Anda di halaman 1dari 114

SKRIPSI

KAJIAN FORMULASI TEPUNG BERAS MERAH (Oryza nivara) DAN


TEPUNG BLONDO TERHADAP KARAKTERISTIK
ORGANOLEPTIK DAN NILAI GIZI COOKIES

Oleh:
NELI RAMADANI

NIM. Q1A1 18 182

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
KAJIAN FORMULASI TEPUNG BERAS MERAH (Oryza nivara) DAN
TEPUNG BLONDO TERHADAP KARAKTERISTIK
ORGANOLEPTIK DAN NILAI GIZI COOKIES

Skripsi

diajukan kepada Fakultas Pertanian


untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana pada Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan

Oleh:
NELI RAMADANI

NIM. Q1A1 18 182

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
iv
v
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kejadirat Allah Subhanahu Wata’all. Zat yang telah

menciptakan alam semesta, kehidupan dan manusia, berkah izin dan ridho-Nya

penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga

tetap terlimpahkan kepada Nabi Allah, Muhammad Shalallahu Alahi Wasallam

Sang revolusioner sejati yang telah membawa kedamaian dan rahmat bagi semesta

alam. Skripsi in berjudul “Kajian Formulasi Tepung Beras Merah (Oryza

nivara) dan Tepung Blondo Terhadap Karakteristik Organoleptik dan Nilai

Gizi Cookies” yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalan

menyelesaikan studi pada Jurusan Ilmu Dan Teknologi Pangan, Fakultas

Pertanian, Universitas Halu Oleo.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini berkat adanya kerja sama

bantuan dari semua pihak. Olehnya itu penulis mengucapkan banyak terimah kasi

dan penghargaan setinggi-tingginya kepada bapak Dr.Ir.H.Anshruullah,M.,Sc

selaku pembimbing I dan ibu Mariani L., S.P., M.Sc selaku pembimbing II, yang

telah banyak membantu baik secara moral berupa bimbingan, saran, kritik,

nasehat dan permohonan maaf atas segala kesalahan penulis baik sengaja maupun

tidak sengaja mulai awal sampai akhir bimbingan.

Ucapan terima kasih dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada

ayah handa tercinta ARIFUDDIN dan ibunda tercinta DARMAWATI atas

segala bantuan moral maupun material, perhatian, motivasi, kasi saying, doa yang

tidak ada henti-hentinya demi keberhasilan penulis dalam meyelesaikan studi ini,
dan dukungan yang senantiasa mengiringi perjalanan hidup penulis dan seluruh

keluarga besar serta para sahabat dan semua pihak terimah kasih atas doa dan

motivasinya semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan karunianya serta

balasan setimpal dunia dan akhirat atas seluruh kebaikan dan kasi saying yang

dicurahkan kepada penulis, Amiiiiiiiiiiin.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan rasa terima kasih kepada

pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu penulis,

terutama kepada :

1. Bapak prof. Dr. Muhammad Zamrun F., S.Si., M.Sc. selaku Rektor

Universitas Halu Oleo;

2. Bapak Prof. Dr. Ir. R. Marsuki Iswandi, M.Si selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Halu Oleo, beserta Wakil Dekan I Prof. Ir. H. Andi

Khaeruni R., M.Si, Wakil dekan II Dr. Awwaluddin Hamzah, S.P., M.Si

dan Wakil Dekan III Dr. La Ode Alwi, S.P., M.P;

3. Bapak Nur Asyik, S.P., M.Si, selaku Ketua Jurusan/Program Studi Ilmu dan

Teknologi Pangan Universitas Halu Oleo dan Sekretaris Jurusan/Program Studi

Ibu Mariani L, SP., M.Sc.

4. Kepada Kepada Tim Penguji bapak Dr.H.Tamrin, SP.,M.P selaku ketua

penguji, Ibu Sri rejeki, S.Pi., M.Sc selaku sekretaris dan bapak Ir. Hermanto,

M.P selaku anggota penguji yang telah memberikan saran, masukan dan kritik

yang bermanfaat dan membangun bagi penulis;


5. Ibu Mariani L, SP., M.Sc selaku Penasehat Akademik yang telah

membimbing, menasehati serta memberikan dukungan kepada penulis selama

proses penyeselesaian studi;

6. Seluruh dosen dan staf lingkup Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

Pertanian Universitas Halu Oleo;

7. Kepala Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian,

Universitas Halu Oleo ibu RH. Fitri Faradilla, S.T.P., M.Sc.,Ph.D;

8. Pegawai administrasi Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian

atas urusan administrasi yang membantu penulis dalam urusan surat menyurat

selama masa pendidikan;

9. Kepada kedua orang tuaku tercinta bapak Arifuddin dan ibu Darmawati

terimakasih banyak atas segala yang telah diberikan kepada saya dimana

kebaikan kalian tidak bisa diutarakan dengan kata-kata.

10. Saudara kandung penulis Ardi, Nila, Arya, Dirga, Nining dan Naira yang

sudah memberikan motivasi dan semangat kepada penulis dalam

penyelesaian studi;

11. Kepada keluarga tercinta terkhusus: kepada mama tua sama papa tua

terimakasih banyak dan almarhum kakek dan nenek saya yaitu tato dan aji

terimakasih banyak juga. Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada om

saya fa usman dan fa mune, dan kepada almarhuma tante saya fangati yang

selalu mendukung dan membimbing saya.


12. Kepada sepupu terkhusus : Eka, Alung, Ira Bia, Wahyu, Nunding dang Ipul

Yang telah memotivasi dan menemani masa-masa sulit dalam penyelesaian

studi.

13. Kepada sepupu seangkatan: Friska, Zul dan Jihan yang sama-sama berjuang

lulus bersamaan.

14. Kepada teman serumah tercinta : Eka, Alung, Ira yang banyak- banyak

memotivasi dan memberi dukungan selama masa-masa sulit dalam

penyelesaian studi ini.

15. Kepada sahabat-sahabat Marepo Squad; Isma, Firda, Audi, Iffa, Tina,

Andini, Akbar yang selalu membantu baik suka maupun duka.

16. Kepada teman seperjuangan Isma, Firda, Audi, Iffa, Tina, Andini, Akbar,

Asdal, Sulis, Tiara, Nano, Saleh, Iki, Isla, Hawani, Fikril, Wahid,

Sahdan,Salman, Elma, Novi, Randi, Diki,Ronal, Ima, Endang, Neneng, Aii,

Isra, Lois, Nia,Salfia, Gihon, Ali Dan Indri yang banyak membantu selama

masa studi penulis.

Disadari bahwa kodrat kita sebagai manusia biasa kesempurnaan hanyala

milik-Nya.Untuk itu penulis memohon maaf serta menghara pkan kritik dan saran

yang sifatnya membangun dari para pembaca, guna perbaikan dimasa yang aka

mendatang. Akhir kata penulis ucapkan banyak terimakasih

Kendari, 8 Juni 2022

NELI RAMADANI
Q1A1 18 182
RIWAYAT HIDUP

NELI RAMADANI (Q1A1 18 182), Dilahirkan di

Kabupaten Bone desa Data (Libureng)- Mare pada

Tanggal 26 Desember 1999. Anak ketiga dari tujuh

bersaudara pasangan dari Arifuddin dan Darmawati.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar

di SD Inpress 3/77 Data Kecamatan Mare Kabupaten Bone pada tahun 2012. Pada

tahun ini juga penulis melanjutkan pendidikan di SMP NEGERI 1 MARE dan

tamat pada tahun 2015 kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas SMA

NEGERI 2 BONE pada tahun pada tahun 2018 penulis melanjutkan pendidikan

S1 Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Halu

Oleo melalui jalur SMMPTN. Penulis melakukan penelitian dengan judul

“Kajian Formulasi Tepung Beras Merah (Oryza nivara) dan Tepung Blondo

Terhadap Karakteristik Organoleptik dan Nilai Gizi Cookies”. Sebagai salah satu

syarat mutu memperoleh gelar sarjana pada jenjang S1 di program studi

Teknologi Pangan, Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian.


ABSTRAK

Neli Ramadani (Q1A118182) “Kajian Formulasi Tepung Beras Merah


(Oryza nivara) dan Tepung Blondo Terhadap Karakteristik Organoleptik dan
Nilai Gizi Cookies”. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir.H. Ansharullah, M.Sc, sebagai
Dosen Pembimbing I dan Mariani L., S.P., M.Sc Sebagai Dosen Pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kajian formulasi tepung beras


merah wakawondu dan tepung blondo terhadap karakteristik dan nilai gizi
cookies. Rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL)
terdiri dari 5 perlakuan P0 (200 g tepung terigu), P1 (100 g tepung terigu : 90 g
tepung beras merah wakawondu : 10 g tepung blondo), P2 (100 g tepung terigu :
80 g tepung beras merah wakawondu : 20 g tepung blondo), P3 (100 g tepung
terigu : 70 g tepung beras merah wakawondu : 30 g tepung blondo), P4 (100 g
tepung terigu : 60 g tepung beras merah wakawondu : 40 g tepung blondo). Data
dianalisis menggunakan sidik ragam (Analysis Of Varian), jika berpengaruh nyata
dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf
kepercayaan 95% (α=0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa panelis
menyukai cookies dengan perlakuan P3 dengan nilai rerata hedonik warna 4,17
(suka), aroma 4,07 (suka), rasa 4,27 (suka), tekstur 4,00 (suka), deskriptif warna
4,43 (cokelat terang), aroma 4,07 (berbau khas tepung beras merah wakawondu
dan tepung blondo), rasa 3,93 (manis), tekstur 3,97 (renyah), kadar air 4,63%,
kadar abu 1,92%, kadar protein 15,24%, kadar lemak 21,17%, kadar karbohidrat
57,03%. Analisis kadar air, kadar protein dan kadar lemak memenuhi Syarat
Standar Nasional Indonesi (SNI 01- 2973-1992).
Kata Kunci: Beras Merah Wakawondu, Blondo, Cookies, Protein, Organoleptik.
ABSTRACT

Neli Ramadani (Q1A118182) "Study of Formulation of Brown Rice Flour


(Oryza nivara) and Blondo Flour on Organoleptic Characteristics and Nutritional
Value of Cookies". Supervised by Prof. Dr. Ir.H. Ansharullah, M.Sc, as
Supervisor I and Mariani L., S.P., M.Sc as Supervisor II.

This study aims to determine the study of the formulation of wakawondu


brown rice flour and blondo flour on the characteristics and nutritional value of
cookies. The design used was a completely randomized design (CRD) consisting
of 5 treatments P0 (200 g wheat flour), P1 (100 g wheat flour: 90 g wakawondu
brown rice flour: 10 g blondo flour), P2 (100 g wheat flour: 80 g wakawondu
brown rice flour: 20 g blondo flour), P3 (100 g wheat flour: 70 g wakawondu
brown rice flour: 30 g blondo flour), P4 (100 g wheat flour: 60 g wakawondu
brown rice flour: 40 g blondo flour). Data analysis uses analysis of variance
(Analysis of Varian), if it has a significant effect, then continue with Duncan's
Multiple Range Test (DMRT) at a 95% confidence level (α = 0.05). The results
showed that the panelists liked cookies with P3 treatment with a hedonic mean
value of color 4.17 (like), aroma 4.07 (like), taste 4.27 (like), texture 4.00 (like),
descriptive color 4, 43 (light brown), aroma 4.07 (distinctive smell of wakawondu
brown rice flour and blondo flour), taste 3.93 (sweet), texture 3.97 (crispy), water
content 4.63%, ash content 1.92 %, protein content 15.24%, fat content 21.17%,
carbohydrate content 57.03%. Analysis of water content, protein content and fat
content met the requirements of the Indonesian National Standard (SNI 01-2973-
1992).
Keywords: Wakawondu Brown Rice, Blondo, Cookies, Protein, Organoleptic
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL.....................................................................................i
HALAMAN JUDUL.......................................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN.......................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................iv
HALAMAN PERSETUJUAN PANITIA PENGUJI...................................v
UCAPAN TERIMA KASIH.........................................................................vi
RIWAYAT HIDUP.........................................................................................x
ABSTARK......................................................................................................xi
ABSTRACT....................................................................................................xii
DAFTAR ISI................................................................................................xiii
DAFTAR TABEL.........................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR....................................................................................xvi
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................xvii
I. PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................1
1.2.Rumusan Masalah..................................................................................4
1.3.Tujuan Penelitian....................................................................................4
1.4.Manfaat Penelitian..................................................................................4
II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................5
2. 1. Deskripsi Teori.....................................................................................5
2.1.1. Beras Merah (Oryza nivara)..........................................................5
2.1.1.1. Pengertian Beras Merah (Oryza nivara)................................5
2.1.1.2. Beras Merah Wakawondu......................................................7
2.1.1.3. Tepung Beras Merah Wakawondu.........................................7
2.1.1.4. Manfaat Beras Merah Wakawondu Bagi Kesehatan...........10
2.1.1.5. Kandungan Gizi Beras Merah Wakawondu........................10
2.1.2.Blondo..........................................................................................11
2.1.2.1.Pengertian Blondo.................................................................11
2.1.2.2.Tepung Blondo......................................................................12
2.1.2.3.Manfaat Blondo Bagi Kesehatan..........................................13
2.1.2.4.Kandungan Nutrisi Blondo...................................................13
2.1.3.Cookies.........................................................................................14
2.1.3.1.Karakteristik Cookies............................................................14
2.1.3.2.Persyaratan Mutu Cookies....................................................15
2.1.3.3.Bahan – Bahan Pembuatan Cookies.....................................16
2.1.3.4.Proses Pembuatan Cookies...................................................19
2.1.4.Sifat Organoleptik.........................................................................19
2.2.Kerangka Pikir......................................................................................21
2.3.Hipotesis...............................................................................................24
III. METODE PENELITIAN......................................................................25
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian...............................................................25
3.2. Alat Dan Bahan...................................................................................25
3.3. Rancangan Penelitian..........................................................................25
3.4. Prosedur Penelitian..............................................................................26
3.4.1. Pembuatan Tepung Beras Merah.................................................26
3.4.2. Pembuatan Tepung Blondo..........................................................27
3.4.3. Pembuatan Cookies......................................................................27
3.5. Variabel Pengamatan...........................................................................28
3.5.1. Penilaian Organoleptik Produk Cookies......................................28
3.5.2. Analisis Gizi................................................................................28
3.6. Analisis Data.......................................................................................29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................30
4.1. Hasil..................................................................................................30
4.1.1.Nilai Organoleptik Skala Hedonik dan Deskriptif......................30
4.1.1.1. Nilai Organoleptik Hedonik.................................................31
4.1.1.1.1. Warna........................................................................31
4.1.1.1.2. Aroma........................................................................32
4.1.1.1.3. Rasa............................................................................33
4.1.1.1.4. Tekstur.......................................................................34
4.1.1.2. Penilaian Organoleptik Skala Deskriptif..............................35
4.1.1.2.1. Warna.........................................................................35
4.1.1.2.2. Aroma........................................................................36
4.1.1.2.3. Rasa...........................................................................37
4.1.1.2.4. Tekstur.......................................................................38
4.1.2. Analisis Gizi Cookies Terpilih.....................................................39
4.2. Pembahasan.......................................................................................41
4.2.1.Uji Organoleptik...........................................................................41
4.2.1.1.Warna....................................................................................41
4.2.1.2. Aroma..................................................................................43
4.2.1.3. Rasa......................................................................................44
4.2.1.4. Tekstur.................................................................................46
4.2.2.Nilai Gizi......................................................................................47
4.2.2.1. Kadar Air.............................................................................47
4.2.2.2. Kadar Abu............................................................................48
4.2.2.3. Kadar Protein.......................................................................49
4.2.2.4. Kadar Lemak........................................................................50
4.2.2.5. Kadar Karbohidrat................................................................51
V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................53
5.1. Kesimpulan.......................................................................................53
5.2. Saran ...............................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................54

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi Zat Gizi per 100 g Beras Merah Wakawondu........................11


2. Kandungan Nutrisi Blondo ..................................................................14
3. Syarat Mutu Cookies.............................................................................16
4. Kandungan Gizi Tepung Teringu Dalam 100 g....................................17
5. Kandungan Gizi Margarin Tiap 100 g..................................................17
6. Kandungan Gizi Gula Pasir Dalam 100 g.............................................18
7. Rekapitulasi Analisis Ragam Produk Cookies Terhadap Parameter
Organoleptik Skala Hedonik dan Deskriptif Yang Meliputi Warna,
Aroma, Rasa Dan Tekstur.....................................................................30
8. Analisis Penerimaan Organoleptik Hedonik Warna Pada Produk
Cookies..................................................................................................31
9. Analisis Penerimaan Organoleptik Hedonik Aroma Pada Produk
Cookies..................................................................................................32
10. Analisis Penerimaan Organoleptik Hedonik Rasa Pada Produk Cookies
33
11.Analisis Penerimaan Organoleptik Hedonik Tekstur Pada Produk Cookies
34
12.Analisis Penerimaan Organoleptik Deskriptif Warna Pada Produk Cookies
35
13.Analisis Penerimaan Organoleptik Deskriptif Aroma Pada Produk Cookies
36
14.Analisis Penerimaan Organoleptik Deskriptif Rasa Pada Produk Cookies
37
15.Analisis Penerimaan Organoleptik Deskriptif Tekstur Pada Produk Cookies
38
16.Nilai Proksimat Produk Cookies Formulasi Tepung Beras Merah Wakawondu Dan
Tepung Blondo (PO Kontrol Dan P3)..................................................39

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Beras Merah (Oryza nivara)..............................................................5


2. Blondo..............................................................................................12
3. Cookies.............................................................................................15
4. Kerangka Pikir Penelitian................................................................23
5. Proses Pembuatan Tepung Beras Merah .........................................91
6. Proses Pembuatan Tepung Blondo.................................................92
7. Proses Pembuatan Cookies Formulasi Tepung Beras Merah dan
Tepung Blondo ................................................................................93

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Denah Penelitian....................................................................................62
2. Diagram Alir Pembuatan Tepung Beras Merah (Wijayanti, 2015).......63
3. Diagram Alir Pembuatan Tepung Blondo (Tahir et al., 2018)..............64
4. Diagram Alir Proses Pembuatan Cookies Formulasi Tepung Beras
Merah dan Tepung Blondo Terhadap Uji Organoleptik dan Nilai
Gizi (Ulfa, 2019)....................................................................................65
5. Lembaran Penilain Organoleptik Hedonik (Ulfa,2019).........................66
6. Lembar penilaian organoleptik Deskriptif (Koila,2019).......................67
7. Analisis Kadar Air Dengan Metode Termogravimetri (A0AC, 2005). .68
8. Analisis Kadar Abu (AOAC, 2005).......................................................69
9. Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC, 2005)........................70
10.Analisis Kadar Protein Metode Kjedhall (AOAC 1970)......................71
11. Analisis Kadar Karbohidrat by Difference (Winarno, 1996)..............72
12. Lampiran 12a. Hasil Organoleptik Warna...........................................73
13. Lampiran 12b. Analisis Ragam Uji Organoleptik Warna...................73
14. Lampiran 13a. Hasil Organoleptik Aroma..........................................74
15. Lampiran 13b. Analisis Ragam Uji Organoleptik Aroma...................74
16. Lampiran 14a. Hasil Organoleptik Rasa..............................................75
17. Lampiran 14b. Analisis Ragam Uji Organoleptik Rasa......................75
18. Lampiran 15a. Hasil Organoleptik Tekstur.........................................76
19. Lampiran 15b. Analisis Ragam Uji Organoleptik Tekstur..................76
20. Lampiran 16a. Hasil Organoleptik Deskriptif Warna.........................77
21. Lampiran 16b. Analisis Ragam Uji Organoleptik Deskriptif Warna. .77
22. Lampiran 17a. Hasil Organoleptik Deskriptif Aroma.........................78
xvii

23. Lampiran 17b. Analisis Ragam Uji Organoleptik Deskriptif


Aroma....................................................................................................78
24. Lampiran 18a. Hasil Organoleptik Deskriptif Rasa............................79
25. Lampiran 18b. Analisis Ragam Uji Organoleptik Deskriptif Rasa.....79
26. Lampiran 19. Hasil Organoleptik Deskriptif Tekstur..........................80
27. Lampiran 19b. Analisis Ragam Uji Organoleptik Deskriptif
Tekstur...................................................................................................80
28. Analisis Kadar Air...............................................................................81
29. Analisis Kadar Abu.............................................................................83
30. Analisis Kadar Lemak.........................................................................85
31. Analisis Kadar Protein.........................................................................87
32. Analisis Kadar Karbohidrat.................................................................89
33. Proses Pembuatan Tepung Beras Merah.............................................91
34. Proses Pembuatan Tepung Blondo......................................................92
35. Pembuatan Cookies.............................................................................93
36. Uji Organoleptic Hedonik Dan Deskriptif...........................................94
xviii
1

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan tingkat konsumsi cemilan yang

tinggi. Konsumsi terigu di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya

akibat pola konsumsi masyarakat yang cenderung menjadikan terigu sebagai

bahan dasar dalam pengembangan industri makanan. Terigu bukanlah produk

lokal sehingga pemerintah harus mengimpor terlebih dahulu. Menurut Suryamin

(2016) impor terigu pada tahun 2016 tercatat senilai US$ 443,4 juta atau

meningkat tajam 86,35% dari tahun 2015.

Salah satu makanan yang berbahan dasar terigu dan banyak digemari

yaitu cookies (Tahir et al., 2018). Cookies dikategorikan sebagai makanan ringan

karena dapat dikonsumsi setiap waktu (Departemen Perindustrian RI, 1990).

Menurut data asosiasi industri, tahun 2012 konsumsi cookies diperkirakan

meningkat 5-8% didorong oleh kenaikan konsumsi domestik. Cookies banyak

diminati oleh berbagai konsumen tidak hanya di luar negeri saja tetapi juga di

Indonesia karena sebagian besar konsumen menganggap cookies sangat praktis

penyajiannya (Wati et al., 2020).

Cookies merupakan salah satu produk yang sering di jumpai di beberapa

kalangan masyarakat. Cookies mempunyai bentuk dan rasa yang beragam

tergantung dari jenis tepung dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan

cookies tersebut. Ketergantungan bahan baku impor tepung terigu sebagai bahan

pembuatan cookies yang semakin meningkat harus dikurangi, sebagai upaya


2

pencapaian ketahanan pangan jangka panjang (Herawati et al., 2018). Salah satu

solusinya dapat dilakukan melalui penyediaan alternatif sumber pangan lain yaitu

penggunaan tepung beras merah.

Beras merah (Oryza nivara) merupakan tanaman jenis padi-padian yang

berwarna kemerahan, beras merah merupakan tanaman tahunan yang melimpah

di Indonesia. Beras merah merupakan salah satu komoditi pangan dengan

kandungan nilai gizi yang cukup baik, diantaranya kaya akan karbohidrat,

protein, serat, antioksidan, dan mineral (Sintasari et al., 2014). Beras merah

memiliki kandungan zat gizi yang tinggi terdiri atas air 11,3 gram, protein 9,4

gram, vitamin B 3,3 gram, serat 4,6 gram, karbohidrat 72,2 gram dan energi

333,6 kkal menurut Departemen Kesehatan (2009) dalam (Raksanada, 2019).

Beras merah wakawondu merupakan salah satu varietas beras merah yang berasal

dari buton utara sulawesi tenggara. Beras wakawondu mempunyai manfaat yang

sangat baik bagi tubuh sehingga dapat dijadikan olahan produk cookies. Jenis

beras ini memiliki keunggulan seperti aroma yang lebih harum dibandingkan

beras merah yang lain. Selain mempunyai aroma yang lebih harum, beras merah

wakawondu juga lebih pulen sehingga dapat digunakan untuk pembuaatan

cookies. Oleh sebab itu, pembuatan tepung dari beras merah merupakan salah

satu bentuk produk setengah jadi yang dapat disimpan lebih lama, mudah

dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk dan lebih

cepat dimasak sesuai kebutuhan salah satunya untuk bahan cookies (Darmadjati

et al., 2000).
3

Tepung beras merah sangat berguna bagi orang dewasa untuk mencegah

penyakit seperti kanker usus, batu ginjal, beri-beri insomnia, sembelit, wasir, gula

darah, dan kolestrol (Ekarina, 2010). Diversifikasi pangan dengan penambahan

tepung beras merah dapat meningkatkan nilai gizi pada produk tersebut serta

memperkaya variasi cookies ditinjau dari tekstur, warna, aroma, dan rasa

(Wijayanti, 2015). Untuk membuat cookies menjadi lebih tinggi akan protein

salah satu solusinya dapat dilakukan melalui penyediaan alternatif sumber pangan

lain yaitu penggunaan tepung blondo.

Blondo adalah hasil dari proses pembuatan VCO ( Virgin Coconut Oil)

yang berupa konsentrat protein kelapa. Konsentrat protein kelapa (blondo)

memiliki kandungan asam amino esensial yang sangat baik untuk dimanfaatkan

sebagai bahan tambahan pada makanan dengan harga yang relatif murah.

Pemanfaatan dari blondo masih sangat terbatas disebabkan masyarakat yang

belum mengetahui kandungan gizi tinggi yang dimiliki blondo (Afrizal et al.,

2020). Kadar protein dalam blondo hasil samping pembuatan minyak kelapa

tradisional cukup besar yaitu 16, 9 g (Widodo, 2007). Blondo yang memiliki

kandungan asam amino esensial ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan

makanan atau cemilan yang memiliki nilai gizi yang tinggi sebagai dasar

pembuatan cookies yang dioloah menjadi tepung dulu.

Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang

pengaruh formulasi tepung beras merah (Oryza nivara) dan tepung blondo

terhadap karakteristik organoleptik dan nilai gizi cookies.


4

I.2. Rumusan Masalah

Permasalahan yang menjadi dasar dilakukan penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh formulasi tepung beras merah varietas wakawondu dan

tepung blondo terhadap kualitas karakteristik organoleptik pada cookies ?

2. Bagaimana nilai kandungan gizi cookies tepung beras merah varietas

wakawondu dan tepung blondo pada produk cookies yang disukai panelis ?

I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mempelajari pengaruh formulasi tepung beras merah varietas

wakawondu dan tepung blondo terhadap kualitas karakteristik organoleptik

pada cookies.

2. Untuk mempelajari nilai kandungan gizi cookies tepung beras merah varietas

wakawondu dan tepung blondo pada produk cookies yang disukai panelis.

I.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh formulasi tepung beras merah varietas

wakawondu dan tepung blondo terhadap kualitas karakteristik organoleptik

pada cookies.

2. Untuk mengetahui nilai kandungan gizi cookies tepung beras merah varietas

wakawondu dan tepung blondo pada produk cookies yang disukai panelis.

3. Sebagai literature bagi peneliti selanjutnya yang ada relevansinya dengan

penelitian ini.
5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Deskripsi Teori

2.1.1. Beras Merah (Oryza nivara)

2.1.1.1. Pengertian Beras Merah (Oryza nivara)

Beras merupakan makanan pokok bagi sebagian penduduk

masyarakat di dunia. Beras merah merupakan sebagai bahan

makanan yang mengandung sumber energi bagi manusia. Selain

itu, sebagai sumber karbohidrat, protein, vitamin dan juga mineral

yang bermanfaat bagi kesehatan. Walaupun demikian, beras merah

masih kurang dikonsumsi dibandingkan beras putih karena

produksi rendah dan masa panen yang panjang. Padahal beras

merah memiliki efek kesehatan yang jauh lebih baik 5 kali

daripada beras putih seperti menyembuhkan penyakit yang

kekurangan vitamin A dan vitamin B (Suardi, 2005). Beras merah

dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Beras Merah (Oryza nivara)(Wijayanti,2015).


6

Tanaman beras merah merupakan jenis tanaman padi- padian.Klasifikasi

beras merah menurut Departemen Kesehatan RI (2005) dalam Fibriyanti (2012)

adalah sebagai berikut:

Nama Indonesia : Padi beras merah

Nama Latin : Oryza nivara

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Sub Kingdom :Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Devisi : Mag noliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Liliopsida (Berkeping satu/ Monokotil)

Sub Kelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Famili : Poacceae (Suku rumput-rumputan)

Genus : Oryza

Spesies : Oryza nivara

Beras merah memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan beras

putih. Salah satu keunggulannya yaitu adanya senyawa fenolik yang banyak

terdapat pada beras merah (Fibriyanti, 2012). Beras merah juga mengandung

beberapa komponen nutrien seperti serat kasar, asam lemak esensial, vitamin B

kompleks serta mineral yang banyak terdapat pada bagian kulit ari. Serat kasar

berguna bagi kesehatan pencernaan, membantu menurunkan konsentrasi LDL

dalam darah, serta mengurangi resiko penyaki-penyakit kronis seperti diabetes,

obesitas, jantung koroner dan divertikulitis. Vitamin B kompleks berperan dalam


7

menjegah terjadinya penyakit beri-beri, neuropati perifer, keluhan mudah capai,

anoreksia, anemia, cheilosis, glossitis, seborrhea, pelagra, adema hingga

degenerasi sistem kardiovaskuler, neurologis serta muskuler. Pada proses

penggilingan tidak dilakukan penyosohan sehinggalapisan ari ini dapat tetap

terjaga (Muchtadi, 2013).

2.1.1.2. Beras Merah Wakawondu

Beras merah wakawondu merupakan salah satu varietas beras merah

yang berasal dari buton utara sulawesi tenggara. Beras wakawondu mempunyai

manfaat yang sangat baik bagi tubuh sehingga dapat dijadikan olahan produk

cookies. Jenis beras ini memiliki keunggulan seperti aroma yang lebih harum

dibandingkan beras merah yang lain. Selain mempunyai aroma yang lebih harum,

beras merah wakawondu juga lebih pulen sehingga dapat digunakan untuk

pembuaatan cookies. Sehingga diharapkan akan menghasilkan tekstur dan aroma

yang baik terhadap produk cookies beras merah (Ulfa, 2019).

2.1.1.3. Tepung Beras Merah Wakawondu

Olahan beras merah paling sederhana adalah pembuatan tepung beras

merah. Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang

dianjurkan, karena akan lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat

komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak

sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Damarjati et al., 2000).

Salah satu pangan fungsional adalah beras merah. Adapun salah satu beras merah

yang dapat dijumpai di sulawesi tenggara yaitu beras merah wakawondu yang
8

berasal dari buton sulawesi tenggara diamana beras ini mememiliki keunggulan

aroma yang lebih harum dibandingkan tepung beras merah lain. Beras merah

sudah lama diketahui bermanfaat bagi kesehatan, selain sebagai sumber utama

karbohidrat, juga mengandung protein, beta-karoten, antioksidan dan zat besi

(Frei, 2004). Beras merah selain sangat mendukung penyerapan partikel ke dalam

tubuh dan konversi beta-karoten ke dalam vitamin A, juga merupakan senyawa

antioksidan dan anti-inflamatori yang dalam tubuh nampaknya mengarah kepada

antikanker (Frei, 2004).

Tepung beras merah merupakan salah satu produk alternatif yang dapat

dikembangkan dalam pengolahan berbagai jenis makanan seperti olahan tepung

beras merah yang dapat digunakan untuk pengganti tepung terigu seperti pada

pembuatan roti, bolu, dan lain-lain.Tepung beras merah juga dapat dijadikan

sebagai makanan bayi, yaitu sebagai bubur bayi dan juga sebagai penambah gizi

dalam pengolahan makanan (Suardi, 2008). Pada pembuatan tepung beras merah

wakawondu ini selain belum ada dipasaran dan nilai gizinya yang tidak kalah

dengan tepung beras merah yang lain. Pembuatan Tepung beras merah

wakawondu juga mendorong munculnya produk olahan beras merah yang lebih

beragam, praktis dan sesuai kebiasaan konsumsi masyarakat saat ini sehingga

menunjang program diversifikasi konsumsi pangan (Indriyani et all., 2013).

Adapun proses pembuatan tepung beras merah wakawondu yang melalui

tahap-tahap seperti pencucian, perendaman, pengeringan, penggilingan dan

pengayakan menurut (Wijayanti, 2015) adalah sebagai berikut:

a. Pencucian
9

Pencucian pada beras ini dilakukan untuk membersihkan atau

menghilangkan kotoran yang masih menempel pada bahan baik berupa debu,

getah, noda, mikroba dan sebagainya.

b. Perendaman

Perendaman pada beras merah wakawondu ini sebanyak 1 liter air

selama 3 jam bertujuan supaya tekstur beras merah menjadi lebih rapuh. Serta

untuk mendapatkan tepung beras merah lebih halus dan memenuhi standar mesh

dengan ukuran 80 (Abhay dan Gupta, 2006).

c. Pengeringan

Menurut Risdianti et al., (2016) Pengeringan merupakan salah satu

proses pengolahan pangan yang sudah lama dikenal. Tujuan dari proses

pengeringan adalah menurunkan kadar air bahan sehingga bahan menjadi lebih

awet, mengecilkan volume bahan untuk memudahkan, menghemat biaya

pengangkutan, pengemasan dan penyimpanan. Dimana hasil dari proses

pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar air setara dengan kadar

air keseimbangan udara normal atau setara dengan nilai aktivitas air (aw) yang

aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi.

d. Penggilingan

Proses penggilingan pada beras merah wakawondu ini bertujuan untuk

menghaluskan bahan pangan (beras merah wakawondu) agar mudah untuk diayak.

e. Pengayakan

Proses pengayakan pada beras beras merah wakawondu ini bertujuan

untuk untuk menghasilkan tepung beras merah wakawondu dengan ukuran yang
10

sama.

2.1.1.4. Manfaat Beras Merah Wakawondu Bagi Kesehatan

Beras merah sudah lama diketahui memiliki beberapa manfaat bagi

kesehatan. Selain sebagai sumber makanan pokok beras merah juga dapat

mengurangi risiko kanker usus karena dalam beras merah kaya akan selenium

yang berperan mendukung perbaikan dan sintesis DNA pada sel-sel yang rusak,

serta mencegah perkembangan sel kanker. Di dalam beras merah juga terdapat

selenium yang merupakan antioksidan dan berguna bagi metabolisme hormon

tiroid dan sistem imun, selenium juga digunakan hati untuk menetralkan molekul-

molekul racun yang berbahaya. Beras merah juga mengandung antioksidan dan

fitonutrien yang mengandung sistem imun, menurunkan kadar kolesterol,

mengurangi risiko penyakit jantung, stroke, dan meringankan asma (Fibriyanti,

2012).

2.1.1.5. Kandungan Gizi Beras Merah Wakawondu

Beras putih, merah dan hitam tidak jauh berbeda, perbedaannya hanya

terletak pada kandungan gizinya. Beras merah wakawondu mempunyai nilai gizi

yang tinggi, selain itu beras merah mengandung antioksidan. Antioksidan

merupakan pigmen merah yang terkandung pada lapisan kulit beras merah

(Chang dan Bardenas, 1995). Salah satu upaya untuk memudahkan pemanfaatan

beras merah, maka terlebih dahulu akan dibuat menjadi tepung. . Komposisi zat

gizi beras merah wakawondu per 100 g dapat dilihat pada Tabel 1.
11

Tabel 1. Kandungan gizi beras merah wakawondu per 100 g


Kandungan Gizi Beras Merah wakawondu
Protein (g) 8,51
Lemak (g) 1,44
Karbohidrat (g) 75,09
Kadar air 12,70
Kadar abu 0,95
Sumber : (Rukmana, 2019).

2.1.2. Blondo

2.1.2.1. Pengertian Blondo

Kelapa merupakan jenis buah yang digunakan sebagai bahan dasar dalam

pembuatan minyak kelapa murni Virgin Coconut Oil (VCO). Kelapa memiliki

banyak kandungan lemak, protein, dan vitamin. Dalam proses pembuatan minyak

kelapa murni (VCO), menghasilkan produk samping atau endapan yang harus

dipisahkan, endapan tersebut disebut dengan Blondo (Firmansyah, 2019). Blondo

merupakan hasil samping dari pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) atau

pembuatan minyak kelapa dengan proses basah yakni proses ekstraksi minyak

kelapa dari bahan santan kelapa. Blondo adalah protein nabati yang berasal dari

buah kelapa yang berkualitas tinggi yang mengandung asam amino esensial dan

dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan atau alternatif makanan bergizi

tinggi serta harganya relatif lebih murah. Menurut Santoso (1996), menyatakan

bahwa karakteristik yang dimiliki blondo adalah berwarna putih dengan protein

yang berbentuk cream atau sering disebut inti santan yang berbentuk cairan

memiliki ciri dalam waktu empat hari akan mengeluarkan bau yang tidak sedap

dan sangat menyengat.


12

Blondo mengandung protein yang sangat tinggi, pemisahan protein

sangat dibutuhkan. Hidrolisis Protein dimana bahan baku yang digunakan adalah

blondo yang merupakan limbah hasil pembuatan VCO. Pemanfaatan blondo

sangat terbatas dan tidak sedikit yang terbuang begitu saja, padahal di dalam

blondo mengandung protein yang cukup tinggi (Firmansyah, 2019). Gambar

blondo dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Blondo (Aini, 2014).


2.1.2.2. Tepung Blondo

Blondo adalah protein kelapa yang berkualitas tinggi yang mengandung

asam amino esensial dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan atau

alternatif makanan bergizi tinggi serta harganya relatif lebih murah. Pangan tinggi

protein sangat banyak dan beragam, salah satunya adalah hasil samping dari

pembuatan minyak kelapa yaitu blondo. Kadar protein dalam blondo hasil

samping pembuatan minyak kelapa tradisional cukup besar yaitu 21,60 g (Utari,

1989). Karena kandungan gizi yang dimilikinya, blondo dapat menjadi sumber

gizi yang sangat potensial dan menjadi bahan pangan alternatif sebagai bahan

tambahan dalam produk olahan cookies dimana terlebih dahulu diolah menjadi
13

tepung, sehingga berpotensi untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan

berkadar protein tinggi (Aini, 2014). Tepung blondo merupakan hasil dari

pembuatan blondo dimana blondo dikeringkan menggunakan oven. Setelah

blondo kering, blondo tersebut dihaluskan dengan cara di blender kemudian

diayak.

2.1.2.3. Manfaat Blondo Bagi Kesehatan

Kandungan asam amino esensial dari blondo dapat memperlancar proses

metabolisme lemak, sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya gumpalan di

jantung, hati, otak ataupun bagian vital lain pada tubuh manusia, serta kandungan

protein yang tinggi dapat membantu proses regenerasi sel-sel kulit, rambut, dan

lain-lain (Afrizal et al., 2020). Selain kandungan protein tinggi, blondo juga

memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi dengan adanya kandungan minyak

nabati yang baik dikonsumsi untuk memperlancar metabolisme dalam tubuh dan

menjadi sumber energi tambahan. Konsentrat protein kelapa (blondo) juga

memilki kandungan bakteri yang menguntungkan, yaitu bakteri asam laktat.

Bakteri yang banyak ditemukan pada konsentrat protein kelapa (blondo)

Lactobacillus sp. dan Streptococcus sp. Bakteri asam laktat ini juga berdampak

langsung pada proses pemisahan antara virgin coconut oil dan konsentrat protein

kelapa (blondo) dikarenakan dapat memecah ikatan protein pada santan, sehingga

mempermudah proses pemisahan (Afrizal et al., 2020).

2.1.2.4. Kandungan Nutrisi Blondo

Blondo merupakan produk sampingan dari hasil pembuatan Virgin


14

Coconut Oil (VCO) yang mengandung nutrisi yang cukup tinggi. Kandungan

nutisi pada blondo dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Blondo


Zat gizi Jumlah
Kadar air 6,48 g
Lemak 10,23 g
Protein 21,60 g
Abu 1,65 g
Karbohidrat 17,02 g
Sumber:Utari,1989

2.1.3. Cookies

2.1.3.1. Karakteristik Cookies

Cookies merupakan salah satu jenis makanan yang disukai masyarakat

baik masyarakat perkotaan maupun masyarakat perdesaan. Menurut Smith

(1972), cookies merupakan kue kering yang renyah, tipis datar (gepeng), dan

biasanya berukuran kecil. Cookies atau kue kering merupakan makanan ringan

yang biasanya terbuat dari tepung terigu, gula, dan telur. Menurut SNI 01-2973-

1992, cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak,

berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan, dan penampang

potongannya bertekstur kurang padat. Menurut Rosalin (2006) dalam Suarni

(2009) dan Millah dkk (2014), konsumsi rata-rata cookies di Indonesia adalah

0,40kg/tahun.
15

Gambar 3. Cookies (Friska, 2015).

Cookies yang umumnya berbahan dasar tepung terigu dimana tepung

terigu merupakan tepung atau bubuk yang berasal dari biji gandum. Dimana,

tepung terigu tinggi akan gluten, oleh karena itu dapat digantikan dengan tepung

yang lain yang salah satunya adalah tepung beras merah dan tepung blondo.

Tepung beras merah (Oryza nivara) ini juga dapat mendorong munculnya produk

olahan yang beragam, praktis dan sesuai dengan kebiasaan masyarakat saat ini.

Sehingga mendorong program diversifikasi olahan pangan. Diversifikasi menurut

Rencana AKSI Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015 adalah upaya meningkatkan

konsumsi aneka ragam panganan dengan prinsip gizi seimbang. Salah satu contoh

diversifikasi pangan adalah dalam penambahan tepung beras merah pada

pembuatan cookies (Salamah, 2017).

2.1.3.2. Persyaratan Mutu Cookies

Syarat mutu cookies yang digunakan merupakan syarat mutu yang

berlaku secara umum pada cookies yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu

yang ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Syarat mutu

cookies dapat dilihat pada tabel 3.


16

Tabel 3. Syarat Mutu Cookies


Kriteria Uji Syarat SNI

Energi (kkal/100 gram) Min 400


Air % Maks 5
Protein % Min 5
Lemak % Min 9,5
Karbohidrat % Min 70
Abu % Maks 1,6
Serat Kasar % Maks 0,5
Logam Berbahaya Negatif
Bau dan Rasa Normal dan Tidak
Tengik
Warna Normal
Sumber: SNI 01- 2973 – 1992 *SNI 2973 - 2011

2.1.3.3. Bahan – Bahan Pembuatan Cookies

Bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies (kue kering) terdiri

dari bahan pengikat seperti tepung terigu, susu bubuk serta bahan yang membuat

cookies jadi berasa dan lembut seperti gula dan margarin, serta bahan

pengembang seperti baking powder dan kuning telur.

a). Tepung Terigu

Tepung terigu murapakan salah satu bahan utama dalam pembuatan

cookies. Tepung terigu berfungsi membentuk adonan selama pencampuran ,

membentuk struktur cookies serta mengikat bahan lainnya yang dapat

memberikan cita rasa pada cookies. Tepung terigu merupakan salah satu bahan

terpenting dalam pembuatan produk cookies. Tepung terigu menghasilkan

struktur dan jumlah produk yang banyak pada hasil produksi kue, termasuk roti-

roti, kue, biscuit dan pastry (Gisslen, 2017).


17

Tabel 4. Kandungan Gizi Tepung Terigu Dalam 100 g


No Unsur Gizi Jumlah
1. Protein (g) 8,9
2. Lemak (g) 1,3
3. Karbohidrat (g) 77,3
4. Air (g) 12,0
Sumber: Ulfa (2021)

b). Mentega / Margarin

Margarin merupakan emulsi dengan type emulsi water in oil (w/o) yaitu

fase air berada dalam fase lemak dan minyak. Lemak yang digunakan dalam

pembuatan margarin dapat berasal dari lemak nabati (Sari, 2015).

Tabel 5. Kandungan Gizi Margarin Tiap 100 g


No Unsur Gizi Jumlah
1. Protein (g) 0,06
2. Lemak (g) 81
3. Karbohidrat (g) 0,4
4. Air (g) 15,5
5. Energi (kkal) 720
Sumber: DKBM (2013) dalam Sintia dan Nugrahani (2018).

c). Susu

Susu merupakan bahan yang ditambahkan dalam proses pembuatan

cookies. Dengan penambahan susu pada adonan akan menghasilkan citarasa yang

baik dan menambah nilai gizi pada cookies. Pembuatan cookies biasanya

menggunakan susu bubuk yang merupakan hasil pengeringan dari susu segar.

Susu yang ditambahkan akan membentuk aroma, mengikat air, bahan pengisi,

membentuk struktur yang kuat akibat adanya protein berupa kasein (Sundari,

2011).

d). Gula

Penambahan gula pada pembuatan cookies dapat berfungsi sebagai


18

bahan pemanis yang dapat menghasilkan citarasa manis dan mempengaruhi

tekstur cookies. Selain itu, penambahan gula juga dapat menghaluskan tekstur

serta membuat warna cookies menjadi warna coklat yang menarik (Claudia et al.,

2015).

Tabel 6. Kandungan Gizi Gula Pasir Dalam 100 g


No Komposisi Jumlah
1. Energi (kkal) 394
2. Protein(g) 0
3. Lemak (g) 0
4. Karbohidrat (g) 94
5. Kalsium (mg) 5
6. Fosfor (mg) 1
7. Air (g) 5,4
Sumber : (Mahmud et al., 2009).

e). Telur

Telur merupakan salah satu bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan

cookies. Penambahan telur dalam pembuatan cookies berfungsi untuk

memperbesar volume, memperbaiki tekstur, menambah protein yang dapat

memperbaiki kualitas cookies. Penggunaan kuning telur pada pembuatan cookies

akan menghasilkan cookies yang lebih empuk dari pada menggunakan seluruh

telur. Hal ini disebabkan lesitin pada kuning telur mempunyai daya pengemulsi.

Adanya zat pengemulsi ini menjadikan telur dapat memperbaiki tekstur,

memperbesar volume serta menambah kandungan protein (Tanjungsari, 2019).

f). Baking Powder

Baking powder (Na 2CO3) merupakan senyawa yang berperan dalam

melepaskan gas CO2 agar adonan dapat mengembang dengan sempurna, menjaga

penyusutan. Baking powder juga berperan dalam mengatur aroma,


19

mengembangkan volume dan mengontrol penyebaran sehingga produk yang

dihasilkan menjadi ringan (setyowati et all., 2014).

2.1.3.4. Proses Pembuatan Cookies

Pembuatan cookies dilakukan dengan cara berdasarkan dari metode

(Ulfa, 2019). yang berbahan dasar tepung beras merah wakawondu dengan

penambahan tepung blondo dalam penelitian ini yaitu tepung terigu 100 g, telur

80 g dikocok dengan gula halus 80 g, baking powder 2 g, margarin 60 g, susu

bubuk 40 g, vanili 2 g dikocok dengan menggunakan mixer selama 10 menit.

Setelah bahan tercampur rata, lalu ditambahkan tepung beras merah dan tepung

blondo sesuai perlakuan kemudian diaduk sampai rata. Adonan yang sudah

tercampur rata ditaruh diatas plastik kemudian dipipihkan menggunakan rollin

pin dan dicetak dengan ukuran cetakan. Selanjutnya di panggang dalam oven

dengan suhu 130 oC selama 20 menit. Prosedur pembuatan cookies dapat dilihat

pada Lampiran 4.

2.1.4. Sifat Organoleptik

Sifat mutu organoleptik adalah sifat mutu produk yang dapat dinilai

berdasarkan penilaian organoleptik. Penerapan penilaian organoleptik pada

prakteknya disebut uji organoleptik yang dilakukan dengan prosedur tertentu. Uji

ini akan menghasilkan data yang penganalisisan selanjutnya menggunakan

metode statistika (Soekarto, 2002). Syarat-syarat dalam penilaian organoleptik

contohnya seperti sampel, panelis dan pernyataan respon yang jujur. Dalam

penilaian bahan pangan sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu produk
20

adalah sifat inderawinya. Dalam uji organoleptik harus dilakukan dengan cermat

karena akan memiliki kelebihan dan kelemahan.

Deskripsi penilaian didapat dari organoleptik yang dibagikan kepada

responden. Organoleptik sendiri merupakan cakupan dari bahan makanan yang

terdiri dari warna, aroma, rasa dan tekstur (Wahyuningtias, 2010).

a). Warna

Warna merupakan salah satu indikator pertama dalam pengujian

organoleptik. Warna salah satu faktor yang menentukan tingkat penerimaan

produk secara visual. Sehingga warna dijadikan atribut organoleptik yang penting

dalam suatu bahan pangan (Winarno, 2008). Warna juga dapat menentukan mutu

bahan pangan dan dapat digunakan sebagai indikator kesegaran bahan makanan,

baik tidaknya cara pencampuran atau pengelohan suatu bahan pangan yang

disajikan akan terlebih dahulu dinilai dari segi warnanya . Menurut Syahrul et al.,

(2009) bahwa rupa dan warna merupakan hal yang penting bagi banyak

makanan,baik yang diproses maupun tanpa proses.

b). Aroma

Aroma merupakan indikator kedua dalam pengujian organoleptik.

Dalam industri pangan pengujian aroma dianggap penting karena dengan cepat

dapat memberi hasil penilaian terhadap produk zat bau tersebut bersifat volatil

(menguap), sedikit larut dalam air dan lemak (Zulistina, 1019). Menurut Dewita

et al., (2010), dalam industri bahan pangan uji terhadap aroma dianggap penting

karena dengan cepat dapat memberikan penilaian terhadap hasil produksinya,

apakah produknya disukai atau tidak oleh konsumen.


21

c). Rasa

Rasa merupakan indikator ketiga dalam pengujian organoleptik.

Wirnano(2008) menyatakan bahwa aroma yang khas dan menarik dapat membuat

makanan lebih disukai oleh konsumen sehingga perlu diperhatikandalam

pengolahan suatu bahan makanan. Cita rasa makanan adalah rasa. Cita rasa

makanan merupakan salah satu faktor penentu bahan makanan. Menurut Dewita

et al., (2010) dalam industri bahan pangan uji terhadap aroma dianggap penting

karena dengan cepat dapat mmberikan penilaian terhadap hasil produksinya

disukai atau tidak oleh konsumen.

d). Tekstur

Tekstur merupakan indikator keempat dalam pengujian organoleptik.

Tekstur merupakan salah satu indikator penting bagi produk makanan. Menurut

Dewita et al., (2010) faktor kerenyahan (tekstur) sangat menentukan suatu produk

kering disukai atau tidak. Tekstur produk makanan sangat tergantung dari bahan-

bahan yang digunakan, terutama kandungan proteinnya, kandungan protein yang

tinggi menyebabkan kemampuan mengikat air semakin kecil sehingga akan

mengurangi pengembangan adonan dalam produk.

2.2. Kerangka Pikir

Beras merah (Oryza Nivara) merupakan tanaman jenis padi-padian yang

berwarna kemerahan. Beras merah merupakan salah satu komoditi pangan

dengan kandungan nilai gizi yang cukup baik, diantaranya kaya akan karbohidrat,

protein, serat, antioksidan, dan mineral. Tepung beras merah merupakan salah

satu bentuk produk setengah jadi yang dapat disimpan lebih lama, mudah
22

dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk dan lebih

cepat dimasak sesuai kebutuhan salah satunya untuk bahan cookies.

Cookies merupakan makanan ringan yang banyak digemari oleh

masyarakat yang dibuat dari adonan lunak yang relatif renyah dan mempunyai

kadar lemak tinggi yang dibuat dengan tepung terigu. Ketergantungan bahan baku

industri cookies terhadap tepung terigu harus dikurangi. Salah satu solusinya

dapat dilakukan penyedian alternatif sumber pangan lain yaitu tepung beras

merah dan tepung blondo.

Blondo merupakan salah satu hasil samping dari pengolahan VCO

(Virgin Coconut Oil) atau pembuatan minyak kelapa dengan proses basah yakni

proses ekstraksi minyak kelapa dari bahan santan kelapa. Blondo adalah protein

nabati yang berasal dari buah kelapa yang berkualitas tinggi yang mengandung

asam amino esensial dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan atau

alternatif makanan bergizi tinggi. Blondo sangat bagus untuk diolah menjadi

tepung yang mempunyai protein yang tinggi.

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu adanya inovasi baru dalam

pembuatan produk cookies yang berbahan pangan lokal yang diharapkan mampu

menjadi alternatif yang baik bagi masyarakat pada umumnya serta

keanekaragaman pangan lokal agar tidak bergantung pada pangan dari bahan

inport. Oleh karena itu, pada penelitian ini mengambil penambahan tepung beras

merah (Oryza nivara) dan tepung blondo terhadap karakteristik dan penilaian

organoleptik cookies sehingga dapat meningkatkan produk pangan lokal.

Diagram alir kerangka pikir dapat dilihat pada gambar 4.


23

Cookies

Banyaknya pembuatan cookies


Masalah menggunakan tepung terigu

Solusi

Penyediaan alternatif pangan lain

Tepung beras merah Tepung blondo

Cookies

Analisis organoleptik

Analisis proksimat

Cookies yang memiliki nilai gizi


dan protein yang tinggi

Gambar 4. Diagram Alir Kerangka Pikir


24

2.3. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka dirumuskan

hipotesis sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh formulasi tepung beras merah (Oryza nivara) dan tepung

blondo terhadap kualitas organoleptik pada cookies.

2. Terdapat perubahan kandungan gizi cookies perlakuan terpilih berdasarkan

hasil uji organoleptik


25

III. METODE PENELITIAN

III.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Provinsi

Sulawesi Tenggara. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2021 sampai

Maret 2022.

III.2. Alat Dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini ada 2 macam yaitu alat

pengolahan dan alat analisis. Alat untuk pengolahan meliputi : baskom, mixer ,

oven, blender, pangaduk, tissue, cetakan, talenan, sendok, plastik, rollin pin dan

ayakan 80 mesh. Alat untuk analisis meliputi: aluminium foil, timbangan analitik,

alat tulis dan kamera.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu tepung beras merah

wakawondu dan tepung blondo, tepung terigu, kuning telur, mentega, susu bubuk,

gula halus, bubuk vanili dan baking powder. Bahan kimia yang digunakan untuk

menganalisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar

karbohidrat yaitu HCL (teknis), NaOH (teknis), aquades 25 ml, H 2SO4 (teknis),

CaCO3 (teknis), dan n- Hexan.

III.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yaitu,

pembuatan cookies tepung beras merah wakawondu dengan penambahan tepung


26

blondo yang terdiri atas 5 perlakuan dan 3 kali ulangan sehingga diperoleh 15

unit percobaan, (Formulasi tepung terigu : tepung beras merah : tepung blondo)

adalah:

P0 = Tepung terigu : Tepung beras merah wakawondu: tepung blondo = 200 g : 0

g:0g

P1 = Tepung terigu: Tepung beras merah wakawondu: tepung blondo = 100 g :

90 g : 10 g

P2 = Tepung terigu: Tepung beras merah wakawondu: tepung blondo = 100 g: 80

g : 20 g

P3 = Tepung terigu: Tepung beras merah wakawondu: tepung blondo = 100 g : 70

g : 30 g

P4 = Tepung terigu: Tepung beras merah wakawondu: tepung blondo = 100 g: 60

g : 40 g

Denah penelitian dapat dilihat pada lampiran 1.

III.4. Prosedur Penelitian

III.4.1.Pembuatan Tepung Beras Merah

Pembuatan tepung beras merah dimodifikasi (Wijayanti, 2015) yang

digunakan dalam proses pembuatan tepung beras merah wakawondu yaitu dengan

cara tradisional yaitu, pencucian untuk membersihkan dan menghilangkan

kotoran yang masih menempel pada bahan kemudian direndam selama 3 jam

yang bertujuan supaya tekstur beras merah menjadi lebih rapuh, lalu ditiriskan

untuk mengurangi kandungan air yang terdapat pada beras kemudian dikeringkan

menggunakan oven dengan suhu 60 oC 3 jam kemudian digiling menggunakan


27

mesin giling tepung kemudian diayak menggunakan ayakan yang berukuran 80

mesh sehingga dihasilkan tepung beras merah dengan ukuran yang sama.

Diagram alir proses pembuatan tepung beras merah dapat dilihat pada Lampiran

2.

III.4.2. Pembuatan Tepung Blondo

Pembuatan tepung blondo mengacu pada (Setiaji et al., 2006) dan (Tahir

et al., 2018). Pembuatan VCO diawali dengan proses ekstraksi santan dengan cara

sebagai berikut : kelapa dikupas dan diambil dagingnya kemudian diparut. Kelapa

parut kemudian diekstrak dengan menambahkan air 5:1, lalu diperasas santannya.

Santan didiamkan selama 2 jam sehingga terpisah menjadi dua lapisan yaitu

lapisan bawa (skim) dan lapisan atas (krim). Lapisan krim diambil untuk bahan

baku pembuatan VCO. Lalu lapisan krim ditambahkan dengan minyak VCO

dengan perbandingan 3:1. Campuran diaduk selama 2 menit selama homogen,

setelah itu diinkubasi den gan suhu ruang 12 jam sehingga menjadi 3 lapisan dari

atas kebawah terdiri dari blondo, minyak dan air. Setelah itu blondo dikeringkan

menggunakan oven pada suhu 60 OC selama 12 jam. Setelah itu, dilakukan

penghalusan menggunakan blender kemudian dilakukan pengayakan dengan

menggunakan ayakan 60 mesh sehingga dihasilkan tepung blondo dengan ukuran

yang sama. Diagram alir proses pembuatan tepung blondo dapat dilihat pada

Lampiran 3.

III.4.3. Pembuatan Cookies

Pembuatan cookies dilakukan dengan cara berdasarkan dari metode


28

(Ulfa, 2019). yang berbahan dasar tepung beras merah wakawondu dengan

penambahan tepung blondo dalam penelitian ini yaitu tepung terigu 100 g, telur

80 g dikocok dengan gula halus 80 g, baking powder 2 g, margarin 60 g, susu

bubuk 40 g, vanili 2 g dikocok dengan menggunakan mixer selama 10 menit.

Setelah bahan tercampur rata, lalu ditambahkan tepung beras merah dan tepung

blondo sesuai perlakuan kemudian diaduk sampai rata. Adonan yang sudah

tercampur rata ditaruh diatas plastik kemudian dipipihkan menggunakan rollin

pin dan dicetak dengan ukuran cetakan. Selanjutnya di panggang dalam oven

dengan suhu 130 oC selama 20 menit. Prosedur pembuatan cookies dapat dilihat

pada Lampiran 4.

III.5. Variabel Pengamatan

III.5.1. Penilaian Organoleptik Produk Cookies

Variabel pengamatan analisis uji organoleptik meliputi tekstur, aroma,

warna dan rasa terhadap produk cookies masing – masing perlakuan untuk

menentukan produk cookies yang paling disukai oleh panelis (Kartika et al.,

1987). Pengujian ini menggunakan 30 orang panelis yang tidak terlatih. Skor

penilaian yang diberikan berdasarkan kriteria uji hedonik (Lampiran 5) dan uji

deskriptif (Lampiran 6).

III.5.2. Analisis Gizi

Analisis cookies proksimat meliputi : (1) kadar air dengan menggunakan

metode Thermogravimetri (AOAC, 2005) dapat dilihat pada lampiran 6; (2) kadar

abu menggunakan metode pengabuan kering (AOAC, 2005) dapat dilihat pada
29

lampiran 7; (3) kadar protein menggunakan metode Kjedhal (AOAC, 1970) dapat

dilihat pada lampiran 8; (4) kadar lemak menggunakan metode ekstraksi soxhlet

(AOAC, 2005) dapat dilihat pada lampiran 9; (5) analisis karbohidrat yang

dihitung berdasarkan by difference (AOAC, 2005) dapat dilihat pada lampiran 10.

III.6. Analisis Data

Data hasil penelitian organoleptik terpilih dianalisis menggunakan ragam

Analisis of variances (ANOVA), apabila analisis ragam berpengaruh nyata maka

dilanjutkan dengan uji Duncan’s Mutiple Range Test (DMRT) pada taraf

kepercayaan 95 % (α = 0,05). Sedangkan analisis nilai gizi dianalisi dengan uji T.


30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil

IV.1.1. Nilai Organoleptik Skala Hedonik dan Deskriptif

Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) produk cookies berbasis tepung

beras merah wakawondu dan tepung blondo terhadap kandungan gizi dan cookies

yang meliputi penilaian warna, aroma, rasa dan tekstur keseluruhan diporoleh

hasil dapat di lihat pada tabel 7.

Tabel 7. Rekapitulasi analisis ragam produk cookies terhadap parameter


organoleptik skala hedonik dan deskriptif yang meliputi warna, aroma,
rasa dan tekstur.
Analisis ragam
No Variabel pengamatan Hedonik Deskriptif
1 Organoleptik warna * **
2 Organoleptik aroma ** **
3 Organoleptik rasa ** **
4 Organoleptik tekstur * *

Keterangan : * = berpengaruh nyata


** = berpengaruh sangat nyata

Berdasarkan hasil analisis ragam skala hedonik pada Tabel 7. Menunjukan

bahwa produk cookies berpengaruh nyata terhadap warna dan tekstur serta

berpengaruh sangat nyata terhadap aroma dan rasa. Skala deskriptif menunjukkan

bahwa produk cookies berpengaruh nyata terhadap tekstur dan berpengaruh sangat

nyata terhadap penilaian organoleptik warna, aroma dan rasa.


31

4.1.1.1. Nilai Organoleptik Hedonik

4.1.1.1.1. Warna

Hasil penelitian organoleptik warna cookies dapat dilihat pada (lampiran

12a), sedangkan untuk hasil sidik ragamnya dapat dilihat (lampiran 12b).

Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa perlakuan formulasi tepung

beras merah wakawondu dan tepung blondo bahwa berpengaruh nyata terhadap

penilaian organoleptik warna. Hasil uji Duncan’s Multipe Range Test (DMRT0,05)

dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Analisis penerimaan organoleptik hedonik warna pada produk cookies


Perlakuan Rerata±SD Kategori DMRT=0.05
Tepung Terigu: Tepung Beras
Merah Wakawondu : Tepung
Blondo
P0 ( 200 : 0 : 0) 3.43b±1.17 Agak suka
P1 (100 : 90 : 10) 3.87ab±0.86 Suka 2= 0.49
P2 (100 : 80 : 20) 3.63 ±0.93 Suka
ab
3= 0.51
P3 (100 : 70 : 30) 4.17 ±0.87 Suka
a
4= 0.53
P4 (100 : 60 : 40) 3.90 ±0.96 Suka
ab
5= 0.54
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan beda
nyata berdasarkan uji DMRT 0,05 taraf kepercayaan 95g.

Berdasarkan nilai organoleptik (lampiran 12a) terhadap variabel warna

rerata penilaian panelis berkisar antara 3,43 sampai 4,17. Hasil uji organoleptik

menunjukan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna cookies formulasi

tepung beras merah wakawondu dan tepung blondo berada pada kisaran suka.

Nilai rerata tingkat kesukaan warna tertinggi yaitu 4,17 pada perlakuan P3 (tepung

terigu 100g: 70g tepung beras merah wakawondu : 30g tepung blondo) berbeda

nyata terhadap perlakuan P0. Tetapi berbeda tidak nyata terhadap perlakuan P1,

P2 dan P4.
32

4.1.1.1.2. Aroma

Hasil penilaian organoleptik aroma cookies dapat dilihat pada (lampiran

13a), sedangkan untuk hasil sidik ragamnya dapat dilihat pada (lampiran 13b).

Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa perlakuan formulasi tepung

beras merah wakawondu dan tepung blondo bahwa berpengaruh sangat nyata

terhadap penilaian organoleptik aroma. Hasil uji lanjut Duncan’s Multipe Range

Test (DMRT 0,05) dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Analisis penerimaan organoleptik hedonik aroma pada produk cookies


Perlakuan Rerata±SD Kategori DMRT=0.05
Tepung Terigu: Tepung Beras
Merah Wakawondu : Tepung
Blondo
P0 ( 200 : 0 : 0) 2.93b ±1.11 Agak suka
P1 (100 : 90 : 10) 3.00b ±0.95 Agak suka 2= 0.49
P2 (100 : 80 : 20) 3.07 ±1.01 Agak suka
b
3= 0.51
P3 (100 : 70 : 30) 4.07 ±0.74 Suka
a
4= 0.53
P4 (100 : 60 : 40) 3.27 ±0.98 Agak suka
b
5= 0.54
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan beda
nyata berdasarkan ujji DMRT 0,05 taraf kepercayaan 95g.

Hasil penilaian organoleptik (lampiran 13a) terdapat variabel aroma

rerata penilaian penelis berkisar antara 2,93 sampai 4,07. Hasil uji organoleptik

menunjukan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap aroma cookies formulasi

tepung beras merah wakawondu dan tepung blondo pada kisaran suka sampai

agak suka. Nilai rerata tingkat kesukaan aroma tertimggi yaitu 4,07 pada

perlakuan P3 (tepung terigu 100g: 70g tepung beras merah wakawondu : 30g

tepung blondo) berbeda nyata pada perlakuan P0,P1,P2 dan P4.


33

4.1.1.1.3. Rasa

Hasil penilaian organoleptik rasa cookies dapat dilihat pada (lampiran

14a), sedangkan untuk hasil sidik ragamnya dapat dilihat pada (lampiran 14b).

Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa perlakuan formulasi tepung

beras merah wakawondu dan tepung blondo bahwa berpengaruh sangat nyata

terhadap penilaian organoleptik rasa. Hasil uji lanjut Duncan’s Multipe Range

Test (DMRT 0,05) dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Analisis penerimaan organoleptik hedonik rasa pada produk cookies
Perlakuan Rerata±SD Kategori DMRT=0.05
Tepung Terigu: Tepung Beras
Merah Wakawondu : Tepung
Blondo
P0 ( 200 : 0 : 0) 3.47b ±0.57 Agak suka
P1 (100 : 90 : 10) 3.77b ±0.82 Suka 2= 0.43
P2 (100 : 80 : 20) 3.70 ±1.12 Suka
b
3= 0.45
P3 (100 : 70 : 30) 4.27 ±0.83 Suka
a
4= 0.46
P4 (100 : 60 : 40) 3.90 ±0.80 Suka
ab
5= 0.48
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan beda
nyata berdasarkan ujji DMRT 0,05 taraf kepercayaan 95g.

Hasil penilaian organoleptik (lampiran 14a) terhadap parameter rasa

rerata penilaian panelis berkisar antara 3,47 sampai 4,27. Hasil uji organoleptik

menunjukan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap rasa cookies tepung beras

merah wakawondu dan tepung blondo berada pada kisaran suka sampai agak

suka. Nilai rerata tingkat kesukaan rasa tertinggi yaitu 4,27 pada perlakuan P3

(tepung terigu 100g: 70g tepung beras merah wakawondu : 30g tepung blondo)

menunjukan berbeda nyata terhadap perlakuan P0,P1 dan P2. Tetapi tidak berbeda

nyata pada perlakuan P4.


34

4.1.1.1.4. Tekstur

Hasil penilaian organoleptik tekstur cookies dapat dilihat pada (lampiran

15a), sedangkan untuk hasil sidik ragamnya dapat dilihat pada (lampiran 15b).

Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa perlakuan formulasi tepung

beras merah wakawondu dan tepung blondo bahwa berpengaruh nyata terhadap

penilaian organoleptik tekstur. Hasil uji lanjut Duncan’s Multipe Range Test

(DMRT 0,05) dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Analisis penerimaan organoleptik hedonik tekstur pada produk cookies
Perlakuan Rerata±SD Kategori DMRT=0.05
Tepung Terigu: Tepung Beras
Merah Wakawondu : Tepung
Blondo
P0 ( 200 : 0 : 0) 3.23c ±0.86 Agak suka
P1 (100 : 90 : 10) 3.53 ±1.01 Suka
abc
2= 0.50
P2 (100 : 80 : 20) 3.80 ±0.85
ab
Suka 3= 0.53
P3 (100 : 70 : 30) 4.00 ±0.98
a
Suka 4= 0.55
P4 (100 : 60 : 40) 3.43 ±1.22
b
Agak suka 5= 056
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan beda
nyata berdasarkan ujji DMRT 0,05 taraf kepercayaan 95g.

Hasil penilaian organoleptik (lampiran 15a) terhadap parameter tekstur

rerata penilaian panelis berkisar antara 3,23 sampai 4,00. Hasil uji organoleptik

menunjukan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur cookies tepung

beras merah wakawondu dan tepung blondo berada pada kisaran suka sampai

agak suka. Nilai rerata tingkat kesukaan tekstur tertinggi yaitu 4,00 pada

perlakuan P3 (tepung terigu 100g: 70g tepung beras merah wakawondu : 30g

tepung blondo) menunjukan berbeda nyata terhadap perlakuan P0 dan P4. Tetapi

berbeda tidak nyata pada perlakuan P1 dan P2.


35

4.1.1.2. Penilaian Organoleptik Skala Deskriptif

4.1.1.2.1. Warna

Hasil analisis organoleptik warna cookies dapat dilihat pada (lampiran

16a), sedangkan hasil sidik ragamnya dapat dilihat pada (lampiran 16b).

Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa perlakuan cookies formulasi

tepung beras merah wakawondu dan tepung blondo menunjukan bahwa

berpengaruh sangat nyata terhadap penilaian organoleptik warna. Menurut panelis

warna dari hasil uji lanjut Duncan’s Multipe Range Test (DMRT) dapat dilihat

pada tabel 12.

Tabel 12. Analisis penerimaan organoleptik deskriptif warna pada produk cookies
Perlakuan Rerata±SD Kategori DMRT=0.05
Tepung Terigu: Tepung
Beras Merah
Wakawondu : Tepung
Blondo
P0 ( 200 : 0 : 0) 2.17c ±0.79 Kuning
Agak cokelat
P1 (100 : 90 : 10) 3.77b ±0.94 2= 0.44
terang
Agak cokelat
P2 (100 : 80 : 20) 3.87b ±1.01 3= 0.47
terang
P3 (100 : 70 : 30) 4.43a ±0.73 Cokelat terang 4= 0.48
P4 (100 : 60 : 40) 4.10 ±0.88
ab
Cokelat terang 5= 0.49
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan
nyata berdasarkan uji DMRT 0,05 taraf kepercayaan 95g.
Hasil penilaian organoleptik (Lampiran 16a) terhadap variabel warna

rerata penilaian panelis berkisar 2,17 sampai 4,43. Hasil uji organoleptik panelis

terhadap warna cookies formulasi tepung beras merah wakawondu dan tepung

blondo berada pada kisaran kuning sampai cokelat terang. Nilai rerata tingkat

penilaian warna tertinggi yaitu 4,43 pada perlakuan P3 (tepung terigu 100g: 70g
36

tepung beras merah wakawondu : 30g tepung blondo) menunjukan berbeda nyata

terhadap perlakuan P0, P1, dan P2. Tetapi berbeda tidak nyata pada perlakuan P4.

4.1.1.2.2. Aroma

Hasil analisis organoleptik aroma cookies dapat dilihat pada (lampiran

17a), sedangkan hasil sidik ragamnya dapat dilihat pada (lampiran 17b) hasil

analisis ragam diketahui bahwa perlakuan cookies formulasi tepung beras merah

wakawondu dan tepung blondo menunjukan bahwa berpengaruh sangat nyata

terhadap penilaian organoleptik aroma. Hasil uji lanjut Duncan’s Multipe Range

Test (DMRT) dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Analisis penerimaan organoleptik deskriptif aroma pada produk cookies
Perlakuan Rerata±SD Kategori DMRT=0.05
Tepung Terigu: Tepung
Beras Merah
Wakawondu : Tepung
Blondo
Kurang berbau
P0 ( 200 : 0 : 0) khas tepung beras
2.37c ±1.16
merah wakawondu
dan tepung blondo
Agak berbau khas
P1 (100 : 90 : 10) tepung beras merah 2= 0.51
3.30b ±0.99
wakawondu dan
tepung blondo
Berbau khas tepung
P2 (100 : 80 : 20) beras merah 3= 0.53
3.57ab ±1.01
wakawondu dan
tepung blondo
Berbau khas tepung
P3 (100 : 70 : 30) beras merah 4= 0.55
4.07a ±0.91
wakawondu dan
tepung blondo
Berbau khas tepung
P4 (100 : 60 : 40) beras merah 5= 0,57
3.87a ±0,94
wakawondu dan
tepung blondo
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan
37

nyata berdasarkan uji DMRT 0,05 taraf kepercayaan 95g.

Hasil penilaian organoleptik (Lampiran 17a) terhadap variabel aroma

rerata penilaian panelis berkisar antara 2,37 sampai 4,07 . Hasil uji organoleptik

panelis terhadap aroma cookies formulasi tepung beras merah wakawondu dan

tepung blondo berada pada kisaran kurang berbau khas tepung beras merah

wakawondu dan tepung blondo sampai berbau khas tepung beras merah

wakawondu dan tepung blondo. Nilai rerata tingkat penilaian aroma tertinggi

yaitu 4,07 pada perlakuan P3 (tepung terigu 100g: 70g tepung beras merah

wakawondu : 30g tepung blondo) menunjukan berbeda nyata terhadap perlakuan

P0 dan P1. Tetapi berbeda tidak nyata pada perlakuan P2 dan P4.

4.1.1.2.3. Rasa

Hasil analisis organoleptik rasa cookies dapat dilihat pada (lampiran

18a), sedangkan hasil sidik ragamnya dapat dilihat pada (lampiran 18b) hasil

analisis ragam diketahui bahwa perlakuan cookies formulasi tepung beras merah

wakawondu dan tepung blondo menunjukan bahwa berpengaruh sangat nyata

terhadap penilaian organoleptik rasa. Hasil uji lanjut Duncan’s Multipe Range

Test (DMRT) dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel 14. Analisis penerimaan organoleptik deskriptif rasa pada produk cookies
Perlakuan Rerata±SD Kategori DMRT=0.05
Tepung Terigu: Tepung Beras
Merah Wakawondu : Tepung
Blondo
P0 ( 200 : 0 : 0) 3.10c ±0.84 Agak manis
P1 (100 : 90 : 10) 3.37bc ±0.93 Agak manis 2= 0.41
P2 (100 : 80 : 20) 3.50abc ±0.82 Manis 3= 0.43
P3 (100 : 70 : 30) 3.93a ±0.74 Manis 4= 0.44
P4 (100 : 60 : 40) 3.77ab ±0.68 Manis 5= 0.45
38

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan


nyata berdasarkan uji DMRT 0,05 taraf kepercayaan 95g.

Hasil penilaian organoleptik (Lampiran 18a) terhadap variabel rasa rerata

penilaian panelis berkisar antara 3,10 sampai 3,93. Hasil uji organoleptik panelis

terhadap rasa cookies formulasi tepung beras merah wakawondu dan tepung

blondo berada pada kisaran agak agak manis sampai manis. Nilai rerata tingkat

penilaian tekstur tertinggi yaitu 3,93 pada perlakuan P3 (tepung terigu 100g: 70g

tepung beras merah wakawondu : 30g tepung blondo) menunjukan berbeda nyata

terhadap perlakuan P0 dan P1. Tetapi berbeda tidak nyata pada perlakuan P2 dan

P4.

4.1.1.2.4. Tekstur

Hasil analisis organoleptik tekstur cookies dapat dilihat pada (lampiran

19a), sedangkan hasil sidik ragamnya dapat dilihat pada (lampiran 19b) hasil

analisis ragam diketahui bahwa perlakuan cookies formulasi tepung beras merah

wakawondu dan tepung blondo menunjukan bahwa berpengaruh nyata terhadap

penilaian organoleptik tekstur.. Hasil uji lanjut Duncan’s Multipe Range Test

(DMRT) dapat dilihat pada tabel 15.

Tabel 15. Analisis penerimaan organoleptik deskriptif tekstur pada produk


cookies
Perlakuan Rerata±SD Kategori DMRT=0.05
Tepung Terigu: Tepung Beras
Merah Wakawondu : Tepung
Blondo
P0 ( 200 : 0 : 0) 3.27b ±0.78 Agak renyah
P1 (100 : 90 : 10) 3.13b ±0.97 Agak renyah 2= 0.54
P2 (100 : 80 : 20) 3.57 ±1.14 Renyah
ab
3= 0.57
P3 (100 : 70 : 30) 3.97 ±0.93 Renyah
a
4= 0.59
39

P4 (100 : 60 : 40) 3.40ab ±1.40 Agak renyah 5= 0.60


Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan
nyata berdasarkan uji DMRT 0,05 taraf kepercayaan 95g.
Hasil penilaian organoleptik (Lampiran 19a) terhadap variabel tekstur

rerata penilaian panelis berkisar antara 3,13 sampai 3,97. Hasil uji organoleptik

panelis terhadap tekstur cookies formulasi tepung beras merah wakawondu dan

tepung blondo berada pada kisaran agak renyah sampai renyah. Nilai rerata

tingkat penilaian tekstur tertinggi yaitu 3,97 pada perlakuan P3 (tepung terigu

100g: 70g tepung beras merah wakawondu : 30g tepung blondo) menunjukan

berbeda nyata terhadap perlakuan P0 dan P1. Tetapi berbeda tidak nyata pada

perlakuan P2 dan P4.

4.1.2. Analisis Gizi Cookies Terpilih

Berdasarkan hasil uji organoleptik maka dapat ditentukan bahwa produk

cookies terpilih terdapat pada perlakuan P3 dengan komposisi P3 (tepung terigu

100g: 70g tepung beras merah wakawondu : 30g tepung blondo) yang

dibandingkan dengan perlakuan kontrol (200g tepung terigu) dimana panelis rata-

rata menyukai warna, aroma, rasa dan tekstur pada perlakuan P3. Dari perlakuan

uji organoleptik cookies terpilih maka dapat dilakukan analisis poksimat meliputi

kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat. Adapun

nilai gizi yang dapat dilihat pada tabel 16.


40

Tabel 16. Nilai proksimat produk cookies formulasi tepung beras merah
wakawondu dan tepung blondo (PO kontrol dan P3)
Kode sampel
No Komponen Kontrol Perlakuan SNI Uji T
(P0) (P3) 01-2973-1992
1 Kadar air 9.37±0.04 4.63±0.08 Maks 5 *
2 Kadar abu 1.66±0.03 1.92±0.04 Maks 1.6 *
3 Kadar protein 9.18±0.10 15.24±0.35 Min 9 *
4 Kadar lemak 18.75±0.52 21.17±0.92 Min 9.5 tn
5 Kadar 61.03±0.65 57.03±1.00 Minimum 70 *
karbohidrat

Keterangan: PO= 200g tepung terigu : 0g Tepung Beras Merah Wakawondu : 0g


Tepung Blondo
P3= 100g tepung terigu : 70g Tepung Beras Merah Wakawondu : 30g
Tepung Blondo

Berdasarkan tabel 16 menunjukkan bahwa nilai proksimat pada cookies

formulasi tepung beras merah dan tepung blondo pada perlakuan P0 (kontrol)

memiliki kadar air lebih besar yaitu 9,37 dibandingkan dengan perlakuan P3

(perlakuan terpilih) yaitu 4,63 %. Perlakuan P0 memiliki kadar abu lebih kecil

yaitu 1,66 dibandingkan perlakuan P3 yaitu sebesar 1,92 %. Perlakuan P0

memiliki kadar protein lebih kecil yaitu 9,18 dibandingkan perlakuan P3 yaitu

sebesar 15,24 %. Perlakuan P0 memiliki kadar lemak lebih kecil yaitu 18,75

dibandingkan perlakuan P3 yaitu sebesar21,17 % dan pada perlakuan P0 memiliki

kadar karbohidrat lebih besar yaitu 61,03 dibandingkan perlakuan P3 yaitu

57,03%.
41

4.2. Pembahasan

4.2.1. Uji Organoleptik

Uji organoleptik atau yang biasa disebut uji sensori merupakan cara

pengujian dengan menggunakan indera manusia seperti indera perasa, pembau,

pendengar dan penglihatan sebagai alat utama untuk mengukur daya penerimaan

terhadap suatu produk, dimana pengujian tersebut akan dijadikan objektif

(Alexandra dan Nurlina, 2014). Pengujian organoleptik dilakukan dengan uji

rating hedonik menggunakan skala 1 (sangat tidak disukai) sampai 5 (sangat

disukai). Uji organoleptik dilakukan pada empat parameter yaitu warna, aroma,

rasa dan tekstur karena tingkat kesukaan konsuman terhadap suatu produk

dipengaruhi oleh parameter tersebut (Laksmi, 2012).

Uji organoleptik terbagi menjadi dua, yaitu uji organoleptik hedonik dan

uji organoleptik deskriptif. Uji hedonik merupakan salah satu jenis uji

penerimaan. Dalam uji ini panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapannya

tentang kesukaan atau sebaliknya. Tingkat-tingkat kesukaan disebut dengan skala

hedonik misalnya sangat suka, suka, agak suka dan tidak suka. Dalam analisisnya

skala hedonik ditransformasikan menjadi skala numerik atau angka menurut

tingkat kesukaan (Rahayu, 1992). Uji deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi

karakteristik sensori yang penting pada suatu produk dan memberikan informasi

tentang intensitas karakteristik tertentu (Maharani, 2015).

4.2.1.1. Warna

Warna merupakan salah satu parameter penting yang diperhatikan oleh


42

konsumen ketika menjatuhkan pilihan dalam membeli suatu produk (Marliana et

al., 2005). Warna mempunyai peranan yang penting sebagai daya tarik konsumen

pada produk pangan dan juga merupakan tanda pengenal serta merupakan atribut

mutu dari suatu produk pangan yang sangat mudah untuk dideteksi jika adanya

perubahan mutu (Tarwendah 2017).

Berdasarkan Tabel 8 dan Tabel 12, hasil analisis sidik ragam formulasi

tepung beras merah wakawondu dan tepung blondo pada cookies menunjukkan

berpengaruh nyata terhadap organoleptik hedonik dan berpengaruh sangat nyata

terhadap organoleptik deskriptif warna. Rata-rata tingkat kesukaan panelis adalah

3,43-4,17 (suka). Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (100g tepung terigu :

70g tepung beras merah wakawondu : 30g tepung blondo) dengan nilai 4,17

(suka). Sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan P0 (200g tepung terigu)

dengan nilai 3,43 (agak suka). Rerata penilaian organoleptik deskriptif warna

cookies yaitu antara 2,17-4,43 (agak kuning coklat sampai coklat). Nilai rerata

tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (100g tepung terigu : 70g tepung beras merah

wakawondu : 30g tepung blondo) dengan nilai 4,43 (coklat) sedangkan nilai

terendah terdapat pada perlakuan P0 (200g tepung terigu) dengan nilai 2,17 (agak

kuning coklat).

Semakin meningkat pemberian tepung blondo maka warna yang

dihasilkan semakin cokelat. Demikian pula sebaliknya, semakin menurun

formulasi tepung beras merah wakawondu maka warna yang dihasilkan semakin

cokelat sehingga secara keseluruhan formulasi tepung beras merah wakawondu

dan tepung blondo disukai oleh panelis. Hal ini disebabkan oleh adanya
43

kandungan lemak tinggi yang terdapat pada blondo. Menurut Tahir et al., (2018),

bahwa warna yang sangat cokelat pada cookies disebabkan karena tingginya

kandungan lemak pada tepung blondo yaitu sebesar 12,7 % sehingga pada saat

dioven akan membentuk warna cokelat yang pekat akibat pengaruh pemanasan.

Menurut Ulfa, (2019), bahwa perubahan warna pada cookies juga disebabkan oleh

bahan yang digunakan yaitu tepung beras merah wakawondu. Akhda, (2009),

bahwa warna cokelat pada cookies disebabkan oleh adanya kandungan antosianin

pada beras merah wakawondu. Warna yang cokelat pada cookies bisa juga

disebabkan pada saat proses pemanggangan cookies terjadi reaksi browning

(pencoklatan) selama proses tersebut. Afrianto (2008), bahwa warna cokelat pada

bagian permukaan cookies dipengaruhi oleh adanya reaksi maillard selama proses

pemanggangan.

4.2.1.2. Aroma

Aroma merupakan salah satu parameter dalam pengujian sifat sensori

(organoleptik) dengan menggunakan indera penciuman. Aroma dapat diterima

apabila bahan yang dihasilkan mempunyai aroma spesifik (Kusmawati et al.,

2000). Selanjutnya aroma merupakan sensasi subyektif yang dihasilkan dengan

penciuman (pembauan). Menurut Dewita et al., (2010), dalam industri bahan

pangan uji terhadap aroma dianggap penting karena dengan cepat dapat

memberikan penilaian terhadap hasil produksinya, apakah produknya disukai atau

tidak oleh konsumen.

Berdasarkan Tabel 9 dan Tabel 13, hasil analisis sidik ragam formulasi

tepung beras merah wakawondu dan tepung blondo pada cookies menunjukkan
44

berpengaruh sangat nyata terhadap organoleptik hedonik dan deskriptif aroma.

Rata-rata tingkat kesukaan panelis adalah 2,93-4,07(suka). Nilai tertinggi terdapat

pada perlakuan P3 (100g tepung terigu : 70g tepung beras merah wakawondu: 30g

tepung blondo) dengan nilai 4,07 (suka). Sedangkan nilai terendah terdapat pada

perlakuan P0 (100g tepung) dengan nilai 2,93 ( agak suka). Rerata penilaian

organoleptik deskriptif aroma cookies yaitu antara 2,37-4,07 (agak berbau khas

tepung beras merah wakawondu dan tepung blondo sampai berbau khas tepung

beras merah wakawondu dan blondo). Nilai rerata tertinggi terdapat pada

perlakuan P3 (1O0g tepung terigu : 70g tepung beras merah wakawondu : 30g

tepung blondo) dengan nilai 4,07 (Berbau khas tepung beras merah wakawondu

dan tepung blondo) sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan P0 (100g

tepung terigu) dengan nilai 2,37 (agak berbau khas tepung beras merah

wakawondu dan tepung blondo).

Semakin meningkat pemberian tepung blondo maka semakin

meningkatkan tingkat kesukaan aroma pada cookies karena adanya kandungan

lemak yang tinggi pada blondo. Selain itu juga dipengaruhi oleh adanya formulasi

tepung beras merah wakawondu. Ulfa, (2019), bahwa beras merah wakawondu

mempunyai keunggulan aroma yang lebih harum dibandingkan beras merah yang

lain. Tahir et al (2018), bahwa kadar lemak pada tepung blondo sekitar 12,7%.

Suyitno (2011), bahwa kandungan lemak pada bahan baku yang digunakan dapat

memberikan aroma yang kuat dari bahan baku tersebut.

4.2.1.3. Rasa

Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu,


45

konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain (Winarno, 2004). Rasa

adalah faktor yang mempengaruhi penerimaan produk pangan, jika komponen

aroma, warna dan tekstur baik tetapi konsumen tidak menyukai rasanya maka

konsumen tidak akan menerima produk pangan tersebut (Rampengan et al.,

1985).

Berdasarkan Tabel 10 dan Tabel 14, hasil analisis sidik ragam formulasi

tepung beras merah wakawondu dan tepung blondo pada cookies menunjukkan

berpengaruh sangat nyata terhadap organoleptik hedonik dan deskriptif pada rasa.

Rata-rata tingkat kesukaan panelis adalah 3,47-4,27(suka). Nilai tertinggi terdapat

pada perlakuan P3 (100g tepung terigu : 70g tepung beras merah wakawondu: 30g

tepung blondo) dengan nilai 4,27 (suka). Sedangkan nilai terendah terdapat pada

perlakuan P0 (100g tepung) dengan nilai 3,47 ( agak suka). Rerata penilaian

organoleptik deskriptif rasa pada produk cookies yaitu antara 3,10-3,93 (agak

manis sampai manis). Nilai rerata tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (1O0g

tepung terigu : 70g tepung beras merah wakawondu : 30g tepung blondo) dengan

nilai 3,93 (manis) sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan T0 (100g

tepung terigu) dengan nilai 3,10 (agak manis).

Semakin meningkat pemberian tepung blondo maka rasa yang dihasilkan akan

semakin terasa, dimana blondo memiliki kandungan asam amino seprti asam

glutamate yang dapat meningkatkan cita rasa pada produk. . Hal ini didukung oleh

penelitian Tahir et al., (2018) yang menyatakan bahwa semakin tinggi

penambahan tepung blondo maka penilaian terhadap parameter kesukaan rasa

pada cookies semakin meningkat skor penilaian yang diberikan yaitu dari agak
46

suka menjadi suka. Haerani (2010), bahwa blondo mengadung kandungan

glukosa sehingga menghasilkan rasa manis terhadap produk yang dihasilkan. Sari

(2018), juga menyatakan bahwa blondo mempunyai kandungan asam amino yang

tinggi seperti asam glutamate yang dapat meningkatkan cita rasa pada suatu

produk. Yulianti (2016) menyatakan rasa yang terdapat didalam cookies bisa

berasal dari bahan tambahan seperti dari margarine, susu skim, vanili, telur dan

gula.

4.2.1.4. Tekstur

Tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut

(pada waktu digigit, dikunyah dan ditelan) ataupun perabaan dengan jari, macam-

macam penginderaan tekstur tersebut antara lain meliputi kebasahan, kering, keras

dan berminyak (Kartika et al., 1988). Tekstur merupakan kesan atau sensasi

perasaan pada saat produk pangan yang dapat dijadikan sebagai salah satu faktor

mutu (Amin, 2006).

Berdasarkan Tabel 11 dan Tabel 15, hasil analisis sidik ragam formulasi

tepung beras merah wakawondu dan tepung blondo pada cookies menunjukkan

berpengaruh nyata terhadap organoleptik hedonik dan deskriptif pada tekstur.

Rata-rata tingkat kesukaan panelis adalah 3,23-4,00(suka). Nilai tertinggi terdapat

pada perlakuan P3 (100g tepung terigu : 70g tepung beras merah wakawondu: 30g

tepung blondo) dengan nilai 4,00 (suka). Sedangkan nilai terendah terdapat pada

perlakuan P0 (100g tepung) dengan nilai 3,23 ( agak suka). Rerata penilaian

organoleptik deskriptif tekstur pada produk cookies yaitu antara 3,27-3,97 (agak

renyah sampai renyah). Nilai rerata tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (1O0g
47

tepung terigu : 70g tepung beras merah wakawondu : 30g tepung blondo) dengan

nilai 3,97 (renyah) sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan P0 (100g

tepung terigu) dengan nilai 3,27 (agak renyah).

Semakin meningkat pemberian tepung blondo maka tekstur yang

dihasilkan semakin terasa lebih renyah. Kerenyahan tekstur cookies juga

dipengaruhi oleh adanya bahan lain seperti beras merah wakawondu dimana beras

ini lebih pulen sehingga dapat menimbulkan kerenyahan pada suatu produk.

Andarwulan et al., (2011) menyatakan bahwa kerenyahan cookies dipengaruhi

oleh kandungan protein yang tinggi pada blondo yang digunakan, blondo

memiliki gugus karboksil mempunyai daya serap air yang tinggi, sehingga

semakin tinggi kandungan protein dalam cookies maka teksturnya cenderung

lebih renyah.

4.2.2. Nilai Gizi

4.2.2.1. Kadar Air

Kadar air merupakan komponen paling penting yang harus diperhatikan

dalam pengolahan suatu bahan. Ghozalli, (2015) menyatakan bahwa air

merupakan komponen yang penting dalam bahan pangan karena air dapat

mempengaruhi kenampakan, tekstur serta rasa dari suatu produk, bahkan kue

kering pun masih mengandung air.

Berdasarkan tabel 16 menunjukkan bahwa rerata kandungan air pada P0 (kontrol)

yaitu 9,37 % dan P3 (100g tepung terigu : 70g Tepung Beras Merah Wakawondu :

30g Tepung Blondo) yaitu 4,63 %. Kemudian dilanjutkan uji T pada tingkat
48

kepercayaan 95% (α=0,05) mendapatkan hasil yang menunjukkan berbeda nyata

antara sampel kontrol dan terpilih. Hal ini dapat disebabkan karena bahan baku

yang digunakan memiliki kadar air yang berbeda Menurut Hartono (2006) bahwa

kadar air tepung terigu yaitu 14%, kadar air beras merah wakawondu yaitu 12,70

% (Rukmana, 2019) dan kadar air blondo yaitu 6,48% (Utari, 1989). Syarat mutu

kadar air cookies berdasarkan SNI 01-2973-1992 yaitu maksimum sebesar 5%,

sehingga dapat dikatakan bahwa kadar air cookies telah memenuhi syarat mutu

cookies. Widodo (2007) menyatakan bahwa blondo merupakan hasil samping dari

pembuatan vco yang memiliki kandungan protein yang cukup besar yaitu 16,9 g.

Hal ini sejalan dengan penelitian Izza et al., (2019) menyatakan bahwa tingginya

protein pada bahan yang digunakan dapat menyerap air pada cookies pada saat

dilakukan pengovenan, dimana protein mempunyai sifat hidrofilik yaitu

mempunyai daya serap air yang tinggi. Hal ini disebabkan karena dengan semakin

tinggi dan lamanya pengeringan (oven) maka molekul air yang menguap dari

adonan cookies yang dikeringkan semakin banyak dan bagian air bebas yang

terdapat dipermukaan bahan dapat dengan mudah diuapkan pada proses

pengeringan sehingga kadar air yang diperoleh semakin rendah.

4.2.2.2. Kadar Abu

Kadar abu merupakan zat organik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan

organik. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan

pangan (Sudarmadji et al., 1997). Semakin besar kadar abu suatu bahan makanan,

menunjukan semakin tinggi mineral yang dikandung oleh makanan tersebut

(Ningrum, 1999).
49

Berdasarkan tabel 16 menunjukkan bahwa rerata kandungan air pada P0

(kontrol) yaitu 1,66 % dan P3 (100g tepung terigu : 70g Tepung Beras Merah

Wakawondu : 30g Tepung Blondo) yaitu 1,92 %. Kemudian dilanjutkan uji T

pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) mendapatkan hasil yang menunjukkan

berbeda nyata antara sampel kontrol dan terpilih. Hal ini dapat disebabkan karena

bahan baku yang digunakan memiliki kadar abu yang berbeda. Menurut Mahmud

et al., (2009), bahwa kadar abu tepung terigu yaitu 0,7 %, kadar abu beras merah

wakawondu yaitu 0,95 % (Rukmana, 2019) dan kadar abu pada blondo yaitu 1,65

% (Utari, 1989). Syarat mutu kadar abu cookies berdasarkan SNI 01-2973-1992

yaitu maksimum sebesar 1,6%, sehingga dapat dikatakan bahwa kadar abu

cookies tidak memenuhi syarat mutu cookies. Mulyaningsi dan Fatarina, (2004)

menyatakan bahwa kandungan mineral yang terbentuk memberi sumbangsih

terhadap peningkatan kadar abu dari penambahan tepung blondo. Menurut

Yuliani (2006) menyatakan bahwa adapun kandungan mineral yang terdapat pada

blondo terdiri dari Na (0,005 %), Ca (0,865 %), K (0,028 %), Fe (total) (0,005),

Mg (0,014 %), Mn (0,005 %), S (0,253 %), Pb (0,006 %), Al (0,018 %), dan P

(0,051 %) dimana blondo digunakan sebagai sumber mineral pada bahan pangan

tambahan untuk produk-produk pangan olahan.

4.2.2.3. Kadar Protein

Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh yang berfungsi

sebagai bahan bakar dalam tubuh, zat pengatur dan zat pembangun (Sakti et al.

2016). Kadar protein dalam bahan pangan menentukan mutu bahan pangan

tersebut. Kadar protein adalah banyaknya kandungan protein yang terdapat pada
50

bahan pangan (Winarno, 2002 dalam Anissa, 2019).

Berdasarkan tabel 16 menunjukkan bahwa rerata kandungan protein

pada P3 (100g tepung terigu : 70g Tepung Beras Merah Wakawondu : 30g

Tepung Blondo) yaitu 15,24 % lebih besar dibandingkan pada P0 (kontrol) yaitu

9,18 %. Kemudian dilanjutkan uji T pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05)

mendapatkan hasil yang menunjukkan berbeda nyata antara sampel kontrol dan

terpilih. Hal ini dapat disebabkan karena bahan baku yang digunakan memiliki

kadar protein yang berbeda. Kadar protein tepung terigu yaitu 9,6% (Hartono,

2006), kadar protein beras merah wakawondu yaitu 8,51 % (Rukmana, 2019) dan

kadar protein blondo yaitu 21,60% (Utari, 1989). Syarat mutu kadar protein

cookies berdasarkan SNI 01-2973-1992 yaitu minimum sebesar 9 %, sehingga

dapat dikatakan bahwa kadar protein cookies memenuhi syarat mutu cookies.

Tahir et al., (2018) menyatakan bahwa blondo merupakan sumber protein nabati

yang diperoleh dari hasil pengolahan minyak kelapa dimana blondo memiliki

kandungan protein yang cukup tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan

tambahan utamanya dalam produk makanan.

4.2.2.4. Kadar Lemak

Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk kesehatan tubuh dan

sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein

(Zukryandry et al., 2019). Menurut Winarno (2004) menyatakan bahwa

Kandungan lemak pada bahan pangan yaitu lemak kasar dan merupakan

kandungan lemak total lipida dalam jumlah yang sebenarnya.

Berdasarkan tabel 16 menunjukkan bahwa rerata kandungan lemak pada P3


51

(100g tepung terigu : 70g Tepung Beras Merah Wakawondu : 30g Tepung

Blondo) yaitu 21,17 % lebih besar dibandingkan pada P0 (kontrol) yaitu 18,75 %.

Kemudian dilanjutkan uji T pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) mendapatkan

hasil yang menunjukkan berbeda tidak nyata antara sampel kontrol dan terpilih.

Hal ini dapat disebabkan karena bahan baku yang digunakan memiliki kadar

lemak yang berbeda. Menurut Ulfa (2021), menyatakan bahwa tepung terigu

memiliki kadar lemak yaitu 1,3%, kadar lemak beras merah wakawondu yaitu

1,44 % (Rukmana, 2019) dan kadar lemak blondo yaitu 10,23% (Utari, 1989).

Syarat mutu kadar lemak cookies berdasarkan SNI 01-2973-1992 yaitu minimum

sebesar 9,5 %, sehingga dapat dikatakan bahwa kadar lemak cookies memenuhi

syarat mutu cookies. Menurut Edam et al., (2019) menyatakan bahwa blondo

masih mengandung banyak lemak yang terperangkap karena pengaruh pemecahan

emulsi yang tidak sempurna. Menurut Adha et al., (2021) menyatakan bahwa

kadar lemak yang tinggi dikarenakan kandungan lemak yang tinggi pada blondo

yaitu sebesar 19,10 % sehingga semakin banyak blondo yang ditambahkan maka

semakin tinggi kadar lemak pada produk cookies.

4.2.2.5. Kadar Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi seluruh penduduk di

dunia. Karbohidrat juga memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan

karakteristik bahan pangan atau makanan mulai dari rasa, warna, tekstur dan yang

lainnya (Winarno, 2004). Menurut Ghozalli, (2015) menyatakan bahawa

karbohidrat memiliki fungsi utama yaitu sebagai simpanan energi dan sebagai

penguat struktur tumbuhan tersebut merupakan sumber energi terutama terdapat


52

dalam bentuk zat tepung dan zat gula.

Berdasarkan tabel 16 menunjukkan bahwa rerata kandungan karbohidrat

pada P3 (100g tepung terigu : 70g Tepung Beras Merah Wakawondu : 30g

Tepung Blondo) yaitu 57,03 % lebih kecil dibandingkan pada P0 (kontrol) yaitu

61,03 %. Kemudian dilanjutkan uji T pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05)

mendapatkan hasil yang menunjukkan berbeda nyata antara sampel kontrol dan

terpilih. Hal ini dapat disebabkan karena bahan baku yang digunakan memiliki

kadar karbohidrat yang berbeda Menurut Hartono (2006), menyatakan bahwa

tepung terigu memiliki kadar karbohidrat yaitu 77,2%, kadar karbohidrat beras

merah wakawonu yaitu 75,09% (Rukmana, 2019) dan kadar karbohidrat blondo

yaitu 17,02% (Utari, 1989). Syarat mutu kadar karbohidrat cookies berdasarkan

SNI 01-2973-1992 yaitu minimum sebesar 70 %, sehingga dapat dikatakan bahwa

kadar karbohidrat cookies belum memenuhi syarat mutu cookies. Hal ini

disebabkan bahwa semakin meningkat penambahan tepung blondo maka semakin

meningkat kadar protein, lemak dan energi akan tetapi, semakin menurun kadar

karbohidratnya (Tanuwijaya et al., 2016). Sudarmadji (1989) menyatakan bahwa

kadar karbohirat dihitung dengan menggunakan metode by difference sehingga

penetapan kadarnya dipengaruhi oleh kadar air, abu, protein dan lemak. Sehingga

cara pengolahan sangat mempengaruhi nilai kadar karbohidrat.


53

V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil kesimpulan dan pembahasan, maka disimpulkan

sebagai berikut :

1. Formulasi cookies tepung beras merah wakawondu dan tepung blondo

berpengaruh nyata terhadap penilaian organoleptik warna dan tekstur dan

berpengaruh sangat nyata terhadap penilaian organoleptik aroma dan rasa.

Perlakuan terpilh terdapat pada perlakuan P3 (100g tepung terigu : 70g Tepung

Beras Merah Wakawondu : 30g Tepung Blondo) dengan rerata penilaian warna

4,17 (suka), aroma 4,07 (suka), rasa 4,27 (suka) dan tekstur 4,00 (suka).

2. Kandungan gizi pada produk cookies pada perlakuan terpilih P3 (100g tepung

terigu : 70g Tepung Beras Merah Wakawondu : 30g Tepung Blondo) yang

disukai panelis memiliki kandungan gizi yaitu nilai kadar air sebesar 4,63 g,

kadar abu 1,92 g, kadar protein 15,24 g, kadar lemak 21,17 g dan kadar

karbohidrat 57,03 g.

V.2. Saran

Saran yang dapat penulis berikan dalam penyusunan hasil penelitian ini

adalah perlu dilakukan uji lanjut pada umur simpan cookies dari hasil perlakuan

terbaik formulasi tepung beras merah wakawondu dan tepung blondo untuk

menilai seberapa tahan produk untuk dipasarkan.


54

DAFTAR PUSTAKA

Abhay Kr. T dan Ak. Gupta.2006. Water Absorption Characteristics off Paddy
Brown Rice and Husk During Soaking. Journal Food engineering,
Punjab Agricultural University Ludhina, Punjab State India.

Afrizal M., Fadarina, dan Indah., P. 2020. Pembuatan Bubuk Konsentrat Protein
Kelapa (Blondo) Sebagai Susu Rendah Lemak Menggunakan Alat
Pengering Beku Vakum. Jurnal Kinetika. 11(2) : 31-37.

Afrianto. 2008. Pengawasan Mutu Bahan atau Produk Pangan Jilid I Untuk SMK.
Jakarta. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat
Jenderal Manjement Pendidikan Dasar dan Menengah, Departermen
Pendidikan Nasional.

Akhda, Dewi Khoirun Nisa. 2009. Pengaruh Dosis dan Waktu Aplikasi Kompos
Azolla sp Terhadap Pertumbuhan Tanaman Bayam Merah
(Alternanthera amoena voss). UIN Maulana Malik Ibrahim.

Alexandra Y dan Nurlina. 2014. Aplikasi edible coating dari pektin jeruk songhi
Pontianak (Citrus nobilis var. microcarpa) pada penyimpanan buah
tomat. Jurnal Kimia Khatulistiwa. 3(4): 1-20.

Aini Q. 2014. Formulasi Biskuit Blondo Dan Tepung Ikan Gabus (Channa
striata) Yang Berpotensi Mengatasi Gizi Buruk Pada Balita. [Skripsi].
Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut
Pertanian Bogor: Bogor.

Andarwulan N, Rakyat K dan Kusnandar F. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat.


Jakarta.

Anissa SR. 2019. Subtitusi Kluwih (Artocarpus camansi) terhadap Sifat


Proksimat dan Organoleptik Abon Ikan Gabus (Channa striata).
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian : Universitas Semarang.

Antonia M. 2018. Kajian Perbandingan Tepung Beras Merah (Oryza nivara)


Dengan Kulit Gandum (Bran pollard) Dan Waktu Pembekuan
Terhadap Karakteristik Food Bar. [Skripsi]. Program Studi Teknologi
Pangan Fakultas Teknik Universitas Pasundan Bandung.

Amin, H. 2006. Peningkatan Mutu dan Masa Simpan Kasoami Makanan Khas
55

Sulawesi Tenggara dari Bahan Baku Ubi Kayu (Manihot esculenta


crants). Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Claudia R., Teti Estiasih, Dian W.N, dan Endrika, W. 2015. Pengembangan
Biskuit dari Tepung Ubi Jalar Oranye dan Tepung Jagung Fermentasi.
Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(4): 1589-1595.

Chang TT., dan Bardenas EA. 1995. The Morphology and Varietal
Characteristics of the Rice Plant : Technical Bulletin. Manila : The
Internasional Rice Research Institute.

Darmadjati D.S., S. Widowati, J. Wargiono, dan S. Purba., 2000. Potensidan


Pendayagunaan Sumber Daya Bahan Pangan Lokal Serealia, Umbi-
umbian, dan Kacang-kacangan untuk Penganekaragaman Pangan.

Dewita., Syahrul., Isnaini. 2010. Pemanfaatan Konsentrat Protein Ikan Patin


(Pangasius hypopthalmus) Untuk Pembuatan Biskuit Dan Snack. Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 14(1): 30-34.

Departemen Perindustrian RI, 1990. Makalah pada Lokakarya Pengembangan

Departemen Kesehatan. 2009. Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan di


Masa Datang. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat,
Direktorat Gizi Masyarakat, Jakarta.

Edam M. Nova K. Judith M. 2019. Metode Pemecahan Emulsi Krim Santan


Untuk Produksi Konsentrat Protein Blondo. Jurnal Riset Teknologi
Industri. 13(2): 173-181.

Ekarina M., 2010. Analisis Proksimast Beras Merah (Oryza sativa) Varietas
Slegreng dan Aeek Sibundong.Prosiding Tugas AkhirSemesterGenap
2010/2011. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan
Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Farida, Anny. 2008. Patiseri. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah


Kejuruan.http://www.bogasari.com/zonakonsumen/bacaresepbogasari.as
px?t=chocolatechipcookies.

Fatkurahman, R. W., Atmaka dan Basito. 2012. Karakteristik Sensori dan Sifat
Fisikokimia Cookies Dengan Subtitusi Bekatul Beras Hitam (Oryza
sativa l) Dan Tepung Jagung (Zea mays l). Jurnal Teknosains Pangan.
1(1):49.57.

Frei, K.B. 2004. Improving the nutrient availability in rice-biotechnology or bio-


diversity. In A. Wilcke (Ed.)
56

Fibriyanti, Y.W. 2012. Kajian Kualitas Kimia dan Biologi Beras Merah (Oryza
nivara) dalam Beberapa Pewedahan Selama Penyimpanan. Skripsi
(dipublikasikan). Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Frisca F. 2015. Kenali Berbagai Nama dan Bentuk 'Cookies' dari 15 Negara di
Dunia. Diakses jam 12.55. Kendari. Sulawesi Tenggara

Gisslen, Wayne., 2017. Profesionl Cooking Seventh Edition. Jhon Wiley & Sons.
United States Of America.

Ghozalli M. 2015. Karateristik Tepung Kedelai (Glycine max l.) dari Jenis Impor
dan Lokal Dengan Perlakuan Perebusan dan Tanpa Perebusan. Skripsi.
Universitas Jember. Jember.

Haerani. 2010. Pemanfaatan Limbah Virgin Coconut Oil (Blondo). Jurnal Media
Kesehatan Masyarakat Indo nesia.6 (4): 244-248.
.
Herawati BRA., Nanik S., dan Yennie AW. 2018. Cookies Tepung Beras Merah
(Oryza nivara) – Mocaf (Modified cassava flour) Dengan Penambahan
Bubuk Kayu Manis (Cinnamomun burmanni). Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan. 3(1): 33-40.

Hermana MM. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI). Persatuan ahli
gizi Indonesia. Gramedia, Jakarta.

Hartono A. 2006. Pemanfaatan Tepung Komposit Ubi Jalar Putih, Kecambah


Kedelai, dan Kecambah Kacang Hijau Sebagai Substitusi Persial Terigu
dalam Produk Pangan Alternatif Biskuit Kaya Energi Protein. Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan.17(1): 50-57.

Indriyani F., Nurhidajah., Agus S. 2013. Karakteristik Fisik, Kimia Dan Sifat
Organoleptik Tepung Beras Merah Berdasarkan Variasi Lama
Pengeringan. Jurnal Pangan dan Gizi. 4(8): 27-34.

Laksmi R. 2012. Daya Ikat Air, pH dan Sifat Organoleptik Chicken Nugget Yang
Disubtitusi Telu Rebus. Jurnal Animal Agriculture. 1(1): 453-460.

Kartika. Bambang. Puji H. Wahyu S. 1987. Pedoman Uji Inderawi Bahan


Pangan. UGM. Yogyakarta.

Koila WANM. 2019. Kandungan Gizi Dan Organoleptik Biskuit Subtitusi


Tepung Labu Kuning (Cucurbita moschata duch) Dan Tepung
Kecambah Kedelai (Glychine max l. merr) Sebagai Konstribusi Untuk
Pemenuhan Angka Kecukupan Gizi (AKG). [Skripsi]. Jurusan Ilmu Dan
Teknologi Pangan. Universitas Halu Oleo. Kendari.
Kusmawati, Aan, H. Ujang, dan E. Evi . 2000. Dasar-Dasar Pengolahan Hasil
57

Pertanian I.. Central Grafika. Jakarta.

Mahmud MK., dan Nils.A.Z. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI),
Persatuan Ahli Gizi Indonesia. Jakarta: Media Komputindo.
Mahmud MK, Hermana NA, Zulfianto I, Ngadiarti RR, Apriyantono B, Hartati,
Bernadus dan Tinexcelly. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. PT
Elex Media Komputindo. Kompas Gramedia.

Maharani, B. Febrianto, K. 2015. Implementasi Content Analysis Dalam


Eksplorasi Sensori Lexicon Susu Pasteurisasi: Kajian Pustaka. Jurnal
Pangan dan Agroindustri. 4(3):1567-1572.

Marliana S, Venty S, dan Suyono. 2005. Skrining fitokimia dan analisis


kromatografi lapis tipis komponen kimia buah labu siam (Sechium edule
Jacq. Swartz) dalam ekstrak etanol. Jurnal Biofarmasi. 3(1): 26-31.

MawardiA, Mulyati M dan Mahendradatta. 2018. Studi Pembuatan Kue Kering


dan Tepung Sagu dengan Penambahan Tepung
Blondo.Depertemen Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 6(1): 70-72.

Muchtadi TG., dan Sugiyono. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi Pangan.
Cetakan I. CV Alfabeta, Bogor.

Murlan, Ruwiah, Santi S, Weny L, Niniek L, Pratiwi. 2015. Pengetahuan, Sikap


Dan Perilaku Ibu Balita Dalam Pemanfaatan Sisa Produk Virgin
Coconut Oil (Blondo vco) Pada Makanan Lokal Untuk Peningkatan Gizi
Balita Di Kabupaten Buton. Jurnal Buletin Penelitian Sistem Kesehatan.
18(3): 257–265.

Mulyaningsi S dan Fatarina E. (2004) ‘Pembuatan Minyak Kelapa dari Santan


dengan Asam Cuka Sebagai Pengendap Protein’, in Prosiding Seminar
Nasional Rekayasa Kimia dan Proses. Semarang: Universitas
Diponegoro.

Millah II., Wignyanto, dan Dewi IA. (2014). Pembuatan Cookies (Kue Kering)
Dengan Kajian Penambahan Apel Manalagi (Mallus sylvestris mill)
Subgrade dan Margarin. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian.
Universitas Brawijaya: Malang.

Ningrum, E.N.1999. Kajian Teknologi Pembuatan Tepung Ubi Jalar Instan Kaya
ProVitamin. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB.Bogor.

Permatasari S.Pudji H. Bambang S. Chusnul H. 2015. Sifat Fungsional Isolat


Protein ‘Blondo’ (Coconut presscake) Dari Produk Samping Pemisahan
VCO (Virgin coconut oil) Dengan Berbagai Metode. Jurnal AGRITECH.
58

35 (4). 441-448.

Raksanada ASA. 2019. Pengaruh Perbandingan Tepung Beras Merah (Oryza


nivara) Dengan Tepung Beras Putih (Oryza sativa l.) Dan Suhu
Pemanggangan Terhadap Karakteristik Cookies Cokelat. [Skripsi].
Program Studi Teknologi Pangan. Fakultas Teknik Universitas
Pasundan: Bandung.

Rahayu,W, P,. S. Maamoen,. Suliantri, dan S. Fardiaz. 1992. Teknologi


Fermentasi Produk Perikanan. Penerbit Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Rampengan V.J. Pontoh dan D.T. Sembel. 1985. Dasar-Dasar Pengawasan Mutu
Pangan. Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian
Timur, Ujung Pandang.

Risdianti D. Murad. Guyup MDP. 2016. Kajian Pengeringan Jahe (Zingiber


officinale rosc) Berdasarkan Perubahan Geometrik Dan Warna
Menggunakan Metode Image Analysis. Jurnal Ilmiah Rekayasa
Pertanian dan Biosistem. 4(2): 275-284.

Rosalin E. (2006). Peningkatan Nilai Gizi Cookies Dengan Pemanfaatan Daging


Tulang Leher Ayam Pedaging dan Brokoli (Brassica olaracea l. var
italica plenck) Giling, [Skripsi]. Program Studi Teknologi Hasil Ternak,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Rakhmi AT, Dewi I dan Dody DH. 2013. Karakterisasi Aroma Dan Rasa
Beberapa Varietas Beras Lokal Melalui Quantitative Descriptive
Analysis Method. Jurnal Informatika Pertanian. 22(1): 37-44.

Rukmana. 2019. Kajian Pembuatan Biskuit Yang Berbahan Baku Menir Beras
Merah (Oryza nivara) Kultivar Wakawondu Dan Pisang Kepok (Musa
paradisiaca forma typical) Sebagai Cemilan Non Gluten Yang
Berantioksidan Dan Bergizi. [Skripsi]. Program Studi Ilmu dan
Teknologi Pangan. Universitas Halu Oleo. Kendari.

Salamah IR. 2017. Diversifikasi Cookies Dengan Penambahan Tepung Beras


Merah (Oryza nivara) Terhadap Kadar Antosianin Dan Daya Terima.
[Skripsi]. Sekolah Tinggi Stikes: Surakarta.

Sari DAL. 2015. Pengaruh Penggunaan Lemak Yang Berbeda Terhadap Kualitas
Cookies Tepung Garut (Maranta arundinacea). [Skripsi]. Jurusan
Pendidikan Kesehjateraan Keluarga. Fakultas Teknik Universitas Negeri
Semarang.
Sari NFR. 2018. Studi Pembuatan Coco Cake. [Skripsi]. Program Studi Ilmu dan
Teknologi Pangan. Depertemen Teknologi Pertanian. Universitas
59

Hasanuddin. Makassar.

Sakti H, Lestari S, dan Supriadi A. 2016. Perubahan Mutu Ikan Gabus (Channa
striata) Asap Selama Penyimpanan. Jurnal Teknologi Hasil Perikanan.
5(1): 11-18.

Samson A, Khaund S, Catter C dan Mattil K. 2011. Extractbility of Coconut


Protein.Journal of Food Science.4 (36): 725-730.

Santoso, U. Kubo, Kazuhiro, O. Toru, Tadakorob, Tadahiro, and Maekawab,


Akio. 1996. Nutrient composition of Kopyor Coconut (Cocos nucifera l.).
Food Chemistry. Vol. 51, No. 2, pp. 299-304.

Setyowati W.T., Nisa F.C. 2014. Formulasi Biskuit Tinggi Serat (Kajian Proporsi
Bekatul Jagung : Tepung Terigu dan Penambahan Baking Powder).
Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(3): 224-231.

Setiaji B dan Prayugo S.2006. Membuat VCO Berkualitas Tinggi. Penebar


Swadaya Jakarta.

Sintasari RA., Joni K., dan Dian WN. 2014. Pengaruh Penambahan Konsentrasi
Susu Skim Dan Sukrosa Terhadap Karakterisik Minuman Probiotik Sari
Beras Merah. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(3): 65-75.

Sintia NA dan Nugrahani A. 2018. Pengaruh Subtitusi Tepung Beras Merah Dan
Proporsi Lemak (Margarin dan Mentega) Terhadap Mutu Organoleptik
Rich Biscuit. 7 (2).

Suarni, (2009), Prospek Pemanfaatan Tepung Jagung Untuk Kue Kering


(Cokies), Jurnal Litbang Pertanian. 28 (2).

Suryamin. 2016. Impor Gandum Melonjak pada 2016. Badan Pusat Statistik.
Jakarta.

Sundari., Tri. 2011. Formulasi Biskuit Dengan Tepung Komposit Berasis Labu
Kuning (Cucurbita moschata) Sebgai Alternatif Makanan Pendamping
ASI [Skripsi]. Bogor :Institut Pertanian Bogor.

Suardi DK. 2005. Potensi beras merah untuk peningkatan mutu pangan. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi Sumberdaya Genetik
Pertanian, Bogor. Jurnal Litbang Pertanian. 24 (3).

Suardi., Didi. 2008. Potensi Beras Merah Untuk Peningkatan Mutu Pangan.
Bogor: Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Bioteknologi
Sumberdaya Genetik Pertanian.
60

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Bahan Makanan
dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Sudarmadji, S; B. Haryono dan Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan


Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Susanto T .2013. Mutu Minyak Kelapa yang Diproses Melalui Pengasaman dan
Pemanasan Sesuai SNI 2902:2011’, 26(No. 1), pp. 1–10.

Suyitno. 2011. Rekayasa Pangan. PAU Pangan dan Gizi.UGM Press.Yogyakarta.


Smith A., K., dan Circle, S. J. 1972. Soybean : Chemistry and Technology. The
AVI Publishing Comp.

Syahrul. 2009. Study Komparatif Mutu Pikel Eucheuma cottonii yang


Menggunakan Asam Asetat dan Asam Laktat Hasil Fermentasi rebung.
Jurnal Penelitian Pertanian BERNAS. 52:44-55.

Soekarto. 2002. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil


Pertanian. Jakarta: Bhatara Aksara.

SNI 01- 2973 – 1992 *SNI 2973 – 2011.


SNI, (2000), Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan (SNI 01-3751- 2000),
Badan Standar Nasional Indonesia: Jakarta.

SNI 2973. 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit. Dewan Standarisasi Nasional.Jakarta

Tanjungsari P. 2019. Pengaruh Penggunaan Tepung Kacang Tunggak (Vigna


unguiculata) Terhadap Kualitas Organoleptik Dan Kandungan Gizi
Biskuit. [Skripsi]. Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik.
Universitas Semarang.

Tahir MM., Meta M., dan Ahmad M. 2018. Studi Pembuatan Kue Kering Dari
Tepung Sagu Dengan Penambahan Tepung Blondo. Jurnal Teknologi
Pangan. 11(2) : 70-80.

Tarwendah P. 2017. studi komparasi atribut sensoris dan kesadaran merek produk
pangan. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 5(2): 66-73.

Tanuwijaya K, NawangsasiL dan Ummi R. 2016. Potensi Berbasis Pangan Lokal


Surabaya. Indonesian Jurnal Nutrisi. 3 (1): 71 – 79.

Ulfa SH. 2019. Pengaruh Formulasi Tepung Jagung ( Zea mays l) Dan Tepung
Beras Merah Wakawondu (Oryza nivara l) Terhadap Uji Organoleptik
Dan Nilai Gizi Pada Cookies. [Skirpsi]. Universitas Halu Oleo. Kendari.

Utari N. 1989. Ekstraksi Minyak Kelapa Secara Enzimatis. Analisis Sifat Fisiko
61

Kimia Minyak Serta Evaluasi Sifat Fungsional dan Nilai Gizi Residu
Padatan. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

Wati AK., Rizky MDU., dan Rini U. 2020. Pengaruh Karakteristik Cookies
Terhadap Perbandingan Tepung Mocaf (Modified cassava flour) Dan
Tepung Beras Merah (Oryza nivara). Science And Engineering National
Seminar 5. 425-428.

Wahyuningtyas., Sri Dan Santosa., Wijaya Heru.2011. Sastra: Teori Dan


Implementasi. Surakarta: Yuna Pustaka .

Widyastuti, Netty, Donowati Tjokrokusumo dan Reni Giarni. 2015. Potensi


Beberapa Jamur Basidiomycota sebagai Bumbu Penyedap Alternatif
Masa Depan. Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional
FKPT-TPI. Bangkalan.

Wirnano., FG. 2008. Kimia Pangan Dan Gizi Edisi Terbaik Bogor. M- Brio
Press.

Winarno, F.G.2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Swadana. Jakarta.

Wijayanti, Ika. 2015. Eksperimen Pembuatan Kue Semprit Tepung Beras Merah.
[Skripsi] Semarang: Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.

Wijana ,S. Claudia G,P. Rahmawati, T. 2018. Hidrolisis Protein Konsentrat


Blondo Limbah Hasil Produk Virgin Coconut Oil (Vco) Sebagai Bahan
Baku Penyedap Makanan. Posiding Seminar Nasional dan Call For
Papers.314-325.

Winarti S, Jariyah dan Yudi P. 2007. Proses Pembuatan VCO (Virgine coconut
oil) Secara Enzimatis Menggunakan Papain Kasar. Jurnal Teknologi
Pertanian, Surabaya. 8 (2):136-141.

Widodo S. 2007. Pemanfaatan Limbah Virgin Coconut Oil (Blondo) dalam


Pembuatan MPASI (Biskuit bergizi), [Tesis]. Makasssar (ID):
Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Yuliani. 2006. Kandungan Mineral Protein Krim Kelapa (Blondo) Yang


Diperoleh Dari Pengendapan Menggunakan Kalsium Sulfat. Jurnal
Teknologi Pertanian. 2(1): 7-12.

Zilistina., M. 2019. Mutu Organoleptik Dan Kandungan Gizi Abon Ikan Tuna
(Thunnus Sp) Yang Ditambahkan Pakis (Pteridophyta). [Skripsi].
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang: Padang.
62

Zukryandri. Beni H. Dayang B. 2019. Analisis Preferensi Konsumen Dan


Proksimat Cookies Bebas Gluten Berbahan Baku Tepung Ubi Kayu
(Manihot Utilissima) Tinggi Protein. Journal of Food System and
Agribusiness. 3 (2) : 14-22.
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah Penelitian

P4 (2) P1 (1) P4 (3)

P1 (2) P3 (3) P0 (2)

P2 (3) P4 (1) P2 (1)

P3 (1) P2 (2) P3 (2)

P0 (1) P0 (3) P1 (3)

Keterangan:

P0 = Tepung terigu : 200 g (Kontrol)

P1 = Tepung terigu: Tepung beras merah wakawondu: tepung blondo = 100 g :

90 g : 10 g

P2 = Tepung terigu: Tepung beras merah wakawondu: tepung blondo = 100 g :

80 g : 20 g

P3 = Tepung terigu: Tepung beras merah wakawondu: tepung blondo = 100 g : 70

g : 30 g

P4 = Tepung terigu: Tepung beras merah wakawondu: tepung blondo = 100 g :

60 g : 40 g

(1,2,3) = Ulangan
63

Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Tepung Beras Merah (Wijayanti,

2015)

Beras merah

Dicuci dengan air mengalir

Direndam selama 3 jam

Ditiriskan

Pengeringan menggunakan oven selama 3 jam suhu 60 oC

Digiling

Diayak 80 mesh

Tepung beras merah


64

Lampiran 3. Diagram Alir Pembuatan Tepung Blondo (Setiaji et al., 2006

dan Tahir et al., 2018)

Daging buah kelapa


tua tanpa tempurang

Dicuci dan diparut

Pencampuran parutan dengan


kelapa menggunakan air 1:5

Ampas Penyaringan

Santan

Pemeraman Pemisahan krim dan


selama 2 jam skim

Dimixer dengan level krim Pencampuran


2 selama 30 menit minyak VCO 3:1

Pemeraman
selama 12 jam

Air Pemisahan Minyak

Dikeringkan dengan
Blondo
oven (T= 60oc, t= 12
jam
Penghalusan
menggunakan blender
65

Pengayakan 60 mesh

Tepung
Lampiran 4. Diagram Alir Proses blondo Cookies Formulasi Tepung
Pembuatan

Beras Merah dan Tepung Blondo Terhadap Uji Organoleptik

dan Nilai Gizi (Ulfa, 2019).


Pembuatan cookies

Penimbangan bahan

Tepung terigu 100 g, gula halus 80 g, kuning telur 80 g , baking powder


2 g, margarin 60 g, susu bubuk 40 g dan vanili 2 g

Pencampuran bahan dan mixer selama 10 menit

Penambahan tepung
P0= 0 g tepung beras merah P0= 0 g tepung blondo
PI= 90 g tepung beras merah PI= 10 g tepung blondo
P2= 80 g tepung beras merah Tepung beras merah Tepung blondo P2= 20 g tepung blondo
P3= 70 g tepung beras merah P3= 30 g tepung blondo
P4= 60 g tepung beras merah P4= 40 g tepung blondo

Pengadukan adonan hingga merata


selama 7 menit

Penipisan dan pencetakan adonan

Pengovenan pada suhu 120 OC


selama 20 menit

Analisis proksimat: kadar air,


kadar abu, kadar protein, kadar Cookies Dilakukan uji : Organoleptik
lemak dan kadar karbohidrat (warna, aroma, tekstur, dan rasa
66

Lampiran 5. Lembaran Penilain Organoleptik Hedonik (Ulfa,2019)

Nama Panelis :
Usia :
Jenis Kelamin :
Petunjuk : Di hadapan saudara disajikan sampel produk Cookies.
Lakukan penelitian berdasarkan tingkat kesukaan terhadap
sampel yang telah disediakan dengan memberi nilai 1-5
pada pilihan yang sesuai.
Terimakasih atas kerja samanya.
No Sampel Warna Aroma Rasa Tekstur
1 581
2 313
3 328
4 264
5 762
Jumlah
Rata-rata
Keteragan :

5 = Sangat Suka
4 = Suka
3 =Agak suka
2 =Tidak suka
1 = Sangat tidak suka
67

Lampiran 6. Lembar penilaian organoleptik Deskriptif (Koila,2019)


Nama panelis :
Usia :
Jenis kelamin :
Petunjuk : Di hadapan saudara disajikan sampel produk Cookies. Lakukan
penelitian berdasarkan tingkat kesukaan terhadap sampel yang
telah disediakan dengan memberi nilai 1-5 pada pilihan yang
sesui.
Terimakasih atas kerja samanya.

No Sampel Warna Aroma Rasa Tekstur


1 581
2 313
3 328
4 264
5 762
Jumlah
Rata-rata
Keterangan skor penilaian :
Aroma
5 = Sangat berbau khas beras merah wakawondu dan blondo
4 = Berbau khas beras merah wakawondu dan blondo
3 = Agak berbau khas beras merah wakawondu dan blondo
2 = Tidak berbau khas beras merah wakawondu dan blondo
1 = Sangat tidak berbau khas beras merah wakawondu dan blondo
Tekstur rasa
5 = Sangat renyah 5 = Sangat manis
4 = Renyah 4 = Manis
3 = Agak renyah 3 = Agak manis
2 = Tidak renyah 2 = Tidak manis
1 = Sangat tidak renyah 1 = Sangat tidak manis
Warna
5 = Coklat
4 = Coklat Terang
3 = Kuning Coklat
2 = Kuning
1 = Putih Kekuningan
68

Lampiran 7. Analisis Kadar Air Dengan Metode Termogravimetri (A0AC,


2005)
Cawan petri dibersihkan dan dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC

lalu didinginkan di dalam desikator. Kemudian ditimbang sebagai bobot kosong.

Perlakuan ini diulang hingga diperoleh bobot konstan. Selanjutnya menimbang

sampel (cookies kontrol dan cookies terpilih) sebanyak 1 g dalam cawan petri

dan dinyatakan sebagai bobot awal. Sampel dalam cawan dikeringkan dalam

oven pada pada suhu 105 oC selama 3-5 jam. Setelah proses pengeringan, cawan

berisi sampel dikeluarkan dalam oven dan didinginkan dalam desikator kemudian

ditimbang . Dipanaskan kembali dalam oven selama 30 menit, kemudian

didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai

diperoleh bobot tetap (selisih dua penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2

mg), pengurangan bobot merupakan banyaknya air dalam bahan. Kadar air

dihitung dengan rumus:

W 2−W 3
Kadar Air % = × 100 %
W 2−W 1

Keterangan:

W1 = Bobot cawan kosong

W2 = Bobot cawan + sampel

W3 = Bobot cawan + sampel setelah di oven


69

Lampiran 8. Analisis Kadar Abu (AOAC, 2005)

Cawan yang akan digunakan dikeringkan dalam oven terlebih dahulu

selama 30 menit pada suhu 100- 150 oC, kemudian didinginkan dalam desikator

untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel (cookies kontrol dan

cookies terpilih) ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan petri yang sudah

dikeringkan, kemudian dibakar dengan alat pembakar sampai tidak berasap (B)

dan dilanjutkan dengan pengabuan didalam tanur dengan suhu 550 – 650 oC

sampai pengabuan sempurna (C). Sampel yang sudah diabukan didinginkan dalam

desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus:

C−A
Kadar Abu (% ) = × 100%
B− A

Keterangan:

A = Bobot cawan porselen kosong (g)

B = Bobot cawan porselen dengan sampel (g)

C = Bobot cawan porselen dengan abu setelah dikeringkan (g)


70

Lampiran 9. Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC, 2005)

Lemak dihitung dengan metode Soxhlet. Sampel (cookies kontrol dan

cookies terpilih) 3 g dimasukkan ke dalam selonsong lemak, kemudian

dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang beratnya dan

sambungkan dengan tabung soxhlet . selonsong lemak dimasukkan ke dalam

ruang ekstraktor tabung soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 oC dengan

menggunakan hot plate selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak

didestilasi hingga semua pelarut keluar, sehingga tidak kembali ke dalam labu

lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah

itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstant. Perhitungan kadar

lemak pada sampel.

W 3−W 2
Lemak (bb)% = X 100%
W1

Keterangan:

W1 = Bobot sampel (g)

W2 = Bobot labu lemak tanpa lemak (g)

W3 = Bobot labu lemak dengan lemak (g)


71

Lampiran 10. Analisis Kadar Protein Metode Kjedhall (SNI, 1992) dan
Sudarmadji, et al. (1989).

Penentuan kadar protein ditetapkan dengan metode Kjeldahl. Ditimbang 1 g

sampel yang telah diblender dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Kemudian

di tambahkan 1 g katalisator selenium dan 25 mL H2SO4 pekat. Didestruksi

sampai cairan berwarna jernih pada suhu 375oC selama 30 menit dan

didinginkan.Setelah dingin dilakukan pengenceran dengan memasukkan ked ala

labu ukur 100 mL, ditepatkan sampai garis tanda dengan aquades. Dipipet 25 mL

larutan dan ditambahkan 50 mL NaOH 40g letakkan ke dalam alat

destilasi.Destilasi ditampung dalam Erlenmeyer berisi 25 mL H3BO3 4g dan 3

tetes indikator mengsel. Destilasi dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N samapai

terjadi perubahan warna dari warna zamrud menjadin warna ungu (SNI, 1992).

Kadar N-Total dihitung sesuai dengan rumus yang tercantum pada

Sudarmadji, dkk.(1989) yaitu.

g N-total = mL HCl sampel x N HCl x 14,007 x Fp x 100g


berat sampel (g) x 1000

Keterangan:
N HCl = Normalitas HCl hasil pembakuan
14,007 = Massa atom nitrogen
Fp = Faktor pengenceran
72

Lampiran 11. Analisis Kadar Karbohidrat by Difference (Winarno, 1996)

Kadar karbohidrat dapat diketahui dari akumulasi persen kadar air, abu,

protein dan lemak yang akan menjadi pengurangan dari 100 %. Dapat dituliskan

persamaan kadar kadar karbohidrat sebagai berikut:

Kadar Karbohidrat (%) = 100 % - (% air + % abu + % lemak + protein)


73

Lampiran 12a. Hasil Organoleptik Warna

sampel Panelis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Tota Rerata SD
l
P0 5 3 4 4 2 4 5 2 4 3 4 5 3 3 3 3 2 5 4 3 1 4 5 5 3 3 4 2 4 1 103 3.43 1.17
P1 3 4 4 4 1 4 4 4 3 4 4 4 5 5 3 4 4 3 4 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 2 116 3.87 0.86
P2 3 3 3 4 4 3 5 3 4 3 3 4 3 5 3 5 2 2 5 4 4 4 5 5 3 4 4 2 4 3 109 3.63 0.93
P3 5 5 5 5 5 3 5 5 3 4 3 4 4 4 4 5 5 3 4 5 4 5 4 3 4 4 5 3 2 5 125 4.17 0.87
P4 4 4 5 4 4 4 5 4 5 5 3 5 2 3 4 4 3 4 5 4 3 4 5 5 3 4 3 4 4 1 117 3.90 0.96

Lampiran 12b. Analisis Ragam Uji Organoleptik Warna


SK DB JK KT F F tabel
hitung 0.05 0.01

perlakuan 4 9.33 2.33 2.51* 2.43 3.45


Galat 145 134.66 0.92
total 149 144.00
KK= 25.36077%
Keterangan : * berpengaruh nyata
74

Lampiran 13a. Hasil Organoleptik Aroma

sampel Panelis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Tota Rerata SD
l
P0 4 3 2 5 3 2 4 3 2 3 4 3 4 3 1 3 3 3 5 2 3 2 2 3 5 3 2 1 4 1 88 2.93 1.11
P1 4 3 4 4 2 3 2 3 5 3 2 4 3 2 4 5 3 3 3 2 2 3 3 4 2 1 3 3 3 2 90 3.00 0.95
P2 3 4 3 4 2 3 5 3 2 5 4 3 3 2 2 3 1 1 4 2 4 2 3 4 3 4 3 3 4 3 92 3.07 1.01
P3 5 4 4 5 4 4 5 3 5 4 3 5 4 5 4 5 3 5 4 4 3 3 5 4 3 4 4 3 4 4 122 4.07 0.74
P4 3 4 2 2 4 2 4 4 2 4 2 3 3 3 3 3 2 3 4 3 4 2 4 5 3 4 5 2 5 4 98 3.27 0.98

Lampiran 13b. Analisis Ragam Uji Organoleptik Aroma


SK DB JK KT F F tabel
hitung 0.05 0.01

perlakuan 4 25.86 6.46 6.92** 2.43 3.45


Galat 145 135.46 0.93
total 149 161.33
KK= 29.58880%
Keterangan: ** berpengaruh sangat nyata
75

Lampiran 14a. Hasil Organoleptik Rasa

sampel Panelis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Tota Rerata SD
l
P0 4 4 3 4 3 4 3 3 3 4 3 3 4 4 3 4 3 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 3 3 2 104 3.47 0.57
P1 4 5 4 4 4 4 4 4 4 3 2 3 5 5 4 3 4 4 3 5 3 4 5 3 4 3 4 4 3 2 113 3.77 0.82
P2 4 5 5 4 4 4 5 5 4 4 1 5 4 5 2 5 2 3 4 2 4 3 4 5 4 3 3 2 3 3 111 3.70 1.12
P3 5 5 5 5 4 4 5 3 4 4 5 4 3 4 3 5 3 5 5 4 5 3 5 5 3 3 5 5 4 5 128 4.27 0.83
P4 4 3 5 4 3 4 5 5 4 4 4 3 5 5 4 3 2 4 4 4 3 4 3 4 4 4 3 5 3 5 117 3.90 0.80

Lampiran 14b. Analisis Ragam Uji Organoleptik Rasa


SK DB JK KT F F tabel
hitung 0.05 0.01

perlakuan 4 10.44 2.61 3.65** 2.43 3.45


Galat 145 103.70 0.71
total 149 114.14
KK= 22.13819%
76

Keterangan: **berpengaruh sangat nyata

Lampiran 15a. Hasil Organoleptik Tekstur

sampel Panelis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Total Rerat SD
a
P0 4 5 4 3 2 3 4 2 3 4 1 3 4 3 3 4 4 3 4 3 3 3 2 3 4 3 4 4 3 2 97 3.23 0.86
P1 3 5 4 5 2 2 4 3 4 3 4 4 4 4 4 3 5 2 4 4 5 3 3 4 4 2 3 4 4 1 106 3.53 1.01
P2 3 4 5 4 4 4 5 5 4 5 3 3 4 3 3 4 2 5 4 5 3 3 4 3 3 4 5 3 3 4 114 3.80 0.85
P3 5 3 5 3 2 4 5 4 5 4 4 3 4 5 4 5 5 5 4 2 4 4 3 5 2 4 5 3 5 4 120 4.00 0.98
P4 2 3 5 4 5 2 5 5 5 4 3 5 2 3 3 3 1 5 4 1 4 3 3 5 3 3 3 3 2 4 103 3.43 1.22

Lampiran 15b. Analisis Ragam Uji Organoleptik Tekstur


SK DB JK KT F F tabel
hitung 0.05 0.01

perlakuan 4 11.00 2.75 2.79* 2.43 3.45


galat 145 143.00 0.98
total 149 154.00
KK= 27.58554%
Keterangan: *berpengaruh nyata
77

Lampiran 16a. Hasil Organoleptik Deskriptif Warna

sampel Panelis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Total Rerat SD
a
P0 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 1 2 3 2 2 2 2 2 2 2 4 2 2 5 65 2.17 0.79
P1 3 3 4 5 4 4 5 3 4 3 1 4 4 3 4 4 4 4 5 4 5 4 3 3 5 3 4 4 5 2 113 3.77 0.94
P2 3 5 5 4 4 4 5 4 3 5 5 2 4 5 4 4 5 2 3 5 5 4 3 3 2 3 4 3 5 3 116 3.87 1.01
P3 5 4 4 5 5 5 4 5 5 3 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 3 5 3 4 5 3 133 4.43 0.73
P4 4 3 4 4 5 4 4 3 5 4 3 4 5 5 3 4 4 4 5 4 5 4 5 5 5 5 4 4 4 1 123 4.10 0.88

Lampiran 16b. Analisis Ragam Uji Organoleptik Deskriptif Warna


SK DB JK KT F F tabel
hitung 0.05 0.01

perlakua 4 92.26 23.06 30.11** 2.43 3.45


n
galat 145 111.06 0.76
total 149 203.33
78

KK= 23.86912%
Keterangan: ** berpengaruh sangat nyata

Lampiran 17a. Hasil Organoleptik Deskriptif Aroma


sampel Panelis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Tota Rerata SD
l
P0 1 2 5 1 1 2 5 2 3 2 3 3 3 3 3 2 4 3 2 2 1 1 1 1 3 2 4 3 2 1 71 2.37 1.16
P1 1 3 5 3 3 3 4 5 3 3 4 4 4 4 3 3 5 4 4 3 3 3 2 3 5 2 3 3 2 2 99 3.30 0.99
P2 2 3 4 3 2 3 5 5 4 5 3 5 4 5 4 5 2 4 4 3 2 3 3 3 4 4 4 2 4 3 107 3.57 1.01
P3 3 4 3 4 2 2 5 4 4 5 4 4 2 5 4 4 4 5 5 4 5 4 4 4 5 5 4 5 4 5 122 4.07 0.91
P4 4 4 3 4 2 2 5 3 4 3 4 3 3 4 3 4 4 5 5 4 2 4 5 5 5 5 4 4 5 4 116 3.87 0.94

Lampiran 17b. Analisis Ragam Uji Organoleptik Deskriptif Aroma


SK DB JK KT F F tabel
hitung 0.05 0.01

perlakua 4 52.86 13.21 13.13** 2.43 3.45


n
galat 145 145.96 1.00
79

total 149 198.83


KK= 29.22314%
Keterangan: ** berpengaruh sangat nyata

Lampiran 18a. Hasil Organoleptik Deskriptif Rasa

sampel Panelis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Tota Rerata SD
l
P0 3 3 5 3 2 4 3 2 2 2 4 2 4 4 3 3 4 3 3 4 3 4 3 3 2 4 4 3 2 2 93 3.10 0.84
P1 4 2 4 3 3 4 4 3 3 2 4 3 2 4 3 4 5 5 4 3 4 3 3 4 3 4 2 4 4 1 101 3.37 0.93
P2 5 4 3 4 3 4 3 4 4 3 3 4 3 2 3 5 3 4 3 3 5 3 2 4 2 4 3 4 4 4 105 3.50 0.82
P3 3 4 5 4 3 4 5 4 4 3 3 3 3 4 3 4 3 4 5 5 4 5 4 5 3 4 4 5 4 4 118 3.93 0.74
P4 4 4 4 3 4 5 4 4 4 3 4 4 3 4 4 3 3 4 3 5 2 4 4 4 3 4 3 4 4 5 113 3.77 0.68

Lampiran 18b. Analisis Ragam Uji Organoleptik Deskriptif Rasa

SK DB JK KT F F tabel
hitung 0.05 0.01
80

perlakuan 4 12.93 3.23 4.97** 2.43 3.45


Galat 145 94.40 0.65
total 149 107.33
KK= 22.83586 %
Keterangan: ** berpengaruh sangat nyata

Lampiran 19. Hasil Organoleptik Deskriptif Tekstur

sampel Panelis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Tota Rerata SD
l
P0 4 4 3 3 3 3 3 2 3 3 4 3 5 3 4 4 4 3 3 4 2 4 2 4 3 4 4 3 2 2 98 3.27 0.78
P1 3 3 3 4 1 2 4 2 3 3 4 2 5 3 4 3 4 3 4 4 4 3 2 4 2 4 3 3 4 1 94 3.13 0.97
P2 5 3 5 3 3 4 5 4 3 5 3 4 4 2 2 2 2 5 3 5 3 2 2 5 2 4 5 4 4 4 107 3.57 1.14
P3 5 3 3 2 4 5 5 3 5 4 3 3 3 4 4 5 2 4 3 5 4 4 5 5 4 5 4 5 4 4 119 3.97 0.93
P4 4 3 5 3 3 2 5 3 4 5 2 5 1 3 5 3 2 4 5 1 1 3 1 5 2 5 4 4 5 4 102 3.40 1.40

Lampiran 19b. Analisis Ragam Uji Organoleptik Deskriptif Tekstur

SK DB JK KT F F tabel
hitung 0.05 0.01
81

perlakuan 4 12.46 3.11 2.74* 2.43 3.45


Galat 145 164.86 1.13
total 149 177.33
KK= 30.75887 %
Keterangan: *berpengaruh nyata

Lampiran 20. Analisis Kadar Air

Bobot Cawan
Bobot Cawan
Berat Sampel Bobot Cawan + Sampel Kadar Air
Kosong (b) Average (%) Stdev
(a) + Sampel (g) Kering (c) (%)
(g)
Kode Sampel Ulangan (g) (g)
1 2.0 18.349 20.359 20.171 9.353
Kontrol 2 2.0 17.651 19.674 19.485 9.343 9.372
3 2.0 18.230 20.364 20.163 9.419 0.041357482
1 2.0 17.844 19.856 19.764 4.573
Perlakuan 2 2.0 17.809 19.824 19.729 4.715 4.627
3 2.0 13.663 15.666 15.574 4.593 0.08
82

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 P0
9.37167 3 .041296 .023842

P3 4.62700 3 .076864 .044377

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 P0 & P3

3 -.492 .672
83

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence Interval of the

Std. Error Difference

Mean Std. Deviation Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)

Pair 1 P0 - P3
4.744667 .103621 .059826 4.487258 5.002076 79.308 2 .000

Lampiran 21. Analisis Kadar Abu

Kode Sampel Ulangan Berat Sampel Bobot Cawan Bobot Cawan Bobot Cawan Kadar Abu Average Stdev
(a) Kosong (b) + Sampel + Sampel (%)
(g) (g) Kering (c)
(g)
Kontrol 1 2.0 15.039 17.124 15.073 1.631 1.664 0.030
2 2.0 16.075 18.146 16.110 1.690
3 2.0 15.301 17.516 15.338 1.670
Perlakuan 1 2.0 13.910 15.916 13.949 1.944 1.924 0.038
2 2.0 15.668 17.671 15.707 1.947
3 2.0 15.604 17.678 15.643 1.880
84

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 P0
1.66367 3 .030006 .017324

P3 1.92367 3 .037846 .021851

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 P0 & P3
3 -.144 .908

Paired Samples Test


85

Paired Differences

95% Confidence Interval of

Std. Error the Difference

Mean Std. Deviation Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)

Pair 1 P0 - P3
-.260000 .051565 .029771 -.388096 -.131904 -8.733 2 .013

Lampiran 22. Analisis Kadar Lemak


Kode Ulangan Berat Berat Berat sampel + Berat sampel + Berat sampel + Kadar Rata- Standar
Sampel Selongsong sampel selongsong dengan selongsong selongsong Lemak rata Deviasi
tanpa (g) penutup (g) kering sebelum kering setelah (%)
penutup (g) direndam (g) direndam (g)
Kontrol 1 0.817 2.015 2.984 2.720 2.341 18.809 18.751 0.520
2 0.868 2.005 2.978 2.712 2.347 18.204
3 0.965 2.001 3.132 2.860 2.475 19.240
Perlakuan 1 0.875 2.017 3.123 2.941 2.508 21.468 21.171 0.592
2 0.882 2.004 3.029 2.858 2.426 21.557
3 0.867 2.001 3.025 2.851 2.441 20.490
86

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 P0
18.75100 3 .520430 .300470

P3 21.17167 3 .592015 .341800

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 P0 & P3
3 -.855 .347

Paired Samples Test


87

Paired Differences

95% Confidence Interval of the

Std. Error Difference

Mean Std. Deviation Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)

Pair 1 P0 - P3
-2.420667 1.071566 .618669 -5.082585 .241252 -3.913 2 .060

Lampiran 23. Analisis Kadar Protein

Kode Ulangan Kadar Protein Rata-rata Standar Deviasi


Sampel
Kontrol 1 9.1893 9.1833 0.103230858
2 9.0772
3 9.2834
Perlakuan 1 15.5267 15.24426667 0.350789885
2 15.3545
3 14.8516

Paired Samples Statistics


88

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 P0
9.18330 3 .103231 .059600

P3 15.24427 3 .350790 .202529

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 P0 & P3
3 -.681 .523

Paired Samples Test

Paired Differences t Df Sig. (2-tailed)


89

95% Confidence Interval of the


Difference

Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper

Pair 1 P0 - P3
-6.060967 .427805 .246993 -7.123694 -4.998240 -24.539 2 .002

Lampiran 24. Analisis Kadar Karbohidrat

Kode Ulangan Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein (%) Karbohidrat Rata-rata Standar
Sampel (%) (%) Lemak (%) (%) Deviasi
Kontrol 1 9.353 1.631 18.809 9.1893 61.018 61.030 0.65
2 9.343 1.690 18.204 9.0772 61.686
3 9.419 1.670 19.240 9.2834 60.387
Perlakuan 1 4.573 1.944 21.468 15.5267 56.489 57.034 1.00
2 4.715 1.947 21.557 15.3545 56.427
3 4.593 1.880 20.490 14.8516 58.185

Paired Samples Statistics


90

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 P0
61.03033 3 .649588 .375040

P3 57.03367 3 .997566 .575945

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 P0 & P3
3 -.873 .324

Paired Samples Test

Paired Differences t Df Sig. (2-tailed)


91

95% Confidence Interval of the


Difference

Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper

Pair 1 P0 - P3
3.996667 1.596511 .921746 .030714 7.962619 4.336 2 .049
92

Lampiran 25. Proses Pembuatan Tepung Beras Merah

Beras merah Pencucian Perendaman

Penirisan Pengeringan Penggilingan

Pengayakan Tepung beras merah


93

Lampiran 26. Proses Pembuatan Tepung Blondo

Proses pemisahan santan Santan hasil saringan Pemisahan air dan krim

Santan hasil pemisahan Pemblenderan krim Pemancingan VCO


selama 30 menit

Proses fermentasi Pengambilan blondo Blondo


selama 12 jam

Pengovenan blondo
94

Lampiran 27. Pembuatan Cookies

Penimbangan Penimbangan tepung Penimbangan tepung


tepung terigu kedelai blondo

Pencampuran Pemixeran Pencetakan


bahan

Pengovena pada Produk cookies


suhu 1300c selama
25 menit
95

Lampiran 28. Uji Organoleptic Hedonik Dan Deskriptif

Anda mungkin juga menyukai