Anda di halaman 1dari 52

PENGARUH TUMPANGSARI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

HASIL JAGUNG MANIS (Zea mays saccharatas Sturt.) DAN


LEGUM TARUM (Indigofera zollingeriana)

SKRIPSI

DWI DERMAWATY ANGRAENY SIHOMBING


E10013086

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017
PENGARUH TUMPANGSARI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
HASIL JAGUNG MANIS (Zea mays saccharatas Sturt.) DAN
LEGUM TARUM (Indigofera zollingeriana)
Dwi Dermawaty Angraeny Sihombing, di bawah bimbingan:
Rahmi Dianita1) dan Ubaidillah2)

RINGKASAN
Keterbatasan suplai hijauan pakan ternak selalu menjadi kendala dalam
upaya pengembangan usaha peternakan, khususnya kurang tersedianya lahan
untuk ditanami tanaman pakan. Sehingga, dilakukan penerapan pola tanam
tumpangsari antara jagung manis dengan legum tarum. Untuk mendapatkan
pertumbuhan dan hasil yang optimum dari tanaman tumpangsari, dapat dilakukan
dengan mengatur jarak tanam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pertumbuhan dan hasil tanaman tumpangsari jagung manis dan legum tarum
dengan jarak tanam yang berbeda.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapangan Hijauan Makanan
Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Jambi. Bahan yang digunakan adalah
benih legum tarum, benih jagung manis, kapur, air, dan pupuk kimia (Urea, TSP,
KCl) dan pupuk kandang. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan 8 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang digunakan
adalah kombinasi jarak tanam jagung manis (0,75 m x 0,35 m), (0,75 m x 0,38 m)
dan jarak tanam legum tarum (1 m x 0,75 m), (1 m x 1 m) dengan ukuran setiap
plot 16 m2. Peubah yang diamati meliputi nisbah kesetaraan lahan (NKL), bahan
kering hijauan jagung manis, bahan kering tajuk hijauan jagung manis, bahan
kering tajuk legum tarum, dan produksi total hijauan makanan ternak.
Data yang diperoleh, dianalisis menggunakan sidik ragam, jika terdapat
pengaruh yang nyata dilanjutkan dengan uji jarak berganda duncan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pengaruh tumpangsari dengan jarak tanam yang
berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bahan kering tajuk legum tarum,
dan produksi total hijauan makanan ternak, namun berbeda tidak nyata (P>0,05)
terhadap bahan kering hijauan jagung manis, bahan kering tajuk hijauan jagung
manis. Tumpangsari jagung manis dan legum tarum efektif 93% daripada tanaman
monokultur, hal ini diindikasikan dengan nilai NKL yang tinggi.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tumpangsari jagung manis
dan legum tarum dapat meningkatkan pertumbuhan legum tarum dan hasil jagung
manis. Hasil yang terbaik pada penelitian ini diperoleh pada pola tanam
tumpangsari jagung manis dengan jarak 0,75 m x 0,35 m dan jarak legum
0,75 m x 1 m.
1)
Pembimbing Utama
2)
Pembimbing Pendamping
PENGARUH TUMPANGSARI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
HASIL JAGUNG MANIS (Zea mays saccharatas Sturt.) DAN
LEGUM TARUM (Indigofera zollingeriana)

Oleh

DWI DERMAWATY ANGRAENY SIHOMBING


E10013086

Telah diuji di Hadapan Tim Penguji


Pada Hari Selasa, tanggal 20 Juni 2017, dan dinyatakan LULUS

Ketua : Dr. Rahmi Dianita, S.Pt., M.Sc


Sekretaris : Ir. Ubaidillah, MP
Anggota : 1. Dr. Ir. A. Rahman Sy, M.Sc
2. Ir. Dodi Devitriano, MP
3. Dr. Ir. Suparjo, MP

Menyetujui,
Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Dr. Rahmi Dianita, S.Pt., M.Sc Ir. Ubaidillah, MP


NIP. 19710525 199708 2 001 NIP. 19571101 198503 1 006
Tanggal: Tanggal:

Mengetahui,
Wakil Dekan BAKSI, Ketua Jurusan/Program Studi

Dr. Sc. Agr. Ir. Teja Kaswari, M.Sc Ir. Darmawan, MP


NIP. 19661215 199203 1 002 NIP. 19570615 198710 1 001
Tanggal: Tanggal:
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi saya yang berjudul “Pengaruh
Tumpangsari terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis (Zea mays
saccharatas Sturt.) dan Legum Tarum (Indigofera zollingeriana)” adalah karya
saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini sesuai dengan
kaidah penulisan ilmiah yang berlaku.

Jambi, Juni 2017

Dwi Dermawaty Angraeny Sihombing


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lobusingkam pada tanggal 3 Desember


1994, sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Dibesarkan oleh
orang tua, Pdt. Tohap Sihombing, S.Th (Papa) dan Dumormauli
Tambunan (Mama). Jenjang pendidikan formal yang pernah
ditempuh adalah pendidikan tingkat dasar di bangku SD Negeri
174566 Hutabarat pada tahun 2007, kemudian melanjutkan pendidikan menengah
pertama di SMP Santa Maria Tarutung pada tahun 2010, dan melanjutkan
pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Lintongnihuta pada tahun 2013.
Pada tahun 2013 penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi
Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi melalui jalur UMBPTN. Pada
bulan Oktober sampai dengan Juni 2017, penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja
Nyata (KUKERTA) T.A 2016/2017 di Desa Pelayangan, Kecamatan Muara
Tembesi, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. Pada bulan Februari sampai
dengan Maret 2017, penulis melakukan kegiatan Farm Experience di Fapet Farm
Universitas Jambi. Hingga akhirnya lulus Pendidikan Sarjana (S1) Program Studi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Jambi pada Tahun 2017.
PRAKATA

Syalom, salam sejahtera bagi kita semua.


Puji syukur atas kasih dan penyertaan Tuhan Yesus Kristus yang selalu
memberkati, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berbentuk
skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.
Penyusunan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana di Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Dalam penulisan skripsi ini,
tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun
materiil. Oleh karena itu, Penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing dalam
menyelesaikan skripsi ini kepada :
1. Orang yang paling kukasihi dan kucintai di sepanjang hidupku, yaitu Papa,
Pdt. Tohap Sihombing, S.Th dan Mama, Dumormauli Tambunan atas segala
doa, dukungan dan kasih sayang yang tiada henti, sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi dengan baik.
2. Ibu Dr. Rahmi Dianita, S.Pt., M.Sc selaku pembimbing utama dan Bapak
Ir. Ubaidillah., M.P selaku pembimbing pendamping atas segala
keikhlasannya meluangkan banyak waktu untuk membimbing, memberi
nasihat dan memotivasi sejak awal penelitian hingga selesainya penulisan
skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. A. Rahman Sy, M.Sc., Ir. Dodi Devitriano, M.P., dan
Dr. Ir. Suparjo, M.P., selaku Tim Evaluator yang telah banyak memberikan
saran dalam penulisan skripsi ini.
4. Bapak Ir. H. Yusrizal, M.Sc, Ph.D selaku pembimbing lapangan Farm
Experience yang telah membimbing dan memberi semangat dalam
penyelesaian laporan.
5. Bapak Ir. H. Wiwaha Anas Sumadja, M.Sc, Ph.D selaku pembimbing
akademik yang selalu memberikan nasehat dan bimbingan dan motivasi yang
luar biasa kepada penulis.
6. Ibu Dr. Ir. Hj. Nurhayati, M.Sc., Agr selaku Dekan Fakultas Peternakan
Universitas Jambi, Bapak Dr. Ir. Teja Kaswari, M.Sc selaku Wakil Dekan 1,
Dr. Ir. Agus Budiansyah, M.S selaku Wakil Dekan 2, Bapak Ir. Depison, M.P
selaku Wakil Dekan 3 di Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
7. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar keluarga besar Fakultas Peternakan
Universitas Jambi yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis selama
menuntut ilmu di Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
8. Teman seperjuangan penelitian Henggi Apedro, S.Pt, Adetias Katanakan
Ginting, S.Pt dan Nurmala Sari Lubis, S.Pt dan teman yang membantu selama
penelitian Lennaria Sinaga, Aldina Bonita, Shinta Adreani, Lusi Amidia dan
Uci Novita Sari, Abu Bakar, dan Ardi setiawan.
9. Tak lupa juga untuk Kakak ku, Debora Christine Sihombing, S.Si dan Pariban
ku, Pdt. Riki Rikardo Simanjuntak, S.Th yang selalu mendoakan,
menyemangati, dan membantu baik secara moril maupun materiil selama
penelitian. Dan Adik-adikku (Tiurma Yulita Sihombing, Timo Andri Rejeki
Sihombing, Yohana Sabrina Sihombing, dan Yohannes Adyanto Sihombing)
yang selalu mendukung, menyemangati dan mendoakan ku selama proses
perkuliahan ku sampai selesai.
10. Rekan-rekan yang sudah ku anggap sebagai keluarga, yaitu Abang Setia,
Tulus, Duve, Michael, Alex, Roy, Rian, Polin, Hermanto, Gindo, Jhon, Adi,
Kakak Iri, Elsa, Dian, Adek Angel, Echin, Riri, Ira, Ida, Tria, Minarta, Putri
dan personil bonpis yang tak tersebutkan lagi karna selalu ada dan membantu
selama proses penelitian.
11. Sahabat-sahabat ku Prido, Junior, Eli, Marthin, Rino, Juni, Widya, Azizah,
Syintia, Uli, Laily, Melantina, Lepita, Nuriani, Yuni, Inta, Siska dan Lenni
yang telah banyak memberikan bantuan dorongan serta motivasi, sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
12. Ucapan terima kasih penulis kepada Kelompok Kecil ku, Feodora (Kak Agus,
Rennika, Lamsari, Lisma, Artha, dan Riris) yang memberikan dukungan, doa
dan semangat dalam proses perkuliahan ku. Semoga semakin bertumbuh di
dalam pelayanannya.
13. Rekan-rekan Posko 13 KKN Reguler T.A 2016/2017 Desa Pelayangan
Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten Batanghari, khususnya Lisa, Agung,
Rozi, Kak Widya, Riska, dan bang Renhar.
14. Seluruh teman-teman kelas A dan B angkatan 2013 terima kasih atas
kerjasamanya selama masa perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka
saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan selanjutnya.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi
penulis dan para pembaca pada umumnya.

Jambi, Juni 2017

Dwi Dermawaty Angraeny Sihombing


DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .............................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................. 1
1.1. Latar Belakang .................................................................... 3
1.2. Tujuan ................................................................................ 4
1.3. Manfaat............................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 5
2.1. Jagung Manis (Zea mays saccharatas Sturt.) ....................... 5
2.2. Legum Tarum (Indigofera zollingeriana) ............................ 6
2.3. Pola Tanam Tumpangsari (Intercropping) Tanaman Legum
Pakan dan Tanaman Pangan ................................................ 7
2.4. Kerapatan Tanam ................................................................ 8
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................... 10
3.1. Tempat dan Waktu .............................................................. 10
3.2. Materi dan Peralatan ............................................................ 10
3.3. Metode ................................................................................ 10
3.3.1. Persiapan Lahan ........................................................ 10
3.3.2. Persiapan Bahan Tanam ............................................ 10
3.3.3. Penanaman ................................................................ 11
3.3.4. Pemeliharaan ............................................................. 11
3.3.5. Pemanenan ................................................................ 11
3.4. Rancangan Penelitian .......................................................... 11
3.5. Peubah yang Diamati........................................................... 12
3.5.1. Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) ............................... 12
3.5.2. Bahan Kering Hijauan Jagung Manis ......................... 13
3.5.3. Bahan Kering Tajuk Hijauan Jagung Manis ............... 13
3.5.4. Bahan Kering Tajuk Hijauan Legum Tarum .............. 14
3.5.5. Produksi Total Hijauan Makanan Ternak ................... 14
3.6. Analisis Data ....................................................................... 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................... 15
4.1. Keadaan Umum Tanaman .................................................. 15
4.2. Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) ........................................ 16
4.3. Bahan Kering Hijauan Jagung Manis .................................. 17
4.4. Bahan Kering Tajuk Hijauan Jagung Manis ........................ 18
4.5. Bahan Kering Tajuk Hijauan Legum Tarum ....................... 20
4.6. Produksi Total Hijauan Makanan Ternak ............................ 21
BAB V KESIMPULAN .................................................................. 23
5.1. Kesimpulan ........................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 24
LAMPIRAN ....................................................................................... 28
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Nilai NKL pada sistem tumpangsari antara jagung manis dan
legum tarum dengan jarak tanam yang berbeda ............................... 16
2. Rataan bahan kering hijauan jagung manis pada sistem
tumpangsari antara jagung manis dan legum tarum dengan
jarak tanam yang berbeda ............................................................... 17
3. Rataan bahan kering tajuk hijauan jagung manis pada sistem
tumpangsari antara jagung manis dan legum tarum dengan
jarak tanam yang berbeda ............................................................... 19
4. Rataan bahan kering tajuk legum tarum pada sistem
tumpangsari antara jagung manis dan legum tarum dengan
jarak tanam yang berbeda ............................................................... 20
5. Rataan produksi total hijauan makanan ternak pada sistem
tumpangsari antara jagung manis dan legum tarum dengan
jarak tanam yang berbeda ............................................................... 21
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Monokultur Jagung Manis (P5) 31 HST ........................................ 15
2. Monokultur Legum Tarum (P7) 31 HST ....................................... 15
3. Tanaman Tumpangsari (P3) 31 HST ............................................. 16
4. Masa Berbunga Jagung Manis 48 HST .......................................... 16
5. Denah Penanaman di Lapangan ..................................................... 28
6. Denah Perlakuan P1 ...................................................................... 28
7. Denah Perlakuan P2 ...................................................................... 28
8. Denah Perlakuan P3 ...................................................................... 29
9. Denah Perlakuan P4 ...................................................................... 29
10. Denah Perlakuan P5 ...................................................................... 29
11. Denah Perlakuan P6 ...................................................................... 29
12. Denah Perlakuan P7 ...................................................................... 29
13. Denah Perlakuan P8 ...................................................................... 29
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Denah Penanaman Penelitian di Lapangan ...................................... 28
2. Perhitungan Dosis Pemakaian Pupuk Berdasarkan Berat Tanah ...... 30
3. Perhitungan Dosis Pengapuran........................................................ 31
4. Perhitungan Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) ................................ 32
5. Perhitungan Berat Kering Hijauan Jagung Manis ............................ 33
6. Perhitungan Bahan Kering Tajuk Hijauan Jagung ........................... 34
7. Perhitungan Berat Kering Tajuk Legum Tarum .............................. 35
8. Perhitungan Total Hijauan Makanan Ternak ................................... 36
9. Analisis ragam kandungan N daun jagung pada sistem tumpangsari
antara jagung manis dan legum tarum dengan jarak tanam yang
berbeda ........................................................................................... 38
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Usaha untuk meningkatkan produksi ternak pada petani/peternak rakyat


mengalami suatu hambatan, terutama disebabkan oleh sedikitnya dan bahkan
tidak tersedianya lahan yang dapat digunakan untuk ditanami tanaman pakan.
Pemanfaatan lahan lebih didominasi oleh penanaman tanaman pangan. Pada
kondisi lahan yang sempit dan terbatas, petani/peternak tidak mau menanam
tanaman pakan di lahan pertaniannya karena tidak ekonomis. Agar diperoleh
penyediaan hijauan pakan bagi ternak dalam jumlah yang cukup, mengandung
nutrien yang baik dan berkesinambungan sepanjang tahun, maka teknologi
penggunaan lahan dengan pola tanam yang baik dapat dilakukan.
Salah satu teknologi yang dapat digunakan adalah menggunakan pola
tanam tumpangsari. Tumpangsari adalah penanaman lebih dari satu tanaman pada
waktu yang bersamaan atau selama periode tanam pada satu tempat yang sama.
Keuntungan yang diperoleh dengan penanaman secara tumpangsari diantaranya
yaitu memudahkan pemeliharaan, memperkecil resiko gagal panen, hemat dalam
pemakaian sarana produksi dan mampu meningkatkan efisiensi penggunaan lahan
(Beets, 1982). Pola tanam tumpangsari tersebut juga dapat memperbaiki produksi
dan kualitas tanaman utama, mengefisienkan penggunaan pupuk dan
menyuburkan tanah. Peningkatan produksi hijauan yang berkualitas juga dapat
dilakukan dengan memanfaatkan lahan seefisien mungkin, yaitu dengan
menggunakan pola tanam tumpangsari antara tanaman pangan dengan tanaman
pakan. Dalam pola tanam tumpangsari terdapat interaksi antara tanaman yang
ditanam bersama. Interaksi tersebut dapat menguntungkan karena saling
menunjang, atau dapat juga merugikan karena adanya sifat saling berkompetisi
(Koten et. al., 2013).
Untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil yang optimum dari tanaman
tumpangsari, dapat dilakukan dengan mengatur jarak tanam atau kerapatan
tanaman. Pengaturan jarak tanam dan populasi tanaman sangat menentukan
pertumbuhan dan hasil tanaman per satuan luas tanam. Semakin rapat jarak tanam
atau semakin padat populasi, semakin besar persaingan dalam pemanfaatan faktor
tumbuh. Harjadi (1989) menyatakan bahwa pada umumnya produksi setiap satuan
luas yang tinggi dicapai pada populasi tanaman yang tinggi karena tercapainya
pengunaan cahaya yang maksimum pada awal pertumbuhan. Walaupun demikian,
pada akhirnya penampilan individu tanaman akan menurun karena persaingan
terhadap cahaya dan faktor tumbuh lainnya.
Pengaturan jarak tanam ini dapat ditingkatkan dengan pemilihan
kombinasi tanaman yang sesuai, penggunaan varietas yang berproduksi tinggi dan
penggunaan kerapatan tanaman yang tepat. Selain itu, hasil dan bobot biomassa
yang tinggi akan diperoleh jika pertumbuhan tanaman optimal. Untuk itu
diperlukan pengelolaan hara, air, dan tanaman dengan tepat. Pengelolaan hara dan
tanaman yang mencakup pemupukan (waktu dan takaran), pengairan, dan
pengendalian gulma harus sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman. Menurut
Marliah (2010) yang sependapat bahwa penerapan pola penanaman sistem
tumpangsari sangat dipengaruhi oleh pengaturan jarak tanam (densitas) dan
pemilihan varietas.
Jenis tanaman pangan dengan tanaman pakan yang dapat menjadi pilihan
untuk dikembangkan dengan pola tanam tumpangsari, contohnya adalah jagung
manis dengan legum tarum. Pemilihan tanaman penyusun dalam tumpangsari
senantiasa didasarkan pada perbedaan karakter morfologi dan fisiologi antara lain
kedalaman dan distribusi sistem perakaran, bentuk tajuk, laju fotosintesis, pola
serapan unsur hara sehingga diperoleh suatu karakteristik pertumbuhan,
perkembangan dan hasil tumpangsari yang bersifat sinergis (Gomez, 1983;
Palaniappan, 1985). Dengan penanaman tumpangsari leguminosa pakan dengan
tanaman pangan akan memberikan beberapa keuntungan seperti meningkatkan
kandungan nitrogen dalam tanah sebab leguminosa dapat memfiksasi N udara
dengan bantuan bakteri Rhizobium yang ada pada bintil akar, menambah
pendapatan, dan lebih penting lagi adalah dapat memproduksi hijauan pakan
dengan tidak mengganggu produksi tanaman pangan itu sendiri. Hal ini sesuai
dengan pendapat Dahmardeh et. al., (2009) lebih lanjut menjelaskan bahwa hal ini
dimungkinkan dari morfologi, perbedaan kanopi dan sistem perakaran yang
berbeda antara rumput atau tanaman serelia dan legum sedangkan dari segi
kelengkapan nutriennya, legum dapat merupakan suplemen sumber protein yang
dapat melengkapi nutrien pada rumput atau tanaman serealia yang dibudidayakan
bersama-sama.
Legum tarum sedang berkembang di Indonesia secara massal karena
legum tarum (Indigofera zollingeriana) adalah varietas tanaman pakan yang
unggul karena kualitas nutrisi tinggi yang tercermin dari komposisi kimiawi,
kecernaan dan konsumsi ternak yang tergolong tinggi, sehingga dapat menjadi
sumber protein yang murah dan tersedia secara lokal, sumber energi dan mineral,
terutama mineral mikro. Dan tanaman legum tarum tahan terhadap kekeringan,
sehingga dapat menjadi sumber pakan pada musim kemarau dan memiliki
produksi per tahun 51 ton BK/ha (Abdullah, 2010). Tanaman ini dikenal
mengandung protein, vitamin dan elemen mineral dalam konsentrasi jauh lebih
tinggi dibandingkan jenis rumputan, dan karenanya memiliki potensi sebagai
sumber protein yang tinggi dan dapat diproduksi secara lokal (Simon dan Ginting,
2012). Legum tarum dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan yang memiliki
kandungan, protein kasar 28,98%, lemak kasar 3,30%, serat kasar 8,49%, kalsium
0,52%, dan kandungan phosphor 0,34%, asam amino yang lengkap, dan memiliki
vitamin A serta B-karoten yang tinggi (Palupi, 2014).
Salah satu produk holtikultura yang menjadi pilihan utama para petani
untuk dibudidayakan atau diusahakan secara komersial adalah jagung manis (Zea
mays saccharatas Sturt.) Jagung manis merupakan salah satu pangan yang
penting di dunia sebagai sumber karbohidrat selain padi dan gandum. Jagung
manis tidak hanya menjadi bahan pangan, namun juga menjadi pakan ternak,
sehingga kebutuhan jagung sangat besar bagi manusia maupun ternak. Sisi lain
pemanfaatan jagung adalah limbahnya, yaitu jerami jagung, kulit dan tongkol
jagung. Jerami jagung merupakan pakan yang berkualitas rendah karena
mengandung kadar protein yang rendah dan serat kasar yang tinggi. Jika limbah
jerami jagung ini diberikan kepada ternak tanpa disuplementasi atau diberikan
perlakuan sebelumnya, kemungkinan nutrisi limbah ini tidak akan cukup untuk
mempertahankan kondisi ternak. Oleh sebab itu, pencampuran jerami jagung
dengan leguminosa sebagai sumber protein sangat disarankan ketika akan
diberikan ke ternak atau bila hendak dibuat silase (Herlina, 2011). Sebenarnya
kualitas jerami jagung dapat ditingkatkan dengan penanganan sejak awal
penanaman jagung, yaitu dengan cara menanam jagung secara tumpang sari
dengan tanaman legum. Legum tarum dan jagung manis memungkinkan untuk
ditumpangsari karena tanaman jagung menghendaki nitrogen tinggi, sementara
legum tarum dapat memfiksasi nitrogen dari udara bebas, sehingga kekurangan
nitrogen pada jagung terpenuhi oleh kelebihan nitrogen pada legum tarum.
Dengan pola tanam tumpangsari jagung manis dengan legum tarum ini diharapkan
dapat meningkatkan produktifitasnya untuk produksinya.

1.2. Tujuan

Untuk mengetahui pertumbuhan dan hasil tanaman tumpangsari jagung


manis dan legum tarum dengan jarak tanam yang berbeda.

1.3. Manfaat

Untuk memperoleh kerapatan tanam yang paling tepat dalam penggunaan


pola tanam tumpangsari jagung manis dengan legum tarum dan meningkatkan
pertumbuhan legum tarum dan hasil jagung manis tanpa menurunkan produksi
kedua tanaman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jagung Manis (Zea mays saccharatas Sturt.)

Jagung adalah tanaman yang menghendaki pencahayaan secara langsung,


tumbuh tegak, dan tidak bercabang dengan kanopi yang renggang, sehingga
memungkinkan tanaman ini memperoleh pencahayaan secara langsung dan dapat
memberikan kesempatan bagi tanaman lain tumbuh dibawahnya. Tanaman jagung
memiliki sistem perakaran serabut yang menyebar dangkal selama
pertumbuhannya tanaman ini membutuhkan dalam jumlah besar, khususnya unsur
N (Koswara, 1983).
Jagung tergolong tanaman yang mampu beradaptasi dengan baik pada
faktor pembatas pertumbuhan dan produksi. Salah satu sifat tanaman jagung
antara lain, daun mempunyai laju fotosintesis lebih tinggi, fotorespirasi dan
transpirasi rendah, efisien dalam penggunaan air (Salisbury dan Ross, 1992).
Menurut Purwono dan Hartono (2007) bahwa sistematika dari tanaman
jagung manis adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Graminales
Family : Graminaceae
Genus : Zea
Species : Zea mays saccharatas Sturt.
Beberapa varietas jagung manis yang sudah dilepas dan dibudidayakan
saat ini antara lain Bonanza, Cap panah Merah (Jago F1), Si Manis, Manise,
Sweet Boy, Jaguar F1, Super Sweet, Bisi Sweet 1 dan lain-lain (Syafruddin, et.
al., 2012).
Kandungan zat makanan hijauan jagung muda pada bahan kering (BK)
90% adalah serat kasar (SK) 28,0%, lemak kasar (LK) 0,68%, BETN 49,23%,
Abu 10,76%, NDF 64,40%, ADF 32,64% dan TDN 53,0% (Sudirman dan
Imran, 2007).
Penanaman jagung dilakukan dengan pemilihan benih yang sesuai dengan
varietas-varietas yang telah dianjurkan dan diseuaikan dengan keadaan tanah dan
lingkungan ekologi sekitar penanaman. Jarak tanam yang baik adalah
75 cm x 20-25 cm atau 80 cm x 10-20 cm dengan satu benih tiap lubang tanaman,
atau 75 cm x 40-50 cm dengan 2 benih tiap lubang tanamnya (Sarono
et. al., 2001).
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mendapatkan hasil optimum
adalah dengan mengatur jarak tanam dan populasi tanaman. Secara umum,
kepadatan tanaman anjuran adalah 66.667 tanaman/ha. Ini dapat dicapai dengan
jarak tanam antarbaris 75 cm, dan 20 cm dalam barisan dengan satu tanaman per
rumpun, atau jarak antarbaris 40 cm dengan dua tanaman per rumpun. Jika
penanaman dilakukan dengan cara tanam legowo, agar populasi tanaman tetap
berkisar antara 66.000-71.000 tanaman/ha, maka jarak tanam yang diterapkan
adalah (100-50) cm x 20 cm dengan 1 tanaman/lubang atau (100-50) cm x 40 cm
dengan 2 tanaman/lubang. Jarak tanam (100-40) cm x 20 cm dengan 1
tanaman/lubang atau (100-40) cm x 40 cm dengan 2 tanaman/lubang
(Bahua et. al., 2015).

2.2. Legum Tarum (Indigofera zollingeriana)

Legum tarum merupakan salah satu tanaman pakan ternak yang memiliki
kandungan nutrisi seperti proteinnya yang tinggi dan produksi yang tinggi serta
sangat toleran terhadap kondisi tanah kering, genangan, tanah berkadar garam
tinggi (saline) dan tanah masam, sehingga tanaman tersebut sangat baik untuk
dikembangkan sebagai hijauan pakan ternak di daerah yang memiliki potensi
cekaman biotik dan abiotik tinggi (Hassen et. al., 2007).
Shehu et. al., (2001) menyatakan bahwa rasio daun/batang pada
leguminosa pohon sangat penting, karena daun merupakan organ metabolisme dan
kualitas leguminosa pohon dipengaruhi oleh rasio daun/batang. Semakin banyak
jumlah daun, kualitas leguminosa tersebut semakin baik karena daun merupakan
bagian jaringan tanaman yang memiliki kandungan nutrisi paling tinggi
dibandingkan dengan batang/ranting.
Jenis tanaman yang banyak digunakan sebagai pupuk hijau adalah jenis
atau family leguminosa. Jenis tanaman ini memiliki bintil akar yang dapat
menambat nitrogen (N) bebas dengan bantuan bakteri rhizobium. Hal ini
menguntungkan, baik dalam akumulasi nitrogen (N) dalam tanah maupun dalam
peningkatan kandungan nitrogen (N) bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu,
tanaman legum baik digunakan sebagai bahan organik karena memiliki nisbah
C/N yang rendah jika dibandingkan dengan tanaman nonlegum dengan nisbah
C/N jauh lebih tinggi, yang menyebabkan proses pendekomposisian lebih lama
dan proses mineralisasi hara lebih lambat dari tanaman legume (Isrun, 2010).
Klasifikasi tanaman legum tarum menurut Hassen et. al., (2006) sebagai
berikut:
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
Family : Rosales
Subfamily : Leguminosainosae
Genus : Indigofera
Spesies : Indigofera zollingeriana
Leguminosa diintroduksi ke dalam pastura perenial untuk ruminansia
karena leguminosa memberikan kontribusi untuk menjamin ketersediaan pakan
yang berkelanjutan dan menjaga lingkungan. Leguminosa sangat bermanfaat dan
menentukan kualitas hijauan (Bahar et.al., 1999).
Pada proses penambatan N, tanaman leguminosa menyediakan lingkungan
dan karbohidrat untuk metabolisme bakteri, sedangkan bakteri mengubah N2
udara menjadi N tersedia bagi tanaman. Tanaman leguminosa mampu tumbuh
baik pada tanah yang miskin N karena adanya simbiosis dengan rhizobium,
sehingga mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas tanaman leguminosa, serta
mampu meningkatkan dan menjaga kesuburan tanah (Gardner et al., 1991).
2.3. Pola Tanam Tumpangsari (Intercropping) Tanaman Legum Pakan dan
Tanaman Pangan

Tumpangsari adalah penanaman lebih dari satu tanaman pada waktu yang
bersamaan atau selama periode tanam pada satu tempat yang sama (Indriati,
2009).
Keuntungan dari pola tanam tumpangsari adalah meningkatkan
produktivitas lahan persatuan waktu, mengefisienkan pemanfaatan faktor tumbuh
(seperti air, unsur hara, dan cahaya matahari), mengurangi resiko kegagalan
panen, menambah kesuburan tanah, dan menyebarkan input tenaga kerja yang
lebih merata (McIntosh et. al., 1977).
Pola tanam berganda atau tumpangsari antara jenis rerumputan atau serelia
dengan legum merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah
keberlanjutan produksi pakan terutama pada daerah lahan kering (Tsubo et. al.,
2005).
Pola pertanaman campuran leguminosa dengan non leguminosa, fungsi
leguminosa adalah sebagai tanaman yang dapat memfiksasi nitrogen dari udara
yang hasilnya akan dimanfaatkan oleh tanaman non leguminosa (Midleton, 1981).
Hasil Penelitian Internasional Rice Research Institute (1973) menunjukkan
bahwa total produksi lebih banyak apabila jagung dan kacang-kacangan ditanam
secara sistem tumpangsari dibandingkan sistem monokultur.
Sistem pertanian ganda ini sangat cocok bagi petani kita dengan lahan
sempit di daerah tropis, sehingga dapat memaksimalkan produksi dengan input
luar yang rendah sekaligus meminimalkan resiko dan melestarikan sumber daya
alam. Selain itu keuntungan lain dari sistem ini : (a) mengurangi erosi tanah atau
kehilangan tanah-olah, (b) memperbaiki tata air pada tanah-tanah pertanian,
termasuk meningkatkan pasokan (infiltrasi) air ke dalam tanah sehingga cadangan
air untuk pertumbuhan tanaman akan lebih tersedia, (c) menyuburkan dan
memperbaiki struktur tanah, (d) mempertinggi daya guna tanah sehingga
pendapatan petani akan meningkat pula, (e) mampu menghemat tenaga kerja,
(f) menghindari terjadinya pengangguran musiman karena tanah bisa ditanami
secara terus menerus, (g) pengolahan tanah tidak perlu dilakukan berulang kali,
(h) mengurangi populasi hama dan penyakit tanaman, dan (i) memperkaya
kandungan unsur hara antara lain nitrogen dan bahan organik (Indriati, 2009).
Untuk meningkatkan produksi pada pola tanam tumpangsari, diperlukan
pengaturan pertanaman yang baik, yaitu dengan mengatur jarak tanam atau
populasi tanaman per satuan luas, dan pemilihan waktu tanam serta varietas
tanaman yang tepat (Zamroni, 2003).

2.4. Kerapatan Tanam

Dua atau lebih jenis tanaman tumbuh bersamaan akan terjadi interaksi,
masing-masing tanaman harus memiliki ruang yang cukup untuk
memaksimumkan kerja sama dan meminimumkan kompetisi. Oleh karena itu,
dalam tumpangsari perlu dipertimbangkan berbagai hal yaitu pengaturan jarak
tanam, populasi tanaman, umur panen tiap-tiap tanaman, dan arsitektur tanaman
(Suwarto et. al., 2005).
Satu hal yang perlu diperhatikan dalam campuran tanam adalah
kemampuan berbagai tanaman untuk tumbuh lebih baik, terutama tanaman pangan
atau jenis rumput dibandingkan leguminosa, karena leguminosa di daerah tropis
tumbuh lebih lambat daripada rumput, untuk mengatasi campuran ini rumput dan
tanaman leguminosa harus dilakukan jarak tanam yang sesuai (Sumarsono, 2009).
Untuk meningkatkan produksi pada pola tanam tumpangsari, diperlukan
pengaturan pertanaman yang baik, yaitu dengan mengatur jarak tanam atau
populasi tanaman per satuan luas, dan pemilihan waktu tanam serta varietas
tanaman yang tepat (Zamroni, 2003).
Jagung adalah tanaman yang efisien dalam penggunaan sarana tumbuh.
Jarak tanam jagung yang dapat digunakan 80 x 20 cm dan 80 x 30 cm (Waluya,
2009). Terjadi interaksi antara perlakuan jarak tanam dan defoliasi bunga jantan
pada peubah diameter tongkol. Perlakuan kombinasi jarak tanam 70 x 20 cm dan
defoliasi bunga jantan dapat menunjukkan diameter tongkol yang lebih besar
dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya sebesar 14,50 cm (Effendi,
2008).
Jarak tanam leguminosa dalam pertanaman campuran dengan tanaman
serealia, menentukan kemampuan kompetisi dan pemanfaatan unsur hara, cahaya
dan kelembaban yang tergambar dalam produksi dan kualitas hijauan yang
dihasilkan. Pada lahan kering, jumlah baris tanaman sereal dan kepadatan
tanaman sangat berpengaruh terhadap kompetisi antara tanaman yang ada
terhadap kelembaban dan unsur hara (Shesu et. al., 2001).
Pengaturan jarak tanam berpengaruh terhadap besarnya intensitas
cahaya dan ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan bagi tanaman. Semakin
lebar jarak tanam, semakin besar intensitas cahaya dan semakin banyak
ketersediaan unsur hara bagi individu tanaman, karena jumlah pohonnya lebih
sedikit (Mawazin and Hendi, 2008).
Jarak tanam yang lebih renggang menghasilkan poduksi yang lebih besar
per tanaman, namun pada jarak yang relatif sempit sampai batas tertentu akan
menghasilkan produksi yang lebih besar (Simamora, 2006).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hijauan Makanan Ternak dan


Rumah Kaca Fakultas Peternakan Universitas Jambi, mulai Juni 2016 sampai
dengan September 2016.

3.2. Materi dan Peralatan

Bahan-bahan yang digunakan adalah benih legum tarum, benih jagung


manis, kapur, pupuk kimia (Urea, TSP, KCl) dan pupuk kandang.
Alat-alat yang digunakan adalah polibag ukuran kecil untuk nurseri legum
tarum, tali plastik, alat pengukur (meter), alat pengolah tanah, amplop sampel,
timbangan, cawan dan oven.

3.3. Metode
3.3.1. Persiapan lahan

Sebelum penanaman dilakukan pembersihan dan pengolahan lahan


(penggemburan lahan) dan pembuatan petak-petak penelitian. Selanjutnya dibuat
sebanyak 24 petak dengan ukuran 4 m x 4 m, sedangkan jarak antar petak 0,75 m
dan antar blok 1 m. Pengapuran (4,8 kg/plot) serta pemupukan dasar dengan
pupuk kandang (8 kg/plot). Tiap petakan diberikan tanda dengan tali plastik.

3.3.2. Persiapan bahan tanam

Penyemaian benih legum tarum dilakukan dalam media tanam yang telah
disiapkan merupakan campuran dari pasir, tanah dan pupuk organik dengan
perbandingan 1:1:1. Kemudian benih dimasukkan ke dalam bak penyemaian.
Larikan dibuat beberapa baris dan kemudian benih legum tarum ditaburkan.
Sebelumnya, benih legum tarum direndam terlebih dahulu dengan air hangat agar
benih cepat berkecambah. Setelah beberapa hari benih tumbuh dan mempunyai
4-5 daun utuh, kemudian legum tarum dipindahkan ke dalam polibag nurseri yang
berisikan campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Legum
tarum dibiarkan tumbuh sampai 4 minggu baru siap dipindahkan ke lahan.
3.3.3. Penanaman

Pada saat benih legum tarum sudah berumur 4 minggu maka tanaman
tersebut dipindahkan ke lahan. Penanaman legum tarum dan jagung di lahan
dilakukan pada waktu yang sama. Penanaman jagung dilakukan secara tugalan
dengan kedalaman tugalan ± 3 cm, kemudian setiap lubang diisi dengan 2 benih
jagung dan ditutup kembali dengan tanah. Pemberian pupuk dilakukan secara
bersamaan pada 14 hari setelah tanam (HST). Pemberian pupuk Urea untuk
tanaman jagung, sedangkan pupuk TSP dan KCl diberikan pada tanaman legum
tarum. Pemberian dosis yang diberikan sebagai berikut : Urea (320 g/plot), TSP
(144 g/plot), KCL (112 g/plot).

3.3.4. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman meliputi pengairan yang dilakukan setiap hari


dengan menyiram tanaman, dan pengendalian organisme pengganggu (gulma,
hama dan penyakit) tanaman (jika ada). Penyiraman dilakukan dua kali sehari,
yaitu pagi dan sore hari.

3.3.5. Pemanenan

Pemanenan dilakukan pada tanaman yang telah menunjukkan ciri-ciri


matang fisiologis dan umur tanaman yang cukup. Pada penelitian ini pemanenan
dilakukan pada umur 80 HST. Pemanenan legum tarum dilakukan dengan cara
memotong batang/ranting setinggi 75 cm dari permukaan tanah dan pemanenan
jagung dilakukan dengan cara menguji kematangan jagung terlebih dahulu,
dengan menusuk biji jagung dengan ibu jari. Apabila jagung mengeluarkan cairan
seperti susu setelah ditusuk, maka jagung tersebut telah siap untuk dipanen.

3.4. Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK)


dengan 8 perlakuan dan 3 ulangan, sehingga terdapat 24 unit percobaan. Denah
penanaman di lapangan dapat dilihat pada Lampiran 1.
Adapun perlakuan tumpangsari dilakukan dengan menggunakan jarak
tanam sebagai berikut :
P1 = Jagung manis 0,75 m x 0,38 m dan legum tarum 1 m x 1 m
P2 = Jagung manis 0,75 m x 0,38 m dan legum tarum 0,75 m x 1 m
P3 = Jagung manis 0,75 m x 0,35 m dan legum tarum 1 m x 1 m
P4 = Jagung manis 0,75 m x 0,35 m dan legum tarum 0,75 m x 1 m
P5 = Kontrol untuk jagung manis 0,75 m x 0,38 m
P6 = Kontrol untuk jagung manis 0,75 m x 0,35 m
P7 = Kontrol untuk legum tarum 1 m x 1 m
P8 = Kontrol untuk legum tarum 0,75 m x 1 m
Jarak antara jagung manis dengan legum tarum sebagai berikut :
P1 = 0,398 m x 0,734 m x 0,588 m x 0,852 m
P2 = 0,811 m x 1,019 m x 0,811 m x 1,019 m
P3 = 0,559 m x 0,559 m x 0,707 m x 0,707 m
P4 = 0,901 m x 0,901 m x 0,765 m x 0,765 m
Hasil analisis yang memperlihatkan pengaruh nyata (P<0,05) maka
dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan (Duncan Multiple Range Test)
(Steel and Torrie, 1995).

3.5. Peubah yang diamati

Adapun peubah yang diamati dari penelitian ini adalah nisbah kesetaraan
lahan (NKL), bahan kering hijauan jagung manis, bahan kering tajuk hijauan
jagung manis, bahan kering tajuk hijauan legum tarum, dan produksi total hijauan
makanan ternak.

3.5.1. Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL)

Pengamatan NKL pada pertanaman tumpangsari jagung manis dan legum


tarum. Nisbah kesetaraan lahan dihitung untuk memperoleh informasi mengenai
tingkat efisiensi lahan dalam pertanaman tumpangsari.
Menurut Beets (1982) dalam Herlina (2011) NKL diperoleh menggunakan rumus:
NKL = +
Keterangan:
TI = Produksi tanaman T1 (jagung manis) yang ditanam secara tumpangsari
T2 = Produksi tanaman T2 (legum tarum) yang ditanam secara tumpangsari
M1 = Produksi tanaman M1 (jagung manis) yang ditananam secara
monokultur
M2 = Produksi tanaman M2 (legum tarum) yang ditananam secara monokultur

3.5.2. Bahan Kering Hijauan Jagung Manis

Pertama-tama masing-masing sampel batang dan daun jagung manis


dipisah. Kemudian dimasukkan ke dalam kantong dan dioven pada suhu 70oC
selama 24 jam untuk sampel daun dan 72 jam untuk sampel batang jagung manis.
Setelah dioven pada waktu yang ditentukan, masing-masing sampel ditimbang
dan dipotong dengan ukuran 2 cm, setelah itu masing-masing sampel digiling
dengan mesin penggiling. Selanjutnya, sebanyak 1 gr sampel dari masing-masing
sampel batang dan daun diambil secara acak dan dioven pada suhu 105oC selama
24 jam. Setelah itu, sampel dikeluarkan dan didinginkan di dalam eksikator
hingga berat konstan lalu ditimbang. Bahan kering hijauan jagung manis dihitung
dengan menjumlahkan jumlah produksi batang jagung dengan daun jagung manis
yang masih dapat dikonsumsi oleh ternak.

3.5.3. Bahan Kering Tajuk Hijauan Jagung Manis

Langkah pertama masing-masing sampel batang, buah, daun, dan minicorn


jagung manis dipisah. Kemudian dimasukkan ke dalam kantong dan dioven pada
suhu 70oC selama 24 jam untuk sampel daun, 72 jam untuk sampel batang jagung
manis, dan 120 jam untuk sampel buah jagung manis dan minicorn. Untuk sampel
buah jagung dan minicorn hanya dioven 70oC, sedangkan daun dan batang lanjut
dioven 105oC. Setelah dioven pada waktu yang ditentukan, masing-masing
sampel ditimbang dan dipotong dengan ukuran 2 cm, setelah itu masing-masing
sampel digiling dengan mesin penggiling. Selanjutnya, sebanyak 1 gr sampel dari
masing-masing sampel batang dan daun diambil secara acak dan dioven pada suhu
105oC selama 24 jam. Setelah itu, sampel dikeluarkan dan didinginkan di dalam
eksikator hingga berat konstan lalu ditimbang. Bahan kering tajuk hijauan jagung
manis dihitung dengan menjumlahkan jumlah produksi batang, buah, daun, dan
minicorn yang masih dapat dikonsumsi oleh ternak.

3.5.4. Bahan Kering Tajuk Hijauan Legum Tarum

Bahan kering tajuk legum tarum merupakan penjumlahan dari produksi


batang/ranting dan daun legum tarum yang masih dapat dikonsumsi oleh ternak.
Bagian daun dan batang/ranting yang dipangkas 75 cm dari permukaan tanah.
Bagian batang/ranting dan daun dipisahkan, lalu masing-masing sampel
dimasukkan ke dalam kantong kertas sampel selanjutnya dioven pada suhu 70 oC
selama 48 jam untuk sampel daun, 72 jam untuk sampel batang. Setelah dioven
pada waktu yang ditentukan, masing-masing sampel ditimbang dan dipotong
dengan ukuran 2 cm, setelah itu masing-masing sampel digiling dengan mesin
penggiling. Selanjutnya, sebanyak 1 gr sampel dari masing-masing sampel batang
dan daun diambil secara acak dan dioven pada suhu 105oC selama 24 jam. Setelah
itu, sampel dikeluarkan dan didinginkan di dalam eksikator hingga berat konstan
lalu ditimbang.

3.5.4. Produksi Total Hijauan Makanan Ternak

Produksi total hijauan makanan ternak merupakan hasil penjumlahan


bahan kering tajuk hijauan jagung manis dengan bahan kering tajuk legum tarum
yang masih dapat dikonsumsi oleh ternak.

3.6. Analisis Data


Data yang terhimpun dianalisis menggunakan analisis ragam sesuai
dengan rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK)
dengan 8 perlakuan dan 3 ulangan. Apabila terdapat pengaruh nyata, maka
dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Steel and Torrie, 1995).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Tanaman

Pengamatan pada awal penanaman, bibit jagung manis mengalami


perkecambahan dan pertumbuhan yang agak lambat, meskipun penyiraman telah
dilakukan 2 x sehari. Hal ini mengakibatkan tunas baru jagung manis tumbuh
lambat sekitar ± 2 minggu. Pada warna daun jagung manis terlihat hijau pucat
dengan ukuran tanaman yang kerdil. Sedangkan pada daun legum tarum terdapat
beberapa daun yang mulai menguning, bahkan ada 1-2 tanaman yang layu tapi
masih dapat bertahan karena legum tarum merupakan tanaman yang tahan akan
cekaman kekeringan. Berbeda dengan tanaman jagung manis merupakan tanaman
yang tidak tahan akan cekaman kekeringan, khususnya pada masa pembentukan
tunas baru. Pemberian pupuk NPK, TSP, dan KCL dilakukan setelah tunas jagung
manis muncul merata. Pemupukan dilakukan secara bersamaan sesuai dengan
dosis yang dianjurkan baik untuk tanaman jagung manis maupun legum tarum.
Memasuki pengamatan pada bulan kedua, terlihat bahwa kedua tanaman
mulai menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Hal tersebut bisa dilihat dari
warna daun yang lebih menghijau, luas daun yang melebar dan pertumbuhan
tanaman yang meningkat. Masa berbunga pada tanaman jagung mulai pada umur
44-48 HST. Masa berbunga pertama kali terjadi pada tanaman tumpangsari yaitu
pada perlakuan P4.

Gambar 1. Monokultur Jagung Manis Gambar 2. Monokultur Legum Tarum


(P5) 31 HST (P7) 31 HST
Gambar 3. Tanaman Tumpangsari Gambar 4. Masa Berbunga Jagung
(P3) 31 HST Manis 48 HST
Selama 3 bulan penelitian bahwa pertumbuhan tanaman nyata dipengaruhi
oleh perlakuan jarak tanam. Selama penelitian terlihat bahwa tanaman
tumpangsari jauh lebih cepat masa pertumbuhannya dibandingkan dengan
tanaman monokultur. Berdasarkan pengamatan tanaman tumpangsari, terlihat
jelas bahwa warna daun jagung manis dan legum tarum jauh lebih hijau dan lebih
lebar, dan disertai tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan tanaman
monokultur. Hal ini sesuai dengan pendapat Catharina (2009) menyatakan bahwa
penanaman tumpangsari antara jagung dengan legum lebih menguntungkan dari
pada penanaman monokultur.

4.2. Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL)

Pengamatan terhadap sistem tumpangsari dilakukan terhadap parameter


NKL. Hasil dari pengukuran ini dapat menggambarkan apakah sistem
tumpangsari jagung manis dengan legum tarum dapat mengoptimalkan
penggunaan lahan. Menurut Paulus (2005) NKL merupakan perbandingan jumlah
nisbah tanaman yang ditanam secara tumpangsari dengan tanaman secara tunggal
pada pengelolaan yang sama. Nilai NKL dapat dilihat pada Tabel 1 (Lampiran 4).

Tabel 1. Nilai NKL pada sistem tumpangsari antara jagung manis dan legum
tarum dengan jarak tanam yang berbeda
Jarak tanam
Perlakuan NKL
Jagung manis (m) Legum Tarum (m)
P1 0,75 x 0,38 1x1 1.88
P2 0,75 x 0,38 0,75 x 1 1.75
P3 0,75 x 0,35 1x1 1.87
P4 0,75 x 0,35 0,75 x 1 1.93

Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan pola tanam tumpangsari jagung


manis dan legum tarum dengan berbagai jarak tanam, memiliki nilai NKL yang
bervariasi. Nilai NKL tertinggi yaitu pada perlakuan P4 sebesar 1,93. Angka
tersebut menunjukkan bahwa dengan cara pola tanam tumpangsari, pemanfaatan
penggunaan lahan semakin efisien dan produktif sebesar 93% dibandingkan
dengan pola tanam monokultur. Hal ini sesuai dengan pendapat Herlina (2011)
bahwa NKL merupakan salah satu cara menghitung produktivitas lahan yang
ditanam dua atau lebih jenis tanaman menggunakan pola tanam tumpangsari.
Sistem tumpangsari akan lebih menguntungkan bila NKL lebih besar dari satu.
Penanaman tumpangsari antara jagung dengan legum lebih menguntungkan dari
pada penanaman monokultur, hal tersebut ditunjukkan dengan NKL tumpangsari
jagung dengan legum lebih tinggi (Catharina, 2009).

4.3. Bahan Kering Hijauan Jagung Manis

Bahan kering hijauan jagung manis adalah penjumlahan produksi batang


dan daun tanaman jagung manis. Pengukuran bahan kering umumnya digunakan
sebagai petunjuk yang memberikan ciri pertumbuhan. Parameter ini digunakan
untuk membandingkan tanaman yang langsung diberikan ke ternak berupa batang
dan daun jagung manis saja. Rataan bahan kering hijauan jagung manis pada
masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2 (Lampiran 5).
Tabel 2. Rataan bahan kering hijauan jagung manis pada sistem tumpangsari
antara jagung manis dan legum tarum dengan jarak tanam yang
berbeda.
Jarak tanam Rataan BK Hijauan
Perlakuan Jagung Manis
Jagung manis (m) Legum Tarum (m)
(g/tanaman)
P1 0,75 x 0,38 1x1 69.40
P2 0,75 x 0,38 0,75 x 1 65.97
P3 0,75 x 0,35 1x1 74.81
P4 0,75 x 0,35 0,75 x 1 69.71
P5 0,75 x 0,38 - 64.75
P6 0,75 x 0,35 - 57.06
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata (P>0,05)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam
berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap bahan kering hijauan jagung manis.
Namun, rataan produksi bahan kering hijauan jagung manis tumpangsari lebih
baik dibandingkan jagung manis monokultur. BK jagung manis tumpangsari
tertinggi yaitu pada P3 (74,81 g/tanaman) dan terendah pada
P2 (65,97 g/tanaman), sedangkan BK jagung manis monokultur tertinggi yaitu
pada P5 (64,75 g/tanaman) dan terendah pada P6 (57,06 g/tanaman). Hal ini
diduga karena jarak tanam hijauan legum tarum lebih renggang pada perlakuan P3
(1 m x 1 m) dibandingkan pada perlakuan P2 (0,75 m x 1 m) sehingga kompetisi
unsur hara lebih rendah dan unsur hara dari hasil fiksasi N yang disuplai tanaman
legum tarum itu sendiri untuk pertumbuhan dan metabolisme tanaman jagung.
Marliah, et. al (2010) menyatakan bahwa tujuan dari sistem tanam tumpangsari
adalah untuk mengoptimalkan penggunaan hara, air, dan sinar matahari seefisien
mungkin untuk mendapatkan produksi maksimum. Kemudian hal ini didukung oleh
Apedro (2017) yang menemukan bahwa kandungan N daun jagung pada
tumpangsari lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan jagung manis monokultur
(Lampiran 9).
Selain itu, jarak tanam jagung manis pada tanaman monokultur lebih
renggang pada perlakuan P5 (0,75 m x 0,38 m) daripada perlakuan P6 (0,75 m x
0,35 m). Hal ini dapat terjadi karena jarak tanam jagung belum mencapai jarak
tanam maksimum, sehingga produksi BK hijauan jerami jagung masih meningkat.
Sugito (1999) melaporkan bahwa pada umumnya hasil akan meningkat dengan
bertambahnya populasi hingga batas tertentu, namun penambahan populasi
selanjutnya dapat menurunkan hasil akibat kompetisi untuk mendapatkan nutrisi,
cahaya matahari, air dan faktor tumbuh lainnya. Hasil produksi suatu tanaman
mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan dengan kerapatan tanaman,
karena itu penentuan jarak tanam sangat menentukan jumlah produksi yang
dihasilkan. Sedangkan menurut Maskyadji (2007) bahwa kepadatan tingkat
populasi yang semakin tinggi pada sistem pertanaman tumpangsari jagung dan
legum mengakibatkan berat kering tanaman semakin rendah.

4.4. Bahan Kering Tajuk Hijauan Jagung Manis

Bahan kering tajuk hijauan jagung adalah hasil dari produksi jagung manis
yang terdiri dari batang, buah jagung, daun, dan minicorn. Pengukuran bahan
kering umumnya digunakan sebagai petunjuk yang memberikan ciri pertumbuhan
yang mencakup produksi keseluruhan (batang, buah jagung, daun, dan minicorn)
jagung manis. Parameter ini digunakan untuk membandingkan tanaman setelah
panen, lalu hasinya diberikan ke ternak secara keseluuruhan, berupa batang, buah
jagung, daun, dan minicorn. Rataan produksi total hijauan jagung manis pada
masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3 (Lampiran 6).
Tabel 3. Rataan bahan kering tajuk hijauan jagung manis pada sistem tumpangsari
antara jagung manis dan legum tarum dengan jarak tanam yang berbeda
Jarak tanam Rataan BK Tajuk Hijauan
Perlakuan
Jagung (m) Legum Tarum (m) Jagung Manis (g/tanaman)
P1 0,75 x 0,38 1x1 91.40
P2 0,75 x 0,38 0,75 x 1 87.97
P3 0,75 x 0,35 1x1 96.82
P4 0,75 x 0,35 0,75 x 1 91.71
P5 0,75 x 0,38 - 86.75
P6 0,75 x 0,35 - 79.07
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata (P>0,05)
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan jarak
tanam berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap bahan kering tajuk hijauan
jagung manis. Rataan BK jagung manis tumpangsari tertinggi yaitu pada
perlakuan P3 (96,82 g/tanaman) dan terendah pada perlakuan P2
(87,97 g/tanaman), sedangkan produksi total tanaman monokultur tertinggi yaitu
pada P5 (86,75 g/tanaman) dan terendah pada P6 (79,07 g/tanaman). Hal ini
diduga bahwa dengan adanya perlakuan tumpangsari legum tarum dapat
memperbaiki pertumbuhan dan produksi hijauan jagung karena unsur hara N yang
dibutuhkan jagung dapat tercukupi dengan bantuan legum tarum itu sendiri.
Menurut Ella dan Nurhayu (2010) dengan penanaman legum pakan dengan
tanaman pangan akan dapat beberapa keuntungan seperti perbaikan struktur tanah,
meningkatkan kandungan nitrogen dalam tanah sebab legum dapat memfiksasi N
udara dengan bantuan bakteri Rhizobium yang ada pada bintil akar, dan lebih
penting lagi adalah dapat memproduksi hijauan pakan dan tidak menggangu
produksi tanaman pangan itu sendiri. Kemudian hal ini didukung oleh Apedro
(2017) bahwa hasil kandungan N daun jagung tertinggi diperoleh pada perlakuan
tumpang sari sedangkan hasil terendah diperoleh pada perlakuan penanaman
jagung secara monokultur. Pada sistem tumpangsari memberikan pengaruh positif
pada kandungan N daun jagung. Tanaman jagung memperoleh sumbangan unsur
N dari legum tarum. Penanaman legum dalam pertanaman campuran dapat
meningkatkan kandungan N daun jagung dibandingkan dengan penanaman hanya
jagung dikarenakan legum tarum dapat memfiksasi nitrogen bebas dari udara.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kualitas hijauan jagung pada sistem
tumpang sari lebih baik dibandingkan dengan jagung yang ditanam secara
monokultur.
Selain itu, jarak tanam legum tarum pada perlakuan P3 (1 m x 1 m) lebih
renggang daripada perlakuan P2 (0,75 m x 1 m) dan jarak tanam jagung lebih
renggang pada perlakuan P5 (0,75 x 0,38 m) daripada perlakuan P6 (0,75 m x
0,35 m). Hal ini diduga bahwa legum tarum mampu meningkatkan tajuk hijauan
jagung akibat fiksasi N yang disuplai legum tarum untuk ketersediaan produksi
jagung manis. Sesuai dengan pendapat Menurut Sirajuddin et. al., (2010) salah
satu unsur yang penting dalam produksi tanaman adalah N. Sebagian besar
nitrogen ditransfer pada fase generatif yang mampu merangsang pembentukan
tongkol pada jagung (Zea mays). Translokasi unsur hara nitrogen yang
berlangsung baik pada tanaman mempengaruhi pembuahan, ukuran tongkol dan
berat biji jagung. Salli (2015) melaporkan jarak tanam yang lebih renggang
menghasilkan luas daun tanaman semakin luas, bobot kering tanaman semakin
meningkat, laju asimilasi bersih meningkat. Peningkatan laju asimilasi bersih
berindikasi terjadi peningkatan fotosintesis yang berdampak pada meningkatnya
pembentukan biji, pengisian biji dan bobot biji. Permanasari dan Kastono (2012)
menyebutkan pada keadaan tersebut tanaman mampu mengabsorbsi energi
matahari untuk digunakan dalam proses fotosintesis lebih baik dan mampu
memanfaatkannya dengan lebih efisien sehingga berat kering yang dihasilkan juga
akan lebih besar.

4.5. Bahan Kering Tajuk Hijauan Legum Tarum

Bahan kering tajuk legum tarum adalah penjumlahan dari produksi


batang/ranting dan daun legum tarum yang dipangkas 75 cm dari permukaan
tanah Hasil rataan bahan kering tajuk legum tarum pada masing-masing perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 4 (Lampiran 7).
Tabel 4. Rataan bahan kering tajuk hijauanlegum tarum pada sistem tumpangsari
antara jagung manis dan legum tarum dengan jarak tanam yang berbeda
Jarak tanam Rataan BK Tajuk
Perlakuan Hijauan Legum Tarum
Jagung (m) Legum Tarum (m) (g/tanaman)
P1 0,75 x 0,38 1x1 128.74bo
P2 0,75 x 0,38 0,75 x 1 115.64bc
P3 0,75 x 0,35 1x1 110.02bc
P4 0,75 x 0,35 0,75 x 1 129.65bo
P7 - 1x1 155.91ab
P8 - 0,75 x 1 169.24ao
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
berbeda nyata (P<0,05)
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan jarak
tanam berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bahan kering tajuk hijauan legum
tarum. Uji jarak berganda Duncan menunjukan bahwa BK tajuk legum tarum pada
P7 dan P8 berbeda nyata (P<0,05) dengan P1, P2, P3 dan P4. Namun, P7 berbeda
tidak nyata (P>0,05) dengan P8. Bahan kering tajuk legum tarum tertinggi ada
pada perlakuan P8 (169,24 g/tanaman) sebagai tanaman monokultur, sedangkan
pada tanaman tumpangsari BK tajuk tertinggi pada perlakuan P4 (129,65
g/tanaman). Hal ini diduga karena tanaman kontrol legum tarum tidak ternaungi
oleh tanaman jagung dan tidak banyak mengalami persaingan atau kompetisi
cahaya matahari atau unsur hara dalam tanah, sehingga proses fotosintesis pada
tanaman monokultur ini berlangsung dengan baik untuk meningkatkan produksi
tajuk legum tarum. Sependapat dengan Musfal (2010) bahwa berat kering tajuk
mengindikasikan efisiensi proses fotosintesis. Semakin besar fotosintat yang
dihasilkan maka semakin besar berat kering yang dihasilkan. Semakin berat bobot
kering tanaman, maka pertumbuhan tanaman tersebut semakin baik dan unsur
hara serta air yang terserap tanaman juga semakin banyak. Hal ini didukung oleh
Zuchri (2007) semakin berat bobot kering tanaman, maka pertumbuhan tanaman
tersebut semakin baik dan unsur hara serta air yang terserap tanaman juga
semakin banyak. Semakin banyak cahaya matahari yang diterima tanaman dapat
menambah produk fotosintat dimanfaatkan tanaman untuk pertumbuhan dan
metabolisme. Sebaran sinar matahari perlu diperhatikan untuk menghindari
persaingan antara tanaman dalam mendapatkan cahaya matahari (Warsana, 2009).
4.6. Produksi Total Hijauan Makanan Ternak

Produksi total hijauan makanan ternak adalah total penjumlahan bahan


kering tajuk hijauan jagung manis dengan bahan kering tajuk legum tarum yang
masih dapat dikonsumsi oleh ternak. Rataan produksi total hijauan makanan
ternak pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5 (Lampiran 8).
Tabel 5. Rataan produksi total hijauan makanan ternak pada sistem tumpangsari
antara jagung manis dan legum tarum dengan jarak tanam yang berbeda
Jarak tanam Rataan Produksi Total Hijauan
Perlakuan
Jagung (m) Legum Tarum (m) Makanan Ternak (g/tanaman)
P1 0,75 x 0,38 1x1 220.14a
P2 0,75 x 0,38 0,75 x 1 203.61a
P3 0,75 x 0,35 1x1 206.84a
P4 0,75 x 0,35 0,75 x 1 221.36a
P5 0,75 x 0,38 - 86.75co
P6 0,75 x 0,35 - 79.07co
P7 - 1x1 155.90bo
P8 - 0,75 x 1 169.24bo
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
berbeda nyata (P<0,05)
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan jarak
tanam berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap produksi total hijauan makanan
ternak (HMT). Uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa produksi pada P1,
P2, P3, dan P4 berbeda nyata (P<0,05) dengan P5, P6, P7 dan P8. P7 dan P8
berbeda nyata (P<0,05) dengan P5 dan P6. Rataan produksi total hijauan makanan
ternak pada tanaman tumpangsari tertinggi yaitu pada perlakuan P4 (221,36
g/tanaman) dan terendah pada perlakuan P2 (203,61 g/tanaman). Rataan produksi
tanaman monokultur jagung manis tertinggi pada perlakuan P5 (86,75 g/tanaman)
dan terendah P6 (79,07 g/tanaman). Sedangkan rataan produksi tertinggi tanaman
monokultur legum tarum pada perlakuan P8 (169,24 g/tanaman) dan terendah
pada perlakuan P7 (155,90 g/tanaman). Dari hasil rataan yang diperoleh, dapat
disimpulkan bahwa produksi tanaman tumpangsari lebih tinggi dibandingkan
tanaman monokultur. Menurut Mwangi et. al., (2004) penanaman dengan pola
tumpangsari akan memberikan produksi pakan yang lebih tinggi (Here et. al.,
2004) baik antara tanaman pakan sendiri maupun dengan tanaman pangan.
BAB V
KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa pola tanam tumpangsari
jagung manis dengan legum tarum dapat meningkatkan produksi legum tarum dan
hasil jagung manis tanpa menurunkan produksi kedua tanaman. Hasil yang terbaik
diperoleh dengan jarak jagung manis 0,75 m x 0,35 m dan jarak legum tarum
0,75 m x 1 m.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, L., Suharlina. 2010. Herbage yield and quality of two vegetative parts
of Indigofera at different time of first regrowth defoliation.
Med. Pet. 33:44-49.
Apedro, H. 2017. Pertumbuhan dan Kandungan Nitrogen Daun Jagung yang
Ditanam dengan Jarak Tanam yang Berbeda dalam Sistem Tumpangsari
Antara Jagung (Zea mays) dan Legum Tarum (Indigofera zollingeriana).
Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Jambi. Jambi.

Bahar, S., Hardjosoewignjo, I. Kismono, dan O. Haridjaja. 1999. Perbaikan


padang rumput alam dengan introduksi leguminosa dan beberapa cara
pengolahan tanah. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 4:185-190.
Bahua, M. I., Nurmi. 2015. Pertumbuhan dan Produksi Tiga Varietas Jagung Manis
(Zea mays saccharata Sturt) pada Sistem Jarak Tanam Jajar Legowo yang
Berbeda. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo.

Beets, W. C. 1982. Multiple Cropping and Tropical Farming Systems. Gower


Publishing Company Limited. England. 156p.

Catharina, T. S. 2009. Respon Tanaman Jagung pada Sistem Monokultur dengan


Tumpangsari Kacang-Kacangan terhadap Ketersediaan Unsur Hara N dan
Nilai Kesetaraan Lahan di Lahan Kering. Fakultas Pertanian Universitas
Maraswati, Mataram. Ganeca Swara Edisi Khusus. 3(3):17-21.

Dahmardeh, M., A. Ghanbari, B. Syasar, and M. Ramroudi. 2009. Effect of


intercropping maize (Zea mays l) with cowpea (Vigna unguiculata l.) on
green forage yield and quality evaluation. Asian Journal of Plant
Science. 8:235-239.
Effendi, S. 2008. Cropping Sistem Suatu Cara untuk Stabilisasi Produksi
Pertanian. Penataran PPS Bidang Agronomi dalam Pola Bertanam.
Lembaga Penelitian, Bogor.
Ella, A., dan A. Nurhayu. 2010. Kemampuan Daya Dukung Hijauan Pakan
Ternak (Flemengia Congesta dan Desmodium Rensonii) pada Pola
Tanam Tumpangsari dengan Tanaman Jagung. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan, Makasar. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner: 422-427.
Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya. UI Press, Jakarta.
Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 2008. Fisiologi Tanaman
Budidaya. Terjemahan. UI Press. Jakarta.
Goldsworthy, P. R., dan N. M. Fisher. 1984. The Physiology of Tropical Field
Crops. John Wiley and Sons, Ltd. New York.
Gomez, A. A., dan K. A. Gomez. 1983. Multiple Cropping in The Humid Tropics
of Asia. International Development Research Centre. Ottawa.
Harjadi, S. 1989. Pengantar Agronomi. Penerbit Gramedia. Jakarta.

Hassen, A., N. F. G. Rethman, and Z. Apostolides. 2006. Morphological and


agronomic characterization of indigofera species using multivariate
analysis. Trop Grassl. 40:45-59.

Hassen, A., N. F. G. Rethman, V. Niekerk, and T. J. Tjelele. 2007. Influence of


season/year and species on chemical composition and in vitro digestibility
of five indigofera accessions. Animal Feed Science Technology. 136:312-
322.
Here, D. M., I. E. Gruben., P. Tatsopong., A. Lunpha., M. Saengkham And K.
Wangpicher. 2004. Inter-row planting of legumes to improve and create
protein consentration in Paspalum abatum Cv. Ubon pasture in Nort-East
Thailand. Tropical Grassland. 38:167-177.
Herlina. 2011. Kajian Variasi Jarak dan Waktu Tanam Jagung Manis dalam
Sistem Tumpang Sari Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt) dan
Kacang Tanah (Arachis hypogaea L). Universitas Andalas. Padang.
Indriati, T. R. 2009. Pengaruh Dosis Pupuk Organik dan Populasi Tanaman
terhadap Pertumbuhan serta Hasil Tumpangsari Kedelai (Glycine max L)
Dan Jagung (Zea mays L). Tesis. Sekolah Pascasarjana, Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.

Isrun. 2010. Respon inceptisols terhadap pupuk guano dan pupuk p serta
pengaruhnya terhadap serapan p tanaman kacang tanah. Jurnal Agroland.
16(1):40-44.

Koswara, J. 1983. Jagung (Diktat Mata kuliah Tanaman Setahun) Departemen


Agronomi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Koten, B. B., R. D. Soetrisno, N. Ngadiyono, dan B. Soewignyo. 2013.


Penampilan produksi hijauan hasil tumpangsari arbila (Phaseolus
lunatus) berinokulum rhizobium dan sorgum (Sorghum bicolor) pada
jarak tanam arbila dan jumlah baris sorgum. Sains
Peternakan. 2013:26-33.
Lorina, M. D. P., Sitawati, P. W. Kurniawan. 2015. Studi sistem tumpangsari
brokoli (Brassica oleracea l.) dan bawang prei (Allium porrum L.) pada
berbagai jarak tanam. Jurnal Produksi Tanaman. 3:564-573.

Marliah. A., Jumini, dan Jamilah. 2010. Pengaruh jarak tanam antar barisan pada
sistem tumpangsari beberapa varietas jagung manis dengan kacang merah
terhadap pertumbuhan dan hasil. Jurnal Agrista. 141:30-38.

Maskyadji, A. S. Z. Z. 2007. Peningkatan produktivitas hijauan tanaman kacang


komak (Dolichos lablab L.) dalam berbagai pola tumpang sari berbasis
tanaman jagung (Zea mays) di lahan kering. Jurusan Budidaya Tanaman
Fakultas Pertanian Unijoyo. Embryo. 4(1):72-84.
Mawazin, Hendi, S. 2008. Pengaruh Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan
Diameter Shorea parvifolia Dyer. Penelitian Hutan dan Konservasi
Alam. 5:381-388.
McIntosh, J. L., S. Effendi, and A. Syariffuddin. 1977. Testing cropping patterns
for upland conditions. In cropping system research and development for
the asian rice farmer. IRRI. P. 202-221.
Midleton, G. H. 1981. The Role of Legume in Legume Grass Pasture in the Wet
Tropic. Tropical Grassland.
Musfal. 2010. Potensi cendawan mikoriza arbuskula untuk meningkatkan hasil
tanaman jagung. Jurnal Litbang Pertanian. 29(4):154-158.
Mwangi, D. M., G. Cadisch., W. Thorpe And K. E. Giller. 2004. Harvesting
Management Options for Legumes Intercropped in Napier Grass in The
Central Highlands of Kenya. Tropical Grasslands. 38:234-244.
Palaniappan, S. P. 1985. Cropping System in the Tropics: Principles and
Management. Wiley eastern Ltd. New Delhi.

Palupi, R., L. Abdullah., D. A. Astuti., dan Sumiati. 2014. Potensi dan


pemanfaatan tepung pucuk Indigofera sp. sebagai bahan pakan substitusi
bungkil kedelai dalam ransum ayam petelur. JITV. 19(3):210-219.

Paulus, J. M. 2005. Produktifitas Lahan, Kompetensi, dan Toleransi dari Tiga


Klon Ubi Jalar pada Sistem Tumpangsari dengan Jagung. Jurusan
Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat,
Manado. Eugenia. 11(1):1-7.

Permanasari, I dan D. Kastono. 2012. Pertumbuhan tumpangsari jagung dan


kedelai pada perbedaan waktu tanam dan pemangkasan jagung. Jurnal
Agroteknologi. 3(1):13-20.

Purwono, M. dan R. Hartono. 2007. Bertanam Jagung Manis. Penebar Swadaya.


Bogor. Hal. 68.
Salisbury, F. B. and C. W. Ross. 1992. Plant Physiology. California. Wadsworth
Publ. Co. 4th Edition.
Salli, M. K. 2015. Hasil Tumpang Sari Jagung (Zea mays L.) dan Kacang Merah
(Phaseolus vulgaris L.) pada Jarak Tanam Jagung yang Berbeda. Partner.
58(1):57-62.
Sarono, S., Sa’ud, and C. Tsai. 2001. Corn Production in Indonesia. In: Park K,
editor. Corn Production in Asia. Taipei: FFTC-ASPAC. Hal. 35-53.
Shehu, Y., W. S. Alhassan, U. R. Pal, dan C. J. C. Phillips. 2001. Yield and
Chemical Composition Response of Lab Purpureus to Nitrogen,
Phosphorus and Potassium Fertilizers. Trop Grassl. 35:180-185.
Simamora, T. J. L. 2006. Pengaruh waktu Penyiangan dan Jarak Tanam terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Varietas
DK3. In: Program Studi Agronomi Departemen Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. P. I-39.
Simon dan Ginting. 2012. Indigofera sebagai Pakan Ternak. IAARD Press.
Jakarta.
Sirajuddin, M., dan S. A. Lasmin. 2010. Respon pertumbuhan dan hasil jagung
manis (Zea mays saccharata) pada berbagai waktu pemberian pupuk
nitrogen dan ketebalan mulsa jerami. Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah. Jurnal
Agroland. 17(3):184-191.
Soejono, A. T. 1994. Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Jenis Tanaman Kacangan
dalam Tumpangsari dengan Tebon Ratoon. Laporan Penelitian Fakultas
Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Soejono, A. T. 2005. Tumpangsari Tebu Lahan Kering Dengan Beberapa Jenis
Tanaman Palawija Kaitannya dengan Pertumbuhan Gulma dan Hasil
Tanaman. Disertasi. Sekolah Pasasarjana Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Steel, R. G. D dan J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Penerjemah
Bambang Sumantri. Gramedia Pustaka, Jakarta.
Sudirman dan Imran. 2007. Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM Press.
Yogyakarta.
Sudomo, A dan N. Mindawati. 2011. Pertumbuhan manglid (Manglieta glaucabu)
pada tiga jarak tanam dan tiga jenis pupuk di Tasikmalaya Jawa Barat.
Jurnal Tekno Hutan Tanaman. 4(3):115.
Sugito, Y. 1999. Ekologi Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Malang.
Sumarsono. 2009. Forage Crops. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Semarang.
Suwarto, S., Yahya, Handoko, dan M. A. Chozin. 2005. Kompetisi Tanaman
Jagung dan Ubi Kayu dalam Sistem Tumpangsari. Universitas Sumatera
Utara. Medan.
Syafruddin, Nurhayati, dan R. Wati. 2012. Pengaruh jenis pupuk terhadap
pertumbuhan dan hasil beberapa varietas jagung manis.
Jurnal Floratek. 7:107-114.
Tsubo, M., S. Walker, and H. O. Ogindo. 2005. A Stimulation Model of Cereal
Legume Intercropping Systems for Semi-Arid Regions. Field Crops
Research. 93:10-22.

Waluya, A. 2009. Gulma pada Tanaman Jagung di Kebun Percobaan Cikabayan,


Institut Pertanian Bogor. Penguasaan Sarana Tumbuh. Departemen
Agronomi Dan Hortikultura. Institut Pertanian Bogor.
Warsana, E. 2009. Potensi Kerandang (Canavalia virosa) sebagai Sumber Pakan
dan Pangan Ternak Alternatif. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian,
Yogyakarta. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner: 765-769.
Zakaria, F. 2016. Pola Tanam Tumpangsari Kedelai dan Jagung. Ideas Publishing.
Gorontalo.
Zamroni. 2003. Pengaruh Varietas dan Populasi terhadap Distribusi Bahan Kering
Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Pola Tanam Tumpangsari dengan
Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Zuchri, A. 2007. Optimalisasi Hasil Tanaman Kacang Tanah dan Jagung Dalam
Tumpangsari melalui Pengaturan Baris Tanam dan Perompesan Daun
Jagung. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Unijoyo.
Embryo 4(2):157-163.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah Penanaman Penelitian di Lapangan

Rumah Kaca Fakultas


Peternakan Universitas Jambi

0.5 m

] ] ] ]
] ]

P41
]

P11 P31 P71 P51 P21 P61 P81

1m
] ] ] ] ] ] ] ]

P52 P32 P62 P22 P42 P72 P12 P82

] ] ]
] ] ] ] ]

P43 P33 P73 P63 P13 P23 P53 P83 1m

Gambar 5. Denah Penanaman di Lapangan

Lay out penanaman per plot:

Gambar 6. Denah Perlakuan P1 Gambar 7. Denah Perlakuan P2


Gambar 8. Denah Perlakuan P3 Gambar 9. Denah Perlakuan P4

Gambar 10. Denah Perlakuan P5 Gambar 11. Denah Perlakuan P6

Gambar 12. Denah Perlakuan P7 Gambar 13. Denah Perlakuan P8


Lampiran 2. Perhitungan Dosis Pemakaian Pupuk Berdasarkan Berat Tanah
1 ha tanah = 2.000.000 kg tanah
1 m2 = 200 kg
1 plot = 16 m2
16 m2 = 3.200 kg

( ) ( )
=

1. Dosis Pupuk Nitrogen dengan pemakaian 200 kg/ha Urea


( )
Kebutuhan Urea = =

= = 0,32 kg/plot

= 320 gr/plot
Maka, penggunaan pupuk urea dalam 1 plot adalah 320 gr dibagi jumlah per
tanaman dalam plot.
2. Dosis Pupuk Fosfor dengan pemakaian 90 kg/ha TSP
( )
Kebutuhan Fosfor = =

= = 0,144 kg/plot

= 144 gr/plot
Maka, penggunaan pupuk TSP dalam 1 plot adalah 144 gr dibagi jumlah per
tanaman dalam plot.
3. Dosis Pupuk Kalium dengan pemakaian 70 kg/ha KCl
( )
Kebutuhan Kalium = =

= = 0,112 kg/plot

= 112 gr/plot
Maka, penggunaan pupuk KCl dalam 1 plot adalah 112 gr dibagi jumlah per
tanaman dalam plot.
Sumber: Buku Ilmu Tanah Karya Sarwono Harjowigeno, 1987
4. Dosis Pupuk Kompos dengan pemakaian 5 ton/ha
Kebutuhan Pupuk Kompos = =

= = 8 kg/plot

= 800 gr/plot
Lampiran 3. Perhitungan Dosis Pengapuran
Diketahui = pH aktual 4,25
pH yang dituju 6
Jawab = 6 - 4,5 x 2000 kg
= 3000 kg/ha
Untuk menaikan 1 point pH tanah diperlukan 2000 kg kapur (sudah baku).
Artinya untuk menaikan pH dari pH sebelumnya 4,5 menjadi 6 dalam satu hektar
luas lahan diperlukan 3000 kg kapur.
Karena 1 plot berisi 3.200 kg tanah, maka perhitungan kebutuhan kapur adalah :
.
Kebutuhan kapur = x 3200 kg = 4,8 kg/plot
. .
Sumber: Buku Pengapuran Tanah Pertanian Karya Kuswadi, 1993
Lampiran 4. Perhitungan Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL)

JAGUNG TUMPANGSARI
Perlakuan I II III ∑Pi Rataan
P1 88,86 95,52 89,82 274,20 91,40
P2 84,14 90,20 89,57 263,91 87,97
P3 88,77 92,15 109,54 290,46 96,82
P4 110,57 89,83 74,73 275,13 91,71
∑Pi 372,34 367,70 363,66

JAGUNG MONOKULTUR
Perlakuan I II III ∑Pi Rataan
P5 82,91 78,50 98,84 260,25 86,75
P6 71,61 78,69 86,90 237,20 79,07
∑Pi 154,52 157,19 185,74

LEGUM TARUM TUMPANGSARI


Perlakuan I II III ∑Pi Rataan
P1 148,65 118,63 118,94 386,22 128,74
P2 108,20 116,55 122,16 346,91 115,64
P3 119,24 127,20 83,63 330,07 110,02
P4 108,14 135,81 145,01 388,96 129,65
∑Pi 484,23 498,19 469,74

LEGUM TARUM MONOKULTUR


Perlakuan I II III ∑Pi Rataan
P7 145,44 148,92 173,35 467,71 155,90
P8 168,74 153,31 185,67 507,72 169,24
∑Pi 314,18 302,23 359,02

Perhitungan NKL :
NKL P1 = + NKL P3 = +
, , , ,
= + = +
, , , ,

= 1,05 + 0,83 = 1,22 + 0,65


= 1,88 = 1,87

NKL P2 = + NKL P4 = +
, , , ,
= + = +
, , , ,

= 1,01 + 0,74 = 1,16 + 0,77


= 1,75 = 1,93
Lampiran 5. Perhitungan Berat Kering Hijauan Jagung Manis

Perlakuan I II III ∑Pi Rataan


P1 66,85 73,53 67,83 208,21 69,40
P2 62,15 68,20 67,57 197,92 65,97
P3 66,76 70,14 87,53 224,43 74,81
P4 88,57 67,83 52,73 209,13 69,71
P5 60,90 56,49 76,85 194,24 64,75
P6 49,60 56,68 64,90 171,18 57,06
∑r 394,84 392,87 417,41 1205,12

FK JKT JKK JKP JKG


80683,64 1828,23 61,99 537,02 1229,22

SK Db JK KT Fhit 0,05 0,01


Kelompok 2 61,99 31,00 0,25 3,33 5,64
Perlakuan 5 537,02 107,40 0,87
Galat 10 1229,22 122,92
Total 17 1828,23 107,54
Lampiran 6. Perhitungan Bahan Kering Tajuk Hijauan Jagung Manis

Perlakuan I II III ∑Pi Rataan


P1 88,86 95,52 89,82 274,20 91,40
P2 84,14 90,20 89,57 263,90 87,97
P3 88,77 92,15 109,54 290,46 96,82
P4 110,57 89,83 74,73 275,13 91,71
P5 82,91 78,50 98,84 260,24 86,75
P6 71,61 78,69 86,90 237,21 79,07
∑r 526,85 524,89 549,41 1601,15

FK JKT JKK JKP JKG


142426,45 1827,59 61,86 537,06 1228,67

SK Db JK KT Fhit 0,05 0,01


Kelompok 2 61,86 30,93 0,25 3,33 5,64
Perlakuan 5 537,06 107,41 0,87
Galat 10 1228,67 122,87
Total 17 1827,59 107,51
Lampiran 7. Perhitungan Berat Kering Tajuk Hijauan Legum Tarum

Perlakuan I II III ∑Pi Rataan


P1 148,65 118,63 118,94 386,22 128,74
P2 108,20 116,55 122,16 346,92 115,64
P3 119,24 127,20 83,63 330,07 110,02
P4 108,14 135,81 145,01 388,96 129,65
P7 145,44 148,92 173,35 467,72 155,91
P8 168,74 153,31 185,67 507,72 169,24
∑r 798,40 800,43 828,77 2427,60

FK JKT JKK JKP JKG


327402,13 11520,09 96,12 8027,19 3396,78

SK Db JK KT Fhit 0,05 0,01


Kelompok 2 96,12 48,06 0,14 3,33 5,64
Perlakuan 5 8027,19 1605,44 4,73*
Galat 10 3396,78 339,68
Total 17 11520,09 677,65

Uji Lanjut Berganda Duncan


SX 10,64077

NILAI JARAK SSR & LSR 2 3 4 5 6


0,05 3,33 3,22 3,14 3,07 3,37
SSR
0,01 5,64 5,39 5,20 5,06 4,94
0,05 35,39 34,23 33,36 32,69 35,87
LSR
0,01 59,97 57,31 55,33 53,81 52,59

PERBANDINGAN NILAI BEDA ANTAR PERLAKUAN


Perlakuan Rataan P8 P7 P4 P1 P2 P3
P8 169,24a0 13,33 39,59* 40,50* 53,60* 59,22*
ab
P7 155,91 26,26 27,17 40,27* 45,89*
P4 129,65bo 0,91 14,01 19,63
b0
P1 128,74 13,10 18,72
bc
P2 115,64 5,62
P3 110,02bc
Lampiran 8. Perhitungan Total Hijauan Makanan Ternak
Perlakuan I II III ∑Pi Rataan
P1 237,51 214,15 208,76 660,42 220,14
P2 192,34 206,75 211,73 610,82 203,61
P3 208,01 219,35 193,17 620,53 206,84
P4 218,71 225,64 219,74 664,09 221,36
P5 82,91 78,50 98,84 260,25 86,75
P6 71,61 78,69 86,90 237,20 79,07
P7 145,44 148,92 173,35 467,71 155,90
P8 168,74 153,31 185,67 507,72 169,24
∑r 1325,27 1325,31 1378,16 4028,74

FK JKT JKK JKP JKG


676281,08 71379,14 232,94 69003,85 2142,35

SK Db JK KT Fhit 0,05 0,01


Kelompok 2 232,94 116,47 0,76 2,76 4,28
Perlakuan 7 69003,85 9857,69 64,42*
Galat 14 2142,35 153,03
Total 23 71379,14 3103,44
Uji Lanjut Berganda Duncan
SX 7,14201

NILAI JARAK SSR & LSR 2 3 4 5 6 7 8


0,05 3,03 3,18 3,27 3,33 3,37 3,40 3,43
SSR
0,01 4,21 4,39 4,51 4,59 4,65 4,70 4,74
0,05 21,66 22,70 23,34 23,77 24,08 24,30 24,47
LSR
0,01 30,07 31,36 32,20 32,79 33,24 33,59 33,87

PERBANDINGAN NILAI BEDA ANTAR PERLAKUAN


Perlakuan Rataan P4 P1 P3 P2 P8 P7 P5 P6
P4 a
221,36 1,22 14,52 17,75 52,12* 65,46* 134,61* 142,29*
P1 a
220,14 13,30 16,53 50,90* 64,24* 133,39* 141,07*
P3 a
206,84 3,23 37,60* 50,94* 120,09* 127,77*
P2 a
203,61 34,37* 47,71* 116,86* 124,54*
P8 c
169,24 13,34 82,49* 90,17*
P7 155,90c 69,15* 76,83*
P5 86,75b 7,68
P6 79,07b
Lampiran 9. Analisis Ragam Kandungan N Daun Jagung pada Sistem
Tumpangsari antara Jagung Manis dan Legum Tarum
dengan jarak tanam yang berbeda

Perlakuan I II III ∑Pi Rataan


P1 9,65 12,86 15,34 37,86 12,62
P2 8,77 12,31 18,15 39,23 13,08
P3 8,77 12,31 13,83 34,91 11,64
P4 7,46 7,34 10,30 25,10 8,37
P5 6,58 6,47 9,53 22,58 7,53
P6 6,58 7,85 9,37 23,80 7,93
∑r 1325,27 1325,31 1378,16 4028,74

FK JKT JKK JKP JKG


1870,26 185,67 69,50 95,50 20,47

SK Db JK KT Fhit 0,05 0,01


Kelompok 2 69,70 34,85 17,02 4,10 7,56
Perlakuan 5 95,50 19,10 9,33* 3,33 2,52
Galat 10 20,47 2,05
Total 17 185,67 10,92
Uji Lanjut Berganda Duncan
SX 0,83

NILAI JARAK SSR & LSR 2 3 4 5 6


0,05 3,15 3,29 3,38 3,43 3,47
SSR
0,01 4,48 4,67 4,79 4,87 4,93
0,05 2,60 2,72 2,79 2,83 2,86
LSR
0,01 3,70 3,86 3,96 4,02 4,07

PERBANDINGAN NILAI BEDA ANTAR PERLAKUAN


Perlakuan Rataan P2 P1 P3 P4 P6 P5
P2 13,08a 0,46 1,44 4,71* 5,15* 5,55*
P1 a
12,62 0,98 4,25* 4,69* 5,09*
P3 a
11,64 3,27* 3,71* 4,11*
P4 8,37b 0,44 0,84
P6 7,93b 0,40
P5 7,53b

Anda mungkin juga menyukai