Anda di halaman 1dari 119

SKRIPSI

PERBEDAAN PENAMBAHAN TEPUNG TERIPANG (Holothuria scabra)


DAN SURIMI TERHADAP KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN
ORGANOLEPTIK BISKUIT

Oleh :

ANISA
NIM. Q1A1 17 046

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2022
PERBEDAAN PENAMBAHAN TEPUNG TERIPANG (Holothuria scabra)
DAN SURIMI TERHADAP KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN
ORGANOLEPTIK BISKUIT

Skripsi

diajukan kepada Fakultas Pertanian


untuk memenuhi salah satu syarat unuk memperoleh
gelar sarjana pada Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan

Oleh :

ANISA
NIM. Q1A1 17 046

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
iii
iv
v
UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat

Allah SWT, karena atas segala limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal ini. Sholawat serta salam tak

lupa penulis hanturkan kepada baginda Nabi Muhammad saw, kepada

keluarganya dan kepada para sahabatnya yang telah membawa kita dari zaman

kegelapan kezaman terang benerang yang seperti kita rasakan sekarang.

Penelitian ini berjudul “Perbedaan Penambahan Tepung Teripang

(Holothuria Scabra) dan Surimi Terhadap Karakteristik Fisikokimia dan

Organoleptik Biskuit” yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk

menyelesaikan studi pada Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan. Penulis

menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyususnan proposal ini.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan agar

proposal ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak. Sekian yang dapat penulis

katakan, semoga Allah Subhanahu Wata’ala melimpahkan rahmat kepada semua

pihak yang telah membantu, Aamiin.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini berkat adanya kerja

sama, bimbingan, serta bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu penulis

mengucapkan banyak terimah kasih sebanyak-banyaknya kepada bapak Prof. Dr.

Ir. H. Ansharullah, M.Sc selaku dosen pembimbing 1 dan bapak Nur asyik, SP.,

M.Si selaku dosen pembimbing II yang banyak membantu baik secara moril yang

vi
berupa bimbingan, saran, kritik, saran, nasehat, dan permohonan maaf atas segala

kesalahan penulis baik disengaja maupun tidak disengaja mulai awal sampai akhir

pembimbingan.

Ucapan terima kasih dan penghormatan yang sebanyak-banyaknya kepada

ayahanda tercinta Aminuddin dan ibu tercinta Zayana atas segala bantuan moril

maupun material, perhatian, motivasi, kasih sayang, do’a yang tidak ada henti-

hentinya demi keberhasilan penulis dalam menyelesaikan studi ini, dan dukungan

yang senantiasa mengiringi perjalanan hidup penulis selama kuliah di Universitas

Halu Oleo, serta saudara tersayang Zardin, Fitrianti, Erdion dan Lisna dan

seluluh keluarga besar serta para sahabat dan semua pihak terima kasih atas doa

dan motivasinya. Semoga Allah Subhanahu Wata’ala selalu melimpahkan rahmat

dan hidayah-Nya serta balasan setimpal dunia dan akhirat atas seluruh kebaikan

dan kasih sayang yang dicurahkan kepada penulis, Amin Ya rabbal Alamin.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan rasa terima kasih kepada

pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu penulis,

terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zamrun F., S.Si., M.Sc. selaku Rektor

Universitas Halu Oleo;

2. Bapak Prof. Dr. Ir. R. Marsuki Iswandi, M.Si selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Halu Oleo, besarta Wakil Dekan I Prof. Ir. H. Andi

Khaeruni R., M.Si, Wakil Dekan II Dr. Awwaluddin Hamzah, S.P., M.Si

dan Wakil Dekan III Dr. La Ode Alwi, S.P., M.P;

vii
3. Bapak Nur Asyik, S.P., M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu dan Teknologi

Pangan Universitas Halu Oleo dan Sekretaris Jurusan Ibu Mariani L, SP.,

M.Sc;

4. Kepada Tim Penguji Ibu Ir. Asnani, M. Si selaku ketua penguji, ibu Mariani

L, SP., M.Sc selaku sekretaris, dan bapak Ir. Hermanto, MP selaku anggota

penguji yang telah memberi saran, masukan dan kritik yang bermanfaat bagi

penulis;

5. Bapak Ir. Hermanto, MP selaku Penasehat Akademik yang telah

membimbing, menasehati serta memberi dorongan kepada penulis selama

proses penyelesaian studi;

6. Seluruh dosen dan staf lingkup Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

Pertanian Universitas Halu Oleo;

7. Kepala Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian,

Universitas Halu Oleo ibu RH. Fitri Faradilla, S.T.P., M.Sc., Ph.D;

8. Teman-teman Teknologi Pangan terutama angkatan 2017 yang telah berbagi

kebersamaannya selama ini susah maupun senang sehingga tetap terjaga

persaudaraan;

9. Sahabat penulis yang telah menemani penulis selama masa studi (Hiati, S.T.P.,

nining sarnita, S.T.P., Arni, Erfina, Elan, pipit, fitriani) serta seluruh

sahabat penulis yang selalu membantu, mendukung, dan memberikan motivasi

yang baik dalam perkuliahan pada kehidupan sehari-hari;

10. Teman penulis terkhusus (Romin) yang selalu mendukung, memotivasi,

memberikan masukan yang baik dan membantu penulis selama ini;

viii
11. Teman-teman seperjuangan penulis angkatan 2017 Jurusan Ilmu Teknologi

Pangan terkhusus kelas 2017A; dan

12. Semua rekan-rekan dan pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan persatu

atas segala bantuannya kepada penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwasannya

masih banyak kekurangan-kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan skripsi

ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya

pembaca pada umumnya terutama dalam bidang Teknologi Pangan, Amin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Kendari, 17 Juni 2022

ANISA
Q1A117046

ix
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Anisa biasa dipanggil Ani dilahirkan


di Desa Wasalabose pada Tanggal 23 Maret 1999.
Penulis merupakan anak keempat dari 5 bersaudara.
Putri dari pasangan bapak Aminuddin dan ibu
Zayana. Penulis menempuh pendidikan di SDN 19
Kulisusu pada tahun 2005 dan berhasil lulus pada
tahun 2011. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 6 Kulisusu pada
tahun 2011 dan berhasil lulus pada tahun 2014. Selanjutnya penulis melanjutkan
pendidikannya di SMAN 3 Kulisusu dan berhasil lulus pada tahun 2017. Pada
tahun 2017, penulis melanjutkan pendidikannya di Universitas Halu Oleo dan di
terima menjadi Mahasiswa Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Pertanian, Universitas Halu Oleo Kendari Melalui Jalur SBMPTN. Penulis
melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Penambahan Tepung Teripang
(Holothuria Scabra) Dan Surimi Terhadap Karakteristik Fisikokimia Dan
Organoleptik Biskuit” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
pada jenjang S1 pada program Studi Teknologi Pangan, Jurusan Ilmu dan
Teknologi Pangan. Fakultas Pertanian, Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari,
Sulawesi Tenggara.

x
ABSTRAK

Anisa (Q1A117046). “Perbedaan Penambahan Tepung Teripang (Holothuria


scabra) Dan Surimi Terhadap Karakteristik Fisikokimia Dan Organoleptik
Biskuit”, (Dibimbing Oleh Prof. Dr. Ir. H. Ansharullah, M.Sc sebagai dosen
Pembimbing 1 dan Nur Asyik, SP., M.Si sebagai Dosen Pembimbing II).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan penambahan tepung


teripang (Holothuria scabra) dan surimi terhadap karakteristik fisikokimia dan
organoleptik biskuit. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 5 perlakuan (tepung teripang : surimi) T0(0 g : 0 g), T1(2.5 g : 0
g), T2( 5 g : 0 g), S1(0 g : 2.5 g), S2( 0 g :5 g). Data dianalisis menggunakan
Analysis of Varian (ANOVA), jika berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji
Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kepercayaan 95% apabila F
hitung lebih besar dar F tabel. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan S2
memiliki rerata warna 4,00 (suka), aroma 4,20 (suka), rasa 4,33 (suka), tekstur
4,20 (suka) dan deskriptif warna 2,43 (agak coklat), aroma 3,39 (agak beraroma
khas teripang), rasa 3,97 (gurih), tekstur 3,47 (agak renyah), kadar air (1,03%),
kadar abu (1,93%), kadar lemak (15,11%), kadar protein (10,16%) dan kadar
karbohidrat (82,83%). Berdasarkan hasil penelitian produk biskuit dengan
penambahan tepung teripang dan surimi memenuhi standar SNI.

Kata Kunci: Biskuit, Tepung Teripang dan Surimi.

xi
ABSTRACT

Anisa (Q1A117046). “The Difference in Addition of sea cucumber Flour


(Holothuria scabra) and surimi to the Physicochemical and Organoleptic
Characteristics of Biscuits” (Supervised by Prof. Dr.Ir.H.Ansharullah, M.Sc as
advisor I and Nur Asyik, SP.,MSi as Advisor II).

This study aims to determine the differences in the addition of sea


cucumber flour (Holothuria scabra) and surimi to the physicochemical and
organoleptic characteristics of biscuits. This study used a completely randomized
design (CRD) with 5 treatments (sea cucumber flour: surimi) T0(0 g : 0 g), T1(2,5
g : 0 g), T2(5 g : 0 g), S1(0 g : 2,5 g), S2( 0 g : 5 g). The data were analyzed using
Analysis of Variance (ANOVA), if it had a significant effect, it was continued with
Duncan's Multiple Range Test (DMRT) at a 95% confidence level if the calculated
F was greater than the F table. The results showed that the S2 treatment had an
average color of 4.00 (like), aroma 4.20 (like), taste 4.33 (like), texture 4.20 (like)
and descriptive color 2.43 (slightly brown), aroma 3.39 (slightly smelly typical of
sea cucumbers), taste 3.97 (tasty), texture 3.47 (slightly crunchy), water content
(1.03%), ash content (1.93%), fat content (15.11%), protein content (10.16%) and
carbohydrate content (82.83%) . Based on the research results, biscuit products
with the addition of sea cucumber flour and surimi meet SNI standards.

Keywords: Biscuits, Sea Cucumber Flour and Surimi.

xii
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Sampul............................................................................................i
Halaman Judul................................................................................................ii
Halaman Pernyataan......................................................................................iii
Halaman Pengesahan.....................................................................................iv
Halaman Persetujuan Panitia Ujian.............................................................v
Ucapan Terima Kasih.....................................................................................vi
Riwayat Hidup................................................................................................x
Abstrak............................................................................................................xi
Abstract.............................................................................................................xii
Daftar Isi..........................................................................................................xiii
Daftar Tabel....................................................................................................xvi
Daftar Gambar................................................................................................xviii
Daftar Lampiran.............................................................................................xix
1. PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang.....................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................ 3
1.3. Tujuan Penelitian................................................................................. 4
1.4. Manfaat Penelitian............................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 5
2.1............................................................................................................... Deskripsi Teori............
5
II.1.1. Teripang Pasir........................................................................... 5
II.1.2. Tepung Teripang....................................................................... 10
II.1.3. surimi teripang......................................................................... 11

xiii
2.2............................................................................................................... Biskuit..........................
13
2.2.1. Bahan Penunjang Biskuit........................................................... 14
2.3............................................................................................................... Kerangka Pikir Peneliti
21
2.4............................................................................................................... Hipotesis......................
23
III. METODE PENELITIAN........................................................................ 24
3.1. Tempat dan Waktu Penelitia............................................................... 24
3.2. Alat dan Bahan.................................................................................. 24
3.3. Rancangan Penelitian........................................................................ 25
3.4. Prosedur Penelitian............................................................................. 25
3.4.1. Proses Pembuatan Tepung Teripang Pasir.................................. 25
3.4.2. Proses Pembuatan Surimi Teripang............................................ 26
3.4.3. Proses Pembuatan Biskuit.......................................................... 26
3.5. Variabel Pengamatan.......................................................................... 27
3.6. Analisis Data...................................................................................... 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 28
4.1. Hasil.................................................................................................... 28
4.1.1. Uji Organoleptik Hedonik.................................................................. 28
4.1.1.1. Warna.................................................................................... 29
4.1.1.2. Aroma............................................................................... 30
4.1.1.3. Rasa................................................................................... 31
4.1.1.4. Tekstur.............................................................................. 32
4.1.2. Uji Organoleptik Deskriptif.......................................................... 33
4.1.2.1. Warna.................................................................................. 34
4.1.2.2. Aroma.................................................................................. 36
4.1.2.3. Rasa..................................................................................... 37
4.1.2.4. Tekstur................................................................................. 38
4.1.2. Komponen Nilai gizi.......................................................................... 40
4.2. Pembahasan............................................................................................... 42

xiv
4.2.1. Uji Organoleptik....................................................................... 42
4.2.1.1. Warna................................................................................ 43
4.2.1.2. Aroma.................................................................................... 44
4.2.1.3. Rasa....................................................................................... 46
4.2.1.4. Tekstur................................................................................... 48
4.2.2. Komponen Nilai Proksimat................................................................ 50
4.2.2.1. Kadar Air............................................................................... 50
4.2.2.2. Kadar Abu.............................................................................. 51
4.2.2.3. Kadar Lemak......................................................................... 53
4.2.2.4. Kadar Protein......................................................................... 54
4.2.2.5. Kadar Karbohidrat................................................................. 56
V. PENUTUP................................................................................................... 58
5.1. Kesimpulan................................................................................................ 58
5.2. Saran.......................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................60

xv
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi Gizi Teripang Pasir .......................................................... 8


2. Syarat MutSurimi Beku...................................................................... 13
3. StandarMutuBiskuit ........................................................................... 14
4. Kandungan Gizi Tepung Terigu ........................................................ 15
5. Kandungan Gizi Sagu......................................................................... 16
6. Kandungan Gizi Bekatul.................................................................... 17
7. Kandungan Gizi Margarine................................................................ 18
8. Kandungan Gizi Telur........................................................................ 19
9. Rekapitulasi Sidik Ragam Hedonik Pengaruh Penambahan Tepung
Teripang dan Surimi........................................................................... 28
10. Rerata Hasil Penerimaan Hedonik Warna terhadap produk
biskuit penambahan tepung teripang dan surimi............................. 29
11. Reerata Hasil Penerimaan Hedonik Aroma terhadap produk
biskuit penambahan tepung teripang dan surimi.............................. 30
12. Rerata Hasil Penerimaan Hedonik Rasa terhadap produk
biskuit penambahan tepung teripang dan surimi.............................. 32
13. Rerata Hasil Penerimaan Hedonik Tekstur terhadap produk
biskuit penambahan tepung teripang dan surimi.............................. 33
14. Rekapitulasi Sidik Ragam Deskriptif Pengaruh Penambahan
Tepung Teripang dan Surimi........................................................... 34
15. Rerata Hasil Penerimaan Deskriptif Warna terhadap produk
biskuit penambahan tepung teripang dan surimi.............................. 35

xvi
16. Rerata Hasil Penerimaan Deskriptif Aroma terhadap produk
biskuit penambahan tepung teripang dan surimi.............................. 36
17. Rerata Hasil Penerimaan Deskriptif Rasa terhadap produk
biskuit penambahan tepung teripang dan surimi.............................. 38
18. Rerata Hasil Penerimaan Deskriptif Tekstur terhadap produk
biskuit penambahan tepung teripang dan surimi............................. 39
19. Komponen Nilai Fisikokimia/ Proksimat Produk Biskuit............... 40

xvii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Teripang Pasir .............................................................................................6


2. Bagan Kerangka Pikir .................................................................................22
3. Proses Pembuatan Biskuit............................................................................95
4. Uji Organoleptik..........................................................................................96

xviii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Denah Penelitian................................................................................................65
2. Diagram Alir pembuatan teripang pasir...........................................................66
3. Diagram Alir pembuatan Surimi.......................................................................67
4. Digram Alir Penelitian......................................................................................68
5. Format Uji Organoleptik...................................................................................69
6. Analisis Kadar Air Metode Thermogravimetri (AOAC,2005).........................71
7. Analisis Kadar Abu Metode Thermogravimetri (AOAC, 2005).......................72
8. Analisis Kadar Lemak (AOAC, 2005)..............................................................73
9. Analisis Protein (AOAC, 200)..........................................................................74
10. Aanalis Kadar Karbohidrat by different (AOAC, 2005).................................75
11.Hasil Penilaian Hedonik Organoleptik Warna Tepung Teripang.....................76
12.Hasil Penilaian Hedonik Organoleptik Aroma Tepung Teripang....................77
13.Hasil Penilaian Hedonik Organoleptik Rasa Tepung Teripang.......................78
14.Hasil Penilaian Hedonik Organoleptik Tekstur Tepung Teripang...................79
15.Hasil Penilaian Deskriptif Organoleptik Warna Tepung Teripang.................80
16.Hasil Penilaian Deskriptif Organoleptik Aroma Tepung Teripang..................81
17.Hasil Penilaian Deskriptif Organoleptik Rasa Tepung Teripang dan..............82
18.Hasil Penilaian Deskriptif Organoleptik Tekstur Tepung Teripang dan..........83
19.Hasil penilaian Hedonik Organoleptik Warna Surimi......................................84
20.Hasil penilaian Hedonik Organoleptik Aroma Surimi.....................................85

xix
21.Hasil penilaian Hedonik Organoleptik Rasa Surimi........................................86
22.Hasil penilaian Hedonik Organoleptik Tekstur Surimi....................................87
23.Hasil penilaian Deskriptif Organoleptik  WarnaSurimi...................................88
24. Hasil penilaian  Deskriptif Organoleptik Aroma Surimi.................................89
25.Hasil penilaian Deskriptif Organoleptik Rasa Surimi......................................90
26. Hasil penilaian Deskriptif Organoleptik Tekstur Surimi.................................91
27. Komponen Nilai Fisikokimia..........................................................................92
28. Dokumentasi Penelitian...................................................................................95
29. Dokumentasi Organoleptik..............................................................................96

xx
1

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil teripang terbesar di

dunia. Saat ini teripang menjadi sala satu komoditi ekspor subsector perikanan

yang cukup potensial khususnya untuk Indonesia. Saat ini perdagangan teripang

sudah meluas, terutama di Hongkong dan Singapura yang merupakan dua Negara

pusat perdagangan ekspor teripang dunia. Teripang telah diolah dan

diperdagangkan di USA, Kanada, Eropa, Taiwan, Cina, Australia, Malaysia,

Thailand dan beberapa negan lainnya. Dari banyaknya jenis spesies teripang yakni

berkisar 650 jenis teripang di Dunia, hanya 10% yang terdapat di Indonesia.

Teripang (Holothuria Scabra) merupakan salah satu komoditas perikanan

yang bernilai ekonomis tinggi dan sangat digemari dipasar internasional. Biota

laut ini telah digunakan sejak lama oleh bangsa cina sebagai obat-obatan alami

karena dipercaya dapat memperkaya darah, mengobati penyakit ginjal dan organ

reproduksi. Farouk et al., (2007) menambahkan bahwa ekstrak teripang

menunjukan aktifitas antiprotozoa dan menghambat sel tumor, serta dapat

digunakan sebagai penyembuh luka dan antitrombotik (mengurangi pembekuan

darah didalam saluran darah) sehingga dapat mengurangi resiko penyakit jantung

dan stroke.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, kandungan nutrisi

teripang dalam kondisi kering terdiri dari protein sebanyak 82%, lemak 1,7%,

kadar air 8,9%, kadar abu 8,6%, dan karbohidrat 4,2%. Teripang juga
2

mengandung mineral yang cukup lengkap berupa kalsium, natrium, fosfor,

kromium, mangan, zat besi, kobal, seng dan vanadium (Elfida sari, 2012). Dengan

kandungan nutrisi yang baik teripang bisa dijadikan tepung sebagai alternatif yang

dapat diaplikasikan pada berbagai produk salah satunya yaitu biskuit.

Surimi merupakan produk semi basah (konsentrat protein) yang dihasilkan

dengan cara melakukan pencucian daging secara berulang hingga didapatkan

protein larut garam berupa miofibril. Pencucian daging bertujuan untuk

melarutkan berbagai komponen larutan air misalnya protein sarkoplasma, darah,

enzim (Ramirez et al., 2011). Surimi dapat dibuat dari beberapa hewan laut

mislanya ikan nila, ikan lele, dan salah satunya yaitu teripang.

Penggunaan teripang dalam meningkatkan nilai gizi khususnya protein

telah dilakukan. Almin (2019) melaporkan bahwa penggunaan tepung teripang

pasir (Holothuria scabra) dalam pembuatan biskuit yang berbasis tepung sagu

(Metroxylon sagu Rott) dapat meningkatkan nilai protein dari 12,37% menjadi

14,04%, selain itu Vatma (2019) juga melaporkan bahwa penambahan tepung

teripang pasir pada mie basah nilai protein produk biskuit meningkat dari 6,70%

menjadi 7,23%.

Biskuit adalah jenis kue kering yang mempunyai rasa manis, berbentuk

kecil, dan diperoleh dari proses pengovenan dengan bahan dasar tepung terigu,

margarine, gula halus dan kuning telur (Wulandari et al., 2010). Biskuit sudah

menjadi salah satu makanan cemilan praktis bagi masyarakat Indonesia bahkan

dikalangan anak-anak. Biskuit merupakan salah satu produk yang memiliki

kandungan protein yang sedikit lebih rendah. Menurut SNI (2011), kandungan
3

biskuit dalam kondisi kering pada umumnya mengandung protein 6,9%, lemak

14,4%, dan karbohidrat 75,1%.

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini dilakukan riset tentang

perbedaan penambahan tepung teripang dan surimi terhadap karakteristik

fisikokimia dan organoleptik biskuit dengan tujuan untuk meningkatkan nilai gizi

pada produk biskuit.

I.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh penambahan tepung teripang dan surimi teripang

terhadap karakteristik organoleptik biskuit?

2. Bagaimana pengaruh penambahan tepung teripang dan surimi teripang

terhadap kandungan fisikokimia biskuit?

3. Perlakuan manakah yang memiliki kualitas paling baik ditinjau dari kualitas

organoleptik biskuit?

I.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung teripang dan surimi teripang

terhadap karakteristik organoleptik biskuit.

2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung teripang dan surimi

teripang terhadap kandungan fisikokimia biskuit?

3. Untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis antara biskuit berbasis tepung

teripang dan surimi teripang.


4

I.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian pada penelitian ini adalah memberikan

informasi kepada masyarakat dan para pelaku industri mengenai cara pengolahan

teripang sebagai pangan.


5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Teori

2.1.1. Teripang (Holothuria scabra)

Teripang merupakan hasil laut yang bernilai ekonomis penting dan

penting dan sebagai komoditi ekspor sektor perikanan yang cukup potensial.

Pemanfaatan teripang di Indonesia tergolong rendah dan kurang populer. Karena

teripang memiliki nilai estetika yang rendah dinilai dan bentuk fisik teripang

dapat dijadikan sebagai sumber biofarma potensial dan makanan kesehatan

dengan kandungan gizi yang tinggi terutama kandungan proteinnya, sehingga

dapat dijadikan bahan baku berbagai industri diberbagai negara (Karnila et al.,

2011).

Teripang adalah hewan Echino dermata laut bernilai ekonomis tinggi.

pasaran internasional jenis ini dikenal dengan nama teat fish, di Hongkong disebut

hoy sum, di Jepang disebut namako, di Australia disebut teat fish, di Indonesia

disebut teripang atau ketimun laut, sedangkan di Kendari hewan ini dikenal

dengan nama sowolo one. Tiga jenis genus teripang (Holothuria, Muelleria, dan

Stichopus) yang terdiri dari 23 spesies ditemukan diperairan pantai Indonesia,

jenis Holothuria scabra merupakan jenis yang paling dicari oleh nelayan

penangkap. Hasil observasi diperoleh informasi bahwa untuk mendapatkan

teripang, nelayan sulawesi tenggara bahkan telah melewati batas perairan

Indonesia dan memasuki wilayah perairan Australia. Hal ini didorong oleh harga
6

jual yang tinggi sementara diperairan pantai Provinsi Sulawesi Tenggara semakin

berkurang.

Klasifikasi teripang menurut (Martoyo et al., 2006) adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Echinodermata

Classis : Holothuridae

Ordo : Aspidochirotida

Familia : Aspidochirota

Genus : Holothuria

Species : Holothuria scabra

Gambar 1. Teripang (Dokumentasi pribadi.)

Teripang ditemukan dengan berbagai macam warna, ada yang berwarna

hitam, putih, abu-abu, belang dan lain-lain. Masing-masing daerah mempunyai

nama lokal atau nama daerah berbeda-beda untuk masing-masing jenis teripang.

Misalnya teripang H. scabra di daerah kepulauan seribu dikenal dengan teripang

pasir, sedangkan didaerah Manado dikenal dengan teripang susunan (Martoyo et

al., 2006). Jenis H. scabra dapat dilihat pada gambar diatas.


7

2.1.1.1. Morfologi teripang

Tubuh teripang secara garis besar terdiri atas 4 bagian yaitu daging, kulit,

jeroan, dan gonad, air dan kotoran. Daging merupakan bagian luar tubuh teripang

yang ditutupi oleh lapisan kulit yang tebal. Jeroan dan gonad merupakan bagian

dalam tubuh teripang. Jeroan terdiri dari saluran usus, lambung dan saluran

lainnya yang banyak mengandung air dan pasir sedangkan gonad berwarna kuning

untuk teripang betina dan warna putih untuk teripang jantan. Panjang rata-rata

teripang ini berkisaran 20-35 cm dengan bobot berat 200-350 gram. Teripang

dewasa memiliki ciri-ciri antara lain tubuh panjang antara 20-35 cm dengan bobot

berat 200-500 gram. Rata-rata usia teripang dewasa adalah 6,5-8 bulan (Fechter

1969).

2.1.1.2. Komposisi gizi teripang

Kandungan nutrisi teripang terdiri dari protein sebanyak 82%, kandungan

lemak 1,7%. Kandungan lemak pada teripang terdiri atas asam lemak jenuh dan

asam lemak tak jenuh. Kadar air 8,9%, kadar abu 8,6% dan karbohidrat 4,2%.

Teripang juga mengandung mineral yang cukup lengkap berupa kalsium, natrium,

fosfor, kromium, mangan, zat besi, kobal, seng dan vanadium (Sari, 2012). Selain

itu teripang juga mengandung asam lemak linolenat dan arakidonat (Nurjanah,

2008). Kondisi ini menunjukkan suatu keunggulan kandungan kimia teripang

sebagai makanan kesehatan karena memiliki kandungan omega 3 (linolenat, EPA

dan DHA) dan omega 6 (linolenat dan arakidonat). Komposisi Kandungan Gizi

Teripang per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 1.


8

Tabel 1.Komposisi Kandungan Gizi Teripang per 100 gram

Komposisi Dalam gram


Air 8,90 g
Protein 82,00 g
Lemak 1,70 g
Abu 8,60 g
Karbohidrat 4,80 g
Kalsium 308,00 mg
Fosfor 23,00 mg
Zat besi 41,70 mg
Natrium 770,00 mg
Kalium 91,00 mg
Vitamin A 455,00 mg
Vitamin B 0,04 mg
Tiamin 0,07 mg
Riboflavin 0,40 mg
Niasin _
Total kalori 385,00 Cal/ 100 g
Sumber: Widodo, 2013

2.1.1.3. Manfaat teripang

Teripang telah dikenal dan dimanfaatkan sejak lama oleh bangsa Cina.

Teripang telah dijadikan hidangan istimewa dalam sebuah perayaan besar oleh

bangsa Cina serta mempunyai khasiat pengobatan untuk beberapa penyakit. Di

Negara Cina, dilaporkan bahwa secara medis untuk teripang jenis Stichopus

japonius yang berkhasiat menyembuhkan penyakit ginjal, paru-paru basah,

anemia, serta jaringan tubuh (Kordi 2010).

Teripang di Indonesia telah dimanfaatkan cukup lama, terutama oleh

masyarakat disekitar pantai yaitu nelayan teripang, yang diolah menjadi bahan

makanan maupun obat-obatan. Air rebusan teripang telah dimanfaatkan untuk

penyembuhan khitan pada anak laki-laki, selain itu diberikan kepada wanita yang
9

baru saja melahirkan untuk menghentikan pendarahan. Untuk dikonsumsi pasar

Internasional. Teripang yang diperdagangkan dalam bentuk daging dan kulit

kering.

Pemanfaatan teripang dalam bidang farmasi disebabkan karena teripang

mengandung berbagai bahan aktif yang bermanfaat. Berbagai penelitian telah

dilakukan untuk mengetahui manfaat teripang dalam bidang kesehatan. Wibowo

dan Yunizal (1997) menyatakan bahwa teripang mengandung senyawa

antioksidan yang berfungsi mengurangi kerusakan sel jaringan tubuh. Farouk et

al., (2007) menambahkan bahwa ekstrak teripang menunjukkan aktivitas

antiprotozoa dan menghambat sel tumor, serta dapat di gunakan sebagai

penyembuh luka dan antitrombotik ( mengurangi pembekuan darah di dalam

saluran darah ) sehingga dapat mengurangi resiko penyakit jantung dan stroke.

Teripang merupakan salah satu bahan alam yang kaya akan metabolit

sekunder, diantaranya steroid, sapogenin, saponin, triterpenoid,

glycosaminoglycan, lektin, alkaloid, fenol dan flavonoid ( Bordbaret al., 2011).

Berdasarkan kandungan senyawa bioaktif yang dimilikinya, H. Scabra dapat

digunakan sebagai antikoagulan dan antitrombotik, menurunkan kadar kolestrol

dan lemak darah, anti kanker dan antitumor, antibakteri, imunostimulan,

antijamur, antivirus, antimalaria, dan antirematik ( Farouket et al., 2007).

Berdasarkan beberapa penelitian H. Scabra telah terbukti sebagai agen antibakteri

yang potensial. Potensi ekstrak antibakteri dari H. Scabra dapat berasal dari

adanya agen antibakteri yaitu steroid ( Bordbaret al., 2011), saponin (Abraham et

al., 2002), dan triterpenoid ( Farouk et al., 2007).


10

2.1.2. Tepung Teripang

Tepung teripang merupakan tepung yang dihasilkan dari daging teripang

segar yang dikeringkan kemudian diolah menjadi tepung dengan cara di blender.

tepung teripang yang dihasilkan berwarna putih kusam atau hamp ir sama dengan

warna awal dari daging teripang segar. tepung teripang memliki kandungan nutrisi

(proksimat) yaitu 9,13% kadar air, 61,31% kadar protein, 3,68% kadar lemak,

12,52% kadar abu, dan 13,36% kadar karbohidrat. Kadar protein yang cukup

tinggi pada daging teripang menunjukkan bahwa teripang memiliki nilai gizi

yang cukup baik sebagai bahan makanan. Di Indonesia sendiri, teripang telah

dimaanfaatkan cukup lama terutama oleh masyarakat disekitar pantai sebagai

bahan makanan. Untuk konsumsi pasar internasional biasanya teripang

diperdagangkan dalam bentuk daging dan kulit kering. Sebagai bahan makanan,

teripang dapat diolah menjadi beberapa produk makanan, yaitu teripang kering

(beche de mer), usus asin (konowata), gonad kering (kanoko), otot kering,

teripang kaleng dan kerupuk teripang. Namun konsumsi komoditas ini masih

terbatas dalam kalangan menengah ke atas. Teripang kering banyak dijumpai di

swalayan di kota-kota besar Martoyo et al., (2006).

Kulit luar teripang terdiri atas suatu lapisan yang melekat kuat dan terasa

kasar dengan rangka berbentuk jarum atau keping-keping kecil yang berkapur dan

menyebar dalam jaringan dinding tubuh. Karakteristik kulit tubuh yang khas

menurut penanganan khusus untuk mendapatkan produk yang bermutu tinggi.

Salah satu cara penting dalam pengelolaan teripang adalah teripang harus bebas

dari lapisan kapur yang melekat pada tubuhnya. Apabila dijumpai masih banyak
11

kapur pada permukaan kulit teripang kering maka produknya digolongkan dalam

produk bermutu rendah (Tanikawa, 1971).

2.1.3. Surimi Teripang

Surimi merupakan istilah dalam bahasa jepang untuk daging lumat dan

dapat disebut pula sebagai olahan daging cincang yang telah mengalami beberapa

proses yang dimaksudkan untuk menghilangkan komponen larut dalam air seperti

protein, sarkoplasma, darah dan enzim. Produk surimi mengalami peningkatan

cukup tajam. peningkatan tersebut dapat dilihat pada presentase permintaan yang

cukup tajam (2-3%) pada tahun 2002-2003 (Park, 2000). Pada dasarnya hampir

semua daging bisa dijadikan surimi. Hal pertama yang dilakukan sebelum

membuat surimi adalam membuat daging lumat atau minced fish. Daging giling

yang digunakan untuk pembuatan surimi sebaiknya berukuran 3 mm sampai 5

mm. sebelum dipress daging harus dibersihkan dari tulang, kulit dan darah.

Ukuran dan tekstur pada daging juga akan mempengaruhi kualitas minced fish

(Park, 2000).

Surimi yang baik adalah surimi yang memiliki warna putih, rasa yang baik

dan kekuatan gel yang kuat. Surimi yang baik biasanya terbuat dari bahan baku

yang segar. Surimi adalah protein miofibril yang stabil yang terdapat dari daging

yang telah dipisahkan dari tulang dan kulitnya kemudian digiling, setelah itu

dicuci serta dicampurkan dengan cryoprotectant. Surimi juga merupakan produk

antara yang dapat digunakan untuk variasi produk lainya seperti kamakobo,

chikuwa dan beberapa produk tradisional lainnya. Sebelum tahun 1960, surimi
12

disimpan dan digunakan dalam beberapa hari saja, hal ini dikarenakan surimi

hanya dapat disimpan pada suhu dingin lemari es. Pada waktu itu proses

pendinginan beku akan menyebabkan protein akan keluar dan mengalami yang

namanya denaturasi (Par, 2000). Ada dua tipe surimi beku yaitu, Mu-en surimi,

yang dibuat dengan menggiling campuran daging yang telah dicuci dan dicampur

dengan gula fosfat tanpa penambahan dan telah mengalami proses pembekuan

sedangkan Ka-en surmi dibuat dengan menggiling campuran daging ikan yang

telah dicuci dengan gula dan garam serta yang telah mengalami proses

pembekuan. Selain surimi beku, terdapat tipe lain yang disebut nama surimi (raw

surimi) yaitu surimi yang tidak mengalami proses pembekuan (Okada, 1992).

Keuntungan surimi beku adalah:1) suplainya stabil dan memudahkan perencanaan

produk olahananya; 2) biaya penyimpanan dan transportasi lebih rendah, karena

merupakan bagian yang bermanfaat sja; 3) harga stabil karena dapat disimpan

lama; 4) masalah pembuangan limbah lebih kecil dan 5) menghemat tenaga kerja

Karena penanganannya lebih mudah ( Miyake et al., 1985). Syarat Mutu Surimi

Beku (SNI 01-2693-19992) dapat dilihat pada Tabel 2.


13

Tabel 2. Syarat Mutu Surimi Beku (SNI 01-2693-19992)

Jenis Uji Satuan P Persyaratan Mutu


Organoleptik
- Nilai Min 7
Cemaran Mikroba
- ALT, maks Koloni/g 5x105
- Escherichia coli AMP/g <3
- Coliform Per 25g 3
- Salmonella*) Per 25g Negatif
- Vibrio cholera*) Negatif
C Cemaran Kimia
- Abu total, maks %b/b 1
- Lemak, maks %b/b 0,5
- Protein, min %b/b 15
Fisika
- Suhu pusat maks C -108c
- Uji lipat, min g/cm2 Grade A
- Elastisitas, min 3 00
Ket: ALT = Angka Lempeng Total; AMP = Angka yang Paling Memungkinkan
*) jika diminta importer
(Sumber: Standar Nasional Indonesia 01-2693-1992)

2.2. Biskuit

Biskuit merupakan produk olahan makanan kering yang dibuat dengan

cara memanggang adonan yang diantaranya mengandung bahan dasar lemak,

terigu dan bahan pengembang dengan atau tanpa adanya penambahan bahan

makanan tambahan lain yang porsi takaran kadar protein tidak boleh kurang dari

9% serta kadar air tidak boleh melebihi dari 5% (Wiajaya, 2010).

Biskuit umumnya terbuat dari tepung terigu. Terigu merupakan bahan

utama dalam pembuatan biskuit. Funggsi terigu adalah sebagai bahan pembentuk

struktur, sumber karbohidrat, sumber protein, dan pembentuk sifat kenyal

(Astawan, 1999). Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan biskuit adalah


14

tepung teripang, tepung terigu, sagu, bekatul, telur, susu bubuk, vanili, baking

powder, mentega, gula pasir. Tepung yang digunakan pada penelitian ini adalah

tepung teripang dengan kandungan protein yang tinggi.

Biskuit merupakan makanan kering yang tergolong makanan panggang

atau kue kering. Biskuit biasanya dibuat dari bahan dasar tepung terigu atau

tepung jenis lainnya. Biskuit merupakan makanan selingan (snack) yang sangat

digemari oleh semua kalangan masyarakat dalam segala umur. Menurut Standar

Industri Indonesia, biskuit dibagi atas empat kelompok yaitu biskuit keras,

crackers, cookies, dan wafer.

Keuntungan lainnya dari biskuit adalah tidak membutuhkan persiapan

yang rumit, mudah didistribusikan, mempunyai masa simpan yang lama, dan

dapat dengan mudah dikonsumsi. Konsentrat protein teripang dapat digunakan

sebagai diversifikasi protein untuk meningkatkan gizi pada biskuit. Nilai gizi

biskuit dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Standar Mutu Biskuit menurut SNI 01-2973-1992

No. Zat Gizi Satuan Standar


1 Energi Kkal Minimum 400
2 Protein % Minimum 9
3 Lemak % Minimum 9,5
4 Karbohidrat %
4.1. Serat % Maksimum 0,5
4.2. Karbohidrat % Minimum 70
5 Air % Maksimum 5
(Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 1992).

2.2.1. Bahan penunjang pembuatan biskuit

Adapun bahan-bahan dalam pembuatan biskuit adalah sebagai berikut.


15

a. Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan hasil ekstraksi dari penggilingan gandum (T.

sativum) yang tersusun dari 67-70% karbohidrat. 10-14% protein dan 1-3% lemak

(Ringanakos dan Kontaminas, 1995). Menurut Damodaran dan Paraf (1997)

sebagian besar produk makanan, pati terigu terdapat dalam bentuk granula kecil

dalam suatu sistem, contohnya adonan, pati terigu terdispersi dan berfungsi

sebagai bahan pengisi.

Gluten merupakan protein utama dalam tepung terigu yang terdiri dari

gliadin (20-25%) dan glutenin (35-40%). Menurut Fennema (1996), sekitar 30%

asam amino gluten adalah hidrofobik dan asam-asam amino tersebut dapat

menyebabkan protein mengumpul melalui interaksi hidrofobik serta mengikat

lemak dan substansi non polar lainnya. Gluten memiliki kemampuan yang dapat

membentuk adhesive (sifat lengket), cohesive (dapat menjadi padu). Penggunaan

gluten dalam pembuatan roti untuk memberikan kekuatan pada adonan, mampu

menyimpan gas, membentuk struktur dan menyerap air. Gluten juga digunakan

untuk tujuan formulasi dan bahan pengisi. Kandungan gizi dalam 100 gram

tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan gizi dalam 100 gram tepung terigu

No Kandungan Gizi Jumlah


1. Protein 9 gram
2. Lemak 1,5 gram
3. Abu 0,54 gram
4. Karbohidrat 77 gram
5. Serat 0,62 gram
6. Kalori 360 kkal
7. Air 11,8 gram
16

(Sumber : Tepung Bogasari, 2011).

b. Sagu

Sagu merupakan salah satu bahan pangan yang banyak mengandung

karbohidrat. sagu dapat diolah menjadi tepung sagu. tepung sagu merupakan

produk intermediate, dimana memerlukan pengolahan lebih lanjut untuk menjadi

produk olahan pangan yang memiliki nilai tambah. tepung sagu dapat digunakan

sebagai bahan baku dalam pembuatan makanan atau sebagai bahan tambahan

makanan. Kandungan gizi sagu dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan gizi sagu per 100 gram

Komponen Satuan
Air 14%
Kalori 335 kal
Karbohidrat 94 g
Protein 0,5 g
Lemak 0,2 g
Fosfor 13 mg
Kalsium 10 mg
Vitamin B1 0,01 mg
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan (1995).

c. Bekatul

Bekatul merupakan bagian terluar bulir beras yang terbuang selama proses

penyosohan beras. bekatul dipeoleh dari proses penggilingan padi, bagian sekam

akan terpisah dan diperoleh beras pecah kulit (brown rice). tahapan selanjutnya

adalah proses penyosohan beras yang bertujuan untuk menghilangkan dedak dan

bekatul dari bagian endosperma beras, sehingga diperoleh beras yang berwarna
17

putih, namun semakin miskin zat gizi. Komposisi nutrisi bekatul (edible grade)

dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi Nutrisi Bekatul (edible grade)

Nutrien Kandungan Nutrien Kandungan per


per(100 gram) 100 gram
Analisis Proksimat Vitamin
Protein 16,5 g Biotin 5,5 mg
Lemak 21,3 g Kolin 226 mg
Mineral 8,3 g Asam folat 83 µg
Total Karbohidrat 49,4 g Inositol 982 mg
Kompleks
Serat kasar 11,4 g
Serat pangan 25,3 g Mineral
Serat larut air 2,1 g Besi (fe) 11,0 mg
Pati 24,1 g Seng (Zn) 6,4 mg
Gula sederhana 5,0 g Mangan (Mg) 28,6 mg
Tembaga (Cu) 0,6 mg
Vitamin Iodin 67 µg
Tiamin (B1) 3,0 mg Kalsium (Ca) 80 mg
Riboflavin (B2) 0,4 mg Fosfor (P) 2,1 g
Niasin (B3) 43 mg Kalium (K) 1,9 g
Asam Pontotenat 7 mg Natrium (Na) 20,3 g
(B5)
Piridoksin (B6) 0,49 mg Magnesium 0,9 g
(Mg)
Sumber : Rao, 2000

d. Gula

Gula adalah molekul sederhana karena dapat larut dalam air dan langsung

dapat diserap oleh tubuh untuk diubah dan digunakan menjadi energi. Gula

merupakan salah satu pemanis yang umum dikonsumsi masyarakat. Gula biasanya

diguakan sebagai pemanis makanan maupun minuman, serta sebagai stabilizer


18

dan pengawet alami. Selain berasal dari buah tebu, namun ada juga bahan lain

seperti : air bunga kelapa, aren, palem, kelapa atau lontar.

e. Mentega

Margarine terbuat dari tumbuh-tumbuhan yang mengandung kurang lebih

80% lemak dan memiliki sifat lunak serta mengandung emulsifier untuk sifat

creamingnya. Komposisi margarine terdiri dari 80-90% lemak nabati,16% air, 2-

4% garam, dan emulsifier. Margarine memiliki karakteristik aroma yang tidak

seharum butter, mempunyai daya creaming dan emulsi yang baik, dan memiliki

titik leleh 37-42 C. fungsi margarine yaitu sebagai pelumas yang dapat

memperbaiki tekstur, mempermuda pemotongan, dan memberi kelembutan pada

biskuit serta memperpanjang umur simpan (paran, 2009). Kandungan gizi dalam

per100 gram margarine dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kandungan gizi dalam per100 gram margarine

No Umur Gizi Jumlah


1. Air (g) 15,5
2. Energi (kkal) 720
Sumber : Tabel Komposisi Pangan
3. Protein (g) 0,6
4. Lemak (g) 81 Indonesia (2009).
5. Karbohidrat (g) 0,4
6. Abu (g) 2,5
f. Telur
7. Kalsium (mg) 20
8. Fosfor (mg) 16 Telur merupakan salah satu
9. Retinol (mg) 606
bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan dan susu. Telur yang

ideal memiliki berat 60 gram, 12% terdiri dari kulit telur atau cangkang telur, 58%

terdiri dari putih telur dan 30% kuning telur. Kadar air yang terbesar dalam telur
19

seperti halnya susu segar memberikan sumber air berkualitas terbaik dalam sistem

pangan. Kandungan Gizi dalam per100 Gram telur dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kandungan Gizi dalam per100 Gram telur

Komposisi Jumlah
Air 74,8
Lemak 10,9
Sumber : Manley (1983)
Lesitin 1,5
Protein 12,3
Kegunaan telur dalam

pembuatan biskuit adalah sebagai berikut.

1. Menambah nilai gizi makanan

2. Menambah keharuman, memperbaiki komposisi dari kualitas biskuit pada

waktu dimakan

3. Membantu menghasilkan warna yang menarik dibagian dalam kulit luar.

4. Membantu pengembangan terutama yang menggunakan putih telur

5. Menyokong pencampuran bahan-bahan

6. Menghasilkan remah kue yang lebih halus.

g. Susu bubuk

Susu adalah suatu emulsi dari bagian-bagian lemak yang sangat kecil

dalam larutan protein cair, dan mineral-mineral umumnya susu dapat digolongkan

menjadi beberapa golongan. Namun jenis susu yang umumnya digunakan dalam

pembuatan biskuit adalah susu bubuk.

h. Vanili

Vanili digunakan secara luas pada industri pangan terutama sebagai citra rasa

(flavor) dan pada industri parfum. Cita rasa vanili ada yang alami dan yang
20

sintetik. Cita rasa vanili sintetik hanya mengandung salah satu komponen cita rasa

vanili, yaitu vanili atau etil vanili (Boyce et al., 2003) sehingga aroma yang

dihasilkan tidak sekaya aroma ekstrak vanili alami. Dalam ekstrak vanili alami

terkandung 100-200 komponen senyawa cita rasa.

i. Baking Powder

Baking powder adalah bahan pengembang yang umum digunakan dalam

pembuatan kue. Baking powder merupakan bahan dasar dan akan menghasilkan

rasa yang getir kecuali jika ditutup oleh bahan lain yang sama seperti butter milk

(Jordan, 2012).

Penggunaan bakin powder pada pembuatan biskuit harus sesuai resep karena

jika terlalu banyak menggunakan baking powder makan adonan akan berubah

warna dan rasa biskuit yang dihasilkan akan terasa getir dan pahit. Akan tetapi

jika kekurangan baking powder pada adonan biskuit maka biskuit yang dihasilkan

kurang mengembang. Akan dari itu takaran peggunaan baking powder pada

pembuatan biskuit tidak kurang tidak lebih 3 gram dari 250 gram tepung. Fungsi

dari baking powder yaitu sebagai bahan pengembang.

j. Garam (NaCl)

Garam (natrium klorida) merupakan suatu zat asam basa yang digunakan

dalam makanan sebagi pemberi rasa asin. Natrium sendiri mempunyai reaksi

alkalis, sedangkan klorida mempunyai reaksi asam. Natrium, klor, kalsium,

magnesium, belerang dan air merupakan unsur-unsur mineral (Winarno, 2004),

dalam pembuatan biskuit garam berfungsi memberi rasa dan aroma, memperkuat
21

gluten dan memberi warna lebih putih. Dalam pembuatan biskuit garam

digunakan dalam adonan dan bahan pelapis adonan sehingga menghasilkan

produk biskuit yang renyah (Aliem, 1995).

2.3. Kerangka Pikir Penelitian

Biskuit merupakan jenis kue kering yang mempunyai rasa manis, berbentuk

kecil, dan di peroleh dari proses pengovenan dengan bahan dasar tepung terigu,

margarine, gula halus, garam dan kuning telur (Wulandari et al., 2010). Biskuit

sudah menjadi salah satu makanan cemilan praktis bagi masyarakat indonesia

bahkan dikalangan anak-anak. Biskuit menjadi makanan favorit yang sehat untuk

dikonsumsi setiap hari sebagai makanan cemilan ataupun makanan pendamping.

Keuntungan lainnya dari biskuit adalah tidak membutuhkan persiapan yang rumit,

mudah didistribusikan, mempunyai masa simpan yang lama dan dapat dengan

mudah dikonsumsi. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka penulis akan

melakukan penambahan tepung teripang dan surimi teripang pada pembuatan

biskuit yang diharapkan dapat disukai oleh panelis. Bagan kerangka pikir

penelitian bisa dilihat pada gambar dibawah ini.


22

Biskuit

Biskuit secara umum masih menggunakan tepung terigu yang bahan baku masih
di impor, sehingga diperlukan alternativ bahan pengganti tepung terigu

Salah satu tepung lokal yang berpotensi menggantikan tepung terigu


adalah tepung teripang dan surimi teripang

Tersedianya teripang yang melimpah di


Indonesia

Nilai fungsional dan kandungan gizi

Kelebihan tepung teripang Kelebihan surimi teripang


Memiliki kadar protein yang memiliki kandungan protein
cukup tinggi fungsional tinggi
Salah satu bahan makanan Memiliki umur simpan hingga 1
yang mamiliki nilai gizi yang tahun
cukup baik

Pengolahan biskuit dengan


penambahan tepung teripang
dan surimi teripang

Uji Organoleptik Uji Proksimat


Warna Kadar air
Tekstur Kadar abu
Aroma Kadar lemak
Rasa Kadar protein
Kadar karbohidrat
23

2.4. Hipotesis

1. Terdapat pengaruh penambahan tepung teripang dan surimi teripang

terhadap karakteristik organoleptik biskuit.

2. Terdapat pengaruh penambahan tepung teripang dan surimi teripang

terhadap kandungan fisikokimia biskuit.

3. Terdapat perlakuan yang memiliki kualitas paling baik ditinjau dari

kualitas organoleptik.
24

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Ilmu dan

Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari,

Sulawesi Tenggara, penelitian ini berlangsung pada tanggal 25 Agustus sampai

20 Oktober 2021.

3.2. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung teripang yaitu teripang

(Holothuria Scabra), air laut dan daun pepaya. Bahan yang digunakan dalam

pembuatan surimi teripang yaitu teripang, garam, es batu. Bahan yang digunakan

dalam pembuatan biskuit adalah tepung teripang (Holothuria Scabra), tepung

terigu, surimi teripang, sagu, bekatul, gula pasir, mentega, vanili, susu bubuk,

garam, baking powder dan telur.

Alat yang digunakan dalam pembuatan tepung teripang yaitu baskom,

loyang, pisau, talenan, panci, kompor, termometer, blender, sudip, timbangan

analitik. Alat yang digunakan dalam pembuatan surimi teripang yaitu pisau,

wadah/baskom, bak plastic, penggiling, blender, pengaduk, freezer. Alat yang

digunakan dalam pembuatan biskuit yaitu loyang, mixer, sendok, penjilat,

aluminium foil, timbangan analitik, pencetak biscuit dan oven.


25

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

yang terdri dari 3 perlakuan:

T0 = Terigu 100% : Sagu 0% : Bekatul 0% : Tepung Teripang 0% : Surimi 0%

T1 = Terigu 50% : Sagu 45% : Bekatul 4% : Tepung Teripang 1% : Surimi 0%

S1 = Terigu 50 % : Sagu 45% : Bekatul 4% : Tepung Teripang 0% : Surimi 1%

T2 = Terigu 50% : Sagu 45% : Bekatul 3% : Tepung Teripang 2% : Surimi 0%

S2 = Terigu 50% : Sagu 45% : Bekatul 3% : Tepung Teripang 0% : Surimi 2%

Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 2 kali sehingga diperoleh 10

kali unit percobaan (Lampiran 1).

3.4. Prosedur Penelitian

Proses pembuatan biskuit dilakukan menjadi 3 tahap. Tahap pertama yaitu

pembuatan tepung teripang, pembuatan surimi teripang dan pembuatan biskuit.

3.4.1. Pembuatan Tepung Teripang

Pada tahap awal teripang segar yang sudah siap diolah, terlebih dahulu

dikeluarkan isi perutnya dengan cara membelah bagian perut (vertal) teripang,

dimulai dari anus hingga (sepanjang tubuh teripang). Teripang yang sudah

dikeluarkan isi perutnya selanjutnya dicuci menggunakan air bersih kemudian di

rebus. Perebusan dilakukan sebanyak 2 kali menggunakan air laut dengan

penambahan daun pepaya yang telah dicincang. Perebusan pertama pada suhu 70

°C selama 20 menit dan perebusan kedua dilakukan pada suhu 70 °C selama 3

jam. Setelah tahap perebusan teripang selanjutnya yaitu tahap pengasapan selama

3 jam. Tahap selanjutnya atau tahap terakhir yaitu pengeringan teripang


26

menggunakan oven dengan suhu 60 °C selama 24 jam. Teripang kering yang

dihasilkan dari proses pengeringan di blender sampai halus dan kemudian di ayak

menggunakan ayakan 80 mesh (Lampiran 2).

3.4.2. Pembuatan Surimi Teripang

Teripang segar yang telah diperoleh dibersihkan dan dipisahkan antara

isi perut, kulit, dan daging. Daging teripang yang telah dibersihkan kemudian

daging teripang dihancurkan atau dilumatkan menggunakan gilingan atau blender

hingga daging dapat lumat halus menyerupai pasta. Selanjutnya dilakukan proses

leaching, yaitu dengan cara mencuci daging teripang yang telah dilumatkan

dengan es yang diberi sedikit garam. Kemudian diaduk selama kurang lebih 5

menit sambil daging teripang diremas-remas agar hancur. Selanjutnya daging

teripang yang telah dipres, dimasukkan kedalam baskom plastik kemudian diaduk

hingga merata. Surimi setelah diproses kemudian dikemas dalam kemasan plastik

kemudian dibekukan dalam freezer (Lampiran 3).

3.4.3. Pembuatan Biskuit

Proses pembuatan biskuit terdiri atas beberapa tahap yaitu penimbangan

bahan sesuai formulasi, pencampuran, pengandukkan, pencetakkan dan

pemanggangan atau pengovenan. pertama-tama masukan telur, gula, mentega

kedalam wadah kemudian mixer sampai adonan mengembang atau menjadi kalis.

selanjutnya tahap pencampuran masukan soda kue 2 g, vanili 2 g, baking powder

2 g, susu bubuk 25 g dan garam 1 g lalu aduk sampai adonan tercampur rata.

Kemudian masukkan tepung terigu 125 g, tepung sagu 112,5 g, tepung bekatul 7,5
27

g dan 10 g, tepung teripang 2,5 g dan 5 g dan surimi 2,5 g dan 5 g sesuai

perlakuan kemudian aduk sampai tercampur rata. Selanjutnya adonan dibentuk

pipih dan rata sesuai keinginan. Hasil pencetakkan adonan biskuit dimasukkan

kedalam wadah pemanggangan dan dioven pada suhu 130 ºC selama 30 menit.

(Lampiran 4).

3.5. Variabel Pengamatan

Pengamatan pada pada penelitian ini yaitu uji organoleptik (Lampiran 5)

diantaranya aroma, teskstur, warna dan rasa untuk menentukan tingkat kesukaan

panelis, dengan menggunakan 30 orang panelis yang memberikan penilaiannya.

Kemudian analisis proksimat meliputi kadar air (Lampiran 6), kadar abu

(Lampiran 7), kadar lemak (lampiran 8), kadar protein (Lampiran 9) dan kadar

karbohidrat (Lampiran 10).

3.6. Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan uji Sidik ragam atau Analysis of

Variance (ANOVA) diterapkan pada data yang diperoleh dan dilanjutkan dengan

uji beda rata-rata (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 95% (=0,05).
28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL

4.1.1. Uji Organoleptik Hedonik

Hasil uji organoleptik hedonik biskuit berbahan dasar tepung terigu

dengan penambahan tepung teripang dan surimi terhadap parameter kesukaan

organoleptik yang meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur biskuit . Rekapitulasi

analisis sidik ragam (hedonik) pengaruh penambahan tepung teripang dan surimi

terhadap organoleptik biskuit dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rekapitulasi analisis sidik ragam (hedonik) pengaruh penambahan


tepung teripang dan surimi terhadap organoleptik biskuit

No Variabel Analisis Sidik Ragam


Pengamatan Biskuit
Teripang Surimi
1. Organileptik Warna tn tn
2. Organoleptik Aroma tn tn
3. Organoleptik Rasa tn tn
4. Organoleptik Tekstur tn **
Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata
** = berpengaruh sangat nyata

Berdasarkan Tabel 9, hasil analisis sidik ragam hedonik dengan

penambahan tepung teripang dan surimi pada produk biskuit menunjukkan bahwa

penilaian organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur berpengaruh tidak nyata

terhadap produk biskuit sedangkan pada biskuit penambahan surimi menunjukkan

penilain organoleptik warna, aroma, rasa berpengaruh tidak nyata tetapi pada

tekstur menunjukkan berpengaruh sangat nyata terhadap produk biskuit.


29

4.1.1.1. Warna

Hasil penilaian organoleptik hedonik warna pada produk biskuit dengan

penambahan tepung teripang dapat dilihat pada Lampiran11a. Sedangakan analisis

sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 11b dan produk biskuit dengan

penambahan surimi dapat dilihat pada Lampiran 19a sedangkan analisis sidik

ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 19b. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam

diketahui perlakuan biskuit berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

tepung teripang dan surimi menunjukkan berpengaruh tidak nyata terhadap

penilaian organoleptik warna. Hasil penerimaan hedonik warna terhadap produk

biskuit dengan penambahan tepung teripang dan surimi dapat dilihat pada Tabel

10.

Tabel 10. Rerata hasil penerimaan hedonik warna terhadap produk biskuit
dengan penambahan tepung teripang dan surimi
Perlakuan Warna Biskuit Kategori
Teripang
T0 3,83±0,59 Suka
T1 3,87±0,50 Suka
T2 3,97±0,55 Suka
Perlakuan Warna Biskuit Surimi Kategori
S0 3,83±0,56 Suka
S1 3,97±0,62 Suka
S2 4,00±0,68 Suka
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan
berpengaruh nyata berdasarkan uji DMRT 0,05 taraf kepercayaan
95%.

Berdasarkan Tabel 10, menunjukkan hasil organoleptik hedonik warna

tertinggi pada produk biskuit terdapat pada perlakuan S2 dengan rerata

organoleptik 4,00 dengan kategori suka, sedangkan terendah terdapat pada


30

perlakuan T0/S0 dengan rerata organoleptik 3,83 dengan kategori suka. Hasil uji

lanjut organoleptik warna menunjukkan bahwa semua perlakuan berpengaruh

tidak nyata terhadap produk biskuit.

4.1.1.2. Aroma

Berdasarkan hasil penilaian organoleptik hedonik aroma terhadap produk

biskuit dengan penambahan tepung teripang dapat dilihat pada Lampiran 12a dan

analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 12b. Sedangkan produk

biskuit dengan penambahan surimi dapat dilihat pada Lampiran 20a dan analisis

sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 20b. Berdasarkan hasil analisis sidik

ragam aroma pada produk biskuit diketahui bahwa perlakuan biskuit dengan

penambahan tepung teripang dan surimi berpengaruh tidak nyata terhadap

organoleptik aroma. Rerata hasil penerimaan hedonik aroma pada produk biskuit

dengan penambahan tepung teripang dan surimi dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rerata hasil penerimaan hedonik aroma pada produk biskuit
dengan penambahan tepung teripang dan surimi
Perlakuan Aroma Biskuit Kategori
Teripang
T0 3,73±0,75 Suka
T1 3,83±0,69 Suka
T2 3,97±0,76 Suka
Perlakuan Aroma Biskuit Surimi Kategori
S0 3,73±0,73 Suka
S1 4,03±0,76 Suka
S2 4,20±0,61 Suka
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan
berpengaruh nyata berdasarkan uji DMRT 0,05 taraf kepercayaan
95%

Berdasarkan Tabel 11, hasil uji organoleptik hedonik aroma tertinggi

terdapat pada perlakuan S2 dengan rerata 4,20% dengan kategori suka.


31

Sedangkan hasil uji organoleptik aroma terendah terdapat pada T0/S0 dengan

rerata 3,87. Hasil uji lanjut organoleptik aroma penambahan tepung teripang dan

surimi menunjukkan bahwa semua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap

produk biskuit.

4.1.1.3. Rasa

Berdasarkan uji organoleptik rasa pada produk biskuit dengan

penambahan tepung teripang dapat dilihat pada Lampiran 13a dan analisis sidik

ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 13b. Sedangkan produk biskuit dengan

penambahan surimi dapat dilihat pada Lampiran 21a dan analisis sidik ragamnya

dapat dilihat pada Lampiran 21b. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui

bahwa perlakuan biskuit berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan tepung

teripang dan surimi menunjukkan berpengaruh tidak nyata terhadap penilaian

organoleptik rasa. Rerata hasil penerimaan hedonik rasa terhadap produk biskuit

dengan penambahan tepung teripang dan surimi dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Rerata hasil penerimaan hedonik rasa terhadap produk biskuit
dengan penambahan tepung teripang dan surimi

Perlakuan Rasa Biskuit Teripang Kategori


T0 4,07±0,95 Suka
T1 3,97±0,66 Suka
T2 4,07±0,58 Suka
Perlakuan Rasa Biskuit Surimi Kategori
S0 4,07±0,57 Suka
S1 4,23±0,71 Suka
S2 4,33±0,59 Suka
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan
berpengaruh nyata berdasarkan uji DMRT 0,05 taraf kepercayaan
95%.
32

Berdasarkan Tabel 12, hasil uji organoleptik rasa pada produk biskuit

dapat dilihat pada Lampiran 13a. Hasil uji organoleptik rasa tertinggi terdapat

pada perlakuan S2 dengan rerata 4,33 dengan kategori suka sedangkan uji

organoleptik terendah terdapat pada perlakuan T0/S0 dengan rerata 3,67 dengan

kategori suka. Hasil uji lanjut organoleptik rasa penambahan tepung teripang dan

surimi menunjukkan bahwa semua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap

produk biskuit.

4.1.1.4. Tekstur

Hasil uji organoleptik hedonik tekstur pada produk biskuit dengan

penambahan tepung teripang dapat dilihat pada Lampiran 14a dan analisis

ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 14b. Sedangkan produk biskuit dengan

penambahan surimi dapat dilihat pada Lampiran 22a dan analisis sidik ragamnya

dapat dilihat pada Lampiran 22b. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam tekstur

pada produk biskuit diketahui bahwa perlakuan biskuit menunjukkan berpengaruh

sangat nyata pada penilaian organoleptik tekstur. Rerata hasil penerimaan hedonik

tekstur terhadap produk biskuit dengan penambahan tepung teripang dan surimi

dapat dilihat pada Tabel 13.


33

Tabel 13. Rerata hasil penerimaanhedonik tekstur terhadap produk biskuit


dengan penambahan tepung teripang dan surimi

Perlakuan Tekstur Biskuit Kategori


Teripang
T0 3,50±0,88 Suka
T1 3,83±0,58 Suka
T2 4,00±0,63 Suka
Perlakuan Tekstur Biskuit Kategori DMRT 0,05
Surimi
S0 3,50b±0,88 Suka
S1 3,97 ±0,87
a
Suka 2= 0,4445
S2 4,20a±0,79 Suka 3= 0,4677
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan
berpengaruh nyata berdasarkan uji DMRT 0,05 taraf kepercayaan
95%.

Berdasarkan Tabel 13, hasil uji organoleptik tekstur tertinggi terdapat pada

perlakuan S2 dengan rerata 4,20% dengan kategori suka. Sedangkan hasil uji

organoleptik tekstur terendah terdapat pada perlakuan T0/S0 dengan rerata 3,50%

dengan kategori suka. Hasil uji lanjut organoleptik tekstur biskuit penambahan

tepung teripang menunjukkan bahwa semua perlakuan berpengaruh tidak nyata

dan biskuit penambahan surimi menunjukkan bahwa perlakuan S1 berpengaruh

tidak nyata dengan perlakuan S2 tetapi berpengaruh nyata dengan perlakuan S0.

4.1.2. Hasil Uji Organoleptik Deskriptif

Hasil uji oganoleptik deskriptif biskuit berbahan dasar tepung terigu

dengan penambahan tepung teripang dan surimi terhadap parameter kesukaan

organoleptik yang meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur biskuit. Rekapitulasi

analisis sidik ragam (Deskriptif) pengaruh penambahan tepung teripang dan

surimi terhadap organoleptik biskuit dapat dilihat pada Tabel 14.


34

Tabel 14. Rekapitulasi analisis sidik ragam (deskriptif) pengaruh


penambahan tepung teripang dan surimi terhadap organoleptik
biskuit

Analisis Sidik Ragam Biskuit


No Variabel Pengamatan Teripang Surimi
1. Organileptik Warna * *
2. Organoleptik Aroma tn tn
3. Organoleptik Rasa tn tn
4. Organoleptik Tekstur ** **
Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata, * = berpengaruh nyata
**= berpengaruh sangat nyata.

Berdasarkan Tabel 14, hasil analisis sidik ragam deskriptif biskuit dengan

penambahan tepung teripang dan surimi Menunjukkan bahwa penilaian

organoleptik warna berpengaruh nyata, aroma dan rasa berpengaruh tidak nyata,

dan tekstur berpengaruh sangat nyata.

4.1.2.1. Warna

Hasil penilaian organoleptik deskriptif warna pada produk biskuit dengan

penambahan tepung teripang dapat dilihat pada Lampiran15a dan analisis sidik

ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 15b. Sedangkan produk biskuit dengan

penambahan surimi dapat dilihat pada Lampiran 23a dan analisis sidik ragamnya

dapat dilihat pada Lampiran 23b. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui

perlakuan biskuit berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan tepung

teripang dan surimi menunjukkan berpengaruh tidak nyata terhadap penilaian

organoleptik warna. Rerata hasil penerimaan deskriptif warna terhadap produk

biskuit dengan penambahan tepung teripang dan surimi dapat dilihat pada Tabel

15.
35

Tabel 15. Rerata hasil penerimaan deskriptif warna terhadap produk


biskuit dengan penambahan tepung teripang dan surimi

Perlakuan Warna Biskuit Kategori DMRT 0,05


Teripang
T0 1,43b±0,76 Coklat muda
T1 1,80ab±0,90 Agak coklat 2= 0,4372
T2 2,03 ±0,83
a
Agak coklat 3= 0,4600
Perlakuan Warna Biskuit Kategori DMRT 0,05
Surimi
S0 1,43b±0,76 Coklat muda
S1 2,13 ±0,90
a
Agak coklat 2= 0,5638
S2 2,43 ±0,92
a
Agak coklat 3= 0,5933
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan
berpengaruh nyata berdasarkan uji DMRT 0,05 taraf kepercayaan
95%.

Berdasarkan Tabel 15, hasil uji organoleptik deskriptif warna terhadap

pada produk biskuit tertinggi terdapat pada S2 dengan nilai rerata 2,43% dengan

kategori agak coklat, sedangkan perlakuan warna terendah terdapat pada T0 atau

S0 dengan nilai rerata 1,43% dengan kategori coklat muda. Hasil uji lanjut

organoleptik warna penambahan tepung teripang menunjukkan bahwa perlakuan

T0 berpengaruh nyata dengan perlakuan T2 tetapi tidak berpengaruh nyata dengan

perlakuan T1 dan biskuit penambahan surimi menunjukkan bahwa perlakuan S1

berpengaruh tidak nyata dengan perlakuan S2 tetapi berpengaruh sangat nyata

dengan perlakuan S0.

4.1.2.2. Aroma

Hasil penilaian organoleptik deskriptif aroma terhadap produk biskuit

dengan penambahan tepung teripang dapat dilihat pada Lampiran 16a dan analisis

sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 16b. Sedangkan produk biskuit
36

dengan penambahan surimi dapat dilihat pada Lampiran 24a dan analisis sidik

ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 24b. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam

aroma pada produk biskuit diketahui bahwa perlakuan biskuit dengan

penambahan tepung teripang dan surimi berpengaruh tidak nyata terhadap

organoleptik aroma. Rerata hasil penerimaan deskriptif aroma terhadap produk

biskuit dengan penambahan tepung teripang dan surimi dapat dilihat pada Tabel

16.

Tabel 16. Rerata hasil penerimaan deskriptif aroma terhadap produk biskuit
dengan penambahan tepung teripang dan surimi

Perlakuan Aroma Biskuit Kategori


Teripang
T0 2,80±0,94 Tidak beraroma khas teripang
T1 3.03±0,75 Agak beraroma khas teripang
T2 3,33±0,69 Agak beraroma khas teripang
Perlakuan Aroma Biskuit Kategori
Surimi
S0 2,80±0,96 Tidak beraroma khas teripang
S1 3,07±0,90 Agak beraroma khas teripang
S2 3,39±0,92 Agak beraroma khas teripang
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan
berpengaruh nyata berdasarkan uji DMRT 0,05 taraf kepercayaan
95%.

Berdasarkan Tabel 16, hasil uji organoleptik aroma tertinggi terdapat pada

perlakuan S2 dengan rerata 3,39 dengan kategori agak beraroma khas teripang.

Sedangkan hasil uji organoleptik aroma terendah terdapat pada T0/S0 dengan

rerata 2,80 dengan kategori tidak beraroma khas teripang. Hasil uji lanjut

organoleptik aroma penambahan tepung teripang dan surimi menunjukkan bahwa

semua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap produk biskuit.

4.1.2.3. Rasa
37

Hasil penerimaan organoleptik deskriptif rasa pada produk biskuit dengan

penambhan tepung teripang dapat dilihat pada Lampiran17a dan analisis sidik

ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 17b. Sedangkan produk biskuit dengan

penambahan surimi dapat dilihat pada Lampiran 25a dan analisis sidik ragamnya

dapat dilihat pada Lampiran 25b. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui

bahwa perlakuan biskuit berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan tepung

teripang dan surimi menunjukkan berpengaruh tidak nyata terhadap penilaian

organoleptik rasa. Rerata hasil penerimaan deskriptif rasa terhadap produk biskuit

dengan penambahan tepung teripang dan surimi dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Rerata hasil penerimaan deskriptif rasa terhadap produk biskuit
dengan penambahan tepung teripang dan surimi

Perlakuan Rasa Biskuit Teripang Kategori


T0 3,73±0,62 Gurih
T1 3,83±0,58 Gurih
T2 3,93±0,67 Gurih
Perlakuan Rasa Biskuit Surimi Kategori
S0 3,73±0,58 Gurih
S1 3,77±0,61 Gurih
S2 3,97±0,48 Gurih
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan
berpengaruh nyata berdasarkan uji DMRT 0,05 taraf kepercayaan
95%.

Berdasarkan Tabel 17, hasil uji organoleptik rasa pada produk biskuit

dapat dapat dilihat pada Lampiran 17a. Hasil uji organoleptik rasa tertinggi

terdapat pada perlakuan S2 dengan rerata 3,97 dengan kategori gurih. Sedangkan

hasil uji organoleptik rasa terendah terdapat pada perlakuan T0/S0 dengan rerata

3,73 dengan kategori gurih. Hasil uji lanjut organoleptik rasa penambahan tepung
38

teripang dan surimi menunjukkan bahwa semua perlakuan berpengaruh tidak

nyata terhadap produk biskuit.

4.1.2.4. Tekstur

Hasil penilaian organoleptik tekstur pada produk biskuit dengan

penambahan tepung teripnag dapat dilihat pada Lampiran 18a dan analisis sidik

ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 18b. Sedangkan produk biskuit dengan

penambahan surimi dapat dilihat pada Lampiran 26a dan analisis sidik ragamnya

dapat dilihat pada Lampiran 26b. Hasil analisis sidik ragam tekstur pada produk

biskuit diketahui bahwa perlakuan biskuit menunjukkan berpengaruh sangat nyata

pada penilaian organoleptik tekstur. Rerata hasil penerimaan deskriptif tekstur

terhadap produk biskuit dengan penambahan tepung teripang dan surimi dapat

dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Rerata hasil penerimaan deskriptif tekstur terhadap produk


biskuit dengan penambahan tepung teripang dan surimi
Perlakuan Tekstur Biskuit Kategori DMRT 0,05
Teripang
T0 2,23b±0,49 Tidak renyah
T1 2,60 ±0,61
b
Agak renyah 2 = 0,3186
T2 2,97 ±0,70
a
Agak renyah 3 = 0,3353
Perlakuan Tekstur Biskuit Kategori DMRT 0,05
Surimi
S0 2,23b±0,50 Tidak renyah
S1 3,20 ±0,76
a
Agak renyah 2 = 0,3412
S2 3,47 ±0,68
a
Agak renyah 3 = 0,3591
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan
berpengaruh nyata berdasarkan uji DMRT 0,05 taraf kepercayaan
95%.
39

Berdasarkan Tabel 18, hasil uji organoleptik tekstur tertinggi terdapat pada

perlakuan S2 dengan rerata 3,47% dengan kategori agak renyah. Sedangkan hasil

uji organoleptik tekstur terendah terdapat pada perlakuan T0 atau S0 dengan

rerata 2,23% dengan kategori tidak renyah. Hasil uji lanjut organoleptik deskriptif

tekstur penambahan tepung teripang menunjukkan bahwa perlakuan T0

berpengaruh tidak nyata dengan perlakuan T1 tetapi berpengaruh sangat nyata

terhadap perlakuan T2 dan biskuit penambahan surimi menunjukkan bahwa

Perlakuan S1 berpengaruh tidak nyata dengan perlakuan S2 tetapi berpengaruh

sangat nyata dengan perlakuan S2.


40

4.1.3. Komponen Nilai Gizi/Proksimat Biskuit

Nilai gizi merupakan zat kimia yang dapat digunakan oleh organisme

untuk mempertahankan kegiatan metabolisme tubuhnya. Kegiatan metabolisme

pada manusia dan hewan lainnya termaksud peyediaan energi, pertumbuhan,

pembaruan jaringan dan reproduksi. Beberapa bahan kimia yang berperan sebagai

zat gizi adalah karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Komponen nilai

gizi produk biskuit dengan penambahan tepung teripang dan surimi dapat dilihat

pada Tabel 19.

Tabel 19. Komponen Nilai Gizi/Proksimat Biskuit


No Komponen T0 T1 T2 Uji T SNI

1. Kadar Air % 1,25±0,01 1,09±0,08 0,89±0,15 tn Maks.


5%
2. Kadar Abu % 2,18±0,07 2,22±0,07 1,95±0,02 * Maks.
1.5%
3. Kadar Lemak % 15,97±0,06 14,82±0,76 13,18±0,62 * Min.
9.5%
4. Kadar Protein % 6,35±0,38 10,66±0,11 11,67±0,10 ** Min. 9%

5. Kadar 79,35±0,02 79,82±0,023 81,45±1,08 tn Min.


Karbohidrat % 70%
No Komponen S0 S1 S2 Uji T SNI
1. Kadar Air % 1,25±0,01 0,70±0,00 1,03±0,21 * Maks.
5%
2. Kadar Abu % 2,18±0,07 1,83±0,00 1,93±0,05 * Maks.
1.5%
3. Kadar Lemak % 15,97±0,06 15,78±0,00 15,11±0,74 ** Min.
9.5%
4. Kadar Protein % 6,35±0,38 8,37±0,60 10,16±0,05 ** Min. 9%

5. Kadar 79,35±0,02 81,66±0,74 82,83±0,99 * Min.


Karbohidrat % 70%

Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata, *= berpengaruh nyata,


**=berpengaruh nyata
41

Berdasarkan Tabel 19, dapat diperoleh informasi bahwa perlakuan produk

biskuit dengan penambahan tepung teripang dan surimi terhadap nilai gizi kadar

air tertinggi terdapat pada perlakuan T0 atau S0 (kontrol) dengan nilai 1,25% dan

nilai terendah terdapat pada perlakuan S1 dengan nilai 0,70%. Nilai gizi kadar abu

tertinggi terdapat pada perlakuan T1 dengan nilai 2,22% dan terendah terdapat

pada perlakuan S1 dengan nilai 1,83%. Nilai gizi kadar lemak tertinggi terdapat

pada perlakuan S1 dengan nilai 15,78% dan nilai terendah terdapat pada

perlakuan T2 dengan nilai 13,18%. Nilai gizi kadar kadar protein tertinggi

terdapat pada T2 dengan nilai 11,67% dan terendah terdapat pada T0 atau S0

(kontrol) dengan nilai 6,35%). Analisis kadar karbohidrat tertinggi terdapat pada

perlakuan S2 dengan nilai 82,83% dan terendah terdapat pada perlakuan T0 atau

S0 dengan nilai 79,35%.


42

4.2. Pembahasan

4.2.1. Uji Organoleptik

Keistimewaan produk pangan yaitu mempunyai nilai mutu subyektif yang

menonjol disamping sifat mutu obyektif. Jika mutu obyektif dapat diukur dengan

instrumen fisik maka sifat mutu subyektif hanya dapat diukur dengan instrumen

manusia. Sifat subyektif pangan lebih umum disebut organoleptik atau sifat

indrawi karena penilaiannya menggunakan organ indra manusia (Soekarto, 1985).

Pengujian organoleptik merupakan salah satu cara untuk mengetahui

respon panelis terhadap suatu produk. Uji organoleptik dilakukan dengan 4

parameter penilaian yaitu warna, aroma, rasa dan tekstur karena tingkat kesukaan

panelis dipengaruhi oleh warna, aroma, rasa dan rangsangan mulut (Laksmini,

2012). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui penilaian dari masing-masing

panelis terhadap produk yang akan diuji. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan

oleh rempengan et al., (1985) bahwa penilaian organoleptik adalah untuk

mengetahui penilaian panelis terhadap suatu produk yang dihasilkan pengujian

organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik dan uji deskriptif yaitu pengujian

yang dilakukan oleh sejumlah panelis terlatih untuk mengetahui tingkat daya

terima konsumen suatu produk, serta skor penilaian panelis dapat dilihat sebagai

berikut : (5= sangat suka), (4= suka), (3= agak suka), (2= tidak suka), (1= sangat

tidak suka).
43

4.2.1.1. Warna

Warna merupakan komponen sangat penting untuk menentukan kualitas

atau derajat penerimaan suatu bahan pangan. Penentuan bahan pangan pada

umumnya tergantung pada warna, karena warna tampilan umumnya menentukan

mutu terlebih dahulu (Winarno, 2004). Apabila suatu produk memiliki warna

yang menarik dapat menimbulkan selera seseorang untuk mencoba makanan

tersebut. Walaupun produk tersebut memiliki kandungan gizi tinggi, mempunyai

rasa yang enak dan tekstur yang baik namun jika warna tidak menarik maka akan

menyebabkan produk tersebut kurang diminati atau kurang disukai. Parameter

warna adalah kesan pertama yang didapat dalam suatu bahan pangan, penilaian

suatu bahan pangan umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor antara lain

yaitu tekstur, cita rasa, dan nilai gizinya. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui

penerimaan panelis terhadap warna dari biskuit dengan penambahan tepung

teripamg dan surimi yang disajikan merupakan parameter awal terhadap suatu

produk makanan dalam penerimaan panelis terhadap warna berkisar antara agak

suka, suka dan sangat suka.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam biskuit pada penilaian organoleptik

warna menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap penambahan tepung

teripang dan surimi berpengaruh tidak nyata terhadap warna sehingga tidak

dilanjutkan dengan uji DMRT dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil analisis organoleptik hedonik warna biskuit pada Tabel 10,

menunjukkan bahwa semua perlakuan biskuit penambahan tepung teripang dan

surimi menunjukkan berpengaruh tidak nyata. Hal ini diduga karena tingkat
44

kesukaan panelis terhadap warna biskuit meningkat dengan semakin banyaknya

penambahan tepung teripang dan surimi yang menghasilkan warna kecoklataan.

Perubahan warna tersebut dipengaruhi oleh adanya kandungan protein yang

terdapat pada teripang. Protein berpengaruh pada perubahan warna biskuit. Hal ini

diduga terjadinya reaksi millard, reaksi ini diduga terjadi antara kandungan

protein yang terdapat pada teripang dengan gula pereduksi yang diduga dari

karbohidrat bahan-bahan pembuatan biskuit. Winarno (2002), menyatakan bahwa

senyawa yang berwarna coklat atau melenoid yang terbentuk pada makanan

merupakan reaksi antara karbohidrat dengan protein khususnya pada gugus

hidraksil gula pereduksi pada karbohidrat dengan gugus amino primer pada asam

amino protein.

Berdasarkan Tabel 15, menunjukkan bahwa hasil organoleptik deskriptif

warna biskuit dengan penambahan tepung teripang dan surimi menunjukkan

berpengaruh nyata. Hal ini diduga karena adanya penambahan tepung sagu dan

bekatul sehingga menghasilkan warna agak coklat atau kecoklatan. Hal ini sesuai

dengan penelitian (Suarni, 2009) mengatakan bahwa semakin banyak penambahan

tepung sagu maka akan menghasilkan warna agak coklat atau kecoklatan pada

produk biskuit. Warna kecoklatan diduga karena adanya reaksi maillard selama

pemanasan.

Reaksi Maillard merupakan urutan peristiwa yang dimulai dengan reaksi

pencoklatan non-enzimatik dapat terjadi dalam bahan pangan akibat reaksi

karamelisasi gula dan reaksi maillard yaitu reaksi antara gula dan asam amino

selama pemanasan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Lianitya et al., (2012)
45

melaporkan bahwa ada beda nyata perlakuan pembuatan tepung ikan teri dan

tepung komposit sagu terhadap parameter warna biskuit.

4.2.1.2. Aroma

Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium

oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berbeda dalam rongga hidung ketika makanan

masuk kedalam mulut. Aroma dari suatu produk akan terdeteksi ketika zat yang

mudah mengguap (volatile) dari produk tersebut terhirup dan diterima oleh sistem

penciuman (Winarno, 2004). Aroma yang khas dan menarik dapat membuat

makanan lebih disukai oleh konsumen sehingga perlu diperhatikan dalam

pengolahan suatu bahan makanan. Dalam industri pangan, uji bau atau aroma

sangat diperlukan karena dapat dengan cepat memberikan hasil penilaian

penerimaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam biskuit pada penilaian organoleptik

aroma menunjukan bahwa penilaian panelis terhadap penambahan tepung teripang

dan surimi berpengaruh tidak nyata terhadap aroma sehingga tidak dilanjutkan

dengan uji DMRT dengan taraf kepercayaan 95%.

Berdasarkan Tabel 11, menunjukkan bahwa hasil uji organoleptik

hedonik aroma pada produk biskuit dengan penambahan tepung teripang dan

surimi berpengaruh tidak nyata terhadap semua perlakuan. Hal ini diduga

disebabkan oleh penambahan tepung teripang dan surimi yaitu 0-2% sehingga

mengahasilkan aroma yaitu agak beraroma khas teripang. Selain itu juga adanya

pencampuran bahan lain pada biskuit yang memiliki aroma lebih dominan pada

saat pemanasan dari pada tepung teripang dan surimi yaitu margarine dan telur.
46

Murni et al., (2014) melaporkan bahwa bahan pangan yang berasal dari berbagai

macam campuran penyusun biskuit seperti margarine dan telur dapat

menimbulkan aroma. Menurut Almin, (2019) menyatakan bahwa tingkat

kesukaan panelis terhadap aroma meningkat dengan semakin banyaknya

penambahan tepung sagu dan sedikit penambahan tepung teripang memengaruhi

aroma amis disebabkan oleh adanya komponen protein, asam amino dan lemak

pada teripang. Selama proses pemanasan akan terjadi perubahan sifat fisik dan

kimia dimulai dengan pemanasan dan penguapan senyawa volatile. Sejalan

dengan penelitian Winarno, (2004) menyatakan bahwa perubahan kimia pada saat

pengeringan seperti pencoklatan bahan terjadi karena adanya reaksi yang terjadi

antara gugus asam amino pada protein dengan gugus gula reduksi sehingga akan

membentuk senyawa melenoid atau pigmen coklat, reaksi ini disebut reaksi

millard. Menurut Sitohang et al., (2015) juga melaporkan bahwa juga timbul bau

khas pada aroma suatu bahan pangan ditimbulkan dari komponen pada adonan

seperti pencampuran margarine dan telur, aroma biskuit juga dipengaruhi oleh

proses pemanggangan.

Berdasarkan Tabel 16, menunjukkan bahwa hasil uji organoleptik

deskriptif aroma pada produk biskuit dengan penambahan tepung teripang dan

surimi berpengaruh tidak nyata. Hal ini dikarenakan aroma pada tepung teripang

dan surimi tidak terlalu menyengat. Aroma yang timbul disebabkan karena pada

saat proses pemanggangan senyawa volatile yang terdapat pada bahan menguap.

Aroma biskuit dapat juga disebabkan oleh berbagai komponen bahan lain dalam

adonan seperti margarine, gula, menurut Matz, 1978 dalam subandoro dkk., 2013
47

bahan pengembang dalam pembuatan biskuit sebagai pengatur aroma. Fellow

(1992) dan Rustianti (2008) mengatakan bahwa aroma gurih semakin tercium

karena terbentuknya cita rasa alami akibat perubahan struktur lemak, protein,

karbohidrat selama pengukusan.

4.2.1.3. Rasa

Rasa merupakan kriteria penting dalam menilai suatu produk pangan yang

banyak melibatkan indra pengecap yaitu lidah. Rasa berasal dari perpaduan bahan

pembentuk dan komposisi pada suatu produk makanan yang ditangkap oleh indra

pengecap serta merupakan salah satu pendukung cita rasa yang mendukung

kualitas suatu produk (Seveline et al., 2019). Rasa juga merupakan unsur yang

penting dalam menentukan penerimaan konsumen terhadap suatu produk pangan

dan merupakan faktor kedua yang mempengaruhi citarasa makanan setelah

tampilan makanan itu sendiri (Moehyi, 1992). Rasa dalam bahan pangan sangat

penting dalam menentukan daya terima konsumen. Selain itu, rasa juga

merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan mutu.

Biasanya rasa sangat diperhatikan oleh konsumen setelah warna. Rasa yang

ditimbulkan oleh produk pangan dapat berasal dari bahan pangan itu sendiri juga

berasal dari zat-zat yang ditambahkan dari luar saat proses berlangsung, sehingga

dapat menimbulkan rasa yang tajam atau sebaliknya jadi berkurang (Deman,

1997).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam biskuit pada penilaian organoleptik

warna menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap penambahan tepung


48

teripang dan surimi berpengaruh tidak nyata terhadap warna sehingga tidak

dilanjutkan dengan uji DMRT dengan taraf kepercayaan 95%.

Berdasarkan Tabel 12, hasil uji organoleptk hedonik rasa pada produk

biskuit penambahan tepung teripang dan surimi berpengaruh tidak nyata terhadap

produk biskuit. Semua perlakuan penambahan tepung teripang untuk pembuatan

biskuit teripang berpengaruh tidak nyata pada semua perlakuan. Hal ini diduga

karena penambahan tepung terigu dan bahan tambahan lainnya seperti gula, susu,

margarine dan telur dalam pembuatan biskuit yang dapat menutupi rasa dari

tepung teripang sehingga disukai panelis. Hastuti (2012), menyatakan bahwa

penambahan bahan baku lain seperti gula, margarin dan kuning telur dalam

pembuatan biskuit juga dapat meningkatkan rasa biskuit karena gula cenderung

memberikan rasa yang khas oleh adanya karamelisasi selama proses pengovenan.

Pernyataan ini didukung oleh Deman (1997), melaporkan faktor lain yang

mempengaruhi rasa biskuit adalah proses pemanggangan yang bertujuan

mendapatkan cita rasa yang menarik dan flavor yang khas. Rasa yang ditimbulkan

produk pangan dapat berasal dari bahan pangan itu sendiri juga berasal dari zat-

zat yang ditambahkan dari luar saat proses berlangsung sehingga dapat

menimbulkan rasa yang tajam atau sebaliknya jadi berkurang.

Berdasarkan Tabel 17, hasil uji organoleptik deskriptif rasa pada produk

biskuit penambahan tepung teripang dan surimi berpengaruh tidak nyata terhadap

produk biskuit. Dari hasil uji organoleptik rasa yang dilakukan oleh panelis dari

produk biskuit yaitu rasa gurih yang dihasilkan dari penambahan gula yang sama

pada setiap perlakuan. Rasa dapat ditentukan dengan cecapan dan rangsangan
49

mulut. Tekstur dan konsistensi suatu bahan juga akan mempengaruhi cita rasa

yang ditimbulkan oleh bahan tersebut (Winarno, 1992).

4.2.1.4. Tekstur

Tekstur merupakan sesuatu yang dapat diamati dengan indera peraba, baik

tekstur permukaan, kekenyalan daan sebagainya. Definisi lain dari tekstur adalah

merupakan sensasi tekanan yang dapat dinikmati dengan mulut (pada waktu

digigit, dikunyah dan ditelan) taupun perabaan pada jari (Kartika, et al., 1998).

Tekstur suatu bahan pangan merupakan salah satu sifat fisik dari bahan pangan

yang penting. Hal ini mempunyai hubungan dengan rasa pada saat mengunyah

bahan tersebut. Cita rasa dari bahan pangan sesungguhnya terdiri dari tiga

komponen yaitu bau, rasa, dan rangsangan mulut. Bau yang dihasilkan makanan

banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut (Rampengan et al., 1985).

Berdasarkan Tabel 13, menunjukkan hasil uji organoleptik hedonik tekstur

produk biskuit penambahan tepung teripang berpengaruh tidak nyata terhadap

produk biskuit. Hal ini disebabkan oleh kandungan protein pada teripang dan

tepung terigu dan kandungan pati pada tepung terigu yang cukup tinggi. Sesuai

dengan pendapat Wiranatakusumah et al., (1986) menyatakan bahwa tekstur

makanan banyak ditentukan oleh kadar air, kandungan lemak dan jumlah kadar air

serta proteinnya. Selain itu juga perbedaan tingkat kerenyahan biskuit berkaitan

erat dengan perbedaan komposisi bahan dasarnya, terutama pada amilosa dan

amilopektin. Kadar amilosa pada tepung terigu sebesar 28% dan kadar

amilopektin sebesar 72% (Pradipta, 2015). Kadar amilosa yang tinggi pada bahan
50

akan meningkatkan kerenyahan pada biskuit yang dihasilkan karena amilosa pada

bahan akan membentuk ikatan hidrogen dengan air dalam jumlah yang lebih

banyak. Dengan demikian, saat proses pengovenan air akan mengguap dan

meningkatkan ruang kosong dalam bahan dan membuat biskuit akan menjadi

renyah (Rahmanto, 1994).

Berdasarkan Tabel 18, hasil analisis sidik ragam penerimaan panelis

terhadap biskuit penambahan tepung teripang dan surimi berpengaruh sangat

nyata terhadap tekstur biskuit, sehingga dilanjutkan uji DMRT pada taraf

kepercayaan 95%. Penilaian uji organoleprik deskriptif terhadap tekstur biskuit

tertinggi terdapat pada perlakuan S2 dengan nilai rerata 3,47% dengan

kategori agak renyah. Hal ini diduga karena tingkat penilaian panelis terhadap

tekstur dengan penambahan tepung teripang dan surimi mempengaruhi

kerenyahan pada biskuit. Berdasarkan hasil penelitian Rusdin (2018) menyatakan

bahwa biskuit dengan penambahan tepung sagu dan tepung ikan teri

menghasilkan tekstur yang renyah hal ini dikarenakan tepung sagu dan tepung

ikan teri mampu merubah tekstur secara kuat selama proses pemanasan juga

membuat tepung menjadi rapuh dan mudah hancur. Tekstur biskuit yang

dihasilkan dari peran tepung sagu yang memiliki kadar amilopektin yang tinggi

dibandingkan amilosa, dan tepung terigu yang memiliki kandungan protein yang

tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Wiranatakusumah et al., (1986)

mengatakan bahwa tekstur makanan ditentukan oleh kadar air, kadar lemak, dan

jumlah karbohidrat serta proteinnya.


51

Sedangkan hasil uji organoleptik terendah terdapat pada perlakuan T0/

S0 dengan nilai rerata 2,23% dengan kategori tidak renyah. Hal ini diduga karena

penambahan tepung terigu dan lama pemanggangan dimana tepung terigu

mengandung gluten. Penggunaan tepung terigu berlebih akan menghasilkan

tekstur yang lebih lunak atau tidak renyah sehingga tingkat kesukaan panelis

terhadap biskuit perlakuan T0/S0 kurang disukai panelis. Sesuai dengan penelitian

Rosnavin, (2017) yang melaporkan bahwa penggunaan tepung terigu yang

mengandung gluten dengan tepung sagu yang berfungsi menstabilkan serta

menurunkan tekstur pada suatu produk.

4.2.2. Kandungan Gizi/Proksimat

4.2.2.1. Kadar Air

Kadar air merupakan komponen yang sangat penting yang harus

diperhatikan dalam suatu bahan pangan. (Winarno, 2008) melaporkan bahwa

kadar air merupakan faktor yang mempengaruhi penampakan tekstur, cita rasa

pangan, daya tahan pangan, kesegaran dan penerimaan konsumen. Berdasarkan

uraian diatas, maka kadar air begitu pentingnya dalam suatu produk pangan

sehingga perlu dilakukan analisis kadar air pada produk biskuit dengan tujuan

untuk mengetahui kandungan kadar air pada produk biskuit yang dihasilkan

apakah memenuhi standar SNI atau tidak.

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh pada Tabel 19, diketahui

bahwa kandar air yang terdapat pada tepung teripang dan surimi yang tertinggi

terdapat pada perlakuan T0 atau S0 dengan nilai 1,25% sedangkan pada perlakuan

terendah terdapat pada perlakuan S1 dengan nilai 0,70%. Syarat mutu biskuit
52

berdasarkan SNI yaitu maksimal 5% yang berarti telah memenuhi standar SNI.

Biskuit penambahan tepung teripang menunjukkan berpengaruh tidak nyata

sedangkan pada biskuit penambahan surimi menujukkan berpengaruh nyata.

Kadar air biskuit mengalami penurunan seiring dengan banyaknya

penambahan tepung teripang dan surimi. Semua biskuit dengan penambahan

tepung teripang dan surimi menunjukkan kandungan kadar air yang tergolong

rendah. Proses pengeringan terjadi dengan baik dan memenuhi standar kadar air

biskuit yang ditetapkan oleh SNI yaitu maksimum 5%. Hal ini sesuai dengan

pendapat Pratama (2011) mengatakan bahwa perbedaan kadar air yang terjadi

sebagian besar dipengaruhi oleh proses pemanasan oleh masing-masing perlakuan

biskuit. Kadar air produk juga dipengaruhi oleh kadar air awal bahan bakunya.

4.2.2.2. Kadar Abu

Kadar abu merupakan campuran dan komponen anorganik atau mineral

yang terdapat pada suatu bahan pangan. Nilai kadar abu suatu bahan pangan

menunjukkan besarnya jumlah mineral dalam pangan tersebut. Bahan makanan

sebagian besar, yaitu 96% terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari

mineral. Unsur mineral juga dikenal dengan zat anorganik atau kadar abu dari

proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak

ikut terbakar (Andriani, 2012).

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh pada Tabel 19, diketahui

bahwa kadar abu yang terdapat pada tepung teripang dan surimi yang tertinggi

terdapat pada perlakuan S1 dengan nilai 2,22% sedangkan pada perlakuan

terendah terdapat pada perlakuan S1 dengan nilai 1,83%. Syarat mutu kadar abu
53

pada biskuit berdasarkan SNI yaitu maksimum 1,5% yang berarti tidak memenuhi

standar SNI. Biskuit penambahan tepung teripang dan surimi menujukkan

berpengaruh nyata.

Hal ini diduga semakin banyak penambahan tepung teripang maka

meningkat pula kadar abunya. Tingginya kadar abu diduga karena dinding tubuh

teripang terdiri dari kutikula yang merupakan lapisan pelindung yang tertututp

kapur dan adanya duri-duri yang merupakan butir-butir kapur mikroskopis yang

tersebar pada lapisan epidermis (Karnila et al., 2011). Hasil ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Khasanah dan Hartati (2016) melaporkan bahwa

penambahan tepung teripang pasir berpengaruh pada peningkatan kandungan abu

dalam produk yang dihasilkan. Produk yang berasal dari hewani mengandung

kadar abu yang tinggi karena kandungan beberapa mineral seperti kalsium, besi

dan fosfor Yuliana (2013). Besarnya kadar abu pada biskuit yang dipengaruhi

oleh adanya mineral yang terkandung dalam bahan pangan seperti kalium dan

fosfor. Sesuai dengan penelitian Fakturrahman et al., (2012), yang menyatakan

bahwa besarnya kadar abu pada suatu bahan pangan bergantung pada besarnya

kandungan mineral bahan pangan yang digunakan.

4.2.2.3. Kadar Lemak

Lemak merupakan salah satu unsur yang penting dalam bahan pangan

yang berfungsi sebagai sumber energi. Selain itu, lemak dan minyak merupakan

zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia (Winarno,

1997). Lemak berfungsi sebagai sumber cita rasa dan memberikan tekstur yang
54

lembut pada produk. Selain itu lemak juga merupakan sumber energi yang dapat

memberikan energi lebih besar dari karbohidrat dan protein.

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh pada Tabel 19, diketahui

bahwa kadar lemak yang terdapat pada tepung teripang dan surimi yang tertinggi

terdapat pada perlakuan T0/S0 dengan nilai 15,97% sedangkan pada perlakuan

terendah terdapat pada perlakuan T2 dengan nilai 13,18%. Syarat mutu kadar

lemak pada biskuit berdasarkan SNI yaitu minimum 9,5% yang berarti memenuhi

standar SNI. Biskuit penambahan tepung teripang menunjukkan berpengaruh

nyata sedangkan biskuit penambahan surimi menujukkan berpengaruh sangat

nyata.

Kadar lemak pada biskuit menurun dengan makin banyaknya penambahan

tepung teripang dan surimi pada pembuatan biskuit. Hal ini sesuai dengan

penelitian (Pratama, 2014) yang menambahkan tepung tulang ikan jangilus pada

biscuit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kimia dan fisik

pada biscuit. Salah satu karakteristik kimia yang diuji adalah lemak. Dari

penelitian ini didapatkan hasil persentase lemak yang mengalami penurunan

seiring penambahan tepung tulang Ikan jangilus. Syarat muti biskuit menurut SNI

01-2973-1992 menyatakan bahwa kadar lemak untuk biskuit minimum 9,5%.

4.2.2.4. Kadar Protein

Protein merupakan suatu zat gizi yang sangat penting bagi tubuh, karena

zat ini selain berfungsi sebagai penghasil energi dalam tubuh dan berfungsi

sebagai zat pembangun dan pengatur. Sifat protein sebagai zat pengatur yang
55

dimiliki oleh enzim, selain zat pembangun protein juga berfungsi sebagai jaringan

dalam tubuh (Winarno, 2008).

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh pada Tabel 19, diketahui

bahwa kadar protein yang terdapat pada tepung teripang dan surimi yang tertinggi

terdapat pada perlakuan T2 dengan nilai 11,67% sedangkan pada perlakuan

terendah terdapat pada perlakuan T0/S0 dengan nilai 6,35%. Syarat mutu kadar

protein pada biskuit berdasarkan SNI yaitu manimum 9% yang berarti memenuhi

standar SNI. Biskuit penambahan tepung teripang dan surimi menujukkan

berpengaruh sangat nyata.

Kadar protein biskuit lebih meningkat dengan penambahan tepung

teripang pada pembuatan biskuit. Hal ini diduga semakin banyak penambahan

tepung teripang pada pembuatan biskuit maka semakin meningkat kandungan

proteinnya. Dewi (2008) menjelaskan bahwa protein teripang dalam kondisi basah

adalah 44-55% dan protein teripang dalam kondisi kering adalah 82%. Protein

pada teripang mempunyai asam amino yang lengkap, baik asam amino esensial

maupun asam amino non esensial (Karnila et al., 2011). Sejalan dengan penelitian

(Irsalina et al., 2016) melaporkan bahwa peningkatan kadar protein mie basah

dengan semakin tingginya penambahan tepung ikan, dimana tepung ikan juga

mimiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Kandungan protein biskuit

memenuhi standar SNI 01-2973-2011.


56

4.2.2.5. Kadar Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber utama bagi manusia. Sebanyak 90%

karbohidrat berasal dari tumbu-tumbuhan (Fennama, 1996). Karbohidrat

merupakan sumber energi yang sangat banyak ditemui tersedianya amat banyak

dan murah. Karbohidrat juga memiliki peranan penting dalam menentukan

karakteristik bahan makanan antara lain warna, aroma, rasa dan teksur (Winarno,

2008).

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh pada Tabel 19, diketahui

bahwa kadar karbohidrat yang terdapat pada tepung teripang dan surimi yang

tertinggi terdapat pada perlakuan S2 dengan nilai 82,83% sedangkan pada

perlakuan terendah terdapat pada perlakuan T0/S0 dengan nilai 79,35%. Syarat

mutu kadar karbohidrat pada biskuit berdasarkan SNI yaitu manimum 70% yang

berarti memenuhi standar SNI. Biskuit penambahan tepung teripang menunjukkan

berpengaruh tidak nyata sedangkan biskuit dengan penambahan surimi

menujukkan berpengaruh nyata.

Hal ini diduga semakin banyak penambahan tepung teripang dan surimi

kandungan karbohidrat mengalami peningkatan. Selain itu juga disebabkan oleh

kandungan kadar karbohidrat bahan baku pembuatan biskuit yaitu tepung terigu

dan teripang. Menurut Widodo, (2013) bahwa teripang memiliki kandungan

karbohidrat sebesar 4,80% dan menurut Ringanakos (1995) tepung terigu

kandungan karbohidratnya sebesar 67-70%. Selain itu juga dipengaruhi oleh

komponen nutrisi lainnya seperti kadar air, abu, lemak, dan protein, sehingga

semakin banyak komponen nutrisi lain yang ditambahakan dalam produk biskuit
57

maka semakin tinggi kadar karbohidrat yang dihasilkan. Fatkurahman et al.,

(2012) melaporkan bahwa kadar karbohidrat dihitung secara by difference

semakin tinggi komponen nutrisi lain maka kandungan kadar karbohidrat semakin

tinggi begitu juga sebaliknya semakin tinggi komponen nutrisi lainnya maka

kadar karbohidrat akan semakin rendah.


58

BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitan dan pembahasan, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Perlakuan penambahan tepung teripang terhadap organoleptik biskuit tidak

berpengaruh nyata terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur. Perlakuan terbaik

T2 warna sebesar 3,97 (suka), aroma sebesar 3,97 (suka), rasa sebesar 4,07

(suka) dan tekstur sebesar 4,00 (suka). Sedangkan pada penambahan surimi

terhadap organoleptik biskuit tidak berpengaruh nyata terhadap warna, aroma,

rasa tetapi berpengaruh sangat nyata terhadap tekstur. Perlakuan terbaik S2

warna sebesar 4,00 (suka), aroma sebesar 4,20 (suka), rasa sebesar 4,33 (suka)

dan tekstur sebesar 4,20 (suka).

2. Perlakuan penambahan tepung teripang terhadap kadar proksimat produk

biskuit tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar

karbohidrat dan berbeda nyata terhadap kadar abu, kadar lemak tetapi

berpengaruh sangat nyata terhadap kadar protein. Perlakuan terbaik T2 kadar

air sebesar 0,89%, kadar abu sebesar 1,95%, kadar lemak sebesar 13,18%,

kadar protein sebesar 11,67%, kadar karbohidrat sebesar 81,45%. Sedangkan

pada penambahan surimi terhadap kadar proksimat produk biskuit berpengaruh

nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar karbohidrat tetapi berpengaruh

sangat nyata terhadap kadar lemak dan kadar protein. Perlakuan terbaik S2
59

kadar air sebesar 1,03%, kadar abu sebesar 1,93%, kadar lemak sebesar

15,11%, kadar protein sebesar 10,16% dan kadar karbohidrat sebesar 82,83%.

3. Berdasarkan penilaian panelis terhadap tingkat kesukaan terhadap produk

biskuit perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan S2 (dengan penambahan

surimi).

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka saran yang dapat saya

ajukan adalah diperlukannya penelitian yang lebih lanjut untuk menganalisis

setiap unit percobaan dan menganalisis fisikokimia yang lebih spesifik (dilakukan

pada setiap ulangan dan perlakuan).


60

DAFTAR PUSTAKA

Abraham TJ, Nagarajan J, Shanmugan S.A. 2002. Antimicrobial Substances of


Potential Biomedical Importance from Holothurian Species. Indian
Journal of Marine Science. 161-164.

Aliem I.M, 1995. Teori Pastry. Akademi Kesejahteraan Sosial Tarakanita


Yogyakarta, Yogyakarta.

Badan Standar Nasional (BSN). 1992. SNI 01- 2973- 1992: Biskuit. BSN, Jakarta.

BSN (Badan Standarisasi Nasional). 1992. Syarat Mutu Surimi Beku. SNI 01-
2693-1992. Jakarta: Departemen Perindustrian RI.

Bogasari. 2011. Pengolahan Biskuit. Arsip BBC. Palembang.

Bordbar S, Farooq A, Nazamid S. 2011. Hight Value Components and Bioactives


From Sea Cucumbers for Functional foods A Review. Marine Drugs
Journal. 1761-1805.

Boyce, Muhibbudin, F.W. 2003. Karakteristik Fisika Kimia Surimi dari Daging
Lumat Ikan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) Pukat Udang. IPB. Bogor.

Dahuri R. 2005. Mengenali Bahan Baku Obat di Dalam Laut.Departemen


Kelautan dan Perikanan.

Darmananda S. 2006. Sea Cucumber. Institute for traditional Medicine. Portland


Oregeon.

Darsono P. 2005. Teripang (Holothurians) perlu dilindungi Bidang Sumberdaya


Laut.Jakarta.Puslit Oseanografi-LIPI.

Damodaran, A. 1997. Comporate Finance Theory and Paratice. New York : John
Willey Sons, Inc.

Ernisti W, Riadi S, Jaya MF. Karakteristik biskuit (Crackers) yang difortifikasi


dengan kosentrasi penambahan tepung ikan patinsiam (Pangasius
hypophthalmus) berbeda. Jurnal ilmu-ilmu perikanan dan budidaya
perairan. Fakultas Perikanan Universitas PGRI Palembang. 13(2).

Farouk AE, Faizal AHG, Ridzwan BH. 2007. New Bacterial Species Isolated
from Malaysia Sea Cucumbers with Optimized Secreted Antibacterial
Activity. American Journal of Biochemistry and Bioctechnology. 64-69.
61

Fechter H. 1969. The Sea Cucumber. Grzimek B, editor. Grzimeks Animal Life
Encyclopedia. New York: Van Nostrand Reinhold Company.

Fennema, Owen R. 1996. Food Chomistry Third Edition. Marcel Dekker Inc.
New York.

Fitriani V. 2006. Khasiat Dibalik Resep Datuk. Trubus on line. Edisi Teripang
untuk mengatasi penyakit maut.

Fredalina B, Ridzwan BH, Abidin ZA, Kaswadi MA, Ziton H, zali I, Kittakop P,
and Jais AM. 1999. Fatty Acid Composistions in Local Sea Cucumber,
Stichopus chloronotus, for Wound Healing. General pharmacology.
33(4):337-340.

Jordan. 2012. Teknologi Surimi dan Produk Olahannya Surimi Technology and
Its Processing Product. Jakarta.

Karnila R. 2011. Analisis kandungan nutrisi daging dan tepung teripang pasir
(Holothuria Scabra)segar. Berkala Perikanan Terubuk. 39(2):ISSN 0126-
4265.

Kartika, B. P., Hastuti dan W. Supartono, 1988. Pedomen Inderawi Bahan


Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

Kordi KMG. 2010. Cara Gampang Membudidayakan Teripang. Lily Publisher.


Hal 2-12.

Kurniawati N, Machmud F. N., Heatami K, 2012. Pengkayaan Protein dari Surmi


Lele Dumbo pada Brownies Terhadap Tingkat Kesukaan. Jurnal Perikanan
dan Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Manley D.J.R. 1983. Technologi of Biscuit, Crackers and Cookies. Third Etion.
CRC Press. New York.

Martoyo J, Aji N, Winanto T. 2006. Budidaya Teripang. Jakarta. Penebar


Swadaya. Jakarta. Hal 5-18.

Miyake Y.Y. 1985. Surimi Technology of Kneaded Product Manufacturing.


Infofish Marketing Digest. Malaysia.

Mulyani T, Djajati, Rahayu DL. 2015. Pembuatan cookiss bekatul (Kajian


proporsi tepung bekatul dan tepung mocaf dan penambahan margarine).
Jurnal Reka Pangan Program Studi Teknologi Pangan. Jatim. 9(2).
62

Nanti M. 2016. Kajian sifat organoleptik biskuit berbahan baku tepung jagung
teknikstamalisasi dan terigu. Jurnal Dinamika Penelitian Industri. Balai
Riset dan Standarisasi Industri Bandar Lampung. 27(2):110-118.

Nurjannah, 2008. Identifikasi Steroid Teripang Pasir (H.scabra) dan


pemanfaatannya Sebagai Sumber Steroid Alami dalam Upaya peningkatan
Nilai Tambah Teripang (Disertasi). Sekolah Pasca Sarjana. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.

Okada M. 1992. Histori of urimi teknologi in Japang. Di dalam Lanier TC (eds).


Surimi Technology. Marcek Dekker Inc. New York.

Pangan Indonesia. 2009. Departemen Perindustrian RI. Jakarta.

Park J.W, Mprrissey M.T. 2000. Manufacturing of surimi from light muscle fish.
Di dalam : Park JW, editor. Surimi dan Surimi Food. New York : Marcell
decker Inc.

Paran S. 2009. Tips anti gagal bikin biskuit roti, Cake, pastry, dan kue kering.
Jakarta. Kawan Pustaka.

Pratama R.I. 2011. Karakteristik Flavor Beberapa Produk Ikan Asap di Indonesia.
Tesis Sekolah Pascasarjana, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Pratama IR. 2014. Karakteristik Biskuit dengan Penamabahan Tepung Tulang


Ikan Jangilus. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD. Sumedang.

Rani M. 2015. Kajian Karakteristik Biskuit yang Dipengaruhi Tepung Ubi Jalar
(Ipomea Batalas L.) dan Tepung Kacang Merah. Jurnal Teknologi
Pangan. Universitas Pasundan Bandung.

Ringanakos K.A. dan Kontaminas M.G. 1995. Effect of Heat Treatment on


Moisture Sorption Behavior of Wheat Flours Using A Hygrometric
Tehnique-G. Charalambous (ED). Food Flavors : Generation Analysis and
Proces Influence.

Rostini I, Pratama IR, Liviwaty E.2014. Karakteristik Biskuit Dengan


Penambahan Tepung Tulang Ikan Jangilus (Istiophorus Sp.).Jurnal
Akuatika Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjajaran.
5(1):30-39.
63

Rustianti, R. 2008. Pengaruh Presentase penambahan surimi patin (Pangasius


hypopthalmus) Terhadap Tingkat Kesukaan Roti Ikan. Skripsi, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Unpad, Jatinangor.

Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik: Untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian.Jakarta. Bhratara Karya Aksara.

Susanto DA, Suprapto, Hadiyanto J. 2016regulatory Impact analisys terhadap


pemberlakuan Standar Nasional Indonesia secara wajib. Jurnal
Standarisasi. 18(3):217-228.

Tanikawa, 1971. Marine Products in Japan. Koseisha-Koseikaku Co. Tokyo.

Wiajaya, 2010. Kajian Teknis Standar Nasional Indonesia Biskuit SNI 012973-
1992. Balai Besar Industri Argo Kementrian Perindustrian. Jurnal
Pendidikan Biologi dan Sains. Jember.

Wibowo S, Yunizal, Setiabudi E, Erlina MD, dan Tazwir. 1997. Teknologi


Penanganan dan Pengolahan Teripang (Holothuria Scabra). Jakarta.
IPPL Slipi.

Widodo, Hendra. 2013. Ilmu Meracik Obat Untuk Apoteker, D-Medika,


Jogjakarta.

Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi Edisi Keseblasan. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.

Wulandari, Mita, Handarsari, dan Erma. 2010. Pengaruh Penambahan Bekatul


Terhadap Kadar Protein dan Sifat Organoleptik Biskuit. Jurnal Pangan
dan Gizi. 1(2).

Zhang E. 1988. Chinese Medicated Diet. Publishing House of Shanghai College


of Tradisional Chinese, Shanghai.
64
65

LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah Penelitian

T1 S1 S2 T2 T0

T0 S2 S1 S1 T2

T1 T2 T0 S2 S1

Keterangan :

T0 = Terigu 100% : Sagu 0% : Bekatul 0% : Tepung Teripang 0% : Surimi 0%

T1 = Terigu 50% : Sagu 45% : Bekatul 4% : Tepung Teripang 1% : Surimi 0%

S1 = Terigu 50 % : Sagu 45% : Bekatul 4% : Tepung Teripang 0% : Surimi 1%

T2 = Terigu 50% : Sagu 45% : Bekatul 3% : Tepung Teripang 2% : Surimi 0%

S2 = Terigu 50% : Sagu 45% : Bekatul 3% : Tepung Teripang 0% : Surimi 2%

(1), (2), (3): Ulangan


66

Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Tepung Teripang

Teripang (Holothuria Scabra) Segar

Pengeluaran isi perut dengan cara ditusuk


bagian perutnya, setelah itu dibersihkan

Perebusan pada suhu 70 °C selama 20 menit


(perebusan pertama)

Perebusan pada suhu 70 °C selama 3 jam


(perebusan kedua)

Diasapi selama 3 jam

Pengeringan dengan Proses pengeringan sesuai


oven perlakuan

Proses penepungan

Tepung teripang
67

Lampiran 3. Pembuatan surimi teripang

Teripang (Holothuria Scabra)

Pengeluaran isi perut dengan cara ditusuk bagian


perutnya, setelah itu dibersihkan

Pemisahan daging teripang dari kulit

Pelumatan dan Pencucian/ leaching


dengan air dingin

Penyaringan dan pengepresan

Pengemasan dalam plastik

Proses pembekuan

Surimi Teripang
68

Lampiran 4. Diagram Alir Penelitian

Gula halus, margarine, telur

Pencampuran dengan Mixer


selama 10 menit

Baking powder, susu bubuk, vanili, garam.


Tepung sesuai Formula
Pencampuran

Pencetakan

Pemanggangan (130 °C selama 30


menit)

Biskuit
69

Lampiran 5. Uji Organoleptik

Lembar Uji Hedonik

Nama Panelis :
Hari/Tanggal :
Usia :

Bahan / sampel : Biskuit

Intruksi :

1. Amatilah produk satu persatu


2. Pada kolom kode produk berikan penilaian anda dengan cara memasukkan
nomor (lihat *rambu keterangan dibawah label) berdasarkan tingkat
kesukaan
Uji Hedonik

No Kode Sampel Warna Rasa Aroma Tekstur Keseluruhan

1 123

2 324

3 547

4 232

5 765

Rata-rata

*Rambu penilaian skala hedonik


5 = Sangat Suka
4 = Suka
3 = Agak Suka
2 = Tidak Suka
1 = Sangat Tidak Suka
70

Lembar Uji Deskriptif

Nama Panelis :
Hari/Tanggal :
Usia :
Bahan / sampel : Biskuit
Petunjuk : Lihatlah sampel Biskuit yang tersedia, kemudian nyatakan
penilaian mututerhadap karakteristik organoleptik meliputi
warna, aroma, dan tekstur dengan memberikan tanda check
list ( √ )pada isian tabel berikut.

No Spesifikasi Kode sampel


123 324 543 232 765
1. Warna
Coklat gelap
Coklat tua
Coklat
Agak coklat
Coklat muda
2. Rasa
Sangat gurih
Gurih
Agak gurih
Tisak gurih
Sangat tidak gurih
3. Aroma
Sangat beraroma khas teripang
Beraroma khas teripang
Agak beraroma khas teripang
Tidak beraroma khas teripang
Sangat tidak beraroma khas
teripang
4. Tekstur
Sangat renyah
Renyah
Agak renyah
Tidak renyah
Sangat tidak renyah
71

Keterangan :

1. Oraganoleptik Deskriptif Warna

5 = Coklat Gelap
4 = Coklat Tua
3 = Coklat
2 = Agak Coklat
1 = Coklat Muda
2. Oraganoleptik Deskriptif Aroma

5 = Sangat beraroma khas Teripang


4 = Beraroma khas teripang
3 = Agak beraroma khas teripang
2 = Tidak beraroma khas teripang
1 = Sangat Tidak beraroma khas teripang
3. Oraganoleptik Deskriptif Rasa

5 = Sangat gurih
4 = Gurih
3 = Agak gurih
2 = Tidak gurih
1 = Sangat Tidak gurih
4. Oraganoleptik Deskriptif Tekstur

5 = Sangat renyah
4 = Renyah
3 = Agak renyah
2 = Tidak renyah
1 = Sangat Tidak renyah
72

Lampiran 6. Analisis Kadar Air Metode Thermogravimetri (AOAC, 2005)

Cawan petri dibersihkan dan dipanaskan dalam oven pada suhu 105 0C

selama 25 menit kemudian didinginkan dalam desikator. Kemudian ditimbang

sebagai bobot kosong. Perlakuan ini diulang hingga didapatkan bobot konstan.

Selanjutnya sampel dihaluskan dan ditimbang sebanyak 2 gram dimasukkan

dalam cawan petri dan dinyatakan sebagai bobot awal. Sampel dalam cawan petri

dimasukkan dalam oven dan dikeringkan dengan suhu 1050C selama 5 jam.

Setelah proses pengeringan cawan dan sampel dalam oven dikeluarkan keduanya

untuk didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Dipanaskan lagi dalam

oven selama 30 menit, kemudiaan didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh bobot konstan (selisih dua penimbang

berturu-turut kurang dari 0,2 mg), pengurangan bobot merupakan banyaknya air

dalam bahan.

Rumus :

W 2−W 3
Kadar air (%) = × 100 %
Berat Sampel(g)

Keterangan :

W2= Berat cawan sebelum dioven (g)

W3= Berat cawan setelah dioven (g)


73

Lampiran 7. Analisis Kadar Abu MetodeGravimetri (AOAC, 2005)

Analisis kadar abu menggunakan cawan porselin yang akan digunakan

dipanaskan dalam oven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 1500C

kemudian didinginkan cawan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan

ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dalam cawan yang sudah

dikeringkan, kemudian dilakuakan pengabuan dalam tanur pada suhu 600 0C

sampai pengabuan sempurna. Sampel yang sudah diabukan kemudian

didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

Rumus :

¿
Kadar abu (%) = ( W 3 )−W 1 ¿ Berat Sampel( g) × 100 %

Keterangan :

W1 = berat cawan kosong (g)

W2 = berat cawan isi sebelum ditanur (g)

W3 = berat cawan pengabuan (g)


74

Lampiran 8. Analisis Kadar Lemak (AOAC, 2005)

Sebanyak 0,5 gram ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring dan

diletakan pada alat ekstraksi Soxhlet yang dipasang diatas kondensor yang

diletakan labu lemak dibawahnya. Pelarut heksana dituangkan kedalam labu

lemak secukupnya sesuai dengan ukuran Soxhlet yang digunakan dan dilakukan

refluks selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali kedalam labu

lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang

bersi hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pda suhu 1050 C selama 5

jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan

ditimbang. Kadar lemak ditenukan menurut perhitungan berikut

Berat lemak dapat dihitung berdasarkan rumus :

bobot lemak (g)


Kadar lemak (%) = x 100%
bobot sampel ( g)
75

Lampiran 9. Analisis Kadar Protein (AOAC, 2005)

A. Penyiapan Reagen dan Larutan Standar

Reagen biuret dibuat dengan cara menimbang 0,75 gram CuSO4.5H2O dan

3 gram NaKC4 6H2O dan dilarutkan dalam 250 mL aquades dalam labu takar 500

mL, kemudian ditambahkan 150 mL NaOH 10% sambil diaduk dan akhirnya

ditambahkan aquades hingga volumenya 500 mL.

B. Pembuatan Larutan Standar Protein

Pembuatan larutan standar dengan cara menimbang 90 mg BSA (Bovine

Serum Albumin), dilarutkan dalam 25 mL aquades dan ditambahkan 1 tetes

NaOH 3% dan aquades hingga diperoleh larutan protein induk 6000 ppm.

C. Pembuatan Kurva Standar

Dari larutan stok standar dipipet 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1 mL. masing-

masing ke dalam tabung reaksi lalu diencerkan dengan aquades hingga 6 mL dan

ditambahkan 6 mL reagen biuret ke dalam masing- masing tabung, lalu

didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar. Selanjutnya diukur absorbansinya

pada panjang gelombang maksimum hasil pengukuran. Blanko yang digunakan

adalah campuran 6 mL air dan 6 mL reagen biuret.

D. Penyiapan Kurva Standar dan Sampel

Pembuatan larutan protein: ditimbang 2 gram sampel kemudian dilarutkan

dengan 20 mL aquades setelah itu disentrifus selama 30 menit. Setelah

disentrifus, tabung sentrifush dimasukkan dalam air es dan didinginkan selama ±

20 menit. Filtrate sampel di pipet 1 mL ditambahkan 5 mL aquades dan 6 mL


76

reagen biuret dan didiamkan selama ± 30 menit kemudian di ukur kadar protein

sampel.

Berat protein dapat dihitung berdasarkan rumus:

bobot protein(gram)
Kadar protein (%) = % = ×100 %
bobot sampel (gram)

100
Kadar protein (%bk) = % = × % protein¿)
100−kadar air

Lampiran 10. Analisis Kadar Karbohidrat by different (AOAC, 2005)

Penentuan Kadar Karbohidrat by different diperoleh dari hasil

pengurangan angka 100 dengan presentase komponen lain yang terkandung di

dalam sampel seperti air, abu, lemak dan protein. Kadar karbohidrat denagn

metode by difference dapat ditentukan dengan rumus:

Kadar Karbohidrat (%) = 100 % - (%protein + % lemak + % air + % abu)


77

Lampiran 11a. Hasil Uji Organoleptik Hedonik Teripang Warna

S.
RERAT
Ulangan DEVISIAS
A
Sampe TOTA I
l L
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0

(TO) 5 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 5 4 3 4 5 4 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 116 3,87 0,571346

(T1) 5 5 4 3 4 5 3 3 4 4 5 4 3 4 4 4 4 3 4 4 3 4 3 4 3 4 4 4 4 4 116 3,87 0,507416

(T2) 5 5 4 4 3 5 3 4 5 4 4 3 4 5 5 4 3 3 5 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 3 119 3,97 0,556053

Lampiran 11b. Analisis Sidik Ragam Hedonik Teripang Warna

F tabel
SK DB JK KT F hitung
0,05 0,01
perlakuan 2 0,28888889 0,14444444 0,47tn 3,10 4,86
Galat 87 26, 6000000 0,30574713
total 89 26, 88888889
Koefisien keragaman (kk)= 14,21856%
78

Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata

Lampiran 12a. Hasil Uji Organoleptik Hedonik Teripang Aroma

S.
RERAT
Ulangan DEVISIAS
A
Sampe TOTA I
l L
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0

(TO) 4 5 4 3 3 4 3 4 3 4 3 5 3 5 5 3 3 4 4 4 3 4 3 4 5 3 4 2 4 4 112 3,73 0,784915

(T1) 5 5 4 3 4 5 3 3 4 4 5 4 3 4 4 4 4 3 4 4 2 4 3 4 3 4 4 4 4 4 115 3,83 0,698932

(T2) 5 5 4 4 3 5 3 4 5 4 4 3 4 5 5 4 3 3 5 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 3 119 3,97 0,76489

Lampiran 12b. Analisis Sidik Ragam Hedonik Teripang Aroma

F F tabel
SK DB JK KT
hitung 0,05 0,01
perlakuan 2 1,08888889 0,54444444 0,81tn 3,10 4,86
79

58,7000000
Galat 87 0 0,67471264
59,8888889
total 89 0
Koefisien keragaman (kk)= 21,55300%
Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata

Lampiran 13a. Hasil Uji Organoleptik Hedonik Teripang Rasa

S.
Ulangan DEVISIAS
Sampe TOTA RERAT I
l L A
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 30

0,82768
(TO) 5 5 3 4 5 4 4 4 3 4 3 5 4 4 4 4 4 3 5 5 3 3 5 5 3 5 5 3 5 3 122 4,07 2

0,66867
(T1) 5 4 4 4 5 5 3 4 5 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 5 3 4 4 5 4 3 4 3 119 3,97 5

0,58329
(T2) 5 4 3 3 4 4 4 4 4 5 4 4 5 5 4 4 3 4 5 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 122 4,07 2
80

Lampiran 13b. Analisis Sidik Ragam Hedonik Teripang Rasa

F F tabel
SK DB JK KT
hitung 0,05 0,01
0,1444444
0,32tn 3,10 4,86
perlakuan 2 0,28888889 4
0,4448275
Galat 87 38,70000000 9
total 89 38,98888889
Koefisien keragaman (kk)=16,62766 %
Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata

Lampiran 14a. Hasil Uji Organoleptik Hedonik Teripang Tekstur

TOTA S.
Ulangan RERATA
L DEVISIASI
Sampel
1 2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 5 16 17 18 19 20 21 2 23 24 25 26 27 28 29 30

(TO) 4 3 4 3 1 4 3 4 4 4 3 4 3 5 4 3 4 5 3 3 4 4 3 4 4 3 3 2 5 2 105 3,50 0,885061

(T1) 5 3 3 4 4 4 3 4 5 4 4 3 4 5 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 3 115 3,83 0,582142

(T2) 5 3 4 3 3 4 4 4 5 4 5 4 4 5 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 4 3 120 4,00 0,632456


81

Lampiran 14b. Analisis Sidik Ragam Hedonik Teripang Tekstur

F F tabel
SK DB JK KT
hitung 0,05 0,01
perlakuan 2 3,08666669 1,54444444 2,61tn 3,10 4,86
Galat 87 51,53333333 0,59233716
total 89 54,62222222
Koefisien keragaman (kk)= 20,49322%
Keterangan : tn = berpengaruhtidak nyata

Lampiran 15a. Hasil Uji Organoleptik Deskriptif Teripang Warna


S.
Ulangan RERATA
DEVISIASI
Sampel TOTAL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

(TO) 1 1 1 1 4 2 2 1 1 1 2 2 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 1 1 2 1 43 1,43 0,760847

(T1) 1 2 1 1 3 3 3 2 1 2 3 3 3 3 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 4 1 2 2 1 54 1,80 0,909212

(T2) 1 2 2 2 4 2 3 3 2 3 3 2 3 1 1 2 1 2 2 1 1 1 3 1 2 3 3 2 2 1 61 2,03 0,835996


82

Lampiran 15b. Analisis Sidik Ragam Deskriptif Teripang Warna

F F tabel
SK DB JK KT
hitung 0,05 0,01
2,7444444
3,78* 3,10 4,86
perlakuan 2 5,48888889 4
0,7256705
galat 87 63,13333333 0
total 89 68,62222222
Koefisien keragaman (kk)= 48,52384%
Keterangan : * = berpengaruh nyata

Lampiran 16a. Hasil Uji Organoleptik Deskriptif Teripang Aroma


RERAT S.
Ulangan TOTAL
A DEVISIASI

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0

0,94516
(TO) 2 2 3 2 3 4 3 4 3 2 3 4 3 1 3 1 3 4 2 3 3 3 4 3 3 5 2 1 3 2 84 2,80 3

0,75203
(T1) 2 2 3 3 2 4 3 2 2 3 4 4 5 2 4 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 2 91 3,03 4

(T2) 2 2 2 4 3 4 3 3 3 3 4 3 5 4 4 3 4 3 3 4 4 4 4 3 3 4 3 3 3 3 100 3,33 0,69920


6
83

Lampiran 16b. Analisis Sidik Ragam Deskriptif Teripang Aroma

F F tabel
SK DB JK KT
hitung 0,05 0,01
perlakuan 2 1,62222222 0,81111111 0,94tn 3,10 4,86
Galat 87 75,26666667 0,86513410
total 89 76,88888889
Koefisien keragaman (kk)= 32,19666 %
Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata

S.
TOTA RERAT
Ulangan DEVISIAS
L A
I
Sampel
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0

0,62893
(TO) 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 5 4 4 4 4 4 3 5 5 4 3 3 3 3 3 4 3 112 3,73 2

0,58214
(T1) 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 5 3 3 5 3 3 3 4 3 115 3,83 2

(T2) 4 4 4 4 3 4 4 5 4 4 3 3 5 4 4 5 3 3 4 5 4 4 4 3 5 3 4 5 4 3 118 3,93 0,67986


84

Lampiran 17a. Hasil Uji Organoleptik Deskriptif Teripang Rasa

Lampiran 17b. Analisis Sidik Ragam Deskriptif Teripang Rasa

F F tabel
SK DB JK KT
hitung 0,05 0,01
perlakua 0,8777777
1,79tn 3,10 4,86
n 2 1, 55555556 8
0,4892720
Galat 87 42,5666666 3
44,3222222
total 89 2
Koefisien keragaman (kk)= 19,73454 %
Keterangan : tn = berpengaruhtidak nyata

S.
Sampe TOTA RERAT
Ulangan DEVISIAS
l L A
I
85

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0

(TO) 3 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 3 3 1 2 2 67 2,23 0,495536

(T1) 3 3 3 4 3 2 3 3 3 3 3 3 3 1 2 3 2 2 2 3 3 2 2 3 2 3 3 2 2 2 78 2,60 0,61101

(T2) 3 3 3 5 4 2 3 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 4 3 2 2 3 2 4 3 2 3 2 89 2,97 0,706321

Lampiran 18a. Hasil Uji Organoleptik Deskriptif Teripang Tekstur

Lampiran 18b. Analisis Sidik Ragam Deskriptif Teripang Tekstur

F F tabel
SK DB JK KT
hitung 0,05 0,01
perlakuan 2 8,06666667 4,03333333 10,46** 3,10 4,86
Galat 87 33,53333333 0,38544061
Total 89 41,60000000
Koefisien keragaman (kk) = 2387841%
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata

Lampiran 19a. Hasil Uji Organoleptik Hedonik Surimi Warna


86

S.
TOTA RERAT
Ulangan DEVISIAS
L A
I
Sampel
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0

(SO) 5 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 5 4 3 4 5 4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 116 3,87 0,571346

(S1) 5 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 5 4 4 5 4 3 5 4 4 4 4 4 3 3 5 4 3 4 3 118 3,93 0,628932

(S2) 5 4 4 3 2 4 4 4 5 5 5 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 5 4 5 4 4 120 4,00 0,68313

Lampiran 19b. Analisis Sidik Ragam Hedonik Surimi Warna

F F tabel
SK DB JK KT
hitung 0,05 0,01
perlakua
0,48tn 3,10 4,86
n 2 0, 46666667 0, 23333333
Galat 87 42,03333333 0, 48314176
total 89 42,50000000
Koefisien keragaman (kk)=16,68202%
Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata
87

Lampiran 20a. Hasil Uji Organoleptik Hedonik Surimi Aroma

Ulangan TOTAL
S.
Sampel RERATA
DEVISIASI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

(SO) 4 5 4 3 3 4 3 4 4 4 4 5 3 5 5 3 3 4 4 4 3 4 3 4 3 3 4 2 4 4 112 3,73 0,73968

(S1) 5 5 4 3 3 5 4 4 3 4 4 5 4 5 5 4 3 4 4 4 3 5 4 4 3 5 4 3 5 3 121 4,03 0,76489

(S2) 5 5 4 3 3 4 4 5 4 5 4 4 4 5 4 4 4 3 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 4 5 126 4,20 0,610257

Lampiran 20b. Analisis Sidik Ragam Hedonik Surimi Aroma

F F tabel
SK DB JK KT
hitung 0,05 0,01
perlakuan 2 1,48888889 0,74444444 1,35tn 3,10 4,86
Galat 87 47,80000000 0,54942529
total 89 49,28888889
Koefisien keragaman (kk)= 18,95196%
Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata
88

RERAT
Ulangan TOTAL S.
Sampe A
DEVISIAS
l
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 I
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0
12 0,57348
(SO) 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 3 4 3 5 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 3 3 2 4,07 8
12 0,71569
(S1) 5 5 3 4 5 5 4 4 5 4 4 5 4 5 5 4 3 3 4 4 3 5 3 4 4 5 4 5 5 4 7 4,23 7
13 0,59628
(S2) 5 5 4 4 4 5 5 4 4 5 4 4 3 3 5 5 4 5 4 4 4 5 4 4 5 5 4 5 4 4 0 4,33 5
Lampiran 21a. Hasil Uji Organoleptik Hedonik Surimi Rasa

Lampiran 21b. Analisis Sidik Ragam Hedonik Surimi Rasa

F F tabel
SK DB JK KT
hitung 0,05 0,01
perlakua
0,48tn 3,10 4,86
n 2 0,46666670 0,23333333
Galat 87 42,03333333 4,48314176
total 89 42,50000000
Koefisien keragaman (kk)= 16,68202%
Keterangan : tn = berpengaruhtidak nyata
89

Lampiran 22a. Hasil Uji Organoleptik Hedonik Surimi Tekstur

S.
Ulangan TOTAL RERATA
DEVISIASI
Sampel
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

(SO) 4 3 4 3 1 4 3 4 4 4 3 4 3 5 4 3 4 5 3 3 4 4 3 4 4 3 3 2 5 2 105 3,50 0,885061

(S1) 5 3 3 4 5 4 4 4 5 4 3 4 4 5 5 4 5 3 5 4 2 3 4 4 3 5 4 5 4 2 119 3,97 0,87496

(S2) 5 4 4 3 4 5 5 4 5 5 5 4 3 5 4 5 5 4 5 4 2 3 4 4 4 5 4 5 4 3 126 4,20 0,791623

Lampiran 22b. Analisis Sidik Ragam Hedonik Surimi Tekstur

F F tabel
SK DB JK KT
hitung 0,05 0,01
perlakuan 2 7,62222222 7,81111111 5,08** 3,10 4,86
Galat 87 65,26666667 0,75019157
total 89 72,88888889
Koefisien keragaman (kk)= 22,27027%
Keterangan : ** = berpengaruhsangat nyata
90

Lampiran 23a. Hasil Uji Organoleptik Deskriptif Surimi Warna

S.
TOTA RERAT
Ulangan DEVISIAS
L A
Sampe I
l
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0

(SO) 1 1 1 1 4 2 2 1 1 1 2 2 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 2 1 1 2 1 43 1,43 0,760847

(S1) 1 3 1 1 1 3 1 1 2 3 2 5 3 4 1 2 2 1 1 2 1 1 4 1 5 3 3 3 2 1 64 2,13 1,231079

(S2) 1 1 2 4 2 2 4 1 3 3 3 1 4 1 1 2 3 2 2 3 3 1 3 1 4 3 3 5 2 3 73 2,43 1,116045

Lampiran 23b. Analisis Sidik Ragam Deskriptif Surimi Warna

F F tabel
SK DB JK KT
hitung 0,05 0,01
perlakuan 2 10, 2888889 5, 1444444 4,26* 3,10 4,86
Galat 87 105, 0000000 1, 2068966
total 89 115,2888889
Koefisien keragman (kk)=57,48428%
91

Keterangan :* = berpengaruh nyata

Lampiran 24a. Hasil Uji Organoleptik Deskriptif Surimi Aroma

Ulangan
S.
Sampe TOTA RERAT
DEVISIAS
l L A
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 I
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0

(SO) 2 2 3 2 3 4 3 4 3 2 3 4 3 1 3 1 2 4 2 2 3 3 4 2 4 5 2 3 3 2 84 2,80 0,961321

(S1) 2 2 3 3 2 4 3 2 4 3 4 5 4 3 3 3 3 2 3 3 3 3 5 2 5 2 3 3 3 2 92 3,07 0,907187

(S2) 2 2 3 2 2 4 3 3 4 4 5 4 4 5 4 2 3 3 3 4 3 3 3 3 5 3 4 3 3 5 101 3,37 0,927857

Lampiran 24b. Analisis Sidik Ragam Deskriptif Surimi Aroma

F F tabel
SK DB JK KT
hitung 0,05 0,01
perlakuan 2 2,02222222 1,01111111 1,01tn 3,10 4,86
Galat 87 86,70000000 0,94655172
total 89 88,72222222
Koefisien keragaman (kk)= 33,90366%
92

Keterangan : tn = berpengaruhtidak nyata

Lampiran 25a. Hasil Uji Organoleptik Deskriptif Surimi Rasa

S.
RERAT
Ulangan TOTAL DEVISIAS
A
I
Sampel
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0

(SO) 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 5 4 4 4 4 4 3 5 4 4 4 3 3 3 3 4 3 112 3,73 0,583292

(S1) 4 5 4 4 4 4 4 3 4 4 5 4 4 4 3 4 3 3 4 3 3 3 4 5 3 4 3 3 4 4 113 3,77 0,61554

(S2) 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 3 5 4 3 4 4 3 119 3,97 0,481894

Lampiran 25b. Analisis Sidik Ragam Deskriptif Surimi Rasa

F F tabel
SK DB JK KT
hitung 0,05 0,01
perlakuan 2 1,15555556 0,57777778 1,08tn 3,10 4,86
Galat 87 46,63333333 0,53601533
total 89 47,78888889
93

Koefisien keragaman (kk)=20,39993 %


Keterangan : tn = berpengaruh tidak nyata

Lampiran 26a. Hasil Uji Organoleptik Deskriptif Surimi Tekstur

S.
Ulangan TOTAL
DEVISIASI
Sampe
RERATA
l
1 1 1 1 2 2 2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 12 13 4 15 16 7 18 9 20 21 2 23 24 5 26 27 8 29 30

(SO) 3 3 2 3 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 3 1 2 2 67 2,23 0,504007

(S1) 3 3 3 4 5 3 3 3 4 3 3 2 3 4 3 4 3 3 3 4 5 3 3 3 2 4 3 2 3 2 96 3,20 0,761124

(S2) 3 3 3 5 5 3 3 3 4 3 3 3 3 4 5 4 4 3 3 4 4 3 4 3 3 3 4 3 3 3 104 3,47 0,681445

Lampiran 26b. Analisis Sidik Ragam Deskriptif Surimi Tekstur

F F tabel
SK DB JK KT
hitung 0,05 0,01
Perlakuan 2 8,06666667 4,03333333 10,46** 3,10 4,86
Galat 87 33,53333333 0,38544061
Total 89 41,60000000
Koefisien keragaman (kk) = 2387841%
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata
94
93

Lampiran 27a. Komponen Nilai Proksimat Produk Biskuit

No Komponen T0 T1 S1 T2 S2

1. Kadar air (%) 1,25±0,01 1,09±0,07 0,70±0,00 0,89±0,15 1,03±0,21

2. Kadar abu (%) 2,18±0,007 2,22±0,007 1,83±0,00 1,95±0,02 1,93±0,05

3. KadarLemak (%) 15,97±0,06 14,82±0,76 15,78±0,00 13,18±0,0,62 15,11±0,74

4. KadarProtein 6,35±0,38 10,66±0,11 8,37±0,60 11,67±0,10 10,16±0,05


(%)
5. Kadar 79,35±0,02 79,82±0,23 81,66±0,74 81,45±1,08 82,83±0,99
Karbohidrat(%)
94

Lampiran 27b. Lampiran Analisis Kadar Lemak


95

Lampiran 27c. Hasil Analisis Kadar Protein


96

Lampiran 28. Dokumentasi Penelitian

Gambar 3. Proses Pembuatan Biskuit

(A) (B) (C)

(D) (E) (F)

Keterangan : (A) Penimbangan bahan, (B) Pencampuran bahan dengan Mixer, (C)

Adonan setelah pencampuran tepung terigu, tepung sagu, bekatul,

tepung teripang dan surimi, (D) Setelah Pencetakan, (E)

Pengovenan, (F) Biskuit.


97

Gambar4 . Uji Organoleptik Biskuit (Skala Hedonik dan Deskriptif)

(A) (B) (C)

(E) (F)
(D)

Keterangan : (A) Produk Biskuit, (B) Persiapan Organoleptik, (C) Uji Kesukaan

Rasa, (D) Uji Kesukaan Aroma, (E) Uji Kesukaan Warna, (F) Uji

Kesukaan Tekstur.

Anda mungkin juga menyukai