Anda di halaman 1dari 60

PENGGUNAAN BUBUK KULIT PISANG KEPOK

(Musa paradisiaca) SEBAGAI ADSORBEN TERHADAP SIFAT


FISIKOKIMIA MINYAK JELANTAH

SKRIPSI

Oleh:
RINI SUHARTANI
B 1510113

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI


FAKULTAS ILMU PANGAN HALAL
UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR
BOGOR
2018
PENGGUNAAN BUBUK KULIT PISANG KEPOK
(Musa paradisiaca) SEBAGAI ADSORBEN TERHADAP SIFAT
FISIKOKIMIA MINYAK JELANTAH

Oleh:
RINI SUHARTANI
B. 1510113

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
pada Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Ilmu Pangan Halal,
Universitas Djuanda Bogor

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI


FAKULTAS ILMU PANGAN HALAL
UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR
BOGOR
2018
ABSTRACT
Rini Suhartani. B.1510113. Utilization of Kepok Banana Peel Powder (Musa
Paradisiaca) as Adsorbent Towards Physicochemical Properties of Used Palm Oil
(Jelantah). Supervised by Noli Novidahlia and Aminullah.

Frying process at 1600C-1800C changes oil’s properties, so it was not


feasible for reuse. An adsorbent from kepok banana peel can repair
physicochemical properties of used palm oil. The purpose of this research was to
study the effect of the addition of banana peel powder and the soaking time to oil
properties based on the brightness, viscosity, and peroxide value. This research
consisted of 2 stage, namely making banana peel powder and its oil’s
physicochemical using banana peel powder of 5g, 7,5g, and 10g and soaking
times of 24, 36, and 48 hours with 2 repititions. The powder yield was 37,38%,
and the antioxidant content with IC50 of 228,07 ppm. Fresh oil has a the
brightness of 0,591 Abs, viscosity of 26,60 cpoise and peroxide value of 0,75
mekO2/Kg while in used oil, its brightness value was 3,566 Abs, viscosity was
63,30 cpoise and peroxide value was 12,65 mekO2/Kg. Main research showed that
the higher kepok banana peel concentration and the longer the soaking time lead
to the higher the brightness, the lower the viscosity and the lower the peroxide
value.
Keywords: Waste Palm Cooking Oil (Jelantah), Kepok Banana Peel, Adsorbent
ABSTRAK
Rini Suhartani. B.1510113. Penggunaan Bubuk Kulit Pisang Kepok (Musa
paradisiaca) sebagai Adsorben Terhadap Sifat FisikoKimia Minyak Jelantah.
Dibawah bimbingan Noli Novidahlia dan Aminullah.
Minyak goreng mengalami perubahan sifat jika digoreng pada suhu
1600C-1800C secara kontiyu, sehingga tidak layak untuk digunakan kembali. Agar
minyak dapat digunakan kembali yaitu dengan menggunakan bubuk kulit pisang
kepok sebagai adsorben. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh penambahan jumlah bubuk kulit pisang dan lama perendaman
berdasarkan uji kecerahan, viskositas dan bilangan peroksida. Penelitian ini terdiri
dari 2 tahap yaitu pengujian bubuk kulit pisang dan tahap kedua perendaman
minyak jelantah dengan bubuk kulit pisang kepok sebanyak 5g, 7,5 g dan 10 g,
serta perendaman selama 24 jam, 36 jam dan 48 jam dengan 2 kali ulangan. Pada
tahap pertama hasil penelitian diperoleh rendemen 37,38%, dan kandungan
antioksidan IC50 228,07 ppm. Pada tahap kedua minyak segar memiliki nilai
kecerahan 0,591 Abs, viskositas 26,60 cpoise dan bilangan peroksida 0,75
mekO2/Kg, pada minyak jelantah diperoleh nilai kecerahan 3,566 Abs, viskositas
63,30 cpoise dan bilangan peroksida 12,65 mekO2/Kg. Penelitian utama
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi bubuk kulit pisang dan semakin
lama perendaman mengakibatkan tingkat kecerahan semkin meningkat, viskositas
yang semakin rendah dan bilangan peroksida yang semakin menurun.

Kata Kunci : Minyak Jelantah, Kulit Pisang Kepok, Adsorben


Judul Skripsi : Penggunaan Bubuk Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca)
Sebagai Adsorben Terhadap Sifat FisikoKimia Minyak Jelantah
Nama : Rini Suhartani
NIM : B.1510113
Program Studi : Teknologi Pangan
Jurusan : Teknologi Pangan dan Gizi
Fakultas : Ilmu Pangan Halal

Disetujui Oleh,

Noli Novidahlia, Ir., M.Si Aminullah, S.TP, M.Si


Pembimbing I Pembimbing II

Disahkan Oleh,
Dekan Fakultas Ilmu Pangan Halal
Universitas Djuanda Bogor

H. Amar Ma’ruf, Ir., M.Si


NPP. 213 870 080

Tanggal Lulus : 29 Juni 2018


PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan
judul “Penggunaan Bubuk Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca) Sebagai
Adsorben Terhadap Sifat FisikoKimia Minyak Jelantah” benar-benar hasil
karya saya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada
perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber referensi dari hasil kutipan
karya penulis lain dilakukan dengan benar dan disebutkan dalam teks daftar
pustaka.

Bogor, Juni 2018

Rini Suhartani
B.1510113
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Juni 1992 di Bogor. Putri keenam dari
enam bersaudara dari pasangan Bapak Ngaliman dan Ibu Sri Widjiteni.
Penulis menempuh jenjang pendidikan formal di SD Rimba Putra dari
tahun 1998 sampai 2004. Pada tahun 2004 masuk ke SMP N 10 Bogor sampai
tahun 2007, kemudian melanjutkan ke SMA N 4 Bogor pada tahun 2007 sampai
2010. Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa program kimia analis
(D3) di Akademi Kimia Analis Bogor hingga 2013. Pada tahun 2015 penulis
masuk sebagai mahasiswa program strata satu (S1) jurusan Teknologi Pangan dan
Gizi di Fakultas Ilmu Pangan Halal Universitas Djuanda Bogor.
Pada tahun 2013 Penulis mulai bekerja di PT Sumber Banyu Utama
bagian analis quality control sampai tahun 2014, pada tahun 2014 penulis bekerja
di PT Puspa Pharma hingga sekarang.
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan kenikmatan dan kesehatan yang tak henti kepada penulis.
Alhamdulillah dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Penggunaan Bubuk Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca) Sebagai
Adsorben Terhadap Sifat FisikoKimia Minyak Jelantah” dapat diselesaikan
tepat pada waktunya.Usulan penelitian ini dimaksudkan sebagai syarat untuk
melakukan penelitian dan sebagai pedoman bagi penulis dalam menyelesaikan
penelitian. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak H. Amar Ma’ruf, Ir., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Pangan Halal,
Universitas Djuanda Bogor serta dosen kolokium dan dosen penguji.
2. Ibu Noli Novidahlia, Ir., M.Si selaku pembimbing I yang telah memberi
kesempatan untuk membantu mengerjakan penelitian ini dan yang telah sabar
dalam membimbing selama penelitian ini.
3. Bapak Aminullah, S.TP M.Si selaku pembimbing II yang telah memberi
kesempatan untuk membantu mengerjakan penelitian ini dan yang telah sabar
dalam membimbing selama penelitian ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Pangan Halal Universitas Djuanda Bogor
Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi.
Terima kasih atas segala bimbingan, arahan dan pengorbanan yang
diberikan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini. Semoga skripsi yang
penulis susun ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan bagi semua
pihak dan yang memerlukan informasi dalam skripsi ini.

Bogor, Juni 2018

Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam pelaksanaan dan penyusunan Skripsi tidak dapat terealisasi dengan


baik tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Orang tua dan keluarga besar yang selalu memberikan dukungan baik moral
maupun morilnya kepada penulis, terima kasih untuk semua kasih sayang serta
do’a yang selalu terucap hingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
2. Teman-teman TPG 2015 (Angelina, Retsya, Dessy, dan Intan) yang telah
memberikan kecerian, dukungan dan kebersamaan selama masa perkuliahan
serta semangat hingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
3. Semua teman-teman TPG pagi dan sore yang selalu memberikan semangat
dan dukungannya.
4. Seluruh rekan kerja dan atasan Laboratorium PT Puspa Pharma yang sudah
memberikan saya fasilitas pada penelitian ini.
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
hingga terselesaikannya laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Skripsi masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
yang sifatnya membangun dari semua pihak untuk penyempurnaannya yang lebih
lanjut. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.

Bogor, Juni 2018

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ......................................................................................................... iv
UCAPAN TERIMAKASIH ................................................................................ v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B Tujuan .................................................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4
A. Minyak Goreng .................................................................................... 4
B.Minyak Goreng Kelapa Sawit ............................................................... 5
C. Minyak Goreng Bekas (Minyak Jelantah) ........................................... 5
D. Komposisi dan Kandungan Minyak Jelantah ...................................... 7
E. Sifat Fisika Kimia Minyak Jelantah ..................................................... 7
F. Pengaruh Minyak Terhadap Kesehatan .............................................. 10
G. Kulit Pisang Kepok ............................................................................ 10
H. Adsorpsi ............................................................................................. 12
I. Spektrofotometri UV-Vis .................................................................... 14
III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 14
A. Bahan dan Alat.…….. ....................................................................... 14
B. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 14
C. Metode Penelitian .............................................................................. 14
D. Rancangan Percobaan ....................................................................... 17
E. Analisis Produk .................................................................................. 18
F. Analisis Data ...................................................................................... 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 19
A. Pembuatan Bubuk Kulit Pisang....................................................... 19
B. Uji Sifat FisikoKimia ...................................................................... 20
V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 30
A. Kesimpulan ...................................................................................... 30
B. Saran ................................................................................................ 30

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 31


LAMPIRAN ...................................................................................................... 32
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Syarat Mutu Minyak Goreng (SNI 3741-2013) ............................................. 4


2. Kandungan Kimia Kulit Pisang .................................................................... 11
3. Kombinasi Perlakuan ................................................................................... 18
4. Hasil Analisa Minyak Jelantah dan Minyak Segar ...................................... 21
5. Tabel Hasil Rata-Rata Uji Kecerahan Pada Minyak Jelantah
Secara Spektrofotometri (Abs) ..................................................................... 22
6. Tabel Hasil Rata-Rata Viskositas Minyak Jelantah Menggunakan
Viskometer Brookfiled (Cpoise) .................................................................. 25
7. Tabel Hasil Rata-Rata Bilangan Peroksida Minyak Jelantah Secara
Titrimetri (MekO2/Kg) ................................................................................. 27
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Struktur Kimia Minyak ........................................................................... 5
2. Reaksi Hidrolisa ...................................................................................... 9
3. Reaksi Oksidasi ....................................................................................... 9
4. Pisang Kepok (Musa paradisiaca) ........................................................ 11
5. Skema Spektrofotometer UV-Vis ......................................................... 14
6. Diagram Alir Pembuatan Bubuk Kulit Pisang ...................................... 16
7. Diagram Alir Perendaman Minyak Jelantah Menggunakan Bubuk
Kulit Pisang ........................................................................................... 17
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Prosedur Analisis Parameter yang diamati ........................................... 37
2. Hasil Rendemen Bubuk Kulit Pisang ................................................... 39
3. Hasil Analisa Aktivitas Antioksidan ..................................................... 39
4. Hasil Analisa Minyak Jelantah dan Minyak Segar ............................... 39
5. Hasil Penelitian Minyak Jelantah .......................................................... 40
6. Hasil Data Analisa Pengujian Fisikokimia Minyak Jelantah ................ 41
7. Hasil Analisa Sidik Ragam (ANOVA) Pada Minyak Jelantah ............. 42
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Minyak goreng memang sulit dipisahkan dari kehidupan masyarakat.


Makanan yang digoreng biasanya lebih lezat dan gurih, tanpa membutuhkan
tambahan bumbu bermacam-macam (Arini, 1999). Dalam proses penggorengan,
minyak goreng berperan sebagai media untuk perpindahan panas yang cepat dan
merata pada permukaan bahan yang digoreng (Maskan, 2003). Penggunaan
minyak goreng secara kontinyu dan berulang-ulang pada suhu tinggi (160-180oC)
disertai adanya kontak dengan udara dan air pada proses penggorengan akan
mengakibatkan terjadinya reaksi degradasi yang kompleks dalam minyak dan
menghasilkan berbagai senyawa hasil reaksi seperti mengalami perubahan warna
dari kuning menjadi warna gelap. Reaksi degradasi ini menurunkan kualitas
minyak dan akhirnya minyak tidak dapat dipakai lagi dan harus dibuang (Maskan,
2003). Produk reaksi degradasi yang terdapat dalam minyak ini juga akan
menurunkan kualitas bahan pangan yang digoreng dan menimbulkan pengaruh
buruk bagi kesehatan (Lee, 2002). Walaupun menimbulkan dampak yang negatif,
penggunaan minyak goreng yang telah digunakan lebih dari sekali untuk
menggoreng (minyak goreng bekas/jelantah), adalah hal yang biasa di
masyarakat. Tanda-tanda dari rusaknya minyak goreng bisa diketahui dari warna,
bilangan peroksida, dan kekentalan (viskositas). Warna minyak menjadi
parameter utama menentukan seringkalinya minyak tersebut digunakan, semakin
gelap warna minyak berarti semakin sering digunakan. Warna pada minyak
goreng yang mengalami perubahan, biasanya terjadi karena reaksi oksidasi yang
dapat menyebabkan hilangnya warna karotenoid. Reaksi oksidasi karotenoid juga
dipicu oleh suhu yang relatif tinggi. Karotenoid mengalami kerusakan oleh
pemanasan pada suhu diatas 600C. Senyawa berwarna pada bahan yang digoreng
terlarut dalam minyak dan menyebabkan terbentuknya warna gelap. Komponen
bahan yang digoreng juga berinteraksi dengan minyak atau senyawa–senyawa
produk reaksi degradasi dalam minyak membentuk senyawa berwarna, seperti
misalnya produk reaksi Maillard browning. Oleh karena itu warna dapat dipakai
sebagai salah satu kriteria kualitas minyak goreng (Maskan, 2003). Kadar
melanoidin dapat ditentukan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
450 – 550 nm, dan absorbansi pada 470 nm dipakai sebagai warna minyak
(Miyagi, 2001). Sedangkan angka peroksida adalah nilai terpenting untuk
menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh
dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida.
Peroksida yaitu produk awal dari reaksi oksidasi yang bersifat labil, reaksi ini
dapat berlangsung bila terjadi kontak antara oksigen dengan minyak (Ketaren,
2005).
Menurut Olson, et al (1993: 167) menyatakan bahwa minyak goreng
merupakan salah satu contoh dari fluida zat cair dan turunan ester dari gliserol
serta asam lemak. Sifat fisik dari minyak goreng selain warna adalah viskositas.
minyak goreng yang mempunyai kualitas paling baik yaitu minyak goreng
dengan nilai viskositas yang besar. Viskositas adalah ukuran yang menyatakan
kekentalan suatu cairan atau fluida. Kekentalan merupakan sifat cairan yang
berhubungan erat dengan hambatan untuk mengalir. Beberapa cairan ada yang
dapat mengalir cepat, sedangkan lainnya mengalir secara lambat. Cairan yang
mengalir cepat seperti air, alkohol dan bensin mempunyai viskositas kecil.
Sedangkan cairan yang mengalir lambat seperti gliserin, minyak dan madu
mempunyai viskositas besar (Sutiah, et al., 2008).
Upaya untuk menghasilkan bahan pangan yang berkualitas serta
pertimbangan dari segi ekonomi, memacu minat penelitian untuk menjernihkan
minyak jelantah agar minyak dapat dipakai kembali tanpa mengurangi kualitas
bahan yang digoreng. Penjernihan minyak jelantah merupakan pemisahan produk
reaksi degradasi dari minyak. Beberapa cara dapat dilakukan untuk penjernihan
minyak jelantah, salah satunya adalah dengan menggunakan kulit pisang. Kulit
pisang kepok dipilih karena kulit pisang banyak mengandung antioksidan yang
dapat mengikat radikal bebas menjadi tidak aktif lalu menghancurkan radikal
bebas dan mampu melindungi tubuh dari reaksi oksidatif yang menghasilkan
racun. Sehingga dapat menurunkan kadar bilangan peroksida pada minyak
jelantah. Penelitian yang telah dilakukan oleh Someya, et al., (2002)
membuktikan bahwa pada kulit pisang memiliki aktivitas antioksidan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan daging buahnya. Selain itu kulit pisang dapat
digunakan sebagai penjernih, karena kulit pisang juga mengandung selulosa.
Selulosa merupakan senyawa yang hidrofilik karena adanya gugus hidroksil

2
dalam setiap unit polimernya. Permukaan gugus fungsi selulosa alam ataupun
turunannya dapat berinteraksi secara fisik atau kimia yang mampu melakukan
pengikatan. Gugus fungsi tersebut terutama karboksil dan hidroksil. Sehingga
kulit pisang memiliki potensi yang cukup baik untuk dimanfaatkan sebagai
sumber antioksidan pada bahan pangan dan juga penjernihan (Salasatun, et al.,
2016).

B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah pemanfaatan kulit pisang kepok
sebagai adsorben untuk memperbaiki sifat mutu minyak jelantah.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengaruh bubuk kulit pisang terhadap minyak jelantah
berdasarkan uji kecerahan, viskositas dan bilangan peroksida.
b. Mengetahui pengaruh lama perendaman terhadap minyak jelantah
berdasarkan uji kecerahan, viskositas dan bilangan peroksida.
c. Mengetahui pengaruh interaksi antara jumlah bubuk kulit pisang dan
lama perendaman terhadap minyak jelantah berdasarkan uji kecerahan,
viskositas, dan bilangan peroksida.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Minyak Goreng

Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau
hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar. Minyak
goreng dari tumbuhan biasanya dihasilkan dari tanaman, kelapa, biji-bijian,
kacang-kacangan, jagung, kedelai, kanola. Minyak goreng diperoleh dari
hasil tahap akhir proses pemurnian dan terdiri dari berbagai senyawa
trigliserida (Kusnandar, 2010). Minyak goreng yang digunakan untuk
memasak biasanya terbuat dari minyak nabati yang sudah dimurnikan melalui
tahapan degumming, netralisasi, bleaching dan deodorisasi untuk
menghilangkan bau dan rasayang tidak diinginkan. Sebagian besar minyak
nabati berbentuk cair padasuhu kamar, karena mengandung sejumlah asam
lemak tidak jenuh dengantitik cair rendah (Ketaren,1986). Syarat mutu
minyak goreng menurut Standar Nasional Indonesia(SNI), dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Syarat Mutu Minyak Goreng
Kriteria uji Satuan Persyaratan
Keadaan Normal
Bau Normal
Warna Normal
Kadar Air % (b/b) Maks. 0,15
Bilangan Asam mg KOH/g Maks. 0,6
Bilangan Peroksida mek O2/kg Maks. 10
Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,2
Timbal (Pb) mg/kg Maks 0,1
Sumber : SNI 3741-2013

Menurut Almatseir (2009) Sebagian besar minyak terdiri dari trigliserida.


Trigliserida adalah ester gliserol, suatu alkohol trihidrat dan asam lemak yang
disebut triasilgliserol. Bila ketiga asam lemak didalam asam trigliserida
adalah asam lemak yang sama dinamakan trigliserida. Berikut struktur
minyak:

Gambar 1. Struktur Kimia Minyak

B. Minyak Kelapa Sawit


Kelapa sawit adalah salah satu palma penghasil minyak nabati yang lebih
dikenal dengan sebutan palm oil. Kelapa sawit adalah penyumbang minyak
nabati terbesar di dunia. Minyak sawit dapat dipergunakan untuk bahan
makanan dan industri melalui proses penyulingan, penjernihan, penghilangan
bau atau RBDPO (Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil). Minyak
sawit mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh yang ikatan
molekulnya mudah dipisahkan dengan alkali (Amang, 1996). Seperti jenis
minyak yang lain, minyak sawit tersusun dari unsur-unsur C, H, dan O.
Kebutuhan penggunaan minyak dan lemak dunia semakin meningkat setiap
tahun, sedangkan produksinya relative masihkurang dibanding dengan
permintaan, kandungan minyak kelapa sawit yang diperoleh dari minyak
mesokarpa mengandung lebih kurang 44% asam palmitik (C16:0), 5% asam
stearik (C18:0), 39% asam oleik mono tak jenuh (C18:1) dan 10% asam
linoleik poli tak jenuh (C18:2) (Oo et al.,1985). Hal ini menunjukkan terdapat
keseimbangan alam minyak sawit,yaitu antara kandungan asam lemak jenuh
dan asam lemak tak jenuh. Minyak goreng diperoleh dari hasil tahap akhir
proses pemurnian dan terdiri dari berbagai senyawa trigliserida (Kusnandar,
2010).

C. Minyak Bekas (Minyak Jelantah)


Minyak goreng berulang kali atau yang lebih dikenal dengan minyak
jelantah adalah minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak

5
goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan
sebagainya. Minyak ini merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan
rumah tangga yang dapat digunakan kembali untuk keperluan kuliner, akan
tetapi bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung
senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses
penggorengan sehingga dapat menyebabkan penyakit kanker dalam jangka
waktu yang panjang (Tamrin, 2013).
Kerusakan lain akibat proses penggorengan adalah adanya kotoran yang
berasal dari bumbu yang digunakan dan dari bahan yang digoreng
sehinggadapat menaikkan komponen bahan polar seperti gula, garam dan
lain-lain. Sebagian besar masyarakat menggunakan minyak goreng secara
berulang-ulang sebagai alasan ekonomis dimana minyak yang digunakan
untuk menggoreng mengalami penurunan mutu atau kadar air, kadar asam
lemak bebas, angka peroksida, bilangan iodine, warna dan viskositasnya
(Rukmini et al., 2007). Asam lemak bebas (FFA) dalam minyak nabati
dihasilkan dari pemecahan ikatan ester trigliserida. Asam lemak bebas secara
umum dihilangkan selama proses penjernihan. Adsorpsi asam lemak bebas
ditentukan oleh beberapa faktor seperti kadar air dalam minyak, kadar sabun,
suhu dan lamanya waktu kontak dengan adsorben. Ketika minyak digunakan
untuk menggoreng terjadi peristiwa oksidasi dan hidrolisis yang memecah
molekul minyak menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Proses ini
bertambah besar dengan pemanasan yang tinggi dan waktu yang lama selama
penggorengan makanan. Dalam bahan pangan, asam lemak dengan kadar 0,2
% dari berat lemak akan mengakibatkan flavor yang tidak diinginkan dan
kadang-kadang dapat meracuni tubuh. Minyak dengan kadar asam lemak
bebas yang lebih besar dari 1%, jika dicicipi akan terasa membentuk filem
pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun intensitasnya tidak
bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas (Ketaren, 2005).
Angka peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat
kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat
oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida
yaitu produk awal dari reaksi oksidasi yang bersifat labil, reaksi ini dapat

6
berlangsung bila terjadi kontak antara oksigen dengan minyak (Ketaren,
2005).

D. Komposisi dan Kandungan Minyak Jelantah


Menurut Mahreni (2010), minyak goreng bekas adalah minyak
makan nabati yang telah digunakan untuk menggoreng dan biasanya
dibuang setelah warna minyak berubah menjadi coklat tua. Proses
pemanasan selama minyak digunakan merubah sifat fisika-kimia minyak.
Pemanasan dapat mempercepat hidrolisis trigliserida dan meningkatkan
kandungan asam lemak bebas (FFA) di dalam minyak. Kandungan FFA dan
air di dalam minyak bekas berdampak negatif terhadap reaksi
transesterifikasi, karena metil ester dan gliserol menjadi susah untuk
dipisahkan. Minyak goreng bekas lebih kental dibandingkan dengan minyak
segar disebabkan oleh pembentukan dimer dan polimer asam dan gliserid di
dalam minyak goreng bekas karena pemanasan sewaktu digunakan. Berat
molekul dan angka iodin meningkat begitu pula pada berat jenis dan angka
penyabunan semakin tinggi.

E. Sifat Fisika Kimia Minyak Jelantah


Sifat-sifat minyak jelantah dibagi menjadi sifat fisik dan sifat kimia
(Ketaren, 2005), sifat fisik terdiri dari :
1. Warna, terdiri dari dua golongan : golongan pertama yaitu zat warna
alamiah, yaitu secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung
minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstrasi. Zat
warna tersebut antara lain α dan β karoten (berwarna kuning), xantofil
(berwarna kuning kecoklatan), klorofil (berwarna kehijauan) dan
antosyanin (berwarna kemerahan). Golongan kedua yaitu zat warna dari
hasil degradasi zat warna alamiah, yaitu warna gelap disebabkan oleh
proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E), warna cokelat disebabkan
oleh bahan untuk membuat minyak yang telah busuk atau rusak, warna
kuning umumnya terjadi pada minyak tidak jenuh.

7
2. Odor dan flavor, terdapat secara alami dalam minyak dan juga terjadi
karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek
3. Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor oil),
dan minyak sedikit larut dalam alkohol, etil eter, karbon disulfida dan
pelarut-pelarut halogen.

4. Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair dengan tepat pada
suatu nilai temperatur tertentu. Polymorphism adalah keadaan dimana
terdapat lebih dari satu bentuk kristal.

5. Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin meningkat dengan
bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.

6. Titik lunak (softening point), dimaksudkan untuk identifikasi minyak


tersebut.

7. Sliping point, digunakan untuk pengenalan minyak serta pengaruh


kehadiran komponen-komponennya.

8. Shot melting point, yaitu temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari
minyak atau lemak.

9. Bobot jenis, biasanya ditentukan pada temperature 25oC , dan juga perlu
dilakukan pengukuran pada temperature 40oC.

10. Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan apabila minyak
dipanaskan. Merupakan kriteria mutu yang penting dalam hubungannya
dengan minyak yang akan digunakan untuk menggoreng.

11. Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan dengan cara mendinginkan


campuran minyak dengan pelarut lemak.

Sedangkan sifat kimia pada minyak jelantah terdiri dari :


1. Hidrolisa, dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam
lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat menyebabkan
kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air
dalam minyak tersebut (Winarno, 2002).

8
Gambar 2. Reaksi Hidrolisa

2. Oksidasi, proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara


sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi akan
mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak (Ketaren, 1986).

Gambar 3. Reaksi Oksidasi

3. Hidrogenasi, proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan ikatan


rangkap dan rantai karbon asam lemak pada minyak

4. Asam lemak bebas


Asam lemak bebas menunjukkan kesegaran minyak. Asam lemak
bebas pada minyak kelapa sawit mengalami kenaikan disebabkan oleh
adanya reaksi kompleks yang terjadi pada minyak goreng pada saat
minyak dipanaskan, sehingga menyebabkan asam lemak bebas yang
terkandung di dalam minyak semakin tinggi (Nuraniza, et al., 2013).
Identifikasi asam lemak bebas menggunakan metode titrasi. Bilangan
asam 17 merupakan banyaknya miligram KOH yang dibutuhkan untuk
menetralkan 1 gram minyak (Sudarmadji, 1997).

9
F. Pengaruh Minyak Terhadap Kesehatan
Menurut Gervacia dan Ratih (2016) Pemanfaatan minyak goreng
sebagai media penghantar panas, sering kali banyak orang yang belum tahu
cara menggunakan minyak goreng dengan baik dan benar. Minyak goreng
merupakan kebutuhan masyarakat yang saat ini harganya masih cukup
mahal, akibatnya minyak goreng digunakan berkali-kali untuk menggoreng,
terutama dilakukan oleh penjual makanan gorengan. Secara ilmiah minyak
goreng yang telah digunakan berkali-kali, lebih-lebih dengan pemanasan
tinggi sangatlah tidak sehat, karena minyak tersebut asam lemaknya lepas
dari trigliserida sehingga jika asam lemak bebas mengandung ikatan
rangkap mudah sekali teroksidasi menjai aldehid maupun keton yang
menyebabkan bau tengik. Penggunaan minyak goreng bekas yang sudah
berulang kali menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas
adalah atom-atom yang berubah menjadi tidak normal karena elektronnya
kehilangan pasangan. Atom-atom normal seharusnya memiliki electron-
elektron berpasangan. Ketidaknormalan ini bisa disebabkan oleh radiasi,
polusi kimia, makanan tidak sehat, kuman dan bakteri, salah pengobatan,
stress, atau reaksi oksigen dengan lemak tak jenuh ganda dalam sel-sel
tubuh. Atom yang tidak sempurna ini tidak stabil dan sangat reaktif, juga
merusak molekul-molekul pada sel, gen dan jaringan-jaringan elastic tubuh
dengan cara mencuri pasangan elektronnya. Kerusakan pada sel
menyebabkan penuaan dini,otak kau, pengerasan pembuluh darah arteri,
bahkan kanker. Radikal bebas adalah akibat samping yang tidak dapat
dielakan dalam kehidupan dan bisa menjadi penyebab kanker.

G. Kulit Pisang Kepok


Menurut Allita, et al., (2012) Tanaman pisang merupakan salah satu
jenis tanaman yang banyak tumbuh di daerah tropis. Kulit pisang
merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak
jumlahnya, pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata.

10
Tabel 2. Kandungan kimia kulit pisang

Senyawa Kandungan
Air (g/100) 68,90
Protein (g/100g) 8,6
Lemak (g/100g) 13,1
Pati (g/100g) 12,8
Abu (g/100g) 15,3
Serat total (g/100g) 50,3
Kalsium (mg/100g) 715
Posfor (mg/100g) 117
Besi (mg/100g) 1,6
Vitamin C (mg/100g) 36

Sumber :Allita, et al., (2012)

Menurut Suprapti (2005), kedudukan pisang dalam sistematika tumbuhan,


diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub Devisi : Angiospermae
Kelas : Monoeotyledonae
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa paradisiaca.
Secara umum, kandungan gizi buah pisang cukup tinggi. Kandungan yang
dimiliki oleh kulit pisang, terdapat beberapa gugus fungsional yang berperan
dalam pengikatan/penyerapan seperti gugus hidroksi, asam karboksilat, dan
gugus amina. Gugus asam karboksilat dalam kulit pisang berperan maksimal
dalam proses penyerapan (Castro et al., 2011).

Gambar 4. Pisang Kepok

11
H. Adsorpsi
Menurut Alhaya, 2007) Adsorpsi adalah suatu proses penyerapan
suatu gas atau cairan pada permukaan padatan atau fasa padat antar muka.
Proses ini melibatkan fasa padat (adsorben, material biologi) dan fasa cair
(pelarut, air) yang mengandung zat terlarut yang akan diserap (adsorban/
zat warna / logam berat). Sedangkan pada absorpsi adalah suatu peristiwa
penyerapan atau peresapan zat cair ke zat cair lain atau zat padat, hingga
keduanya menyatu. Adsorben adalah padatan dimana di permukaannya
terjadi pengumpulan senyawa yang dilarutkan. Kemampuan adsorben
menyerap suatu senyawa sangat dipengaruhi oleh:
1. Jenis adsorben, adsorben yang berbentuk amorf daya serapnya lebih besar
daripada adsorben yang berbentuk kristal. Adsorben yang nonpolar lebih
mudah menyerap zat-zat nonpolar, sedangkan adorben polar lebih mudah
pula menyerap zat-zat bersifat polar.
2. Jenis adsorbat, molekul yang mudah terion umumnya lebih mudah terserap
dibandingkan dengan molekul yang sulit terion.
3. Struktur adsorben, molekul yang berpori mempunyai daya serap yang
tinggi dibandingkan dengan molekul yang tidak berpori.
4. Luas permukaan, semakin luas permukaan adsorben banyak zat yang
terserap pada permukaannya. Luas permukaan adsorben ditentukan oleh
semakin kecilnya ukuran partikel, juga ditentukan oleh jumlah pori dari
adsorben yang bersangkutan.

I. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis
spektroskopi yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat
pada panjang gelombang (190-380) dan sinar tampak pada panjang
gelombang (380-780) dengan memakai instrument spektrofotometer (Mulja
dan Suharman, 1995). Prinsip dari UV-Vis berdasarkan interaksi antara
materi dengan cahaya. Cahaya yang dimaksud berupa ultraviolet (UV) dan
cahaya visibel (Vis), sedangkan materi dapat berupa atom dan molekul yang
lebih berperan adalah elektron valensi. Spektrofotometri UV-Vis merupakan

12
salah satu metode analisis yang digunakan untuk menentukan komposisi
suatu sampel baik secara kualitatif dan kuantitatif. Spektrofotometri UV-Vis
melibatkan energy elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis,
sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis
kuantitatif dibandingkan kualitatif, sedangkan analisis secara kuantitatif
berdasarkan pada penurunan intensitas cahaya yang diserap oleh suatu media.
Intensitas ini sangat bergantung pada tebal tipisnya media dan konsentrasi
warna yang terdapat pada media tersebut Pembentukan warna dilakukan
dengan cara menambahkan bahan pengompleks yang selektif terhadap unsur
yang ditentukan (Mulja dan Suharman, 1995).
Spektrofotometer yang terdiri dari spektrofotometer dan fotometer.
Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang
gelombang tertentu, sedangkan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditranmisikan atau yang diabsorbsi. Jadi spektrofotometer
digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi ditranmisikan
fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 2003). Dengan menggunakan
metode spektrofotometri UV-Vis sampel akan menyerap cahaya diukur
sebagai absorbansi, kemudian cahaya akan tranmisikan oleh materi dan
ditangkap oleh detektor. Detektor berfungsi menangkap cahaya yang
diteruskan dari sampel dan mengubahnya menjadi arus listrik yang kemudian
akan dibaca oleh komponen spektrofotometer yaitu read out dimana panjang
gelombang dapat terlihat. Pada pengukuran absorbansi dan tranmitansi dalam
spektroskopis dan dengan garis kalibrasi konsentrasi diketahui (Khopkar,
2003).
Fungsi masing - masing bagian spektrofotometer adalah sebagai berikut:
1. Sumber cahaya berfungsi sebagai sumber sinar polikromatis dengan berbagai
macam rentang panjang gelombang. Pada UV-Vis sumber cahaya
menggunakan photoidiode yang telah dilengkapi monokromator.
2. Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu
mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi
cahaya monokromatis. Jenis monokromator yang saat ini banyak digunakan
adalan gratting atau lensa prisma dan filter optik. Jika digunakan grating

13
maka cahaya akan dirubah menjadi spektrum cahaya. Sedangkan filter optic
berupa lensa berwarna sehingga cahaya yang diteruskan sesuai dengan
warnanya lensa yang dikenai cahaya.
3. Lensa warna dalam satu alat yang digunakan sesuai dengan jenis
pemeriksaan.
4. Sel sampel berfungsi sebagai tempat meletakan sampel UV-Vis
menggunakan kuvet sebagai tempat sampel.
5. Kuvet biasanya terbuat dari kuarsa atau gelas, namun kuvet dari kuarsa yang
terbuat dari silika memiliki kualitas yang lebih baik. Hal ini,disebabkan yang
terbuat dari kaca dan plastik dapat menyerap UV sehingga penggunaannya
hanya pada spektrofotometer sinar tampak (Vis). Kuvet biasanya berbentuk
persegi panjang dengan lebar 1 cm.
6. Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan
mengubahnya menjadi arus listrik.
7. Read out (pembaca) merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya
isyarat listrik yang berasal dari detektor.

Gambar 5. Skema Spektrofotometer Uv-Vis (Kristianingrum, 2014)

Warna minyak dapat ditentukan dengan menggunakan Lovibond tintometer


maupun spektrofotometer. Penentuan dengan menggunakan Lovibond bersifat
subjektif, sedangkan penentuan warna menggunakan spektrofotometer lebih
bersifat objektif (Krishnamurthy dan Vernon, 1996). Penentuan warna dapat
dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer dengan minyak segar sebagai
referensi (blanko). Kenaikan nilai absorbansi minyak memperlihatkan warna
minyak semakin gelap yang disebabkan oleh adanya kenaikan senyawa-senyawa
hasil degradasi minyak (Przybylski, 2000).

14
III. METODE PENELITIAN

A. Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari minyak
jelantah yang berasal dari pecel lele, minyak segar, kulit pisang, DPPH (1,1-
diphenyl-2-picrylhydrazyl), natrium tiosulfat 0,1 N, asam asetat glasial,
metanol, larutan KI jenuh, kloroform, kanji, dan aquadest. Alat yang
digunakan dalam penelitian terdiri dari timbangan digital, gelas ukur,
erlenmeyer, kertas saring, buret, desikator, pipet ukur, magnetic stirer, gelas
piala, penangas air, bulp, oven, viskometer brookfield, vortex dan
spektrofotometer UV-Vis.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Science Universitas Djuanda
dan di Laboratorium QC PT PUSPA PHARMA CITEREUP. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2018.

C. Metode Penelitian

Penelitian terdiri dari 2 tahap yaitu, tahap pertama pembuatan bubuk kulit
pisang dan tahap kedua perendaman minyak jelantah dengan bubuk kulit
pisang.
1. Penelitian tahap 1
Penelitian tahap 1 bertujuan untuk pembuatan bubuk kulit pisang dan
mengetahui nilai rendemen dan nilai antioksidan. Diagram alir pembuatan
bubuk kulit pisang dapat dilihat pada Gambar 3.

Kulit Pisang
Kepok

Air Pencucian Air Kotor

Penirisan

16
@

Pengecilan ukuran

Pengovenan
T= 1050C, t = 4 jam

Penghalusan menggunakan blender

Pengayakan
menggunakan 60 mesh

Pengujian :
Bubuk Kulit Pisang - Antioksidan
- Rendemen
Gambar 6. Diagram alir pembuatan bubuk kulit pisang (Modifikasi Franciska et
al., 2006).
2. Penelitian tahap 2
Penelitian tahap 2 adalah bertujuan untuk perendaman minyak goreng
jelantah dengan bubuk kulit pisang dengan perlakuan jumlah bubuk kulit
pisang dan lama perendaman. Diagram alir perendaman minyak goreng
jelantah dengan menggunakan bubuk kulit pisang dapat dilihat pada Gambar 4.

A= Jumlah bubuk
kulit pisang
Minyak Jelantah 100 mL
A1= 5 g
A2 = 7,5 g
A3 = 10 g

Perendaman
B= Lama Perendaman
B1= 24 Jam
B2 = 36 Jam Pengadukan dengan magnetic stirer,
B3 = 48 Jam kecepatan = 40 rpm

16
@

Penyaringan

Uji Kimia :
- Bilangan Peroksida
Uji Fisika :
Minyak yang
- Uji Kecerahan
telah dijernihkan
- Viskositas

Gambar 7. Diagram alir perendaman minyak jelantah menggunakan bubuk kulit


pisang.

D. RancanganPercobaan

Rancangan Percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah


Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL) yang terdiri dari dua faktor yaitu
faktor A jumlah bubuk kulit dan faktor B lama perendaman yang masing-
masing terdiri dari tiga taraf dengan 2 kali ulangan dengan model
matematikanya sebagai berikut:
Yijk= µ + Ai + Bj + (AB)ij+ ijk

Keterangan:
Yijk : Nilai pengamatan dengan kombinasi perlakuan pada taraf ke-i dari
jumlah bubuk kulit pisang, taraf ke-j dari lama perendaman dan
ulangan ke-k (ulangan ke 1 dan 2).
µ : Komponen aditif dari rataan
Ai : Pengaruh utama faktor jumlah bubuk kulit pisangpada taraf ke-i (i = 5
gram, 7,5 gram dan 10 gram)
Bj :Pengaruh utama faktor lama perendaman pada taraf ke-j (j =24 jam, 36
jam, dan 48 jam)
(AB)ij : Komponen interaksi dari faktor jumlah bubuk kulit pisang dan faktor
lama perendaman
ijk : Pengaruh acak yang menyebar normal
i : Taraf perlakuan A ke-i (1, 2, 3)
j : Taraf perlakuan B ke-j (1, 2, 3)
k : Ulangan (1, 2)

17
Tabel 3. Kombinasi Perlakuan
Lama Perendaman (B) (Jam)

B1 (24) B2 (36) B3 (48)


Jumlah Bubuk Kulit A1 (5) A1B1 A1B2 A1B3
Pisang (A) (gram) A2 (7,5) A2B1 A2B2 A2B3
A3 (10) A3B1 A3B2 A3B3
Keterangan :
A1B1 = Jumlah bubuk kulit pisang 5 gram : Lama perendaman 24 jam
A2B1= Jumlah bubuk kulit pisang 7,5 gram : Lama perendaman 24 jam
A3B1= Jumlah bubuk kulit pisang 10 gram : Lama perendaman 24 jam
A1B2= Jumlah bubuk kulit pisang 5 gram : Lama perendaman 36 jam
A2B2= Jumlah bubuk kulit pisang 7,5 gram : Lama perendaman 36 jam
A3B2= Jumlah bubuk kulit pisang 10 gram : Lama perendaman 36 jam
A1B3= Jumlah bubuk kulit pisang 5 gram : Lama perendaman 48 jam
A2B3= Jumlah bubuk kulit pisang 7,5 gram : Lama perendaman 48 jam
A3B3= Jumlah bubuk kulit pisang 10 gram : Lama perendaman 48 jam

E. Analisis Produk
Produk yang dihasilkan yaitu minyak jelantah yang telah dijernihkan
dianalisis dengan uji kimia meliputi bilangan peroksida, sedangkan uji fisika
meliputi uji kecerahan dan viskositas.

F. Analisis Data

Analisis varian rancangan percobaan dua faktor bertujuan untuk melihat


apakah ada pengaruh dari jumlah bubuk kulit pisang yang ditambahkan dan
lama perendaman dalam penelitian berdasarkan uji kecerahan, viskositas dan
bilangan peroksida yang diolah secara statistis dengan uji sidik ragam
menggunakan analysis of variance (ANOVA) dengan uji lanjut duncan
dengan taraf 5%.

18
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Bubuk Kulit Pisang


1. Rendemen
Pada penelitian tahap pertama pembuatan bubuk kulit pisang. Kulit
pisang dibersihkan menggunakan air dan ditiriskan hingga tidak ada lagi yang
menetes, kemudian dipotong-potong dan dikeringkan pada suhu 1050C
selama 4 jam, setelah itu kulit pisang di haluskan dan diayak dengan ukuran
mesh 60, untuk memperoleh bubuk kulit pisang dengan luas permukaan yang
seragam dan dilakukan pengujian rendemen. Penetapan rendemen bubuk kulit
pisang bertujuan untuk mengetahui jumlah kulit pisang yang dihasilkan
setelah pengeringan. Perhitungan rendemen dilakukan berdasarkan berat
kering bahan, dengan adanya pengeringan, menyebabkan kandungan air
dalam bahan pangan berkurang sehingga mengakibatkan penurunan
rendemen bahan pangan (Winarno, 2002). Menurut Rahmawati (2008),
semakin kecil kadar air yang dihasilkan menyebabkan penurunan bobot
bahan, karena air dalam bahan pangan merupakan komponen utama, bila air
dihilangkan maka bahan akan lebih mampat dan lebih ringan sehingga akan
mempengaruhi rendemen produk akhir. Rendemen yang diperoleh sebesar
37,38%. Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Rosiana, et al., (2017)
Bahwa rendemen kulit pisang kepok sebesar 36,13%. Menurut Widowati, et
al., (2002) Pada kulit pisang tingkat kematangan dan kadar air pisang akan
berpengaruh terhadap rendemen pisang yang dihasilkan, pisang yang belum
matang memiliki kandungan pati yang tinggi dan kadar air yang lebih rendah.
Hal tersebut membuat rendemen tepung pisang yang dihasilkan akan semakin
banyak.

2. Antioksidan Bubuk Kulit Pisang


Aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu
metode CUPRAC (cupric ion reducing antioxidant capacity), metode DPPH
(2,2-difenil-1- pikrilhidrazil) dan metode FRAP (ferric reducing antioxidant
power), pada penelitian ini dipilih metode DPPH karena ujinya lebih
sederhana, mudah, cepat dan peka serta hanya memerlukan sedikit sampel
(Hanani et al, 2005).
Kekuatan aktivitas antioksidan diklasifikasikan berdasarkan nilai IC50.
Aktivitas antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm (IC50 <
50 ppm), kuat (50 ppm < IC50 < 100 ppm), sedang (100 ppm < IC50 < 150
ppm), lemah (150 ppm < IC50 < 200 ppm), dan sangat lemah (IC50 > 200
ppm) (Rahmawati, 2016). Berdasarkan hasil analisis antioksidan pada bubuk
kulit pisang kepok diperoleh hasil 228,07 ppm. Aktivitas antioksidan yang
diperoleh pada bubuk kulit pisang kepok sangat lemah. Hal ini dikarenakan
antioksidan tersebut mengalami pencucian karena vitamin C mudah larut
dalam air dan juga pada saat pengeringan vitamin C menjadi rusak. Penelitian
sebelumnya telah dilakukan oleh Annisa, et al., (2016) Bahwa kandungan
antioksidan pada bubuk kulit pisang sebesar 589,78 ppm, sehingga aktivitas
antioksidan dalam kategori sangat lemah. Perbedaan hasil nilai antioksidan
ini dipengaruhi oleh proses pengolahan bubuk kulit pisang seperti adanya
perebusan, pemanasan, dan penambahan air pada saat penghalusan bubuk
kulit pisang. Sedangkan menurut Rafaela, et al., (2010) Bahwa kulit pisang
dari varietas yang berbeda maupun sama akan menghasilkan aktivitas
antioksidan yang sama. Hal ini berarti bahwa aktivitas antioksidan pada tiap
kulit pisang akan sangat lemah (IC50 > 200 ppm).

B. Uji Sifat FisikoKimia


1. Uji Sifat FisikoKimia Minyak Segar dan Minyak Jelantah
Tahap kedua yaitu persiapan minyak goreng jelantah yang berasal dari
pedagang pecel lele, dan minyak segar (curah) sebagai perbandingan.
Selanjutnya 100 mL minyak jelantah dan dimasukkan kedalam wadah
erlenmeyer kemudian ditambahkan bubuk kulit pisang masing-masing
sebanyak 5 gram, 7,5 gram dan 10 gram kemudian dilakukan perendaman
selama 24 jam, 36 jam, dan 48 jam. Hasil perendaman kemudian disaring
menggunakan kertas saring whatmann 41, sehingga diperoleh filtrat yang
telah dijernihkan. Filtrat tersebut dilakukan pengujian meliputi uji fisika yaitu
viskositas dan uji kecerahan sedangkan uji kimia meliputi bilangan peroksida.
Berikut hasil uji pada minyak jelantah dan minyak segar.

20
Tabel 4. Hasil Analisa Minyak Jelantah dan Minyak Segar

Sampel Rataan Uji Rataan Bilangan


Kecerahan Viskositas Peroksida
(Abs) (cpoise) (mekO2/Kg)
Minyak Segar 0,591 26,60 0,75
Minyak Jelantah 3,566 63,30 12,65

Penentuan penggunaan minyak jelantah pada pedagang pecel lele


dengan membandingkan hasil uji minyak segar. Bahwa rata-rata uji minyak
segar lebih tinggi dari minyak jelantah, artinya tingkat kecerahan pada minyak
segar lebih cerah (jernih) hal ini terjadi karena pada minyak jelantah telah
dilakukan penggorengan berulang kali sehingga warna minyak lebih gelap
karena mengalami degradasi, menurut Ketaren (2008) Zat warna degradasi
adalah zat warna yang diperoleh adanya proses pemanasan pada minyak
tersebut sehingga warna pada minyak goreng tersebut akan mengalami
perubahan, zat warna tersebut antara lain terdiri dari α dan β karoten, xantofil,
klorofil, dan antosianin, zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning,
kuning kecokelatan, kehijau-hijauan dan kemerahan-merahan.
Minyak segar memiliki nilai viskositas rendah dibandingkan
viskositas minyak jelantah. Hal ini terjadi karena kerapatannya lebih besar
dan belum mengalami pemanasan sehingga gesekan yang terjadi antara
lapisan-lapisan dalam minyak tersebut lebih rendah. Viskositas meningkat
selama proses penggorengan. Semakin lama waktu penggorengan, viskositas
minyak akan meningkat. Menurut Tri dan Olivia (2017) menyatakan bahwa
minyak yang memiliki viskositas rendah, cenderung memiliki kualitas yang
lebih tinggi karena kehadiran senyawa air dan degradasi minyak belum
banyak. Namun seiring dengan proses penggorengan yang semakin lama,
maka akumulasi senyawa degradasi air dan minyak semakin banyak sehingga
tingkat peningkatan viskositasnya lebih tinggi. Peningkatan viskositas ini
juga terbentuk karena pembentukan polimer minyak senyawa karena proses
pemanasan dan oksidasi dalam minyak. Pada viskositas minyak jelantah

21
cukup tinggi hal ini terjadi karena adanya zat pengotor dan terjadinya reaksi
hidrolisis pada minyak jelantah yang menyebabkan berat molekul pada
minyak naik sehingga daya gesek spindle semakin berat. Hal ini sesuai
dengan Bird (1994) Viskositas air naik dengan naiknya berat molekul.
Pada pengujian bilangan peroksida bahwa rata-rata uji minyak segar
lebih rendah dibandingkan minyak jelantah, hal ini dikarenakan pada minyak
jelantah telah dilakukan penggorengan berulang kali, lamanya waktu
penggorengan mempengaruhi proses oksidasi, karena adanya kontak dengan
udara sehingga kualitas minyak goreng menurun. Asupan minyak ke dalam
tubuh berulang kali dari minyak dengan bilangan peroksida diatas 10
mekO2/Kg bisa berbahaya bagi kesehatan dan meningkatkan risiko berbagai
penyakit termasuk hipertensi dan kanker (Siti et al., 2017), sehingga pada
hasil analisa sampel uji menunjukan minyak jelantah tidak layak untuk
dikonsumsi, karena bilangan peroksidanya masih diatas 10 mekO2/Kg.

2. Uji Kecerahan Pada Perlakuan


Untuk pengujian kecerahan dilakukan dengan menggunakan metode
spektrofotometri UV-Visible dengan panjang gelombang 470 nm. Absorbansi
yang semakin besar pada panjang gelombang ini mengindikasikan warna
minyak semakin gelap. Hal ini berarti semakin banyak poduk-produk hasil
degradasi minyak (Przybylski, 2000).
Tabel 5. Hasil Rata-Rata Uji Kecerahan Minyak Jelantah Secara
Spektrofotometri (Abs)
Bubuk Kulit Lama Perendaman (B) Jam Rataan
Pisang (A) g B1 (24) B2 (36) B3 (48) (A)
A1 (5) 3,299a 3,015c 2,378f 2,897x
A2 (7,5) 3,275a 2,851d 2,296g 2,807y
A3 (10) 3,214b 2,475e 2,238h 2,642z
Rataan (B) 3,263p 2,781q 2,304r
Keterangan: Notasi huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata pada α = 0,05

Pada Tabel 5, diketahui bahwa dengan penambahan bubuk kulit pisang


semakin banyak maka nilai kecerahan semakin rendah. Berdasarkan hasil
sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan jumlah

22
bubuk kulit pisang berpengaruh nyata terhadap kecerahan minyak jelantah
(p<0,05) berdasarkan uji lanjut duncan diketahui bahwa perlakuan
penggunaan bubuk kulit pisang A1 (5g) berbeda nyata dengan perlakuan A2
dan A3 hal ini terjadi karena proses penyerapan minyak jelantah terhadap
bubuk kulit pisang berperan secara maksimal karena kandungan gugus
hidroksil dan karboksil yang terdapat pada bubuk kulit pisang berperan aktif
terhadap penyerapan, semakin banyak jumlah bubuk kulit pisang maka
jumlah gugus hidroksil dan karboksil semakin banyak, sehingga proses
penyerapan semakin maksimal. Pada penambahan bubuk kulit pisang A3 (10
gram) terjadi peningkatan penyerapan warna yang signifikan, hal ini
membuktikan bahwa dengan meningkatnya jumlah adsorben yang
ditambahkan, maka semakin besar luas permukaan aktif yang dimiliki oleh
partikel bubuk kulit pisang sehingga jumlah adsorben yang dapat diserap oleh
bubuk kulit pisang semakin banyak yang ditandai dengan turunnya nilai
absorbansi hal ini sesuai dengan Tri, et al., (2017) Bahwa konsentrasi (C)
makin besar jumlah adsorben, maka yang teradsorpsi semakin besar, selain
itu semakin luas permukaan adsorben (adsorben makin kecil ukurannya),
maka adsorpsi yang terjadi makin besar karena kemungkinan zat yang
menempel pada permukaan adsorben bertambah. Hal ini menyebabkan bagian
yang semula tidak berfungsi sebagai permukaan (bagian dalam) setelah
digerus akan berfungsi sebagai permukaan. Menurut Siti, et al., (2010)
Kotoran (partikel halus) akan larut dalam air, sehingga pada proses ini
diperoleh minyak bebas bumbu, dengan warna minyak yang semula gelap
atau kehitaman menjadi cokelat.
Pada lama perendaman, semakin lama perendaman maka semakin rendah
nilai absorbansi nya, maka semakin cerah. Perbedaan lama perendaman ini
berpengaruh nyata terhadap uji kecerahan minyak jelantah (p<0,05)
berdasarkan uji lanjut duncan diketahui bahwa perlakuan B1 (24 jam)
berbeda nyata dengan perlakuan B2 (36 jam) dan B3 (48 jam), dengan lama
perendaman B3 (48 jam) dihasilkan uji kecerahan lebih rendah di bandingkan
lainnya. Dapat dilihat pada Tabel 5 bahwa semakin lama waktu perendaman
maka nilai absorbansi semakin rendah hal ini terjadi karena semakin lama

23
perendaman maka interaksi adsorben dengan minyak jelantah lebih maksimal,
hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin lama kontak antara minyak
jelantah dengan adsorben, maka semakin banyak minyak jelantah yang
terserap pada permukaan adsorben (Murdiono, et al., 2011). Selain itu,
semakin lama waktu perendaman maka warna gelap dari minyak jelantah
akan berkurang menjadi kuning dan ditunjukkan dengan turunnya nilai
absorbansi (Blumethal, 1996)
Interaksi antara jumlah bubuk kulit pisang dan lama perendaman
berpengaruh nyata terhadap uji kecerahan minyak jelantah. Uji kecerahan
minyak pada perlakuan A1B1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A2B1
tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan
penambahan bubuk kulit pisang dan lama perendaman dapat mempercepat
reaksi antara adsorben dengan minyak jelantah, zat pengotor yang terdapat
pada minyak akan melakukan kontak dengan adsorben, semakin lama kontak
dengan adsorben maka semakin baik kecerahannya. Menurut Suryani (2016)
yang menyatakan bahwa laju penurunan warna akan sangat cepat pada saat
minyak kontak dengan adsorben. Pada perlakuan A3B3 (jumlah bubuk kulit
pisang 10 g dan lama perendaman 48 jam) dihasilkan uji kecerahan lebih baik
dibandingkan dengan lainnya.

3. Viskositas Pada Perlakuan


Uji kualitas minyak goreng pada penelitian ini secara fisika selanjutnya
adalah uji viskositas menggunakan viskometer Brookfield, semakin kuat
putaran semakin tinggi viskositasnya sehingga hambatannnya semakin besar
(Moechtar, 1990).

24
Tabel 6. Hasil Rata-Rata Viskositas Minyak Jelantah Menggunakan
Viskometer Brookfield (Cpoise)
Bubuk Kulit Lama Perendaman (B) Jam Rataan
Pisang (A) g B1 (24) B2 (36) B3 (48) (A)
A1 (5) 56,3a 51,5 a 48,8 a 52,2x
A2 (7,5) 52,7 a 50,0 a 47,0 a 49,9y
A3 (10) 51,1 a 49,3 a 45,7 a 48,7z
Rataan (B) 53,3p 50,3q 47,1r
Keterangan: Notasi huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata pada α = 0,05

Dapat dilihat Tabel 6, bahwa semakin banyak jumlah bubuk kulit pisang
yang ditambahkan maka viskositas semakin rendah, berdasarkan hasil sidik
ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan jumlah bubuk
kulit pisang berpengaruh nyata terhadap uji viskositas minyak jelantah
(p<0,05), berdasarkan uji lanjut duncan diketahui bahwa perlakuan
penggunaan bubuk kulit pisang A1 (5g) berbeda nyata dengan perlakuan A2
dan A3. Penurunan nilai hasil kekentalan dikarenakan besarnya konsentrasi
adsorben menyatakan banyaknya partikel zat yang teradsorpsi pada minyak
jelantah. Semakin banyak adsorben maka gesekan antara partikel semakin
rendah dan kekentalannya semakin rendah pula. Jumlah zat yang diadsorpsi
pada permukaan adsorben merupakan proses berkesetimbangan. Pada awal
reaksi, peristiwa adsorpsi lebih dominan sehingga adsorpsi berlangsung cepat
karena gugus aktif yang terletak pada adsorben berinteraksi dengan minyak
jelantah. Adanya pengaruh gaya Van der Waals antara permukaan adsorben
dengan adsorbat menyebabkan adsorbat teradsorpsi ke dalam pori adsorben.
Pada saat inilah terjadi proses adsorpsi sehingga menurunkan nilai viskositas
(Adli, 2012). Hal ini didukung oleh Medeni (2003) Peningkatan asam lemak
bebas, nilai karbonil, dan penurunan ketidak jenuhan, dapat meningkatkan
berat molekul. Adsorben bubuk kulit pisang dipilih karena dapat
menghilangkan senyawa yang memiliki berat molekul tinggi, sehingga dapat
menurunkan nilai viskositas. Adsorben mampu menghilangkan senyawa-
senyawa yang terbentuk pada saat menggoreng yang berkontribusi pada
peningkatan viskositas minyak.

25
Pada lama perendaman, semakin lama perendaman maka semakin rendah
nilai viskositasnya. Perbedaan lama perendaman berpengaruh nyata terhadap
uji viskositas minyak jelantah (p<0,05) berdasarkan uji lanjut duncan
diketahui bahwa perlakuan B1 (24 jam) berbeda nyata dengan perlakuan B2
(36 jam) dan B3 (48 jam), dengan lama perendaman B3 (48 jam) dihasilkan
uji viskositas lebih rendah di bandingkan lainnya hal ini terjadi karena
semakin lama perendaman maka adsorben dapat mengikat zat pengotor pada
minyak jelantah sehingga dapat menurunkan nilai viskositasnya. Viskositas
dalam cairan ditimbulkan oleh gesekan dalam lapisan-lapisan dalam cairan,
sehingga makin besar gesekan yang terjadi maka viskositasnya semakin
besar, begitu juga jika gesekan yang terjadi lebih kecil, maka viskositasnya
juga kecil (Sutiah, 2008). Menurut Alaa et al., (2017) menunjukkan waktu
serapan pada kapasitas serap minyak jelantah dengan kulit pisang pada waktu
yang berbeda menunjukkan bahwa serapan minyak meningkat secara
bertahap, sehingga nilai viskositasnya menurun.
Interaksi jumlah bubuk kulit pisang dan lama perendaman, pada Tabel 6
bahwa semakin banyak jumlah bubuk kulit pisang yang ditambahkan dan
semakin lama perendaman maka viskositas semakin rendah. Interaksi antara
jumlah bubuk kulit pisang dan lama perendaman tidak berpengaruh nyata
terhadap viskositas minyak jelantah, namun terjadi penurunan pada nilai
viskositasnya hal ini terjadi karena perbedaan energi potensial antara
adsorben, waktu kontak dan zat yang akan diserap. Secara umum, adsorpsi
adalah proses memisahkan komponen tertentu dari satu fasa fluida (larutan)
ke permukaan padatan penyerap (adsroben). Pemisahan terjadi karena
perbedaan berat molekul atau porositas, menyebabkan beberapa molekul
untuk mengikat lebih kuat ke permukaan daripada ke molekul lain (Tri dan
Olivia, 2017). Viskositas paling rendah yaitu pada perlakuan jumlah bubuk
kulit pisang 10 g dan lama perendaman 48 jam (A3B3).

4. Bilangan Peroksida Pada Perlakuan


Bilangan peroksida dapat diukur secara kuantitatif dengan menggunakan
titrasi iodometri. Pengujian kadar bilangan peroksida merupakan nilai

26
terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak
(Ketaren, 1986).
Tabel 7. Hasil Rata-Rata Bilangan Peroksida Minyak Jelantah Secara
Titrimetri (MekO2/Kg)
Bubuk Kulit Lama Perendaman (B) Jam Rataan
Pisang (A) g B1 (24) B2 (36) B3 (48) (A)
A1 (5) 11,75a 10,82d 9,95e 10,84x
A2 (7,5) 11,52b 10,82d 9,50f 10,61y
A3 (10) 11,17c 10,63d 9,10g 10,30z
Rataan (B) 11,48p 10,76q 9,52r
Keterangan : Notasi huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata pada α = 0,05

Dapat dilihat Tabel 7, bahwa semakin banyak jumlah bubuk kulit pisang
yang ditambahkan maka bilangan peroksida semakin rendah, berdasarkan hasil
sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan jumlah
bubuk kulit pisang berpengaruh nyata terhadap bilangan peroksida minyak
jelantah (p<0,05). Berdasarkan hasil sidik ragam (ANOVA) menunjukkan
bahwa perlakuan perbedaan jumlah bubuk kulit pisang berpengaruh nyata
terhadap bilangan peroksida minyak jelantah (p<0,05). Berdasarkan uji lanjut
duncan diketahui bahwa perlakuan penggunaan bubuk kulit pisang A1 (5g)
berbeda nyata dengan perlakuan A2 dan A3. Nilai bilangan peroksida menurun
seiring dengan penambahan jumlah bubuk kulit pisang. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Windy, et al., (2013) bahwa persentase penurunan
kadar bilangan peroksida yang terjadi menggunakan adsorben menunjukkan
semakin banyak adsorben yang digunakan semakin tinggi penurunan kadar
bilangan peroksida. Bilangan peroksida terjadi karena adanya reaksi oksidasi
pada ikatan rangkap dalam asam lemak, terserapnya peroksida di dinding atau
permukaan adsorben, dikarenakan adanya perbedaan energi potensial antara
permukaan adsorben dan minyak jelantah, yang melibatkan gaya fisika atau
kimia. Menurut Ketaren (2005) proses adsorpsi merupakan salah satu upaya
untuk memperbaiki kualitas minyak goreng bekas, yaitu dengan penambahan
adsorben yang dapat dicampur langsung dengan minyak, dilanjutkan dengan
pengadukan dan penyaringan. semakin tinggi konsentrasi adsorben yang

27
ditambahkan, semakin banyak pula pori-pori adsorben yang dapat menyerap
produk oksidasi sehingga nilai biangan peroksida semakin menurun. Hal ini
konsisten dengan fungsi dari adsorben yaitu menghilangkan kotoran, pigmen,
produk oksidasi, logam sebagai senyawa katalisator dan senyawa bersulfur.
Menghilangkan kotoran-kotoran, logam dan produk oksidasi dapat
meningkatkan kualitas dan stabilitas oksidatif dari minyak (Donatus, 2009).
Pada lama perendaman, diketahui bahwa semakin lama perendama maka
semakin rendah nilai bilangan peroksida. Perbedaan lama perendaman,
berpengaruh nyata terhadap bilangan peroksida minyak jelantah (p<0,05)
berdasarkan uji lanjut duncan diketahui bahwa perlakuan B1 (24 jam) berbeda
nyata dengan perlakuan B2 (36 jam) dan B3 (48 jam). Lama perendaman
berperan aktif dalam penurunan hasil minyak jelantah, hal ini terjadi karena
dengan perendaman yang cukup lama maka proses interaksi antioksidan
semakin maksimal karena peroksida yang terbentuk berikatan dengan senyawa
lainnya sehingga jumlah peroksida menurun selain itu karena antioksidan
mempunyai kemampuan dapat mencegah kerusakan dan dapat mengorbankan
dirinya untuk menstabilkan radikal bebas dalam minyak jelantah (Desi, 2017).
Selain itu menurut Hasibuan (2008) kemampuan adsorben untuk mengadsorbsi
gugus peroksida semakin baik seiring bertambahnya lama waktu perendaman
dengan adsorbat. Berdasarkan adanya penelitian ini memberikan fakta bahwa
antioksidan dalam kulit pisang kepok mampu menurunkan bilangan peroksida.
Menurut Donatus (2009) Perlindungan minyak dari serangan radikal
memerlukan senyawa organik tertentu (antioksidan) yang dapat menghambat
otooksidasi, antioksidan dapat bereaksi cepat dengan radikal sehingga
berfungsi sebagai penjerat (trap) radikal.
Interaksi antara jumlah bubuk kulit pisang dan lama perendaman
berpengaruh nyata terhadap nilai bilangan peroksida minyak jelantah. Interaksi
jumlah bubuk kulit pisang dan lama perendaman, pada Tabel 7 bahwa semakin
banyak jumlah bubuk kulit pisang yang ditambahkan dan semakin lama
perendaman maka nilai bilangan peroksida semakin rendah. Bilangan
peroksida minyak pada perlakuan A1B1 berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya. Pada perlakuan A1B2 tidak berbeda nyata dengan A2B2 dan A3B2

28
tapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan semakin
banyak jumlah partikel yang ditambahkan dan semakin lama perendaman maka
semakin besar kemampuan adsorben untuk mengadsorbsi gugus peroksida
akibat proses oksidasi. Bilangan peroksida paling rendah yaitu pada perlakuan
A3B3 (jumlah bubuk kulit pisang 10 gram dan lama perendaman 48 jam)
dengan nilai bilangan peroksida 9,10 mekO2/Kg. Hasil analisa memperlihatkan
nilai bilangan peroksida sudah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh
SNI 01-3741-2013 yaitu maksimal 10 mekO2/Kg.

29
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Pada penelitian diketahui bahwa pada bubuk kulit pisang diperoleh
rendemen sebesar 37,38%, dan kandungan antioksidan IC50 228,07 ppm.
Sedangkan pada minyak segar memiliki nilai kecerahan 0,591 Abs, viskositas
26,60 cpoise dan bilangan peroksida 0,75 mekO2/Kg, pada minyak jelantah
diperoleh nilai kecerahan 3,566 Abs, viskositas 63,30 cpoise dan bilangan
peroksida 12,65 mekO2/Kg. Penelitian utama menunjukkan bahwa semakin
tinggi konsentrasi bubuk kulit pisang dan semakin lama perendaman
mengakibatkan tingkat kecerahan meningkat, viskositas yang semakin rendah
dan bilangan peroksida yang semakin menurun.

B. Saran
1. Perlu dilakukan penambahan waktu perendaman dan penambahan jumlah kulit
pisang agar diperoleh penyerapan yang lebih maksimal.
2. Perlu penambahan uji sifat fisikokimia lebih lanjut mengenai perubahan sifat
fisikokimia pada minyak jelantah.
3. Penggunaan adsorbent dengan memanfaatkan sumber limbah yang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Adli, Hadyan. 2012. Pengolahan Limbah Cair Laboratorium Dengan Metode


Presipitasi dan Adsorpsi Untuk Penurunan Kadar Logam Berat [Skripsi].
Program Studi Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Indonesia.
Alaa, El-Din., Amer, A. Malsh, A., dan Hussein., M. 2017.Study On The Use Of
Banana Peels For Oil Spill Removal. Jounal Engineering Alexandria (2).
Ahalya, N., Ramachandra, T. V., dan Kanamadi, R. D. 2007. Biosorption of
Heavy Metals, Res, J. Chem. Environ., 7(4).

Allita, Y., Victor G., Aning A., dan Ery S. 2012. Pemanfaatan ampas tebu dan
kulit pisang dalam pembuatan kertas serat campuran.Jurnal Teknik Kimia
Indonesia 11:94-100.
Almatsier, S. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama.

Amang, B., Pantjar, S., dan Anas, R. 1996. Ekonomi Minyak Goreng di
Indonesia. IPB Press, Jakarta.

Annisa., Almasyhuri., dan Mira, S. 2016. Formulasi Dan Aktivitas Antioksidan


Selai Lembaran Campuran Bubuk Kulit Pisang Kepok Dan Seduhan
Simplisia Kelopak Bunga Rosella. Jurnal Kimia. Universitas Pakuan,
Bogor.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2005. Official Methods of


Analysis. Association of Official Analytical Chemists, Maryland.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2003. Official Methods and


Recommended Practices of the American Oil Chemists Society. AOCS
Press, Illinois.

Arini. 1999. Minyak Jelantah, Amankah?.Jurnal LPPOM MUINo. 25.

Bird, T. 1985. Kimia Fisik Untuk Universitas. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Blumethal, M.M. 1996. Frying technology. Bailey’s Industrial Oil and Fat
Technology; Edible Oil and Fat Product: Product and Application
Technology. Journal of American Wiley-Interscience Publication 4: 429-
482 .
Castro, G., L. Caetano., G. Ferreira., G. P. Pahdilha., J. Margarida., F. Zara., and
M. Atonio. 2011. Banana Peel Applied to the Solid Phase Extraction of
Copper and Lead from River Water: Preconcentration of Metal Ions with a
FruitWaste. Journal of American Chemical Society 50: 3446–3451.
Desi, Erlita. 2017. Optimasi Penurunan Kadar Asam dan Angka Peroksida
Minyak Jelantah Industri Krecek Rambak Dengan Kulit Singkong. Jurnal
Teknologi Technoscientia Volume 10 : 1.

Donatus, S., Handoko., Triyono., Narsito., dan Tutik D. 2009. Peningkatan


Kualitas Minyak Jelantah Menggunakan Adsorben H5-NZA dalam
Reaktor Sistem Fluid Fixed Bed The Improvement of Waste Cooking Oil
Quality using H5-NZA Adsorbent in Fluid Fixed Bed Reactor. Jurnal Ilmu
Dasar Volume 10 (2).

Franciska, J., Titin, A.Z., dan Intan,S. 2016. Pengaruh Aktivasi Arang dari
Limbah Kulit Pisang Kepok Sebagai Adsorben Besi (II) Pada Air Tanah.
Jurnal Kimia Vol 5(4):14-21. Universitas Tanjung Pura, Pontianak.

Hanani, E. A., Mun’im, R.., & Sekarini. 2005. Identifikasi Senyawa Antioksidan
dalam Spons Calispongia sp dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu
Kefarmasian. Vol 2 (3): 127-133.

Hasibuan, Lismarliana. 2008. Studi Penggunaan Karbon Aktif dari Kulit Durian
untuk Meningkatkan Kualitas Minyak Jelantah [Thesis]. Jurusan Kimia
FMIPA, Universitas Andalas, Padang.

Ketaren.1986. Pengantar Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas


Indonesia (UI Press), Jakarta.

Ketaren, S. 2005. Minyak Dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia (UI
Press), Jakarta.
Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Universitas
Indonesia (UI Press), Jakarta.
Krishnamurthy, R.G. dan Vernon C. W. 1996. Salad oil and oil-based
dressings.Di dalam: Bailey’s Industrial Oil and Fat Technology; Edible Oil
and FatProduct: Product and Application Technology. Wiley-Interscience
Publicatio, New York.
Kristianingrum, Susila. 2014. Spektroskopi Ultra Violet dan Sinar Tampak.
Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta.
Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Penerbit Universitas
Indonesia (UI Press), Jakarta.
Lee, J., Lee, S., Lee, H., Park, K. dan E. Choe. 2002. Spinach (spinacia oleracea)
as a Natural Food Grade Antioxidant in Deep Fat Fried Products. Journal
of Agricultural and Food Chemistry 50 : 5664-5669.
Mahreni. 2010. Peluang dan Tantangan Komersialisasi Biodiesel-Review. Jurnal
Eksergi Volume X (2). Yogyakarta : Universitas Pembangunan Nasional
Veteran.

32
Maskan, M. dan H.I, Bagci. 2003. The Recovery of Used Sunflower Seed Oil
Utilized in Repeated Deep Fat Frying Process. Journal of European Food
Research and TechnologyVol.218 : 26-31.
Medeni, Maskan. 2003. Effect Of Different Adsorbents On Purification Of Used
Sunflower Seed Oil Utilized For Frying. Artikel Teknologi Pangan Eropa
217:215–218.

Miyagi, A., Mitsutoshi N., Hiroshi N., dan Rangaswarny, S. 2001. Feasibility
Recycling Used Frying Oil Using Membrane Process. Journal Lipid
Science Tecnology 103 : 208-215.

Moechtar. 1990. Farmasi Fisik. Yogyakarta : UGM-press.


Mulja, M. dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Penerbit Airlangga
University Press, Surabaya.

Murdiono dan Adi, K. 2011. Penjernihan Minyak Goreng Bekas Dengan Proses
Adsorpsi Menggunakan Arang Biji Salak. Skripsi. Universitas
Dipenogoro: Semarang.
Nuraniza, N., Lapanporo, B. P., dan Arman, Y. 2013. Uji Kualitas Minyak
Goreng Berdasarkan Perubahan Sudut Polarisasi Cahaya Menggunakan
Alat Semiautomatic Polarymeter. Prisma Fisika Vol 01 No.02. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tarumanegara
Pontianak.

Olson, M dan Steven, J.W.1993. Dasar-dasar Mekanika Fluida Teknik Edisi 5.


Jakarta: Gramedia PustakaUtama.

Przybylski, R. 2000. Effect of Oils and Fats Composition on Their Frying


Performance. Journal food and nutrition.

Rafael, G., Gloria, L., dan Monica G. 2010. Antioxidant Activity in Banana Peel
Extract Conditions and Related Bioactive Compounds. Article in Food
Chemistry; April 2010 hlm 1030-1039.

Rahmawati, Muflihunna, dan Laode M. S. 2016. Analisis aktivitas antioksidan


produk sirup buah mengkudu (Morinda Citrifolia L.) dengan metode DPPH.
Jurnal Fitofarmaka Indonesia 2 (2) : 97 – 101.

Rahmawati, I. 2008. P enentuan Lama Pengeringan Pada Pembuatan Serbuk Biji


Alpukat (Persea Americana mill.) [Skripsi]. Teknologi Pertanian .
Universitas Brawijaya Malang.

Rosiana, S., Aldi, B., dan Anggun, S. 2017. Formulasi Dan Evaluasi Sabun Padat
Antioksidan Ekstrak Maserasi Kulit Buah Pisang Kepok. Jurnal Para
pemikir Volume 6 (2) : 151-155.

33
Rukmini, A. 2007. Regenerasi Minyak Goreng Bekas dengan Arang Sekam
Menekan Kerusakan Organ Tubuh. Seminar Nasional Teknologi,
Universitas Widya Mataram Yogyakarta; 24 November 2007.

Salasatun, A. Wiharyanto, O dan Irawan W. 2016. Pengaruh Konsentrasi


Aktivator NaOH dan Tinggi Kolom pada Arang Aktif Dari Kulit Pisang
Terhadap Efektivitas Penurunan Logam Berat Tembaga (Cu) dan Seng (Zn)
Limbah Cair Industri Elektroplating. Jurnal Teknik Lingkungan 5:1

Santosa HM, Budiati AS, Fuad A, dan Kusumawati I, 1998. Pengujian Antiradikal
Bebas Difenilpikril Hidrazil (DPPH) Ekstrak Graptophyllum pictum(L).
Griff. Secara Spektrofotometri, Seminar Nasional Tumbuhan Obat XIII,
Malang
Siti, A., Eny, Y., Ghananaim F. 2010. Penurunan Angka Peroksida dan Asam
Lemak Bebas (FFA) Pada Proses Bleaching Minyak Goreng Bekas Oleh
Karbon Aktif Polong Nuah Kelor (Moringa Oliiefera. Lamk) Dengan
Aktivasi NaCl. Jurnal Alchemy Volume 1 (2).

Siti, R., Dina, R, dan Laksmi, W. 2017. Perbedaan Jumlah Bi;angan Peroksida
Minyak Goreng Dengan Penambahan Bawang Merah dan Bawang Putih
Sebagai Antioksidan Alami (Pada Pedagang Gorengan di Wilayah
Kecamatan Tembalang Kota Semarang Tahun 2016). Jurnal Kesehatan
Volume 5, Nomor 1.

SNI. 2013. Minyak Goreng. SNI 3741-2013. Indonesia.


Someya, S., Y. Yoshiki dan K. Okubo. 2002. Food Chemistry. 79(3): 351354.

Sudarmadji S., Haryono, B., dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty.

Suprapti, Lies. 2005. Dasar – dasar Teknologi Pangan. Surabaya: Penerbit Vidi
Ariesta

Suryani, E. Susanto, W.H., dan Wijayanti, N. 2016. Karakteristik Fisik Kimia


Minyak Kacang Tanah (Arachis Hypogaea) Hasil Pemucatan (Kajian
Kombinasi Asdorben Dan Waktu Proses). Jurnal Pangan dan
Agroindustri 4 (1):120-126.
Sutiah., Sofjan, F., dan Wahyu, S. 2008.Studi Kualitas Minyak Goreng Dengan
Parameter Viskositas dan Indeks Bias. Jurnal FisikaVol 11 Nomor 2.
Universitas Diponegoro, Semarang.
Tamrin. 2013. Gasifikasi Minyak Jelantah pada Kompor Bertekanan. Jurnal
Teknik Pertanian Vol. II Nomor 2. Universitas Lampung, Lampung.
Tri, A dan Olivia, P. 2017. An Analysis Of Physical Characteristics Of Oil as The
Effect of Types and Reuse and The Aplication Of Absorbent In The

34
Process Of Oil In The Process Of Oil Purification. Di dalam Prosiding
Seminar BICSE, Universitas Bengkulu; 14 -15 Desember. Hlm 152-158.
Tri, W., Teti, Y., dan Agung, A. 2017. Adsorpsi Logam Berat (Pb) Dari Limbah
Cair Dengan Adsorben Arang Bambu Aktif. Jurnal Teknologi Bahan Alam
Vol 1 No. 1. Universitas Muhammadiyah, Surakarta.
Widowati, dan Misgiyarta. 2002. Efektifitas Bakteri Asam Laktat (BAL) dalam
Pembuatan Produk Fermentasi Berbasis Protein/ Susu Nabati. Balai
Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian: Jakarta.
Windy, U., Wirsal, H., Surya, D. 2013. Effektivitas Karbon Aktif Dalam
Menurunkan Kadar Bilangan Peroksida dan Penjernihan Warna Pada
Minyak Goreng Bekas. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta:PT.Gramedia.

35
LAMPIRAN
Lampiran 1. Prosedur Analisis Parameter yang Diamati

Analisa minyak goreng bekas pakai (jelantah) yang dilakukan mengacu


berdasarkan AOAC official methods Cd 8-53 peroxide value acetic acid –
chloroform method untuk pengujian bilangan peroksida, dengan standar mutu
berdasarkan SNI 3741-2013 yaitu maksimal 10 meq/Kg sedangkan uji warna dan
viskositas dibandingkan tehadap sampel minyak jelantah dan minyak segar.

1. Pengujian Antioksidan ( Santosa et al., 1998)


Pereaksi DPPH (400 μM dalam metanol) sebanyak 1 ml dipipet ke dalam
tabung reaksi, kemudian ditambahkan 3 ml metanol dan 0,1 ml masing-masing
sampel yang telah dipersiapkan (200, 400, 600, 800 dan 1000 ppm). Campuran
tersebut selanjutnya divortek dan diukur absorbansinya setelah 25 menit
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 517 nm.

Selanjutnya dibuat kurva linier antara konsentrasi contoh (sebagai sumbu X) dan
% inhibisi (sebagai sumbu Y) sehingga didapatkan persamaan Y = aX + b.

Ic – 50 (ppm) =

2. Penetapan Bilangan Peroksida (AOAC, 18th edition, 2005)


Tahapan pengujian bilangan peroksida adalah sebagai berikut:
a. Minyak goreng sebanyak 5,00 ±0,05 g ditimbang kemudian dimasukkan
kedalam labu erlenmeyer 250 ml bertutup.
b. Ditambahkan 12 ml kloroform dan 18 ml asam asetat glasial. Larutan
digoyang–goyangkan sampai bahan terlarut semua.
c. Ditambahkan 0,5 ml larutan jenuh KI dan biarkan di tempat gelap.
d. Selama 1 menit campuran larutan didiamkan sambil tetap digoyang.
e. Ditambahkan 30 ml aquades. Kedalam campuran larutan ditambahkan 2 ml
amilum 1%.

37
f. Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N hingga larutan berubah warna dari biru sampai
dengan warna biru mulai menghilang.

Bilangan peroksida = 10 (V sampel – V blanko) ml x N actual Na2S2O3


Bobot sampel (g) x N teoritis Na2S2O3

3. Penetapan Viskositas
Sampel minyak disiapkan dalam becker glass 100 ml. Kemudian dipilih
ukuran spindel S62 dengan kecepatan 20 rpm. Pemeriksaan ini menggunakan
viskometer Brookfield.

4. Uji Kecerahan (Sudarmadji, S et al., 2007)


Warna minyak diukur dengan menggunakan spektrofotometer uv-vis.
Sampel minyak dimasukkan ke dalam kuvet. Setelah itu, diukur absorbansinya
pada panjang gelombang 470 nm.

38
Lampiran 2. Hasil Rendemen Bubuk Kulit Pisang
Berat Awal Rataan (g) Berat Akhir Rataan (g) Rendemen Rataan
Kulit Pisang Bubuk Kulit (%)
(g) Pisang (g)
380,78 140,63 36,93
371,25 138,76 37,38
361,72 136,89 37,84

Lampiran 3. Hasil Analisa Aktivitas Antioksidan


Abs. Abs.
% Persamaan
Konsentrasi Ula- DPPH DPPH Abs. %
Rata2 Regresi IC50
(ppm) ngan Ulangan Ulangan Sampel Inhibisi
Inhibisi Linear
1 2
200 1 1,14 1,147 0,469 58,860
59,123
2 1,14 1,147 0,463 59,386
400 1 1,14 1,147 0,372 67,368
67,325
2 1,14 1,147 0,373 67,281
y= 0,026 x+ 55,93
600 1 1,14 1,147 0,295 74,123 228,07
74,123
2 1,14 1,147 0,295 74,123 2
R = 0,929
800 1 1,14 1,147 0,237 79,211
79,254
2 1,14 1,147 0,236 79,298
1000 1 1,14 1,147 0,229 79,912
79,825
2 1,14 1,147 0,231 79,737

Lampiran 4. Hasil Analisa Minyak Jelantah dan Minyak Segar


Sampel Ulangan Uji Rata Viskosi Rataan Bilangan Rataan
Kecera- an tas Peroksi-
han da
Minyak 1 0,591 25,8 0,78
0,591 26,6 0,75
Segar 2 0,591 27,3 0,72
Minyak 1 3,566 62,3 12,73
3,566 63,3 12,65
Jelantah 2 3,566 64,3 12,57

39
Lampiran 5. Hasil Penelitian Minyak Jelantah

A. Gambar Persiapan Pembuatan Bubuk Kulit Pisang

Pisang Kepok Kulit Pisang Kepok Bubuk Kulit Pisang


yang Telah Dioven

B. Perendaman Minyak Goreng Jelantah

Perendaman 24 Jam Perendaman 36 Jam Perendaman 48 Jam

C. Hasil Perendaman Minyak Goreng Jelantah

Perendaman 24 Jam Perendaman 36 Jam Perendaman 48 Jam

D. Pengujian Bilangan Peroksida

Perendaman 24 Jam Perendaman 36 Jam Perendaman 48 Jam

40
Lampiran 6. Hasil Data Analisa Pengujian Fisikokimia Minyak Jelantah

Bilangan Peroksida Viskositas Uji Warna


Rata-
Ula- Rata- Rata-
Kode B. V. V. N Viskosi Rata
ngan PV Rata RataVis- Abs
Sampel Titar Blanko TiO tas Absorb
PV kositas
ansi
A1B1 1 5,0058 12,7 0,5 0,098 11,72 55,5 3,305
11,75 56,3
2 5,0017 12,75 0,5 0,098 11,77 57,0 3,293 3,299

A2B1 1 5,0288 12,5 0,5 0,098 11,53 53,0 3,278


11,52 52,7
2 5,0176 12,5 0,5 0,098 11,52 52,3 3,272 3,275

A3B1 1 5,0089 12,2 0,5 0,098 11,22 51,8 3,215


11,17 51,1
2 5,0176 12,1 0,5 0,098 11,12 50,3 3,213 3,214

A1B2 1 5,0991 11,7 0,5 0,098 10,74 51,0 3,034


10,82 51,5
2 5,1870 11,85 0,5 0,098 10,91 52,0 2,997 3,015

A2B2 1 5,0073 11,8 0,5 0,098 10,82 49,7 2,868


10,82 50,0
2 5,0021 11,8 0,5 0,098 10,82 50,2 2,835 2,851

A3B3 1 5,0456 11,7 0,5 0,098 10,73 49,6 2,487


10,63 49,3
2 5,0789 11,5 0,5 0,098 10,54 48,9 2,463 2,475

A1B3 1 5,0688 10,90 0,5 0,098 9,93 48,0 2,39


9,95 48,8
2 5,0117 10,95 0,5 0,098 9,97 49,5 2,367 2,378

A2B3 1 5,2769 10,40 0,5 0,098 9,47 46,8 2,286


9,50 47,0
2 5,0051 10,50 0,5 0,098 9,52 47,2 2,307 2,296

A3B3 1 5,2349 9,90 0,5 0,098 8,96 45,3 2,265


9,10 45,7
2 5,1172 10,20 0,5 0,098 9,24 46,0 2,211 2,238

1 5,0274 1,75 0,5 0,098 0,78 25,8 0,591


M.
0,75 26,6 0,591
Segar
2 5,0096 1,7 0,5 0,098 0,72 27,3 0,591

M. 1 5,0569 13,7 0,5 0,098 12,73 62,3 3,566


Jelan- 12,65 63,3 3,566
tah 2 5,0034 13,55 0,5 0,098 12,57 64,3 3,566

41
Lampiran 7. Hasil Analisa Sidik Ragam (ANOVA) Pada Minyak Jelantah
A. Hasil Tabel Anova Uji Kecerahan
B. Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: UjiKecerahan
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 3,090 8 ,386 978,686 ,000
Intercept 139,367 1 139,367 353126,041 ,000
LamaPerendaman 2,755 2 1,378 3490,592 ,000
JumlahBubukKulitPisang ,201 2 ,101 254,975 ,000
LamaPerendaman * ,134 4 ,033 84,589 ,000
JumlahBubukKulitPisang
Error ,004 9 ,000
Total 142,461 18
Corrected Total 3,094 17
a. R Squared = ,999 (Adjusted R Squared = ,998)

Uji Lanjut Duncan Lama Perendaman


UjiKecerahan
a,b
Duncan
Subset
LamaPerendaman N 1 2 3
B3 6 2,3043
B2 6 2,7807
B1 6 3,2627
Sig. 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = ,000.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
b. Alpha = ,05.

42
Uji Lanjut Duncan Bubuk Kulit Pisang
Uji Kecerahan
a,b
Duncan
Subset
JumlahBubukKulitPisang N 1 2 3
A3 6 2,6423
A2 6 2,8077
A1 6 2,8977
Sig. 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = ,000.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
b. Alpha = ,05.

Uji Lanjut Duncan Interaksi antara Bubuk Kulit Pisang dan Lama Perendaman
Uji Kecerahan
a,b
Duncan
Subset
Interaksi N 1 2 3 4 5 6 7 8
A3B3 2 2,2380
A2B3 2 2,2965
A1B3 2 2,3785
A3B2 2 2,4750
A2B2 2 2,8515
A1B2 2 3,0155
A3B1 2 3,2140
A2B1 2 3,2750
A1B1 2 3,2990
Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 ,258
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = ,000.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.

43
B.Hasil Tabel Anova Viskositas
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Viskositas
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 158,041 8 19,755 36,925 ,000
Intercept 45410,934 1 45410,934 84880,250 ,000
LamaPerendaman 114,701 2 57,351 107,197 ,000
JumlahBubukKulitPisang 38,274 2 19,137 35,771 ,000
LamaPerendaman * 5,066 4 1,266 2,367 ,130
JumlahBubukKulitPisang
Error 4,815 9 ,535
Total 45573,790 18
Corrected Total 162,856 17
a. R Squared = ,970 (Adjusted R Squared = ,944)

Uji Lanjut Duncan Lama Perendaman


Viskositas
a,b
Duncan
Subset
LamaPerendaman N 1 2 3
B3 6 47,1333
B2 6 50,2333
B1 6 53,3167
Sig. 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = ,535.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
b. Alpha = ,05.

44
Uji Lanjut Duncan Penambahan Bubuk Kulit Pisang
Viskositas
a,b
Duncan
Subset
JumlahBubukKulitPisang N 1 2 3
A3 6 48,6500
A2 6 49,8667
A1 6 52,1667
Sig. 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = ,535.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
b. Alpha = ,05.

C. Hasil Tabel Anova Bilangan Peroksida

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: BianganPeroksida
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 12,967a 8 1,621 182,229 ,000
Intercept 2016,760 1 2016,760 226743,791 ,000
LamaPerendaman 11,859 2 5,930 666,669 ,000
JumlahBubukKulitPisang ,877 2 ,438 49,280 ,000
LamaPerendaman * ,231 4 ,058 6,483 ,010
JumlahBubukKulitPisang
Error ,080 9 ,009
Total 2029,807 18
Corrected Total 13,047 17
a. R Squared = ,994 (Adjusted R Squared = ,988)

45
Uji lanjut Duncan Lama Perendaman
BilanganPeroksida
Duncana,b
Subset
LamaPerendaman N 1 2 3
B3 6 9,5150
B2 6 10,7600
B1 6 11,4800
Sig. 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = ,009.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
b. Alpha = ,05.

Uji Lanjut Duncan Jumlah Bubuk Kulit Pisang


BilanganPeroksida
a,b
Duncan
Subset
JumlahBubukKulitPisang N 1 2 3
A3 6 10,3017
A2 6 10,6133
A1 6 10,8400
Sig. 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = ,009.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
b. Alpha = ,05.

46
Hasil Uji Lanjut Duncan Interaksi Lama Perendaman dan Jumlah Bubuk Kulit Pisang
BilanganPeroksida
a,b
Duncan
Subset
Interaksi N 1 2 3 4 5 6 7
A3B3 2 9,1000
A2B3 2 9,4950
A1B3 2 9,9500
A3B2 2 10,6350
A2B2 2 10,8200
A1B2 2 10,8250
A3B1 2 11,1700
A2B1 2 11,5250
A1B1 2 11,7450
Sig. 1,000 1,000 1,000 ,086 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = ,009.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b. Alpha = ,05.

47

Anda mungkin juga menyukai