Anda di halaman 1dari 25

KERAGAMAN GENETIK DAN POTENSI PENGEMBANGAN KECIPIR

(Psophocarpus tetragonolobus L.) di INDONESIA

PAPER

OLEH :

DIMAS SEBASTIAN MANIHURUK

180301109

AGROTEKNOLOGI II B

LABORATORIUM DASAR PEMULIAAN TANAMAN

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

F A K U L T A S P E R T A N I A N

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019
KERAGAMAN GENETIK DAN POTENSI PENGEMBANGAN KECIPIR

(Psophocarpus tetragonolobus L.) di INDONESIA

PAPER

OLEH :

DIMAS SEBASTIAN MANIHURUK


180301109
AGROTEKNOLOGI II B

Paper Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Komponen Penilaian di


Laboratorium Budidaya Tanaman - Unit Dasar Agronomi Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh :
Asisten Koordinator

(Muhammad Juan Ilyas)


NIM.150301106

Diperiksa oleh : Diperiksa oleh :


Asisten Korektor I Asisten Korektor II

(Silvy Vionita) (Isma Lestari)


NIM. 150301044 NIM. 150301117

LABORATORIUM DASAR PEMULIAAN TANAMAN

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

F A K U L T A S P E R T A N I A N

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan paper ini tepat pada

waktunya.

Adapun judul dari paper ini adalah “Keragaman Genetik dan Potensi

Pengembangan Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.) Di Indonesia” yang

merupakan salah satu syarat untuk memenuhi komponen penilaian di

Laboratorium Dasar Pemuliaan Tanaman Program Studi Agroteknologi Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kepada Dosen

Penanggung Jawab Mata Kuliah Dasar Pemuliaan Tanaman yaitu

Ir. Eva Sartini Bayu, M.P ; Prof. Rosmayati ; Dr. Diana Sofia Hanafiah, S.P.,MP ;

Dr. Khairunnissa Lubis, S.P., M.P ; Ir. Revandy Iskandar Muda Damanik, M.Sc.

Ph.D; Ir. Emmy Harso Khardinata, M. Sc; Lutfi Aziz Mahmud Siregar, S.P.,

M.Sc., Ph.D serta abang kakak asisten yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan paper ini.

Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan paper ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga paper ini

bermanfaat.

Medan, 20 Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………ii

PENDAHULUAN

Latar Belakang………………………………………………………….1

Tujuan Penulisan……………………………………………………….. 2

Kegunaan Penulisan……………………………………………………. 3

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.)………….4

Syarat Tumbuh…………………………………………………………6

Iklim………………………………………………………….6

Tanah…………………………………………………………7

KERAGAMAN GENETIK DAN POTENSI PENGEMBANGAN KECIPIR

(Psophocarpus tetragonolobus L.) di INDONESIA

Keragaman Genetik Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.)……….9

Potensi Pengembangan Kecipir Di Indonesia…………………………..10

Pengelolaan Plasma Nutfah Kecipir…………………………………….12

Multifungsi Tanaman Kecipir…………………………………………..14

Keragaman Genetik dan Potensi Pengembangan Kecipir

(Psophocarpus tetragonolobus L.) di Indonesia…………………..15

KESIMPULAN………………………………………………………………17

ii
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..18

LAMPIRAN

ii
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di dalam kehidupan di bumi ini terdapat banyak kehidupan. Kehidupan ini

ada karena di dalamnya terdapat banyak suatu kelompok yang beraneka ragam

yang dinamakan makhluk hidup. Makhluk hidup adalah suatu kelompok yang

saling berorganisasi dan saling memiliki ketergantungan satu sama lain baik yang

sejenis maupun berbeda jenis sehingga saling membutuhkan satu sama lain.

Namun, setiap makhluk hidup memiliki keanekaragaman walaupun dalam

kelompok yang sejenis. Contohnya, bila anda memperhatikan teman-teman

sekelas anda, dapat dipastikan tidak ada seorangpun yang persis sama dengan

anda, baik dari penampilan wajah maupun sifat lainnya (Sudjadi, B. 2005).

Setiap makhluk hidup memiliki ciri khas. Ciri khas tersebut ada yang sama

dan ada yang berbeda degan makhluk hidup lain. Berdasarkan persamaan dan

perbedaan yang dimiliki, beberapa jenis makhluk hidup dapat dikelompokkan

menjadi satu kelompok. Perbedaan atau variasi dan persamaan yang tampak di

antara makhluk hidup dalam kelompok itulah yang dijadikan dasar untuk

pembagiannya menjadi beberapa kelompok yang lebih kecil (Anggraini, D. 2015).

Keanekaragam jenis menunjukan seluruh variasi yang terjadi antar spesies

yang masih dalam satu familia. Keanekaragaman hayati tingkat jenis (antar

spesies) lebih mudah diamati daripada keanekaragaman tingkat gen karna

perbedaannya mencolok. Keanekaragaman atau kekayaan jenis dapat diukur

dengan berbagai cara, misalnya dengan indeks keanekaragaman. satu tempat

dikatakan memiliki keanekaragaman jenis tinggi bila memiliki kekayaan jenis

yang merata, misalnya:satu tempat terdapat 3 jenis burung dan satu jenis ular,

1
dianggap secara teksonomi lebih beranekaragam dibanding dengan tempat lain

yang mempunyai 4 jenis burung saja (Sridianti, 2014).

Keanekaragaman gen adalah keanekaragaman individu dalam satu jenis

mahluk hidup. Setiap organisme dikendalikan oleh sepasang factor keturuna

(gen). Keanekaragaman tingkat ini dapat ditunjukan dengqan adanya variasi

dalam satu jenis. Variasi mahluk hidup dapat terjadi akibat perkawinan sehingga

susunan gen keturunannya berbeda dari susunan gen induknya . selain itu, variasi

mahluk hidup dapat pula terjadi karena interaksi gen dengan lingkungan (Fadlin,

R. 2012).

Keragaman sifat individu setiap populasi tanaman tersebut dinamakan

variabilitas. Manfaat variabilitas dalam pemuliaan tanaman adalah akan

menentukan keberhasilan program pemuliaan tanaman. Sebagai contoh bila

kitahendak mengadakan pemuliaan tanaman untuk mendapatkan suatu varietas

baru berproduksi tinggi, maka sebagai populasi dasar (populasi awal) haruslah

mempunyai variabilitas besar dengan rata-rata produksi yang relatif tinggi pula.

Keragaman dapat juga diartikan sebagai perbedaan yang dimiliki oleh setiap

tanaman berdasarkan sifat yang dimiliki tanaman tersebut (Hanafi, D. 2011).

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui keragaaman

genetic pada tanaman kecipir, untuk mengetahui potensi pengembangan kecipir di

Indonesia.

2
Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai salah satu syarat untuk

memenuhi komponen penilaian di Laboratorium Dasar Pemuliaan Tanaman

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3
TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.)

Berikut ini adalah klasifikasi menurut (Anto, R. 2011) tumbuhan kecipir

secara ilmiah :

Kindom : Plantae

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae

Subfamily : Faboideae

Genus : Psophocarpus

Species : P. tetragonolobus

Batang yang dimiliki oleh setiap tanaman berbeda – beda termasuk juga

kecipir. Tanaman kecipir ini memiliki batang berwarna hijau dan tidak memiliki

kayu. Batang tersebut berbentuk silindris dan beruas – ruas. Biasanya panjang

batang pada kecipir sekitar 4 meter. Batang tanaman kecipir ini merambat

sehingga terkadang harus di beri penyangga (Andre, L. 2016).

Daun yang dimiliki oleh tanaman kecipir berwarna hijau dan termasuk

dalam daun majemuk, yang mana daun tersebut memiliki tiga anak daun yang

berselang-seling. Penumpu daun tersebut memiliki bentuk bundar telur lanset.

Daun tersebut tidak rontok, bentuknya meruncing pada ujungnya. Tulang daun

menyirip dengan tangkai sepanjang 3 – 12 cm dan Rais sepanjang 1,5 – 5,5 cm

(Prayoga, A. 2014).

4
Warna bunga kecipir adalah hijau hingga merah keunguan gelap. Bunga

tersebut memiliki 2 kelamin. Tangkainya memilki panjang sekitar 5 cm. Memiliki

Kelopak demam tabung sepanjang 4 – 6 mm. Warna mahkota bunganya baru, biru

pucat, kemerah – merahan maupun krem. Benderanya berbentuk hampir bundar

atau lonjong panjang dengan ukuran sekitar 4 cm X 3,5 cm. Bunga kecipir

termasuk dalam tipe kupu – kupu dengan karangan berisikan 2 – 10

kuntum tumbuh dari ketika daun. Tangkai karangan bunga tersebut berukuran 5 –

15 cm sedangkan rangkisnya sekitar 1 – 10 cm. Bunga pada kecipir agak berbulu

(Andre, L. 2016)

Buah pada kecipir memilki warna hijau ketika masih berusia muda dan

akan berwarna hitam ketika tua atau kering. Biasanya biji pada setiap buah

terdapat 5 – 21 butir polong. Polong tersebut berbentuk garis atau lonjong

memanjang, memiliki bentuk segi empat beringgit dengan sudut bersayap,

ukurannya 6 – 40 cm x 2 – 3,5 cm. Biji kecipir / polong memiliki bentuk bulat

yang diameternya sekitar 5 – 10 mm. Warna polong kuning, cokelat, cokelat

kehitaman, kadang memiliki bintik, kadang putih berbintik. Polong – polong

tersebut dapat di panen mulai umurnya 3 bulan hingga 1 tahun (Prayoga, A. 2014)

Akar yang dimiliki oleh tanaman kecipir banyak yang panjang, kadang

akar tersebut menjalar di dekat permukaan tanah, ada juga akar yang menebal

kemudian membentuk umbi. Umbi tersebut di masak dan di konsumsi, biasanya

umbi tersebut dapat di panen ketika usianya sekitar 7 – 8 bulan (Andre, L. 2016).

5
Syarat Tumbuh

Iklim

Kecipir cocok ditanam di negara kita. Daerah dataran rendah hingga

dataran tinggi (sampai ketinggian 1.600 m dpl) dapat ditanami. Jenis tanah tak

menjadi masalah. Kecipir bisa hidup di tanah dengan bahan organik rendah,

lempung, berpasir, maupun tanah kering. Daya tahan kecipir terhadap kekeringan

juga baik (Prayoga, A. 2014)

Tanaman Kecipir dapat tumbuh dengan baik sepanjang tahun pada daerah

berhawa panas dan sedang dengan temperatur sekitar 15°C hingga 32°C.

Tanaman kecipir dapat tumbuh pada daerah dataran rendah hingga ketinggian

2000 mdpl. Kondisi tanah yang baik untuki menanam kecipir ini yaitu tanah yang

memiliki kandungan bahan organik yang rendah, memiliki struktur berbasir atau

lempung. Tanaman kecipir ini dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang subuh

ataupun tanah yang kurus karena tanaman ini tahan terhadap kekeringan

(Bambang, S. 2015)

Upaya pengembangan kecipir di Indonesia terbuka lebar karena tanaman

ini merupakan tanaman tropis. Kecipir dapat ditanam di dataran rendah maupun

dataran tinggi hingga ketinggian 2.000 m dpl. Iklim yang sesuai adalah iklim

kering dengan suhu udara 15-32°C, kelembapan udara 50-90%, pH tanah 5,50-

6,50, curah hujan tahunan 2.500 mm, dan sinar matahari penuh (Krisnawati, A.

2014)

Kecipir dapat hidup pada tanah dengan bahan organik rendah, tanah

berlempung, berpasir, dan tanah kering. Tanaman ini juga memiliki toleransi yang

6
baik terhadap kekeringan sehingga berpeluang dikembangkan pada musim

kemarau di daerah beriklim kering (Danny, C. 2016)

Tanah

Budidaya keciir tidak memerlukan pengolahan tanah yang intensif. Namun

persiapan lahan yang tepat dapat menghasilkan kualitas keciir yang baik. Kecipir

dapat dibudidayakan di pekarangan rumah atau pada lahan pertanian (Nyoman, I.

2014).

Sebelum benih di tanam lakukan pengolahan tanah terlebih dahulu hingga

tanah gembur. Beri pupuk kandang pada tanah, kemudian buat lahan menjadi

guludan-guludan. Lebar guludan 20 cm dan panjangnya 2-4 m atau sesuai dengan

panjang lahan yang hendak ditanami. Antarguludan dibuat parit kecil. Jarak antar

guludan bisa dikira-kira. Tak perlu lebar asal bisa dilewati manusia saja. Setiap

guludan nantinya hanya dibuat menjadi satu baris tanaman. Lubang tanam dibuat

dengan tugal. Jaraknya 25-35 cm dengan posisi di tengah-tengah guludan.

Masukkan 2-3 biji ke setiap lubang Waktu yang tepat untuk menanam kecipir

ialah di awal musim hujan. Namun, bila terpaksa akhir musim hujan juga dapat

dilakukan (Prayoga, A. 2014)

Tanaman kecipir diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-17.

Namun, hingga kini kecipir belum dibudidayakan secara meluas, hanya sebagai

tanaman pagar sehingga belum diketahui luas pertanamannya, potensi hasilnya

maupun keuntungan dari budi daya kecipir. Hal ini berbeda dengan di negara lain

yang telah membudidayakan kecipir secara komersial, seperti Myanmar dan

Nigeria, dengan potensi hasil 35,50 40 t polong muda/ha atau setara dengan 4,50

t biji kering/ha (Krisnawati, A. 2010).

7
Jarak tanam yang diperlukan adalah 20 cm x 20 cm dalam barisan dan

diberi pupuk kandang 2 kg/lubag tanam. Kecipir merupakan tanaman yang

merambat sehingga pada saat mulai keluar sulur harus disiapkan tiang bambu

berbentuk teralis dengan jarak antar tiang 1.5 – 2 m, bagian tengah tiang diberi

bambu atau kawat untuk merambatkan tanaman (Nyoman, I. 2014).

Perbanyakan kecipir menggunakan biji. Karena kulit bijinya sangat keras,

maka sebelum ditanam biasanya biji direndam dalam air hangat lalu kulitnya

dipotong sedikit untuk memudahkan air meresap ke dalam biji. Benih kecipir

ditanam 2 benih/lubang (Pranoto, 2012).

8
KERAGAMAN GENETIK DAN POTENSI PENGEMBANGAN KECIPIR

(Psophocarpus tetragonolobus L.) di INDONESIA

Keragaman Genetik Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.)

Pusat asal-usul kecipir diperkirakan terdapat di Papua Nugini, Mauritius,

Madagaskar, dan India, sedangkan pusat keanekaragaman genetik terbesar berada

di Papua Nugini dan Indonesia. Kecipir telah lama dibudidayakan di Asia

Tenggara dan Asia Selatan, meliputi India, Sri Lanka, Bangladesh, Myanmar,

Malaysia, Thailand, Laos, Kamboja, Filipina, dan Indonesia. Thailand dan

Bangladesh merupakan dua negara yang memiliki varietas kecipir paling banyak

(Nyoman, I. 2014).

Kecipir merupakan tanaman pagar yang penting di Papua Nugini, dan

memiliki daya jual tinggi di daerah dataran tinggi. Banyaknya jumlah varietas dan

penggunaannya pada upacara adat mengindikasikan bahwa kecipir telah

berabadabad dibudidayakan di negara tetangga tersebut. Pemanfaatan umbi

kecipir dengan teknik budi daya maju telah dilakukan di Myanmar. Di India,

tanaman ini diperkenalkan pada tahun 1799 dan hanya dibudidayakan di daerah

Tripura, Assam, dan kawasan daerah selatan lainnya. Saat ini, petani di hampir

semua negara tersebut menanam kecipir di sepanjang pematang sawah atau

sebagai tanaman pagar di sekeliling rumah (Sahu 2002).

Di Indonesia, kecipir dikenal dengan beberapa nama, yaitu kacang botol

atau kacang belingbing (Sumatera), jaat (bahasa Sunda), kelongkang (bahasa

Bali), dan biraro (Ternate). Di beberapa negara, kecipir dikenal dengan nama goa

bean, winged bean, four angled bean (Inggris), dambala (bahasa Sinhala, Sri

9
Lanka), kacang botol (Malaysia), sigarillas (bahasa Tagalog, Filipina), sirahu

avarai (bahasa Tamil), dan tua phoo (Thailand) (Burkill, 2015).

Plasma nutfah kecipir di berbagai belahan Asia memiliki keragaman sifat

agronomis pada karakter ukuran dan bentuk daun, warna bunga, ukuran dan warna

polong, ukuran dan tekstur permukaan sayap, warna dan bentuk biji, ukuran umbi,

dan warna batang. Sementara itu, ragam sifat fisiologisnya meliputi waktu yang

dibutuhkan biji untuk berkecambah, umur berbunga, umur masak, dan lama

pembentukan umbi. Variasi juga ditemukan pada kandungan protein, minyak, dan

nutrisi lainnya pada biji dan tanaman (Bostid, 2001).

IBPGR (1979) melaporkan bahwa koleksi aksesi kecipir terbanyak

terdapat di Thailand, yakni mencapai 500 aksesi, diikuti oleh Bangladesh dengan

200 aksesi. Ragam kecipir di Indonesia cukup banyak dan diperkirakan tidak

kurang dari 100 aksesi, namun hingga kini belum dilakukan koleksi. Mengingat

banyaknya manfaat kecipir maka eksplorasi kecipir di Indonesia perlu dilakukan

(Nyoman, I. 2014).

Potensi Pengembangan Kecipir Di Indonesia

Indonesia adalah pusat keragaman kecipir, dan mengingat potensinya yang

begitu besar maka perlu langkah-langkah untuk evaluasi keragaman sehingga

potensi yang ada dapat dimanfaatkan dengan baik. Keberadaan kecipir di berbagai

wilayah Indonesia dengan nama daerah masingmasing menunjukkan bahwa

kecipir sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat. Dijumpai keragaman yang

tinggi pada jenis yang dijumpai di daerah-daerah tersebut yaitu pada karakter

pertumbuhan tanaman, bentuk helai daun, warna bunga, warna sayap polong,

bentuk polong, sampai warna biji tua (Hayati, A. 2016).

10
Pengelolaan plasma nutfah tanaman meliputi eksplorasi, konservasi,

rejuvinasi, karakterisasi, dan diakhiri dengan evaluasi. Kegiatan karakterisasi

aksesi plasma nutfah memerlukan pembakuan pemertela (daftar deskriptor) yang

mencakup sifat kualitatif dan kuantitatif. Sifat kualitatif merupakan hasil

observasi terhadap karakter yang bersifat kualitatif, seperti warna bunga, warna

daun, dan bentuk daun. Oleh karena itu, pada kelompok sifat kualitatif dikenal

adanya kategori-kategori sifat dari suatu deskriptor. Sifat kuantitatif adalah sifat

yang merupakan hasil pengukuran secara kuantitatif, seperti tinggi tanaman,

panjang daun, umur panen, dan diameter bunga (Kurniawan et al. 2006).

Keberadaan tanaman kecipir tersebar di wilayah Indonesia. Ini bisa dilihat

dari nama-nama lokal kecipir yang muncul di berbagai daerah. Di Jawa Barat

sendiri, kecipir banyak dijumpai di daerah Sumedang, Garut, Kuningan, Bandung,

Bandung Barat, Sukabumi, Cianjur, dan Majalengka. Jenis yang dijumpai di

daerah-daerah tersebut bervariasi, mulai dari pertumbuhan tanaman, bentuk helai

daun, warna bunga, warna sayap polong, bentuk polong, sampai warna biji tua

(Handayani, T. 2013)

Sebagai salah satu kekayaan hayati Indonesia, tanaman kecipir hamper tak

terberdayakan bahkan hamper terlupakan di masyarakat. Hal ini disebabkan

tanaman ini tidak dibudidayakan secara luas dan masih dilakukan secara

tradisional. Pada umumnya kecipir ditanam sebagai tanaman pekarangan dan

pemanfaatannya sebatas pada konsumsi rumah tangga. Dibeberapa Negara seperti

Thailand, Srilanka, Malaysia, dan Philipina sebagaimana dilaporkan oleh Okubo

1993, kecipir dijual secara luas di pasar kecil sampai supermarket, tetapi budidaya

di daerah tersebut juga belum dilakukan secara intensif (Amrul, D. 2015).

11
Kecipir merupakan tanaman semusim tetapi umumnya dibiarkan menjadi

tahunan dengan cara dipangkas. Tanaman ini mampu tumbuh dari dataran rendah

sampai dataran tinggi, dan dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi lingkungan

yang kering. Budidaya kecipir umumnya dilakukan secara tradisional pada areal

yang sempit. Masyarakat menanam kecipir sebagai tanaman pekarangan yang

dibiarkan merambat pada pagar atau tanaman kayu lain (Handayani, T. 2013).

Pengelolaan Plasma Nutfah Tanaman Kecipir

Padahal melihat potensinya, tanaman kecipir ini sangat perlu untuk terus

dikembangkan. Apalagi kemampuan adaptasinya yang luas terutama di daerah

yang kekurangan air, tanaman ini bisa menjadi salah satu alternatif tanaman

daerah kering dan sumber ketahanan cekaman kekeringan. Apabila kondisi di

atas dibiarkan, sangat dimungkinkan pada suatu saat nanti kecipir lokal menjadi

hilang (Amrul, D. 2015).

.Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya penyelamatan, pelestarian dan

pemanfaatan kecipir lokal secara berkelanjutan, baik oleh pihak pemerintah

daerah maupun oleh masyarakat lokal itu sendiri. Ada beberapa cara untuk dapat

menyelamatkan dan melestarikan kecipir lokal ini, yaitu: Sosialisasi dari pihak

pemeritah melalui dinas terkait ataupun lembaga independen mengenai

pentingnya kecipir sebagai sayuran, pangan maupun obat alternatif. Dengan

adanya sosialisasi ini diharapkan kesadaran masyarakat untuk menanam,

memelihara dan mengkonsumsi kecipir tetap terjaga dan meningkat (Handayani,

T. 2013).

Konservasi baik in-situ maupun ex-situ. Konservasi in-situ bisa dilakukan

oleh petani maupun pihak pemerintah daerah dengan cara pemeliharaan tanaman

12
kecipir lokal di pekarangan rumah, di kebun kantor penyuluhan pertanian yang

berada di tiap kecamatan maupun dengan mengembangkan kebun komunitas.

Kebun komunitas dapat dikembangkan baik di daerah pedesaan maupun

perkotaan. Sedangkan konservasi ex-situ dapat dilakukan melalui kerjasama

dengan institusi yang mempunyai fasilitas penyimpanan benih jangka panjang,

seperti balai penelitian. Dengan upaya konservasi ini, diharapkan keberadaan

kecipir lokal dapat terus terjaga dan dimanfaatkan secara berkelanjutan, baik

untuk kepentingan konsumsi pangan maupun sebagai sumber genetik dalam

kegiatan penelitian pemuliaan (Danny, C. 2016).

Melepas kecipir lokal ini sebagai varietas lokal dan mendaftarkan kecipir

varietas lokal ini ke Pusat Perlindungan Varietas Tanaman. Menurut Peraturan

Menteri Pertanian No. 37/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pengujian, Penilaian,

Pelepasan dan Penarikan Varietas, yang dimaksud dengan varietas lokal adalah

varietas yang telah ada dan dibudidayakan secara turun temurun oleh petani, serta

menjadi milik masyarakat dan dikuasai oleh Negara (Amrul, D. 2015).

Upaya-upaya tersebut paling tidak telah mencakup tiga konsep pelestarian

biodiversitas atau keanekaragaman hayati untuk pemanfaatan secara

berkelanjutan, yaitu “Save it, know what it is, and use it sustainably”. Selain itu,

untuk mengungkap lebih jauh lagi mengenai kecipir, diperlukan berbagai

penelitian lanjutan terhadap tanaman ini, mengenai pusat koleksi plasma nutfah,

pemuliaan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas varietas, praktek agronomi,

produksi dan marketing serta perluasan penggunaan (Danny, C. 2016).

13
Multifungsi Tanaman Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.)

Multifungsi lain dari tanaman kecipir adalah sebagai tumbuhan penutup

tanah dan pupuk hijau karena memiliki pertumbuhan yang cepat dan termasuk

sebagai tanaman pengikat nitrogen dari udara yang baik. Dengan demikian, budi

daya kecipir hampir tidak memerlukan pemupukan N. Selain berfungsi sebagai

penyubur tanah, tanaman kecipir berpotensi sebagai bahan pakan ternak, obat, dan

pengendali erosi pada lahan kering (Krisnawati, A. 2014).

Seperti pada kacang-kacangan lain, kecipir juga mengandung zat

antinutrisi, namun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan kedelai. Zat

antinutrisi dalam biji kecipir antara lain adalah tripsin dan kimotripsin inhibitor,

amilase inhibitor, fitohemaglutinin, sianogenik glikosida, dan saponin. Namun

hasil pengkajian menunjukkan, pemasakan dapat menghilangkan zat antinutrisi

tersebut (Farhan, R. 2011).

Adanya peluang pemanfaatan semua bagian tanaman kecipir yang tidak

kalah dengan tanaman kacang-kacangan lain, menyebabkan tanaman ini

selayaknya mendapat perhatian. Kecipir merupakan tanaman pangan multiguna

karena daun, bunga, polong muda, biji, dan umbinya dapat diolah menjadi bahan

makanan kaya zat gizi, yang dapat dikembangkan sebagai pangan fungsional

dalam rangka mendukung penganekaragaman pangan masyarakat. Kecipir dapat

ditanam sebagai tanaman tunggal atau tumpang sari (Krisnawati, A. 2014)

Secara keseluruhan, polong muda memberikan sumbangan energi yang

rendah, namun tergolong sebagai sayuran yang bermanfaat bila ditinjau dari

kandungan vitamin dan mineralnya. Biji kecipir juga memiliki kandungan minyak

(edible oil) yang tinggi (15-20%), yang hanya dapat disaingi oleh kedelai dan

14
kacang tanah. Biji kecipir yang telah masak memiliki kandungan protein 29- 40%

dan beberapa asam amino esensial yang bermanfaat bagi kesehatan (Farhan,

R.2011)

Hingga saat ini, belum ada varietas kecipir yang dilepas oleh pemerintah.

Identifikasi koleksi plasma nutfah kecipir lokal, yang dilanjutkan dengan

karakterisasi dan evaluasi, merupakan langkah awal untuk menghasilkan varietas

kecipir di Indonesia ( Krisnawati, A. 2014)

Keragaman Genetik dan Potensi Pengembangan Kecipir (Psophocarpus

tetragonolobus L.) di Indonesia

Kecipir merupakan tanaman tropis potensial sebagai sumber pangan

bernutrisi prima dan sumber protein nabati dan berbagai asam amino esensial

yang bermanfaat bagi kesehatan. Karakterisasi plasma nutfah kecipir di Indonesia

belum dilakukan. Ciri pemertela kecipir telah dibuat oleh IBPGR, dan panduan

pemertela tersebut dapat diterapkan untuk karakterisasi plasma nutfah kecipir di

Indonesia. Prospek pengembangan kecipir di Indonesia cukup besar ditinjau dari

ragam pemanfaatannya, kandungan nutrisi, serta aspek ekologis yang sangat

sesuai dengan kondisi tropis (Amrul, D. 2015)

Genus Psophocarpus liar memiliki ketahanan terhadap berbagai penyakit

sehingga berpeluang digunakan sebagai sumber gen tahan dalam perbaikan

ketahanan kecipir terhadap penyakit. Namun, pemanfaatan kecipir liar tersebut

masih mengalami hambatan karena keterbatasan sumber benihnya telah

dimanfaatkan sebagai bahan pangan, sedangkan spesies yang lain belum

dibudidayakan (Danny, C. 2016)

15
Upaya pengembangan kecipir di Indonesia terbuka lebar karena tanaman

ini merupakan tanaman tropis. Kecipir dapat ditanam di dataran rendah maupun

dataran tinggi hingga ketinggian 2.000 m dpl. Iklim yang sesuai adalah iklim

kering dengan suhu udara 15-32°C, kelembapan udara 50-90%, pH tanah 5,50-

6,50, curah hujan tahunan 2.500 mm, dan sinar matahari penuh (Hayati, A.2016)

Kecipir yang dibudidayakan di Indonesia terdiri atas dua jenis, yaitu 1)

kecipir berbunga ungu yang polongnya berukuran pendek (15-20 cm), dan 2)

kecipir berbunga putih dengan ukuran polong yang panjang (30-40 cm) dan biji

relatif kecil. Kecipir yang banyak ditanam di Indonesia adalah yang berpolong

pendek dengan jumlah buah yang banyak (Danny, C. 2016)

Kecipir bukan tanaman asli Indonesia dan diperkirakan berasal dari pantai

Timur Afrika, meskipun pusat keragamannya berpindah ke pulau-pulau di Pasifik

Selatan, terutama di Papua Nugini. Di kawasan Asia Tenggara dan Kepulauan

Pasifik, kecipir ditanam sebagai sayuran sampingan, sedangkan di Myanmar dan

Papua Nugini kecipir dibudidayakan dalam skala produksi yang menguntungkan.

Pada kurun waktu 1980-1990, kecipir telah tersebar di seluruh kawasan tropis

(Krisnawati, A. 2014)

16
KESIMPULAN

1. Pusat asal-usul kecipir diperkirakan terdapat di Papua Nugini, Mauritius,

Madagaskar, dan India, sedangkan pusat keanekaragaman genetik terbesar

berada di Papua Nugini dan Indonesia.

2. Dijumpai keragaman yang tinggi pada jenis yang dijumpai di daerah-

daerah tersebut yaitu pada karakter pertumbuhan tanaman, bentuk helai

daun, warna bunga, warna sayap polong, bentuk polong, sampai warna biji

tua.

3. Plasma nutfah kecipir di berbagai belahan Asia memiliki keragaman sifat

agronomis pada karakter ukuran dan bentuk daun, warna bunga, ukuran

dan warna polong, ukuran dan tekstur permukaan sayap, warna dan bentuk

biji, ukuran umbi, dan warna batang.

4. Multifungsi lain dari tanaman kecipir adalah sebagai tumbuhan penutup

tanah dan pupuk hijau karena memiliki pertumbuhan yang cepat dan

termasuk sebagai tanaman pengikat nitrogen dari udara yang baik.

5. Kecipir merupakan tanaman tropis potensial sebagai sumber pangan

bernutrisi prima dan sumber protein nabati dan berbagai asam amino

esensial yang bermanfaat bagi kesehatan. Karakterisasi plasma nutfah

kecipir di Indonesia belum dilakukan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Amrul, D. 2015. Praktek Budidaya Tanaman Sayuran. Jakarta : Erlangga.

Andre, L. 2016. Praktikum Keragaman Genetik. Malang : Universitas Airlangga.

Anggraini, D. 2015. Variasi Sifat Pada Tanaman. Semarang : Universitas Negri

Semarang.

Anto, R. 2011. Praktikum Budidaya Sayuran. Jakarta : Universitas Negri Jakarta.

Bambang, S. 2015. Keragaman Genetik pada Kecipir. Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press.

Burkill. 2015. Potensi Pengembangan Kecipir di Indonesia. Terjemahan oleh

Wiriadmaja. 2017. New York : Table Cass Corp.

Brostid. 2001. Pengembangan Tanaman Kecipir dan Kesempatan Budidaya di

Daerah Tropis. Jakarta : Media Pustaka Abadi

Danny, C. 2016. Laporan Praktikum Pembudidayaan Tanaman Kecipir dan

Kemampuan Reproduksi pada Media Tanam Polybeg. Bandung :

Universitas Padjajaran.

Fadlin, R. 2012. Praktikum Persilangan Pada Tanaman Sayuran dan Umbi-

umbian. Padang : Universitas Andalas.

Farhan, R. 2011. Teknik Persilangan pada Tanaman Kecipir. Bandung : PT. Nusa

Dua Jaya tbk.

18
Hanafi, D. 2011. Persilangan Sendiri dan Persilangan Buatan Selfing.

Purwokerto : Universitas Jendral Soedirman.

Handayani, T. 2013. Kecipir : Potensi Lokal Yang Terpinggirkan. Bandung :

Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

Hayati, A. 2016. Biodiversitas Untuk Budidaya Berkelanjutan. Malang : Staff

Dosen Universitas Airlangga.

Krisnawati, A. 2014. Keragaman Genetik dan Potensi Pengembangan Kecipir

(Psophocarpus tetragonolobus L.) di Indonesia. Malang : Balai Penelitian

Tanaman Kacang-kacangan dan umbi-umbian.

Kurniawan et al. 2006. Keragaman Genetik Tumuhan Di Indonesia. Medan :

Balai Pustaka Abadi.

Nyoman, I. 2014. Teknologi Tepat Guna Panduan Praktis Tanaman Sayuran dan

Perkebunan. Denpasar : Udayana University Pres.

Pranoto, 2012. Biodiversitas Tanaman Kecipir. Makassar : Universitas Hasanudin

Prayoga, A. 2014. Kemampuan Persilangan Tanaman Kecipir. Kendari :

Universitas Halu Oleo.

Sahu, 2002. Praktikum Keragaman Genetik Kecipir. Bandung : Universitas

Padjajaran.

Sridianti, 2014. Keragaman Genetik Praktikum. Malang : Universitas

Mulawarman.

19
Sudjadi, B. 2015. Persilangan Pada Tanaman Umbi-umbian dan Kacang-

kacangan. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

20

Anda mungkin juga menyukai