Anda di halaman 1dari 9

Pemeriksaan dan penentuan diagnosis sebaiknya dilakukan sebagai berikut:

1. Hal yang penting ditanyakan pada pasien adalah:


 Awitan sakit (onset of the disease)
 Riwayat perjalanan penyakit dan kejadian selama penyakit berlangsung.
 Faktoryang memengaruhi penyakit (menjadikan lebih berat atau buruk, lebih baik atau
berkurang). Misalnya, infeksi di gigi atau di tenggorokan atau stres yang dapat
menjadi factor pemicu, istirahat atau penggunaan obat tertentu yang dapat
meringankan penyakit.
 Faktor genetik atau penyakit di keluarga sedarah dan faktor predisposisi, seperti
diabetes atau riwayat penyakit di masa lampau, misalnya alergi atau riwayat penyakit
keluarga yang berhubungandengan penyakit sekarang.
 Riwayat penggunaan obat tertentu untuk penyakit yang dideritanya maupun untuk
penyakit lain, dan pengaruh obat tersebut. Anamnesis tidak perlu lebih terinci, tetapi
dapat dilakukan lebih terarah pada diagnosis kerja atau diagnosis banding setelah dan
sewaktu inspeksi.
2. Pemeriksaan dermatologik
• lnspeksi
Bantuan pemeriksaan dengan kaca pembesar dapat dilakukan. Pemeriksaanini
mutlak dilakukan dalam ruangan yang cukup cahaya. Anamnesis terarah biasa- nya
ditanyakan pada pasien bersamaan dengan dilakukan inspeksi untuk melengkapi data
diagnostik. Misalnya pasien yang menderita dermatitis pada tangan, perlu ditanyakan
ada tidaknya kelainan di tempat lain. Selain itu, jenis pekerjaan atau kebiasaan yang
sering dilakukan, atau adanya hubungan dengan bahan tertentu yang digunakan di
tangan tersebut. Bila ada kelainan di tempat lain, perlu dilakukan inspeksi seluruh kulit
tubuh pasien. Mintalah dengan hormat agar pasien bersedia diperiksa seluruh tubuhnya,
dan terangkan tujuan dan manfaat dengan jelas. Demikian perlu dilakukan pemeriksaan
rambut, kuku, dan selaputlendir (mukosa mulut, mukosa genital dan anal), terutama
pada penyakit tertentu, misalnya liken planus, atau psoriasis. lnspeksi dilakukan secara
cermat dan teliti, rekam dalam ingatan, agar kita tidak perlu bolak-balik
memeriksakemudian catat di rekam medis tanggai pemeriksaan, jam, lokasi dan
morfologi yang ditemukan, serta tanda spesifik yang didapat. Pada inspeksi perlu
diperhatikan lokasi dan penyebaran, wama, bentuk, batas, ukuran setiap jenis morfologi
(efloresensi) di masing-masing lokasi. Lnspeksi perlu disertai palpasi untuk mengetahui
tekstur kulit, elastisitas, suhu kulit, kulit lembab atau kering atau berminyak, dan
permukaan masing-masing jenis lesi. Bila terdapat kemerahan pada kulit, ada tiga
kemungkinan: eritema, purpura dan telangiektasis. Cara membedakannya, yakni ditekan
dengan jari dan digeser. Pada eritema wama kemerahan akan hilang dan wama tersebut
akan kembali setelah jari dilepaskan karena terjadi vasodilatasi kapiler. Sebaliknya pada
purpura tidak menghilang sebab terjadi pendarahan di kulit, demikian pula
telangiektasis akibat pelebaran pembuluh darah kapiler yang menetap. Cara lain ialah
diaskopi, yaitu menekan dengan benda transparan (diaskopi) pada tempat kemerahan
tersebut. Diaskopi disebut positif, jika wama merah menghilang (eritema), disebut
negatif bila wama merah tidak menghilang (purpura atau telangiektasis). Pada
telangiektasis akan tampak kapiler yang berbentuk seperti tali yang berkelok-kelok
dapat berwama merah atau biru.
• Palpasi
Pada palpasi perhatikan masing-masing jenis lesi, apakah permukaan rata, tidak
rata (berbenjol-benjol), licin/halus atau kasar, dan konsistensi lesi misalnya padat, kenyal,
lunak, dan nyeri pada penekanan. Perhatikan pula adanya tanda-tanda radang akut atau
tidak, yaitu tumor (benjolan atau pembengkakan), colour (warna kemerahan), dolor
(nyeri), kalor (panas),fungsiolesa (gangguan fungsi kulit misalnya keringat berlebih atau
tidak berkeringat). Bila ada tanda radang akut sebaiknya diperiksa kelenjar getah bening
regional , maupun generalisata.
3. Beberapa pemeriksaan sederhana dan langsung dapat dilakukan dengan alat bantu,
misalnya:
• pemeriksaan diaskopi guna membedakaneritema dan purpura;
• uji gores (dermografism), yaitu dengan menggoreskan benda tumpul di kulit kemudian
timbul urtika sesuai goresan tersebut (misalnya pada urtika pigmentosa);
• uji white dermographisme, yaitu setelah dilakukan goresan tersebut tidak muncul
urtika, melainkan garis putih saja. Hal tersebut terjadi pada dermatitis atopik.
• uji saraf sensorik perifer di kulit. Dilakukan guna menguji apakah ada gangguan rasa
raba, rasa panas dan dingin, serta rasa nyeri (dapat dibaca pada topik kusta).
• uji tanda Nikolsky guna menilai apakah terdapat epidermolisis. Tanda Nikolsky
langsung dikatakan positif bila atap bula ditekan, maka bula akan melebar kesamping
menjadi lebih luas. Uji Nikolsky tak langsung dikatakan positif bila kulit di antara 2
bula ditekan dan digeser, maka
• kulit tersebut terangkat/terlepas dari dasamya.
• beberapa uji diagnostik lain, misalnya pada psoriasis dapat dilakukan uji tetesan lilin,
fenomena Auspitz, dan fenomena Koebner (dapat dibaca pada topic psoriasis)
a. Fenomena tetesan lilin (kaarvetsvlek phenomen) Fenomena ini terjadi pada pasien
psoriasis. Skuama psoriasis umumnya tebal, berlapis, kering, putih bening,
transparat serupa mika. Bila pada lesi tersebut digores dengan benda berujung agak
tajam (ujung kuku, punggung scalpel, atau pensil) maka bagian yang bening
tersebut akan tampak lebih putih daripada sekitarnya, tidak transparan lagi, dan
berbentuk linier sesuai goresan.
b. Fenomena Kobner (fenomena isomorfik)Bila pada kulit sehat pasien dilakukan
goresanatau digaruk berulang-ulang maka setelah kurang lebih 3 minggu (atau
lebih), di tempat goresan/garukan tersebut akan muncul lesi serupa dengan lesi asal,
hal ini disebut fenomena Kobner positif. Contohnya terjadi pada kulit pasien
psoriasis dan liken planus.
c. Pitting nails Psoriasis dapat mengenai kulit, mukosa, kuku, dan sendi. Gangguan
keratinisasi di kuku menyebabkan permukaan kuku tidak rata dan terbentuk sumur-
sumur (lubang- lubang di permukaan kuku) yang dapat dilihat dengan mata kasat
dan disebut sebagai pitting nails.
d. Cermografisme Adalah reaksi bila kulit digosok dengan benda tumpul, misalnya
ujung kuku atau ujung pinsil yang tumpul maka di tempat tersebut muncul garis
kemerahan diikuti urtika (edema berbentuk linier sesuai goresan), kadang disebut
juga sebagai urtika akibat trauma fisik.
e. White dermographism Bila di tempat goresan tidak timbul urtikalinier melainkan
garis putih, disebut sebagai fenomena white dermographism. Garis ini merupakan
salah satu tanda minor pada dermatitis atopik. Namun, hal tersebut dapat terjadi
pada 15% orang normal. 6. Carrier sign (tanda Carrier) Tanda Darier merupakan
salah satu cm yang dapat digunakan untuk membedakan lesi pigmentasi di kulit
dengan mastositosis atau urtikaria pigmentosa (UP). Bila kulit pasien UP digores
dengan benda tumpul kemudian muncul urtika linier maka disebut tanda Darier
positif. Fenomena ini terjadi akibat degranulasi sel mas di kulit dan melepaskan
mediator yang menyebabkan vasodilatasi dan ekstravasasi cairan sehingga
menimbulkan urtika di tempat yang digores.
f. Fenomena button holeFenomena ini merupakan sifat utama pada
neurofibromatosis, neurofibrom (tumor saraf kulit) mempunyai kapsul atau kantong
sehingga bila ditekan tumor tersebut akan melesak masuk ke dalam kantong
tersebut. Fenomena ini seakan-akan mirip dengan kancing yang masuk ke
lubangnya.
g. Uji fungsi saraf motorik
Pada pasien kusta terjadi gangguan saraf sensorik, diikuti gangguan saraf otonom,
dan fungsi saraf motorik. Fungsi saraf motoric yang mudah diperiksa adalah bagian
radialis, medianus, ulnaris, dan peroneus komunis. Berikut adalah cara pemeriksaan
fungsi sarafmotorik:
- saraf ulnaris: pemeriksa memegang digiti II, III , IV jari tangan pad a posisi
supinasio, pasien diminta merapatkan jari kelingkingnya. Jika pasien dapat
merapatkan jari kelingking, lanjutkan memeriksa kekuatan otot letakkan selembar
kartu di antara jari kelingking dan jari manis, minta pasien menahannya, dan
tariklah kartu tersebut perlahan-lahan.
- saraf medianus: pada posisi tangan supinasio, oleh pemeriksa tangan ditahan dan
ditekuk ke belakang, minta paisen mengangkat dan meluruskan ibujarinya ke atas.
Bila dapat dilakukan tekan dan dorong dengan telunjuk ibujari tersebut dan
perhatikan apakah pasien dapat menahannya.
- saraf radialis: Pada posisi pronasio, peganglah pergelangan tangan pasien,
kemudian mintalah pasien mengepal dan menekukkan pergelangannya ke atas.
Bila pasien dapat melakukannya, doronglah dengan telapak tangan pemeriksa
bagian punggung tangan pasien guna menilai kekuatan otot, perhatikan apakah
pasien dapat menahannya.
- saraf peroneus komunis: pasien dalam posisi duduk, angkat kakinya dan
pegangbagian betis pasien, kemudian mintalah pasien menekukkan kaki ke atas.
Bila pasien dapat melakukannya, tekanlah dengan telapak tangan bagian
punggung kaki pasien guna menilai kekuatan otot. Mintalah pasien memutar kaki
tersebut ke arah luar, bila pasien dapat melakukannya tekan dengan telapak
tangan pemeriksa ke arah yang berlawanan (ke dalam/arah medial). Perhatikan
apakah pasien dapat menahannya.
h. Pull test
Pull test merupakan uji diagnostik guna menilai kerontokan rambut. Rambut
dianggap rontok patologis bila terjadi kerontokan >100 lembar per hari. Menilai cepat
kerontokan rambut dengan menggunakan ibujari tangan dan telunjuk, sejemput rambut
dijepit dan ditarik dengan kekuatan sedang. Bila rambut tercabut maka disebut pull test
positif. Selanjutnya rambut yang tercabut dilihat dengan mikroskop bagaimana bentuk
akar rambut yang tercabut, bila bentuk akamya sangat kecil mirip tanda seru disebut
bentuk exclamation hair, maka rambut tersebut rontok pada fase telogen.

UJI DIAGNOSIS DENGAN ALAT


a. Diaskopi Teknik ini digunakan secara klinis untuk membedakan antara eritema akibat
pelebaran pembuluh darah dengan purpura (perdarahan bawah kulit akibat ekstravasasi
eritrosit). Alat yang digunakan adalah kaca obyek atau spatel transparan atau loupe
yang permukaannnya datar. Dengan meletakan kaca objek tersebut di atas lesi dan
menekannya maka eritema akanmenghilang, tetapi bila purpura maka wama merah
akan menetap. Sebagai contoh adalah purpura pada penyakit demam berdarah dan
pada Henoch Shoenlein. Teknik diaskopi juga digunakan untuk memperlihatkan wama
apple jelly pada penyakit lupus vulgaris, sarkoidosis dan granuloma anulare.
b. Dermoskopi (dermoskopi, skin surface microscopy) Alat dermatoskop merupakan
gabungan antara loupe dan sinar sehingga dapat menilai lesi kulit secara lebih rinci.
Permukaan kulit tampak lebih jelas, perbedaan relief kulit dan wama menjadi lebih
tajam. Alat ini cukup sensitif guna menilai perubahan wama dan relief kulit pada lesi
melanositik dibandingkan dengan lesi non-melanositik. Perhatikan tanda-tanda pada
setiap lesi; apakah asimetris (A) sisi kiri dan kanan tidak simetris, border/tepi lesi (B)
apakah tepinya berbatas tegas, color (C) apakah perubahan warna/pigmen merata,
berapa ukuran diameter (D)apakah >6 mm, dan apakah permukaan lesielevasi (E)
meninggi.
c. Uji sensibilitas atau tes fungsi saraf sensoris Uji ini dilakukan guna menilai gangguan
sensibilitas kulit terutama pada lesi kulit pasien morbus Hansen atau kusta (lepra)
daripada pasien dengan gangguan neurologi.
- Rasa raba: dengan sejumput kapas yang ujungnya dibuat lancip, diusapkan pada
lesi kusta guna memeriksa rangsangan raba. Pemeriksaan dilakukan dalam posisi
duduk, kemudian pasien diminta membandingkan rangsang rasa raba tersebut
pada lesi dan kulit sehat pasien (sebagai kontrol). Bila rasa rangsang raba tersebut
pada lesi berkurang daripada kulit sehat maka disebut hipestesi, bila sama sekali
tidak berasa disebut anestesi.
- Rasa nyeri: diperiksa dengan ujung sepotong kawat atau ujung jarum bagian yang
tajam. Secara bergantian ujung yang tajam dan tumpul ditusukkan pada lesi kulit
pasien kusta dibandingkan dengan kulit sehat. Pasien diminta menyebutkan
apakah dapat membedakan mana yang dirasakan tumpul atau tajam. Bilamana
pasien tidak dapat membedakan Antara kedua rangsangan rasa, berarti terdapat
gangguan sensoris rasa nyeri pada daerah tersebut.
- Perbedaan suhu: dengan menggunakan 2 buah tabung reaksi masing-masing berisi
air hangat (40°C) dan air dingin (20°C) ditempelkan secara bergantian pada lesi
dan kulit sehat; pasien diminta menyebutkan mana yang dirasakan panas dan
mana yang dingin. Adakah perbedaan rasa panas dan dingin pada lesi
dibandingkan dengan kulit sehat. Bila tidak dapat membedakan kedua rangsangan
rasa tersebut berarti terdapat gangguan sensoris.
d. Tes saraf otonom
- Uji Pensil Gunawan (uji hipohidrosis): Pada pasien kusta terjadi gangguan saraf
otonom yang ditandai hipohidrosis (gangguan berkeringat). Hipohidrosis juga
dapat terjadi akibat atrofi pada kelenjar keringat. Pensil Gunawan adalah pensil
tinta yang bila terkena air akan luntur (blobor). Dokter Gunawan menggunakan
pensil tersebut guna menilai hipohidrosis atau anhidrosis pada lesi kusta. Pasien
kusta diminta melakukan gerakan-gerakan (exercise) bagian tubuh yang terkena
lesi kusta atau diberi minuman air hangat agar berkeringat. Pensil digoreskan
mulai dari bagian tengah lesi kusta menuju kulit sehat sekitar lesi tersebut; karena
keringat di luar lesi lebih banyak maka akan tampak goresan pensil tinta menjadi
lebih tebal (blobor, merembes) pada kulit yang sehat.
- Cara lain adalah dengan menyuntikkan pilokarpin subkutan di perbatasan lesi
kusta ditunggu sekitar beberapa menit, kulit normal akan berkeringat tetapi lesi
kusta tetap kering.

e. Fenomena Auspitz,
Fenomena Auspitz terjadi pada psoriasis, fenomena tersebut membuktikan adanya
papilomatosis dan akantosis yang menjulang sampai di ujung papila dermis dan
menyentuh lapisan bawah stratum komeum. Akibatnya, bila skuama psoriasis dikerok
lembar demi lembar maka satu saat akan sampai ke bagian papilla dermis tersebut,
sehingga secara klinis akan tampak titik-titik perdarahan pada permukaan kulit yang
skuamanya terkupas.
f . Tzanck smear (Tzanck tes).
Tzanck tes adalah satu teknik standar diagnostik gun a melakukan diagnosis cepat
pada kelainan kulit vesiko-bulosa pada saat ada keraguan kemungkinan infeksi oleh
virus atau bukan. Misalnya lesi vesiko-bulosa yang disebabkan varisela-zoster atau
herpes simpleks (walaupun tak dapat membedakanantara HSV-1 atau HSV-2) dengan
vesikobulosa pada pemfigus vulgaris. Caranyaadalah mengerok dasar vesikel
barudengan pisau scalpel dan hasil kerokan tersebut dioleskan tipis ke permukaan kaca
objek (slides). Slides dipulas dengan cairan Giemsa atau Wright, di bawah mikroskop
akan tampak sel akantolisis (sel keratinosit berinti besar) atau multinucleated giant
cells, yang menunujukkan sel keratinosit tersebut telah terinfeksi virus.
f. Fluoresensi: pemeriksaan dengan lampu sinar Wood.
Lampu Wood menghasilkan sinar yang memancarkan ultraviolet gelombang
panjang yang tidak kasat mata, atau sinar gelap (black light) pada panjang gelombang
360 nm. Lampu Wood diletakkan pada jarak 10 cm dari permukaan kulit. Bila sinar
tersebut mengenai permukaan kulit yang sakit atau urin di dalam ruang gelap, pada
kondisi tertentu akan berfluoresen. Pada penyakit kulit, yaitu tinea kapitis atau tinea
versikolor akan menghasilkan fluoresen warna kuning keemasan, pada eritrasma
warna coral red, dan pada penyakit porfiria kutanea tarda tampak urin berfluoresensi
warna coral red; sedangkan pada infeksi pseudomonas tampak berfluoresensi warna
kehijauan. Lampu Wood dapat digunakan untuk melihat perbedaan wama pada
hiperpigmentasi, pigmen yang terletak superfisial akan tampak lebih gelap;
sedangkan pada hipopigmentasi misalnya vitiligo (depigmentasi lengkap) akan
tampak lebih putih dengan batas yang tegas dibandingkan dengan kulit sekitarnya.
g. Uji temple.
Uji tempel merupakan salah satu uji kulit guna mengetahui penyebab alergi,
biasanya pada dermatitis kontak alergik. Prinsipnya membuat miniatur dermatitis
pada kulit pasien. Tes dilakukan bila keadaan penyakit sudah tenang, pasien bebas
obat antihistamin dan kortikosteroid oral dan topikal sekurang-kurangnya 2 minggu
sebelum uji kulit. Uji kulit menggunakan perangkat yang berisi berbagai alergendan
memakai fin chamber (tempat untuk melekatkan reagens dan menempelkannya ke
kulit). Bahan uji kulit ditempelkan di punggung, ditutup dengan plester, kemudian
dibuka dan dibaca pada jam ke 24, 48, 72 dan 96. Reaksi positif dan derajat
kepositivan dinilai menggunakan standar baku.
h. Uji tusuk.
Uji tusuk merupakan salah satu uji kulit guna mengetahui penyebab alergi
terutama padapasien urtikaria atau pasien yang alergi terhadap berbagai alergen
makanan, tungau debu rumah, debu rumah dan alergen hirup yang ada di lingkungan
hidup. Uji kulit menggunakan perangkat alergen, dan jarum untuk uji kulit, serta alat
guna mengukur diameter urtika dengan diameter kontrol. Pembacaantimbulnya urtika
dilakukan 30 menit setelahuji kulit.
i. Ekstraksi komedo (Comedo extractor)
Kadang-kadang sulit membedakan papul komedo dengan lesi kulit yang lain
misalnya papul awal moluskum kontagiosum saat belum ada delle, komedo ekstraktor
digunakan guna mengeluarkan komedo sebagai bukti bahwa pasien menderita akne
vulgaris.
j. Uji TEWL
Alat transepidermal water loss (TEWL) adalah alat guna menilai besamya
kehilangan cairan tubuh per jam. Biasanya alat tersebut sekaligus mengukur
kemampuan kulit menahan air (skin capacitance) disebut juga alat Tewameter.
Pengukuran dan pembacaan hasil dilakukan dalam ruangan yang sudah ditentukan
suhu dan kelembabannya.
k. Uji aceto-white.
Uji ini digunakan untuk melihat langsung kulit atau mukosa yang terinfeksi virus
human papilloma (HPV). Larutan asam asetat 5% dioleskan di permukaan kulit atau
mukosa yang diduga terinfeksi HPV, bila terinfeksi di kulit yang diolesi asam asetat
akantampak bagian yang berwama putih yang menunjukkan infeksi HPV positif.
5. Setelah pemeriksaan dermatologik (inspeksi dan palpasi) dan pemeriksaan umum
(internal) selesai, dapat dibuat kesimpulan diagnosis sementara (diagnosis kerja) dan
diagnosis banding berdasarkan data anamnesis yang diperoleh dan morfologik (termasuk
tanda spesifik/patognomonik)

Anda mungkin juga menyukai