SKRIPSI
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
i
PENGARUH PEMBERIAN LEVEL PROTEIN PAKAN YANG BERBEDA
TERHADAP PERFORMA AYAM BURAS BETINA HASIL IN OVO
FEEDING L-ARGININ SELAMA DUA GENERASI (F2)
SKRIPSI
Oleh:
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii
iii
iv
ABSTRAK
Toban Rante Linggi I111 14 302. Pengaruh Pemberian Level Protein Pakan
yang Berbeda Terhadap Performa Ayam Buras Betina Hasil In Ovo Feeding
L-Arginin Selama Dua Generasi (F2). Pembimbing: Wempie Pakiding dan
Syahdar Baba.
Kata Kunci: ayam buras betina, in ovo L-arginin, level protein, performa dan
dimensi tubuh
v
ABSTRACT
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur senantiasa penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa karena atas Kehendak, Berkat dan RahmatNya sehingga penulis dapat
Pakan yang Berbeda Terhadap Performa Ayam Buras Betina Hasil In Ovo
Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2)”. Sebagai salah satu syarat dalam
Limpahan rasa hormat, kasih sayang, cinta dan terima kasih yang tulus
kepada kedua orang tua saya Ayahanda Bangre Rante Linggi dan Ibunda Mariana
langkah dalam hidup penulis dengan doa yang tulus tanpa henti serta dukungan
moril maupun materil yang tak terbalas dengan apapun. Penulis juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua kakak kandung tercinta Bartho
Rante Linggi dan Daniel Rante Linggi serta saudara angkat Dambau, Seli, Melda,
Melsi, Ussi, Desi dan Wingki yang selama ini banyak memberikan doa, semangat,
kasih sayang, saran dan dorongan kepada penulis. Tak lupa pula Keluarga Besar
penulisan skripsi ini, namun berkat ketabahan, kesabaran dan dukungan dari
berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat kami selesaikan, oleh karena itu dengan
vii
Bapak Dr. Ir. Wempie Pakiding, M.Sc selaku pembimbing utama yang telah
memberikan nasehat, arahan, petunjuk dan bimbingan serta dengan sabar dan
Bapak Dr. Syahdar Baba, S.Pt., M.Si selaku pembimbing anggota yang penuh
bimbingan, nasehat, arahan, serta koreksi dari awal hingga selesainya skripsi
ini.
Dagong, S.Pt., M.Si dan Bapak Prof. Dr. Ir. Syamsuddin Garantjang, M.Sc
selaku pembahas mulai dari seminar proposal hingga seminar hasil penelitian,
Bapak Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira Rahardja, M.Sc selaku penasehat akademik
dan pembimbing seminar pustaka yang terus memberikan arahan, nasihat dan
Bapak Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M.Sc selaku pembimbing utama dan Bapak
Dr. Ir. Wempie Pakiding, M.Sc selaku pembimbing lapangan Praktek Kerja
Lapangan.
Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu, M.A, selaku Rektor Universitas
Hasanuddin.
Bapak Prof. Dr. Ir. Sudirman Baco, M.Sc, selaku Dekan Fakultas Peternakan
viii
Bapak/Ibu Dosen Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang
yang selama ini telah banyak membantu dan melayani penulis selama
motivasi, inspirasi, nasehat dan arahan kepada penulis selama menjalani studi
di Fakultas Peternakan.
Bapak Daryatmo, S.Pt., MP, kak Muhammad Azhar S.Pt., M.Si, kak Saifullah
S.Pt, kak Sul, kak Ridho, kak Arisman, kak Ikram, kak Makmur, kak Nia,
Supriadi, Gusti, Fajri, Agus, yazid, Madi dan Irsyad yang telah banyak
Universitas Hasanuddin.
Rekan angkatan 2014 (ANT 014) khususnya Bunga, Sita, Yayu, Erni, Esy,
Evy, Ulfa, Ayie, Novi, Sari, Niar, Riska dan Marwah. Kakak-kakak angkatan
2012 (FLOCK MENTALITY 012) dan angkatan 2013 (LARFA 013) serta
adek-adek angkatan 2015 (RANTAI 015) dan angkatan 2016 (BOSS 016).
Grup “Bureng” Ruhul, Mimi dan Elisa, Grup “Penghuni Perpus Nutrisi” Alfi,
Pite, Age, Danes, Lely, Fitri, Ismah dan Meygi, Grup “c.S,Pt Produksi” Elis,
Qayyum, Arfan, Arung, Devi, Faisal, Ichsan, Kia, Taal, Syair, Icha, Rajab,
Samsyul dan Yuli. Terimakasih atas perhatian dan curahan waktunya selama
ix
Teman-teman asisten “Laboratorium Mikrobiologi Hewan”, “Laboratorium
khususnya Fira, Biba, Sahnur, Fikar, Akbar, Tami, Eda, kak Widy, Nurul, kak
Eko, kak Sabri, Alya dan Wiwin yang telah banyak menginspirasi dan
Dengan sangat rendah hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik serta saran pembaca sangat
skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca terutama bagi saya sendiri.
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ................................................................................................ v
ABSTRACT ............................................................................................... vi
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
xi
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 39
Kesimpulan ....................................................................................... 39
Saran ................................................................................................ 39
LAMPIRAN .............................................................................................. 49
RIWAYAT HIDUP
xii
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
PENDAHULUAN
Ayam buras atau ayam kampung merupakan ayam asli Indonesia yang
banyak dikembangkan oleh masyarakat pedesaan. Jenis ayam ini sering dipelihara
warga secara tradisional dengan populasi yang sangat rendah. Ayam kampung
gizi dan pendapatan masyarakat. Menurut Subekti dan Arlina (2011) salah satu
ayam buras masih dilakukan secara tradisional atau diumbar yang menyebabkan
pertumbuhan yang relatif lambat pada ayam buras dapat berpengaruh terhadap
dan perbaikan pakan, namun ketiga perlakuan ini belum optimal untuk
al., 2011), selain itu dalam pemberian pakan belum diperhitungkan kebutuhan zat-
meningkatkan produktivitas ayam buras adalah injeksi asam amino (in ovo
1
peningkatan aktivitas metabolisme dan ketersediaan nutrisi dalam telur selama
perkembangan jaringan usus halus ayam buras setelah penetasan (Asmawati et al.,
2014). Injeksi nutrisi ke dalam telur pada periode inkubasi dapat mengunakan
asam amino seperti Arginin. Arginin merupakan salah satu substansi protein yang
berfungsi sebagai sumber energi dan proliferasi sel (Keralapurath et al., 2010).
Pertambahan jumlah sel karena adanya injeksi asam amino pada telur tetas
diduga memicu pertambahan bobot badan yang berkolerasi positif dengan dimensi
tubuh ayam buras. Karakter kuantitatif (bobot badan dan ukuran tubuh) erat
bobot badan, lingkar dada, lebar dada dan panjang shank. Selanjutnya
dikemukakan juga bahwa bobot badan mempunyai hubungan yang nyata dengan
serta sistem pemeliharaan yang sudah diubah dari cara tradisional kebentuk
produktivitas (Sartika et al., 2002; Sartika et al., 2004; Zakaria, 2004; Azhar,
yang diperoleh belum maksimal. Hal ini disebabkan belum adanya standar
kebutuhan pakan yang efisien untuk ayam buras. Pada umumnya dalam
yang proteinnya cenderung lebih tinggi (Sariati et al., 2016). Pemberian level
2
protein yang tinggi pada ayam buras hanya akan terbuang percuma karena
ini akan memperbesar biaya usaha oleh karena kebutuhan nutrisi ayam buras lebih
menyebabkan pertumbuh tulang yang baik, karena protein sangat berperan dalam
meningkatkan stabilitas deposisi mineral dalam tulang (Jull, 1977; Widodo et al.,
2012).
Ayam buras yang digunakan dalam penelitian ini merupakan ayam buras
hasil in ovo feeding asam amino L-arginin selama dua generasi (F2) yang
diharapkan dengan penggunaan teknik in ovo akan terjadi proliferasi sel dari
perbaikan pakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemberian protein pakan yang
performa ayam buras betina hasil in ovo feeding L-arginin selama dua generasi
(F2).
3
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam buras atau yang lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung atau
ayam lokal merupakan ayam khas Indonesia dengan penyebaran populasi hampir
diseluruh pelosok negeri dan sering dijumpai di daerah pedesaan. Suprijatna et al.
(2005) menyatakan bahwa ayam peliharaan yang ada sekarang ini (Gallus gallus)
merupakan keturunan dari ayam hutan yang dipelihara sejak 5.000 tahun silam.
Karena melalui penjinakan yang berlangsung lama banyak jenis ayam yang telah
dengan beternak ayam buras yaitu tidak memerlukan teknologi tinggi tetapi cukup
dengan pemeliharaan intensif, daya tahan terhadap penyakit lebih kuat dibanding
dengan ayam ras serta daging yang lebih padat (Cahyono, 2005), selain itu ayam
buras memiliki peranan yang cukup besar sebagai penghasil telur dan daging
(Rajab, 2013)
lingkungan pemeliharaan yang buruk dan kualitas ayam buras yang dipelihara
secara genetis masih rendah (Sariati et al., 2016). Produksi telur ayam buras
4
masih sangat rendah dibandingkan dengan ayam ras, pada pemeliharaan dengan
pejantan tidak lebih dari 1,9 kg dan betina ± 1,2 - 1,5 kg (Tarwiyah, 2001).
masih bersifat tradisional, jumlah pakan yang diberikan tidak mencukupi dan
pemberian pakan yang belum mengacu kepada kaidah ilmu nutrisi yaitu belum
Mahardika et al. (2013). Untuk itu upaya dalam meningkatkan populasi, produksi,
dalam pengembangan ayam buras adalah penyediaan bibit. Bibit yang bagus dapat
diperoleh dari seleksi indukan dan juga seleksi telur yang akan diinkubasi.
Menurut Nugroho (2003) bobot telur merupakan salah satu ukuran yang sering
digunakan untuk memilih telur tetas karena dapat berpengaruh terhadap fertilitas,
daya tetas, dan bobot tetas yang nantinya akan menentukan kualitas
pertumbuhan.
dan diferensiasi otot (Liu et al., 2011). Kebutuhan nutrisi embrio ayam telah
tersedia pada saat proses pembentukan telur yang berfungsi untuk pertumbuhan
dan perkembangan embrio secara normal (Azhar, 2015), namun dalam tahap
perkembangannya, protein dan energi yang diperoleh dari kuning telur dan
5
albumen hanya tersedia sampai hari ke-14 inkubasi (Vieira, 2007; Moosanezhad
et al., 2011), oleh karena itu dibutuhkan metode yang bisa memperbaiki status
gizi, baik pada masa embrional maupun setelah menetas, dan hal ini dapat
ternak yang salah satunya yaitu hiperplasia berganda dengan tujuan peningkatan
jumlah sel. Perubahan jumlah sel hanya terbentuk pada masa perkembangan
modifikasi jumlah sel hanya dapat dilakukan pada periode inkubasi. Jumlah sel
sel (Azhar, 2015). Lama proses penetasan pada ayam tergantung pada proses
dalam telur. IOF bisa berfungsi sebagai salah satu cara untuk mengatasi kendala
pertumbuhan awal selama masa embrio dan perkembangan setelah menetas (Foye
et al., 2006). Konsentrasi, pH, dan osmolaritas larutan yang digunakan untuk
injeksi in ovo feeding harus sesuai dengan lingkungan embrio (Azhar, 2015).
Salah satu larutan dengan pH dan osmolaritas yang baik yaitu saline 0,9%, larutan
saline dapat digunakan untuk mengencerkan asam amino seperti L-glutamin, lisin,
glisin, serta prolin yang dapat diinjeksikan pada albumin (Shafey et al., 2014).
6
In ovo feeding dapat mempengaruhi kinerja pertumbuhan dengan cara
penyerapan nutrisi usus terutama pada jejunum, aktivitas enzim usus, serta
membantu proses penetasan (Foye et al., 2007). Teknik IOF dapat menggunakan
asam amino karena zat ini dapat memacu terjadinya hiperplasia dan hipertropi
pada embrio (Asmawati et al., 2014). Selain itu in ovo feeding bertujuan untuk
menambah nutrisi agar proses pipping yang sempurna dapat dicapai. Oleh karena
itu, metode ini berfungsi untuk mengatasi kendala pada pertumbuhan awal
selama periode inkubasi dan pertumbuhan setelah menetas pada unggas (Uni dan
Ferket, 2003).
(2012) melakukan injeksi L-Arg pada 0 hari inkubasi dengan target kantung
udara. Pawlak et al. (2013) melakukan injeksi asam amino dengan target kantung
udara pada hari ke-4 inkubasi. Salmanzadeh et al. (2011) melakukan injeksi
dengan target albumin pada hari ke-8 inkubasi. El-Azeem et al. (2014) melakukan
injeksi dengan target amnion pada hari ke-14 inkubasi dan Dong et al. (2013)
melakukan injeksi dengan target amnion pada hari ke-15 inkubasi. Injeksi pada
akhir inkubasi dengan target amnion paling sering digunakan karena diyakini
Arginin (Agr) merupakan salah satu asam amino yang berperan penting
untuk pertumbuhan dan keseimbangan nitrogen pada hewan yang sedang tumbuh.
namun itu berbeda dengan ayam yang tidak bisa mensintesis arginin. Oleh karena
7
itu, ayam sangat membutuhkan asam amino dalam memenuhi kebutuhannya
untuk sintesis protein dan fungsi lainnya (Al-Daraji dan Salih, 2012). Dilaporkan
oleh Fu-min et al. (2014) bahwa level arginin dalam telur sebanyak 0,77g/100g.
tubuh. Asam amino ini juga berperan dalam kegiatan metabolisme yang
agmatine, glutamate, polyamines, ornithine and citrulline (Wu dan Morris, 1998).
Arginin terlibat dalam sejumlah fungsi metabolik lainnya di dalam tubuh, seperti
sebagai asam glikogenat), dan kemampuan untuk menghasilkan energi (Tong dan
Barbul, 2004).
meningkatkan daya tetas dan peningkatan performa. Azhar et al. (2016) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa injeksi yang dilakukan pada hari ke-10 inkubasi
dengan injeksi ke dalam albumen menunjukkan bahwa in ovo feeding Arg dapat
meningkatkan bobot dan lingkar dada embrio, tapi tidak berpengaruh terhadap
panjang embrio. In ovo feeding Arg menghasilkan pertambahan bobot badan yang
lebih tinggi dan konversi pakan yang lebih rendah, serta konsumsi pakan yang
puyuh. Selain itu, penyuntikan asam amino pada hari ke-7 inkubasi dengan target
8
kuning telur menghasilkan peningkatan konsentrasi asam amino, kematian embrio
secara prematur dapat dikurangi dan daya tetas meningkat pada ayam ras (Roto et
al., 2016).
arginin secara in ovo feeding sebanyak 1,0g/100ml larutan NaCl fisiologis dan
pencernaan (esophagus, duodenum, caeca dan usus besar), berat organ saluran
pencernaan (ileum dan usus besar) serta histologis usus halus (tinggi villi
duodenum, kedalaman kripta duodenum, dan tinggi villi ileum). Sedangkan Azhar
Protein merupakan salah satu nutrisi yang sangat penting bagi tubuh
Protein yang tidak dihasilkan dalam tubuh ternak bisa diberikan melalui pakan.
Protein yang dikonsumsi akan disintesis menjadi asam amino dan digunakan
untuk pembentukan otot sehingga bobot badan akan bertambah (Varianti et al.,
2017).
pemeliharaan ayam karena ransum mempunyai biaya produksi yang paling tinggi.
Semakin lama pemeliharaan yang dilakukan maka semakin tinggi biaya ransum
yang dikeluarkan, semakin tua umur ayam maka peningkatan bobot badan akan
Pemberian pakan pada ternak ayam yang perlu diperhatikan adalah jumlah
9
konsumsi dan kadar protein dalam ransum (Cahyono, 2005). Ayam kampung
pertumbuhan bulu, dan unsur pembentukan sebutir telur (Suryana et al., 2014).
dan akhirnya perlahan lagi atau berhenti. Pertumbuhan tubuh dapat dinyatakan
diketahui dengan cara menimbang secara berulang dalam jangka waktu tertentu
(Anggorodi, 1990).
Meskipun selama masa embrional performa ayam bagus, namun saat masa
saja dapat mempengaruhi performa akhir (Ariesta et al., 2015). Ayam buras
kebutuhan energi. Pemberian ransum dengan level energi dan protein yang terlalu
tinggi hanya akan terbuang percuma karena kemampuan genetik ayam untuk
energi dalam ransum rendah ayam makan lebih banyak, sebaliknya jika energi
dalam ransum berlebih maka konsumsi ransum lebih sedikit (Rusdiansyah, 2014).
Selain itu, jika asupan energi dan protein berlebihan, ternak akan mengeluarkan
10
Kebutuhan gizi untuk ayam buras paling tinggi terjadi pada minggu awal
energi, protein, mineral, dan vitamin dengan jumlah yang seimbang. Namun,
Sampai saat ini standar gizi ransum ayam kampung yang dipakai di Indonesia
kebutuhan energi termetabolis ayam tipe ringan umur 2-8 minggu antara 2600-
3100 kkal/kg dan protein 18%-24%, sedangkan menurut NRC (1994) kebutuhan
energi termetabolis yaitu 2900 kkal/kg dan protein sebanyak 18%. Standar
tersebut sebenarnya adalah untuk ayam ras, sedangkan standar kebutuhan energi
dan protein untuk ayam buras yang dipelihara di daerah tropis belum ditetapkan
beda. Pada saat ayam masih berumur muda maka kebutuhan akan kandungan
protein dalam pakan sangat dibutuhkan. Sinurat, (1991) dan Ketaren (2010)
menyatakan bahwa kebutuhan protein ayam pada umur 0-12 minggu sebanyak 15-
17%, turun menjadi 14% pada umur 12-22 minggu dan umur >22 minggu. Selain
itu Nawawi dan Nurrohmah (2011) menyatakan bahwa ayam kampung fase
starter (0-4 minggu) membutuhkan protein sekitar 19-20% dengan energi 2850
kkal/kg, fase grower I memerlukan protein sekitar 18-19% dengan energi 2.900
kkal/kg, dan pada fase grower II memerlukan protein sebesar 16-18% dan energi
kkal/kg dan protein 17% memberikan performa yang lebih baik daripada
pemberian energi 2400 kkal/kg dan protein 14% pada ayam buras fase layer.
11
Sulkifli (2017) dalam penelitiannya melaporkan bahwa performa ayam
betina hasil in ovo feeding yang diberikan pakan komersil dengan kadar protein
Pada fase pertumbuhan ayam memerlukan protein dan energi yang tinggi
sesuai dengan kebutuhannya karena protein dan energi merupakan nutrisi pakan
yang sangat berperan dalam pertumbuhan. Pertumbuhan ayam buras yang relatif
rendah dan hanya mencapai bobot hidup 0,5 kg/ekor pada umur 7 minggu
(Iskandar, 2012 dan Kusnadi et al., 2014). Ransum tunggal dengan kadar protein
170 g/kg memberikan bobot hidup ayam lokal jantan dan betina umur 12 minggu
rata-rata 1,1 kg/ekor, dengan konsumsi ransum 3,25 kg (Iskandar et al., 1998).
Selain itu Mulyono (2004) menyatakan bahwa pada fase grower pakan tidak perlu
sebaik dengan pakan starter karena nutrisi dari pakan tidak terlalu digunakan
kombinasi antara faktor genetik dan lingkungan. Performa awal merupakan kunci
performa dari setiap ternak umumnya terletak pada konsumsi pakan, pertambahan
bobot badan, konversi pakan, bobot dewasa kelamin, umur dewasa kelamin, berat
telur pertama dan ukuran tubuh (Rambe, 2014). Kecepatan pertumbuhan bobot
badan serta ukuran badan bukan hanya ditentukan oleh sifat keturunan tetapi
12
Konversi ransum adalah perbandingan jumlah konsumsi ransum dengan
pertumbuhan bobot badan yang dicapai pada minggu itu, bila rasio konversi kecil
berarti ayam makan dengan efisien. Hal ini dipengaruhi oleh ukuran tubuh,
bangsa ayam, tahap produksi, kadar energi dalam ransum dan temperatur
lingkungan (Rasyaf, 2003). Semakin kecil nilai konversi ransum maka semakin
Asmawati (2013). Hal ini menandakan bahwa ayam buras semakin lama
(2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa konversi pakan ayam buras (FCR)
pada periode grower selama 12 minggu berkisar 4,1-6,8. Selain itu performa ayam
buras hasil injeksi asam amino glutamin pada ayam buras jantan dan betina hasil
menunjukkan perbedaan antara ayam yang mendapat perlakuan in ovo dan tanpa
hal konversi pakan (FCR) dan berat badan akhir ayam buras pada umur 8 minggu,
keragaman bobot badan pada ayam lokal jantan dan betina umur delapan minggu
melaporkan bahwa bobot badan akhir ayam kampung umur 10 minggu berkisar
13
635,50-706,18 g/ekor. Ditambahkan oleh Sugama dan Sayusa (2014) dalam
penelitiannya bahwa pertumbuhan ayam buras Bali F3 yang cepat terjadi mulai
7,131 g/ekor/hari, dengan bobot potong 1 kg/ekor dicapai setelah umur 20 minggu
pakan dengan protein dan energi yang lebih tinggi pertumbuhannya lebih baik
dari ayam yang mendapat ransum dengan protein dan energi yang lebih rendah.
Ayam yang dipelihara selama 0-10 minggu dengan pemberian ransum protein
16%, 18% dan 20% konsumsi ransumnya (g/ekor/hari) yaitu 19,12, 21,43 dan
21,45, pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) 0,40, 0,49 dan 0,53 dengan FCR
(feed convertion ratio) 2,66, 2,45 dan 2,27. Selain itu Triswi et al. (2004) dalam
penelitiannya melaporkan bahwa penurunan level protein pakan dari 18% menjadi
16% dengan koreksi asam amino lisin, metionin, dan treonin dapat
dan betina konsumsi pakannya 2545 dan 2335 g/ekor, pertambahan berat
badannya 769 dan 722 g/ekor, dan konversi pakannya 3,32 dan 3,24.
perbedaan ukuran tubuh dalam populasi ternak. Perbedaan ukuran tubuh pada saat
dewasa kelamin dapat memberikan penampakan yang berbeda pada setiap ternak.
Bagian-bagian tubuh luar yang akan diukur adalah dari kepala hingga bagian
14
tarsometatarsus dan juga kaki ayam kampung (Rangkuti et al., 2014). Selain itu
Tarigan et al. (2015) menyatakan bahwa bobot badan dan ukuran tubuh dapat
Setelah unggas dewasa sangat sedikit perubahan yang terjadi pada tulang
sehingga pengukuran tulang dapat memberikan hasil yang lebih akurat untuk
mengetahui ukuran tubuh, karena itu ukuran tubuh dapat digunakan untuk
yang berhubungan dengan produktivitas unggas yaitu bobot badan, lingkar dada,
lebar dada dan panjang shank. Bobot badan mempunyai hubungan yang nyata
meliputi sifat kualitatif seperti warna bulu, bentuk jengger dan warna kulit
tarsometatarsus, panjang tibia, panjang femur, tinggi jengger, jarak tulang pubis,
bobot badan dan lain-lain (Nishida et al., 1982; Subekri dan Arlina, 2011).
minggu panjang shank mempunyai nilai korelasi yang paling tinggi dengan bobot
badan dibandingkan dengan peubah lainnya dan dapat digunakan untuk menduga
bobot badan. Panjang shank, panjang paruh, lebar dada, panjang punggung dan
lingkar dada merupakan penduga bobot badan, dengan panjang shank sebagai
penduga bobot badan terbaik. Selain itu Suprijatna et al. (2005) menyatakan
15
bahwa pertumbuhan kerangka berjalan cepat dan mencapai ukuran maksimal
ayam mencapai panjang maksimal pada umur 16-20 minggu, tetapi ukuran tubuh
ukuran tubuh ayam kampung lokal pada pemeliharaan tradisonal dengan lama
pemeliharaan 2 bulan (umur 8 minggu) yang diukur dalam satuan mm pada ayam
jantan dan betina didapatkan hasil kisaran pengukuran yaitu lingkar dada 85,43-
dan 46,10-54,58, dan Dedy (2013) melaporkan bahwa panjang paruh ayam buras
16
METODE PENELITIAN
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu tempat pakan (hanging tube
feeder), tempat air minum (hanging tube drinker), timbangan, bag pack sprayer,
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam buras betina umur
Rancangan Penelitian
Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan pakan yang berbeda dan setiap perlakuan
terdiri atas 4 ekor ayam buras betina sebagai ulangan. Adapun perlakuan yang
17
Prosedur Penelitian
Selatan. Ayam tersebut merupakan hasil in ovo L-arginin selama dua generasi
(F2). Telur diinjeksi dengan L-Arginin 0,7g/ml yang dilarutkan dalam 100ml
dilakukan pada hari ke-7 inkubasi. Selain injeksi secara in ovo, ayam tersebut
Adapun asal usul ayam tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:
F1
Dilakukan seleksi dan injeksi
L-arginin ke-2 pada telur,
0,5ml/injeksi dari campuran
0,7g/ml L-arginin dan 100 ml
NaCL
F2
18
2. Persiapan kandang
dirangkai dengan kawat yang berukuran panjang, lebar dan tinggi masing-
pakan dan tempat minum pada setiap pen. Pada saat ayam datang, ayam
dan disesuaikan dengan perlakuan pakan yang diberikan. Setiap ekor ayam
3. Perlakuan pakan
berbeda yaitu 16%, 18%, dan 20%. Bahan pakan yang digunakan terdiri atas
jagung, konsentrat dan dedak. Pakan disusun dengan metode trial and error
relatif sama yaitu berkisar 3000 kkal/kg pakan. Susunan bahan pakan dan
kandungan nutrisi pakan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada
Tabel 1. Susunan Bahan dan Kandungan Nutrisi Pakan Ayam Kampung yang
Digunakan.
Perlakuan
Peubah
P1 P2 P3
Bahan Pakan
Jagung 55,75 48 40
Konsentrat 24,25 32 40
Dedak 20 20 20
Kandungan Nutrisi
Protein (%) 16,0 18,0 20,0
EM(kkal/kg) 3011,0 3007,6 3004,0
19
4. Manajemen pemeliharaan
dilengkapai dengan tempat makan dan tempat minum, serta dalam kandang
dilengkapi lampu sebagai penerang pada malam hari. Pakan dan air minum
digunakan adalah air sumur dan dilakukan pergantian setiap pagi hari.
mutlak dihitung dengan cara berat badan akhir dikurangi dengan berat
–
PBB mutlak :
Keterangan:
20
BB (t-1) = Bobot badan sebelumnya (g/ekor)
akhir dikurangi dengan berat badan awal kemudian dibagi dengan berat
badan awal lalu dikali 100% dan dapat dilihat pada rumus berikut:
PBB relatif =
Keterangan:
2. Konsumsi pakan
pakan yang tersisa dalam tempat pakan pada minggu tersebut. Dalam
pakan mingguan dikurangi jumlah pakan sisa pada minggu tersebut dibagi
(Sulkifli, 2017).
membagi konsumsi pakan dengan berat badan akhir dan dapat dihitung
Konversi pakan=
21
4. Pengukuran Dimensi tubuh
terhadap 12 ekor ayam betina dimana ada 4 ekor pada setiap perlakuan.
berikut ini:
PP
PS
PB
TB
LB
PT
PMT
DMT
22
2. Panjang sayap (PS), dilakukan dengan merentangkan bagian sayap,
kemudian diukur dari pangkal sayap atau bagian yang menutupi tulang
3. Lingkar dada (LD), diukur dengan cara melingkarkan pita ukur pada
bagian dada/scapula.
5. Panjang tibia (PT), diukur menggunakan pita ukur atau penggaris yang
6. Panjang metatarsus (PMT), diukur dari ujung tulang tibia hingga pangkal
8. Tinggi Badan (TB) diukur menggunakan penggaris mulai dari ujung kaki
Analisa Data
dan konversi pakan (FCR) diolah secara desktiptif. Adapun model analisis ragam
Yij = µ + ᴛi + ɛij
i = 1, 2, 3 (jumlah perlakuan)
j = 1, 2, 3, 4 (jumlah ulangan)
23
Keterangan :
µ = Rata-rata pengamatan
ɛij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
Y = a + bX
∑ ∑ ∑
∑ – ∑
∑ ∑ ∑
√ ∑ – ∑ ∑ – ∑
Keterangan:
a = Konstanta
b = Koefisien Regresi
r = Koefisien Korelasi
n = Jumlah Sampel
24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertambahan berat badan (Pbb) mutlak dan relatif ayam buras betina hasil
In ovo feeding L-arginin selama dua generasi (F2) yang diberi pakan dengan level
80.00 80.00
60.00 60.00
56.81 57.01
52.11 53.33
40.00 47.46 47.08 40.00
20.00 20.00
0.00 0.00
16 18 20
Level Protein Pakan (%)
Gambar 3. Pertambahan Berat Badan Mutlak dan Berat Badan Relatif Ayam Buras
Betina Hasil In Ovo Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2) yang
Diberi Pakan dengan Level Protein yang Berbeda.
Keterangan: Vertikal Bar Mengindikasi Standar Deviasi.
berat badan mutlak ayam buras betina. Hal ini disebabkan karena ransum yang
diberikan mempunyai kualitas yang tidak berbeda jauh, yakni 16%, 18% dan
20%, dengan energi metabolisme 3011,0 kkal/kg, 3007,6 kkal/kg dan 3004,0
kkal/kg. Dari Gambar 3 diatas didapatkan hasil bahwa pemberian ransum dengan
protein 16% pertambahan berat badan mutlaknya lebih tinggi dibanding dengan
25
pemberian protein 18% dan 20%. Hal ini kemungkin diindikasi karena ransum
dengan protein 16% energinya lebih tinggi dibanding dengan perlakuan yang lain.
dan memperbaiki konsumsi ransum, akan tetapi kenaikan ini harus diikuti dengan
Konsumsi Pakan
arginin selama dua generasi (F2) yang diberi pakan dengan level protein yang
140.00
120.00
Konsumsi pakan (g/e/hari)
60.00
40.00
20.00
0.00
16 18 20
Level Protein Pakan (%)
Gambar 4. Konsumsi Pakan Ayam Buras Betina Hasil In Ovo Feeding L-arginin Selama
Dua Generasi (F2) yang Diberi Pakan dengan Level Protein yang Berbeda.
Keterangan: Vertikal Bar Mengindikasi Standar Deviasi.
dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi baik untuk hidup pokok maupun produksi
reaksi sintesis dalam tubuh (Zulkifli, 2017). Ayam tidak dapat menyesuaikan
26
konsumsi energinya secara tepat, tetapi dapat mengkonsumsi energi sedikit lebih
banyak kalau energi dalam ransum meningkat. Ternak akan mengkonsumsi pakan
berprotein tinggi (Arifah et al., 2013). Pada penelitian ini pakan yang diberikan
sama pada tiap perlakuan yakni ad libitum, sehingga ayam dengan bobot badan
pakan.
Konversi pakan (FCR) ayam buras betina hasil In ovo feeding L-arginin
selama dua generasi (F2) yang diberi pakan dengan level protein yang berbeda
6.00
5.00
Konversi Pakan
4.00
4.17 3.98
3.00 3.52
2.00
1.00
0.00
16 18 20
Level Protein Pakan (%)
Gambar 5. Konversi Pakan Ayam Buras Betina Hasil In Ovo Feeding L-Arginin Selama
Dua Generasi (F2) yang Diberi Pakan dengan Level Protein yang Berbeda.
Keterangan: Vertikal Bar Mengindikasi Standar Deviasi.
pakan. Namun, jika dilihat pada perlakuan P1, ayam lebih efisien dalam
27
memanfaatkan pakan dibandingkan perlakuan lainya walaupun secara statistik
kualitas yang tidak jauh berbeda. Hal ini juga diindikasi karena ayam yang
digunakan dalam penelitian ini adalah ayam hasil in ovo feeding selama dua
penyerapan pakan lebih baik serta ayam yang digunakan memiliki umur yang
sama selain itu konversi ransum yang tidak berbeda nyata menunjukkan bahwa
berat badan ayam buras selama 9 minggu pemeliharaan pada setiap perlakuan
secara berturut-turut sebesar 511,25 g/ekor, 423,75 g/ekor dan 480 g/ekor yang
Tabel 3. Koefisien Regresi (b), Koefisien Korelasi (r), Nilai Signifikansi (P) dan
Jumlah Sampel (n) pada Korelasi antara Pertambahan Ukuran Beberapa
Dimesi Tubuh dan Pertambahan Berat Badan Ayam Buras Betina Hasil
In Ovo Feeding L-arginin.
Dimensi Tubuh b r P n
Panjang badan 15,136 0,121 0,707 12
Panjang sayap 43,425 0,273 0,390 12
Lingkar dada 133,773 0,823 0,001** 12
Panjang paruh 1651,429 0,465 0,127 12
Panjang tibia 308,773 0,713 0,009** 12
Panjang metatarsus 293,340 0,645 0,023* 12
Diameter metatarsus 436,713 0,498 0,100 12
Tinggi badan 61,253 0.545 0,066 12
Keterangan : ** Berpengaruh Sangat Nyata (P<0,01)
* Berpengaruh Nyata (P<0,05)
28
Hasil korelasi dari beberapa dimensi tubuh yang diukur memperlihatkan
hubungan yang sangat bervariasi mulai dari hubungan rendah sampai hubungan
tinggi dapat diindikasikan dengan melihat nilai koefisien korelasi (r), data pada
sangat rendah yaitu panjang tubuh dengan nilai 0,121 dan korelasi paling tinggi
yaitu lingkar dada dengan nilai 0,823. Sulaiman (2004) menyatakan bahwa ukuran
korelasi baik positif atau negatif ukuran korelasinya dapat dijelaskan dengan nilai
tingka hubungan yang rendah dan <0,20 menunjukkan tidak adanya hubungan.
29
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
disimpulkan bahwa :
1. Penggunaan level protein yang berbeda dalam pakan tidak memberi perbedaan
2. Walaupun konversi pakan tidak berbeda jauh antar perlakuan, namun konversi
pakan terbaik terjadi pada perlakuan dengan level protein pakan 16%.
3. Terdapat korelasi positif antara lingkar dada, panjang tibia dan panjang
metatarsus terhadap berat badan pada ayam buras betina hasil In ovo feeding L-
Saran
Disarankan ayam buras betina fase grower yang dipelihara diberi ransum
dengan level protein 16% dan energi metabolisme 3011 kkal/kg karena
memberikan hasil yang lebih baik dimana konversi pakannya yang lebih rendah
dari perlakuan lainnya. Sedangkan, dalam memprediksi berat badan dapat diduga
30
DAFTAR PUSTAKA
Adebambo, A.O., C.O.N. Ikeobi., M.O. Ozoje., O.O. Oduguwa, and A.A.
Olufunmilayo. 2011. Combining abilities of growth traits among pure
and crossbred meat type chickens. Arch. Zootec. 60 (232 ): 953-963.
Al-Daraji, H.J. and A.M. Salih. 2012. Effect of dietary L-arginine on productive
performance of broiler chicken. Pakistan Journal of Nutrition 11 (3):
252-257.
Al-Daraji, H.J., A.A. Al-Mashadani., W.K. Al-Hayani., A.S. Al-Hassani, and
H.A. Mirza. 2012. Effect of in ovo injection with L-arginine on
productive and physiological traits of Japanese quail. South African
Journal of Animal Science 42 (2): 139-145 .
Alimin, T., E.A.E. Ahmed, I.A.A. Azma, and Y.H. Ahmad. 2012. Effect of
dietary protein level during early brooding phase on subsequent growth
performance and morphological development of digestive system in
crossbred kampung chicken. 7th Proceedings of the Seminar in
Veterinary Sciences, Malaysia 27 Februari-2 Maret 2012, Faculty of
Veterinary Medicine, Universiti Putra Malaysia.
Ammar, M. Z., W. Tanwiriah, dan H. Indrijani. 2016. Performa awal produksi
ayam lokal Jimmy Farm Cipanas Cianjur Jawa Barat. Laporan Penelitian.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung.
Anang, A. 2007. Panen Ayam Kampung Dalam 7 Minggu. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta.
Ariesta, A. H., I G. Mahardika, dan G. A. M. K. Dewi. 2015. Pengaruh level
energi dan protein ransum terhadap penampilan ayam kampung umur 0-
10 minggu. Majalah Ilmiah Peternakan 18 (3): 89-94.
Arifah, N., Ismoyowati, dan N. Iriyanti. 2013. Tingkat pertumbuhan dan konversi
pakan pada berbagai itik lokal jantan (Anas plathyrhinchos) dan itik
manila jantan (Cairrina moschata ). Jurnal Ilmiah Peternakan 1 (2): 718-
725.
Aryanti, F., M.B. Aji, dan N. Budiono. 2013. Pengaruh pemberian air gula merah
terhadap performans ayam kampung pedaging. Jurnal Sains Veteriner 31
(2): 156-165.
Asmawati. 2013. Peningkatan Kualitas Embrio Dan Pertumbuhan Ayam Buras
Melalui In Ovo Feeding. (Thesis). Program Studi Ilmu Pertanian Program
Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Makassar.
Asmawati., H. Sonjaya., A. Natsir., W. Pakiding, and H. Fachruddin. 2014. The
effect of in ovo feeding on hatching weight and small intestinal tissue
31
development of native chicken. Asian. J. Microbiol. Biotech. and
Envirom. Sci. 17: 69-74.
Azhar, M. 2015. Performa Ayam Kampong Pra- dan Pasca-Tetas Hasil In Ovo
Feeding L-arginine. (Thesis). Fakultas Ilmu dan Teknologi Peternakan
Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.
Azhar, M., D.P. Rahardja, dan W. Pakiding. 2016. Embryo development and post-
hatch performances of kampung chicken by in ovo feeding of l-arginine.
Media Peternakan 39 (3): 168-172.
Bai’ad, M.S., 2013. Pengaruh Berat Badan Ayam Ras Petelur Fase Grower
Terhadap Produksi Telur Pada Fase Produksi. (Skripsi). Fakultas
Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Banuardi, I., W. Tanwiriah, dan H. Indrijani. 2017. Bobot badan, karkas, dan
income over feed and chick cost ayam lokal Jimmy’s farm Cipanas
Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran, Bandung.
Brahmantiyo, B., L.H. Prasetyo., A.R. Setioko, dan R.H. Mulyono. 2003.
Pendugaan jarak genetik dan faktor peubah pembeda galur itik (Alabio,
Bali, Khaki Campbell, Mojosari dan Pegagan) melalui analisis
morfometrik. JITV. 8 (1): 1-7.
Cahyono. 2005. Ayam Buras Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.
Darwati, S., C. Sumantri, dan A.T. Pratiwanggana. 2015. Performa produksi F1
antara ras pedaging × kampung dan kampung × ras pedaging pada umur
0-12 minggu. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 3
(2): 72-78.
Dong, D.Y., Y.J. Jiang., M.Q. Wang., Y.M. Wang, and X.T. Zou. 2013. Effects of
in ovo feeding of carbohydrates on hatchability, body weight, and energy
status in domestic pigeons (Columba livia). Poultry Science 92: 2118-
2123.
El-Azeem, N.A.A., M.S. Abdo., M. Madkour, and I. El-Wardany. 2014.
Physiological and histological responses of broiler chicks to in ovo
injection with folic acid or l-carnitine during embryogenesis. Global
Veterinaria 13 (4): 544-551.
Fahrudin, A., W. Tanwiriah, dan H. Indrijani. 2016. Konsumsi ransum,
pertambahan bobot badan dan konversi ransum ayam lokal di Jimmy’s
farm Cipanas Kabupaten Cianjur. Laporan Penelitian. Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung.
Fayeye, T.R., K.L. Ayorinde., V. Ojo, and O.M. Adesina. 2006. Frequency and
influence of some major genes on body weight and size parameters of
nigerian lokal chicken. Livestock Res. Rural Dev. 18: 1-8.
32
Fitria, V.D., Abun, dan R. Wiradimadja. 2016. Imbangan efisiensi protein ayam
kampung yang diberi ransum mengandung limbah udang produk
fermentasi. Laporan Penelitian. Universitas Padjadjaran, Bandung.
Forbes, J.M. and F. Shariatmadari. 1994. Diet selection by poultry. World’s
Poultry Sci.J. 50: 7-24.
Foye, O.T., Z.Uni, and P.R.Ferket. 2006. Effect of in ovo feeding egg white
protein, hydroxyl-methylbutyrate, and carbohydrates on glycogen status
and neonatal growth of turkeys. Poult. Sci. 85: 1185-1192.
Foye. O.T., P.R. Ferket, and Z. Uni. 2007. The effects of in ovo feeding arginine,
hydroxyl-methylbutyrate, and protein on jejunal digestive and absorptive
activity in embryonic and neonatal turkey poults. Poult. Sci. 86: 2343-
2349.
Fu-min, Y., X. Xiao-xia., Y. Min., Q. Kai-xia, and W. Xue-yan. 2014.
Comparison of quality and nutritional components of eggs from blue
peafowl and hen. Journal of Food and Nutrition Research 2 (4): 141-147.
Gaspersz. 1991. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan. Tarsito. Bandung.
Gunawan dan D.T .H. Sihombing. 2004. Pengaruh suhu lingkungan tinggi
terhadap kondisi fisiologis dan produktivitas ayam buras. Wartazoa 14
(1): 31-38.
Hasnelly, Z., Rinaldi, dan Suwardih. 2005. Penangkaran dan perbibitan ayam
merawang di Bangka Belitung. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi
dalam Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdayasaing. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung.
Hasnelly, Z dan R. Armayanti. 2005. Performans ayam Merawang betina dewasa
berdasarkan karakter kualitatif dan ukuan-ukuran tubuh sebagai bibit.
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi dalam Mendukung Usaha Ternak
Unggas Berdayasaing. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan
Bangka Belitung.
Ibrahim, S. 2008. Hubungan ukuran-ukuran usus halus dengan berat badan
broiler. Agripet 8 (2): 42-46.
Iskandar, S., Z. Desmayati., S. Sastrodihardio., T. Sartika., P. Setiadi, dan T.
Susanti. 1998. Respon pertumbuhan ayam kampung dan ayam silangan
pelung terhadap ransum berbeda kandungan protein. Jurnal Ilmu Ternak
dan Veteriner 3 (1): 8-14.
Iskandar, S. 2012. Optimalisasi protein dan energi ransum untuk meningkatkan
produksi daging ayam lokal. Pengembangan Inovasi Pertanian 5 (2): 96-
107.
Jull, M.A. 1977. Poultry Husbandry. 3rd Ed. Mc Graw Hill Book Company, New
York.
33
Keralapurath, M.M., R.W. Keirs., A. Corzo., L.W. Bennett., R. Pulikanti, and
E.D. Peebles. 2010. Effects of in ovo injection of L-carnitine on
subsequent broiler chick tissue nutrient profiles. Poultry Science 89
:335–341.
Ketaren, P.P. 2010. Kebutuhan gizi ternak unggas di Indonesia. Balai Penelitian
Ternak, Bogor. Wartazoa 20 (4): 172-180.
Kurnia, Y. 2011. Morfometrik Ayam Sentul, Kampung dan Kedu Pada Fase
Pertumbuhan dari Umur 1-12 Minggu. (Skripsi). Fakultas Peternakan
Institut Pertanian, Bogor.
Kusnadi, H., J.H.P. Sidadolog., Zuprizal, dan H.P. Wardono. 2014. Pengaruh
tingkat protein dengan imbangan energi yang sama terhadap
pertumbuhan ayam leher gundul dan normal sampai umur 10 minggu.
Buletin Peternakan 38 (3): 163-173.
Kusuma, H. A., A. Mukhtar, dan R. Dewanti. 2016. Pengaruh tingkat pembatasan
pemberian pakan (restricted feeding) terhadap performan ayam broiler
jantan. Sains peternakan 14 (1): 43-51.
Leeson, S. and J.D Summers. 1991. Commercial Poultry Nutrition. University
Books, Guelph, Ontario, Canada.
Liu, H. H., J. W. Wang., X. Chen., R. P. Zhang., H. Y. Yu., H. B. Jin., L. Li, and
C. C. Han. 2011. In ovo administration of rhIGF-1 to duck eggs affects
the expression of myogenic transcription factors and muscle mass during
late embryo development. J. Appl. Physiol. 111: 1789-1797.
Liu, S.K., Z.Y. Niu., Y.N. Min., Z.P.Wang., J. Zhang., Z.F. He., H.L. Li., T.T
Sun, and F.Z. Liu. 2014. Effects of dietary crude protein on the growth
performance, carcass characteristics and serum biochemical indexes of
lueyang black-boned chickens from seven to twelve weeks of age
Brazilian Journal of Poultry Science 17 (1): 103-108.
Mahardika, I.G., G.A.M.K. Dewi., I.K. Sumaidi, dan I.M. Suasta. 2013.
Kebutuhan energi dan protein untuk hidup pokok dan pertumbuhan pada
ayam kampung umur 10-20 minggu. Majalah ilmiah peternakan 16 (1):
6-11.
Mansyoer, S., S. 1981. Studi sifat-sifat ekonomis yang menurun pada ayam
Kampung. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Mariandayani, H.N., D.D Solihin., S.ri Sulandari, dan C. Sumantri. 2013.
Keragaman fenotipik dan pendugaan jarak genetik pada ayam lokal dan
ayam broiler menggunakan analisis morfologi. Jurnal Veteriner 14 (4):
475-484.
34
Mokodongan, A.R., F. Nangoy., J.R. Leke, dan Z. Poli. 2017. Penampilan
pertumbuhan ayam bangkok starter yang diberi pakan dengan level
protein berbeda. Jurnal Zootek 37 (2): 426-435.
Moosanezhad, M., A. Salahi, and S. Mashayekhi. 2011. The best time for in ovo
solution injection in old broiler breeder flock eggs. Paper Presented on
Egg Meat Symposia. Animal Science, Islamic Azad University, Kahnooj
Branch, kerman, Iran.
Mulyono, S. 2004. Beternak Ayam Buras Berorientasi Agribisnis. Penebar
Swadaya. Jakarta.
National Research Council (NRC). 1994. Nutrient Requirements of Poultry.
National Academy of Sciences, Washington DC.
Nawawi, N.T. dan Nurrohmah. 2011. Pakan Ayam Kampung. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Nishida, T., K. Nozawa., Y. Hayasi., T. Hashiguchi, and S.S. Mansjoer. 1982.
Body measurement and analis on exsternal genetic characters of
Indonesian native fowl. The Origin and Phylogeny of Indonesian Native
Livestock 3: 73-83.
Nugraha, Y.A., K. Nissa., N.Nurbaeti., F.M Amrullah, dan D.W. Harjanti. 2017.
Pertambahan bobot badan dan feed conversion rate ayam broiler yang
dipelihara menggunakan desinfektan herbal. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan
27 (2): 19-24.
Nugroho, W. 2003. Pengaruh Bobot Telur Tetas Kalkun Lokal Terhadap
Fertilitas, Daya Tetas, dan Bobot Tetas. (Skripsi). Fakultas Pertanian,
Jurusan Peternakan. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Pawlak, K., M. Dzugan., D. Wojtysiak., Marcin Lis, and J. Niedziólka. 2013.
Effect of in ovo injection of cadmium on chicken embryo heart. African
Journal of Agricultur 8 (16): 1534-1539.
Rahmawati. 2016. Histologis Saluran Pencernaan Ayam Buras Hasil In Ovo
Feeding Asam Amino L-Arginine. (Skripsi). Fakultas Peternakan.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Rajab dan B.J. Papilaya. 2012. Sifat kuantitatif ayam kampung lokal pada
pemeliharaan tradisional. Agrinimal 2 (2): 61-64.
Rajab. 2013. Hubungan bobot telur dengan fertilitas, daya tetas, dan bobot anak
ayam kampung. Agrinimal 3 (2): 56-60.
Rambe, Y.A. 2014. Performa dan ukuran tubuh ayam F1 persilangan ayam
kampung dengan ayam ras pedaging umur 12-22 minggu. Laporan
Penelitian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
35
Rangkuti, N.A., Hamdan, dan A.H. Daulay. 2014. Identifikasi morfometriks dan
jarak genetik ayam kampung di Labuhan Batu Selatan. Jurnal Peternakan
Intergratif 3 (1): 96-119.
Rasyaf, M. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.
Roto, S.M., Y.M. Kwon, and S. C. Ricke. 2010. Applications of in ovo technique
for the optimal development of the gastrointestinal tract and the potential
influence on the establishment of its microbiome in poultry. Frontiers in
Veterinary Science 3 (63): 1-13.
Rusdiansyah, M. 2014. Pemberian Level Energi dan Protein Berbeda Terhadap
Konsumsi Ransum dan Air Serta Konversi Ransum Ayam Buras Fase
Layer. (Skipsi). Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
Salmanzadeh, M., Y. Ebrahimnezhad, and H. A. Shahryar. 2011. The effects of in
ovo injection of l-threonine in broiler breeder eggs on characters of
hatching and growth performance broiler chickens. European Journal of
Experimental Biology 1 (4): 164-168.
Salmanzadeh, M., Y. Ebrahimnezhad., H.A. Shahryar, and J.G. Ghaleh-Kandi.
2016. The effects of in ovo feeding of glutamine in broiler breeder eggs
on hatchability, development of the gastrointestinal tract, growth
performance and carcass characteristics of broiler chickens. Arch. Anim.
Breed 59: 235-242.
Sariati., Nuraini, dan D. Agustina. 2016. Pengaruh jenis formulasi ransum
terhadap penampilan ayam Tolaki umur 12-18 minggu yang dipelihara
secara intensif. Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis 3 (2): 93-
101.
Sartika, T., B. Gunawan., Razali, dan P. Mahyuddin. 2002. Seleksi generasi ketiga
(G3) untuk mengurangi sifat mengeram dan meningkatkan produksi
telur ayam kampung. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Sartika, T., D. Duryadi., S.S. Mansjoer., A. Saefuddin, dan H. Martojo. 2004. Gen
promotor prolaktin sebagai penanda pembantu seleksi untuk mengontrol
sifat mengeram pada ayam kampung. JITV. 9 (4): 239-245.
Sartika, T. 2012. Ketersediaan sumberdaya genetik ayam lokal dan strategi
pengembangannya untuk pembentukan Parent dan Grand Parent Stock.
Workshop Nasional Unggas Lokal. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Sartika, T. 2013. Perbandingan morfometrik ukuran tubuh ayam KUB dan sentul
melalui pendekatan analisis diskriminan. Makalah disampaikan pada
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Medan 3-5
September 2013. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Sartika. 2017. Pengaruh Pemberian Probiotik Terhadap Performa Broiler.
(Skripsi). Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri
Alauddin. Makassar.
36
Scott, M.L., M.C. Nesheim, and R. J. Young, 1982. Nutrition of the Chickens.
Second Ed. M.L. Scott and Associates Ithaca. New York.
Shafey, T.M., A.H. Mahmoud., A.A. Alsobayel, and M.A. Abouheif. 2014.
Effects of in ovo administration of amino acids on hatchability and
performance of meat chickens. South African Journal of Animal Science
44 (2): 123-130.
Sinurat, A.P. 1991. Penyusunan ransum ayam buras. Wartazoa 2: 1-2.
Subekti, K. dan F. Arlina. 2011. Karakteristik genetik eksternal ayam kampung di
Kecamatan Sungai Pagu Kabupaten Solok Selatan. Jurnal Ilmiah Ilmu-
Ilmu Peternakan 15 (2): 74-86.
Suci, D.M., E. Mursyida., T. Setianah, dan R. Mutia. 2005. Program pemberian
makanan berdasarkan kebutuhan protein dan energi pada setiap fase
pertumbuhan Ayam Poncin. Media Peternakan 28 (2): 70-76.
Sugama, I.N. dan I.N. Suyasa. 2014. Karakteristik morfologis ayam buras bali.
Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Sumber Daya Genetik
Pertanian, Bali, 24-26 Juni 2014. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Provinsi Bali.
Sulaiman, W. 2004. Analisis Regresi Menggunakan SPSS Contoh Kasus dan
Pemecahannya. Andi Offset. Yogyakarta.
Sulkifli. 2017. Pengaruh Injeksi In Ovo Glutamin Terhadap Performa Ayam Buras
Pascatetas. (Skripsi). Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu dasar Ternak
Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suryana, I.K.A., I.M. Mastik, dan A.W. Puger. 2014. Pengaruh tingkat protein
ransum terhadap penampilan ayam kampung umur 22 - 33 minggu.
Journal of Tropical Animal Science 2 (2) : 287-296.
Tabun, A.C. dan B. Ndoen. 2007. Performan pertumbuhan awal ayam buras pada
fase starter yang diberi ransum komersil ayam broiler. Partner 16 (2): 83-
87.
Tarigan, H.J., I. Setiawan, dan D. Garnida. 2015. Identifikasi bobot badan dan
ukuran-ukuran tubuh Itik Bali. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan
Universitas Padjadjaran, Bandung.
Tarwiyah. 2001. Intensifikasi Ternak Ayam Buras. Deputi Menegristek Bidang
Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Jakarta.
Tong, B.C. and A. Barbul., 2004. Cellular and physiological effects of arginine.
Mini Rev. Med. Chem. 4 (8),823-832.
37
Triswi, H.F., Zuprizal, dan Supadmo. 2004. Pengaruh level protein dengan
koreksi asam amino esensial dalam pakan terhadap penampilan dan
nitrogen ekskreta ayam kampung. Buletin Peternakan 28 (3): 131-141.
Triswi, H.F. 2016. Pengaruh level protein pakan yang berbeda pada masa starter
terhadap penampilan ayam kampung super. Jurnal Ilmiah Peternakan
Terpadu 4 (3): 256-262.
Uni, Z. and P.R. Ferket. 2003. Enhancement of development of oviparous species
by in ovo feeding. US patent 6.592,878. North Carolina state university,
Raleigh,NC; and Yissum Research Development Company of the
Hebrew University of Jerusalem, Jerulaslem (Israel), assignees.
Unutio, E., Hamdan, dan T.H. Wahyun. 2014. Analisis regresi dan korelasi antara
seleksi bobot badan fase starter terhadap produksi ayam ras petelur tipe
medium. Jurnal Peternakan Integratif 3 (2): 190-200.
Usman. 2009. Pertumbuhan ayam buras periode grower melalui pemberian tepung
biji buah merah (Pandanus conoideus LAMK) sebagai pakan alternatif.
Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner, Bogor 13-14 Agustus 2009. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Papua, Jayapura.
Varianti, N.I., U.Atmomarsono, dan L.D. Mahfudz. 2017. Pengaruh pemberian
pakan dengan sumber protein berbeda terhadap efisiensi penggunaan
protein ayam lokal persilangan. Agripet. 17 (1): 53-59.
Vieira, S.L. 2007. Chicken embryo utilization of egg micronutrients. Brazilian
Journal of Poultry Science 9 (1): 1-8.
Wahyu. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistika Edisi Ketiga. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Widodo, A., W. Sarengat, dan E. Suprijatna. 2012. Pengaruh lama periode
pemberian pakan terhadap laju pertumbuhan pada beberapa bagian tubuh
ayam pelung umur 1-11 minggu. Animal Agriculture Journal 1 (2): 120-
125.
Wu, G. and S.M. Morris. 1998. Arginine metabolism: nitric oxide and beyond.
Biochem. J. 336: 1-17.
Yadi, B.S. 2013. Performa ayam ras pedaging dengan berat badan awal yang
berbeda yang dipuaskan setelah menetas. (Skripsi). Fakultas Peternakan.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Zakaria, S. 2004. Pengaruh luas kandang terhadap produksi dan kualitas telur
ayam buras yang dipelihara dengan sistem litter. Buletin Nutrisi dan
Makanan Ternak 5 (1): 1-11.
38
Zulfanita., R.M. Eny, dan D.P. Utami. 2016. Pembatasan ransum berpengaruh
terhadap pertambahan bobot badan ayam broiler pada periode
pertumbuhan. Mediagro 7 (1): 59-67.
39
LAMPIRAN
40
Lampiran 2. Analisis Ragam Pertambahan Berat Badan Relatif Ayam Buras
Betina Hasil In Ovo Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2)
yang Diberi Pakan dengan Level Protein yang Berbeda.
41
Lampiran 3. Analisis Ragam Konsumsi Pakan Ayam Buras Betina Hasil In Ovo
Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2) yang Diberi Pakan
dengan Level Protein yang Berbeda.
42
Lampiran 4. Analisis Ragam Konversi Pakan Ayam Buras Betina Hasil In Ovo
Feeding L-Arginin Selama Dua Generasi (F2) yang Diberi Pakan
dengan Level Protein yang Berbeda.
43
Lampiran 5. Korelasi Antara Pertambahan Dimensi Tubuh dengan Pertambahan
Berat Badan Ayam Buras Betina Hasil In Ovo Feeding L-Arginin
Selama Dua Generasi (F2) yang Diberi Pakan dengan Level Protein
yang Berbeda.
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 5408.942 5408.942 0.149 0.707
Residual 10 361657.723 36165.772
Total 11 367066.666
1000
y = 15.137x + 425.75
800 R² = 0.0147
Berat Badan
600
400
200
0
0 2 4 6
Panjang Badan
44
2. Panjang Sayap Vs Berat Badan Selama 9 Minggu Pemeliharaan
Regression Statistics
Multiple R 0.273
R Square 0.075
Adjusted R Square -0.018
Standard Error 184.302
Observations 12
ANOVA
df
SS MS F Significance F
Regression 1 27394.49 27394.49 0.806 0.390
Residual 10 339672.2 33967.22
Total 11 367066.7
Standard P- Lower Upper Lower Upper
Coefficients Error t Stat value 95% 95% 95.0% 95.0%
Intercept 383.367 111.795 3.429 0.006 134.273 632.461 134.273 632.461
X 43.425 48.356 0.898 0.390 -64.317 151.169 -64.317 151.169
600
400
200
0
0 2 4 6
Panjang Sayap
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 248906.4 248906.4 21.065 0.001
Residual 10 118160.3 11816.03
Total 11 367066.7
45
Coefficients Standard t StatP- Lower Upper Lower Upper
Error value 95% 95% 95.0% 95.0%
Intercept 64.775 94.043 0.689 0.507 -144.767 274.316 -144.767 274.316
X 133.773 29.146 4.590 0.001 68.830 198.715 68.830 198.715
Berat Badan
600
400
200
0
0 2 4 6
Lingkar Dada
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 186550.6 186550.6 10.334 0.009
Residual 10 180516.1 18051.61
Total 11 367066.7
600
400
200
0
0 1 2 3
Panjang Tibia
46
5. Panjang Metatarsus Vs Berat Badan Selama 9 Minggu Pemeliharaan
Regression Statistics
Multiple R 0.645
R Square 0.416
Adjusted R Square 0.358
Standard Error 146.352
Observations 12
ANOVA
Df SS MS F Significance F
Regression 1 152878.8 152878.8 7.138 0.023
Residual 10 214187.9 21418.79
Total 11 367066.7
600
400
200
0
0 0.5 1 1.5
Panjang Metatarsus
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 90909.15 90909.15 3.292 0.100
Residual 10 276157.5 27615.75
Total 11 367066.7
47
Coefficients Standard t StatP- Lower Upper Lower Upper
Error value 95% 95% 95.0% 95.0%
Intercept 289.703 111.173 2.606 0.026 41.993 537.412 41.993 537.412
X 436.713 240.697 1.814 0.100 -99.594 973.020 -99.594 973.020
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 109029.6 109029.6 4.2253 0.0669
Residual 10 258037.1 25803.71
Total 11 367066.7
600
400
200
0
0 2 4 6 8
Tinggi Badan
48
8. Panjang Paruh Vs Berat Badan Selama 9 Minggu Pemeliharaan
Regression Statistics
Multiple R 0.465
R Square 0.216
Adjusted R Square 0.138
Standard Error 169.565
Observations 12
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 79543.81 79543.81 2.766521 0.127232
Residual 10 287522.9 28752.29
Total 11 367066.7
600
400
200
0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
Panjang Paruh
49
Lampiran 6. Dokumentasi Kegiatan
51