Anda di halaman 1dari 65

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG TAPIOKA

DENGAN TEPUNG MOCAF TERHADAP


KUALITAS KIMIA DAN GROSS ENERGY
BAKSO DAGING SAPI

SKRIPSI

Oleh :

Glossy Fricho Arsadi


NIM. 1350550107111070

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG TAPIOKA
DENGAN TEPUNG MOCAF TERHADAP
KUALITAS KIMIA DAN GROSS ENERGY
BAKSO DAGING SAPI

SKRIPSI

Oleh :

Glossy Fricho Arsadi


NIM.135050107111070

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
i
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jombang pada tanggal 1 Oktober


1994 sebagai putra pertama dari dua bersaudara pasangan
Bapak Siswandi dan Ibu Yani Astutik. Pendidikan formal yang
telah ditempuh adalah SDN Bareng IV Jombang yang
diselesaikan pada tahun 2007, pendidikan lanjutan tingkat
pertama diselesaikan pada tahun 2010 di SMPN 1 Bareng -
Jombang, dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan
pada tahun 2013 di SMAN Ngoro - Jombang dan penulis
tercatat sebagai mahasiswa S1 Fakultas Peternakan Program
Studi Peternakan, Universitas Brawijaya Malang pada tahun
2013.
Selama kuliah penulis aktif dalam organisasi UKM
Shorinji Kempo Universitas Brawijaya. Penulis aktif dalam
kepanitiaan pada event Olimpiade Brawijaya pada tahun 2015
dan Kejuaraan Mahasiswa Terbuka Shorinji Kempo pada tahun
2016. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) pada
tanggal 18 Juli - 18 Agustus 2016 bertempat di PT. Japfa
Comfeed Indonesia TBK Poultry Breeding Division Unit
Hatchery Kecamatan Wonorejo Kabupaten Pasuruan. Tugas
akhir penelitian berjudul Pengaruh Substitusi Tepung
Tapioka dengan Tepung Mocaf terhadap Kualitas Kimia
dan Gross Energy Bakso Daging Sapi di bawah bimbingan
Prof. Dr. Ir. H. Djalal Rosyidi, MS dan Dr. Agus Susilo, S.Pt,
MP.

i
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian dan
penulisan skripsi yang berjudul Pengaruh Substitusi Tepung
Tapioka dengan Tepung Mocaf Terhadap Kualitas Kimia
dan Gross Energy Bakso Daging Sapi dapat diselesaikan
dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Strata satu (S-1) Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Pada kesempatan
ini, penulis berterimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. H. Djalal Rosyidi, MS., selaku
pembimbing utama dan Dr. Agus Susilo, S.Pt, MP.,
selaku pembimbing pendamping yang banyak
memberikan arahan, nasihat dan bimbingan dalam
pengerjaan serta penulisan skripsi.
2. Prof. Dr. Sc. Agr. Ir. Suyadi, MS., selaku Dekan
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
3. Dr. M. Halim Natsir, S.Pt, MP., Dr. Ir. Mustakim, MP.,
dan Dr. Ir. Agus Budiarto, MS., selaku penguji atas
masukan dan saran selama Ujian Sarjana.
4. Bapak Siswandi dan Ibu Yani Astutik, selaku orang tua
yang telah memberikan dorongan moral dan material,
serta Livia Zicha Arsadi, saudara tercinta yang selalu
memberikan do’a dan kasih sayang.
5. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Dika
Lambang Krisdianti, Aftachul Alim, Erwind Rizka,
Ahmad Mas’ud, Rizky Ridha, Ibnu Yustia dan semua
teman-teman yang telah memberikan semangat serta
banyak bantuan selama ini.
Harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi
pembaca dan semua pihak yang memerlukan serta sebagai
sarana informasi untuk mahasiswa.

Malang, 8 Agustus 2017

Penulis
iii
iv
EFFECT OF TAPIOCA FLOUR SUBSTITUTION WITH
MOCAF FLOUR TO CHEMICAL QUALITIES
AND GROSS ENERGY OF
BEEF MEATBALLS

Glossy Fricho Arsadi¹, Djalal Rosyidi², and Agus Susilo²

¹Student of Animal Husbandry Faculty, Brawijaya University


²Lecturer of Animal Husbandry Faculty, Brawijaya University
E-mail : gfricho@gmail.com

ABSTRACT

The purpose of this research was to determine


the effect of mocaf flour use as substitution of tapioca flour
which includes water content, ash content, fat content, protein
content, carbohydrate content and gross energy. The material of
this research is meatballs made from beef obtained in market
Merjosari, tapioca flour, mocaf flour, and other spices. The
method of this study was an experiment with randomized block
design consisting of five treatments and four groups. The
treatment used was (P0) without addition of mocaf flour, (P1)
beef meatball with 25% mocaf flour substitution, (P2) beef
meatball with 50% mocaf flour substitution, (P3) beef meatballs
with mocaf flour substitution 75% , and (P4) beef meatballs
with 100% mocaf flour substitution. The use of mocaf flour as
substitution of tapioca flour on beef meatballs obtained best
treatment on P2 (50% mocaf flour substitution) based on water
content, ash content, protein content, fat content, carbohydrate
and gross energy levels.

Keywords: Mocaf flour, beef meatball, gross energy

v
vi
PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG TAPIOKA
DENGAN TEPUNG MOCAF TERHADAP
KUALITAS KIMIA DAN GROSS ENERGY
BAKSO DAGING SAPI

Glossy Fricho Arsadi¹, Djalal Rosyidi², dan Agus Susilo²

¹Mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya


²Dosen Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya
Email: gfricho@gmail.com

RINGKASAN

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18 Januari


2017 sampai 20 Februari 2017 di Laboratorium Teknologi Hasil
Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang,
Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya Malang, dan Laboratorium Pengujian
Mutu dan Keamanan Pangan Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya Malang.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh penambahan tepung mocaf terhadap kualitas kimia
bakso sapi yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein,
kadar lemak, kadar karbohidrat dan gross energy.
Materi penelitian ini adalah bakso yang dibuat dari
daging sapi yang didapatkan di pasar Merjosari, tepung tapioka,
tepung mocaf, dan bumbu-bumbu lainnya. Metode penelitian
ini adalah percobaan dengan Rancangan Acak Kelompok
(RAK) yang terdiri dari lima perlakuan dan empat kelompok.
Perlakuan yang digunakan adalah (P0) tanpa penambahan
tepung mocaf, (P1) bakso daging sapi dengan substitusi tepung
mocaf 25%, (P2) bakso daging sapi dengan substitusi tepung
mocaf 50%, (P3) bakso daging sapi dengan substitusi tepung
mocaf 75%, dan (P4) bakso daging sapi dengan substitusi
tepung mocaf 100%. Variabel yang diukur adalah kadar air,
kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan

vii
gross energy. Data hasil pengamatan dianalisis metode analisis
ragam (ANOVA).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa substitusi tepung
mocaf pada pembuatan bakso memberikan pengaruh nyata
(P<0,05) terhadap kadar karbohidrat dan tidak memberikan
pengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar air, kadar abu, kadar
protein, kadar lemak dan gross energy. Rataan nilai kadar air P0
(67.63±1.41); P1 (67.45±0.56); P2 (68.40±1,03); P3
(68,83±0,38) dan P4 (69,08±00,34). Rataan nilai kadar abu P0
(1.87±0.14); P1 (1,73±0,15); P2 (1.65±0.23); P3 (1,89±0,27);
P4 (1,95±0,15). Rataan nilai kadar protein P0 (9,01±0,35); P1
(9,50±074); P2 (9.76±0.35); P3 (10,14±0,91) dan P4
(9.72±0.08). Rataan nilai kadar lemak P0 (0,07±0,03), P1
(0,11±0.03); P2 (0,10±0,04); P3 (0.09±0.02) dan P4
(0,12±0,04). Rataan nilai kadar karbohidrat P0 (21.42±1.75);
P1 (21.21±0.94); P2 (20.09±1.17); P3 (19.05±0.94) dan P4
(18.71±0.74). Rataan nilai gross energy P0 (4010.77±193.46);
P1 (4339.79±312.14); P2 (3990.40±98.93); P3
(4197.28±101.95) dan P4 (3972.06±67.09). penggunaan tepung
mocaf sebagai substitusi tepung tapioka pada bakso daging sapi
didapat perlakuan terbaik pada P2 (substitusi tepung mocaf
50%) berdasarkan kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar
lemak, kadar karbohidrat dan gross energy.

viii
DAFTAR ISI

Isi Halaman

RIWAYAT HIDUP .......................................................... i


KATA PENGANTAR ...................................................... iii
ABSTRACT ...................................................................... v
RINGKASAN ................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................... xi
DAFTAR TABEL............................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ................................................. 1


1.1 Latar belakang ........................................................ 1
1.2 Rumusan masalah ................................................... 3
1.3 Tujuan .................................................................. 3
1.4 Manfaat .................................................................. 3
1.5 Kerangka Pikir penelitian ...................................... 3
1.6 Hipotesis ................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................... 6


2.1 Bakso....................................................................... 6
2.2 Daging Sapi ............................................................. 8
2.3 Tepung Mocaf ......................................................... 10
2.4 Bahan Pembuat Bakso ............................................ 11
2.4.1 Tapioka................................................... ........ 11
2.4.2 Bawang Putih................................................. 12
2.4.3 Bawang Merah Goreng...................................13
2.4.4 Garam............................................................. 14
2.4.5 Lada........................................................... ..... 15
2.5 Kualitas BaksoDaging Sapi..................................... 16
ix
2.5.1 kadar Air........................... .............................. 16
2.5.2 Kadar Abu........................................................ 16
2.5.3 Kadar Protein................................................... 17
2.5.4 Kadar Lemak....................................................17
2.5.5 Kadar Karbohidrat........................................... 18
2.5.6 Gross Energy................................................... 19

BAB III METODE PENELITIAN ................................ 21


3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................ 21
3.2 Materi Penelitian .................................................... 21
3.2.1 Bahan ............................................................ 21
3.2.2 Alat ............................................................... 21
3.3 Metode Penelitian .................................................. 22
3.3.1 Pembuatan Bakso ......................................... 23
3.4 Variabel Pengamatan .............................................. 25
3.5 Analisis Data .......................................................... 25
3.6 Batasan Istilah ........................................................ 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................... 27


4.1 Kualitas Kimia dan Gross Energy .......................... 27
4.1.1 Kadar Air ....................................................... 27
4.1.2 Kadar Abu ..................................................... 29
4.1.3 Kadar Protein ................................................ 30
4.1.4 Kadar Lemak ................................................. 32
4.1.5 Kadar Karbohidrat ......................................... 33
4.1.6 Gross Energy ................................................. 35

BAB V KESIMPULAN DAN DARAN .......................... 37


5.1 Kesimpulan .......................................................... 37
5.2 Saran .................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA ...................................................... 39


LAMPIRAN .................................................................... 51
x
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Syarat Mutu Bakso Daging Menurut SNI 01-3818-


1995....................................................................... 7
2. Kandungan Kalori, Protein dan Lemak Daging
Sapi......................................... ............................... 9
3. Komposisi Kimia Tepung Mocaf .......................... 10
4. Komposisi Tepung Tapioka dalam 100 gram ....... 12
5. Kandungan gizi bawang putih per 100 gram......... 13
6. Komposisi garam dapur menurut SNI nomor 01 –
3556 – 2000 ........................................................... 14
7. Takaran bahan pembuat bakso yang digunakan dalam
penelitian............................................................... 22
8. Kadar Air............................................................... 27
9. Kadar Abu ............................................................. 30
10. Kadar Protein ........................................................ 31
11. Kadar Lemak ......................................................... 32
12. Kadar Karbohidrat ................................................. 34
13. Gross Energy ......................................................... 35

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka pikir penelitian .................................... 5


2. Diagram alir pembuatan bakso daging sapi........... 24

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Prosedur Uji Kadar Air ......................................... 51
2. Prosedur Uji Kadar Abu ........................................ 52
3. Prosedur Uji Kadar Protein ................................... 53
4. Prosedur Uji Kadar Lemak.................................... 54
5. Prosedur Uji Kadar Karbohidrat ........................... 55
6. Prosedur Uji Gross Energy.................................... 56
7. Data Analisis Kadar Air ........................................ 57
8. Data Analisis Kadar Abu ...................................... 59
Data Analisis Kadar Protein .................................. 61
9. Data Analisis Kadar Lemak .................................. 63
10. Data Analisis Kadar Karbohidrat .......................... 65
11. Data Analisis Gross Energy .................................. 68

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang
selama ini memberikan andil terhadap perbaikan gizi
masyarakat, khususnya protein hewani. Daging sapi paling
banyak diminati oleh masyarakat Indonesia, selain karena
rasanya lezat daging ini dapat diolah menjadi aneka masakan.
Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam
memenuhi kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya yang tinggi,
daging mengandung asam amino esensial yang lengkap dan
seimbang serta beberapa jenis mineral dan vitamin. Daging
merupakan protein hewani yang lebih mudah dicerna dibanding
dengan protein nabati. Bagian yang terpenting yang menjadi
acuan konsumen dalam pemilihan daging adalah sifat fisik.
Sifat fisik dalam hal ini antara lain warna, keempukan, tekstur,
kekenyalan dan kebasahan (Komariah, Sri Rahayu dan Sarjito,
2009).
Bakso merupakan salah satu produk olahan hasil ternak
yang bergizi tinggi dan banyak digemari masyarakat. Produk
olahan bakso pada umumnya menggunakan bahan baku daging
dan tepung. Daging yang biasanya dipakai adalah sapi, ayam
dan ikan sedangkan tepung yang biasanya dipakai yaitu tepung
tapioka ( Kusnadi, Bintoro dan Al-Baari, 2012). Bakso adalah
produk pangan yang terbuat dari bahan utama daging yang
dihaluskan dan ditambahkan dengan bumbu-bumbu, filler
(tepung), dan bahan pengikat (putih telur), dibentuk bulat-bulat
baik secara manual ataupun dengan mesin pembuatan bakso
dan dimasak dengan air panas untuk siap saji. Produk olahan
daging seperti bakso telah banyak dikenal oleh seluruh lapisan
masyarakat. Secara teknis pengolahan bakso cukup mudah dan
dapat dilakukan oleh siapa saja. Ditinjau dari upaya kecukupan
gizi masyarakat, bakso dapat dijadikan sarana yang tepat,
karena produk ini bernilai gizi tinggi dan disukai oleh semua
lapisan masyarakat (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

1
Tepung tapioka memiliki tingkat elastisitas yang tinggi dan
dapat mencegah agar bakso tidak berkeriput dan berlubang
seperti pori-pori, tetapi tidak bisa cepat masak pada suhu
rendah. Lama waktu yang digunakan untuk memasak bakso
perlu diperhatikan agar seluruh permukaan hingga bagian
tengah bakso bisa matang ketika digoreng atau direbus ulang.
Penggunaan tepung tapioka untuk adonan bakso bisa
dikombinasikan dengan jenis tepung lainnya (Yuyun, 2008).
Mocaf (modified cassava flour) adalah produk tepung dari
ubi kayu yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel
ubi kayu secara fermentasi. Mikroba yang tumbuh
menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang
dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya
rehidrasi, dan kemudahan melarut. Secara umum proses
pembuatan mocaf meliputi tahap-tahap penimbangan,
pengupasan, pemotongan, perendaman (Fermentasi), dan
pengeringan. Karakteristik mocaf diduga dipengaruhi oleh jenis
kultur yang ditambahkan saat fermentasi, penambahan kultur
juga berpengaruh terhadap lama waktu fermentasi ubi kayu
(Amanu dan Susanto, 2014).
Tepung mocaf merupakan komoditas tepung cassava
dengan teknik fermentasi sehingga produk yang dihasilkan
memiliki karakteristik mirip seperti terigu, yaitu putih, lembut,
dan tidak berbau singkong. Dengan karakterisrik yang mirip
dengan terigu, tepung mocaf dapat menjadi komoditas subtitusi
tepung terigu. Indonesia memiliki tingkat permintaan yang
tinggi terhadap tepung terigu, baik oleh industri atau rumah
tangga. Kapasitas produksi tepung terigu di Indonesia masih
rendah, tingginya permintaan tepung terigu menyebabkan harga
tepung terigu yang tinggi (Kurniati dkk, 2012).
Tepung mocaf dapat digunakan sebagai pengganti dari
tepung tapioka. Tepung mocaf dapat dijadikan bahan baku
berbagai jenis bahan makanan salah satunya adalah bahan
pembuatan bakso. Komposisi kimia tepung mocaf tidak jauh
berbeda dengan tepung tapioka, tepung mocaf mempunyai
karakteristik fisik dan organoleptik yang spesifik jika
dibandingkan dengan tepung singkong pada umumnya.

2
Kandungan protein tepung mocaf lebih rendah dibandingkan
tepung singkong, dimana senyawa ini dapat menyebabkan
warna coklat ketika pengeringan atau pemanasan. Dampaknya
adalah warna tepung mocaf yang dihasilkan lebih putih jika
dibandingkan dengan warna tepung singkong biasa.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana pengaruh substitusi tepung mocaf terhadap
kualitas kimia dan gross energy bakso sapi?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung mocaf
terhadap kualitas kimia dan gross energy bakso sapi.

1.4 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah mengetahui alternatif bahan
lain yang dapat digunakan sebagai pengganti tepung tapioka
dalam pembuatan bakso ditinjau dari segi kandungan kimia dan
gross energy dari bakso sapi. Diharapkan hasil penelitian ini
mampu memberikan informasi dan pertimbangan dalam
penggunaan tepung mocaf sebagai bahan pembuatan bakso.

1.5 Kerangka Pikir Penelitian


Protein daging terdapat pada produk bakso, baik daging
sapi, ayam, ikan maupun udang. Bakso dibuat dari daging giling
dengan bahan tambahan utama garam dapur (NaCl), tepung
tapioka, dan bumbu serta dibentuk bulat seperti kelereng
dengan berat 25-30 g per butir. Bakso memiliki tekstur kenyal
seperti ciri spesifiknya, kualitas bakso sangat bervariasi karena
perbedaan bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan,
proporsi daging dan tepung dan proses pembuatannya
(Widyaningsih, 2006). Bahan baku bakso adalah daging, binder
(bahan pengikat), filler, dan bahan tambahan lainnya. Pada
dasarnya yang digunakan sebagai binder dan filler adalah
tepung tapioka, sedangkan bahan tambahan lainnya dapat
berupa garam dapur, bawang putih, dan bahan penyedap
(MSG/Mono Sodium Glutamat) (Purnomo, 1997).
3
Kualitas bakso ditentukan oleh daya ikat air,
kekenyalan, dan kandungan nutrisinya. Bakso dengan
kualitas baik, mempunyai daya ikat air yang baik pula yaitu air
yang betul‐betul diikat oleh protein daging dan air bebas yang
tertangkap didalam sel‐sel daging. Tingkat kekenyalan
bakso yang berkualitas baik yaitu bakso memiliki kemampuan
untuk pecah akibat adanya gaya tekanan, dan kandungan nutrisi
yang terdapat pada bakso berkualitas baik yaitu memiliki
kandungan nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
gizi didalam tubuh (Kusnadi, Bintoro dan Al‐Baari, 2012).
Pati merupakan butiran atau granula yang berwarna putih
mengkilat, tidak berbau dan tidak memiliki rasa. Granula pati
mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam tapi pada
umumnya berbentuk bola atau elips (Sudarwati, 2007).
Pengolahan ubi kayu melalui proses fermentasi merupakan
salah satu upaya untuk meningkatkan protein yang terkandung
di dalamnya. Dengan demikian, tepung singkong yang
difermentasi mempunyai kelebihan daripada tepung singkong
biasa, yaitu kandungan protein yang tinggi, HCN lebih rendah,
aplikasi luas, dispersi ke produk pangan lebih mudah dan
mudah membentuk 3 dimensi antar komponen sehingga
konsistensi produk menjadi lebih baik (Tandrianto, Mintoko
dan Gunawan, 2014). Mocaf mempunyai beberapa aspek
kesehatan yang cukup menonjol, seperti bebas gluten, kaya
serat, dan mudah difortifikasi. Ketiadaan gluten menjadikan
produk ini baik untuk penderita autis dan tidak menyebabkan
alergi yang terkadang muncul sebagai akibat mengkonsumsi
gluten (Normasari, 2010).
Proses fermentasi menyebabkan perubahan karakteristik
yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi,
gaya rehidrasi, dan kemampuan melarut. Proses fermentasi
itulah yang menyebabkan tepung singkong terfermentasi
memiliki karakteristik dan kualitas hampir menyerupai tepung
terigu (Salim, 2007). Mocaf (modified cassava flour)
merupakan salah satu jenis tepung yang dapat digunakan
sebagai alternatif pengganti tepung terigu sekaligus mendukung

4
perkembangan produk pangan lokal Indonesia (Hanifa, R. , A.
Hintono dan Y.B. Pramono, 2013).

Bakso Daging Sapi

Substitusi tepung tapioka dengan tepung


mocaf

Kemampuan saling Tepung mocaf dapat


mengikat antara daging mensubstitusi tepung
dan bahan lain yang tapioka karena keduanya
ditambahkan (Purnomo, memiliki kandungan
1998) amilosa dan
amilopektin

Bakso substitusi tepung mocaf

kualitas kimia dan gross energy

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian

1.6 Hipotesis
Substitusi tepung tapioka dengan tepung mocaf tidak
berpengaruh terhadap kualitas kimia dan gross energy bakso
daging sapi.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakso
Bakso merupakan salah satu makanan yang sering
dikonsumsi oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Bakso
merupakan makanan yang biasanya berbentuk bulat dan dibuat
dari campuran daging sapi atau ikan, tepung, putih telur,
bumbu-bumbu seperti bawang putih, bawang merah, merica
yang digiling dan kemudian direbus dengan air mendidih (Sirat
dan Sukesi, 2012). Bakso yang dipasarkan di Indonesia
seharusnya memenuhi syarat kualitas Standart Nasional
Indonesia (SNI), seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat Mutu Bakso Daging Menurut SNI 01-3818-


1995
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Normal Khas
Bau - daging
Rasa - Gurih
Warna - Normal
Tekstur - Kenyal
Air %b/b Maksimal 70,00
Abu %b/b Maksimal 3,00
Protein %b/b Minimal 9.00
Lemak %b/b Minimal 2,00
Borak %b/b Tidak boleh ada
Sumber: BSN (1995).

Bakso daging menurut SNI 01-3818- 1995 adalah produk


makanan berbentuk bulatan atau bentuk lain yang diperoleh dari
campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%)
dan pati atau serealia dengan atau tanpa Bahan Tambahan
Pangan (BTP) yang diizinkan (Aulawi dan Ninis, 2009). Sifat
protein otot daging membentuk gel, membantu memperbaiki

7
tekstur dan stabilisasi antara lemak dan air dalam produk olahan
daging (Lan et al., 1995).
Proses pembuatan bakso terdiri atas empat tahap, yaitu: (1)
penghancuran daging; (2) pembuatan adonan; (3) pencetakan
bakso dan (4) pemasakan. Pada proses penggilingan daging,
suhu akan meningkat akibat panas saat penggilingan. Suhu yang
diperlukan untuk mempertahankan stabilitas emulsi adalah
kurang dari 20°C (Sutaryo dan Mulyani, 2004). Pembuatan
bakso daging, kesegaran dan jenis daging sangat mempengaruhi
mutu dari bakso tersebut, oleh karena itu, digunakan jenis
daging yang baik dan bermutu tinggi. Sebaiknya dipilih jenis
daging yang masih segar, berdaging tebal dan tidak banyak
lemak sehingga rendemennya tinggi. Cara pengolahan bakso
juga sangat mempengaruhi mutu bakso yang dihasilkan
(Wibowo, 2009).
Bakso merupakan salah satu produk emulsi dari daging
yang sangat terkait dengan kemampuannya untuk mengikat air
dan lemak untuk menstabilkan emulsi selama pengolahan dan
penyimpanan. Daya ikat air dipengaruhi oleh tinggi rendah nilai
pH (Hatta dan Murpiningrum, 2012).

2.2 Daging Sapi


Daging merupakan salah satu bahan pangan hewani yang
memiliki nilai jual tinggi dan sangat digemari masyarakat.
Daging dapat diartikan sebagai salah satu hasil ternak yang
hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Kenyataan yang terjadi sampai saat ini tidak semua masyarakat
Indonesia dapat mengkonsumsi daging. Pemenuhan kebutuhan
protein hewani untuk meningkatkan gizi suatu bangsa masih
terus digalakan khususnya di negara berkembang seperti
Indonesia (Putri, 2009).
Daging merupakan salah satu komoditi peternakan yang
dibutuhkan untuk memenuhi protein hewani asal ternak, protein
daging mengandung susunan asam amino yang lengkap.
Daging merupakan produk peternakan yang sangat rentan

8
terhadap kontaminasi mikroba. Hal ini disebabkan karena
daging mempunyai pH dan kelembaban yang sesuai untuk
pertumbuhan mikroba (Dewi, 2012).
Daging sebagai bahan utama pembuat bakso dapat berasal
dari berbagai jenis ternak. Hampir semua bagian daging dapat
digunakan untuk membuat bakso. Jenis daging yang sering
digunakan antara lain daging penutup, pendasar gandik,
lamusir, paha depan, dan iga. Umumnya daging yang digunakan
untuk membuat bakso adalah daging segar, yaitu yang diperoleh
segera setelah pemotongan hewan tanpa mengalami proses
penyimpanan (Koswara, 2009). Daging sapi merupakan bahan
utama dalam pembuatan bakso. Bakso dengan rasa daging sapi
paling banyak digemari diantara jenis bakso lainnya. Rasa
bakso sapi dipengaruhi oleh kualitas daging sapi yang
digunakan. Daging sapi selain mempengaruhi rasa tentu juga
mempengaruhi harga jual (Padmaningrum dan Purwaningsih,
2007). Kandungan nutrisi dalam daging sapi dapat dilihat pada
Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Kalori, Protein dan Lemak Daging


Sapi.
Kandungan Jumlah
Kalori (kcal) 207, 0
Protein (%) 18,8
Lemak (%) 14,0
Sumber: Saputro (2013)

Komponen daging yang besar peranannya dalam


pembuatan bakso adalah protein. Protein berfungsi sebagai
bahan pengikat hancuran daging selama proses pemasakan,
membentuk struktur yang kompak dan sebagai emulsifier,
sehingga dapat mengikat air dan lemak dengan baik (Ahmadi,
Afrila dan Adhi, 2007).

9
2.3 Tepung Mocaf
Tepung mocaf (modified cassava flour) merupakan sejenis
tepung yang dibuat dari ubi kayu, prinsip pembuatannya adalah
dengan memodifikasi ubi kayu dengan mikrobia. Mikrobia
yang tumbuh menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan
dinding sel singkong, sehingga terjadi perubahan granula pati.
Mikrobia tersebut juga menghasilkan enzim- enzim yang
menghidrolisis pati menjadi gula dan selanjutnya mengubahnya
menjadi asam-asam organik, terutama asam laktat. Hal ini
menyebabkan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa
naiknya viskositas, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut.
Demikian pula cita rasa mocaf menjadi netral dengan menutupi
cita rasa singkong sampai 70% (Nusa, Suarti dan Alfiah, 2012).
Biomassa hasil pertanian dalam bentuk tepung selain
memiliki sifat-sifat yang baik seperti kadar air rendah, nilai gizi
memadai, mudah di kemas, diangkat dan didistribusikan juga
sangat fleksibel dan luwes untuk diolah menjadi beraneka
ragam produk olahan berbasis tepung. Selama ini singkong
hanya diolah menjadi tepung gaplek yang mempunyai nilai
ekonomi yang masih rendah, namun kini singkong dapat diolah
dengan mutu lebih baik yaitu dengan pembuatan tepung mocaf
(Sunarsi, Sugeng, Wahyuni dan Ratnaningsih, 2011).
Komposisi kimia pada tepung mocaf bisa dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Kimia Tepung Mocaf


Kandungan Jumlah
Kadar Air (%) 9,25
Kadar Protein (%) 1,93
Kadar Abu (%) 0,30
Kadar Pati (%) 85,60
Kadar Serat (%) 0,21
Kadar Lemak (%) 2,72
Sumber: Kalukiningrum (2012)

10
Prinsip pembuatan tepung mocaf adalah memodifikasi sel
ubi kayu secara fermentasi dengan memanfaatkan mikroba
BAL (Bakteri Asam Laktat) yang mampu menghasilkan enzim
pektinolitik dan selulolitik serta asam laktat, sehingga tepung
yang dihasilkan memiliki karakteristik dan kualitas hampir
menyerupai terigu (Hersoelistyorinil, Dewi dan Kumoro,
2015). Mocaf juga mempunyai karakteristik yang
menguntungkan dibanding tepung atau bahan lain seperti
beraroma dan bercitarasa khas, warna mocaf lebih putih
dibanding tepung gaplek, kandungan serat terlarut pada mocaf
lebih tinggi dari tepung gaplek, dan kandungan mineral pada
mocaf lebih tinggi dibanding gandum dan padi. Karakteristik
tersebut membawa dampak yang sangat baik bagi pemanfaatan
mocaf, karena mocaf mempunyai daya kembang setara dengan
tepung terigu protein sedang (Handayani, 2014).
Mocaf memiliki keunggulan dibandingkan dengan tepung
ubi kayu biasa yaitu, warna tepung lebih putih, viskositas lebih
tinggi, daya rehidrasi lebih baik, dan cita rasa ubi kayu dapat
tertutupi, sehingga mocaf memiliki aplikasi yang lebih luas
dibandingkan dengan tepung ubi kayu biasa dan sangat
berpotensi untuk mensubtitusi terigu dalam pembuatan
berbagai makanan (Efendi, 2010).

2.4 Bahan Pembuat Bakso


2.4.1 Tepung Tapioka
Tepung tapioka memiliki tingkat elastisitas dan kandungan
karbohidrat (pati) yang tinggi (Melia, Juliyarsi dan Rosya,
2010). Pembuatan bakso biasanya ditambahkan bahan pengisi
berupa tepung, digunakan dalam industri makanan sebagai
pengikat air adonan. Kandungan pati pada berbagai bahan
berbeda-beda satu sama lain, baik dari segi jumlah pati maupun
komponen amilosa dan amilopektinnya. Tepung yang biasanya
digunakan dalam pembuatan bakso adalah tepung tapioka.
Pati terdiri atas dua fraksi yaitu fraksi terlarut (amilosa) yang
bersifat higroskopis (mudah menyerap air) sehingga mudah

11
membentuk gel dan fraksi tidak terlarut (amilopektin) (Usmiati,
2009). Tapioka memiliki kadar amilosa 17% dan amilopektin
83%. Proporsi kandungan amilosa dan amilopektin dalam pati
menentukan sifat produk olahan; makin sedikit kandungan
amilosa, makin lekat produk olahannya (Herawati, 2010).
Komposisi kimia tapioka dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Tepung Tapioka dalam 100 gram


Komposisi Jumlah
Air (g) 11,30
Pati (g) 88,01
Protein (g) 0,50
Lemak (g) 0,10
Abu (g) 0,09
Sumber: Sevina (2001)

Tepung tapioka memiliki beberapa kekurangan yaitu


kandungan gizi yang rendah, sulit dilarutkan dalam air dingin,
dan apabila dikonsumsi tanpa bahan makanan lain yang
memiliki nilai gizi lain yang lebih tinggi dapat menyebabkan
defisiensi nutrisi bagi tubuh. Selain itu kelemahan dalam
penggunaan tapioka adalah pemasakannya memerlukan waktu
cukup lama, dan pasta yang terbentuk cukup keras (Soeparno,
2005).

2.4.2 Bawang Putih


Bawang putih (Allium sativum) telah diketahui sejak lama
dapat digunakan sebagai bumbu masakan dan pengobatan. Zat
bioaktif yang berperan sebagai antibakteri dalam bawang putih
adalah allicin yang mudah menguap (volatil) dengan
kandungan sulfur. Komponen bioaktif lainnya adalah
dialildisulfida, dan dialiltrisulfida yang juga memiliki aktivitas
antibakteri (Prihandani, Poeloengan, Noor dan Andriani, 2015).
Kandungan gizi bawang putih dapat dilihat pada Tabel 5.

12
Tabel 5. Kandungan gizi bawang putih per 100 gram
Kandungan Gizi Bawang Putih
kalori 122 Kal
protein 7g
lemak 0,30 g
Besi 1,20 mg
Air 66,20-71 g
Serat 1,10 g
Sumber: Direktorat Gizi, 1979

Bawang putih merupakan jenis bumbu yang berasal dari


jenis umbi. Bawang putih berfungsi memberikan rasa dan bau
yang sedap pada masakan serta memberikan pengaruh
preservative terhadap bahan pangan karena mengandung lemak
(minyak esensial substansi yang bersifat bakteriostatis)
(Wijayanti, 2004).

2.4.3 Bawang Merah Goreng


Bawang merah (Allium Cepa var. ascalonicum) merupakan
sayuran umbi yang multiguna, dapat digunakan sebagai bumbu
masakan, sayuran, penyedap masakan, disamping sebagai obat
tradisional karena efek antiseptik senyawa anilin dan alisin
yang dikandungnya (Rachmad, Suryani dan Gareso, 2012).
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran
dataran rendah, meskipun bukan merupakan kebutuhan pokok,
tetapi hampir selalu dibutuhkan oleh konsumen rumah tangga
sebagai pelengkap bumbu masak sehari-hari. Kegunaan lain
dari bawang merah adalah sebagai obat tradisional (sebagai
kompres penurun panas, diabetes, penurun kadar gula dan
kolesterol darah, mencegah penebalan dan pengerasan
pembuluh darah) karena kandungan senyawa allin dan allisin
yang bersifat bakterisida (Aziz, Ete dan Bahrudin, 2013).

13
2.4.4 Garam
Garam merupakan unsur penting dan umum dalam
makanan olahan. Penggunaan garam dalam makanan olahan
memerlukan standar khusus, sehingga dikenal standar garam
industry dan garam konsumsi. Garam merupakan komuditas
yang tidak bisa tidak harus selalu tersedia di pasar (Nur dkk.,
2013). Penggunaan garam dapur pada pengolahan makanan
khususnya dalam pembuatan bakso sangat diperlukan, selain
sebagai pemberi rasa awet dapat juga sebagai perbaikan mutu
bakso agar menjadi lebih kenyal (Faradila, Alioes, Elmatris,
2014). Garam berbeda-beda dalam komposisinya. Tergantung
pada lokasi, namun biasanya mengandung lebih dari 95% NaCl
(Rositawati, Taslim, Soetrisnanto, 2013). Umumnya
pemanfaatan garam adalah untuk memperbaiki cita rasa,
penampilan, dan sifat fungsional produk yang dihasilkan.
Secara umum, garam berfungsi sebagai pengawet, penambah
cita rasa maupun untuk memperbaiki penampilan tekstur
(Assadad dan Utomo, 2011). Komposisi garam dapur dapat
dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi garam dapur menurut SNI nomor 01 –


3556 – 2000.
Senyawa Kadar
Natrium Klorida Minimal 94, 7%
air Maksimal 7%
Iodium sebagai KIO3 Minimal 30 mg/kg
Cemaran logam:
Cu Maksimal 10, 0 mg/kg
Hg Maksimal 0, 1 mg/kg
As Maksimal 0, 1 mg/kg
Pb Maksimal 10, 0 mg/kg
Rasa Asin
Warna Putih
Bau Tidak ada
Sumber: Akhiruddin (2011)

14
2.4.5 Lada
Lada hitam/merica hitam (Piperis nigri fructus) berasal
dari tanaman Piper nigrum L (Piperaceae) digunakan oleh
masyarakat sebagai bumbu dapur untuk menambah cita rasa
masakan. Bau khas aromatik, rasa pedas, hangat dan sedikit
pahit dari lada hitam bermanfaat sebagai penyegar, penghangat
badan, merangsang semangat dan meningkatkan sekresi
keringat (Sumarny, Rahayu, Sandhiutami, Mory, 2013). Lada
(Piper ningrum Linn) merupakan salah satu jenis tanaman
rempah penting, baik dari segi kegunaannya yang khas, tidak
bisa digantikan dengan tanaman rempah lain maupun sebagai
komoditas penghasil devisa negara (Nurasa dan Supriatna,
2002).
Lada atau merica (Peper ningrum Linn) merupakan jenis
rempah berupa bijian berwarna keputih-putihan. Dalam
industry makanan lada dipergunakan untuk pengawet daging
dan bumbu penyedap masakan. Penambahan lada dalam
masakan menghasilkan rasa dan aroma cukup tajam, biasanya
disebut pedas (Yustina, Nurvia dan Aniswatul, 2012).
Lada mengandung sejumlah mineral seperti kalium,
kalsium, seng, mangan, besi, dan magnesium. Kalium
merupakan komponen penting dari sel dan cairan tubuh yang
membantu mengontrol detak jantung dan tekanan darah.
Mangan digunakan oleh tubuh sebagai faktor rekan untuk
enzim antioksidan, superoksida dismutase. Besi sangat penting
untuk respirasi sel dan produksi sel darah. Buah lada
mengandung beberapa sumber vitamin yang berkhasiat sebagai
antioksidan seperti vitamin A dan vitamin C (Risfaheri, 2012).

2.4.6 Es Batu
Es batu dikenal sebagai air yang dibekukan. Pembekuan ini
terjadi bila air didinginkan di bawah 0ºC. Air yang digunakan
dalam pembuatan es batu haruslah air yang higienis dan
memenuhi standar sanitasi (Hadi, Bahar dan Semiarti, 2014).

15
Es atau air es ini sangat penting dalam pembentukan tekstur
bakso. Dengan adanya es ini, suhu dapat dipertahankan tetap
rendah sehingga protein daging tidak terdenaturasi akibat
gerakan mesin penggiling dan ekstraksi protein berjalan dengan
baik. Penggunaan es juga berfungsi menambahkan air ke
adonan sehingga adonan tidak kering selama pembentukan
adonan maupun selama perebusan, penambahan es juga dapat
meningkatkan rendemennya, untuk itu dapat digunakan es
sebanyak 10-15% dari berat daging atau bahkan 30% dari berat
daging (Sudarwati, 2007).

2.5 Kualitas Bakso Daging Sapi


2.5.1 Kadar Air
Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan, karena
air dapat mempengaruhi “acceptability”, kenampakan,
kesegaran, tekstur, serta cita rasa pangan. Dalam beberapa
bahan pangan, air ada dalam jumlah yang relatif besar, misalnya
didalam beberapa buah-buahan dan sayuran mencapai sekitar
90%, susu segar sekitar 87%, dan daging sapi sekitar 70%
(Legowo, Nurwantoro dan Sutaryo, 2007). Kadar air
merupakan salah satu sifat kimia dari bahan yang menunjukkan
banyaknya air yang terkandung di dalam bahan pangan.
Menyatakan bahwa air merupakan komponen terbanyak yang
terdapat di dalam daging (Riansyah, Supriadi dan Nopianti,
2013).

2.5.2 Kadar Abu


Abu merupakan zat-zat anorganik yang berupa logam
maupun mineral-mineral yang masuk di dalam gliserin. Zat-zat
anorganik dan mineral-mineral tersebut dianggap sebagai
kotoran yang masuk kedalam gliserin pada saat pemprosesan
ataupun memang telah ada pada bahan pembuatan gliserin
(Vanesa, 2008). Kadar abu dapat menunjukkan total mineral
dalam suatu bahan pangan. Sebagian besar bahan makanan,
yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya

16
terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal
sebagai zat organik atau kadar abu (Riansyah, Supriadi dan
Nopianti, 2013). Bahan organik akan hilang dengan
pembakaran suhu tinggi dan menyisakan bahan an-organik
yang disebut abu. Kandungan abu perlu diketahui dari setiap
bahan, karena kandungan abu dapat menentukan kualitas bahan
dan kemurnian bahan (Nugraha, 1997).

2.5.3 Kadar Protein


Protein adalah zat makanan yang penting bagi tubuh,
Karena mempunyai fungsi antara lain sebagai zat pembangun
dan zat pengatur, serta sebagai sumber tenaga. Protein
merupakan makromolekul yang tersusun oleh asam-asam
amino yang mengandung unsur-unsur utama C, O, H dan N
(Legowo, Nurwantoro dan Sutaryo, 2007). Protein adalah
makromolekul yang tersusun dari bahan dasar asam amino.
Protein terdapat dalam sistem hidup semua organisme baik
yang berada pada tingkat rendah maupun organisme tingkat
tinggi. Protein mempunyai fungsi utama yang kompleks di
dalam semua proses biologi (Katili, 2009).
Protein adalah zat organik yang mengandung karbon,
hidrogen, nitrogen, oksigen, sulfur, dan fosfor. Protein sangat
dibutuhkan oleh setiap organisme dan mikroorganisme dalam
kelangsungan hidupnya. Protein berguna untuk metabolisme
sel, pembentukan jaringan, dan lain-lain (Muhsafaat, Sukria dan
Suryahadi, 2015).

2.5.4 Kadar Lemak


Lemak dan minyak adalah suatu trigliserida atau
triasilgliserol. Perbedaan antara suatu lemak dan minyak adalah
lemak berbentuk padat dan minyak berbentuk cair pada suhu
kamar. Lemak tersusun oleh asam lemak jenuh sedangkan
minyak tersusun oleh asam lemak tak jenuh. Lemak dan minyak
adalah bahan-bahan yang tidak larut dalam air (Panagan,
Yohandini dan Wulandari, 2012). Lemak dapat diartikan

17
sebagai sesuatu yang larut dalam pelarut organik seperti eter,
benzene dan kloroform serta tidak larut dalam air. Makanan
yang tidak dimodifikasi seperti daging, susu dan ikan, lemaknya
berupa campuran yang terdiri dari banyak senyawa dengan
trigliserida sebagai bagian utama (De man, 1997).
Lemak adalah salah satu komponen makanan multifungsi
yang sangat penting untuk kehidupan. Selain memiliki sisi
positif, lemak juga mempunyai sisi negatif terhadap kesehatan.
Fungsi lemak dalam tubuh antara lain sebagai sumber energi,
bagian dari membran sel, mediator aktivitas biologis antar sel,
isolator dalam menjaga keseimbangan suhu tubuh, pelindung
organ-organ tubuh serta pelarut vitamin A, D, E, dan K.
Penambahan lemak dalam makanan memberikan efek rasa lezat
dan tekstur makanan menjadi lembut serta gurih. Dalam tubuh,
lemak menghasilkan energi dua kali lebih banyak dibandingkan
dengan protein dan karbohidrat (Sartika, 2008).

2.5.5 Kadar Karbohidrat


Karbohidrat adalah senyawa polihidroksi aldehid atau
polihidroksi keton yang mempunyai rumus empiris CnH2nOn.
Karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi monosakarida,
oligosakarida, dan polisakarida. Monosakarida merupakan
suatu molekul sakarida/gula yang mempunyai lima atau enam
atom C. Oligosakarida terdiri dari 2-10 unit monosakarida.
Polisakarida merupakan makromolekul yang tersusun oleh
banyak unit monosakarida. Golongan karbohidrat yang banyak
dijumpai di alam adalah monosakarida seperti glukosa dan
fruktosa. Disakarida yang terdiri dari 2 unit monosakarida
seperti laktosa dan sukrosa, serta polisakarida seperti pati,
dekstrin dan berbagai serat pangan (Legowo, Nurwantoro dan
Sutaryo, 2007).
Karbohidrat merupakah salah satu zat gizi yang berfungsi
sebagai penghasil energi di dalam tubuh. Jenis karbohidrat yang
merupakan sumber utama bahan makanan yang umum
dikomsumsi oleh manusia adalah pati (strach). Golongan pati

18
adalah semua bahan pangan pokok pada umumnya; misalnya:
beras, ketela, jagung, gandum, sagu dll (Huwae, 2014).
Karbohidrat memiliki rumus umum Cn(H2O)n atau (CH2O)n
dan masih dibagi lagi ke dalam empat kelompok yaitu
monosakarida, disakarida, oligosakarida dan polisakarida.
Monosakarida berasa manis, larut dalam air, dapat dikristalkan
dan disebut dengan gula reduksi. Monosakarida yang banyak
terdapat di dalam tumbuhan ialah glukosa dan fruktosa yang
keduanya isomer satu dengan yang lain, sedangkan disakarida
yang banyak terdapat di dalam tumbuhan adalah sukrosa,
maltosa dan selobiosa (Fitriningrum, Sugiyarto dan Susilowati,
2013).

2.5.6 Gross Energy


Energi bruto (EB) merupakan sejumlah panas yang
dibebaskan apabila suatu bahan makanan dioksidasi secara total
dalam Bomb Calorimeter yang mengandung 25- 30 atmosfir
oksigen (Haryono dan Ujianto, 2000). Energi dalam bahan
makanan (energy bruto/gross energy) tidak semua dapat
digunakan oleh manusia, sebab tidak semua nutrien yang
dikonsumsi dapat dicerna seluruhnya, dan energi yang terdapat
di dalam nutrien yang tercerna disebut energi tercerna atau
digestible energy (DE) (Purbowati, Sutrisno, Baliarti, Budhi
dan Lestariana, 2008).
Gross Energy (GE) adalah energi potensial yang
terkandung dalam bahan makanan, namun belum dapat
dipergunakan langsung oleh tubuh. Energi harus dalam bentuk
tersedia untuk dapat dimanfaatkan oleh tubuh kita. Proses
pembentukan energi potensial dari bahan makanan menjadi
energi tersedia melalui proses panjang yaitu pencernaan,
penyerapan dan metabolisme (Sugiyono, Hindratiningrum dan
Primandini, 2015).

19
20
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18 Januari 2017
sampai 20 Februari 2017 di Laboratorium Teknologi Hasil
Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang,
Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya Malang dan Laboratorium Pengujian
Mutu dan Keamanan Pangan Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya Malang.

3.2 Materi Penelitian


Materi penelitian yang digunakan adalah bakso yang dibuat
dari daging sapi yang dibeli di pasar Merjosari kota Malang.

3.2.1 Bahan
Bahan yang digunakan antara lain :
1. Tepung Tapioka
2. Tepung Mocaf
3. Bawang Putih
4. Bawang Merah Goreng
5. Lada
6. Garam
7. Es Batu

3.2.2 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain :
1. Meat Grinder
2. Pisau
3. Sarung Tangan Plastik
4. Kompor
5. Panci
6. Peniris
7. Sendok
21
3.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian adalah
percobaan dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK).
Pemilihan metode RAK karena sumber pengelompokan
berdasarkan dari pembelian daging di hari yang berbeda. Rasio
penggunaan tepung mocaf (TM) dan tepung tapioka (TP)
dengan 5 perlakuan 4 kelompok, meliputi:
P0 : TM 0% TP 100% (dari 20% berat daging)
P1 : TM 25% TP 75% (dari 20% berat daging)
P2 : TM 50% TP 50% (dari 20% berat daging)
P3 : TM 75% TP 25% (dari 20% berat daging)
P4: TM 100% TP 0% (dari 20% berat daging)

Takaran untuk bahan pembuat bakso yang digunakan dalam


penelitian ini dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Takaran bahan pembuat bakso yang digunakan


dalam penelitian
Perlakuan
Bahan-bahan p0 p1 p2 p3 p4
Daging sapi (g) 200 200 200 200 200
Tepung tapioka (g) 40 30 20 10 0
Tepung mocaf (g) 0 10 20 30 40
Bawang putih (g) 5 5 5 5 5
Bawang merah
goreng (g) 5 5 5 5 5
Lada/merica (g) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
Garam (g) 5 5 5 5 5
Gula pasir (g) 5 5 5 5 5
Putih telur (g) 6 6 6 6 6
Es batu (g) 40 40 40 40 40
301, 301, 301, 301, 301,
Jumlah 5 5 5 5 5

22
3.3.1 Pembuatan Bakso
Cara pembuatan bakso daging sapi dalam penelitian ini,
yaitu:
- Daging dipotong kecil-kecil.
- Digiling menggunakan meat grinder.
- Dicampur dengan bahan lain (tepung, bawang putih,
bawang merah goreng, gula, garam, merica bubuk, putih
telur dan es batu).
- Digiling dengan mixer sampai halus dan homogen.
- Adonan dicetak bulat-bulat dengan tangan dan
dimasukkan dalam air mendidih sampai mengapung.
- Dipertahankan selama 10 menit.
- Bakso diangkat menggunakan peniris bakso lalu
didinginkan.
- Diagram alir pembuatan bakso daging sapi dapat dilihat
pada Gambar 2.

23
Daging Sapi

Es Batu Dipotong kecil-kecil

Digiling dengan meat


grinder sampai halus

Daging Sapi Giling

Ditambahkan tepung tapioka, tepung mocaf, garam, gula,


bawang putih, lada, putih telur dan es batu sesuai formulasi

Pencampuran adonan dengan mixer hingga merata

Dicetak bulat-bulat

Pemasakan pada air


mendidih suhu 100°C
selama 10 menit atau
hingga matang
Diangkat dan ditiriskan

Bakso

Gambar 2. Diagram alir pembuatan bakso daging sapi


24
3.4 Variabel Pengamatan
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah kualitas
kimia dan gross energy dari bakso sapi dengan penambahan
tepung mocaf yang meliputi:
1. Prosedur uji kadar air (Soedarmadji dkk., 1996) seperti
pada lampiran 1.
2. Prosedur uji kadar abu (Soedarmadji dkk., 1996)
seperti pada lampiran 2.
3. Prosedur uji kadar protein (Soedarmadji dkk., 1996)
seperti pada lampiran 3.
4. Prosedur uji kadar lemak (Soedarmadji dkk., 1996)
seperti pada lampiran 4.
5. Prosedur uji kadar karbohidrat (Soedarmadji dkk.,
1996) seperti pada lampiran 5.
6. Prosedur uji gross energy seperti pada lampiran 6.

3.5 Analisis Data


Data yang diperoleh dianalisis dengan analisa sidik ragam
Rancangan Acak Kelompok (RAK) menggunakan Microsoft
Excel 2016 dan bila terdapat perbedaan yang nyata maka
analisis data dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan.

3.6 Batasan Istilah


Tepung mocaf : Tepung singkong yang diproses secara
fermentasi dengan prinsip modifikasi sel
singkong.
Pati : Pati adalah salah satu komponen tepung.
Namun, pati tidak mengandung zat yang sama
dengan tepung. Sebab, pati tidak memiliki
kandungan gluten yang berbahaya bagi orang
dengan alergi gluten. Gluten terdapat dalam
biji-bijian seperti gandum.
Bakso : Makanan yang terbuat dari daging yang
dicampur dengan tepung tapioka, bawang
putih, garam dll. Adonan dibuat menyerupai
bola-bola kemudian dimasak dalam air panas.

25
Kualitas Kimia : Penilaian kualitas bakso
berdasarkan kadar air, kadar abu,
kadar protein, kadar lemak, dan
kadar karbohidrat.

26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kualitas Kimia dan Gross Energy


Analisa bakso daging sapi dengan substitusi tepung mocaf
dilakukan di laboratorium THT Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya yang meliputi kadar air dan kadar lemak,
Laboratorium NMT Fakultas Peternakan Universitas brawijaya
untuk uji gross energy dan Laboratorium Pengujian Mutu dan
Keamanan Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Brawijaya untuk uji kadar protein dan kadar abu.

4.1.1 Kadar Air


Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung
dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga
salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan,
karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan rasa
bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan
kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang
tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir
untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada
bahan pangan. Makin rendah kadar air, makin lambat
pertumbuhan mikroorganisme sedangkan bahan pangan
tersebut dapat tahan lama. Sebaliknya makin tinggi kadar air
makin cepat mikroorganisme berkembang biak, sehingga
proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat (Winarno,
2002). Nilai rata-rata kadar air bakso dapat dilihat pada Tabel
8.

Tabel 8. Kadar Air


Perlakuan Kadar Air (%)
P0 67.63±1.41
P1 67.45±0.56
P2 68.83±0.24
P3 68.32±1.1
P4 67.33±0.76

27
Hasil analisis didapatkan bahwa perlakuan substitusi
tepung mocaf tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar
air bakso daging sapi. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
tepung mocaf sebagai substitusi tepung tapioka sebagai filler
dalam pembuatan bakso daging sapi dapat mempertahankan
kadar air pada bakso. Pada Tabel 8 dapat dilihat nilai rata-rata
analisis kimia kadar air berkisar antara 67.45% sampai dengan
69,08%. Nilai rata-rata kadar air terendah diperoleh dari
perlakuan bakso daging sapi dengan substitusi tepung mocaf
25% (P1), sedangkan nilai rata-rata kadar air tertinggi diperoleh
dari substitusi tepung mocaf sebesar 100% (P4). SNI 01-3818-
1995 tentang bakso daging mensyaratkan kadar air maksimal
pada bakso adalah 70%, dalam penelitian ini hasil kadar air dari
P0, P1, P2, P3 dan P4 pada bakso yang dibuat semua memenuhi
standar yang telah ditentukan.
Hasil rata-rata kadar air cenderung meningkat seiring
semakin banyak substitusi tepung mocaf yang diberikan pada
bakso. Tepung tapioka memiliki kandungan amilopektin yang
lebih tinggi dan amilosa lebih rendah dari tepung mocaf.
Amilosa memiliki sifat mudah menyerap air, sedangkan
amilopektin bersifat lekat dan cenderung membentuk gel bila
disuspensikan dengan air.
Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air
panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak
terlarut disebut amilopektin. Pada umumnya pati mengandung
amilopektin lebih banyak daripada amilosa. Perbandingan
amilosa dan amilopektin ini mempengaruhi sifat kelarutan dan
derajat gelatinisasi pati (Rohmah, 2013). Amilosa memiliki
kemampuan mengikat air yang tinggi sehingga akan
mempengaruhi kestabilan viskositasnya dan konsistensi gel
yang cenderung lunak. Kadar amilosa yang lebih banyak akan
berpengaruh terhadap proses hidrasi menjadi lebih cepat yang
cenderung meningkatkan viskositasnya, akan tetapi diperlukan
suhu yang tinggi dan waktu yang lama untuk mencapai proses
gelatinasi. Amilopektin memiliki kemampuan menahan air
yang lebih rendah dibanding amilosa sehingga berpengaruh
terhadap viskositas maupun konsistensi gel. Tinggi rendahnya

28
kedua komponen pembentuk pati berpengaruh terhadap
viskositas yang akan membentuk daya lengket (Suarni, 2005).
Widyastuti (1999) menyatakan bahwa penurunan kadar air
dikarenakan semakin banyak tepung tapioka yang di substitusi
akan mengurangi daya ikat air. Penurunan kadar air bakso
disebabkan oleh bahan pengisi yang ditambahkan berupa
karbohidrat (pati/amilopektin) yang mengakibatkan
meningkatkan ikatan butiran pati dan protein. Meningkatnya
ikatan butiran pati dan protein mengakibatkan air tidak dapat
terserap secara maksimal. Musita (2009) menambahkan,
tingginya daya serap air berkaitan dengan kadar amilosa dalam
tepung. Semakin tinggi kadar amilosanya maka daya serapnya
semakin tinggi.

4.1.2 Kadar Abu


Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri
dari bahan organik dan air, sedangkan sisanya merupakan
unsur- unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat
anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-
bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena
itulah disebut abu.
Penentuan abu dilakukan dengan tujuan untuk menentukan
baik tidaknya suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan
yang digunakan, serta dijadikan parameter nilai gizi bahan
makanan (Montolalu, Lontaan, Sakul dan Mirah, 2013).
Kandungan abu yang berwarna putih keabu-abuan adalah hasil
pembakaran yang sempurna, yaitu dengan menggunakan suhu
pembakaran antara 550°C sampai 600°C. Pada penetapan kadar
abu selalu digunakan bahan atau materi yang sudah diketahui
kandungan abunya sebagai kontrol atau standar analisa,
sehingga faktor kesalahan dalam metoda analisis abu bisa
terdeteksi sedini mungkin (Nugraha, 1997).
Hasil analisis didapatkan bahwa perlakuan substitusi
tepung mocaf tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar
abu bakso daging sapi. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
tepung mocaf sebagai substitusi tepung tapioka sebagai filler
dalam pembuatan bakso daging sapi dapat mempertahankan
29
kadar abu pada bakso. Nilai rata-rata analisis kimia kadar abu
berkisar antara 1,65% sampai dengan 1,95%. Nilai rata-rata
kadar abu terendah diperoleh dari perlakuan bakso daging sapi
dengan substitusi tepung mocaf 50% (P2), sedangkan nilai rata-
rata kadar abu tertinggi diperoleh dari substitusi tepung mocaf
sebesar 100% (P4). SNI 01-3818-1995 tentang bakso daging
mensyaratkan kadar abu maksimal pada bakso adalah 3,0%,
dalam penelitian ini hasil kadar air dari P0, P1, P2, P3 dan P4
pada bakso yang dibuat semua memenuhi standar yang telah
ditentukan. Nilai rata-rata kadar air bakso dapat dilihat pada
Tabel 9.

Tabel 9. Kadar Abu


Perlakuan Kadar Abu (%)
P0 1.65±0.23
P1 1.73±0.15
P2 1.87±0.14
P3 1.89±0.27
P4 1.95±0.15

Hasil rata-rata kadar abu cenderung seragam pada


substitusi tepung mocaf yang ditambahkan pada bakso. Pada
penelitian ini, diduga kadar abu dari tepung mocaf dan tepung
tapioka masih identik karena berasal dari bahan baku yang sama
yaitu singkong. Wahjuningsih (1990) menyatakan ubi kayu
mengandung mineral yang berupa kalsium 84 mg, fosfor 125
mg, dan zat besi 1 mg. Tidak adanya penambahan bahan –
bahan lain didalam proses pembuatan tepung mocaf juga
berpengaruh terhadap kadar abu. Penambahan bahan lain dapat
memperbanyak abu yang nantinya akan memberikan pengaruh
terhadap hasil akhir bahan.

4.1.3 Kadar Protein


Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting
bagi tubuh, karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan
bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan
pengatur (Syarief dan Anies, 1988). Hasil analisis didapatkan
30
bahwa perlakuan substitusi tepung mocaf tidak berpengaruh
nyata (P>0,05) terhadap kadar protein bakso daging sapi. Hal
ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung mocaf sebagai
substitusi tepung tapioka sebagai filler dalam pembuatan bakso
daging sapi dapat mempertahankan kadar protein pada bakso.
Nilai rata-rata analisis kimia kadar protein berkisar antara
9,01% sampai dengan 10,14%. Nilai rata-rata kadar protein
terendah diperoleh dari perlakuan bakso daging sapi dengan
substitusi tepung mocaf 0% (P0), sedangkan nilai rata-rata
kadar protein tertinggi diperoleh dari substitusi tepung mocaf
sebesar 75% (P3). SNI 01-3818-1995 tentang bakso daging
mensyaratkan kadar protein minimal pada bakso adalah 9,0%,
dalam penelitian ini hasil kadar protein dari P0, P1, P2, P3 dan
P4 pada bakso yang dibuat semua memenuhi standar yang telah
ditentukan. Nilai rata-rata kadar air bakso dapat dilihat pada
Tabel 10.

Tabel 10. Kadar Protein


Perlakuan Kadar Protein (%)
P0 9.72±0.08
P1 10.14±0.91
P2 9.01±0.35
P3 9.67±0.48
P4 9.76±0.35

Nilai rata-rata kadar protein pada penambahan tepung


mocaf cenderung naik dengan semakin banyak tepung mocaf
yang disubstitusikan. Tepung tapioka memiliki kandungan
protein yang rendah karena kandungan terbesar dalam tapioka
adalah pati. Normasari (2010) menyatakan kandungan protein
bersifat hidrofilik, yaitu mempunyai daya serap air yang tinggi.
Sehingga jika kadar protein semakin tinggi maka
memungkinkan kadar air juga tinggi. Hidayat (2009)
menambahkan, sebagian besar jenis protein dapat larut dalam
air, terutama metionin. Panggih (2009), Ubi kayu merupakan
sumber energi yang kaya karbohidrat namun sedikit protein.

31
Sumber protein yang terdapat pada ubi kayu adalah asam amino
metionin.
Kadar protein dalam tepung mocaf lebih tinggi tetapi tidak
jauh berbeda dengan tepung tapioka karena saat proses
fermentasi terjadi degradasi yang disebabkan oleh aktifitas
mikroba. Mumba, Maria dan Sifera (2013) menyatakan, selama
proses fermentasi mocaf terjadi kehilangan komponen
penimbul warna, dan protein yang ada pada tepung mocaf dapat
menyebabkan warna coklat ketika pemanasan.

4.1.4 Kadar Lemak


Lemak berperan dalam membentuk emulsi daging serta
memberikan keempukan dan kebasahan pada bakso (Afrianty,
2002). Hasil analisis didapatkan bahwa perlakuan substitusi
tepung mocaf tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar
lemak bakso daging sapi. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan tepung mocaf sebagai substitusi tepung tapioka
sebagai filler dalam pembuatan bakso daging sapi dapat
mempertahankan kadar lemak pada bakso. Nilai rata-rata
analisis kimia kadar lemak berkisar antara 0,07% sampai
dengan 0,12%. Nilai rata-rata kadar lemak terendah diperoleh
dari perlakuan bakso daging sapi dengan substitusi tepung
mocaf 0% (P0), sedangkan nilai rata-rata kadar lemak tertinggi
diperoleh dari substitusi tepung mocaf sebesar 100% (P4). SNI
01-3818-1995 tentang bakso daging mensyaratkan kadar abu
maksimal pada bakso adalah 2,0%, dalam penelitian ini hasil
kadar lemak dari P0, P1, P2, P3 dan P4 pada bakso yang dibuat
semua memenuhi standar yang telah ditentukan. Nilai rata-rata
kadar air bakso dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Kadar Lemak


Perlakuan Kadar Lemak (%)
P0 0.11 ± 0.03
P1 0.09 ± 0.02
P2 0.12 ± 0.04
P3 0.07 ± 0.03
P4 0.1 ± 0.04
32
Hasil rata-rata kadar lemak cenderung seragam pada
substitusi tepung mocaf yang ditambahkan pada bakso. Pada
penelitian ini, diduga kadar lemak dari tepung mocaf dan
tepung tapioka masih identik karena berasal dari bahan baku
yang sama yaitu singkong. Proses fermentasi yang dilakukan
pada tepung mocaf, bakteri asam laktat tidak dapat
mendegradasi lemak. Kusumanto (2009) menyatakan bahwa,
mikrobia yang tumbuh selama fermentasi adalah bakteri asam
laktat yang menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik
yang menghancurkan dinding sel ubi kayu sehingga terjadi
liberasi granula pati. Enzim – enzim yang dihasilkan juga
memecah pati menjadi gula sederhana dan asam laktat. Bakteri
yang tumbuh selama fermentasi tidak menghasilkan enzim–
enzim pemecah lemak sehingga adanya proses fermentasi tidak
berpengaruh terhadap pengurangan kadar lemak dari ubi kayu.
Dian dan Rachman (2012) menjelaskan bahwa perendaman air
juga tidak berdampak terhadap berkurangnya kadar lemak dari
ubi kayu. Lemak merupakan sumber energi selain karbohidrat
yang dibutuhkan oleh manusia. Perlakuan fermentasi tidak akan
menghilangkan kadar lemak, hal ini dipengaruhi oleh jumlah
kandungan lemak yang memang sudah terdapat pada ubi kayu.

4.1.5 Kadar Karbohidrat


Karbohidrat merupakan sumber kalori utama, di samping
juga mempunyai peranan penting dalam menentukan
karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur dan
lain-lain (Syarief dan Anies, 1988). Kadar karbohidrat yang
dihitung secara By different dipengaruhi oleh komponen nutrisi
lain, semakin rendah komponen nutrisi lain maka kadar
karbohidrat akan semakin tinggi. Sebaliknya semakin tinggi
komponen nutrisi lain maka kadar karbohidrat akan semakin
rendah. Komponen nutrisi yang mempengaruhi besarnya
kandungan karbohidrat diantaranya adalah kandungan protein,
lemak, air, abu (Sugito dan Ari Hayati, 2006).
Rata-rata kadar karbohidrat bakso sapi dengan
penambahan tepung tapioka antara 18,71% sampai 21,42%.
Nilai kadar karbohidrat terendah adalah perlakuan P4

33
(substitusi tepung mocaf 100%) dan tertinggi adalah perlakuan
P0 (substitusi tepung mocaf 0%).. Hasil analisis keragaman
menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung mocaf
dengan konsentrasi berbeda berbeda nyata (p<0,05) terhadap
kadar karbohidrat bakso sapi. Nilai rata-rata perlakuan
penambahan konsentrasi tepung mocaf terhadap kadar
karbohidrat bakso sapi dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Kadar Karbohidrat


Perlakuan Kadar Lemak (%)
P0 21.64±1.45
P1 21.23±0.95
P2 19.91±1.08
P3 19.41±0.27
P4 18.71±0.65

Hasil rata-rata kadar karbohidrat cenderung menurun


seiring semakin banyak tepung mocaf yang ditambahkan,
diketahui bahwa kandungan pati pada tepung tapioka lebih
besar yang merupakan komponen utamanya. Usmiati (2009)
menyatakan bahwa tapioka yang ditambahkan mempengaruhi
kualitas bakso yang dihasilkan, semakin banyak tapioka yang
ditambahkan menyebabkan kekenyalan bakso makin menurun,
kandungan protein makin rendah dan karbohidrat makin tinggi.
Normasari (2010) menambahkan viskositas dari mocaf lebih
rendah dari tapioka, karena pada tapioka komponen pati
mencakup hampir seluruh bahan kering, sedangkan pada mocaf
komponen selain pati masih dalam jumlah yang signifikan.
Lama fermentasi 72 jam akan didapatkan produk mocaf yang
mempunyai viskositas mendekati tapioka. Hal ini dapat
dipahami bahwa, dengan fermentasi yang lama maka akan
semakin banyak sel ubi kayu yang pecah, sehingga liberasi
granula pati menjadi sangat ekstensif. Risti (2013)
menambahkan bahwa tepung mocaf memiliki granula
berbentuk oval berukuran 5-35 mikron, kadar amilosa 21,04-
29,2%, kadar amilopektin 79,6-78,8%. Tepung tapioka

34
memiliki granula berbentuk oval, berukuran 5-35 mikron, kadar
amilosa 17%, kadar amilopektin 83%.

4.1.6 Gross Energy


Rata-rata gross energy bakso sapi dengan penambahan
tepung tapioka antara 3972.06 kkal/kg sampai 4339.79 kkal/kg.
Nilai kadar gross energy terendah adalah perlakuan P4
(substitusi tepung mocaf 100%) dan tertinggi adalah perlakuan
P1 (substitusi tepung mocaf 25%). Hasil analisis keragaman
menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung mocaf
dengan konsentrasi berbeda tidak berpengaruh nyata (p>0,05)
terhadap gross energy bakso sapi. Nilai rata-rata perlakuan
penambahan konsentrasi tepung mocaf terhadap gross energy
bakso sapi dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Gross Energy


Perlakuan Gross Energy (%)
P0 4010.77±193.46
P1 4339.79±312.14
P2 4197.28±101.95
P3 3990.4±98.93
P4 3972.06±67.09

Hasil rata-rata tersebut dapat diketahui bahwa gross


energy/kalori tertinggi pada substitusi tepung mocaf sebesar
25% dan cenderung menurun dengan semakin banyak substitusi
tepung mocaf yang dilakukan. Hal ini menjelaskan bahwa kadar
air berpengaruh terhadap kalori yang dikandung dalam bahan
makanan, semakin banyak kadar air maka semakin sedikit
kalori yang terdapat pada bahan makanan. Kadar air tepung
mocaf lebih besar dari tepung tapioka sehingga kalori yang
terkandung dalam tepung mocaf lebih sedikit.
Hasil pembakaran 1 gram karbohidrat menghasilkan 4
kalori, 1 gram lemak menghasilkan 9 kalori, dan 1 gram protein
menghasilkan 4 kalori. Meskipun protein dapat menghasilkan
kalori biasanya oleh tubuh tidak dipakai sebagai sumber tenaga,
kecuali tubuh sudah kehabisan karbohidrat dan lemak.
35
Karbohidrat merupakan sumber tenaga yang paling ideal,
karena dapat dibakar secara sempurna oleh tubuh (Gunadi,
2010). Umbi-umbian merupakan sumber karbohidrat yang
mempunyai potensi untuk diversifikasi pangan dan banyak
terdapat di Indonesia. Selain cukup tersedia dalam jumlah
besar, umumnya juga memiliki harga lebih rendah daripada
beras. Salah satu jenis umbi-umbian yang melimpah dan banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia adalah singkong.
Singkong banyak dimanfaatkan sebagai sumber pati yang
memegang peranan penting dalam memenuhi kebutuhan
energi. Pati singkong yang biasa disebut tapioka mengandung
karbohidrat tinggi dan rendah serat, sehingga pemanfaatan
tapioka sebagai bahan pembuatan makanan diharapkan dapat
menjadi alternatif sumber kalori yang efisien (Purnamasari dan
Harijon, 2014).

36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa dengan penggunaan tepung mocaf sebagai
substitusi tepung tapioka pada bakso daging sapi untuk kadar
air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat
dan gross energy didapat perlakuan terbaik pada substitusi
tepung mocaf sebanyak 50%.

5.2 Saran
Disarankan untuk meneliti lebih lanjut tentang kadar serat
kasar dari bakso daging sapi menggunakan tepung mocaf
sebagai substitusi tepung tapioka untuk mengetahui
keseluruhan kualitas kimia bakso daging sapi dengan substitusi
tepung mocaf.

37
38
DAFTAR PUSTAKA

Afrianty. 2002. Sifat Fisiko Kimia dan Palatabilitas Bakso


dengan Bahan Utama Daging Sapi Beku pada Waktu
Pembekuan yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ahmadi, K., A. Afrila, W.I. Adhi. 2007. Pengaruh Jenis Daging


dan Tingkat Penambahan Tepung Tapioka yang Berbeda
Terhadap Kualitas Bakso. Buana Sains. 7 (2): 139-144.

Amanu, F. N., W. H. Susanto. 2014. Pembuatan Tepung Mocaf


di Madura (Kajian Varietas dan Lokasi Penanaman)
Terhadap Mutu dan Rendemen. Jurnal Pangan dan
Agroindustri. 2 (3):161-169.

Asriyanti. 2013. Mempelajari Pembuatan Bumbu Inti Kunyit


(Curcuma domestica Val) Bubuk. Skripsi. Jurusan
Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas
Hasanuddin. Makasar.

Assadad, L. dan B. S. B. Utom. 2011. Pemanfaatan Garam


dalam Industri Pengolahan Produk Perikanan. Squalen. 6
(1).

Aulawi, T. dan R. Ninis. 2009. Sifat Fisik Bakso Daging Sapi


dengan Bahan Pengenyal dan Lama Penyimpanan yang
Berbeda. Jurnal Peternakan. 6 (2): 44-52.

Aziz, H. A., A. Ete, Bahrudin. 2013. Karakterisasi Sumber


Benih Bawang Merah dari Berbagai Daerah Sentra
Produksi di Lembah Palu. e-J. Agrotekbis 1 (3): 221-227.

BSN. 1995. Bakso Daging. SNI 01-3818-1995. Badan


Standarisasi Nasional. Jakarta.

39
____. 2000. Garam Dapur. SNI 01-3556-2000. Badan
Standarisasi Nasional. Jakarta.

De Man. 1997. Kimia Pangan. Terjemahan. K. P. Winata.


Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Dewi, S. H. C. 2012. Populasi Mikroba dan Sifat Fisik Daging


Sapi Beku Selama Penyimpanan. Jurnal AgriSains. 3
(4).

Dian, I. dan P Rachman. 2012. Studi Pembuatan “Tapioca


Fermented Flour” (Tff) Dengan Fermentasi Alami Dan
Penambahan Inokulum. Program Studi Ilmu Dan
Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas
Pertanian. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Efendi, P. J. 2010. Kajian Karakteristik Fisik MOCAF


(Modified Cassava Flour) dari Ubi Kayu (Manihot
esculenta Crantz) Varietas Malang-I dan Varietas
Mentega dengan Perlakuan Lama Fermentasi. Skripsi.
Program Studi Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas
Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Faradila, Y. Alioes, Elmatris. 2014. Identifikasi Formalin pada


Bakso yang Dijual pada Beberapa Tempat di Kota
Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 3 (2).

Fitriningrum, M., Sugiyarto, A. Susilowati. 2013. Analisis


Kandungan Karbohidrat Pada Berbagai Tingkat
Kematangan Buah Karika (Carica Pubescens) di Kejajar
dan Sembungan, Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah.
Bioteknologi 10 (1): 6-14.

Gunadi, H. D. 2010. Gizi Atlet Lari Cepat 100 Meter Pelajar


Putra Indonesia. Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN :1411-
8319. 10 (2).

40
Hadi, B., E. Bahar, R. Semiarti. 2014. Uji Bakteriologis Es Batu
Rumah Tangga yang digunakan Penjual Minuman di
Pasar Lubuk Buaya Kota Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas. 3 (2).

Handayani, S. 2014. Pengaruh Proporsi Terigu – Mocaf


(Modified Cassava Flour) dan Penambahan Tepung
Formula Tempe Terhadap Hasil Jadi Flake. E-Journal
Boga. 3 (3): 222-228.

Hanifa, R., A. Hintono dan Y.B. Pramono. 2013. Kadar Protein,


Kadar Kalsium, dan Kesukaan Terhadap Cita Rasa
Chicken Nugget Hasil Substitusi Terigu Dengan Mocaf
dan Penambahan Tepung Tulang Rawan. Jurnal Pangan
dan Gizi. 4 (8).

Haryono dan A. Ujianto. 2000. Penentuan Energi Metabolis


(EM) Bahan Pakan Ayam dikandang Percobaan Unggas
Ciawi. Temu Teknis Fungsional non Penetiti.

Hatta M. dan E. Murpiningrum. 2012. Kualitas Bakso Daging


Sapi dengan Penambahan Garam (NaCl) dan Fosfat
(Sodium tripolifosfat/STPP) pada Level dan Waktu yang
Berbeda. JITP. 2 (1).

Herawati, H. 2010. Karakteristik Pola Gelatinisasi Tapioka


dengan Menggunakan Alat Microwave. Prosiding PPI
Standarisasi. Jakarta.

Hersoelistyorini, W., S. S. Dewi dan A. C. Kumoro. 2015. Sifat


Fisiko Kimia dan Organoleptik Tepung MOCAF
(Modified Cassava Flour) dengan Fermentasi
Menggunakan Ekstrak Kubis. The 2nd University
Research Coloquium.

Hidayat. 2009. Teknologi Tepung. Prosiding Seminar


Ketahanan Pangan, Yogyakarta. Kerjasama Fakultas

41
Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada dengan PT.
Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills.

Huwae, B. R. 2014. Analisis Kadar Karbohidrat Tepung


Beberapa Jenis Sagu yang Dikonsumsi Masyarakat
Maluku. Biopendix, 1 (1): 2014.

Kalukiningrum, S. 2012. Pengembangan Produk Cake dengan


Substitusi Tepung Mocaf. Proyek Akhir. Prgoram Studi
Teknik Boga. Fakultas Teknik. Universitas Negeri
Yogyakarta. Yogyakarta.

Katili, A. S. 2009. Struktur dan Fungsi Protein Kolagen. Jurnal


Pelangi Ilmu. 2 (5).

Komariah, S. Rahayu dan Sarjito. 2009. Sifat Fisik Daging


Sapi, Kerbau dan Domba Pada Lama Postmortem yang
Berbeda. Buletin Peternakan. 33 (3): 183-189.

Koswara, S. 2009. Teknologi Praktis Pengolahan Daging.


http:tekpan.unimus.ac.id/wp-
content/uploads/2013/07/Teknologi-Praktis-
Pengolahan-Daging.pdf.

Kurniati, L. I., N. Aida, S. Gunawan, dan T. Widjaja. 2012.


Pembuatan Mocaf (Modified Cassava Flour) dengan
Proses Fermentasi Menggunakan Lactobacillus
plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Rhizopus
oryzae. Jurnal Teknik POMITS. 1 (1): 1-6.

Kusnadi, D. C., V. P. Bintoro dan A. N. Al-Baari. 2012. Daya


Ikat Air, Tingkat Kekenyalan dan Kadar Protein pada
Bakso Kombinasi Daging Sapi dan Daging Kelinci.
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 1 (2).

Kusumanto. 2009. Aktivitas Bakteiosin dari Bakteri


Leuconostoc mesenteroides Pada Berbagai Macam

42
Media. Jurnal Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI.
Makara, Kesehatan. 6 (3).

Legowo, A. M., Nurwantoro dan Sutaryo. 2007. Buku Ajar


Analisis Pangan. Fakultas Peternakan. Universitas
Diponegoro. Semarang.

Melia, S., I. Juliyarsi dan A. Rosya. 2010. Peningkatan Kualitas


Bakso Ayam dengan Penambahan Tepung Talas Sebagai
Substitusi Tepung Tapioka. Jurnal Petemakan. 7 (2): 62-
69.

Montolalu, S., N. Lontaan, S. Sakul, A. Dp. Mirah. 2013. Sifat


Fisiko-Kimia dan Mutu Organoleptik Bakso Broiler
dengan Menggunakan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea
batatas L). Jurnal Zootek (“Zootek”Journal). 32 (5).

Muhsafaat, L. O., H. A. Sukria dan Suryahadi. 2015. Kualitas


Protein dan Komposisi Asam Amino Ampas Sagu Hasil
Fermentasi Aspergillus niger dengan Penambahan Urea
dan Zeolit. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI). 20 (2):
124-130.

Mumba, Maria dan Sifera. 2013. Pengaruh Subtitusi Mocaf


(Modified Cassava Flour) Simpan Twist.

Musita M. 2009. Kajian Kandungan dan Karakteristik Pati


Resisten dari Berbagai Varietas Pisang. Jurnal Teknologi
Industri dan Hasil Pertanian. 14 (1).

Normasari, R. Y. 2010. Kajian Penggunaan Tepung Mocaf


(Modified Cassava Flour) Sebagai Subtitusi Terigu yang
Difortifikasi dengan Tepung Kacang Hijau dan Prediksi
Umur Simpan Cookies. Skripsi. Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

43
Nugraha, E. 1997. Modifikasi Faktor Suhu dan Waktu pada
Metoda Penetapan Kadar Abu. Lokakarya Fungsional
Non Peneliti.

Nur, M., I. Marhaendrajaya, Sugito, T. Windarti, Arnelli, R.


Hastuti, A. Haris, W. H. Rahmanto. 2013. Pengayaan
Yodium dan Kadar NaCl pada Garam Krosok menjadi
Garam Konsumsi standar SNI. Jurnal Sains dan
Matematika. 21 (1): 1-6.
Nurasa, T. Dan A. Supriatna. 2002. Analisis Kelayakan
Finansial Lada Hitam (Studi Kasus di Propinsi
Lampung). Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial
Ekonomi Pertanian. Bogor. Jawa Barat. Indonesia.

Nusa, M. I., B. Suarti dan Alfiah. 2012. Pembuatan Tepung


Mocaf Melalui Penambahan Starter dan Lama
Fermentasi (Modified Cassava Flour). Agrium. 17 (3).

Padmaningrum, R. T. dan D. Purwaningsih. 2007. Analisis


Kadar Gizi dan Zat Aditif dalam Bakso Sapi dari
Beberapa Produsen. Jurdik Kimia, FMIPA UNY.

Panagan, A. T., H. Yohandini, dan M. Wulandari. 2012.


Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Asam Lemak Tak
Jenuh Omega-3, Omega-6 dan Karakterisasi Minyak
Ikan Patin (Pangasius pangasius). Jurnal Penelitian
Sains. 15 (3).

Panggih. 2009. Aspek Biokimia dan Gizi dalam Kemasan


Pangan. PAU Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta.

Prihandani, S. S., M. Poeloengan, S. M. Noor dan Andriani.


2015. Uji Daya Antibakteri Bawang Putih (Allium
sativum L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus,
Escherichia coli, Salmonella typhimurium dan
Pseudomonas aeruginosa dalam Meningkatkan
Keamanan Pangan. Informatika Pertanian. 24 (1): 53-58.

44
Purbowati, E., C.I. Sutrisno, E. Baliarti, S.P.S. Budhi dan W.
Lestariana. 2008. Pemanfaatan Energi Pakan Komplit
Berkadar Protein-Energi Berbeda Pada Domba Lokal
Jantan yang Digemukkan Secara Feedlot. J.
Indon.Trop.Anim.Agric. 33 (1).

Purnamasari, E. W., Harijon. 2014. Optimasi Kadar Kalori


Dalam Makanan Pendamping Asi (MP-ASI). Jurnal
Pangan dan Agroindustri. 2 (3): 19-27.

Purnomo, H. 1997. Perubahan Bahan Pengikat dalam Bakso


karena Pemanasan. Fakultas Peternakan. Universitas
Brawijaya.

__________. 1998. Teknologi Hasil Ternak Kaitannya dengan


Keamanan Pangan Menjelang Abad 21. Pidato
Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Teknologi Hasil
Ternak Pada Fakultas Peternakan. Universitas
Brawijaya. Malang.

Putri, A. F. E. 2009. Sifat Fisik dan Organoleptik Bakso Daging


Sapi pada Lama Post Mortem yang Berbeda dengan
Penambahan Karagenan. Skripsi. Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi peternakan. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Rachmad, S. Suryani dan P. L. Gareso. 2012. Penentuan


Efektifitas Bawang Merah dan Ekstrak Bawang Merah
(Allium Cepa var. ascalonicum) dalam Menurunkan
Suhu bahan. Program Studi Fisika. Jurusan Fisika.
Fakultas MIPA. UNHAS Makassar.

Risfaheri. 2012. Diversifikasi Produk Lada (Piper ningrum)


Untuk Peningkatan Nilai Tambah. Buletin Teknologi
Pascananen Pertanian. 8 (1).

45
Riansyah, A., A. Supriadi dan R. Nopianti. 2013. Pengaruh
Perbedaan Suhu dan Waktu Pengeringan Terhadap
Karakteristik Ikan Asin Sepat Siam (Trichogaster
pectoralis) dengan Menggunakan Oven. Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya. Indralaya Ogan Ilir. 2
(1).

Risti, Y. 2013. Pengaruh Penambahan Telur Terhadap Kadar


Protein, Serat, Tingkat Kekenyalan dan Penerimaan Mi
Basah Bebas Gluten Berbahan Baku Tepung Komposit.
Artikel Penelitian. Program Studi Ilmu Gizi. Fakultas
Kedokteran. Universitas Diponegoro.

Rohmah, M. 2013. Kajian Kandungan Pati, Amilosa dan


Amilopektin Tepung dan Pati pada beberapa Kultivar
Pisang (Musa Spp). Prosiding Seminar Nasional Kimia.
ISBN : 978-602-19421-0-9.

Rositawati, A. L., C. M. Taslim dan D. Soetrisnanto. 2013.


Rekristalisasi Garam Rakyat dari Daerah Demak Untuk
Mencapai SNI Garam Industri. Jurnal Teknologi Kimia
dan Industri. 2 (4): 217-225.

Salim, E. 2007. Mengolah Singkong Menjadi Tepung Mocaf


(Bisnis Produk Alternatif Pengganti Terigu. Lily
Publisher. Yogyakarta: 9-42.

Saputro, E. 2013. Daging dan Nilai Nutrisinya. Balai Besar


Pelatihan Peternakan Batu-Jawa Timur.
http://bppbatu.bbppsdmp.dep tan.go.id.

Sartika, R. A. D. 2008. Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak


Jenuh dan Asam Lemak Trans terhadap Kesehatan.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2 (4).

Sevina, E. K. 2001. Pembuatan Stick Tempe, Pengaruh


Proporsi Tempe dan Tepung Campuran (Tepung Terigu

46
dan Tapioka) Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan
Organoleptik. Skripsi. Jurusan THP-FTP. Universitas
Brawijaya. Malang.

Sirat, D. W. dan Sukesi. 2012. Antioksidan dalam Bakso


Rumput Laut Merah Eucheuma Cottonii. Jurnal Sains
dan Seni POMITS. 1 (1): 1-4..

Soedarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi, 1996. Analisa Bahan


Makanan dan Pertanian. Liberty Yogyakarta
Bekerjasama dengan Pusat Antar Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada


Univ. Press. Yogyakarta.

Suarni dan I. U. Firmansyah. 2005. Beras Jagung: Proseding


Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Makasar :
Pusat Penelitian Dan Pengembangan Taman Pangan
Bogor.

Sudarwati. 2007. Pembuatan Bakso Daging dengan


Penambahan Kitosan. Skripsi. Departemen Teknologi
Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera
Utara.

Sugito, A. Hayati. 2006. Teknologi Tepung. Prosiding Seminar


Ketahanan Pangan, Yogyakarta. Kerjasama Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada dengan PT.
Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills.

Sugiyono, N. Hindratiningrum dan Y. Primandini. 2015.


Determinasi Energi Metabolis dan Kandungan Nutrisi
Hasil Samping Pasar Sebagai Potensi Bahan Pakan Lokal
Ternak Unggas. Agripet. 15 (1).

47
Sumarny, R., L. Rahayu, N. M. D. Sandhiutami dan L. Mory.
2013. Efek Stimulansia Infus Lada Hitam (Piperis nigri
fructus) Pada Mencit. Jurnal Ilmu Kefarmasian
Indonesia. 11 (2): 142-146.

Sunarsi, S., M. Sugeng, S. Wahyuni, dan W. Ratnaningsih.


2011. Memanfaatkan Singkong Menjadi Tepung Mocaf
untuk Pemberdayaan Masyarakat Sumberejo. Seminar
Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat.
LPPM Univet Bantara Sukoharjo.

Sutaryo dan S. Mulyani. 2004. Pengetahuan bahan pangan


Olahan Hasil Ternak dan Standart Nasional Indonesia
(SNI). Universitas Diponegoro. Semarang.

Syarief dan Anies. 1988. Teknologi Pembuatan Tepung dan pati


Umbi-umbian Untuk Menunjang Ketahanan Pangan.
Buletin Pangan. 37: 37-49.

Usmiati, S. 2009. Bakso Sehat. Warta Penelitian dan


Pengembangan Pertanian. Bogor. 31.

Vanesa. 2008. Penentuan Kadar Air dan Kadar Abu dari


Gliserin yang Diproduksi PT. Sinar Oleochemical
International-Medan. Karya Ilmiah. FMIPA. Universitas
Sumatera Utara. Medan.

Wahjuningsih, S. B. 1990. Pengaruh Lama Fermentasi dan Cara


Pengeringan terhadap Mutu Gari yang Dihasilkan.
Skripsi Fakultas Teknolog Pertanian IPB Bogor.

Wibowo, S. 2009. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging.


Penebar Swadaya. Jakarta.

Widyaningsih, T. D. dan E. S. Murtini. 2006. Alternatif


Pengganti Formalin Pada Produk Pangan. Trubus
Agrisarana. Surabaya.

48
Widyastuti, E. S. 1999. Studi Tentang Penggunaan Tapioka,
Pati Kentang Dan Pati Modifikasi Dalam Pembuatan
Bakso Daging Sapi. Tesis. Program Studi Teknologi
Hasil Ternak. Pascasarjana. Universitas Brawijaya.
Malang.

Wijayanti, R. dan A. Rosyid. 2004. Efek Ekstrak Kulit Umbi


Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Penurunan
Kadar Glukosa Darah Pada Tikus Putih Jantan Galur
Wistar yang Diinduksi Aloksan. Program Studi Farmasi.
Fakultas Kedokteran. Universitas Islam Sultan Agung
semua kasih titik.

Winarno. 2002. Berbagai Macam Starter Pada Fermentasi


Tepung. Jakarta.

Yustina, I., E. Nurvia dan Aniswatul. 2012. Pengaruh


Penambahan Aneka Rempah Terhadap Sifat Fisik,
Organoleptik Serta Kesukaan Pada Kerupuk dari Susu
Sapi Segar. Seminar Nasional: Kedaulatan Pangan dan
Energi. Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo
Madura.

Yuyun, A. 2008. Panduan Wirausaha Membuat Aneka Bakso.


PT. Agro Media Pustaka Utama. Jakarta.

49
50

Anda mungkin juga menyukai