Anda di halaman 1dari 48

SKRIPSI

DAYA TERIMA COOKIES DAUN KATUK (SAUROPUS


ANDROGYNUS) SEBAGAI MAKANAN TAMBAHAN IBU
MENYUSUI

HARIANI
K021171014

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
SKRIPSI

DAYA TERIMA COOKIES DAUN KATUK (SAUROPUS


ANDROGYNUS) SEBAGAI MAKANAN TAMBAHAN IBU
MENYUSUI

HARIANI
K021171014

Skripsi Ini Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Gizi

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
iii
iv
v
RINGKASAN

Universitas Hasanuddin
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Ilmu Gizi
Hariani
“Daya Terima Cookies Daun Katuk (Sauropus Androgynus) Sebagai
Makanan Tambahan Ibu Menyusui”
(xv+ 84 Halaman + 17 Tabel + 10 Lampiran)
Target intervensi 1000 HPK meliputi masa kehamilan, menyusui, dan
baduta, namun hingga kini belum ada intervensi spesifik berupa PMT khusus untuk
memenuhi asupan gizi ibu menyusui. Karenanya salah satu upaya inovasi produk
PMT dengan memanfaatkan bahan pangan lokal yang mudah didapatkan yaitu
tepung daun katuk sebagai substitusi produk cookies sebagai PMT ibu menyusui.
Penelitian ini bertujuan menemukan produk PMT ibu menyusui yang memiliki
kandungan gizi sesuai 20% AKG yang lulus uji daya terima dengan 4 parameter uji
(warna, aroma, tekstur dan rasa) baik organoleptik dan mutu. Penelitian
observasional deskriptif observasional deskriptif dengan 4 formula cookies yaitu
dengan perbandingan tepung terigu dan tepung daun katuk F1 90%: 10%, F2 80%,
20%, F3 70% : 30%, F4 60% : 40%. Uji organoleptik dilakukan oleh 2 kelompok
panelis yaitu panelis terlatih dilakukan oleh dosen dan staff Laboratorium Kimia
Biofisik FKM Unhas dan panelis konsumen dilakukan oleh 30 orang ibu menyusui
di wilayah kerja puskesmas Sudiang. Daya terima formula diukur dengan
menggunakan score sheet dan data uji organoleptik dianalisis dengan menggunakan
SPSS uji kruskall wallis.
Berdasarkan penelitian ini ditemukan formula produk PMT busui sebanyak
4 formula yang sesuai kandungan gizi 20% AKG ibu menyusui. Ke empat formula
memenuhi syarat daya terima baik oleh panelis terlatih maupun panelis konsumen.
Uji organoleptik berdasarkan parameter warna, aroma, tekstur dan rasa cookies
yang paling disukai adalah cookies formula 1 dengan jumlah 10 keping/hari.
Kata Kunci : Daun katuk, daya terima, PMT ibu menyusui, status gizi
Daftar Pustaka : 61 (1992 - 2021)

vi
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan
kepada Allah SWT atas segala nikmat, rahmat dan karunia yang terus mengalir
tanpa henti. Salawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Rasulullah
Muhammad SAW serta tabi’ut tabi’in yang berjuang dalam penyebaran peradaban
islam diseluruh dunia dan pembawa kebenaran dimuka bumi.
Penulisan skripsi dengan judul “Daya Terima Cookies Tepung Daun Katuk
(Sauropus androgynus) Sebagai Makanan Tambahan Ibu Menyusui”. Penulisan
skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam rangka
memperoleh gelar Sarjana Ilmu Gizi Program S-1 jurusan Ilmu Gizi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Penyelesaiaan skripsi ini tidak
luput dari bantuan peran berbagai pihak. Salah satu pemeran penting dari selesainya
skripsi ini adalah doa, dukungan serta cinta kasih yang tentunya akan terus mengalir
bahkan setelah skripsi ini selesai baik yang tersampaikan maupun tidak dari kedua
orang tua penulis yakni bapak Bajuddin dan ibu Darming.
Penulis juga ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar besarnya
kepada Dr. dr. Citrakesumasari M. Kes., Sp. GK selaku dosen pembimbing
akademik atas segala nasehat dan motifasi yang diberikan sejak awal perkuliahan.
Selanjutnya dengan penuh rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada
Dr. dr. Citrakesumasari, M. Kes., Sp. GK sebagai pembimbing I dan Prof. DR.
Saifuddin Sirajuddin, MS selaku pembimbing II, serta dr. Devintha Virani, M. Kes.,
Sp. GK selaku dosen pembimbing II yang sebelumnya, atas segala masukan, saran
dan bimbingannya sejak awal persiapan persiapan proposal, hingga akhir penulisan
skirpsi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Serta tim penguji yaitu
Dr. Burhanuddin Bahar, MS dan Prof. Dr. Veni Hadju, M.Sc., Ph.D atas kritik dan
saran membangun pada saat ujian sehingga penulis dapat menemukan dan
memperbaiki kesalahan pada skripsi ini.

vii
Pada kesempatan kali ini, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang berperan dalam peneyelesain skripsi
ini, yakni:
1. Orang tua yaitu bajuddin dan Darming serta saudara-saudara penulis beserta
keluarga besar saya yang senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi,
dukungan serta pengertiannya selama mengikuti pendidikan hingga selesainya
skripsi ini.
2. Bapak Dr. Aminuddin Syam, SKM., M. Kes., M. Med.Ed selaku Dekan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
3. Ibu Dr. dr. Citrakesumasari, M. Kes., Sp. GK sebagai pembimbing akademik
atas segala nasehat dan motifasi yang diberikan sejak awal perkuliahan.
4. Ibu Dr. dr. Citrakesumasari, M. Kes., Sp. GK sebagai pembimbing I dan Prof.
DR. Saifuddin Sirajuddin, MS selaku pembimbing II, serta dr. Devintha Virani,
M. Kes., Sp. GK selaku dosen pembimbing II yang sebelumnya atas bimbingan,
motivasi, dan kesabarannya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Dr. dr. Citrakesumasari, M. Kes., Sp. GK selaku Ketua Program Studi Ilmu
Gizi dan seluruh dosen yang tidak mampu penulis sebutkan satu persatu,
namun setiap ilmu yang diberikan sungguh sangat berharga dan merupakan
bekal bagi penulis dimasa depan.
6. Bapak Dr. Burhanuddin Bahar, MS selaku penguji I dan Prof. Dr. Veni Hadju,
M.Sc., Ph. D selaku penguji II atas kritik dan saran dalam perbaikan skripsi ini.
7. Staff Program Studi Ilmu Gizi FKM Universitas Hasanuddin yaitu Kak rizal,
Pak Khasman, Kak Sry, Kak Mesra dan Kak Indar serta staff akademik untuk
segala bantuan dalam hal administrasi.
8. Kepala puskesmas, bagian gizi, bagian KIA, ibu kader puskesmas sudiang atas
bantuan dan kerja samanya selama proses penelitian berlangsung.
9. Saudara kembar penulis dan Sulfiah Nur sahabat yang penulis anggap saudara
senantiasa memberikan motivasi, saling menyemangati, dan selalu ada.
10. Teman seperjuangan Tim PMT yaitu Dika Juliastuti, Farida Hanum Amu,
Mutmainna Nurfadila yang sejak awal berjuang bersama dalam suka maupun
duka dalam proses penyelesaian skripsi ini.

viii
11. Teman-teman penulis dika juliastuti, Rizka Norprianti M, Ananda Fasya Z A,
Balqis, Anjuna Jemah yang selalu ada dan saling membantu dan memotivasi.
serta putri Rahmawati Nento, Ita Sajek Prayekti, Leli Pardalita, Adriana, Andi
Ainun Nurrahmi yang senantiasa mendengarkan kekhawatiran penulis.
12. Keluarga besar LD Al-’AAFIYAH, V17AMIN, REWA yang memberikan rasa
persaudaraan, kebersamaan dan saling menjaga.
13. Serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih
banyak atas dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga
penulis selalu bersemangat dalam proses penyelsai skripsi ini.
Akhir kata, saya mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan pada
skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberi kontribusi untuk masyarakat
Wasalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Makassar, Januari 2022

Hariani

ix
DAFTAR ISI Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………………….iv
LEMBARPENGESAHAN………………………………………………………v
RINGKASAN……………………………………………………………………vi
KATA PENGANTAR … ……………………………………………………… vii
DAFTAR ISI………………………………………………..…………………….x
DAFTAR TABEL ..…………………………………….…………………...…..xii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………..xiii
DAFTAR GRAFIK…………………………………………………………….xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………...xv
BAB I PENDAHULUAN………………………..……………….………………1
A. Latar Belakang ………………………………………………………..……1
B. Rumusan Masalah ...…………………………………………………….….7
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………….………….7
D. Manfaat Penelitian……………………………………………………….....8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………9
A. Tinjauan Umum tentang Asupan Ibu Menyusui…..……………………..9
B. Tinjauan Umum tentang Daun Katuk…...………………………..……..12
C. Tinjauan Umum tentang Cookies…….…………………………………..14
D. Tinjauan Umum tentang PMT…………………………………………...16
E. Tinjauan Umum tentang Bahan Tambahan………………………..…...18
F. Tinjauan Umum tentang Uji Organoleptik………………………….…...19
G. Kerangka Teori………………………………….………………..……….29
BAB III KERANGKA KONSEP……………………………….……………...31
A. Kerangka Konsep………………………………………….……………...31
B. Definisi Operasional…………………………………………….…………32
BAB IV METODE PENELITIAN…………………………………………….34
A. Jenis Penelitian……………………..…………………………….………..34
B. Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………………..………34
C. Populasi dan Sampel……………………………………………..………..35
D. Panelis Penelitian..…………………………….…………………………..35

x
E. Alat dan Bahan……………………………………..……………………...36
F. Tahap Penelitian ……………………………………..……………….…...36
G. Pengumpulan Data…………..……………………………………………41
H. Pengolahan Data………………………..…………………………………41
I. Penyajian Data…………………………….……………………………….41
J. Diagram Alur Penelitian…………………………………………………..42
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………...43
A. Hasil………………………………………………………………………..43
B. Pembahasan………………………………………………………………..56
BAB VI PENUTUP……………………………………………………………..64
A. Kesimpulan………………………………………………………………...65
B. Saran……………………………………………………………………….65
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...67
LAMPIRAN……………………………………………………………………..72
RIWAYAT HIDUP……………………………………………………………..84

xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 2.1. Tambahan Kebutuhan Asupan Gizi Ibu Menyusui …..............………10
Tabel 2.2. Kandungan Gizi Daun Katuk........................................…...…….........13
Tabel 2.3. Syarat Mutu Cookies...................................…………………………..15
Tabel 4.1. Kebutuhan Gizi Ibu Menyusui ………………………...……..………37
Tabel 4.2. Kebutuhan Formula Cookies Daun Katuk ...………………………....37
Tabel 5.1. Hasil Analisis Statistik Kruskall Wallis Panelis Terlatih……..………46
Tabel 5.2. Daya Terima Panelis Terlatih Berdasarkan Parameter Warna ..…..…46
Tabel 5.3. Daya Terima Panelis Terlatih Berdasarkan Parameter Aroma…….…47
Tabel 5.4. Daya Terima Panelis Terlatih Berdasarkan Parameter Tekstur……... 48
Tabel 5.5. Daya Terima Panelis Terlatih Berdasarkan Parameter Rasa …….…..48
Tabel 5.6. Hasil Analisis Statistik Kruskall Wallis Panelis Konsumen….………50
Tabel 5.7. Daya Terima Panelis Konsumen Berdasarkan Parameter Warna….…50
Tabel 5.8. Daya Terima Panelis Konsumen Berdasarkan Parameter Aroma……51
Tabel 5.9. Daya Terima Panelis Konsumen Berdasarkan Parameter Tekstur..….52
Tabel 5.10. Daya Terima Panelis Konsumen Berdasarkan Parameter Rasa...…..53
Tabel 5.11. Kandungan Gizi Formula Cookies yang Disukai ..….……………55
Tabel 5.12. Kandungan Gizi Cookies Perkeping..….……………………………55

xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Daun Katuk (Sauropus Androgynus) .....................................……...13
Gambar 2.2. Kerangka Teori........................................................….........….........30
Gambar 3.1. Kerangka Konsep.................................................................…....….31
Gambar 4.1. Diagram Alur penelitian ......………………………………….........42
Gambar 5.1. Cookies Tepung Daun Katuk ……………………………………45

xiii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Persentase Rata-Rata Keseluruhan Oleh Panelis Terlatih ………… .49
Grafik 2. Persentase Rata-Rata Keseluruhan Oleh Panelis Konsumen.…………54

xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Hasil Perhitungan Uji Mutu Hedonik Panelis terlatih………..70
Lampiran 2. Data Hasil Perhitungan Uji Hedonik Panelis Konsumen…………..72
Lampiran 3. Hasil Uji Kruskal Wallis……………………………………………….74
Lampiran 4. Score Sheet mutu hedonik cookies…………………………………75
Lampiran 5. score sheet hedonik cookies………………………………………..76
Lampiran 6. Informed consent …………………………………………………..77
Lampiran 7. Izin Penelitian DPMPTS…………………………………………...78
Lampiran 8. Izin Penelitian………………………………………………………79
Lampiran 9. Proses Pembuatan Produk Cookies Tepung Daun Katuk………….80
Lampiran 10. Proses Pengujian Oleh Panelis Terlatih …………………………..81

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemerintah Indonesia telah mengambil sikap dalam melakukan perbaikan

gizi yaitu dengan bergabung pada gerakan Scaling up Nutrition (SUN Movement)

dan meluncurkan Pedoman Perencanaan Program Gerakan 1000 HPK dengan

tujuan menurunkan masalah gizi dengan fokus pada 1000 hari pertama kehidupan

(270 hari selama kehamilan 730 hari dari kelahiran sampai usia 2 tahun), adapun

intervensi gizi spesifik pada sasaran ibu menyusui dan anak usia 0-6 bulan adalah

dengan mendorong inisiasi menyusui dini dan pemberian ASI eksklusif (Kemenkes

RI, 2013)

Masa 1000 hari pertama kehidupan (HPK), yang bermula sejak saat konsepsi

hingga anak berusia 2 tahun, merupakan masa paling kritis untuk memperbaiki

perkembangan fisik dan kognitif anak, menurunkan risiko kesakitan pada bayi dan

ibu. Status gizi pada 1000 HPK akan berpengaruh terhadap kualitas kesehatan,

intelektual, dan produktivitas pada masa yang akan datang (USAID, 2014).

Menyusui merupakan cara pemberian makan yang diberikan oleh ibu secara

langsung kepada anaknya, sebagai proses belajar bayi menghisap keluar air susu

dari payudara dengan seefesien dan ibu belajar menyusui bayi dengan senyaman

mungkin (Nugroho dkk,2014). Ibu menyusui merupakan salah satu sasaran dalam

program 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) sebagai salah satu upaya untuk

menurunkan masalah gizi khususnya pada 1000 HPK yang meliputi ibu hamil, ibu

menyusui dan anak usia 0-24 bulan. Intervensi gizi secara spesifik dalam 1000 HP

1
2

untuk ibu menyusui belum ada sedangkan untuk kebutuhan gizi ibu menyusui

sendiri lebih besar karena digunakan untuk memproduksi ASI untuk bayinya,

pemulihan kesehatan ibu dan aktivitas selama pengasuhan bayi (Djauhari, T. 2017).

Ibu hamil dengan status gizi kurang akan menyebabkan gangguan pertumbuhan

janin, penyebab utama terjadinya bayi pendek (stunting) dan meningkatkan risiko

obesitas dan penyakit degeneratif pada masa dewasa (World Bank, 2012).

Status gizi ibu menyusui memegang peranan penting dalam keberhasilan

menyusui yang diukur dari durasi ASI, pertumbuhan bayi dan status gizi ibu pasca

menyusui. Selain itu, status gizi ibu menyusui merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kuantitas dan kualitas ASI karena hal tersebut mencerminkan

kondisi gizi dan kesehatan ibu pada saat menyusui. Ibu yang menyusui dengan gizi

yang buruk umumnya memiliki produksi ASI yang lebih sedikit namun dari segi

kualitas tergantungdari jenis makanan yang dikonsumsi. Kandungan zat gizi

serta energi dalam ASI merupakan sumber energi dan zat pembangun untuk

pertumbuhan dan perkembangan bayi (Fikawati, dkk.2015).

Status gizi pada ibu menyusui dapat ditentukan dengan pengukuran lndeks

Massa Tubuh (IMT) yaitu berat badan (kilogram) per tinggi badan (meter) kuadrat.

Status gizi menurut Principle of Nutritional Assessment adalah keadaan tubuh yang

merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam

tubuh beserta fungsinya. Menurut AKG 2019 diketahui ibu menyusui dengan usia

menyusui 0-6 bulan memerlukan tambahan energi 330 kkal dan 7-12 bulan 400

kkal, selain energi penambahan protein berdasarkan usia menyusui memerlukan


3

tambahan sebesar 16 g dengan usia menyusui 0-6 bulan dan 12 g dengan usia

menyusui 7-12 bulan (Wardana dkk., 2018).

Hasil survei konsumsi makanan individu di Indonesia tahun 2014

menunjukkan bahwa ternyata banyak dari kelompok umur ibu menyusui dengan

konsumsi energi dan protein berada pada kategori kurang yaitu sebanyak 50%

dengan konsumsi energi <70 % dari AKG dan sebanyak 33,8% dengan konsumsi

protein <80% AKG (Kemenkes RI, 2016).

Penelitian asupan ibu menyusui di kepulauan Maluku yang mengonsumsi

makanan tradisional “kasoami” yaitu makanan yang terbuat dari ubi kayu,

ditemukan semua asupan makronutrient dan mikronutrien pada responden dibawah

75% AKG, Hanya asupan vitamin A, Vitamin C dan Vitamin B6 yang cukup (≥80%

AKG) (Citrakesumasari, 2019).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, asupan energi (36,63%) dan protein

(40,90%) ibu menyusui tidak adekuat (adekuat jika ≥ 80%). Untuk vitamin A,

vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6, vitamin C, kalsium, zat besi dan seng

asupannya berada di bawah AKG. Ibu yang memberikan ASI eksklusif memiliki

pola makan dengan jenis makanan yang tidak beragam, jumlah makanan yang tidak

tentu, frekuensi dan jadwal makan yang tidak teratur. Asupan gizi dan pola makan

belum sesuai dengan pedoman gizi seimbang (Wardani dkk, 2021).

penelitian Awaru menemukan asupan ibu menyusui terkait Energi, karbohidrat,

dan lemak sebahagian besar termasuk kategori kurang yaitu <80 AKG, asupan

kurang; energy (69%), protein (21,4%), lemak (71,4%) dan Karbohidrat (64,3%)

(Awaru, 2016). Siradjuddin juga menemukan hal yang hampir sama yaitu asupan
4

ibu menyusui sebahagian besar termasuk kategori kurang pada energy (53,3%),

lemak (50%) dan karbohidrat (60%), protein (36,7%) (Siradjuddn, 2016).

Penelitian yang dilakukan Hasanah dkk, 2020 menunjukkan asupan ibu menyusui

sebahagian besar juga termasuk kategori asupan kurang yaitu; energy (80,4%),

protein (60,9%), karbohidrat (56,5%) dan lemak (95,7%) (Hasanah,2020).

Pada penelitan yang dilakukan sebelumnya, di Indonesia menunjukkan bahwa

status gizi ibu pada masa menyusui berpengaruh terhadap keberhasilan menyusui,

ibu yang kurang gizi berisiko tidak berhasil menyusui 2,26 - 2,56 kali lebih besar

dibandingkan ibu dengan gizi baik (Maharani et al., 2016). Pada penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Maharani et al., 2016 nilai rata-rata IMT ibu dan

proporsi ibu kurus pada kedua kelompok ibu berhasil menyusui dan tidak berhasil

menyusui menunjukkan hasil tidak berbeda bermakna. Artinya, ibu pada kedua

kelompok tersebut mulai menyusui dengan status gizi yang sama. Pada kedua

kelompok tersebut terlihat bahwa semakin lama ibu menyusui, nilai IMT semakin

turun dan proporsi ibu kurus semakin bertambah. Proporsi ibu kurus pada kelompok

'menyusui behasil’ lebih banyak dibandingkan dengan kelompok 'menyusui tidak

berhasil' (Maharani et al., 2016).

Penelitian yang dilakukan di puskesmas Sewon 1 Bantul menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara asupan gizi ibu menyusui dengan produksi ASI pada ibu

menyusui (Permatasari, E.2015).

Hasil penelitian lain juga mengatakan status gizi ibu yang buruk memiliki

resiko 3,638 kali lebih besar untuk tidak dapt memberikan ASI ekslusif di

bandingkan ibu dengan status gizi yang baik. Hasil penelitian tersebut sesuai
5

dengan teori yang mengatakan status gizi ibu menyusui akan mempengaruhi

volume ASI dan komposisi pada ASI, sehingga dibutuhkan gizi yang cukup agar

kebutuhan ibu dan bayi terpenuhi dengan baik. Ibu yang bekerja, tetap wajib

memberikan ASI (Atikah, 2010).

Pemerintah telah melakukan berbagai macam program di bidang kesehatan dan

ekonomi untuk mengatasi masalah gizi di Indonesia. Diantaranya yaitu program

yang berfokus pada 100 HPK Salah satunya program dengan sejumlah kegiatan

yang bertumpu kepada perubahan perilaku ibu dan keluarga dalam pemberian Air

Susu Ibu (ASI) dan pemberian Makanan Tambahan (MT) bagi bayi dan anak.

Namun, belum terdapat intervensi gizi khusus untuk ibu menyusui sehingga

diperlukan kreativitas dan inovasi terhadap bahan pangan. Produk makanan yang

bisa dimodifikasi adalah cookies. Beberapa produk untuk memenuhi nutrisi ibu

menyusui yaitu susu untuk ibu menyusui, minuman (HydroMamma), suplemen

untuk ibu menyusui dan teh untuk ibu menyusui dibandingkan dengan produk

diatas cookies merupakan produk dengan cara pembuatan yang mudah, bahan

mudah diperoleh, tahan lama dan disukai semua kalangan. Cookies memiliki kadar

air 1-5% dan memiliki kadar lemak serta gula yang tinggi, mengandung karbohidrat,

lemak dan protein.

Pengembangan produk cookies dengan menggunakan tepung daun katuk

dipilih karena cookies merupakan kudapan yang diminati masyarakat dan rata-rata

konsumsi cookies di Indonesia adalah 33.3 kg /kapita/tahun (Pusdatin Pertanian

2018). Tingginya tingkat konsumsi cookies di Indonesia membuat produk ini

menjadi pilihan dalam memenuhi asupan gizi terutama pada ibu menyusui. Sebagai
6

produk pangan kering, cookies tergolong makanan ringan yang tidak mudah rusak

dan mempunyai umur simpan yang relative panjang (Indrawani, 2010).

Daun katuk (Sauropus androgynus) merupakan tanaman yang dapat membantu

meningkatkan kuantitas ASI, karenadaun katuk mempunyai efek laktogagum yaitu

terdapat kandungan sterol. Daun katuk mengandung hampir 7% protein dan 19%

serat kasar, vitamin K, pro-vitamin A beta karotin, vitamin B dan C. Selain itu daun

katuk juga mengandung mineral antara lain kalsium (2,8%) zat besi, kalium, fosfor

dan magnesium. Daun katuk mempunyai sifat yang khas yaitu manis,

mendinginkan dan membersihkan darah, khasiat antipiretik dan laktagog (Suwanti,

E & Kuswati, 2016).

Daun katuk merupakan jenis sayuran yang kaya zat besi, provitamin A (bentuk

beta karoten), vitamin C, protein dan mineral. Daun katuk dikenal di masyarakat

sebagai sayuran pelancar ASI. Bayi yang menerima ASI dalam jumlah dan waktu

yang cukup akan mempunyai perkembangan fisik dan mental yang lebih baik serta

mempunyai daya tahan terhadap penyakit yang lebih baik (Santoso, U 2016).

Penelitian Prayekti menyatakan bahwa Enam artikel yang eligible

menunjukkan pemberian daun kelor dapat berperan sebagai galaktogog melalui tiga

bentuk sediaan dengan dosis yang berbeda. Sediaan puding daun kelor dengan dosis

2x1 porsi 125 g/hari efektif sebagai galaktogog berdasarkan pengukuran berat

badan bayi. Sediaan kapsul campuran ekstrak dengan tepung daun kelor dengan

dosis 2x2 kapsul 800 mg/hari efektif sebagai galaktogog berdasarkan pengukuran

volume ASI. Sediaan kapsul ekstrak daun kelor dengan dosis 2x1 kapsul 250 g/hari

efektif sebagai galakgotog berdasarkan pengukuran kadar hormon prolaktin ibu


7

(Prayekti, 2021). Pemberian ekstrak daun katuk pada kelompok ibu melahirkan dan

menyusui dengan dosis 3x300 mg/hari selama 15 hari mulai dari hari ke 3 setelah

melahirkan dapat meningkatkan produksi ASI 50,7% lebih banyak dibandingkan

dengan yang tidak diberikan (Sa’roni et al, 2004 dalam Juliastuti 2019).

Berdasarkan manfaat dari daun katuk, dan tingginya tingkat konsumsi Cookies

peneliti tertarik untuk membuat olahan berupa PMT yang mengandung daun katuk

untuk memenuhi asupan ibu menyusui.

B. Rumusan Masalah

Rendahnya keberhasilan ASI yang salah satunya disebabkan oleh adanya

masalah gizi pada ibu menyusui yang mengakibatkan produksi ASI kurang

lancar sehingga ibu berhenti untuk memberikan ASI terhadap bayinya. Dengan

demikian gambaran masalah pada penelitian ini yaitu:

1. Apakah cookies daun katuk dapat dijadikan sebagai PMT Ibu Menyusui?

2. Bagaimana daya terima ibu menyusui terhadap cookies daun katuk?

3. Bagaimana komposisi cookies daun katuk yang disukai ibu menyusui?

4. Berapa keping cookies daun katuk setara dengan 20 % AKG ibu


menyusui?
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk PMT sebagai

makanan tambahan ibu menyusui berupa cookies tepung daun katuk untuk

memenuhi asupan gizi ibu menyusui serta daya terima konsumen terhadap

cookies tepung daun katuk.


8

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui Apakah cookies daun katuk dapat dijadikan

sebagai PMT Ibu Menyusui.

b. Untuk mengetahui daya terima ibu menyusui terhadap cookies daun

katuk

c. Untuk mengetahui komposisi cookies daun katuk yang disukai ibu

menyusui.

d. Untuk mengetahui berapa keping cookies daun katuk setara dengan

20 % AKG Ibu Menyusui.

D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat pada

berbagai pihak, antara lain

1. Manfaat Bagi peneliti

Peneliti mendapatkan pengetahuan mengolah bahaan pangan lokal

dan cara pembuatan PMT untuk ibu menyusui.

2. Manfaat Bagi Institusi

Hasil penelitian diharapkan menjadi salah satu sumber informasi yang

penting bagi civitas akademika Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Hasanuddin dalam pembuatan PMT untuk ibu menyusui.

3. Bagi masyarakat

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi ibu

menyusui dalam mengolah pangan lokal untuk memenuhi asupan gizi ibu.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Asupan Ibu Menyusui

Kebutuhan gizi ibu perlu diperhatikan pada masa menyusui, karena ibu tidak

hanya harus mencukupi kebutuhan dirinya, tetapi juga memproduksi ASI untuk

bayi (Juliastuti, 2019). Status gizi ibu menyusui merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kuantitas dan kualitas kandungan ASI. Ibu yang mempunyai status

gizi baik memiliki cadangan gizi yang cukup, sehingga dapat memproduksi ASI

dengan lancar dengan kandungan gizi yang cukup (Wardana dkk 2018). Menyusui

merupakan cara pemberian makan yang diberikan secara langsung oleh ibu kepada

anaknya, sebagai proses belajar bayi menghisap keluar air susu dari payudara

dengan seefesien dan ibu belajar cara menyusui bayi dengan senyaman mungkin

(Nugroho dkk, 2014).

Status gizi ibu menyusui disebabkan oleh banyak faktor, salah satu diantaranya

adalah pola makan atau asupan zat gizi ibu. Pola makan yang baik adalah pola

makan yang seimbang, memenuhi kebutuhan gizi ibu baik dari jenis maupun

jumlah. Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang ditemukan ibu menyusui

mengalami kekurangan asupan zat gizi akibat adanya pantangan makanan tertentu

yang berkaitan dengan masalah budaya. Asupan zat gizi seseorang ditentukan oleh

kebisaan makan dan frekuensi makan. Asupan zat gizi ibu ditentukan oleh

ketersedian makanan di tingkat keluarga. Ketersediaan makanan atau ketahanan

pangan tingkat keluarga atau rumah tangga sangat ditentukan oleh kemampuan

daya beli atau pendapatan keluarga tersebut. Pada keluarga dengan tingkat

9
pendapatan rendah akan sulit menyediakan makanan yang bermutu sesuai dengan

kebutuhan gizi anggota keluarganya, sehingga anggota keluarganya menjadi rawan

masalah gizi (Rahmawati, A. 2020).

Ibu menyusui memerlukan kalori yang lebih banyak dibandingkan dengan saat

tidak hamil dan lebih banyak dari kebutuhan kalori saat hamil. Angka kecukupan

gizi untuk ibu menyusui berdasarkan AKG 2019 dijelaskan dalam tabel sebagai

berikut:

Tabel 2.1 Tambahan Kebutuhan Asupan Gizi Ibu Menyusui


Zat Gizi Nilai Zat Gzi (0-6 Nilai Zat Gzi (6-
bulan) 12 bulan)
Energi (kkal) +330 +400
Karbohidrat (g) +45 +55
Protein (g) +20 +15
Lemak(g) +2.2 +2.2
Serat (g) +5 +6
air(ml) +800 +650
Vitamin A +350 +350
Vitamin E +4 +4
Vitamin B +7.5 +7.5
Vitamin C +45 +45
Asam folat +100 +100
kalsium +200 +200
Sumber: Permenkes RI 2019.

Sutomo (2010) mengemukakan bahwa beberapa bahan makanan yang dapat

memenuhi kebutuhan gizi bagi ibu menyusui adalah sebagai berikut:

a. Protein hewani

Protein yang berasal dari hewan ini berfungsi sebagai sel pembangun dan

membantu meningkatkan kecerdasan otak. Ibu menyusui sebaiknya mengkonsumsi

bahan-bahan makanan yang mengandung protein hewani seperti udang, ayam,

daging dan ikan (Sutomo, 2010).

10
11

b. Protein nabati

Protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan ini berfungsi untuk membentuk

dan memperbaiki sel-sel tubuh. Protein nabati juga mengandung serat makanan

yang membantu melancarkan proses pencernaan (Sutomo, 2010)

c. Sayuran hijau

Sayuran hijau mengandung karoten (provitamin A). Kandungan beta karoten

pada sayuran mencegah risiko kanker dan meningkatkan fungsi paru-paru. Sayuran

juga mengandung vitamin yang berfungsi sebagai antioksidan untuk kekebalan

tubuh (Sutomo, 2010)

d. Kacang-kacangan

Kacang-kacangan memiliki kandungan nutrisi tinggi. Kacang-kacangan

merupakan sumber vitamin, mineral dan serat yang baik (Sutomo, 2010).

Kekurangan gizi pada ibu menyusui dapat menimbulkan gangguan kesehatan

pada ibu dan bayi. Gangguan pada bayi meliputi proses tumbuh kembang anak,

bayi mudah sakit dan penyakit infeksi sedangkan pada ibu menyusui salah satu

penyakit yang dialami berupa anemia gizi. Ibu dengan masalah gizi kurang tetap

mampu memproduksi ASI namun jika gizi kurang ini berlangsung berkepanjangan

dapat mempengaruhi beberapa zat gizi yang terdapat pada ASI. Kuantitas

komponen imun dalam ASI akan menurun seiring memburuknya status gizi ibu.

Asupan energi ibu menyusui yang kurang dari 1500 kalori per hari dapat

meneyebabkan terjadinya penurunan total lemak (Manggabarani, S. dkk.2018).


12

B. Tinjauan Umum tentang Daun Katuk

Daun katuk adalah daun dari tanaman Sauropus adrogynus (L) merr, famili

Euphorbiaceae. Nama daerah: memata (Melayu), simani (Minangkabau), katuk

(Sunda), kebing dan katukan (Jawa), kerakur (Madura). Daunnya berwarna hijau

gelap yang mengandung sumber klorofil yang berguna untuk peremajaan sel dan

bermanfaat untuk sistem sirkulasi (Selvi dan Bhaskar, 2012). Katuk merupakan

tanaman herbal dengan tinggi 50 cm hingga 3,5 m. Katuk tersebar di negara

beriklim Asia (Cina) dan Asia tropis (India, Sri Langka, Vietnam, Indonesia,

Malaysia, Papus nugini dan Filipina). Daun katuk merupakan alternatif pengobatan

yang potensial karena memiliki banyak vitamin dan nutrisi. Senyawa aktif yang

efektif pada kandungan daun katuk meliputi karbohidrat, protein, glikosida, saponin,

tanin, flavonoid, sterois, alkaloid yang berkhasiat sebagai antidiabetes, antiobesitas,

antioksidan, menginduksi laktasi, antiinflamasi dan anti mikroba (Hayati et al.,

2016).

Tanaman katuk diklasifikasikan sebagai berikut (www.rumahsehat.com):

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malpighiales

Famili : Phyllanthaceae

Genus : Sauropus

Spesies : Sauropus androgynus


13

Gambar 2.1 Daun Katuk (Sauropus Androgynus)


Sumber: Google
Tabel 2.2 Kandungan gizi daun katuk Segar/100g
NO Kandungan Jumlah Kadar Gizi Tepung
Daun Katuk (%)
1 Kalori / Energi 59 kalori 134.1 kkal
2 Air 81 gram 12%
3 Protein 6,4 gram 23.13%
4 Lemak 1,6 gram 26.32%
5 Karbohidrat 9,9 gram 29.64%
6 Mineral 2,2 gram -
7 Kalsium 233 mg -
8 Fosfor 98 mg -
9 Besi 3,5 mg -
10 Vitamin B6 0,10 -
11 Vitamin C 164 mg -
12 Vitamin A 10020 µg 165 mg
Sumber: Tabel Komposisi Pangan Indonesia 2017

Ibu menyusui yang mengkonsumsi ekstrak daun katuk dengan dosis 2x dan 3x

sehari memiliki pengaruh yang bermakna terhadap kadar hormon prolaktin dalam

darah (Nurjanah et al, 2017). Pada ibu menyusui yang mengkonsumsi ekstrak daun

katuk, sebanyak 70% dari ibu menyusui terjadi peningkatan produksi ASI hingga

melebihi kebutuhan bayinya. Sedangkan pada ibu yang tidak mengkonsumsi

ekstrak daun katuk hanya 6,7% yang mengalami kenaikan produksi ASI hingga

melebihi kebutuhan bayinya (Suwanti, E dan Kuswati,2016). Produksi ASI

meningkat karena dalam daun katuk mengandung alkaloid dan sterol (Rahmanisa,

S dan Tara, 2016).


14

Klorofil dari daun katuk memiliki potensi sebagai alternatif pengobatan anemia

hemolitik dengan adanya peningkatan kadar Hb dan ferritin. Perawatan klorofil

daun katuk dapat meningkatkan ferritin pada tikus meskipun perbedaan yang

dihasilkan tidak signifikan secara statistik klorofil daun katuk berpotensi dapat

digunakan sebagai antioksidan akibat stres oksidatif (Suparmi et al., 2016).

C. Tinjauan Umum tentang Cookies

Cookies merupakan kue kering yang berbentuk kecil, memiliki rasa manis,

tekstur yang kurang padat dan renyah. Cookies biasanya terbuat dari tepung terigu,

gula dan telur (Hastuti, 2012). Ciri khas cookies adalah memiliki kandungan gula

dan lemak yang tinggi serta kadar air rendah (kurang dari 5%), sehingga bertekstur

renyah apabila dikemas (Brown, 2000 dalam Rosida Dkk., 2020). Cookies

merupakan makanan ringan yang dipanggang (kue kering) yang dapat dijadikan

sebagai makanan selingan atau snack yang diminati masyarakat khususnya

kalangan umur dewasa yang bercita rasa manis, gurih dan ada pula yang asin.

cookies adalah kue kering yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi,

renyah, dan apabila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat

(asmarudin pakrhi, dkk 2019).

Cookies merupakan salah satu jenis biskuit. Biskuit diklasifikasikan menjadi

empat jenis yaitu biskuit keras (hard biscuit), crackers, wafer, dan cookies. Biskuit

keras adalah jenis biscuit manis yang terbuat dari adonan keras, berbentuk pipih,

jika dipatahkan penampang potongnya bertekstur padat. Cookies terbuat dari

adonan lunak, berkadar lemak tinggi, bersifat renyah, dan bila dipatahkan

penampang potongan bertekstur kurang padat.


15

Bahan penyusun cookies dalam pembuatan cookies diperlukan bahan-bahan

yang dibagi dalam dua kelompok, yaitu bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahan

pengikat adalah tepung, air, padatan susu, telur dan putih telur. Bahan pelembut

adalah gula, lemak, baking powder, dan kuning telur. Selain itu, bahan-bahan

penyusun cookies juga dapat dibagi menjadi bahan utama dan bahan tambahan. Di

dalam pembuatan cookies, terigu, telur, gula dan lemak merupakan bahan utama

(Ashwini et al. 2009).

Mutu cookies yang dihasilkan dipengaruhi oleh komposisi yang digunakan dan

proses pembuatannya. Komposisi yang tidak sesuai dapat menyebabkan

penyimpangan pada produk cookies yang dihasilkan. Proses pembuatan yang tidak

baik seperti pencampuran yang tidak merata atau pemanggangan yang yang terlalu

cepat dapat menyebabkan cookies yang tidak baik. Syarat mutu cookies di

Indonesia tercantum SNI 01-2973-1992 dan 2011 sebagai berikut:

Tabe 2.3. Syarat Mutu cookies


Kriteria Uji Syarat
Energi (kkal/100 gram) Min. 400
Air (%) Maks. 5
Protein (%) Min. 5*
Lemak (%) Min. 9,5
Karbohidrat (%) Min. 70
Abu (%) Maks. 1,6
Serat Kasar (%) Maks. 0,5
Logam berbahaya Negatif
Bau dan rasa Normal dan tidak tengik
warna Normal
Sumber: SNI 01-2973-1992
* SNI 2973-2011
16

D. Tinjauan Umum tentang PMT

Makanan tambahan adalah makanan yang bergizi sebagai tambahan selain

makanan utama untuk memenuhi kebutuhan gizi. Makanan tambahan berupa

makanan yang dibuat dengan menggunakan bahan pangan lokal yang tersedia dan

mudah diproleh oleh masyarakat dengan harga yang terjangkau aau makanan hasil

olahan pabrik. Secara umum pemberian makanan tambahan bertujuan untuk

memperbaiki keadaan gizi, untuk menambah energi dan zat gizi esensial

(permenkes 2011).

Jenis-jenis pemberian makanan tambahan (PMT) menurut kemenkes 2011

terdiri dari PMT-Pemulihan dan PMT- Penyuluhan:

1. PMT-Pemulihan

PMT-Pemulihan diperumtukkan bagi anak usia 6-59 bulan terutama yang

menderita gizi kurang guna mencukupi kebutuhan gizi. Kegiatan PMT-

Pemulihan meliputi tiga aspek, yaitu:

a. Aspek rehabilitasi, karena dengan pemberian makanan tambahan

diharapkan ada perbaikan ststus gizi balita sasaran

b. Aspek penyuluhan, karena dengan pemberian makanan diharapkan

ibu balita mendapatkan penyuluhan sehingga mempunyai

pengetahuan gizi yang cukup sebagai salah satu faktor penting untuk

malaksanakan perilaku gizi baik

c. Aspek peran serta masyarakat, karena masyarakat turut melestarikan

kegiatan PMT pemulihan denngan mempergunakan sumber daya

yang dimilikinya.
17

2. PMT-Penyuluhan

PMT-Penyuluhan merupakan makanan bergizi yang diberikan untuk balita

satu kali perbulan saat kegiatan penimbangan di posyandu. Tujuan PMT-

Penyuluhan salah satunya peragaan mengenai cara-cara menyiapkan makanan

yang dilakukan oleh petugas dibantu oleh kader. Beberapa kegiatan PMT-

Penyuluhan yaitu memberikan penjelasan tentang triguna makanan (makanan

pokok sebagai sumber tenaga, lauk pauk sebagai zat pembangun, serta sayur

dan buah sebgai zat pengatur), penyuluhan mengenai makanan sehat dan

manfaatnya untuk tubuh serta kesehatan.

3. PMT-AS

PMT-AS adalah kegiatan pemberian makanan pada peserta didik dalam

bentuk jajanan/kudapan atau makanan lengkap yang aman dan bermutu beserta

kegiatan pendukung lainnya dengan memperhatikan aspek mutu dan keamanan

pangan. Tijuan pemberian makanan tambahan anak sekolah adalah

memperbaiki asupan gizi, ketahanan fisik, meningkatkan kehadiran dan minat

belajar, meningkatkan kesukaan akan makanan lokal yang bergizi,

memperbaiki perilaku bersih dan sehat termasuk kebiasaan makan yang sehat,

mrningkatkan partisipasi masyarakat melalui peningkatan penggunaan hasil

produksi setempat.

4. PMT Ibu Hamil

Makanan tambahan ibu hamil adalah suplementasi gizi berupa biskuit lapis

yang dibuat dengan formulasi khusus dan difortifikasi dengan vitamin dan

mineral yang diberikan kepada ibu hamil dengan kategori kurang energi kronis
18

untuk mencukupi kebutuhan gizi. Tujuan PMT ibu hamil yaitu untuk

memenuhi kebutuhan gizi selama kehamilan, sehingga dapat mencegah

kekurangan gizi dan akibatyang ditimbulkan (kemenkes RI, 2019)

E. Tinjauan Umum tentang Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan atau campuran bahan alami yang bukan

merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan

untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna,

pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental. Bahan tambahan

yang digunakan pada cookies daun katuk pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Kacang Kedelai

Kacang kedelai merupakan bahan pangan dengan kandungan gizi yang

paling tinggi adalah protein, selain itu kacang kedelai mengandung asam lemak

esensial Omega-3, asam amino, vitamin, mineral dan phytoestrogen, maka dari

itu kacang kedelai disebut sebagai jenis kacang dengan kandungan gizi paling

banyak. Kacang kedelai bermanfaat dalam pencegahan anemia, osteoporosis,

infeksi, penyakit saluran cerna dan lain-lain.

2. Susu Bubuk

Susu bubuk skim adalah susu yang dibuat dengan mengurangi kadar air

dan lemak yang ada, kandungan lemak susu bubuk skim tidak lebih dari 1,5%

dan kandungan air tidak lebih dari 5%. Kandungan rendah lemak susu bubuk

skim dapat digantikan kekurangannya tersebut, karena memiliki kandungan

protein yang cukup tinggi, laktosa dan mineral. Susu digunakan sebagai sumber

protein karena susu mengandung kasein. Susu mengandung laktosa yang dapat
19

membantu pembentukan aroma dan menahan penyerapan air, juga berperan

sebagai bahan pengisi untuk mengikatkan kandungan gizi biskuit yang

dihasilkan. Kandungan gizi yang terdapat dalam susu bubuk berupa protein,

glukosida, lipid, garam-garam mineral, dan vitamin (Afrizal, A 2019).

3. Flavour (cita rasa)

Penambahan flavor pada cookies ditujukan untuk memberi rasa tertentu

guna meningkatkan penerimaan produk. Bahan-bahan yang dapat ditambahkan

pada produk cookies sebagai flavor adalah kayu manis, vanila, keju, almond,

coklat, kopi, dan karamel. Flavor relatif stabil pada suhu pemanggangan, tetapi

dapat berubah drastis jika dibakar dengan api. Aroma atau bau bahan makanan

banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut (Doloksaribu, V G,

2019).

F. Tinjaun Umum tentang Uji Organoleptik

Sifat sensori adalah atribut dari suatu produk pangan yang dapat diukur

oleh panca indra manusia. Sifat sensori merupakan parameter mutu yang

penting karena sangat menentukan apakah suatu produk dapat diterima oleh

konsumen, selain aspek gizi dan fungsional produk. Analisis sifat sensori

dilakukan untuk mengevaluasi proses di lini produksi, pemeriksaan produk

akhir atau pengembangan produk baru. Bagi peneliti, pengetahuan tentang sifat

sensori diperlukan dalam mengembangkan metode analisis baru untuk

mengukur perubahan sifat sensori selama proses penyimpanan hingga

dikonsumsi oleh konsumen (Wahyudi D &Firmansyah 2020).


20

Pada saat ini pengujian sensori sudah mencakup semua aspek produksi

seperti:

1. Pengembangan produk termasuk pengujian preferensi, mengidentifikasi

atribut sensori yang menyebabkan tingkat kesukaan, segmentasi pasar,

analisis kompetitor, konsep baru dalam pengembangan, desain produk dan

optimalisasi, peningkatan skala dan reduksi biaya produksi

2. Penjaminan mutu dan pengendalian mutu, termasuk kualitas bahan

mentah, spesifikasi sensori untuk menjamin keberterimaan konsumen, uji

taint, uji umur simpan dan penyiapan kualitas selama rantai pasok.

3. Untuk penelitian dan perbaikan secara fundamental dan pemahaman

terhadap perilaku konsumen dan persepsi konsumen.

Pada prinsipnya elemen kunci dalam analisis sensori adalah produk,

panelis dan metodologi, sehingga dalam analisis sensori keterkaitan masing-

masing elemen kunci tidak terlepas dari:

a. Produk (sampel): Perlakuan berdasarkan proses atau positioning

b. Panelis: kategori panelis, terlatih atau naive panelis (konsumen)

c. Metode (prosedur) dan metode statistik yang sesuai.

Pada prinsipnya pengujian umumnya terbagi 3 jenis uji organoleptik, yaitu uji

pembedaan (discriminative test), uji deskripsi (descriptive test) dan uji afektif

(affective test). Uji pembedaan digunakan untuk memeriksa apakah ada perbedaan

diantara sampel yang disajikan. Uji deskripsi digunakan untuk menentukan sifat

dan intensitas perbedaan tersebut. Kedua kelompok uji di atas membutuhkan

panelis yang terlatih atau berpengalaman. Sedangkan uji afektif didasarkan pada
21

pengukuran kesukaan (atau penerimaan) atau pengukuran tingkat kesukaan relatif

(Meilgaard dkk, 2016).

1. Uji Deskriminatif (Pembedaan)

Uji diskriminatif terdiri atas dua jenis, yaitu uji difference test (uji pembedaan)

yang dimaksudkan untuk melihat secara statistik adanya perbedaan diantara contoh

dan sensitifity test, yang mengukur kemampuan panelis untuk mendeteksi suatu

sifat sensori. Diantara uji pembedaan yaitu uji pembeda pasangan, uji pembeda

segitiga, uji pembeda duo trio sedangkan untuk uji sensitivitas terdiri atas uji

treshold, yang menugaskan para penelis untuk mendeteksi level treshold suatu zat

atau untuk mengenali suatu zat pada level tresholdnya. Uji lainnya adalah uji

pelarutan (dilution test) yang mengukur dalam bentuk larutan jumlah terkecil suatu

zat dapat terdeteksi. Kedua jenis uji di atas dapat menggunakan uji pembedaan

untuk menentukan treshoild atau batas deteksi.

a. Uji Pembeda Pasangan

Uji pembedaan pasangan atau paired comperation, paired test atau

comparation merupakan uji yang sederhana dan berfungsi untuk menilai ada

tidaknya perbedaan antara dua macam produk. Biasanya produk yang diuji

adalah jenis produk baru kemudian dibandingkan dengan produk terdahulu

yang sudah diterima oleh masyarakat. Dalam penggunaannya uji pembedaan

pasangan dapat memakai produk baku sebagaiacuan atau hanya

membandingkan dua contoh produk yang diuji.


22

b. Uji Pembeda Segitiga

Uji pembedaan segitiga atau triangle test merupakan uji untuk mendeteksi

perbedaan yang kecil, oleh karena itu uji ini lebih peka dibandingkan dengan

uji pasangan. Dalam uji Segitiga disajikan 3 contoh sekaligus dan tidak dikenal

adanya contoh pembanding atau contoh baku. Penyajian contoh dalam uji

segitiga sedapat mungkin harus dibuat seragam agar tidak terdapat kesalahan

atau bias karena pengaruh penyajian contoh.

c. Uji Pembeda Duo Trio

Uji pembeda duo trio digunakan untuk mendeteksi adanya perbedaan yang

kecil antara dua contoh. Uji ini relatif lebih mudah karena adanya contoh baku

dalam pengujian. Biasanya Uji Duo-trio digunakan untuk melihat perlakuan

baru terhadap mutu produk ataupun menilai keseragaman mutu bahan.

2. Uji Deskriptif

Uji deskripsi didisain untuk mengidentifikasi dan mengukur sifat-sifat sensori.

Dalam kelompok pengujian ini dimasukkan rating atribut mutu dimana suatu atribut

mutu dikategorikan dengan suatu kategori skala (suatu uraian yang

menggambarkan intensitas dari suatu atribut mutu) atau dapat juga “besarnya”

suatu atribut mutu diperkirakan berdasarkan salah satu sampel, dengan

menggunakan metode skala rasio.

Uji deskripsi digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik sensori yang

penting pada suatu produk dan memberikan informasi mengenai derajat atau

intensitas karakteristik tersebut. Uji ini dapat membenatu mengidentifikasi variabel

bahan tambahan (ingredien) atau proses yang berkaitan dengan karakteristik sensori
23

tertentu dari produk. Informasi ini dapat digunakan untuk pengembangan produk

baru, memperbaiki produk atau proses dan berguna juga untuk pengendalian mutu

rutin.

Uji deskriptif terdiri atas Uji Scoring atau Skaling, Flavor Profile & Texture

Profile Test dan Qualitative Descriptive Analysis (QDA). Uji skoring dan skaling

dilakukan dengan menggunakan pendekatan skala atau skor yang dihubungkan

dengan deskripsi tertentu dari atribut mutu produk. Dalam sistem skoringf, angka

digunakan untuk menilai intensitas produk dengan susunan meningkat atau

menurun.

Pada Uji flavor/texture Profile, dilakukan untuk menguraikan karakteristik

aroma dan flavor produk makanan, menguraikan karakteristik tekstur makanan. Uji

ini dapat digunakan untuk mendeskripsikan secara komplit suatu produk makanan,

melihat perbedaan contoh diantara group, melakukan identifikasi khusus misalnya

off-flavor dan memperlihatkan perubahan intensitas dan kualitas tertentu. Tahap

ujinya meliputi: Orientasi sebelum melakukan uji, tahap pengujian dan tahap

analisis dan interpretasi data.

Uji Qualitatif Descriptive Analysis digunakan untuk menilai karakteristik

atribut mutu sensori dalam bentuk angka-angka kuantitatif.

3. Uji Afektif

Pengujian afektif untuk mengukur sikap subjektif konsumen terhadap produk

berdasarkan sifat-sifat organoleptik. Hasil yang diperoleh adalah penerimaan

(diterima atau ditolak), kesukaan (tingkat suka/tidak suka), pilihan (pilih satu dari
24

yang lain) terhadap produk. Metode ini terdiri uji kesukaan (uji hedonik), uji mutu

hedonik, dan uji skalar.

a. Uji Kesukaan (Uji Hedonik)

Uji kesukaan atau uji hedonik. Panelis dimintakan tanggapan pribadinya

tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Disamping panelis

mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya, mereka juga

mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut

skala hedonik. Misalnya dalam hal “suka” dapat mempunyai skala hedonik

seperti: amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka. Sebaliknya jika

tanggapan itu “tidak suka” dapat mempunyai skala hedonik seperti suka dan

agak suka, terdapat tanggapannya yang disebut sebagai netral, yaitu bukan suka

tetapi juga bukan tidak suka (neither like nor dislike).

Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala

yang dikehendakinya. Skala hedonik dapat juga diubah menjadi skala numerik

dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik ini dapat

dilakukan analisis secara statistik. Penggunaan skala hedonik pada prakteknya

dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan. Sehingga uji hedonic sering

digunakan untuk menilai secara organoleptik terhadap komoditas sejenis atau

produk pengembangan. Uji hedonik banyak digunakan untuk menilai produk

akhir.

b. Uji Mutu Hedonik

Berbeda dengan uji kesukaan uji mutu hedonik tidak menyatakan suka atau

tidak suka melainkan menyatakan kesan tentang baik atau buruk. Kesan baik-
25

buruk ini disebut kesan mutu hedonik. Karena itu beberapa ahli memasukkan

uji mutu hedonik kedalam uji hedonik. Kesan mutu hedonik lebih spesifik dari

pada sekedar kesan suka atau tidak suka. Mutu hedonik dapat bersifat umum,

yaitu baik atau buruk dan bersifat spesifik seperti empuk/keras untuk daging,

pulen-keras untuk nasi, renyah, liat untuk mentimun. Rentangan skala hedonik

berkisar dari extrim baik sampai ke extrim jelek.

Skala hedonik pada uji mutu hedonik sesuai dengan tingkat mutu hedonik.

Jumlah tingkat skala juga bervariasi tergantung dari rentangan mutu yang

diinginkan dan sensitivitas antar skala. Skala hedonik untuk uji mutu hedonik

dapat berarah satu dan berarah dua. Seperti halnya pada uji kesukaan pada uji

mutu hedonik, data penilaiaan dapat ditransformasi dalam skalanumerik dan

selanjutnya dapat dianalisis statistik untuk interprestasinya.

c. Uji Perbandingan Pasangan

Uji perbandingan pasangan digunakan untuk uji pilihan. Panelis diminta

memilih satu contoh yang disukai dari dua contoh yang disajikan. Prosedurnya

sebagai berikut: Dua contoh yang diberi kode disajikan bersamaan dengan cara

penyajian yang sama, misalnya dalam bentuk ukuran, suhu dan wadah. Panelis

diminta memilih mana yang disukai.

d. Uji Rangking

Dalam uji rangkaing diuji 3 atau lebih contoh dan panelis diminta untuk

mengurutkan secara menurun atau manaik menurut tingkat kesukaan (memberi

peringkat). Panalis dapat diminta untuk meranking kesukaan secara

keseluruhan atau terhadap atribut tertentu seperti warna atau flavor. Contoh
26

diberi kode dan disajikan secara seragam, dan disajikan bersamaan. Panelis

diminta menyusun peringkat atau ranking berdasarkan tingkat kesukaannya.

Daya terima makanan atau minuman dapat diukur dari tingkat kesukaan

seseorang yang menilainnya. Tujuan dari uji penerimaan adalah untuk mengetahui

apakah suatu komoditi atau sifat sensorik tertentu dapat diterima oleh masyarakat.

Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan

kesenangannya. Perbedaan suku, pengalaman, umur dan tingkat ekonomi seseorang

mempunyai penilaian tertentu terhadap jenis makanan atau minuman sehingga

standar kualitasnya sulit untuk ditetapkan. Walaupun demikian ada beberapa aspek

yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap cita rasa makanan, nilai gizi dan higienis

atau kebersihan makanan tersebut (Mutyia, 2016).

Uji penerimaan meliputi uji mutu hedonik dan uji kesukaan atau uji hedonik.

Pada uji ini panelis mengemukakan tanggapan pribadi suka atau tidak suka,

disamping itu juga mengemukakan tingkat kesukaannya yang disebut skala hedonik.

Skala hedonik ditransformasi ke dalam skala numerik dengan angka menaik

menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik tersebut dapat dilakukan analisa

statistik. Jadi skala hedonik direntangkan menurut rentangan skala yang

dikehendaki. Skala ini dapat diubah menjadi skala numerik dengan angka mutu

menurut kesukaan. Penggunaan skala hedonik pada prakteknya dapat digunakan

untuk mengetahui perbedaan. Sehingga uji hedonik sering digunakan untuk menilai

secara organoleptik terhadap komoditas sejenis atau produk pengembangan

(Mutyia, 2016).
27

Penilaian dengan indra juga disebut penilaian organoleptik atau penilaian

sensorik merupakan suatu cara penilaian yang paling primitive. Penilaian dengan

indra menjadi bidang ilmu setelah prosedur penilaian dibakukan, dirasionalkan,

dihubungkan dengan penilaian secara objektif, analisa data menjadi lebih lebih

sistematis, demikian pula metode statistik digunakan dalam analisa serta

mengambil keputusan. Penilaian organoleptik sangat banyak digunakan untuk

menilai mutu dalam industri pangan dan industri hasil pertanian lainnya. Kadang-

kadang penilaian ini dapat memberi hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam

beberapa hal penilaian dengan indra bahkan melebihi ketelitian alat yang paling

sensitive (Fadilah, 2014).

Dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam panel, yaitu panel

perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel konsumen

dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan pada keahlian

dalam melakukan penilaian organoleptik (Ayustaningwarno, F. 2014).

1. Panel Perseorangan

Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan

spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan

yang sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan

cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode

analisis organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis

ini adalah kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, penilaian efisien dan tidak

cepat fatik. Panel perseorangan biasanya digunakan untuk mendeteksi jangan


28

yang tidak terlalu banyak dan mengenali penyebabnya. Keputusan sepenuhnya

ada pada seorang.

2. Panel Terbatas

Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi

sehingga bias lebih di hindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor

dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh

bahan baku terhadap hasil akhir. Keputusan diambil berdiskusi diantara

anggota- anggotanya.

3. Panel Terlatih

Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup

baik. Untuk menjadi terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan.

Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau

spesifik. Keputusan diambil setelah data dianalisis secara bersama.

4. Panel Agak Terlatih

Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk

mengetahui sifat-sifat tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan

terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat

menyimpang boleh tidak digunakan dalam keputusannya

5. Panel Tidak Terlatih

Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih

berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak

terlatih hanya diperbolehkan menilai alat organoleptik yang sederhana seperti

sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam. untuk itu panel tidak
29

terlatih biasanya dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria sama

dengan panelis wanita.

6. Panel Konsumen

Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada

target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan

dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

7. Panel Anak-anak

Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10

tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk-

produk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya.

Cara penggunaan panelis anak-anak harus bertahap, yaitu dengan

pemberitahuan atau dengan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk

diminta responnya terhadap produk yang dinilai dengan alat bantu gambar

seperti boneka snoopy yang sedang sedih, biasa atau tertawa.

G. Kerangka Teori

Asupan ibu menyusui salah satunya dipengaruhi oleh faktor sosial dan

ekonomi yaitu ketersediaan pangan. Daun katuk mrupakan pangan fungsional

yang memiliki banyak manfaat baik dari segi zat gizi makro, mikro serta

berperan sebagai antioksidan, kandungan alkaloid dan sterol dalamdaun katuk

dapat meningkatkan produksi ASI (Suwanti 2017). Pengembangan sebuah

produk makanan tambahan untuk ibu menyusui dengan memanfaatkan daun

katuk dapat menjadi inovasi dalam memenuhi kebutuhan gizi ibu. Berdasarkan

penjelasan di atas, maka terbentuklah kerangka teori sebagai berikut:


30

Bahan pangan Faktor Sosial dan


(Komposisi Ekonomi:
cookies : tepung
Mutu produk
daun katuk, tepung
pangan
terigu, margarin, Daya Terima
- Mutu Fisik
telur, gula,kismis (Organoleptik)
-Mutu Kimia
dan kacang cookies daun katuk
-keamanan 2. Penghasilan dan
kedelai).
mikrobiologi pengetahuan
3. Status
Teknologi: (cara perempuan dan
pengolahan: legisiasi
Baking) 4. Larangan/panta
ngan dan Asupan Ibu
kepercayaan Menyusui
budaya.
5. Struktur
keluarga
Faktor Biologi:
1. Status Kesehatan
2. Merokok, alkohol
narkoba dll.
3. Iradiasi

Gambar 2.2. Kerangka Teori

Sumber: bonniie S, et a ll., 2000, Afrianto,2008 dan Muhandri dan Darwin,2018


BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Mutu Fisik
Bahan Pangan Daya terima
(Organoleptik)
(Formula Cookies) (PMT Cookies
Warna
F1 = 90% : 10% tepung daun
Rasa
F2 = 80% : 20% katuk)
Aroma
F3 = 70% : 30%
Tekstur
F4 = 60% : 40%

Mutu Kimia
(Kandungan Gizi)
Teknologi
(Baking- Pemanggangan)
Keamanan
Mikrobiologi

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan:

: :Variabel Dependen

: Variabel Independen

: Variabel Diteliti

: Variabel tidak diteliti

31
32

B. Definisi Operasional
1. Tepung Daun Katuk

a. Definisi Operasional

Tepung daun katuk adalah produk tepung komersial yang diperoleh

dengan membeli secara online yang sudah melalui proses pengeringan dan

penghalusan.

2. Baking

Teknik memasak yang digunakan dalam pengolahan cookies dengan

memanggang adonan cookies yang telah dicetak pada loyang kedalam oven

hingga matang dan menghasilkan cookies yang renyah.

3. Cookies daun katuk

a. Definisi Operasional

Cookies tepung daun katuk merupakan produk kue kering yang

terbuat dari campuran tepung daun katuk, terigu, kacang kedelai, kismis,

gula pasir, telur, susu bubuk yang di buat menjadi satu adonan kemudian

dicetak pada loyang dengan berat masing-masing 10g perkeping yang

selanjutnya dimasak dengan menggunakan teknik masak baking

(memanggang), terdiri dari empat formula dimana setiap formula memiliki

kandungan gizi yang sesuai dengan 20% AKG ibu menyusui.

4. Daya Terima

a. Definisi Operasional

Daya terima cookies tepung daun katuk adalah hasil uji yang telah

dilakukan oleh panelis terlatih dan oanelis konsumen terhadap cookies


33

tepung daun katuk yang di ujikan untuk menentukan formula terbaik dari ke

empat formula cookies tepung daun katuk.

b. Kriteria Objektif

1) Panelis terlatih

Panelis terlatih memberikan penilaian berdasarkan uji mutu

hedonik produk yang terdiri dariempat parameter penilaian yaitu

aroma, rasa, tekstur dan warna, setelak produk dinyatakan lulus mutu

maka selanjutnya dilakukan uji daya terima terhadap panelis

konsumen.

2) Panelis Konsumen

Panelis Konsumen berasal dari ibu menyusui di wilayah kerja

puskesmas Sudiang yang diminta memberikan penilaian berdasarkan

uji hedonik (kesukaan) terhadap produk meliputi aroma, rasa, tekstur

dan warna untuk mengetahui penerimaan dan tingkat kesukaan

konsumen terhadap produk cookies tepung daun katuk, dalam

penelitian ini menggukan 5 skala yaitu: sangat tidak suka :1, Tidak

suka: 2, Biasa: 3, Suka: 4, Sangat suka: 5.

Anda mungkin juga menyukai