SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan Tepung Biji
Durian sebagai Bahan Pengisi Bakso daging Sapi adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Durian (Durio zibethinus murr) merupakan salah satu buah yang sangat
popular di Indonesia. Biji durian yang masak mengandung karbohidrat yang
tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan pengganti sumber karbohidrat yang ada
dalam bentuk tepung. Tepung biji durian memiliki kesamaan dengan tepung
tapioka yaitu memiliki kandungan pati yang terdiri atas amilosa dan amilopektin,
sehingga dapat dikombinasikan dengan tepung tapioka sebagai bahan pengisi
makanan seperti bakso, sosis dan nugget.
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi karakteristik tepung biji durian dan
mengevaluasi karakteristik bakso dengan bahan pengisi tepung biji durian serta
mengevaluasi kualitas bakso selama penyimpanan suhu ruang dan dingin.
Penelitian ini dirancang dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan tersebut adalah konsentrasi
penambahan tepung biji durian sebagai bahan pengisi bakso daging sapi.
Perbedaan konsentrasi tersebut adalah sebagai berikut : 1) Tanpa substitusi tepung
biji durian, 2) Subtitusi tepung biji durian 50% (tepung tapioka : tepung biji
durian = 50 : 50), dan 3) Subtitusi tepung biji durian 100%. Data dianalisa dengan
menggunakan Sidik Ragam (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh dari pelakuan.
Jika perlakuan berpengaruh nyata atau sangat nyata, dilakukan uji Tukey.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tepung biji durian dapat
meningkatkan kadar protein bakso tetapi memiliki tingkat kekerasan yang rendah.
Tepung biji durian dapat menjadi subtitusi tepung tapioka sebagai bahan pengisi
bakso daging sapi dengan level pemberian 50%. Pada uji kualitas bakso selama
penyimpanan suhu ruang,bakso mampu bertahan hingga jam ke 8 dan hari ke 12
pada suhu dingin (4 ºC).
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEMANFAATAN TEPUNG BIJI DURIAN SEBAGAI
BAHAN PENGISI BAKSO DAGING SAPI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji luar komisi pada ujian tesis: Dr Tuti Suryati, S.Pt MSi
Judul Tesis : Pemanfaatan Tepung Biji Durian sebagai Bahan Pengisi Bakso
Daging Sapi
Nama : Delvia Risa Malini
NIM : D151140121
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2016 ini ialah
pemanfaatan tepung biji durian sebagai bahan pengisi bakso daging sapi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Irma Isnafia Arief SPt MSi
dan Ibu Dr Ir Henny Nuraini MSi selaku pembimbing, serta Ibu Dr Tuti Suryati
SPt MSi yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penulis
menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada Fakultas Peternakan,
Departemen IPTP, Kepala bagian Laboratorium Teknologi Hasil Ternak atas izin
dan kesempatan untuk melakukan penelitian dilaboratorium tersebut, serta pihak-
pihak lain yang tidak dapat disebutkan yang telah membantu sejak awal studi
sampai saat ini. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada yang terhormat
dan tersayang Bapak Ni’am Saleh SP dan Ibu Lili Mardawati selaku orang tua
penulis, kakak dan adik tercinta, Julliya Malini, Amd Keb dan Yan Ramadhani
Falini serta teman-teman seperjuangan ITP 2014 atas do’a dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
2 METODE 4
Waktu dan Tempat Penelitian 4
Bahan dan Alat 4
Prosedur 4
Pembuatan Tepung Biji Durian 4
Kualitas Bakso Selama Penyimpanan 6
Prosedur Analisis 6
Sifat Fisik 6
Analisis Kimia 7
Analisis Kualitas Mikrobiologi 10
Rancangan dan Analisis Data 10
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Tepung Biji Durian 10
Warna 11
Amilografi 11
Rendemen 12
Pati 12
Kandungan Nutrisi 13
Kualitas Mikrobiologi 14
Kualitas Bakso 14
Daya Serap Air 14
pH 15
aw 15
Tekstur 15
Kadar Air 16
Kadar Abu 16
Kadar Protein 16
Kadar Lemak 16
Karbohidrat 17
Total Mikroba 17
Sifat Organoleptik Bakso 17
Warna 18
Rasa 18
Aroma 18
Tekstur 18
Kualitas Bakso Selama Penyimpanan 19
4 SIMPULAN DAN SARAN 20
Simpulan 20
Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 21
RIWAYAT HIDUP 28
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Durian (Durio zibethinus murr) merupakan salah satu buah yang sangat
popular di Indonesia. Buah dengan julukan The King of fruits ini termasuk dalam
famili Bombacaceae dan banyak ditemukan di daerah tropis. Tiap pohon durian
dapat menghasilkan 80 sampai 100 buah bahkan hingga 200 buah terutama pada
pohon yang tua, tiap rongga buah terdapat 2 sampai 6 biji atau lebih. Berdasarkan
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan di Indonesia produksi durian
mengalami peningkatan setiap tahun, pada tahun 2013 mencapai 1 818 949 ton.
Selama ini, bagian buah durian yang lebih umum dikonsumsi adalah bagian
salut buah atau dagingnya. Persentase berat bagian ini termasuk rendah yaitu
hanya 20-35%. Hal ini berarti kulit durian 60-75% dan biji durian sekitar 5-15%
belum termanfaatkan secara maksimal (Wahyono 2009). Secara fisik biji durian
berbentuk bulat telur, berkeping dua, berwarna putih kekuning-kuningan atau
coklat muda. Biji durian yang masak mengandung 51.1% air, 46.2% karbohidrat,
2.5% protein dan 0.2% lemak (Nurfiana et al. 2009 ; Djaeni 2010). Kandungan
karbohidrat yang tinggi memungkinkan biji durian dimanfaatkan sebagai bahan
pengganti sumber karbohidrat yang ada dalam bentuk tepung.
Tepung biji durian memiliki kesamaan dengan tepung tapioka yaitu
memiliki kandungan pati yang terdiri atas amilosa 22% dan amilopektin 66.33%,
sehingga dapat dikombinasikan dengan tepung tapioka sebagai bahan pengisi
makanan. Amilosa di dalam tepung memberikan sifat keras dan berperan dalam
pembentukan gel, sedangkan amilopektin dapat menyebabkan sifat lengket serta
pembentukan sifat viskoelastis pada produk pangan. Berdasarkan hal tersebut
dapat diketahui bahwa pati biji durian memiliki sifat yang sama dengan tepung
tapioka yaitu sebagai bahan perekat dalam adonan makanan seperti bakso, sosis
dan nugget (Ageng et al. 2013)
Bakso merupakan salah satu produk olahan daging yang sangat terkenal dan
digemari oleh semua lapisan masyarakat, yang bisa diharapkan sebagai sumber
pangan yang cukup bergizi (Widati et al. 2012). Produk olahan bakso pada
umumnya menggunakan bahan baku daging dan tepung. Daging yang biasanya
dipakai adalah daging sapi, ayam dan ikan sedangkan tepung yang biasanya
dipakai yaitu tepung tapioka (Kusnadi et al. 2012). Data survey yang dilakukan
Creative Data Make Investigation and Research (CDMI) menunjukkan di
Indonesia konsumsi tepung tapioka meningkat rata-rata 10% pertahun. Pada tahun
2013 konsumsi tepung tapioka mencapai 3.33 juta ton, sedangkan produksi tepung
tapioka di Indonesia hanya sekitar 1.2 juta ton. Hal ini memaksa Indonesia untuk
melakukan impor tepung tapioka untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Manfaat biji durian telah dibuktikan dengan penelitian yang
memanfaatkannya sebagai bahan pengisi produk nugget (Ageng et al. 2013), biji
durian menjadi glukosa cair (Anwar dan Laelia 2011), dan sebagai bahan pengikat
dalam tablet (Jufri dan Rosmala 2006). Hal tersebut dapat mendorong inovasi
terbaru dalam menciptakan produk pangan yang bernilai gizi tinggi yang layak
dikonsumsi, memberikan nilai tambah produk, dan mengurangi penggunaan
konsumsi tepung tapioka. Oleh karena itu, diperlukan inovasi makanan jajanan
9
yang sehat dan bernilai gizi tinggi dengan pembuatan bakso daging sapi dengan
modifikasi tepung biji durian sebagai bahan pengisi dan subtitusi tepung tapioka.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Biji Durian
2 METODE
Bahan baku utama dalam penelitian ini adalah daging sapi dan bahan
pengisinya adalah tepung tapioka dan tepung biji durian serta bahan - bahan lain
untuk masing - masing perlakuan yaitu STPP (Sodium Tripolyphosphate), merica,
garam, bawang putih dan es batu. Alat–alat yang digunakan untuk pembuatan
bakso adalah penggiling daging, panci, timbangan elektrik, sendok, wadah plastik,
pisau, dan talenan.
Prosedur
Pembuatan Bakso
Prosedur pembuatan bakso menurut Arief et al. (2012) adalah 1). Daging
yang telah dibersihkan dan dipotong kecil – kecil kemudian digiling
menggunakan food processor bersamaan garam, es batu dan STPP (Sodium
Tripolyphosphate) selama 1 menit; 2). Selanjutnya ditambahkan lada, bawang
putih, tepung tapioka, tepung biji durian dan digiling kembali selama 1 menit; 3).
Adonan bakso dicetak bulat-bulat dan dimasukkan ke dalam air panas dengan
suhu 80oC selama 10 menit kemudian ditiriskan 15 menit. Formulasi pembuatan
bakso dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 serta skema pembuatan
bakso dapat dilihat pada Gambar 2.
12
Ditambahkan es batu,
garam dan STTP
Bakso
Prosedur Analisis
Sifat Fisik
A
Rendemen= x 100 %
B
A−B
Daya Serap Air= x 100 %
A
aw (AOAC 2005)
Pengukuran aw bakso diukur dengan menggunakan aw meter yang telah
dikalibrasi. Sampel bakso sebanyak 5 g diletakkan di dalam cawan pengukur. Alat
dijalankan sampai menunjutkan tanda completed. Nilai aw dapat dibaca.
Analisis Kimia
pH (AOAC 2005)
Sampel bakso sebanyak 5 g diukur dengan menggunakan pH meter merek
HANNA HI 99163. Alat pH meter mula-mula dikalibrasi dengan larutan buffer
pada pH 4 dan 7. Elektroda dibilas menggunakan akuades dan dikeringkan, pH
meter ditusukkan ke dalam sampel daging kira-kira 2-4 cm. Nilai pH diperoleh
dengan membaca skala tersebut.
B 1−B 2
Kadar Air = x 100 %
B
Tepung biji durian merupakan tepung yang berasal dari biji durian dengan
melalui beberapa proses antara lain penyortiran, pencucian, pengupasan,
pemblansingan, perendaman, pengirisan dan penepungan. Analisis karakteristik
tepung biji durian penting dilakukan untuk mengetahui mutu dan kondisi bahan
sebelum diproses lebih lanjut (Indrastuti et al. 2012). Pengujian yang dilakukan
meliputi uji fisik, uji kimia dan uji mikrobiologi. Karakteristik fisik tepung biji
durian disajikan pada Tabel 2.
Warna
Pemilihan warna merupakan salah satu bahan pertimbangan bagi konsumen
dalam mengkonsumsi produk tepung (Wijana et al. 2009). Pada umumnya jika
dilihat secara visual tepung biji durian memiliki warna coklat muda dengan nilai
L*, a*, b* berturut 80.27, 1.49, dan 13.69. Perubahan warna putih dari biji durian
menjadi coklat muda setelah menjadi tepung disebabkan pada proses pembuatan
tepung, biji durian terlebih dahulu dikeringkan dengan cara penjemuran. Proses
19
penjemuran memungkinkan terjadinya reaksi kimia antara asam amino dan gula
pereduksi sehingga menyebabkan perubahan warna menjadi kecoklatan.
Amilografi
Sifat amilografi bertujuan untuk mempelajari perubahan viskositas tepung
dengan konsentrasi tertentu selama pemanasan dan pengadukan (Indrastuti et al.
2012). Uji yang dilakukan pada sifat amilografi meliputi beberapa parameter yang
diamati yaitu viskositas puncak, waktu puncak dan suhu gelatinisasi.
Profil gelatinisasi tepung memiliki perbedaan antara satu sama lain. Tepung
tapioka memiliki viskositas puncak yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung
biji durian dan memiliki waktu gelatinisasi yang lebih cepat. Sifat gelatinisasi dan
pembengkakan dari suatu pati ditentukan oleh beberapa faktor seperti struktur
amilopektin, komposisi pati dan ukuran granular pati. Hal ini sejalan dengan
pendapat Imanningsih (2012) yang menyatakan beras ketan merupakan jenis
tepung yang mengandung amilopektin tinggi yaitu 99.11% dari fraksi patinya
Rendemen
Karakteristik tepung biji durian berupa rendemen menghasilkan nilai
sebesar 62%, nilai rendemen tepung biji durian berada dalam kisaran normal
rendemen tepung tapioka pada umumnya. Wijana et al. (2009) menyatakan
tepung tapioka memiliki rendemen berkisar 56.92-64.38% dan rendemen suatu
produk dipengaruhi oleh kualitas bahan baku meliputi kadar pati dan kadar air
bahan yang digunakan. Rendemen tepung juga diipengaruhi oleh serat yang
terkandung di dalam bahan, jika bahan memiliki serat kasar yang tinggi dan sukar
untuk dihalus maka tidak dapat lolos dalam pengayakan, hal ini akan
mempengaruhi jumlah tepung yang dihasilkan.
20
Pati
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik, sifat pada
pati tergantung panjang rantai karbonnya, serta lurus atau bercabang rantai
molekulnya (Hee-Joung An 2005). Kadar pati tepung biji durian hasil penelitian
ini menunjukkan angka yang tidak jauh berbeda dengan pati tepung tapioka.
Kadar pati tepung biji durian sebesar 88.68 %, sedangkan tepung tapioka menurut
Charoenkul et al. (2011) memiliki kadar pati sekitar 82,41%. Nilai kadar pati di
dalam tepung berbanding lurus dengan kadar air, semakin tinggi kadar pati maka
kadar air semakin rendah dan sebaliknya (Wijana et al. 2009).
Tepung biji durian memiliki kandungan pati yang terdiri atas amilosa dan
amilopektin. Amilosa merupakan bagian polimer dengan ikatan α-(1,4) dari unit
glukosa dan setiap rantai terdapat 500-2000 unit D-glukosa, membentuk rantai
lurus yang umumnya dikatakan sebagai linear pati (Hee-Joung An 2005). Tepung
biji durian mengandung kadar amilosa sebesar 22.35%, kadar amilosa tepung biji
durian tersebut masih berada dalam kisaran kadar amilosa tepung tapioka pada
umumnya. Menurut Eliasson (2004) menyatakan kadar amilosa tepung tapioka
berkisar 22-27%. Pati dengan kandungan amilosa yang tinggi, cenderung
menghasikan produk yang keras, pejal, karena proses mekarnya terjadi secara
terbatas (Hee-Joung An 2005). Amilopektin adalah polimer berantai cabang
dengan ikatan α-(1.4)-glikosidik dan ikatan α-(1.6)-glikosidik ditempat
percabangannya, setiap cabang terdiri atas 25-30 unit D-glukosa (Hee-Joung An
2005). Kadar amilopektin tepung biji durian lebih rendah (66.33%) dibandingkan
dengan tepung tapioka (82.13%). Hee-Joung An (2005) menyatakan semakin
tinggi kandungan amilopektin di dalam tepung menyebabkan pati akan lebih
bersifat basah, lengket, cenderung sedikit menyerap air dan pembentukan sifat
viskoelastis pada produk pangan.
Kandungan Nutrisi
Kandungan nutrisi tepung biji durian menunjukkan konsentrasi yang tidak
jauh berbeda dengan tepung tapioka yang dilaporkan Charoenkul et al. (2011).
Lebih lanjut, kandungan proksimat tepung biji durian meliputi kadar air, kadar
abu, kadar protein dan kadar lemak sudah memenuhi standar SNI tepung tapioka
sebagai bahan pangan. Kadar air tepung biji lebih rendah dari tepung tapioka yaitu
10.32%. Kadar air yang rendah menunjukkan bahwa kualitas tepung baik dan
dapat memperlambat kerusakan pada tepung, tingginya kadar air dapat menarik
jamur, bakteri, dan serangga yang dapat menyebabkan penurunan mutu.
Umumnya tepung yang cepat rusak memiliki kadar air diatas 15% (Suprapti
2005). Kadar air di dalam dapat dipengaruhi oleh proses pengolahan, khususnya
pada saat pengeringan dan kadar air bahan baku (Wijana et al. 2009).
Selain berpengaruh terhadap kadar air, proses pengolahan tepung juga dapat
mempengaruhi kadar abu tepung. Kadar abu tepung biji durian dibandingkan
tepung tapioka. Hal ini diduga pada proses pengolahan, mineral yang terkandung
di dalam biji durian juga ikut terbuang bersama air rendaman. Kadar protein
tepung biji durian yaitu 1.08. Kadar protein tepung biji durian ini lebih tinggi
dibandingkan kadar protein tepung tapioka. Tinggi rendahnya kadar protein suatu
bahan salah satunya dipengaruhi oleh bahan bakunya.
21
Hasil analisis juga menunjukkan kadar lemak tepung biji durian lebih tinggi
dari tepung tapioka. Tingginya kadar lemak tepung biji durian diduga karena
kadar lemak yang ada pada biji durian juga tinggi. Karbohidrat juga mempunyai
peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan pangan misalnya rasa,
warna, tekstur dan lain-lain (Winarno 2004). Tepung biji durian memiliki
kandungan karbohidrat yang lebih rendah dari tepung tapioka. Kadar serat kasar
yang dimiliki tepung biji durian juga rendah jika dibandingkan dengan tepung
tapioka. Serat kasar di dalam tepung dapat mempengaruhi rendemen tepung yang
dihasilkan. Menurut Piliang dan Djoyosoebagio (2002), kadar serat yang tinggi
pada bahan makanan mempunyai nilai tambah dalam proses metabolisme selama
masih dapat diterima oleh tubuh.
Kualitas Mikrobiologi
Penentuan baik buruknya kualitas suatu produk pangan dapat ditinjau dari
kualitas mikrobiologi. Kualitas mikrobiologi tepung biji durian sudah memenuhi
standar SNI tepung tapioka. Nilai total mikroba tepung biji durian yaitu 1.20 x 10 5
cfu/g dan total kapang 1.14 x 103 cfu/g. Menurut SNI (1994a), tepung tapioka
memiliki nilai standar total miroba maksimal 1.0x10 6 cfu/g dan kapang maksimal
1.0 x 104 cfu/g. Kualitas mikrobiologi produk pangan dipengaruhi oleh bahan
baku dan proses pembuatannya (Hatta dan Murpiningrum 2012).
Kualitas Bakso
Kualitas bakso daging sapi dengan penambahan tepung biji durian 0%, 50%
dan 100% dapat dilihat pada Tabel 3.
Keterangan : Angka dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata
(P<0.05)
*DSA = Daya serap air
pH
Nilai pH merupakan indikator penting dalam menentukan kualitas daging
dengan memperhatikan kualitas teknologi dan pengaruh kualitas daging segar
(Montolalu et al. 2013). Hasil pengukuran pH bakso menunjukkan rataan pH
bakso dengan persentase penambahan tepung biji durian yang berbeda berkisar
antara 6.34-6.42. Montolalu et al. (2013) juga menambahkan nilai pH dipengaruhi
oleh bahan dasar yang digunakan serta pencampuran bahan-bahan membuat titik
keseimbangan hidrogen yang baru pada bakso. Nilai pH pangan menurut SNI
berkisar antara 6-7, hal ini berarti bahwa nilai pH dalam penelitian ini masih
memenuhi batasan pH menurut SNI.
aw
Nilai aw dapat dijadikan sebagai parameter yang menunjukkan pada
stabilitas dan keawetan pangan,laju reaksi kimia,aktivitas enzim dan pertumbuhan
mikroba. Nilai aw pada penelitian ini sama halnya dengan nilai pH dan DSA, tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap ketiga perlakuan bakso. Nilai a w bakso pada
penelitian ini berkisar 0.885-0.888. Menurut Kusnandar (2010), nilai aw dapat
dijadikan sebagai parameter yang menunjukkan pada stabilitas dan keawetan
pangan, laju reaksi kimia, aktivitas enzim dan pertumbuhan mikroba. Coultate
(2002) menyatakan adanya perbedaan nilai aw untuk kebutuhan tumbuh mikroba
seperti bakteri 0.91, kapang 0.88 dan jamur 0.80.
Tekstur
Tekstur merupakan sifat struktural, mekanik dan permukaan makanan
terdeteksi melalui indra penglihatan, pendengaran, sentuhan dan kinestesis
(Szczesniak 2006). Pada awalnya tekstur diukur berdasarkan persepsi sensorik,
tetapi perkembangan saat ini tekstur telah dikonversi menjadi nilai pengukuran
melalui alat uji tekstur yang dapat mendeteksi dan mengukur parameter tertentu
(Sarifudin et al. 2015). Peubah tekstur pada bakso penelitian ini yang diukur
termasuk kekerasan, elastisitas dan daya kohesif. Bakso dengan penggunaan
100% tepung tapioka memiliki tingkat kekerasan tertinggi. Nilai kekerasan dapat
dipengaruhi oleh komposisi tepung dan daging yang digunakan (Hermianto dan
Aulia 2001). Yu et al. (2009) juga menambahkan kekerasan di dalam produk juga
23
Kadar Air
Air merupakan unsur penting dalam bahan makanan, air dalam bahan
makanan dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur, cita rasa makanan dan
mempengaruhi daya tahan makanan dari serangan mikroba. Kadar air dalam
penelitian menunjukkan angka yang tidak berbeda nyata tetapi berada diatas SNI
bakso daging sapi. SNI (1995b) menyatakan standar kadar air bakso daging sapi
yaitu maksimal 70%. Kadar air di dalam bakso dipengaruhi oleh lama pemanasan
dan bahan pengisi (Pramuditya dan Yuwono 2014). Menurut Putra et al. (2011),
lama pemanasan menyebabkan peningkatan jumlah air yang terserap karena air
dapat berdifusi ke dalam makanan dan berikatan dengan pati dan protein.
Tingginya kadar amilosa yang terdapat pada tepung juga akan mempercepat
peningkatan kadar air pada bakso karena amilosa dapat mengikat air dengan
mudah (Pramuditya dan Yuwono 2014).
Kadar Abu
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral
yang terdapat pada suatu pangan. Rataan kadar abu juga menunjukkan nilai yang
tidak berbeda nyata dan telah memenuhi SNI. Kadar abu yang memenuhi syarat
SNI (1995b) yaitu maksimal 3%. Semakin banyak penambahan bumbu dalam
formulasi pembuatan bakso dapat mempengaruhi kadar abu. Soeparno (2005)
menyatakan penambahan bumbu dalam formulasi produk dapat mempengaruhi
nilai kadar abu.
Kadar Protein
Protein merupakan senyawa organik kompleks yang mengandung asam
amino yang terikat satu sama lain melalui ikatan peptida. Kandungan protein
dalam pangan bervariasi baik dalam jumlah maupun jenisnya. Kadar protein
tertinggi dimiliki bakso dengan penggunaan tepung biji durian 100%. Peningkatan
persentase kadar protein diduga disebabkan kandungan protein tepung biji durian
yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung tapioka, sehingga semakin besar
persentase subtitusi tepung biji durian maka kadar protein bakso akan meningkat.
Kadar protein bakso juga dipengaruhi oleh kadar air, semakin banyak air dapat
menurunkan persentase protein bakso (Pramuditya dan Yuwono 2014). Hal
tersebut dibuktikan dengan bakso perlakuan pengunaan tepung biji durian 100%
memiliki kadar protein tertinggi dan kadar air paling rendah.
24
Kadar Lemak
Kandungan lemak di dalam pangan berfungsi memperbaiki bentuk, tekstur,
menambah nilai gizi dan kalori serta memberikan cita rasa gurih dalam bahan
pangan. Kadar lemak bakso tepung biji durian 100% lebih tinggi dibandingkan
dengan penggunaan tepung tapioka 100% meskipun tidak berbeda nyata.
Peningkatan kadar lemak pada penggunaan tepung biji durian diguga karena
kandungan lemak pada tepung biji durian juga lebih tinggi dibandingkan dengan
tepung tapioka. Kadar lemak tepung biji durian sebesar 5.40% sedangkan tepung
tapioka sebesar 0.34%.
Karbohidrat
Karbohidrat memiliki sifat fungsional yang juga berperan penting dalam
berbagai proses pengolahan bahan pangan. Karbohidrat berfungsi sebagai sumber
energi, pembentuk struktur, bahan pengisi, pemanis, pengental, penstabil,
pembentuk gel, pembentuk lapisan film dan pengganti lemak dalam berbagai
formulasi prooduk pangan (Kusnandar 2010). Berdasarkan sidik ragam, kadar
karbohidrat bakso dengan penggunaan tepung biji durian 0%, 50% dan 100% juga
tidak berbeda nyata. Bakso dengan penggunaan tepung tapioka 100% memiliki
kadar karbohidrat tertinggi. Hal tersebut diduga karena kandungan karbohidrat
yang dimiliki tepung tapioka lebih tinggi jika dibandingkan dengan tepung biji
durian.
Total Mikroba
Mutu mikrobiologis pada suatu bahan pangan ditentukan oleh jumlah total
mikroba yang terdapat dalam bahan pangan tersebut. Mutu mikrobiologis pada
bahan pangan ini akan menentukan daya simpan dari produksi tersebut di tinjau
dari kerusakan oleh bakteri dan keamanan pangan dari mikroorganisme ditentukan
oleh jumlah total mikroba (Chrismanuel et al. 2012). Total mikroba ketiga
perlakuan pada penelitian ini tidak menunjukkan angka yang berbeda nyata
berkisar 3.57-3.67 log cfu/g. Rendahnya angka total mikroba dalam penelitian ini
diduga karena adanya proses pemanasan dalam pembuatan bakso, sehingga
bakteri yang tidak tahan panas akan mati.
Keseluruhan perlakuan bakso pada penelitian ini telah memenuhi SNI bakso
daging sapi baik kualitas kimia maupun mikrobiologi. Nilai kadar air, abu, protein
dan lemak bakso daging sapi menurut SNI berturut-turut adalah maksimal 70%,
maksimal 3.0%, minimal 9.0% dan maksimal 2.0%, dan total mikroba pada bakso
menurut SNI yaitu maksimal 1.0 x 105 cfu/g.
Hasil analisis uji organoleptik (uji hedonik) bakso daging sapi dengan
memanfaatkan tepung biji durian sebagai subtitusi tepung tapioka terlihat pada
Tabel 4.
Warna
Warna merupakan alat sensori pertama yang dapat dilihat langsung oleh
panelis. Warna bakso yang disukai oleh panelis adalah bakso dari pengunaan
campuran tepung tapioka dan tepung biji durian 50% : 50%, meskipun ketiga
perlakuan tidak menunjukkan angka yang berbeda nyata. Warna bakso
diantaranya dipengaruhi oleh kandungan mioglobin daging, semakin tinggi
mioglobin daging maka warna semakin merah. Proses pemanasan dapat merubah
warna daging yang awalnya merah menjadi abu-abu, dengan penambahan jumlah
tepung tapioka akan mempengaruhi intensitas warna abu-abu mengarah ketingkat
lebih lebih muda atau pucat sehingga tidak disukai panelis (Usmiati dan Komariah
2007). Penggunaan 100% tepung biji durian menghasilkan warna lebih gelap atau
abu-abu tua. Menurut Hermianto dan Andayani (2002), warna bakso yang disukai
oleh panelis adalah abu-abu muda atau sedikit tua.
Rasa
Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk
pangan. Dalam menilai rasa lebih banyak menggunakan alat indra perasa.
Menurut Hermianto dan Andayani (2002) melaporkan ada tiga macam rasa bakso
yang menentukan penerimaan konsumen yaitu tingkat kegurihan, tingkat asin oleh
garam dan rasa daging. Uji rasa pada penelitian ini tidak menunjukkan angka yang
berbeda nyata. Faktor yang sering mempengaruhi rasa bakso adalah kandungan
lemak daging dan bumbu-bumbu yang digunakan (Usmiati dan Komariah, 2007).
Persentase daging dan bumbu yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan
kadar yang sama pada semua perlakuan.
Aroma
Aroma disebut juga pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal
enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium aromanya dari
jarak jauh. Uji aroma bakso memperlihatkan skor yang diberikan oleh panelis juga
tidak berbeda nyata. Hal tersebut diduga adanya persentase bumbu yang sama
pada masing-masing adonan bakso. Menurut Zaika et al. (1978) bahwa aroma
dipengaruhi oleh jumlah bumbu yang ditambahkan ke dalam adonan, semakin
banyak bumbu yang ditambahkan maka aroma semakin tajam.
Tekstur
Tekstur juga merupakan salah satu faktor yang diperhitungkan konsumen
dalam menilai kesukaan dan penerimaan daging serta produknya. Sejalan dengan
uji warna, rasa dan aroma, uji tekstur pada penelitian ini juga tidak menunjukkan
pengaruh yang nyata. Bakso dengan perlakuan penggunaan 100% tepung tapioka
lebih disukai panelis. Hal ini diduga karena tepung tapioka memiliki kandungan
26
Suhu merupakan salah satu faktor yang menentukan laju pertumbuhan dan
jumlah mikroorganisme pada daging dan produk olahannya. Pengamatan kualitas
bakso selama penyimpanan dilakukan terhadap bakso perlakuan terbaik (subtitusi
tepung biji durian 50%) pada penelitian pendahuluan selama 12 jam pada suhu
ruang dan 12 hari pada suhu dingin. Pengujian kualitas bakso selama
penyimpanan suhu ruang dilakukan pengamatan pada jam ke 0, 4, 8 dan 12,
sedangkan pada suhu dingin dilakukan pada hari ke 0, 3, 6, 9 dan 12 dengan
parameter pengamatan meliputi DSA, aw, pH dan total mikroba. Hasil pengamatan
kualitas bakso selama penyimpanan bakso daging sapi dapat dilihat pada Tabel 5.
makanan (Candra et al. 2014). Nilai aw bakso penyimpanan suhu ruang tidak
menunjukkan pengaruh yang nyata dan cenderung mengalami peningkatan.
Peningkatan nilai aw ini diduga pada suhu ruang terjadi penurunan kemampuan
protein untuk mengikat air, sehingga air akan keluar, dengan demikan nilai aw
akan meningkat (Afrianto et al. 2014). Perlakuan pada kondisi suhu dingin nilai
aw menunjukkan berpengaruh nyata dan mengalami penurunan. Penurunan nilai aw
selama penyimpanan suhu dingin disebabkan bakso mengalami proses desorpsi
(dehidrasi).
Secara umum nilai pH bakso perlakuan terbaik mengalami kenaikan selama
penyimpanan suhu ruang dan suhu dingin. Perlakuan pada suhu ruang, hasil
analisa menunjukkan bahwa nilai pH pada awal penyimpanan adalah 6.07. Nilai
pH tersebut turun sampai jam ke 4 kemudian naik kembali sampai akhir
penyimpanan menjadi 6.92. Perlakuan pada suhu dingin, hasil analisa
menunjukkan nilai pH terus mengalami kenaikan hingga hari ke 12 menjadi 6.81.
Menurut Muratore et al. (2007) bahwa penurunan nilai pH disebabkan oleh
adanya metabolisme bakteri asam laktat. Hal ini sejalan dengan pendapat Afrianto
et al. (2014) menyatakan pada awal penyimpanan enzim akan memanfaatkan
glikogen untuk mempertahankan kesegaran dan energi yang diperoleh dari
perombakan glikogen menjadi asam laktat yang dapat menurunkan pH. Pada
penyimpanan lebih lanjut, cadangan glikogen akan habis. Enzim mulai merombak
protein menjadi amonia, trimetilamin dan komponen volatil lainnya yang bersifat
basa (Goulas dan Kontominas 2005). Akumulasi senyawa-senyawa tersebut
perlahan akan meningkatkan nilai pH sehingga menjadi netral.
Hasil Pengamatan nilai total mikroba bakso pada perlakuan suhu ruang jam
ke 12 sebesar 6.33 log cfu/g. Berdasarkan nilai total mikroba pada SNI (1995b)
untuk produk bakso daging maksimal 1.0x105cfu/g sama dengan 5.00 log cfu/g.
Produk bakso pada perlakuan penyimpanan suhu ruang jam ke 12 sudah ditolak
dan hanya bisa diterima hingga jam ke 8 secara mikrobiologis, sedangkan pada
perlakuan suhu dingin bakso masih mampu bertahan hingga hari ke 12 dengan
nilai total mikroba sebesar 4.84 log cfu/g. Wally et al. (2015) menyatakan suhu
dingin dapat menghambat aktivitas bakteri dan enzim pembusuk.
Sejalan dengan pengamatan secara mikrobiologis, bakso yang disimpan
pada suhu ruang telah berlendir dan berbau busuk pada jam ke 12. Terbentuknya
lendir pada bakso mengindikasikan bahwa produk tersebut sudah mengalami
kemunduran mutu akibat aktivitas bakteri, sehingga sebaiknya tidak dikonsumsi
lagi (Kok dan Park 2007 ; Siskos et al. 2007). Perlakuan pada suhu dingin
memperlihatkan bakso pada hari ke 12 masih layak dikonsumsi, tetapi secara
visual tekstur pada bagian luar bakso terasa sedikit keras dan kering. Martinez et
al. (2007) menyatakan bahwa perlakuan suhu dingin (4±1oC) dan lama
penyimpanan akan menyebabkan kerusakan sel daging terutama bagian
sarkolema, sehingga daging akan kehilangan daya mengikat air. Selanjutnya, air
akan keluar dari bakso yang menyebabkan tekstur bakso menjadi keras dan kering
(Zuraida et al. 2009).
28
Simpulan
Pemanfaatan tepung biji durian sebagai bahan pengisi bakso daging sapi
lebih baik dilakukan sampai taraf perbandingan tepung biji durian dan tepung
tapioka 50% : 50%.
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran 14 Sidik Ragam Nilai DSA Uji Kualitas Bakso Selama Penyimpanan
Suhu Ruang
SK Db JK KT F P
34
Lampiran 16 Sidik Ragam Nilai Total Mikroba Uji Kualitas Bakso Selama
Penyimpanan Suhu Ruang
SK Db JK KT F P
Perlakuan 3 10,9983 3,6661 110,81 0,000
Galat 8 0,2647 0,0331
Total 11 11,2630
Lampiran 18 Sidik Ragam Nilai DSA Uji Kualitas Bakso Selama Penyimpanan
Suhu Dingin
SK Db JK KT F P
Perlakuan 4 7,064 1,766 1,65 0,236
Galat 10 10,678 1,068
Total 14 17,742
Lampiran 20 Sidik Ragam Nilai Total Mikroba Uji Kualitas Bakso Selama
Penyimpanan Suhu Ruang
SK Db JK KT F P
Perlakuan 4 2,49687 0,62422 103,58 0,000
Galat 10 0,06027 0,00603
Total 14 2,55713
35
RIWAYAT HIDUP