Anda di halaman 1dari 110

PENGARUH JENIS HIJAUAN DALAM PAKAN

TERHADAP KONSUMSI, EFISIENSI, KONVERSI


PAKAN DAN IOFC PADA SAPI PERAH LAKTASI

SKRIPSI

Oleh :

Muhammad Fahmi Akromansyah


NIM. 135050107111048

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
PENGARUH JENIS HIJAUAN DALAM PAKAN
TERHADAP KONSUMSI, EFISIENSI, KONVERSI
PAKAN DAN IOFC PADA SAPI PERAH LAKTASI

SKRIPSI

Oleh :
Muhammad Fahmi Akromansyah
NIM. 135050107111048

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh


gelar sarjana pada Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
Scanned by CamScanner
PENGARUH JENIS HIJAUAN DALAM PAKAN
TERHADAP KONSUMSI, EFISIENSI, KONVERSI
PAKAN DAN IOFC PADA SAPI PERAH LAKTASI

SKRIPSI

Oleh:
Muhammad Fahmi Akromansyah
NIM. 135050107111048

Telah dinyatakan lulus dalam ujian sarjana


Pada hari/tanggal: Senin, 14 Agustus 2017

Tanda Tangan Tanggal


Pembimbing Utama
Dr. Ir. Mashudi, M. Agr. Sc. ................. .............
NIP. 19610519 198802 1 001
Pembimbing Pendamping
Prof. Dr. Ir. Hartutik, MP. ................. .............
NIP. 19560603 198203 2 001
Dosen Penguji
Prof. Dr. Ir. Siti Chuzaemi, MS. ................. .............
NIP. 19530514 198002 2 001
Prof. Dr. Ir. VM. Ani Nurgiartiningsih, M.Sc................. .............
NIP. 19640623 199002 2 001
Dr. Ir. Imam Thohari, MP. ................. .............
NIP. 19590211 198601 1 002

Mengetahui:
Dekan Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya

Prof. Dr.Sc.Agr.Ir. Suyadi, MS


NIP. 19620403 198701 1 001
Tanggal : ............................
KOSONG
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Muhammad Fahmi


Akromanysah, dilahirkan di Jombang 22 Juni 1994,
Penulis merupakan anak pertama dari 4 bersaudara
dari pasangan Bapak H. Syaifuddin Zuhri dan Ibu
Hj. Ninik Uswatun Hasanah. Jenjang Pendidikan
formal yang ditempuh oleh penulis dimulai dari TK
Midanutta’lim kecamatan Jogorto, Kabupaten
Jombang (1999 - 2000), lalu melanjutkan Pendidikan
di SD plus Darul Ulum Jombang, Kabupaten
Jombang (2000 - 2007), kemudian melanjutkan di
SMPN 3 Peterongan, Kabupaten Jombang (2007 -
2010), kemudian melanjutkan di SMAN Mojoagung,
Kabupaten Jombang (2010 - 2013). Penulis
melanjutkan Pendidikan jenjang strata 1 di
Perguruan Tinggi Negeri Universitas Brawijaya,
Fakultas Peternakan, Jurusan Nutrisi dan Makanan
Ternak, melalu jalur seleksi Minat dan Kemampuan
(SPMK) jalur mandiri.
Penulis pernah melakukan Praktek Kerja
Lapang (PKL) di PT Santosa Agrindo, Kecamatan
Tongas, Kabupaten Probolinggo dan
menmyelesaikan laporan PKL dengan judul

i
“Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong di PT.
Santosa Agrindo (SANTORI) Desa Wringinanom
Kecamatan Tongas, Kabupaten Probolinggo”.
Penulis juga bergabung di Kepanitiaan Penerimaan
Mahasiswa Baru Universitas Brawijaya pada periode
(2015-2016), Kepanitiaan Penerimaan Mahasiswa
Baru Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
pada periode (2014-2015) dan periode (2015-2016),
Kepanitiaan Dies Natalis Fakutas Peternakan
Brawijaya pada periode (2015 - 2016).

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah yang


Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, karunia dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
Skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih
kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Ir. Mashudi, M. Agr. Sc., selaku


Pembimbing Utama dan Ibu Prof. Dr. Ir. Hartutik,
MP, selaku Pembimbing Pendamping atas saran dan
bimbingannya dalam penulisan usulan penelitian
sampai pelaksanaan penelitian dan penyusunan
skripsi.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Siti Chuzaemi, MS, Ibu Prof. Dr. Ir.
VM. Ani Nurgiartiningsih, M.Sc dan Bapak Dr. Ir.
Imam Thohari, MP selaku dosen penguji pada ujian
sarjana atas saran dan bimbingannya dalam
penyusunan skripsi.
3. Bapak Prof. Dr. Sc. Agr. Ir. Suyadi, MS., selaku
Dekan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
yang telah memberikan fasilitas mulai dari
perkuliahan hingga terselesainya penulisan skripsi.
4. Bapak Dr. Agus Susilo, S.Pt. MP., selaku Ketua
Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya yang telah memberikan
pelayanan selama proses studi yang telah banyak
membina dan memberi kelancaran dalam proses studi.
5. Bapak Dr. Ir. Mashudi, M. Agr. Sc., selaku
Koordinator minat Bagian Nutrisi dan Makanan
Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran
selama proses pengajuan judul dan penyusunan usulan
penelitian sampai dengan penulisan laporan Skripsi.
6. Ibu Prof. Dr. Ir. Siti Chuzaemi, MS selaku Ketua
Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya.
7. Bapak Sugiono, Mbak Alik sebagai Laboran Nutrisi
dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya.
8. Pimpinan KUD Sumber Makmur Kecamatan
Ngantang, Kabupaten Malang atas fasilitas, bantuan
dan informasi yang diperlukan selama penulisan
skripsi.
9. Orang tua yaitu Bapak Syaifuddin Zuhri dan Ibu Ninik
Uswatun Hasanah atas jasa-jasanya, kesabaran, doa,
pengorbanan yang luar biasa untuk penulis, serta
kakak dan adik saya tecinta yang selalu memberikan
semangat dan dukungan.
10. Anggota kelompok penelitian yaitu Mimbar Fauzi dan
Adhi Pamungkas yang telah membantu dalam
kegiatan penelitian di lapang dan di Laboratorium.

Malang,14 Agustus 2017


Penulis,
EFFECT OF FORAGE TYPES IN FEED ON INTAKE,
EFFICIENCY, FEED CONVERSION AND IOFC
ON LACTATING DAIRY COW

Muhammad Fahmi 1), Mashudi 2), Hartutik 2)


1
Student at Animal Nutrition and Feed Department, Faculty of
Animal Husbandry, University of Brawijaya
2
Lecturer at the Animal Nutrition and Feed Department,
Faculty of Animal Husbandry, University of Brawijaya
Email: Famimuhammad13@gmail.com
Abstract
The purpose of this research was to evaluate the effect of
different types of forage in the diet on intake, efficiency, feed
conversion and Income Over Feed Cost (IOFC) on lactating
dairy cows of Friesian Holstein (FH) and to get the best
treatment. The method used was experimental cross over
design consist of four treatments and four replications. The
treatment were T1 = 60% (30% dwarf elephant grass + 30%
maize stover) + 40% Concentrate, T2 = 60% (30% elephant
grass + 30% maize stover) + 40% Concentrate, T3 = 60%
elephant grass+ 40% Concentrate, T4 = 60% dwarf elephant
grass + 40% Concentrate, all ratio in the treatment based on
DM (Dry Matter). The variables measured were intake (DM,
OM and CP), efficiency, feed conversion and IOFC. If the
result showed significantly effect, be continued by Duncan
Test. The result showed that the treatment gave did not
significant effect (P>0.05) on intake, feed efficiency, feed
conversion and IOFC. The use of various forages gave no
significant effect (P> 0.05). The conclusion for the best
treatment was T4 = 60% dwarf elephant grass + 40%
Concentrate from DM percentage for feed efficiency (%)

iii
(88.90 ± 2.65), feed conversion (1.05 ± 0.13) and this IOFC
(IDR) (23,940,00 ± 4,204,01).

Keywords: lactating dairy cow, forage, intake, feed efficiency,


feed conversion, IOFC

iv
PENGARUH JENIS HIJAUAN DALAM PAKAN
TERHADAP KONSUMSI, EFISIENSI, KONVERSI
PAKAN DAN IOFC PADA SAPI PERAH LAKTASI

Muhammad Fahmi1), Mashudi2), Hartutik2)


1
Mahasiswa Nutrisi dan Maknan Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya
2
Dosen Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya
Email: Famimuhammad13@gmail.com
RINGKASAN
Kebutuhan masyarakat akan konsumsi susu sapi dari
tahun ke tahun terus meningkat, konsumsi susu per kapita
masyarakat Indonesia akan terus ditingkatkan karena saat ini
baru mencapai 11,09 liter per tahun, masih jauh di bawah
konsumsi per kapita negara-negara ASEAN lainnya yang
mencapai lebih dari 20 liter per kapita per tahun. Ketersediaan
susu yang berasal dari dalam negeri tidak lagi dapat memenuhi
kebutuhan tersebut. Salah satu masalah dalam hal
produktivitas ternak sapi perah adalah faktor pakan, khususnya
pakan hijauan yang merupakan pakan utama. Umumnya jenis
hijauan yang diberikan ke ternak sapi perah adalah rumput
gajah (Pennisetum purpureum) dan tebon jagung (maize
stover) yang memiliki kandungan nutrien dan produksinya
dilahan cukup besar, namun kenyataannya produktivitas
ternak belum memadai. Salah satu pakan hijauan alernatif
adalah rumput odot (Pennisetum purpureum cv.Mott) atau
biasa disebut rumput gajah mini (dwarf elephant grass) yang
merupakan jenis rumput unggul yang mempunyai
produktivitas yang tinggi, kandungan nutrien yang cukup baik
dan memiliki palatabilitas yang cukup tinggi.

v
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh
jenis hijauan dalam pakan terhadap konsumsi, efisiensi,
konversi pakan dan Income Over Feed Cost (IOFC) pada sapi
perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) laktasi dan untuk
mendapatkan perlakuaan terbaik yang menghasilkan data
konsumsi, efisisiensi, konversi pakan dan Income Over Feed
Cost (IOFC) yang terbaik.
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
jenis hijauan. Metode yang digunakan adalah metode
percobaan dengan menggunakan RBSL (rancangan bujur
sangkar latin) terdiri dari 4 perlakuan dan 2 ulangan. Adapun
perlakuan dalam penelitian ini yaitu P1 = 60% BK (Rumput
Odot + Tebon Jagung) + 40% BK Konsentrat, P2 = 60% BK
(Rumput Gajah + Tebon Jagung) + 40% BK Konsentrat, P3 =
60% BK Rumput Gajah + 40% BK Konsentrat, P4 = 60% BK
Rumput Odot + 40% BK Konsentrat. Variabel yang diamati
adalah konsumsi, efisiensi, konversi pakan dan IOFC. Data
dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan dilanjutkan
dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) apabila hasilnya
berbeda nyata.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh jenis
hijauan dalam pakan pada konsumsi pakan memberikan
pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi BK,
konsumsi BO dan Konsumsi PK. Terdapat kecenderungan
kandungan KBK tertinggi pada P2 (133,58±11,67),
kecenderungan KBO tertinggi pada P2 (111,40±8,90) dan
kecenderungan KPK pada P1 (17,33±1,27). Jenis hijauan
dalam pakan memeberikan pengaruh yang tidak nyata
(P>0,05) terhadap efisiensi pakan. Terdapat kecenderungan
efisiensi pakan tertinggi pada perlakuan P4 (88,90±2,65). Jenis
hijauan dalam pakan memeberikan pengaruh yang tidak nyata
(P>0,05) terhadap konversi pakan. Terdapat kecenderungan
konversi pakan tertinggi pada perlakuan P4 (1,05±0,13). Jenis

vi
hijauan dalam pakan memeberikan pengaruh yang tidak nyata
(P>0,05) terhadap IOFC. Terdapat kecenderungan IOFC
tertinggi pada perlakuan P4 (23940,00±4204,01).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa Penggunaan jenis hijauan rumput odot, rumput gajah
dan tebon jagung dalam pakan tidak memiliki perbedaan yang
nyata ditinjau dari konsumsi, efisiensi, konversi pakan dan
IOFC pada sapi perah laktasi. Semakin banyak konsumsi
bahan kering dan bahan organik oleh ternak maka semakin
banyak pula konsumsi protein kasar. Perlakuan P4 = 60% (BK)
rumput odot + 40% (BK) konsentrat menjadi perlakuan yang
terbaik berdasarkan hasil dari efisiensi pakan, konversi pakan
dan IOFC (Income Over Feed Cost).
Saran dalam penelitian ini adalah perlu adanya
penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan rumput odot
dalam pakan ternak sapi perah laktasi, agar bisa mengetahui
penggunaan rumput odot dalam pakan yang paling efisien.

vii
viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah yang


Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, karunia dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
Skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih
kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Ir. Mashudi, M. Agr. Sc., selaku


Pembimbing Utama dan Ibu Prof. Dr. Ir. Hartutik,
MP, selaku Pembimbing Pendamping atas saran dan
bimbingannya dalam penulisan usulan penelitian
sampai pelaksanaan penelitian dan penyusunan
skripsi.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Siti Chuzaemi, MS, Ibu Prof. Dr. Ir.
VM. Ani Nurgiartiningsih, M.Sc dan Bapak Dr. Ir.
Imam Thohari, MP selaku dosen penguji pada ujian
sarjana atas saran dan bimbingannya dalam
penyusunan skripsi.
3. Bapak Prof. Dr. Sc. Agr. Ir. Suyadi, MS., selaku
Dekan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
yang telah memberikan fasilitas mulai dari
perkuliahan hingga terselesainya penulisan skripsi.
4. Bapak Dr. Agus Susilo, S.Pt. MP., selaku Ketua
Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya yang telah memberikan
pelayanan selama proses studi yang telah banyak
membina dan memberi kelancaran dalam proses studi.
5. Bapak Dr. Ir. Mashudi, M. Agr. Sc., selaku
Koordinator minat Bagian Nutrisi dan Makanan
Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran
selama proses pengajuan judul dan penyusunan usulan
penelitian sampai dengan penulisan laporan Skripsi.
6. Ibu Prof. Dr. Ir. Siti Chuzaemi, MS selaku Ketua
Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya.
7. Bapak Sugiono, Mbak Alik sebagai Laboran Nutrisi
dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya.
8. Pimpinan KUD Sumber Makmur Kecamatan
Ngantang, Kabupaten Malang atas fasilitas, bantuan
dan informasi yang diperlukan selama penulisan
skripsi.
9. Orang tua yaitu Bapak Syaifuddin Zuhri dan Ibu Ninik
Uswatun Hasanah atas jasa-jasanya, kesabaran, doa,
pengorbanan yang luar biasa untuk penulis, serta
kakak dan adik saya tecinta yang selalu memberikan
semangat dan dukungan.
10. Anggota kelompok penelitian yaitu Mimbar Fauzi dan
Adhi Pamungkas yang telah membantu dalam
kegiatan penelitian di lapang dan di Laboratorium.

Malang,14 Agustus 2017


Penulis,
DAFTAR ISI

Isi Halaman

RIWAYAT HIDUP ....................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................. ii
ABSTRACT .................................................................... v
RINGKASAN ................................................................ vii
DAFTAR ISI .................................................................. xi
DAFTAR TABEL.......................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................. xvii
DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL .................. xix

BAB I PENDAHULUAN .............................................. 1


1.1 Latar Belakang .............................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian .......................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ........................................ 5
1.5 Kerangka Pikir .............................................. 6
1.6 Diagram Alir Kerangka Pikir ........................ 9
1.7 Hipotesis........................................................ 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................... 11


2.1 Sapi Perah PFH Laktasi .................................. 11
2.2 Pakan Hijauan................................................. 14
2.3 Pakan Konsentrat ............................................ 17
2.4 Rumput Odot
(Pennisetum purpureum CV.Mott) ................... 20
2.5 Rumput Gajah
(Pennisetum purpureum CV.Schumach) ......... 23
2.6 Tebon Jagung (Zea mays.spp) ....................... 26
2.7 Konsumsi Pakan ............................................ 28

xi
2.8 Efisiensi Pakan .............................................. 30
2.9 Konversi Pakan.............................................. 31
2.10 Income Over Feed Cost (IOFC) .................... 33

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN.... 37


3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................... 37
3.2 Materi Penelitian ........................................... 37
3.2.1 Sapi perah PFH laktasi ......................... 37
3.2.2 Kandang dan peralatan ......................... 38
3.2.3 Pakan hijauan........................................ 39
3.2.4 Pakan konsentrat ................................... 39
3.3 Metode Penelitian .......................................... 40
3.4 Pelaksanaan Penelitian .................................. 42
3.4.1 Tahap adaptasi ...................................... 42
3.4.2 Tahap pendahuluan dan perlakuan
Pakan.................................................... 43
3.4.3 Tahap koleksi data ................................ 44
3.5 Variabel Penelitian ......................................... 45
3.6 Analisis Data ................................................. 47
3.7 Batasan Istilah ............................................... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................... 49


4.1 Kandungan nutrien pakan .................................. 49
4.2 Konsumsi nutrien pakan .................................... 52
4.3 Efisiensi Pakan................................................... 58
4.4 Konversi Pakan .................................................. 60
4.5 IOFC (Income Over Feed Cost)......................... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN......................... 67


5.1 Kesimpulan ........................................................ 67
5.2 Saran .................................................................. 67

DAFTAR PUSTAKA .................................................... 69


LAMPIRAN ................................................................... 85
DOKUMENTASI .......................................................... 167

xii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Standar kebutuhan nutrien sapi perah laktasi .................. 13


2. Standar kebutuhan nutrien sapi perah laktasi
dari pakan hijauan............................................................ 16
3. 18Standar baku konsentrat sapi perah laktasi .................. 19
4. Persyaratan mutu konsentrat sapi perah
berdasarkan bahan kering (BK) ....................................... 19
5. Hasil analisis proksimat rumput odot .............................. 23
6. Produksi bahan kering rumput gajah .............................. 25
7. Kandungan nutrien rumput gajah .................................... 26
8. Komposisi nutrien dari bahan pakan rumput raja
dan tebon jagung............................................................. 27
9. Biaya pakan untuk memproduksi susu ............................ 34
10. Nilai IOFC (Income Over Feed Cost) ............................. 35
11. Bulan laktasi, periode laktasi dan bobot badan
awal sapi perah di KUD Sumber Makmur ...................... 38
12. Komposisi bahan konsentrat KUD
Sumber Makmur .............................................................. 40
13. Kandungan nutrien konsentrat KUD
Sumber Makmur ............................................................. 40
14. Kandungan nutrien pakan hijauan masing-masing
perlakuan pada saat Penelitian......................................... 49
15. Kandungan nutrien BK, BO, PK pakan
pada masing-masing perlakuan ....................................... 51
16. Rataan konsumsi BK, BO dan PK pada
masing masing perlakuan ................................................ 53
17. Urutan hasil rataan yang terbaik pada KBK,
KBO dan KPK berdasarkan rataan bobot badan ............. 55
18. Rataan Efisiensi Pakan..................................................... 58
19. Rataan Konversi Pakan .................................................... 61
20. Rataan IOFC (Income Over Feed Cost) .......................... 63
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram alir kerangka pikir............................................. 9


2. Sapi perah peranakan Friesian Holstein
(PFH) .............................................................................. 12
3. Kurva laktasi sapi perah selama satu
periode laktasi.................................................................. 12
4. Rumput odot (Pennisetum purpureum cv.Mott) .............. 22
5. Rumput gajah
(Pennisetum purpureum cv.schumach) ............................ 26
6. Tebon jagung (Zea mays.spp) .......................................... 27
7. Denah kandang penelitian ............................................... 42
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Analisis proksimat kandungan BK udara ........................ 85


2. Analisis proksimat kandungan BK .................................. 86
3. Analisis proksimat kandungan Abu dan BO ................... 88
4. Analisis proksimat kandungan PK .................................. 90
5. Data bulan laktasi, periode laktasi dan
bobot badan awal sapi perah di KUD
Sumber Makmur .............................................................. 94
6. Data rataan konsumsi BK setiap perlakuan
setiap ulangan .................................................................. 95
7. Data rataan konsumsi BO setiap perlakuan
setiap ulangan .................................................................. 96
8. Data rataan konsumsi PK setiap perlakuan
setiap ulangan .................................................................. 97
9. Data rataan efisiensi pakan setiap perlakuan
dan setiap ulangan ........................................................... 98
10. Data rataan konversi pakan setiap perlakuan
dan setiap ulangan .......................................................... 99
11. Data rataan IOFC pakan setiap perlakuan
dan setiap ulangan ........................................................... 100
12. Data rata-rata konsumsi BK
(KBK) (g/kg BB0,75) ........................................................ 101
13. Data rata-rata konsumsi BO
(KBO) (g/kg BB0,75) ........................................................ 102
14. Data rata-rata konsumsi PK
(KPK) (g/kg BB0,75) ......................................................... 103
15. Data rata-rata efisiensi pakan (%) ................................... 104
16. Data rata-rata konversi pakan .......................................... 105
17. Data rata-rata IOFC
(Income Over Feed Cost)................................................. 106
18. Data rata-rata produksi susu (kg) ..................................... 107
19. Perhitungan statistik KBK in vivo ................................... 108
20. Perhitungan statistik KBO in vivo ................................... 117
21. Perhitungan statistik KPK in vivo .................................... 126
22. Perhitungan statistik efisiensi pakan ................................ 135
23. Perhitungan statistik konversi pakan ............................... 144
24. Perhitungan statistik IOFC
(Income Over Feed Cost)................................................ 153
25. Analisis harga pakan setiap perlakuan
dan susu ........................................................................... 163
26. Analisis Harga Pakan (BK)
Setiap Perlakuan .............................................................. 165
DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL

% : Persen
0
C : Derajad celcius
ANOVA : Analysis variant
BETN : Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen
BK : Bahan kering
BO : Bahan Organik
cm : centimeter
dkk : Dan kawan kawan
et.al : ad alii
g : Gram
Ha : Hektar
IOFC : Income Over Feed Cost
kg : kilogram
Kkal : Kilo kalori
LK : Lemak Kasar
mg : miligram
NDF : Neutral Detergent Fiber
NRC : National Research Council
PFH : Peranakan Friesian Holstein
PK : Protein Kasar
RBSL : Rancangan Bujur Sangkar Latin
SK : Serat Kasar
SNF : Solid Non Fat
TDN : Total Digestible Nutrient
VFA : Volatile Fatty Acid
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan susu sapi dari tahun ke tahun terus
meningkat hal ini disampaikan oleh Badan Pusat Statistik
(2015) bahwa, konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia
akan terus ditingkatkan karena saat ini baru mencapai 11,09
liter per tahun, masih jauh di bawah konsumsi per kapita
negara-negara ASEAN lainnya yang mencapai lebih dari 20
liter per kapita per tahun. Ketersediaan susu yang berasal dari
dalam negeri tidak lagi dapat menutupi kebutuhan tersebut.
Walaupun perkembangan populasi sapi perah ada indikasi
mengalami peningkatan namun produktivitas per individu
ternak masih rendah. Rendahnya produktivitas susu sapi
perah diduga karena pakan hijauan belum mencukupi
kebutuhan nutrien dari sapi perah laktasi baik secara kualitas
maupun kuantitas
Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) adalah
persilangan antara sapi lokal (peranakan Ongole) dengan sapi
perah Friesian Holstein. Persilangan ini dilakukan untuk
memperoleh sapi perah jenis baru yang sesuai dengan iklim
dan kondisi di Indonesia. Anggraeni (2008) menyatakan
bahwa produksi susu sapi PFH rata-rata 11,9 liter/ekor/hari
atau kurang lebih 3.500 liter/laktasi. Rendahnya produktivitas
susu sapi perah tidak akan bisa mencukupi kebutuhan dari
tahun ke tahun yang terus meningkat.
Salah satu masalah dalam hal produktivitas ternak sapi
perah adalah faktor pakan, khususnya pakan hijauan yang
merupakan pakan utama. Umumnya jenis hijauan yang
diberikan ke ternak sapi perah adalah rumput gajah
(Pennisetum purpureum) dan tebon jagung (maize stover)
yang memiliki kandungan nutrien dan produksinya cukup
besar, namun kenyataannya produktivitas ternak belum
memadai. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang pakan
hijauan untuk sapi perah laktasi yang berguna sebagai
alternatif untuk memenuhi kebutuhan nutrien sapi perah
melalui pakan hijauan guna meningkatan produktivitas susu
sapi perah untuk memenuhi kebutuhan susu sapi perah setiap
tahunnya.
Pakan hijauan yang dapat digunakan pada saat musim
kemarau selain rumput gajah dan tebon jagung adalah rumput
odot (Pennisetum purpureum cv.Mott) atau biasa disebut
rumput gajah mini (dwarf elephant grass) yang merupakan
jenis rumput unggul yang mempunyai produktivitas yang
tinggi, kandungan nutrien yang cukup baik dan memiliki
palatabilitas yang cukup tinggi. Disamping itu kandungan
nutrien rumput odot lebih tinggi pada berbagai tingkat umur
pemotongan. Rumput gajah mini mempunyai keunggulan
antara lain tahan kering, dan hanya bisa di perbanyak melalui
metoda vegetatif (Lasamadi 2013).
Awalnya rumput odot dibawa oleh seorang TKI
bernama pak Odot asal Tulungagung dari Amerika Serikat
pada tahun 2012, setelah dicoba ditanam ternyata
pertumbuhannya cukup cepat dan sangat disenangi ternaknya
dan sejak saat itu rumput odot ini mulai menyebar disekitar
Tulungagung dan sering disebut rumput gajah super. Hasil
survei di tingkat peternak yaitu di daerah Kecamatan
Ngantang dan Karangploso diperoleh hasil bahwa beberapa
peternak sapi perah sudah mulai beralih ke rumput ini untuk
menggantikan rumput yang selama ini digunakan yaitu rumput
gajah.
Sampai saat ini belum ditemukan penelitian
penggunaan rumput odot khususnya untuk pakan sapi perah,
padahal keunggulan rumput tersebut dari sisi nutrien,
palatabilitas dan agronomi cukup mengesankan. Dari hasil
studi referensi rumput ini pernah dianalisis kandungan
nutriennya oleh kelompok peneliti agronomi dari Pakistan,
kandungan nutrien seperti kadar lemak daun 2,72% dan batang
0,91%, protein kasar daun 14,35 % dan batang 8,1 %,
kecernaan daun 72,68% dan batang 62,56% serta kecernaan
protein kasar 14 % (Yassin, Malik dan Nazir, 2003).
Oleh karena itu diperlukan sebuah penelitian yang
menunjukkan suatu hasil data yang nyata tentang hasil
penelitian pengunaan jenis hijauan yaitu rumput odot, rumput
gajah dan tebon Jagung yang ditinjau dari konsumsi pakan,
efisiensi pakan dan konversi pakan serta IOFC (Income Over
Feed Cost). Perbandingan terbaik dapat dilihat dari konsumsi
pakan dikarenakan semakin banyak konsumsi dan efisien
maka semakin baik data konumsi dari jenis hijauan tersebut,
hal ini sesuai dengan Santosa (2006) bahwa konsumsi pakan
sangat tergantung kepada pakan yang disediakan oleh
peternak, pakan dengan kualitas yang baik dan segar maka
akan mempengaruhi konsumsi dari ternak tersebut sehingga
konsumsi dapat maksimal dan efisien.
Selain ditinjau dari konsumsi pakan dapat ditinjau
juga dari efisiensi pakan, semakin tinggi data hasil dari
efisiensi maka semakin baik, hal ini didukung pernyataan oleh
Nurdiati, Handayanta dan Lutojo (2012) bahwa nilai efisiensi
penggunaan pakan yang semakin tinggi menunjukkan bahwa
pakan yang dikonsumsi semakin sedikit untuk menghasilkan
produksi. Nilai efisiensi yang baik maka akan diikuti pula
dengan konversi pakan yang baik pula, karena semakin rendah
hasul dari konversi makan semakin baik data tersebut, intinya
adalah semakin efisien.
Isbandi (2004) menyatakan konversi pakan adalah
indikator teknis yang dapat menggambarkan tingkat efisiensi
penggunaan pakan, semakin rendah angka konversi pakan
berarti semakin baik karena semakin efisien. Dari semua data
tersebut dapat dihitung keuntungan secara ekonomi yaitu
dengan menggunakan IOFC (Income Over Feed Cost), pada
IOFC dapat ditentukan keuntungan melalui perhitungan hasil
penjualan dari produksi susu – biaya konsumsi pakan oleh
ternak. Hal ini sesuai dengan Menurut Hertanto (2014) data
perhitungan ekonomi dianalisis dengan menggunakan
perhitungan Income Over Feed Cost (IOFC) untuk mengetahui
pendapatan yang diperoleh berdasarkan penjualaan susu dan
pengeluaran biaya pakan.
Berdasarkan uraian tersebut diatas perlu dilakukan
penelitian penggunaan rumput odot untuk melengkapi jenis
pakan hijauan lain (rumput gajah biasa atau tebon jagung)
pada sapi perah, sehingga akan diketahui hasil dari
penggunaan jenis hijauan rumput odot, rumput gajah dan
tebon jagung. Hasil yang terbaik di harapkan bisa
meningkatkan produksi dan kualitas susu sehingga dapat
memperbaiki dari segi ekonomi dan meningkatkan keuntungan
peternak sapi perah di daerah Ngantang dan sekitarnya ditinjau
dari konsumsi pakan, efisiensi pakan, konversi pakan dari sapi
perah yang diberikan perlakuan penggunaan jenis hijauan dan
dihitung menggunakan dengan analisis IOFC (Income Over
Feed Cost) sehingga dapat dihitung antara pendapatan dan
pengeluaran. Diharapkan pada perlakuan penggunaan jenis
hijauan ini dapat menekan pengeluaran dan memperbesar
pendapatan masyarakat yang berhubungan dengan peternakan
sapi perah.

1.2 Rumusan Masalah


Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini
adalah bagaimana pengaruh penggunaan jenis hijauan yaitu
rumput odot, rumput gajah dan tebon jagung ke dalam
pakan terhadap konsumsi pakan, efisiensi pakan, konversi
pakan dan IOFC (Income Over Feed Cost) pada sapi perah
Peranakan Friesian Holstein (PFH) laktasi.

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengevaluasi pengaruh penggunaan jenis
hijauan dalam pakan terhadap konsumsi, efisiensi,
konversi pakan dan Income Over Feed Cost (IOFC)
pada sapi perah Peranakan Friesian Holstein (PFH)
laktasi.
2. Untuk mendapatkan perlakuaan terbaik yang
menghasilkan data konsumsi, efisisiensi, konversi
pakan dan Income Over Feed Cost (IOFC) yang
terbaik.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :
1. Sumber informsi bagi pihak yang berhubungan
dengan usaha peternakan sapi perah.
2. Dapat meningkatkan kesejahteraan bagi pihak yang
berhubungan dengan usaha peternakan sapi perah
melalui efisiensi penggunaan pakan hijauan dengan
berdsarkan data konsumsi pakan, efisiensi pakan,
konversi pakan dan Income Over Feed Cost (IOFC)
yang terbaik.

1.5 Kerangka Pikir

Kebutuhan akan susu dari tahun ke tahun akan terus


meningkat sehingga perlu adanya suatu program
peningkatan produktivitas susu. Kebutuhan susu yang
meningkat merupakan satu dari beberapa faktor yang
memicu agar peternakan sapi perah di Indonesia terus
berkembang. Perkembangan peternakan yang semakin
meningkat akan membutuhkan manajemen yang baik, salah
satu contoh manajemen yang harus ditingkatkan adalah
manajaemen pakan. Manajemen pakan merupakan hal yang
sangat penting dalam usaha peternakan pada sapi perah.
Menurut Saptahidayat (2005), apabila pada ternak
kekurangan pakan baik dari segi kuantitas dan kualitas
dapat menyebabkan penurunan produksi dan mempunyai
pengaruh buruk terhadap reproduksi. Masalah yang sering
terjadi pada peternakan adalah produktivitas susu yang
rendah, bahkan kualitas susu juga tidak memenuhi standar
industri pengolahan susu. Menurut Suwignyo, Agus dan
Utomo (2004) produktivitas yang rendah dapat disebabkan
oleh pemberian pakan yang kurang baik. Oleh sebab itu,
perlu adanya peningkatan produktivitas susu dengan
memperbaiki kualitas pakan.
Kekurangan pakan hijauan yang diberikan dapat
disebabkan oleh ketersediaan pakan hijauan pada musim
kemarau yang tidak menentu. Hal ini tentu saja
mempengaruhi produksi susu secara kuantitas maupun
kualitas dari sapi perah. Maka perlu adanya tambahan jenis
pakan hijauan lain dalam pakan selain rumput gajah dan
tebon jagung untuk memenuhi kebutuhan pakan dalam segi
kuantitas maupun kualitas agar ketersediaan pakan hijauan
pada saat musim kemarau dapat kontinyu. Hal ini sesuai
dengan Suwignyo dkk (2016) menyatakan bahwa, faktor
kesulitan dalam pengadaan pakan hijauan berupa rumput
untuk ternak ruminansia yaitu stok pakan hijauan yang
sangat terbatas pada musim kemarau. Ditambahkan oleh
Femi, Elly, Waleleng, Ingriet dan Oroh (2013) bahwa,
hijauan pakan ternak akan susah didapatkan pada saat
musim kemarau, hal ini akan mempengaruhi tingkat
produksi pada ternak sehingga setiap musim kemarau maka
produksi akan turun.
Penelitian ini akan mencoba potensi jenis hijauan
yaitu rumput odot, rumput gajah dan tebon jagung sebagai
pakan hijauan yang memiliki kandungan nutrien yang
berbeda untuk memenuhi beberapa kebutuhan sapi perah
laktasi yaitu untuk kebutuhan hidup pokok dan
produktivitas susu. Kandungan nutrien pada jenis hijauan
yang berbeda diharapkan dapat diperoleh hasil data yang
menunjukkan perlakuan terbaik dari pemberian hijauan
tersebut secara feeding trial. Sesuai dengan (Farizaldi,
2011) bahwa, Pakan hijauan sangat berperan dalam
produktivitas pada susu perah, Dalam meningkatkan
produksi ternak ruminansia ketersediaan hijauan makanan
ternak merupakan bagian yang terpenting, karena 60% atau
lebih dari pakan ternak terdiri dari pakan hijauan.
Pemberian pakan hijauan dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan serat kasar untuk ternak sehingga
dapat mempengarui kuantitas dan kualitas susu. Menurut
Suhendra, Anggiati, Sarah, Nasrullah, Thimoty dan Utama
(2014) pakan hijauan mengandung serat kasar yang tinggi.
Salah satu kandungan serat kasar yang berpengaruh dalam
kualitas susu adalah asam asetat yang ada dalam VFA
(volattil fatty acid). Keberadaan asam asetat dalam VFA
yang di dapat dari pakan hijauan sapi perah sangat erat
hubungannya dengan tampilan lemak susu dan Solid Non
Fat (SNF) sapi perah. Menurut Indriani (2013)
menyatakan bahwa kandungan NDF yang tinggi dapat
menghasilkan kadar lemak susu yang tinggi, karena serat
kasar didalam rumen akan didegradasi oleh mikroba rumen
sehingga menghasilkan asam asetat yang lebih tinggi
dibandingkan asam propionat.
Penelitian yang dilakukan oleh Suhendra (2014) yang
memberikan perlakuan pemberian pakan berdasarkan rasio
antara konsentrat dan pakan hijauan memiliki kesimpulan
bahwa imbangan konsentrat dengan hijauan yang paling
optimal untuk meningkatkan kualitas susu sapi perah
adalah 40% konsentrat dan 60% hijauan berdsarkan BK
(bahan kering). Apabila pakan hijauan diberikan pada
ternak sapi perah yang sedang laktasi dan menghasilkan
performa produksi yang optimal maka akan berdampak
pada kesejahteraan ekonomi peternak sapi perah.
PRODUKSI SUSU SAPI PERAH (PFH) RENDAH

Dipengaruhi Pakan Hijauan

Ketersediaan pakan hijauan di musim kemarau yang tidak


menentu

Mempengaruhi kuantitas pemberian pakan Mempengaruhi kualitas pemberian pakan


hijauan hijauan

Perlunya pemberian pakan hijauan yang baik dalam


segi kuantitas dan kualitas secara kontinyu.

Penggunaan pakan hijauan:


1. Rumput Odot (Pennisetum purpureum cv.mott)
2. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum schumach)
3. Tebon Jagung (Zea mays, spp)

 Konsumsi Pakan : Meningkat


 Efisiensi Pakan : Tinggi
 Konversi Pakan : Rendah

Produksi Meningkat

IOFC (Income over feed cost): Tinggi

Variabel Pengamatan:

1. Konsumsi Pakan
2. Efisiensi Pakan
3. Konversi Pakan
4. IOFC (Income Over Feed Cost)

Gambar 1. Diagram alir kerangka pikir


1.6 Hipotesis
Penggunaan pakan hijauan (rumput odot, rumput
gajah dan tebon jagung) dalam pakan memberikan pengaruh
terhadap konsumsi pakan, efisiensi pakan, konversi pakan dan
Income Over Feed Cost (IOFC).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sapi Perah Laktasi
Sapi perah Peranakan Friesian Holstein (PFH)
merupakan salah satu sapi perah di Indonesia yang merupakan
hasil persilangan dari sapi perah Friesian Holstein (FH)
dengan sapi lokal (Zainudin, Ihsan dan Suyadi, 2013).
Persilangan ini dilaksanakan untuk memperoleh sapi perah
jenis baru yang sesuai dengan iklim dan kondisi di Indonesia.
Sapi PFH memiliki ciri-ciri menyerupai FH, tetapi produksi
susu lebih rendah.
Ciri-ciri sapi PFH yaitu memiliki kepala agak panjang,
mulut lebar, lubang hidung terbuka luas, ukuran tubuh besar,
pinggang sedang, dan telinga sedang (Sosroamidjojo dan
Soeradji, 1984). Sapi PFH terkenal dengan produksi susu yang
cukup tinggi tetapi masih lebih rendah dibandingkan dengan
sapi FH (Pane, 1993). Sudono, Rosdiana dan Setiawan, (2003)
mengatakan bahwa produksi susu sapi PFH rata-rata 10 liter/
ekor/ hari atau kurang lebih 3.050 liter/laktasi. Setelah induk
beranak, produksi susu akan terus meningkat dengan cepat
sampai mencapai puncak produksi pada 35-50 hari setelah
melahirkan. Standar bobot betina dewasa berkisar antara 570 -
730 kg Sedangkan produksi susu sapi PFH sebelum tahun
1979 sekitar 1.800 - 2.000 kg/laktasi dengan panjang laktasi
rata-rata kurang dari 10 bulan.

1
Gambar 2. Sapi perah (PFH) Peranakan Friesian Holstein.

Setelah mencapai puncak produksi, produksi susu


harian akan mengalami penurunan rata-rata 2,5% per minggu.
Lebih lanjut, Hurley (2007) menambahkan bahwa laju sekresi
susu, birahi, persiapan sebelum pemerahan dan stres juga
dapat mempengaruhi produksi susu. Dari sudut pandang
peternak ada tiga faktor yang menentukan banyaknya seekor
sapi bisa memproduksi susu selama satu masa laktasi yaitu:
hari terjadinya puncak produksi (terjadi sekitar 35 hari setelah
melahirkan, persistensi dan lama laktasi (Molento, 2009).
Gambar kurva produksi susu selama satu periode
laktasi dari sapi perah PFH, dapat dilihat pada Gambar 3:

Typical lactation curve


MILK PRODUCTION

15
10 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0
5
0
2 6 10 14 18 22 26 30 34 38 42
WEEKS AFTER PARTURITION

Gambar 3. Kurva laktasi sapi perah selama satu periode laktasi (Molento, 2009).

2
Sapi perah membutuhkan sejumlah nutrien untuk
memenuhi kebutuhan berbagai fungsi tubuhnya. Pada
dasarnya, kebutuhan sapi perah terdiri dari kebutuhan pokok
dan kebutuhan untuk berproduksi. Kebutuhan ternak
ruminansia terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhan
terhadap nutrien. Jumlah kebutuhan nutrien setiap harinya
sangat bergantung terhadap jenis ternak, umur, fase
(pertumbuhan, dewasa, bunting, dan menyusui). 6 Kondisi
tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tepat hidupnya
(temperatur, kelembaban udara), serta bobot badannya
(Sutardi, 1981).
Pemusatan daerah pemeliharaan sapi-sapi PFH di
Jawa dibagi menjadi dua daerah, yaitu daerah rendah yang
mempunyai ketinggian sampai 300 m diatas permukaan laut
dengan temperatur harian rata-rata 28º - 35ºC, kelembaban
relatif 75% dan curah hujan 1800 - 2000 mm. Daerah
tinggimempunyai ketinggian lebih dari 750 m di atas
permukaan laut dengan harian rata-rata 16º - 23ºC,
kelembaban relatif 70% dan curah hujan 1.800 mm (Paggi dan
Suharsono, 1978 cit. Hardjosubroto, 1980).

Standar kebutuhan nutrien sapi perah laktasi, dapat


dilihat pada Tabel 1 :
Tabel 1. Standar kebutuhan nutrien pakan sapi perah laktasi
Jenis Ternak Kandungan Nutrien (%) Kebutuhan (%)
TDN 65,31
PK 14,58
LK 4,88
SK 24,93
Sapi Perah Laktasi
Abu 6,98
BETN 49,07
Ca 0,22
P 0,11
Sumber: Indriani, dkk (2013)

3
2.2 Pakan Hijauan
Hijauan pakan ternak (forage) merupakan bahan
pakan utama untuk ternak serta merupakan dasar dalam usaha
pengembangan peternakan. Untuk meningkatkan produktivitas
ternak, salah satu faktor penting yang harus diperhatikan
adalah penyediaan pakan sepanjang tahun baik kualitas dan
kuantitas yang cukup (Femi dkk, 2011) menyatakan bahwa
salah satu faktor yang menentukan baik buruknya
pertumbuhan ternak sapi adalah pakan.
Pada umumnya pakan ternak ruminansia dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu hijauan dan
konsentrat. Hijauan ditandai dengan jumlah serat kasar yang
relatif lebih banyak atau bahan tidak tercerna relatif tinggi.
Menurut Sitindaon (2013) mengatakan bahwa pakan ternak
ruminansia terdiri dari pakan hijauan, konsentrat, vitamin dan
mineral sebagai suplemen, jenis pakan hijauan yang biasa
digunakan sebagai pakan pada usaha peternakan rakyat di
pedesaan adalah rumput lapangan, serta beberapa rumput
introduksi sebagai rumput unggulan dan pakan hijauan antara
lain hay, silase, rumput rumputan, leguminosa dan limbah
pertanian (jerami padi, pucuk tebu dan jerami jagung).
Menurut Wilson, Mathius dan Haryanto (1998) pakan hijauan
di daerah tropis memiliki kandungan serat kasar yang tinggi.
Serat kasar diketahui merupakan faktor utama penyebab
rendahnya kemampuan ternak untuk mengkonsumsi pakan dan
mempengaruhi daya cerna ternak serta laju alir partikel pakan,
konsekuensinya tingkat palatabilitas hijauan tropis menjadi
rendah, Farizaldi (2011) menambahkan Faktor kekurangan
cahaya bagi tanaman dapat menggangu proses fotosintesis,
akibanya pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak
optimal sehingga kondisi tersebut tentu akan mempengaruhi
produktivitas hijauan pakan ternak.

4
Kebutuhan hijauan pada setiap jenis ternak berbeda-
beda pada ternak sapi, kerbau, kambing, dan domba
memerlukan jumlah hijauan yang lebih banyak dari pada
ternak non ruminansia seperti: babi, kuda, unggas, dan
lainnya. Pada umumnya jumlah hijauan yang diberikan pada
ternak tersebut adalah 10 % dari bobot hidup, sedangkan
makanan penguat misalnya konsentrat hanya diberikan 1 %
saja dari bobot hidup (Putra, 2009). Delima, Abubakar, dan
Yunus (2015) menambahkan untuk mengukur kebutuhan
hijauan pakan didasarkan pada kemampuan ternak
mengkonsumsi hijauan, konsumsi (kebutuhan) hijauan pakan
seekor sapi dewasa adalah 10 % dari bobot badan.
Kecukupan bahan kering hijauan dan tingkat serat
yang cukup, sangat diperlukan untuk mempertahankan kondisi
rumen sapi perah, sehingga produksi susunya berjalan normal.
Oleh karena itu, sapi perah sebaiknya mendapatkan bahan
kering hijauan 1,4% dari bobot hidup. Jumlah hijauan pada
pakan sapi perah pun jangan kurang dari 0,80% dari bobot
hidup. Pemberian konsentrat yang berlebihan atau pemberian
lemak, pati dan non struktural karbohidrat yang berlebih dalam
pakan juga dapat menyebabkan gangguan fungsi rumen dan
metabolisme sapi perah.
Standar kebutuhan pakan hijauan berdasarkan Satuan
Ternak, dapat dilihat pada tabel 2 :

5
Tabel 2. Standar kebutuhan nutrien sapi perah laktasi dari
pakan hijauan
Ternak Kebutuhan nutrien
BK PK SK LK BETN Abu TDN
(%) (%)* (%)* (%)* (%)* (%)* (%)*
Sapi
Perah 21 10,19 34,15 1,64 42,29 11,73 61
Laktasi
*Berdasarkan dari 100% BK
Sumber: Basya (2002)

Hijauan pakan banyak tersedia namun ternak terlihat


memilih saat merumput dikarenakan sebagian besar vegetasi
hijauan pada padang penggembalaan bukan merupakan pakan
ternak ruminansia, hal ini dapat disimpulkan bahwa hijauan
dan hijauan pakan ternak belum tentu sama, dapat dibedakan
melalui uji oleh ternak itu sendiri. Salah satu faktor yang
menyebabkan ternak memilih dalam mengkonsumsi rumput
hijauan pakan ternak karena rendahnya kualitas rumput di
lapang sendiri (Dellen, Matulessy dan Ariance, 2013).
Dalam meningkatkan produksi ternak ruminansia
ketersediaan hijauan makanan ternak merupakan bagian yang
terpenting, karena lebih dari 70 % dari pakan ternak terdiri
dari pakan hijauan, untuk itu diperlukan upaya penyediaan
hijauan makanan ternak yang berkualitas dan
berkesinambungan (Farizaldi, 2011). Faktor kesulitan dalam
pengadaan pakan hijauan berupa rumput untuk ternak
ruminansia yaitu stok pakan hijauan yang sangat terbatas pada
musim kemarau (Suwignyo dkk, 2016). Ditambahkan oleh
(Femi dkk, 2013) bahwa, hijauan pakan ternak akan susah
didapatkan pada saat musim kemarau, hal ini akan
mempengaruhi tingkat produksi pada ternak sehingga setiap

6
musim kemarau maka produksi akan turun. Kekurangan pakan
hijauan menurut Farizaldi (2011) dapat diatasi dengan salah
satunya memanfaatkan hijauan pakan ternak yang tumbuh
diareal tanaman perkebunan seperti kelapa, karet, kelapa sawit
dan tanaman lainnnya.
Berkaitan dengan penyediaan hijauan pakan untuk
meningkatkan populasi ternak, ketersediaan lahan yang sesuai
untuk pertumbuhan hijauan menjadi hal yang sangat
penting.Perhitungan luas lahan dilakukan dengan cara
Calculate Return Area yaitu dengan cara data pada populasi
sapi dan target peningkatan produksi dari tahun 2013 sampai
dengan tahun 2017 di akses pada daerah yang di targetkan
peningkatan produksinya. Selanjutnya data kemudian
dikonversi dalam Satuan Ternak (ST) untuk standardisasi
perhitungan dalam penyediaan hijauan pakan (Delima,
Abubakar dan Yunus, 2015).

2.3 Pakan Konsentrat


Pakan konsentrat adalah pakan yang mempunyai
susunan bahan pakan yang mengandung satu atau lebih nutrien
dalam makanan dalam konsentrat tinggi yang terdiri dari
bahan pakan sumber energi, sumber protein, sumber mineral
dan vitamin (Syarief, 1985). Menurut (Anggorodi, 1979)
konsentrat memiliki energi yang tinggi dan serat kasar yang
rendah dan pemberian konsetrat pada sapi perah harus
disesuaikan dengan kebutuhan sapi. Hal tersebut dikarenakan
menurut Eniza (2004) Fungsi utama konsentrat adalah untuk
mencukupi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak dan mineral
yang tidak dapat dipenuhi oleh hijauan. Nabila dan Nurhajati
(2013) menyatakan konsentrat komersial yang diberikan pada

7
pakan mengandung bekatul, kalsium, molasses, bungkil
kedelai, garam, pollard, mineral, vitamin, dan aroma.
Pakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap
kualitas dan kuantitas susu. Pemberian pakan konsentrat
komersial dapat meningkatkan kadar lemak susu (Nabila dan
Nurhajati, 2013). Menurut Nabila dan Nurhajati (2013) pakan
konsentrat yang memiliki nilai nutrien lebih tinggi dari pada
hijauan, ditujukan untuk memberikan peluang kepada ternak
agar dapat memaksimalkan pertumbuhan atau produksi.
Tingkat kehalusan konsentrat dapat mempercepat laju
makanan dalam saluran pencernaan dan bakteri rumen tidak
cukup waktu untuk memfermentasi kandungan tersebut,
akibatnya kehilangan energi melalui feses tetap tinggi
(Munandar, 2011).
Adanya tambahan konsentrat agar kadar asam
propionat dalam rumen dapat meningkat, karena kekurangan
asam propionat menyebabkan ternak kekurangan energi.
Kondisi ini menyebabkan ternak mengambil energi dari
jaringan tubuh. Efisiensi pengambilan energi dari jaringan
tubuh ini dapat mencapai 85% (Moe, Tyrrel and Flatt, 1972),
didukung pernyataan oleh Munandar (2011) bahwa
peningkatan konsentrat dalam pakan dapat meningkatkan
proporsi asam propionat dalam cairan rumen dan
meningkatkan efisiensi energi, tapi hal ini terjadi bila proporsi
asam asetat dalam cairan rumen masih 50-60%.
Standar baku konsentrat sapi perah laktasi, dapat
dilihat pada Tabel 3:

8
Tabel 3. Standar baku konsentrat sapi perah laktasi
Kandungan Persentase (%)
TDN 67
Protein Kasar (PK) 16
Lemak Kasar (LK) 6
Kadar Air 12
Serat Kasar (SK) 10
Abu 0,9 – 1,2
Ca dan P 0,6 – 0,8
Sumber: Tillman, dkk (1998)

Menurut Indartono (2016) bahwa yang perlu diingat,


pemberian konsentrat (termasuk sereal) tidak boleh diberikan
lebih dari 2,5% dari bobot hidup. Bahan kering konsentrat
hendaknya tidak melebihi 55-60% dari bahan kering pakan
selama puncak produksi dan 40-50 % pada produksi susu rata-
rata.
Persyaratan mutu konsentrat untuk sapi perah menurut
(SNI 3148-.1:2009) ada pada Tabel 4:
Tabel 4. Persyaratan mutu konsentrat sapi perah berdasarkan
bahan kering
Jenis pakan Kadar Abu PK Lemak TDN
No Air Maks Min Kasar Min (%)
Maks (%) (%) Maks (%)
(%)
1 Pemula – 1 14 8 21 12 94

2 Pemula – 2 14 10 16 7 78

3 Dara 14 10 15 7 75
4 Laktasi 14 10 16 7 70
5 produksi 14 10 18 7 75
tinggi
6 Kering 14 10 14 7 65
bunting
7 Pejantan 14 12 12 6 65

Sumber: SNI 3148-.1:2009


9
2.4 Rumput Odot (Pennisetum purpureum cv.Mott)
Rumput gajah mini (Pennisetum purpureum cv.Mott)
atau biasa disebut dwarf elephant grass merupakan jenis
rumput unggul yang mempunyai produktivitas yang tinggi dan
kandungan nutrien yang cukup baik adalah tipe dwarf (mini).
Kultivar ini memiliki karakteristik perbandingan rasio daun
yang tinggi dibandingkan batang. kualitas nutrien rumput ini
lebih tinggi pada berbagai tingkat usia dibandingkan jenis
rumput tropis lainnya. Selain itu, rumput gajah mini
mempunyai keungulan antara lain tahan kekeringan, dan
hanya bisa di propagasi melalui metoda vegetatif, kandungan
nutrien yang cukup tinggi serta memiliki palatabilitas yang
tinggi bagi ternak ruminansia (Lasamadi 2013).
Menurut Syarifuddin (2006) rumput gajah mini
(Pennisetum purpureum cv.Mott) merupakan jenis rumput
unggul yang mempunyai produktivitas dan kandungan nutrien
yang cukup tinggi serta memiliki palatabilitas yang tinggi bagi
ternak ruminansia.Tanaman ini merupakan salah satu jenis
hijauan pakan ternak yang berkualitas dan disukai
ternak.Rumput ini dapat hidup diberbagai tempat, tahan
lindungan, respon terhadap pemupukan, serta menghendaki
tingkat kesuburan tanah yang tinggi. Rumput gajah mini
tumbuh merumpun dengan perakaran serabut yang kompak,
dan terus menghasilkan anakan apabila dipangkas secara
teratur.
Rumput gajah mini merupakan jenis rumput unggul
yang mempunyai produktivitas dan kandungan nutirisi yang
cukup tinggi. Rumput ini memiliki ukuran yang lebih kecil
dari rumput gajah, dapat tumbuh pada berbagai macam tanah,

10
sangat responsif terhadap pemupukan. Tumbuh berumpun
dengan perakaran serabut dan terus menghasilkan anakan
apabila dipangkas secara teratur (Akbar, 2016). Menurut
Sirait, Tarigan dan Simanihuruk (2015) Jumlah anakan pada
rumput odot dipengaruhi nyata oleh perlakuan jarak tanam,
semakin lebar jarak tanam semakin banyak jumlah ruas
anakannya . Ditambahkan oleh (Salasa, 2013) semakin dekat
jarak tanam, maka kandungan protein, lemak kecernaan dan
hasil dari rumput gajah mott semakin tinggi. Batang rumput
gajah mott yang lunak sehingga apabila diberikan ke ternak
dapat dimakan langsung tanpa harus di chopper terlebih
dahulu.
Rumput gajah mini atau biasa juga disebut rumput
gajah dwarf sangat potensial dan merupakan salah satu
varietas rumput gajah yang tumbuh tidak terlalu tinggi
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai rumput grazing.
Berdasarkan hasil penelitian, rumput ini mempunyai tinggi
tanaman rata-rata 125 cm, jumlah anakan rata-rata 150 per m2,
dan tingkat persentase daun rata-rata 70% pada sistem
rotasional grazing (Ako, 2013). Menurut Purwawangsa dan
Putera (2014) rumput gajah mini atau rumput odot mempunyai
produktivitas cukup tinggi yaitu mencapai 60 ton/ha/panen
dimana panen pertama pada usia 3-4 bulan, selanjutnya dapat
dipanen setiap 50-60 hari. Rumput odot dapat disimpan
sampai 3 hari tanpa perlakuan khusus, dan masih bisa disantap
sapi dengan lahap .
Rumput gajah mini adalah salah satu jenis rumput
gajah dari hasil pengembangan teknologi hijauan pakan.
Morfologi batangnya berbuku dengan jarak sangat pendek
dibandingkan dengan rumput gajah pada umumnya. Selain itu
batang rumput ini sedikit lunak sehingga sangat disukai oleh

11
ternak. Rumput gajah mini selain sebagai rumput grazing, juga
cocok digunakan sebagai rumput potong (Hasan, 2012).
Menurut Kozioki, Porition and Sanchez (2006) Rumput gajah
dwarf merupakan salah satu rumput unggul karena produksi
kualitas cukup tinggi, palatable, mudah dibudidaya, tahan
penyakit dan mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan
yang bervariasi, alasannya menurut Syarifuddin (2006)
rumput gajah mini (Pennisetum purpureum cv.Mott) atau biasa
disebut dwarf elephant grass merupakan jenis rumput unggul
yang mempunyai produktivitas dan kandungan nutrien yang
cukup tinggi serta memiliki palatabilitas yang tinggi bagi
ternak ruminansia. Tanaman ini merupakan salah satu jenis
hijauan pakan ternak yang berkualitas dan disukai ternak.
Tanaman rumput gajah mini (Pennisetum purpureum
cv.Mott) pertumbuhannya sangat cepat, dan waktu masih muda
nilai nutriennya cukup tinggi (Urribar, Ferrer and Collina.,
2013). Rumput gajah kerdil tumbuh merumpun dengan
perakaran serabut yang kuat serta menghasilkan anakan
apabila di pangkas secara teratur (Syarifuddin 2006; Nawas
2013).
Gambar tanaman rumput odot dan batang rumput odot
dapat dilihat pada Gambar 4:

Gambar 4. Rumput Odot (Pennisetum purpureum cv.Mott)

12
Yassin, Malik dan Nazir (2003) menyatakan bahwa,
rumput gajah mini ini berbeda dari rumput gajah yang biasa
dibudidayakan oleh petani saat ini. Rumput gajah biasa
tingginya sekitar 4,5 meter, sedangkan rumput odot hanya
mencapai 1 meter, dengan rumpun yang sangat rapat mirip
pandan. Dengan kondisi ini, tentunya rumput odot jauh lebih
efisien dalam penggunaan lahan. Untuk lahan 1 meter persegi
rumput gajah biasa hanya menghasilkan sekitar 29,5
kg/ha/tahun, maka rumput odot bisa mencapai sekitar 36
kg/tahun. Hampir semua bagian rumput odot bisa dimakan
oleh sapi, sedangkan rumput gajah biasa hanya sekitar 60-70
% saja.
Hasil analisis proksimat rumput odot dapat dilihat
pada Tabel 5:
Tabel 5. Hasil analisis roksimat rumput odot (Pennisetum
purpureum cv.Mott)
Kandungan Persentase (%)
Protein Kasar (PK) 14
BETN 40,98
Serat Kasar (SK) 29,38
Lemak Kasar (LK) 2,72
Abu 13,54
TDN 51
Sumber: Yassin, Malik dan Nazir (2003)

2.5. Rumput gajah (Pennisetum purpureum cv.schumach


Rumput gajah (Pennisetum purpureum cv.schumach)
merupakan jenis hijauan yang banyak dibudidayakan oleh
peternak hingga saat ini. Rumput ini mempunyai produksi
yang tinggi, disukai oleh ternak ruminansia dan dapat tumbuh
pada berbagai jenis lahan. Tumbuh membentuk rumpun,

13
mudah beradaptasi dengan lingkungan lembab maupun
lingkungan yang kering serta tidak dapat tumbuh baik dalam
kondisi lahan yang tergenang air (Kusuma, 2014). Menurut
Sawen (2012) Rumput gajah (Pennisetum purpureum)
merupakan beberapa jenis rumput yang mempunyai kualitas
unggul sebagai pakan ternak. Kebanyakan rumput tropis
apabila kebutuhan nutrien dan airnya tidak terpenuhi, tumbuh
pada tempat atau areal yang ternaungi atau dengan kata lain
tidak tahan terhadap naungan akan menghasilkan produksi
yang rendah.
Rumput gajah memiliki manfaat sebagai hijauan
pakan ternak unggul yang dapat berproduksi tinggi,
kualitasnya baik disusul dengan palatabilitas yang tinggi dan
daya adaptasinya cukup luas serta rumput gajah mengandung
nilai nutrien yang cukup tinggi sehingga rumput gajah
memenuhi syarat untuk dijadikan pakan ternak yang baik
(Sandiah, Yulius, Pasolon dan Sabaruddin, 2011). Menurut
Kusuma (2014) Rumput gajah dapat dibudidayakan dengan
memperhatikan mutu hijauan tersebut yaitu diantaranya
keadaan tanah, iklim dan perlakuan manusia agar dapat
memenuhi kebutuhan nutrien makanan setiap ternak dalam
pengadaan pakan ternak
Pertumbuhan rumput gajah akan sangat baik apabila
penanamannya disertai dengan lokasi penanaman yang tepat
yaitu rumput gajah di tanam di bawah naungan sekitar 60%
sehingga akan tumbuh dengan maksimal. Tinggi rumput gajah
(Pennisetum purpureum) terus meningkat seiring dengan
adanya naungan dengan hasil di atas rata-rata. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa rumput gajah dapat hidup
atau mampu beradaptasi dengan lingkungan yang ternaungi
(Sawen, 2012). Menurut Soegiri, Ilyas, Damayanti dan

14
Reksohadiprodjo, (1980) rumput gajah dapat tumbuh pada
ketinggian 0 – 3000 meter diatas permukaan laut (mdpl),
dengan curah hujan 1000 mm/tahun, tidak tahan terhadap
genangan air dan membutuhkan tanah yang subur. Rumput
gajah sangat disukai ternak, tahan terhadap kekeringan,
produksi dan nilai nutriennya tinggi serta baik untuk silase.
Rumput gajah (Pennisetum purpureum schumach)
adalah hijauan makanan ternak tropik yang mudah
dikembangkan, produksinya tinggi dan dapat dimanfaatkan
sebagai makanan ternak ruminansia (Adijaya, Yasa dan
Guntoro, 2007). Reksohadiprodjo (1985) menyatakan bahwa
rumput gajah merupakan rumput unggul yang termasuk jenis
rumput potong yang berumur panjang (perennial), tumbuh
tegak membentuk rumput, tinggi dapat mencapai 7 meter
apabila dibiarkan bebas dan kedalaman akar mencapai 4,5
meter.
Tabel produksi bahan kering dari rumput gajah
ditinjau dari panjang daun, tinggi tanaman, jumlah anakan,
persen batang pada Tabel 6:

Tabel 6. Produksi bahan kering rumput gajah (Pennisetum


purpureum)
Panjang Tinggi
Produksi Bahan
Daun Tanaman Batang (%)
Kering (Ton/Ha)
(cm) (cm)
99,70 155,50 48,38 2,72
104,08 164,56 53,96 3,24
102,37 152,84 53,87 2,60
94,72 141,41 47,20 2,62
104,16 146,29 47,90 2,72
Sumber: Sari (2012)

15
Hasil analisis proksimat dari rumput gajah
(Pennisetum purpureum) dengan umur pemotongan 8 minggu
dapat dilihat pada Tabel 7:

Tabel 7. Hasil analisis proksimat rumput gajah (Pennisetum


purpureum)
Jenis Tanaman Kandungan
BK (%) PK (%)* SK (%)*
Rumput Gajah
25,04 7,02 31,67
(Pennisetum purpureum)
*Berdasarkan 100% bahan kering
Sumber: Purbajanti, dkk (2007)

Gambar rumput gajah (Pennisetum purpureumm,


cv.schumach) dapat dilihat pada Gambar 5:

Gambar 5. Rumput Gajah (Pennisetum purpureumm, cv.schumach)

2.6 Tebon Jagung (Zea mays.spp)


Tebon jagung adalah seluruh tanaman jagung
termasuk batang, daun dan buah jagung muda yang umumnya
dipanen pada umur tanaman 45 – 65 hari. Ada pula yang
menyebut tebon jagung tanpa memasukkan jagung muda ke
dalamnya (Soeharsono dan Sudaryanto, 2006). Tebon jagung
(Zea mays.spp) merupakan salah satu bahan pakan ternak yang
ideal sebagai bahan pakan ternak yang dapat digunakan

16
sebagai silase sehingga mudah untuk diawetkan dalam proses
ensilase. Data hasil penelitian pembuatan silase tanaman
jagung, baik uji organoleptik maupun uji kimiawi
menunjukkan bahwa tanaman jagung sangat ideal bila
digunakan sebagai silase (Kushartono, 2005).

Gambar Tebon jagung (Zea mays.spp) dapat dilihat


pada Gambar 6:

Gambar 6. Tebon jagung (Zea mays.spp)

Perbandingan kandungan nutrien dari bahan pakan


Rumput Raja dan Tebon jagung dapat dilihat pada Tabel 8:

Tabel 8. Kandungan nutrien dari bahan pakan rumput raja dan


tebon jagung:
Kandungan Nutrien Bahan Pakan
(%BK) Rumput Raja* Tebon Jagung**
Protein Kasar (%) 11,68 12,06
Serat Kasar (%) 25,48 25,2
Ca (%) 0,37 0,28
P (%) 0,35 0,23
Energi Metabolisme 2070 2350
(kkal/kg)
Sumber : *) Rumiyati, 2008
**) Erna dan Sarjiman, 2007

17
Ada beberapa limbah yang dihasilkan dari perkebunan
jagung dan dari industri yang berbasis jagung. Limbah-limbah
ini sangat potensial sebagai pakan ruminansia. Kualitas nutrien
yang terkandung dalam limbah tanaman jagung bervariasi
tetapi tidak cukup tinggi untuk diberikan sebagai pakan
tunggal (Umiyasih dan Elizabeth, 2008). Limbah tanaman
jagung sangat berpotensi untuk dimanfaatkan untuk pakan,
tetapi hanya untuk ternak ruminansia karena tingginya
kandungan serat. Jerami jagung merupakan bahan pakan
penting untuk sapi pada saat rumput sulit diperoleh, terutama
pada musim kemarau (Bunyamin, Efendi dan Andayani,
2013). Menurut Edy dan Wardoyo (2014) bahwa tebon jagung
biasanya diberikan sebagai pakan utama dan sebagai penguat
adalah konsentrat.

1.7 Konsumsi Pakan


Konsumsi pakan adalah selisih antara pakan yang
diberikan dengan sisa pakan dalam waktu 24 jam. Berdasarkan
analisis proksimat (BK dan PK), terhadap sampel pakan dan
sisa pakan (Imran, Budhi, Nono dan Dahlanuddin, 2012).
Menurut Nanda, Agung dan Limbang (2014) konsumsi pakan
adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah pakan yang
diberikan. Konsumsi pakan yang diberikan sebanyak 3 kali
yaitu pada pagi hari, siang hari dan sore hari. Sisa pakan
ditimbang setiap pagi. Untuk mengetahui konsumsi bahan
kering maka sampel diambil setiap harinya selama 30 hari di
awal penelitian.
Menurut Nusi, Utomo dan Soeparno (2011) konsumsi
pakan terdiri dari konsumsi bahan kering (BK), bahan organik
(BO), protein kasar (PK), dan total digestible nutrient (TDN).
Hal tersebut didukung oleh Yuliantonika (2013) bahwa pada
18
penelitian feeding trial parameter yang selalu digunakan
adalah Parameter yang diukur selama penelitian yaitu
konsumsi pakan (BK, PK dan TDN), kecernaan BK, PBBH,
konsumsi pakan, efisiensi pakan dan konversi pakan.
Konsumsi pakan sangat tergantung kepada pakan yang
disediakan oleh peternak, pakan dengan kualitas yang baik dan
segar maka akan mempengaruhi konsumsi dari ternak tersebut
sehingga konsumsi dapat maksimal dan efisien (Santosa,
2006). Menurut Gomez, Dudas dan Huber (1990) peningkatan
konsumsi disebabkan terjadinya peningkatan laju cerna serat
dan peningkatan laju alir mikroba penyerap protein.
Konsumsi pakan dapat diperoleh dengan menghitung
jumlah pakan yang diberikan dikurangi dengan jumlah pakan
yang tersisa dalam bahan kering. Perhitungan dilakukan setiap
hari selama masa penelitian dan dinyatakan dalam
kg/ekor/hari. Konsumsi pakan dihitung dengan cara:
(Konsumsi Pakan = Jumlah pakan pemberian – Sisa
Pemberian) dihitung dalam bentuk Bahan Kering (Usman, Sari
dan Fadilla, 2013). Menurut Paramita, Waluyo dan Yulianto
(2008) bahwa cara penanganan sampel sisa pakan adalah
sebelumnya pakan yang diberikan ditimbang, apabila terdapat
sisa pakan juga ditimbang sehingga diperoleh jumlah
konsumsi pakan dan sisa pakan ditimbang keesokan harinya
sebelum pemberian pakan serta diambil sampelnya (lebih
kurang 10%) setiap hari dan dikeringkan dalam oven 60ºC
selama 24 jam.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Pangestuti
(2017) tentang konsumsi pakan sapi perah PFH dapat
disimpulkan bahwa hasil konsumsi pakan rata - rata berupa
BK yaitu 166,1±14,1 g/kg BB0,75/hari dan konsumsi BO
dengan rata - rata 143,1±7,9 g/kg BB0,75/hari.

19
2.8 Efisiensi Pakan
Efisiensi pakan adalah nilai yang diperoleh dari
produksi susu yang dihasilkan per unit bahan kering pakan
yang terkonsumsi (Diana, Agung dan Limbang, 2014). Rumus
perhitungan efisiensi pakan sebagai berikut: Efisiensi pakan =
Produksi Susu (kg) / konsumsi pakan BK (kg) x 100%.
Menurut Santosa (2006) bahwa efisiensi pakan didefinisikan
sebagai perbandingan jumlah unit produk yang dihasilkan
(produksi susu) dengan jumlah unit konsumsi pakan dalam
satuan waktu yang sama.
Efisiensi pakan dihitung dalam bentuk pakan dan
dalamnya terdapat macam bahan pakan yang dibagi konsentrat
dan hijauan. Konsumsi Konsentrat adalah Jumlah konsentrat
yang diberikan dikurang sisa konsentrat yang tidak dikonsumsi
dan Konsumsi hijauan adalah Jumlah hijauan yang diberikan
dikurang sisa hijauan yang tidak dikonsumsi. Rumus
perhitungan efisiensi pakan sebagai berikut, Efisiensi Pakan =
Produksi Susu (kg) / Konsumsi BK pakan x 100% (Sidqi,
2014). Menurut Budiarsana dan Sutama (2001) efisiensi
produksi susu dihitung berdasarkan protein yang terkandung
dalam produksi susu dalam kalori atau gram dibagi dengan
protein dalam pakan yang dikonsumsi.
Hasil perhitungan terhadap nilai konversi dan efisiensi
pakan dapat menunjukkan suatu hasil konversi dan efisiensi
pakan menunjukkan suatu perubahan pada ternak melalui
perhitungan dengan rumus konversi dan efisiensi pakan ,
dalam penelitian tidak selalu hasil dari efisiensi pakan akan
menjadi lebih baik, (Umiyasih, 2014) menyatakan bahwa
dapat dikatakan suatu efisiensi jelek terlihat dari tingginya
nilai konversi pakan dan beda dengan terendahnya nilai

20
efisiensi pakan terpaut jauh, jadi semakin rendah nilai efisiensi
pakan maka semakin jelek. Didukung pernyataan oleh
Nurdiati, Handayanta dan Lutojo (2012) bahwa nilai efisiensi
penggunaan pakan yang semakin tinggi menunjukkan bahwa
pakan yang dikonsumsi semakin sedikit untuk menghasilkan
produksi.
(Yanwar, Cholis dan Setyowati, 2012) menyatakan
bahwa, efisiensi pakan tidak hanya dipengaruhi dari hasil
produksi susu tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi ternak dan
kemampuan ternak mencerna bahan pakan. Hal ini sesuai
dengan Sudono (2001), bahwa efisiensi pakan sangat
dipengaruhi oleh kondisi ternak dan daya cerna ternak.
Efisiensi pakan dihitung dengan tujuan mengetahui nilai
keefektifan suatu bahan pakan ternak (Yanwar, Nur Cholis
dan Endang Setyowati, 2012). Efisiensi pakan (kadang kadang
disebut efisiensi susu atau efisiensi konsumsi bahan kering)
adalah ukuran sederhana untuk menentukan kemampuan
relatif sapi untuk mengubah nutrien pakan ke dalam susu atau
komponen susu (Novianti, Purwanto dan Atabany, 2014).
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Sidqi (2014)
tentang efisiensi pakan pada sapi perah PFH dengan perlakuan
pemberian pakan Konsentrat Dengan Air (KDA) dan
pemberian pakan Konsentrat Tanpa Air (KTA) dapat
disimpulkan bahwa hasil dari efisiensi pakan rata – rata
51,48% dan 52,68% dan dari hasil penelitian menunjukan
efisiensi pakan tidak menunjukan perbedaan yang nyata.

2.9 Konversi Pakan


Konversi pakan merupakan kemampuan ternak dalam
mengubah pakan menjadi daging atau produksi susu. Jumlah
bahan kering yang dikonsumsi dibagi dengan pertambahan

21
bobot badan atau produksi per satuan waktu akan
menghasilkan konversi pakan. Nilai ini akan semakin efisien
jika jumlah pakan yang dikonsumsi lebih sedikit, tetapi
menghasilkan PBBH atau produksi susu yang lebih tinggi atau
sama (Nurhayu dan Pasambe, 2016). Ngadiyono (2005)
menyatakan bahwa konversi pakan adalah suatu cara atau
rumus yang menunjukkan kemampuan ternak mengubah
bahan pakan untuk memproduksi satu kg pertambahan bobot
badan. Nilai konversi pakan tergantung pada kualitas pakan
yang diberikan, semakin tinggi nutrien yang dikandung akan
semakin baik konversi pakan yang dihasilkan. (Nusi, 2011).
Efisiensi penggunaan energi dan protein tersebut
untuk pertumbuhan mikrobia sehingga meningkatkan efisiensi
konversi pakan, penurunan absorbsi NH3, dan menurunkan N
ekskresi (Reynolds dan Kristensen, 2008). Menurut Yusran
(2004) dapat ditentukan nilai rasio konversi pakan, dan nilai
Break event point menggunakan rumus perhitungan sebagai
berikut: Nilai Rasio Konversi Pakan (RKP) = Konsumsi bahan
kering (BK) / Produksi susu, dan Nilai Break event point harga
susu (BEP) = Biaya pakan (segar)/ produksi susu.
Menurut Sutardi (1990) menyatakan bahwa konversi
pakan sangat dipengaruhi oleh kondisi ternak, daya cerna
ternak, jenis kelamin, bangsa, kualitas dan kuantitas pakan,
juga faktor lingkungan. Isbandi (2004) menyatakan konversi
pakan adalah indikator teknis yang dapat menggambarkan
tingkat efisiensi penggunaan pakan, semakin rendah angka
konversi pakan berarti semakin baik.

22
2.10 IOFC (Income Over Feed Cost)
Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari
total pendapatan dengan total biaya pakan digunakan selama
usaha produksi ternak. Income Over Feed Cost ini merupakan
barometer untuk melihat seberapa besar biaya pakan yang
merupakan biaya terbesar dalam usaha produksi susu. IOFC
diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha
peternakan dikurangi biaya pakan. Pendapatan merupakan
perkalian antara produksi susu yang dihasilkan kambing akibat
perlakuan dengan harga jual (Prawirokusumo, 1990).
Menurut Rullyana (2012) Income Over Feed Cost
(IOFC) adalah pendapatan yang didapat setelah dikurangi
biaya pakan selama penggemukan. Menurut Mayulu et al.,
(2009) nilai income over feed costs (IOFC) merupakan selisih
antara pendapatan dengan biaya pakan.
Pada suatu kegiatan usaha diperlukan suatu analisis
biaya agar tidak terjadinya suatu kerugian yang
mengakibatkan kegiatan suatu usaha itu berhenti akibat rugi,
dapat dilakukan data perhitungan ekonomi dianalisis dengan
menggunakan perhitungan Income Over Feed Cost (IOFC)
untuk mengetahui pendapatan yang diperoleh berdasarkan
penjualaan dan pengeluaran biaya. (Hertanto, 2014)
Perhitungan IOFC terlepas dari biaya lain yang belum
diperhitungkan seperti upah tenaga kerja, fasilitas kandang,
bibit dan lain sebagainya yang tidak termasuk ke dalam
kriteria yang diamati dalam biaya variabel (Lestari, 2014).
Menurut (Suryahadi, 2004) data perhitungan ekonomi
dianalisis dengan menggunakan perhitungan Income Over
Feed Cost (IOFC) untuk mengetahui pendapatan yang

23
diperoleh berdasarkan penjualaan susu dan pengeluaran biaya
pakan.
Perhitungan IOFC dilakukan untuk mengetahui nilai
ekonomis pakan terhadap pendapatan petani ternak. Income
over feed costs (IOFC) dilakukan karena biaya pakan berkisar
antara 60-80% dari biaya total produk (Astutik, Arifin dan
Dilaga, 2002). Untuk mengetahui efisiensi penggunaan pakan
secara ekonomis, selain memperhitungkan bobot badan atau
produksi yang dihasilkan dan efisiensi pakan, faktor efisiensi
biaya juga perlu diperhitungkan. Income over feed cost (IOFC)
adalah salah satu cara untuk mengetahui efisiensi biaya yang
diperoleh dari hasil penjualan produksi dikurangi biaya pakan.
Perhitungan IOFC ini terlepas dari biaya lain yang belum
diperhitungkan seperti upah tenaga kerja, fasilitas kandang,
bibit dan lain sebagainya yang tidak termasuk ke dalam
kriteria yang diamati dalam biaya variabel (Sudono, Rosdiana
dan Setiawan, 2003).
Hasil penelitian Hertanto (2014) tentang biaya pakan
untuk memproduksi susu dengan perlakuan Teknologi Pakan
dapat dilihat pada Tabel 9:

Tabel 9. Biaya pakan untuk memproduksi susu


Jenis Teknologi Biaya Biaya Pakan per
Pakan Pakan/ekor/hari (Rp) Liter Susu
(Rp/liter)
Teknologi pakan I 23.602,00 1.167,26
Teknologi pakan II 29.420,00 1.355,76
Teknologi pakan III 24.740,50 1.143,80
Sumber: Hertanto (2014)

24
Hasil penelitian Hertanto (2014) tentang Nilai Income
Over Feed Cost (IOFC) per ekor per hari dengan perlakuan
Teknologi Pakan dapat dilihat pada Tabel 10:

Tabel 10. Nilai Income Over Feed Cost (IOFC) per ekor per
hari
Jenis Teknologi Pakan Nilai IOFC (Rp)*

Teknologi pakan I 21.283,14


Teknologi pakan II 24.545,71
Teknologi pakan III 24.664,55
Sumber: Hertanto (2014)
*Nilai IOFC = Rata-rata penerimaan susu per ekor per hari
(Rp) – Rata-rata biaya pakan per ekor per hari (Rp).
Keterangan:
Teknologi pakan I: Rumput raja, ketela pohon dan konsentrat.
Teknologi pakan II: Teknologi pakan 1 disuplementasi pakan
High Quality Feed Supplement
(HQFS).
Teknologi pakan III: Teknologi pakan 1 ditambahkan Urea
Molasses Multinutrients Block
(UMMB).

25
BAB III
MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan tanggal 15 November 2016
sampai dengan 15 Maret 2017 di Kandang rearing sapi perah,
KUD Sumber Makmur, Kecamatan Ngantang, Kabupaten
Malang, Jawa Timur untuk melakukan percobaan pakan secara
in vivo dan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak,
Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Malang untuk
analisis kandungan nutrien pakan.

3.2 Materi penelitian


3.2.1 Sapi Perah Laktasi
Penelitian ini menggunakan sapi perah peranakan
Friesian Holstein (PFH) betina yang sedang laktasi, sapi perah
yang digunakan sebanyak 8 ekor dengan bulan laktasi ke-2
sebanyak 4 ekor dan bulan laktasi ke-3 sebanyak 4 ekor. Sapi
perah (PFH) didapat dari KUD Sumber Makmur, Kecamatan
Ngantang, Kabupaten Malang.

Berikut adalah tabel keterangan data bulan laktasi,


periode laktasi dan bobot badan awal sapi perah PFH di KUD
Sumber Makmur pada halaman berikut:

37
Tabel 11. Bulan laktasi, periode laktasi dan bobot badan awal
sapi perah di KUD Sumber Makmur
Periode
Bulan laktasi Bobot badan
Nomor sapi laktasi
(bulan) (Kg)
(bulan)
Sapi 1 2 3 357,21
Sapi 2 3 3 372,49
Sapi 3 2 3 349,69
Sapi 4 2 2 372,49
Sapi 5 2 3 396,01
Sapi 6 3 3 420,25
Sapi 7 3 3 380,25
Sapi 8 3 3 400,00
Sumber: KUD Sumber Makmur (2016)

3.2.2 Kandang dan Peralatan


Kandang yang digunakan menggunakan sistem
kandang tail to tail dengan bangunan atap kandang jenis gable
dan semi monitor. Masing – masing tempat pakan yang
berbentuk palungan yang berukuran P x L x t: 1m x 1m x
tinggi / kedalaman 1/2m. Pada setiap 2 palungan diantaranya
terdapat tempat minum yang berukuran panjang 1m x lebar
50cm dengan kedalaman 1/2m. Alas kandang berupa beton
yang dilapisi dengan karpet khusus sapi yang mempunyai
bahan dari karet sehingga lantai atau alas kandang tidak licin.
Peralatan yang digunakan adalah skop kecil untuk mengambil
sisa pakan dan timbangan untuk menimbang pemberian pakan
dan sisa pakan.

38
3.2.3 Pakan Hijauan
Pakan hijauan perlakuan yang digunakan ada beberapa
jenis yaitu rumput odot, rumput gajah dan tebon jagung.
Masing – masing digunakan dalam perlakuan yang
disesuaikan dengan kebutuhan oleh sapi PFH tersebut. Hijauan
dalam perlakuan ini digunakan sebanyak 60% BK
dikarenakan untuk sapi perah lebih dominan penggunaan
hijauan dibandingkan pakan konsentrat, hal ini dikarenakan
untuk mensintesa lemak susu yang kaitannya dengan kualitas
susu. Dibutuhkan konversi energi yang tinggi dari pakan
hijauan, energi tersebut adalah untuk memproduksi VFA.
Peranan yang penting untuk mendapatkan kualitas susu pada
VFA adalah asam asetat yang banyak didapat dalam hijauan.
Pengadaan pakan hijauan dilakukan 1–3 hari sebelum
pemberian ke ternak. Sebaiknya hijauan segar dilayukan agar
kadar air tidak terlalu tinggi.

3.2.4 Pakan Konsentrat


Pakan konsentrat adalah pakan yang mempunyai susunan
bahan pakan yang mengandung satu atau lebih nutrien dalam
pakan, didalam konsentrat terdiri dari bahan pakan sumber
energi, sumber protein, sumber mineral dan vitamin.
Pakan konsentrat yang dipakai dalam penelitian adalah
konsentrat dari KUD Sumber Makmur dengan komposisi dan
kandungan pada halaman berikut:

39
Tabel 12. Komposisi konsentrat KUD Sumber Makmur
Bahan Pakan Proporsi (%)
Kopra 30
Pollard 22
Kulit kacang 6
CGF (Corn glutten feed) 10
Bungkil kedelai 3
Bekatul 5
Bungkil kelapa sawit 4
Molases 5
DDGS (Dried grains with 5
solubles)
Sumber: KUD Sumber Makmur (2016)

Tabel 13. Kandungan nutrien konsentrat KUD Sumber


Makmur
Bahan Kandungan Nutrien
Pakan BK BO (%)* PK (%)* SK (%)*
Konsentrat
KUD
35,90 34,95 7,30 6,94
Sumber
Makmur
*Berdasarkan dari 100% BK
Sumber: KUD Sumber Makmur (2016)

3.3 Metode Penelitian


Metode yang digunakan adalah in vivo dengan
menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Latin (RBSL) di
kelompokkan berdasarkan bulan dan periode laktasi (data
bulan dan periode laktasi setiap sapi dapat dilihat pada
lampiran 5). Adapun 4 perlakuan pakan pada penelitian ini dan
pada setiap perlakuan diulang sebanyak 2 ekor ternak.
Perlakuan pakan pada halaman berikut:

40
P1 = 60% BK (50% Rumput Odot + 50% Tebon Jagung) + 40% BK Konsentrat
P2 = 60% BK (50% Rumput Gajah + 50% Tebon Jagung) + 40% BK Konsentrat
P3 = 60% BK Rumput Gajah + 40% BK Konsentrat
P4 = 60% BK Rumput Odot + 40% BK Konsentrat
Sebagai langkah awal penelitian akan dilakukan
analisis kandungan nutrien rumput odot (Pennisetum
purpureum cv.Mott), rumput gajah (Pennisetum purpureum
cv.schumach) , tebon Jagung (Zea mays.spp) dan konsentrat
dari KUD Sumber Makmur sehingga dapat diketahui potensi
jenis pakan hijauan dan konsentrat sebagai pakan ternak.
Dilanjutkan dengan percobaan perlakuan dengan
menggunakan uji in vivo pada sapi perah sedang laktasi untuk
mengetahui respon pemberian jenis hijauan ini terhadap
konsumsi pakan, efisiensi pakan, konversi pakan dan Income
Over Feed Cost (IOFC).
Pakan yang akan diberikan pada sapi perah yang
sedang laktasi yaitu pakan hijauan dan pakan konsentrat sapi
perah laktasi sesuai dengan kebutuhan penelitian. Proporsi BK
antara hijauan dan konsentrat sebesar 60% hijauan dan 40%
konsentrat. Pakan hijauan diberikan sebanyak 3 kali sehari
untuk semua perlakuan yaitu pukul 05.00 WIB, pukul 11.30
WIB dan pukul 16.00 WIB. Pemberian pakan hijauan selalu
disertai dengan pemberian pakan konsentrat terlebih dahulu
sesuai dengan rasio setiap perlakuan.

3.3.1 Denah Penelitian


Penempatan ternak dalam perlakuan pemberian pakan
dikelompokkan berdasarkan pembaian perlakuan dan ulangan
secara tertata. Berikut adalah Gambar 7. Penataan kandang di
lapang sesuai dengan perlakuan dan kelompok yang akan
dilakukan.

41
Periode 1
P1 P2 P3 P4
Sapi 2 Sapi 4 Sapi 1 Sapi 6 Sapi 7 Sapi 5 Sapi 8 Sapi 3

Periode 2
P2 P3 P4 P1
Sapi 2 Sapi 4 Sapi 1 Sapi 6 Sapi 2 Sapi 4 Sapi 1 Sapi 6

Periode 3
P3 P4 P1 P2
Sapi 2 Sapi 4 Sapi 1 Sapi 6 Sapi 2 Sapi 4 Sapi 1 Sapi 6

Periode 4
P4 P1 P2 P3
Sapi 2 Sapi 4 Sapi 1 Sapi 6 Sapi 2 Sapi 4 Sapi 1 Sapi 6

Gambar 7. Denah percobaan penempatan ternak dan


perlakuan

3.4 Pelaksanaan Penelitian


Pelaksanaan penelitian dimulai dengan beberapa tahapan
dan dilakukan pengukuran konsumsi pakan, efisiensi pakan
dan konversi pakan dengan menggunakan metode koleksi
sampel dan data. Adapun tahapan penelitian yang dilakukan
adalah sebagai berikut:

3.4.1 Tahap adaptasi


Tahap ini dilakukan selama 3 minggu dengan ternak
diberikan pakan sesuai dengan sebelumnya (Pakan normal),
dilanjutkan diidentifikasi bulan dan periode laktasi serta bobot
badan awal (Data dapat dilihat pada lampiran 5). Kemudian

42
sapi di tempatkan pada kandang yang sesuai dengan kelompok
dan perlakuannya. Kandang yang digunakan berjumlah 4
sekat, setiap sekat diisi 2 ekor sapi perah. Kandang setiap unit
percobaan diberi nomor sesuai dengan perlakuan dan
kelompok. Pakan dan air minum yang ditempatkan pada
palungan pakan dan tempat minum. Penempatan perlakuan
dilakukan secara acak dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Setiap unit kandang diberi kode untuk setiap


perlakuan.
2. Setiap sekat kandang diisi dua ekor sapi perah
yang ditempatkan secara tertata.

3.4.2 Tahap pendahuluan pakan perlakuan


Tahapan ini ternak diberikan pakan sesuai perlakuan
(P1, P2, P3 dan P4). Tahap ini dilaksanakan selama 1 minggu
pada setiap periode yang berjalan selama 3 minggu di setiap
periode. Pada minggu pertama diberikan pakan perlakuan
sesuai dengan yang telah ditentukan. Pada minggu kedua dan
ketiga pakan perlakuan diberikan sesuai dengan ketentuan
proporsi pada setiap perlakuan. Pakan hijauan dilayukan
terlebih dahulu selama 1 hari sebelum diberikan pada ternak,
pemberian pakan hijauan yaitu dengan di choper terlebih
dahulu. Pemberian pakan perlakuan dilakukan 3 kali sehari
yaitu pukul 05.00 WIB, pukul 11.30 WIB dan pukul 16.00
WIB.Untuk pagi pemberian konsentrat terlebih dahulu dan
dilanjutkan dengan hijauan, siang hari diberikan hijauan saja
dan sore hari diberikan konsentrat lalu dilanjutkan dengan
hijauan. Biasanya jarak antara pakan konsentrat habis
dilanjutkan hijauan adalah ± 1 jam. Pemberian konsentrat
adalah 8 kg/hari/ekor dan minum diberikan secara ad libitum.

43
3.4.3 Tahap koleksi data
Tahap koleksi data dilaksanakan selama 8 minggu. Pada
tahapan ini ternak diberi pakan sesuai perlakuan (P1, P2, P3 dan
P4) dan dilakukan koleksi data yaitu jumlah pakan yang
diberikan, sisa pakan, berat sampel pemberian pakan segar dan
kering matahari ,berat sampel sisa pakan segar dan kering
matahari. Koleksi data dilakukan setiap hari selama 2 minggu
pada setiap periode, total lama koleksi data adalah 8 minggu.
Tahap koleksi data dilakukan setiap 2 minggu dalam
setiap periode untuk mengukur semua variabel yang diamati.
Data yang dikumpulkan pada setiap tahap koleksi data sebagai
berikut :

3.4.3.1 Koleksi sampel pakan pemberian


Pakan hijauan yang diberikan diambil sampel
sebanyak 2–3 batang setiap hari, dipotong - potong,
dikeringkan matahari lalu ditimbang dan dimasukkan ke dalam
plastik, diberi label dan tanggal pengambilan sampel
kemudian disimpan. Pada akhir penelitian semua sampel
penelitian setiap sapi dan setiap perlakuan setiap periode
dikomposit, dimasukkan ke dalam plastik, diberi label sampel
komposit dari setiap perlakuan sampel pakan pemberian.
Sampel dimasukkan oven dengan suhu 60º C selama 24 jam
kemudian ditimbang berat setelah di oven, digiling dengan
mesin grinder dan dianalisis kandungan BK, BO dan PK.
Pakan konsentrat yang diberikan diambil sampel
secukupnya untuk diuji kadar BK, BO dan PK dan
dimasukkan ke dalam plastik diberi label kemudian disimpan.
Pada akhir penelitian dianalisis kandungan BK, BO dan PK.
Prosedur analisa kadar BK, BO dan PK disajikan pada
Lampiran 1, 2, 3 dan 4.

44
3.4.3.2 Koleksi sampel pakan sisa
Sisa pakan hijauan setiap ternak dari pengamatan
selama 24 jam diambil sampel sebanyak 5%, dikeringkan
matahari dan dimasukkan ke dalam plastik, diberi label dan
tanggal pengambilan sampel kemudian disimpan. Pada akhir
penelitian, semua sampel setiap periode dikomposit secara
proporsional (50% dari berat segar) pada setiap perlakuan
disetiap periode. Sampel pakan sisa dimasukkan oven dengan
suhu 60ºC selama 24 jam kemudian ditimbang, digiling
dengan mesin grinder dan dianalisis kandungan BK, BO dan
PK.
Koleksi sisa pakan konsentrat dari pengamatan 24 jam
tidak dilakukan karena konsentrat yang diberikan selalu habis
dikonsumsi setiap sapi selama penelitian.

3.5 Variabel Penelitian


Tahap koleksi data dilaksanakan selama dua bulan
untuk mengetahui pengaruh pemberian perlakuan pakan
terhadap performans sapi perah PFH (Konsumsi, Efisiensi,
Konversi pakan). Variabel yang diamati selama penelitian
adalah sebagai berikut:

1. Konsumsi BK, BO dan PK


Konsumsi BK
(KBK) g/ekor/hari = [Pakan pemberian (g) x (% BK pakan
pemberian)] –
[Sisa pakan (g) x ( % BK sisa
pakan)]
Konsumsi BO
(KBO) g/ekor/hari = [Pakan pemberian (g) x (% BK pakan
pemberian) x (% BO pakan

45
pemberian)] – [Sisa pakan (g) x (%
BK sisa pakan) x (% BO sisa
pakan)]
Konsumsi PK
(KPK) g/ekor/hari = [Pakan pemberian (g) x (% BK pakan
pemberian) x (% PK pakan
pemberian)] – [Sisa pakan (g) x (%
BK sisa pakan x PK sisa pakan)]

2. Efisiensi pakan
Dalam tahap koleksi data untuk mengetahui efisiensi
pakan diperlukan data produksi susu dibagi konsumsi BK
pakan. Berikut adalah rumus penghitungan Efisiensi pakan
:
Produksi susu (Kg)
Efisiensi Pakan (%): x 100 %
Konsumsi BK pakan (Kg)

3. Konversi pakan
Dalam tahap koleksi data untuk mengetahui konversi
pakan diperlukan data konsumsi BK pakan dibagi produksi
susu. Berikut adalah rumus penghitungan Efisiensi pakan :
Konsumsi BK pakan (Kg)
Konversi pakan: Produksi susu (Kg)

4. IOFC (Income Over Feed Cost)


Dalam tahap koleksi data untuk mengetahui IOFC
(Income Over Feed Cost) diperlukan data harga hijauan
dalam bentuk segar, harga konsentrat dan harga susu.
Berikut adalah rumus penghitungan IOFC (Income Over
Feed Cost) :
IOFC = Pendapatan – Pengeluaran

= Penjualan susu – Pembelian pakan

46
3.6 Analisa Data
Analisis data menggunakan analisis peragam
(ANCOVA) untuk mengetahui pengaruh bobot badan awal
terhadap variabel yang diamati berdasarkan Rancangan Bujur
Sangkar Latin (Latin Square). Peragam bobot badan awal
untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap konsumsi,
efisiensi dan konversi pakan. Apabila kovarian nyata atau
seragam maka dilanjutkan dengan notasi berdasarkan data
terkoreksi dan dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan
dengan data terkoreksi untuk mengetahui perbedaan pengaruh
pada masing-masing perlakuan (Yitnosumarto, 1993). Apabila
tidak nyata maka dilanjutkan dengan analisis ragam (ANOVA)
dengan model matematis yang digunakan adalah :

Yij = µ + βj + δi + εij
Keterangan :
Yij = Pengamatan pada periode ke-j yang mendapat
perlakuan ke-i
µ = Nilai tengah
βj = Pengaruh dari perlakuan pada periode waktu ke-
δi = Pengaruh pada perlakuan ke-1
εij = Galat percobaan pada percobaan ke-j yang mendapat
perlakuan ke-1

47
3.7 Batasan Istilah

Sapi PFH : Sapi Peranakan Frisian


Holstein dengan ciri-ciri
berwarna dominan hitam
dan putih, bertanduk
ad libitum : sistem pemberian pakan/
air minum yang mana
pakan dan air minum
selalu tersedia didalam
kandang.
Restricted : sistem pemberian pakan/
air minum dengan cara
membatasi atau berlaku
sistem penjatahan pada
masing masing ternak.
Pakan Hijauan : suatau bahan pakan yang
berasal dari tanaman dan
hijauan segar yang
menjadi sumber serat
untuk ternak
Pakan konsentrat : bahan pakan sumber
protein dan sumber
energi yang tinggi dengan
kadar serat kasar yang
rendah.

48
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kandungan Nutrien Pakan
Produktivitas ternak sapi perah tergantung pada
kandungan nutrien bahan pakannya. Hasil analisa kandungan
nutrien bahan pakan hijauan yang digunakan pada masing –
masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 14. Kandungan nutrien pakan hijauan masing-masing


perlakuan pada saat penelitian
BK BO PK
Pakan Hijauan
(%) (%)* (%)*
(P1) Rumput Odot + Tebon Jagung 18,81 81,85 8,01
(P2) Rumput Gajah + Tebon Jagung 21,06 82,15 7,82
(P3) Rumput Gajah 19,09 80,12 6,46
(P4) Rumput Odot 14,27 82,14 9,46
Tebon Jagung 22,45 87,33 9,68
*Berdasarkan dari 100% BK
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan
Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
Pada Tabel 14 yang telah disajikan menunjukkan
kandungan bahan kering (BK) rumput gajah pada penelitian
ini mempunyai nilai sebesar 19,09% sedangkan pada
penelitian Kuswandi (1993) kandungan BK pada rumput gajah
mempunyai nilai 18,15%. Bahan pakan hijauan rumput gajah
pada penelitian ini mempunyai nilai bahan organik (BO)
sebesar 80,12% sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Supriyati dan Haryanto (2011) bahwa kandungan BO pada
rumput gajah yaitu 80,15%. Berdasarkan data tersebut dapat
diketahui kandungan rumput gajah pada penelitian ini dan

49
penelitian yang sudah dilakukan terdahulu tidak ada perbedaan
yang signifikan.
Hasil penelitian bahan pakan hijauan (P4) rumput odot
pada Tabel 14 di dapatkan hasil kandungan nutrien BK
14,27%, BO 82,14% dan PK 9,46%. Menurut Santia (2007)
menyatakan bahwa rumput odot (Pennisetum purpureum
cv.mott) memiliki kandungan nutrien BK sebesar 15,8% dan
ditambahkan oleh suarna dkk (2013) dalam penelitiannya pada
kandungan nutrien rumput odot memiliki kandungan nutrien
PK 13%. Alasan adanya perbedaan dalam kandungan nutrien
rumput odot dalam penelitian ini dan penelitian terdahulu
menurut Ngadiyono, Hartadi dan Winugroho (2001) adalah
perbedaan komposisi nutrien bahan pakan disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain jenis tanaman, umur tanaman dan
tempat tanaman tersebut ditanam.
Hijauan yang digunakan pada saat penelitian selain
rumput gajah dan rumput odot adalah tebon jagung.
Kandungan nutrien tebon jagung pada penelitian ini adalah
BK 22,45%, BO 87,33% dan PK 9,68%. Terdapat beberapa
perbedaan dalam kandungan nutrien pada tebon jagung apabila
dibandingkan dengan penelitian Nasriya dkk (2016) dalam
penelitiannya pada tebon jagung yang digunakann dalam
perlakuannya mempunyai kandungan BK 32%, BO 82,64%
dan PK 12,06%. Hal ini disebabkan karena perbedaan
komposisi nutrien bahan pakan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain spesies tanaman, umur tanaman dan tempat
tanaman tersebut ditanam (Ngadiyono, Hartadi, Winugroho,
Siswansyah dan Ahmad, 2001).
Pada usaha peternakan untuk meningkatkan produksi
susu suatu ternak adalah dengan cara pemberian pakan hijauan
dan konsentrat. Untuk mengetahui kandungan nutrien pakan

50
perlakuan yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada
Tabel berikut.

Tabel 15. Kandungan nutrien BK, BO, PK pakan pada


masing-masing perlakuan
Kandungan Nutrien
Perlakuan
BK (%) BO (%)* PK (%)*
P1 47,19 84,06 12,11
P2 48,54 84,24 12,00
P3 47,35 83,02 11,18
P4 44,46 84,23 12,98
*Berdasarkan dari 100% BK

Tujuan pemberian pakan hijauan yang berbeda dengan


tambahan konsentrat pada masing-masing perlakuan adalah
untuk mengetahui respon ternak terhadap pakan perlakuan
tersebut. Pada semua perlakuan menggunakan bahan pakan
yang biasa digunakan peternak, hanya saja dilakukan
perbandingan antara semua bahan pakan. Tabel 15
menunjukkan bahwa pada perlakuan P2 (rumput gajah + tebon
jagung +konsentrat) mempunyai persentase BK paling tinggi
yakni 48,54% dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini
disebabkan pada Tabel 14 pada perlakuan P2 (rumput gajah +
tebon jagung) menunjukkan rataan BK yang paling tinggi juga
yaitu 21,06%, sehingga pada Tabel 15 kandungan BK
tertinggi ada di perlakuan P2 juga dikarenakan adanya korelasi
bahan penyusun pakan hijauan dari perlakuan tersebut.
Perbedaan Tabel 14 dan Tabel 15 adalah ada dan tidak adanya
konsentrat dalam analisis proksimat. Tabel 14 uji analisis
proksimat tanpa konsentrat, Tabel 15 analisis proksimat
hijauan ditambah dengan konsentrat.Hal ini sesuai dengan
penelitian Pangestuti (2017) yang menggunakan bahan pakan

51
megalis pada P1, P0 dan P2 dengan rasio pemberian pada tiap
perlakuan adalah 6 kg, 6 kg dan 5 kg dengan kandungan BK
91,45%. Sehingga pada konsumsi BK menghasilkan data yang
sama secara berurutan dari KBK yang tertinggi adalah P1
(166,1), P0 (149,3) dan P2 (148,9).
Kandungan protein kasar (PK) tertinggi pada Tabel 15
terdapat pada perlakuan P4 (rumput odot + konsentrat) yakni
sebesar 12,98% . Hal ini disebabkan oleh penyusun bahan
pakan hijauan pada P4 adalah rumput odot. Hasil analisis di
Laboratorium Nutrisi dan Makanan ternak Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya pada Tabel 14 menunjukkan
hasil perlakuan dengan PK tertinggi adalah P4 (rumput odot)
yaitu sebesar 9,68%. Pada Tabel 15 perlakuan P4 (rumput
odot + konsentrat) memiliki PK paling tinggi pula.

4.2 Konsumsi Nutrien Pakan

Konsumsi nutrien pakan merupakan nutrien suatu


pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Salah satu faktor penting
yang secara langsung mempengaruhi produktivitas ternak
adalah kualitas dan kuantitas pakan yang dikonsumsi oleh
satu ekor ternak. Konsumsi pakan juga dipengaruhi oleh faktor
palatabilitas dan faktor kebutuhan energi ternak yang
bersangkutan. Rataan konsumsi BK (KBK), konsumsi BO
(KBO) dan konsumsi PK (KPK) masing – masing perlakuan
dan periode disajikan pada tabel halaman berikut:

52
Tabel 16. Rataan konsumsi BK, BO dan PK pada masing
masing perlakuan
Rataan Konsumsi Nutrien (g/kg BB0,75/hari)
Perlakuan Bobot badan
KBK KBO KPK
sapi (kg)
P1 372,49 130,51 ± 16,95 105,83 ± 16,96 17,33 ± 1,27a
P2 388,73 133,58 ± 11,67 111,40 ± 8,90 17,25 ± 0,86a
P3 388,13 129,11 ± 15,62 105,75 ± 10,91 15,96 ± 1,63b
P4 374,84 123,78 ± 26,21 103,93 ± 22,18 16,93 ± 0,51a
Keterangan: a-b Superskrip yang berbeda pada kolom yang
sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05)

Dari hasil analisis peragam pada lampiran 19 dan 20


mempunyai kesimpulan bahwa, penggunaan jenis hijauan
memberikan pengaruh yang tidak nyata pada konsumsi bahan
kering (KBK) dan konsumsi bahan organik (KBO). Hal ini
disebabkan karena bobot badan sapi pada setiap perlakuan
tidak mempunyai perbedaan yang signifikan. Pada konsumsi
BK dan konsumsi BO tidak berbeda nyata, Hal tersebut dapat
terjadi karena tingkat palatabilitas dari pakan perlakuan
sehingga akan mempengaruhi konsumsi dan berdampak pada
konsumsi BK dan BO.
Semakin berat bobot badan tetapi tidak diikuti dengan
palatabilitas pakan yang baik maka dapat mempengaruhi
konsumsi pakan dalam jumlah segarnya sehingga apabila
mempengaruhi konsumsi segar maka akan berdampak pada
konsumsi BK dan konsumsi BO. Sesuai dengan Faverdin et al
( 1995) mnyatakan bahwa faktor penting yang menjelaskan
mengapa konsumsi bahan kering dan konsumsi bahan organik
berbeda adalah tingkat palatabilitas dari pakan, yaitu disukai
atau tidaknya pakan tersebut oleh ternak.
Hasil analisis peragam konsumsi protein kasar pada
Lampiran 21 mempunyai kesimpulan bahwa bobot badan

53
memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi protein
kasar (KPK). Pada Lampiran 19 dan 20 menunjukkan hasil
konsumsi BK dan konsumsi BO memberikan pengaruh yang
tidak nyata, sedangkan hasil konsumsi protein kasar
memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini disebabkan oleh
kandungan nutrien pada setiap bahan pakan perlakuan
berbeda-beda meskipun mempunyai konsumsi BK dan BO
yang tinggi tetapi belum tentu di dalam BK dan BO tersebut
mempunyai kandungan protein yang tinggi pula. Sesuai
dengan Webster (1987), alasan mengapa konsumsi pakan
berbeda-beda terutama pada konsumsi nutrien adalah, apabila
ada ketidakseimbangan kandungan nutrien dalam bahan pakan
seperti BK yang tinggi diikuti dengan BO yang tinggi tetapi
pada PK rendah sehingga kebutuhan nutrien ternak khususnya
kebutuhan protein tidak akan terpenuhi, sehingga apabila
kebutuhan itu belum terpenuhiakan terjadi perangsang utama
ke hipotalamus sebagai pusat lapar dan ternak akan
meningkatkan konsumsi guna untuk memnuhi kebutuhan
protein tersebut.
Pada hasil analisis peragam pada Lampiran 19 dan 20
dapat disimpulkan bahwa penggunaan berbagai jenis hijauan
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada
konsusmsi bahan kering dan konsumsi bahan organik, maka
dilanjutkan analisis ragam pada konsumsi BK dan BO. Hasil
analisis ragam pada Lampiran 19 dan 20 diketahui bahwa
terdapat hasil tidak berbeda nyata untuk konsumsi BK dan
BO. Hal ini menunjukkan bahwa keempat pakan perlakuan
mempunyai tingkat palatabilitas yang hampir sama dan tingkat
palatbilitas sangat mempengaruhi konsumsi pakan sehingga
berdampak pada KBK dan KBO. Faverdin et al.(1995)
menyatakan bahwa tingkat palatabilitas merupakan faktor

54
utama yang menjelaskan perbedaan konsumsi bahan kering
antara pakan dan ternak-ternak yang berproduksi.

Tabel 17. Urutan hasil rataan yang terbaik pada KBK, KBO
dan KPK berdasarkan rataan bobot badan
Rataan Konsumsi Nutrien (g/kg BB0,75/hari)
No Bobot
KBK KBO KPK
Badan (kg)
1 P2 (388,73) 133,58 111,40 17,25
2 P3 (388,13) 129,11 105,75 15,96
3 P4 (374,84) 123,78 103,93 16,93
4 P1 (372,49) 130,51 105,83 17,33

Dari semua data yang ada pada Tabel 17 hanya data


KBK dan KBO saja yang saling berhubungan, sedangkan
bobot badan tidak selalu menjadi dasaran dari konsumsi BK,
BO dan PK. Hal ini dikarenakan bobot badan yang tinggi
belum tentu memiliki KBK, KBO dan KPK yang tinggi pula,
karena yang mempengaruhi banyak tidaknya konsumsi adalah
tingkat palatabilitas dari pakan. Menurut Faverdin et al. (1995)
palatabilitas merupakan faktor utama yang menjelaskan
perbedaan konsumsi bahan kering antara pakan dan ternak-
ternak yang berproduksi.
Hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 16
menunjukkan bahwa pada keempat perlakuan yang digunakan
dalam penelitian, perlakuan P2 memiliki hasil rataan konsumsi
BK yang paling tinggi yaitu 133,58 ± 11,67. Perlakuan P1
menggunakan rumput odot dan tebon jagung + konsentrat
dengan kandungan BK 47,19 %, P2 menggunakan rumput
gajah dan tebon jagung + konsentrat dengan kandungan BK
48,54%, P3 menggunakan rumput gajah + konsentrat dengan
kandungan BK 47,35% dan P4 menggunakan rumput odot +

55
konsentrat dengan kandungan BK 44,46%. Banyak faktor
yang mempengaruhi konsumsi pakan pada konsumsi BK dan
BO, antara lain adalah kandungan nutrien pada setiap bahan
pakan. Preston dan Leng (1984) menyatakan bahwa
ketidakseimbangan kandungan nutrien pakan akan
mempengaruhi konsumsi pakan (KBK dan KBO) dimana
keseimbangan nutrien dalam ransum berhubungan dengan
kegiatan fermentasi pada rumen yang nantinya akan
mempengaruhi konsumsi pakan. Hal ini dikarenakan apabila
ketidakseimbangan nutrien pada bahan pakan maka kebutuhan
nutrien oleh ternak menjadi faktor perangsang utama untuk
disampaikan ke hipotalamus sebagai pusat lapar (Webster,
1987).
Pada hasil penelitian konsumsi bahan organik (KBO)
yang disajikan pada Tabel 16 menunjukkan bahwa P2 memiliki
hasil rataan konsumsi BO paling tinggi 111,40 ± 8,90 . Hal ini
dikarenakan rataan konsumsi BO berbanding lurus dengan
rataan konsumsi BK dimana pada hasil penelitian rataan
konsumsi BK yang memiliki rataan paling tinggi diikuti
dengan rataan konsumsi BO yang tinggi juga yaitu pada P2
dengan rataan konsumsi BK 133,58 ± 11,67 selanjutnya
secara berurutan perlakuan P1, P3 dan P4 juga memiliki data
yang sama bahwa KBK dan KBO berbanding lurus, semakin
tinggi KBK maka semakin tinggi pula KBO dapat dilihat pada
Tabel 16.. Hal ini sesuai dengan penelitian Novianto (2013)
menyatakan bahwa, pada hasil penelitian konsumsi BK dan
BO pada perlakuan pemberian pakan hijauan + konsentrat +
probiss dosis 80 ml/hari memiliki hasil rataan konsumsi BK
tertinggi dengan rataan 13,93 ± 0,09 dan diikuti dengan
perlakuan yang sama dengan rataan konsumsi BO adalah
11,94 ± 0,08.

56
Hasil analisis peragam pada konsumsi PK mempunyai
kesimpulan bahwa penggunaan berbagai jenis hijauan dalam
pakan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap konsumsi PK
(P < 0,05). Hal ini dikarenakan hasil rataan konsumsi PK pada
setiap perlakuan mempunyai nilai yang berbeda cukup
signifikan, sehingga pengaruh dari perlakuan berbeda nyata
terhadap variabel. Pada perlakuan P3 yaitu sebesar 0,97 (g/kg
BB0,75/hari) mempunyai selisih konsumsi protein kasar paling
tinggi sehingga mempengaruhi hasil dan analisis peragam dari
konsumsi protein kasar. Menurut Indriani, (2013) bahwa, pada
penelitiannya menunjukkan konsumsi PK pada salah satu
perlakuaannya mempunyai jarak rataan yang cukup banyak
dibandingkan dengan perlakuan lainnya sehingga pada hasil
analisis peragamnya menyatakan kesimpulan bahwa
memberikan pengaruh yang nyata pada variabelnya.
Hasil penelitian yang sudah disajikan pada Tabel 16
menunjukkan bahwa pada keempat perlakuan yang digunakan
dalam penelitian, perlakuan P1 memiliki hasil rataan konsumsi
protein kasar (KPK) yang paling tinggi yaitu 17,33 ± 1,27
selanjutnya diikuti oleh P2 17,25 ± 0,86, kedua perlakuan
tersebut adalah yang paling tinggi dalam rataan konsumsi
protein kasar (KPK) , hal ini berbanding lurus dengan
konsumsi BK pada P1 dan P2 memiliki rataan konsumsi BK
yang paling tinggi pula. Dapat disimpulkan bahwa KPK dan
KBK berbanding lurus. Pada penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Sukardi (2005) bahwa pada data KBK
mendapatkan data secara berurutan dimulai dari yang terbesar
perlakuan T3 (temulawak + Zn proteinat), T1 (temulawak), T2
(Zn proteinat) dan T0 (kontrol) yang memiliki nilai KBK
12,70 %, 12,61%, 12,51%, 12,45% berbanding lurus dengan
KPK yaitu pada perlakuan yang menggunakan Zn proteinat

57
memiliki KPK tertinggi pada T2 dan T3 dapat ditarik
kesimpulan bahwa konsumsi PK sejalan dengan konsumsi BK
dan kadar PK ransum, sehingga meningkatnya konsumsi BK
akan meningkatkan konsumsi PK. Kecukupan kebutuhan
nutrien dapat dicerminkan dari kecukupan kebutuhan bahan
kering (BK). Hal ini disebabkan semua nutrien yang
dibutuhkan sapi perah terkandung di dalam bahan kering
(NRC, 2001). Kadar PK ransum masing-masing perlakuan
yang berbeda juga mempengaruhi tingginya konsumsi PK
perlakuan. Meningkatnya konsumsi PK memberi peluang
adanya tambahan asupan nutrien yang akan digunakan untuk
sintesis susu. Walaupun demikian, peningkatan produksi susu
sebagai akibat dari meningkatnya kadar PK ransum tidak
selamanya bersifat linier.

4.3 Efisiensi Pakan

Efisiensi pakan merupakan nilai yang diperoleh dari


produksi susu yang dihasilkan dibagi dengan unit bahan kering
yang telah dikonsumsi ternak. Sesuai dengan Campbell dan
Lasley (1975) bahwa, efisiensi pakan sebagai hasil bagi antara
jumlah unit produksi susu yang dihasilkan dibagi jumlah unit
konsumsi bahan kering pakan. Rataan efisiensi pakan masing
– masing perlakuan dan periode disajikan pada tabel berikut:

Tabel 18. Rataan Efisiensi Pakan


Produksi Susu Konsumsi Bahan Efisiensi
Perlakuan
(kg) kering (kg) Pakan (%)
P1 10,49 ± 1,21 12,23 ± 0,50 87,77 ± 6,78
P2 10,11 ± 1,34 12,11 ± 0,34 85,52 ± 8,00
P3 9,64 ± 1,54 11,64 ± 0,76 83,65 ± 7,49
P4 10,74 ± 0,96 12,11 ± 1,15 88,90 ± 2,65

58
Dari hasil analisis peragam pada Lampiran 22
mempunyai kesimpulan bahwa, penggunaan berbagai jenis
hijauan pada pakan memberikan pengaruh yang tidak berbeda
nyata untuk efisiensi pakan. Hal ini dikarenakan pada data
hasil produksi susu dan konsumsi bahan kering pada Tabel 18
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dan dapat
disimpulkan bahwa pada semua perlakuan mengkonsumsi
bahan kering yang hampir sama dan mempunyai produksi
yang hampir sama juga. Sesuai hasil penelitian (Sidqi, 2014)
yang menyatakan bahwa, rataan hasil efisiensi yang di dapat
dari penelitiannya adalah > 50%. Hal ini disebabkan oleh
tinggi rendahnya produksi susu dan konsumsi pakan. Produksi
susu yang tinggi dengan konsumsi yang rendah tetntunya akan
meningkatkan efisiensi pakan.
Pada hasil analisis peragam mempunyai hasil
memberikan pengaruh yang tidak nyata pada efisiensi pakan
maka dilanjutkan pada analisis ragam. Hasil ragam
menunjukkan hasil bahwa penggunaan berbagai jenis hijauan
dalam pakan memberikan pengaruh yang tidak nyata juga
(P>0,05) terhadap efisiensi pakan pada sapi perah. Hal ini
berarti data hasil yang diperoleh masih termasuk homogen dan
tidak ada perbedaan yang signifikan. Pada Tabel 18
menunjukkan hasil rataan efisiensi pakan dimulai dari yang
paling tinggi sampai yang paling rendah secara berurutan
sebagai berikut: (P4) 88,90%, (P1) 87,77%, (P2) 85,52%, (P3)
83,65%. Perlakuan dengan hasil rataan efisiensi pakan terbaik
ada pada (P4) 88,90% dengan pakan perlakuan rumput odot +
konsentrat, dan rataan paling rendah ada pada (P3) 83,65%
dengan pakan perlakuan rumput gajah + konsentrat.
Hal ini dikarenakan berhubungan dengan konsumsi
protein kasar oleh ternak. Kandungan nutrien pada setiap

59
ransum pada penelitian ini berbeda-beda dan mempengaruhi
tinggi atau tidaknya konsumsi PK pada perlakuan tersebut.
Semakin tinggi kandungan PK pada pakan dan semakin tinggi
konsumsi PK maka semakin tinggi pula produksi susu pada
sapi perah, sehingga didapatkan data rataan efisiensi pakan
yang baik. Sesuai dengan Indriani (2013) bahwa, kadar PK
ransum masing-masing perlakuan yang berbeda juga
mempengaruhi tingginya konsumsi PK perlakuan.
Meningkatnya konsumsi PK memberi peluang adanya
tambahan asupan nutrien yang akan digunakan untuk sintesis
susu. Walaupun demikian, peningkatan produksi susu sebagai
akibat dari meningkatnya kadar PK ransum tidak selamanya
bersifat linier

4.4 Konversi Pakan

Konversi merupakan metode untuk mengetahui berapa


kg konsumsi yang diperlukan untuk satu kg produksi susu.
Sesuai dengan Nurhayu dan Pasambe (2016) yang menyatakan
bahwa, konversi pakan merupakan kemampuan seekor ternak
dalam mengubah pakan menjadi produksi ternak (produksi
daging atau susu). Jumlah bahan kering yang dikonsumsi
dibagi dengan produksi dan akan menghasilkan data konversi
pakan. Nilai ini akan semakin efisien jika jumlah pakan yang
dikonsumsi lebih sedikit dibandingkan dengan produksi yang
lebih tinggi. Rataan Konversi pakan masing – masing
perlakuan dan periode disajikan pada tabel di halaman berikut:

60
Tabel 19. Rataan Konversi Pakan
Konsumsi Bahan Produksi Susu Konversi
Perlakuan
kering (kg) (kg) Pakan
P1 12,23 ± 0,50 10,49 ± 1,21 1,13 ± 0,13
P2 12,11 ± 0,34 10,11 ± 1,34 1,18 ± 0,11
P3 11,64 ± 0,76 9,64 ± 1,54 1,22 ± 0,09
P4 12,11 ± 1,15 10,74 ± 0,96 1,05 ± 0,13

Dari hasil analisis peragam pada Lampiran 23


mempunyai kesimpulan bahwa, penggunaan berbagai jenis
hijauan pada pakan memberikan pengaruh yang tidak berbeda
nyata untuk konversi pakan. Hal ini dikarenakan rataan data
hasil pada konversi pakan tidak ada perbedaan yang signifikan
sehingga pada analisis peragam menghasilkan perbedaan yang
tidak nyata atau bisa dikatakan hasil datanya hampir sama.
Maka dilanjutkan dengan uji analisis ragam untuk mengetahui
pengaruh penggunaan hijauan dalam pakan terhadap konversi
pakan.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh
perlakuan konversi pakan menghasilkan pengaruh yang tidak
berbeda nyatan (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ternak
sapi perah yang diberikan pakan rumput odot dan tebon jagung
+ konsentrat (P1), rumput gajah dan tebon jagung + konsentrat
(P2), rumput gajah + konsentrat (P3) dan rumput odot +
konsentrat (P4) memberi respon yang hampir sama pada
konversi pakan. Hal ini dikarenakan untuk mendapatkan nilai
konversi pakan dibutuhkan data konsumsi BK dan data
Produksi susu, sedangkan data hasil dari konsumsi BK (KBK)
dan data produksi susu menunjukkan hasil analisis statistiknya
tidak berbeda nyata. Sehingga hasil dari rataan konversi pakan
adalah tidak berbeda nyata pula dikarenakan adanya korelasi

61
antara data konsumsi BK dan data produksi susu dan data hasil
konversi pakan.

Hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 19


menunjukkan bahwa pada keempat perlakuan yang digunakan
dalam penelitian, pada perlakuan P4 dengan bahan pakan
rumput odot + konsentrat memiliki hasil yang paling baik
dengan rataan konversi pakan yang paling rendah yaitu 1,05 ±
0,13 yang berarti untuk memproduksi 1 kg susu membutuhkan
1,05 kg BK rumput odot. Konversi Pakan dapat diperoleh dari
perhitungan hasil pembagian konsumsi BK dengan produksi
susu. Hal ini sesuai dengan (Pamungkas, 2013) bahwa pada
hasil penelitiannya menunjukkan rataan konversi pakan pada
sapi perah yaitu 3,09 ± 0,54 yang artinya untuk memperoleh 1
kg produksi pada ternak akan menghabiskan 3,09 kg pakan.
Sedikit berbeda pada hasil rataan karena pada penelitian yang
berbeda akan mendapatkan hasil yang berbeda pula
dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi, seperti faktor
ternak (bobot badan, umur, periode laktasi dan bulan laktasi)
dan dapat dilihat dari faktor kualitas pakan (palatabiliotas dan
kandungan nutrien).

Sesuai dengan Sutardi (1990) menyatakan bahwa,


banyak faktor yang dapat mempengaruhi konversi pakan,
seperti faktor dari ternak (bobot badan, umur, masa laktasi) .
Selain itu faktor pakan juga mempengaruhi, tepatnya pada
kandungan nutrien pada setiap pakan.

4.5 IOFC (Income Over Feed Cost)

IOFC (Income Over Feed Cost) adalah selisih dari


total pendapatan dengan total biaya pakan yang digunakan
selama usaha produksi ternak. IOFC merupakan barometer

62
untuk melihat seberapa besar biaya pakan yang merupakan
biaya terbesar dalam usaha produksi susu. IOFC diperoleh
dengan cara menghitung selisih pendapatan usaha peternakan
dikurangi biaya pakan (Tillman, Hartadi, Prawirokusumo dan
Lebdosoekoyo, 1998). Rataan IOFC (Income Over Feed Cost)
masing – masing perlakuan dan periode disajikan pada Tabel
berikut.

Tabel 20. Rataan IOFC (Income Over Feed Cost)


Perlakuan IOFC (Rp)
P1 21.305,00 ± 6167,24
P2 21.124,25 ± 6223,48
P3 20.673,75 ± 7322,95
P4 23.940,00 ± 4204,01

Dari hasil analisis peragam pada Lampiran 24


mempunyai kesimpulan bahwa, penggunaan berbagai jenis
hijauan pada pakan memberikan pengaruh yang tidak berbeda
nyata untuk IOFC. Hal ini dikarenakan hasil rataan pada IOFC
tidak bebeda jauh antara hasil perlakuan satu dengan
perlakuan lainnya sehingga hasil datanya hampir sama. Maka
pada keempat perlakuan memiliki income atau pendapatan
yang hampir sama dan tidak terdapat perbedaan yang jauh
antara perlakuan satu dengan yang lain. Dikarenakan hasil
analisis peragam yang tidak berbeda nyata maka dilanjutkan
ke analisis ragam.
Hasil analisis ragam menunjukkan hasil bahwa
penggunaan berbagai jenis hijauan dalam pakan memberikan
pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap IOFC sapi perah.
Tabel 19 menunjukkan hasil IOFC dimulai dari yang paling
tinggi sampai yang paling rendah secara berurutan adalah
sebagai berikut: (P4) Rp 23.940,00 ± 4204,01 per ekor, (P1)

63
Rp 21.305,00±6167,24 per ekor, (P2) Rp 21.124,25 ± 6223,48
per ekor, (P3) Rp 20.673,75 ± 7322,95 per ekor. Nilai IOFC
didapat dari membandingkan pendapatan yang diperoleh dari
penjualan susu selama pemberian perlakuan dengan biaya
pakan selama penelitian. Dapat dilihat analisis harga pakan
dan panjualan susu pada Lampiran 2, Selain itu nilai IOFC
juga dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi sapi perah.
Semakin meningkatnya konsumsi pakan menyebabkan biaya
yang diperlukan untuk berproduksi semakin meningkat.
Data hasil IOFC paling rendah pada P3 menggunakan
bahan pakan (rumput gajah + konsentrat) yakni Rp. 20,673,75
per ekor sedangkan hasil IOFC tertinggi terdapat pada
perlakuan P4 dengan menggunakan (rumput odot + konsentrat)
yaitu 23,940,00 per ekor. Hal ini berarti paling tinggi
pendapatan pada perlakuan P4 dengan pengeluaran biaya
pakan yang paling banyak tetapi mendapatkan produksi yang
paling tinggi sehingga pada perlakuan P4 adalah paling efisien.
Sesuai dengan rataan konversi pakan pada Tabel 19 secara
berurutan mulai hasil yang terbaik adalah P4, P1, P2, P3. Hal ini
berarti semakin tinggi konversi pakan maka semakin tinggi
pula IOFC. Hasil IOFC dan konversi pakan berbanding lurus
pada penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh
Giescha (2014) bahwa pada penelitian dapat disimpulkan hasil
IOFC dan konversi pakan berbanding lurus yaitu konversi
pakan secara berurutan menghasilkan data dari yang paling
rendah adalah P4 (1,35), P3(1,43), P2 (1,44), P1 (1,51) P0 (1,70).
Data IOFC dari yang paling besar adalah P4 (19,477),
P3(17,706), P2 (17,175), P1 (16,415) P0 (14,604). Dapat
disimpulkan bahwa dari perlakuan terbaik sampai terburuk
antara konversi pakan dan IOFC pada penelitian ini dan
terdahulu sama-sama memiliki korelasi.

64
Pada Tabel 18 rataan efisiensi pakan terdapat data
yang berhubungan dengan IOFC. Perlakuan terbaik pada
rataan efisiensi pakan Tabel 18 secara berurutan adalah P4, P1,
P2, P3. Sedangkan pada Tabel 19 rataan hasil IOFC juga
mempunyai urutan yang sama dari data yang terbesar adalah
P4, P1, P2, P3. Hal ini menandakan bahwa semakin tinggi
efisiensi pakan maka semakin tinggi pula IOFC. Menurut
Sunarsiyam (2007) pada efisiensi pakan mempunyai pengaruh
yang nyata terhadap IOFC, semakin efisien pakan perlakuan
pada ternak maka semakin tinggi juga pendapatannya atau
IOFC.

65
66
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Penggunaan jenis hijauan rumput odot, rumput
gajah dan tebon jagung dalam pakan tidak
memiliki perbedaan yang nyata ditinjau dari
konsumsi, efisiensi, konversi pakan dan IOFC pada
sapi perah laktasi.
2. Semakin banyak konsumsi bahan kering dan bahan
organik oleh ternak maka semakin banyak pula
konsumsi protein kasar.
3. Perlakuan P4 = 60% (BK) rumput odot + 40% (BK)
konsentrat menjadi perlakuan yang terbaik
berdasarkan hasil dari efisiensi pakan, konversi
pakan dan IOFC (Income Over Feed Cost).
5.2 Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai
penggunaan rumput odot dalam pakan ternak sapi perah
laktasi, agar bisa mengetahui penggunaan rumput odot
dalam pakan yang paling efisien.

49
50
DAFTAR PUSTAKA

Adijaya, N., I. M. Rai Yasa dan S. Guntoro. 2007.


Pemanfaatan Bio Urine Dalam Produksi Hijauan
Pakan Ternak Rumput Gajah. Prosiding Seminar
Nasional Percepatan Transformasi Teknologi
Pertanian Untuk Mendukung Pembangunan
Wilayah. Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian Bekerjasama
dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.

Akbar, Z. 2016. Pengaruh pemupukan terhadap pertumbuhan


dan produktivitas tumbuhan kaliandra
(Calliandra calothyrsus) pada tanah inceptisol.
Fakultas Peternakan Universitas Andalas.
Padang.

Ako, A. 2013. Ilmu Ternak Perah Daerah Tropis. IPB Press,


Bogor.

Anggraeni, A. 2008. Indeks reproduksi sebagai faktor penentu


efisiensi reproduksi Sapi Perah: fokus kajian pada
Sapi Perah Bos Taurus. Semiloka Nasional
Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan
Bebas 2020. (6): 66- 74.

Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT


Gramedia. Jakarta.

AOAC. 2005. Official Methods of Analysis. Association of


Official Analytical Chemists. Benjamin Franklin
Station, Washington.

Astutik, S. I. B., M. Arifin dan W. S. Dilaga. 2002. Respon


Sapi PO Berbasis Pakan Jerami Padi Terhadap

69
Berbagai Formula “Urea Molases Blok”. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro,
Semarang.

Basya, S. 2002. Perimbangan Optimal Pemberian Hijauan dan


Konsentrat dalam Pakan Sapi Perah Laktasi.
Wartozoa. 1 (3): 41 – 43.

Budiarsana, I. dan I. K. Sutama. 2001. Efisiensi Produksi


Susu Kambing Peranakan Etawah (The Efficiency
of Milk Production of Peranakan Etawah Goats).
SeminarNas. Tek. Peternakan dan Vet. Pronas Hal:
427– 434.

Bunyamin, Z., R. Efendi dan N. N. Andayani.


2013.Pemanfaatan Limbah Jagung Untuk Industri
Pakan Ternak. Seminar Nasional Inovasi Teknologi
Pertanian.

Campbell, J. R. and J. F. Lasley. 1975. The Science of Animal


That ServMankind, McGraw Hill Book, New York.

Delima, M., A. Karim dan M. Yunus. 2015. The Study Of


Prospective Forage Production on Existing And
Potential Land Use To Support Increasing
Livestock Population In Aceh Besar. Agripet 15
(1): 33 – 41.

Dellen, N., Matulessy dan Y. Ariance, Kastanja. 2013.Potensi


Hijauan Bahan Pakan Ternak Di Kecamatan
Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. Jurnal
Agroforestri 7 (4): 287 – 295.

70
Eniza, S. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan
Ternak. Sumatera Utara: Universitas Sumatra
Utara Press. Hal: 2-7.

Erna, W dan Sarjiman. 2007. Budidaya Hijauan Pakan


Bersama Tanaman Pangan Sebagai Upaya
Penyediaan Hijauan Pakan di Lahan Sempit. Jurnal
Peternakan dan Lingkungan. Vol 7 : 134-141.

Farizaldi. 2011. Produktivitas Hijauan Makanan Ternak Pada


Lahan Perkebunan Kelapa Sawit berbagai
Kelompok Umur di PTPN 6 Kabupaten Batanghari
Propinsi Jambi. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Peternakan 16 (2): 68 – 74.

Faverdin P, Baumont R, and Ingvartsen KL. 1995. Control and


Prediction of Feed Intake in Ruminants. In: M.
Journet, E. Grenet, M-H. Farce, M. Theriez, and
C. Demarquilly (eds), Proceedings of the IV th
International Symposium on The Nutrition of
Herbivores. Recent Development in the Nutrition
of Herbivores. INRA. Paris. Pp. 95-120.

Femi, H., Elly, P. O. V. Waleleng, D. R. Lumenta dan F. N. S.


Oroh. 2013.Introduksi Hijauan Makanan Ternak
Sapi Di Minahasa Selatan. Pastura 3 (3): 5 – 8.

Gomez, A. R., C. Dudas and J. Huber. 1990 . Influence of


Culture of Aspergillus Oryzae On Rumen and
Total Tract Digestibility of Dietary Component. J.
Dairy Sci.73:703-710.

Hardjosubroto, W. 1980. Program Breeding Sapi Perah.


Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

71
Harris LE. 1970. Nutrition Research Technique for Domestic
and Wild Animal. Vol 1. An Interna - tional
Record System and Procedur for Analy - zing
Sample. Animal Science Department. Utah State
University. Logan. Utah.

Hasan, S. 2012. Hijauan Pakan Tropik. IPB Press, Bogor.

Hertanto, B. S. 2014. Kajian Komparatif Parameter Ekonomi


(Harga Susu dan Pakan) terhadap Efisiensi
Penggunaan Teknologi Pakan Pada Usaha Sapi
Perah. Sains Peternakan 12 (1): 49-55.

Hurley, L. W. 2007. Dry Period in Dairy Cattle. In: Lactation


Biology. Department of Animal Sciences
University of Illinois, Urbana, IL.
http://classes.ansci.uiuc.edu/ansc438/Lactation/dry
period.html.Diakses tanggal 22-Februari-2017- jam
00.40

Imran., S. P. S. Budhi, N. Ngadiyono, Dahlanuddin. 2012.


Pertumbuhan Pedet Sapi Bali Lepas Sapih Yang
Diberi Rumput Lapang dan Disuplementasi Daun
Turi (Sesbania Grandiflora). Agrinimal, 2 (2): 55 –
62.

Indartono. 2016. Teknologi Pakan Sapi Perah. Peternakan dan


Kesehatan Infovet. Monday. August 1. 2016.

Indriani A. P., A. Muktiani dan E. Pangestu. 2013. Konsumsi


dan Produksi Protein Susu Sapi Perah Laktasi
Yang Diberi Suplemen Temulawak (Curcuma
Xanthorrhiza) dan Seng Proteinat. Animal
agriculture journal, vol. 2. (1) , 2 :128 – 135.

72
Isbandi. 2004. Pembinaan Kelompok Petani Ternak Dalam
Usaha Ternak Sapi Potong. J. Indom. Trop. Anim.
Agric. 29(2): 106-114.

Badan Pusat Statistik. 2015.


https://www.bps.go.id//artikel/8890/Konsumsi-
Susu-Masih-11,09-Liter-per-Kapita. Di akses
tanggal 25-April-2017- jam 15.40

Kozioki, G. V., J. Porition, L. M. B. Sanchez. 2006. Influence


of regrowth age on nutritive value of dwarf
elephant grass (Pannisetum purpureum Schum
cv.Mott) consumed by lamb. Journal of Animal
feed Science, Vol. 119: 1-11.

Kushartono, B dan N. Iriani. 2005. Silase Tanaman Jagung


Sebagai Pengembangan Sumber Pakan Ternak.
Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga
Fungsional Pertanian.

Kusuma, M. E. 2014. Respon Rumput Gajah (Pennisetum


purpureum) terhadap Pemberian Pupuk Majemuk.
Jurnal Ilmu Hewani Tropika 3 (1): 6 – 12.

Kuswandi., 1993. Pengapuran Tanah Pertanian. Edisi Revisi.


Yogyakarta.

Lasamadi, R.D., Malalantang S.S, Rustandi dan Anis S.D.


2013. Pertumbuhan dan Perkembangan Rumput
Gajah dwarf (Pennisetum purpureum cv.Mott)
yang diberi pupuk organik hasil fermentasi EM4.
Jurnal Zootek 32 (5): 158–171.

73
Lestari, H. I. 2014. Hubungan Antara Konsumsi Protein
dengan Produksi dan Protein Susu Sapi Perah
Rakyat Di Kabupaten Semarang. Skripsi.
Mayulu H., B. Suryanto, Sunarso, M. Christiyanto, F. I. Ballo
and Refa’i. 2009. Feasibility of Complete feed
Based on Ammonitiated Fermented Rice Straw
Utilization on the Beef Cattle Farming. J. I. Tropic.
Anim. Agri. 34: 74-78.

Moe, P.W., H.F. Tyrrel and W.D. Flatt. 1972. Energetic of


body tissue mobilization. J. Dairy Sci. 54:548- 553.

Molento, C. 2009. Tpical Lactation Curve. Department of


Animal Science.
http://animsci.agrenv.mcgill.ca/servers/anbreed/in
volute/curve.htm.Di akses tanggal 22-Februari-
2017- jam 00.40.

Munandar, E. 2011. Efisiensi Energi Pada Sapi Perah Holstein


Yang Diberi Berbagai Imbangan Rumput dan
Konsentrat. Jurnal Penelitian Universitas Jambi
Seri Sains 13 (2): 53-58.

Nabila, L dan T. Nurhajati. 2013. Peningkatan Kadar Lemak


Susu Sapi Perah dengan Pemberian Pakan
Konsentrat Komersial Dibandingkan dengan
Ampas Tahu. Agroveteriner 1(2): 79 – 88.

Nanda, D. D., Agung P dan Limbang K.N. 2014. Penampilan


Produksi Sapi Bali Yang Diberi Pakan dengan
Berbagai Level Pelepah Sawit. Agromedia 32 (2):
54 – 64.

Nasriya, Ronny A.V. Tuturoong Ch. L. Kaunang, S.S.


Malalantang, dan M. M. Tindangan. 2016.

74
Pengaruh Pemberian Rumput Raja (Pennisetum
Purpupoides) Dan Tebon Jagung Terhadap
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik
Pada Sapi Po Pedet Jantan Jurnal Zootek
(“Zootek” Journal ) Vol. 36 No. 2 : 387 – 394.

Ngadiyono, N. 2005. Pertumbuhan dan Sifat-sifat Karkas dan


Daging Sapi Sumba Ongole, Brahman Cross dan
Australian Commercial Cross Yang Dipelihara
Secara Intensif Pada Berbagai Bobot Potong.
Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ngadiyono, N., H. Hartadi, M. Winugroho, D. D. Siswansyah


dan S. N. Ahmad. 2001. Pengaruh Pemberian
Bioplus Terhadap Kinerja Sapi Madura Di
Kalimantan Tengah. Jurnal Ilmu Ternak dan
Veteriner. 6 (2): 69-75.

Novianti, J., B. P. Purwanto, A. Atabany. 2014. Efisiensi


Produksi Susu dan Kecernaan Rumput Gajah
(Pennisetum Purpureum) Pada Sapi Perah FH
dengan Pemberian Ukuran Potongan Yang
Berbeda. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil
Peternakan Vol. 02 (1): 224 – 230.

Novianto, W. A., Sarwiyono, and E. Setyowati. 2013. The


Effect Of Probiotic Feed Supplement On Milk
Yield, Protein and Fat Content Of Friesian
Holstein Crossbreed. Vol 1 (1): 1 – 6.

NRC. 2001. Nutrient Requirements of Dairy Cattle. 7th


revision.edition. Washington, DC. National
Academy Press.

75
Nurdiyati, K., E. Handayanta dan Lutojo. 2012.Efisiensi
Produksi Sapi Potong pada Musim Kemarau di
Peternakan Rakyat Daerah Pertanian Lahan Kering
Kabupaten Gunungkidul. Tropical Animal
Husbandry Vol. 1 (1): 52 – 58.

Nurhayu, A dan D. Pasambe.2016.Indigofera Sebagai


Substitusi Hijauan Pada Pakan Sapi Potong Di
Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan. Seminar
Nasional Peternakan 2, Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin.

Nusi, M., R. Utomo dan Soeparno. 2011. Pengaruh


Penggunaan Tongkol Jagung Dalam Complete
Feed dan Suplementasi Undegraded Protein
terhadap Pertambahan Bobot Badan dan Kualitas
Daging Pada Sapi Peranakan Ongole.Buletin
Peternakan Vol. 35(3):173-181.

Pamungkas, G. P. C., Kusmartono dan Hermanto. 2013.


Pengaruh Suplementasi Biji Jagung (Zea Mays)
Terhadap Jumlah Konsumsi Pakan, Konversi
Pakan, Dan Pertambahan Bobot Badan Pada
Kambing Peranakan Boer. Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya. Vol 1(1): 1 – 6.

Pane, I. 1993. Pemuliabiakan Ternak Sapi. Penerbit Gramedia


Pustaka Utama. Jakarta.

Pangestuti, D. 2017. Pengaruh Pemberian Pakan TMR (Total


Mix Ration) Terhadap Konsumsi dan Kecernaan
BK dan BO Sapi Perah PFH (Peranakan Friesian
Holstein). 1 (1): 31 - 44.

76
Paramita, L. W., E.S. Waluyo dan A.B. Yulianto. 2008.
Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering dan Bahan
Organik D Alam Haylase Pakan Lengkap Ternak
Sapi Peranakan Ongole Media Kedokteran Hewan,
24 (1): 59 – 63.

Preston, T.R and Leng R. A. 1984. Supplementation of Diet


Based Fibrous Residues and by products. In:
Sundstol F and Owen E (Eds). Straw and Other
Fibrous by-Products as Feed. Elsevier,
Amsterdam. pp. 373-409.

Purbajanti E. D., Fuskhah, E., S. Anwar, R. D. Soetrisno, S. P.


S. Budhi, dan A. Maas. 2007. Eksplorasi dan
seleksi ketahanan rhizobium terhadap salinitas
dan kemampuan berasosiasi dengan leguminosa
pakan J.Indon.Trop.Anim.Agric. 32 (3): 179 –
185.

Purwawangsa dan Putera.2014. Pemanfaatan Lahan tidur


untuk penggemukan sapi.Risalah Kebijakan
Pertanian dan Lingkungan. Vol. 1 No. 2, Agustus
2014: 92-96. ISSN : 2355-6226.

Putra, A. 2009. Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada


Usaha Peternakan Sapi Perah (Studi Kasus
Pemerahan Susu Moeria Kudus Jawa Tengah).
UNDIP. Semarang. Diakses 1 Mei 2015.

Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan


Makanan Ternak Tropik. BPFE. Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Reynolds, C. K and N. B. Kristensen. 2008. Nitrogen


recycling through the gut and the nitrogen

77
economy of ruminants: An asynchronous
symbiosis. J. Anim. Sci. 86 (E. Suppl.):E293 –
E305.

Rumiyati. 2008. Pengaruh Imbangan Jerami Kacang Tanah


dengan Rumput Raja Dalam Ransum terhadap
Performan Sapi PFH jantan. Jurnal Penelitian Ilmu
Peternakan. Fakultas Pertanian. Vol 9 : 62-68.

Salasa, M. 2013. Pengaruh Jarak Tanam terhadap Hasil,


Komponen dan Kualitas Rumput Gajah Mott
(Pennisetum purpureum cv.Mott). Selasa, 22
November 2011 08:03 - Update Terakhir Sabtu, 02
Pebruari 2013 18:06.

Sandiah, N., Yulius, B. Pasolon dan L.O. Sabaruddin. 2011.


Uji Keseimbangan Hara dan Variasi Jarak Tanam
terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Gajah
(Pennisetum Purpureum Var. Hawaii). Agriplus 21
(1): 94 – 104.

Santia., D. Selvie, Ani and C. L. Kaunang. 2017.Pengaruh


Tinggi dan Jarak Waktu Pemotongan Rumput
Gajah Dwarf (Pannisetum Purpureum cv. Mott)
terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Produksi
Bahan Kering. Jurnal Zootek (“Zootek” Journal )
Vol. 37 No. 1 : 116 – 122.

Santosa, U. 2006. Pola Pengembangan Sapi Potong di


Propinsi DT I Jawa Barat. KerjasamaDinas
Peternakan Propinsi Jawa Barat dengan Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung.

Saptahidayat, N. 2005. Manajemen Pakan Sapi Perah. Edisi


Februari 2005. Diary Cow Indonesia. Hal 64-65.

78
Sari, R. M. 2012. Produksi dan Nilai Nutrisi Rumput Gajah
(Pennisetum purpureum cv.taiwan) yang Diberi
Dosis Pupuk N, P, K Berbeda dan fma Pada Lahan
Kritis Tambang Batubara. Artikel.

Sawen, D. 2012. Pertumbuhan Rumput Gajah (Pennisetum


Purpureum) dan Benggala (Panicum Maximum)
Akibat Perbedaan Intensitas Cahaya. Agrinimal, 2
(1): 17-20.

Sidqi, R. 2014. Pengaruh Pemberian Konsentrat Basah dan


Kering terhadap Efisiensi Produksi Susu dan
Efisiensi Ransum terhadap Sapi Perah Peranakan
FH. Students eJournal Vol 3 (4): 1 – 13.

Sirait, J. A., K. Simanihuruk. 2015. Karakteristik Morfologi


Rumput Gajah Kerdil (Pennisetum purpureum
cv.Mott) pada Jarak Tanam Berbeda di Dua
Agroekosistem di Sumatera Utara. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner Hal: 643 – 650.

Sitindaon, S. H. 2013.Inventarisasi Potensi Bahan Pakan


Ternak Ruminansia Di Provinsi Riau. Jurnal
Peternakan 10 (1):18 – 23.

Soegiri, H. S., Ilyas, Damayanti, S. Reksohadiprodjo. 1980.


Mengenal Beberapa Hijauan Makanan Ternak
Tropik. Direktorat Bina Produksi Peternakan.
Direktorat Jendral Peternakan Departemen
Pertanian. Jakarta.

Soeharsono dan B. Sudaryanto. 2006. Tebon jagung sebagai


sumber hijauan pakan ternak strategis di lahan

79
kering Kabupaten Gunung Kidul. Pros. Lokakarya
Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi
Jagung – Sapi. Pontianak, 9 – 10 Agustus 2006.
Puslitbang Peternakan, Bogor. 136 – 141.

Standar Nasional Indonesia (SNI) 3148.1:2009. 2009.


Persyaratan Mutu Konsentrat Sapi Perah.

Sudono, A. 2001. Produksi Sapi Perah. Diktat Kuliah. Jurusan


Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Sudono, A. Rosdiana, F. R dan Setiawan, R. S. 2003. Beternak


Sapi Perah Secara Intensif. AgroMedia Pustaka.
Jakarta.

Suhendra, D., G. T. Anggiati, S. Sarah, A. F. Nasrullah, A.


Thimoty dan D. W. C. Utama. 2014. Tampilan
kualitas susu sapi perah akibat imbangan
konsentrat dan hijauan yang berbeda. Jurnal Ilmu-
Ilmu Peternakan 25 (1): 42 – 46.

Suryahadi., B. Bachtiar dan Amrullah. 2004. Efek


Penambahan Metan Inhibitor, Defaunating Agent
dan Probiotik Lokal Dalam Feed Block
Supplement (Fbs) terhadap Produksi dan Kualitas
Susu Sapi Perah. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner Hal: 221 – 232.
Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya.
Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor,Bogor.

Sutardi, T. 1990. Landasan Ilmu Nutrien Departemen Ilmu


Makanan Ternak. IPB, Bogor.

80
Suwignyo, B., A. Agus dan R. Utomo. 2004. Efektivitas
Penggunaan Complete Feed Berbasis Jerami Padi
Fermentasi Pada Ternak Australian Commercial
Cross. Pros. Seminar Nasional Pengembangan
Usaha Peternakan Berdaya Saing Di Lahan Kering.
Lustrum VII Fakultas Peternakan Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta. Hlm. 74 – 80.

Suwignyo, B., A. Agus, R. Utomo, N. Umami., B. Suhartanto


dan C. Wulandari. 2016.Penggunaan Fermentasi
Pakan Komplet Berbasis Hijauan Pakan dan Jerami
Untuk Pakan Ruminansia. Indonesian Journal of
Community Engagement 1 (2): 255 – 264.

Syarief, Z. M. 1985. Ternak Perah. CV. Yasaguna. Jakarta.

Syarifuddin, N. A. 2006. Nilai Gizi Rumput Gajah Sebelum


dan Setelah Enzilase Pada Berbagai Umur
Pemotongan. Produksi Ternak, Fakultas Pertanian
UNLAM. Lampung.

Tillman,. A. D., H. Hartadi, S. Prawirokusumo dan S.


Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Umiyasih, U dan E. Wina. 2008.Pengolahan dan Nilai Nutrisi


Limbah Tanaman Jagung Sebagai Pakan Ternak
Ruminansia. WARTAZOA 18 ( 3): 127-137.

Umiyasih, U. dan Y. N. Anggraeny. 2014. Pengaruh


fermentasi Saccharomyces cerevisiae terhadap
kandungan nutrisi dan kecernaan ampas pati aren
(Arenga pinnata merr). JITV 19 (2): 256 – 263.

81
Usman, Y., E. M. Sari, N. Fadilla. 2013. Evaluasi
Pertambahan Bobot Badan Sapi Aceh Jantan yang
Diberi Imbangan Antara Hijauan dan Konsentrat di
Balai Pembibitan Ternak Unggul Indrapuri.
Agripet Vol 13. No. 2: 41 – 47.

Utomo, R. 2001. Penggunaan Jerami Padi sebagai Pakan


Basal: Suplementasi Sumber Energi dan Protein
terhadap Transit Partikel Pakan, Sintesis Protein
Mikrobia, Kecernaan dan Kinerja Sapi Potong.
Disertasi. Fakultas Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.

Webster, J. 1987. Understanding The Dairy Cow. BSP


Professional Books. London.

Mathius, I. W., Wilson, A. dan B. Haryanto, 1998. Respon


Pemberian Protein dan Energi Terlindungi dalam
Pakan Dasar untuk Domba Induk. Prosiding
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner Jilid I.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
Departemen Pertanian. Bogor.

Yassin, M., M. A. Malik, Nazir M. S. 2003. Effect of Different


Spatial Arrangements on Forage Yield, Yield
Components and Quality of Mott Elephant grass.
Pakistan Journal of Agronomy 2 (1) 52-58.

Yuliantonika, A. T., C. M. S. Lestari dan E. Purbowati. 2013.


Produktivitas Sapi Jawa Yang Diberi Pakan Basal
Jerami Padi dengan Berbagai Level Konsentrat.
Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1 : 152 –
159.

82
Yusran, M. A. 2004. Pilihan antara pakan alternatif dan
efisiensi penggunaan pakan untuk usaha ternak sapi
perah di Jawa Timur. Unpublish.

Zainudin, M., M. N. Ihsan dan Suyadi. 2013. Efisiensi


reproduksi sapi perah PFH pada berbagai umur di
CV. Milkindo Berka Abadi Desa Tegalsari
Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang. Jurnal
Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (3): 32 – 37.

83
84

Anda mungkin juga menyukai