Anda di halaman 1dari 79

KARAKTERISTIK MORFOMETRIK KELINCI

PERSILANGAN HYLA DAN HYCOLE


DI AZHAR FARM KOTA BATU

SKRIPSI

Oleh:

Iqra Syahbella Zulmi


NIM. 135050100111085

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
KARAKTERISTIK MORFOMETRIK KELINCI
PERSILANGAN HYLA DAN HYCOLE
DI AZHAR FARM KOTA BATU

SKRIPSI

Oleh:

Iqra Syahbella Zulmi


NIM. 135050100111085

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
KARAKTERISTIK MORFOMETRIK KELINCI
PERSILANGAN HYLA DAN HYCOLE
DI AZHAR FARM KOTA BATU

SKRIPSI

Oleh:
Iqra Syahbella Zulmi
NIM. 135050100111085

Telah dinyatakan lulus dalam ujian Sarjana


Pada Hari/Tanggal : …………....

Tanda tangan Tanggal


Pembimbing Utama:
Dr.Ir. Sri Minarti, MP.
NIP. 196101221986012001 ……………. ………......
Pembimbing Pendamping:
Ir. Nur Cholis, M.Si.
NIP. 195906261986011001 ……………. ………......
Dosen Penguji:
Prof.Dr.Ir. Budi Hartono, MS ……………. ………......
NIP. 196001281987011001
Artharini I, S.Pt. MP. ……………. ………......
NIP. 197710162005012002
Dr.Ir. Hary Nugroho, MS ……………. ………......
NIP. 195211071981031002
Mengetahui:
Dekan Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya

Prof.Dr.Sc.Agr.Ir. Suyadi, MS
NIP. 196204031987011001
Tanggal : …………………
RIWAYAT HIDUP

Iqra Syahbella Zulmi adalah nama dari Penulis hasil


penelitian ini. Penulis merupakan putra pertama dari dua
bersaudara dari pasangan suami istri Bapak Zuin Sulaini dan
Ibu Sri Utami yang dilahirkan di Blitar pada tanggal 5 April
1995. Pendidikan formal dari Penulis dimulai dari Sekolah
Dasar di Sekolah Dasar Negeri Babadan 1 Wlingi yang tamat
pada tahun 2007, kemudian melanjutkan ke jenjang berikutnya
di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Wlingi dan tamat
pada tahun 2010, serta menyelesaikan wajib sekolah 12 tahun
di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Talun yang lulus pada
tahun 2013, pada jurusan IPA.
Lulus dari bangku SMA, Penulis melanjutkan
pendidikan dengan kuliah di Universitas Brawijaya Malang
mengambil Jurusan Peternakan pada Fakultas Peternakan.
Minat yang saya ambil adalah Produksi Ternak, dimana skripsi
atau tugas akhir ini berhubungan dengan minat tersebut.
Sebelum Penulis menulis skripsi ini, Penulis melakukan
Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Prospek Karya Tama
Farm Brondong. Sehingga Penulis berhasil mempertahankan
Laporan Praktek Kerja Lapang yang berjudul “Manajemen
Pemeliharaan Ayam Petelur Fase Starter di PT. Prospek Karya
Tama Farm Brondong Desa Sedayulawas Kecamatan
Brondong Kabupaten Lamongan” pada tanggal 12 Januari
2017.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT berkat Rahmat,


Hidayah, dan Karunia-Nya kepada kita semua sehingga kami
dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk menyelesaikan program Strata-1 di
Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas
Brawijaya, Malang. Penulis menyadari dalam penyusunan
skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai
pihak. Karena itu pada kesempatan ini kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Sri Minarti, MP., selaku Dosen Pembimbing


Utama dan Ir. Nur Cholis, M.Si., selaku Dosen
Pembimbing Pendamping pada penelitian ini, atas
bimbingan, saran dan motivasi yang diberikan.
2. Ir. Nur Cholis, M.Si., selaku Ketua Minat Produksi
Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya.
3. Dr. Agus Susilo, S.Pt., MP., selaku Ketua Program
Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas
Brawijaya yang telah membina dalam kelancaran
proses studi.
4. Dr. Ir. Sri Minarti, MP., selaku Ketua Jurusan
Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya.
5. Prof. Dr. Sc. Agr. Ir. Suyadi, MS., selaku Dekan
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
6. Prof. Dr. Ir. Budi Hartono, MS., Artharini
Irsyammawati, S.Pt., MP., dan Dr. Ir. Hary Nugroho,
MS., selaku penguji atas masukan dan saran selama

ii
Ujian Sarjana serta memberikan arahan kepada penulis
guna kesempurnaan laporan skripsi.
7. Orang tua, saudara-saudara kami, atas doa, bimbingan,
serta kasih sayang yang selalu tercurah selama ini.
8. Saudara Masyhuri Azhar, S.Pt. selaku pemilik
Peternakan Azhar Indonesia yang telah bersedia
meluangkan waktu dan tempat beliau untuk
melakukan penelitian ini.
9. Segenap Dosen Prodi Peternakan Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya yang telah memberikan
ilmunya kepada penulis.
10. Keluarga besar Universitas Brawijaya (UB),
khususnya teman-teman seperjuangan kami di
Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Universitas Brawijaya, Malang, atas semua dukungan,
semangat, serta kerjasamanya.

Kami menyadari skripsi ini tidak luput dari berbagai


kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan dan perbaikannya sehingga akhirnya skripsi ini
dapat memberikan manfaat bagi bidang pendidikan dan
penerapan di lapangan serta dapat dikembangkan lebih lanjut.
Amiin. Atas perhatian pembaca kami ucapkan terima kasih.

Malang, 8 Agustus 2017

Peneliti

iii
MORPHOMETRIC CHARACTERISTICS OF
HYLA AND HYCOLE CROSSED RABBIT
IN AZHAR FARM AT BATU CITY

Iqra Syahbella Zulmi1), Sri Minarti2), Nur Cholis2)

1)
Student of Livestock Production Department, Faculty
of Animal Husbandry, Brawijaya University
2)
Lecturer of Livestock Production Department, Faculty
of Animal Husbandry, Brawijaya University
E-mail: iqra.zulmi05@gmail.com

ABSTRACT

The observation on morphological body conformation


of Hyla and Hycole crossbreed rabbit were carried out to
determine the differentiation weight and size in many ages.
This research was held in Azhar Farm, Batu City which 11
head females and 5 head male rabbits. Fourteen different body
parts measured were the head (length, width, and height), chest
(depth, girth, and width), ear (length and width), ulna length,
humerus length, tibia length, femur length, body length and
hips wide plus body weight. The result of measurement
showed that male rabbits age 8 months were the biggest on
head length (18.43±0.49 cm), head width (4.59±0.11 cm),
head height (6.99±0.33 cm), chest girth (36.07±0.15 cm), chest
width (8.06±0.25 cm), ear width (8.53±0.38 cm), ulna length
(10.30±0.50 cm), humerus length (10.47±1.38 cm), body
length (45.50±0.62 cm) and hips wide (7.61±0.33 cm) plus
body weight (4849±338.92 g). But in some cases, the other
rabbits like female rabbits age 8 months was the longest on ear
length (14.12±0.46 cm), female rabbits age 5 months was the
longest

iv
on chest depth (8.46±1.01 cm) and tibia length (13.00±0.98
cm), and male rabbits age 5 months was the longest on femur
length (10.70±2.97 cm). The conclusion of this study that male
rabbits age 5 and 8 months has significant differences in
variable body weight, head width and head height. While in
the female rabbits age 5 and 8 months there are significant
differences in variable head length and head height.

Keywords: Rabbit, Hyla and Hycole, morphometric

v
KARAKTERISTIK MORFOMETRIK KELINCI
PERSILANGAN HYLA DAN HYCOLE
DI AZHAR FARM KOTA BATU

Iqra Syahbella Zulmi1), Sri Minarti2), Nur Cholis2)

1)
Mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya
2)
Dosen Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya
E-mail: iqra.zulmi05@gmail.com

RINGKASAN

Kelinci memiliki beberapa keunggulan salah satunya


yaitu menghasilkan daging yang berkualitas tinggi dengan
kadar kolesterol dan lemak yang rendah. Ternak kelinci
persilangan Hyla dan Hycole yang dikembangbiakkan berasal
dari Balai Penelitian Peternakan di Bogor dengan induk
berasal dari China dan Perancis. Kelinci Hyla dan kelinci
Hycole mulai diimpor ke Indonesia pada tahun 2013 sebagai
kelinci pedaging. Kelinci ini memiliki beberapa karakteristik
yakni tubuh besar dan dapat memiliki bobot badan indukan
mulai 6,5-7 kg, cukup tahan terhadap penyakit, jumlah
kelahiran anak hidup rata-rata 9-10 ekor/kelahiran, tingkat
kematian rendah dan pertumbuhan anak yang cepat.
Penelitian ini dilakukan di Azhar Farm yang beralamat
Desa Bumiaji Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Waktu
penelitian dilakukan mulai tanggal 29 Januari sampai dengan
tanggal 16 Februari 2017. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui karakteristik morfometrik kelinci penghasil daging
pada umur 5 dan 8 bulan di Azhar Farm. Kegunaan dari
penelitian ini antara lain adalah dapat dijadikan sumber
informasi dalam melakukan penilaian terhadap bangsa kelinci
yang diternakkan

vi
sebagai kelinci penghasil daging berdasarkan umur yang
berbeda dan sebagai panduan dalam menentukan kebijakan
pengembangan kelinci penghasil daging di Indonesia pada
umumnya.
Penelitian ini dilakukan terhadap 16 ekor kelinci yang
terdiri dari: 2 KJ5, 3 KJ8, 6 KB5 dan 5 KB8. Data primer yang
dikoleksi adalah pengukuran PK, LK, TK, LKD, DD, LD,
PRU, PH, PT, PF, PP, LP, PDT, LDT, dan BB. Data sekunder
yang dikoleksi adalah umur dan beberapa keterangan terkait
penelitian ini. Peralatan yang digunakan meliputi pita ukur,
jangka sorong, dan timbangan digital. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa kelinci KJ8 memiliki rata-rata bobot
badan dan ukuran tubuh yang paling besar, yaitu 4849±338,92
g. Namun beberapa rata-rata ukuran tubuh lain seperti ukuran
dalam dada yang terbesar dimiliki oleh KB5 yaitu sebesar
8,46±1,01 cm, rata-rata panjang daun telinga yang paling besar
dimiliki oleh KB8 yaitu 14,12±0,46 cm serta panjang tibia
yang paling besar dimiliki KB5 yaitu 13,00±0,98 cm. Rata-rata
panjang femuris dari KJ5 berukuran lebih besar dibanding
yang lain yaitu sebesar 10,70±2,97 cm.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini
adalah rata-rata ukuran morfometrik KJ8 lebih unggul
daripada kelinci lain pada 11 variabel. Secara umum ukuran
tubuh kelinci persilangan Hyla dan Hycole jantan umur 8
bulan yang dipelihara di Azhar Farm Kota Batu berukuran
lebih besar daripada kelinci yang lain. Saran dari penelitian ini
adalah diperlukan kajian lebih lanjut mengenai pengukuran
ukuran tubuh kelinci persilangan Hyla dan Hycole dengan
manajemen pemeliharaan dan sumber bibit yang sama pada
daerah peternakan kelinci yang berbeda, serta ukuran
morfologi dan jumlah ulangan yang lebih banyak.

vii
DAFTAR ISI
Isi Halaman

RIWAYAT HIDUP............................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................ii
ABSTRACT.........................................................................iv
RINGKASAN...................................................................vi
DAFTAR ISI......................................................................viii
DAFTAR TABEL..............................................................xi
DAFTAR GAMBAR.........................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................xiii
DAFTAR SINGKATAN....................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................3
1.3 Tujuan Penelitian........................................4
1.4 Kegunaan Penelitian...................................4
1.5 Kerangka Pikir............................................5
1.6 Hipotesis.....................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Kelinci........................................................7
2.1.1 Kelinci Hyla......................................8
2.1.2 Kelinci Hycole..................................8
2.2 Ukuran Tubuh.............................................9
2.3 Karakteristik Fenotip..................................10
2.3.1 Sifat Kualitatif...................................10
2.3.2 Sifat Kuantitatif.................................11
2.4 Tatalaksana Pemeliharaan
Ternak Kelinci ....................................... 12
2.4.1 Pembibitan Kelinci ....................... 12

viii
2.4.2 Pakan.................................................13
2.4.3 Perkandangan....................................14
2.4.4 Kesehatan dan Sanitasi......................15
2.4.5 Faktor Lain........................................16

BAB III MATERI DAN METODE


3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................. 17
3.2 Materi Penelitian .................................... 17
3.3 Metode Penelitian ................................... 18
3.4 Pelaksanaan ............................................ 20
3.4.1 Persiapan ....................................... 20
3.4.2 Pengamatan ................................... 21
3.5 Variabel Penelitian ................................. 21
3.6 Analisis Data .......................................... 23
3.6.1 Analisis Deskriptif ........................ 23
3.6.2 Uji Hipotesis ................................. 24
3.7 Batasan Istilah ........................................ 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian..............27
4.1.1 Lokasi Peternakan.............................27
4.1.2 Populasi Ternak di
“Ázhar Farm Indonesia”...................28
4.2 Tatalaksana Pemeliharaan
Ternak Kelinci...........................................29
4.2.1 Pembibitan Kelinci............................29
4.2.2 Pakan.................................................30
4.2.3 Perkandangan....................................31
4.2.4 Kesehatan dan Sanitasi......................32
4.2.5 Faktor Lain........................................33
4.3 Karakteristik Morfometrik Kelinci.............34

ix
4.3.1 Ukuran Kepala..................................38
4.3.2 Ukuran Dada.....................................41
4.3.3 Panjang Tulang Kaki Depan..............42
4.3.4 Panjang Tulang Kaki Belakang.........44
4.3.5 Panjang Punggung.............................45
4.3.6 Lebar Punggung................................46
4.3.7 Ukuran Telinga.................................48
4.3.8 Bobot Badan......................................49
4.4 Hasil Uji Hipotesis.....................................51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan.................................................53
5.2 Saran...........................................................53

DAFTAR PUSTAKA.......................................................54

LAMPIRAN......................................................................63

x
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rata-rata hasil pengukuran tubuh kelinci


persilangan Hyla dan Hycole jantan
umur 5 dan 8 bulan..............................................35

2. Rata-rata hasil pengukuran tubuh kelinci


persilangan Hyla dan Hycole betina
umur 5 dan 8 bulan..............................................36

3. Rata-rata hasil pengukuran tubuh kelinci


persilangan Hyla dan Hycole jantan dan
betina umur 5 bulan.............................................37

4. Rata-rata hasil pengukuran tubuh kelinci


persilangan Hyla dan Hycole jantan dan
betina umur 5 bulan.............................................38

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka pikir penelitian...............................5

2. Morfometrik pada kelinci..............................22

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Tabel rata-rata pengukuran morfometrik


kelinci persilangan Hyla dan Hycole.................63

2. Tabel pengukuran morfometrik kelinci


persilangan Hyla dan Hycole............................64

3. Tabel hasil pengukuran suhu dan


kelembaban di lokasi penelitian........................65

4. Langkah perhitungan uji t independen


dengan aplikasi IBM SPSS Statistics 23...........66

5. Tabel hasil uji normalitas pada kelinci


persilangan jenis kelamin jantan dan
betina................................................................67

6. Tabel hasil uji t independen ukuran


tubuh kelinci jantan...........................................68

7. Tabel hasil uji t independen ukuran


tubuh kelinci betina...........................................83

8. Alat ukur pengukuran morfometrik kelinci


persilangan Hyla dan Hycole............................99

9. Gambar pengukuran tubuh kelinci


persilangan Hyla dan Hycole............................103

10. Pakan komplit berbentuk pellet yang


digunakan di Azhar Farm Indonesia.................105

xiii
DAFTAR SINGKATAN

BB : Bobot Badan
cm : centimeter
DD : Dalam Dada
dkk. : dan kawan-kawan
dll. : dan lain-lain
et al. : et alia; et alii
g : gram
kg : kilogram
Kkal : kilokalori
LD : Lebar Dada
LDT : Lebar Daun Telinga
LK : Lebar Kepala
LKD : Lingkar Dada
LP : Lebar Punggung
m : meter
mg : milligram
mm : millimeter
PDT : Panjang Daun Telinga
PF : Panjang Femuris
PH : Panjang Humerus
PK : Panjang Kepala
PP : Panjang Punggung
PRU : Panjang Radius Ulna
PT : Panjang Tibia
TK : Tinggi Kepala

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Program swasembada daging nasional pada dasarnya
adalah kegiatan peningkatan populasi ternak dan pemenuhan
kebutuhan protein hewani secara mandiri dengan mengurangi
ketergantungan terhadap impor. Meningkatnya jumlah
penduduk di Indonesia mengakibatkan kebutuhan protein
hewani pun akan semakin meningkat pula. Oleh karena itu,
diperlukan diversifikasi penyediaan sumber protein hewani
selain dari ternak besar maupun unggas. Hal tersebut perlu
dilakukan karena daging dari ternak besar mengandung
kolesterol yang tinggi pula. Agar mengurangi resiko terhadap
penyakit yang disebabkan oleh daging berkolesterol tinggi,
maka perlu ditambah keragaman sumber protein hewani
rendah kolesterol yaitu dengan menambahkan ternak kelinci
dalam daftar kebutuhan daging.
Daging kelinci mengandung kolesterol jauh lebih
rendah dibandingkan dengan daging ayam, daging sapi, daging
domba dan daging babi tetapi kandungan proteinnya lebih
tinggi. Kadar kolesterol daging kelinci sekitar 164 mg/100 g,
sedangkan kadar kolesterol daging ayam, daging sapi, daging
domba dan daging babi berkisar 220-250 mg/100 g daging.
Kandungan protein daging kelinci mencapai 21%, sementara
kandungan protein ternak lainnya hanya 12-20%. Agar
menghasilkan daging yang berkualitas baik maka peternak
harus memperhatikan pakan yang baik juga, karena pakan
merupakan bagian terpenting dalam suatu pemeliharaan ternak
(Masanto dan Agus, 2010).

1
Kelinci memiliki beberapa keunggulan yaitu
menghasilkan daging yang berkualitas tinggi dengan kadar
lemak yang rendah, tidak membutuhkan areal yang luas dalam
pemeliharaannya, hasil sampingannya (kulit/bulu, kepala, kaki
dan ekor serta kotorannya) dapat dimanfaatkan, biaya produksi
relatif murah, pemeliharannya mudah dan dapat melahirkan
anak 4-6 kali setiap tahunnya serta menghasilkan 4-12 anak
setiap kelahiran. Informasi dasar yang bisa diperoleh dengan
sederhana sebagai salah satu prasyarat untuk peningkatan mutu
genetik adalah pengetahuan mengenai karakter morfologi
kelinci dari rumpun dan populasi yang berbeda (Ajayi dan
Oseni, 2012).
Fenotip atau performans produksi seekor ternak
dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan.
Pengaruh dari faktor genetik tersebut secara bersama-sama
dengan pengaruh lingkungannya, menentukan fenotip dari
individu. Ternak yang memiliki genetik tinggi harus dipelihara
pada lingkungan yang baik pula agar menampilkan produksi
secara maksimal (Noor, 2000). Menurut Zotte, Paci and
Sartori (2012) pengukuran morfometrik kelinci meliputi
panjang badan, panjang telinga, panjang kepala, tinggi kepala,
lebar skapula, tulang ulna, tulang tibia, lebar telinga, lingkar
kepala dan lingkar pinggul. Brahmantiyo, Raharjo dan
Murtisari (2007) menyatakan bahwa karakteristik kuantitatif
yang diukur adalah ukuran-ukuran tubuh (bobot badan, lingkar
dada, panjang badan, panjang dan lebar telinga). Ukuran tubuh
lain seperti lingkar dada, panjang badan, lingkar leher, panjang
dan lebar telinga merupakan cerminan produktivitas dan
karakteristik spesifik rumpun kelinci.
Azhar Farm Indonesia merupakan salah satu
peternakan yang mengembangbiakkan ternak kelinci pedaging

2
persilangan Hyla dan Hycole di Jawa Timur. Bibit kelinci
yang dikembangbiakkan di peternakan tersebut berasal dari
Balai Penelitian Peternakan di Ciawi dengan induk berasal dari
China. Kelinci Hyla dan kelinci Hycole mulai diimpor ke
Indonesia pada tahun 2013 sebagai kelinci pedaging. Kelinci
ini memiliki beberapa karakteristik yakni tubuh besar dan
dapat memiliki bobot badan indukan mulai 6,5-7 kg, cukup
tahan terhadap penyakit, jumlah kelahiran anak hidup rata-rata
9-10 ekor/kelahiran, tingkat kematian rendah dan pertumbuhan
anak yang cepat.

1.2 Rumusan Masalah


Pertambahan jumlah penduduk di Indonesia setiap
tahunnya sangat mempengaruhi permintaan terhadap seluruh
bahan-bahan pokok, salah satunya adalah daging. Daging
merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani
yang permintaannya cukup tinggi di pasaran, sehingga
pemerintah memberlakukan impor terhadap daging sapi dari
luar negeri agar kebutuhan daging nasional terpenuhi. Namun
beberapa tahun terakhir penduduk Indonesia mulai sadar
bahwa sumber protein hewani tidak hanya dari daging sapi dan
unggas, tetapi daging kelinci juga memiliki kandungan protein
yang tinggi dan rendah kolesterol. Hal inilah yang membuat
penikmat daging tak perlu khawatir akan kolesterol, karena
daging kelinci dapat dijadikan alternatif pengganti sumber
protein hewani dari daging sapi dan unggas.
Keberadaan kelinci pedaging di Indonesia saat ini
sudah berkembang dengan baik dan terus meningkat tiap
tahunnya, mulai dari populasi dan produksi tidak terjadi
penurunan yang nyata. Jenis-jenis kelinci pedaging yang

3
diternakkan pun bervariasi, mulai dari New Zealand White
sampai kelinci persilangan dan jenis kelinci lain. Kelinci
persilangan atau kelinci campuran merupakan kelinci yang
akan mewarisi sebagian gen induknya dan sangat cocok untuk
dikembangkan di lini peternakan kelinci pedaging. Contoh ras
kelinci pedaging adalah Hyla dan Hycole yang saat ini sudah
dikembangkan dan menjadi prospek untuk menghasilkan
daging kelinci secara maksimal. Rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimanakah perbedaan karakteristik
fenotip kelinci pada umur 5 dan 8 bulan di Azhar Farm
Indonesia.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui karakteristik morfometrik kelinci penghasil
daging pada umur 5 dan 8 bulan di Azhar Farm Kota Batu.

1.4 Kegunaan Penelitian


Kegunaan atau manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini secara umum dan khusus adalah sebagai berikut:
1. Dapat dijadikan sumber informasi dalam melakukan
penilaian terhadap bangsa kelinci yang diternakkan
sebagai kelinci penghasil daging berdasarkan umur yang
berbeda.
2. Sebagai panduan dalam menentukan kebijakan
pengembangan kelinci penghasil daging di Indonesia pada
umumnya.

4
1.5 Kerangka Pikir
Kebutuhan bahan pokok khususnya daging sebagai
sumber protein hewani setiap tahun akan meningkat seiring
dengan pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia.
Kesadaran masyarakat Indonesia tentang daging rendah
kolesterol dan tinggi kandungan protein seperti daging kelinci
sudah muncul. Kelinci penghasil daging pun saat ini sudah
dikembangkan dan tersebar keseluruh penjuru negeri, sehingga
alternatif pengganti daging sapi dan unggas keberadaanya
tidak langka. Langkah yang dapat diambil dalam usaha
pembibitan kelinci penghasil daging yaitu dengan memperoleh
data berupa karakteristik fenotip dan keseragaman dalam
populasi serta perkembangan ditiap umur yang berbeda. Data
tersebut penting agar dapat dijadikan dasar atau patokan untuk
evaluasi pertumbuhan dan perkembangan kelinci penghasil
daging pada umur 5 dan 8 bulan. Berdasarkan uraian di atas
dapat disusun kerangka pikir penelitian dalam Gambar 1.

Kelinci Azhar Farm

Hybrid Hyla Hycole

Karakteristik Morfometrik

Ukuran Tubuh

Kaki Depan Kaki Belakang


Kepala Dada Badan

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian

5
1.6 Hipotesis
Karakteristik morfometrik kelinci persilangan Hyla
dan Hycole jenis kelamin jantan dan betina umur lima bulan
dan delapan bulan di Azhar Farm Indonesia Kota Batu diduga
berbeda.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelinci
Kelinci (Oryctolagus cuniculus) merupakan salah satu
ternak pseudoruminansia yang cukup baik dalam
produktivitasnya. Menurut Zakiyah, Minarti dan Cholis (2013)
kelinci dalam satu tahun mampu melahirkan 6 kali dengan
jumlah anak per kelahiran (litter size) 2-12 ekor dengan
tingkat mortalitas 5-15%, memiliki siklus reproduksi yang
pendek (birahi 4 hari sekali) dan lama bunting 30-32 hari.
Meski memiliki ukuran tubuh lebih kecil dan laju
pertumbuhan lebih lambat dari kelinci impor, namun kelinci
lokal berguna dalam penyilangan dengan bangsa lain untuk
mengembangkan kelinci yang tahan penyakit dan mempunyai
toleransi panas (Sarwono, 2001). Menurut Rahardjo dkk.
(2004) bahwa kelinci yang telah cukup lama dikenal oleh
peternak dan telah beradaptasi dengan lingkungan tropis
Indonesia adalah kelinci-kelinci impor dari berbagai negara di
Eropa dan Amerika. Adaptasi di daerah tropis menyebabkan
perubahan kinerja biologis pada ternak- ternak tersebut yang
sangat berbeda dengan kinerja rumpun murni di negara
asalnya.
Kehidupan kelinci memiliki dimensi sosial yang kuat
sehingga ia akan merasa tertekan manakala terpisahkan dari
lingkungannya yang tadinya nyaman berubah ke lingkungan
yang tak nyaman (Manshur dan Fakkih, 2010). Menurut hasil
penelitian Qisthon (2012) bahwa kelinci akan mengalami stres
apabila hidup pada suhu lingkungan lebih dari 28-30°C dan
mengalami cekaman yang hebat apabila selisih suhu
lingkungan antara siang dan malam hari lebih dari 2°C.

7
2.1.1 Kelinci Hyla
Hyla adalah jenis kelinci pedaging hibrida yang bisa
dikatakan terbaik di dunia (setidaknya hingga saat ini). Kelinci
ini diciptakan (dikembangkan) melalui kerjasama antara
pemerintah Cina yang diwakili oleh Qingdau Kangda Food ltd.
dengan Eurolap yang berada di Perancis. Tujuannya adalah
untuk mendapatkan bibit kelinci pedaging yang dapat
dikatakan super atau memiliki seluruh kriteria terbaik / unggul.
Kelinci ini didominasi 3 pola warna, yaitu putih, putih dengan
pola seperti kelinci Himalayan atau kelinci Californian dan
abu-abu kuning (sandy). Berdasarkan pola warna tersebut,
saya menebak jika kelinci Hyla merupakan persilangan dari
jenis kelinci New Zealand White, kelinci Californian dan
beberapa tipe kelinci raksasa seperti kelinci Flemish Giant,
kelinci Giant Continental, dll. (Anonimus, 2014).
Persentase karkas kelinci Hyla mencapai 60,20% pada
umur potong 70 hari (Zita et al. 2012). Hasil penelitian Qing
et al. (2015) menunjukkan bahwa daging kelinci Hyla pada
umur 70 hari memiliki kadar lemak sebesar 0,91±0,08% dan
memiliki kadar protein sebesar 22,23±0,28%, hal tersebut
menunjukkan bahwa daging kelinci Hyla dapat dijadikan
alternatif sumber protein hewani yang berkualitas.

2.1.2 Kelinci Hycole


Kelinci Hycole merupakan kelinci yang berasal dari
Perancis dan diimpor pada tahun 2013. Kelinci ini
dikembangkan sebagai sumber daging yang memiliki bobot
potong 2,35-2,45 kg pada umur 65 hari dan 2,8-2,9 kg pada
umur 78 hari, serta pada saat umur potong persentase karkas
mencapai angka 57-60% (Hycole, 2015). Kelinci Hycole ini

8
bisa disebut juga kelinci New Zealand White blood line dari
Perancis. Kelinci ini merupakan bibit unggulan karena
pertumbuhannya cepat, beranak dalam jumlah banyak dan
bobot relatif berat. Usia 90 hari atau 3 bulan kelinci ini
memiliki bobot panen yaitu 2,2-2,5 kg dan kelinci lepas sapih
di usia 1,5 bulan sudah mencapai bobot 1,7 kg (Anonimus,
2017).
Hyla dan Hycole merupakan kelinci pedaging unggul
dengan laju pertumbuhan dan tingkat prolifik yang tinggi.
Kedua kelinci tersebut masih relatif baru dikembangkan di
Indonesia (Putra, Nuraini dan Brahmantiyo, 2016). Kelinci
Hycole pada umur 77 hari memiliki kadar lemak sebesar
1,23±0,10% dan kadar protein sebesar 22,30±0,35%
(Chrastinova et al. 2009).

2.2 Ukuran tubuh


Ukuran-ukuran tubuh menjadi penting diketahui
sebagai kriteria dalam mendapatkan bobot badan ternak secara
efisien dan akurat (Victori, Purbowati dan Lestari, 2016).
Trisnawanto dkk. (2012) menyatakan bahwa nilai dari ukuran–
ukuran tubuh semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya bobot badan ternak. Menurut Septian dkk.
(2015), pertumbuhan tinggi pundak menunjukkan tulang
penyusun kaki mengalami pertumbuhan sesuai dengan
fungsinya untuk menyangga tubuh ternak. Isroli (2001)
mengasumsikan bahwa adanya hubungan yang erat antara
ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan karena tubuh ternak
diibaratkan seperti sebuah silinder, oleh karena itu sumbangan
terbesar untuk pendugaan bobot badan ternak diberikan oleh
ukuran tubuh sebanyak ±90%.
Brahmantiyo, Raharjo dan Murtisari (2007)
menyatakan bahwa karakteristik kuantitatif yang diukur adalah

9
ukuran-ukuran tubuh (bobot badan, lingkar dada, panjang
badan, panjang dan lebar telinga). Ukuran tubuh lain seperti
lingkar dada, panjang badan, lingkar leher, panjang dan lebar
telinga merupakan cerminan produktivitas dan karakteristik
spesifik rumpun kelinci. Menurut Mulliadi (1996) dalam
Fafarita (2006) pengukuran tubuh dilakukan berdasarkan
ukuran yang umum pada ternak yaitu sebagai sifat kuantitatif
untuk mengetahui perbedaan-perbedaan dalam populasi ternak
ataupun digunakan dalam melakukan seleksi.

2.3 Karakteristik Fenotip


Fenotip atau performans produksi seekor ternak
dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan.
Pengaruh dari faktor genetik tersebut secara bersama-sama
dengan pengaruh lingkungannya, menentukan fenotip dari
individu. Ternak yang memiliki genetik tinggi harus dipelihara
pada lingkungan yang baik pula agar menampilkan produksi
secara maksimal (Noor, 2000). Karakterisasi secara kuantitatif
dan kualitatif merupakan kegiatan dalam rangka
mengidentifikasi sifat-sifat penting yang bernilai ekonomis,
atau yang merupakan penciri dari varietas yang bersangkutan
(Sarbaini, 2004). Menurut Zotte, Paci and Sartori (2012)
pengukuran morfometrik kelinci meliputi panjang badan,
panjang telinga, panjang kepala, tinggi kepala, lebar skapula,
tulang ulna, tulang tibia, lebar telinga, lingkar kepala dan
lingkar pinggul.

2.3.1 Sifat Kualitatif


Sifat kualitatif adalah suatu sifat individu yang dapat
diklasifikasikan kedalam beberapa kelompok berdasarkan sifat

10
yang tampak dan berbeda jelas untuk setiap kelompoknya
(Fafarita, 2006). Sifat-sifat fisik kualitatif meliputi bentuk fisik
badan, bentuk muka, bentuk telinga, warna dan panjang bulu,
warna mata dan lainnya (Brahmantiyo, Raharjo dan Murtisari,
2007).
Karakteristik yang dapat digunakan untuk menentukan
bangsa ternak dan membedakanya antara bangsa ternak dapat
berdasarkan sifat kualitatif dan kuantitatif. Sifat kualitatif dan
kuantitatif selain dapat untuk menentukan bangsa ternak juga
dapat untuk menduga dan menentukan kemungkinan
pengembanganya dimasa mendatang (Krisnandi, Rahmat dan
Dudi, 2015). Pola warna pada hewan mamalia terjadi akibat
mutasi yang disebabkan proses kehidupan individu hewan
tersebut yang diatur secara genetik. Proses tersebut berupa
spesialisasi dari sel-sel, jaringan-jaringan dan organ-organ
tubuh hewan yang terjadi pada saat proses adaptasi hewan
dengan lingkungan (Lamoreux et al., 2010).

2.3.2 Sifat Kuantitatif


Suryo (2001) menyatakan bahwa kuantitatif berarti
sifat keturunan nampak berderajat berdasarkan intensitas dari
ekspresi sifat. Brahmantiyo, Raharjo dan Murtisari (2007),
karakteristik kuantitatif yang diukur adalah ukuran-ukuran
tubuh (bobot badan, lingkar dada, panjang badan, panjang dan
lebar telinga). Sifat Kuantitatif adalah sifat-sifat yang dapat
diukur dalam skala tertentu. Beberapa sifat kuantitatif yang
sangat penting karakteristiknya adalah fertilitas pertumbuhan
dan efisiensi pakan, produksi susu, kepadatan fur, ketahanan
terhadap penyakit dan kualitas karkas (Brahmantiyo dan
Raharjo, 2005).

11
Menurut Martojo (1992) dalam Takaendengan (2011)
sifat kuantitatif adalah sifat-sifat yang dapat diukur pada
seekor ternak baik untuk sifat produksi seperti ukuran
morfologi tubuh, kecepatan lari, daya tahan juga untuk sifat
reproduksi seperti lama kebuntingan, lama birahi dan produksi
susu. Menurut Brahmantiyo et al. (2006) perkawinan kelinci
yang memiliki jarak genetik yang dekat tidak memberikan
peningkatan ukuran kuantitatif optimal apabila tidak disertai
dengan seleksi yang ketat.

2.4 Tatalaksana Pemeliharaan Ternak Kelinci


Manajemen pemeliharaan ternak kelinci pada
umumnya dilakukan secara sederhana, yaitu kelinci
dimasukkan ke dalam kandang atau kotak yang terbuat dari
kayu dan bambu tanpa memperhatikan kenyamanan ternak.
Pakan yang diberikan berasal dari lingkungan sekitar yaitu
berupa rumput lapang dan hijauan limbah pertanian serta
pakan konsentrat (Kuswanto, 2012). Dirjen Peternakan (2008)
menyatakan bahwa lokasi usaha peternakan kelinci hendaknya
berjarak sekurang-kurangnya 10 meter dari rumah penduduk.
Letak, luas dan topografi lokasi terhadap wilayah sekitarnya
memperhatikan kesehatan lingkungan, sehingga kotoran dan
limbah cair yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan.

2.4.1 Pembibitan Kelinci


Menurut Sarwono (2008) program persilangan
dilakukan dengan 3 cara, yaitu: inbreeding, cross breeding dan
line breeding. Sistem pemuliabiakan di Azhar Farm Indonesia
menggunakan sistem pemuliabiakan cross breeding, yaitu
sistem pembibitan dengan mengawinsilangkan antara induk
jantan dan induk betina yang tidak memiliki hubungan darah.
12
Gunanya untuk mendapatkan keturunan yang lebih
baik/menambah sifat-sifat unggul. Wiradarya dkk. (2005)
menyatakan bahwa proses pemuliaan (breeding) merupakan
proses pembentukan prototipe ternak kelinci yang sesuai
dengan tuntutan pasar. Proses pembiakan merupakan proses
perbanyakan prototipe kelinci ketingkat “omzet pasar”, yaitu
tingkat produksi (kuantitas) yang sesuai permintaan pasar pada
waktu pasar.
Pemuliabiakan yang tidak terencana, proses adaptasi
terhadap iklim maupun pakan yang berbeda menyebabkan
performans kelinci-kelinci menurun jika dibandingkan dengan
rumpun murni di negara asalnya (Raharjo dan Brahmantiyo,
2014). Menurut Raharjo (2005), pemilihan bibit didasarkan
pada jenis ternak, turunan, dan postur. Bibit harus jelas
jenisnya, berasal dari peternakan yang memiliki catatan kinerja
tetuanya dengan kriteria-kriteria baku dari bibit tersebut dan
sesuai harapan konsumen. Bibit harus tidak mengandung
penyakit, terlihat sehat dan mampu berkembangbiak sebaik
tetuanya.

2.4.2 Pakan
Keberhasilan suatu usaha ternak ditentukan oleh
beberapa faktor, diantaranya genetik, pakan dan manajemen
pemeliharaan (Suryani, 2002). Jenis pakan dibedakan
berdasarkan kelas kelinci dan umur kelinci yaitu kelinci muda,
dewasa, pejantan, induk bunting dan laktasi. Pemberian pakan
pada kelinci dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu pada pagi
dan sore hari. Konsentrat diberikan pada pagi hari (08.00
WIB) setelah pembersihan kandang dan rumput diberikan
pada sore hari (16.00 WIB). Selama kebuntingan harus
diberikan pakan yang mampu memenuhi kebutuhan induk dan
fetus yang sedang

13
berkembang dengan cepat (Kuswanto, 2012). Kuswanto
(2012) menambahkan bahwa jumlah pakan untuk kelinci
pejantan sama dengan kelinci betina dewasa yaitu sebesar
120g/ekor/hari untuk konsentrat, serta rumput sebanyak
500g/ekor/hari, pakan untuk kelinci bunting sama dengan
kelinci laktasi, sebesar 250g/ekor/hari konsentrat serta rumput
500g/ekor/hari. Kelinci muda diberikan konsentrat
70g/ekor/hari.
Pada dasarnya kelinci kurang mampu mencerna serat
kasar, tetapi kelinci dapat mencerna protein dari tanaman
berserat dan memanfaatkannya dengan efektif, laju pakan
dalam saluran pencernaan yang lebih cepat menyebabkan
tingkat konsumsi menjadi tinggi (Herman, 2003). Eady (2003)
menambahkan bahwa dalam pemberian pakan perlu
disediakan air minum, selain itu dalam pemeliharaan kelinci
perlu diperhatikan kebersihan kandang, ventilasi, perlindungan
dari cahaya matahari dan hujan.

2.4.3 Perkandangan
Bangunan kandang dan peralatan yang diperlukan
tergantung pada lokasi peternakan kelinci, besar peternakan
dan besar modal dalam investasi (Herman, 2002). Berdasarkan
penempatannya, kandang kelinci dibedakan atas kandang di
dalam ruangan, kandang di luar ruangan, dan kandang yang
bisa dipindah-pindah. Sedangkan berdasarkan pengelolaannya
dapat dibedakan menjadi kandang battery, postal, dan ranch.
Kandang battery adalah kandang yang tiap ruangan diisi satu
ekor kelinci. Kandang ini biasa digunakan bagi induk yang
beranak dan mengasuh anak, untuk mengawinkan kelinci
betina yang sewaktu-waktu dimasukkan ke kandang jantan dan
untuk tempat pembesaran secara berkelompok hingga anak
kelinci lepas sapih (Sarwono, 2002).

14
Sarwono (2002) menambahkan bahwa kandang
battery mempunyai keuntungan yaitu mempermudah
melakukan sanitasi, mencegah perkelahian dan kanibalisme,
program pengembangbiakan dan pemuliaan dapat diatur lebih
mudah, memperkecil kematian anak kelinci karena tidak ada
gangguan dari kelinci lain, biaya murah dan pemanfaatannya
ekonomis. Kandang tersebut difungsikan induk betina untuk
melahirkan dan mengasuh anak, bagi pejantan digunakan
untuk mengawini betina dan pembesaran secara kelompok
bagi anak lepas sapih.

2.4.4 Kesehatan dan Sanitasi


Dirjen Peternakan (2008) menyatakan bahwa suatu
peternakan harus ada tindakan pengamanan penyakit, antara
lain melakukan desinfeksi kandang dan peralatan,
penyemprotan terhadap serangga, lalat dan pembasmian
terhadap kuman-kuman lainnya dengan menggunakan
desinfeksi yang ramah lingkungan atau terdaftar, melakukan
pembersihan dan desinfeksi kandang baik terhadap kandang
yang dikosongkan maupun sebelum dimasukkan ternak baru
ke dalam kandang, menjaga kebersihan dan sanitasi seluruh
komplek lokasi peternakan sehingga memenuhi syarat higiene
yang dapat dipertanggungjawabkan dan melakukan tindakan
pencegahan (vaksinasi) terhadap penyakit-penyakit sesuai
dengan tatacara yang berlaku.
Penyakit kelinci dapat timbul akibat kelengahan dalam
menjaga sanitasi kandang, pemberian pakan yang kurang
dalam jumlah maupun gizinya, tertular kelinci yang sakit dan
perubahan cuaca. Kelinci yang sakit mempunyai gejala seperti
lesu, nafsu makan kurang, mata sayu, dan suhu badan naik
turun, kelinci yang menunjukkan gejala seperti itu sebaiknya
dipisahkan di kandang karantina untuk dirawat terpisah.
Ternak

15
kelinci yang sudah terkena penyakit, sebaiknya dipisahkan dari
ternak lainnya (Suryani, 2002; Febriliany, 2008).

2.4.5 Faktor Lain


Peningkatan produktivitas ternak kelinci dapat
dilakukan melalui mengurangi kelembaban kandang dengan
mengurangi kapasitas kandang sehingga sirkulasi udara
berlangsung baik, mengurangi tingkat stres ternak karena
kunjungan tamu dengan melarang tamu masuk ke area
kandang dan membangun kandang baru dengan konstruksi
yang lebih tinggi dan pembuangan limbah (urine dan feses)
yang baik agar kebersihan kandang terjaga (Brahmantiyo dan
Raharjo, 2014).
Pemasaran adalah sebuah proses kemasyarakatan dimana
individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka
butuhkan dan inginkan dengan mencipta-kan, menawarkan,
dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang
bernilai dengan orang lain. Pemasaran ini menentukan sekali
sukses atau tidaknya sebuah usaha, dimana kesuksesan
finansial sering bergantung pada kemampuan pemasaran.
Finansial, operasi, akuntansi, dan fungsi lainnya tidak akan
berarti jika tidak ada cukup permintaan akan produk dan jasa
sehingga perusahaan bisa menghasilkan keuntungan (Kotler
and Keller, 2009).

16
BAB III
MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian di Azhar Farm Indonesia dengan
alamat Jalan Slamet Gang V Nomor 3B RT. 03 RW. II Dusun
Banaran Desa Bumiaji Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Azhar
Farm Indonesia terletak pada ketinggian 900-950 meter di atas
permukaan laut. Waktu penelitian dilakukan mulai tanggal 29
Januari 2017 sampai dengan tanggal 16 Februari 2017.

3.2 Materi Penelitian


Materi penelitian yang digunakan adalah kelinci
persilangan antara kelinci Hyla dan kelinci Hycole di Azhar
Farm. Pakan yang diberikan selama pemeliharan adalah pakan
konsentrat berbentuk pellet produksi Azhar Farm Indonesia.
Pakan diberikan sebanyak 150 g/ekor/hari dengan kandungan
protein kasar 19,09%, serat kasar 21,58%, kalsium 1,16%,
energi metabolis 2800 Kkal/kg dan fosfor 0,75%. Kelinci yang
diteliti sebanyak 16 ekor kelinci persilangan Hyla dan Hycole
dengan rincian 2 ekor kelinci jantan umur 5 bulan (KJ5), 3
ekor kelinci jantan umur 8 bulan (KJ8), 6 ekor kelinci betina
umur 5 bulan (KB5) dan 5 ekor kelinci betina umur 8 bulan
(KB8).
Peralatan yang digunakan berupa timbangan digital
“Jianyu” untuk penimbangan bobot badan hidup kelinci
dengan kapasitas 7000 g dan ketelitian 1 g, jangka sorong
“Herma” berskala 15 cm dan ketelitian 0,05 mm untuk
mengukur panjang bagian tubuh tertentu (lebar kepala, tinggi
kepala, dalam dada, lebar dada dan lebar punggung) dan pita
ukur dengan ketelitian
1 mm untuk mengukur panjang bagian tubuh selain yang

17
disebutkan di atas. Peralatan yang digunakan untuk mengukur
morfometrik kelinci dapat dilihat di Lampiran 8.

3.3 Metode Penelitian


Metode penelitian yang dilakukan adalah studi kasus
dengan pengambilan data secara purposive sampling dan
wawancara. Ukuran morfometrik yang diamati dalam
penelitian ini adalah panjang kepala, lebar kepala, tinggi
kepala, lingkar dada, dalam dada, lebar dada, panjang kaki
depan bagian bawah (radius ulna), panjang kaki depan bagian
atas (humerus), panjang kaki belakang bagian bawah (tibia),
panjang kaki belakang bagian atas (femuris), panjang
punggung, lebar punggung, panjang daun telinga dan lebar
daun telinga. Adapun tahap-tahapnya adalah:
Tahap 1. Penimbangan Bobot Badan
1. Disiapkan wadah untuk penimbangan dan timbangan
digital yang kemudian ditare.
2. Diambil kelinci dari kandang kemudian dimasukkan ke
dalam wadah untuk menimbang dan ditimbang dengan
timbangan digital (g). Lihat di Lampiran Gambar L.9.1.
3. Dilakukan pencatatan nomor kelinci, jenis kelamin, umur
dan bobot badan.

Tahap 2. Pengukuran Morfometrik dan Cara Mengukur


Pengukuran ukuran tubuh kelinci dan cara mengukur
serta penggunaan alat ukur agar didapatkan data yang
diperlukan oleh peneliti (Fafarita, 2006) adalah sebagai
berikut:
1. Panjang kepala: pengukuran dilakukan mulai dari titik
pangkal telinga sampai titik terdepan tengkorak (ujung
tulang hidung), diukur dengan pita ukur (cm). Lihat di
Lampiran Gambar L.9.2.
18
2. Lebar kepala: pengukuran dilakukan mulai dari titik
penonjolan tengkorak kiri dan kanan di belakang mata,
diukur dengan pita ukur (cm). Lihat di Lampiran Gambar
L.9.3.
3. Tinggi kepala: pengukuran dilakukan mulai dari titik
tertinggi tengkorak sampai titik rahang bawah, diukur
dengan pita ukur (cm). Lihat di Lampiran Gambar L.9.4.
4. Lingkar dada: pengukuran dilakukan mulai dari bagian
dada dibelakang kaki depan menggunakan pita ukur (cm).
Lihat di Lampiran Gambar L.9.5.
5. Dalam dada: pengukuran dilakukan mulai dari titik
tertinggi pundak sampai tulang dada, diukur dengan
jangka sorong (cm). Lihat di Lampiran Gambar L.9.6.
6. Lebar dada: pengukuran dilakukan pada kerangka dada
dibelakang scapula kanan dan kiri, diukur dengan jangka
sorong (cm). Lihat di Lampiran Gambar L.9.7.
7. Panjang radius ulna atau panjang kaki depan bawah:
pengukuran dilakukan pada kaki depan bagian bawah,
diukur dengan pita ukur (cm). Lihat di Lampiran Gambar
L.9.8.
8. Panjang Humerus atau panjang kaki depan atas:
pengukuran dilakukan pada kaki depan bagian atas, diukur
dengan pita ukur (cm). Lihat di Lampiran Gambar L.9.9.
9. Panjang Tibia atau panjang kaki belakang bawah:
pengukuran dilakukan pada kaki belakang bagian bawah,
diukur dengan pita ukur (cm). Lihat di Lampiran Gambar
L.9.10.
10. Panjang Femuris atau panjang kaki belakang atas:
pengukuran dilakukan pada kaki belakang bagian atas,
diukur dengan pita ukur (cm). Lihat di Lampiran Gambar
L.9.11.

19
11. Panjang punggung: pengukuran dilakukan mulai dari
tulang punggung pertama sampai tulang pangkal ekor,
diukur dengan pita ukur (cm). Lihat di Lampiran Gambar
L.9.12.
12. Lebar punggung: pengukuran dilakukan mulai dari tulang
pangkal paha kiri dengan tulang pangkal paha kanan,
diukur dengan jangka sorong (cm). Lihat di Lampiran
Gambar L.9.13.
13. Panjang daun telinga: pengukuran dilakukan mulai dari
pengkal daun telinga sampai titik ujung telinga, diukur
dengan pita ukur (cm). Lihat di Lampiran Gambar L.9.14.
14. Lebar daun telinga: pengukuran dilakukan antara dua titik
terluar daun telinga secara tegak lurus terhadap panjang
telinga, diukur dengan pita ukur (cm). Lihat di Lampiran
Gambar L.9.15.

3.4 Pelaksanaan
3.4.1 Persiapan
Tahap persiapan ini meliputi kegiatan-kegiatan
survei pendahuluan ke lokasi untuk mendapatkan
gambaran umum kondisi lapangan, pendataan
perlengkapan penelitian dan hal-hal yang terkait dengan
sumber data dan melakukan studi pustaka sebagai bahan
referensi dan acuan dalam penyusunan tugas akhir. Tahap
ini memerlukan waktu yang cukup lama karena beberapa
hal tidak dapat secara langsung didapatkan pada waktu
dan hari yang sama. Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini disiapkan secara mandiri oleh peneliti dan
beberapa alat sudah ada di tempat penelitian. Proses
latihan dalam pengambilan data juga dilakukan oleh
peneliti agar dalam prosesnya tidak terdapat masalah dan
tidak mengulur waktu penelitian.

20
3.4.2 Pengamatan
Proses pengumpulan bahan atau data yang
diperlukan untuk penelitian dapat dilakukan dengan 2
macam cara sebagai berikut:
a. Metode purposive sampling
Metode ini merupakan salah satu cara
pengumpulan data yang sering dilakukan dalam
penelitian. Pengumpulan data dengan cara ini memang
dilakukan secara sengaja agar didapatkan bahan atau
data yang dibutuhkan di dalam penelitian.
Pengumpulan data yang dilakukan di dalam penelitian
ini adalah penimbangan bobot badan ternak
menggunakan timbangan dan pengukuran beberapa
peubah dengan menggunakan alat berupa pita ukur
dan jangka sorong.
b. Metode Wawancara
Metode ini merupakan percakapan antara dua
orang atau lebih dan berlangsung antara narasumber
dan pewawancara. Tujuan dari wawancara adalah
untuk mendapatkan informasi dimana sang
pewawancara melontarkan pertanyaan-pertanyaan
untuk dijawab oleh orang yang diwawancarai.

3.5 Variabel Penelitian


Peubah ukuran tubuh kelinci yang diamati dalam
melakukan analisis menurut Brahmantiyo (2006) antara lain
bobot badan (BB) (g), panjang kepala (PK) (cm), lebar kepala
(LK) (cm), tinggi kepala (TK) (cm), lingkar dada (LKD) (cm),
dalam dada (DD) (cm), lebar dada (LD) (cm), panjang kaki
depan bagian bawah (radius ulna) (PRU) (cm), panjang kaki
depan bagian atas (humerus) (PH) (cm), panjang kaki
belakang
21
bagian bawah (tibia) (PT) (cm), panjang kaki belakang bagian
atas atau femuris (PF) (cm), panjang punggung (PP) (cm),
lebar punggung (LP) (cm), panjang daun telinga (PDT) (cm)
dan lebar daun telinga (LDT) (cm). Total variabel yang diteliti
dalam penelitian ini berjumlah 15 variabel dengan pengertian
dari masing-masing peubah dijelaskan dibawah ini menurut
Fafarita (2006).

Gambar 2. Morfometrik pada kelinci


Sumber: Fafarita (2006)

1. Panjang kepala adalah jarak antara pangkal telinga sampai


pada ujung tulang hidung (cm).
2. Lebar kepala adalah jarak antara titik penonjolan
tengkorak sebelah kiri dan kanan (cm).
3. Tinggi kepala adalah jarak tertinggi tengkorak sampai titik
terendah rahang bawah (cm).

22
4. Lingkar dada adalah lingkar rongga dada di bagian
belakang sendi bahu (cm).
5. Dalam dada adalah jarak antara titik tertinggi pundak
dengan tulang dada (cm).
6. Lebar dada adalah jarak antara kerangka dada di bagian
belakang scapula kanan dan scapula kiri (cm).
7. Radius ulna adalah panjang kaki depan bagian bawah (cm).
8. Humerus adalah panjang kaki depan bagian atas (cm).
9. Tibia adalah panjang kaki belakang bagian bawah (cm).
10. Femuris adalah panjang kaki belakang bagian atas (cm).
11. Panjang tulang punggung adalah panjang antara tulang
pungung pertama sampai pada tulang pangkal ekor (cm).
12. Lebar tulang punggung adalah jarak antara tulang pangkal
paha kiri dengan pengkal paha kanan (cm).
13. Panjang daun telinga adalah jarak antara pangkal daun
telinga sampai pada ujung telinga (cm).
14. Lebar daun telinga adalah jarak antar dua titik teluar daun
telinga (cm).
15. Bobot badan adalah bobot hidup kelinci sebelum diberikan
pakan (g).

3.6 Analisis Data


3.6.1 Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif mendeskripsikan data menjadi
sebuah informasi yang lebih jelas dan mudah dipahami.
Statistik deskriptif digunakan untuk mengembangkan
profil peternakan yang menjadi sampel statistik deskriptif
berhubungan dengan pengumpulan dan peningkatan data,
serta penyajian hasil peningkatan tersebut (Ghozali,
2006). Analisis deskriptif yang digunakan adalah rata-rata
dan simpangan baku. Statistik deskriptif merupakan
proses
23
transformasi data penelitian dalam bentuk tabulasi
sehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan
(Indriantoro dan Supomo, 2002). Penelitian ini akan
dideskripsikan data dari masing-masing variabel yang
telah diolah sehingga dapat dilihat rata-rata (mean) dan
simpangan baku (std. deviation).

3.6.2 Uji Hipotesis


Hipotesis yang diajukan untuk penelitian ini
adalah Ho: Tidak terdapat perbedaan antara ukuran
morfometrik kelinci persilangan Hyla dan Hycole pada
umur 5 dan 8 bulan, serta Ha: Terdapat perbedaan antara
ukuran morfometrik kelinci persilangan Hyla dan Hycole
pada umur 5 dan 8 bulan. Hipotesis perlu diuji untuk
mengetahui apakah ada tingkat signifikansi antara rata-
rata ukuran morfometrik kelinci jantan dan betina umur 5
bulan dibandingkan dengan umur 8 bulan dihitung
menggunakan uji beda (independent t-test) melalui
program SPSS 23 for Windows untuk menguji hipotesis.
Independent t-test merupakan sebuah metode uji statistik
parametrik yang digunakan untuk menganalisis
perbandingan dua sampel yang tidak berpasangan.
Independent Sample T Test digunakan untuk menguji
signifikansi beda rata-rata dua kelompok.
Uji T tidak berpasangan atau sering diistilahkan
dengan independent sample t-test adalah jenis uji
statistika yang bertujuan untuk membandingkan rata-rata
dua grup yang tidak saling berpasangan atau saling bebas.
Tidak saling berpasangan dapat diartikan bahwa
penelitian dilakukan untuk dua subjek sampel yang
berbeda. Penelitian ini menggunakan dua sampel yang
saling bebas

24
yaitu kelinci persilangan Hyla dan Hycole jenis kelamin
jantan dan betina pada umur 5 dan 8 bulan.
Persyaratan yang harus dipenuhi sebelum
melakukan uji t independen adalah data yang diuji adalah
data kuantitatif, data harus diuji normalitas dan hasilnya
harus berdistribusi normal, data harus sejenis dan uji ini
dilakukan dengan jumlah data yang sedikit (kurang dari
30). Data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan data kuantitatif, hasil uji normalitas
menunjukkan data yang digunakan berdistribusi normal.
Prinsip pengujian uji ini adalah melihat perbedaan variasi
kedua kelompok data, sehingga sebelum dilakukan
pengujian, terlebih dahulu harus diketahui apakah
variannya sama (equal variance) atau variannya berbeda
(unequal variance).
Data dinyatakan memiliki varian yang sama
(equal variance) bila F-Hitung < F-Tabel, dan
sebaliknya, varian data dinyatakan tidak sama (unequal
variance) bila F-Hitung > F-Tabel. Nilai F tabel adalah
pada taraf nyata a dan derajat kebebasan n 1-1, n2-1. Jadi F
tabel adalah F5%,n1-1,n2-1. Bentuk varian kedua kelompok
data akan berpengaruh pada nilai standar error yang
akhirnya akan membedakan rumus pengujiannya. Untuk
varian yang sama (equal variance) menggunakan rumus
Polled Varians. Uji t untuk varian yang berbeda (unequal
variance) menggunakan rumus Separated Varians.
Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Lampiran
5 yang menunjukkan bahwa nilai signifikansi atau sig.
(2- tailed) lebih dari level of significance 95% (P>0,05).
Nilai sigifikansi uji normalitas pada data morfometrik
kelinci jantan sebesar 0,856 (P>0,05) dan pada kelinci
betina

25
nilainya sebesar 0,969 (P>0,05). Nilai tersebut
membuktikan bahwa data yang digunakan dalam
penelitian ini berdistribusi normal, sehingga persyaratan
uji t independen terpenuhi.

3.7 Batasan Istilah


Batasan ini perlu penulis tambahkan untuk
menghindari kesalahan memahami judul penelitian, maka dari
itu peneliti sangat perlu menjelaskan terlebih dahulu yang
dimaksud dalam judul penelitian. Adapun batasaan istilah dari
judul tersebut adalah:
1. Hyla merupakan kelinci yang dikembangkan melalui
kerjasama antara pemerintah Cina yang diwakili oleh
Qingdau Kangda Food ltd. dengan Eurolap yang berada di
Perancis. Tujuannya adalah untuk mendapatkan bibit
kelinci pedaging yang dapat dikatakan super atau memiliki
seluruh kriteria terbaik / unggul.
2. Hycole adalah ras kelinci yang bisa disebut juga kelinci
New Zealand White blood line dari Perancis. Bangsa
kelinci pedaging ini dikembangkan di Eropa sebagai bibit
kelinci pedaging ungul karena memiliki bobot panen yang
cukup tinggi dibandingkan kelinci pedaging lain.
3. Morfometrik adalah peneraan pengukuran morfologi yang
meliputi ukuran panjang dan berat, serta skala kondisi fisik
berdasarkan standar morfologi tubuh, sesuai fase hidup
hewan.
4. Persilangan Hyla dan Hycole adalah kelinci hasil
penyilangan dua bibit kelinci pedaging unggul yaitu kelinci
Hyla dan kelinci Hycole agar didapatkan hasil persilangan
yang lebih dari induknya.

26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian


4.1.1 Lokasi Peternakan
Azhar Farm Indonesia dengan alamat Jalan Slamet
Gang V Nomor 3B RT. 03 RW. II Dusun Banaran Desa
Bumiaji Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Azhar Farm
Indonesia terletak pada ketinggian 900-950 meter di atas
permukaan laut dengan suhu berkisar antara 18-26oC.
Hasil pengukuran suhu dan kelembaban saat penelitian
dapat dilihat di Lampiran 3. Hal tersebut menunjukkan
bahwa suhu di lokasi tersebut cukup sesuai untuk
mengembangbiakkan ternak kelinci. Lokasi kandang
berimpitan dengan pemukiman warga yang sebagian besar
tidak ada jarak antara masing-masing rumah. Lokasi usaha
peternakan kelinci hendaknya berjarak sekurang-
kurangnya 10 meter dari rumah penduduk. Letak, luas dan
topografi lokasi terhadap wilayah sekitarnya
memperhatikan kesehatan lingkungan, sehingga kotoran
dan limbah cair yang dihasilkan tidak mencemari
lingkungan.
Lokasi kandang kelinci di Azhar Farm Indonesia
ini berdekatan dengan pemukiman, dikhawatirkan akan
mempengaruhi kesehatan warga. Sanitasi terhadap
lingkungan peternakan sudah dilakukan secara rutin dan
berkala oleh peternak, agar penduduk sekitar tidak
terjangkit penyakit yang disebabkan oleh ternak
kelincinya. Suatu peternakan harus ada tindakan
pengamanan penyakit, antara lain melakukan desinfeksi
kandang dan peralatan, penyemprotan terhadap serangga,
lalat dan pembasmian terhadap kuman-kuman lainnya
dengan menggunakan

27
desinfeksi yang ramah lingkungan atau terdaftar,
melakukan pembersihan dan desinfeksi kandang baik
terhadap kandang yang dikosongkan maupun sebelum
dimasukkan ternak baru ke dalam kandang, menjaga
kebersihan dan sanitasi seluruh komplek lokasi peternakan
sehingga memenuhi syarat higiene yang dapat
dipertanggungjawabkan dan melakukan tindakan
pencegahan (vaksinasi) terhadap penyakit-penyakit sesuai
dengan tatacara yang berlaku.

4.1.2 Populasi Ternak di “Azhar Farm Indonesia”


Total populasi ternak kelinci di Azhar Farm
Indonesia saat ini adalah 207 ekor yang terdiri atas 7 ekor
pejantan, 50 ekor kelinci betina, 30 ekor kelinci muda dan
120 ekor kelinci anakan. Populasi di peternakan tersebut
relatif paling banyak dibandingkan dengan peternakan
kelinci di sekitarnya. Kelinci di peternakan tersebut sudah
diseleksi oleh peternak sebelum masuk ke peternakan
tersebut dengan mengetahui asal-usul kelinci yang akan
masuk ataupun kelinci yang akan dijadikan induk dari
kelinci yang diternakkan. Pemilihan bibit di peternakan
tersebut sudah disesuaikan dengan persyaratan seleksi
bibit ataupun induk dan sesuai dengan kriteria kelinci yang
baik dari peternak sendiri.
Evaluasi terhadap usaha peternakan Azhar Farm
Indonesia perlu dilakukan untuk mengetahui hasil dan
kemajuan yang telah dicapai. Aspek-aspek usaha yang
perlu dievaluasi adalah sistem pemeliharaan, pemasaran
dan tingkat keuntungan atau pendapatan ternak kelinci
yang dapat dicapai peternak. Sistem pemeliharaan
mencakup pemilihan bibit, perkandangan, pakan,
perkawinan dan

28
pengendalian penyakit. Sehingga target dari perencanaan
awal dapat tercapai dan tidak terjadi penyimpangan, serta
realisasi dari target-target tersebut dapat dimaksimalkan.

4.2 Tatalaksana Pemeliharaan Ternak Kelinci


4.2.1 Pembibitan Kelinci
Program persilangan dilakukan dengan 3 cara,
yaitu: inbreeding, cross breeding dan line breeding.
Sistem pemuliabiakan di Azhar Farm Indonesia
menggunakan sistem pemuliabiakan cross breeding, yaitu
sistem pembibitan dengan mengawinsilangkan antara
induk jantan dan induk betina yang tidak memiliki
hubungan darah. Gunanya untuk mendapatkan keturunan
yang lebih baik/menambah sifat-sifat unggul. Sifat unggul
yang dimilik oleh hasil persilangan antara kelinci Hyla dan
Hycole ini antara lain adalah memiliki litter size yang
cukup tinggi (kisaran 6-12 ekor per kelahiran), bobot
panen dan persentase karkas cukup tinggi, serta tidak
mudah terserang penyakit.
Ternak kelinci di Azhar Farm Indonesia terutama
jenis kelinci pedaging persilangan Hyla dan Hycole
dikembangbiakkan sampai umur yang tidak ditentukan
namun untuk pemasaran kelinci hidup ataupun karkas
biasanya setelah kelinci mencapai umur 3 bulan. Beberapa
ekor kelinci yang akan dipasarkan diambil sebagai bibit
dengan memperhatikan persyaratan bibit kelinci yang baik
sehingga proses perkembangbiakan kelinci pedaging ini
tetap berlanjut. Kelinci pedaging yang dipelihara sudah
beradaptasi dengan kondisi iklim di Indonesia. Kelinci
pedaging di Azhar Farm Indonesia merupakan kelinci F2
dari persilangan kelinci Hyla dan Kelinci Hycole,

29
sedangkan F1 dari kelinci pedaging tersebut
dikembangkan di Balai Penelitian Ternak Ciawi. Oleh
karena itu, kelinci persilangan Hyla dan Hycole ini
performansnya tidak menurun karena pengaruh adaptasi
terhadap iklim yang berbeda dengan negara asal induknya.
Bibit harus jelas jenisnya, berasal dari peternakan
yang memiliki catatan kinerja tetuanya dengan kriteria-
kriteria baku dari bibit tersebut dan sesuai harapan
konsumen. Bibit harus tidak mengandung penyakit,
terlihat sehat dan mampu berkembangbiak sebaik
tetuanya. Hal ini sudah diterapkan di Azhar Farm
Indonesia bahwa bibit kelinci sudah jelas asalnya dan
dengan catatan atau recording yang jelas. Karena kelinci
pedaging yang dikembangbiakkan di peternakan ini
berasal dari Balai Penelitian Ternak Ciawi, dimana induk
kelinci tersebut diimpor dari China pada tahun 2013 lalu.

4.2.2 Pakan
Keberhasilan suatu usaha ternak ditentukan oleh
beberapa faktor, diantaranya genetik, pakan dan
manajemen pemeliharaan. Peternakan kelinci pedaging
Azhar Farm Indonesia juga tidak lepas dari faktor-faktor
tersebut. Faktor pakan memang mempengaruhi
keberhasilan suatu usaha peternakan, jika pakan yang
diberikan dan tatalaksana pemeliharaan baik maka
hasilnya pun juga akan baik. Berbeda dengan pemberian
pakan yang baik namun tidak diikuti dengan tatalaksana
yang baik hasilnya akan buruk dan kualitas dari ternak
tersebut akan menurun. Apalagi pakan dan tatalaksana
yang diberikan ke ternak tidak baik maka hasilnya akan
nihil.

30
Jenis pakan yang diberikan di peternakan kelinci
pedaging Azhar Farm Indonesia adalah pakan komplit
berbentuk pellet merk “Rabbit Feed” yang diproduksi oleh
pabrik feedmill di Blitar dengan komposisi tepung jagung,
pollard, dedak padi, bungkil kacang kedelai, tepung kulit
kacang, tepung daging dan tulang, molasses dan premix.
Pemberian pakan dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu
pada pagi (07.00 WIB) dan sore hari (16.00 WIB) dan
sistem air minum menggunakan sistem nipple. Jumlah
pakan yang diberikan di peternakan tersebut sebanyak 150
g/ekor/hari. Pakan dan label pakan tersebut dapat dilihat di
Lampiran 10.

4.2.3 Perkandangan
Kondisi bangunan kandang di peternakan kelinci
pedaging Azhar Farm Indonesia menggunakan bangunan
kandang sederhana namun kokoh dan sudah disesuaikan
dengan lokasi, besar peternakan dan modal untuk
peternakan ini. Letak yang cukup jauh dari jalan raya
dapat mengurangi tingkat stres pada ternak kelinci, serta
suara bising dari jalan raya dapat dikurangi dengan
menyalakan musik untuk suara-suara yang dapat membuat
kelinci stres. Beberapa faktor penyebab stres pada kelinci
salah satunya adalah polusi suara, sehingga peternak
mengatasi gangguan suara dari luar kandang yaitu dengan
menggunakan musik yang dinyalakan mulai pagi hingga
sore hari.
Kandang yang digunakan di peternakan kelinci
pedaging ini adalah kandang battery berukuran 50 cm x 70
cm x 50 cm. Kandang terbuat dari kayu, bambu dan kawat
galvanis. Satu kotak kandang berisi satu ekor kelinci,
tempat pakan terbuat dari gerabah dan kotak beranak yang

31
diberikan menjelang hari ke-25 kebuntingan. Kandang
battery adalah kandang yang tiap ruangan diisi satu ekor
kelinci. Kandang ini biasa digunakan bagi induk yang
beranak dan mengasuh anak, untuk mengawinkan kelinci
betina yang sewaktu-waktu dimasukkan ke kandang jantan
dan untuk tempat pembesaran secara berkelompok hingga
anak kelinci lepas sapih.
Kandang battery mempunyai keuntungan yaitu
mempermudah melakukan sanitasi, mencegah perkelahian
dan kanibalisme, program pengembangbiakan dan
pemuliaan dapat diatur lebih mudah, memperkecil
kematian anak kelinci karena tidak ada gangguan dari
kelinci lain, biaya murah dan pemanfaatannya ekonomis.
Kandang tersebut difungsikan induk betina untuk
melahirkan dan mengasuh anak, bagi pejantan digunakan
untuk mengawini betina dan pembesaran secara kelompok
bagi anak lepas sapih.

4.2.4 Kesehatan dan Sanitasi


Penyakit kelinci dapat timbul akibat kelengahan
dalam menjaga sanitasi kandang, pemberian pakan yang
kurang dalam jumlah maupun gizinya, tertular kelinci
yang sakit dan perubahan cuaca. Kelinci yang sakit di
Azhar Farm Indonesia pada saat penelitian jumlahnya
sedikit hanya sekitar 2-3 ekor, namun sudah dilakukan
penanganan terhadap kelinci yang sakit dengan
memisahkan kelinci tersebut dari kelinci lain sehingga
tidak terjadi penularan di dalam peternakan tersebut. Obat
yang ada di peternakan tersebut antara lain betadine (untuk
obat luka), alkohol 70% (untuk sterilisasi kandang),
spectulla (untuk obat mencret) dan whormektin (untuk
obat scabies).

32
Tindakan pengamanan penyakit yang dilakukan
di Azhar Farm Indonesia antara lain melakukan
desinfeksi kandang dan peralatan, penyemprotan terhadap
serangga, lalat dan pembasmian terhadap kuman-kuman
lainnya dengan menggunakan desinfeksi yang ramah
lingkungan atau terdaftar, melakukan pembersihan dan
desinfeksi kandang baik terhadap kandang yang
dikosongkan maupun sebelum dimasukkan ternak baru ke
dalam kandang, menjaga kebersihan dan sanitasi seluruh
komplek lokasi peternakan sehingga memenuhi syarat
higiene yang dapat dipertanggungjawabkan dan
melakukan tindakan pencegahan (vaksinasi) terhadap
penyakit-penyakit sesuai dengan tatacara yang berlaku.
Kegiatan sanitasi juga dilakukan di peternakan tersebut,
pembersihan kandang dilakukan setiap pagi sebelum
pemberian pakan.

4.2.5 Faktor Lain


Ternak kelinci harus nyaman di dalam kandang
agar tidak terjadi stres yang mengakibatkan
produktivitasnya menurun. Semakin menurun
produktivitasnya maka akan turun pula keuntungan dari
usaha ternak kelinci tersebut, apalagi jika populasi kelinci
yang dipelihara masih sedikit. Kelinci pedaging
persilangan Hyla dan Hycole yang dipelihara di Azhar
Farm Indonesia memiliki faktor reproduksi seperti litter
size yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 6-12 ekor per
kelahiran. Peternak juga melakukan program perkawinan
yang cukup intensif dengan tetap memperhatikan aturan-
aturan perkawinan ternak kelinci pedaging agar hasil yang
dicapai maksimal.

33
Pemasaran menentukan sukses atau tidaknya
sebuah usaha, dimana kesuksesan finansial sering
bergantung pada kemampuan pemasaran. Hasil dari
peternakan kelinci pedaging ini yang dipasarkan antara
lain kelinci hidup umur 3 bulan, karkas segar maupun
beku, bulu dan hasil samping lainnya, serta kotoran yang
dijual sebagai pupuk kompos. Pemasaran produk dari
peternakan kelinci pedaging ini mencakup wilayah Jawa
Timur, sehingga kebutuhan daging kelinci di Jawa Timur
dapat terpenuhi secara optimal.

1.3 Karakteristik Morfometrik Kelinci


Data morfometrik didapatkan dengan melakukan
pengukuran ukuran tubuh menurut Iskandar, Brahmantiyo dan
Priyanto (2016) yang meliputi bobot badan (BB), panjang
kepala (PK), lebar kepala (LK), tinggi kepala (TK), panjang
daun telinga (PDT), lebar daun telinga (LDT), lingkar dada
(LKD), dalam dada (DD), lebar dada (LD), panjang radius
ulna (PRU), panjang humerus (PH), panjang tibia (PT),
panjang femuris (PF), panjang punggung (PP) dan lebar
punggung (LP). Data hasil pengukuran dapat dilihat pada
Tabel 1-Tabel 4.

34
Tabel 1. Rata-rata hasil pengukuran tubuh kelinci persilangan
Hyla dan Hycole jantan umur 5 dan 8 bulan
KJ5 KJ8
No. Variabel Satuan
(n = 2) (n = 3)
1 PK cm 16,10±1,56 18,43±0,49
a
2 LK cm 4,00±0,29 4,59±0,11b
3 TK cm 6,00±0,12a 6,99±0,33b
4 LKD cm 33,75±2,76 36,07±0,15
5 DD cm 8,20±0,30 8,42±0,79
6 LD cm 7,88±0,47 8,06±0,25
7 PRU cm 9,20±0,14 10,30±0,50
8 PH cm 9,60±0,57 10,47±1,38
9 PT cm 12,80±0,42 11,75±1,77
10 PF cm 10,70±2,97 10,60±0,85
11 PP cm 43,00±1,70 45,50±0,62
12 LP cm 7,36±0,02 7,61±0,33
13 PDT cm 13,70±0,71 13,83±0,55
14 LDT cm 8,40±0,42 8,53±0,38
15 BB g 3744±360,62 4849±338,92b
a

Keterangan: superskrip yang berbeda pada baris yang sama


menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

35
Tabel 2. Rata-rata hasil pengukuran tubuh kelinci persilangan
Hyla dan Hycole betina umur 5 dan 8 bulan
KB5 KB8
No. Variabel Satuan
(n = 6) (n = 5)
a
1 PK cm 15,72±0,40 17,24±1,01b
2 LK cm 4,36±0,30 4,09±0,40
a
3 TK cm 6,10±0,26 6,72±0,51b
4 LKD cm 35,35±2,00 34,20±3,01
5 DD cm 8,46±1,01 8,26±0,94
6 LD cm 7,40±0,61 7,73±0,76
7 PRU cm 8,62±0,80 8,80±0,83
8 PH cm 8,75±1,41 9,50±0,50
9 PT cm 13,00±0,98 11,96±0,97
10 PF cm 10,43±1,13 10,18±0,84
11 PP cm 44,03±2,68 44,20±1,25
12 LP cm 7,40±0,81 6,98±0,59
13 PDT cm 13,00±1,36 14,12±0,46
14 LDT cm 7,40±0,83 7,68±0,30
15 BB g 4272,17±457,69 4513,8±382,16
Keterangan: superskrip yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

36
Tabel 3. Rata-rata hasil pengukuran tubuh kelinci persilangan
Hyla dan Hycole jantan dan betina umur 5 bulan
KJ5 KB5
No. Variabel Satuan
(n = 2) (n = 6)
1 PK cm 16,10±1,56 15,72±0,40
2 LK cm 4,00±0,29 4,36±0,30
3 TK cm 6,00±0,12 6,10±0,26
4 LKD cm 33,75±2,76 35,35±2,00
5 DD cm 8,20±0,30 8,46±1,01
6 LD cm 7,88±0,47 7,40±0,61
7 PRU cm 9,20±0,14 8,62±0,80
8 PH cm 9,60±0,57 8,75±1,41
9 PT cm 12,80±0,42 13,00±0,98
10 PF cm 10,70±2,97 10,43±1,13
11 PP cm 43,00±1,70 44,03±2,68
12 LP cm 7,36±0,02 7,40±0,81
13 PDT cm 13,70±0,71 13,00±1,36
14 LDT cm 8,40±0,42 7,40±0,83
15 BB g 3744±360,62 4272,17±457,69
Keterangan: seluruh variabel menunjukkan perbedaan yang
tidak nyata (P>0,05)

37
Tabel 4. Rata-rata hasil pengukuran tubuh kelinci persilangan
Hyla dan Hycole jantan dan betina umur 8 bulan
KJ8 KB8
No. Variabel Satuan
(n = 3) (n = 5)
1 PK cm 18,43±0,49 17,24±1,01
2 LK cm 4,59±0,11 4,09±0,40
3 TK cm 6,99±0,33 6,72±0,51
4 LKD cm 36,07±0,15 34,20±3,01
5 DD cm 8,42±0,79 8,26±0,94
6 LD cm 8,06±0,25 7,73±0,76
7 PRU cm 10,30±0,50a 8,80±0,83b
8 PH cm 10,47±1,38 9,50±0,50
9 PT cm 11,75±1,77 11,96±0,97
10 PF cm 10,60±0,85 10,18±0,84
11 PP cm 45,50±0,62 44,20±1,25
12 LP cm 7,61±0,33 6,98±0,59
13 PDT cm 13,83±0,55 14,12±0,46
14 LDT cm 8,53±0,38a 7,68±0,30b
15 BB g 4849±338,92 4513,8±382,16
Keterangan: superskrip yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

4.3.1 Ukuran Kepala


Ukuran kepala yang diteliti meliputi panjang
kepala, lebar kepala dan tinggi kepala. Panjang kepala
kelinci jantan umur 8 bulan memiliki ukuran lebih besar
daripada yang lain, diikuti oleh panjang kepala kelinci
betina umur 8 bulan, kelinci jantan umur 5 bulan dan

38
kelinci betina umur 5 bulan. Ukuran lebar kepala secara
urut dari besar ke kecil yaitu kelinci jantan umur 8 bulan,
kelinci betina umur 5 bulan, kelinci betina umur 8 bulan
dan kelinci jantan umur 5 bulan. Sedangkan untuk ukuran
tinggi kepala secara berurutan dari yang terbesar yaitu
kelinci jantan umur 8 bulan, kelinci betina umur 8 bulan,
kelinci betina umr 5 bulan dan kelinci jantan umur 5
bulan. Fafarita (2006) menyatakan bahwa tipe muka yang
dikategorikan atas oval memanjang, oval dan oval
membulat, yang ditentukan berdasarkan indeks ukuran
lebar kepala dengan ukuran panjang kepala. Berdasarkan
pernyataan tersebut kelinci yang diteliti memiliki muka
oval memanjang sehingga ukuran kepala (panjang, lebar
dan tinggi) lebih besar daripada kelinci jenis lain. Panjang
kepala kelinci Hyla dan kelinci Hycole jenis kelamin
betina kisaran umur 6-8 bulan dari penelitian Azhar,
Cholis dan Brahmantiyo (2016) yang ukurannya lebih
kecil yaitu 13,80 cm (kelinci Hyla) dan 14,40 cm (kelinci
Hycole), dibandingkan panjang kepala kelinci persilangan
Hyla dan Hycole jenis kelamin betina umur 5 bulan
sebesar 15,72±0,40 cm dan 17,24±1,01 cm untuk umur 8
bulan.
Kelinci persilangan Hyla dan Hycole jantan umur
5 dan 8 bulan memiliki ukuran lebar kepala yang lebih
kecil dibandingkan dengan kelinci tetuanya. Ukuran lebar
kepala kelinci persilangan Hyla dan Hycole jantan umur
5 dan 8 bulan yaitu 4,00±0,29 cm dan 4,59±0,11 cm.
Ukuran lebar kepala kelinci persilangan Hyla dan
Hycole betina

39
umur 5 dan 8 bulan lebih kecil dibandingkan dengan
kelinci tetuanya (kelinci Hyla dan kelinci Hycole). Lebar
kepala kelinci persilangan Hyla dan Hycole betina umur
5 dan 8 bulan yaitu 4,36±0,30 cm dan 4,09±0,40 cm,
sedangkan lebar kepala kelinci Hyla dan kelinci Hycole
betina kisaran umur 6-8 bulan sebesar 4,73 cm dan 5,03
cm (Azhar, Cholis dan Brahmantiyo, 2016).
Rata-rata ukuran tinggi kepala antara kelinci Hyla
dan kelinci Hycole dengan kelinci persilangan keduanya
tidak berbeda secara nyata. Rata-rata tinggi kepala kelinci
persilangan Hyla dan Hycole jantan umur 5 dan 8 bulan
yaitu 6,00±0,12 cm dan 6,99±0,33 cm. Ukuran tinggi
kepala kelinci Hyla dan kelinci Hycole betina kisaran
umur 6-8 bulan sebesar 5,75 cm dan 6,20 cm (Azhar,
Cholis dan Brahmantiyo, 2016), sedangkan rata-rata
tinggi kepala kelinci persilangan Hyla dan Hycole betina
umur 5 dan 8 bulan yaitu sebesar 6,10±0,26 cm dan
6,72±0,51 cm. Setelah dianalisis uji t independen dengan
bantuan
SPSS, panjang kepala kelinci persilangan Hyla dan
Hycole jantan umur 5 bulan dengan umur 8 bulan (KJ5
dan KJ8) dan lebar kepala kelinci betina umur 5 bulan
dengan umur 8 bulan (KB5 dan KB8) memiliki
perbedaan yang tidak nyata (P>0,05). Sedangkan panjang
kepala kelinci persilangan Hyla dan Hycole betina umur
5 bulan dengan 8 bulan (KB5 dan KB8), lebar kepala
kelinci persilangan Hyla dan Hycole jantan umur 5 bulan
dengan umur 8 bulan (KJ5 dan KJ8) dan ukuran tinggi
kepala dari kedua kelompok ternak tersebut (KJ5, KJ8,
KB5 dan KB8)

40
memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05). Tabel hasil uji-t
independen dapat dilihat pada Lampiran 6.

4.3.2 Ukuran Dada


Ukuran dada yang diamati pada kelinci
persilangan Hyla dan Hycole meliputi lingkar dada,
dalam dada dan lebar dada. Ukuran dada antara kedua
kelinci ini bervariasi tergantung umr dan jenis
kelaminnya. Lingkar dada pada kelinci jantan umur 8
bulan berukuran lebih besar dibandingkan dengan ukuran
lingkar dada kelinci betina umur 5 bulan, kelinci betina
umur 8 bulan dan kelinci jantan umur 5 bulan. Penelitian
Azhar, Cholis dan Brahmantiyo (2016) menunjukkan
hasil rata-rata lingkar dada kelinci Hyla dan kelinci
Hycole kisaran umur 6-8 bulan sebesar 36,70 cm dan
36,10 cm untuk kelinci jantan, sedangkan untuk kelinci
betina sebesar 31,50 cm dan 35,40 cm.
Dalam dada yang berukuran paling besar adalah
kelinci betina umur 5 bulan, dilanjutkan dengan ukuran
dalam dada kelinci jantan umur 8 bulan, kelinci betina
umur 8 bulan dan kelinci jantan umur 5 bulan. Rata-rata
dalam dada kelinci Hyla dan kelinci Hycole dijelaskan
dalam hasil penelitian Azhar, Cholis dan Brahmantiyo
(2016) yang menunjukkan hasil sebesar 9,14 cm dan 854
cm untuk kelinci jantan, sedangkan untuk kelinci betina
sebesar 7,95 cm dan 8,76 cm.
Pengamatan ukuran lebar dada secara berurutan
dari ukuran besar ke kecil yaitu lebar dada kelinci jantan

41
umur 8 bulan sebesar 8,06±0,25 cm dan kelinci jantan
umur 5 bulan sebesar 7,88±0,47 cm, kelinci betina umur
8 bulan (7,73±0,76 cm) dan kelinci betina umur 5 bulan
(7,40±0,61 cm). Ukuran-ukuran tersebut memiliki ukuran
lebih besar dibandingkan dengan kelinci Hyla dan kelinci
Hycole kisaran umur 6-8 bulan yang memiliki ukuran
sebesar 6,77 cm dan 7,37 cm (Azhar, Cholis dan
Brahmantiyo, 2016).
Setelah dianalisis uji t independen dengan
bantuan SPSS, ukuran dada kelinci persilangan Hyla dan
Hycole jenis kelamin jantan dan betina umur 5 bulan dan
8 bulan (KJ5, KJ8, KB5 dan KB8) yang meliputi lingkar
dada, dalam dada dan lebar dada memiliki perbedaan
yang tidak nyata (P>0,05). Sehingga dari ukuran-ukuran
tersebut dapat diketahui bahwa ukuran dada kelinci
jantan dan betina yang dipelihara di Azhar Farm Kota
Batu tidak berbeda nyata.

4.3.3 Panjang Tulang Kaki Depan


Ukuran panjang tulang kaki depan pada kelinci
jantan lebih panjang daripada kelinci betina. Ukuran
panjang tulang kaki depan yang diteliti dalam penelitian
ini meliputi panjang radius ulna dan panjang humerus.
Panjang radius ulna merupakan panjang tulang kaki
depan bagian bawah dan panjang humerus merupakan
panjang tulang kaki depan bagian atas.
Kelinci jantan umur 8 bulan memiliki panjang
tulang kaki depan paling panjang (radius ulna sebesar

42
10,30±0,50 cm dan humerus sebesar 10,47±1,38 cm),
kemudian disusul oleh kelinci jantan umur 5 bulan
(radius ulna 9,20±0,14 cm dan humerus 9,60±0,57 cm).
Berdasarkan hasil pengukuran pada kelinci jantan di atas
menunjukkan perbedaan dengan tetuanya yang memiliki
ukuran panjang radius ulna sebesar 10,25 cm dan
panjang humerus sebesar 9,00 pada kelinci Hyla jantan,
sedangkan untuk kelinci Hycole jantan memiliki ukuran
panjang radius ulna sebesar 10,81 cm dan panjang
humerus sebesar 9,65 cm (Brahmantiyo, Priyono dan
Rosartio, 2016).
Kelinci betina umur 8 bulan memiliki panjang
tulang kaki depan lebih panjang (radius ulna sebesar
8,80±0,83 cm dan humerus sebesar 9,50±0,50 cm)
daripada kelinci betina umur 5 bulan (radius ulna
8,62±0,80 cm dan humerus 9,50±0,50 cm). Brahmantiyo
(2008) menjelaskan tentang panjang kaki atas dan kaki
bawah, panjang kaki depan bawah adalah panjangnya
tulang radius ulna dan panjang kaki depan atas adalah
panjangnya tulang humerus. Azhar dkk. (2016)
menambahkan bahwa rata-rata ukuran panjang kaki
depan kelinci Hyla betina sebesar 10,40 cm (radius ulna)
dan 8,90 cm (humerus), sedangkan untuk panjang kaki
depan kelinci Hycole betina sebesar 10,30 cm (radius
ulna) dan 8,70 cm (humerus).
Setelah dianalisis uji t independen dengan
bantuan SPSS, panjang kaki depan kelinci persilangan
Hyla dan Hycole jenis kelamin jantan dan betina umur 5
bulan dan

43
8 bulan (KJ5, KJ8, KB5 dan KB8) yang meliputi panjang
radius ulna dan panjang humerus memiliki perbedaan
yang tidak nyata (P>0,05). Sehingga dari ukuran-ukuran
tersebut dapat diketahui bahwa panjang kaki depan
kelinci jantan dan betina yang dipelihara di Azhar Farm
Kota Batu tidak berbeda terlalu jauh atau tidak nyata.

4.3.4 Panjang Tulang Kaki Belakang


Panjang tulang kaki belakang yang diteliti dalam
penelitian ini meliputi panjang kaki belakang bagian
bawah atau tibia dan panjang kaki belakang bagian atas
atau femuris. Panjang tibia pada kelinci betina umur 5
bulan paling besar yaitu 13,00±0,98 cm, diikuti oleh
kelinci jantan umur 5 bulan sebesar 12,80±0,42 cm,
kelinci betina umur 8 bulan sebesar 11,96±0,97 cm dan
kelinci jantan umur 8 bulan sebesar 11,75±1,77 cm.
Menurut Brahmantiyo, Priyono dan Rosartio (2016) rata-
rata panjang tibia pada kelinci Hyla jantan sebesar 14,13
cm dan pada kelinci Hycole jantan sebesar 14,84 cm,
sedangkan menurut Azhar, Cholis dan Brahmantiyo
(2016) rata-rata panjang tibia pada kelinci Hyla betina
sebesar 11,90 cm dan pada kelinci Hycole betina sebesar
14,50 cm. Perbedaan rata-rata panjang tibia antara kelinci
Hyla dan kelinci Hycole dengan persilangannya tidak
nyata.
Panjang tulang kaki belakang bagian atas
(femuris) secara berurutan dari yang terbesar yaitu kelinci
jantan umur 5 bulan (10,70±2,97 cm), kelinci jantan
umur 8

44
bulan (10,60±0,85 cm), kelinci betina umur 5 bulan
(10,43±1,13 cm) dan kelinci betina umur 8 bulan
(10,18±0,84 cm). Hasil tersebut memiliki kesamaan
dengan rata-rata panjang femuris dari penelitian
Brahmantiyo dkk. (2016) yang menunjukkan angka
sebesar 12,63 cm untuk panjang femuris kelinci Hyla
jantan dan 13,02 cm untuk kelinci Hycole jantan. Hal
tersebut juga didukung oleh Azhar dkk. (2016) bahwa
angka rata-rata panjang femuris pada kelinci persilangan
Hyla dan Hycole hampir sama dengan rata-rata panjang
femuris dari kelinci Hyla dan Kelinci Hycole yang
memiliki ukuran sebesar 11,30 cm dan 12,20 cm.
Sehingga rata-rata panjang femuris antara induk dan
persilangannya tidak berbeda jauh atau tidak nyata.
Setelah dianalisis uji t independen dengan
bantuan SPSS, panjang kaki belakang kelinci persilangan
Hyla dan Hycole jenis kelamin jantan dan betina umur 5
bulan dan 8 bulan (KJ5, KJ8, KB5 dan KB8) yang
meliputi panjang tibia dan panjang femuris memiliki
perbedaan yang tidak nyata (P>0,05). Sehingga dari
ukuran-ukuran tersebut dapat diketahui bahwa panjang
kaki belakang kelinci jantan dan betina yang dipelihara di
Azhar Farm Kota Batu tidak berbeda jauh atau tidak
nyata.

4.3.5 Panjang Punggung


Kelinci jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih
besar dan panjang daripada kelinci betina, namun
beberapa faktor dapat mempengaruhi panjang punggung

45
kelinci pedaging misalnya saja umur. Pengamatan
terhadap panjang punggung ini menjelaskan bahwa
kelinci pada umur 8 bulan memiliki panjang punggung
yang paling panjang yaitu 45,50±0,62 cm untuk kelinci
jantan dan 44,20±1,25 cm untuk kelinci betina,
sedangkan kelinci pada umur 5 bulan memiliki ukuran
sebesar 44,03±2,68 cm untuk kelinci betina dan
43,00±1,70 cm untuk kelinci jantan.
Ukuran panjang punggung kelinci Hyla sebesar
39,40 cm dan kelinci Hycole sebesar 38,40 (Azhar,
Cholis dan Brahmantiyo, 2016). Sehingga angka yang
didapatkan dari penelitian terdahulu dan penelitian ini
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata, namun pada
rata-rata panjang punggung kelinci persilangan Hyla dan
Hycole lebih tinggi dibandingkan rata-rata panjang
punggung kelinci Hyla dan kelinci Hycole. Setelah
dianalisis uji t independen dengan bantuan SPSS, panjang
punggung kelinci persilangan Hyla dan Hycole jenis
kelamin jantan dan betina umur 5 bulan dan 8 bulan
(KJ5, KJ8, KB5 dan KB8) memiliki perbedaan yang
tidak nyata (P>0,05). Sehingga dari ukuran-ukuran
tersebut dapat diketahui bahwa panjang punggung kelinci
jantan dan betina yang dipelihara di Azhar Farm Kota
Batu tidak berbeda terlalu jauh atau tidak nyata.

4.3.6 Lebar Punggung


Pengukuran terhadap lebar punggung secara
berurutan dimulai dari kelinci jantan umur 8 bulan

46
(7,61±0,33 cm), kelinci betina umur 5 bulan (7,40±0,81
cm), kelinci jantan umur 5 bulan (7,36±0,02 cm) dan
kelinci betina umur 8 bulan (6,98±0,59 cm). Semakin
besar ukuran lebar punggung maka semakin besar pula
kemampuan ternak menghasilkan anak dalam sekali
kelahiran (Bosco et al., 2015). Hal ini memperjelas
bahwa kelinci persilangan Hyla dan Hycole sebagai
kelinci pedaging yang unggul, karena kelinci ini memiliki
litter size cukup tinggi yakni 6-10 ekor. Ukuran lebar
punggung kelinci Hyla dan kelinci Hycole jantan yang
berukuran 8,03 cm dan 7,74 cm, sedangkan ukuran lebar
punggung kelinci Hyla dan kelinci Hycole betina sebesar
6,54 cm dan 7,72 cm (Azhar, Cholis dan Brahmantiyo,
2016). Jika dibandingkan dengan ukuran tersebut, ukuran
lebar punggung kelinci persilangan Hyla dan Hycole
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Setelah dianalisis uji t independen dengan
bantuan SPSS, ukuran lebar punggung kelinci
persilangan Hyla dan Hycole jenis kelamin jantan dan
betina umur 5 bulan dan 8 bulan (KJ5, KJ8, KB5 dan
KB8) memiliki perbedaan yang tidak nyata (P>0,05).
Sehingga dari ukuran-ukuran tersebut dapat diketahui
bahwa lebar punggung kelinci jantan dan betina yang
dipelihara di Azhar Farm Kota Batu tidak berbeda terlalu
jauh atau tidak nyata.

47
4.3.7 Ukuran Telinga
Ukuran panjang telinga yang paling besar dimiliki
kelinci betina umur 8 bulan diikuti oleh kelinci jantan
umur 8 bulan, kelinci jantan umur 5 bulan dan kelinci
betina umur 5 bulan. Urutan lebar telinga dari yang
paling besar yaitu kelinci jantan umur 8 bulan, kelinci
jantan umur 5 bulan, kelinci betina umur 8 bulan dan
kelinci betina umur 5 bulan. Brahmantiyo, Priyono dan
Rosartio (2016) menjelaskan bahwa ukuran telinga
(panjang dan lebar) dari tetua persilangan ini yaitu kelinci
Hyla dan kelinci Hycole jantan tidak berbeda jauh.
Angka yang didapatkan yaitu panjang telinga sekitar
13,75 cm dan lebar telinga sekitar 7,45 cm.
Ukuran telinga dari kelinci persilangan Hyla dan
Hycole dengan induknya yaitu kelinci Hyla dan kelinci
Hycole menunujukkan perbedaan yang tidak nyata, untuk
panjang telinga pada kisaran 13-14 cm dan untuk lebar
telinga kelinci persilangan Hyla dan Hycole lebih besar
daripada lebar telinga milik induknya. Ukuran lebar
telinga dari purebred kelinci Hyla dan kelinci Hycole
betina secara berurutan yaitu 7,00 cm dan 7,20 cm (Azhar
dkk., 2016), sedangkan lebar telinga kelinci persilangan
Hyla dan Hycole betina yaitu 7,40±0,83 cm (umur 5
bulan) dan 7,68±0,30 cm (umur 8 bulan).
Setelah dianalisis uji t independen dengan
bantuan SPSS, ukuran panjang dan lebar daun telinga
kelinci persilangan Hyla dan Hycole jenis kelamin jantan
dan betina umur 5 bulan dan 8 bulan (KJ5, KJ8, KB5 dan
KB8)

48
memiliki perbedaan yang tidak nyata (P>0,05). Sehingga
dari ukuran-ukuran tersebut dapat diketahui bahwa
ukuran telinga (panjang dan lebar) kelinci jantan dan
betina yang dipelihara di Azhar Farm Kota Batu tidak
berbeda terlalu jauh atau tidak nyata.

4.3.8 Bobot Badan


Kelinci persilangan Hyla dan Hycole memiliki
bobot badan yang bervariasi tergantung dari jenis
kelamin dan umurnya. Kelinci jantan umur 8 bulan (KJ8)
memiliki ukuran bobot badan lebih besar daripada kelinci
betina umur 8 bulan (KB8), kelinci betina umur 5 bulan
(KB5) dan kelinci jantan umur 5 bulan (KJ5). Nilai bobot
badan pada kelinci KJ5 berbeda nyata (P<0,05) dengan
nilai bobot badan kelinci KJ8. Sedangkan nilai bobot
badan pada kelinci KB5 berbeda tidak nyata (P>0,05)
dengan nilai bobot badan kelinci KB8. Biasanya kelinci
betina akan memiliki bobot yang lebih besar dari kelinci
pejantan. Meskipun mereka berasal dari satu spesies yang
sama jenisnya bobot ukuran pada kelinci betina akan
lebih besar (Anonimus, 2016), namun dari hasil di atas
berbeda dengan pernyataan tersebut. Hasil di atas
menunjukkan bahwa bobot badan kelinci jantan umur 8
bulan (KJ8) lebih besar dari bobot badan kelinci betina
umur 5 dan 8 bulan dan rata-rata bobot badan terkecil
adalah bobot badan kelinci jantan umur 5 bulan. Hal ini
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur,
penyerapan nutrisi, temperatur atau iklim dan lain-lain.

49
Azhar, Cholis dan Brahmantiyo (2016), dalam
penelitiannya menunjukkan hasil pengukuran rata-rata
bobot badan pada induk kelinci Hyla dan induk kelinci
Hycole kisaran umur 6-8 bulan sebesar 3171 g dan
3812,50 g. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata
bobot padan kelinci indukan dari persilangan kedua
bangsa kelinci tersebut berbeda nyata dengan kelinci
hasil persilangan keduanya yaitu kelinci persilangan Hyla
dan Hycole yang diteliti pada penelitian ini. Hycole
(2015) menambahkan bahwa kelinci Hycole tetua dari
persilangan ini secara genetik merupakan kelinci yang
dikembangkan dengan tujuan produksi daging dengan
rata-rata pertambahan bobot badan harian mencapai 45 g,
sedangkan tetua lain yaitu kelinci Hyla yang merupakan
kelinci penghasil daging dari negara asalnya (Cina).
Setelah dianalisis uji t independen dengan
bantuan SPSS, bobot badan kelinci persilangan Hyla dan
Hycole jantan umur 5 bulan dengan umur 8 bulan (KJ5
dan KJ8) memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05),
dengan selisih rata-rata bobot badan sebesar 1105 gram.
Sedangkan bobot badan kelinci persilangan Hyla dan
Hycole betina umur 5 bulan dengan 8 bulan (KB5 dan
KB8) memiliki perbeaan yang tidak nyata (P>0,05),
dengan selisih rata- rata bobot badan sebesar 241,63
gram. Hal ini menunjukkan bahwa bobot badan kelinci
jantan berbeda nyata dan bobot badan kelinci betina
perbedaannya tidak nyata.

50
4.4 Hasil Uji Hipotesis
Uji t tidak berpasangan atau sering diistilahkan
dengan independent sample t-test adalah jenis uji
statistika yang bertujuan untuk membandingkan rata-rata
dua grup yang tidak saling berpasangan atau saling bebas.
Tidak saling berpasangan dapat diartikan bahwa
penelitian dilakukan untuk dua subjek sampel yang
berbeda. Hasil pengujian independent t-test rata-rata
pengukuran morfometrik kelinci persilangan Hyla dan
Hycole jenis kelamin jantan umur 5 dan 8 bulan (KJ5 dan
KJ8) menunjukkan hasil bahwa nilai signifikansi pada
bobot badan, lebar kepala dan tinggi kepala kurang dari
level of significant 5% (P<0,05) sehingga dapat diketahui
bahwa ukuran tersebut terdapat perbedaan yang nyata.
Sedangkan untuk ukuran tubuh yang lain nilai
signifikansi lebih dari level of significant 5% (P>0,05)
sehingga dapat diketahui bahwa ukuran tersebut terdapat
perbedaan yang tidak nyata.
Pembahasan di atas sudah menunjukkan bahwa
rata-rata tiap variabel yang diuji dan dibandingkan
dengan penelitian terdahulu ataupun dengan umur yang
berbeda pada kelinci jantan dan betina hasilnya terdapat
perbedaan nyata (P<0,05) pada BB, LK dan TK kelinci
KJ5 dan KJ8, serta kelinci KB5 dan KB8 terdapat
perbedaan nyata (P<0,05) pada PK dan TK. Sedangkan
untuk ukuran tubuh yang lain pada kelinci KJ8, KB5,
KB8 dan P4 terdapat perbedaan yang tidak nyata
(P<0,05). Tabel hasil uji-t

51
independen dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran
7.

52
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Rata-rata ukuran morfometrik KJ8 lebih unggul
daripada KJ5, KB5 dan KB8 pada 11 variabel.
Sedangkan pada variabel panjang daun telinga ukuran
terbesar dimiliki KB8, pada variabel dalam dada dan
panjang tibia ukuran terbesar dimiliki oleh KB5 dan
ukuran panjang femuris terbesar dimiliki oleh KJ5.
Secara umum ukuran tubuh kelinci persilangan Hyla dan
Hycole jantan umur 8 bulan yang dipelihara di Azhar
Farm Kota Batu berukuran lebih besar daripada kelinci
yang lain.

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti
dapat memberikan saran bahwa diperlukan kajian lebih
lanjut mengenai pengukuran ukuran tubuh kelinci
persilangan Hyla dan Hycole dengan manajemen
pemeliharaan dan sumber bibit yang sama pada daerah
peternakan kelinci yang berbeda, serta ukuran morfologi
dan jumlah ulangan yang lebih banyak.

53
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2003. Bisnis daging kelinci mulai gurih.


Infovet 103: 48-49.

Ajayi, B.A. and Oseni. 2012. Morphological


characterization and principal component analysis
of body dimensions in Nigerian population of
adult rabbits. World Rabbit Sci 10: 229-33.

Akinsola, O.M. 2012. Genetic and Physiological


Evaluation of Hyla Rabbits in Guinea Savannah
Zone of Nigeria. Ahmadu Bello University, Zaria
Nigeria.

Anonimus. 2014. Mengenal Kelinci Hyla.


http://tabosrabbit.blogspot.co.id/2014/01/mengen
al-kelinci-hyla.html. Diakses tanggal 5 April
2017.

Anonimus. 2016. Perbedaan Kelinci Jantan dan Kelinci


Betina Secara Lengkap. http://okdogi.com.
Diakses tanggal 5 April 2017.

Apriyono, A. dan A. Taman. 2013. Analisis overreaction


pada saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek
Indonesia (BEI) periode 2005-2009. Jurnal
Nomina 11(11): 76-96.

Azhar, M., N. Cholis dan B. Brahmantiyo. 2016.


Karakteristik fenotip kelinci (Oryctolagus
cuniculus) di Balai Penelitian Ternak Bogor.
Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang.

54
Bosco, A.D., Z. Szendro, Z. Matics, C. Castellini, S.
Ruggeri, K. Szendro, M. Martino, S. Mattioli,
A.D. Zotte and Z. Gerencsér. 2015. Effect of floor
type on carcass and meat quality of pen raised
growing rabbits. World Rabbit Sci 23: 19-26.

Brahmantiyo, B. dan Y.C. Raharjo. 2005. Pengembangan


Pembibitan Kelinci di Pedesaan dalam
Menunjang Potensi dan Prospek Agribisnis
Kelinci. Prosiding Lokakarya Nasional Potensi
dan Peluang Pengembangan Usaha Agribisnis
Kelinci. Bogor.

Brahmantiyo, B., H. Martojo, S.S. Mansjoer dan Y.C.


Raharjo. 2006. Pendugaan jarak genetik kelinci
melalui analisis morfometrik. JITV 11(3): 206-
214.

Brahmantiyo, B., Y.C. Raharjo dan T. Murtisari. 2007.


Karakterisasi produktivitas kelinci di lapang
sebagai sumber plasma nutfah ternak Indonesia.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner 2007. Balai Penelitian
Ternak. Bogor.

Brahmantiyo, B. 2008. Kajian Potensi Genetik Ternak


Kelinci (Oryctolagus cuniculus) di Bogor, Jawa
Barat dan di Magelang, Jawa Tengah. Disertasi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Brahmantiyo, B. dan Y.C. Raharjo. 2014. Pusat


Pembibitan Kelinci di Kerinci, Jambi. Warta

55
Penelitian dan Pengembangan Pertanian 36(4).
Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Brahmantiyo, B., Y.C. Raharjo dan S. Iskandar. 2015.


Indonesia Memerlukan Kelinci Pedaging. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian 37(5).
Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Brahmantiyo, B., Priyono dan R. Rosartio. 2016.


Pendugaan jarak genetik kelinci (Hyla, Hycole,
Hycolex NZW, Rex dan Satin) melalui analisis
morfometrik. Jurnal Veteriner 17(2): 226-234.

Chrastinova, L., M. Chrenková, M. Polacikova, A


Lauková, M. Simonova, R. Szabóová, V
Strompfová, L. Ondruska, J. Rafay, Z. Vasilková,
I. Plachá, S. Faix, M. Haviarová and J. Mojto.
2009. Utilization of an extract product from
ginseng supplementation in diets and different
energy levels of granulated feed in the nutrition of
rabbit. Archiva Zootech 12(1): 72-79.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2008. Pedoman Budidaya


Kelinci yang Baik (Good Farming Practice).
Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia.
Jakarta.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.


2016. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan
(Livestocks and Animal Health Statistics).
Kementerian Pertanian. Jakarta.

56
Eady, S. J. 2003. Farmed Rabbits in Australia. Rural
Industries Research and Development
Corporation. Printed on enviontmentally friendly
paper by Canprint.

Fafarita, L. 2006. Karakteristik Sifat Kualitatif dan


Kuantitatif Kelinci Flemish Giant, English Spot
dan Rex di Kabupaten Magelang. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Febriliany, V. 2008. Potensi pengembangan usaha ternak


kelinci di kecamatan Ciawi kabupaten Bogor
Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Ghozali, I. 2006. Analisis Multivariate dengan Program


SPSS. Edisi Ke 4. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. Semarang.

Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan


Program IBM SPSS 19. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang.

Herman, R. 2002. Pengenalan Kandang dan Peralatan


Ternak Kelinci. Departemen Pendidikan
Nasional. Jakarta.

Herman, R. 2003. Anatomi dan fisiologi alat pencernaan


serta kebutuhan pakan marmot dan kelinci.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

57
Hycole. 2015. Performance Hycole: White Male.
http://www.hycole.com. Diakses tanggal: 20
Februari 2017.

Indriantoro, N. dan B. Supomo. 2002. Metode Penelitian


Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi
Pertama. BPFE. Yogyakarta.

Iskandar, R.D., B. Brahmantiyo dan R. Priyanto. 2016.


Karakterisasi morfometrik dan jarak genetik
rumpun-rumpun kelinci di Jawa Barat. Jurnal
Veteriner 17(4): 524-534.

Isroli. 2001. Evaluasi terhadap pendugaan bobot badan


domba Priangan berdasarkan ukuran tubuh. J.I.
Sainkes. 8(2): 90-94.

Kotler, P. dan K.L. Keller. 2009. Manajemen Pemasaran.


Edisi ke-13. Erlangga. Jakarta.

Krisnandi, G., D. Rahmat dan Dudi. 2015. Identifikasi


sifat kualitatif dan kuantitatif kerbau jantan
dewasa. Jurnal Universitas Padjajaran 5(2).

Kuswanto. 2012. Analisis usaha ternak kelinci Sejahtera


Farm Kecamatan Ciampea Bogor. Skripsi.
Fakultas Peternakan IPB. Bogor.

Lamoreux, M.L., V. Delmas, L. Larue and D. Bannet.


2010. The Colors of Mice; A Model Genetic
Network. UK: Wiley and Blackwell.

58
Manshur, F. dan M. Fakkih. 2010. Kelinci Domestik:
Perawatan dan Pengobatan. Bandung: Penerbit
Nuansa.

Masanto, R. dan A. Agus. 2010. Beternak Kelinci Potong.


Penebar Swadaya. Jakarta.

Nizza and Moniello. 2000. Meat Quality and Caecal


Contest Characteristics of Rabbit According to
Dietary Content and Botanical Origin of Starch.
World Rabbit Science 8(1): 3-9.

Noor, R.R. 2000. Genetika Ternak. Penebar Swadaya,


Jakarta.

Putra, A.O., H. Nuraini dan B. Brahmantiyo. 2016. Sifat


fisik dan kimia daging kelinci Hyla Hycole dan
New Zealand White. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Qing, F., H. Zhifei, G. Ruidong, H. Weijie and L.


Hongjung. 2015. Effect of slaughter age on
carcass and meat quality of hyla rabbits. Food Sci.
36:44- 48.

Qisthon, A. 2012. Pengaruh Imbangan Hijauan-


Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum
Terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan.
Jurnal Penelitian Pertanian Terapan 12(2): 69-74.

Raharjo, Y.C. 2005. Prospek, peluang, dan tantangan


agribisnis ternak kelinci. Lokakarya Nasional

59
Potensi dan Pengembangan Usaha Kelinci. Balai
Penelitian Ternak. Bogor.

Raharjo, Y.C., B. Brahmantiyo, T. Murtisari, B. Wibowo,


E. Juarini dan Yuniati. 2004. Plasma nutfah
kelinci sebagai sumber pangan hewani dan
produk lain bermutu tinggi. Laporan Akhir
Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Badan
Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.

Sarbaini. 2004. Kajian keragaman karakteristik eksternal


dan DNA mikrosatelit sapi pesisir Sumatera
Barat. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Sarwono, B. 2001. Kelinci Potong dan Hias. Jakarta.


AgroMedia Pustaka.

---------------. 2002. Kelinci Potong dan Hias. Jakarta.


AgroMedia Pustaka.

---------------. 2008. Kelinci Potong dan Hias. Jakarta.


AgroMedia Pustaka.

Septian, A.D., M. Arifin dan E. Rianto. 2015. Pola


pertumbuhan kambing Kacang jantan di
Kabupaten Grobogan. J. Anim. Agriculture 4(1):
1-6.

Sukestiyarno. 2012. Olah Data Penelitian Berbantuan


SPSS. Semarang. Universitas Negeri Semarang.

60
Suryani, I. 2002. Studi pertumbuhan kelinci peranakan
New Zealand White sejak lahir sampai dewasa.
Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Suryo. 2001. Genetika Strata 1. Gadjah Mada University


Press. Yogyakarta.

Takaendengan, B.J. 2011. Potensi Genetik Kuda Lokal di


Sulawesi Utara Sebagai Sumber Bibit Kuda
Indonesia. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor.

Taufiq, A.N. 2015. Aplikasi Parametrik Jitu untuk


Analisis Statistika Inferensial Parametrik Berbasis
Web dan Android Client. Skripsi. Universitas
Negeri Semarang. Semarang.

Trisnawanto, R. Adiwinarti dan W.S. Dilaga. 2012.


Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan
bobot badan Dombos jantan. J. Anim. Agriculture
1(1): 653-668.

Victori, A., E. Purbowati dan C.M.S. Lestari. 2016.


Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan
bobot badan kambing peranakan etawah jantan di
Kabupaten Klaten. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan
26(1): 23-28.

Wiradarya, T.R., M. Duldjaman, S. Rahayu, M. Yamin,


M. Baihaqi, D. Mauludin dan Asep. 2005.
Strategi Pembibitan pada Peternakan
Kelinci Skala

61
Menengah. Prosiding Lokakarya Nasional Potensi
dan Peluang Pengembangan Usaha Kelinci.
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Yuwono, T. 2008. Biologi Molekuler. Penerbit Erlangga.


Jakarta.

Zakiyah, M.R., S. Minarti dan N. Cholis. 2013. Performa


kelinci peranakan New Zealand White yang diberi
pakan limbah kubis (Brassica oleracia) tercemar
pestisida. Jurnal Fakultas Peternakan. Universitas
Brawijaya. Malang.

Zita, L., Ledvinka Z., Mach K., Kocar J., Klesalova L.,
Fucikova A. and Hartlova H.. 2012. The effect of
different weaning age on performance in Hyla
rabbits. World Rabbit Congress. 61-64.

Zotte, D., Paci and Sartori. 2012. Morphometric


Characteristics of Dwarf Rabbits: Effects of Age
and Gender. Proceedings 10 th World Rabbit
Congress Sharm El-Sheikh. Egypt.

62

Anda mungkin juga menyukai