
Dari suatu kolom analisis varians, ambillah data asli dan simpan sebagai data berkas
tersendiri (tanpa menyertakan kolom-kolom lainnya). Ambillah juga kolom penduga
> shapiro.test(namaoutput$residual)
Perintah di atas akan menghasilkan statistik Wilk dan probabilitas menerima H0-nya.
Prosedur ini menguji H0 bahwa data mengikuti sebaran normal. Untuk diketahui,
penggunaan uji ini tidak diperlukan jika QQ plot sudah menunjukkan distribusi normal.
Terkadang derajat bebas yang terlalu besar menyebabkan uji ini menyimpulkan
distribusi tidak normal.
Cara 2. Menggunakan plot kurva
Teknik lain, yang berbasis kurva, adalah dengan membuat plot kuantil vs. kuantil
(quantile-to-quantile plot). Kita telah mengenal median, kuartil, atau persentil.
Kesemuanya ini adalah kuantil. Dengan membandingkan sebaran data pada kurva
kuantil dapat dinilai kenormalan sebaran. Apabila sebaran data mengikuti garis lurus,
maka sebaran itu mendekati normal. Ketiklah baris perintah berikut dan simpan grafik
yang muncul ke dalam format gambar (TIFF atau .jpg). Berikut perintah di R untuk
> car::qqPlot(namadata$namavar,dist=”norm”)
terpenuhi. Perrhatikan titik-titik yang ada tidak mengikuti garis merah yang miring ke
kanan dan banyak titik-titik berada di luar garis selang kepercayaan (garis putus-
putus/dashed line)
Jika asumsi normalitas terpenuhi maka QQ plot akan terlihat seperti di bawah
ini. Perhatikan bahwa titik-titik tersebar mengikuti garis merah dan sebagian besar
line)
Jika data tidak mengikuti distribusi normal, lakukan analisis varians untuk distribusi
data yang sesuai, namun topik ini tidak akan dibahas.
Asumsi ini cukup mempengaruhi kekuatan uji analisis varians. Penyimpangan dari
homoskedasitas dapat dilakukan dengan uji F jika perlakuannya dua. Namun, untuk
ANOVA klasik yang perlakuannya lebih dari dua, maka uji homoskedatisitas dilakukan
dengan Uji Hartley (jika ulangannya sama) atau Uji Bartlett (ulangan bebas). Selain itu,
terdapat pula Uji Levene dapat digunakan untuk data dengan rancangan apa saja.
baru dalam menguji homoskedastisitas varians. Pada R terdapat package car yang
menggunakan metode Breusch dan Pagan (1979) yang menggunakan metode skoring
untuk uji homoskedastisitas varians. Metode ini dapat digunakan untuk memeriksa
homoskedastisitas varians untuk regresi liner dan ANOVA klasik. Metode levene pada
R tidak dapat digunakan untuk metode regresi sehingga pada praktikum ini akan
digunakan metode Breusch dan Pagan. Perintah untuk melakukan metode tersebut
adalah sebagai berikut. Jika P-value hasil uji tersebut di bawah 0.05 berarti asumsi
homoskedastisitas tidak terpenuhi.
> car::ncvTest(model)
Cara lain adalah dengan melihat plot diagnostik pada bagian Residual vs. Fitted
value atau Standardised residual vs. Fitted value. Jika titik-titik pada grafik ini menyebar
tanpa pola, maka asumsi terpenuhi. Jika terdapat pola tertentu, terutama pola
perlu dilihat apakah ada hubungan fungsional antara rerata-rerata dengan variansnya
masing-masing. Jika hubungan ini terdeteksi, lakukanlah transformasi data. Jika tidak
ada hubungan antara rerata dan varians, analisis varians untuk varians tidak homogen
(tidak dibahas dalam mata kuliah ini, tapi tersedia di R), atau uji-uji nonparametrik
ini menggunakan peringkat (rank) data. Berbeda dengan ANOVA yang memerlukan
asumsi agar distribusi dari masing-masing kelompok peubah berdistribusi normal,
dalam uji Kruskal-Wallis, distribusi peubah tersebut dapat bebas. Perlu diingat bahwa
apabila asumsi normalitas terpenuhi, uji Kruskal-Wallis tidak sekuat ANOVA. Dalam uji
Kuskal-Wallis, tetap diperlukan berbagai asumsi yaitu: (1) sampel ditarik dari populasi
secara acak; (2) kasus masing-masing kelompok independen; (3) skala pengukuran
Perhitungan yang dilakukan menggunakan statistik uji yang mengikuti distribusi khi-
kuadrat ( χ2). Jika nilai uji lebih kecil daripada nilai tabel atau probabilitas lebih besar
>kruskal.test(model)
Korelasi Regresi.R.
yang dirancang secara sederhana, seperti bagaimana sepasang grup perlakuan diuji,
kuantitatif terhadap suatu peubah diukur (dengan regresi). Acara 3 ini membahas per-
luasan Acara 2, yaitu bagaimana merancang dan menganalisis lebih daripada dua grup
perlakuan.
masing-masing ri (i = 1, 2, ..., t). Jika ri besarnya sama, dapat disimbol ulang r (r1= r2=
rt= r). Perhatikan, CRD tidak mensyaratkan banyaknya ulangan sama untuk setiap
perlakuan.
Perlu diperhatikan bahwa dalam CRD, tiap objek cuplikan harus sedapat mungkin
Karakteristik lain CRD yang penting adalah pengacakannya dilakukan satu tahap
(lihat acara 1): setiap satuan percobaan dikenakan secara acak ke salah satu perlakuan
yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini sama persis dengan pengacakan pada uji-t
analisis varians satu arah (one-way analysis of variance). Untuk latihan, akan digunakan
Analisis dilakukan lewat model linear dan cara ini lebih berguna untuk rancangan
yang lebih rumit kelak. Data dapat disimbolkan dengan Yij , maka suatu data yang
muncul dari suatu satuan percobaan ke-j dari perlakuan ke-i adalah
Yij = μ + τi + εij,
dengan εij = (Yij – μ + τi) ~ NID (0, σ2). NID artinya Normally and Independently
– μ), disebut pengaruh perlakuan. Bentuk ini disebut sebagai model linear matematis.
Hipotesis nol yang digunakan adalah H0: μ1 = μ2 = ... = μt = μ dapat ditulis H0: τ1 =
𝜇𝜇̂ = 𝑌𝑌�𝚤𝚤.
𝜀𝜀�
𝚤𝚤𝚤𝚤 = 𝑌𝑌𝑖𝑖𝑖𝑖 − 𝜇𝜇̂ − 𝜏𝜏
�𝚤𝚤
Selanjutnya, menghitung Jumlah Kuadrat (JK) dan derajat bebas (db). JK Antargrup
perlakuan (=JK Perlakuan) = ΣΣ τˆi dengan derajat bebas (db) sebesar t - 1 dan JK
2
Dalam Grup (= JK Sesatan) = ΣΣ ε̂ ij dengan derajat bebas sebesar Σ (ri – 1) atau t(r –
2
1) jika semua perlakuan memiliki ulangan yang sama, sebesar r. Untuk contoh data
kita di atas, i = 1, 2, 3, 4 (banyaknya perlakuan (t) ada 4, atau ditulis t = 4); dan
banyaknya ulangan untuk tiap perlalkuan sama, sebesar r (ditulis r = 5), untuk contoh
kita j = 1, 2, ... , 5.
Dalam latihan ini, data disusun dalam format kategoris, yaitu nama grup perlakuan
dan nomor ulangan masing-masing disusun dalam kolom tunggal dan data hasil
pengamatan disusun pada kolom berikutnya, pada tempat yang bersesuaian dengan
Buatlah kolom-kolom dalam MSExcel seperti contoh di bawah ini dan isilah sesuai
Jumlah Kuadrat Total Terkoreksi (JKTotal)= JKData – FK. (FK = faktor koreksi).
Perlakuan i j Yij μ̂ τ̂ i ε̂ ij
A 1 1
A 1 2
A 1 3
... ... ...
... ... ...
D 4 rt
ΣΣ ( ) ……… ……… ……… ………
ΣΣ ( )2 ……… ……… ……… ………
(Jumlah kuadrat) JKData FK JKPerl JKSes
Perhatikan bahwa dbTotal = dbPerl + dbSes. Demikian pula dengan JK. Rerata kuadrat
(RK) atau Mean of Squares diperoleh dari pembagian JK dengan db-nya. Nilai F adalah
pembagian RKPerl dengan RKSes.
Apakah nilai Fhit ini mendekati satu (H0 benar) atau tidak, dapat dilihat dari
peluangnya untuk mendapatkan nilai sebesar itu atau lebih, dilambangkan dengan
Prob, yang dapat diperoleh dari MSExcel sbb.: Ketik = FDIST(nilai Fhit, db pembilang,
db penyebut). Jika nilai ini kecil, Fhitnya dikatakan mendekati satu. Seberapa yang
disebut kecil terserah kita; biasanya sebagai batas adalah 0,05 atau 0,01 dan disebut
sesatan dan rerata umum. Nilai CV dalam % dapat dipakai untuk membandingkan
antarpercobaan yang serupa. Apabila nilai CV lebih dari 100%, maka banyaknya
ulangan perlu ditambahkan jika percobaan tersebut ingin diulang dengan tujuan
melihat perbedaan perlakuan yang nyata. Jika nilai CV% yang didapat dari percobaan
di luar dari kisaran ekspektasinya, maka dapat diduga bahwa percobaan dilakukan
dengan tidak semestinya atau kaidah-kaidah percobaan tidak ditaati. CV% wajar
biasanya 5% sampai 20%. Untuk mengetahui nilai CV%, pakailah package
cv.model(namaoutput)
B. Analisis varians berbasis cuplikan (pengamatan berganda)
Dalam praktik sering terjadi, lebih dari satu data dapat diperoleh dari satu peubah
dalam satu unit percobaan. Sebagai contoh, jika unit percobaan berupa petak dengan
sejumlah tanaman jagung dan data tinggi tongkol diukur dari sejumlah tanaman.
Contoh lain, unit percobaan berupa seekor ayam dan datanya berupa kadar
hemoglobin darah yang tentu saja dapat diukur lebih dari sekali. Dalam hal demikian,
yaitu pengukuran dilakukan di sebagian unit percobaan. Percobaan dikatakan berbasis
data cuplikan. Namun demikian, rancangan lingkungan pada dasarnya tentu saja
dapat sama seperti sebelumnya. Kita akan pelajari RAL dengan subsampel, tetapi cara
analisisnya dapat diterapkan pula untuk rancangan lain.
pot tanpa N, 2 pot N sedang, dan 3 pot N tinggi) dengan kandungan protein padi
yang diukur dari dua contoh masing-masing 1 g dari setiap pot berikut ini. Model yang
dipakai tentu saja serupa dengan model untuk RAL hanya ada tambahan faktor
dengan mij = banyaknya cuplikan yang diambil dari unit percobaan ke-j yang
dasarnya dengan satu data dari tiap unit percobaan: µˆ = Y ... (rerata seluruh data),
τˆi = Yi .. − Y... (rerata perlakuan dikurangi rerata seluruh data), ε̂ ij = Yij. − Yi.. dan
δˆ ijk = Yijk − µˆ − τˆ i − εˆ ij . Di bawah hipotesis nol seperti biasa, H0: μ1 = μ2 = ... = μt = μ, analisis
varians dilakukan.
Gunakan MSExcel! Untuk mendapatkan εˆij kita perlu menghitung Yij. (rerata tiap
1 1
2 1
2 2
3 1
3 2
3 3
i j k Yijk μ̂ τ̂ i ε̂ ij δ̂ ijk
1 1 1
1 1 2
... ... ...
… … …
t ri mij
Σ( ) ……… ……… ……… ……… ………
Σ ( )2 ……… ……… ……… ……… ………
JKData FK JKP JKS JKC
JKS merupakan JK antarulangan dalam perlakuan, sedangkan JKC merupakan JK
antarcuplikan dalam ulangan. JKT adalah JKData–FK. Tabel ANOVA-nya sbb. Pengujian
untuk “Ulangan dalam perlakuan” menguji H0: (σ2 + cσ2w) = σ2w. Selanjutnya buatlah
“Ulangan dalam perlakuan” (E) adalah “Sesatan karena satuan percobaan (experimental
error)” dan “Cuplikan dalam ulangan” (S) adalah “Sesatan karena satuan pencuplikan
(sampling error). Janganlah lupa untuk membuat komponen perlakuan, Ulangan dalam
perlakuan, dan Cuplikan dalam ulangan sebagai data kategori (dengan as.factor() atau
untuk dapat memisahkannya dari sumber sesatan yang muncul secara tak disengaja.
Dalam uji-t (Acara 2) kita mengenal pengambilan cuplikan (samples) secara ber-
pasangan, seperti pada kasus data sebelum-sesudah, sepasang perlakuan pada pot/
kandang yang sama, dan sebagainya. Itu adalah satu strategi untuk memisahkan
sumber sesatan sistematis. Tentu saja jika grup perlakuannya lebih daripada dua,
strategi tersebut perlu diubah karena kita akan kesulitan menghitung selisih lebih
daripada dua perlakuan.
dari sumber sesatan. Sebagaimana komponen faktor grup perlakuan, blok dapat
berbentuk apa pun, seperti waktu percobaan, petak lahan, lokasi pengambilan
cuplikan, umur panen, serta usia/bobot panen yang berbeda. Suatu blok lengkap
(complete block) akan berisi setiap grup perlakuan yang ingin diuji oleh sang peneliti,
paling tidak satu kali. Akibatnya, banyaknya ulangan adalah sebanyak bloknya. Blok
yang tidak lengkap berisi semua perlakuan yang diuji dinamakan blok tak-lengkap
satuan-satuan percobaan di dalam setiap blok. Dengan demikian, jika kita meng-
gunakan tiga blok, pengacakan yang perlu dilakukan adalah satu antarblok, dan tiga
untuk antarsatuan percobaan dalam setiap blok. Sesungguhnya, dalam uji-t untuk data
berpasangan, yang disebut sebagai blok ini adalah objek yang menyatukan setiap
dapat memperoleh 20 kg, dari pemasok lain 10 kg, dan dari pemasok ketiga 10 kg.
Tampak olehnya bahwa jambu air dari ketiga sumber ini berbeda-beda kondisinya.
semua jambu air miliknya terlebih dahulu kemudian membaginya menjadi 20 satuan
percobaan @ 2 kg, yang kemudian diacaknya kepada lima cara pengemasan yang
direncanakannya. Keragaman yang terdeteksi karena sumber yang berbeda itu
menyumbang sesatan dalam analisis datanya kelak.
Udin ternyata mahasiswa cerdik. Ia memisahkan jambunya menjadi empat
kelompok (blok!), @ 10 kg, menurut asal pemasoknya, sesuai banyaknya ulangan yang
menerapkan satu cara pengemasan pada salah satu dari lima satuan tadi secara acak
(pengacakan II, di dalam kelompok). Dengan cara ini, Udin memisahkan pengaruh
sistematis perbedaan pemasok sebagai komponen model terpisah dari sesatan, dan
dengan demikian memperkecil pengaruh sesatan yang terjadi secara tidak disengaja.
Cara analisis
Cara analisis untuk RCBD biasa disebut sebagai analisis varians klasifikasi dua-arah
tanpa interaksi (two-way classification without interaction) dalam literatur statistika.
Yij= µ + ρj + τi + εij.
sini ρj, yang merupakan pengaruh blok ke-j (j= 1,2, … , n). Perhatikan bahwa ada tiga
pada CRD, yaitu H0: μi = μ (untuk i = 1,2, …, t; t = banyaknya perlakuan), yang juga bisa
dicobakan di tiap blok sehingga cacah ulangannya sama, melalui metode kuadrat
μ̂ = Y.. ,
ρ̂ j = Y. j – Y.. , dan
ε̂ ij = Yij − μ̂ − τ̂ i − ρ̂ j .
Jumlah kuadrat tiap sumber keragaman diperoleh dengan cara yang sama seperti
Sebagai teladan untuk praktik, berikut adalah data hasil uji tiga bahan pengawet
tr – 1, db Perlakuan adalah banyaknya perlakuan (t) dikurang satu atau (t – 1), db Blok
adalah banyaknya blok atau ulangan (b) dikurang satu atau (b – 1), dan derajat bebas
i j Yij μ̂ τ̂ i ρ̂ j ε̂ ij
1 1
1 2
1 3
2 1
... ... ... ... ... ... ...
4 3
ΣΣ ( ) ……… ……… ……… ……… ………
ΣΣ ( )2 ……… ……… ……… ……… ……..
JKData FK JKP JKB JKS
db ……. …….. …….. …… ……..
Analisis varians untuk RCBD memiliki tiga sumber keragaman: Blok atau Ulangan, Grup
Perlakuan, dan Sesatan.
Sumber db JK RK Fhit
Keragaman
Blok …….. ……… ……
Grup perlakuan …….. ……… ….... ……….
Sesatan …….. ……... …...
Total ……… ……...
Buatlah tabel ini di spreadsheet Saudara dan lengkapi isinya. RK (Rerata Kuadrat) adalah
JK dibagi dengan db, dan Fhit adalah RK Perlakuan dibagi RK Sesatan. RK juga biasa
dikenal sebagai Kuadrat Tengah (KT) atau Mean of Squares (MS).
Analisis dengan Perangkat Lunak
MSExcel dilengkapi dengan perangkat untuk menganalisis RCBD, melalui Tools >
Data Analysis, dan pilih Anova: Two-Factor Without Replication. Kita tidak akan
Perangkat lunak R dapat dengan mudah melakukan analisis varians untuk RCBD.
Dengan prosedur yang sama seperti CRD, siapkan kolom Perlakuan dan Blok sebagai
factor, menggunakan baris perintah. Bukalah program RStudio dan buka file Acara
RCBD.R sebagai latihan. Perhatikan bahwa kolom blok harus diubah menjadi faktor
karena berupa numerik dengan fungsi as.factor( ) atau factor( ).
seperti pada model regresi linear, bukan seperti pada model non-linear semacam
model logaritmik atau eksponensial.
Tukey mengajukan satu uji bagi ketakaditifan, dengan hipotesis nol bahwa
model aditif, dengan memasukkan satu komponen non-aditif pada model dan
mencoba melihat apakah komponen non-aditif ini dapat meregresi komponen
sesatan.
Perhatikan model linear untuk RCBD: Yij = µ + τi + ρj + εij. Model yang diajukan
Tukey adalah Yij = µ + τi + ρj + βτiρj + eij, dengan melihat εij = βτiρj + eij. Bentuk
perkalianτiρjadalah komponen non-aditif. Dengan mengajukan H0: β = 0 melawan
H1: β≠ 0, kita menguji regresi Yij ke βτiρj . Jika H0 diterima, kenonaditifan ditolak. Uji
keaditifan ini tidak dibahas secara mendalam karena dalam praktiknya jarang
dilakukan. Saudara dapat mempelajarinya lebih lanjut pada materi perkuliahan di
Rancangan ini, seperti halnya RCBD, dipakai jika kita dapat mengenali sumber
keragaman sistematis yang muncul. Perbedaannya, LS mengendalikan dua sumber
keragaman sistematis sekaligus dalam dua blok yang arahnya saling bersilangan.
Lihat gambar!
A B C D B C D A B A C D A C D B
B C D A D A B C D C A B B D C A
C D A B A B C D A D B C C B A D
D A B C C D A B C B D A D A B C
standar acak baris acak kolom acak perlk.
menunjukkan hasil pengacakan blok mendatar (“baris”), diagram ketiga hasil acakan
blok vertikal (“kolom”), dan paling kanan hasil acakan perlakuan. Perhatikan
perubahan-perubahan yang terjadi.
Akibat dari ketatnya blocking, dalam LS banyaknya baris (= blok dalam RAKL) dan
perlakuan). Melalui metode kuadrat terkecil (least squares), penduga tak bias bagi
μ̂ = Y.. ,
Untuk teladan, berikut ini adalah data hasil penelitian dengan rancangan segiempat
latin menguji empat takaran pupuk dilambangkan dengan huruf A (= 50 kg per ha), B
(= 100 kg per ha), C (= 150 kg per ha), dan D (= 200 kg per ha).
Masukkanlah data dan nilai duga bagi setiap suku dalam model ke dalam tabel
i j k Yijk μ̂ τ̂ i ρ̂ j κ̂ k ε̂ ij
1 1 1
1 2 4
1 3 2
1 4 3
... ... ... ... ... ... ...
4 2
4 3
ΣΣ ( ) ……… ……… ……… ……… ……… ………
ΣΣ ( )2 ……… ……… ……… ……… ……… ……..
JKData FK JKPerl JKB JKK JKS
Db ……. …….. …….. …… …… ……..
Derajat bebas (db) data adalah sebanyak data (tr), db FK adalah 1, db Total adalah
tr – 1, db Perlakuan adalah banyaknya perlakuan (t) dikurang satu atau (t – 1), db Blok-
Baris adalah banyaknya blok atau ulangan (r = t) dikurang satu atau (t – 1), db Blok-
Kolom adalah banyaknya blok atau ulangan (r = t) dikurang satu atau (t – 1), dan
derajat bebas sesatan sama dengan (t – 1) (t – 2).
Blok-Kolom, Grup Perlakuan, dan Sesatan, sehingga tabel analisis variansnya (ANOVA)
adalah sbb. Kemudian buatlah tabel berikut dan lengkapi isinya!
Sumber db JK RK Fhit
Keragaman
Blok-Baris …….. ……… ……
Blok-Kolom …….. ……… …....
Grup perlakuan …….. ……... …... ……….
Sesatan …….. …….. …...
Total ……… ……...
Analisis varian untuk LSDesign secara lebih cepat dapat digunakan perangkat
lunak R. Siapkan kolom Perlakuan, Blok-Baris, dan Blok-Kolom sebagai factor (memakai
RCBD
Hasil~Blok +
Satu faktor 𝑦𝑦𝑖𝑖𝑖𝑖 = 𝜇𝜇 + 𝜌𝜌𝑗𝑗 + 𝜏𝜏𝑖𝑖 + 𝜖𝜖𝑖𝑖𝑖𝑖 Perlakuan
LS
Hasil~Kolom + Baris
𝑦𝑦𝑖𝑖𝑖𝑖 = 𝜇𝜇 + 𝜅𝜅𝑘𝑘 + 𝜌𝜌𝑗𝑗 + 𝜏𝜏𝑖𝑖 + 𝜖𝜖𝑖𝑖𝑖𝑖 + Perlakuan
Gradien lingkungan
CRD
kecil
Rancangan Perlakuan
ANOVA Klasik (Balanced
dan complete) RCBD (satu arah)
Terdapat gradien
lingkungan yang jelas
LS (dua arah)
Data hilang merupakan hal yang dapat atau bahkan sering terjadi dalam suatu
Data hilang berbeda dengan rancangan tidak lengkap. Data hilang artinya suatu
lengkap terjadi karena keterbatasan bahan ataupun tempat. Contoh rancangan tidak
lengkap seperti, blok tidak lengkap (incomplete block design), lattice design, alpha
design, dsb.
Untuk rancangan CRD satu faktor, data hilang tidak mempengaruhi nilai rerata per
perlakuan maupun penghitungan jumlah kuadrat karena hanya ada satu sumber
ragam yaitu perlakuan. Akan tetapi, data hilang akan mengakibatkan nilai residual
menjadi lebih besar. Lebih lanjut, data hilang bisa mengakibatkan homoskedastisitas
tidak terpenuhi karena varians antar perlakuan menjadi tidak homogen akibat data
hilang.
Ketidakortoganalan mengakibatkan estimate/nilai rerata dan penghitungan
jumlah kuadrat (sum of squares/SS) menjadi berbeda ketika rancangan sudah memiliki
lebih dari satu sumber ragam, seperti, CRD dua faktor, RCBD (satu faktor dan faktorial),
dan split-plot. Ketidakortogonalan juga terjadi pada rancangan percobaan tidak
lengkap seperti incomplete block, lattice design, alpha design, dan rancangan tidak
lengkap lainnya. Dengan demikian, diperlukan metode penghitungan rerata yang lebih
baik, yaitu dengan rerata kuadarat terkecil (Least Squars Mean/LSMEANS) dan untuk
jumlah kuadrat/SS juga terdapat berbagai pilihan.
Dalam praktikum ini, jumlah kuadrat/SS yang sering dipakai adalah SS type I atau
sequential SS. Penghitungan SS ini adalah berurutan. Sebagai contoh, ketika dalam
model dituliskan hasil~blok+perlakuan, maka SS blok akan dihitung terlebih
dahulu (SS blok) dan SS perlakuan dihitung setelah efek blok dihitung (SS perlakuan |
efek perlakuan (SS blok | perlakuan). Jika data lengkap, maka penulisan model pada SS
type I tidak akan memberikan hasil berbeda. Khusus untuk CRD, kejadian data hilang
juga tidak berpengaruh terhadap SS Karena walaupun data tidak lengkap karena
perlakuan.
Namun, hal tersebut tidak berlaku ketika data hilang terjadi pada rancangan CRD
faktorial, RCBD (satu faktor dan faktorial), dan rancangan lainnya. Sebagai contoh,
ada SS type I. Pada model A, SS perlakuan akan dihitung setelah efek blok (perlakuan
adjusted dan blok unadjusted) sehingga SS yang benar hanyalah SS perlakuan. Untuk
model B, SS yang benar hanyalah SS blok karena SS blok dihitung setelah efek
SS type I tidak dianjurkan karena urutan faktor pada model berpengaruh dan
menyebabkan hasil yang kurang tepat seandainya salah memasukkan model.
Tipe SS yang sesuai untuk rancangan yang unbalanced dan tidak orthogonal
adalah SS type II. SS type II, akan memberikan hasil yang benar walaupun urutan faktor
Jika model A dimasukkan, maka SS type II akan menghitung SS blok setelah efek
perlakuan (SS blok | perlakuan) dan SS perlakuan setelah efek blok (SS perlakuan |
blok). Begitu juga untuk model B sehingga urutan faktor menjadi tidak persoalan. Oleh
karena itu, ketika data unbalanced dan tidak ortogonal, gunakan SS type II.
Satu lagi jenis SS adalah SS type III. SS type III akan berguna ketika dalam model
terdapat interaksi. SS type III tidak akan dibahas lebih lanjut di sini. Yang perlu
ditekankan adalah ketka data balanced, maka SS type I, type II, maupun type III tidak
akan memberikan perbedaan. Akan tetapi, ketika data unbalanced dan tidak ortogonal,
maka SS yang digunakan adalah SS type II. SS type III baru akan digunakan jika ada
metode adalah sama, yaitu dua perlakuan atau populasi berbeda reratanya jika selisih rerata
contohnya melebihi suatu nilai tertentu, disebut nilai kritis. Berdasarkan cara mendapatkan
nilai kritis ini muncul bermacam metode. Untuk latihan, gunakan data CRD dan RCBD.
Perangkat lunak R melalui library (agricolae) dapat mendukung sebagian besar
pembandingan antarrerata di atas. Untuk contoh data CRD dan RCBD, nama peubah dihitung
adalah hasil dan nama peubah pengelompok adalah perlakuan. Sebelum memanggil package
yang sesuai, perlu dilakukan analisis varians terlebih dahulu. Selanjutnya dimasukkan beberapa
parameter yang diambil dari analisis varians tersebut. Dalam acara praktikum berikut, hanya
BNT-Fisher, BNJ-Tukey, dan Uji Duncan yang dipraktikkan. Uji pembandingan rerata yang lain
dapat Anda coba sebagai tugas yang wajib Anda kumpulkan pada pertemuan berikutnya.
Memilih metode pembandingan antarrerata yang tepat adalah memilih satu metode yang
memberikan hasil yang dapat menjawab hipotesis awal. Idealnya, anda merencanakan
Pada dasarnya, metode ini serupa dengan uji-t untuk dua rerata dari cuplikan
independen dengan asumsi varians homogen yang telah kita pelajari pada Acara 1. Uji ini
𝑌𝑌�1 −𝑌𝑌�2
menggunakan distribusi t-Student. Kita menghitung 𝑡𝑡ℎ𝑖𝑖𝑖𝑖 = . H0 ditolak jika thit > ttabel.
𝑠𝑠𝑌𝑌
� 1 −𝑌𝑌
�2
Jadi, H0 ditolak jika Y1 − Y2 > 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 . 𝑠𝑠𝑌𝑌�1 −𝑌𝑌�2 ; nilai suku kanan disebut batas kritis BNT. H0
ditolak apabila selisih kedua rerata melebihi batas kritis BNT. Perhatikanlah bahwa di bawah
asumsi kedua varians rerata homogen sehingga varians selisih kedua rerata dapat
digabungkan, 𝑠𝑠2 𝑌𝑌�1 −𝑌𝑌�2 = 𝐾𝐾𝐾𝐾𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 � + � = dengan r merupakan rerata harmonik r1 dan
1 1 2𝐾𝐾𝐾𝐾𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑟𝑟1 𝑟𝑟2 𝑟𝑟
r2. Batas kritis BNT mengalikan varians selisih rerata dengan ttabel dua sisi, memakai derajat
bebas sesatan pada analisis varians.
BNT-Fisher. Fisher menasehatkan agar metode ini digunakan hanya apabila hasil analisis
varians menolak hipotesis nol dan pembandingan tidak dilakukan untuk seluruh
t
perbandingannya akan sebanyak k = untuk t perlakuan. Dengan ketentuan ini, BNT
2
dimungkinkan untuk pembandingan keseluruhan set pasangan.
berupa kontrol atau pembanding, Dunnett mengajukan metode ini. Batas kritisnya mirip
dengan BNT tetapi tidak menggunakan distribusi t-Student melainkan distribusi Dunnett
(dapat dilihat pada Daftar Tabel Statistika).
Metode ini disebut juga metode Tukey. Di sini, batas kritisnya disebut sebagai batas kritis
BNJ. Nilai tabel diperoleh dari tabel Tukey atau “Titik Persentil Atas dari Kisaran Ter-
Student-kan” yang nilainya ditentukan oleh taraf nyata (alpha), derajat bebas Sesatan, dan
banyaknya grup perlakuan. Selain itu, pengali tidak menggunakan varians selisih rerata
melainkan varians rerata (artinya tidak dikalikan 2 dan KTSes dibagi langsung dengan rerata
harmonik banyaknya data tiap grup perlakuan). Jika tidak terdapat tabel Tukey, kita dapat
menghitung nilai tabelnya menggunakan perangkat lunak R, dengan perintah qtukey((1-
banyaknya perlakuan yang dibandingkan dan dbSes adalah derajat bebas Sesatan.
c. Metode Scheffé
Perbandingan dua perlakuan merupakan bentuk khusus perbandingan yang secara umum
− 1)𝐹𝐹𝛼𝛼,(𝑡𝑡−1),𝑣𝑣 . .
2×𝑅𝑅𝑅𝑅𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑆𝑆𝛼𝛼 = � �(𝑡𝑡
𝑟𝑟
Berlainan dengan metode sebelumnya, ada banyak (multiple) batas kritis pada uji Duncan,
karena batas kritis yang dipakai untuk suatu pembandingan tergantung jarak dua rerata
grup perlakuan yang dibandingkan. Dua rerata grup perlakuan yang berdekatan langsung
setelah diurutkan dari terkecil menurut besarnya dikatakan ber”jarak” dua. Jika bersela satu
disebut berjarak tiga; dengan dua penyela disebut berjarak empat, dan seterusnya. Batas
kritis untuk dua perlakuan berjarak p (p = 2, 3, ... , t) adalah LSRp = SSRdbSes,p*√(RKSes/r). Nilai
SSR didapat dari tabel Duncan (silakan lihat Tabel Statistika), yang besarnya tergantung α,
dbSes, dan p. DMRT sebenarnya sudah lama dianjurkan untuk tidak digunakan karena selang
Metode ini merupakan gabungan antara metode Tukey dan Uji Duncan dalam artifak nilai
tabel yang digunakan diambil dari tabel Tukey tetapi batas kritisnya lebih dari satu
tergantung jarak rerata perlakuan yang diperbandingkan seperti halnya DMRT. Batas
kritisnya adalah SNKα= qα, ν,p . sx .
Cara lain penyajian uji posthoc adalah denga menggunakan grafik. Grafik berisi titik rerata dan
errorbar yang beruapa selang kepercayaan (confidence interval/CI) yang disesuaikan dengan
jenis uji posthoc. Jenis uji akan menentukan lebar errorbar. Di bawah ini adalah uji dengan
Gambar 1. Peubah hasil di bawah pengaruh perlakuan berdasarkan uji lanjut HSD-Tukey (α = 5%).
Keterangan: angka merupakan rerata dan error bars menunjukkan selang kepercayaan.
Penyajian grafik di atas lebih informatif karena kita dapat melihat lebar selang kepercayaan.
Semakin lebar selang kepercayaan, maka semakin besar error/residual dalam suatu percobaan.
Dua perlakuan akan berbeda nyata jika titik rerata tidak berada pada errorbar perlakuan lain.
Contohnya, titik rerata perlakuan B terdapat di dalam errorbar perlakuan A sehingga kedua
perlakuan tersebut tidak beda nyata. Perlakuan B berbeda nyata dengan perlakuan C, D, dan E
karena titik rerata perlakuan B tidak berada pada errorbar perlakuan C, D, dan E.
Ringkasan tabel uji posthoc disajikan pada tabel berikut.
Tidak sama
1 1 signifikan
LSD = tα MSE +
2
, df MSE
r1 r2
Dunnet 2 Sama Hanya digunakan ketika
DLSD = t *α MSE membandingkan
, df MSE r
masing-masing
2
Tidak sama
1 1 perlakuan dengan
DLSD = t *α MSE +
2
, df MSE
r1 r2 kontrol
menghasilkan nol). Bentuk pembandingan berkelompok dapat ditulis ulang sebagai berikut.
yang menjumlah dan menghasilkan nol disebut sebagai koefisien kontras. Pembandingan yang
menggunakan koefisien kontras disebut kontras. Dua kontras disebut saling ortogonal bila
penjumlahan terhadap hasil kali (sum of products) koefisien-koefisien yang bersesuaian adalah
nol. Jadi, mengambil contoh seri hipotesis nol kita di atas, kontras μ1 = μ2 vs. kontras μ2 = μ3
tidaklah saling ortogonal sebagaimana terlihat di tabel berikut.
Perhatikan baik-baik, bagaimana kontras yang saling ortogonal dapat timbul. Secara
yang saling ortogonal, sedangkan pembandingan rerata grup secara berkelompok dapat
pada perdu teh, menguji perlakuan sebagai berikut: kerik lumut, disemprot glifosat, disemprot
fentin-asetat, disemprot bentiokarp, dan tidak diapa-apakan sebagai kontrol. Rerata populasi
lima perlakuan dilambangkan dengan µ1, µ2, µ3, µ4, dan µ5. Perhatikan bahwa perlakuannya
adalah perlakuan kualitatif!
µ1 + µ 2 + µ 3 + µ 4
H0: = µ 5 menguji manfaat pemberantasan lumut.
4
µ2 + µ3 + µ4
H0: = µ1 menguji seberapa efektif pemberantasan kimia dibanding dengan cara
3
manual.
µ2 + µ4
H0: = µ 3 dibuat untuk membandingkan herbisida non-asam versus asam.
2
H0: μ2=μ4, yaitu apakah dua herbisida non-asam yang diujikan berbeda. Perhatikan bahwa lima
perlakuan yang diuji disini dapat digolong-golongkan, seperti golongan perlakuan dengan
dan tanpa pengendalian lumut, golongan perlakuan dimana pengendalian lumut dilakukan
nalarnya, karena itu pikirkan baik-baik grup-grup perlakuan yang diberikan pada saat
merancang penelitian. Buatlah tabel seperti di atas pada MSExcel anda dan berikan koefisien
kontras untuk masing-masing hipotesis. Tunjukkan bahwa setiap pasang kontras tersebut
saling ortogonal.
R mampu membantu dalam menemukan koefisien yang kontras dan ortogonal. Ikuti
perintah berikut dan pahami keluaran yang muncul! Keterangan: x adalah banyaknya grup
Jika terdapat lima perlakuan, maka dapat dibentuk maksimum 4 (atau t–1) kontras-
kontras yang saling ortogonal. Pembentukan kontras ortogonal seperti di atas disebut helmert,
yaitu dengan membagi menjadi dua kelompok secara bertahap. Cara lain adalah faktorial,
yang akan dibahas kelak. Kontras ortogonal dapat disisipkan ke dalam analisis varians, karena
jumlah kuadratnya akan menjumlah menjadi jumlah kuadrat grup perlakuan. Berikut adalah
Untuk perlakuan kuantitatif, jika ulangan dan selang antargrup perlakuannya sama,
analisis kecenderungan yang saling ortogonal dapat dengan mudah dilakukan.
hubungannya regresi garis lurus, kuadratik, kubik, atau lebih tinggi lagi. Seperti halnya
dengan kontras ortogonal, dimungkinkan ada t–1 kontras dengan derajad bebas satu.
Konstantanya kebanyakan telah tersedia pada buku acuan, dan harus dihitung sendiri jika
selang antargrup perlakuannya tidak sama, atau ulangannya tidak sama, atau keduanya.
Polinom ortogonal sebenarnya merupakan regresi dengan model polinomial. Hanya saja
pada polinom ortogonal pengerjaan dilakukan dua kali, yaitu, membuat ANOVA terlebih
dahulu, kemudian memasukkan nilai polinom ortogonal. Pada praktikum ini akan
Blok
Dosis N (ku/ha) Total
1 2 3
0 3 11 10
1 13 16 13
2 19 21 20
3 17 16 21
Koefisien untuk n grup perlakuan dan selang grup antarperlakuannya sama, maka dapat
dicari dengan baris perintah contr.poly (n). Koefisien untuk n grup perlakuan dengan
masing-masing grup perlakuan (y1, y2, ..., yn) teridentifikasi memiliki selang yang berbeda,
maka dapat dicari dengan baris perintah contr.poly (n,c(y1,y2,...,yn))
Arti koefisien yang muncul adalah L untuk Linear, Q untuk Kuadratik, dan C untuk Kubik,
Penyajian grafik dapat dikerjakan dengan MsExcel sehingga muncul seperti pada grafik
di bawah ini. Perhatikan kedua grafik! Berdasarkan hasil uji lanjut dengan diketahui bahwa
terdapat kecenderungan linier dan kuadratik (terdapat tanda signifikansi, cek!). Kesimpulan
mengenai hubungan kecenderungan apa yang tepat antara kedua peubah dapat
uji-ujinya), hasil analisis varians rendah keabsahannya. Dalam acara sebelumnya dinyatakan
bahwa dapat dilakukan analisis varians untuk situasi varians-varians tidak homogen atau
untuk dianalisis varians dan hasilnya valid. Tentu saja, ketika melaporkan hasil analisis, data
aslilah yang disajikan, tetapi diberi catatan bahwa datanya diolah dalam bentuk transformasi
2) model multiplikatif berlaku (seperti hasil uji Tukey untuk ketakaditifan di atas)
Data yang distribusinya eksponensial, seperti data jumlah telur serangga yang menge-
Data yang mengikuti model saling kali, bentuk logaritmanya akan mengikuti model saling
jumlah. Data yang tidak mengikuti model saling jumlah berdasar uji saling jumlah Tukey
c. Transformasi agar data mempunyai varian yang stabil (tidak tergantung reratanya).
Melakukan transformasi data (variance-stabilizing)
Transformasi data dilakukan karena asumsi ANOVA yang tidak terpenuhi karena tidak
dipenuhinya asumsi homoskedastisitas varians. Untuk tetap menggunakan ANOVA, maka data
terpenuhi. Transformasi data sebenarnya tidak selalu menyelesaikan masalah karena belum
tentu dapat menstabilkan varians. Cara yang dianjurkan sebenarnya menggunakan metode
lain seperti generalised linear model ataupun linear mixed model. Namun, kedua metode
tersebut tidak akan dibahas di sini. Data yang memerlukan transformasi adalah data berupa
cacah/hitungan, proporsi, atau dengan kata lain data yang rerata dan variansnya tidak saling
independen. Pada ada yang mengikuti distribusi normal rerata dan variansnya saling
independen N~(0,σ2).
Data hitungan (cacah atau count) yang bernilai kecil (dekat dengan nol) biasanya memiliki
distribusi Poisson, bukan normal, sehingga variansnya sering kali berasosiasi dengan
reratanya. Transformasi √𝑌𝑌 atau √𝑌𝑌 + 𝐶𝐶, C konstanta, dapat membantu menjadikan data
berdistribusi mendekati normal. C dimunculkan bila ada data yang bernilai 0.
Data turunan yang menggunakan fungsi perkalian (misalnya luas permukaan yang diduga
dari diameter) berpotensi berdistribusi eksponensial, sehingga akar variansnya berasosiasi
dengan rerata. Transformasi logaritma, log(Y) atau log(Y + C) dengan C suatu konstanta, dapat
membantu menstabilkan sebaran data. Basis logaritma biasanya 10 namun dapat dipilih sesuai
dengan keperluan.
Data berdistribusi binom dapat muncul pada data yang batas atas dan bawahnya diketahui,
seperti data fraksi (antara 0 dan 1), termasuk dalam bentuk persentase, dan data skor. Nilai-
nilai yang mendekati batas tepi mudah terpengaruh oleh distribusi ini. Apabila terdapat data
“perbatasan” seperti ini, transformasi sin-1√𝑌𝑌 + 𝐶𝐶 atau arcsin√𝑌𝑌 + 𝐶𝐶 dapat membantu
membuat distribusi mendekati normal. Sebenarnya, masih banyak transformasi data yang lain
digunakan yaitu =LOG( ), =SQRT( ), dan =ASIN( ). Setelah data ditransformasi, lakukan analisis
ANOVA
Uji posthoc
signifikan
Tidak
terstruktur
ANOVA tidak
Stop
Kualitatif signifikan
Struktur perlakuan
Kontras
Terstruktur
orthogonal
Regresi
Satu langkah
(polinomial)
Kuantitatif
ANOVA Polinom
Dua langkah
signifikan ortogonal
© Lab. Pemuliaan Tanaman (Ruang Fischer)
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada
Ruang 1.08, Gedung A2 a Lantai 1, Jalan Flora no. 1 Bulaksumur Yogyakarta 55281
Telp: (0274) 563062 ext. 32109, E-mail: labbiometri@outlook.com