Anda di halaman 1dari 66

PENGARUH PEMBERIAN LEVEL PROTEIN PAKAN YANG BERBEDA

TERHADAP PERFORMA AYAM BURAS BETINA HASIL IN OVO


FEEDING L-ARGININ SELAMA DUA GENERASI (F2)

SKRIPSI

TOBAN RANTE LINGGI


I111 14 302

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

i
PENGARUH PEMBERIAN LEVEL PROTEIN PAKAN YANG BERBEDA
TERHADAP PERFORMA AYAM BURAS BETINA HASIL IN OVO
FEEDING L-ARGININ SELAMA DUA GENERASI (F2)

SKRIPSI

Oleh:

TOBAN RANTE LINGGI


I111 14 302

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas


Peternakan Universitas Hasanuddin

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

ii
iii
iv
ABSTRAK

Toban Rante Linggi I111 14 302. Pengaruh Pemberian Level Protein Pakan
yang Berbeda Terhadap Performa Ayam Buras Betina Hasil In Ovo Feeding
L-Arginin Selama Dua Generasi (F2). Pembimbing: Wempie Pakiding dan
Syahdar Baba.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian level


protein pakan yang berbeda terhadap performa ayam buras betina hasil in ovo
feeding L-arginin selama dua generasi (F2). Penelitian ini dilakukan pemeliharan
selama 9 minggu, dengan analisis data mengunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) 3 perlakuan 4 kali ulangan menggunakan ayam buras betina hasil in ovo L-
arginin selama dua generasi (F2). Perlakuan pakan yang diberikan terdiri atas tiga
yaitu P1 pakan dengan tingkat protein 16%; P2 pakan dengan tingkat protein 18%
dan P3 pakan dengan tingkat protein 20%. Parameter yang diukur adalah
pertambahan berat badan mutlak, pertambahan berat badan relatif, konsumsi
pakan, konversi pakan dan dimensi tubuh. Analisis ragam menunjukkan bahwa
pemberian level protein pakan berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap
parameter pertambahan berat badan mutlak, pertambahan berat badan relatif,
konsumsi pakan dan konversi pakan. Terdapat hubungan yang signifikan (P<0,05)
antara lingkar dada, panjang tibia dan panjang metatarsus terhadap berat badan
ayam buras betina hasil In ovo feeding L-arginin dengan lingkar dada sebagai
penduga bobot badan terbaik. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan
bahwa pemberian level protein pakan 16% memberikan performa yang lebih baik
walaupun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya jika ditinjau dari efisiensi
pakan.

Kata Kunci: ayam buras betina, in ovo L-arginin, level protein, performa dan
dimensi tubuh

v
ABSTRACT

Toban Rante Linggi I111 14 302. The Effect of Protein Levels on


Performance of Female Local Chicken Treated by In Ovo Feeding L-
Arginine For Two Generations (F2). Supervised by Wempie Pakiding and
Syahdar Baba.

This study aims to determine the effect of protein levels on performance of


female local chicken treated by in ovo feeding L-arginine for two generations
(F2). This research was conducted for 9 weeks, arranged as a Completely
Randomized Design (CRD) 3 treatments with 4 replications by using the female
local chicken’s treated in ovo L-arginine for two generations (F2). Feed treatment
that given consisted of three level that were P1 feed with 16% protein; P2 feed
with 18% protein and P3 feed with 20% protein. The parameters measured were
the absolute weight gain, the relative weight gain, feed consumption, feed
conversion and body dimension. Analysis of variance showed that giving of
different protein level did not have significant effect (P>0,05) on the parameter of
absolute weight gain, relative weight gain, feed consumption and feed conversion.
There was a significant correlation (P<0.05) between the chest circumference, the
length of the tibia and the length of the metatarsus on the weight of female local
chicken’s showing chest circumference as the best body weight estimator. Based
on this research, it can be concluded that giving 16% protein level shows better
performance although it is not significantly different with other treatment when
viewed from feed efficiency.

Keywords: female local chicken’s, in ovo L-arginin, protein level, performance


and body dimensions

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur senantiasa penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang

Maha Esa karena atas Kehendak, Berkat dan RahmatNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Pengaruh Pemberian Level Protein

Pakan yang Berbeda Terhadap Performa Ayam Buras Betina Hasil In Ovo

Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2)”. Sebagai salah satu syarat dalam

menyelesaikan studi di Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin.

Limpahan rasa hormat, kasih sayang, cinta dan terima kasih yang tulus

kepada kedua orang tua saya Ayahanda Bangre Rante Linggi dan Ibunda Mariana

Toding yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik dan mengiringi setiap

langkah dalam hidup penulis dengan doa yang tulus tanpa henti serta dukungan

moril maupun materil yang tak terbalas dengan apapun. Penulis juga

mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua kakak kandung tercinta Bartho

Rante Linggi dan Daniel Rante Linggi serta saudara angkat Dambau, Seli, Melda,

Melsi, Ussi, Desi dan Wingki yang selama ini banyak memberikan doa, semangat,

kasih sayang, saran dan dorongan kepada penulis. Tak lupa pula Keluarga Besar

penulis yang selalu ada dalam suka maupun duka.

Banyak hambatan dan tantangan penulis hadapi dalam menyelesaikan

penulisan skripsi ini, namun berkat ketabahan, kesabaran dan dukungan dari

berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat kami selesaikan, oleh karena itu dengan

segala kerendahan hati dan rasa hormat penulis menyampaikan ucapan

terimakasih yang tulus kepada :

vii
 Bapak Dr. Ir. Wempie Pakiding, M.Sc selaku pembimbing utama yang telah

memberikan nasehat, arahan, petunjuk dan bimbingan serta dengan sabar dan

penuh tanggung jawab meluangkan waktunya mulai dari penyusunan hingga

selesainya skripsi ini.

 Bapak Dr. Syahdar Baba, S.Pt., M.Si selaku pembimbing anggota yang penuh

ketulusan dan keikhlasan meluangkan waktunya untuk memberikan

bimbingan, nasehat, arahan, serta koreksi dari awal hingga selesainya skripsi

ini.

 Bapak M. Rachman Hakim, S.Pt., MP, Bapak Dr. Muhammad Ichsan A.

Dagong, S.Pt., M.Si dan Bapak Prof. Dr. Ir. Syamsuddin Garantjang, M.Sc

selaku pembahas mulai dari seminar proposal hingga seminar hasil penelitian,

terima kasih telah berkenan mengarahkan dan memberi saran dalam

menyelesaikan skripsi ini.

 Bapak Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira Rahardja, M.Sc selaku penasehat akademik

dan pembimbing seminar pustaka yang terus memberikan arahan, nasihat dan

motivasi selama ini.

 Bapak Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M.Sc selaku pembimbing utama dan Bapak

Dr. Ir. Wempie Pakiding, M.Sc selaku pembimbing lapangan Praktek Kerja

Lapangan.

 Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu, M.A, selaku Rektor Universitas

Hasanuddin.

 Bapak Prof. Dr. Ir. Sudirman Baco, M.Sc, selaku Dekan Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin dan Wakil Dekan I,II,III.

viii
 Bapak/Ibu Dosen Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang

telah banyak memberi ilmu yang sangat bernilai bagi penulis.

 Seluruh Staf dalam lingkungan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin,

yang selama ini telah banyak membantu dan melayani penulis selama

menjalani kuliah hingga selesai.

 Bapak Rachman Hakim S.Pt., MP yang telah memberikan bimbingan,

motivasi, inspirasi, nasehat dan arahan kepada penulis selama menjalani studi

di Fakultas Peternakan.

 Bapak Daryatmo, S.Pt., MP, kak Muhammad Azhar S.Pt., M.Si, kak Saifullah

S.Pt, kak Sul, kak Ridho, kak Arisman, kak Ikram, kak Makmur, kak Nia,

Supriadi, Gusti, Fajri, Agus, yazid, Madi dan Irsyad yang telah banyak

membantu di Laboratorium Ilmu Ternak Unggas hingga penelitian selesai.

 Tim PKL di Unit Pemeliharaan Ternak Unggas Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin.

 Teman-teman satu tim penelitian Nurkhalisa dan Nur Hikmah.

 Rekan angkatan 2014 (ANT 014) khususnya Bunga, Sita, Yayu, Erni, Esy,

Evy, Ulfa, Ayie, Novi, Sari, Niar, Riska dan Marwah. Kakak-kakak angkatan

2012 (FLOCK MENTALITY 012) dan angkatan 2013 (LARFA 013) serta

adek-adek angkatan 2015 (RANTAI 015) dan angkatan 2016 (BOSS 016).

 Grup “Bureng” Ruhul, Mimi dan Elisa, Grup “Penghuni Perpus Nutrisi” Alfi,

Pite, Age, Danes, Lely, Fitri, Ismah dan Meygi, Grup “c.S,Pt Produksi” Elis,

Qayyum, Arfan, Arung, Devi, Faisal, Ichsan, Kia, Taal, Syair, Icha, Rajab,

Samsyul dan Yuli. Terimakasih atas perhatian dan curahan waktunya selama

ini dalam membantu dan menyemangati penulis menyelesaikan skripsi.

ix
 Teman-teman asisten “Laboratorium Mikrobiologi Hewan”, “Laboratorium

Kesehatan Ternak” dan “Laboratorium Reproduksi Ternak”.

 Teman lembaga HIMAPROTEK_UH yang telah banyak memberi wadah

terhadap penulis untuk berproses dan belajar.

 Teman KKN Gelombang 96 Kecamatan Duampanua, Kabupaten Pinrang

khususnya Fira, Biba, Sahnur, Fikar, Akbar, Tami, Eda, kak Widy, Nurul, kak

Eko, kak Sabri, Alya dan Wiwin yang telah banyak menginspirasi dan

mengukir pengalaman hidup bersama penulis yang tak terlupakan selama 45

hari mengabdi di masyarakat.

Dengan sangat rendah hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik serta saran pembaca sangat

diharapkan adanya oleh penulis demi perkembangan dan kemajuan ilmu

pengetahuan nantinya, terlebih khusus di bidang peternakan. Semoga makalah

skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca terutama bagi saya sendiri.

Makassar, Mei 2018

Penulis

x
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ............................................................................. i

HALAMAN JUDUL ................................................................................ ii

PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................. iii

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iv

ABSTRAK ................................................................................................ v

ABSTRACT ............................................................................................... vi

KATA PENGANTAR .............................................................................. vii

DAFTAR ISI ............................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xv

PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4


Gambaran Umum Ayam Buras ........................................................ 4
In Ovo Feeding L-Arginin ................................................................ 5
Kebutuhan Protein Pakan ................................................................. 9
Performa dan Dimensi Tubuh .......................................................... 12
METODE PENELITIAN ........................................................................ 17
Waktu dan Tempat ............................................................................ 17
Alat dan Bahan Penelitian ................................................................ 17
Rancangan Penelitian ........................................................................ 17
Prosedur Penelitian ........................................................................... 18
Parameter yang Diukur ..................................................................... 20
Analisis Data ..................................................................................... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 25
Pertambahan Bobot Badan ............................................................... 25
Konsumsi Pakan .............................................................................. 28
Konversi Pakan (FCR (feed convertion ratio)) ................................ 31
Dimensi Tubuh Ayam Buras Betina ................................................. 33

xi
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 39
Kesimpulan ....................................................................................... 39
Saran ................................................................................................ 39

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 40

LAMPIRAN .............................................................................................. 49

RIWAYAT HIDUP

xii
DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Susunan Bahan dan Kandungan Nutrisi Pakan Ayam Kampung


yang Digunakan ................................................................................. 19

2. Rata-Rata Pertambahan Berat Badan (g/ekor) dan Beberapa


Dimensi Tubuh (cm) Ayam Buras Betina Selama 9 Minggu
Pemeliharaan. .................................................................................... 33

3. Koefisien Regresi (b), Koefisien Korelasi (r), Nilai Signifikansi (P)


dan Jumlah Sampel (n) pada Korelasi antara Pertambahan Ukuran
Beberapa Dimesi Tubuh dan Pertambahan Berat Badan Ayam
Buras Betina Hasil In Ovo Feeding L-arginin. .................................. 35

xiii
DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Asal Usul Ayam Penelitian .................................................................. 18

2. Sistem Kerangka Ayam dan Letak Pengukuran Beberapa Dimensi


Tubuh. .................................................................................................. 22

3. Pertambahan Berat Badan Mutlak dan Berat Badan Relatif Ayam


Buras Betina Hasil In Ovo Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi
(F2) yang Diberi Pakan dengan Level Protein yang Berbeda .............. 25

4. Konsumsi Pakan Ayam Buras Betina Hasil In Ovo Feeding L-


arginin Selama Dua Generasi (F2) yang Diberi Pakan dengan Level
Protein yang Berbeda ........................................................................... 29

5. Konversi Pakan Ayam Buras Betina Hasil In Ovo Feeding L-Arginin


Selama Dua Generasi (F2) yang Diberi Pakan dengan Level Protein
yang Berbeda ....................................................................................... 31

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Analisis Ragam Pertambahan Berat Badan Mutlak Ayam Buras


Betina Hasil In Ovo Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2)
yang Diberi Pakan dengan Level Protein yang Berbeda ..................... 49

2. Analisis Ragam Pertambahan Berat Badan Relatif Ayam Buras


Betina Hasil In Ovo Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2)
yang Diberi Pakan dengan Level Protein yang Berbeda ..................... 50

3. Analisis Ragam Konsumsi Pakan Ayam Buras Betina Hasil In Ovo


Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2) yang Diberi Pakan
dengan Level Protein yang Berbeda .................................................... 51

4. Analisis Ragam Konversi Pakan Ayam Buras Betina Hasil In Ovo


Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2) yang Diberi Pakan
dengan Level Protein yang Berbeda .................................................... 52

5. Korelasi Antara Pertambahan Dimensi Tubuh dengan Pertambahan


Berat Badan Ayam Buras Betina Hasil In Ovo Feeding L-Arginin
Selama Dua Generasi (F2) yang Diberi Pakan dengan Level Protein
yang Berbeda ....................................................................................... 53

6. Dokumentasi Kegiatan ......................................................................... 59

xv
PENDAHULUAN

Ayam buras atau ayam kampung merupakan ayam asli Indonesia yang

banyak dikembangkan oleh masyarakat pedesaan. Jenis ayam ini sering dipelihara

warga secara tradisional dengan populasi yang sangat rendah. Ayam kampung

memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan terutama dalam meningkatkan

gizi dan pendapatan masyarakat. Menurut Subekti dan Arlina (2011) salah satu

sumber kekayaan genetik ternak lokal Indonesia adalah ayam buras.

Permasalahan utama dalam pengembangan ayam buras adalah rendahnya

produktivitas (Ariesta et al., 2015 dan Sulkifli, 2017). Umumnya pemeliharaan

ayam buras masih dilakukan secara tradisional atau diumbar yang menyebabkan

populasi stagnan (berjalan ditempat) bahkan cenderung menurun. Tingkat

pertumbuhan yang relatif lambat pada ayam buras dapat berpengaruh terhadap

produktivitasnya (Hayanti dan Purba, 2012).

Ayam buras dalam upaya pengembangannya sudah menjadi perhatian

beberapa peneliti di Indonesia. Beberapa usaha yang telah dilakukan untuk

meningkatkan populasi dan produktivitas ayam buras yaitu persilangan, seleksi

dan perbaikan pakan, namun ketiga perlakuan ini belum optimal untuk

meningkatkan produktivitas ayam buras. Persilangan dapat menyebabkan

penurunan kemampuan adaptasi dan daya tahan terhadap penyakit (Adebambo et

al., 2011), selain itu dalam pemberian pakan belum diperhitungkan kebutuhan zat-

zat pakan yang sesuai untuk berbagai tingkat produksi.

Selain persilangan dan seleksi, pendekatan yang dapat dilakukan dalam

meningkatkan produktivitas ayam buras adalah injeksi asam amino (in ovo

feeding) pada periode inkubasi. Tujuan in ovo feeding adalah menstimulasi

1
peningkatan aktivitas metabolisme dan ketersediaan nutrisi dalam telur selama

periode inkubasi untuk meningkatkan pertumbuhan embrio, berat tetas serta

perkembangan jaringan usus halus ayam buras setelah penetasan (Asmawati et al.,

2014). Injeksi nutrisi ke dalam telur pada periode inkubasi dapat mengunakan

asam amino seperti Arginin. Arginin merupakan salah satu substansi protein yang

berfungsi sebagai sumber energi dan proliferasi sel (Keralapurath et al., 2010).

Pertambahan jumlah sel karena adanya injeksi asam amino pada telur tetas

diduga memicu pertambahan bobot badan yang berkolerasi positif dengan dimensi

tubuh ayam buras. Karakter kuantitatif (bobot badan dan ukuran tubuh) erat

hubungannya dengan produksi pada seekor ternak (Hasnelly et al., 2005).

Terdapat beberapa sifat yang berhubungan dengan produktivitas unggas yaitu

bobot badan, lingkar dada, lebar dada dan panjang shank. Selanjutnya

dikemukakan juga bahwa bobot badan mempunyai hubungan yang nyata dengan

ukuran tubuh tersebut (Mansyoer, 1981; Kurnia, 2011).

Potensi genetik ayam buras yang sudah diseleksi, disilangkan, di in ovo

serta sistem pemeliharaan yang sudah diubah dari cara tradisional kebentuk

pemeliharaan intensif pada kenyataannya telah mampu meningkatkan

produktivitas (Sartika et al., 2002; Sartika et al., 2004; Zakaria, 2004; Azhar,

2015; Triswi, 2016). Meskipun produktivitas telah meningkat namun keuntungan

yang diperoleh belum maksimal. Hal ini disebabkan belum adanya standar

kebutuhan pakan yang efisien untuk ayam buras. Pada umumnya dalam

memenuhi kebutuhan ayam buras, ransum biasa dicampur dengan berbagai

macam formulasi diantaranya dengan menggunakan ransum komersial ayam ras

yang proteinnya cenderung lebih tinggi (Sariati et al., 2016). Pemberian level

2
protein yang tinggi pada ayam buras hanya akan terbuang percuma karena

kemampuan ayam untuk menyerap kandungan nutrisi yang dikonsumsi terbatas

sesuai dengan kebutuhan (Wahyu, 2004; Rusdiansyah, 2014), sehingga perlakuan

ini akan memperbesar biaya usaha oleh karena kebutuhan nutrisi ayam buras lebih

rendah dibanding dengan ayam ras.

Penyusunan komposisi ransum khususnya protein yang disertai dengan

mengukur komposisi tubuh ternak untuk pertumbuhan maupun fungsi lainnya

pada ayam buras diharapkan dapat meningkatkan perkembangan serta

produktivitas ayam buras (Ariesta et al., 2015). Protein berperan dalam

pertumbuhan jaringan tubuh, termasuk jaringan otot yang akhirnya menghasilkan

karkas. Pakan yang mengandung kadar protein yang mencukupi akan

menyebabkan pertumbuh tulang yang baik, karena protein sangat berperan dalam

meningkatkan stabilitas deposisi mineral dalam tulang (Jull, 1977; Widodo et al.,

2012).

Ayam buras yang digunakan dalam penelitian ini merupakan ayam buras

hasil in ovo feeding asam amino L-arginin selama dua generasi (F2) yang

diharapkan dengan penggunaan teknik in ovo akan terjadi proliferasi sel dari

generasi ke generasi dan apakah performanya masih bisa dimaksimalkan dengan

perbaikan pakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemberian protein pakan yang

seimbang untuk memperbaiki performa ayam buras betina. Berdasarkan

permasalahan di atas, maka dilakukan penelitian ini dengan tujuan untuk

mengetahui pengaruh pemberian level protein pakan yang berbeda terhadap

performa ayam buras betina hasil in ovo feeding L-arginin selama dua generasi

(F2).

3
TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Ayam Buras

Ayam buras atau yang lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung atau

ayam lokal merupakan ayam khas Indonesia dengan penyebaran populasi hampir

diseluruh pelosok negeri dan sering dijumpai di daerah pedesaan. Suprijatna et al.

(2005) menyatakan bahwa ayam peliharaan yang ada sekarang ini (Gallus gallus)

merupakan keturunan dari ayam hutan yang dipelihara sejak 5.000 tahun silam.

Karena melalui penjinakan yang berlangsung lama banyak jenis ayam yang telah

mengalami perubahan fisik dan genetis. Berdasarkan klasifikasi ilmiahnya ayam

termasuk Kingdom Animalia; Filum Chordata; Subfilum Vertebrata; Kelas Aves;

Subkelas Neornithes; Ordo Galliformes; Familia Phasianidae; Genus Gallus dan

Spesies Gallus gallus.

Produktivitas merupakan pencerminan adaptasi ternak terhadap

lingkungannya. Ternak memiliki kemampuan beradaptasi dengan lingkungan

untuk mempertahankan hidupannya. Beberapa keunggulan yang dapat diperoleh

dengan beternak ayam buras yaitu tidak memerlukan teknologi tinggi tetapi cukup

dengan pemeliharaan intensif, daya tahan terhadap penyakit lebih kuat dibanding

dengan ayam ras serta daging yang lebih padat (Cahyono, 2005), selain itu ayam

buras memiliki peranan yang cukup besar sebagai penghasil telur dan daging

(Rajab, 2013)

Selama ini produktivitas ayam buras masih rendah, produktivitas yang

rendah ini sebagai akibat adaptasi secara turun-temurun terhadap kondisi

lingkungan pemeliharaan yang buruk dan kualitas ayam buras yang dipelihara

secara genetis masih rendah (Sariati et al., 2016). Produksi telur ayam buras

4
masih sangat rendah dibandingkan dengan ayam ras, pada pemeliharaan dengan

sistem tradisional produksi telurnya ± 60 butir/ekor/tahun dengan berat badan

pejantan tidak lebih dari 1,9 kg dan betina ± 1,2 - 1,5 kg (Tarwiyah, 2001).

Rendahnya produktivitas ayam buras disebabkan oleh pemeliharaan yang

masih bersifat tradisional, jumlah pakan yang diberikan tidak mencukupi dan

pemberian pakan yang belum mengacu kepada kaidah ilmu nutrisi yaitu belum

memperhitungkan kebutuhan zat-zat makanan untuk berbagai tingkat produksi

Mahardika et al. (2013). Untuk itu upaya dalam meningkatkan populasi, produksi,

produktifitas, dan efisiensi usaha ayam buras, maka pemeliharaan perlu

ditingkatkan dari tradisional kearah agribisnis (Zakaria, 2004).

Selain pakan dan manajemen pemeliharaan, usaha yang dapat dilakukan

dalam pengembangan ayam buras adalah penyediaan bibit. Bibit yang bagus dapat

diperoleh dari seleksi indukan dan juga seleksi telur yang akan diinkubasi.

Menurut Nugroho (2003) bobot telur merupakan salah satu ukuran yang sering

digunakan untuk memilih telur tetas karena dapat berpengaruh terhadap fertilitas,

daya tetas, dan bobot tetas yang nantinya akan menentukan kualitas

pertumbuhan.

In Ovo Feeding L-Arginin

Aktifitas hiperplasia sel otot hanya terjadi pada masa embrional.

Perkembangan otot pada tahap perkembangan embrio penting untuk pembentukan

dan diferensiasi otot (Liu et al., 2011). Kebutuhan nutrisi embrio ayam telah

tersedia pada saat proses pembentukan telur yang berfungsi untuk pertumbuhan

dan perkembangan embrio secara normal (Azhar, 2015), namun dalam tahap

perkembangannya, protein dan energi yang diperoleh dari kuning telur dan

5
albumen hanya tersedia sampai hari ke-14 inkubasi (Vieira, 2007; Moosanezhad

et al., 2011), oleh karena itu dibutuhkan metode yang bisa memperbaiki status

gizi, baik pada masa embrional maupun setelah menetas, dan hal ini dapat

dilakukan dengan injeksi larutan isotonik ke dalam amnion.

Belakangan ini berkembang kajian tentang peningkatan ekspresi gen

dengan interferensi lingkungan (epigenetic) dengan tujuan peningkatan performa

ternak yang salah satunya yaitu hiperplasia berganda dengan tujuan peningkatan

jumlah sel. Perubahan jumlah sel hanya terbentuk pada masa perkembangan

embrio dan tidak akan bertambah hanya mengalami pembesaran, sehingga

modifikasi jumlah sel hanya dapat dilakukan pada periode inkubasi. Jumlah sel

yang terbentuk pada periode inkubasi sangat tergantung kemampuan hiperplasia

sel (Azhar, 2015). Lama proses penetasan pada ayam tergantung pada proses

glukoneogenesis dari asam amino, kurangnya proses glukoneogenesis pada fase

embrio akan mengakibatkan kurangnya cadangan protein sehingga

mengakibatkan berat tetas menjadi rendah (Salmanzadeh et al., 2016).

In ovo feeding (IOF) merupakan mekanisme penyuntikan nutrisi cair ke

dalam telur. IOF bisa berfungsi sebagai salah satu cara untuk mengatasi kendala

pertumbuhan awal selama masa embrio dan perkembangan setelah menetas (Foye

et al., 2006). Konsentrasi, pH, dan osmolaritas larutan yang digunakan untuk

injeksi in ovo feeding harus sesuai dengan lingkungan embrio (Azhar, 2015).

Salah satu larutan dengan pH dan osmolaritas yang baik yaitu saline 0,9%, larutan

saline dapat digunakan untuk mengencerkan asam amino seperti L-glutamin, lisin,

glisin, serta prolin yang dapat diinjeksikan pada albumin (Shafey et al., 2014).

6
In ovo feeding dapat mempengaruhi kinerja pertumbuhan dengan cara

meningkatkan sirkulasi IGF (Insulin-like Growth Factor), glikogen cadangan,

penyerapan nutrisi usus terutama pada jejunum, aktivitas enzim usus, serta

membantu proses penetasan (Foye et al., 2007). Teknik IOF dapat menggunakan

asam amino karena zat ini dapat memacu terjadinya hiperplasia dan hipertropi

pada embrio (Asmawati et al., 2014). Selain itu in ovo feeding bertujuan untuk

menambah nutrisi agar proses pipping yang sempurna dapat dicapai. Oleh karena

itu, metode ini berfungsi untuk mengatasi kendala pada pertumbuhan awal

selama periode inkubasi dan pertumbuhan setelah menetas pada unggas (Uni dan

Ferket, 2003).

Waktu injeksi dengan metode IOF sangat bervariasi. Al-Daraji et al.

(2012) melakukan injeksi L-Arg pada 0 hari inkubasi dengan target kantung

udara. Pawlak et al. (2013) melakukan injeksi asam amino dengan target kantung

udara pada hari ke-4 inkubasi. Salmanzadeh et al. (2011) melakukan injeksi

dengan target albumin pada hari ke-8 inkubasi. El-Azeem et al. (2014) melakukan

injeksi dengan target amnion pada hari ke-14 inkubasi dan Dong et al. (2013)

melakukan injeksi dengan target amnion pada hari ke-15 inkubasi. Injeksi pada

akhir inkubasi dengan target amnion paling sering digunakan karena diyakini

embrio akan mulai mengkonsumsi cairan amnion sehingga substansi yang

diinjeksikan akan ikut terserap (Karnasio et al., 2011)

Arginin (Agr) merupakan salah satu asam amino yang berperan penting

untuk pertumbuhan dan keseimbangan nitrogen pada hewan yang sedang tumbuh.

Mamalia yang sudah dewasa dapat mensintesis arginin untuk kebutuhannya

namun itu berbeda dengan ayam yang tidak bisa mensintesis arginin. Oleh karena

7
itu, ayam sangat membutuhkan asam amino dalam memenuhi kebutuhannya

untuk sintesis protein dan fungsi lainnya (Al-Daraji dan Salih, 2012). Dilaporkan

oleh Fu-min et al. (2014) bahwa level arginin dalam telur sebanyak 0,77g/100g.

Diantara asam amino, arginin telah terbukti berpengaruh secara positif

terhadap sistem kekebalan tubuh yang akhirnya mempengaruhi pertumbuhan

tubuh. Asam amino ini juga berperan dalam kegiatan metabolisme yang

menghasilkan berbagai senyawa biologis aktif seperti nitric oxide, creatine,

agmatine, glutamate, polyamines, ornithine and citrulline (Wu dan Morris, 1998).

Arginin terlibat dalam sejumlah fungsi metabolik lainnya di dalam tubuh, seperti

potensinya untuk dikonversi menjadi glukosa (oleh karena itu diklarifikasikan

sebagai asam glikogenat), dan kemampuan untuk menghasilkan energi (Tong dan

Barbul, 2004).

In ovo feeding dengan arginin dapat digunakan sebagai cara untuk

meningkatkan daya tetas dan peningkatan performa. Azhar et al. (2016) dalam

penelitiannya menyatakan bahwa injeksi yang dilakukan pada hari ke-10 inkubasi

dengan injeksi ke dalam albumen menunjukkan bahwa in ovo feeding Arg dapat

meningkatkan bobot dan lingkar dada embrio, tapi tidak berpengaruh terhadap

panjang embrio. In ovo feeding Arg menghasilkan pertambahan bobot badan yang

lebih tinggi dan konversi pakan yang lebih rendah, serta konsumsi pakan yang

tidak berbeda dibandingkan dengan kontrol (tanpa injeksi).

Al-Daraji et al. (2012) menyatakan bahwa injeksi L-Arg pada 0 hari

inkubasi dengan target kantung udara masing-masing dengan 2% dan 3%

menghasilkan peningkatan yang signifikan terhadap produktivitas dan fisiologis

puyuh. Selain itu, penyuntikan asam amino pada hari ke-7 inkubasi dengan target

8
kuning telur menghasilkan peningkatan konsentrasi asam amino, kematian embrio

secara prematur dapat dikurangi dan daya tetas meningkat pada ayam ras (Roto et

al., 2016).

Rahmawati (2016) dalam penelitiannya melaporkan bahwa pemberian L-

arginin secara in ovo feeding sebanyak 1,0g/100ml larutan NaCl fisiologis dan

1,5g/100ml larutan NaCl fisiologis dapat meningkatkan panjang organ saluran

pencernaan (esophagus, duodenum, caeca dan usus besar), berat organ saluran

pencernaan (ileum dan usus besar) serta histologis usus halus (tinggi villi

duodenum, kedalaman kripta duodenum, dan tinggi villi ileum). Sedangkan Azhar

et al. (2016) melaporkan bahwa injeksi L-arginin secara in ovo dapat

meningkatkan berat tetas, berat embrio, dan pertumbuhan ayam kampung.

Kebutuhan Protein Pakan

Protein merupakan salah satu nutrisi yang sangat penting bagi tubuh

ternak, bila ternak kekurangan protein maka pertumbuhannya akan terganggu.

Protein yang tidak dihasilkan dalam tubuh ternak bisa diberikan melalui pakan.

Protein yang dikonsumsi akan disintesis menjadi asam amino dan digunakan

untuk pembentukan otot sehingga bobot badan akan bertambah (Varianti et al.,

2017).

Ransum merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam

pemeliharaan ayam karena ransum mempunyai biaya produksi yang paling tinggi.

Semakin lama pemeliharaan yang dilakukan maka semakin tinggi biaya ransum

yang dikeluarkan, semakin tua umur ayam maka peningkatan bobot badan akan

menurun, sedangkan konsumsi ransum terus meningkat (Banuardi et al., 2017).

Pemberian pakan pada ternak ayam yang perlu diperhatikan adalah jumlah

9
konsumsi dan kadar protein dalam ransum (Cahyono, 2005). Ayam kampung

mengkonsumsi protein berfungsi untuk hidup pokok, pertumbuhan jaringan,

pertumbuhan bulu, dan unsur pembentukan sebutir telur (Suryana et al., 2014).

Pertumbuhan merupakan perubahan unit terkecil sel yang mengalami

pertambahan jumlah sel (hyperplasi) dan pertambahan ukuran (hypertropi).

Pertumbuhan yang terjadi biasanya mulai perlahan kemudian berlangsung cepat

dan akhirnya perlahan lagi atau berhenti. Pertumbuhan tubuh dapat dinyatakan

dengan pengukuran pertambahan berat badan. Peningkatan berat badan dapat

diketahui dengan cara menimbang secara berulang dalam jangka waktu tertentu

(Anggorodi, 1990).

Meskipun selama masa embrional performa ayam bagus, namun saat masa

pemeliharaan penyusunan pakannya tidak sesuai dengan kebutuhan, maka bisa

saja dapat mempengaruhi performa akhir (Ariesta et al., 2015). Ayam buras

membutuhkan nutrisi berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral

Konsumsi ransum menentukan banyaknya asupan nutrisi yang diperoleh untuk

pertambahan berat badan (Suryana et al., 2014).

Sifat khusus unggas adalah mengkonsumsi pakan untuk memenuhi

kebutuhan energi. Pemberian ransum dengan level energi dan protein yang terlalu

tinggi hanya akan terbuang percuma karena kemampuan genetik ayam untuk

menyerap kandungan nutrisi yang dikonsumsi terbatas sesuai kebutuhan. Apabila

energi dalam ransum rendah ayam makan lebih banyak, sebaliknya jika energi

dalam ransum berlebih maka konsumsi ransum lebih sedikit (Rusdiansyah, 2014).

Selain itu, jika asupan energi dan protein berlebihan, ternak akan mengeluarkan

kelebihan protein tersebut sehingga terjadi pemborosan (Iskandar, 2012).

10
Kebutuhan gizi untuk ayam buras paling tinggi terjadi pada minggu awal

pemeliharaan (0-8 minggu), sehingga perlu pemberian ransum yang mengandung

energi, protein, mineral, dan vitamin dengan jumlah yang seimbang. Namun,

seiring dengan pertambahan umur, kebutuhan akan protein semakin menurun.

Sampai saat ini standar gizi ransum ayam kampung yang dipakai di Indonesia

didasarkan rekomendasi dari Scott et al. (1982) yang menyatakan bahwa

kebutuhan energi termetabolis ayam tipe ringan umur 2-8 minggu antara 2600-

3100 kkal/kg dan protein 18%-24%, sedangkan menurut NRC (1994) kebutuhan

energi termetabolis yaitu 2900 kkal/kg dan protein sebanyak 18%. Standar

tersebut sebenarnya adalah untuk ayam ras, sedangkan standar kebutuhan energi

dan protein untuk ayam buras yang dipelihara di daerah tropis belum ditetapkan

(Ariesta et al., 2015).

Kebutuhan gizi ayam kampung pada setiap periode pemeliharaan berbeda-

beda. Pada saat ayam masih berumur muda maka kebutuhan akan kandungan

protein dalam pakan sangat dibutuhkan. Sinurat, (1991) dan Ketaren (2010)

menyatakan bahwa kebutuhan protein ayam pada umur 0-12 minggu sebanyak 15-

17%, turun menjadi 14% pada umur 12-22 minggu dan umur >22 minggu. Selain

itu Nawawi dan Nurrohmah (2011) menyatakan bahwa ayam kampung fase

starter (0-4 minggu) membutuhkan protein sekitar 19-20% dengan energi 2850

kkal/kg, fase grower I memerlukan protein sekitar 18-19% dengan energi 2.900

kkal/kg, dan pada fase grower II memerlukan protein sebesar 16-18% dan energi

3000 kkal/kg. Rusdiansyah (2014) melaporkan bahwa pemberian energi 2700

kkal/kg dan protein 17% memberikan performa yang lebih baik daripada

pemberian energi 2400 kkal/kg dan protein 14% pada ayam buras fase layer.

11
Sulkifli (2017) dalam penelitiannya melaporkan bahwa performa ayam

betina hasil in ovo feeding yang diberikan pakan komersil dengan kadar protein

21,00-23,00% mengindikasikan ayam buras yang diinjeksi glutamin secara in ovo

memperlihatkan konsistensi pertumbuhan yang lebih tinggi selama 8 minggu

pemeliharaan dibanding dengan ayam yang tidak mendapat perlakuan (kontrol).

Pada fase pertumbuhan ayam memerlukan protein dan energi yang tinggi

sesuai dengan kebutuhannya karena protein dan energi merupakan nutrisi pakan

yang sangat berperan dalam pertumbuhan. Pertumbuhan ayam buras yang relatif

rendah dan hanya mencapai bobot hidup 0,5 kg/ekor pada umur 7 minggu

(Iskandar, 2012 dan Kusnadi et al., 2014). Ransum tunggal dengan kadar protein

170 g/kg memberikan bobot hidup ayam lokal jantan dan betina umur 12 minggu

rata-rata 1,1 kg/ekor, dengan konsumsi ransum 3,25 kg (Iskandar et al., 1998).

Selain itu Mulyono (2004) menyatakan bahwa pada fase grower pakan tidak perlu

sebaik dengan pakan starter karena nutrisi dari pakan tidak terlalu digunakan

untuk tumbuh dan ayam pun belum bereproduksi.

Performa dan Dimensi Tubuh

Performa adalah sifat-sifat yang dapat diamati dan diukur, merupakan

kombinasi antara faktor genetik dan lingkungan. Performa awal merupakan kunci

keberhasilan untuk produksi selanjutnya (Ammar et al., 2016). Perbedaan

performa dari setiap ternak umumnya terletak pada konsumsi pakan, pertambahan

bobot badan, konversi pakan, bobot dewasa kelamin, umur dewasa kelamin, berat

telur pertama dan ukuran tubuh (Rambe, 2014). Kecepatan pertumbuhan bobot

badan serta ukuran badan bukan hanya ditentukan oleh sifat keturunan tetapi

pakan juga dapat mempengaruhi (Zulfanita et al., 2016).

12
Konversi ransum adalah perbandingan jumlah konsumsi ransum dengan

pertumbuhan bobot badan yang dicapai pada minggu itu, bila rasio konversi kecil

berarti ayam makan dengan efisien. Hal ini dipengaruhi oleh ukuran tubuh,

bangsa ayam, tahap produksi, kadar energi dalam ransum dan temperatur

lingkungan (Rasyaf, 2003). Semakin kecil nilai konversi ransum maka semakin

efisien ternak tersebut dalam mengkonversikan pakan ke dalam bentuk daging

(Fahrudin et al., 2016). Tembolok merupakan alat pencernaan pertama, sebagai

alat pencernaan pertama yang sifatnya sebagai penampung, kapasitas tembolok

tidak banyak atau terbatas (Rasyaf, 2003; Sartika, 2017).

Semakin tinggi umur ternak maka semakin tinggi konversi ransumnya

Asmawati (2013). Hal ini menandakan bahwa ayam buras semakin lama

dipelihara maka semakin kurang efisien di dalam memanfaatkan pakan. Usman

(2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa konversi pakan ayam buras (FCR)

pada periode grower selama 12 minggu berkisar 4,1-6,8. Selain itu performa ayam

buras hasil injeksi asam amino glutamin pada ayam buras jantan dan betina hasil

penelitian Sulkifli (2017) mengindikasikan bahwa konsumsi pakan tidak

menunjukkan perbedaan antara ayam yang mendapat perlakuan in ovo dan tanpa

in ovo tetapi perlakuan in ovo memperlihatkan perbaikan yang signifikan dalam

hal konversi pakan (FCR) dan berat badan akhir ayam buras pada umur 8 minggu,

baik pada jantan maupun betina.

Mariandayani et al. (2013) melaporkan bahwa rataan dan koefisien

keragaman bobot badan pada ayam lokal jantan dan betina umur delapan minggu

yaitu 441,56 ± 64,83 dan 358,74 ± 76,85. Sedangkan Asmawati (2013)

melaporkan bahwa bobot badan akhir ayam kampung umur 10 minggu berkisar

13
635,50-706,18 g/ekor. Ditambahkan oleh Sugama dan Sayusa (2014) dalam

penelitiannya bahwa pertumbuhan ayam buras Bali F3 yang cepat terjadi mulai

bulan pertama pemeliharaan dengan rataan pertambahan bobot badan sebesar

7,131 g/ekor/hari, dengan bobot potong 1 kg/ekor dicapai setelah umur 20 minggu

baik jantan maupun betina.

Ariesta et al. (2015) melaporkan bahwa ayam kampung yang diberikan

pakan dengan protein dan energi yang lebih tinggi pertumbuhannya lebih baik

dari ayam yang mendapat ransum dengan protein dan energi yang lebih rendah.

Ayam yang dipelihara selama 0-10 minggu dengan pemberian ransum protein

16%, 18% dan 20% konsumsi ransumnya (g/ekor/hari) yaitu 19,12, 21,43 dan

21,45, pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) 0,40, 0,49 dan 0,53 dengan FCR

(feed convertion ratio) 2,66, 2,45 dan 2,27. Selain itu Triswi et al. (2004) dalam

penelitiannya melaporkan bahwa penurunan level protein pakan dari 18% menjadi

16% dengan koreksi asam amino lisin, metionin, dan treonin dapat

mempertahankan penampilan ayam kampung umur 10 minggu. Pada ayam jantan

dan betina konsumsi pakannya 2545 dan 2335 g/ekor, pertambahan berat

badannya 769 dan 722 g/ekor, dan konversi pakannya 3,32 dan 3,24.

Dimensi tubuh seringkali digunakan dalam melakukan seleksi bibit,

mengetahui sifat keturunan, tingkat produksi maupun menaksir berat badan.

Dimensi tubuh merupakan faktor yang erat hubungannya dengan penampilan

seekor ternak. Pengukuran permukaan tubuh dilakukan untuk memperoleh

perbedaan ukuran tubuh dalam populasi ternak. Perbedaan ukuran tubuh pada saat

dewasa kelamin dapat memberikan penampakan yang berbeda pada setiap ternak.

Bagian-bagian tubuh luar yang akan diukur adalah dari kepala hingga bagian

14
tarsometatarsus dan juga kaki ayam kampung (Rangkuti et al., 2014). Selain itu

Tarigan et al. (2015) menyatakan bahwa bobot badan dan ukuran tubuh dapat

menjadi acuan untuk mengevaluasi performa dan produktivitas ternak.

Setelah unggas dewasa sangat sedikit perubahan yang terjadi pada tulang

sehingga pengukuran tulang dapat memberikan hasil yang lebih akurat untuk

mengetahui ukuran tubuh, karena itu ukuran tubuh dapat digunakan untuk

pengamatan karakter kuantitatif (Hasnelly et al., 2005). Terdapat beberapa sifat

yang berhubungan dengan produktivitas unggas yaitu bobot badan, lingkar dada,

lebar dada dan panjang shank. Bobot badan mempunyai hubungan yang nyata

dengan ukuran tubuh tersebut. Perubahan pada bobot badan menunjukkan

perkembangan tubuh ayam, sedangkan perubahan ukuran tubuh menunjukkan

pertumbuhan dan perkembangan bagian tubuh (Mansyoer, 1981; Kurnia, 2011).

Pengamatan dan pengukuran ukuran tubuh ternak dapat dilihat pada

karakteristik genetik eksternal. Karakteristik genetik eksternal yang diamati

meliputi sifat kualitatif seperti warna bulu, bentuk jengger dan warna kulit

kaki/shank, sedangkan sifat kuantitatif yang diukur adalah panjang

tarsometatarsus, panjang tibia, panjang femur, tinggi jengger, jarak tulang pubis,

bobot badan dan lain-lain (Nishida et al., 1982; Subekri dan Arlina, 2011).

Kurnia (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pada umur 4-12

minggu panjang shank mempunyai nilai korelasi yang paling tinggi dengan bobot

badan dibandingkan dengan peubah lainnya dan dapat digunakan untuk menduga

bobot badan. Panjang shank, panjang paruh, lebar dada, panjang punggung dan

lingkar dada merupakan penduga bobot badan, dengan panjang shank sebagai

penduga bobot badan terbaik. Selain itu Suprijatna et al. (2005) menyatakan

15
bahwa pertumbuhan kerangka berjalan cepat dan mencapai ukuran maksimal

beberapa minggu sebelum melanjutkan pertambahan bobot tubuh. Tulang kering

ayam mencapai panjang maksimal pada umur 16-20 minggu, tetapi ukuran tubuh

tidak dicapai sampai ayam berumur 40-52 minggu.

Rajab dan Papilaya (2012) dalam penelitiannya mengenai karakterisitik

ukuran tubuh ayam kampung lokal pada pemeliharaan tradisonal dengan lama

pemeliharaan 2 bulan (umur 8 minggu) yang diukur dalam satuan mm pada ayam

jantan dan betina didapatkan hasil kisaran pengukuran yaitu lingkar dada 85,43-

88,91 dan 71,10-84,31, panjang badan 239,72-242,29 dan 223,79-237,70, panjang

femur 97,39-101,77 dan 81,20-97,17, panjang tibia 136,33-148,01 dan 121,32-

133,41, panjang shank 97,09-105,35 dan 85,54-90,75, lingkar shank 56,81-60,96

dan 46,10-54,58, dan Dedy (2013) melaporkan bahwa panjang paruh ayam buras

jantan dan betina berkisar 13,26±0,08 dan 12,85±0,99.

16
METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2018,

bertempat di Laboratorium Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan,

Universitas Hasanuddin, Makassar.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu tempat pakan (hanging tube

feeder), tempat air minum (hanging tube drinker), timbangan, bag pack sprayer,

tang, gunting, penggaris dan pita ukur.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam buras betina umur

10 minggu sebanyak 12 ekor, pakan (dedak, jangung serta konsentrat), litter,

desinfektan, dan antibiotik.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan pakan yang berbeda dan setiap perlakuan

terdiri atas 4 ekor ayam buras betina sebagai ulangan. Adapun perlakuan yang

diterapkan adalah kadar protein pakan yang terdiri atas :

P1 : Pakan dengan kadar protein 16%

P2 : Pakan dengan kadar protein 18%

P3 : Pakan dengan kadar protein 20%

17
Prosedur Penelitian

1. Asal ayam buras

Penelitian ini menggunakan ayam buras betina yang berumur sekitar

10 minggu, berasal dari peternakan CV. Bittara Wanua yang berlokasi di

Laikang, Kelurahan Sudiang Raya, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi

Selatan. Ayam tersebut merupakan hasil in ovo L-arginin selama dua generasi

(F2). Telur diinjeksi dengan L-Arginin 0,7g/ml yang dilarutkan dalam 100ml

larutan NaCL kemudian larutan ini diambil 0,5ml/injeksi, injeksi tersebut

dilakukan pada hari ke-7 inkubasi. Selain injeksi secara in ovo, ayam tersebut

telah diseleksi berdasarkan karakteristik morfologinya pada setiap generasi.

Adapun asal usul ayam tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:

Ayam buras yang berasal F


dari peternak komersil
Telur diinjeksi L-arginin
0,5ml/injeksi dari campuran
0,7g/ml L-arginin dan 100 ml
NaCL

F1
Dilakukan seleksi dan injeksi
L-arginin ke-2 pada telur,
0,5ml/injeksi dari campuran
0,7g/ml L-arginin dan 100 ml
NaCL

F2

Betina Ayam Penelitian

Gambar 1. Asal Usul Ayam Penelitian

18
2. Persiapan kandang

Sebelum ternak datang dilakukan persiapan kandang meliputi

membersihkan seluruh bagian dalam kandang, membuat pen sebanyak 3 yang

dirangkai dengan kawat yang berukuran panjang, lebar dan tinggi masing-

masing 1 m, menabur litter (serbuk gergaji dan sekam), meletakkan tempat

pakan dan tempat minum pada setiap pen. Pada saat ayam datang, ayam

ditempatkan ke dalam pen yang masing-masing terdiri atas 4 ekor ayam/pen

dan disesuaikan dengan perlakuan pakan yang diberikan. Setiap ekor ayam

diidentifikasi berdasarkan karakteristik morfologinya untuk menghindari

ayam tertukar pada saat pengamatan.

3. Perlakuan pakan

Pakan perlakuan yang digunakan adalah pakan dengan tingkat protein

berbeda yaitu 16%, 18%, dan 20%. Bahan pakan yang digunakan terdiri atas

jagung, konsentrat dan dedak. Pakan disusun dengan metode trial and error

berdasarkan rekomendasi NRC (1994) dengan energi metabolisme yang

relatif sama yaitu berkisar 3000 kkal/kg pakan. Susunan bahan pakan dan

kandungan nutrisi pakan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada

Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Susunan Bahan dan Kandungan Nutrisi Pakan Ayam Kampung yang
Digunakan.
Perlakuan
Peubah
P1 P2 P3
Bahan Pakan
Jagung 55,75 48 40
Konsentrat 24,25 32 40
Dedak 20 20 20
Kandungan Nutrisi
Protein (%) 16,0 18,0 20,0
EM(kkal/kg) 3011,0 3007,6 3004,0

19
4. Manajemen pemeliharaan

Penempatan masing-masing ayam ini disesuaikan dengan perlakuan

pakan yang diberikan. Sebelum pen digunakan maka terlebih dahulu

disemprot dengan desinfektan menggunakan bag pack sprayer. Setiap pen

dilengkapai dengan tempat makan dan tempat minum, serta dalam kandang

dilengkapi lampu sebagai penerang pada malam hari. Pakan dan air minum

selama pemeliharaan diberikan secara ad libitum. Sumber air minum yang

digunakan adalah air sumur dan dilakukan pergantian setiap pagi hari.

Pemberian antibiotik diberikan sesuai kebutuhan. Penelitian ini dilaksanakan

selama 9 minggu dan dimulai pada saat ayam berumur 10 minggu.

Parameter yang Diukur

Parameter performa yang diukur adalah sebagai berikut:

1. Pertambahan berat badan

Pertambahan berat badan (g/e) dihitung dengan cara ayam

ditimbang per individu setiap minggunya. Perhitungan pertambahan berat

badan yang dilakukan dengan 2 cara yaitu pertambahan berat badan

mutlak dan pertambahan berat badan relatif. Pertambahan berat badan

mutlak dihitung dengan cara berat badan akhir dikurangi dengan berat

badan awal kemudian dibagi dengan waktu pemeliharaan, dan dapat

dilihat pada rumus berikut (Anang, 2007; Nugraha et al., 2017):


PBB mutlak :

Keterangan:

PBB = Pertambahan bobot badan (g/ekor)

BB (t) = Bobot badan waktu t (g/ekor)

20
BB (t-1) = Bobot badan sebelumnya (g/ekor)

= waktu pemeliharaan (Σminggu)

Sedangkan berat badan relatif dihitung dengan cara berat badan

akhir dikurangi dengan berat badan awal kemudian dibagi dengan berat

badan awal lalu dikali 100% dan dapat dilihat pada rumus berikut:

PBB relatif =

Keterangan:

PBB = Pertambahan bobot badan (g/ekor)

BB (t) = Bobot badan waktu t (g/ekor)

BB (t-1) = Bobot badan sebelumnya (g/ekor)

2. Konsumsi pakan

Konsumsi pakan diukur setiap minggu dengan cara menimbang

jumlah pakan yang diberikan selama seminggu dikurangi dengan jumlah

pakan yang tersisa dalam tempat pakan pada minggu tersebut. Dalam

penelitian ini konsumsi pakan (g/e/h) diperoleh dari akumulasi konsumsi

pakan mingguan dikurangi jumlah pakan sisa pada minggu tersebut dibagi

dengan jumlah ayam/pen kemudian dibagi lagi dengan lama pemeliharaan

(Sulkifli, 2017).

3. Konversi Pakan (FCR(feed convertion ratio))

Konversi pakan selama penelitian dapat dihitung dengan cara

membagi konsumsi pakan dengan berat badan akhir dan dapat dihitung

dengan rumus (Anang, 2007; Nugraha et al., 2017):

Konversi pakan=

21
4. Pengukuran Dimensi tubuh

Pengukuran dimensi tubuh dilakukan pada awal dan akhir

pemeliharaan. Pengukuran dilakukan dengan cara penimbangan berat

badan ayam terlebih dahulu kemudian mengukur beberapa dimensi tubuh

terhadap 12 ekor ayam betina dimana ada 4 ekor pada setiap perlakuan.

Posisi pengukuran dimensi tubuh yang diamati disajikan pada gambar

berikut ini:
PP
PS

PB

TB
LB
PT
PMT

DMT

Keterangan: PP (Panjang Paruh), PS (Panjang Sayap), PB (Panjang Badan), LB


(Lingkar Badan), PT (Panjang Tibia), TB (Tinggi Badan), PMT
(Panjang Metatarsus), DMT (Diameter Metatarsus).
Gambar 2. Sistem Kerangka Ayam dan Letak Pengukuran Beberapa Dimensi Tubuh.

Bagian-bagian yang diukur dalam satuan cm yaitu:

1. Panjang badan (PB), dapat diukur menggunakan pita ukur/penggaris yang

dijulurkan dari pangkal tulang leher hingga ke pangkal ekor.

22
2. Panjang sayap (PS), dilakukan dengan merentangkan bagian sayap,

kemudian diukur dari pangkal sayap atau bagian yang menutupi tulang

humerus hingga ujung bagian sayap atau tulang phalanges dengan

menggunakan pita ukur.

3. Lingkar dada (LD), diukur dengan cara melingkarkan pita ukur pada

bagian dada/scapula.

4. Panjang paruh (PP), diukur menggunakan penggaris yang dilakukan mulai

dari tulang paruh ujung depan sampai ke belakang.

5. Panjang tibia (PT), diukur menggunakan pita ukur atau penggaris yang

dilakukan dari patella sampai ujung tibia.

6. Panjang metatarsus (PMT), diukur dari ujung tulang tibia hingga pangkal

metatarsus bagian bawah, diukur menggunakan pita ukur atau penggaris.

7. Diameter metatarsus (DMT) diukur dengan cara melingkarkan pita ukur

pada bagian metatarsus.

8. Tinggi Badan (TB) diukur menggunakan penggaris mulai dari ujung kaki

sampai diatas bagian punggung.

Analisa Data

Data pertumbuhan dianalisis ragam berdasarkan Rancangan Acak

Lengkap (RAL) 3 perlakuan dengan 4 ulangan, sedangkan data konsumsi pakan

dan konversi pakan (FCR) diolah secara desktiptif. Adapun model analisis ragam

adalah sebagai berikut :

Yij = µ + ᴛi + ɛij

i = 1, 2, 3 (jumlah perlakuan)

j = 1, 2, 3, 4 (jumlah ulangan)

23
Keterangan :

Yij = Hasil pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = Rata-rata pengamatan

ᴛi = Pengaruh perlakuan ke-i

ɛij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

Apabila perlakuan memperlihatkan pengaruh yang nyata maka dilanjutkan

dengan uji Duncan (Gaspersz, 1991).

Data pengukuran dimensi tubuh disajikan secara deskriptif dan dianalisis

menggunakan Analisis Regresi serta menghitung Koefisien Korelasi untuk

menentukan keeratan hubungan antara parameter yang diamati. Rumus yang

digunakan adalah (Walpole, 1995) :

Y = a + bX

∑ ∑ ∑
∑ – ∑

∑ ∑ ∑

√ ∑ – ∑ ∑ – ∑

Keterangan:

a = Konstanta

b = Koefisien Regresi

r = Koefisien Korelasi

n = Jumlah Sampel

xi = Varibel Bebas/Independent (Dimensi Tubuh)

yi = Variabel Terikat/Dependent (Berat Badan)

24
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertambahan Berat Badan

Pertambahan berat badan (Pbb) mutlak dan relatif ayam buras betina hasil

In ovo feeding L-arginin selama dua generasi (F2) yang diberi pakan dengan level

protein yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 3.

pbb mutlak (g/e/minggu) Pbb relatif (%)


120.00 120.00
Pertambahan berat badan mutlak (g/e/minggu)

Pertambahan berat badan relatif (%)


100.00 100.00

80.00 80.00

60.00 60.00
56.81 57.01
52.11 53.33
40.00 47.46 47.08 40.00

20.00 20.00

0.00 0.00
16 18 20
Level Protein Pakan (%)

Gambar 3. Pertambahan Berat Badan Mutlak dan Berat Badan Relatif Ayam Buras
Betina Hasil In Ovo Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2) yang
Diberi Pakan dengan Level Protein yang Berbeda.
Keterangan: Vertikal Bar Mengindikasi Standar Deviasi.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian level protein yang

berbeda dalam ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pertambahan

berat badan mutlak ayam buras betina. Hal ini disebabkan karena ransum yang

diberikan mempunyai kualitas yang tidak berbeda jauh, yakni 16%, 18% dan

20%, dengan energi metabolisme 3011,0 kkal/kg, 3007,6 kkal/kg dan 3004,0

kkal/kg. Dari Gambar 3 diatas didapatkan hasil bahwa pemberian ransum dengan

protein 16% pertambahan berat badan mutlaknya lebih tinggi dibanding dengan

25
pemberian protein 18% dan 20%. Hal ini kemungkin diindikasi karena ransum

dengan protein 16% energinya lebih tinggi dibanding dengan perlakuan yang lain.

Pemberian ransum dengan energi tinggi cenderung mempercepat pertumbuhan

dan memperbaiki konsumsi ransum, akan tetapi kenaikan ini harus diikuti dengan

peningkatan protein (Scott et al., 1982; Tabun dan Ndoen, 2007).

Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan (g/e/hari) ayam buras betina hasil In ovo feeding L-

arginin selama dua generasi (F2) yang diberi pakan dengan level protein yang

berbeda dapat dilihat pada Gambar 4.

140.00

120.00
Konsumsi pakan (g/e/hari)

100.00 108.07 110.58


97.91
80.00

60.00

40.00

20.00

0.00
16 18 20
Level Protein Pakan (%)

Gambar 4. Konsumsi Pakan Ayam Buras Betina Hasil In Ovo Feeding L-arginin Selama
Dua Generasi (F2) yang Diberi Pakan dengan Level Protein yang Berbeda.
Keterangan: Vertikal Bar Mengindikasi Standar Deviasi.

Konsumsi pakan merupakan salah hal yang penting, karena berhubungan

dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi baik untuk hidup pokok maupun produksi

dan reproduksi. Ayam mengkonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan energi,

energi tersebut digunakan untuk memenuhi fungsi-fungsi tubuh dan melancarkan

reaksi sintesis dalam tubuh (Zulkifli, 2017). Ayam tidak dapat menyesuaikan

26
konsumsi energinya secara tepat, tetapi dapat mengkonsumsi energi sedikit lebih

banyak kalau energi dalam ransum meningkat. Ternak akan mengkonsumsi pakan

sesuai dengan batas kemampuan biologisnya sekalipun diberikan pakan yang

berprotein tinggi (Arifah et al., 2013). Pada penelitian ini pakan yang diberikan

sama pada tiap perlakuan yakni ad libitum, sehingga ayam dengan bobot badan

kecil maupun besar mendapat kesempatan yang sama dalam mengkonsumsi

pakan.

Konversi Pakan (FCR (feed convertion ratio))

Konversi pakan (FCR) ayam buras betina hasil In ovo feeding L-arginin

selama dua generasi (F2) yang diberi pakan dengan level protein yang berbeda

hasil analisis deskriptif dapat dilihat pada Gambar 5.

6.00

5.00
Konversi Pakan

4.00
4.17 3.98
3.00 3.52

2.00

1.00

0.00
16 18 20
Level Protein Pakan (%)

Gambar 5. Konversi Pakan Ayam Buras Betina Hasil In Ovo Feeding L-Arginin Selama
Dua Generasi (F2) yang Diberi Pakan dengan Level Protein yang Berbeda.
Keterangan: Vertikal Bar Mengindikasi Standar Deviasi.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan level

protein berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap parameter konversi

pakan. Namun, jika dilihat pada perlakuan P1, ayam lebih efisien dalam

27
memanfaatkan pakan dibandingkan perlakuan lainya walaupun secara statistik

tidak menunjukkan perbedaan. Tidak terjadinya perbedaan hasil antara perlakuan

terhadap konversi pakan menunjukkan bahwa pakan yang diberikan memiliki

kualitas yang tidak jauh berbeda. Hal ini juga diindikasi karena ayam yang

digunakan dalam penelitian ini adalah ayam hasil in ovo feeding selama dua

generasi sehingga diindikasi memiliki usus yang lebih panjang sehingga

penyerapan pakan lebih baik serta ayam yang digunakan memiliki umur yang

sama selain itu konversi ransum yang tidak berbeda nyata menunjukkan bahwa

tingkat keefisienan ransum untuk menghasilkan daging dengan pertambahan berat

badan relatif sama.

Dimensi Tubuh Ayam Buras Betina

Hasil perhitungan deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan

berat badan ayam buras selama 9 minggu pemeliharaan pada setiap perlakuan

secara berturut-turut sebesar 511,25 g/ekor, 423,75 g/ekor dan 480 g/ekor yang

diindikasikan bahwa ayam dengan perlakuan P1 memiliki pertambahan berat

badan yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan lainnya.

Tabel 3. Koefisien Regresi (b), Koefisien Korelasi (r), Nilai Signifikansi (P) dan
Jumlah Sampel (n) pada Korelasi antara Pertambahan Ukuran Beberapa
Dimesi Tubuh dan Pertambahan Berat Badan Ayam Buras Betina Hasil
In Ovo Feeding L-arginin.
Dimensi Tubuh b r P n
Panjang badan 15,136 0,121 0,707 12
Panjang sayap 43,425 0,273 0,390 12
Lingkar dada 133,773 0,823 0,001** 12
Panjang paruh 1651,429 0,465 0,127 12
Panjang tibia 308,773 0,713 0,009** 12
Panjang metatarsus 293,340 0,645 0,023* 12
Diameter metatarsus 436,713 0,498 0,100 12
Tinggi badan 61,253 0.545 0,066 12
Keterangan : ** Berpengaruh Sangat Nyata (P<0,01)
* Berpengaruh Nyata (P<0,05)

28
Hasil korelasi dari beberapa dimensi tubuh yang diukur memperlihatkan

hubungan yang sangat bervariasi mulai dari hubungan rendah sampai hubungan

tinggi dapat diindikasikan dengan melihat nilai koefisien korelasi (r), data pada

Tabel 3 memperlihatkan bahwa dimensi tubuh yang nilai koefisien korelasinya

sangat rendah yaitu panjang tubuh dengan nilai 0,121 dan korelasi paling tinggi

yaitu lingkar dada dengan nilai 0,823. Sulaiman (2004) menyatakan bahwa ukuran

korelasi baik positif atau negatif ukuran korelasinya dapat dijelaskan dengan nilai

0,70-1,00 menunjukkan adanya tingkat hubungan yang tinggi, 0,40-<0,70

menunjukkan tingkat hubungan yang agak rendah, 0,20-<0,40 menunjukkan

tingka hubungan yang rendah dan <0,20 menunjukkan tidak adanya hubungan.

29
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan bahwa :

1. Penggunaan level protein yang berbeda dalam pakan tidak memberi perbedaan

nyata terhadap pertambahan berat badan, konsumsi ransum, dan konversi

ransum ayam buras betina hasil In ovo feeding L-arginin.

2. Walaupun konversi pakan tidak berbeda jauh antar perlakuan, namun konversi

pakan terbaik terjadi pada perlakuan dengan level protein pakan 16%.

3. Terdapat korelasi positif antara lingkar dada, panjang tibia dan panjang

metatarsus terhadap berat badan pada ayam buras betina hasil In ovo feeding L-

arginin dengan lingkar dada sebagai penduga bobot badan terbaik.

Saran

Disarankan ayam buras betina fase grower yang dipelihara diberi ransum

dengan level protein 16% dan energi metabolisme 3011 kkal/kg karena

memberikan hasil yang lebih baik dimana konversi pakannya yang lebih rendah

dari perlakuan lainnya. Sedangkan, dalam memprediksi berat badan dapat diduga

melalui ukuran lingkar dada, panjang tibia dan panjang metatarsus.

30
DAFTAR PUSTAKA

Adebambo, A.O., C.O.N. Ikeobi., M.O. Ozoje., O.O. Oduguwa, and A.A.
Olufunmilayo. 2011. Combining abilities of growth traits among pure
and crossbred meat type chickens. Arch. Zootec. 60 (232 ): 953-963.
Al-Daraji, H.J. and A.M. Salih. 2012. Effect of dietary L-arginine on productive
performance of broiler chicken. Pakistan Journal of Nutrition 11 (3):
252-257.
Al-Daraji, H.J., A.A. Al-Mashadani., W.K. Al-Hayani., A.S. Al-Hassani, and
H.A. Mirza. 2012. Effect of in ovo injection with L-arginine on
productive and physiological traits of Japanese quail. South African
Journal of Animal Science 42 (2): 139-145 .
Alimin, T., E.A.E. Ahmed, I.A.A. Azma, and Y.H. Ahmad. 2012. Effect of
dietary protein level during early brooding phase on subsequent growth
performance and morphological development of digestive system in
crossbred kampung chicken. 7th Proceedings of the Seminar in
Veterinary Sciences, Malaysia 27 Februari-2 Maret 2012, Faculty of
Veterinary Medicine, Universiti Putra Malaysia.
Ammar, M. Z., W. Tanwiriah, dan H. Indrijani. 2016. Performa awal produksi
ayam lokal Jimmy Farm Cipanas Cianjur Jawa Barat. Laporan Penelitian.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung.
Anang, A. 2007. Panen Ayam Kampung Dalam 7 Minggu. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta.
Ariesta, A. H., I G. Mahardika, dan G. A. M. K. Dewi. 2015. Pengaruh level
energi dan protein ransum terhadap penampilan ayam kampung umur 0-
10 minggu. Majalah Ilmiah Peternakan 18 (3): 89-94.
Arifah, N., Ismoyowati, dan N. Iriyanti. 2013. Tingkat pertumbuhan dan konversi
pakan pada berbagai itik lokal jantan (Anas plathyrhinchos) dan itik
manila jantan (Cairrina moschata ). Jurnal Ilmiah Peternakan 1 (2): 718-
725.
Aryanti, F., M.B. Aji, dan N. Budiono. 2013. Pengaruh pemberian air gula merah
terhadap performans ayam kampung pedaging. Jurnal Sains Veteriner 31
(2): 156-165.
Asmawati. 2013. Peningkatan Kualitas Embrio Dan Pertumbuhan Ayam Buras
Melalui In Ovo Feeding. (Thesis). Program Studi Ilmu Pertanian Program
Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Makassar.
Asmawati., H. Sonjaya., A. Natsir., W. Pakiding, and H. Fachruddin. 2014. The
effect of in ovo feeding on hatching weight and small intestinal tissue

31
development of native chicken. Asian. J. Microbiol. Biotech. and
Envirom. Sci. 17: 69-74.
Azhar, M. 2015. Performa Ayam Kampong Pra- dan Pasca-Tetas Hasil In Ovo
Feeding L-arginine. (Thesis). Fakultas Ilmu dan Teknologi Peternakan
Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.
Azhar, M., D.P. Rahardja, dan W. Pakiding. 2016. Embryo development and post-
hatch performances of kampung chicken by in ovo feeding of l-arginine.
Media Peternakan 39 (3): 168-172.
Bai’ad, M.S., 2013. Pengaruh Berat Badan Ayam Ras Petelur Fase Grower
Terhadap Produksi Telur Pada Fase Produksi. (Skripsi). Fakultas
Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Banuardi, I., W. Tanwiriah, dan H. Indrijani. 2017. Bobot badan, karkas, dan
income over feed and chick cost ayam lokal Jimmy’s farm Cipanas
Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran, Bandung.
Brahmantiyo, B., L.H. Prasetyo., A.R. Setioko, dan R.H. Mulyono. 2003.
Pendugaan jarak genetik dan faktor peubah pembeda galur itik (Alabio,
Bali, Khaki Campbell, Mojosari dan Pegagan) melalui analisis
morfometrik. JITV. 8 (1): 1-7.
Cahyono. 2005. Ayam Buras Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.
Darwati, S., C. Sumantri, dan A.T. Pratiwanggana. 2015. Performa produksi F1
antara ras pedaging × kampung dan kampung × ras pedaging pada umur
0-12 minggu. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 3
(2): 72-78.
Dong, D.Y., Y.J. Jiang., M.Q. Wang., Y.M. Wang, and X.T. Zou. 2013. Effects of
in ovo feeding of carbohydrates on hatchability, body weight, and energy
status in domestic pigeons (Columba livia). Poultry Science 92: 2118-
2123.
El-Azeem, N.A.A., M.S. Abdo., M. Madkour, and I. El-Wardany. 2014.
Physiological and histological responses of broiler chicks to in ovo
injection with folic acid or l-carnitine during embryogenesis. Global
Veterinaria 13 (4): 544-551.
Fahrudin, A., W. Tanwiriah, dan H. Indrijani. 2016. Konsumsi ransum,
pertambahan bobot badan dan konversi ransum ayam lokal di Jimmy’s
farm Cipanas Kabupaten Cianjur. Laporan Penelitian. Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung.
Fayeye, T.R., K.L. Ayorinde., V. Ojo, and O.M. Adesina. 2006. Frequency and
influence of some major genes on body weight and size parameters of
nigerian lokal chicken. Livestock Res. Rural Dev. 18: 1-8.

32
Fitria, V.D., Abun, dan R. Wiradimadja. 2016. Imbangan efisiensi protein ayam
kampung yang diberi ransum mengandung limbah udang produk
fermentasi. Laporan Penelitian. Universitas Padjadjaran, Bandung.
Forbes, J.M. and F. Shariatmadari. 1994. Diet selection by poultry. World’s
Poultry Sci.J. 50: 7-24.
Foye, O.T., Z.Uni, and P.R.Ferket. 2006. Effect of in ovo feeding egg white
protein, hydroxyl-methylbutyrate, and carbohydrates on glycogen status
and neonatal growth of turkeys. Poult. Sci. 85: 1185-1192.
Foye. O.T., P.R. Ferket, and Z. Uni. 2007. The effects of in ovo feeding arginine,
hydroxyl-methylbutyrate, and protein on jejunal digestive and absorptive
activity in embryonic and neonatal turkey poults. Poult. Sci. 86: 2343-
2349.
Fu-min, Y., X. Xiao-xia., Y. Min., Q. Kai-xia, and W. Xue-yan. 2014.
Comparison of quality and nutritional components of eggs from blue
peafowl and hen. Journal of Food and Nutrition Research 2 (4): 141-147.
Gaspersz. 1991. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan. Tarsito. Bandung.
Gunawan dan D.T .H. Sihombing. 2004. Pengaruh suhu lingkungan tinggi
terhadap kondisi fisiologis dan produktivitas ayam buras. Wartazoa 14
(1): 31-38.
Hasnelly, Z., Rinaldi, dan Suwardih. 2005. Penangkaran dan perbibitan ayam
merawang di Bangka Belitung. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi
dalam Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdayasaing. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung.
Hasnelly, Z dan R. Armayanti. 2005. Performans ayam Merawang betina dewasa
berdasarkan karakter kualitatif dan ukuan-ukuran tubuh sebagai bibit.
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi dalam Mendukung Usaha Ternak
Unggas Berdayasaing. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan
Bangka Belitung.
Ibrahim, S. 2008. Hubungan ukuran-ukuran usus halus dengan berat badan
broiler. Agripet 8 (2): 42-46.
Iskandar, S., Z. Desmayati., S. Sastrodihardio., T. Sartika., P. Setiadi, dan T.
Susanti. 1998. Respon pertumbuhan ayam kampung dan ayam silangan
pelung terhadap ransum berbeda kandungan protein. Jurnal Ilmu Ternak
dan Veteriner 3 (1): 8-14.
Iskandar, S. 2012. Optimalisasi protein dan energi ransum untuk meningkatkan
produksi daging ayam lokal. Pengembangan Inovasi Pertanian 5 (2): 96-
107.
Jull, M.A. 1977. Poultry Husbandry. 3rd Ed. Mc Graw Hill Book Company, New
York.

33
Keralapurath, M.M., R.W. Keirs., A. Corzo., L.W. Bennett., R. Pulikanti, and
E.D. Peebles. 2010. Effects of in ovo injection of L-carnitine on
subsequent broiler chick tissue nutrient profiles. Poultry Science 89
:335–341.
Ketaren, P.P. 2010. Kebutuhan gizi ternak unggas di Indonesia. Balai Penelitian
Ternak, Bogor. Wartazoa 20 (4): 172-180.
Kurnia, Y. 2011. Morfometrik Ayam Sentul, Kampung dan Kedu Pada Fase
Pertumbuhan dari Umur 1-12 Minggu. (Skripsi). Fakultas Peternakan
Institut Pertanian, Bogor.

Kusnadi, H., J.H.P. Sidadolog., Zuprizal, dan H.P. Wardono. 2014. Pengaruh
tingkat protein dengan imbangan energi yang sama terhadap
pertumbuhan ayam leher gundul dan normal sampai umur 10 minggu.
Buletin Peternakan 38 (3): 163-173.
Kusuma, H. A., A. Mukhtar, dan R. Dewanti. 2016. Pengaruh tingkat pembatasan
pemberian pakan (restricted feeding) terhadap performan ayam broiler
jantan. Sains peternakan 14 (1): 43-51.
Leeson, S. and J.D Summers. 1991. Commercial Poultry Nutrition. University
Books, Guelph, Ontario, Canada.
Liu, H. H., J. W. Wang., X. Chen., R. P. Zhang., H. Y. Yu., H. B. Jin., L. Li, and
C. C. Han. 2011. In ovo administration of rhIGF-1 to duck eggs affects
the expression of myogenic transcription factors and muscle mass during
late embryo development. J. Appl. Physiol. 111: 1789-1797.
Liu, S.K., Z.Y. Niu., Y.N. Min., Z.P.Wang., J. Zhang., Z.F. He., H.L. Li., T.T
Sun, and F.Z. Liu. 2014. Effects of dietary crude protein on the growth
performance, carcass characteristics and serum biochemical indexes of
lueyang black-boned chickens from seven to twelve weeks of age
Brazilian Journal of Poultry Science 17 (1): 103-108.
Mahardika, I.G., G.A.M.K. Dewi., I.K. Sumaidi, dan I.M. Suasta. 2013.
Kebutuhan energi dan protein untuk hidup pokok dan pertumbuhan pada
ayam kampung umur 10-20 minggu. Majalah ilmiah peternakan 16 (1):
6-11.
Mansyoer, S., S. 1981. Studi sifat-sifat ekonomis yang menurun pada ayam
Kampung. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Mariandayani, H.N., D.D Solihin., S.ri Sulandari, dan C. Sumantri. 2013.
Keragaman fenotipik dan pendugaan jarak genetik pada ayam lokal dan
ayam broiler menggunakan analisis morfologi. Jurnal Veteriner 14 (4):
475-484.

34
Mokodongan, A.R., F. Nangoy., J.R. Leke, dan Z. Poli. 2017. Penampilan
pertumbuhan ayam bangkok starter yang diberi pakan dengan level
protein berbeda. Jurnal Zootek 37 (2): 426-435.
Moosanezhad, M., A. Salahi, and S. Mashayekhi. 2011. The best time for in ovo
solution injection in old broiler breeder flock eggs. Paper Presented on
Egg Meat Symposia. Animal Science, Islamic Azad University, Kahnooj
Branch, kerman, Iran.
Mulyono, S. 2004. Beternak Ayam Buras Berorientasi Agribisnis. Penebar
Swadaya. Jakarta.
National Research Council (NRC). 1994. Nutrient Requirements of Poultry.
National Academy of Sciences, Washington DC.
Nawawi, N.T. dan Nurrohmah. 2011. Pakan Ayam Kampung. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Nishida, T., K. Nozawa., Y. Hayasi., T. Hashiguchi, and S.S. Mansjoer. 1982.
Body measurement and analis on exsternal genetic characters of
Indonesian native fowl. The Origin and Phylogeny of Indonesian Native
Livestock 3: 73-83.
Nugraha, Y.A., K. Nissa., N.Nurbaeti., F.M Amrullah, dan D.W. Harjanti. 2017.
Pertambahan bobot badan dan feed conversion rate ayam broiler yang
dipelihara menggunakan desinfektan herbal. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan
27 (2): 19-24.
Nugroho, W. 2003. Pengaruh Bobot Telur Tetas Kalkun Lokal Terhadap
Fertilitas, Daya Tetas, dan Bobot Tetas. (Skripsi). Fakultas Pertanian,
Jurusan Peternakan. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Pawlak, K., M. Dzugan., D. Wojtysiak., Marcin Lis, and J. Niedziólka. 2013.
Effect of in ovo injection of cadmium on chicken embryo heart. African
Journal of Agricultur 8 (16): 1534-1539.
Rahmawati. 2016. Histologis Saluran Pencernaan Ayam Buras Hasil In Ovo
Feeding Asam Amino L-Arginine. (Skripsi). Fakultas Peternakan.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Rajab dan B.J. Papilaya. 2012. Sifat kuantitatif ayam kampung lokal pada
pemeliharaan tradisional. Agrinimal 2 (2): 61-64.
Rajab. 2013. Hubungan bobot telur dengan fertilitas, daya tetas, dan bobot anak
ayam kampung. Agrinimal 3 (2): 56-60.
Rambe, Y.A. 2014. Performa dan ukuran tubuh ayam F1 persilangan ayam
kampung dengan ayam ras pedaging umur 12-22 minggu. Laporan
Penelitian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

35
Rangkuti, N.A., Hamdan, dan A.H. Daulay. 2014. Identifikasi morfometriks dan
jarak genetik ayam kampung di Labuhan Batu Selatan. Jurnal Peternakan
Intergratif 3 (1): 96-119.
Rasyaf, M. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.
Roto, S.M., Y.M. Kwon, and S. C. Ricke. 2010. Applications of in ovo technique
for the optimal development of the gastrointestinal tract and the potential
influence on the establishment of its microbiome in poultry. Frontiers in
Veterinary Science 3 (63): 1-13.
Rusdiansyah, M. 2014. Pemberian Level Energi dan Protein Berbeda Terhadap
Konsumsi Ransum dan Air Serta Konversi Ransum Ayam Buras Fase
Layer. (Skipsi). Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
Salmanzadeh, M., Y. Ebrahimnezhad, and H. A. Shahryar. 2011. The effects of in
ovo injection of l-threonine in broiler breeder eggs on characters of
hatching and growth performance broiler chickens. European Journal of
Experimental Biology 1 (4): 164-168.
Salmanzadeh, M., Y. Ebrahimnezhad., H.A. Shahryar, and J.G. Ghaleh-Kandi.
2016. The effects of in ovo feeding of glutamine in broiler breeder eggs
on hatchability, development of the gastrointestinal tract, growth
performance and carcass characteristics of broiler chickens. Arch. Anim.
Breed 59: 235-242.
Sariati., Nuraini, dan D. Agustina. 2016. Pengaruh jenis formulasi ransum
terhadap penampilan ayam Tolaki umur 12-18 minggu yang dipelihara
secara intensif. Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis 3 (2): 93-
101.
Sartika, T., B. Gunawan., Razali, dan P. Mahyuddin. 2002. Seleksi generasi ketiga
(G3) untuk mengurangi sifat mengeram dan meningkatkan produksi
telur ayam kampung. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Sartika, T., D. Duryadi., S.S. Mansjoer., A. Saefuddin, dan H. Martojo. 2004. Gen
promotor prolaktin sebagai penanda pembantu seleksi untuk mengontrol
sifat mengeram pada ayam kampung. JITV. 9 (4): 239-245.
Sartika, T. 2012. Ketersediaan sumberdaya genetik ayam lokal dan strategi
pengembangannya untuk pembentukan Parent dan Grand Parent Stock.
Workshop Nasional Unggas Lokal. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Sartika, T. 2013. Perbandingan morfometrik ukuran tubuh ayam KUB dan sentul
melalui pendekatan analisis diskriminan. Makalah disampaikan pada
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Medan 3-5
September 2013. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Sartika. 2017. Pengaruh Pemberian Probiotik Terhadap Performa Broiler.
(Skripsi). Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri
Alauddin. Makassar.

36
Scott, M.L., M.C. Nesheim, and R. J. Young, 1982. Nutrition of the Chickens.
Second Ed. M.L. Scott and Associates Ithaca. New York.
Shafey, T.M., A.H. Mahmoud., A.A. Alsobayel, and M.A. Abouheif. 2014.
Effects of in ovo administration of amino acids on hatchability and
performance of meat chickens. South African Journal of Animal Science
44 (2): 123-130.
Sinurat, A.P. 1991. Penyusunan ransum ayam buras. Wartazoa 2: 1-2.
Subekti, K. dan F. Arlina. 2011. Karakteristik genetik eksternal ayam kampung di
Kecamatan Sungai Pagu Kabupaten Solok Selatan. Jurnal Ilmiah Ilmu-
Ilmu Peternakan 15 (2): 74-86.
Suci, D.M., E. Mursyida., T. Setianah, dan R. Mutia. 2005. Program pemberian
makanan berdasarkan kebutuhan protein dan energi pada setiap fase
pertumbuhan Ayam Poncin. Media Peternakan 28 (2): 70-76.
Sugama, I.N. dan I.N. Suyasa. 2014. Karakteristik morfologis ayam buras bali.
Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Sumber Daya Genetik
Pertanian, Bali, 24-26 Juni 2014. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Provinsi Bali.
Sulaiman, W. 2004. Analisis Regresi Menggunakan SPSS Contoh Kasus dan
Pemecahannya. Andi Offset. Yogyakarta.
Sulkifli. 2017. Pengaruh Injeksi In Ovo Glutamin Terhadap Performa Ayam Buras
Pascatetas. (Skripsi). Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu dasar Ternak
Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suryana, I.K.A., I.M. Mastik, dan A.W. Puger. 2014. Pengaruh tingkat protein
ransum terhadap penampilan ayam kampung umur 22 - 33 minggu.
Journal of Tropical Animal Science 2 (2) : 287-296.
Tabun, A.C. dan B. Ndoen. 2007. Performan pertumbuhan awal ayam buras pada
fase starter yang diberi ransum komersil ayam broiler. Partner 16 (2): 83-
87.
Tarigan, H.J., I. Setiawan, dan D. Garnida. 2015. Identifikasi bobot badan dan
ukuran-ukuran tubuh Itik Bali. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan
Universitas Padjadjaran, Bandung.
Tarwiyah. 2001. Intensifikasi Ternak Ayam Buras. Deputi Menegristek Bidang
Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Jakarta.
Tong, B.C. and A. Barbul., 2004. Cellular and physiological effects of arginine.
Mini Rev. Med. Chem. 4 (8),823-832.

37
Triswi, H.F., Zuprizal, dan Supadmo. 2004. Pengaruh level protein dengan
koreksi asam amino esensial dalam pakan terhadap penampilan dan
nitrogen ekskreta ayam kampung. Buletin Peternakan 28 (3): 131-141.
Triswi, H.F. 2016. Pengaruh level protein pakan yang berbeda pada masa starter
terhadap penampilan ayam kampung super. Jurnal Ilmiah Peternakan
Terpadu 4 (3): 256-262.
Uni, Z. and P.R. Ferket. 2003. Enhancement of development of oviparous species
by in ovo feeding. US patent 6.592,878. North Carolina state university,
Raleigh,NC; and Yissum Research Development Company of the
Hebrew University of Jerusalem, Jerulaslem (Israel), assignees.
Unutio, E., Hamdan, dan T.H. Wahyun. 2014. Analisis regresi dan korelasi antara
seleksi bobot badan fase starter terhadap produksi ayam ras petelur tipe
medium. Jurnal Peternakan Integratif 3 (2): 190-200.
Usman. 2009. Pertumbuhan ayam buras periode grower melalui pemberian tepung
biji buah merah (Pandanus conoideus LAMK) sebagai pakan alternatif.
Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner, Bogor 13-14 Agustus 2009. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Papua, Jayapura.
Varianti, N.I., U.Atmomarsono, dan L.D. Mahfudz. 2017. Pengaruh pemberian
pakan dengan sumber protein berbeda terhadap efisiensi penggunaan
protein ayam lokal persilangan. Agripet. 17 (1): 53-59.
Vieira, S.L. 2007. Chicken embryo utilization of egg micronutrients. Brazilian
Journal of Poultry Science 9 (1): 1-8.
Wahyu. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistika Edisi Ketiga. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Widodo, A., W. Sarengat, dan E. Suprijatna. 2012. Pengaruh lama periode
pemberian pakan terhadap laju pertumbuhan pada beberapa bagian tubuh
ayam pelung umur 1-11 minggu. Animal Agriculture Journal 1 (2): 120-
125.
Wu, G. and S.M. Morris. 1998. Arginine metabolism: nitric oxide and beyond.
Biochem. J. 336: 1-17.
Yadi, B.S. 2013. Performa ayam ras pedaging dengan berat badan awal yang
berbeda yang dipuaskan setelah menetas. (Skripsi). Fakultas Peternakan.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Zakaria, S. 2004. Pengaruh luas kandang terhadap produksi dan kualitas telur
ayam buras yang dipelihara dengan sistem litter. Buletin Nutrisi dan
Makanan Ternak 5 (1): 1-11.

38
Zulfanita., R.M. Eny, dan D.P. Utami. 2016. Pembatasan ransum berpengaruh
terhadap pertambahan bobot badan ayam broiler pada periode
pertumbuhan. Mediagro 7 (1): 59-67.

39
LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Ragam Pertambahan Berat Badan Mutlak Ayam Buras


Betina Hasil In Ovo Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2)
yang Diberi Pakan dengan Level Protein yang Berbeda.

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:pbbmutlak
Type III Sum
Source of Squares Df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 194.197 2 97.099 .201 .821
Intercept 32957.505 1 32957.505 68.389 .000
Perlakuan 194.197 2 97.099 .201 .821
Error 4337.208 9 481.912
Total 37488.910 12
Corrected Total 4531.405 11
a. R Squared = ,043 (Adjusted R Squared = -,170)

40
Lampiran 2. Analisis Ragam Pertambahan Berat Badan Relatif Ayam Buras
Betina Hasil In Ovo Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2)
yang Diberi Pakan dengan Level Protein yang Berbeda.

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:pbbrelatif
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected
182.354a 2 91.177 .115 .892
Model
Intercept 32686.597 1 32686.597 41.302 .000
Perlakuan 182.354 2 91.177 .115 .892
Error 7122.702 9 791.411
Total 39991.653 12
Corrected
7305.056 11
Total
a. R Squared = ,025 (Adjusted R Squared = -,192)

41
Lampiran 3. Analisis Ragam Konsumsi Pakan Ayam Buras Betina Hasil In Ovo
Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2) yang Diberi Pakan
dengan Level Protein yang Berbeda.

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:konsumsi_pakan
Type III Sum
Source of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected
720.096a 2 360.048 .975 .394
Model
Intercept 267235.731 1 267235.731 723.524 .000
Perlakuan 720.096 2 360.048 .975 .394
Error 7756.415 21 369.353
Total 275712.243 24
Corrected Total 8476.512 23
a. R Squared = ,085 (Adjusted R Squared = -,002)

42
Lampiran 4. Analisis Ragam Konversi Pakan Ayam Buras Betina Hasil In Ovo
Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2) yang Diberi Pakan
dengan Level Protein yang Berbeda.

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:konversipakan
Type III Sum
Source of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected
.872a 2 .436 .871 .451
Model
Intercept 181.585 1 181.585 362.941 .000
Perlakuan .872 2 .436 .871 .451
Error 4.503 9 .500
Total 186.960 12
Corrected Total 5.374 11
a. R Squared = ,162 (Adjusted R Squared = -,024)

43
Lampiran 5. Korelasi Antara Pertambahan Dimensi Tubuh dengan Pertambahan
Berat Badan Ayam Buras Betina Hasil In Ovo Feeding L-Arginin
Selama Dua Generasi (F2) yang Diberi Pakan dengan Level Protein
yang Berbeda.

1. Panjang badan Vs Pertambahan Berat Badan Selama 9 minggu Pemeliharaan


Regression Statistics
Multiple R 0.121
R Square 0.014
Adjusted R Square -0.083
Standard Error 190.173
Observations 12

ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 5408.942 5408.942 0.149 0.707
Residual 10 361657.723 36165.772
Total 11 367066.666

Coefficients Standard t Stat P- Lower Upper Lower Upper


Error value 95% 95% 95.0% 95.0%
Intercept 425.7512 130.805 3.255 0.009 134.299 717.204 134.299 717.204
X 15.136967 39.141 0.387 0.707 -72.075 102.348 -72.075 102.348

1000
y = 15.137x + 425.75
800 R² = 0.0147
Berat Badan

600
400
200
0
0 2 4 6

Panjang Badan

44
2. Panjang Sayap Vs Berat Badan Selama 9 Minggu Pemeliharaan
Regression Statistics
Multiple R 0.273
R Square 0.075
Adjusted R Square -0.018
Standard Error 184.302
Observations 12

ANOVA
df
SS MS F Significance F
Regression 1 27394.49 27394.49 0.806 0.390
Residual 10 339672.2 33967.22
Total 11 367066.7
Standard P- Lower Upper Lower Upper
Coefficients Error t Stat value 95% 95% 95.0% 95.0%
Intercept 383.367 111.795 3.429 0.006 134.273 632.461 134.273 632.461
X 43.425 48.356 0.898 0.390 -64.317 151.169 -64.317 151.169

1000 y = 43.426x + 383.37


R² = 0.0746
800
Berat badan

600
400
200
0
0 2 4 6
Panjang Sayap

3. Lingkar Dada Vs Berat Badan Selama 9 Minggu Pemeliharaan


Regression Statistics
Multiple R 0.823
R Square 0.678
Adjusted R Square 0.646
Standard Error 108.702
Observations 12

ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 248906.4 248906.4 21.065 0.001
Residual 10 118160.3 11816.03
Total 11 367066.7

45
Coefficients Standard t StatP- Lower Upper Lower Upper
Error value 95% 95% 95.0% 95.0%
Intercept 64.775 94.043 0.689 0.507 -144.767 274.316 -144.767 274.316
X 133.773 29.146 4.590 0.001 68.830 198.715 68.830 198.715

1000 y = 133.77x + 64.775


800 R² = 0.6781

Berat Badan
600
400
200
0
0 2 4 6
Lingkar Dada

4. Panjang Tibia Vs Berat Badan Selama 9 Minggu Pemeliharaan


Regression Statistics
Multiple R 0.713
R Square 0.508
Adjusted R Square 0.459
Standard Error 134.356
Observations 12

ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 186550.6 186550.6 10.334 0.009
Residual 10 180516.1 18051.61
Total 11 367066.7

Coefficients Standard t Stat P- Lower Upper Lower Upper


Error value 95% 95% 95.0% 95.0%
Intercept -151.026 197.547 -0.765 0.462 -591.188 289.135 -591.188 289.135
X 308.773 96.050 3.215 0.009 94.760 522.787 94.760 522.787

1000 y = 308.77x - 151.03


800 R² = 0.5082
Berat Badan

600
400
200
0
0 1 2 3
Panjang Tibia

46
5. Panjang Metatarsus Vs Berat Badan Selama 9 Minggu Pemeliharaan
Regression Statistics
Multiple R 0.645
R Square 0.416
Adjusted R Square 0.358
Standard Error 146.352
Observations 12

ANOVA
Df SS MS F Significance F
Regression 1 152878.8 152878.8 7.138 0.023
Residual 10 214187.9 21418.79
Total 11 367066.7

Coefficients Standard t Stat P- Lower Upper Lower Upper


Error value 95% 95% 95.0% 95.0%
Intercept 261.440 89.313 2.927 0.015 62.438 460.441 62.438 460.441
X 293.340 109.798 2.672 0.023 48.694 537.985 48.694 537.985

1000 y = 293.34x + 261.44


800 R² = 0.4165
Berat Badan

600
400
200
0
0 0.5 1 1.5
Panjang Metatarsus

6. Diamater Metatarsus Vs Berat Badan Selama 9 Minggu Pemeliharaan


Regression Statistics
Multiple R 0.498
R Square 0.248
Adjusted R Square 0.172
Standard Error 166.180
Observations 12

ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 90909.15 90909.15 3.292 0.100
Residual 10 276157.5 27615.75
Total 11 367066.7

47
Coefficients Standard t StatP- Lower Upper Lower Upper
Error value 95% 95% 95.0% 95.0%
Intercept 289.703 111.173 2.606 0.026 41.993 537.412 41.993 537.412
X 436.713 240.697 1.814 0.100 -99.594 973.020 -99.594 973.020

1000 y = 436.71x + 289.7


R² = 0.2477
800
Berat Badan 600
400
200
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8
Diamater Metatarsus

7. Tinggi Badan Vs Berat Badan Selam 9 Minggu Pemeliharaan


Regression Statistics
Multiple R 0.545
R Square 0.297
Adjusted R Square 0.227
Standard Error 160.635
Observations 12

ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 109029.6 109029.6 4.2253 0.0669
Residual 10 258037.1 25803.71
Total 11 367066.7

Coefficients Standard t Stat P- Lower Upper Lower Upper


Error value 95% 95% 95.0% 95.0%
Intercept 238.907 122.361 1.952 0.079 -33.731 511.544 -33.731 511.544
X 61.253 29.798 2.056 0.067 -5.142 127.648 -5.142 127.648

1000 y = 61.253x + 238.91


800 R² = 0.297
Berat Badan

600
400
200
0
0 2 4 6 8
Tinggi Badan

48
8. Panjang Paruh Vs Berat Badan Selama 9 Minggu Pemeliharaan
Regression Statistics
Multiple R 0.465
R Square 0.216
Adjusted R Square 0.138
Standard Error 169.565
Observations 12

ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 79543.81 79543.81 2.766521 0.127232
Residual 10 287522.9 28752.29
Total 11 367066.7

Coefficients Standard t Stat P- Lower Upper Lower Upper


Error value 95% 95% 95.0% 95.0%
Intercept 237.714 148.931 1.596 0.142 -94.124 569.552 -94.124 569.552
X 1651.429 992.871 1.663 0.127 -560.826 3863.683 -560.826 3863.683

1000 y = 1651.4x + 237.71


800 R² = 0.2167
Berat Badan

600
400
200
0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
Panjang Paruh

49
Lampiran 6. Dokumentasi Kegiatan

Pengambilan ayam di CV. Bittara Wanua Proses persiapan kandang

Identifikasi Morfologi Proses penimbangan pakan

Proses penimbangan berat badan Pengukuran dimensi tubuh

Proses pemeliharaan selama 9 minggu

Proses pencampuran pakan


50
RIWAYAT HIDUP

Toban Rante Linggi, lahir di Tana Toraja pada tanggal 22


November 1996, sebagai anak ketiga dari 3 bersaudara dari
pasangan bapak Bangre Rante Linggi dan ibu Mariana Toding.
Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah SD
285 Inpres Mada dan lulus SD tahun 2008. Kemudian
melanjutkan pendidikan di SMPN. 3 Sanggalangi dan lulus
pada tahun 2011. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SMAN. 1
Rantepao dan lulus pada tahun 2014. Pada tahun yang sama pula, penulis
melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri dan lulus melalui Seleksi
Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) di Fakultas Peternakan
Program Studi Ilmu Peternakan Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif sebagai asisten laboratorium mikrobilogi
hewan, ilmu kesehatan ternak dan ilmu reproduksi ternak. Penulis juga aktif
sebagai pengurus di Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak
(HIMAPROTEK_UH).

51

Anda mungkin juga menyukai