Anda di halaman 1dari 53

MANAJEMEN PEMERAHAN SAPI PERAH FH (Friesian Holstein ) DI BALAI

BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK


(BBPTU-HPT) BATURRADEN, BANYUMAS, JAWA TENGAH

Laporan Kegiatan Praktek Kerja Lapang

Oleh :

Aisyah Nurul Isnaini 155050100111190


Hakim Asrory 155050100111268
Muhammad Husnul Aqib 155050100111270
Devia Wulandasari 155050101111276
Gisma Mutiara Putri 155050101111279

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
MANAJEMEN PEMERAHAN SAPI PERAH FH (Friesian Holstein ) DI BALAI
BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK
(BBPTU-HPT) BATURRADEN, BANYUMAS, JAWA TENGAH

Laporan Kegiatan Praktek Kerja Lapang

Oleh :

Aisyah Nurul Isnaini 155050100111190


Hakim Asrory 155050100111268
Muhammad Husnul Aqib 155050100111270
Devia Wulandasari 155050101111276
Gisma Mutiara Putri 155050101111279

Praktek Kerja Lapang ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018

i
MANAJEMEN PEMERAHAN SAPI PERAH FH (Friesian Holstein ) DI BALAI
BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK
(BBPTU-HPT) BATURRADEN, BANYUMAS, JAWA TENGAH

Laporan Pelaksanaan Kegiatan Praktek


Kerja Lapang

Oleh :
Aisyah Nurul Isnaini 155050100111190
Hakim Asrory 155050100111268
Muhammad Husnul Aqib 155050100111270
Devia Wulandasari 155050101111276
Gisma Mutiara Putri 155050101111279

Menyetujui :
Dosen pembimbing Dosen penguji

(Dr. Ir, Imam Thohari, MP) ()


NIP. 19590211 198601 1002 NIP.
Tanggal:………………..... Tanggal:……………….

Mengetahui :
Universitas Brawijaya BBPTU-HPT Baturraden
Fakultas Peternakan Koordinator wasbitnak
Program Studi Peternakan
Ketua

(Agus Susilo,S.Pt,MP) (Eko Siswanto S.Pt)


NIP. 197308201998021 NIP. ..................................
Tanggal:………………….. Tanggal:………………

Mengetahui :
Universitas Brawijaya
Fakultas Peternakan
Dekan

(Prof. Dr. Sc. Agr. Ir. Suyadi, MS)


NIP. 19620403 198701 1 001
Tanggal:……………………..
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat karunia dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan Laporan Kegiatan Praktek
Kerja Lapang ini tepat pada waktunya. Laporan Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini disusun
sebagai langkah awal dalam proses kegiatan Praktek Kerja Lapang di Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya.
Selama penulisan Laporan Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini berlangsung, tidak
terlepas dari bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini kami ucapan terima kasih kepada:
1. Orang tua masing-masing penyusun yang telah memberikan dukungan serta do’a
untuk kelancaran penyusunan Laporan Kegiatan Praktek Kerja Lapang.
2. Prof. Dr.Agr.Sc. Ir. Suyadi, MS selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya.
3. Dr. Agus Susilo, S.Pt, MP selaku Ketua Program Studi Fakultas Peternakan.
4. Dr. Ir, Imam Thohari, MP selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan dan
meluangkan waktunya untuk berkonsultasi.
5. Bapak Eko Siswanto, S.Pt. selaku pembimbing lapang BBPTU-HPT Baturraden
yang telah membimbing selama Prakter Kerja Lapang berlangsung.
6. Semua pihak atas dukungan, bantuan, serta kerjasamanya s e hingga Proposal
Praktek Kerja Lapang dapat terselesaikan dengan baik.
Demi kesempurnaan dalam penulisan Laporan Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini,
kami mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun. Serta kami berharap Laporan
Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Malang, 24 September 2018

Penulis

i
Milking Management of Dairy Cows FH (Frisien Holstein ) at Balai Besar
Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden,
Banyumas, Central Java

Muhammad Husnul Aqib1) Hakim Asrory2) Aisyah Nurul Isnaini 3) Devia Wulandasari 4)
Gisma Mutiara Putri5) Imam Thohari 6)
Student at Faculty of Animal Science Brawijaya University
2
Lecturer at Faculty of Animal Science Brawijaya University
Email : husnul.aqib15@ymail.com

ABSTRACT
This Practical Work was held on July 1 to 31, 2018 at Balai Besar Pembibitan Ternak
Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden, Banyumas, Central Java. The
purpose of Practical Work implementation was to got skills and work experience of dairy
milking management. The method of this internship were interviews, discussions,
observations and active participation in make observations and work directly which is realized
in a job internship. This internship aims to obtain primary data and secondary data in the
maintenance of the milking management. The results of the activity were analyzed
descriptively. Descriptive analysis was to describe the conditions related to milking
management then compared with the literature for general conclusions. The result of intership
are apply milking system in modern way and semi modern way where milking system in
modern use milking machine (milking parlour), while semi modern milking system is milking
system that use portable milking machine tool. Milking do in the two place, first in Tegalsari
and second in Limpakuwus farm with each dairy cows population are 134 and 145 with the
production average is ± 10 liters. Implementation milking to be three steps, first pre-milking,
second milking implementation, and third post milking. Pre milking include preparation
milking equipment, sanitation the milking place and livestock. Milking implementation
consists of take out the milk. Post milking include milk production record after milking, teat
dipping, is antiseptic dyeing on part nipple and sanitation milking equipment.

Keywords: Management, Milking, Portable Milking Machine

ii
MANAJEMEN PEMERAHAN SAPI PERAH FH (Friesian Holstein ) DI BALAI
BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK
(BBPTU-HPT) BATURRADEN, BANYUMAS, JAWA TENGAH

Muhammad Husnul Aqib1) Hakim Asrory2) Aisyah Nurul Isnaini 3) Devia Wulandasari 4)
Gisma Mutiara Putri 5) Imam Thohari6)
1
Mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya
2
Dosen Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya
Email : husnul.aqib15@ymail.com
RINGKASAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak positif pada berbagai aspek
terutama dibidang peternakan. Proses pemerahan merupakan aspek penting dalam peternakan
sapi perah, untuk menghasilkan susu yang berkualitas dan higienis perlu didukung dengan
peralatan yang dapat menunjang kegiatan pemerahan. Kegiatan Praktek Kerja Lapang
merupakan sarana mahasiswa untuk mengimplementasikan ilmu yang diperoleh dibangku
kuliah kedalam dunia kerja dalam bentuk magang kerja.
Praktek Kerja Lapang dilaksanakan pada 1 juli sampai 31 juli 2018 di Balai Besar
Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden,
Banyumas, Jawa Tengah. Tujuan pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Lapang yaitu untuk
memperoleh keterampilan dan pengalaman kerja dalam bidang peternakan khususnya pada
manajemen pemerahan sapi perah yang dilakukan di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul
dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden, Banyumas, Jawa Tengah. Metode
yang digunakan dalam praktek kerja lapang ini adalah diskusi, wawancara, pengumpulan data
dan studi pustaka serta berpartisipasi aktif dalam melakukan pengamatan dan mengikuti
berbagai kegiatan di lapangan secara langsung. Sedangkan pengambilan lokasi praktek
magang adalah secara sengaja dan dipilihlah Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan
Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden, Banyumas Jawa Tengah sebagai tempat
praktek
Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini dilakukan untuk memperoleh data primer dan data
sekunder dalam manajemen pemerahan sapi perah. Hasil kegiatan dianalisa secara deskriptif
yaitu mengambarkan keadaan yang berkaitan dengan manajemen pemerahan sesuai dengan
kondisi dilapangan kemudian dibandingkan dengan literatur untuk diambil kesimpulan yang
bersifat umum.
Hasil kegiatan PKL di BBPTU-HPT Baturraden yaitu menerapkan sistem pemerahan
secara modern dan semi modern dimana sistem pemerahan secara modern menggunakan
mesin perah (milking parlour machine) sedangkan pemerahan semi modern menggunakan
alat portable milking machine. Pemerahan secara modern menggunakan parlour milking
machine adalah yang paling umum digunakan di BBPTU-HPT Baturraden karena proses
pemerahan berlangsung secara otomatis dan praktis susu langsung dapat dialirkan ke cooling
unit sedangkan pemerahan semi modern (portable milking machine) susu harus ditampung
terlebih dahulu pada bucket. Pemerahan dilakukan di dua tempat yaitu farm Tegalsari dan
farm Limpakuwus dengan masing-masing populasi sapi perah sejumlah 134 dan 145 ekor
dengan jumlah rata-rata produksi ± 10 liter.

iii
Pelaksanaan pemerahan dibagi menjadi tiga tahap yaitu, pra pemerahan, pelaksanaan
pemerahan dan pasca pemerahan. Pra pemerahan meliputi persiapan peralatan pemerahan,
sanitasi tempat pemerahan dan ternak, pelaksanaan pemerahan terdiri dari mengeluarkan
pancaran pertama dari keempat puting ternak dan memasang alat perah ke setiap puting,
sedangkan pasca pemerahan meliputi pencatatan produksi susu setelah pemerahan, teat
dipping yaitu pencelupan antiseptik pada bagian puting dan sanitasi peralatan pemerahan.

iv
DAFTAR ISI
Isi Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


ABSTRACT .......................................................................................................................... ii
RINGKASAN ....................................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Analisis Situasi ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
1.3 Tujuan Pelaksanaan PKL ......................................................................................... 2
1.4 Manfaat .............................................................................................................. 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 4
2.1 Sapi Perah Friesian Holstein (FH) ................................................................... 4
2.2 Proses Pemerahan ............................................................................................. 5
2.3 Interval Pemerahan ........................................................................................... 5
2.4 Pra Pemerahan .................................................................................................. 5
2.4.1 Persiapan Peralatan Pemerahan ................................................................. 5
2.4.1 Kandang atau tempat pemerahan .............................................................. 7
2.4.2 Ternak ....................................................................................................... 7
2.5 Pelaksanaan Pemerahan .................................................................................... 7
2.5.1 Teknik Pemerahan Secara Tradisional ..................................................... 7
2.5.2 Teknik Pemerahan Secara Modern ........................................................... 8
2.5.3 Uji CMT (California Mastitis Test)........................................................... 9
2.6 Pasca Pemerahan ............................................................................................... 9
2.7 Penanganan Susu ............................................................................................... 10
BAB III. METODE KEGIATAN ....................................................................................... 11
3.1 Lokasi dan Waktu Kegiatan ............................................................................... 11
3.2 Khalayak Sasaran ............................................................................................... 11
3.3 Metode Kegiatan ............................................................................................... 11
3.4 Analisa Data ...................................................................................................... 12
3.5 Batasan Ilmiah .................................................................................................. 12
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 13
4.1 Keadaan Umum Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan
Ternak (BPPTU-HPT) Baturraden ................................................................... 13
4.2 Letak Geografis BBPTU HPT Baturraden ....................................................... 15
4.3 Sejarah BBPTU-HPT Baturaden ...................................................................... 15
4.4 Profil BBPTU-HPT Baturraden ....................................................................... 15
4.4.1 Visi dan Misi ........................................................................................... 15
4.4.2 Bagan Struktur Organisasi ...................................................................... 16

v
4.5 Sapi Perah Friesian Holstein (FH) ................................................................... 16
4.6 Proses Pemerahan ............................................................................................ 17
4.7 Interval Pemerahan .......................................................................................... 18
4.8 Pra Pemerahan ................................................................................................. 20
4.8.1 Persiapan Peralatan Pemerahan ................................................................. 20
4.8.2 Kandang atau tempat pemerahan .............................................................. 24
4.8.3 Ternak ....................................................................................................... 24
4.9 Pelaksanaan Pemerahan .................................................................................. 25
4.9.1 Teknik Pemerahan Secara Semi Modern ................................................... 25
4.9.2 Teknik Pemerahan Secara Modern ........................................................... 26
4.9.3 Uji CMT (California Mastitis Test)........................................................... 29
4.10 Pasca Pemerahan ............................................................................................ 30
4.11 Penanganan Susu ............................................................................................. 33
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 35
5.1 Kesimpulan....................................................................................................... 35
5.2 Saran ................................................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 36
LAMPIRAN ......................................................................................................................... 38

vi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Jadwal kegiatan PKL ................................................................................................ 11
2. Bagan Struktur Organisasi BBPTU-HPT Baturraden ........................................... 16
3. Populasi Sapi Perah di BBPTU-HPT Baturraden ................................................. 16
4. Produksi Susu Pagi dan Sore Hari ......................................................................... 19
5. Rataan Produksi Susu Farm Tegalsari .................................................................. 33

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Foto Lokasi Farm Manggala BBPTU-HPT Baturraden ..........................................13
2. Denah Farm Tegalsari .............................................................................................. 13
3. Foto Lokasi Farm Tegalsari BBPTU-HPT Baturraden ...........................................14
4. Foto Lokasi Farm Limpakuwus BBPTU-HPT Baturraden .....................................14
5. Portable Milking Machine .......................................................................................21
6. Milking Parlour .......................................................................................................22
7. Proses Pemerahan Semi Modern .............................................................................25
8. Proses Pengeluaran pancaran susu ...........................................................................26
9. Posisi Cluster pada Ambing Sap .............................................................................27
10. Lampu Indicator berwarna Hijau ............................................................................27
11. Perbedaan Indicator Lampu ....................................................................................28
12. Uji CMT (California mastitis test) ..........................................................................29
13. Pencatatan (recording) produksi susu .....................................................................30
14. Teat Dipping pada Ambing Sapi .............................................................................31
15. Proses Pencucian Milking Parlour ..........................................................................31
16. Proses Pencucian Peralatan Portable Milking Machine ..........................................32
17. Mesin Cooling Unit (Tangki Pendingin) .................................................................33

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Data Kualitas Susu Bulan Juni 2018.......................................................................38

ix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Analisis Situasi


Sapi perah sebagai komoditas penghasil susu memiliki peran dalam penyedia susu
untuk negara Indonesia. Kebutuhan akan susu semakin meningkat sehingga perlu
dilakukan peningkatan produksi susu, namun susu yang hasilkan juga harus higienis,
tidak tercemar dan terjamin kualitasnya. Berdasarkan data dari Kementrian Perindustrian
(2015) menyatakan bahwa kebutuhan bahan baku Susu Segar Dalam Negeri (SSDN)
untuk susu olahan dalam negeri saat ini sekitar 3,3 juta ton per tahun, dengan pasokan
bahan baku susu segar dalam negeri 690 ribu ton per tahun (21%) dan sisanya sebesar
2,61 juta ton (79%) masih harus diimpor dari berbagai negara seperti Australia, New
Zealand, Amerika Serikat dan Uni Eropa. Di beberapa peternakan produktivitas sapi
dianggap tinggi, namun sebenarnya masih belum menunjukkan rataan produksi yang
diharapkan. Untuk menghasilkan susu yang terjamin kualitasnya maka, penanganan,
peralatan dan pemerahan harus dilakukan dengan benar untuk menghindari terjadinya
pencemaran terhadap susu, disamping kualitas dan kesehatan susu akan terjamin.
Proses pemerahan merupakan aspek penting dalam peternakan sapi perah. Hal ini
disebabkan karena susu adalah produk utama dari sapi perah, dan jika tidak ditangani
dengan baik, maka kualitas susu yang dihasilkan tidak akan sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan. Susu sebagai bahan yang kaya dengan kandungan nutrisi menyebabkan
mikroba akan mudah berkembang biak pada susu, demikian pula berbagai pencemaran
lainnya berupa material fisik dari lingkungan sekitar, serta susu sangat mudah menyerap
bau yang ada. Berdasarkan hal ini, maka dibutuhkan penangan khusus sebelum, ketika,
dan setelah proses pemerahan ternak, demikian juga susu yang dihasilkan, harus segera
ditangani dengan baik dan benar untuk menghindari kerusakan pada produk susu yang
telah diperah.
Usaha dalam pembangunan peternakan di Indonesia merupakan bagian integrasi
dari pembangunan pertanian. Pembangunan ini mengemban misi besar untuk
menyediakan pangan asal hewani yang bernutrisi tinggi dan berdaya saing, meningkatkan
pendapatan petani serta menciptakan lapangan pekerjaan yang luas di bidang agribisnis
peternakan. Usaha ini dilakukan dengan memanfaatkan sumberdaya peternakan secara
optimal. Ternak sebagai salah satu sumberdaya peternakan harus mendapat perhatian
penuh terutama pada manajemen pemeliharaan dan pemerahan karena susu yang
dihasilkan harus berkualitas baik. Upaya yang harus dilakukan adalah melaksanakan
manajemen pemerahan meliputi pra-pemerahan, teknik pemerahan dan pasca pemerahan
harus dilakukan secara baik dan benar. Sejauh ini beberapa masyarakat masih belum
menerapkan manajemen pemerahan yang baik dan benar, sehingga melalui Balai Besar
Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPPTU-HPT) di Baturraden ini
bisa dipastikan bahwa manajemen pemerahan yang dilakukan sesuai prosedur yang baik
dan benar. Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) dapat membantu mahasiswa untuk
berpikir kritis, tanggap dan dapat memecahkan masalah yang terjadi di lapang. Kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) dapat ditingkatkan melalui kegiatan Praktek Kerja
Lapang. Di Indonesia, program Praktek Kerja Lapang telah ditetapkan oleh pemerintah

1
dalam rangka memperoleh kesesuaian dan kesepadanan (Link and Match) antara
perguruan tinggi sebagai penghasil tenaga kerja yang handal dan mampu memanajerial
dengan instansi atau dunia industri sebagai pemakai tenaga kerja. Sedangkan di
Universitas Brawijaya, Praktek Kerja Lapang merupakan mata kuliah wajib yang
merupakan persyaratan kelulusan di Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
Berdasarkan uraian diatas, maka kami memilih Balai Besar Pembibitan Ternak
Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPPTU-HPT) di Baturraden sebagai tempat
melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) dengan harapan Balai ini dapat memberikan
arahan dalam hal manajemen pemerahan sapi perah.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah :
1. Bagaimana manajemen sebelum pemerahan (pra pemerahan) yang meliputi
persiapan peralatan pemerahan, kandang atau tempat pemerahan serta ternak?
2. Bagaimana manajemen pelaksanaan pemerahan dengan menggunakan teknik semi
modern dan modern?
3. Bagaimana manajemen setelah pemerahan (pasca pemerahan) yang meliputi
pencatatan produksi, penanganan susu serta pengujian kualitas susu?

1.3 Tujuan
Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui manajemen sebelum pemerahan (pra pemerahan) yang meliputi
persiapan peralatan pemerahan, kandang atau tempat pemerahan serta ternak.
2. Untuk mengetahui manajemen pelaksanaan pemerahan dengan menggunakan teknik
semi modern dan modern.
3. Untuk mengetahui manajemen setelah pemerahan (pasca pemerahan) yang meliputi
pencatatan produksi, penanganan susu serta pengujian kualitas susu.

1.4 Manfaat
Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak
diantaranya sebagai berikut :
Bagi Mahasiswa :
 Memperdalam pengertian dan penghayatan mahasiswa tentang cara berfikir aktual
dan logis serta bekerja secara interdisipliner.
 Mendewasakan alam pikiran mahasiswa untuk melaksanakan setiap pemecahan dan
penelaahan masalah yang ada secara pragmatis ilmiah.
 Memberi ketrampilan kepada mahasiswa sebelum masuk di dunia kerja.
 Membina mahasiswa untuk menjadi seorang motivator dan problem solver.
 Memperluas cakrawala ilmu pengetahuan yang terjadi pada industri peternakan.
Bagi Perguruan Tinggi :
 Perguruan tinggi akan mantap dalam pengisian ilmu atau pendidikan kepada
mahasiswa, dengan adanya umpan balik sebagai hasil integrasi mahasiswa dengan
masyarakat, sehingga kurikulum perguruan tinggi dapat disesuaikan dengan
tuntutan pembangunan.

2
 Dosen memperoleh berbagai kasus yang berharga, yang dapat digunakan sebagai
contoh dalam proses pendidikan.
 Mempercepat dan meningkatkan kerjasama antara perguruan tinggi sebagai pusat
ilmu dan teknologi dengan instansi atau Departemen lainnya dengan instansi
pemerintah dan swasta.

Bagi Instansi:
 Sebagai sarana up-grading pembelajaran dan wawasan kepada mahasiswa yang
akan masuk ke dunia kerja.
 Memperoleh tenaga kerja yang kompeten.
 Sebagai bentuk fasilitas pendidikan dan peningkatan sumber daya manusia yang
memang sudah selayaknya dilakukan oleh Instansi Pemerintah kepada masyarakat.
 Memperkuat jalinan kerjasama antara Perguruan Tinggi dengan Instansi, karena
dua elemen ini tidak bisa terpisahkan dan harus saling mendukung demi
tercapainya masyarakat Indonesia yang sejahtera.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sapi Perah Friesian Holstein (FH)


Sapi perah merupakan golongan hewan ternak ruminansia yang dapat
mendukung pemenuhan kebutuhan akan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu.
Permintaan susu meningkat seiring meningkatnya populasi manusia, akan tetapi
peningkatan permintaan susu ini kurang diimbangi dengan peningkatan produksi susu
sapi perah itu sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan susu secara nasional, perkembangan
sapi perah perlu mendapat pembinaan yang lebih terencana sehingga hasilnya akan
meningkat dari tahun ke tahun (Agil dkk, 2016). Sapi perah mulai diperkenalkan pada
rakyat Indonesia pada zaman kolonialisasi Belanda di akhir abad ke 19. Ini berarti, sapi
perah sudah dikenal oleh rakyat Indonesia kurang lebih 125 tahun. Dilihat dari jumlah
populasi yang ada, jumlah populasi sapi perah sampai dengan tahun 2009 baru
mencapai 370 ribuan. Padahal agribisnis sapi perah sudah berjalan lebih dari satu abad
(Pasaribu dkk, 2015).
Sapi perah Fries Holland (FH) merupakan jenis sapi perah yang paling banyak
dipelihara di Indonesia dan menghasilkan produksi susu yang cukup bagus (Agil dkk,
2016). Produksi susu yang dihasilkan oleh sapi perah FH dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain: bangsa dan individu, tingkat laktasi, kecepatan sekresi susu,
pemerahan, umur, siklus birahi, periode kering, pakan, lingkungan serta penyakit
(Surjowardojo dkk, 2008).
Produksi susu yang dihasilkan oleh sapi perah FH di Indonesia berkisar antara
3.000-4.000 liter per laktasi, sehingga produksi susu sapi perah rata-rata sebanyak 10
liter/ekor/hari atau lebih kurang 3.050 liter/laktasi (Prasetyo dkk, 2013).

2.2 Pemerahan
Pemerahan merupakan aktivitas memerah puting susu sapi untuk mengeluarkan
susu segar dari alveoli yang terdapat di ambing. Tujuan utama dari pemeliharan sapi
perah adalah untuk memproduksi susu. Dengan demikian, pemerahan merupakan
bagian yang terpenting dalam pengelolaan sapi perah. Sebelum melakukan pemerahan,
pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa kesehatan sapi perah yang sedang
laktasi (Pasaribu dkk, 2015). Pemerah dapat mempengaruhi kualitas susu yang
dihasilkan. Sebelum melakukan pemerahan sebaiknya pemerah memperhatikan
kebersihan diri seperti kebersihan kuku tangan, tangan, pakaian dan kesehatan pemerah
(Wijiastutik, 2012).
Dalam kegiatan pemerahan, terdapat tiga tahap pemerahan yaitu pra pemerahan,
pelaksanaan pemerahan dan pasca pemerahan. Dalam proses pemerahan susu, dapat
dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode pemerahan manual dengan tangan (Hand
Milking) dan pemerahan dengan mesin. Metode yang digunakan dalam pemerahan
menentukan banyaknya susu yang mampu diperah, dengan metode yang benar susu
yang dihasilkan dapat maksimal (Nurhadi, 2010).

4
2.3 Interval Pemerahan
Pemerahan susu biasanya dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari.
Interval waktu yang sama antara pemerahan pagi dan sore hari akan memberikan
perubahan komposisi susu yang relatif sedikit, sedangkan interval waktu pemerahan
yang berbeda akan menghasilkan komposisi susu yang berbeda juga. Umumnya pada
perusahaan sapi perah, pemerahan pagi hari dilakukan pada pukul 05.00 WIB dan sore
hari pukul 14.00 WIB dengan interval waktu pemerahan 9 jam dan 15 jam. Hal ini akan
memberikan perbedaan komposisi susu yang dihasilkan (Mardalena, 2008).
Ternak yang dikelola dengan baik dapat mengalami manfaat dari pemerahan
susu tiga kali sehari. Di Amerika Serikat dalam hubungan (Dairy Herd Improvement
Association) mengakui 15-20% dapat meningkatkan produksi susu yang dilakukan tiga
kali pemerahan sehari dibandingkan dengan pemerahan sapi dua kali sehari
(Surjowodojo dkk, 2016).
Interval pemerahan dapat mempengaruhi produksi dan kualitas susu karena
berkaitan dengan jangka waktu dalam proses metabolisme tubuh ternak dan proses
sintesis susu pada kelenjar kambing. Sintesis susu pada ambing menurun setelah 8 jam
pasca pemerahan. Hal tersebut menyebabkan interval pemerahan terlalu pendek atau
pun panjang tidak menghasilkan susu secara maksimal (Vidyanto dkk, 2015).
Menurut Vergi, dkk (2015) interval pemerahan pendek akan meningkatkan
kandungan bahan kering, interval pemerahan pendek menghasilkan lemak susu yang
lebih tinggi dibandingkan dengan interval pemerahan yang lebih panjang. tingginya
kandungan total bahan kering dalam susu sangat dipengaruhi oleh komposisi nutrien
seperti lemak, protein, laktosa, vitamin, mineral dan lain-lain.

2.4 Persiapan Sebelum Pemerahan (Pra Pemerahan)


Secara umum persiapan sebelum pemerahan sudah dilakukan oleh peternak
sesuai dengan prosedur, seperti membersihkan kandang, persiapan alat untuk
pemerahan, membersihkan sapi yang kotor dan pemerah sendiri dalam keadaan bersih
(Jamilah dkk, 2016).
Pra pemerahan, yaitu persiapan pemerahan dilihat dari kebersihan kandangnya,
peralatan pemerahannya, kebersihan ternaknya, dan kebersihan peternaknya itu sendiri.
Dari segi kebersihan kandang peternak mengetahui bahwa pentingnya membersihkan
kandang terutama lantai sebelum memerah itu dapat mencegah penyakit, tentang
peralatan yang baik dan standar untuk wadah penampungan susu yang baik dan benar
(Pratiwi dkk, 2016).

2.4.1 Persiapan Peralatan Pemerahan


Portable Milking Machine yaitu type dimana semua peralatan mesin perah
(Pompa vakum s/d Bucket) ditaruh diatas Troley dan didorong ke sapi yang akan di
perah. Sedangkan Flat Barn dan Herringbone Milking Machine adalah type milking
machine dimana sekelompok sapi digiring ketempat pemerahan (milking parlour)

5
dengan alunan musik tertentu. Posisi sapi pada waktu diperah secara berbaris
miring (herringbone) atau tegak lurus (flat barn). Biasanya susu hasil pemerahan
serentak ini langsung dipompakan ke tangki cooling unit (Rachman, 2008).
Menurut Rachman (2008) Adapun alat-alat tersebut antara lain sebagai
berikut: (a) Ember Susu, berfungsi: sebagai wadah penampungan susu yang diperah
secara manual. Spesifikasi: SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 tentang wadah susu.
(b) Saringan Susu / Strainer, berfungsi: benda-benda asing yang terikut air susu
pada waktu pemerahan (rambut, sel ephithel, kotoran lain), perlu disaring agar air
susu benar-benar bersih. Spesifikasi: SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 tentang
wadah susu. (c) Milk Can, berfungsi: Sebagai alat untuk menampung dan
menyimpan sementara susu hasil pemerahan, untuk segera dikirim ke Koperasi /
MCC (Milk Collecting Center) maupun ke Industri Pengolahan Susu yang jarak dan
waktu tempuhnya tidak lebih 2 jam dari proses pemerahan. Alat ini berbahan
stainless steel/aluminium, berpenutup rapat dan umumnya berkapasitas 5, 10, 20,
30, 40, 50liter. Spesifikasi: SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 tentang wadah susu.
(d) Mesin Pemerah Susu, berfungsi: sebagai sarana untuk memerah susu secara
pneumatis, dimana pemerahan dilakukan dengan membuat tekanan vakum pada
penampung dan susu diperah kedalam penampung melalui unit perah. Pemerahan
dengan mesin perah akan mengurangi kontak susu dengan tukang perah dan
lingkungan kandang, sehingga susu hasil perahan lebih bersih dan higienis. Selain
itu juga jumlah sapi dan kapasitas pemerahan jauh lebih tinggi. Spesifikasi: Pada
dasarnya semua mesin pemerah susu terdiri atas a). Pompa Vakum b). Pulsator c).
Milk claw d). Sedotan puting (Teat cup) dan e). Wadah susu (Bucket).
Menurut Pertiwi dan Purnama (2011) alat pemerah susu sapi semi otomatis
tipe engkol terdiri dari delapan bagian utama seperti:
a. Bagian Pemerah (Shells) yang berfungsi sebagai dudukan karet pemerah
(liner),
b. Unit Pengatur Denyut Hisap atau Unit Pengatur Denyut Vakum yang berfungsi
untuk untuk mengatur masuknya udara dan menutupnya kembali ke dalam
ruang antara shells dengan liner.
c. Selang Udara yang berfungsi menyalurkan tekanan atau daya hisap dari pompa
engkol menuju bagian pemerah.
d. Selang Pengalir Susu yang berfungsi untuk menyalurkan tekanan atau daya
hisap vakum ke puting susu sapi dan mengalirkan air susu ke milk can.
e. Milk can yang berfungsi untuk menampung susu yang dialirkan dari selang
silikon. Milk can terbuat dari bahan aluminium dengan bentuk dan volume
yang sudah tersedia di pasaran yaitu dengan ukuran lubang sebesar 196 mm
dan volume 30 liter.
f. Vacum Chamber Head (VCH) yang berfungsi untuk mengetahui tekanan di
dalam Milkcan, sehingga pemerah mengetahui kapan pemerahan harus
dilakukan.
g. Pompa Vakum yang berfungsi untuk menyalurkan daya hisap pada milkcan,
menghasilkan tenaga sebesar 0.33 HP, dengan laju aliran 4 CFM (cubic per
minute) dan tekanan yang mencapai 10 Pa.

6
Alat-alat yang diperlukan untuk pemerahan susu seperti ember yang
bermulut sempit untuk penampung susu, milk can, saringan dan lain-lain
dipersiapkan dalam keadaan kering dan bersih Alat-alat sebelumnya dicuci
menggunakan air bersih bila perlu menggunakan deterjen dan dibilas dengan air
panas (60-70ºC) untuk membunuh mikroba dan melarutkan lemak susu yang
menempel pada alat-alat, selanjutnya alat-alat dikeringkan. Peralatan yang tidak
bersih dapat mengakibatkan susu mengandung banyak mikroba/kuman (Usmiati
dan Abubakar, 2009).

2.4.2 Kandang atau Tempat Pemerahan


Kandang harus bersih dari semua kotoran sapi, air kencing, maupun sisa-
sisa makanan yang berbau. Demikian pula tempat atau ruang pemerahan harus
dalam keadaan bersih sebelum dipergunakan. Hal tersebut dimaksudkan oleh
karena susu merupakan bahan makanan yang mudah menyerap bau-bauan
disekitarnya, maka untuk menghindari hal tersebut kandang atau tempat pemerahan
harus dalam keadaan bersih sebelum dipakai (Sunarko dkk, 2009).

2.4.3 Ternak
Ambing sebelum pemerahan perlu dilakukan pencucian. Pencucian ambing
berfungsi agar ambing dalam keadaan bersih dan merangsang keluarnya air susu,
sehingga dalam pencucian ini perlu diperhatikan agar peternak tidak banyak
kehilangan produksi susu. Pencucian ambing erat hubungannya dengan
perangsangan dan aktifitas hormon oxytocin. Hormon oxytocin merupakan hormon
yang khusus untuk merangsang keluarnya air susu dari alveoli (Mahardika dkk,
2016).

2.5 Pelaksanaan Pemerahan


2.5.1 Teknik Pemerahan Secara Semi Modern
Pelaksanaan pemerahan, yaitu kegiatan pemerahan yang terdiri atas,
massage ambing dengan air hangat, mengoles puting dengan vaselin, pemerahan
ambing sampai tuntas (apak) dan membersihkan puting setelah pemerahan
(Nurhadi, 2010).
Portable milking machine adalah mesin perah semi modern yang mudah
dipindahkan dan mudah dibawa dengan jumlah dan volume bucket yang beraneka
ragam. Mesin perah ini merupakan type mesin yang disambungkan dengan pompa
vakum serta memerlukan bucket sebagai tempat penampung susu (Benneth and
Ludwig, 2017).
Selama proses pemerahan, susu dialirkan dengan pipa vakum ke dalam
tabung pemerah dimana tekanan udara diatur untuk menghisap susu karena vakum

7
yang berfungsi sebagai pompa penghisap dan kemudian dialirkan ke dalam bucket
(Besier and Bruckmaier, 2015).

2.5.2 Teknik Pemerahan Secara Modern


Di Indonesia pemerahan dengan menggunakan cara ini masih sedikit sekali
mengingat peternakan sapi perah pada umumnya dalam skala kecil. Sedangkan
untuk negara-negara maju yang pengelolaan peternakan sudah cukup besar, hampir
semuanya menggunakan mesin.
Menurut Usmiati dan Abubakar (2009) pemerahan menggunakan mesin/alat
perah merupakan proses pengeluaran susu dari ambing sapi menggunakan mesin
yang dioperasikan secara otomatis. Hasil pemerahan dengan alat perah
menghasilkan susu yang relatif steril karena susu langsung terkumpul di wadah
penampung susu tanpa kontak dengan udara luar, sehingga mikroba yang ada dalam
susu adalah mikroba indigenus.
Cara kerja dengan menggunakan mesin perah ini hampir sama saja dengan
pemerahan pakai tangan, hanya bedanya dilakukan dengan menggunakan mesin.
Setelah ambing diperiksa dan dibersihkan kemudian perangkat mesin perah yang
telah disiapkan sebelumnya dalam keadaan siap pakai “on” dipasangkan pada
masing-masing puting.
Pemerahan berjalan dan air susu mengalir ke dalam ember pengumpul.
Lamanya pemerahan untuk setiap individu sapi kurang lebih selama 8 menit. Hal
ini tergantung pada banyaknya produksi susu yang dihasilkan serta kemampuan
dari pada mesin perah itu sendiri (Sunarko dkk, 2009).
Kegiatan pemerahan secara modern berlangsung di suatu bangsal atau ruang
khusus dan dilakukan dengan menggunakan mesin perah (milking parlour) yang
dijalankan oleh operator. Pemerahan dengan milking parlour berjalan secara
otomatis, di ruang ini terdiri dari beberapa mesin perah dan setiap mesin digunakan
untuk satu ekor sapi, sehingga memudahkan operator dalam mengoperasikannya.
Operator hanya perlu menyalakan tombol pada mesin perah, lalu memasang cluster
pada setiap puting dan alat perah akan terlepas secara otomatis ketika produksi susu
yang dihasilkan telah habis. Kemudian susu hasil pemerahan dialirkan menuju ke
tangki pendingin (cooling unit) setelah melalui tabung pengukur produksi susu
yang terdapat pada setiap mesin (Young and Thompson, 2014).
Mesin perah dilengkapi dengan pulsator yang berfungsi untuk mengatur
tekanan udara antara keadaan tertekan dengan hampa udara, apabila tombol
vacuum ditutup maka udara dari luar masuk dan kegiatan pemerahan akan berhenti.
Pemerahan dilakukan dengan menggunakan mesin perah otomatis dan susu hasil
pemerahan langsung didinginkan lewat Plate Heat Exchanger dan dikirim melalui
pipa stainless ke tangki penampungan susu dengan demikian maka kualitas susu
segar yang dihasilkannya tetap terjaga (Surjowardojo dkk, 2016).

8
2.5.3 Uji CMT (California Mastitis Test)
Pemerahan memiliki tujuan untuk menghasilkan susu dengan jumlah yang
maksimal serta harus tetap menjaga kesehatan sapi dan ambing. Pemerahan
merupakan proses terpenting dalam produksi susu, karena proses pemerahan sangat
mempengaruhi kualitas dan kuantitas susu. Good Milking Practices merupakan
prosedur pemerahan yang mengatur agar susu semaksimal mungkin terhindar dari
kontaminasi yang dapat menurunkan kualitas susu (Mardalena, 2008).
Metode pemerahan dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pemerah
(“milking machine”) atau dengan tangan (“hand milking”). Metode pemerahan
dengan tangan terdiri dari 3 metode, yaitu metode wholehand, knevelen dan
strippen (Putra, 2009).
Banyak atau sedikitnya sel-sel somatis dalam ambing dapat diketahui
dengan test, yaitu test California mastitis test (CMT). CMT yaitu suatu cara untuk
mendeteksi ada tidaknya mastitis pada setiap puting dari ambing sapi perah dengan
menggunakan paddle dan reagen CMT. Jumlah maksimum sel somatis dalam susu
menurut SNI 01-3141-2011 adalah 4x105 sel/ml. Uji CMT dilakukan sebelum susu
diperah pada pemerahan pagi hari. Langkah pengujian CMT yaitu puting
dibersihkan dengan kapas alkohol 70%, kemudian dikeringkan. Susu curahan
pertama dan kedua dibuang, selanjutnya susu curahan ketiga sebanyak 2 ml
ditempatkan ke dalam paddle. Reagen CMT ditambahkan sebanyak 2 ml dan
paddle digoyang selama 10 detik. Perubahan diamati sejak reagen dicampur ke
dalam susu. Sample susu sebanyak 150 ml diambil setelah pemerahan selesai untuk
menghitung jumlah bakteri (Prasetyati dkk, 2016).
California Mastitis Test (CMT), merupakan satu-satunya screening test
untuk mastitis subklinis yang bisa digunakan di luar tubuh sapi. Reaksi CMT harus
dinilai selama 15 detik pencampuran karena reaksi lemah akan menghilang setelah
itu. Reagen CMT adalah detergent plus bromocresol purple (sebagai indikator pH).
Reagen terdiri dari Alkyl Aryl Sulfonate 3%, NaOH 1,5%, dan indikator Broom
kresol purple. Alkyl Aryl Sulfonate merupakan sebuah detergen bahan kimia yang
terdapat dalam reagen “Scalm Mastitis Test” dan mengandung pH indikator. Alkyl
Aryl Sulfonat mempunyai sensitivitas yang besar pada pH susu (Pratomo dkk,
2013).

2.6 Pasca Pemerahan


Pasca pemerahan adalah kegiatan setelah pemerahan puting pada ambing sapi
perah betina, yang terdiri dari pembersihan ambing, teat dipping, penyaringan susu ke
dalam milk can, pengukuran kualitas susu segar dan dialirkan ke kamar susu (Nurhadi,
2010).
Setelah puting diperah, ambing disiram air untuk pembersihan. Setelah itu,
puting juga dicelupkan ke dalam cairan desinfektan atau bisa disebut teat dipping.
Semua peralatan pemerahan harus dibersihkan, kemudian dikeringkan. Susu segar hasil
pemerahan harus segera ditimbang, dicatat (recording), kemudian dilakukan

9
penyaringan agar kotoran saat proses pemerahan tidak ikut masuk ke dalam susu.
(Syarief, 2011).
Milk can sebaiknya dibersihkan terlebih dahulu dan dikeringkan agar tidak
bercampur dengan susu segar karena dapat mempengaruhi kualitas susu. Hasil
pemerahan susu segar harus disaring sebelum dimasukkan ke dalam Milk can. Setelah
itu susu dijaga kualitasnya di dalam kamar susu, sebelum didistribusikan (Rufaidah dkk,
2015).
Kualitas susu dipengaruhi oleh keadaan kamar susu, karena kamar susu
berfungsi untuk menyimpan air susu sementara sebelum didistribusikan pada pedet, uji
kualitas susu, distribusi ke koperasi, dan produk olahannya. Sebaiknya kamar susu jauh
atau terhindar dari bau kandang yang tidak sedap, dan ukuran kamar susu tidak perlu
terlalu luas tetapi selalu bersih (Sunarko dkk, 2009)

2.7 Penanganan Susu


Lactoscan adalah alat untuk mendapatkan hasil kualitas susu atau hasil produk
olahan susu lainnya, dengan indikator berupa kadar laktosa, kadar lemak, kadar protein,
mineral, bahan kering tanpa lemak (BKTL/SNF), berat jenis (BJ) dan added water
(penambahan air) (Hartatie dan Khotimah, 2012).
Beberapa susu segar yang diuji di laboratorium menggunakan Lactoscan untuk
mendapatkan data tentang variabel-variabel penelitian diantaranya pH, lemak, protein,
SNF/BKTL, dan BJ susu segar (Vinifera dkk, 2014).
Prosedur kerja dari kualitas susu yang diuji menggunakan Lactoscan yaitu
lactoscan dibersihkan terlebih dahulu dengan aquades melalui saluran inlet bagian dari
alat lactoscan, setelah itu sampel susu segar dihomogenkan mmenggunakan sendok
pengaduk, lalu diambil sampel susu menggunakan beaker glass sebanyak 25 mL.
Selanjutnya, sampel susu dimasukan ke dalam tabung lalu masukkan tabung ke saluran
inlet bagian alat lactoscan. Tekan tombol OK pada alat tersebut sehingga sampel susu
akan tersedot masuk ke dalam alat. Tekan tombol OK lagi untuk mengetahui hasil
analisa susu. Data kualitas susu hasil analisa dapat dilihat pada layar lactoscan
diantaranya kadar lemak, protein, laktosa, bahan kering tanpa lemak (BKTL), lalu
selanjutnya ditulis pada buku yang tersedia. Setelah uji sampel susu berakhir, lactoscan
dapat dibersihkan lagi menggunakan aquades (Nugraha dkk, 2014).

10
BAB III
METODE KEGIATAN

3.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL)


Praktek kerja lapang dilaksanakan pada tanggal 1 Juli sampai dengan 31 Juli
2018 di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-
HPT) Baturraden, di Desa Kemutug Lor, Kecamatan Baturraden, Purwokerto, Jawa
Tengah.

No Nama kegiatan Minggu


1 2 3 4 5 6 7 8
1 Konsultasi dan pembimbingan √ √ √ √
peserta PKL
2 Pengenalan lokasi Balai Besar √
Pembibitan Ternak Unggul Sapi
Perah, Baturraden, Kabupaten
Banyumas, Jawa Tengah

3 Penerimaan mahasiswa PKL √

4 Pelaksanaan PKL √ √ √ √
5 Penulisan laporan dan evaluasi √ √ √
Tabel 1. Jadwal kegiatan PKL

3.2 Khalayak Sasaran


Sasaran dari kegiatan Praktek Kerja Lapang ini dilakukan dengan metode
magang yaitu pengambilan data yang dilakukan dengan terlibat aktif dalam kegiatan di
Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT)
Baturraden. BBPTU-HPT Baturraden sebagai pusat pembibitan nasional, mempunyai
tugas pokok untuk melaksanakan pemuliaan, pemeliharaan, produksi, pengembangan,
penyebaran dan pemasaran bibit sapi perah unggul, bibit kambing perah unggul, serta
bibit hijauan pakan ternak.

3.3 Metode Kegiatan


Metode yang digunakan meliputi survey lapangan yaitu dengan mengetahui
lokasi, kondisi dan situasi perusahaan yang bersangkutan (pengenalan lokasi atau
orientasi), serta studi literatur yang bertujuan untuk memperkuat penggunaan teori
dalam kaitan aplikasi di lapang.
Pengumpulan data primer dilakukan berdasarkan pencatatan data-data hasil
pengamatan dan diskusi selama melakukan Praktek Kerja Lapang, sedangkan
pengumpulan data sekunder dilakukan berdasarkan data-data yang telah ada sebelum

11
melaksanakan Praktek Kerja Lapang, tetapi data tersebut mendukung dan berhubungan
dengan keadaan selama melakukan Praktek Kerja Lapang.
Metode yang digunakan dalam kegiatan Praktek Kerja Lapang ini adalah
magang kerja dengan cara melakukan observasi dan partisipasi aktif yang merupakan
kegiatan ikut serta dalam melakukan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan beberapa
aspek di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPPTU-
HPT) Baturraden.

3.4 Analisis Hasil Kegiatan


Hasil yang diperoleh dianalisis secara deskriptif yaitu dengan menggambarkan
atau menjelaskan situasi obyek pengamatan dari data-data yang diperoleh kemudian
dianalisa dengan menjabarkan atau menggambarkan segala aspek yang menjadi obyek
dalam Praktek Kerja Lapang untuk kemudian dibandingkan dengan teori menggunakan
studi literatur, sehingga didapatkan kajian teori dan kenyataan di lapangan, yang pada
akhirnya akan diperoleh pemecahan terhadap permasalahan yang ada.

3.5 Batasan Ilmiah


1. Fries Holland / Friesien Holstein (FH) merupakan bangsa sapi perah yang berasal
dari Belanda dengan produksi susu tertinggi dibandingkan dengan bangsa-bangsa
sapi perah lain.
2. CMT (California Mastitis Test) merupakan suatu cara untuk mendeteksi ada
tidaknya mastitis pada setiap puting dari ambing sapi perah.
3. Cooling Unit merupakan tangki pendingin atau suatu wadah untuk menampung
susu segar yang sudah diperah.
4. Lactoscan merupakan suatu alat yang digunakan untuk menganalisis kualitas susu
atau hasil produk olahan susu.
5. Milk Can merupakan tempat penampung dan penyimpanan sementara susu hasil
pemerahan.
6. Milking Parlour merupakan sistem pemerahan secara modern yaitu dengan
menggunakan mesin.
7. Portable Milking Machine merupakan pemerahan secara semi modern dengan
menggunakan bucket sebagai penampung susu.
8. Teat dipping merupakan pencelupan puting ke dalam antiseptik setelah proses
pemerahan selesai dilakukan.

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan
Ternak (BPPTU-HPT) Baturraden

Gambar 1. Foto Lokasi Farm Manggala BBPTU-HPT Baturraden

Gambar 2. Denah Farm Tegalsari

4.2 Letak Geografis BBPTU HPT Baturraden


Secara keseluruhan BBPTU-HPT Baturraden memiliki lahan seluas ± 241,06 Ha yang
terdiri dari :
1. Farm Produksi :
a) Farm Tegalsari
Area Farm Tegalsari terletak di Desa Kemutug Lor, Kecamatan Baturraden yang
memiliki luas sekitar ± 34,18 Ha dan berada pada ketinggian tempat ± 600 mdpl.
Keadaan lahan permukaan cenderung relatif rata, hanya di bagian utara (belakang
kantor/kandang) berteras meninggi ke arah utara, sedang di bagian selatan rata/miring
merendah (0-15º) ke arah selatan dan hampir semuanya diperuntukkan sebagai lahan
tanaman pakan ternak. Lahan di utara, sebagian diperuntukkan sebagai lahan exercise

13
lapangan penggembalaan sapi, sedangkan sebagian di sisi barat dimanfaatkan untuk
tanaman Gamal (Gliricidia maculata) dan kebun koleksi.
Adapun batas-batas area farm Tegalsari yaitu :
 Utara : jalan desa dan hutan pinus milik Perhutani
 Timur : sungai (Kali Lirip)
 Selatan : area pertanian rakyat
 Barat : area pertanian, perkampungan dan jalan desa

Gambar 3. Foto Lokasi Farm Tegalsari BBPTU-HPT Baturraden


b) Farm Limpakuwus
Area Farm Limpakuwus terletak di desa Limpakuwus, Kecamatan Sumbang yang
memiliki luas lahan sekitar ± 96,79 Ha dan berada pada ketinggian tempat ± 725 mdpl.
Keadaan permukaan area Limpakuwus bergelombang rendah dan tidak ditemui lahan
datar yang cukup luas. Secara garis besar area tersebut mempunyai kemiringan berkisar
0-15º dan miring merendah dari utara ke selatan dan pembedaan ketinggian berkisar 70
meter antara tepi utara dengan tepi selatan. Sedangkan, area farm Limpakuwus di
bagian barat daya merupakan hamparan luas yang hijau oleh tanaman pakan ternak sapi,
khususnya rumput gajah (Pennisetum purpureum).
Adapun batas-batas area farm Limpakuwus yaitu :
 Utara : hutan pinus milik Perhutani
 Timur : sungai (Kali Pangkon)
 Selatan : area terbuka (ladang pedesaan
 Barat : sungai (Kali Pelus)

Gambar 4. Foto Lokasi Farm Limpakuwus BBPTU-HPT Baturraden

14
c) Farm Rearing Unit (Farm Manggala)
Area farm Manggala terpisah dari farm Limpakuwus dan farm Tegalsari yang
keduanya berada di kawasan wisata Baturraden. Area farm Manggala terletak di Desa
Karang Tengah, Kecamatan Cilongok yang memiliki luas sekitar ± 100 Ha dan berada
pada ketinggian tempat ± 700 mdpl. Kondisi permukaan lahan yang berbentuk agak
empat persegi ini sedikit bergelombang rendah. Secara garis besar lahan menurun (0-
15º) ke arah selatan dan ada sebuah bukit kecil berada di tengah-tengah area. Mulai dari
tahun 2013 lahan di farm Manggala dimanfaatkan oleh BBPTU-HPT Baturraden
sebagai rearing farm.
Adapun batas-batas area farm Manggala yaitu :
 Utara : hutan milik Perhutani
 Timur : jalan desa dan ladang
 Selatan : jalan desa dan pedesaan
 Barat : ladang

4.3 Sejarah BBPTU-HPT Baturraden


Pada tahun 1950, Pemerintah Daerah RI membangun peternakan di Baturraden
dan diresmikan oleh P.J.M. Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta pada tanggal 22 Juli
1953 dengan nama Induk Taman Ternak Baturraden.
Pada tanggal 25 Mei 1978, dengan SK Mentan RI No: 313/Kpts/Org/5/78,
tentang susunan organisasi dan tata kerja Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan
Makanan Ternak Baturraden (BPTHMT), sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat
Jenderal Peternakan.
Pada tanggal 24 Juli 2002, sesuai SK Mentan RI No. 290 tahun 2002, berubah
menjadi Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah (BPTU Sapi Perah).
Pada tanggal 30 Desember 2003, sesuai Surat Keputusan Mentan RI No.
630/Kpts/OT.140/12/2003, BPTU Sapi Perah berubah menjadi Balai Besar Pembibitan
Ternak Unggul Sapi Perah.
Pada tanggal 24 Mei 2013 BBPTU Sapi Perah Baturraden berubah nama
menjadi Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden
(BBPTU HPT Baturraden) sesuai dengan Permentan No. 55/Permentan/OT.140/5/2013
hingga saat ini.

4.4 Profil BBPTU-HPT Baturraden


4.4.1 Visi dan Misi BBPTU-HPT
VISI
Mewujudkan Institusi yang Profesional dalam Menghasilkan Bibit Sapi
Perah, Kambing Perah dan Hijauan Pakan Ternak yang Berkualitas, Berdaya
Saing, Berkelanjutan
MIS I
1. Mengembangkan pembibitan sapi perah, kambing perah dan HPT dengan
melaksanakan kebijakan dibidang pemuliaan, pemeliharaan, produksi dan

15
pemasaran bibit unggul sapi perah, kambing perah dan HPT dan hasil
ikutannya.
2. Mengembangkan sumber daya manusia aparatur, pelaku usaha sapi perah,
kambing perah dan HPT, sarana dan prasarana, pembinaan, evaluasi Sistem
Informasi Manajemen (SIM) dan pelayanan prima.

4.4.2 BAGAN STRUKTUR ORGANISASI

Tabel 2. Bagan Struktur Organisasi BBPTU-HPT Baturraden

4.5 Sapi Perah Friesian Holstein (FH)


Populasi sapi perah di BBPTU-HPT Baturraden pada bulan Juni 2018
mengalami peningkatan sejumlah 25 ekor. Berikut data populasi sapi perah di BBPTU-
HPT Baturraden pada bulan Juni 2018 :

No. Banyaknya pada awal bulan (ekor) Banyaknya pada akhir bulan (ekor)
1 DEWASA MUDA JML DEWASA MUDA JML
2 Jtn Btn Jtn Btn Jtn Btn Jtn Btn
3 4 846 118 257 1225 4 841 134 270 1249
4 4 846 118 257 1225 4 841 134 270 1249
Tabel 3. Populasi Sapi Perah di BBPTU-HPT Baturraden

Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa populasi sapi perah yang dipelihara di
BBPTU-HPT Baturraden cukup banyak, sehingga produksi susu yang dihasilkan dapat
mencapai maksimal diikuti dengan peningkatan permintaan susu untuk dikonsumsi.
Populasi sapi perah yang tinggi tersebut dapat dicapai dengan manajemen
pemeliharaan yang baik. Menurut Agil, dkk (2016) sapi perah merupakan salah satu

16
ternak ruminansia yang dapat memenuhi kebutuhan akan bahan pangan bergizi tinggi
yaitu susu. Permintaan susu meningkat seiring meningkatnya populasi manusia, untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, perkembangan sapi perah perlu mendapat pembinaan
yang lebih terencana sehingga hasilnya akan meningkat dari tahun ke tahun. Pasaribu,
dkk (2015) juga menyatakan bahwa apabila dilihat dari jumlah populasi yang ada,
populasi sapi perah pada tahun 2009 baru mencapai 370 ribuan.
Sapi jenis FH memiliki ciri-ciri yaitu terdapat warna belang hitam dan putih,
pada kaki bagian bawah juga ekornya berwarna putih, tanduknya pendek serta bagian
dahinya berbentuk segitiga. Sapi jenis FH ini mempunyai tubuh tegap dan sifat yang
jinak sehingga mudah dikuasai dan tidak tahan terhadap kondisi panas. Sapi perah FH
merupakan jenis sapi perah yang berasal dari daerah temperate, sehingga produksi
susu yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. BBPTU-HPT
Baturraden merupakan tempat yang cocok sebagai habitat dalam pengembang biakan
ternak sapi perah FH karena berlokasi di lereng selatan Gunung Slamet, posisinya
berada di perbukitan, tepatnya dengan ketinggian 600-650 meter diatas permukaan
laut, didukung oleh luas tanah yang mencapai 240 hektare, kelembaban udara 70-80 %
dan curah hujan berkisar ±7000-8000 mm per tahun. Oleh sebab itu, sapi FH yang
dipelihara di BBPTU-HPT Baturraden dapat menghasilkan produksi susu secara
maksimal. Hal ini didukung oleh Agil, dkk (2016) bahwa sapi perah Fries Holland
(FH) merupakan jenis sapi perah yang paling banyak dipelihara di Indonesia, sapi
jenis FH memiliki produksi susu yang cukup bagus. Menurut Suryowardojo, dkk
(2008) bahwa beberapa hal yang dapat mempengaruhi produksi susu sapi perah antara
lain: bangsa dan individu, tingkat laktasi, kecepatan sekresi susu, pemerahan, umur,
siklus birahi, periode kering, pakan, lingkungan serta penyakit.
Di BBPTU-HPT Baturraden produksi susu yang dihasilkan dapat mencapai
rata-rata 11 liter/hari dimana rata-rata bobot badannya adalah 500 kg. Hal ini
sebanding dengan pernyataan Prasetyo, dkk (2013) bahwa di Indonesia sapi jenis FH
ini dapat menghasilkan rata-rata produksi susu sebanyak 10 liter/hari atau lebih
kurang 3.050 liter/laktasi.

4.6 Proses Pemerahan


Berdasarkan pengamatan di BBPTU-HPT Baturraden pemerahan dilakukan
setiap hari sebanyak dua kali dengan menerapkan manajemen pemerahan yang baik
mulai dari persiapan pemerahan seperti pengecekan kesehatan sapi yang akan diperah
sampai pasca pemerahan agar sapi yang dipelihara menghasilkan produksi susu yang
maksimal. Hal ini didukung oleh Pasaribu, dkk (2015) bahwa pemerahan merupakan
aktivitas memerah puting susu sapi untuk mengeluarkan susu dari alveoli yang terdapat
di ambing. Pemerahan merupakan hal yang penting dalam pengelolaan sapi perah.
Sebelum melakukan pemerahan, pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
kesehatan sapi perah yang sedang laktasi.
Proses pemerahan di BBPTU-HPT Baturraden dibagi menjadi tiga tahap yaitu
persiapan sebelum pemerahan (pra pemerahan), pelaksanaan pemerahan dan pasca
pemerahan (penanganan susu setelah diperah). Kegiatan pemerahan secara modern

17
dilakukan dengan menggunakan mesin (Milking parlour) sehingga waktu yang
digunakan lebih efisien, relatif cepat dan higienis serta menghasilkan produksi susu
secara maksimal. Menurut Nurhadi (2010) bahwa kegiatan pemerahan terdiri dari tiga
tahap pemerahan yaitu pra pemerahan, pelaksanaan pemerahan dan pasca pemerahan.
Dalam proses pemerahan susu, dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode
pemerahan manual dengan tangan (Hand Milking) dan pemerahan dengan mesin.
Selama kegiatan pemerahan berlangsung, setiap pelaku pemerahan yang
bertugas di BBPTU-HPT Baturraden harus memperhatikan beberapa hal baik
kebersihan diri, alat pemerahan, maupun kesehatan ternak. Selain itu, pelaksana
pemerahan harus memiliki sifat-sifat :
a) Terampil dan menguasai teknik pemerahan
b) Pelaku pemerahan dilakukan oleh orang yang sama
c) Dapat memerah dengan cepat, teratur dan higienis
d) Menyenangi pekerjaannya dan memahami tentang manajemen pemerahan
Pernyataan tersebut didukung oleh Wijiastutik (2012) bahwa sebelum pemerahan
dilakukan sebaiknya pemerah memperhatikan kebersihan diri seperti kebersihan kuku
tangan, tangan, pakaian dan kesehatan pemerah agar tidak mempengaruhi kualitas susu
yang dihasilkan.

4.7 Interval Pemerahan


Proses pemerahan merupakan aspek penting dalam peternakan sapi perah. Hal
ini disebabkan karena susu adalah produk utama dari sapi perah, dan jika tidak ditangani
dengan baik, maka kualitas susu yang dihasilkan tidak akan sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan. Pada umumnya pemerahan sapi dilakukan sebanyak 2 kali sehari yaitu
pada pagi dan sore hari. Hal tersebut juga berlaku di BBPTU-HPT Baturraden dimana
proses pemerahan dilakukan sebanyak dua kali sehari, yaitu pada pagi hari sekitar pukul
06.00 WIB sampai selesai serta sore hari sekitar pukul 15.30 WIB sampai selesai.
Waktu pemerahan tersebut berlaku untuk dua farm, baik di Farm Tegalsari maupun
Farm Limpakuwus. Ternak sapi yang memiliki produksi susu yang tinggi bisa
dilakukan pemerahan sampai tiga kali, yaitu pagi, sore dan malam sekitar pukul 21.00
WIB. Namun, hal tersebut masih sulit untuk diterapkan bahkan di peternakan besar
seperti Balai Besar Pembibitan. Salah satu koordinator kandang menjelaskan bahwa
keterbatasan tenaga menjadi penghalang dalam menerapkan sistem tersebut. Beliau juga
menyatakan bahwa pemerahan yang dilakukan sebanyak dua kali dirasa sudah cukup
mengingat dalam satu kali pemerahan, per ekor ternak mampu menghasilkan produksi
rata-rata sebanyak 10 liter/ekor.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapang diketahui bahwa interval
pemerahan yang diterapkan di BBPTU-HPT Baturraden memiliki perbandingan 9,5 jam
dan 14,5 jam. Apabila perbandingan interval antar pemerahan yang dilakukan tidak
sama, akan menyebabkan produksi susu lebih banyak pada interval yang lebih lama,
sedangkan hasil dari pemerahan yang lebih singkat akan memiliki produksi susu lebih
sedikit. Dalam artian jika di BBPTU-HPT Baturraden produksi susu yang dihasilkan
lebih banyak pada pemerahan pagi dibandingkan pemerahan sore harinya. Dibuktikan

18
dengan selang waktu pemerahan sore ke pagi berikutnya sebanyak 14,5 jam, sedangkan
selang waktu pemerahan pagi ke sore hari hanya sekitar 9,5 jam. Perbedaan produksi
susu dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Pagi Sore Jumlah


11.0 6.2 17.2
12.0 8.0 20.0
12.0 8.2 20.2
11.0 7.0 18.0
12.0 6.0 18.0
12.0 8.0 20.0
12.0 6.0 18.0
Tabel 4. Produksi Susu Pagi dan Sore Hari

Pada Tabel 3. menjelaskan bahwa satu ekor ternak mampu menghasilkan


produksi susu sekitar 17-20 liter per/ekor/hari. Sehingga tidak dilakukan kegiatan
pemerahan sebanyak 3 kali sehari pada ternak sapi. Surjowardojo, dkk (2016)
menjelaskan bahwa di Amerika Serikat dalam hubungan (Dairy Herd Improvement
Association) mengakui 15-20% dapat meningkatkan produksi susu yang dilakukan tiga
kali pemerahan sehari dibandingkan dengan pemerahan sapi dua kali sehari.
Produksi susu yang dihasilkan oleh ternak dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain manajemen ternak baik dalam segi pakan maupun lingkungan
kandang, serta dalam manajemen pemerahan itu sendiri yaitu interval pemerahan. Salah
satu penyebab adanya interval pemerahan yaitu pada perbandingan jumlah produksi
susu yang dihasilkan di pemerahan pagi dan sore hari, dengan perbandingan jumlah
produksi susu rata-rata mencapai 4-6 liter/ekor. Menurut Mardalena (2008) umumnya
pada perusahaan sapi perah, pemerahan pagi hari dilakukan pada pukul 05.00 WIB dan
sore hari pukul 14.00 WIB dengan interval waktu pemerahan 9 jam dan 15 jam. Hal ini
akan memberikan perbedaan komposisi susu yang dihasilkan. Pernyataan tersebut juga
didukung oleh Vidyanto, dkk (2015) bahwa interval pemerahan dapat mempengaruhi
produksi dan kualitas susu karena berkaitan dengan jangka waktu dalam proses
metabolisme tubuh ternak dan proses sintesis susu pada kelenjar ambing. Sintesis susu
pada ambing menurun setelah 8 jam pasca pemerahan. Hal tersebut menyebabkan
interval pemerahan terlalu pendek atau pun panjang tidak menghasilkan susu secara
maksimal.
Selain produksi, perbedaan interval pemerahan juga mempengaruhi kualitas susu
yang dihasilkan. Perbedaan kandungan lemak dalam susu merupakan salah satu
indikator yang juga mempengaruhi produksi susunya. Menurut suatu penelitian
menyatakan bahwa interval pemerahan yang lebih singkat menyebabkan kandungan
lemak susu meningkat. Hal tersebut yang menyebabkan produksi susu lebih rendah
pada pemerahan sore dibandingkan dengan pemerahan pagi yang memiliki interval
pemerahan lebih panjang. Menurut Vergi, dkk (2015) interval pemerahan pendek akan

19
meningkatkan kandungan bahan kering, interval pemerahan pendek menghasilkan
lemak susu yang lebih tinggi dibandingkan dengan interval pemerahan yang lebih
panjang.

4.8 Persiapan Sebelum Pemerahan (Pra Pemerahan)


Tatalaksana pemerahan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu tahap sebelum pemerahan
(pra pemerahan), pelaksanaan pemerahan dan setelah pemerahan (pasca pemerahan). Di
BBPTU-HPT Baturraden pada tahap pra pemerahan dilakukan beberapa kegiatan
anatara lain mempersiapkan peralatan pemerahan, baik pemerahan secara semi modern
menggunakan Portable Milking Machine maupun pemerahan secara modern
menggunakan Milking Parlour. Selanjutnya persiapan kandang atau tempat pemerahan
dimana dilakukan sanitasi dengan cara menyemprotkan dengan air mengalir. Tahap
terakhir yaitu dilakukan persiapan terhadap ternak sebelum dilakukan pemerahan yaitu
melakukan sanitasi dengan menyemprotkan air pada bagian bawah ternak, serta
membasuh ambing menggunakan air hangat.
Proses tahapan pra pemerahan yang dilakukan di BBPTU-HPT Baturraden
meliputi persiapan peralatan, pembersihan kandang atau tempat pemerahan serta
sanitasi terhadap ternak sesuai dengan tahapan pra pemerahan pada umumnya. Menurut
Jamilah, dkk (2016) secara umum persiapan sebelum pemerahan sudah dilakukan oleh
peternak sesuai dengan prosedur, seperti membersihkan kandang, persiapan alat untuk
pemerahan, membersihkan sapi yang kotor dan pemerah sendiri dalam keadaan bersih.
Tahapan sebelum pemerahan meliputi persiapan peralatan yang baik dilakukan
guna mencegah terjadinya kesalahan teknis saat proses pemerahan berlangsung.
Kebersihan ternak maupun kandang dilakukan guna mencegah adanya kontaminasi
pada susu yang berasal dari lingkungan di sekitar proses pemerahan. Sesuai dengan
Pratiwi, dkk (2016) dimana pra pemerahan, yaitu dari segi kebersihan kandang peternak
mengetahui bahwa pentingnya membersihkan kandang terutama lantai sebelum
memerah dapat mencegah penyakit, tentang peralatan yang baik dan standar untuk
wadah penampungan susu yang baik dan benar.

4.8.1 Persiapan Peralatan Pemerahan


Di BBPTU-HPT Baturraden sendiri sistem pemerahan dilakukan secara
modern, dimana dilakukan dengan 2 jenis mesin pemerahan yaitu portable
milking machine dan parlour milking machine
1) Persiapan peralatan Portable Milking Machine
Di BBPTU-HPT Baturraden peralatan Portable Milking Machine
digunakan untuk pemerahan yang dilakukan di dalam kandang. Sistem
pemerahan ini biasanya dilakukan di Farm Tegalsari yaitu pada kandang
A,B dan Freestall. Peralatan yang digunakan yaitu mesin pemerahan
(portable milking machine), ember, saringan dan milk can. Peralatan
tambahan berupa ember digunakan untuk menampung hasil susu yang telah

20
diperah dan juga sarana untuk dilakukan penimbangan terhadap susu yang
dihasilkan. Saringan digunakan untuk menyaring benda-benda selain susu
agar tidak mengkontaminasi pada saat disimpan. Sedangkan milk can
digunakan sebagai alat penyimpan susu sementara, sebelum masuk ke
cooling unit. Alat-alat tersebut dalam keadaan bersih, dimana setiap setelah
dilakukan proses pemerahan selanjutnya dilakukan sanitasi terhadap
peralatan pemerahan. Peralatan yang digunakan dapat dilihat pada dua
gambar . sebagai berikut:

Gambar 5. Portable Milking Machine

2) Persiapan peralatan Milking Parlour


Milking Parlour merupakan alat yang digunakan untuk sistem
pemerahan secara modern yang biasanya dilakukan di tempat pemerahan
khusus. Di BBPTU-HPT sendiri, sistem pemerahan ini dilakukan untuk dua
farm yaitu Farm Tegalsari dan Farm Limpakuwus. Persiapan yang
dilakukan berbeda dengan sistem semi modern yang menggunakan Portable
Milking Machine dengan adanya beberapa peralatan tambahan. Milking
Parlour memiki persiapan yang berbeda, dimana terdapat beberapa langkah
sebagai berikut :
1. Milk Receiver
Menutup bagian Drain Valve di sebelah Milk Pump, kemudian
dipasang milk Filter/Saringan. Setelah itu ditutup semua CIP valve
pada Milk Receiver dan dibuka penuh Milk Valve pada Pipa susu
sebelah Milk Receiver.
2. Milk Parlour
Dilepaskan semua cluster MC31 dari Candle Cluster (Jetter) sehingga
posisi Milk Cluster tergantung. Ditutup semua Candle Cluster ke
Posisi Milking (tutup). Pastikan semua Shut off valve dalam posisi
terbuka, kemudian ditekan lama tombol pada semua MPC150 (± 3
detik) agar lampu berubah menjadi merah solid. Kemudian ditutup
Exit Gate (Pintu keluar sapi) dan buka Entrance Gate (pintu masuk
sapi)

21
3. Ruang Vacum
periksa semua MCB pada panel electric dalam posisi hidup, check
Handle listrik untuk Milk Pump dalam keadaan Hidup (On), check
Milk Pump secara manual dengan menekan tombol Start (Hijau).
periksa oli pada Botol Milk Pump (isi jika diperlukan), nyalakan
mesin dengan menekan tombol Pemerahan pada C100. kemudian
periksa tekanan pada vacum manometer Cauge (42 Kpa) setting
regulator jika diperlukan dan check kebocoran Vacuum pada pipa.

Gambar 6. Milking Parlour

Sistem pemerahan dengan Portable Milking Machine (Gambar 5.)


masih menggunakan peralatan pemerahan tambahan seperti ember susu,
saringan, dan milk can. Sedangkan untuk milking parlour tidak membutuhkan
tambahan peralatan lain, karena dalam milking parlour susu yang di perah
akan langsung menuju cooling unit atau tempat penyimpanan susu. Hal ini di
dukung oleh Rachman (2008) yang menyatakan bahwa Portable Milking
Machine yaitu type dimana semua peralatan mesin perah (Pompa vakum s/d
Bucket) ditaruh diatas Troli dan didorong ke sapi yang akan di perah.
Sedangkan Flat Barn dan Herringbone Milking Machine adalah type milking
machine dimana sekelompok sapi digiring ketempat pemerahan (milking
parlour) dengan alunan musik tertentu. Posisi sapi pada waktu diperah secara
berbaris miring (herringbone) atau tegak lurus (flat barn). Biasanya susu hasil
pemerahan serentak ini langsung dipompakan ke tangki cooling unit.
Menurut Rachman (2008) Pra pemerahan dalam segi persiapan
peralatan yaitu menyediakan apa saja peralatan yang dibutuhkan dalam proses
pemerahan. Adapun alat-alat tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Ember Susu
Fungsi : Sebagai wadah penampungan susu yang diperah secara manual.
Spesifikasi : SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 tentang wadah susu

22
b. Saringan Susu / Strainer
Fungsi : Benda-benda asing yang terikut air susu pada waktu pemerahan
(rambut, sel ephithel, kotoran lain), perlu disaring agar air susu benar-
benar bersih.
Spesifikasi : SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 tentang wadah susu
c. Milk Can
Fungsi : Sebagai alat untuk menampung dan menyimpan sementara susu
hasil pemerahan, untuk segera dikirim ke Koperasi / MCC (Milk
Collecting Center) maupun ke Industri Pengolahan Susu yang jarak dan
waktu tempuhnya tidak lebih 2 jam dari proses pemerahan. Alat ini
berbahan stainless steel/aluminium, berpenutup rapat dan umumnya
berkapasitas 5, 10, 20, 30, 40, 50 liter.
Spesifikasi : SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 tentang wadah susu
d. Mesin Pemerah Susu
Fungsi : Sebagai sarana untuk memerah susu secara pneumatis, dimana
pemerahan dilakukan dengan membuat tekanan vakum pada penampung
dan susu diperah kedalam penampung melalui unit perah . Pemerahan
dengan mesin perah akan mengurangi kontak susu dengan tukang perah
dan lingkungan kandang, sehingga susu hasil perahan lebih bersih dan
higienis. Selain itu juga jumlah sapi dan kapasitas pemerahan jauh lebih
tinggi
Spesifikasi : Pada dasarnya semua mesin pemerah susu terdiri atas a).
Pompa Vakum b). Pulsator c). Milk claw d). Sedotan puting (Teat cup)
dan e). Wadah susu (Bucket).

Bagian-bagian Portable Mliking Machine Menurut (Pertiwi dan Purnama,


2011) sebagai berikut :
a. Bagian Pemerah (Shells) yang berfungsi sebagai dudukan karet pemerah
(liner),
b. Unit Pengatur denyut hisap atau unit pengatur denyut vakum yang
berfungsi untuk untuk mengatur masuknya udara dan menutupnya kembali
ke dalam ruang antara shells dengan liner.
c. Selang Udara yang berfungsi menyalurkan tekanan atau daya hisap dari
pompa engkol menuju bagian pemerah.
d. Selang Pengalir Susu yang berfungsi untuk menyalurkan tekanan atau
daya hisap vakum ke puting susu sapi dan mengalirkan air susu ke
milkcan.
e. Milk can yang berfungsi untuk menampung susu yang dialirkan dari selang
silikon. Milk can terbuat dari bahan aluminium dengan bentuk dan volume
yang sudah tersedia di pasaran yaitu dengan ukuran lubang sebesar 196
mm dan volume 30 liter.
f. Vacum Chamber Head (VCH) yang berfungsi untuk mengetahui tekanan
di dalam Milk can, sehingga pemerah mengetahui kapan pemerahan harus
dilakukan.

23
g. Pompa Vakum yang berfungsi untuk menyalurkan daya hisap pada milk
can, menghasilkan tenaga sebesar 0.33 HP, dengan laju aliran 4 CFM
(cubic per minute) dan tekanan yang mencapai 10 Pa.
Peralatan yang digunakan baik berupa mesin pemerahan maupun alat-
alat tambahan seperti ember, saringan dan milk can dipastikan dalam keadaan
bersih dan kering. Hal ini dilakukan guna mencegah adanya kontaminasi
berupa mikroba yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit. Menurut
Usmiati dan Abubakar, (2009) alat-alat yang diperlukan untuk pemerahan susu
seperti ember, milk can, saringan dan lain-lain dipersiapkan dalam keadaan
kering dan bersih. Alat-alat sebelumnya dicuci menggunakan air bersih dan
bila perlu menggunakan deterjen kemudian dibilas menggunakan air panas
(60-70ºC) untuk membunuh mikroba dan melarutkan lemak susu yang
menempel pada alat-alat, selanjutnya alat-alat dikeringkan.

4.8.2 Kandang atau Tempat Pemerahan


pembersihan kandang tempat pemerahan di BBPTU-HPT Baturraden
dilakukan secara rutin setiap hari sebelum melakukan kegiatan pemerahan. sapi
yang akan diperah digiring menuju tempat pemerahan yang berkapasitas 24 ekor
per sekali pemerahan yang sebelumnya telah dibersihkan dari sisa feses, urine
maupun kotoran lain. Pembersihan tempat pemerahan dilakukan dengan
menggunakan air mengalir yang di semprotkan keseluruh bagian lantai kandang
untuk mencegah terjadinya kontaminasi susu oleh bakteri maupun bau bau dari
sekitar tempat pemerahan. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Sunarko, dkk
(2009) bahwa kandang harus bersih dari semua kotoran sapi, air kencing, maupun
sisa-sisa makanan yang berbau. Demikian pula tempat atau ruang pemerahan
harus dalam keadaan bersih sebelum dipergunakan. Hal tersebut dimaksudkan
oleh karena susu merupakan bahan makanan yang mudah menyerap bau-bauan
disekitarnya, maka untuk menghindari hal tersebut kandang atau tempat
pemerahan harus dalam keadaan bersih sebelum digunakan.

4.8.3 Ternak
Sanitasi ternak perlu dilakukan terutama pada bagian ambing karena
sangat erat kaitannya dengan proses pemerahan susu. Pembersihan ambing
dilakukan dengan menggunakan air mengalir yang disemprotkan pada bagian
ambing dan putting dan dilanjutkan dengan pengelapan bagian putting dengan
menggunakan kain lap bersih yang telah dibasahi dengan air hangat suhu (37°C)
untuk merangsang keluarnya susu serta menghindari pencemaran oleh bakteri.
Bagi petugas pemerah diusahakan memakai pakaian khusus yang bersih Pada
waktu pemerahan posisi pemerah harus berada disebelah kanan sapi sehingga
tangan kiri berfungsi sebagai penahan apabila ada tendangan kaki sapi. Sedangkan
menurut Mahardika dkk, (2016) ambing sebelum pemerahan perlu dilakukan
pencucian. Pencucian ambing berfungsi agar ambing dalam keadaan bersih dan

24
merangsang keluarnya air susu, sehingga dalam pencucian ini perlu diperhatikan
agar peternak tidak banyak kehilangan produksi susu. Pencucian ambing erat
hubungannya dengan perangsangan dan aktifitas hormon oxytocin. Hormon
oxytocin merupakan hormon yang khusus untuk merangsang keluarnya air susu
dari alveoli.

4.9 Pelaksanaan Pemerahan


4.9.1 Teknik Pemerahan Secara Semi Modern
Menurut Benneth and Ludwig (2017) Portable Milking Machine adalah
mesin perah semi modern yang dilengkapi dengan bucket dan disambungkan pada
pompa vakum. Portable milking machine merupakan salah satu mesin perah semi
otomatis yang digunakan di BBPTU-HPT Baturraden dimana mesin perah
tersebut adalah type mesin yang mudah untuk dipindahkan. Sistem pemerahan ini
dilakukan secara bergantian, susu yang sudah diperah dapat ditampung di dalam
bucket lalu diukur terlebih dahulu berapa produksi susu yang dihasilkan,
kemudian dimasukkan dan disaring ke dalam milk can. Setelah itu, susu yang
sudah dimasukkan ke dalam milk can lalu ditampung ke tangki pendingin/ cooling
unit.

Gambar 7. Proses Pemerahan Semi Modern

Proses pemerahan di BBPTU dilakukan dengan menghubungkan pompa


vakum pada selang penghisap susu dengan tekanan 42 Kpa, sehingga tekanan
yang diberikan 10-10,7 Kpa per puting. Apabila tekanan yang digunakan kurang
dari 42 Kpa maka mesin perah akan terlepas dari puting sedangkan jika tekanan
yang digunakan melebihi batas maka dapat menyebabkan kerusakan pada puting
karena tekanan yang diberikan terlalu kuat. Hal ini didukung oleh Besier and
Bruckmaier (2015) yang menyatakan bahwa selama proses pemerahan
berlangsung, susu dialirkan melalui pipa vakum ke dalam tabung pemerah
dengan mengatur tekanan udara sehingga pipa yang berperan sebagai pompa
penghisap dapat menghisap susu kemudian susu dialirkan ke dalam bucket (Besier
and Bruckmaier, 2015).

25
4.9.2 Teknik Pemerahan Secara Modern
Pemerahan yang dilakukan di BBPTU-HPT Baturraden adalah pemerahan
secara modern dengan menggunakan mesin milking parlour. Sistem pemerahan
dengan mesin adalah pemerahan yang dilakukan secara otomatis dimana kondisi
susu tetap steril karena tidak adanya kontak langsung dengan udara luar. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Usmiati dan Abubakar (2009) bahwa pemerahan dengan
mesin perah merupakan pengeluaran susu secara otomatis. Susu yang sudah
diperah relatif steril karena susu langsung terkumpul di wadah penampung susu.
Proses pemerahan secara modern yang dilakukan di BBPTU-HPT
Baturraden yaitu dilakukan dengan menggunakan mesin dan dioperasikan oleh
seorang operator. Sapi yang akan diperah digiring ke tempat pemerahan. Setelah
tempat pemerahan terisi penuh pada dua sisi dimana setiap sisinya terdiri dari 6
sapi, kemudian dilakukan proses pemerahan dengan milking parlour. Setelah
pemerahan selesai maka susu ditampung langsung ke cooling unit. Berikut
langkah-langkah yang harus dilakukan oleh operator milking :
1) Mencuci ambing pada setiap ternak dengan air hangat dan menggunakan lap
untuk membersihkan serta mengeringkannya.
2) Kemudian, menekan puting sebanyak 3 kali untuk mengeluarkan pancaran
susu dan mengecek kondisi susu.

Gambar 8. Proses Pengeluaran pancaran susu


3) Menekan MPC150 sampai lampu berwarna hijau untuk mode otomatis dan
kuning untuk mode manual untuk melepas cluster ke bawah. Tangan kiri
untuk menahan cluster, tangan kanan untuk mengarahkan cluster ke ambing
dan posisi cluster harus simetris.

26
Gambar 9. Posisi Cluster pada Ambing Sapi

4) Jika aliran susu lebih dari 0,2 kg/min, otomatis akan masuk fase milking dan
lampu indicator akan menyala hijau solid (tanpa berkedip).

Gambar 10. Lampu Indicator berwarna Hijau

5) Jika cluster terlepas karena sapi yang bergerak, tapi cluster belum naik ke
atas, maka kita dapat memasangkan cluster kembali. Namun, apabila cluster
sudah tertarik ke atas, maka tekan tombol pada MPC150 untuk
memasangkan cluster kembali.
6) Setelah itu, tunggu sampai pemerahan selesai dan cluster akan terlepas
secara otomatis.
7) Ketika sapi sudah selesai diperah, dilakukan teat dipping (mencelupkan
puting dengan iodine).
8) Setelah semua sapi di perah, dilakukan pompa manual untuk mengambil
sisa susu di pipa.
9) Buka Drain Valve untuk membuang /menampung sisa susu dari milk
receiver, kemudian pasang kembali setelah selesai.

27
10) Buka filter pada Milk Receiver, kemudian pasang kembali rangka filter. Jika
alat berjalan normal, maka lampu pada MPC150 akan berwarna seperti di
bawah ini :
1. Posisi MPC150 standby (posisi cluster di atas) dan saat MPC150
ditekan, maka lampu akan berganti warna menjadi :
2. MPC150 berwarna hijau berkedip pelan.
3. Jika aliran susu lebih besar dari 0,2 kg/min lampu akan menjadi solid
(tidak berkedip).
4. Jika susu akan habis, maka lampu kembali berkedip pelan.
5. Lampu akan berubah menjadi merah solid dan cluster akan tertarik
otomatis ke atas.
6. Jika cluster tidak dipasang >5 menit, maka lampu akan berkedip
merah. Cluster siap masuk CIP Mode.

Gambar 11. Perbedaan Indicator Lampu

Hal ini didukung oleh Sunarko, dkk (2009) bahwa sebelum dilakukan pemerahan
setiap ambing dibersihkan terlebih dahulu dan menyalakan mesin perah dengan
menekan tombol on pada mesin dan memasang setiap alat pada masing-masing
puting. Proses pemerahan dengan mesin dapat berlangsung kurang lebih selama 8
menit setiap sapi. Young and Thompson (2014) juga menyatakan bahwa proses
pemerahan secara modern berlangsung di suatu bangsal atau ruang khusus yang
dioperasikan oleh operator. Kemudian, susu yang sudah diperah ditampung ke
tangki pendingin (cooling unit).
Setiap mesin perah yang ada di BBPTU-HPT Baturraden sudah
dilengkapi dengan pulsator dimana bagian tersebut berfungsi untuk mengatur
tekanan udara dari luar dan proses pemerahan akan berhenti. Susu hasil
pemerahan kualitasnya tetap baik karena langsung didinginkan setelah selesai
diperah. Hal ini didukung oleh Surjowardojo, dkk (2016) bahwa pada bagian

28
mesin perah terdapat pulsator yang memiliki fungsi sebagai pengatur tekanan
udara antara keadaan tertekan dengan hampa udara sehingga, apabila tombol
vakum ditutup maka udara dari luar masuk dan pemerahan akan berhenti.
Selanjutnya, susu hasil pemerahan dapat langsung didinginkan agar kualitasnya
tetap terjaga.

4.9.3 Uji CMT (California Mastitis Test)


Uji CMT sering digunakan untuk memeriksa ternak sapi perah yang
terkena mastitis. Pemeriksaan mastitis di BBPTU-HPT Baturraden dilakukan
pada sapi yang diduga terinfeksi mastitis. Pemeriksaan dilakukan pada keempat
bagian puting dengan metode California Mastitis Test (CMT). Menurut Pratomo,
dkk (2013) California Mastitis Test (CMT), merupakan salah satu cara yang
digunakan untuk mastitis subklinis yang tidak bisa diketahui secara langsung.
Reaksi CMT harus dinilai selama 15 detik pencampuran karena reaksi lemah akan
menghilang setelah itu. Reagen CMT adalah detergen plus bromocresol purple
(sebagai indikator pH). Reagen terdiri dari alkyl aryl sulfonate 3%, NaOH 1,5%,
dan indikator Bromo kresol purple. Alkyl aryl sulfonate merupakan sebuah
detergen bahan kimia yang terdapat dalam reagen “Scalm Mastitis Test” dan
mengandung pH indikator. Alkyl aryl sulfonate mempunyai sensitivitas yang
besar pada pH susu.

Gambar 12. Uji CMT (California mastitis test)

Banyak atau sedikitnya sel-sel somatis dalam ambing dapat diketahui


melalui uji CMT California mastitis test). CMT yaitu suatu cara untuk
mendeteksi ada tidaknya mastitis pada setiap puting dari ambing sapi perah
dengan menggunakan paddle dan reagen CMT. Jumlah maksimum sel somatis
dalam susu menurut SNI 01-3141-2011 adalah 4x105 sel/ml. Uji CMT dilakukan
sebelum susu diperah pada pemerahan pagi hari. Langkah pengujian CMT yang
pertama dibersihkan ambing dari kotoran yang menempel menggunakan air

29
bersih dan kain lap. Kemudian susu pancaran pertama dan kedua dibuang,
selanjutnya susu pancaran ketiga sebanyak 2 ml ditempatkan ke dalam paddle.
Reagen CMT ditambahkan sebanyak 2 ml dan dihomogenkan selama 10 detik.
Perubahan diamati sejak reagen dicampur ke dalam susu jika terdapat gumpalan
maka puting tersebut dapat dinyatakan terindikasi positif mastitis.

4.10 Pasca Pemerahan


Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di BBPTU-HPT Baturraden
pemerahan dilakukan dengan menggunakan peralatan modern dan semi modern yaitu
milking parlour dan portable milking machine. Penggunaan peralatan modern dianggap
lebih menguntungkan karena bekerja secara otomatis sehingga setelah proses
pemerahan selesai pencatatan produksi susu setiap individu ternak secara langsung
dapat dilakukan. Recording produksi susu meliputi pencatatan tanggal pemerahan, ear
tag dan jumlah produksi susu yang dihasilkan sedangkan penggunaan mesin perah semi
modern memiliki berbagai kekurangan diantaranya susu yang dihasilkan tidak langsung
dialirkan kedalam mesin penyimpanan (cooling unit) karena melalui berbagai tahapan
terlebih dahulu diantara proses penyaringan menggunakan alat saring yang bertujuan
untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi oleh bakteri dan kotoran berasal dari
kandang serta proses penimbangan secara manual dengan menggunakan bucket yang
kemudian dimasukan kedalam milkcan sebagai tempat penyimpanan semetara sebelum
dimasukan kedalam cooling unit

Gambar 13. Pencatatan (recording) produksi susu

Setelah pemerahan dilakukan kegiatan teat dipping yaitu pencelupan puting dengan
menggunakan larutan iodine atau masofilm yang sebelumnya telah dicampurkan
terlebih dahulu dengan air. Tindakan celup puting dengan menggunakan antiseptik
bertujuan untuk mencegah masuknya bakteri ke dalam ambing melalui lubang puting
yang masih terbuka setelah dilakukan proses pemerahan yang dapat menyebabkan

30
terjadinya mastitis/ radang ambing. Proses pencelupan puting tersebut berlangsung
selama 3-4 detik untuk masing-masing bagian puting. Hal ini sesuai dengan pendapat
Syarief (2011) yang menyatakan bahwa setelah diperah, ambing dilap menggunakan
kain yang telah dibasahi dengan desinfektan, kemudian dilap kembali dengan kain
yang kering. Setelah itu, puting juga dicelupkan ke dalam cairan desinfektan selama 4
detik. Semua peralatan yang digunakan untuk memerah harus dibersihkan dan
dikeringkan.

Gambar 14. Teat Dipping pada Ambing Sapi

Sanitasi peralatan sangat penting dilakukan untuk menjaga kebersihan


peralatan agar tidak terkontaminasi oleh bakteri patogen setelah dilakukan kegiatan
pemerahan.
a. Langkah-langkah pencucian alat pemerahan Parlour Milking machine yaitu :
1. Buka semua CIP valve pada receiver, tutup valve pada pipa susu hingga
hanya terbuka sedikit saja
2. Setelah proses pemerahan selesai tunggu lampu pada F15D berbentuk
garis foto
3. Tekan tombol MPC150 hingga lampu berwarna kuning, pasang cluster
pada candle chater

31
Gambar 15. Proses Pencucian Milking Parlour

4. Pasang selang susu diruang vakum


5. Nyalakan CIP dengan menekan tombol CIP di C100 isi air dalam bak
penampungan dengan air hangat
6. Setelah CIP pertama selesai masukan air panas suhu >800C kedalam bak
CIP. Masukan detergent (alkaline/acid) dalam kotak detergent. Tunggu
hingga bak terisi penuh dan mesin otomatis menyala
7. Setelah CIP langkah kedua selesai, masukan air dingin kedalam bak CIP
tunggu hingga mesin otomatis menyala
a. Buka Drain valve untuk membuang sisa air dalam milk receiver
b. Buka selang susu dalam ruang vakum dan masukan sisa air di
pipa susu kedalam tempat penampung
8. Proses CIP selesai mesin siap digunakan untuk pemerahan selanjutnya.

b. Langkah-langkah pencucian peralatan pemerahan Portable Milking Machine :


1. Dilepaskan selang penghisap susu dengan alat penampung susu.
2. Kemudian disiapkan air bersih yang mengalir dan juga sabun cuci.
3. Dibuang sisa susu yang masih menempel pada peralatan seperti ember,
saringan, milk can serta selang penghisap dan mesin penampung susu.
4. Dicuci alat-alat tersebut menggunakan sikat yang telah diberi sabun
hingga bersih dari sisa-sia sabun yang menempel, kemudian dibilas
menggunakan air mengalir.

32
Gambar 16. Proses Pencucian Peralatan Portable Milking Machine

5. Setelah proses pencucian selesai, dijemur peralatan pemerahan di rak


alat-alat yang terletak diluar kandang.
6. Peralatan pemerahan siap digunakan untuk pemerahan selanjutnya.

4.11 Penanganan Susu


Proses penanganan susu yang dilakukan di BBPTU-HPT Baturraden susu
langsung masuk ke dalam cooling unit berkapasitas 1000-3000 liter yang berada di
kamar susu. Sebelum masuk ke dalam cooling unit, susu akan melewati penyaringan
agar kotoran tidak ikut masuk ke dalam cooling unit. Setelah susu masuk ke kamar
susu, maka segera dilakukan proses lanjutan yaitu pendinginan untuk menghambat
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme patogen (perusak) di dalam susu.
Pendinginan susu dilakukan dengan suhu antara 5-10oC atau lebih rendah lagi.

33
Gambar 17. Mesin Cooling Unit (Tangki Pendingin)
Kemudian, susu akan masuk ke dalam kamar susu yang di dalamnya terdapat
cooler berbentuk seperti tangki besar yang mempunyai kapasitas hingga 3000 liter yang
terdpat di Farm Tegalsari dan Farm Limpakuwus. Setelah proses pemerahan selesai,
sapi perah akan digiring kembali ke kandang masing-masing.

No. Minggu Rata-rata Produksi


1 Ke-1 11,94
2 Ke-2 10,71
3 Ke-3 9,81
4 Ke-4 10,41
5 Ke-5 11,34
Tabel 5. Rataan Produksi Susu Farm Tegalsari

Susu yang telah masuk ke dalam cooler akan diuji kualitasnya setiap hari. Susu
yang diuji yaitu susu pagi hari dan sore hari. Susu yang diuji meliputi susu dari Farm
Tegalsari dan Farm Limpakuwus. Uji yang dilakukan yaitu uji kualitas susu, uji
alkohol, dll. Uji kualitas susu dilakukan menggunakan alat Lactoscan yang dapat
menganalisis kandungan nutrisi dalam susu. Lactoscan dapat menunjukkan angka
variabel-variabel kualitas susu meliputi pH, kadar lemak, kadar protein, bahan kering
tanpa lemak (solid non fat), dan berat jenis susu (Vinifera dkk, 2014). Uji kualitas
susu ini dilakukan di Laboratorium BBPPTU-HPT Baturraden. Uji kualitas susu
dilakukan dengan prosedur kerja, sebagai berikut:
1. tekan tombol on untuk menghidupkannya lactoscan kemudian dilakukan
pemrograman sesuai dengan jenis sampel yang akan diujikan
2. Lactoscan dibersihkan dengan aquades melalui saluran inlet bagian dari alat
lactoscan,
3. Setelah itu sampel susu segar dihomogenkan menggunakan sendok pengaduk,
4. Lalu diambil sampel susu menggunakan beaker glass sebanyak 25 mL,
5. Selanjutnya sampel susu susu dimasukan ke dalam tabung lalu masukkan
tabung ke saluran inlet bagian alat lactoscan,
6. Tekan tombol OK pada alat tersebut sehingga secara otomatis sampel susu akan
tersedot masuk ke dalam alat,

34
7. Tekan tombol OK lagi untuk mengetahui hasil analisa susu,
8. Data kualitas susu hasil analisa dapat dilihat pada layar lactoscan diantaranya
kadar lemak, protein, laktosa, bahan kering tanpa lemak (BKTL).
9. Lalu selanjutnya ditulis pada buku yang tersedia. Setelah uji sampel susu
berakhir,
10. Lactoscan dapat dibersihkan lagi menggunakan aquades (Nugraha, dkk., 2014).
Adapun uji alkohol yang berfungsi untuk mengetahui kelayakan susu apakah
susu tersebut boleh dikonsumsi atau tidak. Jika dalam uji alkohol terdapat gumpalan-
gumpalan pada susu, maka dinyatakan positif dan kualitas susu tersebut telah menjadi
rendah/basi dan tidak disarankan untuk dikonsumsi.
Uji kualitas susu sangat penting dilakukan dan diperhatikan, karena termasuk
sebagai indikator keberhasilan manajemen. Kandungan susu setiap individu ternak di
BBPTU-HPT Baturraden telah memenuhi beberapa kandungan SNI susu segar sapi
perah, yaitu kadar Protein min. 2,7%; Lemak min. 3,0%; Bahan Kering Tanpa Lemak
(BKTL) maks. 7,8%; Berat Jenis (BJ) min. 1,0270. Ada beberapa sapi yang
kandungan susunya dibawah SNI yang telah ditetapkan, maka hal itu perlu diberi
penanganan khusus atau peningkatan manajemen pemeliharaan agar kandungan susu
sesusai dengan SNI. Kualitas susu yang diproduksi oleh ternak sapi, akan
mempengaruhi produktivitas pedet yang meminum susu segar tersebut, karena pada
visi-misinya BBPTU-HPT Baturraden fokus dalam hal pembibitan. Maka, jika ingin
menghasilkan bibit yang bagus harus memperhatikan kandungan kualitas susu yang
diproduksi oleh setiap individu ternak sapi perah.

35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
1. Pra pemerahan merupakan suatu tahapan yang dilakukan sebelum pelaksanaan
pemerahan dimulai, tahapan tersebut meliputi persiapan peralatan baik berupa
mesin pemerahan dan alat-alat lain seperti ember, saringan dan milk can.
Kebersihan kandang atau tempat pemerahan serta ternak merupakan hal lain
yang perlu diperhatikan dalam tahap pra pemerahan.
2. Pelaksanaan pemerahan dilakukan menggunakan dua jenis sistem pemerahan
yaitu semi modern dengan alat Portable Milking Machine dan sistem modern
dengan alat Milking Parlour.
3. Pasca pemerahan dilakukan setelah tahap pelaksanaan selesai yaitu pencatatan
produksi susu, dilanjutkan teat dipping, hingga pencucian peralatan pemerahan.
Susu yang dihasilkan selanjutnya dilakukan penanganan berupa pengujian
kualitas susu (uji Lactoscan dan uji alkohol).

5.2 SARAN
Sebaiknya uji CMT (California Mastitis Test) dilakukan secara rutin, karena
uji CMT dapat mempengaruhi produktivitas sapi perah. Selain itu, uji kualitas susu
juga perlu dilakukan dan diperhatikan, karena kualitas susu sangat mempengaruhi
perkembangan pedet. Ada beberapa sapi yang memiliki kualitas susu dibawah
ketentuan SNI, oleh karena itu jika ingin menghasilkan bibit yang unggul maka perlu
memperbaiki kualitas susu dengan cara menerapkan manajemen pemeliharaan yang
baik pada setiap inidividu sapi perah.

36
DAFTAR PUSTAKA

Agil, M., L. B. Salman dan H. Indrijani. 2016. Identifikasi Karakteristik dan Ukuran Tubuh
Sapi Perah Fries Holland Laktasi Dikawasan Usaha Peternakan Bogor. Students E-
Journal Fakultas Peternakan Unpad. 5 (4) : 1-12.
Benneth, D and Ludwig. 2017. Portable Milking Machine : 1-8.
Besier, J and R. M. Bruckmaier. 2015. Vacuum Levels and Milk-Flow-Dependent Vacuum
Drops Affect Machine Milking Performance and Teat Condition In Dairy Cows. J.
Dairy Science. 99 (0) : 1-7.
Hartatie, E. S. dan K. Khotimah. 2012. Produksi Minuman Fungsional Berbasis Susu dan
Labu Kuning : Strategi Pengembangan Ketahanan Pangan. J. Gamma. 7 (2) : 23-33.
Jamilah, J., Tasripin, D.S., dan Hermawan. 2016. Evaluasi Kondisi Perkandangan dan
Tatalaksana Pemerahan pada Peternakan Sapi Perah Rakyat Di KPSBU Lembang. E-
Journal Student Fakultas Peternakan Unpad. 5 (3): 1-15.
Mahardika, H.A., Trisunuwati, P dan Surjowardojo, P. 2016. Pengaruh Suhu Air Pencucian
Ambing Dan Teat Dipping Terhadap Jumlah Produksi, Kualitas Dan Jumlah Sel
Somatik Susu Pada Sapi Peranakan Friesian Holstein. Buletin Peternakan.40 (1) : 11-
20.
Mardalena. 2008. Pengaruh Waktu Pemerahan dan Tingkat Laktasi terhadap Kualitas Susu
Sapi Perah Peranakan Fries Holstein. J. Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan.11 (3) : 107-111.
Nugraha, B. K., L. B. Salman dan E. Hernawan. 2014. Kajian Kadar Lemak, Protein dan
Bahan Kering Tanpa Lemak Susu Sapi Perah Frisien Holland pada Pemerahan Pagi
dan Sore di KPSBU Lembang. J. Unpad. 0 (0) : 1-15.
Nurhadi, M. 2010. Dimensi Sosiologis dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Susu Sapi Perah
(Studi Kasus di KUD Jatinom, Kabupaten Klaten). J. Sosiologi. 25 (2) : 79-90.
Pasaribu, A., Firmansyah dan N, Idris. 2015. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Produksi Susu Sapi Perah Di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. J. Ilmu-Ilmu
Peternakan. 18 (1) : 28-35.
Pertiwi, S dan D. Purnama. 2011. Analisis Pra-Investasi untuk Komersialisasi Alat Pemerah
Susu Sapi Semi Otomatis Tipe Engkol di Provinsi Jawa Barat. J. Keteknikan
Pertanian. 2 (25) : 95-102
Prasetyanti D. R., C. Budiarti, D. W. Harjanti. 2016. Efektifitas Daun Kersen (Muntinga
calabura L.) dalam Menurunkan Jumlah Bakteri dalam Susu dan Peradangan Pada
Ambing Sapi Perah. J. Ilmu-Ilmu Peternakan. 19 (1) : 10-16.
Prasetyo, B.W., Sarwiyono, P. Surjowardojo. 2013. Hubungan Antara Diameter Lubang
Puting Terhadap Tingkat Kejadian Mastitis. J. Ternak Tropika.14(1) : 15-20.
Pratiwi, D.A., M. Sulistyati dan Hermawan. 2016. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan
dan Sikap Peternak Sapi Perah dengan Penerapan Prosedur Pemerahan. Students e-
journals Fakultas Peternakan Unpad. 5 (4) : 1-15
Pratomo, F. A., Paura R. Z., Farras S., Muhamad W., Dimas R. E. P. 2013. Mastech (Mastitis
Detection Technology) Metode Deteksi Mastitis Berbasis Biosurfaktan Asal
Pseudomonas spI. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Brawijaya. 0 (0) : 1-7.
Rachman, C. 2008. Petunjuk Teknis Penanganan dan Pengolahan Susu : Direktorat
Pengolahan Hasil Pertanian.

37
Rufaidah, D. A., A. Haryono dan L. Rokhmani. 2015. Transformasi Pendidikan dan
Pembelajaran Ekonomi di Kalangan Anggota KSU “Jaya Abadi” di Desa Bendosari
Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar. JPE. 8 (1) : 28-35.
Sunarko, C., B. Sutrasno., TH. Siwi, S., A. Kumalajati., H. Supriadi., A. Marsudi dan
Budiningsih. 2009. Petunjuk Pemeliharaan Bibit Sapi Perah. Purwokerto : BBPTU
Sapi Perah Baturaden.
Surjowardojo, P. 2011. Tingkat Kejadian Mastitis dengan Whiteside Test dan Produksi Susu
Sapi Perah Friesien Holstein. J. Ternak Tropika. 12 (1) : 46-55.
Surjowardojo, P., P. Trisunuwati dan S. Khikma. 2016. Pengaruh Lama Massage Dan Lama
Milk Flow Rate terhadap Laju Pancaran Produksi Susu Sapi Friesian Holstein di PT
Greenfields Indonesia. J. Ternak Tropika. 17 (1) : 49-56.
Surjowardojo, P., Suyadi., L, Hakim dan Aulani’am. 2008. Ekspresi Produksi Susu Pada Sapi
Perah Mastitis. J. Ternak Tropika. 9 (2) : 1-11.
Syarif, E., Harianto. 2011. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Perah. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
Usmiati, S dan Abubakar. 2009. Teknologi Pengolahan Susu. Bogor : Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
Vergi, M. D., Suprayogi, S.T.H dan Sayuthi, S.M. 2015. Kandungan Lemak, Total Bahan
Kering Dan Bahan Kering Tanpa Lemak Susu Sapi Perah Akibat Interval Pemerahan
Berbeda. Animal Agriculture Journal. 5 (1) : 195-199
Vidyanto, T., Sudjatmogo dan S. M. Sayuthi. 2015. Tampilan Produksi, Berat Jenis,
Kandungan Laktosa Dan Air Pada Susu Sapi Perah Akibat Interval Pemerahan Yang
Berbeda. Animal Agriculture Journal. 4 (2) : 200-203.
Vinifera, E., Nurina dan Sunaryo. 2016. Studi Tentang Kualitas Air Susu Sapi Segar yang
Dipasarkan di Kota Kediri. J. Fillia Cendekia. 1 (1) : 34-38.
Wijiastutik, D. 2012. Hubungan Higiene Dan Sanitasi Pemerahan Susu Sapi Dengan Total
plate count Pada Susu Sapi di Peternakan Sapi Perah Desa Manggis Kabupaten
Boyolali. J. Kesehatan Masyarakat. 1 (2) : 934 – 944.
Young and Thompson. 2014. Milking Parlour and Method For Operating The Same : 1-13.

38
LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Kualitas Susu Bulan Juni 2018

Kode Titik
No. Suhu Lemak BJ Laktosa BKTL Protein Air
Sampel Beku
1. 0399 -0,440 27,7 4,78 23,52 3,81 6,93 2,53 15,28
2. 2062 -0,425 27,3 3,33 23,96 3,74 6,81 2,64 18,17
3. 0936 -0,478 29,0 4,0 26,55 4,14 7,54 2,75 7,97
4. 0723 -0,454 28,4 4,73 24,12 3,97 7,16 2,66 11,03
5. 5712 -0,486 28,5 4,47 26,22 4,19 7,62 2,79 6,44
6. 0881 -0,460 27,8 4,88 24,21 3,95 7,19 3,61 15,57
7. 0885 -0.489 28,0 4,49 26,3 4,02 7,64 2,80 9,03
8. 0900 -0,439 28,4 4,99 22,94 3,78 6,89 2,52 15,57
9. 2073 -0,421 28,1 4,02 22,97 3,68 6,7 2,63 18,94
10. 5481 -0,490 28,1 4,75 26,22 4,22 7,68 2,81 6,34
11. 1968 -0,471 28,4 5,37 24,34 4,02 7,18 2,68 18,65
12. 5350 -0,468 28,2 4,70 24,89 4,03 7,33 2,67 9,99
13. 5581 -0,480 28,8 4,94 25,37 4,12 7,50 2,75 7,4
14. 0738 -0,916 28,4 3,75 25,39 3,95 7,14 2,62 11,92
15. 0699 -0,477 28,7 5,00 25,07 4,09 7,43 2,72 8,17
16. 5342 -0,444 28,6 4,14 24,15 3,86 7,03 2,56 14,61
17. 0990 -0,465 30,4 7,11 21,06 3,89 7,03 2,55 11,80
18. 5677 -0,471 29,2 4,84 25,17 8,21 7,45 2,75 7,45
19. 2110 -0,466 27,8 10,53 24,13 3,98 7,26 2,66 10,25
20. 5494 -0,480 28,9 4,07 26,16 4,13 7,53 2,66 11,54
21. 0958 -0,460 28,5 2,70 25,22 3,79 6,92 2,52 18,07
22. 2066 -0,507 28,3 5,01 26,93 4,34 4,91 2,89 8,46
23. 5374 -0,433 28,6 3,80 24,29 3,78 6,90 2,54 1,24
24. 0912 -0,473 27,2 4,08 26,13 4,10 7,45 2,73 8,84
25. 5459 -0,537 27,5 5,20 28,22 4,55 8,28 3,03 0,575
26. 5521 -0,458 28,0 3,17 26,50 4,02 7,30 2,69 11,52
27. 2191 -0,479 28,4 2,63 27,84 4,21 7,66 2,92 7,88
28. 1929 -0,502 27,6 5,35 26,09 4,26 7,77 2,84 3,46
29. 5788 -0,449 27,4 3,78 24,87 3,92 7,13 2,61 13,55
30. 0817 -0,470 28,6 5,46 24,35 4,03 7,34 2,69 8,93
31. 0772 -0,444 28,6 5,69 22,42 3,79 6,87 2,53 14,61
32. 5520 -0,425 28,6 2,91 24,44 3,76 6,89 2,49 17,54
33. 5422 -0,496 29,1 5,68 25,38 4,21 7,65 2,80 4,51
34. 2350 -0,475 28,9 4,49 25,77 4,13 7,51 2,74 7,88
35. 5507 -0,434 28,6 3,08 24,76 3,82 6,96 2,55 16,44
36. 5663 -0,460 28,3 4,47 24,72 3,98 7,24 2,65 11,44
37. 2024 -0,464 27,6 4,83 24,51 3,99 7,26 2,66 10,76
38. 0860 -0,477 28,8 5,15 24,90 4,8 7,42 2,72 8,26
39. 0607 -0,447 28,5 4,07 24,37 3,88 7,06 2,63 14,03
40. 5689 -0,405 28,6 3,2 23,26 3,59 6,54 2,39 22,01
41. 5333 -0,485 28,5 3,23 27,50 4,23 7,70 2,81 6,72
42. 0644 -0,440 28,4 4,00 24,11 3,84 6,98 2,55 15,28
43. 5722 -0,407 28,4 4,24 21,93 3,55 6,47 2,37 21,72
44. 5300 -0,537 28,0 4,97 28,37 4,55 8,27 3,03 5,57
45. 2351 -0,456 28,1 3,24 25,86 4,00 7,28 2,66 12,20
46. 2371 -0,447 29,0 3,48 25,2 3,93 7,16 2,62 13,55
47. 2375 -0,473 28,2 4,42 25,51 4,85 7,43 2,72 9,03

39
48. 2196 -0,487 28,6 4,20 26,10 4,17 7,50 7,80 5,77
49. 1990 -0,395 26,5 2,50 23,06 3,52 6,41 34,5 24,03
50. 0873 -0,471 28,3 4,21 25,57 4,07 7,41 2,71 9,41
51. 5501 -0,459 28,1 4,39 24,77 3,97 7,24 2,65 11,63
52. 5634 -0,450 27,8 3,45 25,24 3,93 7,16 2,62 13,45
53. 0911 -0,425 25,7 3,58 23,70 3,73 6,79 2,48 18,17
54. 2190 -0,418 26,7 3,56 23,29 3,67 6,70 2,44 19,51
55. 2187 -0,411 26,5 2,95 23,69 3,64 6,63 2,43 20,86
56. 2302 -0,463 26,2 3,86 25,58 4,03 7,33 2,68 10,95
57. 5618 -0,465 26,1 4,38 25,06 4,01 7,31 2,67 10,57
58. 5421 -0,440 27,5 2,89 25,14 3,88 7,06 2,58 15,38
59. 5114 -0,463 26,2 3,78 25,63 4,02 7,33 2,59 10,96
60. 5579 -0,471 28,6 4,40 25,40 4,07 7,40 2,71 9,42
61. 2342 -0,426 27,4 3,22 24,10 3,75 6,82 2,49 18,07
62. 2358 -0,464 27,2 4,29 25,69 4,03 7,35 2,69 10,76
63. 5761 -0,468 28,6 4,70 24,86 4,02 7,01 2,68 9,99
64. 2211 -0,452 27,7 3,58 25,23 3,95 7,19 2,63 13,07
65. 0415 -0,431 28,2 3,99 23,56 3,76 6,84 2,50 17,11
66. 2053 -0,434 27,7 3,34 24,49 3,82 6,95 2,54 16,21
67. 2340 -0,422 29,7 3,38 23,78 3,71 6,74 2,48 18,95
68. 5127 -0,468 29,9 5,16 24,40 4,01 7,30 2,67 9,99
69. 1982 -0,441 27,4 5,65 24,60 3,86 7,02 2,57 15,18
70. 5109 -0,453 28,7 3,58 25,31 3,96 7,21 2,64 12,78
71. 5109 -0,422 28,7 3,83 23,02 3,64 6,72 2,45 19,01
72. 0722 -0,430 26,4 2,54 26,13 3,89 7,01 2,57 15,51
73. 2005 -0,438 28,2 4,55 26,81 3,79 6,90 2,53 15,67
74. 0737 -0,425 26,7 2,96 25,44 3,91 7,11 2,60 16,61
75. 2280 -0,408 31,2 2,80 24,33 3,74 6,80 2,49 18,84
76. 3534 -0.455 27,6 5,28 23,55 3,90 7,10 2,60 12,50
77. 5817 -0,458 28,1 2,99 26,23 4,02 7,32 2,68 11,92
78. 3554 0,428 28,7 2,90 24,54 3,78 6,89 2,52 17,56
79. 0899 -0,441 28,7 3,72 24,46 3,86 7,02 2,57 15,19
80. 0947 -0,451 28,9 4,39 24,61 3,95 7,19 2,63 12,11
81. 5353 -0,427 28,9 2,65 24,79 3,78 6,89 2,52 17,88
82. 2169 -0,445 28,9 4,23 24,10 3,86 7,03 2,57 14,42
83. 5137 -0,452 28,1 4,16 24,57 3,92 7,14 2,61 13,07
84. 5831 -0,454 27,9 4,19 24,70 3,94 7,17 2,63 12,69
85. 2061 -0,439 28,2 4,02 24,01 3,83 6.97 2,55 15,57
86. 5139 -0,412 28,4 3,54 22,97 3,63 6,60 2,42 20.76
87. 2174 -0,445 28,7 4,72 23,59 3,84 7,00 2,56 14,42
88. 2139 -0,425 28,4 3,52 22,15 3,51 6,38 2,34 23,46
89. 0284 -0,419 28,7 3,05 23,93 3,71 6,75 2,47 19,42
90. 5039 -0,426 28,6 4,18 23,10 3,72 6,76 2,48 18,07
91. 2007 -0,428 28,7 3,21 24,27 3,77 6,87 2,51 17,69
92. 5150 -0,438 28,6 3,38 24,65 3,85 7,00 2,56 15,76
93. 5099 -0,420 28,5 2,94 23,62 3,65 6,64 2,43 20,76
94. 0313 -0,445 28,4 3,66 24,75 3,89 7,08 2,59 14,42
95. 2096 -0,454 28,4 3,70 25,24 3,96 7,21 2,64 12,69
96. 5400 -0,436 28,5 3,12 24,81 3,84 6,99 2,56 16,15
97. 3639 -0,438 28,7 4,21 25,89 4,11 7,48 2,74 8,46
98. 0497 -0,448 29,0 7,07 21,13 3,76 6,85 2,51 13,84
99. 5841 -0,431 28,6 3,82 23,78 3,77 6,86 2,51 17,11
100. 1776 -0,462 28,6 3,12 26,35 4,06 7,38 2,70 11,15

40
101. 1938 -0,447 27,9 3,05 25,53 3,93 7,16 2,62 14,03
102. 2184 -0,419 28,7 2,76 23,62 3,63 6,61 2,42 21,34
103. 5800 -0,450 28,6 2,37 24,65 3,73 6,79 2,48 19,42
Rata-Rata -0,448 28,2 4,09 24,75 3,98 7,10 2,99 13,40

41

Anda mungkin juga menyukai