Anda di halaman 1dari 26

BIONOMIKA TERNAK

URGENSI APLIKASI WELFARE DAN PREDIKSI TINGKAT


PENERIMAAN MASYARAKAT

OLEH :
FITRIANI
P2E116004

MAGISTER ILMU PETERNAKAN


UNIVERSITAS JAMBI
2016

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis bersyukur kepada ALLAH SWT yang telah


memberikan nikmat dan kasih sayangnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah Bionomika Ternak, yang berjudul ”Urgensi Aplikasi Welfare Dan
Prediksi Tingkat Penerimaan Masyarakat”.
Pertama-tama penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat
Dosen-Dosen pengampu mata kuliah Bionomika Ternak yang telah membimbing
& memberikan pangajaran kepada kami. Semoga semua ilmu yang telah diajarkan
dapat bermanfaat dan membuka wawasan penulis dalam menjalankan dunia kerja
nantinya.
Makalah ini tentunya mungkin masih terdapat kesalahan dan kekhilafan di
dalamnya, oleh karena itu penulis meminta maaf dan penulis mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun untuk kedepannya. Semoga makalah ini
dapat menjadi bacaaan yang bermanfaat bagi kita semua.

Jambi, Desember 2016

Penulis,

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
I. PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 2
II. PEMBAHASAN.......................................................................................... 3
III. KESIMPULAN.......................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 23

3
I. PENDAHULUAN

I.1Latar Belakang
Kesejahteraan Hewan, Kata ‘sejahtera’ dalam kesejateraan hewan (animal
welfare) berarti kualitas hidup yang meliputi berbagai elemen yang berbeda-beda
seperti kesehatan, kebahagiaan dan panjang umur yang untuk masing-masing
orang mempunyai tingkatan yang berbeda dalam memberikannya (Tannenbaum
2007). Kenapa kita peduli???  Haruskah kita peduli???? Ya!!!.. kita harus!!!
Itulah satu jawaban bulat yang harus kita tegaskan, bukan karena kita pecinta
satwa, bukan karena kita pemelihara hewan kesayangan, dan bukan karena kita
pertenak, tapi karena kita Manusia. Manusia yang beradab, manusia yang
mendengungkan hak asasinya, hak untuk hidup, hak untuk merdeka, dan hak
untuk bahagia, tentu peduli dengan hak kelayakan hidup untuk hewan,
yakni animal welfare, Kesejahteraan Hewan.
Banyak jenis hewan disekitar kita, ada yang hidup bebas liar di alam
terbuka, ada yang bersahabat dengan kita, bahkan menjadi bagian dalam keluarga,
ada yang menjadi bagian dalam mata pencaharian, ada pula yang berkontribusi
dalam kemajuan penelitan dan pendidikan. Bagaimana kita harus
mensejahterakannya? Bagaimana juga dengan ternak yang masyarakat konsumsi?
Penduduk Indonesia sekarang ini mulai sadar akan kebutuhan gizi dalam 
makanan  yang dikonsumsi, terutama gizi yang berasal dari hewani atau daging.
Hal ini menyebabkan permintaan akan daging semakin terus meningkat.
Permintaan akan daging yang semakin hari semakin meningkat ini membuat
beberapa Rumah Potong Hewan (RPH) kurang memperhatikan aspek kesehatan,
agama dan kesejahteraan hewan yang telah sesuai dengan ketentuan badan
kesehatan hewan dunia (OIE) sehingga kasus ini menjadi salah satu permasalahan
dalam pembangunan peternakan di Indonesia.
Tentu masih kuat dalam ingatan kita ketika Australia secara sepihak
menghentikan ekspor sapi (live cattle) ke Indonesia. Imbas dari keputusan
Australia tersebut membuat kelangkaan daging yang beredar dipasaran dan
lonjakan hargapun terjadi. Kondisi ini tentu bukan kabar bagus bagi kita yang

4
sedang berupaya meningkatkan konsumsi nasional akan daging. Pemerintah
Australia berdalih kebijakan penghentian ekspor sapi dengan alasan animal
welfare (kesejahteraan hewan). Lantas sejauh mana pengaruh animal
welfaredalam kebijakan perdagangan Internasional?
Adanya kasus penyiksaan terhadap sapi yang akan dipotong, disamping
melanggar UU, tidak manusiawi, juga bertentangan dengan nilai agama. Oleh
karena itu pemerintah harus serius mengontrol kualitas RPH agar memenuhi
standar higienis, aman, kesmawet, dan animal welfare.
Dalam dunia peternakan ada beberapa bagian kegiatan yang harus kita
perhatikan kesejahteraan hewannya yaitu dimulai dari kegiatan pemeliharaan
ternak, distribusi & perdagangan ternak dan kegiatan pemotongan ternak.
Kesejahteraan hewan ini sangat perlu kita kaji dan kita terapkan agar Indonesia
bisa menjadi negara yang lebih baik lagi.

I.2Rumusan Masalah
Dari beberapa permasalahan yang ada maka dirangkum dan
dirumuskanlah permasalahan-permasalahan tersebut dalam rumusan masalah
berikut ini:
1. Apa defisini kesejahteraan hewan (Animal Walfare) ?
2. Siapa sasaran Animal Welfare itu ?
3. Apa saja aspek – aspek Animal welfare itu ?
4. Bagaimana sejarah singkat organisasi dan prinsip Animal welfare  yang harus
diterapkan ?
5. Apa saja pengelompokan hewan berdasarkan fungsinya ?
6. Apa saja contoh pelanggaran Animal Welfare itu ?
7. Bagaimana Animal Welfare  dalam perdagangan internasional ?
8. Bagaimana Kesejahteraan hewan di indonesia ?
9. Bagaimana Animal Welfare  di RPH ?
10. Apa saja undang-undang Animal Welfare  dan lembaga yang mengatur ?
11. Bagaimana tolak ukur Animal Welfare  dalam ANI dan TRI ?

5
II. PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare)


Kata ‘sejahtera’ dalam kesejateraan hewan (animal welfare) berarti kualitas
hidup yang meliputi berbagai elemen yang berbeda-beda seperti kesehatan,
kebahagiaan dan panjang umur yang untuk masing-masing orang mempunyai
tingkatan yang berbeda dalam memberikannya (Tannenbaum 2007).
Menurut laporan Brambell Committee, setiap hewan direkomendasikan
memiliki cukup kebebasan untuk dapat bergerak, menyarankan bahwa setiap
hewan harus memiliki kebebasan untuk bergerak yang cukup tanpa adanya
kesusahan untuk berbalik, berputar, merawat dirinya, bangun, berbaring,
meregangkan tubuh ataupun anggota badannya. Berbagai upaya telah diusahakan
untuk mendefinisikan istilah welfare (Albright 2007). Definisi lain memberikan
gambaran bahwa animal welfare adalah sebuah perhatian untuk penderitaan
hewan dan kepuasan hewan (Gregory 2005). Sedangkan ilmu animal
welfare adalah ilmu tentang penderitaan hewan dan kepuasan hewan.
Kesejahteraan memiliki banyak aspek yang berbeda dan tidak ada ungkapan
sederhana, permasalahannya sangat banyak dan beragam.
Animal welfare mengacu pada kualitas hidup hewan, kondisi hewan dan
parawatan/perlakuan terhadap hewan (Dallas 2006). Menurut Undang Undang
No. 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan
Hewan definisi kesejahteraan hewan ialah usaha manusia memelihara hewan,
yang meliputi pemeliharaan lestari hidupnya hewan dengan pemeliharaan dan
perlindungan yang wajar.

II.2 Sasaran Animal Welfare


            Sasaran animal welfare adalah semua hewan yang berinteraksi dengan
manusia dimana intervensi manusia sangat mempengaruhi kelangsungan hidup
hewan, bukan yang hidup di alam.  Dalam hal ini adalah hewan liar dalam
kurungan (Lembaga konservasi, entertainment, laboratorium), hewan ternak dan

6
hewan potong (ternak besar/kecil), hewan kerja dan hewan kesayangan (Wahyu,
2010).

II.3 Aspek – Aspek Animal welfare


Animal Welfare memiliki 3 aspek penting yaitu : Welfare Science, Welfare
ethics,dan Welfare law (Wahyu, 2010). Dijelaskan lebih lanjut bahwa Welfare
science mengukur efek pada hewan dalam situasi dan lingkungan berbeda, dari
sudut pandang hewan.Welfare ethics mengenai bagaimana manusia sebaiknya
memperlakukan hewan. Welfare law mengenai bagaimana manusia harus
memperlakukan hewan. Animal welfare berbicara tentang kepedulian dan
perlakuan manusia pada masing-masing satwa, dalam meningkatkan kualitas
hidup satwa secara individual.
Pengabaian lima faktor kebebasan pada hewan liar dalam kurungan akan
berdampak buruk pada kesejahteraan hewan dan memicu stress (Mulya,
2010).  Dijelaskan lebih lanjut bahwa stress akan mengakibatkan hewan akan
rentan terhadap penyakit, terutama zoonosis. Zoonosis adalah penyakit menular
dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Zoonosis sangat berbahaya bagi kesehatan
manusia. Parahnya pada hewan liar gejala penyakit akan muncul pada saat kondisi
sudah parah sehingga treatment lebih susah dilakukan. Contoh : Balantidiosis,
TBC, Hepatitis, Avian Influenza, Salmonellosis.

II.4 Sejarah & Prinsip Animal welfare  yang Harus Diterapkan


Organisasi kesejahteraan hewan pertama di dunia (Society for the
Prevention of Cruelty to Animals) atau disingkat sebagai SPCA pada tahun 1824.
Pada tahun 1840, Ratu Victoria memberikan restunya dan SPCA berubah
menjadi  RSPCA (Royal Society for the Prevention of Cruelty to Animals).
Organisasi ini menggunakan sumbangan dari para anggotanya untuk membiayai
tenaga-tenaga pengawas serta pengembangan jaringan guna mengidentifikasi para
pelaku, mengumpulkan bukti, dan melaporkannya kepada yang berwajib.
Sejumlah organisasi Animal Welfare berkampanye untuk mencapai
Universal Declaration of Animal Welfare (Deklarasi Universal Kesejahteraan

7
Hewan) disingkat sebagai  UDAW di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pada
prinsipnya, Deklarasi Universal ini akan memberikan satu pandangan kepada
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengenali hewan sebagai makhluk hidup,
yang mampu mengalami rasa sakit dan penderitaan, dan untuk mengakui bahwa
kesejahteraan binatang adalah suatu masalah penting sebagai bagian dari
pembangunan sosial bangsa-bangsa di seluruh dunia.
Untuk mencapai tujuan ini, UDAW melakukan kampanye  berkoordinasi
bersama WSPA(World Society for the Protection of Animals), dengan “core
Working Group” termasuk Compassion in World Farming (CIWF), the Royal
Society for the Prevention of Cruelty to Animals (RSPCA), dan  the Humane
Society International (HSI).
Salah satu konsep mengenai animal welfare yang banyak dipakai oleh para
penyayang binatang adalah konsep dari  World Society for Protection of
Animals (WSPA). Konsep animal welfare dari WSPA dikenal dengan nama “Five
(5) Freedom“. Ketentuan ini mewajibkan semua hewan yang dipelihara  atau
hidup bebas di alam memiliki hak-hak/kebebasan berikut :
a. Freedom from hunger and thirst (bebas dari rasa lapar dan haus).
b. Freedom from discomfort (bebas dari rasa panas dan tidak nyaman).
c. Freedom from pain, injury, and disease (bebas dari luka, penyakit dan sakit).  
d. Freedom from fear and distress (bebas dari rasa takut dan penderitaan).
e. Freedom to express normal behavior (bebas mengekspresikan perilaku
normal dan alami) (Abrianto, 2009).
Upaya yang dapat dipertimbangkan untuk mewujudkan kesejahteraan hewan
ada dua macam, yaitu mengusahakan hewan hidup sealami mungkin atau
membiarkan hewan hidup dengan perjalanan fungsi biologisnya. Setiap hewan
yang dipelihara manusia setidaknya diusahakan terbebas dari penderitaan yang
tidak perlu (Damron 2006). Menurut Dallas (2006) kesejahteraan hewan (animal
welfare) dapat diukur dengan indikator Lima Kebebasan (five freedoms), yaitu :
A.  Bebas dari Rasa Haus dan Lapar (Freedom from Hunger and Thirst)
Untuk mencegah hewan dari rasa lapar dan haus, makanan yang layak,
bergizi dan juga akses langsung terhadap air bersih perlu disediakan. Dengan

8
menyediakan tempat makanan dan minuman yang memadai akan dapat
mengurangi terjadinya penindasan dan kompetisi diantara mereka.
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan pertama dalam hidup.
Kebebasan dari rasa haus dan lapar ini ditempatkan di urutan pertama karena ini
sangat mendasar, primitif dan tidak dapat ditolerir. Lapar adalah saat-saat hewan
terstimulasi untuk makan. Hewan memerlukan akses yang mudah terhadap
makanan dan minuman untuk menjaga kesehatan dan kebugaran (Le Magnen
2005).
B. Bebas dari Rasa Tidak Nyaman (Freedoms from Discomfort)
Ketidaknyamanan disebabkan oleh keadaan lingkungan yang tidak sesuai
pada hewan. Bebas dari rasa tidak nyaman dapat diwujudkan dengan
menyediakan tempat yang sesuai seperti penyediaan kandang/tempat berlindung
yang nyaman (ventilasi memadai, suhu dan kelembaban yang cukup, adanya
lantai, tempat tidur dan sebagainya). Hewan akan merasa nyaman pada
lingkungan yang tepat, termasuk perkandangan dan area beristirahat yang
nyaman.
C. Bebas dari Rasa Sakit, Luka dan Penyakit (Freedom from Pain, Injury and
Disease)
Secara sangat sederhana, sehat pada hewan secara individu dapat
didefinisikan negatif sebagai ‘tidak adanya symptom penyakit’. Penyakit yang
sering timbul di peternakan adalah penyakit produksi. Penyakit ini adalah
penyakit akibat kekeliruan manajemen ternak atau akibat sistem yang
diberlakukan di peternakan. Penyakit produksi meliputi malnutrisi, trauma dan
infeksi yang diderita hewan selama hewan dipelihara oleh manusia. Kebebasan ini
dapat diwujudkan dengan pencegahan diagnosa yang tepat dan perawatan.
D. Bebas Mengekpresikan Perilaku Normal (Freedom to Express Normal
Behavior)
Hewan mempunyai kebiasaan atau perilaku yang khas untuk masing-masing
ternak. Dalam perawatan manusia, hewan mungkin memiliki lebih sedikit
kesempatan untuk mengekspresikan perilaku normalnya. Pada kondisi ekstrim,
hal yang mungkin terjadi justru hewan menunjukkan perilaku menyimpang.

9
Penyediaan ruang yang cukup, fasilitas yang benar dan teman bagi hewan dari
sejenisnya akan membantu hewan mendapat kebebasan menunjukkan perilaku
normalnya (Phillips 2006).
E. Bebas dari Rasa Takut dan Stres (Freedom from Fear or Distress)
Menurut Moberg (2005) stress berpengaruh terhadap kesejahteraan hewan
tergantung besar kecilnya kerugian biologis akibat stress tersebut. Stres tidak
hanya merupakan keadaan saat hewan harus beradaptasi melebihi kemampuannya,
tetapi juga pada saat hewan mempunyai respons yang lemah bahkan terhadap
rangsangan ‘normal’ sehari-hari (Duncan dan Fraser 2006).
Takut merupakan emosi primer yang dimiliki hewan yang mengatur respon
mereka terhadap lingkungan fisik dan sosialnya. Rasa takut kini dianggap sebagai
stresor yang merusak hewan (Jones 2006). Rasa takut yang berkepanjangan tentu
akan berimbas buruk bagi kesejahteraan hewan. Oleh karena itu, perilaku peternak
sangat berperan dalam membangun sikap hewan terhadap peternak. Cheeke
(2005) menitikberatkan pada tehnik manajemen hewan yang mengurangi atau
menghilangkan stres sebagi komponen penting dari animal welfare.
Kelima poin di atas merupakan daftar kontrol status kesejahteraan hewan
secara umum saja. Penjabaran kesejahteraan hewan ke dalam lima aspek
kebebasan tidaklah mutlak terpisah dan berdiri sendiri-sendiri. Aspek yang satu
mungkin berpengaruh pada aspek lainnya sehingga sulit untuk dibedakan. Bahkan
satu problem dapat merupakan cakupan beberapa poin di atas. Susunan yang
berurutan pun tidak mutlak mencerminkan prioritas.

II.5 Pengelompokan Hewan Berdasarkan Fungsinya Menurut WSPA


WSPA menjabarkan secara detail pemanfaatan hewan-hewan tersebut
tergantung tujuannya masing-masing. Pemanfaat hewan harus tetap
mempertimbangkan Five Freedom di atas. WSPA mempunyai kebijakan untuk
memilah-milah hewan berdasarkan manfaatnya yaitu :
1. Farm Animals, adalah hewan ternak yang dikonsumsi seperti : sapi,
kambing, ayam, dll

10
2. Working Animals, adalah hewan yang dimanfaatkan tenaga seperti : kuda,
kerbau, anjing penarik kereta salju, dll
3. Companion Animals, adalah hewan kesayangan yang dipelihara seperti :
anjing, kucing, hewan eksotik lain
4. Laboratory Animals, adalah hewan yang dimanfaatkan untuk penelitian.
5. Genetic Manipulation and Genetic Engineering, adalah hewan yang  telah
dimanipulasi genetik
6. Wild Animals, adalah satwa liar yang hidup bebas di alam seperti orang
utan, badak, dll
7. Animals Used In Sport Or Entertainment, adalah hewan yang digunakan
untuk kepentingan olahraga dan hiburan seperti kuda/anjing balap,dll
8. Marine Animals, adalah hewan-hewan yang hidup di laut
9. Fur and Trapping, yaitu pemanfaatan bulu/kulit hewan dan penangkapan
hewan
10. Conservation, adalah hewan-hewan yang terancam punah dan dipelihara
untuk pelestarian/konservasi (Abrianto, 2009).

II.6 Contoh Pelanggaran Animal Welfare


Penganiayaan sapi sebelum di potong atau disembelih tersebut merupakan
salah satu bentuk pelanggaran kesejahteraan hewan (animal welfare).  Praktik sapi
glonggongan, ayam suntikan adalah bentuk-bentuk pelanggaran animal
welfare yang lain.
Dalam bentuk yang berbeda, hobi ayam serama mempermak jengger agar
tampak lebih menarik.  Hobi Koi juga tidak segan mengambil sisik agar motif koi
kelihatan (Trubus 423, Ed.Februari 2005).
Pelanggaran Animal welfare yang gila-gilaan adalah kasus Foie
Grass.  Foie Grass artinya “Hati Angsa Tambun” ini adalah menu yang sangat
mewah berasal dari Prancis, tapi rupanya bahan makanan ini di dapat dengan
memberi makan angsa secara berlebihan supaya angsa mempunyai penyakit
pembengkakan hati. Angsa-angsa ini dipaksa makan meskipun sudah muak, pipa
besi dimasukkan lewat kerongkongan ke perut.  Tidak hanya itu, angsa

11
dimasukkan ke dalam kandang sempit, yang memaksa mereka tidak bisa berputar
atau menggerakkan tubuhnya, bahkan kaki mereka bengkak karena berdiri setiap
hari (http://uniktapifakta.com, 2000).

II.7 Animal Welfare dan Perdagangan Internasional


Globalisasi menjadi sebuah kekuatan yang merevolusi perdagangan
Internasional dan khususnya pada hewan dan produk hewan (Thiermann 2005).
Perjanjian WTO didesain untuk mencegah dan mengeliminasi hambatan
perdagangan. Perjanjian ini dibuat untuk menciptakan suatu kondisi perdagangan
yang tidak diskriminatif, transparan, dan pendekatan berbasis ilmiah. Sampai saat
ini WTO belum memasukan aspek animal welfare dalam ketentuan perdagangan
(SPS). Hal ini dapat disebabkan karena tidak ada hubungan yang kuat antara
aspek animal welfare dengan kesehatan hewan. Perbaikan pada aspek kesehatan
hewan di suatu peternakan dimana standaranimal welfare telah diperbaiki ternyata
tidak cukup menggambarkan keterkaitan antara keduanya. Sehingga dalam
beberapa kasus perdagangan, aspek animal welfare tidak dapat dijadikan
pembatasan perdagangan (restricted).
Pedoman dan standar keilmuan animal welfare tidak secara spesifik
disebutkan dalam perjanjian SPS dan TBT (Thiermann & Babcock 2005). Animal
welfaresebagai non trade concern telah diusulkan oleh anggota WTO termasuk
EU (Uni Eropa) sebagai bagian penting dalam perdagangan Internasional dan
sedang diupayakan menjadi bagian dari TBT.
Pada kasus penghentian ekspor sapi oleh Australia besar kemungkinan
pihak Australia menggunakan ketentuan pada Artikel XX (a,b,g) General
Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Dimana pada Artikel XX (a) berisi
tentang “kebutuhan perlindungan moral publik”. Kalau dari poin ini dapat juga
diinterpretasikan bahwa pelanggaran terhadap animal welfare termasuk dalam
kategori perlindungan moral publik. Tetapi hal ini jarang dilakukan oleh negara
anggota WTO mengingat WTO tidak membuat aturan spesifik mengenai animal
welfare baik dalam perjanjian SPS maupun TBT.

12
Kebijakan WTO dengan tidak memasukan animal welfare dalam SPS dan
TBT bisa jadi didasari dari kesulitan OIE dalam menetapkan standar
Internasionalanimal welfare yang disebabkan keberagaman faktor (ilmiah, agama,
ekonomi, budaya dan sosial) yang berperan penting dalam penetapan dan
penerimaan standar-standar tersebut. Dengan keberagaman yang ada sangat
memungkinkan standar animal welfare yang ditetapkan oleh satu negara dengan
negara lainnya berbeda.
Nilai tambah animal welfare
Penerapan standar animal welfare dalam perdagangan Internasional sangat
bergantung pada tuntutan konsumen negara importir. Pada negara-negara maju
seperti Amerika dan Eropa, konsumen sudah menuntut standar tinggianimal
welfare selama proses produksi produk hewan dan sebagai konsekuensinya
konsumen berani membayar mahal produk tersebut. Di Eropa dan USA konsumen
meminta informasi lebih dan transparansi pada produk hewan. Jika produk
dikelola dengan tidak menerapkan standar animal welfaremaka harga produk
menurun (Hobbs et al. 2002) dan sebaliknya jika produk dikelola dengan
standar animal welfare maka konsumen berani membayar lebih mahal.
Survei yang dilakukan oleh Zogby International Poll of Consumer di USA
diperoleh hasil sebanyak 80.7% konsumen berani membayar lebih mahal untuk
telur yang dihasilkan oleh induk ayam yang diperlakukan secara manusiawi
(animal welfare). Di Uni Eropa (EU), survei yang diadakan pada tahun 2005 juga
menunjukan sebanyak 87% responden menerima tambahan biaya untuk telur
ayam yang diperoleh dari induk ayam yang dipelihara pada kandang non-baterai.
Lebih jauh lagi, konsumen di USA menuntut pelabelan (labeling) untuk produk
babi dan telur ayam berisi informasi mengenai praktik animal welfaredalam
produksinya. Bahkan konsumen berani membayar 20% lebih tinggi terhadap
produk babi dan telur ayam yang dihasilkan dari peternakan/industri yang
menerapkan standar animal welfare (Tonsor & Wolf 2011).

13
2.8 Kesejahteraan Hewan di Indonesia
Di negara-negara maju dengan tingkat pemahaman masyarakat yang bagus
maka implementasi standar animal welfare menjadi added value suatu produk.
Tujuan pembuatan pedoman animal welfare bukan untuk memberi sanksi bagi
produsen tetapi lebih untuk mendorong perlakuan yang lebih baik pada hewan
dalam menanggapi keperihatinan publik dan konsekuensi negatif ekonomi akibat
ketidaksesuaian dengan standar minimum yang ada (Thiermann & Babcock
2005). Saat ini pelaksanaan standar animal welfare terbatas pada perjanjian
bilateral atau multilateral dimana negara yang terlibat mensyaratkan aspek animal
welfare. Kebijakan penetapan standar animal welfare juga biasanya dilakukan
antar private sector yang mengutamakan kualitas produk.
Seiring dengan tuntutan konsumen di negara-negara maju seperti Eropa
dan USA maka kedepan aspek animal welfare akan memegang peranan penting
dalam perdagangan Internasional. Uni Eropa menetapkan kebijakan impor hewan
dan produknya berbasis standar animal welfare. Produk impor (hewan dan
produknya) yang masuk ke Uni Eropa harus berasal dari proses produksi yang
menerapkan standar animal welfare. Bahkan saat ini beberapa perjanjian
perdagangan Internasional telah diratifikasi dengan memasukan aspek animal
welfare. Melihat kondisi ini besar kemungkinan standar animal welfare akan
diadopsi oleh WTO sebagai salah satu persyaratan dalam perdagangan
Internasional. Untuk itu kita perlu memperbaiki sistem peternakan kita dengan
mengimplementasikan animal welfare pada setiap tahapan rantai produksi. Perlu
kerjasama dari semua stakeholders untuk mewujudkan sistem peternakan yang
berbasis pada prinsip animal welfare.
Bagi negara-negera berkembang termasuk Indonesia, kesejahteraan lebih
merupakan domain untuk peningkatan kualitas kehidupan manusia. Berbeda
dengan negara maju, masyarakat di negara berkembang masih berjuang untuk
mencapai kesejahteraan sehingga kesejahteraan manusia dianggap sebagai
prioritas utama. Dengan berbagai dinamika yang ada, baik tingkat pendidikan
maupun perekonomian masyarakatnya, maka seringkali kesejahteraan hewan

14
(animal welfare) tidak dipahami dan cenderung diabaikan karena dianggap hanya
sebatas teori di awang dan belum diterapkan.
Dalam konteks Indonesia, animal welfare dapat dikategorikan sebagai
perspektif yang baru dan belum dipahami secara luas. Konsep ini agak sulit untuk
diterjemahkan karena kesejahteraan mempunyai makna yang beragam untuk
setiap orang di Indonesia. Walaupun demikian, secara budaya sebenarnya cikal
bakal animal welfare tanpa disadari telah ada dalam keseharian masyarakat
Indonesia. Larangan mengadu/menyabung ayam, ritual tertentu sebelum
menyembelih hewan, memberikan penghormatan kepada jenis hewan tertentu dan
lain sebagainya merupakan potret perilaku di masyarakat kita.
Masih dalam kaitan sosio-kultural, masyarakat Indonesia pada dasarnya
memiliki pemahaman tentang bagaimana bertindak agar tidak menyakiti atau
berbuat kejam terhadap hewan. Hal ini diperkuat dengan nilai-nilai yang diajarkan
dalam agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Kaidah bahwa hewan
adalah makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai hak untuk hidup, hak
diperlakukan dengan baik serta ajaran untuk menyayangi hewan merupakan benih
yang harus dipupuk untuk mencapai pemahaman yang lebih baik tentang
kesejahteraan hewan.
Permasalahan di Indonesia muncul ketika pemahaman awal masyarakat
tentang animal welfare tersebut tidak diwujudkan dalam perbuatan sehari-hari,
dan realita itulah yang terjadi di tempat pemotongan hewan/Rumah Potong
Hewan (RPH). Dampaknya Australia menghentikan ekspor sapi ke Indonesia
setelah beredar video kekejaman terhadap sapi Australia di RPH. Disamping itu,
isu kesejahteraan hewan di Indonesia juga menyangkut buruknya penanganan
ternak ayam potong di seluruh mata rantai produksi mulai dari peternakan, tempat
penampungan ayam, tata laksana transportasi hingga proses pemotongan di
tempat pemotongan hewan/Rumah Potong Unggas (RPU).
Lemahnya penegakan hukum juga menjadi kendala dalam penerapan
animal welfare di Indonesia. Walaupun sudah memiliki payung hukum Undang-
Undang No. 18 Tahun 2009  dimana salah satunya mengatur tentang
kesejahteraan hewan, namun praktek animal welfare di lapangan masih sulit

15
diterapkan dan ditegakkan. Kendala lain diantaranya keragaman masyarakat dan
budaya, tradisi, tingkat pendidikan dan minimnya kesadaran terhadap
kesejahteraan hewan.
Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesejahteraan hewan antara
lain dapat dilakukan melalui upaya public awareness secara kontinu. Hal ini dapat
dilakukan pada dua kelompok sasaran, yaitu kelompok masyarakat yang memiliki
pendidikan formal dan masyarakat awam. Pada kelompok yang pertama dapat
dilakukan kunjungan ke sekolah atau pusat pendidikan lainnya dengan
mengajarkan konsep animal welfare. Kegiatan dapat diselingi dengan simulasi
bagaimana rasanya berada di dalam kandang atau bagaimana rasanya dalam
kondisi haus dan lapar sehingga benar-benar dapat merasakan hal yang dirasakan
oleh hewan ketika mendapatkan perlakuan demikian.
Pada kelompok masyarakat awam, dapat dilakukan program edukasi yang
lebih menyenangkan (fun learning). Kegiatan diawali dengan pemutaran film
populer untuk menarik minat warga agar berkumpul, kemudian dilanjutkan
dengan film dokumenter yang memuat substansi animal welfare. Cara ini lazim
dilakukan untuk melakukan pendekatan dan edukasi kepada masyarakat yang
berada di pedesaan, sebagaimana pernah dilakukan oleh penulis ketika melakukan
public awareness tentang Rabies kepada masyarakat di Desa Sambi Kecamatan
Arut Utara Kabupaten Kotawaringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah.
Diskusi tentang animal welfare di Indonesia tampaknya akan selalu hangat
terkait besarnya kesenjangan antara tataran ideal dan realita di lapangan. Mimpi
tentang penerapan animal welfare di Indonesia masih relevan mengingat bahwa
pada dasarnya prinsip-prinsip menyayangi dan melindungi hewan sudah ada sejak
turun temurun. Namun upaya untuk membumikan perspektif animal welfare
masih memerlukan kerja keras semua pihak, termasuk pemerintah yang dapat
berperan dalam melakukan perbaikan dan melengkapi sarana yang diperlukan
untuk penerapan animal welfare seperti RPH, RPU dan Pasar Hewan. Seiring
dengan berbagai hasil  riset, tekanan dari aktifis dan pecinta hewan, maka “bola
panas” animal welfare harus didukung oleh masyarakat sebagai konsumen dan

16
pemilik hewan. Dengan satu harapan bahwa suatu saat animal welfare bukan lagi
di awang-awang, tetapi dapat diterapkan sehingga lebih membumi.

2.9 Kesejahteraan Hewan di RPH


Dalam pemotongan hewan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) penting
untuk memperhatikan dan melaksanakan kesejahteraan hewan, karena
berhubungan dengan kualitas daging yang dihasilkan dan dapat atau tidak
dinyatakan sebagai daging yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH).
Pemotongan secara wajar dan sesuai dengan syariat Agama Islam sudah
memenuhi kesejahteraan hewan.
Sampai saat ini masih banyak ditemukan praktek menyimpang dalam
pemotongan hewan di RPH-RPH dengan tujuan meningkatkan keuntungan
dengan cara yang tidak sehat. Beberapa tindakan menyimpang yang melanggar
kesejahteraan hewan antara lain :
 Transportasi hewan secara tidak baik
 Menganiaya dan menyakiti hewan serta membiarkan hewan kelaparan
 Mencabut kuku, taring atau memotong ekor dan telinga demi alasan
penampilan
 Melakukan kastrasi pada hewan dengan tujuan percepatan penggemukan
 Penglonggongan (pemberian minum berlebih secara paksa) pada
ternak sebelum dipotong dengan tujuan menaikkan berat badan
 Menyembelih ternak dengan pisau yang kurang tajam sehingga
proses penyembelihan berlangsung lebih lama
 Memotong kepala dan kaki atau menguliti ternak sebelum benar-benar mati
demi memudahkan penyembelihan atau menghemat waktu
 Memburu hewan untuk diambil hanya bagian tubuh tertentunya
seperti gading, taring, tanduk dan kulit.
Karena hewan merupakan makhluk hidup, maka mereka dapat juga
merasakan lapar, haus, tidak nyaman, ketakutan, rasa sakit dan ingin bebas
melakukan perilaku alaminya. Karena itu perlu diperhatikan kesejahteraan hewan

17
terutama di Rumah Pemotongan Hewan. Hal-hal mengenai kesrawan di RPH
yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1.     Penerimaan Hewan
 Hewan yang baru datang diturunkan dari alat angkut dengan hati-hatidan
tidak secara kasar
 Diadakan pemeriksaan dokuen kesehatan hewan/Surat Keterangan
Kesehatan Hewan (SKKH)
 Hewan diistirahatkan pada kandang penampungan yang layak terlebih
dahulu selama minimal 12 jam sebelum dipotong
 Pada saat diistirahatkan hewan dapat dipuasakan, namun masih tetap diberi
minum yang mencukupi
 Saat diistirahatkan hewan diperiksa antemortem oleh dokter hewan atau
petugas paramedik dibawah pengawasan dokter hewan
 Selama masa pengistirahatan hewan diperlakukan secara wajar
2.    Persiapan Penyembelihan
 Sebelum hewan dipotong seluruh peralatan dan ruang pemotongan harus
sudah siap dan bersih
 Sebelum hewan masuk ruang pemotongan harus dibersihkan dahulu
dengan air agar dalam proses selanjutnya kotoran tidak mencemari
karkas/daging
 Sebelum hewan dipotong hewan harus ditimbang
 Dalam memasukkan hewan ke dalam ruang pemotongan melalui gang way
harus dengan cara wajar, tidak secara kasar dan menimbulkan hewan
kesakitan dan stress
3.    Penyembelihan
 Pemotongan hewan dapat dilakukan dengan melakukan pemingsanan
terlebih dahulu atau tidak
 Apabila hewan dipingsankan terlebih dahulu cara pemingsanannya harus
mengikuti fatwa MUI tentang tata cara pemingsanan yang diperbolehkan
 Jika hewan tidak dipingsankan terlebih dahulu, tata cara merobohkan
hewan harus sesedikit mungkin menyebabkan hewan kesakitan/stress

18
 Penyembelihan harus menggunakan pisau yang tajam dan dilakukan
secepat mungkin dan tepat memotong tenggorokan, kerongkongan,
pembuluh nadi leher dan pembuluh balik besar pada leher.
 Proses selanjutnya, yaitu pengulitan, pelepasan kepala, pengeluaran jeroan
dan pemotongan karkas dilakukan setelah hewan benar-benar mati
 Pemastian kematian hewan dapat dilihat dari hilangnya refleks
palpebra/kelopak mata
Dengan melaksanakan kesejahteraan hewan di RPH maka daging/karkas
yang diperoleh dapat dinyatakan ASUH, dan masyarakat dapat mengonsumsi
dengan perasaan tenteram karena sudah dijamin oleh RPH yang mengeluarkan
daging tersebut. Penerapan kesrawan pada hewan ternak yang akan dipotong akan
meningkatkan kualitas daging yang dihasilkan, tidak menyebabkan kecacatan
pada karkas maupun hasil sampingannya seperti kulit, jeroan dan sebagainya,
tidak menurunkan nilai gizi serta tidak membahayakan kesehatan konsumen.
Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet), RPH dan kesejahteraan
hewan (animal welfare) sudah diatur di UU 6/1967 tentang Ketentuan Pokok
Peternakan dan Kesehatan Hewan, UU 18/2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan, dan Peraturan Mentan 13/2010 tentang Persyaratan RPH
Hewan Ruminansia dan Unit Penangan Daging (Meat Cutting Plant). Di pasal 66
UU 18/ 2009, misalnya, disebutkan bahwa pemotongan hewan yang dagingnya
diedarkan harus dilakukan di RPH dan mengikuti cara penyembelihan yang
memenuhi kaidah kesmavet dan animal welfare.
Dengan adanya rancangan Undang-Undang dan Kebijakan Pembangunan
Peternakan akan berfungsi sebagai dasar hukum bagi penyelenggaraan
pembangunan peternakan dan kesehatan hewan sehingga pembangunan
peternakan khususnya dalam bidang pemotongan hewan bisa menjamin
kesejahteraan bagi hewan ternak dan produk daging yang dihasilkan dari proses
pemotongan terbukti ASUH ( Aman, Sehat, Umun dan Halal).

19
2.10 Apa saja undang-undang Animal Walfare dan lembaga yang mengatur?
Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 95 tahun 2012 Pasal 1-112
tentang kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan.
UU No. 432 Tahun tentang campur tangan pemerintah dalam urusan
kehewanan
1    Maksud campur tangan pemerintah dalam urusan kehewanan adalah
untuk melaksanakan peraturan-peraturan yang diperlukan agar
supaya rendement ekonomis yang dihasilkan oleh ternak bagi masyarakat
menjadi sebesar-besarnya
2    Campur tangan meliputi:
a)      Pemberantasan penyakit hewan menular
b)      Perbaikan Peternakan
c)      Kesehatan/kebersihan (hygiene) veteriner
UU no. 6 tahun 1967 pasal 22 tentang Kesejahteraan hewan.
Untuk kepentingan kesejahteraan hewan, maka dengan Peraturan Pemerintah
ditetapkan ketentuan-ketentuan tentang :
a)      Tempat dan perkandangan;
b)      Pemeliharaan dan perawatan;
c)      Pengangkutan;
d)     Penggunaan dan pemanfaatan;
e)      Cara pemotongan dan pembunuhan;
f)       Perlakuan dan pengayoman yang wajar oleh manusia terhadap hewan
(Anonim1, 2009)
 UU no. 18 tahun 2009 pasal 66-67 tentang Kesejahteraan hewan.
Pasal 66
a)      Untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang
berkaitan dengan penangkapan dan penanganan; penempatan dan
pengandangan; pemeliharaan dan perawatan; pengangkutan;
pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan pengayoman yang
wajar terhadap hewan.

20
b)      Ketentuan mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan secara manusiawi yang meliputi:
1. penangkapan dan penanganan satwa dari habitatnya harus sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang
konservasi;
2. penempatan dan pengandangan dilakukan dengan sebaik-baiknya
sehingga memungkinkan hewan dapat mengekspresikan perilaku
alaminya;
3. pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan
dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa
lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan, serta
rasa takut dan tertekan;
4. pengangkutan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga
hewan bebas dari rasa takut dan tertekan serta bebas dari
penganiayaan;
5. penggunaan dan pemanfaatan hewan dilakukan dengan sebaik-
baiknya sehingga hewan bebas dari penganiayaan dan
penyalahgunaan;
6. pemotongan dan pembunuhan hewan dilakukan dengan sebaik-
baiknya sehingga hewan bebas dari rasa sakit, rasa takut dan
tertekan, penganiyaan, dan penyalahgunaan; dan
7. perlakuan terhadap hewan harus dihindari dari tindakan
penganiayaan dan penyalahgunaan.
c)      Ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kesejahteraan hewan
diberlakukan bagi semua jenis hewan bertulang belakang dan sebagian
dari hewan yang tidak bertulang belakang yang dapat merasa sakit.
d)     Ketentuan lebih lanjut mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Menteri.

21
Pasal 67
Penyelenggaraan kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66
ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
bersama masyarakat (Anonim2, 2009).
 KUHP Pasal 302
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan
penganiayaan ringan terhadap hewan:
a) barang siapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas,
dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan
kesehatannya;
b) barang siapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas
yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan sengaja tidak
memberi makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang
seluruhnya atau sebagian menjadi kepunyaannya dan ada di bawah
pengawasannya, atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat
atau menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda
paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan.
(3) Jika hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu dapat dirampas.
(4) Percobaan melakukan kejahatan tersebut tidak dipidana.
 Lembaga yang mengatur animal welfare
1.      OIE (Office Internationl des Epizooticae)
2.      RSPCA (Royal Society for the Prevention of Cruelty to Animals)
3.      UDAW (Universal Declaration of Animal Welfare)
4.      WSPA (World Society for the Protection of Animals)
5.      CIWF (Compassion in World Farming)
6.       HSI (Humane Society International) (Abrianto, 2009).

22
2.11 Tolak Ukur Kesejahteraan Hewan Dalam ANI dan TRI?
 ANI (Animal Needs Index)
ANI (Animal Needs Index) merupakan metode yang ditemukan oleh
ilmuwan Austria pada tahun 1999 bernama Helmut Bartussek, dimana metode ini
bertujuan untuk menilai kandang hewan terhadap pengaruhnya ke kesejahteraan
hewan tersebut (Fraser, 2008).
Elemen-elemen ANI pada Ternak
Nilai terendah -
Komponen Kriteria yang dinilai
tertinggi
-   Area per hewan 0-3.0
-   Bangun dan berebah 0-3.0
Kemampuan Bergerak
-   Latihan-latihan diluar 0-3.0
-   Akses ke padang rumput 0-1.5
-   Area per hewan 0-3.0
-   Struktur sosial gembala -0.5-2.0
Kontak Sosial -   Integrasi ternak pengikut -0.5-1.0
-   Latihan-latihan diluar 0-2.5
-   Akses ke padang rumput 0-1.5
-   Ketahanan lanta -0.5-2.5
-   Kebersihan lantai -0.5-1.0
-   Kelicinan -0.5-1.0
-   Kondisi lantai, untuk -0.5-1.0
Kualitas Lantai
bergerak
-   Kondisi lantai, untuk -0.5-1.5
exercise
-   Akses ke padang rumput 0-1.0
Kondisi didalam -   Kualitas udara -0.5-1.5
bangunan -   Cahaya -0.5-2.0
-   Peralatan-peralatan bising -0.5-1.0
-   Hari diluar / tahun 0-2.0

23
-   Jam diluar / tahun 0-2.0
-   Kebersihan Kandang -0.5-1.0
-   Keadaan Peralatan -0.5-1.0
-   Keadaan kulit hewan -0.5-1.0
Kualitas Perawatan
-   Kebersihan hewan -0.5-0.5
Manusia terhadap
-   Keadaan kuku hewan -0.5-1.5
Hewan
-   Luka karena peralatan / -0.5-1.5
kandang
-   Kesehatan hewan -0.5-1.5
(Fraser, 2008).

 TGI (Tiegerechttheitsindex)
Tiergerechtheitsindex merupakan metode yang hampir sama dengan ANI
yakni metode dalam penilaian apakah hewan itu sejahtera atau tidak.
Tiergerechtheitsindex dikenalkan oleh ilmuwan bernama Sundrum Andersson dan
Postler pada tahun 1994 (Bennedsgaard).
Metode Tiergerechtheitsindex ini lebih dikenal sebagai TGI200, dimana
metode ini biasanya digunakan oleh Organisasi organik di jerman untuk
menyatakan tingkat kesejahteraan pada pertanian ternak organik (Bennedsgaard).
Ada 7 tema yang dijadikan protokol dalam penentuan kesejahteraan hewan
tersebut yakni :
-       Lokomosi                                                 -   Kenyamanan
-       Pakan                                                       -   Kehigienan
-       Tingkah Laku Sosial                                -   Stockmanship
-       Resting (Sundrum, et.al, 1994)
Pada tiap-tiap tema, beberapa pengukuran penilain di catat dan nilai diberi
secara manual mulai dari 0-200 (Bennedsgaard).

24
III. KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
Sampai saat ini kesadaran masyarakat mengenai animal welfare masih
rendah. Hal ini disebabkan oleh tingkat pengetahuan tentang animal
welfare masih sangat minim, oleh karena itu perlu adanya tindakan penyuluhan.
Kesejahteraan hewan (animal welfare) dapat diukur dengan indikator
Lima Kebebasan (five freedoms), yaitu: bebas dari rasa haus dan lapar (freedom
from hunger and thirst), bebas dari rasa tidak nyaman (freedoms from discomfort),
bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit (freedom from pain, injury and disease),
bebas mengekpresikan perilaku normal (freedom to express normal behavior),
bebas dari rasa takut dan stres (freedom from fear or distress).

3.2. Saran
Di Indonesia dalam pemotongan hewan di Rumah Pemotongan Hewan
(RPH) masih sangat membutuhkan perhatian dalam melaksanakan kesejahteraan
hewan, karena hal ini berhubungan dengan kualitas daging yang dihasilkan dan
dapat atau tidak dinyatakan sebagai daging yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal
(ASUH).

25
DAFTAR PUSTAKA

Abrianto, 2009. Kesejahteraan Hewan. http://duniasapi.com/kesejahteraan-hewan.


Diakses pada 16 November 2011
Bennedsgaard, T., and  Thamsborg, SM. Comparison of welfare assessment in
organic dairy herds by the TGI200-protocol and a factor model based on
clinical examinations and production parameters : Austria diakses
dari http://www.veeru.rdg.ac.uk/organic/proc/Benn.htm
Eccleston, Kellie Joan.  2009.  Animal Welfare di Jawa Timur :  Model
Pendidikan Kesejahteraan Binatang di Jawa Timur.  Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang.
Fraser, David. 2008. Understanding Animal Welfare. Wiley-Blackwell : USA
Kartasudjana, ruhyat. 2001.  Proses Pemotongan Ternak di RPH.  Modul Program
Keahlian Budidaya Ternak. Departemen Pendidikan Nasional Proyek
Pengembangan Sistem Dan Standar Pengelolaan Smk Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta
Nurfitriati, Ilva. 2010.  Penerapan Animal Welfare dalam Peraturan Hukum
Indonesia : Kasus Hewan Ternak Sapi Potong.
Rahardjo, Mudjia. 2010.  Makna Ternak bagi Pengungsi Letusan Gunung
Merapi. Dalam: http://mudjiarahardjo.com/artikel/282/makna-ternak-bagi-
pengungsi-letusan -gunung-merapi.
Trubus 423 Ed.Februari.2005.  Permak Jengger Supaya Cantik. Tahun XXXVI
hal : 122-128.
Van de Kok, Jean. 2010. Hak – Hak Asasi
Hewan.http://static.rnw.nl/migratie/www.ranesi.nl/tema/mengenalbelanda/
hakasasihewankolomjvdk070626-redirected
Wahyu, Wita. 2010.  Kesejahteraan Hewan bagi Kesehatan Manusia

26

Anda mungkin juga menyukai