Anda di halaman 1dari 98

KARAKTERISASI GALUR MUTAN GANDUM

(Triticum aestivum L.)

PADA DAERAH DATARAN RENDAH TROPIS

CHAERUL MALIK

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2011 M
KARAKTERISASI GALUR MUTAN GANDUM

(Triticum aestivum L.)

PADA DAERAH DATARAN RENDAH TROPIS

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains


Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta

CHAERUL MALIK

106095003196

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2011 M
PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul “Karakterisasi Galur Mutan Gandum (Triticum aestivum L.) Pada
Daerah Dataran Rendah Tropis” yang ditulis oleh Chaerul Malik, NIM
106095003196 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam siding Munaqosah
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tanggal 18 Maret 2010 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.

Menyetujui:

Penguji I, Penguji II,

Fahma Wijayanti, M.Si Megga R. Pikoli, M.Si


NIP.19690317 200312 2 001 NIP.19720322 200212 2 002

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. DR. Soeranto Human, M.Sc Dasumiati, M.Si


NIP.19581013 198303 1 002 NIP.19730923 199903 2 002

Mengetahui:

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Biologi

DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis. DR. Lily Surayya E.P, M.Env.Stud.
NIP. 19680117 200112 1001 NIP. 19690404 200501 2 005
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-


BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Maret 2011

Chaerul Malik
106095003196
ABSTRAK

Chaerul Malik. Karakterisasi Galur Mutan Gandum (Triticum aestivum L.)


Pada Daerah Dataran Rendah Tropis.

Gandum merupakan jenis tanaman sereal yang menjadi sumber bahan


pangan penting di dunia. Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat
konsumsi gandum yang tinggi. Perkembangan gandum di Indonesia sangat lambat
sehingga Indonesia masih harus mengimpor gandum dari negara lain. Penelitian
ini dilakukan pada bulan April sampai September 2010 di SEAMEO Biotrop,
Bogor dan BATAN Pasar Jumat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memperlajari beberapa karakter morfologi galur mutan gandum, melihat pengaruh
ketinggian tempat dan vernalisasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan galur
mutan gandum di daerah dataran rendah tropis. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK), dengan tiga blok sebagai
ulangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa galur mutan CBD 17 adalah salah
satu galur mutan yang berpotensi baik untuk dikembangkan di dearah dataran
rendah tropis dibandingkan enam galur mutan lainnya. Galur mutan ini memiliki
beberapa karakter morfologi yang baik seperti tinggi 59,52 cm, umur genjah
(85,67 hari), jumlah biji per malai yang cukup tinggi (23,07 biji) dan memiliki
berat biji per rumpun tertinggi (2,5 g) melebihi ketiga varietas kontrol.

Kata kuci: Galur mutan gandum, Karakter morfologi, Ketinggian tempat dan
Vernalisasi.
ABSTRACT

Chaerul Malik. Characterization Of Wheat Mutant Lines (Triticum aestivum


L.) At Tropical Low Land.

Wheat is the important cereals that used for foodstuff in the world.
Indonesia is one of country with height level of wheat consuming. Indonesia
development wheat was to late in order to always import wheat from another
country. This research carried out on April until September 2010 in SEAMEO
Biotrop, Bogor and BATAN Pasar Jumat. The aim of this research was to study
about characteristic of morphology wheat mutant lines in tropical low land, see
the effect of place elevation and vernalization in growth and development wheat
mutant lines. Method of the research is randomized complete block design
(RCBD) with three blocks as repeating. The experimental results showed that
among of another six mutant line, the mutant line of CBD 17 had a good potential
to develop in tropical low land. It had some good characteristic morphology such
as, plant high 59,52 cm, lower age (85,67 days), highest number of grain per spike
(23,07 seeds) and produced highest grain per clump (2,5 g) more than three
varieties of control.

Key words: Wheat mutant lines, Characteristic of morphology, The elevation of


place and Vernalization
Bismillaahirrahmaanirrahiim

“Persembahan Untuk Ayah dan Ibu”

Bersama do’a mu ayah dan ibu aku menuju ilmu


Bersama tangismu ayah dan ibu aku berlalu
Bersama harapmu ayah dan ibu aku tertuju
Bersama kasihsayangmu ayah dan ibu aku rindu

Lima tahun tak jadi berlalu


Waktu memisah dan menyatu
Bersama 23 orang penuntut ilmu
Aku berjibaku
Jatuh bangun melawan waktu
Menapaki hiruk pikuk dan lika-liku ilmu
Di kota central tempat para penjuru negeri mengadu

Kini dapatku persembahkan untuk mu ayah dan ibu


Jeripayah dan tanggungjawabku
Sebuah karya yang ku tulis dengan tinta cintamu
Anugrah Allah yang Maha Tahu

Inilah keringat dan jeripayahmu ayah dan ibu


Inilah doa dan linangan air mata malammu ibu
Inilah harapanmu ayah dan ibu
Inilah baktiku pada mu ayah dan ibu

Jangan pernah berhenti keningmu tuk selalu menunduk dalam malammu


ibu
Jangan pernah surut sungai di kelopak matamu mengalirkan do’a ibu
Jangan pernah berhenti bibir mu berharap oh ayah dan ibu
Sampai dunia kurengkuh untuk mu
Sampai Surga ku bawakan untuk mu
Oh ayah dan Ibuku.

Skripsi ini ku persembahkan


untuk Ayah dan Ibundaku Tercinta
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini yang berjudul “Karakterisasi Galur Mutan Gandum (Triticum aestivum L.)
Pada Daerah Dataran Rendah Tropis”. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis
memperoleh bimbingan, arahan dan masukan dari berbagai pihak sehingga
penulis dapat mengatasi semua halangan dan rintangan. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan ketulusan jiwa, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi.
2. Ibu DR. Lily Surayya E.P, M.Env.Stud selaku ketua Program Studi
Biologi
3. Kepala PATIR BATAN Ps. Jumat yang telah mengizinkan penulis untuk
melakukan penelitian di BATAN.
4. Bapak Prof. DR. Soeranto Human, M.Sc selaku pembimbing yang banyak
mengarahkan dan membimbing penulis dari awal hingga akhir.
5. Ibu Dasumiati, M.Si selaku pembimbing sekaligus Penasehat Akademik
yang telah banyak mengarahkan dan membimbing penulis baik dalam
menjalani kuliah maupun skripsi.
6. Ir. Junaidi, M.Si dan Ibu Priyanti M.Si selaku penguji seminar proposal
dan seminar hasil, yang banyak memberikan arahan dan masukan bagi
penulis.
7. Ibu Fahma Wijayanti, M.Si dan Ibu Megga R. Pikoli, M.Si selaku penguji
yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis.
8. Ka Wijaya M. Indriatama, S.Si yang telah banyak membimbing,
membantu dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.
9. Bapak dan Ibu tercinta yang tidak pernah henti-hentinya mendoakanku
dengan begitu banyak linangan air mata dalam sujud malammu dan kerja
keras setiap hari demi kesuksesan anaknya.
10. Kakakku (Abu Yazid) yang selalu memotivasi dan menjadi inspirasiku
baik dalam menjalani kehidupan di Jakarta, kuliah dan skripsi ini. Dan
kepada adik-adikku (Dewi dan Zakaria) tersayang yang selalu membuatku
bersemangat dan tergerak untuk menyelesaikan skripsi ini.
11. Keluarga besar Biologi 2006 (Istianah, Zihan, Nurkhasanah, Nurul, Yelvi,
Adeng, Deden, Apdus, Ipin, Muhe, Iqbal, Eko, Bams, Ryan, Rina, Astri,
Nita, Lidia, Nana, Fitri, Anggi, Hera dan Gelenk) yang selalu ada disaat
duka menyerta, selalu ada saat dipinta dan selalu tersenyum disaat
termenung, kalian semua takan pernah tergantikan dihati penulis.
12. Epo Nur Wahyuni, S.Si yang telah banyak membantu dan memotivasi
penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
13. Sahabat TPA Comunity (Mang Andi, Mang Pian, Mang Abu, Mang
Rachmat Kabir, Harid Isnaeni, Rahmat Vario, Bang Jack, Aziz dan
Matsani) yang selalu menyemangati dan memotivasi penulis (Terbaik).
Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis namun tidak bisa
disebutkan satu persatu. Semoga Allah membalas semua kebaikan kalian. Dengan
segala keterbatasan yang ada, penulis mengakui skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu, dengan hati terbuka, penulis mengharapkan saran dan kritik
yang membangun demi kemajuan penulis.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Jakarta, 21 Maret 2011

Chaerul Malik
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI .. ................................................................................................. iii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ..................................................................... 3

1.3. Hipotesis .................................................................................... 3

1.4. Tujuan Penelitian ...................................................................... 4

1.5. Manfaat Penelitian .................................................................... 4

1.6. Kerangka Berfikir ...................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 6

2.1. Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) ................................ 6

2.1.1. Deskripsi tanaman gandum ........................................... 6

2.1.2. Syarat tumbuh Gandum ............................................... 9

2.1.3. Klasifikasi gandum ....................................................... 12

2.2. Karakterisasi dan Morfologi Gandum ....................................... 13

2.2.1. Akar ............................................................................... 13


2.2.2. Batang ........................................................................... 14

2.2.3. Daun .............................................................................. 15

2.2.4. Bunga ............................................................................ 17

2.2.5. Biji ................................................................................. 19

2.3. Pemuliaan Gandum Dengan Teknik Mutasi ............................. 20

2.3.1. Induksi mutasi dengan sinar gamma ............................... 22

2.3.2. Seleksi dan pemurnian galur mutan .............................. 23

2.3.3. Pengujian galur mutan ................................................... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 26

3.1. Waktu dan Tempat ..................................................................... 26

3.2. Alat dan Bahan .......................................................................... 26

3.3. Metode Penelitian ...................................................................... 26

3.3.1. Persiapan lahan ................................................................ 27

3.3.2. Penanaman dan Pemeliharaan ......................................... 27

3.3.3. Pengamatan variabel ........................................................ 28

3.4. Analisis Data ............................................................................. 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 31

4.1. Pertumbuhan Tanaman .............................................................. 31

4.1.1. Tinggi tanaman ................................................................ 33

4.1.2. Jumlah anakan .................................................................. 36

4.2. Daun ........................................................................................... 38

4.3. Malai .......................................................................................... 41


4.3.1. Panjang malai ................................................................... 41

4.3.2. Jumlah biji per malai ........................................................ 45

4.3.3. Jumlah spikelet ................................................................ 49

4.4. Umur Berbunga dan Umur Panen .............................................. 50

4.4.1. Umur berbunga ................................................................ 50

4.4.2. Umur panen ...................................................................... 52

4.5. Biji .............................................................................................. 55

4.5.1. Berat biji per rumpum ...................................................... 55

4.5.2. Berat 1000 biji ................................................................. 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 60

5.1. Kesimpulan ................................................................................ 60

5.2. Saran .......................................................................................... 61

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 62

LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................................. 66
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif pada 10

genotip gandum .............................................................................. 34

Tabel 2. Rata-rata jumlah daun, panjang helai daun, panjang upih daun, dan

lebar daun ........................................................................................ 39

Tabel 3. Rata-rata panjang malai, jumlah biji per malai, jumlah spikelet

dan persentase biji hampa ............................................................... 43

Tabel 4. Umur berbunga dan umur panen ..................................................... 51

Tabel 5. Berat rata-rata biji per rumpum dan berat rata-rata 1000 biji .......... 56
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur batang dan daun tanaman gandum ............................... 15

Gambar 2. Biji gandum ................................................................................ 20

Gambar 3. Pemuliaan mutasi dengan teknik mutasi .................................... 21

Gambar 4. Grafik pertumbuhan tanaman gandum ....................................... 32

Gambar 5. Malai gandum ............................................................................. 42

Gambar 6. Malai 10 genotip gandum .......................................................... 44

Gambar 7. Malai normal, malai yang terserang burung, dan malai yang

terserang jamur ........................................................................... 48

Gambar 8. Biji pada spikelet ........................................................................ 50

Gambar 9. Bunga galur CBD 24 dan varietas Dewata pada minggu ke-6 ... 52

Gambar 10. Sepuluh sampel genotip gandum setelah dipanen ....................... 53

Gambar 11. Morfologi biji 10 genotip gandum .............................................. 58


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Denah penanaman gandum di SEAMEO Biotrop, Bogor ........ 66

Lampiran 2. Data klimatologi BMKG Bogor dan Peta lokasi BATAN Pasar

Jumat ........................................................................................ 67

Lampiran 3. Tabel analisis sidik ragam rancangan acak kelompok (RAK) .. 68

Lampiran 4. Sertifikat pengujian tanah ......................................................... 71

Lampiran 5. Surat permohonan riset ............................................................. 73

Lampiran 6. Surat balasan dari BATAN Pasar Jumat ................................... 74

Lampiran 7. Surat izin permohonan minta data ............................................ 75


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini yang berjudul “Karakterisasi Galur Mutan Gandum (Triticum aestivum L.)
Pada Daerah Dataran Rendah Tropis”. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis
memperoleh bimbingan, arahan dan masukan dari berbagai pihak sehingga
penulis dapat mengatasi semua halangan dan rintangan. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan ketulusan jiwa, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi.
2. Ibu DR. Lily Surayya E.P, M.Env.Stud selaku ketua Program Studi
Biologi
3. Kepala PATIR BATAN Ps. Jumat yang telah mengizinkan penulis untuk
melakukan penelitian di BATAN.
4. Bapak Prof. DR. Soeranto Human, M.Sc selaku pembimbing yang banyak
mengarahkan dan membimbing penulis dari awal hingga akhir.
5. Ibu Dasumiati, M.Si selaku pembimbing sekaligus Penasehat Akademik
yang telah banyak mengarahkan dan membimbing penulis baik dalam
menjalani kuliah maupun skripsi.
6. Ir. Junaidi, M.Si dan Ibu Priyanti M.Si selaku penguji seminar proposal
dan seminar hasil, yang banyak memberikan arahan dan masukan bagi
penulis.
7. Ibu Fahma Wijayanti, M.Si dan Ibu Megga R. Pikoli, M.Si selaku penguji
yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis.
8. Ka Wijaya M. Indriatama, S.Si yang telah banyak membimbing,
membantu dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

i
9. Bapak dan Ibu tercinta yang tidak pernah henti-hentinya mendoakanku
dengan begitu banyak linangan air mata dalam sujud malammu dan kerja
keras setiap hari demi kesuksesan anaknya.
10. Kakakku (Abu Yazid) yang selalu memotivasi dan menjadi inspirasiku
baik dalam menjalani kehidupan di Jakarta, kuliah dan skripsi ini. Dan
kepada adik-adikku (Dewi dan Zakaria) tersayang yang selalu membuatku
bersemangat dan tergerak untuk menyelesaikan skripsi ini.
11. Keluarga besar Biologi 2006 (Istianah, Zihan, Nurkhasanah, Nurul, Yelvi,
Adeng, Deden, Apdus, Ipin, Muhe, Iqbal, Eko, Bams, Ryan, Rina, Astri,
Nita, Lidia, Nana, Fitri, Anggi, Hera dan Gelenk) yang selalu ada disaat
duka menyerta, selalu ada saat dipinta dan selalu tersenyum disaat
termenung, kalian semua takan pernah tergantikan dihati penulis.
12. Epo Nur Wahyuni, S.Si yang telah banyak membantu dan memotivasi
penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
13. Sahabat TPA Comunity (Mang Andi, Mang Pian, Mang Abu, Mang
Rachmat Kabir, Harid Isnaeni, Rahmat Vario, Bang Jack, Aziz dan
Matsani) yang selalu menyemangati dan memotivasi penulis (Terbaik).
Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis namun tidak bisa
disebutkan satu persatu. Semoga Allah membalas semua kebaikan kalian. Dengan
segala keterbatasan yang ada, penulis mengakui skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu, dengan hati terbuka, penulis mengharapkan saran dan kritik
yang membangun demi kemajuan penulis.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Jakarta, 21 Maret 2011

Chaerul Malik

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI .. ................................................................................................. iii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ..................................................................... 3

1.3. Hipotesis .................................................................................... 3

1.4. Tujuan Penelitian ...................................................................... 4

1.5. Manfaat Penelitian .................................................................... 4

1.6. Kerangka Berfikir ...................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 6

2.1. Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) ................................ 6

2.1.1. Deskripsi tanaman gandum ........................................... 6

2.1.2. Syarat tumbuh Gandum ............................................... 9

2.1.3. Klasifikasi gandum ....................................................... 12

2.2. Karakterisasi dan Morfologi Gandum ....................................... 13

2.2.1. Akar ............................................................................... 13

iii
2.2.2. Batang ........................................................................... 14

2.2.3. Daun .............................................................................. 15

2.2.4. Bunga ............................................................................ 17

2.2.5. Biji ................................................................................. 19

2.3. Pemuliaan Gandum Dengan Teknik Mutasi ............................. 20

2.3.1. Induksi mutasi dengan sinar gamma ............................... 22

2.3.2. Seleksi dan pemurnian galur mutan .............................. 23

2.3.3. Pengujian galur mutan ................................................... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 26

3.1. Waktu dan Tempat ..................................................................... 26

3.2. Alat dan Bahan .......................................................................... 26

3.3. Metode Penelitian ...................................................................... 26

3.3.1. Persiapan lahan ................................................................ 27

3.3.2. Penanaman dan Pemeliharaan ......................................... 27

3.3.3. Pengamatan variabel ........................................................ 28

3.4. Analisis Data ............................................................................. 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 31

4.1. Pertumbuhan Tanaman .............................................................. 31

4.1.1. Tinggi tanaman ................................................................ 33

4.1.2. Jumlah anakan .................................................................. 36

4.2. Daun ........................................................................................... 38

4.3. Malai .......................................................................................... 41

iv
4.3.1. Panjang malai ................................................................... 41

4.3.2. Jumlah biji per malai ........................................................ 45

4.3.3. Jumlah spikelet ................................................................ 49

4.4. Umur Berbunga dan Umur Panen .............................................. 50

4.4.1. Umur berbunga ................................................................ 50

4.4.2. Umur panen ...................................................................... 52

4.5. Biji .............................................................................................. 55

4.5.1. Berat biji per rumpum ...................................................... 55

4.5.2. Berat 1000 biji ................................................................. 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 60

5.1. Kesimpulan ................................................................................ 60

5.2. Saran .......................................................................................... 61

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 62

LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................................. 66

v
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif pada 10

genotip gandum .............................................................................. 34

Tabel 2. Rata-rata jumlah daun, panjang helai daun, panjang upih daun, dan

lebar daun ........................................................................................ 39

Tabel 3. Rata-rata panjang malai, jumlah biji per malai, jumlah spikelet

dan persentase biji hampa ............................................................... 43

Tabel 4. Umur berbunga dan umur panen ..................................................... 51

Tabel 5. Berat rata-rata biji per rumpum dan berat rata-rata 1000 biji .......... 56

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur batang dan daun tanaman gandum ............................... 15

Gambar 2. Biji gandum ................................................................................ 20

Gambar 3. Pemuliaan mutasi dengan teknik mutasi .................................... 21

Gambar 4. Grafik pertumbuhan tanaman gandum ....................................... 32

Gambar 5. Malai gandum ............................................................................. 42

Gambar 6. Malai 10 genotip gandum .......................................................... 44

Gambar 7. Malai normal, malai yang terserang burung, dan malai yang

terserang jamur ........................................................................... 48

Gambar 8. Biji pada spikelet ........................................................................ 50

Gambar 9. Bunga galur CBD 24 dan varietas Dewata pada minggu ke-6 ... 52

Gambar 10. Sepuluh sampel genotip gandum setelah dipanen ....................... 53

Gambar 11. Morfologi biji 10 genotip gandum .............................................. 58

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Denah penanaman gandum di SEAMEO Biotrop, Bogor ........ 66

Lampiran 2. Data klimatologi BMKG Bogor dan Peta lokasi BATAN Pasar

Jumat ........................................................................................ 67

Lampiran 3. Tabel analisis sidik ragam rancangan acak kelompok (RAK) .. 68

Lampiran 4. Sertifikat pengujian tanah ......................................................... 71

Lampiran 5. Surat permohonan riset ............................................................. 73

Lampiran 6. Surat balasan dari BATAN Pasar Jumat ................................... 74

Lampiran 7. Surat izin permohonan minta data ............................................ 75

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gandum (Triticum aestivum L.) adalah salah satu tanaman yang berasal dari

daerah subtropis. Tanaman ini termasuk salah satu golongan serealia dari famili

Gramineae (Budiarti, 2005). Gandum merupakan bahan baku tepung terigu yang

banyak digunakan untuk pembuatan berbagai jenis produk makanan seperti roti,

mie, kue, biskuit dan makanan ringan lainnya (Wiyono, 1980).

Beberapa varietas gandum yang sudah dihasilkan dan dilepas adalah

Dewata, Selayar, dan Nias. Namun, produksinya saat ini masih belum dapat

mencukupi kebutuhan nasional, sehingga sampai saat ini pemerintah masih harus

mengimpor gandum dari negara lain untuk menutupi kekurangan tersebut.

Menurut PT Media Data Riset pada tahun 2009, konsumsi tepung terigu nasional

sebesar 4,6 juta ton. Sedangkan menurut ketua umum asosiasi produsen tepung

terigu indonesia (Aptindo) Franciscus Welirang, konsumsi terigu nasional pada

tahun 2010 mencapai 4,38 juta ton atau setara 5,85 juta ton gandum.

Ada beberapa hal yang menyebabkan kurang berhasilnya produksi gandum

di Indonesia, diantaranya karena beberapa varietas gandum yang telah dilepas

belum ada yang bisa tumbuh baik pada daerah dataran rendah tropis. Kondisi ini

sesuai dengan pernyataan Djoko Murdono Kepala Pusat Studi Gandum Fakultas

Pertanian, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga, Jawa Tengah,

dalam Koran Jakarta edisi 20 Maret 2010 yang menyatakan bahwa sampai saat ini

belum ada varietas gandum yang direkomendasikan untuk dataran rendah (belum

1
2

ada varietas gandum yang bisa ditanam di daerah dataran rendah). Sementara itu

menurut Pringgohandoko dan Suryawati (2006), ketersedian lahan di daerah

dataran tinggi di Indonesia tidak tersedia cukup luas untuk budidaya gandum

dengan sekala ekonomis, dibandingkan lahan yang tersedia pada daerah dataran

rendah (250-400 m dpl). Oleh karena itu perlu dilakukan pemuliaan untuk

mendapatkan varietas-varietas gandum yang bisa tumbuh baik di dataran rendah

tropis. Salah satunya adalah dengan pemuliaan mutasi.

Pemuliaan mutasi adalah bentuk pemuliaan tanaman yang memanfaatkan

radiasi (gelombang elektromagnetik) dan juga senyawa-senyawa kimia yang dapat

menyebabkan mutasi, untuk meningkatkan keragaman sifat tanaman. Teknik ini

banyak digunakan oleh negara-negara maju. Tidak sedikit tanaman unggul yang

dihasilkan dengan menggunakan teknik ini, salah satunya adalah tanaman

gandum. Pemulian tanaman gandum dengan teknik radiasi dilakukan untuk

meningkatkan keragaman genetik tanaman gandum itu sendiri. Dengan

keragaman genetik yang tinggi, para pemulia tanaman dapat melakukan seleksi

untuk mendapatkan jenis gandum yang memiliki karakter (sifat) yang diinginkan

(dapat beradaptasi baik pada daerah dataran rendah tropis). Untuk itu perlu

dilakukan pengamatan mengenai karakter-karakter morfologi tanaman gandum

yang ditanam di daerah dataran rendah tropis (karakterisasi).

Melihat fakta di atas dan betapa pentingnya gandum untuk ketahanan

pangan nasional, maka penelitian mengenai “Karakterisasi Galur Mutan Gandum

(Triticum aestivum L.) Pada Daerah Dataran Rendah Tropis” perlu dilakukan.

Galur mutan gandum yang memiliki karakter yang baik dengan produksi tinggi
3

berpotensi sebagai gandum tropis, dan dapat dibudidayakan secara luas untuk

mencukupi kebutuhan gandum nasional.

1.2. Rumusan Masalah

Gandum dapat tumbuh di Indonesia, bahkan beberapa varietas gandum telah

berhasil dilepas sebagai varietas gandum nasional dengan nama Dewata, Selayar,

dan Nias. Ketiga varietas ini merupakan varietas gandum dataran tinggi, namun

lahan yang tersedia di dataran tinggi sangat terbatas jika dibandingkan dengan

lahan yang tersedia di dataran rendah. Selain itu terbatasnya penelitian gandum

mengakibatkan sampai saat ini belum ada varietas gandum yang bisa beradaptasi

baik pada daerah dataran rendah tropis. Masalah utama yang dihadapi para

pemulia tanaman gandum adalah tanaman gandum sulit tumbuh dan cenderung

sulit untuk membentuk biji di daerah dataran rendah tropis.

1.3. Hipotesis

a. Diantara galur-galur mutan gandum yang ditanam, terdapat galur mutan

gandum yang dapat beradaptasi baik pada daerah dataran rendah tropis.

b. Ketinggian tempat dan vernalisasi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

proses pembentukan biji tanaman gandum.


4

1.4. Tujuan Penelitian

a. Mempelajari beberapa karakteristik morfologi galur-galur mutan gandum

pada daerah dataran rendah tropis untuk mendukung program pemuliaan

gandum.

b. Melihat pengaruh ketinggian tempat dan vernalisasi terhadap pertumbuhan

dan perkembangan galur mutan gandum.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Dengan mengetahui karakteristik morfologi galur mutan gandum yang

dihasilkan, maka kita dapat mengetahui apakah galur mutan gandum yang

ditanam pada dataran rendah tropis termasuk gandum yang memiliki

karakter yang adaptif atau tidak, sehingga penelitian ini bisa menjadi

acuan bagi pemulia tanaman untuk membantu proses seleksi galur mutan

tanaman gandum.

b. Mendukung program pemuliaan gandum untuk mendapatkan varietas

gandum yang dapat beradaptasi baik pada daerah dataran rendah tropis dan

galur-galur mutan gandum yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai plasma

nutfah, sehingga dapat menambah koleksi plasma nutfah gandum yang

ada.
5

1.6. Kerangka Berfikir

Gandum adalah sumber bahan pangan penting

Peningkatan jumlah Peningkatan Impor gandum


penduduk kebutuhan pangan meningkat (tinggi)
(gandum)

 Keterbatasan lahan Produksi gandum Peningkatan devisa


 Bersaing dengan nasional negara yang keluar
komoditas lain
 Keterbatasan benih/var

Plasma nutfah gandum Pemuliaan Mutasi  Seleksi


 Materi introduksi (gandum dataran  Galur harapan
 Var. lokal: Dewata, rendah)  Perbanyakan benih
Selayar dan Nias.

Uji Multi Lokasi

Karakterisasi galur mutan gandum tropis (Triticum aestivum L.)


pada daerah dataran rendah

Pelepasan varietas
gandum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.)

2.1.1. Deskripsi tanaman gandum

Gandum merupakan tanaman pangan penting di dunia. Dua puluh persen

dari bahan makanan (kalori) yang dikonsumsi di dunia berasal dari gandum, 20%

beras, dan 60% lainya adalah jagung, kentang, dan lain-lain. Gandum memiliki

keunggulan dibandingkan dengan jenis sereal lainnya, yaitu kandungan protein

gandum lebih tinggi dibandingkan dengan padi dan jagung, begitu pula dengan

asam-asam amino yang terdapat pada gandum lebih lengkap dan lebih besar

jumlahnya dibandingkan keduanya (Wiyono, 1980).

Gandum tumbuh baik di daerah subtropis. Namun demikian gandum

memiliki toleransi pada iklim yang luas. Oleh karenanya gandum dapat

dibudidayakan di berbagai negara, termasuk Indonesia (tropis). Faktor utama yang

menjadi kendala budidaya gandum pada daerah iklim tropis seperti Indonesia

adalah suhu udara dan curah hujan. Kedua faktor iklim ini membatasi cocok

tidaknya suatu lokasi untuk penanaman gandum (Wiyono, 1980).

Gandum adalah tanaman semusim yang dapat tumbuh dari permukaan laut

sampai 3000 m dpl di daerah temperet (Dahlan, 2010). Gandum termasuk ke

dalam family Gramineae, genus Triticum, dan spesies Triticum aestivum L. Di

Indonesia gandum telah ditanam di beberapa propinsi antara lain Sulawesi Selatan

(Malino), Jawa Timur (Tosari), Jawa Tengah (Salatiga) dan Sumatra Barat

(Sukarami) (Dahlan, 2010).

6
7

Sebagai sumber bahan pangan yang sangat penting gandum memiliki

beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman lainnya seperti padi. Gandum

dapat beradaptasi pada kondisi tanah dan iklim yang luas, dapat tumbuh

diberbagai daerah di seluruh dunia, bernilai ekonomis, dan memiliki hasil panen

yang bagus walaupun di bawah kondisi tanpa pemupukan (Ahmad et al, 2009).

Gandum merupakan sumber pangan terpenting di Indonesia setelah padi.

Sebagian besar makanan yang biasa dijumpai setiap hari seperti mie, roti, biskuit,

donat, cookies, dan yang lainnya, berbahan dasar gandum. Gandum memiliki

senyawa gluten yang tidak dimiliki oleh tanaman lainnya, yang membuat

keunggulan daya kembang pada tepung gandum (Budiarti, 2005). Selain itu

gandum juga kaya akan karbohidrat dan protein. Dalam setiap 100 gram gandum

terkandung 3,1 mg zat besi dan 36 mg kalsium yang bermanfaat, antara lain dapat

menyembuhkan penyakit jantung koroner dan darah tinggi (Mahardika, 2010).

Selain untuk bahan dasar pembuatan makanan, gandum juga bisa dijadikan

untuk pakan ternak (gabah, dedak, dan bungkil), industri kerajinan, hiasan, lem,

dan pembutan kertas (Anonim, 2007). Umumnya gandum yang biasa dijadikan

sebagai bahan pakan ternak adalah jenis gandum yang memiliki kualitas rendah.

Manfaat lain dari gandum adalah dapat dijadikan sebagai sumber minuman

beralkohol, seperti bir (James, 1983).

Berapa jenis gandum yang telah berhasil dilepas sebagai varietas gandum

nasional diantaranya adalah varietas Dewata, Selayar dan Nias. Ketiga varietas ini

merupakan jenis gandum dataran tinggi (tumbuh baik pada daerah sejuk). Akan

tetapi ketiganya memiliki ciri khas yang berbeda satu sama lain.
8

a. Varietas Dewata

Berdasarkan hasil Keputusan Menteri Pertanian nomor

174/Kpts/LB.240/3/2004 gandum varietas Dewata adalah varietas unggul. Dewata

merupakan varietas gandum yang diintroduksi dari India. Pada dataran tinggi

(>1000 m dpl) gandum varietas ini berbunga pada umur ± 82 hari setelah tanam

(hst) dengan umur masak 129 hst, sedangkan pada daerah dataran rendah ± 55 hst

dengan umur masak 90 hst. Gandum varietas Dewata memiliki batang yang

kompak, warna daun hijau, dan terdapat bulu-bulu (trikom) yang berwarna hijau.

Biji gandum varietas Dewata berwarna kuning kecoklatan. Panjang malainya ±

11cm. Setiap malai menghasilkan ± 47 butir biji gandum. Kandungan protein

yang terdapat pada biji gandum Dewata 13,94%, maltose 3,19% dan gluten

12,9%.

b. Varietas Selayar

Gandum varietas Selayar berasal dari galur HHAHN/2*WEAVER

introduksi dari CIMMYT (Dahlan, 2010). Selayar merupakan jenis gandum yang

tumbuh baik pada dataran tinggi di atas 1000 m dpl. Pada dataran tinggi, varietas

Selayar memiliki umur yang lebih pendek dibandingkan varietas Dewata yaitu ±

125 hari. Biji varietas Selayar berwarna kuning kecoklatan. Kandungan protein

yang terdapat pada biji selayar yaitu sekitar 11,7%, maltosa 1,9%, dan gluten

9,3% (Syuryawati et al, 2007).

c. Varietas Nias

Varietas gandum Nias merupakan salah satu varietas unggul yang pertama

kali dilepas sebagai varietas gandum nasional. Varietas ini dilepas oleh Balitsereal
9

pada tahun 2003 dengan potensi hasil 2 ton/ha. Varietas Nias tumbuh baik pada

daerah dataran tinggi di atas 1000 m dpl, sama seperti varietas Dewata dan

Selayar. Tetua varietas ini berasal dari Thailand. Pada daerah dataran tinggi (1450

dpl) tinggi tanaman varietas ini ± 74 cm, jumlah anakan 15,67, panjang malai ± 10

cm, umur berbunga ± 74 hari, dan umur panen ± 114 hari (Soeranto, 2007).

2.1.2. Syarat tumbuh gandum

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti, gadum

bisa tumbuh dan berproduksi dengan baik di Indonesia serta mempunyai peluang

untuk pengembangannya (Budiarti, 2005). Namun demikian hasil produksinya

masih kurang jika dibandingkan dengan di negara asalnya. Menurut Samekto

(2008), tanaman gandum varietas DWR 162 tetua gandum varietas Dewata dapat

tumbuh baik pada ketinggian 400 m dpl, dengan hasil produksi 2,579 ton/ha.

Pertumbuhan gandum sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

keasaman (pH) tanah, kelembaban, curah hujan, intensitas cahaya, dan yang

lainnya. Kondisi lingkungan yang sesuai selama pertumbuhan akan merangsang

tanaman untuk berbunga dan menghasilkan benih (Amilla, 2009). Fase

pertumbuhan tanaman gandum dapat dibagi ke dalam pembentukan anakan,

pemanjangan batang, keluar malai dan penuaan biji (Dahlan, 2010). Fase-fase ini

akan berjalan dengan baik (optimal) apabila semua kebutuhannya tercukupi

dengan baik.

Keasamaan (pH) tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan gandum karena

pH sangat berhubungan dengan ketersedian unsur hara. Pada pH yang rendah


10

ketersediaan N, P, K, S, Mg, Ca, dan Mo sangat rendah, sedangkan pada pH yang

sangat tinggi P, K, S, B, dan Mo cukup banyak (Agustina, 2004). Gandum tidak

menyukai pH yang rendah (terlalu asam) dan basa. Kisaran pH yang baik untuk

pertumbuhan gandum adalah antara 6 - 8 (Samekto, 2008). Pada kondisi pH 6 - 7

mikroorganisme tanah sangat aktif melakukan penguraian bahan organik dan

membantu cepatnya ketersedian unsur hara di dalam tanah (Agustina, 2004).

Selain pH, kelembaban dan curah hujan juga sangat mempengaruhi

pertumbuhan gandum. Kondisi lingkungan yang lembab sangat tidak

menguntungkan untuk pertumbuhan gandum (James, 1983). Secara umum

gandum membutuhkan air dan kelembaban lebih rendah dari pada tanaman

pangan tropis (Dahlan, 2010). Kelembaban rata-rata untuk pertumbuhan gandum

adalah 80-90%, dengan curah hujan 600-825 mm/tahun (Anonim, 2007).

Kelembaban sangat berhubungan dengan curah hujan. Semakin tinggi curah hujan

maka semakin tinggi pula kelembabannya. Curah hujan yang terlalu tinggi akan

mengganggu proses pembungaan, karena dapat menurunkan aktivitas serangga

penyerbuk dan menyebabkan kepala putik dan tepung sari menjadi busuk (Amilla,

2009).

Setiap tanaman yang sedang dalam fase pertumbuhan sangat membutuhkan

intensitas cahaya yang cukup. Untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik,

gandum membutuhkan intensitas penyinaran 9-12 jam/hari. Cahaya matahari

adalah faktor kunci dalam pembentukan asimilat saat fotosintesis. Kekurangan

cahaya matahari akan menghambat pembentukan asimilat yang pada akhirnya

akan mempengaruhi pertumbuhannya (Gardner et al, 1991).


11

Di samping beberapa faktor di atas, ketinggian tempat (ketinggian dari

permukaan air laut) juga sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman gandum.

Semakin tinggi suatu tempat, misalnya pegunungan, semakin rendah suhu

udaranya atau udaranya semakin dingin dan semakin rendah daerahnya maka

semakin tinggi suhu udaranya atau udaranya semakin panas (Amila, 2009). Suatu

daerah dikategorikan sebagai daerah dataran rendah jika berada pada ketinggian

250-400 m di atas permukaan laut (dpl) (Pringgohandoko dan Syuryawati, 2006).

Sedangkan daerah dataran tinggi adalah daerah yang berada pada ketinggian di

atas 800 m dpl.

Umumnya gandum yang ditanam di dataran rendah memiliki umur yang

lebih pendek dibandingkan dengan tanaman gandum yang ditanam di dataran

tinggi. Menurut Anonim (2007), gandum yang ditanam di daerah dataran rendah

siap panen apabila tanaman telah berumur ± 90, berumur ± 107 hari untuk dataran

menengah, dan ± 112 hari untuk untuk dataran tinggi. Ini menunjukan adanya

perbedaan faktor lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan gandum. Faktor

pembatas pertumbuhan gandum di dataran rendah adalah cekaman lingkungan

abiotik antara lain suhu tinggi dan kekeringan (Pringgohandoko dan Suryawati,

2006).

Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan gandum adalah

suhu. Suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif, induksi bunga,

pertumbuhan dan diferensiasi perbungaan (inflorescence), mekar bunga,

munculnya serbuk sari, pembentukan benih dan pemasakan benih (Amila, 2009).

Suhu tinggi setelah pembungaan pada umumnya berpengaruh jelek terhadap


12

proses pengisian biji (Dahlan, 2010). Akan tetapi tidak untuk pertumbuhan

tanaman, karena suhu yang tinggi sangat dibutuhkan tanaman pada masa awal

petumbuhan agar pertumbuhannya tidak terhambat (Nasution, 2009).

2.1.3. Klasifikasi Gandum

Gandum dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok yaitu, diploid

(n=7), tetraploid (n=14) dan hexaploid (n=21). Gandum Triticum aestivum L.

(common wheat) adalah hexaploid mempunyai 3 genome, T. compactum Host

(club wheat) adalah tetraploid, dan T. durum (durum wheat) diploid (Dahlan,

2010). Selain itu gandum juga dapat diklasifikasi berdasarkan waktu tanam dan

berdasarkan sifat agronomin dan tekturnya.

Berdasarkan waktu tanamannya gandum diklasifikasikan menjadi dua jenis,

yaitu winter dan spring wheat (gandum musim dingin dan musim semi). Gandum

musim dingin (winter wheat) adalah jenis gandum yang ditanam pada musim

dingin, sedangkan Spring wheat adalah gandum yang ditanam pada musim semi.

Jenis gandum musim semi ini adalah jenis yang sesuai dengan daerah tropis.

Produksi gandum musim semi lebih rendah dibandingkan dengan gandum musim

dingin (Dahlan, 2010).

Berdasarkan sifat agronomi dan teksturnya, gandum dibagi menjadi dua,

yaitu hard wheat dan soft wheat. Hard wheat adalah gandum yang memiliki

kandungan protein 11-17% cocok untuk pembuatan roti, sedangkan soft wheat

adalah gandum yang memiliki kadar protein 6-11% dan gluten yang lemah (weak

gluten) sehingga cocok untuk pembuatan cake, cookies, biskuit (Dahlan, 2010).
13

2.2. Karakterisasi dan Morfologi Gandum

Karakterisasi merupakan salah satu cara untuk mengkategorikan atau

mengidentifikasi tanaman sesuai dengan karakter (ciri) morfologi yang

muncul/tampak. Beberapa karater yang sering digunakan dalam penelitian

karakterisasi adalah tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, jumlah malai (untuk

tanaman gandum), berat biji perumpun, berat 1000 biji (Budiarti, 2005) dan lain-

lain. Suatu varietas gandum dapat dikategorikan unggul apabila memiliki karakter

yang baik. Untuk mengetahui hal itu perlu dilakukan pengamatan mengenai

karakter-karakter morfologi dari tanaman gandum dengan mengkarakterisasi

tanaman gandum tersebut.

2.2.1. Akar

Akar merupakan organ vegetatif utama yang memasok air, mineral dan

bahan-bahan penting lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan

perkembangan tanaman (Gardner et al, 1991). Pada tanaman gandum jumlah akar

yang dibentuk berasosiasi dengan jumlah daun pada bagian lateral batang

(Klepper et al, 1984 dalam The Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread

Wheat), 2008 ). Kerusakan akar akan mempengaruhi pertumbuhan pucuk

(Gardner et al, 1991).

Tanaman gandum memiliki sistem perakaran serabut seperti padi, tetapi

akar gandum tidak tahan terhadap genangan air, karena dapat mengakibatkan

kebusukan. Perkembangan nodus akar di bawah permukaan tanah bergantung


14

pada kedalaman biji saat penanaman (Hajichristodoulou et al, 1977 dalam The

Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Tanaman

gandum dewasa memiliki dua tipe akar yang berbeda, yaitu akar seminal dan

nodal. Akar seminal adalah akar yang tumbuh dan berkembang dari awal

perkembangan biji, sedangkan akar nodal adalah akar yang tumbuh pada waktu

tertentu saat terjadi pertumbuhan kuncup (anakan) (Kirby, 2002).

2.2.2. Batang

Gandum termasuk dalam kelompok tanaman calmus, yaitu memiliki batang

yang tidak keras, beruas-ruas, dan berongga (Gembong, 2003). Tanaman gandum

dewasa memiliki batang utama yang menyokong daun-daun gandum yang tumbuh

pada sisi berlawanan (berselang-seling)(Gambar 2) dan berulang pada setiap ruas

yang disebut phytomer. Pada phytomer terdapat nadus, internodus, dan kuncup

yang berada pada ketiak daun (Kirby, 2002). Pada saat berbunga, empat sampai

lima ruas batang tanaman gandum bagian atas akan mengalami pemanjangan

secara vertikal memisahkan daun-daun sebelah atas (Gardner et al, 1991).

Pemanjangan ruas batang dimulai ketika sebagian besar lemma terinisiasi

pembentukan stamen (benang sari) pada saat perkembangan spikelet, yang mana

berkaitan erat dengan pembentukan bagian ujung dari spikelet. Pemanjangan ruas

batang terjadi bersamaan dengan pertumbuhan daun, pucuk dan bunga (Patrick,

1972 dalam The Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008).
15

Gambar 1. Struktur batang dan daun tanaman gandum

Sumber: The biology of Triticum aestivum L. em Thell.(bread wheat)


Departement of Healt and Ageing Office of the Gene Technology
Regulator, Australian Government.

Pada gandum musim semi bagian internodus yang ke empat merupakan

bagian pertama yang mengalami pemanjangan, walaupun internodus yang berada

di bagian bawah batang tetap pendek (Kirby dan Appleyard, 1981 dalam The

Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Pertumbuhan

batang sangat dipengaruhi oleh cahaya, karena cahaya dapat mempengaruhi kerja

auksin yang berperan pada pertumbuhan batang (Gardner et al, 1991).

2.2.3. Daun

Gandum memiliki bentuk daun linearis dan termasuk jenis daun tidak

lengkap, karena hanya terdiri dari upih dan helai daun, tidak memiliki tangkai

daun. Hal ini sesuai dengan pernyatan Wiyono (1980) yang menyatakan bahwa,
16

setiap daun gandum terdiri dari tangkai pelepah (upih daun), helai daun dan ligula

dengan dua pasang daun telinga yang terletak pada dasar helai daun.

Struktur daun gandum terdiri dari pelepah (upih) dan helai daun yang

terbentuk dari jaringan meristem yang terpisah. Permukaan daunnya rata, sempit,

dengan panjang sekitar 20-38 cm dan lebar sekitar 1,3 cm (Duke, 1983). Bagian

dasar helai daun yang berhubungan (bersambungan) dengan upih daun

merupakan suatu struktur yang disebut dengan ligule dan auricle. Daun gandum

dibentuk pada salah satu sisi batang gandum dan tersusun secara berselang-seling

di setiap sisinya (Setter dan carlton, 2002 dalam The Biology of Triticum

aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Helai daun (lamina), pelepah atau

tangkai dan ruas batang berasal dari jaringan meristem interkalar (Gardner et al,

1991).

Pada gandum musim semi, pertambahan panjang daun dimulai dari dasar

daun sampai satu atau dua daun sebelum daun bendera (Kirby, 2002 dalam The

Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Karakteristik

jumlah daun untuk gandum berkisar antara 7 sampai 9 (Gardner et al, 1991).

Temperatur memiliki pengaruh besar terhadap penampakan (bentuk) dan

perluasan daun. Suhu udara minimum yang dibutuhkan untuk peluasan daun kira-

kira 0o C, suhu optimumnya 28oC, dan suhu maksimumnya >38oC (Kirby, 1983

dalam The Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008).


17

2.2.4. Bunga

Bunga adalah organ yang terbentuk di awal fase generatif tanaman gandum.

Terbentuknya bunga menandakan telah berakhirnya fase vegetatif tanaman

gandum. Pembentukan primordia bunga terjadi atau dimulai karena adanya

induksi pembungaan, yaitu suatu proses perubahan fisiologis internal yang

mengakibatkan perubahan pola pertumbuhan yang berbeda secara morfologis

(Mangoendidjojo, 2003). Beberapa faktor lingkungan yang dapat menginduksi

pembungaan adalah intensitas cahaya dan suhu.

Intensitas cahaya (penyinaran) dapat mempengaruhi proses pembentukan

bunga. Menurut Mangoendidjojo (2003), organ daun yang mendapatkan panjang

penyinaran cukup (sesuai) akan mengakibatkan pembentukan senyawa florigen,

yaitu senyawa tertentu yang merupakan prasyarat terjadinya rangkaian proses

sebelum menjadi organ bunga. Selain intensitas cahaya, suhu juga memiliki

peranan yang penting dalam menginisiasi pembentukan bunga. Gandum termasuk

jenis tanaman yang membutuhkan suhu rendah (dingin) sebelum berbunga, yang

dikenal dengan istilah vernalisasi. Gardner et al (1991) menyatakan bahawa

gandum merupakan tanaman yang membutuhkan vernalisasi (periode dingin) agar

dapat berbunga. Vernalisasi biasanya efektif antara 2-10oC. Respon terhadap suhu

dingin ini bersifat kuantitatif (mutlak), artinya pembungaan akan terjadi atau

pembungaan tidak akan terjadi.

Gandum memiliki bunga yang berbentuk malai. Malai merupakan bagian

yang terdapat diujung batang. Malai tanaman gandum tersusun atas dua baris

spikelet. Setiap spikelet berisi florets (bungan kecil/bakal bunga) yang tersusun
18

secara berlawanan pada tangkai bunga pusat seperti susunan daun pada batang

utama (Setter dan carlton, 2000 dalam The Biology of Triticum aestivum L. em

Thell. (Bread Wheat), 2008). Setiap spikelet memiliki 2-5 bunga gandum (Duke,

1983). Floret gandum mempunyai stamen yang kecil dan menghasilkan sedikit

serbuk sari (1000-3800 serbuk sari per bulir anther, 450,000 serbuk sari per

tanaman), dibandingkan dengan tanaman sereal lainnya. Floret pada spikelet

tertutupi oleh lemma dan pelea yang tersusun dari karpel (ovari dan stigma) dan

tiga stamen dan anther (Setter dan carlton, 2000 dalam The Biology of Triticum

aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008).

Sebagian besar gandum bersifat kleistogami, dimana polen akan terpencar

sebelum bunga terbuka. Penyerbukan bunga terjadi secara sendiri, namun dapat

juga terjadi penyerbukan silang walaupun sangat kecil kemungkinannya.

Umumnya, bunga gandum mengurangi nektar untuk mengurangi serbuan

serangga (Eastham dan Sweet, 2002 dalam Biology of Triticum aestivum L. em

Thell. (Bread Wheat), 2008), karena serangga dapat mengakibatkan terjadinya

penyerbukan silang (Glover, 2002 dalam Biology of Triticum aestivum L. em

Thell. (Bread Wheat), 2008).

Lamanya waktu yang dibutuhkan tanaman gandum untuk berbunga

tergantung dari letak geografisnya. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan

Sandras dan Monzon (2006) dalam Biology of Triticum aestivum L. em Thell.

(Bread Wheat) (2008) pada bulan Mei periode 1990-2000 di Narrabri, waktu yang

dibutuhkan tanaman gandum dari mulai tanam sampai berbunga kira-kira 105-120

hari dan dari waktu berbunga sampai matang membutuhkan waktu 35-45 hari.
19

2.2.5. Biji

Biji gandum berbentuk oval dengan lipatan di bagian tengahnya, sehingga

terlihat seperti biji dikotil. Bagian dorsal biji berbentuk bundar dan licin,

sedangkan pada bagian ventralnya terdapat lipatan ke dalam (Kirby, 2002). Biji

gandum tersusun atas bagian-bagian tertentu yang melingkupi bagian

endospermanya (Gambar 2). Pada bagian luar biji terdapat lemma dan pelea yang

melingkupi dan melindungi biji. Biji-biji gandum terdapat di dalam spikelet.

Embrio pada biji gandum merupakan bagian biji yang menepel pada spkelet dan

pada ujung bagian distalnya terdapat bulu halus (Kirby, 2002). Panjang biji

gandum berkisar antara 3-10 mm dengan diameter 3-5 (Martin et al, 1976).

Pertumbuhan berat akhir biji tergantung pada spikelet dan letak/posisi floret

pada spikelet (Kirby, 1974; Simmons, 1987 dalam Biology of Triticum aestivum

L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Setiap malai gandum dapat mengasilkan

(memproduksi) sekitar 30 sampai 50 biji walaupun banyaknya malai yang

terbentuk tergantung pada jumlah kuncup (anakan) yang menghasilkan malai yang

matang (produktif) (Tennant et al, 2000 dalam Biology of Triticum aestivum L.

em Thell. (Bread Wheat), 2008).


20

Gambar 2. Biji Gandum


Sumber : http://www.bakeinfo.co.nz/school/school_info/wheat.php

2.3. Pemuliaan Gandum Dengan Teknik Mutasi

Mutasi adalah perubahan genetik seperti jumlah kromosom atau susunan

kromosom suatu makhluk hidup yang terjadi dalam waktu singkat dan bersifat

heritable (Soemardjo, 1988). Mutasi dapat terjadi secara spontan di alam

(spontaneous mutation) dan dapat juga terjadi melalui induksi (induced mutation).

Mutasi spontan adalah mutasi yang terjadi tanpa campur tangan manusia,

sedangkan mutasi induksi terjadi akibat adanya mutagen, yaitu substansi atau

perlakuan yang dapat menyebabkan mutasi (Soemardjo, 1988). Pemuliaan

tanaman gandum dengan teknik mutasi (Gambar 3) dimulai dengan memberikan

suatu perlakuan mutagen (iradiasi sinar gamma) pada sampel (biji gandum) dan

diakhiri dengan pengujian multi lokasi. Beberapa jenis mutagen yang sering

digunakan pada teknik mutasi adalah mutagen fisika dan mutagen kimia.
21

Gambar 3. Pemuliaan gandum dengan teknik mutasi


Sumber: infonuklir.com

a. Mutagen fisika (Radiasi)

Radiasi merupakan mutagen fisika yang biasa digunakan dalam teknik

mutasi. Beberapa sumber radiasi yang paling banyak digunakan adalah sinar x

dari alat Rontgen, sinar gama dari cobalt 60, sinar beta dari radioisotop, sinar

neutron dari reaktor atom. Radiasi memiliki kekuatan daya tembus tinggi (kecuali

sinar beta) dan banyak digunakan pada penelitian biologis untuk meradiasi

tanaman atau hewan (Soemardjo, 1988).


22

b. Mutagen kimia

Mutagen kimia memiliki keunggulan dibandingkan dengan mutagen lainya.

Ini disebabkan karena mutagen kimia lebih mudah digunakan dan terbukti lebih

effektif. Beberapa mutagen kimia yang memiliki potensi dan banyak digunakan

adalah ethylenemethamesulfonate (EMS), nitrosomethyl urea (NMU), dan

nitrosoguanidine (NTG) (Soemardjo, 1988).

2.3.1. Mutasi induksi dengan sinar gamma

Mutasi induksi merupakan salah satu teknik pemuliaan yang banyak

digunakan dalam pemuliaan tanaman saat ini. Tujuannya adalah untuk

memperbesar keragaman genetik (Ismachin, 2006). Mutasi induksi adalah mutasi

yang dikukan secara sengaja oleh manusia (Ismachin, 2006). Beberapa jenis

tanaman unggul sudah banyak dihasilkan oleh teknik ini, seperti padi varietas

Atomita 1, Atomita 2, Atomita 3, Atomita 4, Situgintung, Cilosari, dan lain-lain.

Mutasi induksi fisik dengan iradiasi sinar gamma terhadap benih dapat

meningkatkan keragaman genetik tanaman sorgum (Soeranto, 2006). Induksi

mutasi yang dilakukan dengan iradiasi sinar gamma terhadap benih pada dosis

sekitar dosis LD50 dapat mengahasilkan tanaman-tanaman yang memiliki karakter

berbeda dengan tetuanya, sehingga meningkatkan keragaman populasi dalam

setiap galur (Herison, 2008).

Sinar gamma adalah salah satu mutagen yang sering digunakan dalam

mutasi induksi, karena dapat memancarkan radiasi gelombang elektromagnetik

yang dapat menebus beberapa cm ke dalam jaringan, sehingga dapat


23

menyebabkan mutasi pada jaringan tersebut (Ismachin, 2006). Kemampuan ini

yang kemudian dimanfaatkan oleh para pemulia tanaman untuk melakukan mutasi

induksi. Radiasi dapat memperbaiki berbagai karakter tanaman, seperti

produktivitas, pertumbuhan, umur, ketahanan terhadap hama dan penyakit, warna

bunga, ukuran buah atau bunga, kandungan nutrisi dan rasa (Trubus, 2007).

Beberapa radioisotop yang dapat memacarkan sinar gamma adalah cobalt-60,

amerisium-241, besi-55, iridium-192, kadmium-109, kobat-57, sesium-137,

timbal-210 dan thalium-170 (Wandowo, 2005). Umumnya sinar gamma yang

biasa digunakan untuk pemuliaan mutasi bersumber dari cobalt-60, karena mudah

diaplikasikan dan menghasilkan frekuensi mutasi yang tinggi (Trubus, 2007).

2.3.2. Seleksi dan pemurnian galur mutan

Mutasi induksi menyebabkan keragaman genetik yang tinggi pada galur

mutan yang dihasilkan. Untuk mendapatkan galur mutan yang sesuai dengan

harapan, maka perlu dilakukan seleksi. Seleksi adalah suatu proses pemisahan

suatu individu atau kelompok dari populasi campuran, dengan tujuan

mendapatkan individu tanaman yang memiliki sifat (genotipe) yang diharapkan

(Soemardjo, 1988). Seleksi pada setiap jenis tanaman berbeda-beda, tergantung

dari tujuan pemulianya. Beberapa karakter yang dijadikan pertimbangan dalam

seleksi tanaman umumnya adalah produktivitas tinggi, cepat panen, adaptasi baik

pada berbagai lokasi, toleran terhadap temperatur tinggi, kelembaban tinggi dan

tahan penyakit (Dahlan, 2010).


24

Pada pemuliaan mutasi, seleksi dimulai sejak pada generasi M1, M2, M3,

dan seterusnya. Untuk tanaman menyerbuk sendiri, digunakan cara seleksi

individu tanaman untuk mendapatkan tanaman homozigot (Soemardjo, 1988).

Umumnya generasi tanaman M6 merupakan generasi tanaman homozigot,

sehingga seleksi yang dilakukan pada generasi M6 akan mendapatkan galur mutan

yang murni. Keseragaman tanaman pada galur murni merupakan indikator

kehomozigositasan tiap lokus gen pengendali karakter yang diamati (Herison,

2008).

2.3.3. Pengujian galur mutan

Penyediaan varietas-varietas unggul baru selalu didahului dengan pengujian

galur-galur harapan yang memiliki potensi hasil tinggi dan baik dengan adaptasi

luas maupun spesifik (Riyanto et al, 2010). Untuk memenuhi persyaratan

pelepasan sebagai kultivar unggul baru, beberapa galur tersebut harus diuji daya

hasil dan daya adaptasinya di beberapa lokasi dan musim (Harsanti et al, 2003).

Uji adaptasi (uji multilokasi) dilakukan untuk mengetahui daya adaptasi suatu

galur dan untuk mengetahui kemampuan atau ketahanan gen mutan yang akan

dilepas, pada berbagai kondisi yang berbeda. Kemampuan adaptasi galur murni

amat beragam sehingga memungkinkan untuk melakukan pemilihan galur yang

dapat beradaptasi baik diberbagai lingkungan (Soemardjo, 1988).

Banyak benih yang harus disediakan untuk uji multilokasi. Perbanyakan

benih umumnya dilakukan pada generasi ke-6 (M6), dengan pertimbangan bahwa

pada generasi M6 tanaman yang sudah homozigot. Menurut Ghafoor dan Siddiqui
25

(1977 dalam Harsanti et al, 2003), interaksi antara genotip dan lingkungan

merupakan masalah utama bagi pemulia tanaman dalam usaha mengembangkan

kultivar hasil seleksinya, karena ada beberapa genotip yang menunjukkan reaksi

spesifik terhadap lingkungan tertentu.

Parameter yang digunakan untuk menentukan uji daya adaptasi atau

stabilitas suatu genotip adalah nilai koefisien regresi dan simpangan regresi. Suatu

genotip yang stabil akan mempunyai koefisien regresi (bi) sebesar 1.0 dan

simpangan koefisien regresi (Sd2) sama dengan nol (Harsanti et al, 2003). Pada

umumnya, para pemulia tanaman melakukan perbanyakan benih sekaligus

melakukan uji multilokasi (melakukan perbanyakan benih di tempat yang

berbeda-beda). Hal ini dilakukan untuk dapat lebih mengefisiensikan waktu dalam

pengujian galu-galur mutan. Hasil uji multilokasi akan menunjukkan adanya

keunggulan dari masing-masing galur sehingga galur tersebut layak untuk

diusulkan menjadi varietas unggul baru (Riyanto et al, 2010).


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksakan pada bulan April sampai dengan bulan September

2010 di PATIR BATAN dan SEAMEO BIOTROP (387 m dpl), Bogor. Analisis

data dilakukan di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Pasar Jum’at, Jakarta

Selatan.

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, kamera

digital, meteran, patok, penggaris, tali plastik, timbangan analitik dan alat tulis.

Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah benih gandum varietas Dewata, Selayar,

Nias, galur CPN 01, CPN 02, CBD 16, CBD 17, CBD 20, CBD 23, CBD 24,

pupuk urea, TSP, dan pupuk HCl.

3.3. Metode Penelitian

Ada 10 jenis gandum yang akan diamati, 7 jenis merupakan galur gandum

M6 dan 3 jenis merupakan varietas gandum nasional yang sudah dilepas (sebagai

kontrol). Dalam penelitian ini digunakan 3 blok sebagai ulangan. Setiap blok

terdiri dari 10 bedengan. Sampel diambil dari masing-masing bedengan (5 sampel

tanaman).

26
27

3.3.1. Persiapan lahan

Beberapa tahapan dalam persiapan lahan antara lain:

a. Tanah yang akan ditanami gandum dibersihkan terlebih dahulu dari

gulma-gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.

b. Tanah diolah dengan menggunakan cangkul supaya tanah menjadi

gembur, sehingga memudahkan akar dalam penyerapan unsur hara

c. Dibuat bedengan sebanyak 30 buah yang terbagi menjadi 3 blok dengan

tinggi masing-masing bedengan 30 cm dan panjang 5 x 1 meter.

d. Setiap bedengan dipisahkan oleh parit yang berfungsi sebagai aliran air.

e. Bedengan dibiarkan selama beberapa hari agar terjadi aerasi yang baik

pada tanah.

f. Pada setiap bedengan dibuat lubang sebanyak 5 baris, dengan jarak antar

lubang 20 x 10 cm.

3.3.2. Penanaman dan Pemeliharaan

Setelah tanah gembur, baru dilakukan penanaman. Setiap lubang ditanami 3

biji gandum. Penaman dilakukan secara acak pada setiap blok. Agar tanaman

tumbuh dengan baik, dilakukan penyulaman dan penyiangan pada minggu ke

empat setelah tanam. Hal ini dilakukan untuk menghindari pertumbuhan gulma

yang dapat mengganggu pertumbuhan gandum. Selanjutnya penyiangan dilakukan

sesuai kebutuhan.

Untuk membantu dalam mencukupi kebutuhan nutrisi bagi tanaman,

dilakukan pemupukan. Pemupukan dilakukan 4 minggu setelah tanam dan saat


28

memasuki fase pembungaan (memasuki fase generatif). Pupuk yang digunakan

dalam penelitian ini adalah pupuk urea (100 kg/ha), TSP (60 kg/ha) dan HCl

(60kg/ha).

3.3.3. Pengamatan variabel

Pada penelitian ini jumlah sampel yang diamati sebanyak 5 tanaman yang di

ambil secara acak pada tiap-tiap genotipe gandum untuk semua variabel

pengamatan. Beberapa variabel yang diamati pada penelitian ini meliputi:

a. Tinggi tanaman

Pengukuran tinggi tanaman dimulai pada minggu ke tiga setelah tanam.

Pengukuran dilakukan setiap minggu. Tinggi tanaman diukur dari pangkal

batang sampai dengan pucuk daun tertinggi. Pengukuran dihentikan

setelah 50% tanaman per bedengan telah berbunga.

b. Daun

Pengukuran daun dilakukan setelah tanaman dipanen, dengan mengukur

panjang dan lebar daun pada daun bendera dan menghitung jumlah daun.

c. Waktu berbunga

Waktu berbunga adalah waktu (hari) dimana 50% tanaman pada tiap

bedengan berbunga.

d. Waktu panen

Waktu panen adalah waktu (hari) dimana 50% malai tanaman pada setiap

bedengan telah masak (biji sudah kering dan menguning).


29

e. Malai

Pengukuran panjang malai dilakukan setelah tanaman dipanen.

Pengukuran dimulai dari pangkal malai (spikelet pertama) sampai ke ujung

malai dan dihitung jumlah spikelet yang ada pada setiap malai.

f. Biji

Biji gandum yang ada di dalam spikelet pada setiap malai, dikeluarkan dan

dihitung. Jumlah biji yang didapat dikali seratus dan dibagi jumlah

spikelet pada setiap malai dikali tiga, sehingga bisa diketahui persentase

biji yang hampa dan diamati juga bentuk dan warna biji.

g. Jumlah anakan

Setiap tanaman sampel pada setiap bedengan/genotipe yang memiliki

anakan dihitung. Anakan terbagi menjadi dua, anakan produktif dan

anakan tidak produktif. Anakan produktif adalah anakan yang

menghasilkan biji pada saat dipanen, sedangkan anakan tidak produktif

adalah anakan yang belum menghasilkan biji pada saat panen.

h. Berat biji per rumpun

Setiap biji yang terdapat dalam spikelet pada rumpun yang sama

dikeluarkan dan ditimbang sebagai berat biji perumpun.

i. Berat 1000 biji

Pengukuran berat 1000 biji dilakukan dengan mengambil sampel biji dari

setiap genotipe pada masing-masing ulangan (blok).


30

3.4. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan

Anova satu arah sesuai rancangan acak kelompok (RAK). Apabila berbeda nyata

dilakukan analisis lanjutan dengan Uji Duncan (α = 0,05) menggunakan program

SAS 9.0.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pertumbuhan Tanaman

Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan gandum berjalan lambat

sampai minggu ke empat setelah tanam (Gambar 4). Pada 5 mst (minggu setelah

tanam), tanaman gandum mengalami fase eksponensial sampai 9 mst, selanjutnya

pertumbuhan tanaman gandum melambat. Wiyono (1980) menyatakan beberapa

faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman gandum

diantarannya adalah curah hujan, suhu, intensitas cahaya (radiasi) dan

kelembaban.

Curah hujan yang cukup tinggi pada awal bulan Mei (5 mst) mengakibatkan

pertumbuhan tanaman gandum berjalan cepat. Curah hujan yang tinggi dapat

menyediakan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman gandum. Kadar air

yang cukup dapat meningkatkan proses fotosintesis tanaman gandum, sehingga

proses pembentukan dan perluasan sel pun berjalan baik. Wiyono (1980)

menyatakan bahwa, selama pertumbuhan tanaman gandum membutuhkan banyak

air untuk proses pembentukan jaringan tanaman selama fase vegetatif, transpirasi

dan evaporasi. Akan tetapi curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan pencucian

kalsium dan pembentukan tanah asam, sehingga kalsium yang tersedia dalam

tanah hanya sedikit. Kondisi ini dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman

menjadi terhambat karena H+ jauh lebih beracum terhadap akar apabila tidak ada

kalsium (Salisbury dan Cleon, 1995).

31
32

Gambar 4. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman gandum

Selain akibat dari tingginya curah hujan, kecepatan pertumbuhan tanaman

gandum pada minggu ke lima juga disebabkan karena pengaruh nutrisi. Pemberian

pupuk urea, HCl, dan TSP pada 4 mst meningkatkan kadar nutrisi dalam tanah.

Gardner et al (1991) menyatakan bahwa nutrisi, mineral dan ketersediaan air

mempengaruhi pertumbuhan ruas, terutama oleh perluasan sel seperti pada organ

vegetatif. Pemupukan dilakukan sehari setelah turunya hujan. Hal ini bertujuan

agar proses pelarutan unsur hara ke dalam tanah semakin cepat, sehingga mudah

diserap oleh akar tanaman gandum.

Melambatnya pertumbuhan gandum pada 9 mst disebabkan karena hampir

semua genotipe gandum memasuki fase pembungaan (fase generatif). Fotosintat

yang dihasilkan tanaman lebih banyak ditranformasikan untuk perkembangan

bunga. Akibatnya pasokan energi untuk pertumbuhan organ vegetatif menjadi


33

berkurang, sehingga pertumbuhan menjadi lambat. Selain itu faktor lain yang juga

sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan gandum adalah genetik.

4.1.1. Tinggi tanaman

Tinggi rata-rata 10 genotipe gandum berkisar antara 51-66 cm (Tabel 1).

Hasil uji Duncan menunjukan bahwa tinggi rata-rata sepuluh genotipe gandum

dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu pendek, sedang, dan tinggi.

Kelompok galur yang pendek (51,61-56,43 cm) terdiri atas 2 genotipe, kelompok

sedang (56,43-61,25 cm), terdiri atas 2 genotipe, dan kelompok tinggi (61,25-

66,07 cm) terdiri atas 6 genotipe. Tinggi rata-rata galur CPN 01, CPN 02, CBD

24, dan CBD 16 berbeda nyata dengan varietas kontrol Selayar dan tidak berbeda

nyata dengan varietas kontrol Dewata dan Nias (Tabel 1). Keempat galur mutan

ini memiliki tinggi yang tidak jauh berbeda satu sama lain dan termasuk

kelompok tanaman yang tinggi.

Tinggi rata-rata galur mutan CBD 17 dan CBD 23 tidak berbeda nyata

dengan varietas kontrol. Berdasarkan klasifikasi di atas tinggi rata-rata kedua

galur mutan ini termasuk kelompok sedang. Rata-rata pertumbuhan tinggi

tanaman gandum per minggu pada kedua galur ini adalah 4,30 cm dan 4,15 cm.

Galur mutan CBD 20 merupakan galur dengan tinggi rata-rata terpendek (51,61

cm). Galur ini berbeda nyata dengan varietas Dewata dan Nias dan tidak berbeda

nyata dengan varietas Selayar. Pada daerah dataran tinggi ( >1000 m dpl) galur

mutan ini pun menunjukan karakter tinggi tanaman yang pendek dibandingkan

dengan varietas kontrol dan galur mutan lainnya. Hal ini mungkin disebabkan
34

karena faktor genetik dari galur mutan CBD 20. Wiyono (1980) menyatakan

bahwa tinggi tanaman atau panjang batang gandum dipengaruhi oleh sifat genetik

dan lingkungan tumbuh dan memiliki korelasi dengan tingkat kerebahan.

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif pada 10 genotipe
gandum.

Genotipe Tinggi Tanaman Jumlah anakan


(cm) Produktif
CPN01 63,63a 9,87ab
CPN02 64,98a 9,13ab
CBD16 63,99a 7,2ab
CBD17 59,52ab 8ab
CBD20 51,61b 5,8b
CBD23 57,15ab 5,93b
CBD24 64,62a 9,2ab
Dewata 63,48a 11,93a
Selayar 52,14b 6,53b
Nias 66,07a 10,07ab
Keterangan: Angka di dalam kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
ada perbedaan nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Berdasarkan data pada tabel 1, tanaman tertinggi adalah varietas Nias. Ini

membuktikan bahwa varietas Nias secara genetik memiliki karakter yang cukup

tinggi dan cukup tahan terhadap cekaman lingkungan dataran rendah tropis.

Genotipe dengan nilai rata-rata tinggi terendah adalah galur mutan CBD 20 dan

varietas Selayar. Dalam kondisi yang sesuai (di dataran tinggi), tinggi tanaman

varietas Selayar sekitar 85 cm, dengan hasil panen sekitar 2,95 ton/ha (Syuryawati

et al, 2007). Jika dibandingkan dengan tinggi tersebut, maka semua genotipe

termasuk varietas Selayar yang ditanam di dataran rendah tropis tergolong

pendek.
35

Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya tahun 2007 di Senden (1450 m

dpl), Selo, Boyolali, Jawa Tengah, tinggi rata-rata varietas Dewata, Selayar, Nias,

Galur CPN01, CPN02, CBD17, CBD24, CBD23, CBD20, CBD16 berturut-turut

67,3 cm, 66,67 cm, 74 cm, 82 cm, 71 cm, 64,33 cm, 72 cm, 66,33 cm, 62 cm,

75,67 cm. Tinggi tanaman gandum ditentukan oleh genotipe dan kondisi

lingkungan tumbuhnya (The Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread

Wheat), 2008). Perbedaan tinggi tanaman pada ke dua lokasi penanaman tersebut

membuktikan bahwa ketinggian tempat dapat mempengaruhi tinggi tanaman

(pertumbuhan) gandum.

Ketinggian tempat akan mempengaruhi faktor-faktor lingkungan seperti

suhu dan intensitas cahaya. Menurut Guslim (2007), semakin tinggi suatu tempat,

semakin rendah suhu tempat tersebut dan demikian juga intensitas matahari

semakin berkurang. Penurunan tinggi tanaman baik pada galur mutan gandum

maupun pada varietas kontrol, bisa juga disebabkan karena pengaruh suhu

(penyinaran) yang cukup tinggi (lampiran 2) pada daerah dataran rendah tropis.

Intensitas penyinaran yang tinggi dapat mengganggu kerja hormon pertumbuhan

(auksin), sehingga kerja hormon auksin menjadi tidak optimal. Auksin merupakan

hormon pertumbuhan yang diproduksi dalam jaringan meristematik yang aktif

seperti tunas, daun muda, dan buah (Gardner et al, 1991). Keadaan ini dapat

mengakibatkan tanaman akan menjadi lebih pendek. Gardner et al (1991)

menyatakan bahwa penyinaran yang kuat akan menurunkan auksin dan

mengurangi tinggi tanaman.


36

Tinggi tanaman gandum umumnya berkisar antara 30 sampai 150 cm, (The

Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Belum ada

literatur yang menunjukan secara pasti tinggi tanaman gandum yang ideal untuk

daerah dataran rendah tropis. Namun demikian, Wiyono (1980) mengungkapkan

bahwa tipe varietas gandum yang baik adalah tipe varietas yang pendek,

berbatang kuat, dan daun tidak saling melindungi, karena tipe gandum seperti ini

yang memberikan produksi yang lebih tinggi. Tanaman pertanian yang kerdil atau

semi kerdil (pendek) lebih banyak mengalokasikan fotosintat ke biji dibandingkan

ke batang, sehingga dapat meningkatkan hasil biji (Salisbury dan Cleon, 1995).

Berdasarkan kriteria di atas, galur yang memiliki tinggi yang baik jika dilihat dari

hasil panennya adalah galur CBD 17. Galur mutan lainnya yang memiliki tinggi

di bawah 60 cm adalah CBD 20 dan CBD 23.

4.1.2. Jumlah Anakan

Berdasarkan data pada tabel 1 di atas, galur mutan CBD 20 dan CBD 23

berbeda nyata dengan varietas kontrol Dewata. Kedua galur mutan ini memiliki

jumlah anakan produktif yang tidak banyak. Galur lainnya seperti CPN 01, CPN

02, CBD 16, CBD 17, dan CBD 24 tidak berbeda nyata dengan semua varietas

kontrol pada variabel ini. Varietas Dewata mempunyai jumlah anakan produktif

yang paling tinggi, sedangkan galur mutan CBD 20, CBD 23, dan varietas Selayar

adalah termasuk yang rendah.

Jumlah anakan yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dari

masing-masing genotipe gandum. Di samping itu faktor lingkungan juga


37

mempunyai pengaruh penting terhadap pembentukan anakan, diantaranya adalah

intensitas cahaya dan kekeringan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

perkembangan tanaman. Tingginya intensitas cahaya matahari mengakibatkan

suhu lingkungan menjadi tinggi. Jumlah anakan meningkat pada saat suhu tinggi

(Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Pertumbuhan

srisip (anakan) dipicu oleh cahaya yang kaya akan panjang gelombang merah

(Salisbury dan Cleon, 1995). Tingginya intesitas cahaya yang mengenai batang

akan mengakibatkan pembentukan srisip semakin cepat. Pringgohandoko dan

Suryawati (2006) menyatakan pada tanaman gandum yang mengalami cekaman

kekeringan meskipun sudah memasuki periode pembungaan, pembentukan

anakan masih tetap berlanjut walaupun kecepatannya menurun.

Setiap anakan berpotensi untuk menghasilkan biji, akan tetapi tidak semua

anakan menghasilkan biji. Jumlah anakan produktif termasuk salah satu variabel

yang penting untuk diketahui karena berpengaruh terhadap hasil panen. Budiarti et

al (2004) menyatakan jumlah anakan per tanaman berpengaruh langsung terhadap

hasil per tanaman sehingga dapat dijadikan kriteria seleksi untuk mendapatkan

genotipe gandum yang berpotensi tinggi. Semakin tinggi jumlah anakan produktif

maka kemungkinan biji yang dihasilkan pun akan semakin meningkat.

Di antara tujuh galur mutan, jumlah rata-rata anakan produktif galur CPN

01 adalah yang tertinggi (Tabel 1). Ini menunjukan bahwa galur mutan CPN 01

memiliki karakteristik jumlah anakan produktif yang baik. Beberapa galur mutan

lainnya yang memiliki jumlah anakan produktif cukup tinggi adalah CPN 02,

CBD 16, CBD 17, dan CBD 24 melebihi varietas Selayar. Namun demikian
38

variabel ini tidak bisa dijadikan sebagai acuan, bahwa genotipe gandum yang

memiliki jumlah anakan produktif tinggi akan menghasilkan panen yang tinggi

juga.

4.2. Daun

Hasil uji Duncan menunjukan jumlah daun pada beberapa perlakuan

(genotipe) gandum berbeda nyata dengan varietas kontrol (Tabel 2). Banyaknya

jumlah daun rata-rata 10 genotipe gandum berkisar antara 3 sampai 4 helai daun.

Galur CBD17 dan CPN01 merupakan galur yang memiliki rata-rata jumlah daun

terbanyak. Varietas Dewata memiliki jumlah daun yang paling sedikit

dibandingkan 9 genotipe gandum lainnya. Menurut Gardner et al (1991),

karakteristik jumlah daun gandum berkisar antara 7 sampai 9 helai. Perbedaan

jumlah daun yang cukup jauh ini diduga karena faktor lingkungan. Ini semakin

menguatkan dugaan bahwa ketinggian tempat dapat mempengaruhi jumlah daun

yang terbentuk. Rata-rata jumlah daun galur mutan CPN 01, CPN 02, CBD 17,

dan CBD 24 berbeda nyata dengan varietas Dewata. Sedangkan galur mutan CBD

16, CBD 20, dan CBD 23 tidak berbeda nyata dengan ke tiga varietas kontrol.

Walaupun tidak berbeda nyata, rata-rata jumlah daun ke tiga galur mutan tersebut

masih lebih tinggi dibandingkan varietas Dewata.

Daun tumbuh di setiap ruas batang gandum, sehingga semakin tinggi

tanaman jumlah daunnya semakin banyak. Jumlah daun dapat mempengaruhi

pertumbuhan dan hasil panen gandum. Semakin banyak jumlah daun, akan

semakin banyak jumlah cahaya yang dapat diserap untuk proses fotosintesis
39

sehingga karbohidrat untuk pertumbuhan tanaman juga semakin banyak

(Indriatama, 2009). Bertambahnya jumlah daun dan luas daun akan

mengakibatkan naiknya kapasitas fotosintesis (Salisbury dan Cleon, 1995).

Jumlah ruas batang gandum, dapat diketahui dengan menghitung jumlah daun

yang terbentuk. Hal ini sejalan dengan pernyataan Gardner et al (1991) yang

menyatakan bahwa jumlah buku dan ruas sama dengan jumlah daun yang

terbentuk.

Tabel 2. Rata-rata jumlah daun, panjang helai daun, panjang upih daun, dan lebar
daun.
Genotipe Jumlah daun Luas daun Panjang helai Lebar daun
2
(cm ) daun (cm) (cm)
CPN01 4,8a 13,467a 19,41a 0,89a
CPN02 4,73ba 10,773a 17,19ab 0,81a
CBD16 4,07cd 12,410a 19,17a 0,83a
CBD17 4,87a 10,293a 15,18b 0,88a
CBD20 4,13cbd 11,757a 17,76ab 0,86a
CBD23 4,4abcd 10,847a 17,66ab 0,80a
CBD24 4,6abc 12,430a 19,3a 0,82a
Dewata 3,93d 11,760a 18,44ab 0,83a
Selayar 4,6abc 11,583a 16,59ab 0,91a
Nias 4,4abcd 11,427a 17,95ab 0,83a
Keterangan: Angka di dalam kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
ada perbedaan nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Daun merupakan organ vegetatif tanaman yang mengandung klorofil, yaitu

tempat dimana proses fotosintesis berlangsung. Daun diperlukan untuk

penyerapan dan pengubahan energi cahaya menjadi pertumbuhan dan

mengahasilkan panen melalui fotosintesis. Fotosintesis merupakan proses

biokimia yang melibatkan energi surya untuk mensintesis karbohidrat dari karbon

dioksida (CO2) dan air (H2O) yang berlangsung di dalam klorofil. Proses
40

fotosintesis sangat dipengaruhi oleh intensitas sinar matahari (penyinaran). Di

samping itu, daun juga memerlukan sumber nitrogen (N) untuk pembentukan

buah atau biji (Gardner et al, 1991).

Hasil pengujian laboratorium menunjukan bahwa jumlah total N (Lampiran

4) pada lahan sebesar 0,15%. Jumlah ini tergolong dalam kategori rendah. Kadar

N < 0,1% termasuk sangat rendah, 0,1 - 0,2% rendah, 0,2 - 0,5% sedang, 0,5 -

0,75% tinggi, dan > 0,75% sangat tinggi (Laboratory service SEAMEO Biotrop).

Unsur nitrogen (N) merupakan komponen utama berbagai senyawa di dalam

tubuh tanaman yang salah satunya adalah klorofil. Kekurangan N akan

mempengaruhi kerja klorofil yang merupakan mesin penghasil energi bagi

tanaman. Ini terlihat pada minggu-minggu pertama pertumbuhan tanaman gandum

yang berjalan lambat, tetapi setelah minggu ke 4 mst, pertumbuhan tanaman lebih

cepat.

Luas daun galur mutan tidak berbeda nyata dengan varietas kontrol. Akan

tetapi luas daun pada masing-masing genotipe gandum berbeda-beda. Genotipe

dengan luas daun tertinggi adalah CPN 01 dan yang terendah adalah CBD 17.

Luas daun sangat mempengaruhi laju fotosintesis tanaman gandum. Semakin luas

permukaan daun gandum, maka semakin tinggi laju fotosintesisnya. Hal ini

disebabkan karena daun yang luas memiliki daya serap cahaya yang baik (lebih

banyak) dibandingkan dengan daun yang sempit. Garndner et al (1991)

mengungkapkan bahwa produksi dan perluasan daun yang cepat pada tanaman

budidaya sangat penting agar dapat memaksimalkan penyerapan cahaya dan

asimilasi. Pemupukan nitrogen (N) mempunyai pengaruh yang nyata terhadap


41

perluasan daun, terutama pada lebar dan luas daun (Humphries dan Wheeler, 1963

dalam Gardner et al, 1991).

Panjang helai dan lebar daun antar perlakuan tidak berbeda nyata (Tabel 3).

Hal ini menunjukan bahwa pada kedua variabel ini terdapat keseragaman (relatif

sama) antara galur mutan dengan kontrolnya. Oleh karenanya ada kemungkinan

banyaknya sinar matahari yang dapat diserap oleh masing-masing genotipe relatif

sama, sehingga kemungkinan fosintat yang dihasilkan pun tidak jauh berbeda.

Dilihat dari jumlah daunnya, genotipe dengan jumlah daun terbanyak adalah

genotipe yang baik. Galur mutan CPN 01 dan CBD 17 adalah galur mutan yang

memiliki jumlah daun terbanyak melebihi tiga varietas kontrol. Oleh karenanya

kedua galur ini dapat dikategorikan sebagai galur mutan yang memiliki karakter

baik pada variabel jumlah daun.

4.3. Malai

4.3.1. Panjang Malai

Bunga gandum berbentuk malai (Gambar 5), terdiri dari bulir-bulir

(spikelet) yang tersusun dalam ruas-ruas yang pendek dan menyempit pada ujung

bawah dan melebar pada ujung atasnya (Wiyono, 1980). Pada ujung spikelet

terdapat organ yang berbentuk seperti rambut, dengan panjang bervariasi yang

dikenal dengan istilah awn (Gambar 5). Setiap jenis gandum memiliki panjang

awn yang berbeda-beda, bahkan ada jenis gandum yang tidak memiliki awn. Awn

berperan sebagai penahan kekurangan air saat terjadi kekeringan (Wiyono, 1980).

Selain itu awn juga berkontribusi dalam menyumbang karbohidrat melalui


42

fotosintesis untuk perkembangan biji terutama pada saat terjadi stres akibat

kekeringan (Martin et al, 1976). Ini menujukan bahwa awn memiliki klorofil.

awn

spikelet

tangkai

Gambar 5. Malai gandum

Hasil uji Duncan menunjukan bahwa panjang malai pada beberapa

perlakuan berbeda nyata. Panjang rata-rata malai 10 genotipe gandum sekitar 6-8

cm (Tabel 3). Bentuk morfologi malai dari tiap-tiap genotipe gandum dapat dilihat

pada Gambar 6. Genotipe dengan rata-rata panjang malai terpanjang adalah

varietas Dewata dan yang terpendek adalah Galur CBD 20. Di antara 7 galur

mutan, galur CBD 24 memiliki malai yang cukup panjang melebihi varietas

Selayar.
43

Tabel 3. Rata-rata panjang malai, jumlah biji per malai, jumlah spikelet, dan
persentase biji hampa.

Panjang Jumlah biji per Jumlah Persentase biji


Genotipe n malai (cm) malai Spikelet hampa (%)
CPN01 7,61abc 15,40a 16,6a 65,27a
CPN02 7,42bc 14,93a 15,4ab 65,87a
CBD16 7,35bcd 15,33a 15,47ab 63,08a
CBD17 7,22bcd 23,07a 16,47a 51,57a
CBD20 6,6d 16,87a 14,53ab 61,14a
CBD23 6,83cd 20,4a 13,07b 49,86a
CBD24 7,89ab 12a 16,2ab 74,53a
Dewata 8,38a 17,87a 13,67ab 54,37a
Selayar 7,18bcd 19,33a 14,4ab 55,16a
Nias 7,97ab 22,53a 15,13ab 49,71a
Keterangan: Angka di dalam kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
ada perbedaan nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Panjang malai galur mutan CPN 01 dan CBD 24 tidak berbeda nyata

dengan varietas kontrol, tetapi masih lebih panjang dibandingkan dengan varietas

kontrol Selayar. Panjang malai Galur mutan CPN 02 berbeda nyata dengan

varietas Dewata (lebih pendek) dan tidak berbeda nyata dengan varietas Nias dan

Selayar. Namun demikian panjang malainya masih di atas varietas Selayar. Galur

mutan CBD 17 dan CBD 16 berbeda nyata dengan varietas Dewata dan tidak

berbeda nyata dengan varietas Nias dan Selayar, sedangkan pada galur mutan

CBD 23 dan CBD 20 berbeda nyata dengan varietas Dewata dan Nias.
44

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 6. Malai 10 genotipe gandum

Hasil pengamatan menunjukan bahwa panjang malai semua galur mutan

gandum termasuk varietas Dewata dan Selayar kurang dari 10 cm. Syuryawati et

al (2007) menyatakan, pada kondisi yang sesuai panjang malai varietas Dewata

dan Selayar pada dataran tinggi ± 11 cm dan ±10 cm. Penurunan panjang malai ini

kemungkinan besar disebabkan oleh cekaman suhu tinggi di daerah dataran

rendah tropis. Pringgohandoko dan Suryawati (2006) menyatakan, terdapat

interaksi antara cekaman kekeringan (suhu) dengan panjang malai. Cekaman

kekeringan akan mengakibatkan pengurangan penyerapan hara dari dalam tanah

oleh tanaman sehingga akan mempengaruhi jumlah fotosintat untuk pertumbuhan

malai. Jumlah air dalam tanah tidak hanya mempengaruhi jumlah (konsentrasi)

hara dalam larutan tanah, tetapi juga mempengaruhi laju pergerakan hara ke akar

secara difusi dan aliran masa (Haryadi dan Yahya, 1987 dalam Pringgohandoko

dan Suryawati, 2006).


45

Secara garis besar panjang malai galur mutan lebih pendek dibandingkan

dengan kontrolnya kecuali varietas Selayar. Panjang malai umumnya berkorelasi

dengan hasil panen. Semakin panjang malai maka semakin banyak jumlah spikelet

yang akan terbentuk. Banyaknya spikelet memungkinkan biji yang dihasilkan pun

akan lebih banyak. Namun demikian, panjang malai tidak menjamin hasil panen

yang tinggi. Varietas Dewata memiliki malai yang terpanjang, akan tetapi hasil

pengamatan menunjukan bahwa jumlah biji per malai yang dihasilkan varietas

Dewata lebih sedikit dibandingkan galur mutan CBD 17 dan CBD 23 yang

memiliki panjang malai yang lebih pendek. Kondisi ini semakin menguatkan

dugaan bahwa hanya genotipe gandum yang dapat beradaptasi baik pada daerah

dataran rendah tropis yang dapat menghasilkan panen (biji) yang tinggi.

4.3.2. Jumlah biji per malai

Berdasarkan hasil uji Duncan, jumlah biji per malai antar perlakuan tidak

berbeda nyata (Tabel 3). Jumlah rata-rata biji per malai terbanyak adalah galur

mutan CBD 17 melebihi tiga varietas kontrol dan yang terendah adalah galur

mutan CBD 24. Tingginya jumlah biji per malai galur mutan CBD 17 disebabkan

karena galur ini memiliki malai yang tidak terlalu panjang dan jumlah spikelet

yang banyak, sehingga spikelet tersusun lebih rapat. Keadaan ini memungkinkan

spikelet yang ada pada bagian tengah malai terlindungi dari hempasan air hujan,

sehingga proses pembentukan biji pada spikelet tidak terlalu terganggu.

Pernyataan ini sesuai dengan yang diungkapkan Pringgohandoko dan Suryawati

(2006), posisi spikelet dalam bulir yang rapat membuat susunan spikelet dibagian
46

tengah terlindungi dari hempasan air hujan secara langsung. Semua genotipe

menunjukan penurunan jumlah biji per malai yang tinggi. Ini disebabkan karena

banyak sekali biji yang hampa. Rata-rata persentase biji hampa pada semua galur

mutan tidak berbeda nyata dengan varietas kontrol (Tabel 4). Namun demikian

persentase jumlah biji hampa pada masing-masing genotipe gandum berbeda-

beda. Banyaknya biji hampa (lebih dari 50%) hampir terjadi pada semua genotipe

gandum. Galur mutan CBD 24 adalah galur dengan nilai rata-rata biji hampa

tertinggi dan yang terendah adalah varietas Nias.

Galur mutan CBD 17 merupakan galur mutan yang memiliki jumlah biji per

malai tertinggi, namun keadaan ini masih belum munujukan hasil yang

semestinya. Potensi yang dimiliki galur mutan ini belum maksimal karena

persentase biji yang terbentuk pada galur mutan ini hanya mencapai 48,43%,

51,57% sisanya hampa. Ini tentu masih jauh dari harapan. Seandainya persentase

biji yang terbentuk mencapai 80-90% maka kemungkinan hasil panennya pun

akan semakin tinggi lagi, begitu pula dengan galur mutan lainnya. Oleh karenanya

perlu penanganan dan pengelolaan yang lebih intensip lagi agar didapat hasil yang

lebih maksimal. Beberapa faktor lingkungan yang dapat mengakibatkan biji

hampa diantaranya adalah suhu (vernalisasi), curah hujan dan kelembaban.

Data lapangan menunjukan rata-rata suhu terendah (minimum) selama masa

pertumbuhan dan perkembangan gandum (April-Juli) sekitar 23,23°C. Ini

menunjukan bahwa ada kemungkinan gandum tidak mengalami vernalisasi. Suhu

yang dibutuhkan gandum untuk berbunga sekitar 11-13°C (OECD, 1999 dalam

Biology of Triticum aestivum L. em Thell. (Bread Wheat), 2008). Banyaknya biji


47

yang hampa kemungkinan disebabkan karena tidak adanya vernalisasi pada saat

memasuki fase pembungaan. Vernalisai merupakan periode dingin (suhu rendah)

yang menstimulasi terjadinya proses pembungaan. Tidak adanya vernalisasi dapat

mempengaruhi proses pembungaan yang berakibat pada terganggunya

pembentukan biji. Akibatnya banyak sekali biji yang hampa. Banyaknya biji yang

hampa akan mempengaruhi hasil panen, yang berupa penurunan hasil panen.

Menurut Oldeman dalam Kartasapoetra (2005), curah hujan dapat

diklasifikasikan sebagai berikut: curah hujan >200 mm tinggi (bulan basah), 100-

200 mm sedang (bulan lembab), dan <100 mm termasuk rendah (bulan kering).

Berdasarkan klasifikasi oldeman di atas bulan Juni dan Juli termasuk bulan basah

(curah hujan tinggi). Faktor lain yang dapat menyebabkan biji hampa adalah

serangan mikroorganisme (jamur). Curah hujan yang tinggi dapat meningkatkan

kelembaban udara yang cukup tinggi pada bulan Juni dan Juli, sehingga terjadi

serangan jamur pada malai gandum. Pada saat itu seluruh genotipe gandum

sedang mengalami pembungaan dan pengisian biji. Kondisi ini sangat tidak

menguntungkan bagi tanaman gandum, karena udara yang lembab disertai udara

yang panas pada saat fase reproduktif sangat menurunkan hasil panen (Wilson,

1955 dalam Wiyono, 1980). Kelembaban udara memiliki pengaruh terhadap

serangan penyakit karat (Puccinia spp), Helminthosporum, Fusarium, Septoria,

dan sebagainya (Wiyono, 1980). Hasil pengamatan di lapangan menunjukan

bahwa malai yang terserang jamur dikelilingi oleh hifa (Gambar 7c), terdapat

bintik-bintik hitam pada spikelet dan biji yang terbentuk menjadi busuk.
48

a b c

Gambar 7. a. Malai normal b. Malai yang terserang burung


c. Malai yang terserang jamur.

Selain dari banyaknya biji yang hampa akibat tidak adanya vernalisasi dan

serangan jamur, tingginya curah hujan pada saat pembungaan (bulan Juni) pun

dapat mempengaruhi pembentukan biji. Umumnya serbuk sari tidak dapat tahan

hidup jika hujan lebat (Amilla, 2009). Kondisi ini menyebabkan proses

pernyerbukan menjadi kurang baik. Sebagai akibatnya proses pembentukan biji

tidak akan berjalan dengan optimal (terganggu). Wiyono (1980) mengungkapkan

bahwa tingginya curah hujan akan menyebabkan kegagalan pensarian sehingga

mempertinggi kehampaan (sterilitas). Pringgohandoko dan Suryawati (2006)

menyatakan, hujan yang deras menyebabkan cairan pekat yang ada pada kepala

putik yang berfungsi untuk menahan tepung sari yang jatuh ke kepala putik
49

menjadi sangat cair, sehingga tepung sari akan tersebar di luar kepala putik, yang

mengakibatkan penyerbukan menjadi terganggu.

4.3.3. Jumlah spikelet

Hasil analisis menunjukan bahwa jumlah spikelet antar genotipe tidak

berbeda nyata (Tabel 3). Ini mengindikasikan bahwa jumlah spikelet setiap

genotipe relatif sama. Genotipe gandum yang memiliki jumlah spikelet terbanyak

adalah galur mutan CPN 01 dan CBD 17. Kedua galur mutan ini tidak berbeda

nyata tetapi melebihi tiga varietas kontrol. Galur mutan CPN 02, CBD 16, dan

CBD 24 pun tidak berbeda nyata dengan varietas kontrol tetapi ketiganya

memiliki jumlah spikelet yang lebih banyak dari varietas kontrol. Jumlah spikelet

galur mutan CBD 20 lebih tinggi dibandingkan dengan varietas kontrol Dewata

dan Selayar. Dan galur mutan CBD 23 adalah galur mutan dengan jumlah spikelet

terendah (di bawah ketiga varietas kontrol). Hasil ini menggambarkan bahwa

galur mutan memiliki jumlah spikelet yang lebih banyak di bandingkan kontrol.

Jumlah spikelet sangat dipengaruhi oleh panjang malai. Malai yang panjang

umumnya memiliki jumlah spikelet yang banyak. Jumlah spikelet berkorelasi

positif dengan hasil panen. Semakin banyak spikelet yang terbentuk, maka akan

semakin banyak kemungkinan biji yang dihasilkan. Wiyono (1980) menyatakan

setiap spikelet terdiri dari lima buah bunga, masing-masing bunga terdiri dari

kelopak-kelopak bunga (lemma dan palea), dan setiap bunga terdiri dari 3 buah

kepalasari (anther) dan satu kepala putik. Spikelet yang normal akan

menghasilkan maksimal 5 biji. Akan tetapi spikelet yang baik adalah yang
50

menghasilkan 3 biji (Gambar 8), karena biji yang dihasilkan akan memiliki bentuk

dan ukuran yang maksimal.

Gambar 8. Biji pada spikelet

4.4. Umur berbunga dan Umur panen

4.4.1. Umur berbunga

Pembentukan bunga pada tanaman gandum dimulai pada minggu ke-6.

Gandum berbunga pada fotoperiode yang panjang setelah memproduksi paling

sedikit tujuh helai daun (Purvis dan Gregory, 1973 dalam Gardner et al, 1991).

Pada bulan Juni semua genotipe memasuki fase pembungaan. Genotipe yang

pertama kali berbunga adalah varietas Dewata dan galur CBD 24 (Gambar 8).

Setiap genotipe gandum memiliki umur bunga yang berbeda-beda. Hampir semua

galur yang ditanam pada setiap blok tidak berbunga secara serentak. Hal ini

kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik yang belum stabil pada galur mutan.
51

Namun demikian, 50% semua genotipe gandum berbungan pada minggu ke-9 dan

seterusnya.

Tabel 4. Umur berbunga dan umur panen


Genotipe Umur berbunga Umur panen
(hari) (hari)
CPN01 69,67a 86,67a
CPN02 65,67ab 89,33a
CBD16 67,67ab 89a
CBD17 68,33ab 85,67a
CBD20 60,67ab 80,67a
CBD23 58,33ab 81a
CBD24 60,67ab 81a
Dewata 56,33b 82,33a
Selayar 64ab 86a
Nias 68ab 87a
Keterangan: Angka di dalam kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada
perbedaan nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Hasil penelitian menunjukan bahwa galur mutan CPN 01 memiliki umur

berbunga yang berbeda nyata hanya dengan varietas kontrol Dewata. Sedangkan

galur mutan CPN 01, CBD 16, CBD 17, CBD 20, CBD 23, dan CBD 24 tidak

berbeda nyata dengan semua varietas kontrol. Galur dengan umur berbunga

terlama adalah galur CPN 01 dan enam galur mutan lainnya memiliki umur

berbunga yang relatif sama (Tabel 4). Ini menujukan bahwa kemampuan galur

mutan gandum memiliki kemampuan daya adaptasi yang sama terhadap

lingkungan dataran rendah tropis untuk variabel ini. Ada kemungkinan besar

variabel ini dikontrol atau dipengaruhi oleh faktor genetik.


52

a b
Gambar 9. Bunga galur CBD 24 (a) dan varietas Dewata (b) pada minggu ke-6

4.4.2. Umur panen

Pemanenan dilakukan pada bulan Juli ketika 50% populasi malai tanaman

gandum telah kering. Wiyono (1980) menyatakan bahwa jika 20% dari bagian

malai telah matang penuh, dimana butir (biji) gandum telah cukup keras apabila

dipijit dengan tangan, maka gandum telah siap dipanen. Hasil pengamatan

dilapangan menunjukan bahwa hampir semua malai dari 10 genotipe gandum

mengalami pematangan biji yang tidak seragam, sehingga pemanenan dilakukan

secara berkala (tidak secara serentak). Pematangan malai yang tidak seragam

menyebabkan proses pemanenan menjadi lambat. Ini terlihat dari adanya anakan

yang belum berbunga pada saat panen. Ketidak seragaman ini diduga disebabkan

karena pengaruh gen yang


53

masih belum stabil pada galur mutan gandum. Genetik tanaman yang stabil

dicirikan dengan penampakan morfologi yang seragam.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1
1

Gambar 10. Sepuluh sampel genotipe gandum setelah dipanen

Umur panen merupakan umur dimana tanaman menyelesaikan seluruh

siklus hidupnya (Indriatama, 2009). Setiap tanaman memiliki umur panen yang

berbeda-beda. Umur panen suatu tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dan

lingkungan di mana tanaman itu ditanam. Ciri morfologi tanaman gandum yang

siap dipanen adalah daun dan batangnya berwarna kuning kecoklatan, malai sudah

mengering dan berwarna kecoklatan, dan biji keras ketika ditekan (Gambar 10).

Umur panen untuk tiap-tiap genotipe tidak berbeda nyata (Tabel 4). Ini

menunjukan respon semua genotipe terhadap lingkungan dataran rendah tropis

relatif sama. Namun demikian umur panen galur mutan CBD 20, CBD 23 dan

CBD 24 lebih genjah dari pada varietas kontrolnya. Umur panen galur mutan

CBD 17 lebih pendek dibandingkan dengan varietas kontrol Selayar dan Nias
54

kecuali Dewata. Galur mutan CPN 01 lebih lama dibandingkan dengan varietas

kontrol Dewata dan Selayar, tetapi masih lebih pendek dibandingkan varietas

kontrol Nias. Sedangkan dua galur mutan lainnya sepeti CPN 02 dan CBD 16

memiliki umur panen di atas varietas kontrol (lebih lama).

Menurut Daradjat (1994 dalam Budiarti, 2005), klasifikasi umur masak

tanaman gandum adalah genjah 75-85 hari, sedang 86-96 hari, dalam 97-107 hari

dan sangat dalam > 108 hari. Berdasarkan klasifikasi Daradjat di atas dapat di

golongkan bahwa genotipe gandum yang memiliki umur genjah adalah galur CBD

24, CBD 23, CBD 20, CBD 17, dan varietas Dewata. Sedangkan sisanya yaitu

galur CPN 01, CPN 02, CBD 16, varietas Selayar dan Nias berumur sedang.

Secara garis besar umur panen semua genotipe yang ditanam di dataran

rendah tropis tergolong genjah jika dibandingkan dengan di dataran tinggi. Hasil

penelitian pada ketinggian 1450 m dpl untuk kesepuluh genotipe gandum ini

memiliki umur panen di atas 100 hari. Perubahan umur panen yang lebih cepat

pada daerah dataran rendah tropis ini diduga karena pengaruh cekaman faktor

lingkungan salah satunya adalah suhu. Pringgohandoko dan Suryawati (2006)

menyatakan pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan tanaman

gandum akan menyelesaikan keseluruhun siklus hidupnya lebih cepat dengan

memperpendek setiap fase perkembangan tanaman.


55

4.5. Biji

4.5.1. Berat biji per rumpum

Hasil uji Duncan menunjukan bahwa variabel berat biji perumpun berbeda

nyata antar genotipe. Diantara tujuh galur yang diamati, galur mutan CBD 16

adalah galur dengan berat biji per rumpun terkecil dan galur mutan CBD 17

adalah galur dengan berat rata-rata biji per rumpun tertinggi melebihi ke tiga

varietas kontrol (Tabel 5). Walaupun demikian, berat rata-rata biji per rumpun

galur mutan CBD 16 masih lebih tinggi jika di bandingkan varietas kontrol Nias

untuk karakter ini, begitu juga galur mutan CPN 01. Galur mutan CPN 02 juga

memiliki berat rata-rata biji perumpun yang cukup tinggi dan berbeda nyata

dengan varietas kontrol Nias. Galur mutan lainnya seperti CPN 01 dan CBD 20

menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata dengan varietas kontrol Dewata dan

Selayar. Namun hasil berat biji perumpun kedua galur mutan ini masih di bawah

varietas Selayar. Sedangkan galur mutan CBD 23 dan CBD 24 juga menunjukan

hasil yang tidak berbeda nyata, dengan berat rata-rata biji per rumpun di bawah

varietas kontrol kecuali varietas Nias.

Berat biji perumpun dapat menggambarkan jumlah dan banyaknya biji yang

terbentuk pada setiap rumpun genotipe gandum. Selain galur CBD 17, berat biji

per rumpun galur CPN 01 pun cukup tinggi melebihi dua varietas kontrol (Dewata

dan Nias). Berat biji perumpun memiliki keterkaitan dengan variabel lainnya

seperti jumlah anakan produktif dan jumlah spikelet. Namun demikian penelitian

lapangan menunjukan tidak semua genotipe dengan jumlah anakan produktif

terbanyak akan mengahsilkan berat biji perumpun tertinggi. Varietas Dewata


56

memiliki jumlah anakan produktif terbanyak dibandingkan sembilan genotipe

lainnya, akan tetapi jumlah biji perumpunya di bawah galur mutan CBD 17 dan

CPN 02. Ini menunjukan bahwa lingkungan dapat mempengaruhi proses

pembentukan biji, sehingga hanya genotipe yang dapat beradaptasi baik dengan

lingkungannya yang akan menghasilkan biji yang maksimal.

Jumlah spikelet sangat berpengaruh terdahap jumlah biji yang dihasilkan.

Ini terlihat pada galur mutan CBD 17 dan CPN 02. Kedua galur mutan ini

memiliki jumlah spikelet yang lebih banyak dibandingkan yang lainnya, sehingga

biji yang dihasilkannya pun lebih banyak. Hal ini terlihat dengan tingginya berat

biji per rumpun pada ke dua galur tersebut.

Tabel 5. Berat rata-rata biji per rumpun dan berat rata-rata 1000 biji

Genotipe Berat biji per rumpun Berat 1000 biji


(g) (g)
CPN01 1,1cd 27,4ab
CPN02 2,17abc 30,8ab
CBD16 1,09cd 27,67ab
CBD17 2,5a 28,07ab
CBD20 1,46abcd 26,6b
CBD23 1,34bcd 28,73ab
CBD24 1,25bcd 27,8ab
Dewata 2,11abcd 26,6b
Selayar 2,34ab 32a
Nias 0,98d 29,03ab
Keterangan: Angka di dalam kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada
perbedaan nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Pada kebanyakan tanaman budidaya, biji merupakan produk akhir yang

diinginkan (Gardner et al, 1991). Oleh karenanya biji dapat dijadikan parameter

(tolok ukur) baik atau tidaknya suatu varietas tanaman budidaya, termasuk
57

gandum. Karakter berat biji perumpun tanaman gandum dipengaruhi juga oleh

jumlah anakan produtif yang terbentuk. Galur mutan CBD 17 memiliki jumlah

anakan yang banyak sehingga biji yang dihasilkannya pun banyak. Sebagian besar

karbohidrat dalam biji gandum berasal dari fotosintesis setelah terbentuk bulir

(Gardner et al, 1991).

Salah satu faktor penting yang dapat menurunkan hasil panen (biji) adalah

serangan burung-burung pemakan biji. Beberapa jenis burung yang diketahui

menyerang tanaman gandum adalah burung gereja (Passer montanus), bondol

peking (Lonchura maja) dan Tekukur (Streptopelia chinensis). Serangan burung-

burung tersebut sangat mempengaruhi hasil panen gandum. Hasil pengamatan di

lapangan memperlihatkan bahwa burung-burung pemakan biji-bijian terutama

kelompok burung bondol menyerang tanaman gandum tidak hanya pada saat bulir

(biji) gandum telah masak, tetapi bulir yang sedang mengalami pengisian biji pun

diserang (Gambar 5b).

Berdasarkan hasil analisis, galur mutan yang memiliki karakter berat biji per

rumpumpun yang baik adalah galur CBD 17. Selain itu galur mutan lain yang juga

menunjukan hasil cukup baik untuk karakter ini adalah galur mutan CPN 02.

4.5.2. Berat 1000 biji

Berat 1000 biji antar genotipe tidak berbeda nyata (Tabel 5). Berat rata-rata

1000 biji genotipe gandum relatif sama. Genotipe dengan berat tertinggi adalah

varietas Selayar dan genotipe yang terendah adalah galur mutan CBD 20. Kondisi

ini menunjukan bahwa ukuran biji varietas Selayar relatif lebih besar dan panjang
58

dibandingkan dengan genotipe lainnya. Bentuk dan warna biji dari masing-masing

genotipe dapat di lihat pada gambar 10.

Berat rata-rata 1000 biji galur mutan CPN 01, CBD 16, CBD 17, CBD 23

dan CBD 24 tidak berbeda nyata dengan semua varietas kontrol. Namun demikian

berat rata-rata 1000 biji ke lima galur mutan ini lebih tinggi dibandingkan dengan

varietas kontrol Dewata. Galur mutan CPN 02 juga tidak berbeda nyata dengan

semua varietas kontrol. Namun demikian berat rata-rata 1000 biji galur mutan ini

lebih tinggi dari varietas kontrol Dewata dan Nias. Ini disebabkan karena biji CPN

02 memiliki ukuran yang cukup besar sehingga berpengaruh pada berat biji.

CPN CPN CBD CBD CBD


01 02 17 24 23

CBD CBD Dewata Selayar Nias


20 16

Gambar 10. Morfologi biji 10 genotipe gandum

Variabel berat 1000 biji tidak dapat dijadikan acuan untuk menggambarkan

kondisi hasil yang baik pada setiap genotipe gandum, karena berat 1000 biji tidak

dapat menggambarkan daya adaptasi suatu genotipe yang ditanam. Variabel ini

sangat dipengaruhi oleh ukuran dan berat satuan dari masing-masing biji.
59

Indriatama (2009) menyatakan berat 1000 biji erat kaitannya dengan ukuran biji

dan bobot setiap biji. Oleh karenannya hanya genotipe yang memiliki ukuran biji

yang lebih besar yang memiliki berat 1000 biji tertinggi.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil

kesimpulan bahwa :

a. Galur CBD 17 memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan di daerah

dataran rendah, dengan karakter tinggi tanaman yang cukup pendek

sehingga tidak mudah rebah, umur genjah, jumlah anakan produktif cukup

banyak, jumlah biji per malai dan berat biji per rumpun yang cukup tinggi

dibandingkan kontrol.

b. Ketinggian tempat dapat mempengaruhi beberapa karakter morfologi

tanaman gandum seperti, tinggi tanaman, umur berbunga, umur panen,

jumlah daun, jumlah malai dan jumlah biji yang dihasilkan (hasil panen).

c. Galur mutan gandum M6 yang ditanaman di daerah dataran rendah

umumnya memiliki karakter tinggi tanaman yang cukup pendek, berumur

genjah, memiliki umur berbunga dan umur panen tiap tanaman per galur

yang tidak merata.

d. Ketinggian tempat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

galur mutan tanaman gandum dan vernalisasi tidak bersifat mutlak

terhadap pembentukan biji, karena galur mutan gandum masih bisa

mengahasilkan biji walaupun tanpa vernalisasi. Namun demikian

vernalisasi tetap dibutuhkan untuk memaksimalkan pembentukan biji

60
61

5.2. Saran

a. Ketidak seragaman galur mutan pada saat berbunga dan pematangan malai

(panen) pada setiap galur, menunjukan adanya ketidak stabilan gen pada

galur mutan, sehingga penelitian ini perlu dilanjutkan untuk mengetahui

sampai pada generasi ke berapa gen galur mutan gandum stabil (seragam).

b. Tingginya serangan hama dan penyakit pada tanaman gandum dapat

mempengaruhi hasil panen. Oleh karenanya perlu dilakukan juga

penelitian tentang hama dan penyakit yang mengganggu pertumbuhan dan

perkembangan gandum di daerah dataran rendah, sehingga apabila

tanaman gandum terserang hama dan penyakit, dapat ditangani secara

baik.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, L. 2004. Dasar Nutrisi Tanaman. Cet. Ke-2. Rineka Cipta. Jakarta.

Ahmad, Z, M.Y. Mujahid, M.A. Khan, M. Qamar, N.S. Kisana, & S.Z. Mustafa.
2009. Evaluation Of Promising Bread Wheat (Triticum aestivum L.) Lines
Under Normal And Late Plantings. Wheat Programme, National
Agricultural Research Centre, Islamabad, Pakistan. J. Agric. Res.47(2): 127-
135. http://www.jar.com.pk/pdf/2009/47-2-3.pdf (akses 31 Mei 2010).

Amilla. 2009. Pengaruh Ketinggian Tempat (Suhu) Terhadap Pertumbuhan


Tanaman, Ternak, Hama, Penyakit Tumbuhan, Dan Gulma.
http://gotomilla.blogspot.com/2009/03/pengaruh-ketinggian-tempat-
suhu.html (akses 4 Juli 2010).

Anonim. 2007. Gandum.


http://www.deptan.go.id/ditjentan/admin/rb/Gandum.pdf. (akses 16 Maret
2010)

Budiarti, S.G. 2005. Karakterisasi Beberapa Sifat Kuantitatif Plasma Nuftah


Gandum (Triticum aestivum. L). Buletin Plasma Nuftah No. 2. Vol. 11.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya
genetik
Pertanian.Bogor.http://indoplasma.or.id/publikasi/buletin_pn/pdf/buletin_pn
_11_2_2005 49-54gajatri.pdf (akses 16 Maret 2010).

Budiarti, S.G, Y.R. Rizki, & Yudiwanti. (2004). Analisis Koefisien Lintas
Beberapa Sifat Pada Plasma Nutfah Gandum (Triticum aestivun L.) Koleksi
Balitbiogen. Zuriat Vol 15 No. 1.

Dahlan, M. 2010. Teknologi Produksi Benih Gandum. Balai Penelitian Tanaman


Serealia. http://agribisnis.deptan.go.id/web/diperta-ntb/artikel/gandum.htm
(akses 6 Juli 2010).

Departement of Healt and Ageing Office of the Gene Technology Regulator.


2008. The Biology of Triticum aestivum L. em Thell.(bread wheat).
Australian Government.

62
63

Duke, J. A. 1983. Handbook Of Energy Crops. Unpublished. Center for New


Crops & Plants Product. Purdue University.

Elrod, S, & W. Stansfield. 2006. Schaum’s Outlines Teori Dan Soal Soal
Genetika. Edisi Keempat. Jakarta. Erlangga.

Gardner, F.P, R.B. Pearce, & R.L. Mitchel. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Penerjemah Herawati Susilo. UI-Press. Jakarta.

Guslim. 2007. Agroklimatologi. USU Press. Medan.

Harsanti, L, Hambali, &. Mugiono. 2003. Analisis Daya Adaptasi 10 Galur


Mutan Padi Sawah Di 20 Lokasi Uji Daya Hasil Pada Dua Musim. Zuriat.
No. 1. Vol. 14.

Herison, C, Rustikawati, S.H. Sutjatjo, & S.I. Aisyah. 2008. Induksi Mutasi
Melalui Iradiasi Sinar Gamma Terhadap Benih Untuk Meningkatkan
Keragaman Populasi Dasar Jagung (Zea mays L.). Jurnal Akta Agrosia.
No. 1. Vol. 11 hlm 57-62.

Human, S. 2006. Pemuliaan Tanaman Sorgum di P3TIR-BATAN.


www.batan.go.id/patir/berita/pertanian/sorgum/sorgum.htm.

Human, S, Sihono, & W.M. Indriatama. 2007. Evaluasi Penampilan Agronomi


Galur – Galur Mutan Gandum (Triticum aestivum. L) di Boyolali, Jawa
Tengah. Tidak dipublikasikan.

Indriatama, W.M. 2009. Keragaman Sifat Wijen (Sesanum indicul L.) Generasi
M3 hasil irradiasi Gamm 60Co Di Lahan Paasir Pantai. Skripsi: Jurusan
Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Kartasapoetra, A.G, G. Kartasapoetra, & M.M. Sutedjo. 2005. Teknologi


Konservasi Tanah Dan Air. Rineka Cipta. Jakarta.
64

Kirby, E.J.M. 2002. Botany Of Wheat Plant. In: BC Curtis, S Rajaram, H Gomez
Macpherson, eds. Bread Wheat. Improvment and Production. Food
Agriculture Organisation, Rome.
http://www.fao.org/docrep/006/y4011e/y4011e05.htm#bm05 (akses 24
Agustus 2010)

Mahardika. 2010. Manfaat Gandum. http://free-


hots.blogspot.com/2010/04/manfaat-gandum.htmls. (akses 23 Mei 2010).

Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar Dasar Pemuliaan Tanaman. Yogyakarta.


Kanisius.

Martin, J.H, W.H. Leonard, & D.L. Stamp. 1976. Principle Of Field Crop
Production. Third Edition. Macmillan Publishing Co., Inc. New York.

Nasution, A.S. 2009. Hubungan Faktor Iklim Dengan Pertumbuhan dan Produksi
Tanaman. https://sanoesi.wordpress.com/2009/01/29/hubungan-faktor-
iklim-dengan-pertumbuhan-dan-produksi-tanaman/ (akses 3 Maret 2011).

Poespodarsono, S. 1988. Dasar Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar


Universitas Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pringgohandoko, B & A. Suryawati. 2006. Pengaruh Cekaman Kekeringan


Setelah Antesis Terhadap Hasil Tujuh Genotipe Gandum. Junal
Agrotropika. No. 2. Vol XI: 56-66.

Riyanto, D. 2010. Uji Multilokasi (UML) / Uji Daya Hasil Lanjutan (UDHL)
Padi,
Jagung dan Kedelai.
http://yogya.litbang.go.id./ind/index.php?option=comconten&view=article&
id=152:uji-multi-lokasi-umluji-daya-hasil-lanjutan-udhl-di-jagung-dan
kedelai&catid=16: tanaman-pangan-&Itemid=91. (akses 21 Agustus 2010)

Samekto, R. 2008. Pengalaman dan Wawasan Penelitian Gandum (Dua Tahun


Penelitian Gandum Fakultas Pertanian) Universitas Slaemt Riyadi. Jurnal
Inovasi Pertanian. No. 1. Vol. 7: 95-102.
65

Soedjono, S. 2003. Aplikasi Mutasi Induksi Dan Variasi Somaklonal Dalam


Pemuliaan Tanaman. Jurnal Linbang Pertanian. No. 22 (2). Hal. 70-78.

Surat Keputusan Mentri Pertanian. 2004. Pelepasan Galur Gandum DWR162


Sebagai Varietas Unggul Dengan Nama Dewata – DWR162. No.
174/Kpts/LB.240/3/2004.

Syuryawati, Rahmi Y.A & Zubachtirodin. 2007. Gandum dan Sorgum. Balai
Penelitian Tanaman Serealia Sulsel.
http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind//leaflet/Gandumsorgum.pdf (Akses
16 Maret 2010).

Tjitrosoepomo, G. 2003. Morfologi Tumbuhan. Cet. Ke-14. Gajah Mada


University Press. Yogyakarta.

Trubus. 2007. Gama Ditembakan Abnormal Didapat. Edisi Selasa, 24 April 2007.

Wandowo. 2005. Aplikasi Radioisotop Dalam Bidang Industri. Badan Tenaga


Nuklir Nasional. Jakarta.

Wiyono, T. N. 1980. Budidaya Tanaman Gandum. PT. Karya Nusantara. Jakarta.


66

Lampiran 1

Denah Lokasi Penanaman Gandum Di SEAMEO Biotrop, Bogor.

Blok 1
5 10 6 9 1

7 2 8 4 3

Blok 2
2 8 10 7 5

6 9 3 1 4
Blok 3
9 4 5 6 10

3 1 7 2 8

Keterangan :

1. CPN 01
2. CPN 02
3. CBD 17
4. CBD 24
5. CBD 23
6.CBD 20
7. CBD 16
8. Dewata
9. Selayar
10. Nias
67

Lampiran 2

Data klimatologi BMKG Bogor dan Peta lokasi BATAN Ps. Jumat

Data klimatologi di BMKG Bogor, 2010.

Suhu Suhu Intensitas Jumlah


Bulan Minimum Maksimum Suhu Kelembaban penyinaran curah hujan
(°C) (°C) Rata-rata Udara (%) ( jam) (mm)
April 23,2 33,2 27,1 80 7,4 42,9
Mei 23,7 32,7 26,7 84 6,4 330,9
Juni 23,1 31,2 25,9 86 5 303,4
Juli 22,9 31,5 25,8 84 5,7 270,4
68

Lampiran 3

Tabel analisis sidik ragam rancangan acak kelompok (RAK)

A. Tinggi Tanaman
Jumlah Kuadrat F F Tabel
Sumber Kerangaman db
Kuadrat Tengah Hitung 5% 1%
Kelompok 2 26,27 13,135 0,476 3,55 6,01
Perlakuan 9 778,54 86,504 3,136 2,46 3,6
Galat 18 496,48 27,582
Total 29 1301,29

B. Panjang Malai
Jumlah Kuadrat F F Tabel
Sumber Kerangaman db
Kuadrat Tengah Hitung 5% 1%
Kelompok 2 0,064 0,032 0,17674 3,55 6,01
Perlakuan 9 7,774 0,864 4,77079 2,46 3,6
Galat 18 3,259 0,181
Total 29 11,097

C. Jumlah Spikelet
Jumlah Kuadrat F F Tabel
Sumber Kerangaman db
Kuadrat Tengah Hitung 5% 1%
Kelompok 2 8,755 4,378 1,613 3,55 6,01
Perlakuan 9 37,659 4,184 1,542 2,46 3,6
Galat 18 48,845 2,714
Total 29 95,259

D. Jumlah Biji Per Malai


Jumlah Kuadrat F F Tabel
Sumber Kerangaman db
Kuadrat Tengah Hitung 5% 1%
Kelompok 2 6,53 3,27 0,02 3,55 6,01
Perlakuan 9 341,47 37,94 0,23 2,46 3,60
Galat 18 2964,78 164,71
Total 29 3312,78
69

E. Jumlah Anakan Produktif


Jumlah Kuadrat F F Tabel
Sumber kerangaman db
Kuadrat Tengah Hitung 0,05 0,01
Kelompok 2 37,09 18,55 2,43 3,55 6,01
Perlakuan 9 109,53 12,17 1,60 2,46 3,60
Galat 18 137,15 7,62
Total 29 283,77

F. Jumlah Daun
Jumlah Kuadrat F F Tabel
Sumber Kerangaman db
Kuadrat Tengah Hitung 0,05 0,01
Kelompok 2 0,40 0,20 1,70 3,55 6,01
Perlakuan 9 2,82 0,31 2,65 2,46 3,60
Galat 18 2,13 0,12
Total 29 5,36

G. Panjang Helai Daun


Jumlah Kuadrat F F Tabel
Sumber Kerangaman db
Kuadrat Tengah Hitung 0,05 0,01
Kelompok 2 0,72 0,36 0,09 3,55 6,01
Perlakuan 9 48,39 5,38 1,36 2,46 3,60
Galat 18 71,35 3,96
Total 29 120,46

H. Luas Daun
Jumlah Kuadrat F F Tabel
Sumber Kerangaman db
Kuadrat Tengah Hitung 0,05 0,01
Kelompok 2 23,42 11,71 2,81 3,55 6,01
Perlakuan 9 2,15 0,24 0,06 2,46 3,60
Galat 18 75,04 4,17
Total 29 100,61

I. Lebar Daun
Jumlah Kuadrat F F Tabel
Sumber Kerangaman db
Kuadrat Tengah Hitung 0,05 0,01
Kelompok 2 0,01 0,005 0,13 3,55 6,01
Perlakuan 9 0,04 0,004 0,10 2,46 3,60
Galat 18 0,78 0,04
Total 29 0,13
70

J. Berat Biji Perumpun


Jumlah Kuadrat F F Tabel
Sumber Kerangaman db
Kuadrat Tengah Hitung 0,05 0,01
Kelompok 2 0,54 0,27 0,77 3,55 6,01
Perlakuan 9 9,25 1,027 2,93 2,46 3,60
Galat 18 6,32 0,35
Total 29 16,11

K. Berat 1000 Biji


Jumlah Kuadrat F F Tabel
Sumber Kerangaman db
Kuadrat Tengah Hitung 0,05 0,01
Kelompok 2 3,47 1,74 0,31 3,55 6,01
Perlakuan 9 83,01 9,22 1,65 2,46 3,60
Galat 18 100,58 5,59
Total 29 187,06

L. Umur Berbunga
Jumlah Kuadrat F F Tabel
Sumber Kerangaman db
Kuadrat Tengah Hitung 0,05 0,01
Kelompok 2 238,47 119,23 3,11 3,55 6,01
Perlakuan 9 588,53 65,39 1,71 2,46 3,60
Galat 18 690,00 38,33
Total 29 1517,87

M. Umur Panen
Jumlah Kuadrat F F Tabel
Sumber Kerangaman db
Kuadrat Tengah Hitung 0,05 0,01
Kelompok 2 68,07 34,03 1,27 3,55 6,01
Perlakuan 9 302,13 33,57 1,25 2,46 3,60
Galat 18 483,27 26,85
Total 29 853,47
71

Lampiran 4

Sertifikat Pengujian Tanah


72
73

Lampiran 5

Surat Permohonan Riset


74

Lampiran 6

Surat Balasan Dari BATAN Pasar Jumat


75

Lampiran 7

Surat Izin permohonan Data

Anda mungkin juga menyukai