Anda di halaman 1dari 55

Acara 1: Prinsip dan Konsep Perancangan Percobaan

Tujuan:  Mahasiswa dapat menjelaskan beberapa konsep dan prinsip dasar


perancangan percobaan
 Mahasiswa dapat menerapkan konsep dan prinsip ini dalam
merancang percobaan
 Mahasiswa dapat menjelaskan prinsip dan konsep ini dalam beberapa
rancangan percobaan baku dan populer

Pendahuluan
Kegiatan penelitian (research) secara umum terbagi menjadi survei dan percobaan
(experiment). Dalam survei, subjek penelitian tidak diintervensi sebelumnya

sehingga kondisi ketika diamati adalah “apa adanya”. Dalam percobaan, peneliti

mengendalikan kondisi penelitian dengan melakukan seleksi dan intervensi


lingkungan sehingga pengamatan sepenuhnya diarahkan pada menjawab tujuan

penelitian. Baik survei maupun percobaan akan menghasilkan data yang akan diolah.

Data ini harus merupakan gambaran dari hal-hal yang akan diteliti sehingga dapat

dipercaya dan layak dianalisis.


Dengan demikian, diperlukan suatu perencanaan dalam merancang percobaan.

Perencanaan dilakukan dengan mempertimbangkan aspek statistika karena data akan

dianalisis dengan metode statistika tertentu. Ilmu yang membahas bagaimana


percobaan direncanakan atau dirancang dikenal sebagai perancangan percobaan atau

experimental design. Perancangan percobaan diarahkan terutama untuk meningkatkan

presisi pengukuran, bukan akurasi. Presisi tinggi berarti variasi simpangan (error)
yang kecil, sementara akurasi tinggi berarti kemelesetan rendah. Presisi terkait

dengan besaran varians, sedangkan akurasi terkait dengan besaran rerata.

Presisi biasanya terkait dengan bahan percobaan atau kondisi lingkungan

penelitian. Oleh karena itu, prinsip-prinsip dan konsep-konsep perancangan percoban


selalu terkait dengan pengendalian penyebab sesatan. Berikut gambar perbandingan

presisi dan akurasi.


Gambar di atas dengan jelas menggambarkan ketika presisi rendah, maka titik-titik
akan menyebar dan inilah yang menggambarkan varians. Low precision artinya varians

tinggi dan dalam hal ini akan menyebabkan nilai error menjadi besar. Sedangkan,

ketidakakuratan (bias) artinya titik-titik berada jauh dari sasaran. Dalam statistik,
sasaran adalam suatu estimate, contohnya, rerata, koefisien regresi, dan lain-lain. Yang

diinginkan dari suatu percobaan jelas presisi yang tinggi dan bias yang kecil (akurasi
tinggi).

Konsep-konsep dasar dalam perancangan percobaan

Perlakuan

Perlakuan (treatment) atau bisa disebut juga set perlakuan (treatment group)
adalah prosedur atau penggolongan yang dilakukan oleh peneliti untuk

dibandingkan pengaruhnya melalui analisis terhadap data pengamatan. Dalam

percobaan untuk membandingkan pengaruh pemberian tiga bahan aktif herbisida

terhadap gulma, sebut saja, glifosat, 2,4-D, dan paraquat, perlakuan adalah pemberian
herbisida. Ada tiga perlakuan yang diberikan dalam percobaan tersebut. Dalam
percobaan membandingkan efek tiga cara pengendalian gulma, perlakuan misalnya

adalah penyiraman herbisida, penyemprotan herbisida, dan kontrol negatif (tidak


dikendalikan). Jadi, tidak diberi herbisida pun juga dianggap perlakuan. Dalam

percobaan tiga dosis herbisida tertentu, perlakuan misalnya adalah dosis 0, 10, dan 20

ml per liter larutan.

Perhatikan bahwa ketiga kasus percobaan tadi dilakukan untuk tujuan penelitian
yang berbeda-beda. Jadi, pemilihan perlakuan harus terkait dengan tujuan dan

hipotesis yang diajukan.

Satuan percobaan dan ulangan

Perlakuan dikenakan pada satuan bahan yang memperoleh satu, dan hanya

satu, perlakuan disebut satuan percobaan (experimental unit). Untuk contoh


pengendalian gulma di atas, herbisida A diterapkan pada luasan lahan tertentu. Lahan

inilah yang disebut sebagai satuan percobaan. Untuk percobaan lapangan semacam

ini, satuan percobaan dapat disebut plot/petak percobaan, namun untuk percobaan

di laboratorium atau tempat lain, istilah satuan percobaan lebih tepat. Satuan percoba-
an dapat berupa kolam, individu tumbuhan atau hewan (jika perlakuan diterapkan per

individu, bukan populasi), cawan Petri, kandang, petak lahan, baris-baris tanam kultivar
berbeda, seonggok daging, sekemas benih, sesisir pisang, sebutir buah, dan
seterusnya.

Jika untuk satu perlakuan dikenakan terhadap empat satuan percobaan, kita

mengatakan bahwa perlakuan itu memiliki empat ulangan (replicate atau replication).

Ulangan berfungsi sangat penting dalam pengujian hipotesis formal karena dari sinilah
diperoleh penduga sesatan percobaan (experimental error), yang dipakai dalam

perhitungan statistik uji. Prinsip kesetimbangan meminta agar sebaiknya setiap

perlakuan dalam suatu percobaan memiliki ulangan yang sama.


Satuan pencuplikan dan pengukuran berulang

Dalam percobaan, ada kemungkinan data diambil dari keseluruhan satuan


percobaan. Misalnya panen per plot, ikan per kolam, dan seterusnya, jika perlakuan

diterapkan pada plot atau kolam tersebut. Untuk keadaan demikian, satuan percobaan

menjadi setangkup dengan satuan pencuplikan. Namun demikian, ada keadaan lain

ketika satuan pencuplikan hanya sebagian dari satuan percobaan, seperti tanaman
sampel dari satu satuan percobaan berupa plot, sesendok contoh adonan, beberapa

butir buah dari suatu kantung kemasan tertentu, dan sebagainya. Satuan pencuplikan

(sampling unit) adalah satuan tempat data diambil. Dengan demikian, dari satu satuan
percobaan dapat muncul beberapa data yang diperoleh dari mengamati sejumlah

satuan pencuplikan.

Perlu disadari bahwa dari satu satuan pencuplikan dapat dilakukan beberapa
pengamatan berulang pada waktu yang berbeda. Pengamatan semacam ini

membangkitkan data pengukuran berulang (repeated measurements).

Rancangan lingkungan dan pengelompokan/blocking


Maksud rancangan lingkungan adalah perencanaan yang ditujukan untuk menjaga

agar pengaruh luar percobaan sekecil mungkin. Ini merupakan bentuk pengendalian
sesatan. Instrumen yang dipakai adalah pengelompokan atau blocking. Blocking
mengelompokkan beberapa satuan percobaan ke dalam situasi yang seragam. Tiap

kelompok disebut blok. Tentu saja pengelompokan tidak diperlukan bila satuan

percobaan telah seragam. Sebagai misal, apabila dalam suatu lahan plot-plot

percobaan berada di lahan yang tidak seragam kesuburannya, dibuatlah blocking agar
sekumpulan perlakuan dapat berada pada satu blok dengan kondisi yang serupa.

Rancangan perlakuan dan faktor


Rancangan perlakuan merupakan rancangan yang dibuat terhadap susunan set-set

perlakuan sebagai strategi untuk menjawab hipotesis-hipotesis yang telah disusun.


Percobaan bisa memiliki satu faktor, yaitu satu seri perlakuan yang dipilih untuk

menjawab beberapa hipotesis. Misalnya, untuk mengetahui perbedaan pengaruh cara


pengendalian gulma, dilakukan seri perlakuan: (a) penyiangan cabut, (b) penyiangan

kepras, (c) penyemprotan herbisida pratumbuh, (d) penyemprotan herbisida

pascatumbuh, dan (e) tanpa pengendalian. Beberapa hipotesis yang diajukan dari seri

perlakuan ini adalah (1) “Pengendalian berdampak baik terhadap pertumbuhan


tanaman” (membandingkan dikendalikan vs. tanpa pengendalian); (2) “Penyiangan

manual sama bersihnya dengan penyemprotan herbisida” (perlakuan a dan b versus

perlakuan c dan d); (3) “Penyiangan cabut lebih baik daripada penyiangan kepras”
(perlakuan a versus b); dan (4) “Penyemprotan pratumbuh lebih efektif daripada

penyemprotan pascatumbuh” (perlakuan c versus d). Misal lain adalah seri perlakuan

pemberian dosis berbeda untuk mengetahui dosis yang paling efektif.


Dapat terjadi pula, percobaan memiliki dua atau lebih faktor. Di sini, setiap satuan

percobaan mendapat dua atau lebih perlakuan yang masing-masing tergolong pada

faktor berbeda. Percobaan semacam ini, yang dikenal pula sebagai “percobaan

faktorial”, memiliki keuntungan penghematan bahan dan juga kemungkinan


pendugaan pengaruh bersama dari dua atau lebih faktor yang diuji (“interaksi”).

Sebagai misal adalah percobaan yang mengombinasi dua macam pupuk buatan:
faktor pertama adalah urea berbagai dosis dan faktor kedua adalah SP36 berbagai
dosis.

Latihan. Cobalah Anda tentukan konsep-konsep yang telah dikemukakan terhadap


kasus berikut.
Pengujian terhadap efektivitas pupuk organik terhadap pertumbuhan tanaman
semangka di lahan pasir pantai. Macam pupuk organik yang diujikan adalah pupuk
kompos, pupuk kandang ayam, pupuk kandang sapi, pupuk kandang kambing, dan
kontrol yang berupa pemberian pupuk organik sesuai dengan dosis rekomendasi untuk
tanaman semangka. Setiap macam pupuk organik diujikan terhadap tiga petak
tanaman semangka yang masing-masing petak terdiri atas 30 tanaman, setiap
petaknya merupakan ulangan.
Dari 30 tanaman semangka yang ada di setiap petak percobaan atau setiap
ulangannya akan diambil 10 tanaman untuk diukur panjang tanaman, jumlah daun,
jumlah buah, bobot setiap buah, dan bobot buah dalam satu tanamannya.

Sebutkan perlakuan-perlakuan yang diberikan. Apakah satuan percobaannya? Ada

berapa? Apakah satuan pencuplikannya untuk setiap peubah yang diamati? Ada

berapa per satuan percobaan? Berapa ulangan untuk masing-masing perlakuan?


Berapa faktor perlakuan yang digunakan untuk percobaan ini?

Prinsip-prinsip pokok perancangan percobaan


Dalam perancangan percobaan hanya ada tiga prinsip dasar:

1. Pengacakan (randomisation),

2. Pengendalian sesatan (error control), dan

3. Kesetimbangan (balance).
Apabila ketiga prinsip ini dipenuhi, analisis menjadi sederhana dan hasilnya sahih

(valid). Tujuan inti dari perancangan percobaan adalah mendapatkan rancangan dan

analisis yang sederhana yang memenuhi prinsip-prinsip dasar namun tepat memenuhi
penyimpulan yang sahih.

Pengacakan

Pengacakan adalah hal yang wajib ada dalam merancang percobaan, karena
menjamin bahwa kita membentuk peubah acak dalam data pengamatan kita. Semua

metode statistika bertumpu pada asumsi bahwa data merupakan peubah acak. Tanpa

adanya pengacakan, asumsi itu gugur dan hasil analisis tidak bermakna.
Pengacakan dapat dilakukan dengan penggunaan alat bantu seperti pengocokan

undian/arisan, dadu, kartu, atau daftar tabel bilangan acak. Perangkat lunak seperti

MSExcel atau LibreOffice memiliki fungsi acak pula.


Perhatikan dua susunan penataan berikut. Setiap kotak melambangkan satuan

percobaan. Huruf melambangkan perlakuan yang diberikan pada satuan percobaan

masing-masing. Susunan di sebelah kiri teratur sementara yang di sebelah kanan


teracak. Petak B pada susunan kiri selalu memiliki pola sama, yaitu di sebelah kirinya

ada A dan di kanannya C. Hal ini memunculkan “sesatan sistematik”, karena semua A
bersebelahan dengan A dan B, sementara semua B bersebelahan dengan A, B, dan C.

Ketika kita hendak membandingkan efek A dengan efek B, yang terjadi malah

membandingkan efek A-yang-bersebelahan-dengan-A-dan-B dan efek B-yang-

bersebelahan-dengan-A-B-dan-C. Pada susunan di kanan, meskipun masih terdapat


pola serupa (A di sebelah kiri B) derajat sistemiknya berubah (misalnya, di sebelah C

dapat A atau B). Pengacakan paling baik terjadi ketika pola-pola sistematik tidak ada

sama sekali.

A B C A B C
A B C C A B
Tidak diacak Diacak

Pengendalian sesatan
Sesatan yang besar mengganggu presisi sehingga perlu dikendalikan. Ada tiga

strategi untuk mengendalikannya: (1) penggunaan rancangan percobaan yang tepat,

(2) penyeragaman satuan percobaan, dan (3) penggunaan peubah pengendali

(konkomitan).
Rancangan percobaan yang tepat dapat ditentukan dengan ketajaman dalam

mengenali sumber-sumber keragaman dan nalar yang baik. Mengenali lingkungan

percobaan dan memperkirakan keragaman yang dapat muncul adalah keterampilan


yang diperlukan. Penyeragaman satuan percobaan merupakan pilihan lain yang

mudah untuk mengendalikan sesatan.

Sebagai contoh, untuk suatu percobaan mengenai dua cara pengolahan abon ikan
diketahui ukuran mempengaruhi tekstur. Bahan yang diterima untuk penelitian

ternyata ikan dari berbagai ukuran. Untuk itu, dilakukan pemisahan menjadi tiga

kelompok berdasarkan ukuran: kecil, sedang, dan besar. Dari masing-masing ukuran

kemudian diterapkan dua cara pengolahan yang dicoba. Prinsip blocking ini dapat
meningkatkan presisi, karena pembandingan kedua cara pengolahan dilakukan

terhadap tiga kemungkinan tekstur yang berbeda.


Untuk penyeragaman satuan percobaan dapat dilihat contoh berikut ini.

Bandingkan gambar bawah di kiri dan di kanan. Gambar di kiri menunjukkan satu cara

pengolahan dilakukan terhadap setiap kelompok ukuran yang seragam masing-

masing. Gambar di kanan menunjukkan jika cara pengolahan diterapkan tanpa


pengelompokan. Pilihan di kiri lebih baik karena seragam di dalam setiap

kumpulannya sehingga sumber keragaman internalnya minimal dan ujungnya

penduga varians sesatan lebih kecil.

Kesetimbangan

Prinsip kesetimbangan menyarankan agar ukuran ulangan dan sampel hendaknya

sama untuk setiap kelompok perlakuan. Namun demikian, apabila terpaksa terjadi

perbedaan di antara kelompok perlakuan, diusahakan tidak terjadi perbedaan ukuran


yang terlalu besar. Penjelasan secara statistik dijelaskan kelak karena prinsip ini lebih

bermakna pada aneka rancangan rumit.

Latihan. Buatlah sketsa pengacakan yang dilakukan untuk kasus percobaan semangka
di lahan pantai di atas. Kapan perlu melakukan pengelompokkan dan kapan/pada
situasi apa tidak perlu?

Beberapa rancangan percobaan baku yang populer


Berikut ini akan ditunjukkan beberapa rancangan percobaan baku dan relatif

populer digunakan. Beberapa rancangan yang lebih kompleks akan diberikan pada

acara-acara berikutnya.
Rancangan Acak Lengkap (RAL)/ Completely Randomised Design (CRD)

Rancangan Acak Lengkap merupakan rancangan lingkungan paling sederhana dan


paling dianjurkan apabila peneliti dapat menjamin bahwa lingkungan percobaan

terkendali dengan baik dan bahan percobaan relatif seragam. Pengacakan dilakukan

sekali terhadap seluruh satuan percobaan yang ada. Sebagai misal, untuk suatu

percobaan dengan empat perlakuan, masing-masing tiga ulangan, akan diperlukan 12


satuan percobaan. Penentuan satuan percobaan mana yang akan memperoleh

perlakuan tertentu dilakukan melalui pengacakan terhadap ke-12 satuan percobaan

tersebut. Contoh pengacakan dapat ditunjukkan dengan layout untuk percobaan


dengan empat perlakuan (A – D), masing-masing dengan tiga ulangan.

A B C D A B C D
A B C D B A C C
A B C D D B A D
Sebelum Sesudah
pengacakan pengacakan

Rancangan Berblok Lengkap Teracak (RBLT)/ Randomised Complete Block


Design (RCBD) Skema tidak jelas

Prinsip pengelompokan berdasarkan kondisi satuan percobaan diterapkan dalam

rancangan ini. Blok akan mengendalikan sesatan yang besar di antara satuan-satuan
percobaan yang tak seragam. Kata “Lengkap” mengindikasikan bahwa di setiap

kelompok (blok) berisi semua perlakuan yang diujikan. Kondisi ini menerapkan prinsip

kesetimbangan, sehingga analisis data menjadi sederhana. Pengacakan tidak lagi

dilakukan serentak pada seluruh satuan percobaan, tetapi bertahap: pertama


pengacakan blok dan kedua pengacakan satuan percobaan dalam tiap-tiap blok.

Berikut ilustrasi layout rancangan blok lengkap.


Blok 1 Blok 2 Blok 3
A B C
B A D
C D A
D C B
Gradien lingkungan 

Perhatikan bahwa pembagian blok didasarkan pada gradien lingkungan, contohnya,

kemiringan lahan, intensitas penyinararan, kesuburan tanah, dan lain-lain.

Rancangan Segiempat Latin (RSL)/ Latin Square Design (LS)

Rancangan Segiempat Latin (Latin Square Design) tidak lain daripada Rancangan

Berblok Lengkap Teracak dengan blocking dua arah yang saling tegak lurus.
Penggunaannya merupakan modifikasi RBLT apabila diketahui ada dua sumber

keragaman penyebab satuan percobaan tidak seragam. Rancangan ini amat

menerapkan prinsip kesetimbangan, karena suatu ulangan-ulangan dalam setiap

perlakuan tidak boleh menempati urutan yang sama (itulah sebabnya dinamakan
Segiempat Latin). Konsekuensinya, banyaknya perlakuan akan sama dengan

banyaknya ulangan.

Pengacakan dilakukan tiga tahap: pertama untuk blok arah pertama, kedua untuk
blok arah kedua, dan terakhir adalah pengacak satuan percobaan untuk setiap

rangkaian perlakuan.

Berikut layout yang menunjukkan hasil pengacakan:

sebelum sesudah pengacakan blok datar,


pengacakan blok tegak, lalu
pengacakan perlakuan

Perhatikan bahwa dalam setiap baris maupun kolom tidak terdapat perlakuan yang
sama. Penomoran ulangan dihapuskan karena nomor ulangan menjadi tidak relevan.
Rancangan Faktorial Penuh (RFP)/ Factorial Design

Rancangan Faktorial Penuh bukanlah rancangan lingkungan seperti tiga rancangan


sebelumnya, tetapi merupakan rancangan perlakuan. Dengan demikian, Rancangan

Faktorial Penuh bisa dilakukan dalam Rancangan Acak Lengkap, RBLT, maupun RSL.

Tujuan utama kita melakukan RFP adalah untuk menghemat satuan percobaan,

sekaligus juga mendapatkan informasi mengenai ada-tidaknya interaksi antara faktor-


faktor yang diuji.

Pengacakan dilakukan sama, sesuai dengan rancangan lingkungan yang dipakai.

Yang perlu diperhatikan adalah setiap kombinasi perlakuan dalam masing-masing


faktor (“level”) dianggap sebagai perlakuan tunggal.

Berikut contoh layout pengacakan untuk RFP 2 faktor, masing-masing 2 dan 3 level

dalam RBLT dua ulangan dalam hal ini blok.

sebelum pengacakan
A1B1- A2B1- A1B2- A2B2- A1B3- A2B3-
1 1 1 1 1 1
A1B1- A2B1- A1B2- A2B2- A1B3- A2B3-
2 2 2 2 2 2

sesudah pengacakan blok lalu satuan percobaan (kombinasi perlakuan) dalam tiap
blok
A2B2- A1B3- A1B2- A2B1- A1B1- A2B3-
2 2 2 2 2 2
A1B3- A2B3- A1B2- A1B1- A2B1- A2B2-
1 1 1 1 1 1

Rancangan Petak Terbagi

Rancangan Petak Terbagi (Split-plot Design) merupakan kombinasi antara

Rancangan Faktorial Penuh dengan suatu rancangan lingkungan yang menggunakan


bloking dua tingkat. Pada rancangan ini, seakan-akan kita memiliki dua percobaan

faktor tunggal, yang salah satu faktornya disarangkan ke faktor yang lain. Akibatnya
faktor pertama (disebut faktor utama) memiliki ukuran satuan percobaan yang lebih

besar. Satuan percobaan bagi faktor pertama ini berfungsi sebagai blok bagi faktor
kedua (disebut anak-faktor atau subfaktor). Faktor kedua dengan demikian memiliki

ukuran satuan percobaan yang kecil dan merupakan bagian dari satuan percobaan

faktor utama.

Sebagai misal, umpamanya kita melakukan percobaan faktorial dua faktor, masing-
masing dengan dua dan tiga level, dengan rancangan lingkungan RBLT menggunakan

tiga blok. Pengacakan pertama dilakukan terhadap ketiga blok. Selanjutnya, setiap

perlakuan/level pada faktor utama diacak di dalam satuan percobaan (utama) dalam
masing-masing blok (dibagi dua). Berikutnya, setiap satuan percobaan dibagi

sebanyak perlakuan pada anak-faktor (dibagi tiga). Dilakukanlah pengacakan satuan

percobaan bagi tiap perlakuan anak-faktor pada setiap satuan percobaan faktor
utama. Layout berikut memberi gambaran proses itu.

Blok 1 Blok 2 Blok 3


Main plot A B C C B A B C A
V1 V2 V3 V2 V3 V1 V3 V1 V2
Sub plot V2 V3 V1 V3 V1 V2 V1 V2 V3
V3 V1 V2 V1 V2 V3 V2 V3 V1

Perhatikan layout split-plot di atas sesudah pengacakan blok lalu satuan percobaan
faktor utama (A) dengan level perlakuan A, B, dan C, lalu diikuti pengacakan satuan

percobaan anakfaktor (B) dengan level perlakuan V1, V2, dan V3 dalam tiap satuan

percobaan faktor utama.


Model linear matematis

Suatu rancangan percobaan tertentu akan menghasilkan data pengamatan yang


akan dianalisis sesuai dengan kaidah tertentu untuk menguji dan menghasilkan

kesimpulan atas suatu hipotesis yang telah ditentukan.

Perhatikan suatu hipotesis formal: H0: μ1 = μ2. Ini berarti kita ingin menguji hipotesis

nol bahwa rerata pengamatan akibat pengaruh perlakuan 1 sama dengan rerata
pengamatan akibat pengaruh perlakuan 2. Untuk menguji H0 ini, kita mengambil n1

satuan percobaan untuk dikenakan perlakuan 1 dan mengambil n2 satuan percobaan

untuk dikenakan perlakuan 2. Ini berarti perlakuan 1 memiliki n1 ulangan dan


perlakuan 2 memiliki n2 ulangan. Perhatikan bahwa apabila kita mengambil satu

pengamatan dari satu satuan percobaan, maka satuan percobaan ini juga merupakan

satuan pencuplikan (sampling unit).


Simbol dari suatu pengamatan terhadap salah satu satuan pencuplikan kita sebut

saja Yij dengan i = nomor perlakuan (i =1 atau 2) dan j = nomor ulangan dari masing-

masing nomor perlakuan. Jadi, sebagai misal, Y23 adalah data pengamatan dari satuan

pencuplikan perlakuan 2 ulangan 3. Di bawah hipotesis nol, nilai suatu pengamatan Yij
dapat dianggap berasal dari gabungan pengaruh rerata populasi μi dan sesatan εij atau

Yij = μi + εij [1]

Jelas bahwa di sini sesatan melekat pada data. Bentuk [1] ini disebut sebagai model
linear matematis. Karena dalam perancangan percobaan satuan percobaan untuk

semua perlakuan diusahakan seragam, maka [1] dapat ditulis ulang sebagai

Yij = μ + τi + εij, [2]

dengan μ adalah rerata umum yang berasal dari satuan percobaan (yang seragam,
karena itu tidak memiliki nomor) dan τi adalah pengaruh perlakuan ke-i. Di bawah

bentuk [2], hipotesis nol dapat dirumuskan ulang menjadi H0: τ1 = τ2. ■
Skema rancangan percobaan dan analisisnya

Regresi liner
(sederhana atau
Perlakuan bersifat berganda)
kuantitatif
(Dosis, Intensitas Cahaya,
Suhu)
ANOVA klasik dengan
Jenis Perlakuan kontras polinomial
dan analisisnya

Perlakuan bersifat
kualitatif/kategorikal
ANOVA Klasik
(Jenis varietas, herbisida,
pupuk, lokasi)

Rancangan
CRD, RCBD, LS
lingkungan

Jenis Rancangan
Satu faktor atau
Rancangan
lebih dari satu faktor
Perlakuan
(faktorial)

Sebagai contoh ketika percobaan menguji jenis pupuk pada satu jenis tanaman

maka rancangan perlakuannya satu faktor. Kemudian jika percobaan dilakukan pada
lingkungan yang relatif homogen berarti rancangan lingkungannya bisa

menggunakan CRD sehingga rancangan percobaannya adalah CRD satu faktor.


Analisis yang sesuai untuk percobaan tersebut adalah ANOVA klasik karena jenis
pupuk bersifat kategori. Namun, jika jenis pupuk tersebut diberikan pada beberapa

jenis tanaman maka rancangan perlakuannya menjadi factorial. Contoh lain, ketika

perlakuan berupa dosis pupuk pada suatu tanaman, maka analisis yang digunakan
adalah regresi. Khusus untuk split-plot, rancangan ini termasuk rancangan

lingkungan bersyarat karena mengharuskan rancangan perlakuannya merupakan

rancangan factorial.

Tanggal: Nama & Ttd


Asisten:
Acara 2. Asosiasi Antara Dua Himpunan Data

Tujuan:  Mengulang dan mempelajari analisis asosiasi lebih lanjut


 Mengenalkan cara menguji percobaan dengan dua grup perlakuan
 Mengenalkan program R untuk keperluan itu

Analisis Asosiasi
Sebelum mendalami lebih lanjut mengenai perluasan percobaan dua perlakuan, ada

baiknya kita mempelajari lebih lanjut bagaimana melakukan analisis statistik antara

dua atau lebih peubah yang saling berkaitan (berasosiasi). Penelitian di bidang

pertanian banyak menggunakan kerangka metodologi ini.


Analisis mengenai keterkaitan (asosiasi) antara satu peubah (variable) dengan satu

atau lebih peubah lain merupakan analisis mendasar dalam banyak penelitian hayati

maupun sosial. Data yang dipakai berasal dari penelitian non-percobaan, seperti survei
dan sensus, maupun penelitian percobaan, baik percobaan semu maupun percobaan

dengan perlakuan terkendali penuh. Dalam penelitian survei atau deskriptif (bukan

penelitian rekomendasi), peubah yang dilihat keterkaitannya biasanya berasal dari


pengamatan langsung. Dalam percobaan untuk memberi rekomendasi, beberapa

peubah merupakan perlakuan. Tabel 1 memberikan rangkuman mengenai pendekatan

analisis yang dilakukan.

Tabel 1. Tipe peubah data dan pendekatan analisisnya.


Tipe data
Hubungan X
Peubah I (X) Peubah II Pendekatan
dan Y
(Y)
Kategorik Kategorik Tidak selalu Analisis frekuensi (non
kausal parametrik)
Numerik acak Numerik Tidak selalu Analisis korelasi (Y~X)
acak kausal
Numerik acak atau fixed Numerik Kausal (X → Y) Analisis regresi (Y~X)
acak
Kategorik fixed Numerik Kausal (X → Y) Uji-t dan analisis varians
acak (Y~X)
Kategorik fixed dan Numerik Kausal (X → Y) Analisis kovarians (Y~X)
numerik acak atau fixed acak (tidak dibahas)
Numerik Kategorik Kausal (X → Y) An. regresi logistik (non-
liner) (tdk dibahas)
Analisis regresi dan varians untuk peubah Y yang bersifat kategorik sebenarnya

tersedia, tetapi tidak menjadi lingkup mata praktikum ini. Dalam acara praktikum ini,
akan dibahas analisis frekuensi (kesesuaian model & independensi), korelasi, dan

regresi.

Statistik Non Parametrik


Analisis frekuensi

Analisis frekuensi dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antara dua atau lebih

peubah kategorik, misalnya antara jenis kelamin dan kebiasaan merokok. Ada atau
tidaknya hubungan sebab-akibat (kausal) antara peubah2 yang dilibatkan tidak diberi

perhatian dalam analisis ini.

Pengujian independensi
Pengujian ini menguji hipotesis nol bahwa dua (atau lebih) peubah saling bebas

(independen). Kebebasan ini diukur dari apakah frekuensi kombinasi sama dengan

perkalian frekuensi marginal masing-masing peubah, atau dapat ditulis Ho: pAB = pA .
pB. Pengujian menggunakan MsExcel dapat dilihat kembali pada Panduan Praktikum

Statistika. Berikut ini latihan yang dapat dilakukan pada program R. Bukalah file R

dengan nama Acara-2-non-parametrik.R untuk latihan pengujian independensi.

sex smoke asthma sex smoke asthma


f smoker asthma f nonsm asthma
m nonsm nonasht f nonsm nonasht
m smoker nonasht m smoker asthma
f nonsm asthma f nonsm nonasht
m smoker asthma f nonsm nonasht
m smoker asthma m smoker asthma
f nonsm nonasht f nonsm nonasht
m smoker asthma m nonsm nonasht

cBagaimana hasil uji hi-squarednya? Ingatlah bahwa p-value adalah probabilitas

menerima H0: kedua peubah saling independen! Bagaimana keterkaitan antara peubah
smoke dan asthma? Tunjukkan! Apa kesimpulan yang dapat anda berikan?
Pengujian kesesuaian (goodness-of-fit test)

Kesesuaian dengan perbandingan atau sebaran tertentu biasa dilakukan, misalnya


perbandingan Mendel atau distribusi Binomial. Sebagai contoh adalah pengujian

perbandingan generasi pertama silang balik (BC1) dengan tetua resesif rentan

memberikan hasil 70 tahan : 80 rentan. Hipotesis untuk diuji (H0): 1:1. Jalankan syntax
untuk uji goodness-of-fit pada file R yang sama. Apakah hasilnya mendukung H0

(mengikuti nisbah Mendel)?

Statistik Parametrik
Statistik parametrik yang diberikan di sini terbatas hanya pada model liner untuk

korelasi, regresi, dan ANOVA klasik. Statistik parametrik lainnya seperti regresi logistik,

model liner campuran (linear mixed model) tidak diberikan di sini.

Analisis korelasi
Pengamatan terhadap dua atau lebih peubah seringkali berangkat dari minat untuk

mengetahui keterkaitan antara peubah-peubah tersebut. Sebagai contoh,


pengamatan terhadap umur berbunga, tinggi tanaman, panjang tongkol, dan hasil

pada jagung. Apabila orang mengetahui keterkaitan antara umur berbunga dan tinggi

tanaman terhadap panjang tongkol dan hasil jagung, sebelum panen sudah dapat
diperkirakan besar-kecil tongkol atau tinggi rendahnya hasil. Hubungan ini belum

tentu dapat dijelaskan secara sebab-akibat, kecuali ada dasar teori yang dapat

menegakkan hubungan sebab-akibat tersebut. Sebagai misal, hubungan antara bobot


dan lingkar lengan bayi, tingkat konsumsi ikan mentah dan panjang usia, dan

sebagainya.

Secara faktual, data menunjukkan hubungan positif pada kedua contoh tersebut,

tetapi hasil itu tidak berimplikasi bahwa salah satu peubah menyebabkan perubahan
pada peubah lainnya. Sebagai contoh, hasil analisis korelasi ”pearson” dapat dibuat

plot matriks korelasi seperti berikut.


Plot matriks korelasi (korelogram) memudahkan kita untuk melihat korelasi antar

variabel. Plot sebelah kanan langsung menunjukkan angka dan warna yang
menunjukkan koefisien korelasi. Semakin merah artinya korelasinya positif dan kuat.

Sedangkan, semakin biru berarti korelasi antar variabel negatif dan kuat. Korelasi yang

lemah ditunjukkan dengan warna yang relatif pudar. Plot di sebelah kanan
menggunakan lingkaran dan warna untuk menunjukkan koefisien korelasi. Semakin

besar lingkaran artinya korelasi antar variabel semakin kuat. Jika lingkaran semakin

kecil berarti korelasi mendekati 0. Warna pada lingkaran menunjukkan sifat korelasi.
Jika berwarna merah berarti sifatnya positif dan jika berwarna biru berarti sifatnya

negatif.

Analisis korelasi parsial (boleh dilewati/opsional)


Dalam analisis korelasi biasa (simple), hubungan antara dua peubah dilakukan sambil

mengabaikan peubah-peubah lainnya. Analisis korelasi parsial dilakukan dengan

membuat peubah(-peubah) lain seakan-akan konstan (tidak berubah nilainya)

sehingga muncul gambaran hubungan antarpeubah yang lebih jelas.

> library(ppcor)
> pcor(nama)
> pcor.test(nama$hasil,nama$gbhpmalai,nama[,c("anakan")])
> pcor.test(nama$hasil,nama$gbhpmalai,nama[,c("anakan",
"b1000gbh")])

Perhatikan perubahan nilai korelasi parsial dengan korelasi sebelumnya. Peubah

mana yang sebenarnya berkaitan secara langsung dengan hasil? (Petunjuk: yaitu
peubah yang tetap signifikan, baik pada korelasi biasa maupun korelasi parsial).

Koefisien korelasi biasa yang nyata, tetapi kemudian koefisien korelasi parsialnya

menjadi tidak nyata menunjukkan bahwa hubungan korelasionalnya sebenarnya


terjadi melalui peubah lain yang nyata. Sebaliknya, koefisien korelasi biasa yang tidak

nyata, tetapi kemudian koefisien korelasi parsialnya menjadi nyata menunjukkan

adanya hubungan relasional yang ”tertutupi” oleh peubah lainnya.

Analisis regresi liner (sederhana dan berganda)

Apabila hubungan peubah X mempengaruhi Y dapat ditegakkan secara teoretis,

analisis regresi layak (valid) dilakukan, dengan meregresi Y ke X. Analisis regresi

digunakan di berbagai bidang dan mudah untuk dirampatkan (generalised).


Perampatannya dikenal sebagai model linear.

Ada beberapa macam regresi linear:


1. Regresi linear sederhana adalah apabila peubah Y diregresi ke satu peubah X.
Regresi ini membentuk garis lurus pada proyeksi Descartes (Cartesius).

2. Regresi berganda digunakan apabila peubah Y diregresi secara simultan (sekaligus)

ke dua atau lebih peubah X. Bentuk analisis ini sangat popular di bidang ilmu-ilmu
sosial.

3. Regresi linear polinom kuadratik meregresikan peubah Y ke peubah X dan X2 untuk

melihat pengaruh X yang bukan garis lurus tetapi polinomial derajat dua.

4. Analisis permukaan tanggap (response surface analysis) adalah salah satu bentuk
gabungan regresi berganda dan regresi linear polinom kuadratik,
Tabel 2. Beberapa syntax dalam R dan model matematika eksplisitnya
R syntax Model linear Catatan
Model regresi liner berganda dengan
Yi= β0 + β1X1i +… +
Y~. melibatkan seluruh variabel yang ada di
βnXni
data frame sebagai peubah X
Y ~ X1 Yi = β0 + β1Xi Model garis lurus biasa
Y ~ -1 + X1 Yi= β1Xi Model garis lurus wajib melewati (0,0)
Model polinomial kuadrat; perhatikan
Y ~ X1+ I(X1^2) Yi =β0 + β1 Xi + β2 Xi2 fungsi identitas I( ) dalam model
memungkinkan bentuk matematis “normal”
Y ~ X1 + X2 Yi =β0 + β1X1i + β2X2i Model regresi linear berganda ordo ke-1
Y ~ X1:X2 Yi =β0 + β1X1iX2i Model interaksi ordo ke-1
Yi =β0 + β1X1i + β2X2i + Model regresi linear berganda ordo ke-1
Y ~ X1*X2
β3X1iX2i lengkap. Identik dengan Y~ X1+X2+X1:X2
Model lengkap dengan interaksi sampai
Yi =β0 + β1X1i + β2X2i + ordo ke-1. “2” dapat diganti dengan n
Y ~
β3X3i + β4X1iX2i + untuk interaksi sampai ordo ke-(n-1).
(X1+X2+X3)^2
β5X1iX3i+ β6X2iX3i Identik dengan
Y=X1*X2*X3 - X1:X2:X3
Yi = β0 + β1 X1i + β2X2i Model permukaan tanggap (response-
Y~ X1*X2 +
+ β3X1i2 + β4X2i2 + surface)
I(X1^2) + I(X2^2)
β5X1iX2i

Asumsi model liner (regresi dan anova klasik)


Pernyataan εij ~ N (0,σ2) merupakan asumsi dasar dalam model liner (baik regresi

liner dan ANOVA klasik – ANOVA klasik akan dibahas di acara 3), yaitu komponen

sesatan dari data menyebar saling independen mengikuti distribusi normal dengan
rerata (mean) = 0 dan varians yang homogen sebesar σ2 untuk setiap grup

perlakuan. Tiga istilah yang dicetak miring adalah asumsi analisis varians mengenai

sesatan/residu/simpangan. Kali ini kita akan bahas dua dari tiga asumsi tersebut.
Asumsi independensi dianggap telah terpenuhi apabila kita melakukan pengacakan

secara benar. Satu asumsi lain, komponen-komponen model saling linear, baru akan

dibahas kelak.
Asumsi sesatan menyebar mengikuti distribusi normal

Untuk menguji asumsi bahwa sesatan mengikuti distribusi normal diperlukan


banyaknya ulangan yang cukup banyak dari setiap grup perlakuan. Hal ini kerap tidak

mudah dijumpai apabila ulangan hanya tiga atau empat. Karena itu, uji kenormalan

sebaran sesatan biasanya dilakukan dengan menggabungkan semua komponen

penduga sesatan dari semua perlakuan. Untuk menguji asumsi tersebut, dapat
digunakan berbagai cara seperti uji goodness-of-fit untuk kenormalan sebaran

menggunakan Shapiro-Wilk’s test atau dengan membuat plot kuantil v. kuantil

(quantile-to-quantile plot/QQ plot).

Cara 1. Uji goodness-of-fit untuk kenormalan sebaran

Uji ini dilakukan dengan membandingkan peluang munculnya suatu nilai data
(atau penduga sesatannya) dengan peluang distribusi normal untuk nilai tersebut. Jika

selalu berdekatan peluangnya, maka distribusinya normal. Pengujian yang biasa

dipakai adalah uji Shapiro-Wilk.

Dari suatu kolom analisis varians, ambillah data asli dan simpan sebagai data berkas
tersendiri (tanpa menyertakan kolom-kolom lainnya). Ambillah juga kolom penduga

sesatan dan simpan sebagai data tersendiri (menggunakan permintaan


namaoutput$residual setelah ANOVA) dengan nama berkas yang berbeda. Berikut
syntax untuk menguji normalitas residual dengan R.

> shapiro.test(namaoutput$residual)

Perintah di atas akan menghasilkan statistik Wilk dan probabilitas menerima H0-nya.
Prosedur ini menguji H0 bahwa data mengikuti sebaran normal. Untuk diketahui,

penggunaan uji ini tidak diperlukan jika QQ plot sudah menunjukkan distribusi normal.

Terkadang derajat bebas yang terlalu besar menyebabkan uji ini menyimpulkan
distribusi tidak normal.
Cara 2. Menggunakan plot kurva

Teknik lain, yang berbasis kurva, adalah dengan membuat plot kuantil vs. kuantil
(quantile-to-quantile plot). Kita telah mengenal median, kuartil, atau persentil.

Kesemuanya ini adalah kuantil. Dengan membandingkan sebaran data pada kurva

kuantil dapat dinilai kenormalan sebaran. Apabila sebaran data mengikuti garis lurus,

maka sebaran itu mendekati normal. Ketiklah baris perintah berikut dan simpan grafik
yang muncul ke dalam format gambar (TIFF atau .jpg). Berikut perintah di R untuk

menghasilkan QQ plot dengan package car.

> car::qqPlot(namadata$namavar,dist=”norm”)

Berikut ada contoh QQ plot yang mengindikasikan asumsi normalitas tidak

terpenuhi. Perrhatikan titik-titik yang ada tidak mengikuti garis merah yang miring ke

kanan dan banyak titik-titik berada di luar garis selang kepercayaan (garis putus-
putus/dashed line)

Jika asumsi normalitas terpenuhi maka QQ plot akan terlihat seperti di bawah
ini. Perhatikan bahwa titik-titik tersebar mengikuti garis merah dan sebagian besar

titik-titik tersebut berada dalam garis selang kepercayaan (garis putus-putus/dashed

line)
Jika data tidak mengikuti distribusi normal, lakukan analisis varians untuk distribusi
data yang sesuai, namun topik ini tidak akan dibahas.

Asumsi homoskedastisitas tiap grup perlakuan

Asumsi ini cukup mempengaruhi kekuatan uji analisis varians. Penyimpangan dari

asumsi kehomogenan varians-varians grup perlakuan akan membuat kita perlu


melakukan bentuk analisis alternatif. Untuk data yang menggunakan uji t, pengujian

homoskedasitas dapat dilakukan dengan uji F jika perlakuannya dua. Namun, untuk

ANOVA klasik yang perlakuannya lebih dari dua, maka uji homoskedatisitas dilakukan
dengan Uji Hartley (jika ulangannya sama) atau Uji Bartlett (ulangan bebas). Selain itu,

terdapat pula Uji Levene dapat digunakan untuk data dengan rancangan apa saja.

Perkembangan perangkat lunak untuk analisis statistika memungkinkan metode

baru dalam menguji homoskedastisitas varians. Pada R terdapat package car yang
menggunakan metode Breusch dan Pagan (1979) yang menggunakan metode skoring

untuk uji homoskedastisitas varians. Metode ini dapat digunakan untuk memeriksa

homoskedastisitas varians untuk regresi liner dan ANOVA klasik. Metode levene pada
R tidak dapat digunakan untuk metode regresi sehingga pada praktikum ini akan

digunakan metode Breusch dan Pagan. Perintah untuk melakukan metode tersebut

adalah sebagai berikut. Jika P-value hasil uji tersebut di bawah 0.05 berarti asumsi
homoskedastisitas tidak terpenuhi.
> car::ncvTest(model)

Cara lain adalah dengan melihat plot diagnostik pada bagian Residual vs. Fitted
value atau Standardised residual vs. Fitted value. Jika titik-titik pada grafik ini menyebar

tanpa pola, maka asumsi terpenuhi. Jika terdapat pola tertentu, terutama pola

loudspeaker, maka asumsi homoskedastisitas varians tidak terpenuhi. Perhatikan

contoh grafik di bawah ini.

Asumsi homoskedastisitas terpenuhi Asumsi homoskedastisitas tidak terpenuhi

Hal yang dilakukan jika asumsi tidak terpenuhi

Apabila uji homoskedastisitas menunjukkan varians-varians tidak homogen,

perlu dilihat apakah ada hubungan fungsional antara rerata-rerata dengan variansnya

masing-masing. Jika hubungan ini terdeteksi, lakukanlah transformasi data. Jika tidak
ada hubungan antara rerata dan varians, analisis varians untuk varians tidak homogen

(tidak dibahas dalam mata kuliah ini, tapi tersedia di R), atau uji-uji nonparametrik

dilakukan (misalnya Uji Kruskal-Wallis untuk ANOVA satu-arah).

Uji Kruskal-Wallis (optional, diberikan atau tidak dalam praktikum)

Uji Kruskal-Wallis merupakan versi nonparametrik analisis varians satu-arah. Analisis

ini menggunakan peringkat (rank) data. Berbeda dengan ANOVA yang memerlukan
asumsi agar distribusi dari masing-masing kelompok peubah berdistribusi normal,

dalam uji Kruskal-Wallis, distribusi peubah tersebut dapat bebas. Perlu diingat bahwa

apabila asumsi normalitas terpenuhi, uji Kruskal-Wallis tidak sekuat ANOVA. Dalam uji
Kuskal-Wallis, tetap diperlukan berbagai asumsi yaitu: (1) sampel ditarik dari populasi
secara acak; (2) kasus masing-masing kelompok independen; (3) skala pengukuran

yang digunakan biasanya ordinal.

Perhitungan yang dilakukan menggunakan statistik uji yang mengikuti distribusi khi-

kuadrat ( χ2). Jika nilai uji lebih kecil daripada nilai tabel atau probabilitas lebih besar

daripada α, maka Ho diterima, artinya median beberapa populasi seragam.

>kruskal.test(model)

Praktik Analisis Data


Lakukan analisis korelasi dan regresi sesuai suplemen Acara 2. Bukalah file R bernama

Korelasi Regresi.R.

Skema Penggunaan Model Liner Secara Umum

Regresi Liner ANOVA Klasik

Peubah Y kuantitatif Peubah Y kuantitatif


(tinggi tanaman, hasil) (tinggi tanaman, hasil)

Peubah X kuantitatif Peubah X kualitatif/kategorikal


(dosis, suhu) (jenis varietas, pupuk, lokasi)

Yang menjadi perhatian adalah


uji parameter setiap variabel Yang menjadi perhatian adalah
peubah X untuk peubah Y uji F antar sumber ragam

Uji asumsi normalitas dan Uji asumsi normalitas dan


homoskedasitas varians homoskedasitas varians

Jika asumsi tidak terpenuhi, Jika asumsi tidak terpenuhi,


dapat menggunakan metode dapat menggunakan metode
generalisasi model liner lain seperti Kruskal Wallis (CRD),
(generalized linear model). Tidak Friedman (RCBD), atau yang lain.
dibahas di sini Tidak dibahas di sini
Acara 3: Analisis CRD dan CRD sub-sampling

Tujuan:  Menguji asumsi-asumsi dalam analisis varians


 Mengerjakan perancangan percobaan teracak lengkap dan melakukan
analisis varians berbasis cuplikan (contoh)
 Menganalisis data dari rancangan tsb. dan menafsirkan hasilnya

A. Rancangan Percobaan Sederhana

Pada acara sebelumnya kita mengenal susunan data dari percobaan-percobaan

yang dirancang secara sederhana, seperti bagaimana sepasang grup perlakuan diuji,

tergantung dari bagaimana cuplikan untuk setiap perlakuan diambil, bagaimana


hubungan antara peubah-peubah yang diamati dipelajari (mengabaikan perlakuan,
dengan analisis frekuensi dan korelasi) atau bagaimana pengaruh suatu seri perlakuan

kuantitatif terhadap suatu peubah diukur (dengan regresi). Acara 3 ini membahas per-
luasan Acara 2, yaitu bagaimana merancang dan menganalisis lebih daripada dua grup

perlakuan.

Rancangan Teracak Lengkap (Completely Randomized Design, CRD) dapat

dipandang sebagai pengambilan t (t > 1) cuplikan yang saling bebas (independent)


(atau pengukuran terhadap sejumlah cuplikan dari t grup perlakuan) dengan ukuran

masing-masing ri (i = 1, 2, ..., t). Jika ri besarnya sama, dapat disimbol ulang r (r1= r2=

rt= r). Perhatikan, CRD tidak mensyaratkan banyaknya ulangan sama untuk setiap
perlakuan.

Perlu diperhatikan bahwa dalam CRD, tiap objek cuplikan harus sedapat mungkin

dalam kondisi yang seragam (homogen), baik cara mendapatkannya maupun


keadaannya. Setiap kegagalan menjaga keseragaman akan memperbesar varians dan

mengurangi daya uji analisis.

Karakteristik lain CRD yang penting adalah pengacakannya dilakukan satu tahap

(lihat acara 1): setiap satuan percobaan dikenakan secara acak ke salah satu perlakuan
yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini sama persis dengan pengacakan pada uji-t

untuk cuplikan-cuplikan yang diambil secara independen (bukan berpasangan).


Analisis varians untuk CRD

Dalam menganalisis varians untuk percobaan dengan Rancangan Teracak Lengkap,


banyak cara dapat dilakukan. Analisisnya dalam literatur statistika dikenal sebagai

analisis varians satu arah (one-way analysis of variance). Untuk latihan, akan digunakan

set data berikut.

Analisis dilakukan lewat model linear dan cara ini lebih berguna untuk rancangan
yang lebih rumit kelak. Data dapat disimbolkan dengan Yij , maka suatu data yang

muncul dari suatu satuan percobaan ke-j dari perlakuan ke-i adalah

Yij = μ + τi + εij,

dengan εij = (Yij – μ + τi) ~ NID (0, σ2). NID artinya Normally and Independently

Distributed, residualnya independen dan mengikuti distribusi normal. Besaran τi = (μi

– μ), disebut pengaruh perlakuan. Bentuk ini disebut sebagai model linear matematis.
Hipotesis nol yang digunakan adalah H0: μ1 = μ2 = ... = μt = μ dapat ditulis H0: τ1 =

τ 2 = ... = τ t = 0. Melalui metode kuadrat terkecil (least squares), kita mendapatkan

penduga-penduga (diberi simbol “topi“) bagi, berturut-turut¸ μ, τi , dan εij :

𝜇𝜇̂ = 𝑌𝑌�𝚤𝚤.

𝜏𝜏�𝚤𝚤 = 𝑌𝑌�𝑖𝑖. − 𝑌𝑌�…

𝜀𝜀�
𝚤𝚤𝚤𝚤 = 𝑌𝑌𝑖𝑖𝑖𝑖 − 𝜇𝜇̂ − 𝜏𝜏
�𝚤𝚤

Selanjutnya, menghitung Jumlah Kuadrat (JK) dan derajat bebas (db). JK Antargrup

perlakuan (=JK Perlakuan) = ΣΣ τˆi dengan derajat bebas (db) sebesar t - 1 dan JK
2

Dalam Grup (= JK Sesatan) = ΣΣ ε̂ ij dengan derajat bebas sebesar Σ (ri – 1) atau t(r –
2

1) jika semua perlakuan memiliki ulangan yang sama, sebesar r. Untuk contoh data
kita di atas, i = 1, 2, 3, 4 (banyaknya perlakuan (t) ada 4, atau ditulis t = 4); dan

banyaknya ulangan untuk tiap perlalkuan sama, sebesar r (ditulis r = 5), untuk contoh

kita j = 1, 2, ... , 5.
Dalam latihan ini, data disusun dalam format kategoris, yaitu nama grup perlakuan

dan nomor ulangan masing-masing disusun dalam kolom tunggal dan data hasil
pengamatan disusun pada kolom berikutnya, pada tempat yang bersesuaian dengan

perlakuan dan nomor ulangan yang menjadi labelnya.

Buatlah kolom-kolom dalam MSExcel seperti contoh di bawah ini dan isilah sesuai

dengan data anda. Hitunglah JK masing-masing kolom. Bandingkan dengan hasil


perhitungan sebelumnya! Sebagai petunjuk: Fungsi ΣΣ ( ) dapat dilakukan dengan

memasukkan rumus =SUM( ) dan ΣΣ ( )2 dengan rumus =SUMSQ( ).

Jumlah Kuadrat Total Terkoreksi (JKTotal)= JKData – FK. (FK = faktor koreksi).

Perlakuan i j Yij μ̂ τ̂ i ε̂ ij
A 1 1
A 1 2
A 1 3
... ... ...
... ... ...
D 4 rt
ΣΣ ( ) ……… ……… ……… ………
ΣΣ ( )2 ……… ……… ……… ………
(Jumlah kuadrat) JKData FK JKPerl JKSes

Biasakanlah untuk seterusnya menyusun data dalam format demikian (turun ke


bawah). Selanjutnya buatlah di MS Excel tabel analisis varians berikut.

Sumber db JK RK Fhit Prob


Keragaman
Antar perlakuan dbPerl JKPerl RKPerl F =FDIST(F,dbPerl,dbSes)
Dalam dbSes JKSes RKSes
perlakuan
(= Sesatan)
Total dbTotal JKTotal

Perhatikan bahwa dbTotal = dbPerl + dbSes. Demikian pula dengan JK. Rerata kuadrat

(RK) atau Mean of Squares diperoleh dari pembagian JK dengan db-nya. Nilai F adalah
pembagian RKPerl dengan RKSes.
Apakah nilai Fhit ini mendekati satu (H0 benar) atau tidak, dapat dilihat dari

peluangnya untuk mendapatkan nilai sebesar itu atau lebih, dilambangkan dengan
Prob, yang dapat diperoleh dari MSExcel sbb.: Ketik = FDIST(nilai Fhit, db pembilang,

db penyebut). Jika nilai ini kecil, Fhitnya dikatakan mendekati satu. Seberapa yang

disebut kecil terserah kita; biasanya sebagai batas adalah 0,05 atau 0,01 dan disebut

tingkat signifikansi, dilambangkan dengan α. Apa kesimpulannya: H0 diterima atau H0


ditolak; dan bagaimana hasil eksperimen anda, apakah perlakuan-perlakuan

memberikan pengaruh yang nyata?

Sekarang, cobalah melakukan analisis data yang sama dengan menggunakan R


dalam file syntax Acara CRD.R.

Koefisien keragaman (Coefficient of Variation, CV)

Koefisien keragaman (CV) adalah ukuran keragaman sesatan terhadap satuan


pengukuran. Koefisien tersebut dihitung dengan membagi akar kuadrat tengah

sesatan dan rerata umum. Nilai CV dalam % dapat dipakai untuk membandingkan

antarpercobaan yang serupa. Apabila nilai CV lebih dari 100%, maka banyaknya

ulangan perlu ditambahkan jika percobaan tersebut ingin diulang dengan tujuan
melihat perbedaan perlakuan yang nyata. Jika nilai CV% yang didapat dari percobaan

di luar dari kisaran ekspektasinya, maka dapat diduga bahwa percobaan dilakukan

dengan tidak semestinya atau kaidah-kaidah percobaan tidak ditaati. CV% wajar
biasanya 5% sampai 20%. Untuk mengetahui nilai CV%, pakailah package

agricolae dengan fungsi sebagai berikut:

cv.model(namaoutput)
B. Analisis varians berbasis cuplikan (pengamatan berganda)

Dalam praktik sering terjadi, lebih dari satu data dapat diperoleh dari satu peubah
dalam satu unit percobaan. Sebagai contoh, jika unit percobaan berupa petak dengan

sejumlah tanaman jagung dan data tinggi tongkol diukur dari sejumlah tanaman.

Contoh lain, unit percobaan berupa seekor ayam dan datanya berupa kadar

hemoglobin darah yang tentu saja dapat diukur lebih dari sekali. Dalam hal demikian,
yaitu pengukuran dilakukan di sebagian unit percobaan. Percobaan dikatakan berbasis

data cuplikan. Namun demikian, rancangan lingkungan pada dasarnya tentu saja

dapat sama seperti sebelumnya. Kita akan pelajari RAL dengan subsampel, tetapi cara
analisisnya dapat diterapkan pula untuk rancangan lain.

Perhatikan data percobaan yang dirancang untuk mengetahui hubungan dosis N (1

pot tanpa N, 2 pot N sedang, dan 3 pot N tinggi) dengan kandungan protein padi
yang diukur dari dua contoh masing-masing 1 g dari setiap pot berikut ini. Model yang

dipakai tentu saja serupa dengan model untuk RAL hanya ada tambahan faktor

kebetulan untuk contoh pengukuran protein:

Yijk = µ + τi + εij + δijk,


i = 1,2, …, t, j = 1,2, …, ri, dan k = 1,2, …, mij

dengan mij = banyaknya cuplikan yang diambil dari unit percobaan ke-j yang

mendapat perlakuan i. Indeks k dibutuhkan untuk menunjukkan banyaknya cuplikan.


Pada ilustrasi ini t = 3, r1 = 1, r2 = 2, r3 = 3. dan mij= 2 untuk setiap i dan j. Penduga

setiap komponen model serupa dengan pendugaan komponen model rancangan

dasarnya dengan satu data dari tiap unit percobaan: µˆ = Y ... (rerata seluruh data),

τˆi = Yi .. − Y... (rerata perlakuan dikurangi rerata seluruh data), ε̂ ij = Yij. − Yi.. dan

δˆ ijk = Yijk − µˆ − τˆ i − εˆ ij . Di bawah hipotesis nol seperti biasa, H0: μ1 = μ2 = ... = μt = μ, analisis

varians dilakukan.

Gunakan MSExcel! Untuk mendapatkan εˆij kita perlu menghitung Yij. (rerata tiap

satuan percobaan) terlebih dulu dalam tabel ini:


i j Yij . μ̂ τ̂ i ε̂ ij

1 1
2 1
2 2
3 1
3 2
3 3

dan δ̂ ijk sekarang dapat dihitung dengan mengisi tabel ini:

i j k Yijk μ̂ τ̂ i ε̂ ij δ̂ ijk

1 1 1
1 1 2
... ... ...
… … …
t ri mij
Σ( ) ……… ……… ……… ……… ………
Σ ( )2 ……… ……… ……… ……… ………
JKData FK JKP JKS JKC
JKS merupakan JK antarulangan dalam perlakuan, sedangkan JKC merupakan JK
antarcuplikan dalam ulangan. JKT adalah JKData–FK. Tabel ANOVA-nya sbb. Pengujian

untuk “Ulangan dalam perlakuan” menguji H0: (σ2 + cσ2w) = σ2w. Selanjutnya buatlah

tabel di bawah ini dan lakukan pengujian!

Sumber Keragaman db JK RK Fhit


Perlakuan t–1 JKP RKP RKP/ RKS
Ulangan dalam perlakuan (E) Σ(ri–1) JKS RKS RKS/RKC
Cuplikan dalam ulangan (S) ΣΣ(mij–1) JKC RKC
Total ΣΣmij–1 JKT

Menggunakan perangkat lunak R, kita perlu menyadari terlebih dahulu bahwa

“Ulangan dalam perlakuan” (E) adalah “Sesatan karena satuan percobaan (experimental

error)” dan “Cuplikan dalam ulangan” (S) adalah “Sesatan karena satuan pencuplikan
(sampling error). Janganlah lupa untuk membuat komponen perlakuan, Ulangan dalam

perlakuan, dan Cuplikan dalam ulangan sebagai data kategori (dengan as.factor() atau

factor(dataframe$kolom) terlebih dahulu. Bukalah file syntax Acara Subsample.R


Acara 4: Rancangan Berblok Lengkap (RCBD) dan Segiempat Latin (LS)

Tujuan:  Mengerjakan analisis varians untuk rancangan berblok lengkap


teracak searah (RCBD) dan dua arah (LS Design) dan menafsirkan hasilnya
 Menerapkan uji asumsi keaditifan model menurut Tukey
 Mengerjakan analisis RCBD dengan data hilang

Apabila kita dapat mengidentifikasi sumber keragaman/sesatan secara sistematis


pada satuan percobaan sebelum percobaan dijalankan, diperlukan suatu strategi

untuk dapat memisahkannya dari sumber sesatan yang muncul secara tak disengaja.

Dalam uji-t (Acara 2) kita mengenal pengambilan cuplikan (samples) secara ber-

pasangan, seperti pada kasus data sebelum-sesudah, sepasang perlakuan pada pot/
kandang yang sama, dan sebagainya. Itu adalah satu strategi untuk memisahkan

sumber sesatan sistematis. Tentu saja jika grup perlakuannya lebih daripada dua,

strategi tersebut perlu diubah karena kita akan kesulitan menghitung selisih lebih
daripada dua perlakuan.

1. Rancangan Berblok Lengkap Teracak (Randomized Complete Block Design)

Dengan pendekatan model matematis, suatu sumber sesatan sistematis dapat


dijadikan satu komponen faktor dalam model, disebut blok (block), dan dapat dipilah

dari sumber sesatan. Sebagaimana komponen faktor grup perlakuan, blok dapat

berbentuk apa pun, seperti waktu percobaan, petak lahan, lokasi pengambilan
cuplikan, umur panen, serta usia/bobot panen yang berbeda. Suatu blok lengkap

(complete block) akan berisi setiap grup perlakuan yang ingin diuji oleh sang peneliti,

paling tidak satu kali. Akibatnya, banyaknya ulangan adalah sebanyak bloknya. Blok
yang tidak lengkap berisi semua perlakuan yang diuji dinamakan blok tak-lengkap

(incomplete block). Blok tak-lengkap akan dibicarakan kelak.


Pengacakan (randomisation)

Berbeda dari CRD yang pengacakannya langsung terhadap satuan percobaan,


pengacakan dalam dalam rancangan berblok dilakukan untuk bloknya dan untuk

satuan-satuan percobaan di dalam setiap blok. Dengan demikian, jika kita meng-

gunakan tiga blok, pengacakan yang perlu dilakukan adalah satu antarblok, dan tiga

untuk antarsatuan percobaan dalam setiap blok. Sesungguhnya, dalam uji-t untuk data
berpasangan, yang disebut sebagai blok ini adalah objek yang menyatukan setiap

pasangan perlakuan yang diujikan.

Berikut contoh ilustrasi. Untuk mengetahui keefektifan lima cara pengemasan


jambu air, Udin memerlukan 40 kg jambu air bagi lima grup-perlakuan pengemasan
dan empat ulangan yang direncanakan-nya. Ternyata dari satu pemasok ia hanya

dapat memperoleh 20 kg, dari pemasok lain 10 kg, dan dari pemasok ketiga 10 kg.
Tampak olehnya bahwa jambu air dari ketiga sumber ini berbeda-beda kondisinya.

Apabila Udin nekad menggunakan CRD untuk penelitiannya, ia akan mencampur

semua jambu air miliknya terlebih dahulu kemudian membaginya menjadi 20 satuan

percobaan @ 2 kg, yang kemudian diacaknya kepada lima cara pengemasan yang
direncanakannya. Keragaman yang terdeteksi karena sumber yang berbeda itu
menyumbang sesatan dalam analisis datanya kelak.
Udin ternyata mahasiswa cerdik. Ia memisahkan jambunya menjadi empat
kelompok (blok!), @ 10 kg, menurut asal pemasoknya, sesuai banyaknya ulangan yang

direncanakannya. Untuk setiap kelompok yang diambil secara acak (pengacakan I,

antarkelompok), Udin memisah-kannya menjadi lima satuan percobaan @ 2 kg dan

menerapkan satu cara pengemasan pada salah satu dari lima satuan tadi secara acak
(pengacakan II, di dalam kelompok). Dengan cara ini, Udin memisahkan pengaruh

sistematis perbedaan pemasok sebagai komponen model terpisah dari sesatan, dan

dengan demikian memperkecil pengaruh sesatan yang terjadi secara tidak disengaja.
Cara analisis

Cara analisis untuk RCBD biasa disebut sebagai analisis varians klasifikasi dua-arah
tanpa interaksi (two-way classification without interaction) dalam literatur statistika.

Model linear yang dipakai adalah

Yij= µ + ρj + τi + εij.

Keterangan masing-masing suku sama seperti pada Acara 3, dengan tambahan di

sini ρj, yang merupakan pengaruh blok ke-j (j= 1,2, … , n). Perhatikan bahwa ada tiga

sumber keragaman data di sini, yaitu perlakuan, blok, dan sesatan.

Asumsi bahwa sesatan berdistribusi normal, saling independen, dan variansnya


homogen (yaitu sebesar σ2) tetap berlaku. Hipotesis yang diuji sama dengan hipotesis

pada CRD, yaitu H0: μi = μ (untuk i = 1,2, …, t; t = banyaknya perlakuan), yang juga bisa

dituliskan H0: τi = 0 ∀i = 1,2, …, t. ∀i artinya untuk semua i.


Jika datanya seimbang (balanced), sebagaimana yang terjadi bila setiap perlakuan

dicobakan di tiap blok sehingga cacah ulangannya sama, melalui metode kuadrat

terkecil didapatkan penduga-penduga bagi μ, τi, ρj, dan εij yaitu:

μ̂ = Y.. ,

τˆi = Yi. – Y.. ,

ρ̂ j = Y. j – Y.. , dan

ε̂ ij = Yij − μ̂ − τ̂ i − ρ̂ j .

Jumlah kuadrat tiap sumber keragaman diperoleh dengan cara yang sama seperti

pada Acara 3. Sebagai contoh, JK Perlakuan = ΣΣ τˆi .


2

Sebagai teladan untuk praktik, berikut adalah data hasil uji tiga bahan pengawet

dan kontrol sbb. Data ini sudah disiapkan pada syntax R.


Blok
Perlakuan
1 2 3
Kontrol 4 8 9
Pengawet X 7 14 9
Pengawet Y 11 13 12
Pengawet Z 10 13 10
Masukkanlah data dan nilai duga bagi setiap suku dalam model ke dalam tabel

berikut di spreadsheet MSExcel atau OpenOfficeCalc.


Derajat bebas (db) data adalah sebanyak data (tr), db FK adalah 1, db Total adalah

tr – 1, db Perlakuan adalah banyaknya perlakuan (t) dikurang satu atau (t – 1), db Blok

adalah banyaknya blok atau ulangan (b) dikurang satu atau (b – 1), dan derajat bebas

sesatan sama dengan (t – 1) (b – 1).

i j Yij μ̂ τ̂ i ρ̂ j ε̂ ij
1 1
1 2
1 3
2 1
... ... ... ... ... ... ...
4 3
ΣΣ ( ) ……… ……… ……… ……… ………
ΣΣ ( )2 ……… ……… ……… ……… ……..
JKData FK JKP JKB JKS
db ……. …….. …….. …… ……..

Analisis varians untuk RCBD memiliki tiga sumber keragaman: Blok atau Ulangan, Grup
Perlakuan, dan Sesatan.

Sumber db JK RK Fhit
Keragaman
Blok …….. ……… ……
Grup perlakuan …….. ……… ….... ……….
Sesatan …….. ……... …...
Total ……… ……...

Buatlah tabel ini di spreadsheet Saudara dan lengkapi isinya. RK (Rerata Kuadrat) adalah

JK dibagi dengan db, dan Fhit adalah RK Perlakuan dibagi RK Sesatan. RK juga biasa
dikenal sebagai Kuadrat Tengah (KT) atau Mean of Squares (MS).
Analisis dengan Perangkat Lunak

MSExcel dilengkapi dengan perangkat untuk menganalisis RCBD, melalui Tools >
Data Analysis, dan pilih Anova: Two-Factor Without Replication. Kita tidak akan

melakukannya di kelas, tetapi dsarankan Anda mencobanya di rumah. Namun, tidak

disarankan untuk mengerjakan analisis menggunakan MS Excel pada aplikasi nyata.

Perangkat lunak R dapat dengan mudah melakukan analisis varians untuk RCBD.
Dengan prosedur yang sama seperti CRD, siapkan kolom Perlakuan dan Blok sebagai

factor, menggunakan baris perintah. Bukalah program RStudio dan buka file Acara

RCBD.R sebagai latihan. Perhatikan bahwa kolom blok harus diubah menjadi faktor
karena berupa numerik dengan fungsi as.factor( ) atau factor( ).

2. Keaditifan model matematis


Satu asumsi lain dalam analisis varians yang tidak menyangkut sesatan adalah

keaditifan (kesalingjumlahan) komponen model. Maksudnya adalah bahwa

pengaruh-pengaruh komponen perlakuan, blok, dan sesatan saling menjumlah,

seperti pada model regresi linear, bukan seperti pada model non-linear semacam
model logaritmik atau eksponensial.

Tukey mengajukan satu uji bagi ketakaditifan, dengan hipotesis nol bahwa

model aditif, dengan memasukkan satu komponen non-aditif pada model dan
mencoba melihat apakah komponen non-aditif ini dapat meregresi komponen

sesatan.

Perhatikan model linear untuk RCBD: Yij = µ + τi + ρj + εij. Model yang diajukan

Tukey adalah Yij = µ + τi + ρj + βτiρj + eij, dengan melihat εij = βτiρj + eij. Bentuk
perkalianτiρjadalah komponen non-aditif. Dengan mengajukan H0: β = 0 melawan

H1: β≠ 0, kita menguji regresi Yij ke βτiρj . Jika H0 diterima, kenonaditifan ditolak. Uji

keaditifan ini tidak dibahas secara mendalam karena dalam praktiknya jarang
dilakukan. Saudara dapat mempelajarinya lebih lanjut pada materi perkuliahan di

kelas. Materi ini juga diberikan pada syntax Acara RCBD.R.


3. Rancangan Segiempat Latin (Latin Square Design, LS)

Rancangan ini, seperti halnya RCBD, dipakai jika kita dapat mengenali sumber
keragaman sistematis yang muncul. Perbedaannya, LS mengendalikan dua sumber

keragaman sistematis sekaligus dalam dua blok yang arahnya saling bersilangan.

Lihat gambar!

A B C D B C D A B A C D A C D B
B C D A D A B C D C A B B D C A
C D A B A B C D A D B C C B A D
D A B C C D A B C B D A D A B C
standar acak baris acak kolom acak perlk.

Gambar kiri menunjukkan situasi standar sebelum pengacakan. Pengacakan dilaku-


kan untuk setiap arah blok, diikuti dengan pengacakan perlakuan. Diagram kedua

menunjukkan hasil pengacakan blok mendatar (“baris”), diagram ketiga hasil acakan

blok vertikal (“kolom”), dan paling kanan hasil acakan perlakuan. Perhatikan
perubahan-perubahan yang terjadi.

Akibat dari ketatnya blocking, dalam LS banyaknya baris (= blok dalam RAKL) dan

banyaknya kolom sama dengan banyaknya perlakuan yang diberikan. Modifikasi


rancangan segiempat latin untuk banyaknya perlakuan yang tidak sama dengan blok

tersedia, tetapi di luar lingkup acara ini.


Model linear yang dipakai adalah

Y(i)jk = μ + κk + ρj + τ(i) + ε(i)jk


Asumsi yang dipakai dan arti dari lambang sama seperti sebelumnya, hanya ada
tambahan satu suku, κk , yang berarti pengaruh kolom ke-k (k = 1,2, ..., t; t = banyaknya

perlakuan). Melalui metode kuadrat terkecil (least squares), penduga tak bias bagi

suku-suku pada model tersebut, yaitu

μ̂ = Y.. ,

τˆ(i ) = Y(i ) .. − Y ... ,


ρ̂ j = Y . j . − Y ... ,

κ̂ k = Y ..k − Y ... , dan


ε̂ ijk = Yijk − μ̂ − τ̂ i − ρ̂ j - κ̂ k .

Untuk teladan, berikut ini adalah data hasil penelitian dengan rancangan segiempat
latin menguji empat takaran pupuk dilambangkan dengan huruf A (= 50 kg per ha), B

(= 100 kg per ha), C (= 150 kg per ha), dan D (= 200 kg per ha).

A=7 C=7 B=9 D=9


C=13 B=11 D=13 A=7
D=13 A=9 C=17 B=13
B=11 D=5 A=5 C=11

Masukkanlah data dan nilai duga bagi setiap suku dalam model ke dalam tabel

berikut di spreadsheet MSExcel atau OpenOfficeCalc, seperti sebelumnya.

i j k Yijk μ̂ τ̂ i ρ̂ j κ̂ k ε̂ ij
1 1 1
1 2 4
1 3 2
1 4 3
... ... ... ... ... ... ...
4 2
4 3
ΣΣ ( ) ……… ……… ……… ……… ……… ………
ΣΣ ( )2 ……… ……… ……… ……… ……… ……..
JKData FK JKPerl JKB JKK JKS
Db ……. …….. …….. …… …… ……..

Derajat bebas (db) data adalah sebanyak data (tr), db FK adalah 1, db Total adalah

tr – 1, db Perlakuan adalah banyaknya perlakuan (t) dikurang satu atau (t – 1), db Blok-

Baris adalah banyaknya blok atau ulangan (r = t) dikurang satu atau (t – 1), db Blok-

Kolom adalah banyaknya blok atau ulangan (r = t) dikurang satu atau (t – 1), dan
derajat bebas sesatan sama dengan (t – 1) (t – 2).

Analisis varians untuk LS Design memiliki empat sumber keragaman: Blok-Baris,

Blok-Kolom, Grup Perlakuan, dan Sesatan, sehingga tabel analisis variansnya (ANOVA)
adalah sbb. Kemudian buatlah tabel berikut dan lengkapi isinya!
Sumber db JK RK Fhit
Keragaman
Blok-Baris …….. ……… ……
Blok-Kolom …….. ……… …....
Grup perlakuan …….. ……... …... ……….
Sesatan …….. …….. …...
Total ……… ……...

Analisis varian untuk LSDesign secara lebih cepat dapat digunakan perangkat

lunak R. Siapkan kolom Perlakuan, Blok-Baris, dan Blok-Kolom sebagai factor (memakai

pilihan as.factor() atau factor(), lihat sebelumnya).

Model Matematika dan Syntax R Berbagai Rancangan Lingkungan

Rancangan Rancangan Model Syntax R


Lingkungan Perlakuan Matematis
CRD 𝑦𝑦𝑖𝑖𝑖𝑖 = 𝜇𝜇 + 𝜏𝜏𝑖𝑖 + 𝜖𝜖𝑖𝑖𝑖𝑖 Hasil ~Perlakuan

RCBD
Hasil~Blok +
Satu faktor 𝑦𝑦𝑖𝑖𝑖𝑖 = 𝜇𝜇 + 𝜌𝜌𝑗𝑗 + 𝜏𝜏𝑖𝑖 + 𝜖𝜖𝑖𝑖𝑖𝑖 Perlakuan
LS
Hasil~Kolom + Baris
𝑦𝑦𝑖𝑖𝑖𝑖 = 𝜇𝜇 + 𝜅𝜅𝑘𝑘 + 𝜌𝜌𝑗𝑗 + 𝜏𝜏𝑖𝑖 + 𝜖𝜖𝑖𝑖𝑖𝑖 + Perlakuan

Berikut Skema Rancangan Lingkungan

Gradien lingkungan
CRD
kecil
Rancangan Perlakuan
ANOVA Klasik (Balanced
dan complete) RCBD (satu arah)
Terdapat gradien
lingkungan yang jelas
LS (dua arah)

4. Data hilang (Missing data/unequal sample size/unbalanced)

Data hilang merupakan hal yang dapat atau bahkan sering terjadi dalam suatu

percobaan. Percobaan yang berkaitan dengan organisme/makhluk hidup sangat


rentan dengan data hilang yang diakibatkan, sebagai contoh, unit eksperimen mati
atau hilang, atau unit eksperimen rusak karena faktor alam. Data hilang

mengakibatkan sample size menjadi unequal dan rancangan menjadi unbalanced


sehingga tidak ortogonal lagi.

Data hilang berbeda dengan rancangan tidak lengkap. Data hilang artinya suatu

percobaan dirancang dengan rancangan yang lengkap (complete, balanced, dan

ortogonal), tetapi tidak seluruh perlakuan ataupun kombinasi perlakuan bisa


didapatkan datanya sehingga tidak diketahui nilainya. Sedangkan, rancangan tidak

lengkap terjadi karena keterbatasan bahan ataupun tempat. Contoh rancangan tidak

lengkap seperti, blok tidak lengkap (incomplete block design), lattice design, alpha
design, dsb.

Untuk rancangan CRD satu faktor, data hilang tidak mempengaruhi nilai rerata per

perlakuan maupun penghitungan jumlah kuadrat karena hanya ada satu sumber
ragam yaitu perlakuan. Akan tetapi, data hilang akan mengakibatkan nilai residual

menjadi lebih besar. Lebih lanjut, data hilang bisa mengakibatkan homoskedastisitas

tidak terpenuhi karena varians antar perlakuan menjadi tidak homogen akibat data

hilang.
Ketidakortoganalan mengakibatkan estimate/nilai rerata dan penghitungan

jumlah kuadrat (sum of squares/SS) menjadi berbeda ketika rancangan sudah memiliki
lebih dari satu sumber ragam, seperti, CRD dua faktor, RCBD (satu faktor dan faktorial),
dan split-plot. Ketidakortogonalan juga terjadi pada rancangan percobaan tidak

lengkap seperti incomplete block, lattice design, alpha design, dan rancangan tidak

lengkap lainnya. Dengan demikian, diperlukan metode penghitungan rerata yang lebih

baik, yaitu dengan rerata kuadarat terkecil (Least Squars Mean/LSMEANS) dan untuk
jumlah kuadrat/SS juga terdapat berbagai pilihan.

Dalam praktikum ini, jumlah kuadrat/SS yang sering dipakai adalah SS type I atau

sequential SS. Penghitungan SS ini adalah berurutan. Sebagai contoh, ketika dalam
model dituliskan hasil~blok+perlakuan, maka SS blok akan dihitung terlebih

dahulu (SS blok) dan SS perlakuan dihitung setelah efek blok dihitung (SS perlakuan |

blok). Sebaliknya, ketika model ditulis hasil~perlakuan+blok, maka SS perlakuan


akan dihitung terlebih dahulu (SS perlakuan), kemudian SS blok akan dhitung setelah

efek perlakuan (SS blok | perlakuan). Jika data lengkap, maka penulisan model pada SS
type I tidak akan memberikan hasil berbeda. Khusus untuk CRD, kejadian data hilang

juga tidak berpengaruh terhadap SS Karena walaupun data tidak lengkap karena

bentuk model hanya hasil~perlakuan sehingga penghitungan SS hanya SS

perlakuan.

Namun, hal tersebut tidak berlaku ketika data hilang terjadi pada rancangan CRD

faktorial, RCBD (satu faktor dan faktorial), dan rancangan lainnya. Sebagai contoh,

pada RCBD, model hasil~blok+perlakuan (A), akan memberikan hasil ANOVA

yang berbeda dengan hasil~perlakuan+blok (B), ketika SS yang digunakan

ada SS type I. Pada model A, SS perlakuan akan dihitung setelah efek blok (perlakuan

adjusted dan blok unadjusted) sehingga SS yang benar hanyalah SS perlakuan. Untuk
model B, SS yang benar hanyalah SS blok karena SS blok dihitung setelah efek

perlakuan (SS blok adjusted, SS perlakuan unadjusted). Dengan demikian, penggunaan

SS type I tidak dianjurkan karena urutan faktor pada model berpengaruh dan
menyebabkan hasil yang kurang tepat seandainya salah memasukkan model.
Tipe SS yang sesuai untuk rancangan yang unbalanced dan tidak orthogonal

adalah SS type II. SS type II, akan memberikan hasil yang benar walaupun urutan faktor

dalam model dibolak-balik. SS pada model A maupun model B di atas akan


menghasilkan SS yang sama (adjusted untuk kedua faktor) karena penghitungan SS

type II sebagai berikut.

Jika model A dimasukkan, maka SS type II akan menghitung SS blok setelah efek
perlakuan (SS blok | perlakuan) dan SS perlakuan setelah efek blok (SS perlakuan |

blok). Begitu juga untuk model B sehingga urutan faktor menjadi tidak persoalan. Oleh

karena itu, ketika data unbalanced dan tidak ortogonal, gunakan SS type II.

Satu lagi jenis SS adalah SS type III. SS type III akan berguna ketika dalam model
terdapat interaksi. SS type III tidak akan dibahas lebih lanjut di sini. Yang perlu

ditekankan adalah ketka data balanced, maka SS type I, type II, maupun type III tidak

akan memberikan perbedaan. Akan tetapi, ketika data unbalanced dan tidak ortogonal,
maka SS yang digunakan adalah SS type II. SS type III baru akan digunakan jika ada

interaksi dalam model. Berikut tabel ringkasan jenis SS.

Tipe SS Model Sumber Metode Keterangan


ragam penghitungan
ANOVA
Type I Y~A+B SS A SS A Hanya digunakan jika dan
(sequential) SS B SS B | A hanya jika data lengkap.
Y~B+A SS B SS B Ketika digunakan pada data
SS A SS A | B tak lengkap, SS untuk faktor
Y~A+B+A:B SS A SS A yang masuk pertama akan
SS B SS B | A unadjusted dan hanya SS
untuk faktor yang kedua
SS AB SS AB | SS A | SS B yang adjusted.
Type II Y~B+A SS B SS B | A Gunakan ketika data tidak
(hierarchical) SS A SS A | B lengkap, terutama untuk
Y~A+B SS A SS A | B model yang lebih dari satu
SS B SS B | A faktor (RCBD satu faktor,
Y~A+B+A:B SS A SS A | B lattice satu faktor, blok tidak
SS B SS B | A lengkap satu faktor, dll.)
SS AB SS AB | A | B
Type III Y~A+B+A:B SSA SS A | B | A:B Gunakan ketika data tidak
(marginal) SSB SS B | B | A:B lengkap, terutama untuk
model faktorial dengan
SSAB SS AB | A | B interaksi
Untuk CRD satu faktor, SS manapun tidak memiliki pengaruh walaupun rancangan unbalanced
Skema Rancangan dan SS yang Sesuai

SS Type I, II, III


Rancangan tidak berbeda Tidak ada
lengkap, data pengaruh untuk
lengkap tipe SS, semua
dibuang ke
CRD satu
Rancangan dan residual
faktor
data
Bisa bermasalah
pada
homoskedastisitas
Rancangan
ataupun data
tidak lengkap RCBD, LS, lattice SS type II

CRD dan RCBD


dengan interaksi, SS type III
split-plot
Acara 5: Uji Post-hoc dan Kontras Ortogonal

Tujuan:  Melakukan perbandingan antarrerata


 Melakukan kontras orthogonal dan kontras polinomial
 Mengenal transformasi data

Uji Lanjutan Pembandingan Antarrerata

Pembandingan antarrerata posthoc

Pembandingan antarrerata yang tidak direncanakan sebelumnya dikenal sebagai


pembandingan antarrerata posthoc. Pembandingan ini tidak terstruktur, hanya berdasarkan
pasangan-pasangan rerata. Untuk tujuan ini tersedia sejumlah metode, tetapi dasar semua

metode adalah sama, yaitu dua perlakuan atau populasi berbeda reratanya jika selisih rerata
contohnya melebihi suatu nilai tertentu, disebut nilai kritis. Berdasarkan cara mendapatkan

nilai kritis ini muncul bermacam metode. Untuk latihan, gunakan data CRD dan RCBD.
Perangkat lunak R melalui library (agricolae) dapat mendukung sebagian besar

pembandingan antarrerata di atas. Untuk contoh data CRD dan RCBD, nama peubah dihitung
adalah hasil dan nama peubah pengelompok adalah perlakuan. Sebelum memanggil package

yang sesuai, perlu dilakukan analisis varians terlebih dahulu. Selanjutnya dimasukkan beberapa

parameter yang diambil dari analisis varians tersebut. Dalam acara praktikum berikut, hanya

BNT-Fisher, BNJ-Tukey, dan Uji Duncan yang dipraktikkan. Uji pembandingan rerata yang lain
dapat Anda coba sebagai tugas yang wajib Anda kumpulkan pada pertemuan berikutnya.
Memilih metode pembandingan antarrerata yang tepat adalah memilih satu metode yang

memberikan hasil yang dapat menjawab hipotesis awal. Idealnya, anda merencanakan

metode sebelum penelitian dilakukan, bukan setelah mendapatkan data!

a. Beda Nyata Terkecil (BNT) atau Least Significant Difference (LSD)

Pada dasarnya, metode ini serupa dengan uji-t untuk dua rerata dari cuplikan
independen dengan asumsi varians homogen yang telah kita pelajari pada Acara 1. Uji ini
𝑌𝑌�1 −𝑌𝑌�2
menggunakan distribusi t-Student. Kita menghitung 𝑡𝑡ℎ𝑖𝑖𝑖𝑖 = . H0 ditolak jika thit > ttabel.
𝑠𝑠𝑌𝑌
� 1 −𝑌𝑌
�2

Jadi, H0 ditolak jika Y1 − Y2 > 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 . 𝑠𝑠𝑌𝑌�1 −𝑌𝑌�2 ; nilai suku kanan disebut batas kritis BNT. H0

ditolak apabila selisih kedua rerata melebihi batas kritis BNT. Perhatikanlah bahwa di bawah

asumsi kedua varians rerata homogen sehingga varians selisih kedua rerata dapat
digabungkan, 𝑠𝑠2 𝑌𝑌�1 −𝑌𝑌�2 = 𝐾𝐾𝐾𝐾𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 � + � = dengan r merupakan rerata harmonik r1 dan
1 1 2𝐾𝐾𝐾𝐾𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑟𝑟1 𝑟𝑟2 𝑟𝑟

r2. Batas kritis BNT mengalikan varians selisih rerata dengan ttabel dua sisi, memakai derajat
bebas sesatan pada analisis varians.

BNT-Fisher. Fisher menasehatkan agar metode ini digunakan hanya apabila hasil analisis
varians menolak hipotesis nol dan pembandingan tidak dilakukan untuk seluruh

pembandingan yang mungkin.

BNT-Bonferroni. Bonferroni menyarankan agar ttabel tidak diperoleh dengan α dibagi 2,


tapi dibagi 2k, karena semula hanya ada satu perbandingan antara dua perlakuan, tetapi

t 
perbandingannya akan sebanyak k =   untuk t perlakuan. Dengan ketentuan ini, BNT
 2
dimungkinkan untuk pembandingan keseluruhan set pasangan.

BNT-Dunnett. Apabila pembandingan selalu ke salah satu perlakuan acuan, biasanya

berupa kontrol atau pembanding, Dunnett mengajukan metode ini. Batas kritisnya mirip

dengan BNT tetapi tidak menggunakan distribusi t-Student melainkan distribusi Dunnett
(dapat dilihat pada Daftar Tabel Statistika).

b. Beda Nyata Jujur (BNJ) atau Honestly Significant Difference (HSD)

Metode ini disebut juga metode Tukey. Di sini, batas kritisnya disebut sebagai batas kritis

BNJ. Nilai tabel diperoleh dari tabel Tukey atau “Titik Persentil Atas dari Kisaran Ter-
Student-kan” yang nilainya ditentukan oleh taraf nyata (alpha), derajat bebas Sesatan, dan

banyaknya grup perlakuan. Selain itu, pengali tidak menggunakan varians selisih rerata

melainkan varians rerata (artinya tidak dikalikan 2 dan KTSes dibagi langsung dengan rerata
harmonik banyaknya data tiap grup perlakuan). Jika tidak terdapat tabel Tukey, kita dapat
menghitung nilai tabelnya menggunakan perangkat lunak R, dengan perintah qtukey((1-

alpha), banyakperlakuan, lower.tail=T, df=dbSes. Argumen banyakperlakuan adalah

banyaknya perlakuan yang dibandingkan dan dbSes adalah derajat bebas Sesatan.

c. Metode Scheffé

Perbandingan dua perlakuan merupakan bentuk khusus perbandingan yang secara umum

merupakan suatu kombinasi linear, dilambangkan dengan L, yang akan dibicarakan di


bagian berikutnya. Metode Scheffé merupakan metode yang dirancang untuk

perbandingan demikian. Untuk perbandingan sepasang perlakuan, batas kritisnya adalah

− 1)𝐹𝐹𝛼𝛼,(𝑡𝑡−1),𝑣𝑣 . .
2×𝑅𝑅𝑅𝑅𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑆𝑆𝛼𝛼 = � �(𝑡𝑡
𝑟𝑟

d. Uji Duncan atau Duncan’s New Multiple Range Test (DMRT)

Berlainan dengan metode sebelumnya, ada banyak (multiple) batas kritis pada uji Duncan,

karena batas kritis yang dipakai untuk suatu pembandingan tergantung jarak dua rerata
grup perlakuan yang dibandingkan. Dua rerata grup perlakuan yang berdekatan langsung
setelah diurutkan dari terkecil menurut besarnya dikatakan ber”jarak” dua. Jika bersela satu

disebut berjarak tiga; dengan dua penyela disebut berjarak empat, dan seterusnya. Batas
kritis untuk dua perlakuan berjarak p (p = 2, 3, ... , t) adalah LSRp = SSRdbSes,p*√(RKSes/r). Nilai
SSR didapat dari tabel Duncan (silakan lihat Tabel Statistika), yang besarnya tergantung α,

dbSes, dan p. DMRT sebenarnya sudah lama dianjurkan untuk tidak digunakan karena selang

kepercayaan yang beraneka ragam.

e. Uji SNK (Student-Newman-Keuls)

Metode ini merupakan gabungan antara metode Tukey dan Uji Duncan dalam artifak nilai

tabel yang digunakan diambil dari tabel Tukey tetapi batas kritisnya lebih dari satu
tergantung jarak rerata perlakuan yang diperbandingkan seperti halnya DMRT. Batas
kritisnya adalah SNKα= qα, ν,p . sx .

Cara Penyajian Uji Posthoc


Penyajian hasil posthoc dapat dilakukan dengan menggunakan tabel seperti di bawah ini.

Perlakuan Rerata hasil


A 20 a
B 18 a
D 14 b
C 12 b
E 11 b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji HSD-
Tukey (α = 5%).

Cara lain penyajian uji posthoc adalah denga menggunakan grafik. Grafik berisi titik rerata dan

errorbar yang beruapa selang kepercayaan (confidence interval/CI) yang disesuaikan dengan
jenis uji posthoc. Jenis uji akan menentukan lebar errorbar. Di bawah ini adalah uji dengan

errorbar menurut HSD Tukey.

Gambar 1. Peubah hasil di bawah pengaruh perlakuan berdasarkan uji lanjut HSD-Tukey (α = 5%).
Keterangan: angka merupakan rerata dan error bars menunjukkan selang kepercayaan.

Penyajian grafik di atas lebih informatif karena kita dapat melihat lebar selang kepercayaan.
Semakin lebar selang kepercayaan, maka semakin besar error/residual dalam suatu percobaan.

Dua perlakuan akan berbeda nyata jika titik rerata tidak berada pada errorbar perlakuan lain.

Contohnya, titik rerata perlakuan B terdapat di dalam errorbar perlakuan A sehingga kedua

perlakuan tersebut tidak beda nyata. Perlakuan B berbeda nyata dengan perlakuan C, D, dan E
karena titik rerata perlakuan B tidak berada pada errorbar perlakuan C, D, dan E.
Ringkasan tabel uji posthoc disajikan pada tabel berikut.

Posthoc test Batas kritis Ulangan (r) Keterangan


LSD 2 Sama Hanya digunakan ketika
LSD = t α MSE n perlakuan tidak lebih
,df MSE r
dari 3 dan hasil ANOVA
2

Tidak sama
1 1 signifikan
LSD = tα MSE  + 
2
, df MSE
 r1 r2 
Dunnet 2 Sama Hanya digunakan ketika
DLSD = t *α MSE membandingkan
, df MSE r
masing-masing
2

Tidak sama
1 1 perlakuan dengan
DLSD = t *α MSE  + 
2
, df MSE
 r1 r2  kontrol

Tukey MSE Sama Digunakan untuk


w = qα , p,df MSE membandingkan setiap
r
pasangan perlakuan
Tidak sama
MSE  1 1  (pairwise). Untuk n
w = qα , p ,df MSE  + 
2  r1 r2  perlakuan yang besar.
Direkomendasikan
untuk digunakan.
Scheffe 2 Sama Digunakan untuk
SCD = dfTrt Fα ,dfTrt ,dfMSE MSE membandingkan group
r
perlakuan yang tidak
1 1 Tidak sama
SCD = dfTrt Fα ,dfTrt ,df MSE MSE  +  orthogonal. Lebih kritis
 r1 r2  dari HSD
Bonferoni 1 Sama Bonferoni digunkan
tα ( 2C ),n − k MSE untuk jumlah perlakuan
r
yang sangat besar
Tidak sama
tα ( 2C ), n − k
1 1
MSE ( + ) karena semakin banyak
r1 r2 perlakuan, batas kritis
akan semakin besar dan
sulit menolak H0
(semakin konservatif)
DMRT MSE Hanya untuk Tidak disarankan untuk
R p = qα p −1 , p ,df MSE ulangan digunakan karena
r
sama penghitungan selang
SNK MSE Hanya untuk kepercayaan
Wp = qα,(p, MSE df) ulangan inappropriate karena
r
sama batas kritis beraneka
macam
Kontras dan Keortogonalan

Bentuk pembandingan sepasang-sepasang dapat dipandang sebagai berikut.


H0: (1)*μ1 + (–1)*μ2 = 0

Perhatikan koefisien di muka rerata. Jumlahnya adalah nol (1 dijumlah dengan -1

menghasilkan nol). Bentuk pembandingan berkelompok dapat ditulis ulang sebagai berikut.

H0: 2*μ1 + (–1)*μ2 + (–1)*μ3 = 0.


Penjumlahan koefisien-koefisien tersebut menghasilkan nol pula. Koefisien-koefisien

yang menjumlah dan menghasilkan nol disebut sebagai koefisien kontras. Pembandingan yang

menggunakan koefisien kontras disebut kontras. Dua kontras disebut saling ortogonal bila

penjumlahan terhadap hasil kali (sum of products) koefisien-koefisien yang bersesuaian adalah
nol. Jadi, mengambil contoh seri hipotesis nol kita di atas, kontras μ1 = μ2 vs. kontras μ2 = μ3
tidaklah saling ortogonal sebagaimana terlihat di tabel berikut.

Hipotesis nol c1 c2 c3 jumlah


μ1 – μ2 = 0 1 –1 0 0
μ2 – μ3 = 0 0 1 –1 0
Perkalian 0 –1 0 –1

Sebaliknya, kontras μ1 – (μ2 + μ3)/2 = 0 vs. kontras μ2 = μ3 saling ortogonal:


Hipotesis nol c1 c2 c3 jumlah
μ1 – (μ2 + μ3)/2 = 0 1 –0.5 –0.5 0
μ2 – μ3 = 0 0 1 –1 0
Perkalian 0 –0.5 0.5 0

Perhatikan baik-baik, bagaimana kontras yang saling ortogonal dapat timbul. Secara

umum, pembandingan tiap rerata sepasang-sepasang tidak menghasilkan kontras-kontras

yang saling ortogonal, sedangkan pembandingan rerata grup secara berkelompok dapat

menghasilkan kontras-kontras yang saling ortogonal.


Sebagai ilustrasi, suatu penelitian dengan ulangan sama mengenai pemberantasan lumut

pada perdu teh, menguji perlakuan sebagai berikut: kerik lumut, disemprot glifosat, disemprot

fentin-asetat, disemprot bentiokarp, dan tidak diapa-apakan sebagai kontrol. Rerata populasi

lima perlakuan dilambangkan dengan µ1, µ2, µ3, µ4, dan µ5. Perhatikan bahwa perlakuannya
adalah perlakuan kualitatif!

µ1 + µ 2 + µ 3 + µ 4
H0: = µ 5 menguji manfaat pemberantasan lumut.
4
µ2 + µ3 + µ4
H0: = µ1 menguji seberapa efektif pemberantasan kimia dibanding dengan cara
3
manual.

µ2 + µ4
H0: = µ 3 dibuat untuk membandingkan herbisida non-asam versus asam.
2
H0: μ2=μ4, yaitu apakah dua herbisida non-asam yang diujikan berbeda. Perhatikan bahwa lima

perlakuan yang diuji disini dapat digolong-golongkan, seperti golongan perlakuan dengan
dan tanpa pengendalian lumut, golongan perlakuan dimana pengendalian lumut dilakukan

secara manual dan secara kimiawi. Jadi, perlakuannya berstruktur.


Percobaan dengan perlakuan berstruktur hampir selalu menghasilkan penelitian yang baik

nalarnya, karena itu pikirkan baik-baik grup-grup perlakuan yang diberikan pada saat
merancang penelitian. Buatlah tabel seperti di atas pada MSExcel anda dan berikan koefisien

kontras untuk masing-masing hipotesis. Tunjukkan bahwa setiap pasang kontras tersebut

saling ortogonal.

R mampu membantu dalam menemukan koefisien yang kontras dan ortogonal. Ikuti
perintah berikut dan pahami keluaran yang muncul! Keterangan: x adalah banyaknya grup

perlakuan dengan perintah contr.helmert(x). Untuk menguji apakah kontras dan

saling ortogonal, silakan ikuti perintah berikut.


> apply(namauji,2,sum)
> crossprod (namauji)
> contr.helmert (x, contrasts=F)

No. kontras Hipotesis nol c1 c2 c3 c4 c5 jumlah


1
2
3
4
Catatan: c1 adalah koefisien untuk μ1 dst.

Jika terdapat lima perlakuan, maka dapat dibentuk maksimum 4 (atau t–1) kontras-
kontras yang saling ortogonal. Pembentukan kontras ortogonal seperti di atas disebut helmert,

yaitu dengan membagi menjadi dua kelompok secara bertahap. Cara lain adalah faktorial,

yang akan dibahas kelak. Kontras ortogonal dapat disisipkan ke dalam analisis varians, karena
jumlah kuadratnya akan menjumlah menjadi jumlah kuadrat grup perlakuan. Berikut adalah

data derajat banyaknya lumut (Y) akibat perlakuan herbisida di atas.


Polinom Ortogonal

Untuk perlakuan kuantitatif, jika ulangan dan selang antargrup perlakuannya sama,
analisis kecenderungan yang saling ortogonal dapat dengan mudah dilakukan.

“Kecenderungan” di sini maksudnya adalah kecenderungan fungsi polinom, apakah

hubungannya regresi garis lurus, kuadratik, kubik, atau lebih tinggi lagi. Seperti halnya

dengan kontras ortogonal, dimungkinkan ada t–1 kontras dengan derajad bebas satu.
Konstantanya kebanyakan telah tersedia pada buku acuan, dan harus dihitung sendiri jika

selang antargrup perlakuannya tidak sama, atau ulangannya tidak sama, atau keduanya.

Polinom ortogonal sebenarnya merupakan regresi dengan model polinomial. Hanya saja

pada polinom ortogonal pengerjaan dilakukan dua kali, yaitu, membuat ANOVA terlebih
dahulu, kemudian memasukkan nilai polinom ortogonal. Pada praktikum ini akan

ditunjukkan bahawa polinom ortogonal sama dengan regresi polinomial.

Menggunakan data berikut, dapat dilakukan analisis kecenderungan:

Blok
Dosis N (ku/ha) Total
1 2 3
0 3 11 10
1 13 16 13
2 19 21 20
3 17 16 21

Koefisien untuk n grup perlakuan dan selang grup antarperlakuannya sama, maka dapat
dicari dengan baris perintah contr.poly (n). Koefisien untuk n grup perlakuan dengan

masing-masing grup perlakuan (y1, y2, ..., yn) teridentifikasi memiliki selang yang berbeda,
maka dapat dicari dengan baris perintah contr.poly (n,c(y1,y2,...,yn))

Arti koefisien yang muncul adalah L untuk Linear, Q untuk Kuadratik, dan C untuk Kubik,

^4 untuk Kuartik, dan seterusnya. Setelah mendapatkan koefisien, lakukanlah analisis


varians seperti pada kontras ortogonal! Tentukan mana kontras yang signifikan!

Penyajian grafik dapat dikerjakan dengan MsExcel sehingga muncul seperti pada grafik

di bawah ini. Perhatikan kedua grafik! Berdasarkan hasil uji lanjut dengan diketahui bahwa
terdapat kecenderungan linier dan kuadratik (terdapat tanda signifikansi, cek!). Kesimpulan

mengenai hubungan kecenderungan apa yang tepat antara kedua peubah dapat

ditentukan berdasarkan hipotesis yang ditegakkan sebelumnya atau dengan melihat

keadaan unit percobaan (kecenderungan data) di lapangan.


Transformasi data
Apabila asumsi kehomogenan varians atau keaditifan ternyata tidak terpenuhi (melalui hasil

uji-ujinya), hasil analisis varians rendah keabsahannya. Dalam acara sebelumnya dinyatakan

bahwa dapat dilakukan analisis varians untuk situasi varians-varians tidak homogen atau

melakukan analisis non-parametrik. Pilihan lainnya adalah transformasi data.


Transformasi data adalah mengubah skala data kita melalui formula tertentu agar layak

untuk dianalisis varians dan hasilnya valid. Tentu saja, ketika melaporkan hasil analisis, data

aslilah yang disajikan, tetapi diberi catatan bahwa datanya diolah dalam bentuk transformasi

tertentu. Transformasi data dilakukan apabila:


1) datanya mengikuti distribusi eksponensial,

2) model multiplikatif berlaku (seperti hasil uji Tukey untuk ketakaditifan di atas)

3) tidak homogennya varians ternyata terkait dengan reratanya.


Dengan demikian dikenal bermacam transformasi:

a. Transformasi logaritma untuk data eksponensial.

Data yang distribusinya eksponensial, seperti data jumlah telur serangga yang menge-

lompok, bentuk logaritmanya akan mengikuti distribusi normal.


b. Transformasi agar data mengikuti model saling jumlah

Data yang mengikuti model saling kali, bentuk logaritmanya akan mengikuti model saling

jumlah. Data yang tidak mengikuti model saling jumlah berdasar uji saling jumlah Tukey

ditransformasi dengan mempergunakan koefisien regresinya (datanya dikalikan dengan


koef. regresinya).

c. Transformasi agar data mempunyai varian yang stabil (tidak tergantung reratanya).
Melakukan transformasi data (variance-stabilizing)

Transformasi data dilakukan karena asumsi ANOVA yang tidak terpenuhi karena tidak
dipenuhinya asumsi homoskedastisitas varians. Untuk tetap menggunakan ANOVA, maka data

harus ditrasnformasi agar variansnya menjadi “stabil” sehingga asumsi homoskedastisitas

terpenuhi. Transformasi data sebenarnya tidak selalu menyelesaikan masalah karena belum

tentu dapat menstabilkan varians. Cara yang dianjurkan sebenarnya menggunakan metode
lain seperti generalised linear model ataupun linear mixed model. Namun, kedua metode

tersebut tidak akan dibahas di sini. Data yang memerlukan transformasi adalah data berupa

cacah/hitungan, proporsi, atau dengan kata lain data yang rerata dan variansnya tidak saling

independen. Pada ada yang mengikuti distribusi normal rerata dan variansnya saling
independen N~(0,σ2).
Data hitungan (cacah atau count) yang bernilai kecil (dekat dengan nol) biasanya memiliki

distribusi Poisson, bukan normal, sehingga variansnya sering kali berasosiasi dengan

reratanya. Transformasi √𝑌𝑌 atau √𝑌𝑌 + 𝐶𝐶, C konstanta, dapat membantu menjadikan data
berdistribusi mendekati normal. C dimunculkan bila ada data yang bernilai 0.
Data turunan yang menggunakan fungsi perkalian (misalnya luas permukaan yang diduga
dari diameter) berpotensi berdistribusi eksponensial, sehingga akar variansnya berasosiasi

dengan rerata. Transformasi logaritma, log(Y) atau log(Y + C) dengan C suatu konstanta, dapat

membantu menstabilkan sebaran data. Basis logaritma biasanya 10 namun dapat dipilih sesuai

dengan keperluan.
Data berdistribusi binom dapat muncul pada data yang batas atas dan bawahnya diketahui,

seperti data fraksi (antara 0 dan 1), termasuk dalam bentuk persentase, dan data skor. Nilai-

nilai yang mendekati batas tepi mudah terpengaruh oleh distribusi ini. Apabila terdapat data
“perbatasan” seperti ini, transformasi sin-1√𝑌𝑌 + 𝐶𝐶 atau arcsin√𝑌𝑌 + 𝐶𝐶 dapat membantu
membuat distribusi mendekati normal. Sebenarnya, masih banyak transformasi data yang lain

seperti Box-Cox transformation, negative binomial trasnformation, dsb. Namun, ketiga

trasnformasi di atas adalah yang paling sering digunakan.


Untuk berlatih, lakukan transformasi terhadap dua set data sebelumnya. Anda dapat
memasukkan fungsi di MSExcel, lalu membuat berkas data baru. Fungsi di MsExcel yang

digunakan yaitu =LOG( ), =SQRT( ), dan =ASIN( ). Setelah data ditransformasi, lakukan analisis

terhadap data baru sesuai dengan rancangan yang telah dibuat.


Dengan menggunakan R, transformasi di atas dapat dibuat dengan cara sebagai berikut.
Varlog <- log10(namavar)#transformasi log10
Varroot <- sqrt(namavar) #transformasi akar
Varasin <-(sqrt(namavar/100))) #transformasi arcsin

Berikut ringkasan transformasi data.

Nama transformasi Hubungan rerata dan Cara transformasi


varians
Log 𝜎𝜎 2 ≅ 𝑘𝑘𝜇𝜇2 log(𝑦𝑦)

Arcsin 𝜎𝜎 2 ≅ 𝑘𝑘𝑘𝑘(1 − 𝜇𝜇) arcsin√y


Distribusi Binomial

Square root 𝜎𝜎 2 ≅ 𝑘𝑘𝑘𝑘 √𝑦𝑦


Distribusi Poisson

Skema Uji Posthoc dan Kontras Ortogonal

ANOVA
Uji posthoc
signifikan
Tidak
terstruktur
ANOVA tidak
Stop
Kualitatif signifikan
Struktur perlakuan

Kontras
Terstruktur
orthogonal

Regresi
Satu langkah
(polinomial)
Kuantitatif
ANOVA Polinom
Dua langkah
signifikan ortogonal
© Lab. Pemuliaan Tanaman (Ruang Fischer)
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada
Ruang 1.08, Gedung A2 a Lantai 1, Jalan Flora no. 1 Bulaksumur Yogyakarta 55281
Telp: (0274) 563062 ext. 32109, E-mail: labbiometri@outlook.com

Anda mungkin juga menyukai