Anda di halaman 1dari 173

SKRIPSI

ANALISIS ORGANOLEPTIK DAN FISIKOKIMIA CAKE BERBASIS


TEPUNG BERAS PUTIH (Oryza sativa L.) KULTIVAR
WAKACINDA TERMODIFIKASI

Oleh:
USWATUN HASANAH MUSA
NIM. Q1A1 18 029

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
ANALISIS ORGANOLEPTIK DAN FISIKOKIMIA CAKE BERBASIS
TEPUNG BERAS PUTIH (Oryza sativa L.) KULTIVAR
WAKACINDA TERMODIFIKASI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian


untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana pada Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan

Oleh:
USWATUN HASANAH MUSA
NIM. Q1A1 18 029

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2022

iii
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA HASIL PENELITIAN INI

BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH

DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. APABILA

DIKEMUDIAN HARI TERBUKTI ATAU DAPAT DIBUKTIKAN BAHWA

SKRIPSI INI HASIL JIPLAKAN, MAKA SAYA BERSEDIA MENERIMA

SANKSI SESUAI PERATURAN YANG BERLAKU.

Kendari, Oktober 2022

Uswatun Hasanah Musa


NIM. Q1A118029

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Analisis Organoleptik dan Fisikokimia Cake Berbasis Tepung


Beras Putih (Oryza sativa L.) Kultivar Wakacinda
Termodifikasi)”
Nama : Uswatun Hasanah Musa
NIM : Q1A118029
Program Studi : Teknologi Pangan
Konsentrasi : Teknologi Pangan Murni
Jurusan : Ilmu Dan Teknologi Pangan

Menyetujui;

Pembimbing II
Pembimbing I

Prof. Dr. Hj. Sri Wahyuni, M.Si RH. Fitri Faradilla, S.TP., M.Sc.,Ph. D
NIP. 19680530 199303 2 001 NIP. 19880610 201504 2 003

Mengetahui,
Ketua Jurusan/Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan

Dr. Nur Asyik, SP.,M.Si


NIP. 19731115 200812 1 002

iv
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

karena atas izin dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan hasil

penelitian ini. Sholawat serta salam semoga tetap dilimpahkan kepada Nabi

Muhammad Sholallahu Alaihi Wasallam yang telah membawa kedamaian dan

rahmat bagi semesta alam. Penelitian ini berjudul “Analisis Organoleptik dan

Fisikokimia Cake Berbasis Tepung Beras Putih (Oryza sativa L.) Kultivar

Wakacinda Termodifikasi” yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam

menyelesaikan studi pada Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai

pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik dari segi psikologis

maupun materi hingga terselesaikannya tugas akhir ini. Oleh karena itu, melalui

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghormatan yang

setinggi-tingginya kepada ibunda tercinta Hasriah dan ayahanda tercinta

Drs.Musa serta saudara penulis Musril Hakim Musa, SP., MP, Laylatul

Qodriyah Musa, Ummi Aisyah Musa dan Ulil Aulia Musa atas segala perhatian,

kasih sayang, doa, serta dukungan yang senantiasa mengiringi perjalanan hidup

penulis hingga saat ini.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada Ibu Prof. Dr. Hj. Sri Wahyuni, M.Si. selaku

pembimbing I dan Ibu R.H. Fitri Faradilla, S.T.P., M.Sc., Ph.D., selaku

v
pembimbing II yang telah banyak membantu baik secara moral maupun bimbingan,

saran, kritik, nasehat yang diberikan, serta permohonan maaf atas segala kesalahan

penulis baik sengaja maupun tidak disengaja mulai awal sampai akhir

pembimbingan.

Ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya juga penulis haturkan


kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zamrun F., S.Si., M.Sc. selaku Rektor

Universitas Halu Oleo.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. R. Marsuki Iswandi, M.Si selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Halu Oleo, beserta Wakil Dekan I Prof. Ir. H. Andi

Khaeruni R., M.Si, Wakil dekan II Dr. Awwaluddin Hamzah, S.P., M.Si

dan Wakil Dekan III Dr. La Ode Alwi, S.P., M.P;

3. Bapak Dr. Nur Asyik, S.P., M.Si, selaku Ketua Jurusan/Program Studi Ilmu

dan Teknologi Pangan Universitas Halu Oleo dan Sekretaris Jurusan/Program

Studi Ibu Mariani L, SP., M.Sc.

4. Kepada Tim Penguji bapak Prof. Dr. Ir. H. Andi Khaeruni R., M.Si, selaku

ketua penguji, bapak Dr. Nur Asyik, S.P., M.Si selaku sekretaris dan ibu Dr.

Ir. Asnani, M.Si selaku anggota penguji yang telah memberikan saran,

masukan dan kritik yang bermanfaat dan membangun bagi penulis;

5. Seluruh dosen dan staf lingkup Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

Pertanian Universitas Halu Oleo.

6. Pegawai administrasi Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian

yang membantu penulis dalam urusan surat menyurat selama masa Pendidikan

vi
7. Ibu dan Ayahanda tercinta, tersayang dan terbaik sepanjang masa, Ibu Hasriah

dan bapak Drs. Musa, yang sudah senantiasa mendoakan, menyanyangi,

mencintai dan menyekolahkan penulis hingga berhasil memperoleh gelar

sarjana. Tak ada kalimat yang mampu menjelaskan betapa beruntung dan

bahagianya penulis mempunyai kedua orang tua seperti mereka.

8. Teman seperjuangan di tim Waka-Waka: Sumarni, Nur Afni, Nur Hikmah

Taswin, Wa Ode Putri Sri Darmayanti, Yusfira, Fadilah Amliah dan Nia

Damayanti yang sudah mau berjuang bersama hingga sampai di tahap ini.

Terima kasih karena telah menjadi bagian dari ketidakstabilan emosional yang

penulis rasakan selama masa penelitian.

9. Kakak ruang lingkup Lab Ilmu Teknologi Pangan Kak Dwi Sandi,S.T.P yang

sangat banyak membantu selama masa-masa sulit penulis dalam penyelesaian

studi

10. Kakak ruang lingkup Lab Ilmu Teknologi Pangan Kak Andi Dahlan, S.T.P.,

M.Si, Kak Al Fata, S.T.P dan Kak Hiyati, S.T.P yang banyak membantu selama

masa-masa awal penulis dalam melaksanakan penelitian.

11. Teman SMA penulis: Annisa Wayyu Zahari, Sitti Rahmasari Ramli, Novalya

Rahmadhani yang telah membantu dan memberikan motivasi kepada penulis

selama masa-masa penyusunan tugas akhir

12. Kakak penulis satu-satunya yang paling tersayang Musril Hakim Musa, SP.,

MP, yang sudah sangat baik dan pengertian kepada penulis, selalu memberikan

bantuannya baik dari segi moril terlebih dalam segi materil (memberikan uang

vii
dan kuota internet) serta tidak pernah membebani penulis dengan pertanyaan

“kapan wisuda”.

13. Paman penulis Drs. Mustafa, M.Hum dan istri ibu Amri Jana, S.Pd yang sudah

menjadi wali penulis serta memberikan banyak nasehat kepada penulis selama

masa-masa perkuliahan

14. Sepupu penulis Arman (bapaknya dinda/nadira/ica) dan Istri yang sudah

menjadi wali sekaligus tetangga yang baik hati pada penulis selama tinggal di

kota Kendari

15. Sepupu penulis Musrijan dan Istri (Kak Aulia Indah Hapsari), Isra Fahriyani,

S. AB dan Irma Fajriati yang sudah sangat baik kepada penulis selama berada

di kota Kendari

16. Saudara sepupu Surrohma Mato, ST dan suami Firdaus, A.Md. Kom yang

sudah menjadi wali penulis selama menimba ilmu di bangku perkuliahan serta

memahami penulis pada masa-masa penelitian sehingga jarang berada di

rumah.

17. Kakak via online Hayul A.Wahab, S. Pd yang sudah senantiasa menemani dan

mendengarkan cerita penulis selama masa perkuliahan dan masa-masa

penelitian yang penuh dengan suka dan duka serta selalu menjadi tempat yang

dapat memberikan saran dan solusi kepada penulis dalam menghadapi segala

situasi

18. Rekan-rekan penulis KKN Watubangga tahun 2021

19. Semua orang baik yang pernah penulis temui dan tidak dapat disebutkan

namanya satu per satu.

viii
20. Kesayangan penulis lee jong suk, song jong ki, park hyun sik, kim soo hyun,

park seo joon, lee joon gi, lee min ho, kim seon ho, yang sudah senantiasa

menjadi obat sakit kepala penulis (stress) dalam mengerjakan tugas akhir

melalui drama yang diperankan.

Penulis sangat berharap skripsi ini dapat bermanfaat dalam pengembangan

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) terutama dalam perkembangan Ilmu dan

Teknologi Pangan di masa yang akan datang.

Sekian yang dapat penulis katakan, semoga Allah Subhanahu Wata’ala

melimpahkan rahmat kepada semua pihak yang telah membantu, Aamiin.

Kendari, Oktober 2022

Penulis

ix
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama USWATUN HASANAH MUSA dilahirkan

di Kastarib pada tanggal 6 Februari 2000. Penulis merupakan

anak ke-2 dari 5 bersaudara, putri dari pasangan Bapak

Drs.Musa dan Ibu Hasriah. Penulis masuk sekolah dasar di

SD Negeri 2 Gu pada tahun 2006 dan lulus pada tahun 2012.

Setelah itu melanjutkan pendidikan di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 2 Buton

Tengah pada tahun 2012 dan lulus pada tahun 2015. Penulis melanjutkan

pendidikan di SMA Negeri 1 Baubau pada tahun 2015 dan lulus pada tahun 2018.

Kemudian pada tahun 2018, penulis diterima menjadi Mahasiswa Jurusan Ilmu dan

Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Halu Oleo melalui jalur

SNMPTN. Semasa menyelesaikan studi, penulis pernah mengikuti kegiatan

Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) UHO tahun 2019. Penghargaan yang

pernah diraih penulis selama masa studi, yaitu Serifikat sebagai peserta Program

Mahasiswa Wirausaha yang diselenggarakan oleh UPT PK2M UHO tahun 2019

dan Sertifikat sebagai panitia pada kegiatan Expo dan Seminar Kewirausahaan

(ESKU) UHO tahun 2019.

x
ABSTRAK

Uswatun Hasanah Musa (Q1A118029) “Analisis Organoleptik dan


Fisikokimia Cake Berbasis Tepung Beras Putih (Oryza sativa L.) Kultivar
Wakacinda Termodifikasi)”. Dibimbing oleh Sri Wahyuni Sebagai Pembimbing I
dan RH. Fitri Faradilla Sebagai pembimbing II.

Tujuan penelitian ini untuk menentukan pengaruh penggunaan tepung beras


putih Wakacinda termodifikasi terhadap karakteristik organoleptik dan fisikokimia
cake. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri
dari 4 perlakuan yaitu C1 (tepung beras putih tanpa modifikasi), C2 (tepung beras
putih termodifikasi crude enzyme amylase), C3 (tepung beras putih termodifikasi
BAL SBM 4A), C4 (tepung beras putih termodifikasi BAL SBM.3D). Hasil
pengamatan dianalisis dengan sidik ragam ANOVA. Jika analisis sidik ragam
menunjukkan F Hitung > F Tabel (α= 0,05) maka dilanjutkan uji lanjut Duncan’s
Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf kepercayaan 95%. Analisis fisikokimia
dengan uji T. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan tepung beras putih
termodifikasi berpengaruh nyata terhadap parameter aroma dan rasa, berpengaruh
sangat nyata pada tekstur dan berpengaruh tidak nyata pada warna. Perlakuan
terpilih cake diperoleh pada C4 (tepung beras putih termodifikasi BAL SBM.3D)
dengan skala hedonik warna (suka), aroma (sangat suka), tekstur (sangat suka) dan
rasa (suka), deskriptif warna (agak kuning kecoklatan), aroma (beras putih agak
kuat), tekstur (sangat lembut) dan rasa (beras putih agak kuat). Sifat fisik cake yaitu
derajat pengembangan, porositas, densitas kamba dan kekerasan tekstur (hardness)
berturut-turut sebesar 139,12%, 0,44mm2, 0,38 g/mL,1,23 kg/m2. Nilai gizi cake
meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan karbohirat berturut-turut yaitu
17,23%bb,0,88%bb, 5,88%bb, 21,70%bb dan 52,00%bb.

Kata Kunci: Tepung Beras Putih Termodifikasi, Cake, Karakteristik


Organoleptik, Sifat Fisikokimia

xi
ABSTRACT

Uswatun Hasanah Musa (Q1A118029) "Organoleptic Analysis of


Physicochemical Cake Based on White Rice Flour (Oryza sativa L.) Modified
Wakacinda Cultivars". Guided by Sri Wahyuni as Supervisor I and RH. Fitri
Faradilla as supervisor II.

The purpose of this study was to determine the effect of the use of modified
Wakacinda white rice flour on the organoleptic and physicochemical
characteristics of cake. This study used a Complete Randomized Design (RAL)
consisting of 4 treatments, namely C1 (white rice flour without modification), C2
(white rice flour modified crude enzyme amylase), C3 (modified white rice flour
BAL SBM 4A), C4 (modified white rice flour BAL SBM. 3D). The result of the
observation was analyzed with ANOVA fingerprints. If the analysis shows F
Calculate > F Table (α= 0.05) then continued the follow-up test of Duncan's
Multiple Range Test (DMRT) with a confidence level of 95%. Physicochemical
analysis with T-test. The results showed that the use of modified white rice flour
had a significant effect on the parameters of aroma and taste, had a very real effect
on texture and had an unreal effect on color. Selected cake treatment was obtained
on C4 (modified white rice flour BAL SBM 3D) with a hedonic scale of color (like),
aroma (very like), texture (very like) and taste (like), descriptive color (slightly
brownish yellow), aroma (white rice is rather strong), texture (very soft) and taste
(white rice is a bit strong). The physical properties of the cake are the degree of
development, porosity, density of kamba and hardness of texture (hardness)
respectively of 139.12%, 0.44mm2, 0.38 g/mL,1.23 kg/m2. The nutritional value of
cake includes water, ash, protein, fat and carbohirat content, respectively, namely
17.23%bb, 0.88 %bb, 5.88%bb, 21.70%bb and 52.00%bb.

Keywords: Modified White Rice Flour, Cake, Organoleptic Characteristics,


Physicochemical Properties

xii
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Sampul .................................................................................................. iii
Halaman Judul ..................................................................................................... iii
Halaman Pernyataan ........................................................................................... iii
Halaman Pengesahan ........................................................................................... iv
Ucapan Terima Kasih ........................................................................................... v
Riwayat Hidup....................................................................................................... x
Abstrak .................................................................................................................. xi
Abstract ................................................................................................................. xii
Daftar Isi ............................................................................................................. xiii
Daftar Tabel ......................................................................................................... xv
Daftar Gambar ................................................................................................... xvi
Daftar Lampiran ............................................................................................... xvii
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................... 3
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 5
2.1. Deskripsi Teori .............................................................................................. 5
2.1.1. Beras putih (Oryza sativa L.) ................................................................... 5
2.1.2. Tepung Beras ............................................................................................ 7
2.1.3. Pati Beras .................................................................................................. 8
2.1.4. Fermentasi .............................................................................................. 13
2.1.5. Crude Enzyme Amylase Kapang Tempe (R. oligosporus) ..................... 15
2.1.6. Bakeri Asam Laktat Isolat SBM.4A ...................................................... 18
2.1.7. Bakeri Asam Laktat Isolat SBM.3D....................................................... 20
2.1.8. Cake ........................................................................................................ 23
2.1.9. Kriteria Mutu Cake ................................................................................ 24
2.1.10. Karakteristik Organoleptik ................................................................... 25
2.2. Kerangka Pikir Penelitian ............................................................................ 27
2.3. Hipotesis ...................................................................................................... 29
III. METODE PENELITIAN ............................................................................ 30
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 30
3.2. Alat dan Bahan ............................................................................................ 30
3.3. Rancangan Penelitian................................................................................... 31
3.4. Prosedur Penelitian ...................................................................................... 33
3.4.1 Pembuatan Tepung Beras Putih .............................................................. 33
3.4.1.1. Pembuatan Tepung Beras Putih Tanpa Modifikasi .......................... 33
3.4.1.2.Pembuatan Tepung Beras Putih Modifikasi crude enzyme amylase . 34
3.4.1.3. Pembuatan Tepung Beras Putih Modifikasi BAL SBM.4A dan BAL
SBM.3D ................................................................................................ 37
3.4.2. Pembuatan Cake ..................................................................................... 40

xiii
3.4.3. Uji Organoleptik Cake Tepung Beras Putih Termodifikasi .................... 40
3.4.4. Uji Fisikokimia Cake Tepung Beras Putih Termodifikasi ...................... 40
3.4.4.1. Analisis Daya Pengembangan ........................................................... 40
3.4.4.2. Analisis Porositas .............................................................................. 42
3.4.4.3. Densitas Kamba ................................................................................ 41
3.4.4.4. Kekerasan Tekstur (Hardness) ......................................................... 42
3.4.5. Analisis Proksimat Cake Tepung Beras Putih Termodifikasi................. 43
3.5. Variabel Pengamatan ................................................................................... 45
3.6. Analisis Data ................................................................................................ 45
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 47
4.1. Hasil ............................................................................................................. 47
4.1.1. Nilai Organoleptik Skala Hedonik dan Deskriptif ................................. 47
4.1.1.1. Nilai Organoleptik Hedonik Cake .................................................... 47
4.1.1.2. Nilai Organoleptik Deskriptif Cake .................................................. 48
4.1.1.3. Uji Organoleptik Hedonik dan Deskriptif Cake Beras Putih
Wakacinda Perlakuan Kontrol dan Terpilih .................................... 51
4.1.1.4. Uji Fisik Cake Perlakuan Kontrol dan Terpilih ................................ 52
4.1.1.5. Nilai Proksimat Cake Perlakuan Kontrol dan Terpilih ..................... 54
4.2. Pembahasan ................................................................................................. 56
4.2.1. Uji organoleptik ...................................................................................... 56
4.2.1.1. Warna ................................................................................................ 56
4.2.1.2. Aroma ............................................................................................... 58
4.2.1.3. Tekstur .............................................................................................. 61
4.2.1.4. Rasa ................................................................................................... 64
4.2.2. Sifat Fisik Cake Perlakuan Kontrol dan Terpilih ................................... 67
4.2.2.1. Derajat Pengembangan ..................................................................... 67
4.2.2.2. Densitas Kamba ................................................................................ 69
4.2.2.3. Porositas ............................................................................................ 70
4.2.2.4. Uji Kekerasan Tekstur (Hardness) .................................................. 72
4.2.3. Analisis Proksimat Cake Perlakuan Kontrol dan Terpilih ..................... 75
4.2.3.1. Kadar Air .......................................................................................... 74
4.2.3.2. Kadar Abu ......................................................................................... 76
4.2.3.3. Kadar Protein .................................................................................... 78
4.2.3.4. Kadar Lemak ..................................................................................... 79
4.2.3.5. Kadar Karbohidrat............................................................................. 81
V. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 84
5.1. Kesimpulan ................................................................................................ 84
5.2. Saran .......................................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 86
LAMPIRAN ......................................................................................................... 98

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi Kimia Beras Putih .................................................................. …… 6


2. Komponen Zat Gizi Tepung Beras .......................................................... …….7
3. Syarat Mutu Tepung Beras ....................................................................... …… 8
4. Skor Penilaian Dan Kriteria Uji Hedonik................................................. ……40
5. Skor Penilaian Dan Kriteria Uji Deskriptif ........................................... ….… 40
6. Rekapitulasi Analisis Ragam Cake Skala Hedonik dan Deskriptif ......... ….. 46
7. Uji Organoleptik Hedonik Cake Beras Putih Termodifikasi ................... ….. 47
8. Uji Organoleptik Deskriptif Cake Beras Putih Termodifikasi ................ ……49
9. Uji Organoleptik Hedonik Cake Beras Putih Kontrol dan Terpilih …….…… 51
10. Uji Organoleptik Deskriptif Cake Beras Putih Kontrol dan Terpilih ... ……52
11. Nilai Fisik Cake Berbasis Tepung Beras Putih Termodifikasi Terpilih ……52
12. Nilai Proksimat Cake Berbasis Tepung Beras Putih Termodifikasi Terpilih.. 54

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Beras Putih Kultivar Wakacinda .............................................................. 5


2. Struktur Rantai Molekul Amilosa .............................................................. 12
3. Struktur Rantai Molekul Amilopektin ....................................................... 12
4. Gelling Properties Tepung Beras Modifikasi crude enzyme amylase .... 18
5. Gelling Properties Tepung Beras Modifikasi BAL SBM.4A .................. 19
6. Gelling Properties Tepung Beras Modifikasi BAL SBM.3D .................. 22
7. Diagram Kerangka Pikir ........................................................................... 28
8. Cake Termodifikasi .................................................................................. 50
9. Kenampakan Pori Cake Secara Visual ..................................................... 53
10. Kenampakan Pori Cake pada Mikroskop .............................................. 53

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Denah Penelitian ......................................................................................... 97


2. Diagram Alir Penelitian .............................................................................. 98
3. Diagram Alir Pembuatan Tepung Beras Putih Crude Enzyme Amylase ..... 99
4. Diagram Alir Pembuatan Tepung Beras Putih Isolat BAL SBM.4A ......... 100
5. Diagram Alir Pembuatan Tepung Beras Putih isolat BAL SBM.3D ......... 101
6. Diagram Alir Pembuatan Pembuatan Cake ................................................ 102
7. Analisis Kadar Air ...................................................................................... 103
8. Analisis Kadar Abu .................................................................................... 104
9. Analisis Kadar Protein ................................................................................ 105
10. Analisis Kadar Lemak ............................................................................... 106
11. Analisis Kadar Karbohidrat ....................................................................... 107
12. Formulir Uji Hedonik ................................................................................ 108
13. Lembar Penilaian Organoleptik Deskriptif ............................................... 109
14a. Hasil organoleptik hedonik warna ........................................................... 112
14b. Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Hedonik Warna ....................... 113
15a. Hasil Organoleptik Hedonik Aroma ........................................................ 114
15b. Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Hedonik Aroma ....................... 115
16a. Hasil Organoleptik Hedonik Tekstur ...................................................... 116
16b. Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Hedonik Tekstur ...................... 117
17a. Hasil Organoleptik Hedonik Rasa ........................................................... 118
17b. Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Hedonik Rasa .......................... 119
18a. Hasil Organoleptik Deskriptif Warna ...................................................... 120
18b. Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Deskriptif Warna ..................... 121
19a. Hasil Organoleptik Deskriptif Aroma ..................................................... 122
19b. Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Deskriptif Aroma .................... 123
20a. Hasil Organoleptik Deskriptif Tekstur .................................................... 124
20b. Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Deskriptif Tekstur ................... 125
21a. Hasil Organoleptik Deskriptif Rasa ........................................................ 126

xvii
22a. Hasil Uji Derajat Pengembangan Cake Tepung Beras Putih
Perlakuan Terpilih dan Kontrol ................................................................ 128
22b. Hasil Analisis Uji T Derajat Pengembangan Cake Tepung Beras Putih
Perlakuan Terpilih dan Kontrol ................................................................ 129
23a. Hasil Uji Porositas Cake Tepung Beras Putih
Perlakuan Terpilih dan Kontrol ................................................................ 130
23b. Hasil Analisis Uji T Porositas Cake Tepung Beras Putih
Perlakuan Terpilih dan Kontrol ................................................................ 132
24a. Hasil Uji Densitas Kamba Cake Tepung Beras Putih
Perlakuan Terpilih dan Kontrol ................................................................ 133
24b. Hasil Analisis Uji T Densitas Kamba Cake Tepung Beras Putih
Perlakuan Terpilih dan Kontrol ................................................................ 134
25a. Hasil Uji Kekuatan Tekstur (Hardness) Cake Tepung Beras Putih
Perlakuan Terpilih dan Kontrol ................................................................ 135
25b. hasil analisis Uji T Kekuatan Tekstur (Hardness) Cake Tepung Beras
Putih Perlakuan Terpilih dan Kontrol ....................................................... 136
26a. Penentuan Hasil Kadar Air Cake Tepung Beras Putih
Perlakuan Terpilih dan Kontrol ............................................................... 137
26b. Hasil Analisis Uji T Kadar Air Cake Tepung Beras Putih
Perlakuan Terpilih dan Kontrol ................................................................ 138
27a. Penentuan Hasil Kadar Abu Cake Tepung Beras Putih
Perlakuan Terpilih dan Kontrol ............................................................... 139
27b. Hasil Analisis Uji T Kadar Abu Cake Tepung Beras Putih
Perlakuan Terpilih dan Kontrol ................................................................ 140
28a. Penentuan Hasil Kadar Lemak Cake Tepung Beras Putih
Perlakuan Terpilih dan Kontrol ................................................................ 141
28b. Hasil Analisis Uji T Kadar Lemak Cake Tepung Beras Putih
Perlakuan Terpilih dan Kontrol ................................................................ 142
29a. Penentuan Hasil Protein Cake Tepung Beras Putih
Perlakuan Terpilih dan Kontrol ................................................................ 143
29b. Hasil Analisis Uji T Protein Cake Tepung Beras Putih
Perlakuan Terpilih dan Kontrol ................................................................ 144
29c. Hasil Analisis Uji Protein Cake Tepung Beras Putih
Perlakuan Terpilih dan Kontrol ............................................................... 145
30a. Penentuan Hasil Karbohidrat Cake Tepung Beras Putih

xviii
Perlakuan Terpilih dan Kontrol ............................................................... 146
30b. Hasil Analisis Uji T Karbohidrat Cake Tepung Beras Putih
Perlakuan Terpilih dan Kontrol ............................................................... 147
31. Dokumentasi Penelitian ..................................................................................... 148

xix
1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masyarakat Indonesia umumnya mengonsumsi beras sebagai makanan

pokok sehari-hari. Produksi beras pada 2021 untuk konsumsi pangan diperkirakan

sebesar 31,69 juta ton, mengalami kenaikan sebanyak 351,71 ribu ton atau 1,12

persen dibandingkan produksi beras tahun 2020 sebesar 31,33 juta ton (BPS, 2021).

Kandungan beras mencukupi 63% dari total kebutuhan energi dan 37% protein

(Abas dan Noer, 2019). Berdasarkan warna beras terdiri dari beberapa jenis beras

yaitu beras putih, beras hitam, beras coklat, beras merah (Raksananda, 2019).

Beras putih (Oryza sativa L.) kultivar Wakacinda merupakan salah satu

varietas padi ladang (gogo) lokal yang berasal dari Kabupaten Buton Utara,

Sulawesi Tenggara. Varietas lain yang saat ini dibudidayakan dan sudah

didaftarkan sebagai varietas lokal oleh BPTP antara lain wakawondu, paewakombe,

paewatanta, paewangkariri, paewarumbia, paewangkaluku dan paewabalongka,

paepatirangga, paeapollo (Antara, 2017).

Selain dikomsumsi sebagai nasi, beras juga bisa diolah menjadi tepung

beras. Namun, pemanfaatan tepung beras sebagai bahan baku pembuatan berbagai

produk pangan masih terbatas dikarenakan karakteristik produk yang dihasilkan

mempunyai tekstur yang sedikit kasar dan kandungan protein yang rendah yaitu 7-

9% per 100 g (Indriyani et al., 2013). Selain itu, ukuran granula pati beras lebih

kecil (3-8 μm) dibandingkan dengan ukuran granula pati lainnya sehingga kekuatan

pembengkakannya kecil dan akan menghasilkan produk yang kurang mengembang


2

(Chaplin, 2002). Untuk memperbaiki karakteristik tepung beras yaitu salah satunya

dengan metode modifikasi. Oleh karena itu dilakukan modifikasi pati dengan cara

fermentasi menggunakan crude enzyme amylase yang diisolasi dari kapang tempe

(Rhyzopus oligosporus) dan bakteri asam laktat (BAL) sebagai alternatif yang

bertujuan untuk memperbaiki karakteristik fisikokimia tepung beras putih

Wakacinda.

Modifikasi tepung beras putih menggunakan crude enzyme amylase

dilakukan oleh Bella (2021), hasil optimal diperoleh pada lama inkubasi 24 jam

dengan nilai aktivitas enzim sebesar 2,47 U/mL menghasilkan tepung beras dengan

nilai viskositas sebesar 35,04 cP dibandingkan viskositas tepung beras kontrol

10,64 cP, swelling power 18,53 (g/g) dibandingkan swelling power tepung beras

kontrol 10,46 (g/g), IKA) sebesar 15,87 (g/g) dibandingkan IKA tepung beras

kontrol 14,40 (g/g).

Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Wurara (2020), tepung beras putih

Wakacinda yang dimodifikasi menggunakan BAL SBM.4A diperoleh hasil optimal

pada lama inkubasi 48 jam dengan konsentrasi BAL OD 0,50 menghasilkan tepung

beras dengan nilai viskositas 26,18 cP dibandingkan viskositas tepung beras kontrol

19,71 cP, swelling power 12,29 g/g dibandingkan swelling power tepung beras

kontrol 7,34 cP, IKA 11,02 % dibandingkan IKA tepung beras kontrol 6,80 cP.

Penelitian lain oleh Ahmad (2020) mengemukakan bahwa modifikasi

tepung beras putih Wakacinda menggunakan BAL SBM.3D diperoleh hasil optimal

pada lama inkubasi 48 jam dengan konsentrasi BAL OD 0,75 menghasilkan tepung

beras dengan nilai viskositas sebesar 32,83 cP dibandingkan viskositas tepung beras
3

kontrol 19,71 cP., swelling power 12,20 g/g dibandingkan nilai swelling power

tepung beras kontrol 7,34 g/g dan IKA 10,28 % dibandingkan IKA tepung beras

kontrol 6,80%.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka penulis akan melakukan

penelitian lanjut yaitu pengaplikasian dari tepung beras putih kultivar Wakacinda

termodifikasi crude enzyme amylase yang diisolasi dari kapang tempe (Rhyzopus

oligosporus) yang telah diteliti oleh Bella (2021), termodifikasi BAL SBM.4A yang

telah diteliti oleh Wurara (2020) dan BAL SBM.3D yang telah diteliti oleh Ahmad

(2020) pada pembuatan produk cake, dengan harapan terwujudnya sifat

organoleptik dan fisikokimia yang lebih baik pada cake yang berbahan dasar tepung

beras putih.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Apakah penggunaan tepung beras putih kultivar Wakacinda termodifikasi

crude enzyme amylase, BAL SBM.4A dan BAL SBM.3D berpengaruh

terhadap karakteristik organoleptik cake?

2. Jika berpengaruh nyata, perlakuan apa yang terbaik dalam perbaikan

karakteristik organoleptik cake?

3. Apakah pengaruh penggunaan tepung beras putih kultivar Wakacinda

termodifikasi terpilih berbeda nyata dengan kontrol terhadap perbaikan

karakteristik fisikokimia cake?


4

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menentukan pengaruh penggunaan tepung beras putih kultivar Wakacinda

termodifikasi crude enzyme amylase, BAL SBM.4A dan BAL SBM.3D terhadap

karakteristik organoleptik cake

2. Diperoleh 1 (satu) perlakuan terpilih tepung beras putih kultivar Wakacinda

termodifikasi yang berpengaruh nyata terhadap karakteristik organoleptik cake

3. Menentukan pengaruh penggunaan tepung beras putih kultivar Wakacinda

termodifikasi terpilih terhadap karakteristik fisikokimia cake

Manfaat dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Menghasilkan produk cake yang memiliki karakteristik organoleptik dan

fisikokimia yang lebih baik

2. Mengeksplorasi potensi beras lokal organik kultivar Wakacinda asal Buton

Utara, Sulawesi Tenggara.


5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Teori

2.1.1. Beras putih (Oryza sativa L.)

Padi (Oryza sativa L.) memiliki bentuk dan warna yang beragam, baik

tanaman maupun berasnya. Beras merupakan makanan sumber energi yang

mempunyai kandungan karbohidrat tinggi sehingga dijadikan makanan pokok

orang Indonesia dan beberapa negara lain (Adnan et al., 2013). Di Indonesia,

terdapat beras dengan bermacam-macam warna antara lain beras putih (Oryza

sativa L.), beras hitam (Oryza sativa L. Indica), dan beras merah (Oryza nivara).

Sampai saat ini, beras berwarna putih masih mendapat perhatian lebih dibandingkan

beras dengan warna yang lain (Suliartini et al., 2011). Beras putih kultivar

Wakacinda dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Beras Putih Kultivar Wakacinda

Beras putih (Oryza sativa L.) merupakan bahan makanan pokok sebagian

besar masyarakat Indonesia. Beras putih umumnya dimanfaatkan sebagai makanan

pokok yang diolah menjadi nasi, makanan pokok terpenting warga dunia. Beras
6

putih memiliki kandungan gizi yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, air,

besi, magnesium, phosphor, potassium, seng, vitamin B1, B2, B3, B6, B9 dan serat.

Beras memiliki kandungan karbohidrat 79 g dengan kandungan energi 360 kal

(Utama dan Zulman, 2015). Beras putih memiliki kandungan serat yang paling

rendah, baik beras putih organik (0,5746 % b/b) maupun beras putih non organik

(0,4021% b/b). Beras putih mempunyai sedikit kandungan aleuron dan kandungan

amilosa umumnya sekitar 20% (Hernawan dan Meylani, 2016). Komposisi kimia

beras putih dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Beras Putih Per 100 g


Komposisi Gizi Nilai
Energi karbohidrat 1,5527 kJ (356 kkal)
Gula 79 g
Serat pangan 0,12 g
Lemak 0,66 g
Protein 7,13 g
Air 11,62 g
Thiamin (Vit B1) 0,070 mg (5%)
Riboflavin (Vit B2) 0,049 mg (3%)
Niasin (Vit B3) 1,6 mg (11%)
Asam Panthotenat (Vit B5) 1,014 mg (20 %)
Vitamin B6 0,164 mg (13%)
Folat (Vit B9) 8 µg (2%)
Kalsium 28 mg (3%)
Besi 0,80 mg (6%)
Magnesium 25 mg (7%)
Mangan 1088 mg (54%)
Fosfor 115 mg (16%)
Potassium 115 mg (2%)
Seng 1,09 mg (11%)
Sumber: Data Nutrisi USDA (2009)
7

2.1.2. Tepung Beras

Salah satu bentuk hasil pengolahan beras adalah bentuk tepung beras.

Manfaat pengolahan beras menjadi tepung yaitu lebih tahan disimpan, lebih mudah

dalam pengemasan dan pengangkutan, dan lebih praktis untuk diversifikasi produk

olahan. Pembuatan tepung beras secara konvensional dan modern tidak jauh

berbeda, dengan tahapan meliputi dibersihkan dari kotoran, dicuci dan direndam

dalam air, ditiriskan, digiling dan dikeringkan sampai kadar air di bawah 14%

(BSN, 2009).

Berikut komposisi zat gizi dan syarat mutu tepung beras per 100 g dapat

dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3

Tabel 2. Komponen zat gizi tepung beras per 100 g


Komponen Komposisi
Kalori (kal) 360
Protein (g) 0,80
Lemak (g) 0,70
Karbohidrat (g) 78,90
Kalsium (mg) 6,00
Fosfor (mg) 140
Zat besi (mg) 0,80
Vitamin A(mg) 0,00
Vitamin B1 (mg) 0,12
Vitamin C (mg) 0,00
Sumber: Departemen Kesehatan (2005)
8

Tabel 3. Syarat mutu tepung beras (SNI 3549-2009)

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan


1 Keadaan
1.1 Bentuk - Serbuk halus
1.2 Bau - Normal
1.3 Warna - Putih,khas tepung
beras
2 Benda asing - Tidak boleh ada
3 Serangga (dalam - Tidak boleh ada
semua bentuk stadia
dan potongan)
4 Jenis pati lain selain - Tidak boleh ada
pati beras
5 Kehalusan,lolos % 90
ayakan 80 mesh
(b/b)
6 Kadar air (b/b) % Maksimum 13
7 Kadar abu (b/b) % Maksimum 1,0
8 Belerang dioksida - Tidak boleh ada
9 Silikat (b/b) % Maksimum 0,1
10 Ph 5-7
11 Cemaran logam
11.1 Timbal (Pb) mg/kg Maksimum 0,3
11.2 Kadmium (Cd) mg/kg Maksimum 0,4
11.3 Raksa (Hg) mg/kg Maksimum 0,05
12 Cemaran arsen Mg/kg Maksimum 0,5
13 Cemaran mikrob
13.1 Angka lempeng Koloni/g Maksimum 1,0 x
total 106
13.2 Escherichia coli APM/g Maksimum 10
13.3 Bacillus cereus Koloni/g Maksimum 10 x
104
14 Kapang Koloni/g Makasimum 1,0 x
104
Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2009)

2.1.3. Pati Beras

Pati adalah polimer glukosa dengan rumus molekul (C6H10O5)n.

Pembentukan polimer pati diawali dengan terbentuknya ikatan glukosida yaitu

ikatan antara molekul glukosa melalui oksigen pada atom karbon pertama. Pati
9

dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu amilosa dan amilopektin. Pati berperan

sebagai sumber makanan penghasil energi utama dari golongan karbohidrat.

Menurut Faradilla (2021), secara umum karbohidrat meliputi

monosakarida, disakarida, oligosakarida dan polisakarida. Monosakarida

merupakan bentuk paling sederhana dari karbohidrat. Ketika dua monosakarida

saling berikataan, maka terbentuklah disakarida. Monosakarida dan disakarida juga

dikenal sebagai gula pasir. Contoh monosakarida adalah glukosa, fruktosa dan

galaktosa. Ketika glukosa berikatan dengan fruktosa, terbentuklah sukrosa atau

dikenal dengan sebutan gula pasir. Contoh disakarida lainnya adalah laktosa atau

gula susu yang terdiri atas glukosa dan galaktosa. Oligosakarida merupakan sebutan

untuk karbohidrat yang dibentuk dari beberapa (biasanya 2-10) unit monosakarida

(oligo = sedikit). Oleh karena itu disakarida juga termasuk dalam golongan

oligosakarida. Selain disakarida, contoh oligosakarida lainnya yaitu rafinosa dan

stakiosa. Rafinosa terbentuk dari tiga monosakarida sedangkan stakiosa merupakan

gabungan empat monosakarida. Bentuk kompleks dari karbohidrat yaitu zat

tersusun atas banyak monosakarida yaitu polisakarida. Serat (selulosa, lignin,

hemiselulosa), pati dan glikogen merupakan contoh dari polisakarida. Polisakarida

sering digambarkan sebagai rantai Panjang yang tersusun atas monosakarida yang

terhubung melalui ikatan glikosidik.

Pati berperan sebagai bahan aditif pada proses pengolahan makanan,

misalnya sebagai penstabil dalam proses pembuatan pudding, pada pembuatan

sirup dan pemanis buatan seperti sakarin, pati juga digunakan sebagai bahan utama

(Nangin dan Aji, 2015). Dalam bidang non makanan, pati digunakan untuk bahan
10

baku dalam proses pembuatan kertas, pakaian dari katun, industri cat, maupun

untuk produksi hidrogen.

Pati diperoleh dengan cara mengekstraksi tanaman yang kaya akan

karbohidrat seperti sagu, singkong, jagung, gandum, beras dan ubi jalar. Pati juga

dapat diperoleh dari hasil ekstraksi biji buah-buahan seperti pada biji nangka, biji

alpukat, dan biji durian (Cornelia et al., 2013). Ekstraksi pati merupakan proses

untuk mendapatkan pati dari suatu tanaman dengan cara memisahkan pati dari

komponen lainnya yang terdapat pada tanaman tersebut. Pati merupakan komponen

yang penting dalam bahan makanan karena mempunyai sifat fungsional yang baik.

Jenis pati yang berbeda akan memiliki sifat yang berbeda dalam pengolahan bahan

makanan tersebut. Sifat sifat ini dapat diaplikasikan pada pengolahan pangan untuk

mendapatkan keuntungan-keuntungan gizi, teknologi pengolahan, fungsi, sensori

dan estetika. Sifat thickening (mengentalkan) dan gelling (pembentuk gel) dari pati

merupakan sifat yang penting dan dapat memberikan karakteristik sensori produk

yang lebih baik (Imanningsih, 2012).

Pati serealia merupakan sumber utama karbohidrat, seperti beras, beras

ketan hitam, beras ketan putih, gandum, barley dan lain-lain. Perbedaan sumber pati

serealia menghasilkan sifat pati yang berbeda pula. Perbedaan sifat ini disebabkan

oleh rasio amilosa dan amilopektin. Beras putih yang biasa dikonsumsi masyarakat

Indonesia adalah beras yang mengandung amilosa tinggi dibandingkan

amilopektinnya, sehingga memberikan sifat pera dan kering (Refdi dan Fajri, 2017).

Karbohidrat utama dalam beras adalah pati dan hanya sebagian kecil pentosan,

selulosa, hemiselulosa, dan gula. Pati beras berkisar antara 85–90 % dari berat
11

kering beras. Kandungan pentosan berkisar antara 2–2,5 % dan gula 0,6–1,4 % dari

beras pecah kulit (Winarno, 1997). Pati tersusun atas dua jenis polisakarida yaitu

amilosa dan amilopektin. Kandungan amilosa pada beberapa pati sumber bahan

pangan yaitu tapioka 17%, kentang 21%, beras 28,60%, beras dengan kadar amilosa

rendah 2,32%, gandum 28%, barley 25,30%, barley kaya amilosa 44,10%, oat

29,40%, maizena 28,70%, dan maizena kaya amilosa 67,80% (Eliasson, 1996).

Struktur granula pati, amilosa dan amilopektin tersusun dalam suatu cincin-

cincin. Jumlah cincin dalam suatu granula pati kurang lebih 16 buah, yang terdiri

atas cincin lapisan amorf dan cincin lapisan semikristal (Hustiany, 2006). Amilosa

merupakan fraksi gerak, yang artinya dalam granula pati letaknya tidak pada satu

tempat, tetapi bergantung pada jenis pati. Umumnya amilosa terletak diantara

molekul-molekul amilopektin dan secara acak berada selang-seling di antara daerah

amorf dan kristal (Oates, 1997). Ketika dipanaskan dalam air, amilopektin akan

membentuk lapisan yang transparan, yaitu larutan dengan viskositas tinggi dan

berbentuk lapisan-lapisan seperti untaian tali. Pada amilopektin cenderung tidak

terjadi retrogradasi dan tidak membentuk gel, kecuali pada konsentrasi tinggi

(Belitz dan Grosch, 1999).

Beras yang mengandung amilosa tinggi setelah dimasak menghasilkan nasi

yang tidak lengket, dapat mengembang dan akan mengeras setelah dingin. Beras

yang mengandung amilosa rendah setelah dimasak menghasilkan nasi yang lengket,

mengkilap, tidak mengembang dan menggumpal pada saat dingin (Damardjati,

1995). Struktur rantai amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.
12

Gambar 2. Struktur rantai molekul amilosa


Sumber: Belitz dan Grosch (1999).

Gambar 3. Struktur molekul amilopektin


Sumber: Belitz dan Grosch (1999).

Beras beramilosa rendah (9-20%) cocok untuk pembuatan makanan bayi,

makanan sarapan dan makanan selingan karena sifat gelnya yang lunak. Pembuatan

roti dari tepung beras atau campuran tepung beras dan terigu (30:70) menggunakan

beras dengan kadar amilosa rendah, suhu gelatinisasi rendah dan viskositas gel yang

rendah akan menghasilkan roti yang baik. Beras yang mengandung kadar amilosa

sedang sampai tinggi (20-27%) dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan

beras pratanak dalam kaleng dan sup nasi dalam kaleng. Beras beramilosa tinggi

dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bihun. Beras jenis ini mempunyai

stabilitas dan daya tahan untuk tetap utuh dalam pemanasan tinggi, serta
13

mempunyai sifat retrogradasi yang kuat, sehingga setelah dingin pasta yang

terbentuk menjadi kuat, serta tidak mudah hancur atau remuk (Indrasari et al.,

2009).

2.1.4. Fermentasi

Fermentasi adalah suatu aktivitas mikroorganisme terhadap senyawa

molekul organik kompleks, seperti protein, karbohidrat dan lemak yang mengubah

senyawa-senyawa tersebut menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana, mudah

larut dan kecernaan tinggi. Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikrob

penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai (Hidayat et al., 2006).

Fermentasi berdasarkan penambahan starter (kultur mikroorganisme),

dibedakan atas dua jenis, yakni fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan.

Fermentasi spontan adalah fermentasi yang berjalan alami, tanpa penambahan

starter, mikrob yang tumbuh terdapat secara alami pada medium dan medium

tersebut dikondisikan sehingga mikrob tertentu yang melakukan fermentasi dapat

tumbuh dengan baik (Rustan dan Reskia, 2013). Fermentasi tidak spontan adalah

fermentasi yang berlangsung dengan penambahan starter atau ragi misalnya tempe,

yoghurt, roti, dan lain-lain (Dwiari dan Rini, 2008).

Modifikasi tepung yang dilakukan yaitu dengan cara fermentasi. Dimana

fermentasi merupakan suatu proses yang dilakukan oleh mikroba menggunakan

senyawa organik atau sumber karbon yang berguna untuk memperoleh energi dan

bahan metabolisnya dengan hasil yang berupa gas.

Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri yang menghasilkan asam laktat

sebagai produk utama dari fermentasi karbohidrat atau gula. Sumber karbon dalam
14

fermentasi yaitu diantaranya karbohidrat, protein, dan turunannya. Proses

modifikasi tepung dengan metode fermentasi telah banyak digunakan untuk

meningkatkan nilai proksimat maupun fisikokimia dari tepung. Salah satunya

ditunjukkan oleh penelitian Tandrianto et al. (2014) dimana tepung yang telah

dimodifikasi dengan metode fermentasi menggunakan Lactobacillus plantarum

mengalami kenaikan kadar protein, ini disebabkan karena karena selama fermentasi

bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum menghasilkan enzim proteinase.

Adanya kenaikan kadar protein diperoleh dari aktivitas enzim protease yang

dihasilkan oleh mikroba yang ada dalam proses fermentasi. Lamanya waktu

fermentasi membuat populasi Lactobacillus plantarum semakin meningkat,

sehingga membuat kadar protein terlarut juga meningkat. Faktor yang sangat

berpengaruh pada proses fermentasi adalah jenis mikroba, konsentrasi inokulum

dan lamanya waktu fermentasi (Aini et al., 2016).

Konsentrasi mikroba dan lama fermentasi berpengaruh terhadap total

bakteri asam laktat, semakin tinggi tingkat konsentrasi mikroba yang ditambahkan

maka semakin meningkatkan total bakteri asam laktat yang dihasilkan (Yunus dan

Zubaidah, 2015). Selain itu lama fermentasi menjadi faktor penting untuk

menentukan waktu yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh bakteri asam

laktat untuk pertumbuhannya dengan mendapatkan suplai energi dari hasil

perombakan karbohidrat dan glukosa dalam substrat (Fikriyah, 2018).


15

2.1.5. Crude Enzyme Amylase Kapang Tempe (R. oligosporus)

Enzim merupakan protein yang berfungsi sebagai katalis untuk proses

biokimia. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat

daripada tanpa menggunakan katalis (Poedjiadi, 2006). Enzim dapat diproduksi

oleh kelompok bakteri, kapang maupun khamir (Imas, 2009). Amilase dapat

diperoleh dari berbagai sumber mikroorganisme, tanaman, dan hewan (Aiyer,

2005).

Crude enzyme amylase diperoleh dari Rhyzopus oligosporus pada tempe

yang merupakan salah satu jamur yang dapat menghasilkan enzim α-amilase

berperan sebagai pengepak butiran kacang kedelai menjadi bentuk padat dengan

anyaman miselium. Produksi enzim amilase dipengaruhi oleh nilai pH, dimana

produksi enzim amilase pada R. oligosporus terbaik pada nilai pH 6-7 (Kanti,

2017). Nilai aktivitas enzim amilase tertinggi yaitu pada suhu 30 oC dengan nilai

pH 6-7 (Suarni dan Patong, 2010). Kapang tempe (R. oligosporus) mempunyai

kemampuan untuk menghasilkan enzim α-amilase. Enzim α-amilase dari kapang

tersebut dapat diekstraksi dan digunakan untuk memodifikasi beras putih kultivar

Wakacinda.

Isolasi enzim bertujuan memekatkan enzim hasil fermentasi. Proses

ekstraksi enzim dapat dijalankan melalui 4 langkah proses, yaitu: (1)

menghilangkan bahan-bahan terlarut dari bahan baku, (2) mengisolasi produk dari

larutan encer yang dihasilkan untuk menghasilkan lebih larutan pekat, (3)

memurnikan produk, menghilangkan spesies lain yang mungkin mirip, dan (4)

pemurnian akhir (Murni et al., 2011). Isolasi enzim sangat erat berhubungan dengan
16

isolasi protein. Dasar dari pemisahan ini adalah memisahkan protein dari semua

protein lain yang tidak diperlukan yang semuanya berada pada material yang sama

(Budiman, 2011). Adapun cara yang umum digunakan untuk isolasi adalah cara

suspensi. Cara suspensi maksudnya adalah sampel mikroba yang telah diambil,

dibuat suspensi baru kemudian suspensi itu ditumbuhkan pada media agar tertentu.

Cara ini bertujuan agar pertumbuhan mikroba dari sampel pada saat ditumbuhkan

pada media agar, tidak terlalu menumpuk (crowded).

Isolat murni dapat diperoleh, bila dilakukan isolasi secara bertahap

menggunakan media yang tepat, misal: Nutrient Agar untuk bakteri dan Potato

Dextrose Agar untuk mengisolasi khamir dan kapang. Setiap pertumbuhan koloni

yang menunjukkan kenampakan berbeda harus ditumbuhkan ulang pada media agar

baru dan dilakukan isolasi kembali (reisolasi). Isolasi adalah proses atau kegiatan

memisahkan mikroba dari campurannya sehingga didapatkan kultur murni

(Mayasari, 2020). Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengisolasi

enzim dari kapang tempe yaitu; sebelum mengisolasi enzim, peralatan yang akan

digunakan untuk mengambil sampel serta lingkungan sekitar disterilkan terlebih

dahulu agar tidak terjadi kontaminasi; waktu optimum yang diperlukan untuk

menumbuhkan miselium kapang tempe yaitu selama 7 hari sebelum diisolat ke

dalam media PDB serta isolat yang dimasukkan ke dalam media PDB di shaker

dengan kecepatan 120 rpm selama 3 hari.

Tepung beras putih kultivar Wakacinda dengan penambahan crude enzyme

α-amilase dari R. oligosporus diantaranya menghasilkan granula lebih kecil

sehingga permukaan lebih halus dibanding tepung tanpa reaksi enzimatik granula
17

pati agak keras sehingga permukaan agak kasar (Bella, 2021). Nilai viskositas

tepung tanpa perlakuan memiliki nilai lebih rendah dibandingkan dengan tanpa

penambahan perlakuan aktifitas enzim. Hal ini disebabkan nilai aktivitas tanpa

perlakuan memiliki nilai aktivitas yang lebih besar sehingga kemampuan

mendegradasi pati lebih besar. Semakin lama waktu inkubasi dan semakin besar

nilai aktivitas enzim, maka nilai viskositas tepung beras putih Wakacinda hasil

reaksi enzimatik semakin menurun (Utomo, 2020).

Nilai swelling power tepung beras putih hasil reaksi enzimatik

menggunakan crude enzyme amylase juga mengalami peningkatan dibandingkan

tanpa perlakuan penggunaan crude enzym amylase. Sebanding dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Ahmad (2020) bahwa swelling power tepung beras

putih Wakacinda yang dibuat melalui fermentasi meningkat dibandingkan tepung

beras putih yang dibuat tanpa perlakuan fermentasi. Peningkatan nilai swelling

power terjadi karena enzim amilase yang dihasilkan oleh BAL pada saat fermentasi

dapat menyebabkan terjadinya degradasi granula pati. Adanya proses

pendegradasian tersebut mengakibatkan pati menjadi lebih renggang setelah

pengeringan tepung beras putih sehingga pada saat pemanasan, air yang terikat pada

proses rehidrasi semakin banyak. Hal ini menyebabkan granula pati semakin

membengkak dan mengembang sehingga swelling power meningkat. Selain

terjadinya peningkatan nilai swelling power tepung beras putih termodifikasi crude

enzyme amylase, hasil pengujian gelling properties menunjukan bahwa gelasi

tepung beras putih kultivar Wakacinda termodifkasi memiliki bentuk gel lebih

kental dibandingkan gelasi pada tepung beras putih kultivar Wakacinda tanpa
18

modifikasi. Kenampakan gelling properties tepung beras putih Wakacinda hasil

reaksi enzimatik menggunakan crude enzim amylase dapat dilihat pada Gambar 4.

(a) (b)
Sumber: Bella (2021)
Gambar 4. Gelling properties (a) tanpa reaksi enzimatik (kontrol),

(b) perlakuan terpilih (Inkubasi 6 jam aktivitas enzim 2,47

U/mL)

Berdasarkan Gambar 4 visual gelling properties menunjukan perbedaan

bentuk gel. Pada Gambar (b) tepung beras putih kultivar Wakacinda dengan

penambahan crude enzyme αmylase dari R. oligosporus menghasilkan karakter gel

yang lebih kental bila dibandingkan dengan tepung beras putih kultivar Wakacinda

tanpa perlakuan (kontrol) pada Gambar (a).

2.1.6. Bakeri Asam Laktat Isolat SBM.4A

BAL SBM.4A merupakan bakteri Gram positif yang ditandai dengan

berwarna ungu atau biru gelap pada pengujian pewarnaan Gram dan diperkuat

dengan pengujian KOH yang menunjukkan reaksi negatif karena tidak

menghasilkan lendir, termasuk bakteri katalase negatif karena tidak menujukkan

adanya gelebung gas setelah direaksikan dengan larutan H2O2 sehingga bersifat
19

bakteri homofermentatif (tidak menghasilkan gas), bersifat non motil, berbentuk

bulat (coccus) setelah diamati dibawah mikroskop dan bersifat anaerob fakultatif).

BAL SBM.4A dipilih sebagai agensia probiotik karena kemampuan degradasi pati

dan kasein yang cukup besar, serta memiliki kemampuan tumbuh dan bertahan

pada pH rendah yaitu pH 2 dengan jumlah koloni 9,6989 Log CFU/mL, yang

berarti BAL SBM.4A akan mampu melewati lambung yang menghasilkan asam

sehingga mampu sampai pada usus bagian bawah untuk dapat menekan

pertumbuhan bakteri patogen (Adnan, 2018). Isolat bakteri asam laktat SBM.4A

diaplikasikan dalam pembuatan tepung beras putih kultivar Wakacinda dengan cara

modifikasi melalui proses fermentasi sebagai upaya untuk memperbaiki

karakteristik tepung beras putih dan telah diteliti oleh Wurara (2020).

Perubahan karakteristik fisikokimia dari tepung beras putih yang telah

dimodifikasi menggunakan BAL SBM.4A diantaranya terjadi peningkatan swelling

power yakni 12,29 g/g dan nilai viskositas pada perlakuan lama fermentasi 48 jam

yaitu 26,95 cP. Selain itu, gel yang terbentuk pada tepung beras putih dengan

perlakuan modifikasi lebih kental dan berwarna putih cerah dibandingkan dengan

tepung beras putih Wakacinda tanpa perlakuan modifikasi. Kenampakan gelling

properties tepung beras putih Wakacinda menggunakan BAL SBM.4A dapat

dilihat pada Gambar 5.


20

(a) (b)
Sumber: Wurara (2020)
Gambar 5. Gelling properties (a) tanpa perlakuan modifikasi
(kontrol), (b) tepung beras putih Wakacinda perlakuan
terpilih (fermentasi 48 jam, konsentrasi BAL OD 0,50)

Berdasarkan Gambar 5 visual gelling properties menunjukan perbedaan

bentuk gel. Pada Gambar (b) tepung beras putih kultivar Wakacinda dengan dengan

fermentasi selama 48 jam menggunakan BAL SBM. 4A menghasilkan karakter gel

yang lebih kental dan cerah bila dibandingkan dengan tepung beras putih tanpa

perlakuan modifikasi (kontrol) pada Gambar (a).

2.1.7. Bakeri Asam Laktat Isolat SBM.3D

Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri yang melakukan penguraian

karbohidrat (glukosa) menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH serta

menimbulkan rasa asam (Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010). Anggota bakteri

asam laktat merupakan bakteri Gram-positif, batang atau kokus yang tunggal,

berpasangan atau rantai tidak berspora, terkadang membentuk segi empat, katalase

negatif, toleran terhadap asam dan anaerob fakultatif (Mozzi et al., 2010). Bakteri

asam laktat mempunyai peranan esensial hampir dalam semua proses fermentasi

makanan dan minuman. Peran utamanya adalah untuk pengasaman bahan mentah
21

dengan memproduksi sebagian besar asam laktat, sebagian kecil asam asetat,

etanol, dan CO2 (Nur, 2005).

BAL yang memiliki kemampuan memanfaatkan pati sebagai substratnya

dikenal sebagai bakteri asam laktat amilolitik. Aktivitas BAL pada fermentasi

bahan berpati berperan terhadap perubahan karakteristik produk untuk

memproduksi asam laktat, enzim spesifik dan senyawa aromatik (Camargo et al.,

1988). BAL dapat menghasilkan amilase ekstraseluler dan menfermentasi pati

secara langsung menjadi asam laktat. Hal ini disebabkan fermentasi dengan BAL

amilolitik akan menggabungkan dua proses yaitu hidrolisis enzimatis substrat pati

sekaligus fermentasi yang memanfaatkan gula yang dihasilkan menjadi asam laktat

(Reddy et al., 2008).

Bakteri asam laktat (BAL) pada proses pengolahan makanan dapat

melindungi pencemaran dari bakteri patogen, meningkatkan nutrisi, dan berpotensi

memberikan dampak positif bagi kesehatan manusia. BAL tersebut juga

menghasilkan enzim-enzim yang menghidrolisis pati menjadi gula dan selanjutnya

mengubahnya menjadi asam-asam organik, terutama asam laktat yang akan

terimbibisi dalam tepung, dan ketika tepung tersebut diolah akan dapat

menghasilkan aroma dan citra rasa khas (Pusparani dan Yuwono, 2014). Hal ini

juga akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa

naiknya viskositas, swelling power, dan indeks kelarutan dalam air (IKA) (Subagio,

2006).

Karakteristik dari Bakteri SBM.3D telah melalui beberapa pengujian oleh

Adnan (2018) melaporkan bahwa hasil pada uji pewarnaan Gram dan Uji reaksi
22

Gram (Uji KOH) menyatakan Bahwa isolat SBM.3D bereaksi positif terhadap uji

Pewarnaan Gram yang ditandai dengan hasil pewarnaan yang berwarna biru gelap

atau ungu, hal ini menunjukkan bahwa BAL yang dihasilkan dari proses fermentasi

air cucian beras merah merupakan kelompok bakteri Gram positif. Sedangkan pada

uji Gram isolat BAL SBM.3D bereaksi negatif terhadap uji Gram yang ditandai

dengan tidak terbentuknya lendir pada koloni bakteri, hal ini menunjukkan bahwa

BAL yang dihasilkan dari proses fermentasi air cucian beras merah merupakan

kelompok bakteri Gram positif.

Isolat bakteri asam laktat SBM. 3D diaplikasikan dalam pembuatan tepung

beras putih kultivar Wakacinda dengan cara modifikasi melalui proses fermentasi

sebagai upaya untuk memperbaiki karakteristik tepung beras putih dan telah diteliti

oleh Ahmad (2020). Perubahan karakteristik fisikokimia dari tepung beras putih

yang telah dimodifikasi menggunakan BAL SBM. 3D diantaranya peningkatan

swelling power yakni 12,20 g/g dan nilai viskositas pada perlakuan lama fermentasi

48 jam yaitu 32,83 cP. Selain itu, gel yang terbentuk pada tepung beras putih dengan

perlakuan modifikasi lebih kental dan berwarna putih cerah dibandingkan dengan

tepung beras putih Wakacinda tanpa perlakuan modifikasi. Kenampakan gelling

properties tepung beras putih Wakacinda menggunakan BAL SBM.3D dapat

dilihat pada Gambar 6.


23

(a) (b)
Sumber: Ahmad (2020)

Gambar 6. Gelling properties (a) tanpa perlakuan modifikasi (kontrol), (b)


tepung beras putih Wakacinda perlakuan terpilih (fermentasi 48
jam, konsentrasi BAL OD 0,75)

Berdasarkan Gambar 6, perbedaan gel yang terbentuk dapat dilihat secara

visual, pada lama fermentasi 48 jam dengan OD 0,75 karakter gel yang terbentuk

lebih kental bila dibandingkan dengan kontrol.

2.1.8. Cake

Cake merupakan jenis kue modern yang digemari oleh masyarakat karena

rasanya manis, bercita rasa tinggi, dan tampilannya bermacam-macam serta

menarik. Bahan dasar dalam pembuatan cake adalah tepung, gula, lemak dan telur,

kemudian dilakukan pemanggangan dengan oven (Ekayani, 2011). Umumnya cake

dapat dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan pada jumlah penggunaan lemak, yaitu

pound cake, sponge cake (foam cake) dan chiffon cake. Pound cake mempunyai

volume yang cukup padat, rasa yang enak, manis, lezat dan mengenyangkan, aroma

lebih harum dan warna yang cukup cerah, foam type cake terbuat dari kombinasi

telur dan udara tanpa penggunaan butter, salah satu jenis foam type cake yaitu

sponge cake atau foam cake dengan teknik pembuatannya yaitu sponge method,
24

yang sangat bergantung dari hasil pengocokan telur, berbasis pada pengembangan

protein telur, karena telur menghasilkan gelembung-gelembung dan cairan yang

akan terus mengembang bila dipanggang didalam oven (Rahayu dan Farida, 2010).

2.1.9. Kriteria Mutu Cake

Cake merupakan jenis kue modern yang banyak disukai karena rasanya

yang manis, tampilan menarik, dan bercita rasa tinggi. Kue yang menarik umumnya

memiliki warna cerah (bloom), volume tidak terlalu besar/tidak terlalu kecil, tekstur

lembut dan halus, beraroma sedap dan dapat membangkitkan selera (Ekayani,

2011). Sebagian besar cake yang dijual memiliki tekstur keras, kasar, beremah,

warna pucat, dan kurang beraroma. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor

seperti komposisi bahan yang kurang tepat, takaran yang keliru, salah

mencampurkan bahan yang satu dengan yang lain, walaupun prosedur yang

digunakan sudah tepat. Cake dapat dibuat dengan berbagai variasi baik dari segi

bentuk, bahan isi maupun penyajiannya. Formulasi yang tepat akan menghasilkan

cake yang baik, hal ini tergantung bahan-bahan, komposisi yang digunakan dalam

membuatnya, cara mengocok hingga cara memasaknya.

Penilaian cake merupakan suatu cara untuk menilai kualitas cake yang baik.

Cake yang baik dapat dikategorikan apabila memenuhi syarat-syarat 1) Simetris,

apabila semua sisi dari cake tersebut sama dan tidak memiliki bentuk; 2) Bloom

(cerah), warna cake cerah; 3) Volume, cake yang baik bervolume sedang, sehingga

susunan cake terlihat baik; 4) Susunan cake sempurna, tidak menggumpal, tidak
25

kasar, permukaannya halus dan lembut; 5) Rasa manis; dan 6) Aroma berbau harum

(Ekayani, 2011).

2.1.10. Karakteristik Organoleptik

Uji organoleptik merupakan pengujian secara efektif, dimana pengujian

ini dilakukan untuk mengukur sikap subjektif konsumen terhadap produk

berdasarkan sifat - sifat dari produk. Uji organoleptik menyangkut rasa, aroma,

tekstur dan warna (Tarwendah, 2017). Uji organoleptik merupakan cara penilaian

dengan menggunakan indera manusia. Indera yang memiliki peran dalam uji

organoleptik yaitu indera penglihatan, penciuman, perasa, peraba dan pendengaran.

a. Warna

Warna suatu bahan pangan mempunyai peranan penting dalam penentuan

mutu serta mempunyai daya tarik untuk konsumen, sehingga konsumen dapat

memberi kesan suka atau tidak suka dengan cepat (Winarno, 2004). Suatu bahan

pangan yang dinilai enak dan teksturnya baik tidak akan dimakan apabila memiliki

warna yang kurang sedap dipandang atau telah menyimpang dari warna yang

seharusnya. Penentuan mutu suatu bahan pangan tergantung dari beberapa faktor,

tetapi sebelum faktor lain diperhatikan secara visual faktor warna tampil lebih dulu

untuk menentukan mutu bahan pangan (Winarno, 2004).

b. Aroma

Aroma merupakan bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang

tercium oleh saraf-saraf yang berada dalam rongga hidung ketika makanan masuk
26

ke dalam mulut, aroma menentukan kelezatan bahan makanan. Bau yang dihasilkan

dari makanan banyak menentukan kelezatan bahan pangan tersebut. Dalam hal bau

lebih banyak sangkut pautnya dengan panca indera penciuman (Winarno, 2004).

Dalam industri pangan pengujian aroma dan bau dianggap sebagai yang paling

penting dari semua pengujian, dimana aroma atau bau dengan cepat memberikan

hasil penilaian terhadap produk terkait, baik diterima atau tidaknya suatu produk.

Timbulnya suatu aroma dan bau dari suatu produk disebabkan karena zat bau

tersebut bersifat volatil (mudah menguap), sedikit larut air dan lemak (Prabandari,

2011).

c. Tekstur

Tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut (pada

waktu digigit dikuyah dan ditelan) ataupun perabaan dengan jari (Kartika et

al.,1988). Tekstur dapat dilihat secara langsung oleh konsumen sehingga akan

mempengaruhi penilaian terhadap daya terima suatu produk. Tekstur yang baik

dipengaruhi oleh bahan dasar yang digunakan (Hasniar et al., 2019). Menurut

Soekarto (2012) mengatakan bahwa penginderaan tekstur bermacam-macam antara

lain meliputi kebasahan, kering, keras, halus, kasar dan berminyak.

d. Rasa

Rasa merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan

konsumen terhadap suatu produk. Penilaian konsumen terhadap suatu bahan

makanan biasanya tergantung pada citarasa yang ditimbulkan oleh bahan makanan
27

(Rustandi, 2009). Meskipun penilaian terhadap parameter lain baik, namun rasa dari

produk tersebut tidak enak, maka produk tersebut akan ditolak oleh konsumen.

2.2. Kerangka Pikir Penelitian

Indonesia merupakan salah satu negara yang mayoritas penduduknya

umumnya mengonsumsi beras sebagai makanan pokok sehari-hari. Berdasarkan

warnanya, beras terdiri dari beberapa jenis yaitu beras putih, beras hitam, beras

coklat, beras merah. Beras putih (Oryza sativa L.) kultivar Wakacinda merupakan

salah satu varietas padi gogo lokal yang berasal dari Kabupaten Buton Utara,

Sulawesi Tenggara.

Selain dikomsumsi sebagai nasi, beras juga dapat diolah menjadi tepung.

Namun, pemanfaatan tepung beras sebagai bahan baku pembuatan berbagai produk

pangan masih terbatas. Hal tersebut dikarenakan tepung beras mempunyai

kelemahan apabila diaplikasikan dalam pembuatan produk pangan yaitu produk

yang dihasilkan mempunyai tekstur yang agak kasar dan kurang mengembang.

Karena karakteristik yang kurang baik tersebutlah sehingga aneka produk olahan

pangan berbasis tepung beras menjadi terbatas. Oleh karena itu dilakukanlah

modifikasi tepung beras agar mampu memperbaiki karakteristik tepung beras

dengan metode modifikasi melalui fermentasi BAL dan crude enzyme amylase

yang di isolasi dari kapang tempe (Rhyzopus oligosporus). Modifikasi tepung beras

putih kultivar Wakacinda melalui fermentasi menggunakan crude enzyme amylase

yang telah diteliti oleh Bella (2021), termodifikasi BAL SBM.4A telah diteliti oleh

Wurara (2020) dan termodifikasi BAL SBM 3D yang telah diteliti oleh Ahmad

(2020).
28

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan maka penulis akan melakukan

penelitian lanjut yaitu pengaplikasian dari tepung beras putih kultivar Wakacinda

termodifikasi crude enzyme amylase yang diisolasi dari kapang tempe (Rhyzopus

oligosporus, BAL SBM.4A dan BAL SBM 3D pada pembuatan produk cake,

dengan harapan terwujudnya sifat organoleptik dan fisikokimia yang lebih baik

pada cake yang berbahan dasar tepung beras putih. Bagan kerangka pikir penelitian

ini disajikan pada Gambar 4.


29

Pemanfaatan Tepung Beras

Masalah

Produk yang dihasilkan mempunyai tekstur yang agak


kasar dan kurang mengembang

Solusi

Modifikasi (Fermentasi)

Kapang: crude enzyme Bakteri: BAL SBM .4A


amylase BAL SBM.3D

Tujuan

Memperbaiki fisikokimia dan proksimat tepung beras putih


(Oryza sativa L.)

Aplikasi pada pembuatan produk cake

Cake

Gambar 7. Diagram Kerangka Pikir


30

2.3. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh nyata penggunaan tepung beras putih kultivar

Wakacinda termodifikasi crude enzyme amylase, BAL SBM.4A dan BAL

SBM.3D dan terhadap karakteristik organoleptik cake

2. Terdapat 1 perlakuan terpilih penggunaan tepung beras putih kultivar

Wakacinda termodifikasi yang berpengaruh nyata terhadap karakteristik

organoleptik cake

3. Terdapat pengaruh nyata penggunaan tepung beras putih kultivar

Wakacinda termodifikasi terpilih terhadap karakteristik fisikokimia cake


31

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan,

Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Laboratorium Proteksi Tanaman Unit

Fitopatologi, Laboratorium Agroteknologi Unit Agronomi dan Unit Pendidikan

Fakultas Pertanian, Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara.

Pelaksanaan penelitian akan berlangsung pada bulan Februari 2022 hingga bulan

Juli 2022.

3.2. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan terdiri atas alat analisis dan alat pengolahan. Alat

analisis yaitu alat instrumen yang meliputi spektrofotometri uv-vis, laminar air

flow, autoclave, inkubator, sentrifuge soxhlet, tanur, shaker, hot plate, desikator,

lampu bunsen, jarum ose, pipet mikro, magnetic stirrer,cork borer, stopwatch,

kertas saring, plastik tahan panas. Alat glass yang meliputi cawan petri, Erlenmeyer,

gelas ukur, gelas kimia, cawan porselin, botol schott, batang pengaduk, batang

penyebar, pipet tetes, kondensor, alat destilasi, labu Kjeldahl. Alat pengolahan yaitu

oven, timbangan analitik, baskom, blender, toples kaca, plastik wrap, saringan,

alumunium foil, ayakan 100 mesh, tissue, standing pouch, mixer, spatula, cetakan,

kompor gas, wajan, sendok, kertas label.

Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama dan bahan kimia untuk analisis

fisikokimia, analisis proksimat serta bahan pengolahan. Bahan utama adalah

Beras putih (Oryza sativa L.) kultivar Wakacinda yang diperoleh dari toko beras
32

Wakawondu kota Kendari yang berasal dari koperasi konami Ereke Kabupaten

Buton Utara, isolat crude enzyme amylase dari media pertumbuhan kapang, BAL

SBM 4A, BAL SBM.3D, Potato Dextrose Agar (PDA) dan Potato Dextrose Broth

(PDB), Bahan kimia untuk analisis fisikokimia serta proksimat adalah aquadest,

alkohol 70%, NaOH, pelarut hexan atau petroleum benzene, H2SO4, K2SO4, HgO,

HCl, Na2S2O, H3BO dan indikator BCG-MR. Bahan pengolahan yaitu tepung beras

putih kultivar Wakacinda, telur, gula pasir, margarin, vanili dan baking powder.

3.3. Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan yaitu:

C1 = tepung beras putih tanpa modifikasi (kontrol)

C2 = tepung beras putih modifikasi crude enzyme amylase

C3 = tepung beras putih modifikasi BAL SBM. 4A.

C4 = tepung beras putih modifikasi BAL SBM. 3D

Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali, sehingga diperoleh 4 x 4 = 16

satuan percobaan. Denah penelitian terdapat pada Lampiran 1 dan diagram alir

penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.


33

Rumus Rancangan Acak Lengkap (RAL) model linier aditif :

Yij = µ0 + σj + εij

Ket;

Yij: Hasil Pengamatan yang mendapat perlakuan taraf ke-j dan ditempatkan di

ulangan ke-i

µ0: Pengaruh rata-rata umum perlakuan

σj: Pengaruh perlakuan taraf ke-j

εij: Pengaruh galat percobaan dari perlakuan taraf ke-j dan ulangan ke-i

3.4. Prosedur Penelitian

3.4.1 Pembuatan Tepung Beras Putih

3.4.1.1. Pembuatan Tepung Beras Putih Tanpa Modifikasi

Pembuatan tepung beras dilakukan dengan cara ditimbang 100 g beras

putih, kemudian dicuci sebanyak 3 kali menggunakan air mengalir. Kemudian

ditiriskan hingga setengah kering atau tidak ada lagi tetesan air. Setelah setengah

kering sampel dikeringkan kembali ke dalam oven dengan suhu 60 oC selama 24

jam. Setelah kering, sampel kemudian dihaluskan menggunakan blender dan

selanjutnya diayak menggunakan ayakan 100 mesh sehingga dihasilkan tepung

beras putih yang berukuran seragam.


34

3.4.1.2. Pembuatan Tepung Beras Putih Modifikasi crude enzyme amylase

3.4.1.2.1. Pembuatan Media PDA (Potato Dextrose Agar) dan Inokulum


Rhyzopus oligosporus

Proses pembuatan media PDA merujuk pada penelitian Noviati (2007),

dengan modifikasi bahan yang digunakan. Sebanyak 125 g kentang, dikupas dan

dicuci bersih lalu dipotong menjadi bentuk dadu kecil. Selanjutnya potongan

kentang dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian ditambahkan aquades hingga

volume pada Erlenmeyer mencapai 500 mL. Selanjutnya direbus di atas hot plate

hingga mendidih. Setelah mendidih sari kentang disaring dengan menggunakan

kain muslin ke dalam gelas piala. Kemudian sari kentang dimasukkan kembali ke

dalam Erlenmeyer, lalu dicampur dengan 10 g dextrose dan 10 g agar, dan

ditambahkan aquades hingga volume larutan mencapai 500 mL dan diaduk terus

menerus. Sebagai alternatif lain dapat juga dimasukkan pengaduk (magnetic

stirrer) ke dalam Erlenmeyer dan dipanaskan di atas hot plate. Selanjutnya

dilakukan sterilisasi media di dalam autoklaf selama 15-20 menit pada suhu 121 oC.

Sebanyak 15 mL media dituang ke dalam cawan petri steril dan dibiarkan hingga

dingin dan padat.

Inokulum R. oligosporus dari permukaan isolat kapang tempe yang

diperoleh Bella (2021) diisolasi satu ose, kemudian ditanam di media PDA.

Selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang dan pertumbuhan kapang diamati selama 7

hari.
35

3.4.1.2.2. Pembuatan PDB (Potato Dextrose Broth)

Proses pembuatan media PDB merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh

Hasiani et al. (2015) kentang sebanyak 125 g dikupas dan dicuci hingga bersih

menggunakan air mengalir, kentang yang telah bersih dipotong-potong menjadi

bentuk dadu kecil. Selanjutnya potongan kentang dimasukkan ke dalam

Erlenmeyer, kemudian ditambahkan aquades hingga volume pada Erlenmeyer

mencapai 500 mL. Selanjutnya direbus di atas hot plate hingga mendidih. Setelah

mendidih sari kentang disaring dengan menggunakan kain muslin ke dalam gelas

piala. Kemudian sari kentang dimasukkan kembali ke dalam Erlenmeyer, lalu

dicampur dengan 10 g dextrose dan aquades hingga volume larutan mencapai 500

mL sambil diaduk secara kontinyu menggunakan magnetic stirrer. Selanjutnya

permukaan Erlenmeyer ditutup menggunakan aluminium foil.

Proses sterilisasi media PDB di dalam autoklaf selama 15-20 menit pada

suhu 121 oC. Kemudian media didiamkan hingga dingin. Selanjutnya miselium

kapang yang ada pada permukaan media PDA diambil sebanyak 5 cork borer (2,47

Unit/mL). Kemudian isolat kapang dimasukan ke dalam media PDB (Potato

Dextrose Broth) masing-masing 100 mL, dan dikerjakan dalam kondisi steril

selanjutnya di-shaker dengan kecepatan 120 rpm selama 3 hari. Tujuan shaker yaitu

sebagai aerasi dalam mempercepat transfer nutrisi sehingga suplai oksigen terjadi

secara merata pada kapang untuk melakukan aktivitas metabolik sel (Shintia, 2017).
36

3.4.1.2.3. Produksi Crude Enzyme Amylase

Media PDB yang telah dishaker selama 3 hari, kemudian dimasukkan ke

dalam tabung sentrifuge. Proses sentrifuge selama 30 menit dengan kecepatan 3000

rpm. Selanjutnya dilakukan pemisahan antara biomassa (endapan miselium)

kapang R. oligosporus dan crude enzyme amylase agar dapat diaplikasikan pada

beras.

3.4.1.2.4. Proses Inkubasi Crude Enzyme Amylase

Proses inkubasi crude enzyme amylase merujuk pada penelitian yang

dilakukan oleh Bella (2021), bahwa crude enzyme amylase kapang tempe yang

terbaik dengan nilai aktivitas enzyme 2,47 Unit/mL dengan lama fermentasi selama

6 jam. Kemudian crude enzyme amylase diambil sebanyak 10 mL, dan dimasukkan

ke dalam sampel beras putih sebanyak 100 g yang ditempatkan dalam plastik tahan

panas dan dihomogenkan. Kemudian setelah homogen, beras putih dimasukkan ke

dalam toples kaca dan ditutup menggunakan plastik wrap. Selanjutnya wadah kaca

yang berisikan beras putih dimasukkan ke dalam inkubator. Proses inkubasi

dilakukan di dalam inkubator pada suhu 35 oC. Inkubasi dilakukan selama 6 jam.

Beras putih yang telah mengalami proses inkubasi kemudian dicuci menggunakan

air mengalir dan ditiriskan sampai setengah kering. Kemudian beras putih

dikeringkan kembali menggunakan oven dengan suhu 60 oC selama 24 jam. Setelah

itu, beras putih dihaluskan menggunakan blender dan selanjutnya diayak

menggunakan ayakan 100 mesh sehingga dihasilkan tepung beras putih. Diagram
37

alir pembuatan tepung beras putih modifikasi crude enzyme amylase terdapat pada

Lampiran 3.

3.4.1.3. Pembuatan Tepung Beras Putih Modifikasi BAL SBM.4A dan BAL

SBM.3D

3.4.1.3.1. Proses Pembuatan Media MRS-Agar

Proses pembuatan media MRS-Agar merujuk pada penelitian yang

dilakukan oleh Wurara dan Ahmad (2020). Media MRS Agar digunakan untuk

menumbuhkan BAL SBM.4A dan BAL SBM.3D. Proses pembuatan media MRS

(de Man Rogosa and Sharpe) agar dilakukan dengan menimbang media MRS-

Agar 13,5 g, lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan aquades

steril 250 mL. Larutan dipanaskan menggunakan hot plate dengan bantuan

magnetic stirrer sampai mendidih. Setelah mendidih media tersebut dituang ke

dalam botol schott dan dilakukan sterilisasi media menggunakan autoklaf. Setelah

disterilisasi media dituangkan pada cawan petri yang telah disterilkan terlebih

dahulu dan didiamkan dengan menyalakan lampu UV. Proses tersebut dilakukan

di dalam meja laminar dan ditunggu hingga dingin atau hingga media MRS-Agar

mengeras. Setelah itu dapat dilakukan peremajaan isolat BAL SBM. 3D

3.4.1.3.2. Peremajaan Isolat BAL SBM.4A dan BAL SBM.3D

Proses peremajaan isolat BAL SBM.4A dan BAL SBM.3D merujuk pada

penelitian yang dilakukan oleh Wurara dan Ahmad (2020). Proses peremajaan

isolat BAL SBM.4A dan BAL SBM.3D menggunakan metode streak plate, yaitu
38

digores menggunakan ose pada media MRS-Agar yang telah mengeras. Setelah itu,

dilakukan inkubasi selama 48 jam di dalam inkubator dengan suhu 37 oC.

3.4.1.3.3. Penyediaan Suspensi Inokulum BAL SBM.4A dan BAL SBM.3D

Proses penyediaan suspensi inokulum merujuk pada penelitian yang

dilakukan oleh Wurara dan Ahmad (2020). BAL SBM.4A dan BAL SBM.3D yang

berumur 57 jam (fase log) secara terpisah disuspensikan ke dalam 50 mL aquades

steril untuk mendapatkan suspense inokulum. Pengamatan terhadap nilai OD

(Optical Density) dilakukan setiap 3 jam dari 0 jam sampai fase kematian

menggunakan spektrofotometri uv-vis dengan Panjang gelombang 600 nm. Isolat

BAL SBM.4A disiapkan sebagai sumber inokulum dengan konsentraasi OD 0,50

dan BAL SBM.3D dengan konsentrasi OD 0,75 setara dengan 1x109 CFU/mL

(panjang gelombang 600 nm).

3.4.1.3.4. Proses Modifikasi Beras Putih Menggunakan Isolat BAL SBM. 4A

Proses modifikasi beras putih menggunakan isolat BAL SBM.4A merujuk

pada penelitian yang dilakukan oleh Wurara (2020). Proses inokulasi dilakukan di

dalam laminar air flow yaitu masing-masing suspensi inokulum dengan konsentrasi

BAL SBM.4A OD 0,50. Isolat BAL SBM.4A dengan konsentrasi OD 0,50 tersebut

diinokulasikan pada beras putih dengan volume 10% dari total beras putih yang

ditempatkan dalam plastik tahan panas steril, kemudian dihomogenkan. Setelah itu,

dimasukkan ke dalam toples kaca. Proses fermentasi dilakukan dengan metode

solid state fermentation (SSF) didalam inkubator dengan suhu 37 °C. Lama

fermentasi dilakukan selama 48 jam.


39

Setelah waktu fermentasi selesai, beras di keluarkan dari inkubator dan dicuci

dengan air mengalir untuk menghentikan proses fermentasi. Kemudian beras putih

ditiriskan dan dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 60 oC selama 24 jam.

Setelah kering, beras dihaluskan menggunakan blender dan selanjutnya diayak

dengan menggunakan ayakan 100 mesh sehingga didapatkan tepung beras putih.

Diagram alir pembuatan tepung beras putih modifikasi BAL SBM .4A terdapat

pada Lampiran 4.

3.4.1.3.5. Proses Modifikasi Beras Putih Menggunakan Isolat BAL SBM.3D

Proses modifikasi beras putih menggunakan isolat BAL SBM.3D merujuk

pada penelitian yang dilakukan oleh Ahmad (2020). Proses inokulasi dilakukan

dengan menambahkan inokulum BAL SBM.3D dengan konsentrasi OD 0,75.

Suspensi inokulum BAL SBM.3D diinokulasi pada substrat berisi 100 g beras putih

dengan volume 10 % dari berat bahan uji yang berada dalam toples kaca. Bahan

yang telah diberi perlakuan inokulum BAL di masukkan ke dalam inkubator pada

suhu 37 oC dengan lama fermentasi yaitu selama 48 jam menggunakan metode

Solid State Fermentation. Setelah waktu fermentasi selesai beras putih dikeluarkan

dari inkubator dan dicuci dengan air mengalir untuk menghentikan proses

fermentasi. Kemudian beras ditiriskan dan dikeringkan menggunakan oven dengan

suhu 60 oC selama 24 jam. Setelah kering, beras dihaluskan menggunakan blender

dan selanjutnya diayak dengan menggunakan ayakan 100 mesh sehingga

didapatkan tepung beras putih. Diagram alir pembuatan tepung beras putih

modifikasi BAL SBM.3D terdapat pada Lampiran 5.


40

3.4.2. Pembuatan Cake

Pembuatan cake pada penelitian ini merujuk pada penelitian Anggraini et

al. (2017). Pembuatan cake tepung beras putih dilakukan secara terpisah antara

tepung beras putih kontrol, modifikasi crude enzyme amylase, BAL SBM.4A, BAL

SBM.3D dan Langkah awal yang dilakukan yaitu dengan cara tepung beras putih

ditimbang sesuai perlakuan sebanyak 100 g, kemudian bahan lainnya seperti gula

pasir 100 g, margarin 100 g, telur 156 g, vanili 2 g, baking powder 2 g. Dimasukkan

gula pasir dan telur ke dalam satu wadah, lalu dikocok menggunakan mixer dengan

kecepatan tinggi selama 15 menit hingga mengembang. Setelah mengembang,

margarin yang telah dilelehkan dan baking powder dimasukkan ke dalam wadah.

Kemudian dikocok kembali menggunakan mixer dengan kecepatan sedang hingga

semua bahan tercampur rata dan tepung beras putih dimasukkan sedikit demi sedikit

sampai adonan homogen. Adonan kemudian dituang ke dalam cetakan sebanyak 25

g. Proses pencetakan dilakukan agar dihasilkan ukuran cake yang seragam. Setelah

itu adonan dalam cetakan dimasukkan ke dalam oven selama 25 menit dengan suhu

180 oC. Diagram alir pembuatan cake terdapat pada Lampiran 6.

3.4.3. Uji Organoleptik Cake Tepung Beras Putih Termodifikasi

Uji organoleptik dilakukan dengan cara uji hedonik dan uji deskriptif.

Penilaian organoleptik terhadap cake meliputi warna, aroma, tekstur dan rasa

terhadap produk cake. Pengujian organoleptik ini menggunakan 40 orang panelis.

Skor penilaian diberikan berdasarkan kriteria penilaian organoleptik terdapat pada

Tabel 4 dan Tabel 5.


41

Tabel 4. Skor Penilaian dan Kriteria Uji Hedonik


No Kriteria Kriteria Uji Hedonik
1 5 Sangat Suka
2 4 Suka
3 3 Agak Suka
4 2 Tidak Suka
5 1 Sangat Tidak Suka

Tabel 5. Skor Penilaian dan Kriteria Uji Deskriptif Cake


No Kriteria Penilaian Penilaian Penilain Penilaian
Warna Aroma Tekstur Rasa
1 5 Sangat Aroma Sangat Rasa beras
kuning beras putih Lembut putih sangat
kecoklatan sangat kuat kuat
2 4 Kuning Aroma Lembut Rasa beras
Kecoklatan beras putih putih kuat
kuat
3 3 Agak Aroma Agak Rasa beras
Kuning beras putih Lembut putih agak
Kecoklatan agak kuat kuat
4 2 Kuning Tidak Tidak Beras putih
beraroma lembut tidak terasa
beras putih
5 1 Tidak Ada aroma Sangat Ada rasa
Kuning bahan lain tidak bahan lain
lembut

Berdasarkan uji organoleptik akan diperoleh 1 (satu) perlakuan terpilih cake

berbasis tepung beras putih Wakacinda termodifikasi yang paling disukai oleh

panelis. Selanjutnya, cake perlakuan terpilih dari uji organoleptik dilakukan analisis

nilai fisik dan proksimat.

3.4.4. Uji Fisikokimia Cake Tepung Beras Putih Termodifikasi

3.4.4.1. Analisis Derajat Pengembangan (Setiawan, 2011)

Derajat pengembangan adonan dilakukan dengan cara mengukur tinggi

adonan cake sebelum (a) dan sesudah pemanggangan (b). Pengukuran tinggi
42

dilakukan dengan cara diukur dengan menggunakan penggaris pada tiga titik yang

berbeda (pinggir kiri, tengah dan pinggir kanan) dan yang diukur tinggi sebelum

dan sesudah pemanggangan. Daya pengembangan adonan dapat dihitung dengan

rumus:

𝐵−𝐴
Derajat Pengembangan Adonan = × 100 %
𝐴

Keterangan: A = Rata-rata tinggi adonan sebelum pemanggangan

B = Rata-rata tinggi adonan setelah pemanggangan

3.4.4.2. Densitas Kamba

Densitas kamba merupakan perbandingan bobot bahan dengan volume yang

ditempatinya, termasuk ruang kosong diantara butiran bahan (Syarief dan Anies,

1988). Sampel dimasukkan ke dalam sebuah gelas ukur yang berukuran 500 mL

yang telah diketahui beratnya (a), setelah itu butiran beras dimasukkan ke dalam

gelas ukur dengan volume 200 mL (dengan permukaan yang rata). Kemudian

butiran beras dan sampel berupa cake dikeluarkan dari gelas ukur. Selanjutnya

butiran beras dimasukkan kembali ke dalam gelas ukur kosong, lalu diketuk-

ketukkan ke meja sebanyak 10 kali hingga tak ada lagi rongga. Volume butiran

beras yang tersisa merupakan volume dari sampel cake (b) (Septieni,2016).
𝑏−𝑎
Densitas kamba (g/mL) = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑢𝑘𝑢𝑟 × 100%

3.4.4.3. Analisis Porositas Cake

Pengamatan struktur pori dilakukan menggunakan mikroskop stereo dengan

perbesaran 40x terhadap penanpang tengah cake. Mikroskop stereo digunakan


43

karena mikroskop ini dapat mengamati secara 3 dimensi untuk sampel yang

berukuran besar,sehingga diharapkan struktur pori yang terbentuk selama proses

pemanggangan dapat diamati untuk semua perlakuan yang diterapkan

(Septieni,2016).

Pengukuran porositas cake menggunakan perangkat lunak ImageJ. ImageJ

merupakan perangkat lunak yang dapat digunakan untuk meganalisis pori-pori dan

untuk menentukan wilayah distribusi ukuran berbasis pori, diameter pori dan fraksi

persen daerah pori-pori (Novianto, 2019).

3.4.4.4. Uji Kekerasan Tekstur (hardness)

Tekstur merupakan salah satu parameter utama penentu kualitas dan

penerimaan konsumen terhadap sebagian besar produk pangan (Faridi, 1994).

Parameter dalam penentuan tekstur suatu produk dapat berupa kekerasan dan

kerapuhan. Nilai kekerasan menggambarkan daya tahan suatu produk terhadap

tekanan, sedangkan kerapuhan menggambarkan kemudahhancuran dari produk

yang diuji (Pratama et al., 2014). Pengujian tekstur cake berupa kekerasan

menggunakan alat penetrometer dan dinyatakan dalam kg/m2.

3.4.5. Analisis Proksimat Cake Tepung Beras Putih Termodifikasi

Analisis proksimat yang terdiri atas analisis kadar air, kadar abu, kadar

protein, kadar lemak dan analisis kadar karbohidrat. Analisis kadar air

menggunakan metode thermogravimetri (AOAC, 2005) (Lampiran 7). Analisis

kadar abu menggunakan metode thermogravimetri (AOAC, 2005) (Lampiran 8).


44

Metode thermogravimetri didasarkan atas prinsip penghitungan selisih bobot bahan

(sampel) sebelum dan sesudah pengeringan. Selisih bobot tersebut merupakan air

yang teruapkan dan dihitung sebagai kadar air bahan (Legowo et al., 2007).

Kadar protein menggunakan metode Kjeldahl (AOAC, 2005) (Lampiran 9).

Prinsip metode Kjeldahl yaitu penghancuran atau digestion, netralisasi, destilasi

dan titrasi. Pada Tahap pertama, protein dan komponen organik lainnya pada bahan

pangan atau sampel dihancurkan dengan menggunakan asam sulfat pekat dan

katalis misalnya selenium oksida dan tembaga sulfat pada kondisi panas. Pada

proses ini nitrogen dari protein dan komponen organik lainnya dikonversi menjadi

amonium sulfat. Amonium sulfat kemudian diubah menjadi ammonia pada tahap

netralisasi. Amonia kemudian didestilasi dan ditangkap didalam larutan asam borat

sehingga terbentuk ion borat. Jumlah ion borat ditentukan dengan titrasi

menggunakan pelarut HCl. Banyaknya ion borat berbanding lurus dengan jumlah

nitrogen. Jika kadar nitrogen diketahui, maka kadar protein sampel dapat ditentukan

dengan memperhitungkan faktor konversi (Faradilla, 2021).

Analisis kadar lemak menggunakan metode ekstraksi soxhlet (AOAC,

2005) (Lampiran 10). Prinsip kerja metode ekstraksi soxhlet yaitu pada soxhletasi

pelarut pengekstrak yang ada dalam labu soxhlet dipanaskan sesuai dengan titik

didihnya sehingga menguap. Uap pelarut ini naik melalui pipa pendingin balik

sehingga mengembun dan menetes pada bahan yang diekstraksi. Pelarut ini

merendam bahan dan jika tingginya sudah melampaui tinggi pipa pengalir pelarut

maka ekstrak akan mengalir ke labu soxhlet. Ekstrak yang terkumpul dipanaskan
45

lagi sehingga pelarutnya akan menguap kembali dan lemak akan tertinggal pada

labu (Pargiyanti, 2019).

Analisis kadar karbohidrat (Winarno, 1986) (Lampiran 11). Kadar

karbohidrat ditentukan dengan metode by difference yaitu dengan perhitungan

melibatkan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Menurut Faradilla

(2021), jika kadar air, abu, protein dan lemak telah diketahui sebelumnya, maka

kadar karbohidrat dapat dihitung secara matematis. Bahan pangan juga

mengandung vitamin dan zat-zat aktif lainnya, namun konsentrasi zat-zat tersebut

pada umumnya sangat kecil sehingga dapat diabaikan dalam perhitungan, akan

tetapi, jika zat selain air, abu, lemak dan protein konsentrasinya cukup besar maka

zat tersebut perlu dimasukkan dalam perhitungan.

3.5. Variabel Pengamatan

Parameter pengamatan pada penelitian ini terdiri dari:

1. Penilaian organoleptik cake meliputi warna, aroma,tekstur dan rasa

2. Uji karakteristik fisik cake meliputi daya pengembangan, densitas kamba,

porositas dan kekerasan tekstur (hardness)

3. Analisis proksimat cake meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar

lemak dan kadar karbohidrat.

3.6. Analisis Data

Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam ANOVA (analysis of

varian). Jika dari hasil analisis ragam menunjukkan nilai F hitung > F Tabel (α =

0,05) maka perlakuan berpengaruh nyata terhadap variabel respon dan dilanjutkan
46

dengan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf kepercayaan

95% untuk mengetahui nyata respon yang berpengaruh nyata atau berpengaruh

tidak nyata. Sedangkan analisis nilai fisik dan proksimat dianalisis dengan uji T.
47

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Nilai Organoleptik Skala Hedonik dan Deskriptif

Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) produk cake berbasis tepung beras

putih Wakacinda termodifikasi yang meliputi warna, aroma, tekstur dan rasa

disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rekapitulasi Analisis Ragam Cake Terhadap Parameter Organoleptik


Skala Hedonik dan Deskriptif
No Analisis Ragam
Variabel Pengamatan
Hedonik Deskriptif
1 Organoleptik warna tn tn
2 Organoleptik aroma * *
3 Organoleptik tekstur ** **
4 Organoleptik rasa * *
Ket: * = Berpengaruh nyata, ** = Berpengaruh sangat nyata, tn = berpengaruh tidak nyata

Berdasarkan data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa cake perlakuan

tepung beras putih termodifikasi dengan perlakuan tepung beras putih tanpa

modifikasi berpengaruh tidak nyata terhadap penilaian organoleptik hedonik

warna, berpengaruh nyata terhadap aroma dan rasa serta berpengaruh sangat

nyata terhadap tekstur cake. Penilaian deskriptif menunjukkan bahwa cake

berpengaruh tidak nyata terhadap warna, berpengaruh nyata terhadap aroma dan

rasa serta berpengaruh sangat nyata terhadap penilaian organoleptik deskriptif

tekstur.
48

4.1.1.1. Nilai organoleptik Hedonik Cake

Hasil penilaian organoleptik hedonik dari 40 panelis terhadap

karakteristik warna, aroma,tekstur dan rasa cake berbasis tepung beras putih

Wakacinda termodifikasi dapat dilihat pada Lampiran 14a, 15a. 16a, 17a dan

hasil sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 14b, 15b,16b dan 17b. Data

hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT0,05) dari organoleptik

hedonik cake beras putih Wakacinda termodifikasi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Uji Organoleptik Hedonik Terhadap Cake Beras Putih Wakacinda


Termodifikasi
Penilaian Perlakuan Rerata Keterangan DMRT 0,05
Organoleptik Organoleptik
C1 4,33±0,47 Suka -
Warna C2 4,50±0,51 Sangat suka -
C3 4,43±0,50 Suka -
C4 4,53±0,51 Sangat suka -
C1 4,20b±0,61 Suka
Aroma C2 4,30ab±0,61 Suka 2=0,2520
C3 4,50a±0,55 Sangat suka 3=0,2652
C4 4,53a±0,51 Sangat suka 4=0,2741
C1 3,35c±0,69 Agak suka
Tekstur C2 3,55bc±0,63 Suka 2=0,2911
C3 3,68b±0,65 Suka 3=0,3064
C4 4,00a±0,63 Suka 4=0,3166
C1 3,23b±0,66 Agak suka
Rasa C2 3,58a±0,59 Suka 2=0,2772
C3 3,60a±0,87 Suka 3=0,2918
C4 3,65a±0,70 Suka 4=0,3015
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT 0,05 taraf kepercayaan 95%.
(a) Nilai rata-rata perlakuan yang diberi simbol notasi “a” tidak berbeda signifikan dengan
perlakuan yang diberi simbol notasi “ab”
(b) Nilai rata-rata perlakuan yang diberi simbol notasi “b” berbeda signifikan dengan perlakuan
yang diberi simbol notasi “a”
(c) Nilai rata-rata perlakuan yang diberi simbol notasi “bc” tidak berbeda signifikan dengan
perlakuan yang diberi notasi “b”
(d) Nilai rata-rata perlakuan yang diberi simbol notasi “c” tidak berbeda signifikan dengan
perlakuan yang diberi notasi “bc”
C1 = Tepung beras putih tanpa modifikasi,
C2 = Tepung beras putih termodifikasi crude enzyme amylase
C3 = Tepung beras putih termodifikasi BAL SBM.4A
C4= Tepung beras putih termodifikasi BAL SBM.3D
49

Berdasarkan data pada Tabel 7 dilaporkan bahwa perlakuan tepung beras

putih termodifikasi pada cake mempengaruhi hasil hedonik aroma, tekstur,rasa dan

warna yang tidak nyata. Rerata penilaian organoleptik tertinggi diperoleh pada

perlakuan C4 dengan nilai organoleptik warna 4,53 (sangat suka), aroma 4,53

(sangat suka), tekstur 4,00 (suka) dan rasa 3,65 (suka). Hasil penilaian organoleptik

aroma pada perlakuan C4 menunjukan berbeda nyata terhadap perlakuan C1 dan

berbeda tidak nyata dengan perlakuan C2 dan C3, sedangkan hasil penilaian

organoleptik hedonik tekstur perlakuan C4 berbeda nyata dengan perlakuan C1, C2

dan C3. Penilaian organoleptik hedonik rasa perlakuan C4 berbeda nyata dengan

perlakuan C1 dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan C2 dan C3.

4.1.1.2. Nilai Organoleptik Deskriptif Cake

Hasil penilaian uji organoleptik deskriptif cake perlakuan tepung beras

putih Wakacinda termodifikasi dapat dilihat pada ampiran 18a, 19a, 20a, 21a dan

hasil sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 18b, 19b, 20b dan 21b. Data

hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT 0,05) dari penilaian

organoleptik deskriptif cake perlakuan tepung beras putih Wakacinda

termodifikasi dapat dilihat pada Tabel 8. Kenampakan cake tepung beras putih

Wakacinda dapat dilihat pada Gambar 5.


50

Tabel 8. Uji Organoleptik Deskriptif Terhadap Cake Beras Putih Wakacinda


Termodifikasi
Penilaian Perlakuan Rerata Keterangan DMRT
Organoleptik Organoleptik 0,05
Warna C1 3,53±0,82 Kuning kecoklatan -
C2 3,48±0,64 Agak kuning kecoklatan -
C3 3,40±0,96 Agak kuning kecoklatan -
C4 3,45±0,71 Agak kuning kecoklatan -
Aroma C1 3,88a±0,65 Aroma beras putih kuat
C2 3,78ab±0,70 Aroma beras putih kuat 2=0,3657
C3 3,40b±0,93 Aroma beras putih agak kuat 3=0,3849
C4 3,48b±0,99 Aroma beras putih agak kuat 4=0,3977
Tekstur C1 4,00b±0,68 Lembut
C2 4,20b±0,72 Lembut 2=0,2788
C3 4,50a±0,55 Sangat lembut 3=0,2935
C4 4,58a±0,55 Sangat lembut 4=0,3033
Rasa C1 3,80a±0,65 Rasa beras putih kuat
C2 3,60ab±0,67 Rasa beras putih kuat 2=0,2950
C3 3,40b±0,59 Rasa beras putih agak kuat 3=0,3105
C4 3,48b±0,75 Rasa beras putih agak kuat 4=0,3208
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT 0,05 taraf kepercayaan 95%.
(a) Nilai rata-rata perlakuan yang diberi simbol notasi “a” tidak berbeda signifikan dengan
perlakuan yang diberi simbol notasi “ab”
(b) Nilai rata-rata perlakuan yang diberi simbol notasi “b” berbeda signifikan dengan perlakuan
yang diberi simbol notasi “a”
C1 = Tepung beras putih tanpa modifikasi,
C2 = Tepung beras putih termodifikasi crude enzyme amylase,
C3 = Tepung beras putih termodifikasi BAL SBM.4A
C4= Tepung beras putih termodifikasi BAL SBM.3D
51

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 8. Cake. Keterangan: (a) C1 (tepung beras putih tanpa modifikasi), (b) C2
(tepung beras putih modifikasi crude enzyme amylase), (c) C3 (tepung
beras putih modifikasi BAL SBM.4A, (d) C4 (tepung beras putih
modifikasi BAL SBM.3D)
(c)

Berdasarkan data pada Tabel 8 dilaporkan bahwa perlakuan tepung beras

putih termodifikasi pada cake terhadap penilaian deskriptif warna yaitu agak kuning

kecoklatan hingga kuning kecoklatan, aroma dan rasa cake yang dihasilkan

terdeteksi aroma dan rasa khas tepung beras putih yang kemudian dipengaruhi oleh

adanya perlakuan fermentasi pada tepung serta penilaian deskriptif tekstur pada

cake yaitu lembut hingga sangat lembut. Hasil penilaian organoleptik deskriptif

warna menujukan berbeda tidak nyata, Hasil penilaian organoleptik deskriptif


52

aroma pada perlakuan C4 menunjukan berbeda nyata dengan perlakuan C1 serta

berbeda tidak nyata dengan perlakuan C2 dan C3. Hasil penelitian deskriptif tekstur

pada perlakuan C4 berbeda nyata dengan perlakuan C1 dan C2 serta berbeda tidak

nyata dengan perlakuan C3. Sedangkan hasil penilaian organoleptik deskriptif rasa

pada perlakuan C4 berbeda nyata dengan perlakuan C1 dan berbeda tidak nyata

dengan perlakuan C2 dan C3.

4.1.1.3. Uji Organoleptik Hedonik dan Deskriptif Cake Tanpa Modifikasi

dan Terpilih

Hasil penilaan uji organoleptik hedonik (kesukaan) dan deskriptif cake

perlakuan kontrol dan terpilih terpilih cake yang meliputi warna, aroma,tekstur

dan rasa dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10.

Tabel 9. Uji Organoleptik Hedonik Cake Beras Putih Wakacinda Tanpa


Modifikasi dan Terpilih
No Penilaian Perlakuan
organoleptik Tepung beras putih tanpa Tepung beras putih
modifikasi (C1) termodifikasi BAL SBM.3D
(C4)
Rerata Ket Rerata Ket
1 Warna 4,33±0,47 Suka 4,53±0,51 Sangat suka
2 Aroma 4,20±0,61 Suka 4,53±0,51 Sangat suka
3 Tekstur 3,35±0,69 Agak suka 4,00±0,63 Suka
4 Rasa 3,23±0,66 Agak suka 3,65±0,70 Suka
53

Tabel 10. Uji Organoleptik Deskriptif Cake Beras Putih Wakacinda Tanpa
Modifikasi dan Terpilih
Perlakuan
No Penilaian Tepung beras putih tanpa Tepung beras putih
organoleptik modifikasi termodifikasi BAL SBM.3D
(C1) (C4)
Rerata Ket Rerata Ket
1 Warna 3,53±0,82 Kuning 3,45±0,71 Agak kuning
Kecoklatan kecoklatan
2 Aroma 3,88±0,65 Aroma 3,48±0,99 Aroma beras
beras putih putih agak kuat
kuat
3 Tekstur 4,00±0,68 Lembut 4,58±0,55 Sangat Lembut
4 Rasa 3,80±0,65 Rasa beras 3,48±0,75 Rasa beras
putih kuat putih agak kuat

Berdasarkan data Tabel 9 dan Tabel 10 diperoleh penilaian karakteristik

organoleptik hedonik dan deskriptif terpilih yaitu pada perlakuan C4 (Tepung beras

putih termodifikasi BAL SBM.3D).

4.1.1.4. Uji Fisik Cake Berbasis Tepung Beras Putih Wakacinda Termodifikasi

Terpilih

Rekapitulasi hasil analisis sifat fisik cake berbasis tepung beras putih

Wakacinda perlakuan kontrol dan terpilih yang meliputi daya pengembangan,

densitas kamba, porositas dan kekerasan tekstur (hardness) disajikan pada Tabel

11.

Tabel 11. Nilai Fisik Cake Berbasis Tepung Beras Putih Termodifikasi Terpilih
No Variabel pengamatan Perlakuan Notasi Uji T
C1 C4
1 Daya Pengembangan (%) 107,56±14,66 139,12±14,45 *
2 Densitas Kamba (g/mL) 0,34±0,01 0,38±0,01 *
3 Porositas (cm) 0,33±0,02 0,44±0,05 *
4 Kekerasan tekstur 1,28±0,13 1,23±0,15 tn
(hardness) (kg/m2)
Keterangan: *= berbeda nyata tn= berbeda tidak nyata
C1: Tepung beras putih tanpa modifikasi
C4: Tepung beras putih termodifikasi BAL SBM.3D
54

Pori
Pori

(a) (b)

Gambar 9. Kenampakan bentuk pori cake secara visual (a) Cake tepung beras putih
tanpa modifikasi (b) Cake tepung beras putih termodifikasi BAL SBM.3D

Pori

Pori

(a) (b)
Gambar 10. Kenampakan bentuk pori cake pada pengamatan mikroskop perbesaran
40x (a) Cake tepung beras putih tanpa modifikasi (b) Cake tepung beras
putih termodifikasi BAL SBM.3D

Berdasarkan hasil pada Tabel 11 menunjukan bahwa nilai daya

pengembangan cake pada C4 (tepung beras putih termodifikasi BAL SBM.3D)

139,12% lebih besar dibandingkan C1 (tepung beras putih tanpa modifikasi) yaitu

107,56%. Densitas kamba diperoleh pada C4 (tepung beras putih termodifikasi

BAL SBM.3D) lebih besar 0,38 g/mL dan dibandingkan densitas kamba perlakuan
55

C1 (tepung beras putih tanpa modifikasi) yaitu 0,34 g/mL. Porositas pada perlakuan

C4 (tepung beras putih termodifikasi BAL SBM.3D) lebih besar yaitu 0,44 cm

dibandingkan porisitas pada perlakuan C1 (tepung beras putih tanpa modifikasi)

yaitu 0,34 cm. Kekerasan tekstur (hardness) pada perlakuan C4 (tepung beras putih

termodifikasi BAL SBM.3D) lebih kecil yaitu 1,23 kg/m2 dibandingkan hardness

pada perlakuan C1 (tepung beras putih tanpa modifikasi) yaitu 1,28 kg/m2.

4.1.1.5. Nilai Proksimat Cake Berbasis Tepung Beras Putih Wakacinda

Termodifikasi Terpilih

Rekapitulasi hasil analisis nilai gizi cake berbahan dasar tepung beras putih

Wakacinda perlakuan kontrol dan terpilih yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar

protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Nilai Proksimat Cake Berbasis Tepung Beras Putih Termodifikasi
Terpilih
No Kode sampel SNI 01- Notasi Uji
Komponen C1 C4 3840-1995 T
1 Kadar Air (%) 20,36±0,40 17,23±0,25 Maks 40 *
2 Kadar Abu (%) 1,06±0,25 0,88±0,05 Maks 3 tn
3 Kadar Protein (%) 3,02±0,00 5,88±0,43 - *
4 Kadar Lemak (%) 22,66±0,28 21,70±0,27 Maks 26,93 *
5 Kadar Karbohidrat (%) 56,00±0,00 52,00±0,02 - *
Keterangan: *= berbeda nyata tn= berbeda tidak nyata
C1: Tepung beras putih tanpa modifikasi
C2: Tepung beras putih termodifikasi BAL SBM.3D

Berdasarkan Tabel 12 menunjukkan bahwa nilai proksimat pada cake

perlakuan terpilih pada perlakuan C4 (tepung beras putih termodifikasi BAL

SBM.3D) memiliki kadar air lebih kecil yaitu sebesar 17,23%bb dibandingkan

dengan perlakuan kontrol C1 (tepung beras putih tanpa modifikasi) yaitu


56

20,36%bb. Perlakuan C4 memiliki kadar abu lebih kecil yaitu 0,88%bb

dibandingkan perlakuan C1 yaitu 1,06%bb. Perlakuan C4 memiliki kadar protein

lebih besar yaitu 5,88%bb dibandingkan perlakuan C1 yaitu 3,02%bb. Perlakuan

C1 memiliki kadar lemak lebih besar yaitu 22,66%bb dibandingkan perlakuan C4

yaitu 21,70%bb dan pada perlakuan C1 memiliki kadar karbohidrat lebih besar

yaitu 56,00%bb dibandingkan perlakuan C4 yaitu 52,00%bb.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Uji organoleptik

Uji Organoleptik atau biasa disebut uji sensori merupakan cara pengujian

dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya

penerimaan terhadap produk. Penilaian dengan indera, banyak digunakan untuk

menilai mutu komoditas hasil pertanian dan bahan pangan (Soekarto, 1981). Sistem

penilaian organoleptik telah dapat dibakukan dan dijadikan alat penilaian dalam

laboratorium, dunia usaha, dan perdagangan.

Uji organoleptik terbagi menjadi dua, yaitu uji organoleptik hedonik dan uji

organoleptik deskriptif. Uji hedonik merupakan salah satu jenis uji penerimaan.

Dalam uji ini panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapannya tentang

kesukaan atau sebaliknya. Tingkat-tingkat kesukaan disebut dengan skala hedonik

misalnya sangat suka, suka, agak suka dan tidak suka. Dalam analisisnya skala

hedonik ditransformasikan menjadi skala numerik atau angka menurut tingkat

kesukaan (Tarwendah, 2017). Uji deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi

karakteristik sensori yang penting pada suatu produk dan memberikan informasi

tentang intensitas karakteristik tertentu (Maharani dan Fibrianto, 2015).


57

Menurut Winarno (2004) penilaian indrawi ini ada 6 yaitu klasifikasi sifat-

sifat bahan, mengikat kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali

sifat indrawi produk tersebut. Untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis

terhadap produk cake berbasis tepung putih Wakacinda termodifikasi maka

dilakukan uji kesukaan. Karena produk yang dihasilkan adalah produk baru dan

mengetahui tingkat penerimaan konsumen, maka panelis yang digunakan adalah

panelis tidak terlatih (Kartika et al., 1988).

4.2.1.1. Warna

Warna merupakan visualisasi suatu produk yang langsung terlihat lebih

dahulu dibandingkan dengan variabel lainnya. Warna secara langsung akan

memengaruhi persepsi panelis. Menurut Winarno (2002), secara visual faktor

warna akan tampil lebih dahulu dan sering kali menentukan nilai suatu produk.

Berdasarkan Tabel 7 dan Tabel 8, hasil analisis sidik ragam cake tepung

beras putih termodifikasi menunjukkan berpengaruh tidak nyata terhadap

organoleptik hedonik dan deskriptif warna. Rata-rata tingkat kesukaan panelis

adalah 4,33-4,53. Nilai terbesar terdapat pada perlakuan C4 (tepung beras putih

termodifikasi BAL SBM.3D) dengan nilai 4,53 (sangat suka). Sedangkan nilai

terkecil terdapat pada perlakuan C3 (tepung beras putih termodifikasi BAL

SBM.4A) dengan nilai 4,33 (suka). Rerata penilaian organoleptik deskriptif warna

cake yaitu antara 3,40-3,53. Nilai rerata terbesar terdapat pada perlakuan C1

(tepung beras putih tanpa modifikasi) dengan nilai 3,53 (kuning kecoklatan)

sedangkan nilai terkecil terdapat pada perlakuan C3 (tepung beras putih

termodifikasi BAL SBM.4A) dengan nilai 3,40 (agak kuning kecokelatan).


58

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

penggunaan tepung beras putih termodifikasi berpengaruh tidak nyata terhadap

parameter warna cake. Hal ini diduga dikarenakan warna dari tepung beras tanpa

modifikasi (kontrol) yang berwarna putih dan tepung beras termodifikasi seperti

warna putih tulang. Sedangkan pada penelitian Salsabila et al. (2019) dalam

pembuatan cupcake free gluten menggunakan tepung biji kluwih dan tepung beras

yaitu tepung biji kluwih berwarna putih kecoklatan, sedangkan tepung beras

berwarna putih. Namun perbedaan jumlah persentase perbandingan tepung biji

kluwih dan tepung beras pada satu sampel ke sampel yang lainnya hanya 10%.

Sampel A 70% tepung biji kluwih dengan 30% tepung beras, sampel B 60% tepung

biji kluwih dengan 40% tepung beras, dan sampel C 50% tepung biji kluwih dengan

50% tepung beras. Hal ini tidak mempengaruhi warna cupcake yang dihasilkan

secara nyata.

Selain warna tepung, perbedaan tidak nyata pada parameter warna cake

juga dikarenakan penggunaan margarin sehingga lebih mendominasi warna dari

cake dan menutupi warna dari tepung beras serta menjadikan warna diantara

perlakuan hampir sama. Menurut Wijaya (2004) bahwa margarin memiliki warna

kuning yang berasal dari beta karoten (pro-vitamin A) yang terkandung secara

alami pada minyak asalnya sehingga penggunaan margarin pada pembuatan cake

dapat menghasilkan warna kekuningan.

Faktor lain yang menjadikan warna cake tidak nyata diantara perlakuan

yaitu dalam pembuatan cake pada saat proses pemanggangan suhu yang digunakan

pun sama, sehingga warna yang dihasilkan pada produk tidak berbeda. Hal tersebut
59

didukung oleh pernyataan Fitriyani (2014, bahwa warna kulit disebabkan oleh

proses pembakaran, pada saat pembakaran terjadi proses karamelisasi kemudian

terjadi pembentukan kulit. Adanya proses pemanasan akan menyebabkan reaksi

Maillard karena adanya interaksi pati dengan protein atau gugus amino sehingga

menurunkan kecerahan pada cake yang dihasilkan. Namun apabila dilihat

berdasarkan rerata data yang diperoleh pada Tabel 7 menunjukkan perlakuan cake

yang terbuat dari tepung beras termodifikasi lebih disukai oleh panelis

dibandingkan dengan cake tanpa perlakuan modifikasi. Penilaian kesukaan panelis

pada warna cake didukung hasil penelitian Sinar et al. (2016) yang menyatakan

bahwa konsumen lebih menyukai cake Golla Kambu dengan rerata 5,68 (sangat

suka) dengan kategori warna sedang, tidak terlalu pucat dan tidak terlalu gelap,

yang berarti pada penelitian ini dengan memodifikasi tepung beras pada pembuatan

cake lebih baik dilakukan karena lebih disukai konsumen.

4.2.1.2. Aroma

Aroma adalah rasa dan bau yang sangat subyektif serta sulit diukur, karena

setiap orang mempunyai sensifitas dan kesukaan yang berbeda. Menurut Dewita et

al. (2010), dalam industri bahan pangan uji terhadap aroma dianggap penting

karena dengan cepat dapat memberikan penilaian terhadap hasil produks, apakah

produknya disukai atau tidak oleh konsumen. Komponen yang memberikan aroma

adalah asam-asam organik berupa ester dan volatil. Secara kimiawi sulit dijelaskan

mengapa senyawa-senyawa menyebabkan aroma yang berbeda, karena senyawa-

senyawa yang mempunyai struktur kimia dan gugus fungsional yang hampir sama

(stereoisomer) kadang- kadang mempunyai aroma yang sangat berbeda. Sebaliknya


60

senyawa yang sangat berbeda struktur kimianya, mungkin menimbulkan aroma

yang sama (Winarno, 2004).

Berdasarkan Tabel 7 dan Tabel 8, hasil analisis sidik ragam cake tepung

beras putih termodifikasi menunjukkan berpengaruh nyata terhadap organoleptik

hedonik dan deskriptif aroma. Rata-rata tingkat kesukaan panelis adalah 4,20-4,53

(Sangat suka). Nilai terbesar terdapat pada perlakuan C4 (tepung beras putih

termodifikasi BAL SBM.3D) dengan nilai 4,53 (sangat suka), C3 (tepung beras

putih termodifikasi BAL SBM.4A) dengan nilai 4,50 (sangat suka), C2 (tepung

beras putih termodifikasi crude enzyme amylase) dengan nilai 4,30 (suka),

Sedangkan nilai terkecil terdapat pada perlakuan C1 (tepung beras putih tanpa

modifikasi) dengan nilai 4,20 (suka). Rerata penilaian organoleptik deskriptif

aroma cake yaitu antara 3,40-3,88 (aroma beras putih agak kuat sampai aroma beras

putih kuat). Nilai rerata terbesar terdapat pada perlakuan C1 (tepung beras putih

tanpa modifikasi) dengan nilai 3,88 (aroma beras putih kuat) sedangkan nilai rerata

terkecil terdapat pada perlakuan C3 (tepung beras putih termodifikasi BAL

SBM.4A) dengan nilai 3,40 (aroma beras putih agak kuat).

Tabel 7 menunjukkan bahwa rerata tertinggi tingkat kesukaan aroma

diperoleh pada perlakuan C4 (tepung beras putih termodifikasi BAL SBM.3D). Hal

ini diduga disebabkan oleh waktu fermentasi BAL SBM.3D selama 48 jam dengan

konsentrasi OD 0,75 pada tepung beras putih sehingga aroma khas asam dari BAL

SBM.3D muncul pada aroma cake, demikian pula pada perlakuan C3 (tepung beras

putih termodifikasi BAL SBM.4A). Aroma tepung beras putih pada dasarnya

memang disukai oleh panelis. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang telah
61

dilakukan oleh Anggraini et al. (2017) bahwa diantara aroma cake yang terbuat dari

tepung beras merah,hitam dan putih, panelis paling menyukai aroma cake yang

dihasilkan dari tepung beras putih yaitu dengan rerata berkisar 54,55%-63,64%

sedangan rerata aroma cake beras merah dan hitam berturut-turut berkisar 22,73%-

54,55%, 45,45%-59,09%. aroma cake yang dihasilkan adalah aroma harum dan

khas sesuai dengan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan cake.

Rachmawati (2014) menyatakan bahwa komposisi pati yang banyak cukup

memberikan aroma yang khas pada produk yang dihasilkan. Bahan yang banyak

mengandung pati cukup memunculkan aroma tertentu pada produk, tetapi dapat

dibedakan keberadaannya pada rasa produk yang dihasilkan. Pada penelitian

ini,aroma tepung beras putih yang memang pada awalnya sudah disukai oleh

panelis kemudian diberi perlakuan modifikasi menggunakan crude enzyme

amylase, BAL SBM 4A dan BAL SBM.3D sehingga mampu menghasilkan aroma

yang khas pada produk yang dihasilkan.

Hasil penelitian Bella (2021) menyatakan bahwa berdasarkan uji

organoleptik hedonik parameter aroma, panelis lebih menyukai tepung dengan

reaksi enzimatik crude enzyme amylase dengan rerata penilaian 4,5 (sangat suka)

dibandingkan dengan tepung beras tanpa reaksi enzimatik dengan rerata penilaian

yaitu 4,3 (suka). Berdasarkan uji organoleptik deskriptif, panelis lebih menyukai

tepung dengan reaksi enzimatik dengan rerata penilaian 4,5 (sangat beraroma khas

beras putih) dibandingkan tepung beras putih tanpa hasil reaksi enzimatik dengan

rerata penilaian 4,3 (beraroma khas beras putih). Selain perlakuan dengan crude
62

enzyme amylase, modifikasi lainnya yang diaplikasikan pada tepung beras yaitu

menggunakan BAL (bakteri asam laktat) SBM 4A dan BAL SBM.3D.

Bakteri asam laktat memberikan aroma dan flavor, mampu berperan sebagai

agen diversifikasi pengolah pangan sebab bakteri ini memiliki kemampuan

mendegradasi gula yang terkandung dalam media pertumbuhannya menjadi gula

sederhana, mendegradasi protein dan peptida menjadi asam amino. Menurut

Zikirah et al. (2021) selama proses fermentasi berlangsung, mikroorganisme

khusunya BAL menghasilkan senyawa kimia yaitu asam laktat,asetaldehid, asam

asetat, diasetil atau 2,3-pentanadion dan bahan lain yang mudah menguap sehingga

menghasilkan tepung yang cenderung beraroma asam khas fermentasi. Semakin

lama waktu fermentasi,maka aroma asam khas fermentasi semakin kuat. Hal ini

disebabkan karena semakin banyak aktivitas mikroorganisme dalam bermetabolit

menghasilkan asam-asam organik (Anggraeni et al., 2014).

4.2.1.3. Tekstur

Tekstur merupakan ciri suatu bahan sebagai akibat perpaduan dari beberapa

sifat fisik yang meliputi ukuran, bentuk, jumlah dan unsur-unsur pembentukan

bahan yang dapat dirasakan oleh indera peraba dan perasa, termasuk indera mulut

dan penglihatan (Midayanto dan Yuwono, 2014). Tekstur dari suatu produk

makanan mencangkup kekentalan/ viskositas yang digunakan untuk cairan

newtonian yang homogen, cairan non newtonian atau cairan yang heterogen,

produk padatan, dan produk semi solid (Meilgard et al., 2006).

Berdasarkan Tabel 7 dan Tabel 8, hasil analisis sidik ragam cake berbasis

tepung beras putih termodifikasi menunjukkan berpengaruh sangat nyata terhadap


63

organoleptik hedonik dan deskriptif pada tekstur. Rata-rata tingkat kesukaan

panelis adalah 3,35-4,00 (suka). Nilai terbesar terdapat pada perlakuan C4 (tepung

beras putih termodifikasi BAL SBM.3D) dengan nilai 4,00 (suka). Sedangkan nilai

terkecil terdapat pada perlakuan C1 (tepung beras putih tanpa modifikasi) dengan

nilai 3,35 (agak suka). Rerata penilaian organoleptik deskriptif tekstur pada produk

cake yaitu antara 4,00-4,58 (lembut hingga sangat lembut). Nilai rerata terbesar

terdapat pada perlakuan C4 (tepung beras putih termodifikasi BAL SBM.3D)

dengan nilai 4,58 (sangat lembut) sedangkan nilai rerata terkecil terdapat pada

perlakuan C1 (tepung beras putih tanpa modifikasi) dengan nilai 4,00 (lembut).

Menurut Fellows (2000) tekstur pada makanan salah satunya ditentukan

oleh kandungan lemak dan jumlah serta jenis karbohidrat dan protein yang

menyusunnya. Rerata penilain organoleptik deskriptif cake menunjukkan perlakuan

tepung beras putih termodifikasi BAL SBM 3D mempunyai tekstur yang lebih

lembut dan lebih disukai oleh panelis dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal

ini kemungkinan terjadi dikarenakan adanya peningkatan nilai swelling power yang

dihasilkan oleh BAL SBM.3D dengan konsentrasi OD=0,75 selama 48 jam

fermentasi yang dapat menyebabkan terjadinya degradasi granula pati, sehingga

akan mempengaruhi tekstur produk yang dihasilkan yang ditandai dengan volume

pengembangan yang meningkat sehingga tekstur cake yang dihasilkan sangat

lembut. Pada dasarnya, penggunaan tepung beras dalam pembuatan cake akan

menghasilkan cake dengan tekstur yang kasar atau tidak lembut dikarenakan tidak

adanya kandungan gluten didalam tepung beras. Hal ini didukung oleh penelitian

Besari dan Novi (2017) yang menyatakan bahwa pada pembuatan cake
64

menggunakan 75 g tepung beras termasuk dalam kriteria kurang lembut ideal dan

kurang disukai oleh panelis dibandingkan dengan cake yang dibuat dengan tepung

beras sebanyak 25 g termasuk dalam kriteria cukup lembut ideal dan disukai oleh

panelis. Hal ini disebabkan karena bahan dasar tepung beras yang digunakan paling

sedikit diantara sampel sehingga tekstur lembut tampak pada cake. Selain itu pada

penelitian Dewi et al. (2016) melaporkan bahwa hasil analisis tekstur bolu yang

kurang disukai oleh panelis adalah perlakuan pencampuran tepung beras dan tepung

terigu 40%:60% dan yang paling disukai oleh panelis adalah perlakuan tanpa variasi

pencampuran tepung beras yaitu 0% dan tepung terigu 100%. Hal tersebut

dikarenakan tepung beras cenderung memiliki tekstur yang lebih keras dan kurang

lembut dibandingkan dengan tekstur bolu yang tidak ditambahkan tepung beras.

Hasil penelitian lain oleh Salsabila et al. (2019) pada pembuatan cupcake

gluten free yaitu dengan perbandingan jumlah penggunaan tepung biji kluwih

dengan tepung beras yaitu sampel A (70:30 g), B (60:40 g) dan sampel C (50:50 g).

Hasil penilaian panelis terhadap indikator tekstur pada keseluruhan sampel

menunjukkan hasil yang berbeda baik dari nilai maupun hasil kriteria. Dari hasil

tersebut diketahui bahwa rerata paling tinggi didapat pada sampel B dengan rerata

3,8, sampel A dengan rerata 2,9 dan sampel C dengan rerata paling sedikit yaitu

2,5. Hal ini dikarenakan tepung beras memiliki kandungan amilosa yang tinggi

sehingga tekstur menjadi pera dan kasar dan bila dibuat menjadi cake akan tetap

berserat. Semakin banyak penggunaan bahan dasar tepung beras maka akan

semakin mengendap di dasar cake. Hal ini disebabkan karena sifat tepung beras

yang tidak dapat tercampur rata atau terjadi suspensi (memisahnya tepung beras
65

dengan emulsi telur) dimana telur sebagai bahan cair dan sifat beras yang memiliki

kemampuan menyerap banyak air.

Hasil yang berbeda diperoleh pada penelitian ini yaitu pembuatan cake

dengan bahan utama 100 g tepung beras putih yang telah dimodifikasi

menggunakan BAL SBM.3D mampu menghasilkan tekstur yang lembut dan

disukai oleh panelis. Penggunaan bahan lain seperti margarin juga dapat

mempengaruhi tekstur cake. Margarin mempunyai protein yang bersifat emulsifier

yang dapat mengemulsi lemak ke dalam seluruh bagian adonan. Margarin dapat

digunakan sebagai pengempuk sehingga tekstur produk yang dihasilkan akan

semakin lembut dan renyah (Rosida et al., 2020).

4.2.1.4. Rasa

Rasa suatu produk menjadi salah satu parameter yang tidak bisa

dikesampingkan. Pada dasarnya manusia menginginkan pangan yang tentunya enak

rasanya, selain itu untuk memenuhi kebutuhan akan kenyang dan kesehatan

(Agustina, 2008). Senyawa cita rasa merupakan senyawa atau campuran senyawa

kimia yang dapat mempengaruhi indera tubuh, misalnya lidah sebagai indera

pengecap. Pada dasarnya lidah hanya mampu mengecap empat jenis rasa yaitu

pahit, asam, asin dan manis. Selain itu citarasa dapat membangkitkan rasa lewat

aroma yang disebarkan, lebih dari sekedar rasa pahit, asin, asam dan manis. Lewat

proses pemberian aroma pada suatu produk pangan, lidah dapat mengecap rasa lain

sesuai aroma yang diberikan (Midayanto dan Yuwono, 2014).

Berdasarkan Tabel 7 dan Tabel 8, hasil analisis sidik ragam cake berbasis

tepung beras putih termodifikasi menunjukkan berpengaruh nyata terhadap


66

organoleptik hedonik dan deskriptif pada rasa. Rata-rata tingkat kesukaan panelis

adalah 3,23-3,65 (suka). Nilai terbesar terdapat pada perlakuan C4 (tepung beras

putih termodifikasi BAL SBM.3D) dengan nilai 3,65 (suka). Sedangkan nilai

terkecil terdapat pada perlakuan C1 (tepung beras putih tanpa modifikasi) dengan

nilai 3,23 (agak suka). Rerata penilaian organoleptik deskriptif rasa pada produk

cake yaitu antara 3,40-3,80 (rasa beras putih agak kuat sampai rasa beras putih

kuat). Nilai rerata terbesar terdapat pada perlakuan C1 (tepung beras putih tanpa

modifikasi) dengan nilai 3,80 (rasa beras putih kuat) sedangkan nilai rerata terkecil

terdapat pada perlakuan C3 (tepung beras putih termodifikasi BAL SBM.4A)

dengan nilai 3,40 (rasa beras putih agak kuat).

Hasil penelitian uji organoleptik rasa oleh pengamatan panelis pada produk

cake yang dihasilkan bahwa perlakuan tepung beras putih termodifikasi crude

enzyme amylase, BAL SBM.4A dan BAL SBM.3D masing-masing memiliki

pengaruh yang nyata terhadap rasa cake. Rasa cake yang dihasilkan pada penelitian

ini dipengaruhi oleh adanya proses fermentasi dalam pembuatan tepung beras putih

termodifikasi. Pernyataan tersebut diperkuat dengan penelitian Subagio (2008)

yang mengatakan bahwa selama fermentasi, tepung modifikasi menghasilkan

aroma dan cita rasa khas yang dapat menutupi aroma dan cita rasa sampai 70%.

Bakteri asam laktat yang digunakan pada fermentasi pati menghasilkan enzim

amilase yang dapat memecah dinding sel pati sehingga terjadi liberasi granula pati.

BAL menghasilkan enzim amilase yang menghidrolisis pati menjadi gula dan

selanjutnya mengubahnya menjadi asam-asam organik, terutama asam laktat yang

akan terimbibisi dalam tepung, dan ketika tepung tersebut diolah akan dapat
67

menghasilkan aroma dan citra rasa khas pada produk yang dihasilkan (Pusparani

dan Yuwono, 2014).

Tingkat rasa cake yang dihasilkan dipengaruhi oleh penggunaan tepung beras

sebagai bahan baku dan bahan tambahan lainnya seperti penggunaan gula, telur,

pemberi aroma (vanili), dan lemak (margarin). Margarin mempunyai kandungan

lemak dan protein yang menyebabkan rasa gurih pada cake yang dihasilkan.

Menurut Winarno (1984), penyebab terjadinya peningkatan rasa enak dari suatu

produk pangan juga ditentukan besarnya protein dan lemak dalam produk tersebut.

Selain itu proses pengolahan seperti proses pencampuran (mixing) dan

pemanggangan dalam pembuatan cake juga mempunyai peran dalam pembentukan

rasa pada produk cake yang dihasilkan.

4.2.2. Sifat Fisik Cake Tanpa Modifikasi (Kontrol) dan Terpilih

4.2.2.1. Derajat Pengembangan

Derajat pengembangan atau daya kembang merupakan penambahan volume

cake selama pemanggangan. Derajat pengembangan merupakan salah satu

parameter yang menentukan mutu cake. Pengukuran daya kembang dilakukan

dengan cara mengukur tinggi adonan cake sebelum dioven dan dicatat sebagai T1

kemudian mengukur tinggi adonan cake setelah dioven dan dicatat sebagai T2

(Ambarwati et al., 2020).

Berdasarkan hasil pengukuran daya kembang cake tepung beras putih

termodifikasi adalah 139,12% lebih besar dibandingkan cake tanpa perlakuan

modifikasi (kontrol) yaitu 107,56% (Tabel 9). Kemudian dilanjutkan dengan uji T

pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) mendapatkan hasil yang menunjukkan


68

bahwa berbeda nyata antara perlakuan terpilih dan kontrol. Sedangkan hasil

penelitian lain yang telah dilakukan oleh Anggraini et al. (2017) menyatakan bahwa

daya kembang cake yang terbuat dari tepung beras putih cenderung lebih rendah

yaitu 15,79-18% dibandingkan dengan cake yang terbuat dari tepung beras merah

dan tepung beras hitam berkisar antara 20-30%. Hal tersebut diduga dikarenakan

beras putih sebagai bahan baku pembuatan cake secara umum diketahui memiliki

kandungan amilosa yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan beras merah dan

beras hitam sehingga mempengaruhi daya kembang cake yang dihasilkan. Cake

dari bahan baku beramilosa tinggi cenderung memiliki rongga makin kecil atau

makin rapat. Hal ini disebabkan oleh amilosa yang mempunyai kemampuan

membentuk kristal dengan ukuran lebih besar, sehingga cake tidak dapat

mengembang secara baik selama pemanggangan berlangsung (Marsono,1988).

Hasil penelitian lain oleh Dewi et al. (2016) melaporkan bahwa daya

pengembangan bolu tanpa variasi pencampuran tepung beras yaitu menggunakan

100% tepung terigu yaitu sebesar 133,33% dibandingkan dengan volume

pengembangan bolu yang disubstitusi dengan tepung beras sebesar 40%, 50% dan

60% berturut-turut yaitu 102,22%, 67,78% dan 36,67%. Semakin besar konsentrasi

penambahan tepung beras semakin menurunkan persentase volume pengembangan

bolu.

Hasil yang berbeda diperoleh pada penelitian ini yaitu terjadinya

peningkatan volume pengembangan cake pada perlakuan 100% tepung beras

termodifikasi BAL SBM.3D. Peningkatan volume pengembangan cake pada

penelitian ini diduga disebabkan oleh swelling power (daya pembengkakan) tepung
69

beras putih termodifikasi yang menjadi bahan utama pembuatan cake. Ahmad

(2020) melaporkan bahwa tepung beras putih yang dibuat melalui fermentasi

menggunakan BAL SBM.3D dengan konsentrasi OD=0,75 memiliki peningkatan

swelling power setelah 48 jam fermentasi yakni 12,20 g/g. Selain itu, volume

pengembangan cake juga dipengaruhi oleh adanya kemampuan tepung untuk

membentuk gel. Menurut Mohammadi et al. (2014) menambahkan bahwa adonan

roti tanpa gluten dapat menahan gas jika gluten tersebut digantikan dengan gel

lainnya.

Lama fermentasi dan konsentrasi BAL SBM.3D OD 0,75 tehadap karakter

gel yang terbentuk lebih kental bila dibandingkan dengan kontrol. Hal tersebut

disebabkan karena BAL SBM.3D mampu mendegradasi amilosa pada tepung beras

putih sehingga menghasilkan polimer yang lebih pendek dan ketika dilarutkan

dalam air kemudian diberi perlakuan pemanasan maka terbentuklah struktur gel

sehingga dapat menahan gas lebih baik dan volume pengembangannya menjadi

lebih besar (Ahmad, 2020).

Menurut Chahyani (2019) adanya perlakuan fermentasi pada proses

pembuatan tepung juga dapat memengaruhi peningkatan kadar protein pada

pembuatan produk pangan termodifikasi, sehingga akan menjadikan tekstur lebih

elastis dan pengembangannya menjadi lebih tinggi dibandingkan tanpa adanya

perlakuan modifikasi.

Rosell dan Marco (2008) dalam Hera et al. (2014) menyatakan bahwa

adonan yang dibuat dari tepung beras memiliki keterbatasan dalam menahan gas

yang terbentuk selama proses pembuatan produk. Hal ini disebabkan karena produk
70

yang dihasilkan tidak memiliki sifat viskoelastis sehingga volume pengembangan

tidak terlalu tinggi. Pengembangan terjadi pada saat adonan memasuki oven yang

panas, adonan bertemu dengan udara panas dalam oven dan lapisan luar cake

tampak terbentuk pada permukaan adonan serta terjadi pengembangan cake, selama

itu terjadi pengembangan volume adonan (Desrosier, 2008).

4.2.2.2. Densitas Kamba

Densitas kamba (bulk density) merupakan sifat fisik bahan pangan yang

dipengaruhi oleh ukuran bahan dan kadar air. Densitas kamba dinyatakan dalam

satuan g/ml. Nilai densitas kamba yaitu jumlah rongga yang terdapat

diantara partikel-partikel bahan. Bahan dengan densitas kamba yang kecil akan

membutuhkan tempat yang lebih luas dibandingkan dengan bahan yang mempunyai

densitas kamba besar untuk berat yang sama sehingga tidak efisien dari segi tempat

penyimpanan dan kemasan (Kumalasari et al., 2015).

Berdasarkan Tabel 9, cake beras putih kontrol dan cake beras putih terpilih,

secara statistik memiliki nilai densitas kamba yang berbeda nyata. Cake beras putih

kontrol memiliki nilai densitas kamba sebesar 0,34 g/mL dan cake beras putih

terpilih memiliki nilai densitas kamba sebesar 0,38 g/mL. Secara statistik rerata

densitas kamba menunjukkan berbeda nyata akan tetapi jika dilihat dari nilai rata-

ratanya menunjukkan perbedaan yang sangat kecil antara perlakuan tepung beras

putih termodifikasi BAL SBM.3D dan tepung beras putih tanpa modifikasi

Densitas kamba dipengaruhi oleh jenis bahan, kadar air, bentuk dan ukuran

partikel (Ocloo et al., 2010). Menurut Setiawati et al. (2014) semakin rendah kadar

air maka densitas kamba akan semakin besar, begitupula sebaliknya semakin tinggi
71

kadar air cake, maka densitas kamba yang dihasilkan akan semakin kecil dan ruang

penyimpanan yang digunakan semakin besar. Hasil analisis densitas kamba yang

diperoleh pada penelitian ini berbanding terbalik dengan hasil analisis kandungan

air dan pengembangan cake. Hal ini kemungkinan pada saat melakukan pengujian,

ukuran sampel cake yang digunakan tidak berukuran sama. Ukuran cake yang lebih

besar daripada gelas ukur yang digunakan membuat sampel cake harus dipotong,

pada saat pemotongan terdapat peluang yang menjadikan potongan dari cake

menjadi tidak seragam.

Bayu et al. (2017) dalam penelitiannya mengenai pembuatan sereal

menyatakan bahwa densitas kamba produk mampu menunjukkan bagaimana

tingkat pengembangan dari produk, sereal mengalami pengembangan yang baik

maka densitas kamba yang dihasilkan akan semakin kecil begitupun sebaliknya.

4.2.2.3. Porositas

Porositas adalah pori yang terbentuk dari gas karbondioksida yang

dihasilkan oleh bahan pengembang dan udara yang terperangkap dalam adonan

bolu/cake selama proses pengovenan (Imami dan Sutrisno, 2018). Porositas yang

diuji merupakan jumlah pori-pori dan keseragaman pori-pori cake. Pori sangat

dipengaruhi oleh kemampuan pembentukan gas dan penahanan gas selama proses

pengovenan (Mudjisihono et al., 2000). Selain itu menurut Surono (2017) rata-rata

diameter pori berhubungan dengan volume pengembangan dan tekstur. Semakin

tinggi volume pengembangan cake, maka rongga dalam cake akan menjadi lebih

besar.
72

Berdasarkan data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata diameter pori

cake perlakuan C4 (tepung beras putih termodifikasi BAL SBM.3D) yaitu

0,44±0,05 cm lebih besar dibandingkan rata-rata diameter pori cake C1 (tepung

beras putih tanpa modifikasi) yaitu 0,33±0,02 cm. Sedangkan pada penelitian

Samantha (2017) rata-rata diameter pori paling besar terdapat pada roti dengan

substitusi tepung beras sebanyak 50% yaitu sebesar 1,52±0,21 mm dibandingkan

dengan rata-rata diameter pori roti tanpa substitusi tepung beras yaitu sebesar

1,17±0,11 mm. Menurut Kuswardani et al. (2008) beras digunakan sebagai bahan

pembuatan produk bebas gluten karena memiliki sifat yang lebih mirip dengan

tepung terigu dalam hal rasa, dan menahan gas dengan lebih baik karena kadar pati

yang lebih tinggi sehingga memiliki diameter pori yang cenderung lebih besar.

Selain itu menurut Surono (2017) rata-rata diameter pori berhubungan dengan

volume pengembangan dan tekstur. Semakin tinggi volume pengembangan cake,

maka rongga dalam cake akan menjadi lebih besar dan hal ini yang menyebabkan

tekstur cake akan menjadi lebih lembut.

Hasil pada penelitian ini didukung dengan pernyataan tersebut, yaitu

derajat pengembangan cake pada perlakuan tepung beras termodifikasi BAL

SBM.3D yang lebih besar dibandingkan dengan cake tanpa modifikasi sehingga

semakin tinggi nilai volume pengembangan, maka nilai rata-rata diameter atau

ukuran pori juga akan semakin meningkat. Pori-pori adalah lubang kecil dalam cake

sebagai akibat dari adanya gas CO2. Ketika adonan dikocok, udara akan masuk ke

dalam adonan dan terdispersi dalam bentuk gelembung halus ketika dipanaskan

akan terbentuk pori yang halus (Widodo et al., 2014).


73

Pembentukan pori-pori cake perlakuan terpilih juga dipengaruhi oleh lama

fermentasi tepung beras beras putih selama 48 jam menggunakan isolat BAL

SBM.3D. Iswari et al. (2014) menyatakan bahwa proses fermentasi yang dilakukan

mikroorganisme dapat mendegradasi pati. Semakin lama fermentasi menyebabkan

semakin meningkat aktivitas enzim mikroba dalam mendegradasi pati sehingga

semakin banyak kadar air yang terbebaskan, akibatnya tekstur bahan menjadi lunak

dan berpori (Kurniati et al., 2012).

Selain faktor lama fermentasi, penggunaan telur dan gula serta suhu

pengovenan dapat menyebabkan peningkatan nilai porositas. Telur akan

menyebabkan terbentuknya busa yang stabil serta elastis sehingga kemampuan

menahan gas CO2 yang dihasilkan semakin tinggi. Semakin tinggi kemampuan

untuk menahan gas CO2 maka nilai porositas akan semakin besar (Mudjisihono et

al., 2000). Penambahan gula akan menyebabkan pembentukan busa yang stabil dan

elastis sehingga mampu menangkap gas karbondioksida yang berasal dari bahan

pengembang (Phillips, 2000). Penggunaan suhu pengovenan yang lebih tinggi

terjadi ekspansi gelembung udara secara maksimal sehingga meningkatkan ukuran

pori yang terbentuk.

4.2.2.4. Uji Kekerasan Tekstur (Hardness)

Hardness digunakan untuk mendeskripsikan ketidakhalusan remah dari

produk. Semakin tinggi hardness maka produk cenderung semakin keras. Menurut

Indiarto et al. (2012), hardness adalah nilai maksimum dari gigitan pertama atau

gaya tekan pertama. Satuan yang dipakai untuk hardness adalah N, kg, dan g.
74

Berdasarkan Tabel 9 perlakuan terpilih C4 (tepung beras putih termodifikasi

BAL SBM.3D) memiliki hardness terendah yaitu 1,23 kg/cm2 dibandingkan C1

(tepung beras tanpa modifikasi) yaitu sebesar 1,28 kg/cm2 akan tetapi menunjukkan

berbeda tidak nyata dengan perlakuan kontrol. Perbedaan tingkat kekerasan cake

dipengaruhi oleh volume cake itu sendiri. Pada umumnya volume cake yang baik

memiliki pengembangan yang diinginkan karena gas yang dihasilkan ditahan oleh

gluten. Gluten merupakan protein yang terdapat pada tepung terigu yang dibentuk

dari gliadin dan glutenin. Gladin berperan dalam elastisitas produk dan memberikan

rasa lengket sehingga mampu memerangkap gas yang terbentuk selama proses

pengembangan adonan sedangkan glutenin berperan dalam pembentukan volume

air (Desrosier, 1988).

Berbeda dengan tepung beras yang merupakan jenis tepung bebas gluten,

sehingga pengembangan yang terjadi pada cake pada penelitian ini bukan

dikarenakan oleh adanya kandungan gluten didalamnya, melainkan besarnya nilai

swelling power (kekuatan tepung untuk mengembang) setelah dilakukan proses

modifikasi menggunakan BAL SBM.3D. Hal ini sejalan dengan penelitian Ginting

dan Suprapto (2005) menyebutkan bahwa meskipun pati ubi jalar tidak memiliki

gluten, namun memiliki sifat menarik air dan membengkak serta memiliki sifat

terbentuknya gel yang konsisten pada saat pemanggangan sehingga roti dapat

mengembang.

Penelitian lain oleh Karfinto dan Anugrahati (2022) menyatakan bahwa kue

yang terbuat dari tepung beras putih memiliki tekstur yang lebih lunak yaitu

1264,45 g daripada yang terbuat dari tepung beras merah sebesar 223,67 g. Nilai
75

kekerasan yang lebih rendah disebabkan tepung beras putih memiliki kadar serat

pangan dan kadar protein yang lebih rendah dibandingkan dengan tepung beras

merah. Tepung beras putih memiliki kadar serat pangan sebesar 2,4% dan kadar

protein sebesar 7%, sedangkan tepung beras merah memiliki kadar serat pangan

sebesar 4,6% dan kadar protein sebesar 9,4% (Kemenkes, 2017). Kadar serat

pangan yang tinggi dapat meningkatkan nilai daya patah kue dikarenakan adanya

kemampuan daya serap air dari serat pangan sehingga menurnkan ketersediaan air

dalam produk akhir (Erinc et al., 2018).

4.2.3. Analisis Proksimat Cake Tanpa Modifikasi (Kontrol) dan Terpilih

4.2.3.1. Kadar Air

Kadar air merupakan karakteristik kimia yang sangat berpengaruh pada

bahan pangan karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan cita rasa

makanan. Kadar air dalam suatu bahan pangan ikut menentukan daya awet bahan

tersebut, selain itu kadar air mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada

bahan pangan (Winarno, 2004). Sehingga perlu dilakukan analisis kadar air pada

produk cake yang bertujuan untuk mengetahui besar kandungan air yang terdapat

pada produk yang dihasilkan. Besarnya kandungan air dalam produk cake akan

berpengaruh pada tekstur maupun cita rasanya.

Berdasarkan data Tabel 10 menunjukkan bahwa kandungan air pada produk

cake yang dihasilkan dari perlakuan terpilih C4 (tepung beras putih termodifikasi

BAL SBM.3D) sebesar 17,23%bb. Kemudian dilanjutkan uji T pada tingkat

kepercayaan 95% (α=0,05) mendapatkan hasil yang menunjukkan berbeda nyata


76

antara sampel kontrol dan perlakuan terpilih. Kadar air yang ada pada produk cake

terpilih lebih rendah dibandingkan dengan kadar air pada cake kontrol yaitu sebesar

20,36 %bb. Hal ini kemungkinan dikarenakan oleh kandungan kadar air bahan

utama yang digunakan yaitu tepung beras putih termodifikasi BAL SBM.3D.

Ahmad (2020) melaporkan bahwa kandungan air pada produk tepung beras

putih termodifikasi yang dihasilkan dari perlakuan fermentasi beras putih dengan

menggunakan isolat BAL SBM.3D sebesar 7,77 %bb dibandingkan kadar air

tepung beras putih tanpa modifikasi sebesar 9,30 %bb. Kadar air cake pada

penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Salihat dan Putra (2021) yang

menyatakan bahwa penggunaan 100 g tepung beras pada pembuatan brownies

menyebabkan kadar air brownies menurun yaitu 2,60% dibandingkan dengan kadar

air brownies dengan perlakuan 100 g tepung terigu sebesar 7,58%. Pada penelitian

lain oleh Sabila et al. (2020) menyatakan bahwa nilai rata-rata kadar air kue lumpur

yang disubstitusi dengan tepung beras sebanyak 0%, 20%, 40%,60% dan 80%

menghasilkan rata-rata nilai kadar air yang semakin menurun yaitu berturut-turut

sebesar 53,21%,53,54%, 54,61%,55,21% dan 55,61% dibandingkan nilai rata-rata

kadar air kue lumpur dengan perlakuan 100% tepung terigu sebesar 55,85%.

Hal tersebut dikarenakan penggunaan proporsi tepung beras yang semakin

tinggi sehingga kadar air pada cake semakin menurun. Penurunan kadar air cake

dikarenakan tepung beras tidak memiliki kandungan gluten seperti tepung terigu.

Gluten dibentuk oleh gliadin dan glutenin. Glutenin bersifat menyerap air sehingga

semakin sedikit penambahan terigu maka semakin rendah kadar air cake. Tepung

beras yang tidak mempunyai kandungan gluten menyebabkan pelepasan molekul


77

air saat pemanggangan semakin mudah begitu pula sebaliknya adanya kandungan

gluten dapat menyebabkan pelepasan molekul air saat pemanggangan semakin sulit

(Parker, 2003). Sehingga disimpulkan bahwa penurunan kadar air cake pada

penelitian ini selain disebabkan oleh kadar air bahan utama pembuatan cake yaitu

tepung beras putih termodifikasi yang menurun juga disebabkan oleh kadar air

tepung beras yang pada awalnya sudah rendah. Kadar air cake yang terbuat dari

tepung beras putih termodifikasi telah memenuhi syarat mutu SNI 01-3840-1995

yaitu maksimal 40%bb.

4.2.3.2. Kadar Abu

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar

abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat

pada suatu bahan pangan. Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran akan

terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar

abu (Nurhidayah et al., 2019). Bahan-bahan yang menguap selama proses

pembakaran berupa air dan bahan volatil lainnya akan mengalami oksidasi dengan

menghasilkan CO2 (Medikasari et al., 2009).

Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan bahwa rerata kandungan abu pada C1

(tepung beras putih tanpa modifikasi) sebesar 1,06%bb dan C4 (tepung beras putih

termodifikasi BAL SBM.3D) sebesar 0,88%bb. Kemudian dilanjutkan uji T pada

tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) mendapatkan hasil yang menunjukkan berbeda

tidak nyata antara sampel perlakuan tepung beras putih tanpa modifikasi dan tepung

beras putih termodifikasi terpilih. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh kadar abu
78

bahan baku awal yaitu tepung beras putih termodifikasi dan tepung beras putih

tanpa perlakuan modifikasi.

Ahmad (2020) melaporkan bahwa kadar abu pada tepung beras putih

termodifikasi yang dihasilkan dari perlakuan fermentasi beras putih menggunakan

BAL SBM.3D dengan lama fermentasi 48 jam sebesar 0,52% sedangkan kadar abu

tepung beras putih tanpa modifikasi sebesar 0,53%. Meskipun demikian, rerata

kadar abu pada cake perlakuan tepung beras putih termodifikasi BAL SBM.3D

mempunyai nilai rerata sedikit lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan tepung

beras putih tanpa modifikasi. Hal ini terjadi kemungkinan dikarenakan selama

proses fermentasi beras berlangsung, mikroba membutuhkan mineral untuk hidup

sehingga mineral ditarik atau dimakan oleh mikroba yang mengakibatkan mineral

yang ada pada tepung berkurang. Mineral dibutuhkan mikroba sebagai akseptor

elektron dalam metabolisme glukosa dan gula lainnya (Salminen dan Wright,

1998).

Selain hal tersebut, penggunaan bahan penunjang pembuatan cake seperti

gula, telur dan margarin ditakar dengan proporsi bahan yang sama sehingga

kandungan mineral yang menambah kandungan abu pada cake juga tidak

menunjukkan perbedaan yang signifikan diantara kedua perlakuan. Menurut

Rakhmawati et al. (2014) kadar abu bahan baku awal yang tinggi akan

mempengaruhi kadar abu pada produk akhir yang dihasilkan. Selain itu, kadar abu

juga dapat dipengaruhi oleh penggunaan bahan penunjang lainnya karena memiliki

kandungan mineral-mineral yang menambah kandungan abu pada produk


79

(Mustaqim, 2012). Kadar abu pada suatu produk makanan akan ikut menentukan

kualitas dari produk tersebut.

Syarat mutu kadar abu cake berdasarkan SNI 01-3840-1995 yaitu

maksimum sebesar 3%, sehingga dapat dikatakan bahwa kadar abu memenuhi

syarat mutu cake. Pada umumnya kadar abu (mineral) cukup stabil selama

pemanasan sehingga cenderung tidak berubah selama proses pengolahan

(Wijayanti, 2005). Semakin tinggi kadar abu maka semakin tinggi kadar mineral

dalam bahan tersebut. Unsur mineral merupakan zat organik atau yang dikenal

sebagai kadar abu (Winarno,1992).

4.2.3.3. Kadar Protein

Protein merupakan salah satu zat gizi yang penting bagi tubuh manusia,

karena berfungsi sebagai penghasil energi dalam tubuh dan berfungsi sebagai zat

pembangun dan pengatur. Sifat protein sebagai pengatur yang dimiliki oleh enzim,

selain zat pembangun protein juga berfungsi sebagai jaringan dalam tubuh

(Winarno, 2008).

Berdasarkan data pada Tabel 10 menunjukkan bahwa rerata kandungan

protein pada C4 (tepung beras putih termodifikasi BAL SBM.3D) sebesar 5,88%bb

lebih besar dibandingkan pada C1 (tepung beras putih tanpa modifikasi) yaitu

3,02%bb. Kemudian dilanjutkan uji T pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05)

mendapatkan hasil yang menunjukkan berbeda nyata antara sampel kontrol dan

terpilih. Hal ini diduga disebabkan oleh kandungan protein yang terdapat pada

bahan dasar. Ahmad (2020) melaporkan bahwa kadar protein terlarut tepung beras

putih termodifikasi BAL SBM.3D mengalami peningkatan sebesar 3,35% bila


80

dibandingkan dengan tepung beras putih tanpa fermentasi. Menurut Anggraini et

al. (2017) bahwa nilai kadar protein cake yang terbuat dari beras putih lebih rendah

yaitu sebesar 6% dibandingkan dengan cake yang terbuat dari beras hitam dengan

nilai kadar protein sebesar 8,58%. Kadar protein cake beras hitam lebih tinggi

dikarenakan kadar protein yang terkandung pada beras hitam secara umum lebih

tinggi dibandingkan beras putih. Selain penggunaan bahan dasar, peningkatan nilai

protein cake pada penelitian ini dikarenakan oleh adanya sumbangan nutrisi dari

telur dan margarin yang merupakan bahan-bahan penunjang dalam proses

pembuatannya.

4.2.3.4. Kadar Lemak

Minyak atau lemak berfungsi sebagai sumber energi dan pelarut vitamin A,

D, E, dan K serta merupakan sumber asam-asam lemak tak jenuh yang esensial,

yaitu linoleat dan linolenat (Sudarmadji et al., 1989). Lemak merujuk pada jenis

lipid yang bersifat padat pada suhu ruang, sementara minyak bersifat cair. Akan

tetapi, istilah lemak sering dianggap sebagai sinonim dari lipid dan minyak,

sehingga ketika disebut total lemak, termasuklah didalamnya baik lipid yang padat

maupun yang cair pada suhu ruang. Lipid merupakan istilah yang digunakan untuk

menunjukkan kumpulan senyawa yang terdiri atas asam lemak dan turunannya

yang tidak larut didalam air, akan tetapi larut di pelarut organik non-polar seperti

eter, kloroform dan heksana (Faradilla, 2021).

Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan bahwa rerata kandungan lemak pada

C4 (tepung beras putih termodifikasi BAL SBM.3D) sebesar 21,70%bb lebih kecil

dibandingkan pada C1 (tepung beras putih tanpa modifikasi) yaitu 22,66%bb.


81

Kemudian dilanjutkan uji T pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) mendapatkan

hasil yang menunjukkan berbeda nyata antara sampel kontrol dan terpilih.

Sedangkan pada penelitian lain oleh Azizah et al. (2020) menyatakan bahwa nilai

rata-rata kadar lemak tertinggi pembuatan Temerodok (jajanan khas masyarakat

Lombok) diperoleh pada perlakuan 100% tepung beras putih sebesar 21,11%. Hasil

penelitian lain oleh Rosida et al. (2020) kadar lemak cake yang dihasilkan,

dipengaruhi oleh proporsi bahan tambahan yang digunakan yaitu margarin

sebanyak 50%,60% dan 70%. Semakin banyak penambahan margarin maka kadar

lemak cake semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena margarin terdiri dari 80-

81% total lemak.

Menurut Widyastuti (2015) menyatakan bahwa bahan tambahan seperti

margarin diduga turut menyumbangkan lemak pada cake serta ditambah dengan

kandungan lemak yang terdapat pada bahan utama, sehingga kadar lemak yang

dihasilkan juga semakin tinggi. Pernyataan tersebut sesuai dengan kadar lemak cake

yang diperoleh pada penelitian ini yaitu selain dipengaruhi oleh jenis tepung yang

digunakan juga dipengaruhi oleh penggunaan bahan penunjang. Rerata kandungan

lemak perlakuan tepung beras putih termodifikasi BAL SBM.3D mengalami

penurunan dibandingkan dengan cake perlakuan tepung beras putih tanpa

modifikasi meskipun menggunakan proporsi bahan yang sama diantara perlakuan

yaitu dengan perbandingan 1:1 (100 g tepung beras: 100 g gula pasir: 100 g

margarin). Hal ini dikarenakan bakteri asam laktat memiliki aktivitas lipolitik yang

menghasilkan enzim lipase. Enzim ini dapat memecah lemak menjadi senyawa

yang lebih sederhana yaitu asam lemak dan gliserol.


82

Menurut Nisa dan Wardani (2016), gliserol bersifat larut dalam air sehingga

dapat hilang pada saat proses pembuatan tepung ketika bahan baku diberi perlakuan

dengan air. Pada penelitian ini juga pembuatan tepung beras putih modifikasi

melalui proses pencucian dengan air mengalir sehingga memungkinan kandungan

gliserol berkurang. Selain hal tersebut, kadar lemak yang dianalisis menggunakan

metode ekstraksi sokhlet dapat dapat menurunkan kadar lemak bahan pangan

selama proses pemanasan, demikian juga dengan asam lemaknya, baik esensial

maupun non esensial (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

4.2.3.5. Kadar Karbohidrat

Karbohidrat merupakan suatu kelompok zat yang terdiri atas unsur karbon,

hidrogen dan oksigen dimana pembakarannya akan menghasilkan CO2 dan H2O.

Secara umum karbohidrat meliputi monosakarida, disakarida, oligosakarida dan

polisakarida (Faradilla, 2021).

Berdasarkan data pada Tabel 10 menunjukkan bahwa rerata kandungan

karbohidrat pada C4 (tepung beras putih termodifikasi BAL SBM.3D) sebesar

52,00%bb lebih kecil dibandingkan pada C1 (tepung beras putih tanpa modifikasi)

sebesar 56,00%bb. Kemudian dilanjutkan uji T pada tingkat kepercayaan 95%

(α=0,05) mendapatkan hasil yang menunjukkan berbeda nyata antara sampel

kontrol dan terpilih. Chahyani (2019) melaporkan bahwa proses fermentasi dapat

memengaruhi kandungan karbohidrat suatu bahan pangan, yaitu dapat menurunkan

kadar karbohidrat. Selama proses fermentasi berlangsung, terjadi pemecahan

komponen-komponen pati menjadi lebih sederhana yang dilakukan oleh enzim

amilase maupun mikroorganisme sebagai usaha dalam memperoleh energi untuk


83

pertumbuhan dan aktivitasnya. Selama proses fermentasi, BAL selanjutnya akan

memetabolisme glukosa untuk menghasilkan asam-asam organik seperti asam

laktat dana asetat (Sidabutar et al., 2015).

Kadar karbohidrat pada cake dihitung secara by difference yang

dipengaruhi oleh komponen nutrisi lain yaitu kandungan kadar air, abu, protein dan

lemak. Semakin tinggi komponen nutrisi lain maka kadar karbohidrat semakin

rendah dan sebaliknya semakin rendah komponen nutrisi lain maka kadar

karbohidrat semakin tinggi (Fatkurahman et al., 2012).


84

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Hasil penelitian organoleptik menunjukan bahwa penggunaan tepung beras putih

Wakacinda termodifikasi crude enzyme amylase, BAL SBM.4A dan BAL

SBM.3D berpengaruh nyata terhadap karakteristik organoleptik aroma dan rasa,

berpengaruh sangat nyata pada parameter tekstur serta berpengaruh tidak nyata

pada parameter warna cake.

2. Perlakuan terpilih pembuatan cake diperoleh pada C4 (tepung beras putih

termodifikasi BAL SBM.3D) pada parameter warna dengan kategori (sangat

suka, aroma (sangat suka), tekstur (suka) dan rasa (suka). Deskriptif warna

dengan kategori (agak kuning kecoklatan), aroma (aroma beras putih agak kuat),

tekstur (sangat lembut) dan rasa (rasa beras putih agak kuat).

3. Pengaruh penggunaan tepung beras putih Wakacinda termodiifikasi BAL

SBM.3D dalam pengaplikasian pembuatan cake berbeda nyata dengan

perlakuan tepung beras putih tanpa modifikasi (kontrol) terhadap karakteristik

sifat fisik yang meliputi daya pengembangan, densitas kamba dan porositas serta

berbeda tidak nyata pada kekerasan tekstur (hardness). Pada nilai proksimat

cake beras putih termodifikasi terpilih berbeda nyata terhadap nilai kadar air,

kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat serta berbeda tidak nyata

terhadap kadar abu


85

5.2. Saran

Saran yang dapat penulis berikan dalam penyusunan hasil penelitian ini

adalah perlu dilakukan uji lanjut mengenai umur simpan cake dari hasil perlakuan

terpilih penggunaan tepung beras putih Wakacinda termodifikasi BAL SBM.3D

untuk mengetahui seberapa tahan produk untuk dipasarkan. Selain itu, tepung beras

putih termodifikasi memiliki potensi yang perlu dioptimalkan untuk menjadi bahan

baku pembuatan produk pangan selain cake sehingga perlu dilakukan uji lanjut

mengenai produk apa saja yang dapat diolah menggunakan tepung beras putih

termodifikasi.
86

DAFTAR PUSTAKA

Abas A, Noer H. 2019. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Tanaman Padi


Gogo di Kabupaten Morowali. Jurnal Agrotech. 9(1): 16-25

Adnan M, Mulyati T, Iswoyo JT. 2013. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT)
dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus (DM). Jurnal Gizi
Universitas Muhammadiyah Semarang. 3(1)

Adnan NS. 2018. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat (BAL) dari
Fermentasi Air Cucian Beras Merah (Oryza nivara). Skripsi. Jurusan Ilmu
dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi dan Industri Pertanian.
Universitas Halu Oleo. Kendari.

Agustina E. 2008. Identifikasi dan karakterisasi Morfologi Mikrofungi Akuatik


dan Potensi Pemanfaatannya Bioremendiasi. Skripsi. Fakultas
Teknologi dan Industri Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ahmad MI. 2020. Pengaruh Lama Fermentasi dan Konsentrasi Bakteri Asam
Laktat SBM.3D Terhadap Sifat Fisikokimia Tepung Beras Putih (oryza
sativa L.) Kultivar Wakacinda. Skripsi. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan.
Fakultas Teknologi dan Industri . Universitas Haluoleo. Kendari
Aini NG, Wijonarko B, Sustriawan. 2016. Sifat Fisik, Kimia dan Fungsional
Tepung Jagung yang Diproses Melalui Fermentasi. Agritech. 36(2):160-169.

Aiyer PV. 2005. Amylases and Their Applications. African Journal of


Biotechnology. 4: 125-1529

Ambarwati F, Mulyani S, Setiani BE. 2020. Karakteristik Sponge Cake dengan


Perlakuan Penambahan Pasta Bit (Beta vulgaris L.). Jurnal Agrotek. 7(1): 43-
49

Anggraeni YP, Yuwono SS. 2014. Pengaruh Fermentasi Alami pada Chips Ubi
Jalar (Ipomoea batatas) terhadap Sifat Fisik Tepung Ubi Jalar Terfermentasi.
Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(2): 59-69.

Anggraini T, Dewi YK,Sayuti K. 2017. Karakteristik Sponge Cake Berbahan Dasar


Tepung Beras Merah,Hitam dan Putih dari Beberapa Daerah di Sumatera
Barat. Jurnal Litbang Industri. 7(1):123-136

Antara. 2017. Beras Merah Organik Wakawondu Dipasarkan Hingga Jerman.


https://www.google.co.id/amp/s/m.republika.co.id/amp/q0g97b414. Akses:
17 Oktober 2021.
87

AOAC (Association of Official Analytical Chemist). 2005. Official Method of


Analysis of The Association of official analytical of Chemist. Arlington: The
Association of Official Analytical Chemist, inc.

Azizah HI, Yusa NM, Wiadyani S. 2020. Pengaruh Perbandingan Tepung Ketan
Putih dengan Tepung Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) Terhadap
Karakteristik Temerodok. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 9(1): 30-37

Badan Pusat Statistik. 2021. Luas Panen dan Produksi Padi di Indonesia. Jakarta.
BRS.

Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI 3549-2009 Tentang Syarat Mutu Tepung
Beras. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional.
Badan Standarisasi Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia (SNI) Standar
Mutu Roti Tawar (SNI 01-3840-1995). Jakarta. Departemen Perindustrian.

Bayu B, Aminah S, Nurhidajah. 2017. Karakteristik Fisik dan Organoleptik Sereal


Berbasis Kecambah Jagung-Kedelai. Jurnal Pangan dan Gizi. 7(1):28-37.

Belitz HD, Grosch W. 1999. Food Chemistry. Berlin. Springer Verlag.

Bella SCG.2021. Pengaruh Lama Inkubasi dan Penambahan Filtrat Crude Enzyme
Amylase Kapang Tempe (Rhizopus oligosporus) Terhadap Karakteristik
Tepung Beras Putih (Oryza sativa L.) Kultivar Wakacinda). Skripsi. Jurusan
Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi dan Industri. Universitas
Haluoleo. Kendari.

Besari A, Novi. 2017. Pengaruh Konsentrasi Terung Beras dalam Pembuatan Roll
Cake.http://ejournal.unitomo.ac.id/index.php/tp/article/view/275 Akses: 10
September 2022.
Budiman A. 2011. Isolasi Enzim α-Glukosidase dari Gabah (Oryza sativa var.
Ciherang). Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Depok.

Camargo C, Colona P, Buleon A, Molard DR. 1988. Functional Properties of Sour


Cassava (Manihot utilissima) Starch: Polvilho Azedo. Journal of the
Science of Food and Agriculture. 81: 429-435

Chahyani NA. 2019. Aplikasi Penggunaan Tepung Ubi Kano (Dioscorea


Rotundata) Fermentasi BAL (Bakteri Asam Laktat) Asal Wikau Maombo
Terhadap Karakteristik Fisikokimia Mie Basah. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Universitas Haluoleo. Kendari.
88

Chaplin M. 2002 Starch. http://www.sbu.ac.uk/starch.html. Akses: 8 November


2021

Chemists. Benjamin Franklink Station. Washington.

Cornelia M, Syarief R, Effendi H, Nurtama B. 2013. Pemanfaatan Biji Durian


(Durio zibenthinus Murr.) dan Pati Sagu (Metroxylon Sp.) dalam Pembuatan
Bioplastik. Jurnal Kimia Kemasan. 35(1): 20-29.

Damardjati DS. 1995. Karakterisasi Sifat dan Standarisasi Mutu Beras Sebagai
Landasan Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri Padi di Indonesia.
Jakarta. Badan Litbang Pertanian.

Damardjati, DS, Widowati, SJ, Wargiono, Purba S. 2000. Potensi dan Kacang-
kacangan untuk Penganekaragaman Pangan. Makalah pada Lokakarya
Pengembangan.

Depkes RI. 2005. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta. Depkes RI.

Desrosier NW. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah Muchi


Muljohardjo. Jakarta. UI-Press.

Desrosier NW. 2008. The Technology of Food preservation, Third Edition


(Teknologi Pengawetan Pangan, Edisi Ketiga). Penerjemah: Muchji
Mulijohardjo. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia

Desrosier NW. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan (Terjemahan). Jakarta.


Universitas Indonesia Press.

Dewi DV, Wijanarka A, Febriana N. 2016. Pengaruh Variasi Pencampuran Tepung


Beras Merah (Oryza nivara) dan Tepung Terigu Terhadap Sifat
Fisik,Organoleptik dan Kadar Antosianin Bolu Kukus. Jurnal Medika
Respati. 9(3): 32:43.

Dewita, Sukmiwati M, Syahrul. 2010. Pengaruh Perbandingan Kombinasi Tepung


Rumput Laut (Keragenan) dan Terigu dalam Pembuatan Produk Cracker.
Jurnal Penelitian Pertanian. 6(1): 25-32.

Dwiari, Rini S. 2008. Teknologi Pangan Jilid I. Jakarta. Direktorat Pembinaan


Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.

Ekayani IA. 2011. Definisi Penggunaan Telur dalam Pembuatan Sponge Cake.
JPTK. 8(2): 59-74.
89

Eliasson AC. 1996. Carbohydrates in Foods. Swedia. University of Lund.

Erinc H,Mert B, Tekin A. 2018. Different Sized Wheat Bran Fibers as fat Mimetic
in Biscuits: its Effect on Dough Rheology and Biscuit Quality. Journal of
Food Scince and Technology. 55(10):3960-3970

Faradilla FRH. 2021. Analisis Pangan. Sumenep. CV. Gapura Pustaka.

Faridah A. 2008. Bahan Dasar Cake and Cookies. Yogyakarta. Yudistira.

Fatkurahman RW, Atmaka, Basito. 2012. Karakteristik Sensori dan Sifat


Fisikokimia Cookies dengan Substitusi Bekatul Beras Hitam (Oryza sativa
L.) dan Tepung Jagung (Zea mays L.). Jurnal Teknosains Pangan. 1(1): 49-
57.
Fitriani H. 2014. Biodiesel dari Minyak Jelantah dan Ampas Segar Kelapa Sawit
dengan Proses Transesterifikasi in situ Memanfaatkan Katalis Abu Tandan
Kosong Kelapa Sawit. Doctoral dissertation. Politeknik Negeri Sriwijaya
Fellows P. 2000. Food Processing Technology: Principles and Practise. Second
Edition. New York. Woodhead Publishing Limited and CRC Press LLC.
Fennema OR. 2008. Food Chemistry Fourth Edition. New York. Marcel Dekker,
Inc.
Fikriyah Z. 2018. Pengaruh Lama Fermentasi dan Konsentrasi Substrat Terhadap
Aktivitas Antioksidan Bekatul Terfermentasi oleh Rizhopus oryzae. Skripsi.
Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim. Malang.

Ginting E, Suprapto. 2005. Pemanfaatan Pati Ubi Jalar Sebagai Substitusi Terigu
Pada Pembuatan Roti Manis. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Inovatif Pasca Panen untuk Pengembangan Industri Berbasis Pertanian,
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian Bogor:
86-97.

Hasiani VVI, Ahmad, Rijai L. 2015. Isolasi Jamur Endofit dan Produksi Metabolit
Sekunder Antioksidan dari Daun Pacar (Lawsonia inermis L.). Jurnal Sains
dan Kesehatan.1(4) : 2407-6082
Hasniar, Rais M, Fadilah R. 2019. Analisis Kandungan Gizi dan Uji Organoleptik
pada Bakso Tempe dengan Penambahan Daun Kelor (Moringa Oleifera).
Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian.5: 189-200.
Hera EDL; Rosell CM, Gomez M. 2014. Effect of Water Content and Flour Particle
Size on Gluten Free Bread Quality and Digestibility. Food Chemistry. 151:
90

526-531. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24423566. Akses: 10


Agustus 2022
Hernawan E, Meylani V. 2016. Analisis Karakteristik Fisikokimia Beras Putih,
Beras Merah dan Beras Hitam (Oryza sativa L., Oryza nivara dan Oryza
sativa L. indica). Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada. 15(1): 79-91.
Hidayat BYR, Widodo, Wirawati CU. 2006. Pengaruh Jenis Ubi Kayu Terhadap
Karakteristik Tepung Ubi Kayu (Cassava Flour) yang Dihasilkan. Laporan
Penelitian Hibah Kompetisi Pemerintah Daerah Provinsi Lampung Tahun
Anggaran 2006. Politeknik Negeri Lampung. Bandar Lampung.
Hubeis M. 1984. Pengantar Pengolahan Tepung Serealia dan Biji-bijian. Fakultas
Teknologi Pertanian IPB. Bogor.
Hustiany, R. 2006. Modifikasi Asilasi dan Suksinilasi Pati Tapioka sebagai Bahan
Enkapsulasi Komponen Flavor. Disertasi. Institut Pertanian Bogor.

Imami RH, Sutrisno A. 2018. Pengaruh Proporsi Telur dan Gula Serta Suhu
Pengovenan terhadap Kualitas Fisik, Kimia dan Organoleptik pada Bolu
Bebas Gluten dari Pasta Ubi Kayu (Manihot Esculenta). Jurnal Pangan dan
Agroindustri. 6(3): 89-99.
Imanningsih N. 2012. Profil Gelatinisasi Beberapa Formulasi Tepung-Tepungan
untuk Pendugaan Sifat Pemasakan. Penel Gizi Makan. 35(1):13-22
Imas T. 2009. Mikrobiologi Esensial. Jakarta. Ardy Agency.
Indrasari SD, Purwani EY, Widowati S, Damardjati, DS. 2009. Peningkatan Mutu
Nilai Tambah Beras Melalui Mutu Fisik, Cita Rasa dan Gizi dalam Padi
Inovasi dan Teknologi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Subang.

Indriyani F, Nurhidajah, Suyanto A. 2013. Karakteristik Fisik, Kimia dan Sifat


Organoleptik Tepung Beras Merah Berdasarkan Variasi Lama Pengeringan.
Jurnal Pangan dan Gizi. 4 (8): 27-34.

Indiarto RB, Nurhadi, Subroto E. 2012. Kajian karakteristik Tesktur (texture profil
analysis) dan Organoleptik Daging Ayam Asap Berbasisi Teknologi Asap
Cair Tempurung Kelapa. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 5:2: 106-116.

Iswari K, Astuti HF, Srimaryati. 2014. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Mutu
Tepung. 1250-1491.

Iswendi, Yusmaita E, Pangestuti AD. 2019. Uji Organoleptik Sari Jagung di


Laboratorium Kimia FMIPA UNP. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(3):
1032-1039
91

Kanti A. 2017. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Komposisi Proksimat Dan


Daya Terima Tempe Kedelai dengan Subtitusi Jagung. Doctoral
dissertation. Universitas Muhammadiah. Surakarta.
Karfinto K, Anugrahati NA. 2022. Karakteristik Fisik, Kimia dan Sensori Kue
Semprong yang Disubstitusi dengan Tepung Beras Merah Pecah Kulit dan
Sosoh. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 15(1):34-45.
Kartika B, Hastuti P, Supartono W. 1988. Pedomen Uji Inderawi Bahan Pangan.
Yogyakarta. PAU Pangan dan Gizi UGM.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Data Tabel Komposisi Pangan
Indonesia. https://www.panganku.org/id-ID. Akses: 11 September 2022.
Kumalasari R, Setyoningrum F, Ekafitri R. 2015. Karakteristik Fisik dan Sifat
Fungsional Beras Jagung Instan Akibat Penambahan Jenis Serat dan Lama
Pembekuan. Jurnal Pangan. 24(1): 37-48.

Kurniati LI, Aida N, Gunawan S, Widjaja T. 2012. Pembuatan Mocaf (modified


cassafa flour) dengan Proses Fermentasi Menggunakan Lactobacillus
plantarum, Saccharomyces cerevisiae dan Rhyzopus oryzae. Jurnal Teknik
pomits. 1(1):1-6.

Kuswardani I, Trisnawati CY,Faustine. 2008. Kajian Penggunaan Xanthan Gum


pada Roti Tawar Free Gluten yang Terbuat dari maizena, Tepung Beras dan
Tapioka. Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi. 7(1): 55-65.

Legowo AM, Nurwantoro, Sutaryo. 2007. Analisis Pangan. Semarang. Universitas


Diponegoro.
Maharani D, Fibrianto K. 2015. Implementasi Content Analysis dalam Eksplorasi
Sensori Lexicon Susu Pasteurisasi: Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan
Agroindustri. 3(4): 1567:1572.
Marsono Y. 1988. Resistant Starch: Pembentukan, Metabolisme dan Aspek
Gizinya. Agritech. (18):29-35
Mayasari U. 2020. Mikrobiologi. Diktat. Universitas Negeri Sumatera Utara.
Medikasari, Marniza, Evi D. 2009. Produksi Tepung Ubi Kayu Berprotein: Suatu
Kajian Awal Karakteristik Berdasarkan Lama Fermentasi dan Jumlah
Inokulum dengan Menggunakan Ragi Tempe. Seminar Hasil Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat. Universitas Lampung.
Meilgard M, Civille GV, Carr BT. 2006. Sensory Evaluation Techniques Fourth.
USA. Edition. CRC Press.
92

Midayanto DN, Yuwono SS. 2014. Penentuan Atribut Mutu Tekstur Tahu untuk
Direkomendasikan Sebagai Syarat Tambahan dalam Standar Nasional
Indonesia. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(4): 259-267.

Mohammadi M, Sadeghnia N,Azizi MH, Neyestani TR dan Mortazavian AM.


2014. Development of Gluten-Free Flat Bread Using Hydrocolloids:
Xanthan and CMC. Journal of Industrial and Engineering Chemistry. 20:
1812-1818.https://www.academia.edu/7859738/Development_ofgluten-
free_flat_bread_using_hydrocolloids_Xanthan_and_CMC. Akses: 11
September 2022

Mozzi F, Raya RR, Fignolo GM. 2010. Biotecnology of Lactic Acid Bacteria Novel
Application. USA. Wiley Blackwell Publishing.

Muchtadi TR, Ayustaningwarno F. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan.


Bandung. Alfabeta,

Muchtadi TP, Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan
Gizi IPB. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Mudjisihono R, Munarso SJ, Noor Z. 2000. Pengaruh Penambahan Tepung Kacang


Hijau dan Gliseril Monostrearat pada Tepung Jagung Terhadap Sifat Fisik
dan Organoleptis Roti Tawar yang Dihasilkan. Jurnal Agritech. 13(4): 1-6.
Murni SW, Kholisah SD,Tanti DL dan Petrissia EM. 2011. Produksi, Karakterisasi,
dan Isolasi Lipase dari Aspergillus niger. Institutional Repository. UPN
Veteran Yogyakarta. Yogyakarta.

Mustaqim M. 2012. Pengembangan Produk Flakes dari Campuran Terigu, Pati


Garut dan Tepung Koro Pedang Putih. Skripsi. Teknologi dan Hasil
Pertanian. UGM.Yogyakarta.

Nangin D, Aji S. 2015. Enzim Amilase Pemecah Pati Mentah Dari Mikroba. Novel
Application. USA.Wiley Blackwell Publishing.

Nisa AK, Wardani AK. 2016. Pengaruh Lama Pengasapan dan Lama Fermentasi
Terhadap Sosis Fermentasi Ikan Lele (Clarias gariepinus). Jurnal Pangan
dan Agroindustri. 4(1): 367-376.

Noviati M. 2007. Optimasi Kadar Molase dalam Medium Ekstrak Ubi Jalar Untuk
Pertumbuhan Khamir R1 dan R2 pada Fermontor Air-Lift 18 Liter.
Skripsi.Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Novianto. 2019. Pengukuran Nilai Porositas Menggunakan Software Image-J.
Yogyakarta. LRMPHP.
93

Nur H. 2005. Pembentukan Asam Organik oleh Isolat Bakteri Asam Laktat pada
Media Ekstrak Daging Buah Durian (Durio zibethinus Murr.). Bioscientiae.
2(1):15-24.

Nurhidayah B, Soekendarsi E, Erviani AE. 2019. Kandungan Kolagen Sisik Ikan


Bandeng Chanos-chanos dan Sisik Ikan Nila Oreochromis niloticus. Jurnal
Biologi Makassar. 4(1): 39- 47

Oates CG. 1997. Towards an Understanding of Starch Granule Structure and


Hydrolysis. Review. Trends Food Sci Technol. 8: 375− 382.

Ocloo FCK, Bansa D, Boatin R, Adom T and Agbemavor WS. 2010. Physico-
chemical, Fuctional and Pasting Characteristics of Flour Produced from
Jackfruits (Artocarpus heterophyllus) Seeds. Agriculture and Biology
Journal of North America. 5: 903-908.

Pargiyanti. 2019. Optimasi Waktu Ekstraksi Lemak dengan Metode Soxhlet


Menggunakan Perangkat Alat Mikro Soxhlet. Indonesian Journal of
Laboratory.1(2): 29-35.

Parker R. 2003. Penyelenggara Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta. Bathara.

Phillips S. 2000. Eggs-Beating Technique for Egg Whites.


https://www.craftybaking.com/howto/eggs-beating-techniques-egg-whites.
Akses: 27 September 2021
Poedjiadi A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia Edisi Revisi. Jakarta. UI Press.

Prabandari W. 2011. Pengaruh Penambahan Berbagai Jenis Bahan Penstabil


Terhadap Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Yoghurt Jagung.
Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Pratama RI, Rostini I, Liviawaty E. 2014. Karakteristik Biskuit dengan
Penambahan Tepung Ikan Jangilus (Istiophorus Sp.). Jurnal Akuatika. 5(1):
30-39.
Pusparani T, Yuwono SS. 2014. Pengaruh Fermentasi Alami pada Chips Ubi Jalar
(Ipomea batatas) Terhadap Sifat Fisik Tepung Ubi Jalar. Jurnal Pangan dan
Agroindustri. 2(4): 137-147

Rahayu E, Farida. 2010. Modul Diklat Aneka Cake. Padang: Dinas Pendidikan
Kota Padang.

Rakhmawati N, Amanto BS, Praseptiangga D. 2014. Formulasi dan Evaluasi Sifat


Sensoris dan Fisikokimia Produk Flakes Komposit Berbahan Dasar Tepung
Tapioka, Tepung Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) dan Tepung Konjac
(Amorphopallus oncophillus). Jurnal Teknosains Pangan. 3(1):63-73.
94

Raksananda SA. 2019. Pengaruh Perbandingan Tepung Beras Merah (Oriza Sativa)
dengan Tepung Beras Putih (Oryza Sativa L.) dan Suhu Pemanggangan
Terhadap Karakteristik Cookies Cokelat. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Universitas Pasundan. Bandung.

Reddy GMA, BJ Naveena, M Venkateshwar, EV Kumar. 2008. Amylolytic


Bacterial Lactic Acid Fermentation. review. J Elsevier Biotechnol. 26: 22–
34.

Refdi CW, Fajri PY. 2017. Komposisi Gizi dan Pati Tepung Beras Rendang Dari
Beberapa Sentra Produksi di Kota Payakumbuh Sumatera Barat. Jurnal
Teknologi Pertanian andalas. 21(1):40-44.

Risa AP, Marsiti, Cok IR. 2007. Modul “Pelatihan Ketrampilan Boga”. Singaraja.
Undiksha.

Rosida DF, Putri NA, Oktafiani M. 2020. Karakteristik Cookies Tepung Kimpul
Termodifikasi (Xanthosoma sagittifolium) dengan Penambahan Tapioka.
Agrointek. 14(1):45-56.

Rustan, Reskia I. 2013. Studi Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat dari
Fermentasi Cabai Rawit (Capsicum fructencens L). Skripsi. Fakultas
Pertanian. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Rustandi D 2009. Tepung Terigu. (Online). http://www.wordPress.com.Akses: 15


Maret 2021.
Sabila M, Suter IK, Ina PT. 2020. Pengaruh Perbandingan Terigu dan Tepung Beras
Meras (Oryza nivara) Terhadap Karakteristik Kue Lumpur. Jurnal Itepa.
9(2): 161-169
Samantha D. 2017. Karakteristik Fisikokimia, Sensori dan Kandungan Kalori dari
Roti Bebas Gluten yang Disubstitusi dengan Tepung Beras. Skripsi.
Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang.
Salihat RA, Putra DP. 2021. Pengujian Mutu dan Aktivitas Antioksidan Brownies
Panggang dari Substitusi Tepung Terigu dengan Tepung Beras Ungu. J.Sains
dan Teknologi Pangan. 6(2):3817-3830.
Salsabila K, Ansori M, Paramita O. 2019. Eksperimen Pembuatan Cupcake Free
Gluten Berbahan Dasar Tepung Biji Kluwih dengan Campuran Tepung Beras.
Teknobuga. 7(1):31-38.
Salminen S, Wright AV. 1998. Lactic Acid Bacteria: Microbiology and Functional
Aspects 2nd Ed. New York. Marcel Dekker, Inc.
95

Septieni D. 2016. Mempelajari Pembuatan Cookies Kaya Serat dengan Bahan


Dasar Tepung Asia Ubi Jalar. Skripsi. Fakultas Teknologi dan Industri
Pertanian. Institut pertanian bogor. Bogor.

Setiawan. 2011. Efektivitas Penambahan NaHCO3 pada Pembuatan Tortilla


Subtitusi Ampas Tahu. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Surabaya.
.
Setiawati NP, Santoso J, Purwaningsih S. 2014. Karakteristik Beras Tiruan dengan
Penambahan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Sebagai Sumber Serat
Pangan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 6(1): 197- 208.

Shintia I. 2017.Uji Aktivitas Antioksidan Kapang Endofit Makroalga Eucheuma sp.


Skripsi. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Makassar.

Sidabutar AR, Feliatra A, Dahliaty. 2015. Uji Aktivitas Antimikroba Bakteriosin


dari Bakteri Probiotik yang Diisolasi dari Udang Windu (Penaeus monodon
fabricus). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau.
Pekanbaru.

Sinar P, Rais M, Sukainah A. 2016. Modifikasi Beras Ketan (Oryza sativa L. var.
glutinosa) pada Pembuatan Golla Kambu (Kue Tradisional Mandar). Jurnal
Pendidikan Teknologi Pertanian. 2:86-96.

Singh RK, US Singh, GS Khush. 2000. Aromatik Rice Science. USA. Publisher
Inc.

Soekarto ST. 1981. Penelitian Organoleptik, Jakarta. Bharata Karya Aksara .


Soekarto ST. 2012. Penelitian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Yogyakarta. Liberty.
Standar Nasional Indonesia (SNI). 01-3840-1995. Syarat Mutu Roti Tawar. Jakarta.
Dewan Standar Nasional.

Suarni S, Patong R. 2010. Potency of Mung Bean Sprout as Enzyme Source (A-
Amilase). Indonesia Journal of Chemistry. 7(3): 332-336.
Subagio A. 2006. Ubi Kayu Subtitusi berbagai Tepung-tepungan. Food
Review.1(3): 18-22.

Subagio A. 2008. Studi Kelayakan Teori dan Aplikasi. Jakarta. Elex Media
Komputindo.

Sudarmadji S, Bambang H, Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.


Yogyakarta. Liberty.
96

Suliartini S, Gusti RS, Wijayanto T, Muhidin. 2011. Pengujian Kadar


Antosianin Padi Gogo Beras Merah Hasil Koleksi Plasma Nutfah
Sulawesi Tenggara. Jurnal Crop Agro. 4(2): 43-48.

Surono DI. 2017. Kualitas Fisik dan Sensoris Roti Tawar Bebas Gluten Bebas
Kasein Berbahan Dasar Tepung Komposit Pisang Goroho (Musa Acuminate
L.). Skripsi. Fakultas Pertanian. Unsrat. Manado.

Sutedja, Anita M. 2015. Karakteristik Tepung Kacang Merah Pregelatinisasi


dengan Metode Pengeringan Oven dan Sangrai Serta Efeknya pada Tekstur
Cake Non Gluten. Universitas Katolik Widya Mandala. Surabaya.

Syarief R, Anies I. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Jakarta.


Mediyatama Sarana Perkasa.

Tandrianto J, Mintoko DK, Gunawan S. 2014. Pengaruh Fermentasi pada


Pembuatan Mocaf (Modified Cassava Flour) dengan Menggunakan
Lactobacillus plantarum Terhadap Kandungan Protein. Jurnal Teknik
Pomits. 3(2): 143-145.

Tarwendah IP. 2017. Studi Komparasi Atribut Sensoris dan Kesadaran Merek
Produk Pangan. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 5(2): 66-73.

Thumrongchote D, Suzuki T, Laohasongkram, Chaiwanichsiri S. 2012. Properties


of Non-GlutinousThai Rice Flour: Effect of Rice Variety. Research Journal
of Pharmaceutical, Biological and Chemical Scinces. 3(1): 150-164.
https://www.rjpbcs.com/pdf/2012_3(1)/19.pdf . Akses: 11 September 2022.

USDA. 2009. National Nutrient Database for Standard Reference.

Utama M, Zulman H. 2015. Budidaya Padi pada Lahan Marjinal: Kiat


Meningkatkan Produksi Padi. Yogyakarta. Andi Press

Utomo. 2020. Pengaruh Lama Inkubasi dan Penambahan Filtrat Crude Enzyme
Amylase Kapang Tempe (Rhizopus oligosporus) Terhadap Karakteristik
Tepung Ubi Jalar Kuning(Ipomoea batatas L.). Skripsi. Fakultas Pertanian,
Universitas Halu Oleo. Kendari.

Widodo R, Harijanto SD, Rosida DA. 2014. Aspek Mutu Roti Tawar untuk
Diabetes Berbahan Baku Tepung Porang dan Tepung Suweg. Jurnal Agro-
know. 2(1): 1-12.

Widyastuti E, Claudia R, Estiasih T, Ningtyas DW. 2015. Karakteristik Biskuit


Berbasis Tepung Ubi Jalar Oranye (Ipomea batatas L.) Tepung jagung (Zea
mays) Fermentasi dan Konsentrasi Kuning Telur. 16(1):9-20.
97

Wijaya H. 2004. Margarin, Lemak Nabati Pengganti Mentega.


http://repository.ipb.ac.id. Akses: 20 Juli 2022.

Wijayanti A. 2005. Pembuatan Cookies dengan Penambahan Kecambah Kacang


Hijau untuk Meningkatkan Kadar Vitamin E. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang.

Wijayanti NS dan Lukitasari M. 2016. Analisis Kandungan Formalin dan Uji


Organoleptik Ikan Asin Yang Beredar di Pasar Besar Madiun. Jurnal Florea.
3(1).

Winarno FG. 1986. Air untuk Industri Pangan. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Winarno FG. 2008. Ilmu Pangan dan Gizi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Wulandari FK, Setiani BE, Susanti S.2017. Analisis Kandungan Gizi, Nilai Energi
dan Uji Organoleptik Cookies Tepung Beras dengan Substitusi Tepung
Sukun. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 5(4): 107-156.

Wurara CE.2020. Pengaruh Lama fermentasi dan Konsentrasi Bakteri Asam Laktat
SBM.4A Terhadap Sifat Fisikokimia Tepung Beras Putih (Oryza sativa L.)
Kultivar Wakacinda Modifikasi. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas
Haluoleo. Kendari.

Yunus Y, Zubaidah E. 2015. Pengaruh Konsentrasi Sukrosa dan Lama Fermentasi


Terhadap Viabilitas L. Casei Selama Penyimpanan Beku Velva Pisang
Ambon. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(2): 303-312.

Yuwana N. 2018. Karakterisasi Sifat Fisik-Kimia Sera Mocaf (Modified Cassava


Flour) Singkong Varietas Cimanggu dan Kaspro. Skripsi. Fakultas
Pertanian. Universitas Jember. Jember.

Zikirah S, Wahyuni S, Susilowati PE. 2021. Penilaian Organoleptik dan


Karakteristik Fisik Cookies Tepung Ubi Kano (Dioscorea rotundata)
Fermentasi Bakteri Asam Laktat Isolat SBM.4A. J.Sains dan Teknologi.
6(2): 3888-3896.
98

LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah Penelitian

C4 C4 C3 C2
(1) (2) (1) (3)
C2 C4 C3 C2
(3) (1) (4) (1)
C3 C1 C4 C1
(2) (2) (1) (4)
C3 C1 C1 C2
(3) (4) (3) (1)

Keterangan:

C1 = Tepung beras putih (kontrol)

C2 = Tepung beras putih termodifikasi crude enzyme amylase

C3 = Tepung beras putih termodifikasi BAL SBM. 4A

C4 = Tepung beras putih termodifikasi BAL SBM. 3D

(1), (2), (3), (4) = Ulangan


99

Lampiran 2. Diagram Alir Penelitian

Beras putih
(Oryza sativa L.)

Fermentasi crude enzyme amylase,


BAL SBM 4A dan BAL SBM. 3D

Tepung beras putih


(kontrol, crude enzyme amylase, BAL
SBM.4A dan BAL SBM.3D)

Pembuatan Cake

Cake

Analisis organoleptik (warna, aroma,


tekstur dan rasa)

Cake Perlakuan terbaik

Analisis fisik (derajat pengembangan,


porositas, densitas kamba, hardness),
analisis proksimat (kadar air, abu,
protein, lemak dan karbohidrat)
100

Lampiran 3. Diagram Alir Pembuatan Tepung Beras Putih Kultivar


Wakacinda Hasil Reaksi Enzimatik (Bella, 2021)

Beras putih sebanyak 100 g

Pencucian dengan air mengalir

Penirisan

Perlakuan

Beras putih setengah kering Penambahan crude enzyme


amylase konsentrasi 2,47
U/mLsebanyak 10 ml

Fermentasi (37 oC) 6 jam

Dicuci kembali dengan air mengalir

Pengeringan dengan oven 24 jam (60 oC)

Penghalusan dengan blender

Pengayakan dengan ayakan 100 mesh

Tepung beras putih termodifikasi


crude enzyme amylase
101

Lampiran 4. Diagram Alir Pembuatan Tepung Beras Putih Isolat BAL SBM.
4A (Wurara, 2020)

Beras putih sebanyak 100 g

Pencucian dengan air mengalir

Penirisan

Beras putih setengah kering

Proses fermentasi beras putih dengan perlakuan lama


fermentasi 48 jam dan penambahan konsentrasi isolat
BAL SBM. 3D OD 0,50

Beras putih fermentasi

Dicuci kembali dengan air mengalir

Penirisan

Pengeringan dengan oven 24 jam (60 oC)

Beras putih kering

Penghalusan dengan blender

Pengayakan dengan ayakan 100 mesh

Tepung beras putih


termodifikasi BAL SBM.4A
102

Lampiran 5. Diagram Alir Pembuatan Tepung Beras Putih Isolat BAL SBM.
3D (Ahmad, 2020)

Beras putih sebanyak 100 g

Pencucian dengan air mengalir

Penirisan

Beras putih setengah kering

Proses fermentasi beras putih dengan perlakuan lama


fermentasi 48 jam dan penambahan konsentrasi isolat
BAL SBM. 3D OD 0,75

Beras putih fermentasi

Dicuci kembali dengan air mengalir

Penirisan

Pengeringan dengan oven 24 jam (60 oC)

Beras putih kering

Penghalusan dengan blender

Pengayakan dengan ayakan 100 mesh

Tepung beras putih termodifikasi


BAL SBM. 3D
103

Lampiran 6. Diagram Alir Pembuatan Cake

Gula pasir (100 g) dan telur (3 butir)

Pengocokan dengan mixer hingga berwarna putih


Tepung beras putih (100 g),
vanili (2 g) baking powder
(2 g)

Dikocok kembali dengan mixer


Margarin (100 g) yang
dilelehkan
Pengocokan dengan mixer hingga tercampur rata

Adonan dimasukkan ke dalam cetakan yang


telah diolesi margarin

Adonan dipanggang dengan suhu 180 oC


selama 25 menit

Cake
104

Lampiran 7. Analisis Kadar Air (AOAC, 2005)

Cawan petri dibersihkan dan dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC

lalu didinginkan dalam desikator. Kemudian ditimbang sebagai bobot kosong.

Perlakuan ini diulang hingga diperoleh bobot konstan. Selanjutnya sampel

ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam cawan petri dan dinyatakan

sebagai bobot awal. Sampel dalam cawan dikeringkan dalam oven pada suhu 105
o
C selama 5 jam. Setelah proses pengeringan, cawan berisi sampel dikeluarkan dari

dalam oven dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Dipanaskan lagi

ke dalam oven selama 30 menit, kemudian didinginkan ke dalam desikator dan

ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh bobot tetap (selisih dua

penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 g), kehilangan berat tersebut dihitung

sebagai persentase kadar air dan dihitung dengan rumus:

𝑊2−𝑊3
Kadar air (%) = 𝑊2−𝑊1 x 100%

Keterangan:

W1 = bobot cawan kosong

W2 = bobot cawan + sampel

W3 = bobot cawan + sampel setelah dioven


105

Lampiran 8. Analisis Kadar Abu (AOAC, 2005)

Sampel sebanyak 3 g ditempatkan pada cawan porselin yang telah diketahui

bobotnya. Sampel dipanaskan ke dalam oven pada suhu 105 oC hingga diperoleh

bahan kering, kemudian dipijarkan dalam tanur pada suhu 600 oC selama 5 jam.

Kemudian didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang hingga diperoleh

bobot tetap. Kadar abu dihitung dengan rumus:

𝑊3−𝑊1
Kadar abu (%) = 𝑊2−𝑊1 x 100%

Keterangan:

W1 = bobot cawan kosong

W2 = bobot cawan + sampel

W3 = bobot cawan + sampel setelah ditanur


106

Lampiran 9. Analisis Kadar Protein

Sampel cake diimbang 0,2-0,3 g dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl.

Menambahkan pereaksi Selen (Selen mixture) sebanyak setengah ujung spatula,

dan 20 mL H2SO4 95-97%. Kemudian ditempatkan pada alat digestasi atau

pemanas listrik, panaskan sampai larutan contoh tersebut berwarna jernih. Larutan

kemudian diencerkan sampai 120 mL menggunakan aquadest (dilakukan secara

hati-hati dan perlahan, karena akan menimbulkan panas). Larutan berisikan sampel

diambil dengan pipet sebanyak 5 mL dan dimasukkan ke dalam alat destilasi.

Kemudian meenambahkan 10 mL Larutan NaOH 50% dan dibilas dengan aquadest.

Destilat ditampung dengan larutan asam borat 2% dalam Erlenmeyer yang sudah

dibubuhi indikator BCG-MR, sampai volume destilat ± 30 mL. Kemudian destilat

tersebut dititrasi dengan HCl 0.01 N, sampai terbentuk warna titik akhir merah

muda yang tidak hilang dalam 30 detik. Penetapan kadar blanko, dilakukan dengan

persamaan berikut:

(𝑉1−𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)𝑥 14 𝑥 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐻𝐶𝐿 𝑥 24,6,22


Kadar protein = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)

Keterangan:

V1 = Volume titrasi bahan


107

Lampiran 10. Analisis Kadar Lemak (AOAC, 2005)

Lemak dihitung dengan metode soxhlet. Sampel ditimbang sebanyak 2-3 g

dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring kemudian ditutup dengan kapas

bebas lemak. Kertas saring yang berisi sampel dimasukkan ke dalam alat soxhlet.

Kemudian alat kondensor di atas dan labu di bawahnya. Pelarut heksan atau

petroleum benzene dituang ke dalam labu 100 mL dan dilakukan reflux sampai

pelarut yang turun ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada dilabu lemak

didestilasi dan ditampung. Kemudian labu lemak yang berisi hasil ekstraksi

dipanaskan dalam oven pada suhu 105 °C. Hasil ekstraksi dikeringkan sampai

bobot tetap dan didinginkan dalam desikator, labu ditimbang. Bobot lemak dapat

dihitung berdasarkan rumus:

W1−W2
Kadar lemak (%) = x 100 %
W

Keterangan: W1 = Berat Sampel (g)

W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (g)


108

Lampiran 11. Analisis Kadar Karbohidrat by Difference (Winarno,1986)

Kadar karbohidrat ditentukan dengan motode by difference yaitu dengan

perhitungan melibatkan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak.

Berikut ini adalah persamaan yang digunakan dalam menghitung kadar karbohidrat

dengan metode by difference.

Kadar karbohidrat (%) = 100% - (% kadar air + % kadar abu + % kadar lemak +

% kadar protein)
109

Lampiran 12. Formulir Uji Hedonik

Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Hari/Tanggal :

1. Minumlah air mineral terlebih dahulu.


2. Cicipilah cake yang disediakan sesuai dengan kode sampel dibawah ini.
Nyatakan penilaian tingkat kesukaan Anda terhadap karakteristik
organoleptiknya, meliputi warna, aroma, rasa, tekstur dan kesukaan secara
keseluruhan dengan memberikan keterangan kesukaan!
3. Netralkan indra pengecap Anda menggunakan air putih yang disediakan
setiap selesai mencicipi satu sampel.
4. Jangan membandingkan antara sampel satu dan yang lain!
No. Kode Sampel Warna Aroma Rasa Tekstur

1. 747
2. 613
3. 612
4. 621
Keterangan:

SS = Sangat suka AS = Agak suka STS = Sangat tidak suka

S = Suka TS = Tidak suka


110

Lampiran 13. Lembar Penilaian Organoleptik Deskriptif

Nama panelis :
Usia :
Jenis kelamin :
Petunjuk : Cicipilah sampel cake sesuai dengan kode yang tersedia. Nyatakan
penilaian Anda terhadap sifat organoleptik yang meliputi warna, aroma dan tekstur
dengan memberikan tanda ceklis (✓) pada kode sampel yang tersedia sesuai dengan
keterangan penilaian yang terdapat pada tabel atau berikan tulisan kode sampel
pada kotak warna sesuai dengan kriteria yang Anda lihat. Setiap selesai mencicipi
satu sampel, netralkan indera pengecap Anda dengan air mineral. Terima kasih atas
kerjasamanya.

Warna Cake Beras Wakacinda

(SKK)
(KK)
(AKK)
(K)

(TK)

Keterangan:
SKK= Sangat Kuning Kecoklatan KK = Kuning Kecoklatan

AKK= Agak Kuning Kecoklatan K= Kuning

TK= Tidak Kuning


111

Aroma Cake Beras Wakacinda


Aroma Cake Beras Wakacinda
No. Kode
sampel ABPSK ABPK ABPAK TBBP AABL
747
2. 613
3. 621
4. 612

Keterangan:

ABPSK = Aroma Beras Putih Sangat kuat

ABPK = Aroma Beras Putih Kuat

ABPAK = Aroma Beras Putih agak kuat

TBBP = Tidak Beraroma Beras Putih

AABL = Ada aroma bahan lain yang terasa

Tekstur Cake Beras Wakacinda


Tekstur Cake Beras Wakacinda
No. Kode sampel Sangat Agak Tidak Sangat Tidak
Lembut Lembut Lembut Lembut Lembut
1. 747
2. 613
3. 612
4. 621
112

Rasa Cake Beras Wakacinda


Rasa Cake Beras Wakacinda
No. Kode sampel
RBPSK RBPK RBPAK RBPTT ARBL
1. 747
2. 613
3. 612
4. 621

Keterangan:

RBPSK = Rasa Beras Putih Sangat kuat

RBPK = Rasa Beras putih kuat

RBPAK = Rasa Beras Putih agak kuat

RBPTT = Rasa Beras Putih Tidak terasa

ARBL = Ada rasa bahan lain


113

Lampiran 14a. Hasil Organoleptik Hedonik Warna


Panelis Kode sampel
C1 C2 C3 C4
1 4 5 5 5
2 4 5 5 4
3 5 5 4 4
4 4 5 4 4
5 4 4 5 5
6 4 5 4 5
7 4 4 4 5
8 4 4 5 5
9 5 4 4 5
10 4 5 4 4
11 4 4 5 5
12 4 4 5 4
13 5 5 4 5
14 4 5 4 4
15 5 5 5 5
16 4 5 4 4
17 5 4 4 4
18 4 4 4 5
19 5 5 5 5
20 5 5 4 5
21 5 4 5 4
22 4 4 4 5
23 5 4 5 4
24 4 4 4 5
25 4 5 5 4
26 5 5 4 5
27 4 5 4 4
28 4 4 4 5
29 4 4 5 5
30 4 4 5 5
31 5 4 4 5
32 4 4 4 4
33 4 5 5 4
34 4 5 4 4
35 4 4 4 5
36 5 4 5 4
37 4 5 5 4
38 4 4 4 5
39 5 5 4 4
40 4 5 5 4
Jumlah 173 180 177 181
Rerata 4,33 4,50 4,43 4,53
STD 0,47 0,51 0,50 0,51
114

Lampiran 14b. Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Hedonik Warna

Ftabel
SK DB JK KT Fhitung
0,05 0,01
Perlakuan 3 0,9687 0,3229 1,31tn 2,662569 3,909644
Galat 156 38,5250 0,2469
Total 159 39,4937

KK = 11,1830%
Keterangan: tn = tidak nyata
115

Lampiran 15a. Hasil Organoleptik Hedonik Aroma


Panelis Kode sampel
C1 C2 C3 C4
1 4 4 3 4
2 4 4 5 4
3 3 4 5 4
4 4 4 4 4
5 4 4 4 5
6 4 3 4 4
7 4 3 5 5
8 4 4 4 5
9 5 3 4 4
10 4 4 4 4
11 4 4 4 5
12 3 4 5 5
13 5 5 5 5
14 5 4 4 5
15 3 4 5 4
16 4 4 4 4
17 4 4 4 4
18 4 4 5 4
19 4 5 4 4
20 4 4 4 4
21 4 5 5 5
22 4 5 5 4
23 5 5 4 5
24 4 4 5 4
25 5 5 4 5
26 4 5 5 5
27 4 4 5 5
28 5 4 4 5
29 4 4 4 5
30 4 5 4 5
31 4 5 4 5
32 5 5 5 5
33 4 5 5 5
34 5 5 5 4
35 3 5 5 4
36 5 4 5 5
37 5 4 5 5
38 5 4 5 4
39 4 5 5 4
40 5 5 5 5
Jumlah 168 172 180 181
Rerata 4,20 4,30 4,50 4,53
STD 0,61 0,61 0,55 0,51
116

Lampiran 15b. Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Hedonik Aroma

Ftabel
SK DB JK KT Fhitung
0,05 0,01
Perlakuan 3 2,9687 0,9895 3,04* 2,6626 3,9096
Galat 156 50,7750 0,3254
Total 159 53,7437
KK = 13,02161%
Keterangan: * = berpengaruh nyata
117

Lampiran 16a. Hasil Organoleptik Hedonik Tekstur


Panelis Kode sampel
C1 C2 C3 C4
1 4 5 4 3
2 3 3 3 4
3 3 4 3 3
4 4 4 3 3
5 3 3 3 4
6 4 3 4 4
7 2 4 4 5
8 3 4 3 5
9 3 3 4 4
10 4 4 3 4
11 5 3 3 4
12 3 4 3 4
13 4 4 3 4
14 4 4 3 4
15 3 3 4 5
16 4 3 4 4
17 4 5 3 4
18 3 4 3 5
19 4 4 3 5
20 3 3 4 5
21 2 4 5 4
22 3 4 4 5
23 4 3 4 5
24 2 3 5 4
25 3 2 4 4
26 3 3 4 3
27 2 4 4 4
28 3 3 4 4
29 4 3 5 3
30 3 4 4 4
31 4 4 4 4
32 3 3 4 3
33 3 4 3 3
34 4 3 5 4
35 3 3 4 4
36 3 4 3 4
37 4 3 4 4
38 4 4 3 4
39 4 4 3 3
40 3 3 4 4
Jumlah 134 142 147 160
Rerata 3,35 3,55 3,68 4,00
STD 0,69 0,63 0,65 0,63
118

Lampiran 16b. Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Hedonik Tekstur

Ftabel
SK DB JK KT Fhitung
0,05 0,01
Perlakuan 3 8,9187 2,9729 6,84** 2,6626 3,9096
Galat 156 67,7750 0,4344
Total 159 76,6937

KK = 18,08939%
Keterangan: ** = berpengaruh sangat nyata
119

Lampiran 17a. Hasil Organoleptik Hedonik Rasa

Panelis Kode sampel


C1 C2 C3 C4
1 4 5 5 4
2 4 4 4 5
3 2 3 3 4
4 4 3 4 3
5 3 4 4 3
6 3 4 4 3
7 4 3 3 4
8 3 3 4 3
9 4 3 4 4
10 3 4 3 3
11 2 3 4 4
12 3 4 4 3
13 4 5 4 4
14 4 4 3 5
15 3 3 4 4
16 2 4 5 5
17 3 4 3 3
18 4 4 3 4
19 3 4 4 3
20 4 4 3 3
21 3 3 3 4
22 2 4 3 3
23 3 4 4 3
24 4 3 3 4
25 3 4 4 3
26 3 3 3 4
27 3 4 4 4
28 3 3 3 3
29 4 4 4 4
30 3 3 3 4
31 4 3 3 3
32 3 3 4 4
33 4 4 3 5
34 3 3 4 4
35 4 4 3 3
36 3 3 4 4
37 3 3 4 3
38 3 4 3 4
39 2 3 3 3
40 3 3 4 3
Jumlah 129 143 144 146
Rerata 3,23 3,58 3,60 3,65
STD 0,66 0,59 0,59 0,66
120

Lampiran 17b. Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Hedonik Rasa

FTABEL
SK DB JK KT F.Hitung
0,05 0,01
Perlakuan 3 4,5250 1,5083 3,83* 2,6626 3,9096
Galat 156 61,4500 0,3939
Total 159 65,9750

KK = 17,86826%
Keterangan: * = berpengaruh nyata
121

Lampiran 18a. Hasil Organoleptik Deskriptif Warna


Panelis Kode sampel
C1 C2 C3 C4
1 3 3 3 2
2 4 3 4 4
3 3 4 5 4
4 4 4 2 3
5 4 3 4 3
6 4 4 3 2
7 4 3 4 4
8 4 4 4 4
9 3 4 5 5
10 3 3 3 3
11 4 4 5 5
12 5 4 4 3
13 2 4 3 5
14 4 3 5 4
15 2 2 4 3
16 4 3 2 3
17 3 3 4 3
18 4 4 5 4
19 4 3 5 3
20 4 4 3 3
21 4 3 4 3
22 3 3 3 3
23 3 4 4 3
24 4 4 4 3
25 4 5 2 4
26 4 4 2 4
27 5 4 3 4
28 4 3 3 4
29 3 3 3 3
30 4 4 3 3
31 2 3 3 3
32 4 3 2 3
33 4 3 3 3
34 3 3 3 3
35 3 4 4 3
36 3 3 2 3
37 4 2 3 4
38 3 4 3 4
39 4 4 3 4
40 1 4 2 4
Jumlah 141 139 136 138
Rerata 3,53 3,48 3,40 3,45
STD 0,82 0,64 0,96 0,71
122

Lampiran 18b. Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Deskriptif Warna

Ftabel
SK DB JK KT Fhitung
0,05 0,01
Perlakuan 3 0,3250 0,1083 0,17tn 2,6625 3,9096
Galat 156 97,4500 0,6246
Total 156 97,7750

KK = 22,82647%
Keterangan: tn= berpengaruh tidak nyata
123

Lampiran 19a. Hasil Organoleptik Deskriptif Aroma

Panelis Kode sampel


C1 C2 C3 C4
1 4 3 4 1
2 4 4 3 4
3 5 4 4 4
4 3 2 1 2
5 4 3 3 3
6 4 3 3 4
7 4 4 4 3
8 4 3 3 3
9 5 3 4 4
10 4 5 5 4
11 5 4 3 4
12 4 4 3 4
13 4 3 4 2
14 4 3 3 5
15 4 3 2 2
16 5 4 3 2
17 4 3 4 4
18 4 4 5 5
19 3 4 3 4
20 3 4 3 3
21 4 5 4 4
22 3 5 4 5
23 4 5 2 4
24 3 4 2 5
25 3 4 2 3
26 4 4 3 4
27 4 4 4 2
28 2 4 4 3
29 5 3 2 2
30 4 4 4 3
31 4 4 3 4
32 4 4 3 4
33 4 4 3 3
34 4 4 3 3
35 4 5 4 4
36 4 4 4 4
37 4 4 4 4
38 4 3 5 5
39 3 3 5 3
40 3 4 4 3
Jumlah 155 151 136 139
Rerata 3,88 3,78 3,40 3,48
STD 0,65 0,70 0,93 0,99
124

Lampiran 19b. Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Deskriptif Aroma

Ftabel
SK DB JK KT Fhitung
0,05 0,01
Perlakuan 3 6,3187 2,1062 3,07* 6,3187 3,9096
Galat 156 106,9250 0,6854
Total 159 113,2437

KK = 22,79928%
Keterangan: *= berpengaruh nyata
125

Lampiran 20a. Hasil Organoleptik Deskriptif Tekstur

Panelis Kode sampel


C1 C2 C3 C4
1 4 4 4 4
2 2 4 5 4
3 3 3 4 4
4 4 4 4 5
5 4 3 4 4
6 4 3 4 5
7 5 3 4 5
8 5 4 5 4
9 4 4 5 5
10 5 4 4 5
11 5 3 5 4
12 4 4 5 5
13 4 5 4 5
14 4 5 5 4
15 3 5 5 4
16 3 5 4 5
17 4 5 4 5
18 4 4 5 5
19 4 5 5 5
20 4 5 5 3
21 4 5 4 4
22 4 4 4 4
23 4 4 5 4
24 5 4 5 4
25 4 4 4 5
26 4 5 5 5
27 3 5 5 5
28 4 4 5 4
29 4 4 5 4
30 4 5 5 4
31 4 3 4 5
32 5 5 4 5
33 3 5 5 5
34 5 5 5 5
35 4 3 5 5
36 3 4 4 5
37 4 4 4 5
38 4 4 5 5
39 4 4 4 5
40 5 5 3 5
Jumlah 160 168 180 183
Rerata 4,00 4,20 4,50 4,58
STD 0,68 0,72 0,55 0,55
126

Lampiran 20b. Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Deskriptif Tekstur

Ftabel
SK DB JK KT Fhitung
0,05 0,01
Perlakuan 3 8,5687 2,8562 7,17** 2,662569 3,909644
Galat 156 62,1750 0,3985
Total 159 70,7437

KK = 14,6179%
Keterangan: **= berpengaruh sangat nyata
127

Lampiran 21a. Hasil Organoleptik Deskriptif Rasa

Panelis Kode sampel


C1 C2 C3 C4
1 5 3 3 5
2 4 5 4 3
3 4 4 5 4
4 3 3 4 3
5 3 4 4 4
6 3 3 3 3
7 4 3 3 2
8 5 4 4 3
9 4 3 4 4
10 4 2 3 3
11 3 4 4 3
12 4 3 3 2
13 5 5 3 4
14 5 4 4 3
15 4 3 3 5
16 4 4 2 4
17 3 3 4 3
18 4 4 3 4
19 4 3 3 4
20 3 4 4 3
21 4 2 3 3
22 4 3 3 2
23 4 4 4 3
24 3 3 4 4
25 3 3 3 3
26 4 4 3 3
27 3 3 4 4
28 3 4 3 4
29 3 4 3 4
30 3 4 3 5
31 3 4 3 4
32 4 4 4 3
33 4 3 3 4
34 4 4 4 3
35 4 4 3 4
36 4 4 3 3
37 4 4 3 3
38 4 4 3 3
39 4 4 4 4
40 5 4 3 4
Jumlah 152 144 136 139
Rerata 3,80 3,60 3,40 3,48
STD 0,65 0,67 0,59 0,75
128

Lampiran 21b. Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Deskriptif Rasa

Ftabel
SK DB JK KT Fhitung
0,05 0,01
Perlakuan 3 3,6687 1,2229 2,74* 2,662569 3,909644
Galat 156 69,5750 0,4459
Total 159 73,2437

KK = 18,71321%
Keterangan: *= berpengaruh nyata
129

Lampiran 22a. Hasil Uji Derajat Pengembangan Cake Perlakuan Terpilih dan
Kontrol

Tinggi Adonan Rerata Derajat


Kode
Ulangan Bagian Pengembangan Rerata Stdev
Sampel
Cake Sebelum Setelah Sebelum Setelah Cake (%)
Kiri 0,80 1,32
1 Kanan 0,90 1,56 0,87 1,63 88,46
Tengah 0,90 2,02
Kiri 0,90 1,75
2 Kanan 0,80 1,43 0,80 1,65 106,67
Tengah 0,70 1,78
C1
Kiri 1,00 2,05 107,56 14,66
3 Kanan 0,80 1,66 0,87 1,94 123,85
Tengah 0,80 2,11
Kiri 1,00 1,43
4 Kanan 0,70 1,56 0,80 1,69 111,25
Tengah 0,70 2,08
Kiri 0,80 2,12
1 Kanan 0,90 1,86 0,87 1,92 121,54
Tengah 0,90 1,78
Kiri 0,80 2,00
2 Kanan 0,90 1,90 0,83 2,07 148,00
Tengah 0,80 2,30
C4
Kiri 0,90 2,11 139,12 14,45
3 Kanan 0,90 1,83 0,87 2,02 133,46
Tengah 0,80 2,13
Kiri 0,70 1,73
4 Kanan 0,70 1,82 0,77 1,94 153,48
Tengah 0,90 2,28
130

Lampiran 22b. Hasil Analisis Uji T Derajat Pengembangan Cake Perlakuan Terpilih dan Kontrol

Group Statistics

hasil uji N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

daya_pengembangan C1 4 1.0756E2 14.65813 7.32906

C4 4 1.3912E2 14.44710 7.22355

Independent Samples Test

Levene's Test for


Equality of
Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Sig. (2- Std. Error Difference

F Sig. t df tailed) Mean Difference Difference Lower Upper

daya_pengem Equal variances


.096 .767 -3.067 6 .022 -31.56250 10.29052 -56.74250 -6.38250
bangan assumed

Equal variances not


-3.067 5.999 .022 -31.56250 10.29052 -56.74379 -6.38121
assumed
131

Lampiran 23a. Hasil Uji Porositas Cake Perlakuan Terpilih dan Kontrol

Rerata Stdv
Kode Diameter Diameter Diameter
Sampel Ulangan Pori Pori Pori Pori Rerata Stdv
1 0,26
2 0,30
3 0,18
1 0,24 0,04
4 0,26
5 0,25
6 0,20
1 0,26
2 0,33
2 3 0,41 0,33 0,08
C1 4 0,23 0,33 0,02
5 0,40
1 0,40
2 0,45
3 0,37 0,07
3 0,31
4 0,33
1 0,40
2 0,40
4 0,38 0,03
3 0,38
4 0,33
1 0,66
2 0,63
3 0,60
1 4 0,42 0,53 0,13
5 0,65
6 0,46
7 0,32
1 0,55
C4 2 0,51 0,44 0,05
2 3 0,42 0,45 0,09
4 0,46
5 0,33
1 0,46
2 0,46
3 3 0,53 0,39 0,14
4 0,18
5 0,34
132

1 0,75
2 0,40
4 3 0,31 0,40 0,21
4 0,21
5 0,34
133

Lampiran 23b. Hasil Analisis Uji T Porositas Cake Perlakuan Terpilih dan Kontrol

Group Statistics

hasil uji N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Uji_porisitas C1 4 .3300 .06377 .03189

C4 4 .4425 .06397 .03198

Independent Samples Test

Levene's Test for


Equality of Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the


Difference
Std. Error
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Difference Lower Upper

Uji_porisitas Equal variances


.010 .923 -2.491 6 .047 -.11250 .04516 -.22301 -.00199
assumed

Equal variances not


-2.491 6.000 .047 -.11250 .04516 -.22301 -.00199
assumed
134

Lampiran 24a. Hasil Uji Densitas Kamba Cake Perlakuan Terpilih dan
Kontrol

Kode Volume Densitas Kamba


Sampel Ulangan Berat (g) (mL) (g/mL) Rerata Stdv
1 13,82 40,1 0,34
2 14,77 45 0,33
C1 0,34 0,01
3 14,04 40 0,35
4 12,40 35 0,35
1 13,59 35 0,39
2 13,15 34,2 0,38
C4 0,38 0,01
3 13,54 35,4 0,38
4 13,12 35,2 0,37
135

Lampiran 24b. Hasil Analisis Uji T Densitas Kamba Cake Perlakuan Terpilih dan Kontrol

Group Statistics

hasil uji N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Densitas_kamba C1 4 .3425 .00957 .00479

C4 4 .3800 .00816 .00408

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality


of Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Std. Error Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Difference Lower Upper

Densitas_kamba Equal variances


.500 .506 -5.960 6 .001 -.03750 .00629 -.05289 -.02211
assumed

Equal variances not


-5.960 5.854 .001 -.03750 .00629 -.05299 -.02201
assumed
136

Lampiran 25a. Hasil Uji Kekerasan Tekstur (Hardness) Cake Perlakuan


Terpilih dan Kontrol

Kode sampel Ulangan Hardness (kg/m2) rerata stdv


1 1,1
2 1,4
C1 1,28 0,13
3 1,3
4 1,3
1 1,4
2 1,1
C4 1,23 0,15
3 1,3
4 1,1
137

Lampiran 25b. Hasil Analisis Uji T Kekerasan Tekstur (hardness) Cake Perlakuan Terpilih dan Kontrol

Group Statistics

hasil uji N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

uji_hardness C1 4 1.2750 .12583 .06292

C4 4 1.2250 .15000 .07500

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of


Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the


Difference
Std. Error
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Difference Lower Upper

uji_hardness Equal variances


assumed .771 .414 .511 6 .628 .05000 .09789 -.18954 .28954

Equal variances not


assumed .511 5.824 .628 .05000 .09789 -.19131 .29131
138

Lampiran 26a. Penentuan Hasil Kadar Air Cake Perlakuan Terpilih dan
Kontrol

Sebelum
Cawan oven+bobot Sesudah oven
Kode Kosong sampel +bobot Kadar Nilai
Sampel Ulangan (W1) (W2) sampel (W3) Air (%) Rerata STD
1 13,755 16,037 15,583 19,89
2 16,214 18,725 18,214 20,36
C1 20,36 0,40
3 17,220 20,081 19,500 20,31
4 17,667 20,057 19,558 20,87
1 19,152 22,019 21,517 17,51
2 17,648 20,083 19,670 16,98
C4 17,23 0,25
3 17,921 20,011 19,648 17,38
4 17,681 20,054 19,649 17,05
139

Lampiran 26b. Hasil Analisis Uji T Kadar Air Cake Perlakuan Terpilih dan Kontrol

Group Statistics

hasil uji N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

kadar_air C1 4 20.3575 .40145 .20072

C4 4 17.2300 .25547 .12774

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of


Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Std. Error Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Difference Lower Upper

kadar_air Equal variances assumed .095 .769 13.145 6 .000 3.12750 .23792 2.54533 3.70967

Equal variances not assumed 13.145 5.088 .000 3.12750 .23792 2.51906 3.73594
140

Lampiran 27a. Penentuan Hasil Kadar Abu Cake Perlakuan Terpilih dan
Kontrol

Sebelum Sesudah
Cawan Oven Oven
Kode Kadar Abu Nilai
Ulangan Kosong +Bobot +Bobot Rerata
Sampel (%) STD
(W1) Sampel Sampel
(W2) (W3)
1 15,6665 18,1590 15,7019 1,42
C1 2 15,2105 17,8010 15,2379 1,06
1,06 0,25
3 14,4871 17,1161 14,5117 0,94
4 15,4778 18,1280 15,5001 0,84
1 15,0368 18,0614 15,0614 0,81
C4 2 14,7544 17,3822 14,7774 0,88
0,88 0,05
3 15,3129 18,0611 15,3383 0,92
4 13,9135 16,0242 13,9326 0,90
141

Lampiran 27b. Hasil Analisis Uji T Kadar Abu Cake Perlakuan Terpilih dan Kontrol

Group Statistics

hasil Std. Error


uji N Mean Std. Deviation Mean

kadar_abu C1 4 1.0650 .25318 .12659

C4 4 .8775 .04787 .02394

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of


Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Std. Error Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Difference Lower Upper

kadar_abu Equal variances assumed 3.615 .106 1.455 6 .196 .18750 .12883 -.12774 .50274

Equal variances not assumed 1.455 3.214 .236 .18750 .12883 -.20747 .58247
142

Lampiran 28a. Penentuan Hasil Kadar Lemak Cake Perlakuan Terpilih dan
Kontrol

Selongsong Selongsong
Selongsong
Kode + Sampel + Sampel Kadar Nilai
Ulangan Kosong Rerata
Sampel sebelum sesudah Lemak (%) STD
(W1)
oven (W2) oven (W3)
1 3,056 3,240 2,556 22,39
C1 2 3,021 3,365 2,686 22,47
22,66 0,28
3 3,110 3,013 2,304 22,80
4 3,002 3,213 2,523 22,99
1 3,030 3,341 2,691 21,45
C4 2 3,119 3,050 2,366 21,93
21,70 0,27
3 3,053 3,300 2,644 21,49
4 3,078 3,330 2,655 21,94
143

Lampiran 28b. Hasil Analisis Uji T Kadar Lemak Cake Perlakuan Terpilih dan Kontrol

Group Statistics

Std. Error
hasil N Mean Std. Deviation Mean

Kadar_lemak C1 4 22.6550 .29126 .14563

C4 4 21.7025 .26900 .13450

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of


Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Std. Error Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Difference Lower Upper

Kadar_lemak Equal variances assumed .027 .875 4.805 6 .003 .95250 .19824 .46743 1.43757

Equal variances not assumed 4.805 5.962 .003 .95250 .19824 .46669 1.43831
144

Lampiran 29a. Penentuan Hasil Kadar Protein Cake Perlakuan Terpilih dan
Kontrol

sampel ulangan kadar protein (%) rerata stdv


1 3,020
2 3,020
C1 3,020 0,000
3 3,020
4 3,020
1 5,887
2 5,887
C4 5,887 0,437
3 5,351
4 6,422
145

Lampiran 29b. Hasil Analisis Uji T Kadar Protein Cake Perlakuan Terpilih dan Kontrol

Group Statistics

hasil N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

kadar_protein C1 4 3.0200 .00000 .00000

C4 4 5.8868 .43723 .21862

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of


Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Std. Error Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Difference Lower Upper

kadar_protein Equal variances assumed 3.006 .134 -13.113 6 .000 -2.86675 .21862 -3.40169 -2.33181

Equal variances not assumed -13.113 3.000 .001 -2.86675 .21862 -3.56249 -2.17101
146

Lampiran 29c. Hasil Analisis Uji Protein Cake Perlakuan Terpilih dan
Kontrol
147

Lampiran 30a. Penentuan Hasil Kadar Karbohidrat Cake Perlakuan Terpilih


dan Kontrol

Kadar Kadar Kadar Kadar


Kode Kadar
Ulangan Abu Lemak Protein Karbohidrat Rerata Stdev
Sampel Air (%)
(%) (%) (%) (%)
1 17,51 1,42 22,39 3,02 56
2 16,98 1,06 22,47 3,02 56
C1 0,56 0,00
3 17,38 0,94 22,80 3,02 56
4 17,05 0,84 22,99 3,02 56
1 19,89 0,81 21,45 5,887 52
2 16,04 0,88 21,93 5,887 55
C4 0,52 0,02
3 20,30 0,92 21,49 5,351 52
4 20,86 0,90 21,94 6,422 50
148

Lampiran 30b. Hasil Analisis Uji T Kadar Karbohidrat Cake Perlakuan Terpilih dan Kontrol

Group Statistics

hasil uji N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

kadar_karbohidrat C1 4 56.0000 .00000 .00000

C4 4 52.2500 2.06155 1.03078

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of


Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of

Mean Std. Error the Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Difference Difference Lower Upper

kadar_karbohidrat Equal variances


4.373 .081 3.638 6 .011 3.75000 1.03078 1.22778 6.27222
assumed

Equal variances not


3.638 3.000 .036 3.75000 1.03078 .46961 7.03039
assumed
1

Lampiran 31. Dokumentasi Penelitian

1. Pembuatan Tepung beras putih Wakacinda Termodifikasi

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g) (h) (i)


2

(j) (k)

Keterangan: (a) Penimbangan sampel beras putih Wakacinda, (b) Pencucian, (c)

Penirisan, (d) Fermentasi beras putih, (e) Pengovenan, (f) Penghalusan beras putih,

(g) Pengayakan beras putih (h) Tepung beras putih tanpa modifikasi, (i) Tepung

beras putih termodifikasi crude enzyme amylase, (j) Tepung beras putih

termodifikasi BAL SBM.4A, (k) tepung beras putih termodifikasi BAL SBM.3D
3

2. Proses Pembuatan Cake

(a) (b) (c)

(d) (e)

Keterangan: (a) Penyiapan bahan, (b) pencampuran bahan menggunakan mixer,

(c) pencetakan adonan cake, (d) pengovenan, (e) cake


4

3. Uji Organoleptik Cake Beras Putih Wakacinda Termodifikasi


5

4. Analisis Fisik Cake Beras Putih Wakacinda Termodifikasi

(a) (b)

(c) (d)

Keterangan: (a) Uji derajat pengembangan cake, (b) Uji Porositas cake, (c) Uji

densitas kamba, (d) Uji kekerasan tekstur (hardness)


6

5. Analisis Proksimat Cake Beras Putih Wakacinda Termodifikasi

(a) (b) (c)

Keterangan: (a) Uji Kadar air, (b) Uji Kadar Abu, (c) Uji Kadar Lemak

Anda mungkin juga menyukai